sejarah pwilayah

9
Pendekatan yang diterapkan dalam pengembangan wilayah di Indonesia sangat beragam karena dipengaruhi oleh perkembangan teori dan model pengembangan wilayah serta tatanan sosialekonomi, sistem pemerintahan dan administrasi pembangunan. Pada dekade 1960-an, pengembangan wilayah diwarnai pendekatan sektoral yang bersifat parsial dengan titik berat pada wilayah perkotaan. Hal ini berdampak kurang menguntungkan dalam perspektif kewilayahan karena mengakibatkan kesenjangan antara kota-desa. Bentuk kemajuan dan kesejahteraan lebih banyak dinikmati di wilayah perkotaan. Sebaliknya, ketertinggalan dan kemiskinan terjadi di wilayah perdesaan. Pendekatan yang mengutamakan pertumbuhan tanpa memberi perhatian pada pemerataan menyebabkan dampak negatif terhadap lingkungan, bahkan menghambat pertumbuhan itu sendiri. Dalam konteks ini, mulai dirasakan perlunya pendekatan yang meninjau kota, desa, kawasan produksi serta prasarana pendukungnya sebagai satu kesatuan wilayah. Pada dasarnya,

Upload: musanna-cgarreth

Post on 24-Jul-2015

39 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: SEJARAH PWILAYAH

Pendekatan yang diterapkan dalam pengembangan wilayah di Indonesia sangat beragam karena dipengaruhi oleh perkembangan teori dan model pengembangan wilayah serta tatanan sosialekonomi, sistem pemerintahan dan administrasi pembangunan. Pada dekade 1960-an, pengembangan wilayah diwarnai pendekatan sektoral yang bersifat parsial dengan titik berat pada wilayah perkotaan. Hal ini berdampak kurang menguntungkan dalam perspektif kewilayahan karena mengakibatkan kesenjangan antara kota-desa. Bentuk kemajuan dan kesejahteraan lebih banyak dinikmati di wilayah perkotaan. Sebaliknya, ketertinggalan dan kemiskinan terjadi di wilayah perdesaan.

Pendekatan yang mengutamakan pertumbuhan tanpa memberi perhatian pada pemerataan menyebabkan dampak negatif terhadap lingkungan, bahkan menghambat pertumbuhan itu sendiri. Dalam konteks ini, mulai dirasakan perlunya pendekatan yang meninjau kota, desa, kawasan produksi serta prasarana pendukungnya sebagai satu kesatuan wilayah. Pada dasarnya, tinjauan kewilayahan bertumpu pada dua aspek, yakni pengelolaan lingkungan dan pengembangan ekonomi wilayah.

Page 2: SEJARAH PWILAYAH

Sejalan dengan perkembangan teori dan model pengembangan wilayah pada tahun 1970-an, berkembang berbagai kajian yang merumuskan hubungan sebab-akibat faktor-faktor pembentuk ruang wilayah, seperti fisik-lingkungan, geografi dan sosial-ekonomi. Berdasarkan kajian tersebut, mulai diterapkan berbagai pendekatan pengembangan wilayah yang ditempuh melalui pembangunan prasarana wilayah, pengembangan satuan wilayah ekonomi, koordinasi antar daerah administratif serta sinkronisasi program pembangunan.

Selanjutnya, pada dekade 1980-an, pergeseran pendekatan sektoral ke pendekatan keterpaduan wilayah makin menjadi kebutuhan pembangunan, meski terbatas pada lingkup keterpaduan pembangunan prasarana dan sarana perkotaan. Pengenalan dan pelaksanaan Program Pembangunan Prasarana dan Sarana Kota Terpadu (P3KT) merupakan inisiatif penting. Pendekatan ini kemudian didukung oleh penyempurnaan mekanisme pembangunan melalui desentralisasi perencanaan kepada daerah.

Page 3: SEJARAH PWILAYAH

LANDASAN TEORII DAN PENERAPAN(1) Beberapa Landasan TeoriWalter Isard sebagai pelopor ilmu wilayah merintis lahirnya pendekatan wilayah yang mengkaji hubungan sebab-akibat faktor pembentuk ruang wilayah, yakni faktor fisik, sosial dan ekonomi, dan budaya. Kemudian, Isard mengembangkan model analisis wilayah yang merupakan penggabungan model fisik, geografi, sosial dan ekonomi yang lebih dulu ada.

Landasan teori pengembangan wilayah berikutnya adalah yang dikemukakan oleh Albert Hirschmann (1958) dengan istilah polarization effect dan trickling down effect. Dia menegaskan, perkembangan suatu wilayah tidak terjadi bersamaan (unbalanced development), mengingat wilayah tertentu cenderung lebih cepat perkembangannya dibanding wilayah sekitarnya. Pandangan optimistis Hirschmann menegaskan trickle down effect pada gilirannya akan terjadi dari wilayah yang berkembang cepat ke wilayah yang hirarkinya lebih rendah.

Page 4: SEJARAH PWILAYAH

Berikutnya, teori yang dikemukakan oleh Gunnar Myrdal (1957), yang menjelaskan hubungan antara wilayah maju dengan wilayah belakangnya dengan menggunakan istilah backwash effect dan spread effect. Berbeda dengan Hirschmann, pandangan Myrdal cenderung bernada pesimisme. Untuk Indonesia, pesimisme Myrdal menjadi kenyataan, efek pengurasan sumber daya manusia dan kapital wilayah belakang (backwash effect) bekerja lebih kuat dibanding spread effect. Hal ini kurang memberi efek positif bagi perkembangan wilayah belakang, bahkan cenderung bersifat akumulatif-eksploitatif. Efek trickle-down tidak terjadi karena akumulasi kapital pada suatu wilayah – yang dicirikan dengan berkembangnya footloose industry, tidak memiliki keterkaitan bahan baku dalam prosesnya dengan produksi di wilayah belakangnya, sehingga kurang berfungsi sebagai penggerak perkembangan wilayah.

Page 5: SEJARAH PWILAYAH

Landasan teori lainnya yang cukup penting dikemukakan oleh John Friedmann (1966), yang lebih menekankan pada pembentukan hirarki guna mempermudah pengembangan sistem pembangunan. Teori Friedmann kemudian populer dengan istilah center-periphery theory atau teori pusat pertumbuhan, dimana penetapan pusat-pusat perumbuhan sebagai prioritas dalam pembangunan diasumsikan akan memberi efek positif bagi pengembangan wilayah belakangnya. Berdasarkan teori Friedmann, pada awal tahun 1990-an Mike Douglass memperkenalkan model keterkaitan desa-kota (rural-urban linkages) sebagai salah satu model pengembangan wilayah. Untuk kasus Indonesia, teori Friedmann banyak diikuti sebagai pendekatan pengembangan wilayah mengingat luasnya dan banyaknya desa dan kota yang harus ditangani sementara alokasi dana pembangunan yang tersedia relatif terbatas. Dalam konteks ini, logika pengembangan pusat-pusat pertumbuhan cukup masuk akal.

Page 6: SEJARAH PWILAYAH

Berdasarkan teori dan model pengembangan yang telah dikembangkan, ada beberapa gagasan atau pendekatan dalam pengembangan wilayah yang bersumber dari pakar dalam negeri. Sutami misalnya, yang mengembangkan gagasan yang dikemukakan: adalah pembangunan infrastruktur yang intensif dapat mempercepat pengembangan wilayah.

Gagasan berikutnya dikembangkan oleh Purnomosidhi. Pendekatan yang digunakan adalah membagi wilayah nasional ke dalam beberapa Satuan Wilayah Ekonomi yang terdiri atas pusatpusat pertumbuhan serta didukung kota-kota yang berhirarki pada satuan wilayah tersebut maupun secara keseluruhan pada ruang nasional. Pendekatan ini sangat mewarnai terwujudnya konsep hirarki kota-kota dan hirarki jalan yang lebih dikenal sebagai orde kota.

Page 7: SEJARAH PWILAYAH

Dalam menerapkan teori pengembangan wilayah untuk mewujudkan tujuan pembangunan yang bersifat kewilayahan, secara umum digunakan dua jenis pendekatan, yakni pendekatan sektoral yang lebih bersifat parsial dan pendekatan spasial yang lebih bersifat komprehensif-holistik, yang dikenal sebagai pendek atan penataan ruang.

Setelah UU No. 24/1992 tentang Penataan Ruang diberlakukan, penetapan RTRWN (PP No. 47/1997) memberikan pengaruh kuat bagi perjalanan Pengembangan wilayah Indonesia. Dalam RTRWN ditetapkan 108 kawasan andalan di seluruh Indonesia yang menjadi dasar penetapan Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (KAPET) sebagai prioritas kawasan yang dipilih berdasarkan kesiapan infrastruktur dan potensi ekonomi sektor Unggulan sebagai prime mover, sehingga membuka peluang investasi untuk percepatan pengembangan kawasan tersebut dan wilayah belakangnya. Hingga saat ini telah ditetapkan 13 KAPET (12 KAPET di KTI dan 1 KAPET di KBI) yang dimanfaatkan sebagai pendekatan untuk mengatasi kesenjangan antara wilayah KBI dan KTI.

Page 8: SEJARAH PWILAYAH

TANTANGAN MASA DEPANDapat dipastikan, pengembangan wilayah dan penataan ruang di Indonesia pada millenium ketiga akan menghadapi tantangan yang serius, seiring dengan kompleksitas permasalahan yang makin meningkat. Sebagian tantangan tersebut, terkait dengan permasalahan pembangunan masa kini yang belum sepenuhnya terjawab, sedangkan sebagian lainnya terkait dengan antisipasi terhadap permasalahan pembangunan masa mendatang. Setidaknya, terdapat empat tantangan yang berkaitan dengan upaya menjawab permasalahan pembangunan masa kini, yaitu (1) mengatasi kesenjangan pembangunan antarwilayah; (2) mendorong percepatan otonomi daerah dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia; (3) mengembangkan sistem jaringan prasarana wilayah terpadu, dan (4) mempertahankan kelangsungan perkembangan kegiatan perekonomian, termasuk menciptakan iklim pembangunan yang lebih kondusif untuk investasi.

Page 9: SEJARAH PWILAYAH

Pada dasarnya, konsep pengembangan wilayah di Indonesia dapat ditinjau dari dua aspek, yakni aspek teoritis-keilmuan dan aspek objektif-penerapan. Ditinjau dari aspek teoritis-keilmuan, konsep pengembangan wilayah mengalami perkembangan dari waktu ke waktu seiring perubahan sistem sosial-ekonomi serta perubahan tuntutan pembangunan pada masanya. Namun demikian, tidak terdapat rumusan mengenai teori dan model yang spesifik digunakan dalam pengembangan wilayah di Indonesia, kecuali rumusan pendekatan yang digunakan setelah mengalami adaptasi atau penyesuaian terhadap kondisi dan kebutuhan pembangunan.

Ditinjau dari aspek penerapannya, pada dasarnya pengembangan wilayah merupakan upaya mengatasi kesenjangan perkembangan antarwilayah agar dicapai kesejahteraan masyarakat lebih merata antara KBI dengan KTI, antara Jawa dan luar Jawa maupun antara kawasan perkotaan dan perdesaan, serta ditujukan untuk lebih memanfaatkan sumber daya alam (darat maupun laut) secara lebih optimal, terpadu, berdaya guna dan berhasil guna agar kelestarian lingkungan tetap terjaga sesuai prinsip pembangunan berkelanjutan.