sejarah paroki

21
SEJARAH PAROKI SANTA PERAWAN MARIA YANG TERKANDUNG TANPA NODA BANJARMASIN www.santamariayttn.or.id

Upload: others

Post on 05-Nov-2021

13 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: SEJARAH PAROKI

1Sejarah Paroki Santa Perawan Maria Yang Terkandung Tanpa Noda

SEJARAH PAROKI SANTA PERAWAN MARIA YANG

TERKANDUNG TANPA NODABANJARMASIN

www.santamariayttn.or.id

Page 2: SEJARAH PAROKI

2 Sejarah Paroki Santa Perawan Maria Yang Terkandung Tanpa Noda

CIKAL BAKAL GEREJA “Benih pewartaan iman Katolik dari

orang-orang non-Katolik”1933 - 1937

Pendirian sekolah oleh orang-orang Tionghoa

Dengan makin banyaknya masyarakat Tionghoa yang melakukan perdagangan dan menetap di Banjarmasin, beberapa orang Tionghoa, antara lain: Tjoe Bian Seng, Lim Eng Hin, Liam San Tjian membuka sebuah Sekolah Dasar di rumah eks-Kapiten Tionghoa di R.K. Ilir 481. Untuk mengelola sekolah yang didirikan, mereka meminta bantuan Pastor Johanes Groen, MSF yang kala itu menjadi pastor di Paroki Katedral Banjarmasin. Selanjutnya Pastor Groen menunjuk Pastor Schoone, MSF untuk mengelola sekolah dan dibantu tenaga pengajar, yaitu: Ny. Hages Vetter (Belanda), Ny. Stennekens Wilderink (Belanda), Ny. Irene Admoe Gosenson (Indonesia), Ny. Liem Swie Hee – Ang Hian Tjie Nio (Tionghoa).

Sekolah Dasar yang diresmikan oleh Asisten Residen pada 3 Agustus 1933

tersebut merupakan sekolah campuran. Murid-muridnya terdiri dari anak-anak Tionghoa, non-Tionghoa, 125 laki-laki dan 84 perempuan. Hanya sebagian kecil dari murid-murid itu beragama Katolik.

Untuk mengatasi kekurangan tenaga pengajar yang kompeten, Pastor Schoone, MSF mulai mencari tenaga pengajar. Maka, dengan bantuan Vikaris

4 Oktober 1935: Enam bruder MTB mendarat di Banjarmasin(doc. Bruder MTB)

3 Agustus 1933: Pendirian Sekolah Dasar di R.K.Ilir(doc. Bruder MTB)

80 Tahun Perjalanan Gereja

2

Page 3: SEJARAH PAROKI

3Sejarah Paroki Santa Perawan Maria Yang Terkandung Tanpa Noda

Apostolik Pontianak, Kongregasi Bruder Santa Maria Tak Bernoda (MTB) yang sejak tahun 1921 bekerja di Pontianak mengambil alih SD di RK Ilir. 4 Oktober 1935, 6 (enam) orang bruder mendarat di Banjarmasin dan menjadi tenaga pengajar professional untuk SD. Mereka adalah Br. Honoratus de Meester, Br. Libertus Hoppenbouwers, Br. Gaudentius de Bruyn, Br. Mauritius Broeders, Br. Adrianus Kroft dan Br. Maternus Brouwers.

Bintang “Pro Ecclesia et Pontifice” dari Roma bagi Lim Sek Tjhiang

Sebelum kedatangan para bruder MTB di Banjarmasin, pada awal tahun 1935, Pastor Schoone mendengar berita bahwa menurut peraturan Kongregasi Bruder MTB, hanya boleh mengajar anak-anak laki-laki, sedangkan SD di Jl. R.K. Ilir adalah sekolah campuran anak laki-laki dan perempuan. Kesulitan besar pun dihadapi Pastor Schoone!

Akhirnya diputuskan untuk mencari tempat dan membangun gedung sekolah baru bagi anak-anak perempuan. Dengan bantuan yang luar biasa dari Lim Sek Tjhiang, sekolah untuk anak-anak perempuan tersebut selesai dibangun

di Kelayan (sekarang Rantauan Timur I) dan diberkati oleh Pastor Schoone pada 5 Oktober 1935. Tepat sehari setelah kedatangan bruder-bruder MTB. Pada saat itu jumlah murid puteri 225 orang.

Selain membangun gedung sekolah, Pastor Schoone perlu mendapatkan tenaga pengajar untuk murid-murid perempuan di sekolah yang baru. Beberapa kongregasi suster ia minta untuk menangani sekolah tersebut. Dan pada awal tahun 1937, dengan bantuan dari Pater A.Kouwenhoven MSF (procurator misi di Belanda), suster-suster SFD di Dongen bersedia mengambil alih sekolah itu.

Pada 11 Oktober 1937, lima suster SFD: Sr. Laurentine Pijnenburg, Sr. Clementia Geerden, Sr. Josefine Jacobs, Sr. Josephine Ghuis dan Sr. Theobalda V.Gools tiba di Banjarmasin. Kemudian pada 1 November 1937 mereka membuka sekolah ketrampilan.

Pada 29 Mei 1938, atas jasa-jasanya dalam pembangunan sekolah Katolik di Banjarmasin, Lim Sek Tjhiang menerima anugerah bintang “Pro Ecclesia et Pontifice” (voor Kerk en Paus) dari Roma.

11 Oktober 1937: Lima suster SFD tiba di Banjarmasin(doc. Suster SFD)

Lim Sek Tjhiang (kanan) berjasa dalam misi MSF dan pendirian sekolah-sekolah Katolik (doc. Bruder MTB)

Tjoe Bian Seng (kanan), salah seorang pendiri sekolah dasar di

RK Ilir tahun 1933

Page 4: SEJARAH PAROKI

4 Sejarah Paroki Santa Perawan Maria Yang Terkandung Tanpa Noda

PENDIRIAN GEREJA “Umat bisa ditampung dalam satu bangku dengan panjang 3 meter”

1938 - 1940

5 November 1939: Pemberkatan gereja Kelayan(doc. MTB)

Keputusan mendirikan gereja

Pada 21 Mei 1938 Prefektur Apostolik Banjarmasin dibentuk dan Pastor J. Kusters, MSF diangkat sebagai prefek apostolik. Sebelumnya, karya misi Katolik di Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur ada di bawah pimpinan Vikaris Apostolik di Pontianak.

Saat pelantikan sebagai prefek Apostolik pada 19 Oktober 1938, Mgr. Kusters mendengar bahwa di wilayah Kelayan Banjarmasin ada sekolah Katolik, ada bruder-bruder MTB, ada suster-suster SFD dan ada pastor yang menangani sekolah. Beliau sangat heran karena di Kelayan tersebut tidak ada gereja dan tidak ada pastor yang khusus menangani karya misi padahal orang Katolik di situ

hampir tidak ada. Untuk itu Mgr. Kusters mengambil keputusan untuk mendirikan gereja.

Tak lama kemudian, pada awal tahun 1939, dilakukan pembangunan gereja Kelayan dengan biaya senilai Fl.5.000,- Dari kacamata manusia, keputusan membangun gereja ini merupakan keputusan yang tidak masuk akal. Mengingat sebenarnya pada saat itu satu bangku dengan panjang 3 (tiga) meter sudah cukup untuk menampung para bruder dan suster untuk mengikuti perayaan/upacara gerejani. Selain itu belum ada pastor yang khusus yang menangani gereja serta belum ada umat Katolik, Namun inilah karya dan anugerah Tuhan dalam perjalanan umat beriman di daerah tersebut.

Page 5: SEJARAH PAROKI

5Sejarah Paroki Santa Perawan Maria Yang Terkandung Tanpa Noda

Pembangunan, pemberkatan dan pendirian gereja

Pada 5 November 1939, gereja di Kelayan selesai dibangun dan diberkati oleh Mgr. J. Kusters (Prefek Apostolik Banjarmasin kala itu). Untuk sementara sebagian gereja

dipakai sebagai tempat tinggal Pastor Schoone.

Beberapa hari kemudian, pada 11 November 1939 gereja Kelayan dengan pelindung “Immaculata Conceptio Beatae Mariae Virginis” didirikan sebagai gereja kedua di Banjarmasin setelah Katedral. Nama ini dipilih untuk menghormati kongregasi para Bruder MTB. Sungai Martapura menjadi batas antara gereja Kelayan dan gereja Katedral. Pater Adam Janmaat, MSF diangkat menjadi pastor pertama gereja Kelayan.

Salah seorang suster dalam kroniknya menuliskan situasi awal pendirian gereja, “Kami (suster-bruder-pastor) dapat bekerjasama dengan cara yang menyenangkan. Dari sisi pemeliharaan rohani, kami mendapatkan pelayanan yang prima dari pastor yang selalu siap membantu. Meskipun belum ada umat Katolik, namun upacara-upacara gerejani dilaksanakan semulia mungkin. Hal ini memberikan kekuatan dan kesegaran bagi kami di tengah-tengah pekerjaan yang berat serta kesulitan-kesulitan dalam mengelola sekolah.”

Setahun setelah menjadi pastor di gereja Kelayan, Pastor Adam Janmaat MSF dipindahtugaskan ke Balikpapan pada 17 Juli 1940. Pastor Schoone MSF menggantikan Pastor Janmaat dan menjadi pastor kedua di gereja yang baru didirikan tersebut.

Mgr. J.Kusters - Prefek Apotolik Banjarmasin (doc. Suster SFD)

Gereja Kelayan tahun 1940(doc. MTB)

Gereja Kelayan (doc. SFD)

Page 6: SEJARAH PAROKI

6 Sejarah Paroki Santa Perawan Maria Yang Terkandung Tanpa Noda

GEREJA PADA MASA PERANG DUNIA II

“Umat bagai domba tanpa gembala”

1941 - 1945

Darah martir dari Pastor Pertama Gereja Kelayan

Pada 8 Desember 1941 Perang Dunia II meletus dan mempengaruhi situasi keamanan di Indonesia. Banyak orang lari ke Jawa atau masuk pedalaman. Anak-anak tidak berani pergi ke sekolah. Sekolah di Kelayan disediakan sebagai tempat penampungan para pengungsi dan disiapkan menjadi rumah sakit darurat bagi para korban perang.

Dalam rapat seluruh personil misi yang dihadiri oleh walikota Banjarmasin, Tuan Mulder, pada bulan Januari 1942 diputuskan bahwa Mgr. Kusters, semua pastor, bruder dan suster secara sukarela tidak lari ke Jawa atau ke pedalaman, melainkan tinggal di Banjarmasin. Bahkan atas permohonan walikota, para suster dan bruder pindah ke kota, dekat rumah sakit darurat. Para suster dan bruder tersebut telah mengikuti kursus keperawatan, sehingga diharapkan dapat membantu bila diperlukan.

Akan tetapi, pada 10 Februari 1942 dini hari, Mgr. Kusters menerima perintah keras dari Walikota untuk lari ke

Jawa bersama semua suster, bruder dan Pastor Schoone. Tidak ada pilihan bagi Mgr.Kusters dan seluruh personil misi karena Walikota berhak menembak siapa saja yang menolak perintah itu. Akhirnya mereka berangkat bersama banyak orang dengan kapal Roda Lampung ke Kuala Kapuas. Dari Kuala Kapuas, sebuah perahu Makassar “dipinjam” menuju Surabaya.

Satu setengah jam setelah keberangkatan Mgr. Kusters dan seluruh personil misi, tentara Jepang masuk ke kota Banjarmasin dan membunuh banyak orang. Walikota (Tuan Mulder) juga dibunuh dengan bayonet di atas jembatan A.Yani dan mayatnya dibuang di sungai Martapura.

Sebelum masuk Banjarmasin, orang-orang kulit putih di Balikpapan telah menjadi korban kekejaman pasukan Jepang. Pastor Pertama Paroki Kelayan, Pastor A. Janmaat yang telah pindah ke Balikpapan pun turut menjadi korban. Beliau dibuang ke laut dan ditembak mati bersama Pastor v.d. Linden, MSF dan P. C.v.d. Hoogte, MSF.

C.v.d. Hoogte, MSF A.Janmaat MSF v.d.Linden, MSF

foto

: doc

.MSF

Page 7: SEJARAH PAROKI

7Sejarah Paroki Santa Perawan Maria Yang Terkandung Tanpa Noda

Mgr.Kuster, Suster, Bruder, Pastor: Ditawan dan Disiksa

18 Februari 1942, Mgr. Kusters, Pastor Schoone, para bruder MTB dan suster SFD tiba di Surabaya. Selama seminggu para bruder diterima di biara bruder CSA di Surabaya, kemudian mereka ke Blitar. Sementara itu para suster menginap di Susteran Ursulin Surabaya dan bekerja di rumah sakit.

Agustus 1943 para bruder MTB ditangkap di Blitar dan akhirnya ditawan serta disiksa di Cimahi. Sedangkan para suster SFD ditangkap oleh Jepang pada bulan September 1943 dan ditawan di Semarang. Sementara itu pada 1 September 1943 Pater Schoone ditangkap di Semarang dan ditawan di kamp “Cikuda Pateu” di Bandung.

Hal yang lebih menyedihkan dialami oleh Mgr. Kusters. Atas fitnah dari Gubernur Haga, beliau dituduh sebagai komplotan anti Jepang di Banjarmasin. Beliau dipaksa kerja keras, mengepel lantai penjara dan akhirnya ditawan di Surabaya kemudian dipindah ke Bandung.

Umat Katolik di Banjarmasin: Bagai Domba Tanpa gembala

Selama perang, tidak ada pastor tetap di Banjarmasin. Yozef Toekinun yang lolos dari kekejaman Jepang di jembatan A.Yani diangkat menjadi anggota kepolisian Jepang. Pada saat itu pastoran di Jl. Lambung Mangkurat dijaga oleh seorang guru Katolik yang bernama Rajimin. Sedangkan sakristi dijaga oleh Boedjari dan istrinya.

Awal Maret 1943, pastoran di Jl. Lambung Mangkurat diambil alih oleh pemerintah Jepang dan Rajimin serta dua orang Jawa lainnya diijinkan tinggal di susteran di Kelayan.

Setiap hari Minggu umat Katolik di Banjarmasin yang berjumlah sekitar 30 orang itu berkumpul dalam gereja Keluarga Kudus di Jl. Lambung Mangkurat untuk berdoa rosario, membaca Kitab Suci/Injil yang dibacakan oleh seorang guru agama asal Manado yang bernama Onesimus Wowor.

Untuk “melegalkan” keberadaan umat Katolik di hadapan pemerintah Jepang, maka dibentuk suatu perkumpulan yang diberi nama BORNEO TENSJOE KOKJO KJOKAI (Perserikatan Agama Katolik di Borneo) dengan ketua Jozef Toekinoen (warga gereja Kelayan), Sekretaris: T.Radjimin dan Bendahara: Onesimus Wowor. Setiap bulan organisasi ini mendapat dana sebesar Fl. 1000,- dari Pemerintah jepang dan Fl. 1750,- per tahun untuk pemeliharaan gereja Keluarga Kudus. Pemerintah Jepang mengakui Jozef Toekinoen sebagai kepala Gereja Katolik seluruh Kalimantan. Sedangkan Liem Hok Tjhiang (warga gereja Kelayan) diakui sebagai kepala Gereja Katolik di Banjarmasin.

Selama kurun waktu 1942-1945, kawanan kecil umat Katolik di Banjarmasin ini hanya dikunjungi Pastor Taniguchi (Jepang) pada akhir tahun 1944 dan Mgr. Al. Ogihara, S.J. (Jepang) pada bulan Agustus tahun 1945. Namun umat Katolik itu tetap aktif, bahkan beberapa orang dibaptis pada masa ini.

Surat pengangkatan Jozef Toekinoen sebagai kepala Gereja Katolik seluruh Kalimantan (doc. MSF)

Page 8: SEJARAH PAROKI

8 Sejarah Paroki Santa Perawan Maria Yang Terkandung Tanpa Noda

GEREJA MULAI BERTUNAS “Kesulitan, tantangan dan darah menjadi pupuk yang menyuburkan

pertumbuhan Gereja

1945 - 1965

Cinta Gembala pada Kawanan Domba

Kesulitan, penderitaan, siksaan dan kekerasan yang dialami para pastor, suster dan bruder tidak menyurutkan langkah mereka untuk tetap berkarya di Kalimantan. Setelah Indonesia merdeka, para pastor yang ditawan di camp tawanan di Puruk Cahu dibebaskan. Beberapa di antaranya disarankan oleh dokter untuk kembali ke Belanda. Namun demikian, para pastor tersebut tidak mau kembali ke Belanda karena cintanya yang tulus pada kawanan dombanya.

Untuk memulihkan kesehatan dan menunggu transpotasi ke Kalimantan Timur, para pastor MSF yang berkarya di gereja-gereja di Kalimantan Timur, sementara waktu tinggal di pastoran dan gereja Kelayan yang sudah dibersihkan sebelum mereka datang. Pada saat itu para pastor, bruder dan suster yang ditawan di Jawa juga telah dibebaskan. Namun mereka tidak dapat langsung kembali ke Kalimantan karena kesulitan transportasi.

Para pastor MSF yang belum bisa kembali ke Kalimantan Timur tersebut, pada 9 Nopember 1945 membuka kembali SD Bruder di R.K Ilir, meskipun para bruder MTB belum datang dari Jawa. Sedangkan SD Suster belum dapat dibuka karena setelah ditawan Jepang, suster-suster SFD (atas perintah dokter) harus pergi ke Belanda untuk pemulihan kesehatan. Lagi pula saat itu gedung SD Suster dipakai oleh Pemerintah untuk tempat penginapan para pengungsi.

Setelah Mgr. Kusters, Prefek Apostolik Banjarmasin dan Pater P. Schoone, MSF (pastor paroki Kelayan) tiba di Banjarmasin, mereka berusaha keras supaya SD Suster dibuka secepat mungkin. Maka ketika Mgr. Kusters mendengar bahwa di Jakarta ada 13 suster yang tidak dapat pulang ke Medan karena kondisi keamanan di Medan kurang baik, Beliau meminta mereka untuk berkarya di Banjarmasin.

Akhirnya pada 1 April 1946 SD Suster dibuka di gedung Sekolah Bruder; karena pasukan KNIL (tentara Indonesia-Belanda) telah menduduki gedung SD Suster. Semua komplek gedung sekolah baru dikembalikan kepada suster 10 tahun kemudian (tahun 1956).

Gereja mulai berbenah diri

Setelah situasi berangsur-angsur pulih, pengembangan pelayanan dari segala bidang pun dilakukan oleh Gereja, khususnya di gereja Kelayan.

Buku Baptis dimulai sejak 21 Desember 1947

Page 9: SEJARAH PAROKI

9Sejarah Paroki Santa Perawan Maria Yang Terkandung Tanpa Noda

Dalam bidang administrasi, sejak 21 Desember 1947 mulai memiliki Buku Baptis sendiri. Sebelumnya (sejak tahun 1926 sampai dengan sebelum perang), baptisan dicatat di Buku Baptis Laham, Kalimantan Timur. Sedangkan setelah perang sampai dengan Desember 1947, baptisan dicatat di Buku Baptis Katedral.

Dalam bidang pendidikan, sejak 1 Mei 1950, Bahasa Indonesia menjadi bahasa pengantar di Sekolah Bruder dan Suster. Saat itu sudah terjadi pengakuan kedaulatan Indonesia oleh Pemerintah Belanda.

Sekitar tahun 1961, guru-guru SD dan SMP Bruder yang datang dari Jawa memegang peranan penting dalam mengembangkan bidang liturgi dengan mengajak dan melatih umat ambil bagian dalam tugas liturgi seperti: koor, lektor, putra altar, koster.

Dalam bidang pewartaan, pasca G30S PKI tahun 1965 berkecamuk di Indonesia, setiap warga negara diwajibkan memeluk salah satu agama. Pada saat ini, banyak orang memilih belajar dan memeluk agama Katolik. Maka Pastor Heyne MSF mengangkat beberapa umat awam menjadi katekis untuk mengajar agama, seperti: Djasmine

(alm), Wagiyo (alm), Alexander Suharjo, L.Suripto (alm), Al. Pupudiyanto, dan beberapa umat lainnya. Para katekis ini tergabung dalam Legio Mariae di bawah bimbingan Pastor Heyne MSF. Mereka menjadi ujung tombak dalam tugas-tugas pengajaran dan kerasulan. Secara rutin mereka mengadakan pertemuan untuk mendapatkan pembekalan dari P. Heyne, MSF serta melakukan evaluasi dan membahas semua masalah yang berkaitan dengan umat. Mereka juga mengunjungi orang sakit dan keluarga yang bermasalah serta umat yang jarang hadir di gereja.

Dalam bidang pelayanan dan persekutuan, dibentuk Perkumpulan kematian Sint Yoseph pada 15 November 1964. Perkumpulan ini didirikan dengan tujuan memberikan bantuan moril dan material kepada anggota yang memerlukan serta mempererat rasa kekeluargaan dengan semangat yang dijiwai ajaran sosial gereja.

Dalam bidang penggembalaan, dengan makin berkembangnya masyarakat Tionghoa di Pecinan (daerah Veteran), pelayanan yang intensif mulai dilakukan di daerah tersebut oleh pastor A.Gielens, MSF yang kala itu berkarya di Paroki Kelayan. Pada 22 April 1965, Paroki Kelayan dimekarkan dengan pendirian gereja Hati Yesus Yang Maha Kudus di Veteran, Banjarmasin. Gereja ini secara resmi didirikan oleh Mgr. W. Demarteau, MSF. Pastor A. Gielens, MSF diangkat menjadi pastor paroki yang pertama.

Teritorial paroki Veteran dipotong dari wilayah Paroki Kelayan. Batas antara Paroki Kelayan dan Veteran adalah Jl. Ulin (sekarang: depan RS Ulin, Jl. A. Yani); sebelah kanan masuk Paroki Kelayan; sebelah kiri masuk Paroki Veteran.

Pastor Gielens, MSF (kiri) - foto: doc.MSF

Page 10: SEJARAH PAROKI

10 Sejarah Paroki Santa Perawan Maria Yang Terkandung Tanpa Noda

GEREJA BERTUMBUH DAN BERKEMBANG

“Menghadirkan wajah Gereja lokal” 1965 - 1990

Menumbuhkan peran kaum awam

Perubahan iklim politik di Indonesia menuju ke arah yang lebih baik pasca tragedi G30S PKI disusul angin segar yang dihembuskan Konsili Vatikan II di Roma tahun 1962-1966 membawa dampak positif bagi perkembangan Gereja di Keuskupan Banjarmasin. Ada pembaharuan di bidang pastoral, katekese dan liturgi. Kiriman tenaga misionaris dari luar negeri serta tambahan imam dan biarawan biarawati pribumi membawa kegembiraan bagi perkembangan Gereja di Indonesia dan Keuskupan Banjarmasin. Langkah demi langkah Gereja Lokal Kalimantan mulai dibangunkan.

Wajah Gereja lokal Kalimantan ini makin nyata ketika pada 15 Desember 1974, untuk pertama kalinya gereja Kelayan dan biara Suster SFD menjadi saksi pengucapan kaul kekal seorang suster yang berasal dari Paroki Kelayan -Banjarmasin.

Peran serta umat dalam kehidupan menggereja juga semakin berkembang ke arah yang lebih baik. Sejak tahun 1977, mulai dibentuk kring-kring dan muncul pemimpin-pemimpin ibadat. Awalnya ada kring Pekauman dan di kring RK Ilir. Sebagai pemimpin ibadat pada saat itu adalah Bp. Abdoel BC. Dalam perkembangan berikutnya muncul pemimpin ibadat seperti: Bp. Wagiyo, Bp. Suharjo, Bp. Suripto, Bp. Yohanes Sebekti dan lainnya.

Seiring dengan pembinaan kelompok-kelompok basis di Keuskupan Banjarmasin, pada tahun 1980-an nama -nama kring yang sebelumnya memakai nama tempat (kring Pekauman, kring RK Ilir, dst) dirubah menjadi nama-nama orang kudus (Santa), Kring-kring (sekarang wilayah) tersebut adalah Anna, Martha, Lusia, Bernadeth dan Theresia.

Sekitar tahun 1980-an, atas permintaan Bimas (Bimbingan Masyarakat) Katolik di Banjarmasin,

Konsili Vatikan II telah mengubah wajah Gereja

Page 11: SEJARAH PAROKI

11Sejarah Paroki Santa Perawan Maria Yang Terkandung Tanpa Noda

mulai dibentuk Dewan Paroki. Peran Dewan Paroki saat itu adalah sebagai pemberi masukan pada pastor dan menyampaikan berita-berita dari pastor kepada semua umat.

Secara finansial, partisipasi umat juga semakin berkembang. Renovasi gereja Kelayan terjadi berkat sumbangan Bapak Johny Gumulya alias Johny Grendel selain dari dana keuskupan. Gereja yang telah direnovasi tersebut diberkati oleh Uskup Keuskupan Banjarmasin, Mgr. FX. Prajasuta, MSF pada bulan November 1984 dalam suatu perayaan Ekaristi konselebrasi yang dipimpin oleh seluruh imam keuskupan yang hadir dalam Raker Keuskupan Banjarmasin.

Setelah Pastor Heyne cuti ke negeri Belanda pada awal tahun 1986 dan oleh tim dokter disarankan untuk tidak kembali ke Indonesia karena kesehatannya maka pada bulan Juli 1986, maka Romo C. Adi Wijaya, MSF ditugaskan menjadi pastor paroki sampai 1988. Pada masa penggembalaannya, koor paroki yang bernama “Sisilia” dibentuk dengan pendampingan langsung dari Beliau.

Tahun 1989, Romo Suharihadi MSF menggantikan Romo C. Adi Wijaya, MSF sebagai pastor paroki. Pada masa ini terjadi perkembangan pada misdinar, di mana anak-anak wanita juga boleh melayani menjadi Putri Altar. Sebelumnya, hanya anak-anak laki-laki saja yang boleh menjadi putra altar.

Pada tahun 1990, dalam pertemuan pendalaman Kitab Suci dan pendalaman iman, tiap-tiap kring dibagi menjadi 2-3 kelompok pendalaman. Kelompok-kelompok ini nantinya menjadi cikal bakal pembentukan lingkungan.

Renovasi gereja tahun 1984

Pisah sambut Romo Adi kepada Romo Suharihadi

Bp. Abdoel memimpin ibadat di kring Pekauman

Bp. Yohanes Subekti (Bimas Katolik) bersama peserta Pendalaman Iman

Page 12: SEJARAH PAROKI

12 Sejarah Paroki Santa Perawan Maria Yang Terkandung Tanpa Noda

MENUJU PAROKI MANDIRI “Membangun partisipasi dan tanggung

jawab umat dalam kehidupan menggereja” 1990 - 2000

Menaburkan benih persaudaraan melalui kelompok basis

Setelah Romo Suharihadi pindah tugas, sejak tahun 1992 penggembalaan Paroki dilimpahkan pada Romo Aloysius Karyadi Darmakusuma, MSF.

Pada akhir tahun 1992, Keuskupan Banjarmasin mengadakan seminar tentang Komunitas Basis Gerejani. Sejak saat itu pemekaran wilayah mulai digalakkan untuk meluaskan partisipasi umat dalam menghidupi paroki. Lima wilayah (Anna, Bernadeth, Lucia, Martha, Theresia) yang ada dikembangkan menjadi kelompok-kelompok yang lebih kecil yang disebut sebagai lingkungan. Saat itu muncul keluhan dari umat, “Mengapa persaudaraan yang sudah baik di wilayah harus dipecah-pecah?” Namun akhirnya sedikit demi sedikit keluhan tersebut sirna dan justru partisipasi umat meningkat secara signifikan.

Pada tahun 1993, Romo Darma mencanangkan motto “Menuju Paroki Mandiri” Selanjutnya seluruh kegiatan-

kegiatan yang dilaksanakan di paroki dijiwai oleh motto ini.

Usai perayaan Paskah Pagi tahun 1994, untuk pertama kalinya benih-benih keakraban dan persaudaraan yang menembus sekat wilayah dan lingkungan lebur dalam acara santap bersama umat se-paroki yang dikenal dengan “Agape.” Dalam perkembangannya “agape” ini menjadi model bagi paroki lain.

20-24 Februari 1995 menjadi tonggak sejarah paroki dalam memberdayakan Dewan Paroki dan umat untuk terlibat dalam karya dan pelayanan Gereja. Saat itu untuk pertama kalinya dilaksanakan rapat Kerja Dewan Paroki. Rapat kerja tersebut mengangkat tema: “Dengan Semangat Kasih Menuju Paroki Mandiri.” Ketua Dewan Paroki yang terpilih saat itu adalah Bp. P.C. Bambang Subiyandono.

Pemekaran lingkungan terus dilakukan. Ketika muncul perumahan baru di daerah Pemurus dan ada beberapa umat Katolik tinggal di situ, maka pada

Pelantikan dan Rapat Kerja Dewan Paroki 20-24 Februari 1995

Agape: menumbuhkan keakraban dan persaudaraan dalam acara santap bersama seluruh umat

Page 13: SEJARAH PAROKI

13Sejarah Paroki Santa Perawan Maria Yang Terkandung Tanpa Noda

tanggal 19 April 1996 Romo Aloysius Karyadi Darmakusuma, MSF menetapkan dan mengesahkan lingkungan baru bernama Matias.

Mewujudkan kemandirian di bidang iman, personil dan finansial

Pada 14 Juni 1996 Uskup Keuskupan Banjarmasin, Mgr. FX. Prajasuta, MSF memberkati gereja Kelayan yang direnovasi untuk kesekian kalinya. Renovasi gereja ini merupakan perwujudan dari kemandirian finansial karena biaya renovasi gereja tersebut seluruhnya merupakan swadaya umat. Sementara itu keuskupan memberikan subsidi dana untuk membangun sakristi yang menempel di belakang gereja serta pastoran dua lantai yang berada di komplek gereja. Pada 22 November 1996, pastoran baru dua lantai tersebut diberkati oleh Bapak Uskup Mgr. Prajasuta, MSF.

Mewujudkan paroki mandiri di bidang iman dan personil juga berarti semua umat bertanggung jawab dan terlibat dalam mengadakan petugas-petugas pastoral dari paroki sendiri, memikirkan dan merealisasikan panggilan-panggilan khusus untuk

paroki, keuskupan dan gereja universal. Dengan kesadaran tersebut, maka Rapat Kerja Dewan Paroki 1997-1999 pada 2-5 Februari 1997 dilaksanakan dengan mengambil tema “Mewujudkan Paroki Mandiri Menyongsong Yubileum Agung Tahun 2000.” Ketua Dewan Paroki terpilih saat itu adalah Bp. Reddy Mountana.

Dalam Rapat Kerja tersebut diformulasikan kriteria Paroki Mandiri, yakni Mandiri di Bidang IMAN, PERSONIL dan FINANSIAL. Dalam rapat kerja diputuskan bahwa seluruh komunitas dan wilayah perlu menyiapkan diri, meningkatkan pemahaman terhadap kemandirian dan mengukur kemampuannya untuk memenuhi kriteria yang harus dipenuhi. Pada saat itu, untuk pertama kalinya diterbitkan Buku Raker yang kemudian dibagikan ke paroki-paroki lain sebagai masukan dalam pengembangan paroki.

Tak lama setelah gereja selesai direnovasi dan diberkati, terjadi peristiwa kelabu yang harus dihadapi paroki pada hari Jumat, 23 Mei 1997. Saat itu terjadi kerusuhan di Banjarmasin. Usai memporakporandakan peserta kampanye di lapangan di Jl. Kamboja dan merusak gedung gereja Katedral, segerombolan orang yang berkostum hijau bergerak ke Kelayan. Mereka bermaksud merusak dan membakar Gereja di Kelayan. Niat mereka dihalang-halangi oleh penduduk kampung karena para penduduk kampung takut bila gedung Gereja dibakar maka dapat menyebabkan seluruh kampung menjadi lautan api. Urung membakar gedung Gereja, mereka memecahkan kaca jendela, merusak pintu-pintu Gereja, memenggal patung, juga merusakkan meja marmer. Tetapi Sakramen Mahakudus dapat diselamatkan oleh koster. Sedang Pastoran Pemberkatan gereja dan gua Maria oleh Mgr.

FX Prajasuta pada 14 Juni 1996

Page 14: SEJARAH PAROKI

14 Sejarah Paroki Santa Perawan Maria Yang Terkandung Tanpa Noda

tidak mereka rusak karena dikira rumah penduduk.

Kerusakan yang ditimbulkan oleh aksi brutal segerombolan orang itu tidak menyurutkan upaya paroki untuk terus melakukan pembangunan fisik dan berbenah. Pada 23 November 1997 dilakukan peresmian dan pemberkatan Pendopo Santo Yoseph oleh Mgr. FX. Prajasuta, MSF.

Dua tahun kemudian, pada 24 Oktober 1999 dilakukan pemberkatan bangunan Aula-Kantin oleh Mgr. FX. Prajasuta, MSF. Saat itu Bapak Uskup memaklumkan nama aula tersebut sebagai “Sasana Syalom.” Dengan nama tersebut diharapan agar bangunan Aula-Kantin menjadi sarana bagi umat untuk mewujudkan persaudaraan. Setelah Bapak Uskup memberkati aula-kantin, Romo Aloysius Darmakusuma, MSF memberkati menara gereja.

Perayaan ulang tahun Paroki ke 60 pada 6-7 November 1999 merupakan tonggak bangkitnya kegairahan pada nyanyian liturgi dengan menghadirkan PS Vocalista Sonora dari Yogyakarta di bawah pimpinan Romo Prier SJ dan Bapak Paul Widyawan.

Pemekaran Wilayah dan Komunitas

Dalam Rapat Kerja Dewan Paroki 2000-2002 pada 12-14 Januari 2000 yang mengambil tema, “Menuju Paroki Mandiri” diputuskan penggantian sebutan lingkungan menjadi komunitas. Dalam Raker tersebut juga diputuskan adanya pemekaran wilayah dan komunitas menjadi 7 wilayah dan 28 komunitas.Wilayah Theresia dimekarkan menjadi 3 wilayah dan 13 komunitas (sebelumnya 5 komunitas). Hasil pemekaran tersebut adalah wilayah Theresia, Sisilia (Komplek Banjar Indah) dan Elisabeth (Stadion Lambung Mangkurat, Komplek Buncit Indah dan sekitarnya). Wilayah Theresia terdiri dari 5 komunitas, yaitu komunitas Agustinus, Bartolomeus, Matias, Filipus dan Stefanus. Wilayah Sisilia meliputi komunitas Barnabas, Titus, Timotius, Rafael dan Yustinus. Wilayah Elisabeth mencakup komunitas Bonifasius, Thomas dan Ignatius.

Wilayah Martha menambah 2 komunitas baru yaitu komunitas Gabriel dan Mikael. Wilayah Anna juga menelurkan 2 komunitas baru yaitu komunitas Vinsensius dan Gregorius. Wilayah Bernadeth dimekarkan dari 2 komunitas menjadi 3 komunitas dengan menambah komunitas Dominikus.

6-7 November 1999: Membangkitkan kegairahan nyanyian liturgi melalui pembinaan oleh PS Vocalista Sonora dari Yogyakarta

Peresmian pendopo Santo Yoseph, 23 November 1997

Page 15: SEJARAH PAROKI

15Sejarah Paroki Santa Perawan Maria Yang Terkandung Tanpa Noda

DINAMIKA PERJALANAN PAROKI “Perlu kemauan dan kerja keras”

2001 - 2008

Tantangan kemandirian Paroki

Pemekaran wilayah dan komunitas yang diharapkan mampu menghidupkan partisipasi umat dalam kehidupan menggereja, ternyata tidak berjalan seluruhnya berjalan lancar. Sekitar lima tahun kemudian, rupanya wilayah dan komunitas yang dimekarkan mengalami permasalahan-permasalahan mendasar yakni:

1. Sedikitnya pemimpin umat yang bersedia menangani komunitas;

2. Rendahnya partisipasi umat dalam kegiatan pengembangan iman di komunitas;

3. Rendahnya partisipasi umat dalam tugas liturgi;

Hal-hal di atas menyebabkan wilayah dan komunitas tetangganya ikut “terseret” dalam membantu tugas-tugas rutin liturgi (terutama tugas koor). Demikian juga pemimpin ibadat atau pendalaman iman yang dimiliki oleh komunitas-komunitas dalam satu wilayah tidak ada. Akibatnya pengurus wilayah bekerja ekstra keras.

Menjelang berakhirnya periode kepengurusan Dewan Paroki 2002 – 2005 Wilayah Sisilia menyerah pada keadaan, tersebut dengan mengajukan pemberitahuan reduksi jumlah komunitas. Dari 5 komunitas menjadi 2 komunitas. Komunitas Barnabas, Titus dan Yustinus bergabung menjadi Yustinus, sedangkan Komunitas Rafael melebur ke Timotius.

Kemudian dalam bulan Februari 2006 pada kepengurusan Dewan Paroki periode 2005 – 2008, Wilayah Martha menciutkan diri dari 5 menjadi 3. Komunitas Mikael bergabung ke Daniel dan Gabriel ke Andreas.

Hingga tahun 2008, komunitas-komunitas yang dimekarkan pada tahun 2000 terus berdinamika. Dalam Rapat Kerja Dewan Paroki 2008-2011 tanggal 11-13 Juni 2008 disepakati bahwa Komunitas Vincentius bergabung ke Komunitas Petrus.

Ketika banyak komunitas menciut, pada Desember 2008, Romo Ignatius Allparis Freeanggono, Pr sebagai pastor paroki kala itu menetapkan komunitas baru di lokasi Mantuil dengan nama Komunitas Fransiskus.

Menghidupkan kembali tugas panggilan kaum awam

Di tengah “ketidakberdayaan” umat dan komunitas dalam menghadapi tantangan kemandirian, Rapat kerja Dewan Paroki Periode 2002-2005 mengangkat tema: “Yesus Kristus sebagai pusat hidupku, keluargaku dan komunitasku.” Dalam raker tersebut ditegaskan bahwa kaum awam merupakan satu tubuh Kristus yang dipanggil untuk mengerahkan segala kemampuan yang diterima dari Sang Pencipta untuk mengembangkan Gereja, menguduskan dan menghadirkan Gereja bagi siapapun. Pastor paroki saat itu Romo FX. Sumantoro MSF dan Ketua

Page 16: SEJARAH PAROKI

16

Makna nama SANTA PERAWAN MARIA YANG TERKANDUNG TANPA NODA:

Maria memiliki banyak gelar dan sebutan yang menunjukkan kekayaan perannya dalam hidup umat beriman. “Maria Yang Terkandung Tanpa Noda” adalah salah satu gelar yang dirayakan dalam Liturgi kita pada setiap tanggal 8 Desember, sembilan bulan sebelum Pesta kelahirannya pada tanggal 8 September. Pada tanggal 8 Desember 1854 Paus Pius IX menetapkan Dogma (suatu ajaran iman yang harus diterima sebagai kebenaran bagi semua orang Katolik) yang mengungkapkan keyakinan “ ... bahwa perawan tersuci Maria sejak saat pertama perkandungannya oleh rahmat yang luar biasa dan oleh pilihan Allah yang mahakuasa karena pahala Yesus Kristus, Penebus umat manusia, telah dibebaskan dari segala noda dosa asal” (Ineffabilis Deus, Paus Pius IX, 8 Desember 1854, terjemahan). Artinya: Maria dibebaskan dari dosa asal seumur hidupnya, sebagai rahmat perkandungannya atas Tuhan Yesus.

Kardinal Joseph Ratzinger (1994) sebelum menjadi Paus menuliskan dalam katekismusnya “The New Catechism of the Catholic Church” bahwa Maria dibebaskan dari dosa asal: Mary… was redeemed from the moment of her conception… preserved immune from all stain of original sin (no. 491). Mary remained free of every personal sin her whole life long (no. 493). Jadi sejak dikandung dalam rahim ibunya, St. Anna, Maria sudah tanpa dosa asal. Ia adalah satu-satunya manusia yang dianugerahi karunia ini, karena Yesus yang akan dikandungnya. Ia menjadi bejana yang kudus dimana Yesus, Putera Allah, akan masuk ke dunia melaluinya. Karena itu secara logis, Bunda Maria harus dihindarkan dari dosa asal. Sejak dari awal mula kehadirannya ia sudah ditebus oleh Sang Putera yang akan hadir sebagai Penebus, sehingga Bunda Maria senantiasa kudus dan suci serta penuh rahmat. Setiap kali kita mendaraskan doa “Salam Maria” kita mengulangi kata-kata Malaikat Gabriel yang mengatakan bahwa Maria bebas dari dosa dengan kata-kata: “Salam Maria, penuh rahmat, Tuhan sertamu” Bunda Maria telah dipenuhi rahmat sejak saat ia dikandung, sebab dosa dan rahmat adalah dua kenyataan yang tidak dapat hadir tercampur, bagai air dan minyak. (disampaikan oleh RP. Aloysius Lioe Fut Khin, MSF pada Perayaan 70 Tahun Paroki SP.Maria YTTN)

16 80 Tahun Gereja Santa Perawan Maria Yang Terkandung Tanpa Noda

Dewan Paroki terpilih adalah Antonius Djoko Nugroho dan Libertus Bengawan Kosasih.

Rapat kerja Dewan Paroki berikutnya periode 2005-2008 tanggal 24-26 Oktober 2005 dalam masa penggembalaan Romo FX. Sumantoro, MSF. Tema yang diangkat adalah “Dengan semangat persaudaraan dan pelayanan kita bersama-sama mengabdi Allah.” Ketua Dewan terpilih saat itu adalah Alfonsus Willy Sebastian dan Yohanes Tjhie Keng Beng.

Mengembalikan nama paroki secara benar

Nama adalah khas dan memiliki arti. Ibarat seseorang, ia ingin dipanggil dengan benar. Secara khusus Romo FX. Sumantoro, MSF pada akhir misa di bulan Agustus 2005 menegaskan bahwa pada awal didirikan, Paroki mengambil nama pelindung “Immaculata Conceptio Beatae Mariae Virginis.” Oleh karena itu nama paroki yang benar adalah: ”SANTA PERAWAN MARIA YANG TERKANDUNG TANPA NODA.” Nama tersebut juga dapat dilihat di Buku Petunjuk Gereja Katolik Indonesia Tahun 2001 terbitan Dokpen-KWI.

Pada 29 September 2007, Romo FX Sumantoro, MSF memberkati peletakan batu pertama menandai dimulainya kegiatan pembangunan komplek Gua Maria di sebelah pastoran. Gua Maria tersebut dibangun setelah melalui pembahasan dan rapat oleh Dewan Paroki Pleno dan pada 7 Oktober 2008, bertepatan dengan Hari Raya Santa Perawan Maria Ratu Rosari dilaksanakan misa syukur dan pemberkatan Gua Maria “Santa Perawan Maria Yang Terkandung Tanpa Noda” oleh Bapak Uskup FX. Prajasuta, MSF.

Page 17: SEJARAH PAROKI

17Sejarah Paroki Santa Perawan Maria Yang Terkandung Tanpa Noda

GEREJA MENJADI TANDA DAN HARAPAN

“Pelayanan merupakan bentuk penghayatan iman Katolik”

2008 - 2014

Pemetaan potensi umat

Pada 11-13 Juni 2008 digelar rapat kerja Dewan Paroki periode 2008-2011. Rapat kerja tersebut dilaksanakan pada masa penggembalaan Romo Ignatius Allparis Freeanggono, Pr dan Alfonsus Willy Sebastian kembali terpilih sebagai ketua Dewan Paroki.

Dalam rapat kerja tersebut diputuskan untuk melakukan pendataan umat paroki dengan program data umat yang dikembangkan oleh paroki Santa Perawan Maria YTTN. Pendataan umat ini nantinya menjadi model pendataan umat keuskupan yang dimulai ketika keuskupan mengadakan Pra-Sinode.

Pada masa penggembalaan Romo Ignatius Allparis Freeanggono Pr bersama Romo Aloysius Lioe Fut Khin MSF ini, kunjungan keluarga dilakukan secara lebih intens. Selain itu perhatian pada panggilan diupayakan dengan mengadakan pertemuan Sabtu Imam bagi anak-anak yang tertarik untuk menjadi imam serta biarawan biarawati.

Ungkapan syukur atas 70 tahun perjalanan paroki dibingkai dalam Perayaan Ekaristi yang dipimpin oleh

Romo Theodorus Yuliono, MSC, Romo Allparis dan Romo Lioe Fut Khin serta para imam yang pernah berkarya di Paroki SP Maria YYTN. Perayaan ini sekaligus menjadi puncak rangkaian kegiatan berupa lomba masak, lomba cerdas cermat, lomba vocal group, jalan sehat, dan lain-lain.

Setelah dilakukan pemetaan potensi umat serta pembahasan dengan pengurus komunitas dan wilayah, maka komunitas dan wilayah yang memiliki jumlah umat yang besar dan teritorial yang luas dirasa perlu untuk dimekarkan agar komunikasi serta pelayanan dapat menjangkau lebih banyak umat. Maka pada 6 April 2011 dilakukan pemekaran wilayah dan komunitas: dari 7 wilayah dan 23 komunitas dimekarkan menjadi 9 wilayah dan 27 komunitas.

Wilayah Theresia dimekarkan menjadi dua wilayah, yaitu: wilayah Theresia dan Veronika. Wilayah Anna dimekarkan menjadi dua wilayah, yaitu: wilayah Anna dan wilayah Agnes. Komunitas Agustinus dimekarkan menjadi komunitas Agustinus, Aloysius dan Laurentius. Komunitas Yustinus dimekarkan menjadi komunitas Yustinus dan Titus. Komunitas Filipus dan Stefanus dimekarkan menjadi komunitas Filipus, Stefanus dan Tarcisius.

Menjadi Tanda dan Harapan Bagi semua Orang

Pada 27-29 Juli 2011 digelar rapat kerja Dewan Paroki periode 2011-2014. Pastor paroki saat itu adalah Salah satu kegiatan Sabtu Imam: Menonton film Santo-Santa

bersama pastor (RD. Yohanes Susilohadi)

Page 18: SEJARAH PAROKI

18 Sejarah Paroki Santa Perawan Maria Yang Terkandung Tanpa Noda

Romo Ignatius Allparis Freeanggono, Pr dan wakil ketua Dewan Paroki adalah Andreas Sunarko dan FA Junaedi.

Raker yang mengangkat tema “Menjadi Tanda dan Harapan bagi Semua Orang” tersebut, selain menghasilkan rencana kerja paroki juga menghasilkan Pedoman Dasar Panggilan Tugas Pelayanan Dewan Pastoral Paroki (semacam Pedoman Dasar Penggembalaan Paroki).

Pada bulan Agustus 2011, Romo Aloysius Lioe Fut Khin MSF pindah tugas ke Jawa. Sekitar sebulan kemudian Romo Allparis pindah tugas ke Paroki Hati Yesus Yang Maha Kudus, Veteran, Banjarmasin. Selanjutnya Romo Antonius Bambang Doso Susanto Pr, bertugas sebagai pastor paroki. Serah terima pastor paroki dilaksanakan dalam Perayaan Ekaristi yang dipimpin oleh Mgr. Petrus B.Timang pada 12 September 2011 dan dilanjutkan dengan acara ramah tamah.

Selasa, 15 Mei 2012, untuk pertama kalinya dilakukan kunjungan kanonik Uskup ke Paroki. Dalam kunjungan tersebut, Bapak Uskup, Ekonom Keuskupan dan Sekretaris Keuskupan melakukan pemeriksaaan administrasi, keuangan serta tatap muka dengan DPP, para imam dan biarawan-biarawati Paroki SP Maria YTTN.

Pelaksanaan Sinode Keuskupan I didahului dengan melakukan pemetaan permasalahan di keluarga-keluarga, komunitas, paroki, dekanat atau disebut sebagai Pra-Sinode. Pelaksanaan Pra Sinode di Paroki dilaksanakan pada 23-26 Juli 2012 dengan kegiatan berupa pemberian materi, diskusi kelompok dan diskusi pleno untuk menemukan akar permasalahan yang dihadapi umat.

29 Agustus 2012, Romo Medardus Sapta Margana, imam diosesan Keuskupan Agung Semarang berkarya sebagai pastor di paroki SP Maria YTTN. Penyambutan secara resmi dilaksanakan dalam Perayaan Ekaristi pada 31 Agustus 2012 sekaligus merayakan ulang tahun imamat Romo Antonius B.Doso Susanto, Pr dan Romo Soni Apri Untoro, Pr.

Pada Perayaan Ekaristi Kamis Putih, 17 April 2014, untuk pertama kalinya dilakukan pelantikan 12 Prodiakon Paroki oleh Romo Antonius B. Doso Susanto.

Pelantikan 12 Prodiakon, 17 April 2014Suasana penghitungan suara pemilihan wakil ketua Dewan Paroki 2011-2014

Ramah tamah pada acara serah terima pastor paroki

Page 19: SEJARAH PAROKI

19Sejarah Paroki Santa Perawan Maria Yang Terkandung Tanpa Noda

MENEGASKAN ARAH DASAR KEUSKUPAN BANJARMASIN

“Memperjuangkan cita-cita persekutuan umat beriman Katolik”

2015 - sekarang

Melangkah seiring Arah Dasar Keuskupan Banjarmasin

Dengan dimulainya pelaksana-an Arah Dasar Keuskupan (Ardas) Banjarmasin, Romo Antonius B.Doso Susanto ditugaskan menjadi Direktur Pusat Pastoral Keuskupan Banjarmasin dan harus tinggal di Pusat Pastoral, wisma Ventimiglia, Banjarmasin. Selanjutnya tugas sebagai pastor paroki dipegang oleh Romo Sapta Margana. Pada 8 Februari 2015, Romo FX.Sumantoro MSF ditugaskan untuk membantu Romo Sapta dalam menggembalakan umat Paroki SP Maria YTTN.

Pembaharuan kepengurusan Dewan Pastoral Paroki (DPP) yang seharusnya terjadi pada bulan Maret 2014, mengalami penundaan selama setahun. Setelah Keuskupan Banjarmasin menerbitkan Pedoman Dasar Penggembalaan Paroki (sebagai bagian dari Ardas Keuskupan Banjarmasin), pada 28 Februari dan 1 Maret 2015 dilaksanakan pemilihan langsung wakil ketua II DPP periode 2015-2018.

Pada 1-3 Mei 2015, para anggota DPP yang terbentuk mengikuti Triduum. Kegiatan triduum tersebut diakhiri dengan pelantikan DPP Periode 2015-2018.

Hal yang berbeda dalam kepengurusan DPP periode 2015 - 2018 dan periode-periode berikutnya adalah jabatan ketua DPP selalu dipegang oleh Pastor Paroki. Sedangkan wakil ketua I dipegang oleh pastor rekan dan wakil ketua II dipegang oleh awam. Ketua DPP saat itu adalah Romo Sapta Margana, Pr, wakil ketua I DPP adalah Romo FX.Sumantoro, MSF dan wakil ketua II DPP adalah Alfonsus Aloen Geonawan.

Program kerja paroki disusun sesuai fokus pastoral Ardas Keuskupan Banjarmasin. Misalnya, pada tahun 2015: paroki membentuk Tim Ardas Paroki yang bertugas untuk melakukan konsientisasi Ardas kepada umat Paroki SP Maria YTTN. Kemudian pada tahun 2016 paroki memiliki program visioner: Membaca Kitab Suci secara paripurna dan membangun dasar iman yang kokoh.

Pelantikan DPP Periode 2018 - 2021

Page 20: SEJARAH PAROKI

20 Sejarah Paroki Santa Perawan Maria Yang Terkandung Tanpa Noda

Menjelang berakhirnya kepengu-rusan DPP periode 2015 - 2018, pada awal tahun 2017, Romo Sapta ditarik kembali ke Keuskupan Agung Semarang. Tugas penggembalaan di paroki dijalankan oleh Romo FX Sumantoro MSF selaku Plt (pelaksana tugas) pastor paroki dibantu oleh Romo Ignatius Supardi.

Untuk mengawal implementasi Ardas Keuskupan Banjarmasin di paroki-paroki di seluruh keuskupan, pada 8 Mei 2017, untuk pertama kalinya dilakukan supervisi di Paroki oleh tim Supervisi Keuskupan Banjarmasin. Hasil dan rekomendasi supervisi tersebut dilaporkan kepada Bapak Uskup sebagai bahan pembahasan Bapak Uskup dalam visitasi/kunjungan kanoniknya ke Paroki SP Maria YTTN pada 11 Mei 2017.

Pada 16 Juli 2017, dilaksanakan serah terima pastor kepala paroki dari Romo FX.Sumantoro MSF kepada Romo Albertus Jamlean MSC. Sebulan kemudian, Romo FX. Sumantoro MSF pindah tugas ke Paroki Katedral Keluarga Kudus Banjarmasin.

Pada Perayaan Ekaristi Hari Minggu, 10 Desember 2017, Mgr. Petrus B.Timang melantik 23 Prodiakon Paroki SP Maria YTTN masa bakti 2017-2019.

Usai Perayaan Ekaristi Bapak Uskup melakukan pemberkatan pendopo Santo Lazarus yang terletak di bagian belakang komplek gereja. Pendopo ini merupakan tempat persemayaman jenazah milik paroki.

Pada tahun 2018, terjadi pergantian kepengurusan DPP. Ketua Umum DPP Periode 2018-2020 adalah Romo Albertus Jamlean MSC, wakil ketua I DPP: Romo Ignatius Supardi Pr dan wakil ketua II DPP terpilih: Ary Wicaksono. Pengurus DPP Periode 2018-2021 tersebut, sebelum dilantik oleh Bapak Uskup pada Perayaan Ekaristi Hari Minggu, 10 Juni 2018 mendapatkan pembekalan mengenai Tata Penggembalaan, Tata Kelola Administasi Gereja serta Tata Kelola Harta Benda Gereja. Pembekalan tersebut diberikan oleh Tim dari Keuskupan pada 6-8 Juni 2018.

Karena kondisi kesehatan yang kurang baik, pada 11 Maret 2019, Romo Supardi dibebastugaskan sementara sebagai pastor rekan dan harus menjalani pengobatan. Pada 6 September 2019, tugas pastor rekan di Paroki SP Maria YTTN digantikan oleh Romo Hery Zet Purasa, MSC.**

Pertemuan Tim Ardas Paroki dengan Tim Ardas Keuskupan, tahun 2015 Pemberkatan pendopo Santo Lazarus, 10 Desember 2017

PC. Bambang Subijandono (Ketua)Alfonsus Wahab (Wakil Ketua)

Thomas Reddy Mountana (Ketua I)Agustinus P. Anwar Yusran (Ketua II)

Agustinus P. Anwar Yusran (Ketua I)Thomas Reddy Mountana (Ketua II)

Antonius D. Nugroho (Ketua I)Bengawan L. Kosasih (Ketua II)

Alfonsus Willy Sebastian (Ketua I)Yohanes Thjie Keng Beng (Ketua II)

Alfonsus Willy Sebastian (Ketua I)Angelika Gaby Siantori (Ketua II)

Andreas Sunarko (Ketua I)FA. Junaedi (Ketua II)

Alfonsus Alun Geonawan (Wakil Ketua II)

Eduardus Ary Wicaksono (Wakil Ketua II)

Page 21: SEJARAH PAROKI

21Sejarah Paroki Santa Perawan Maria Yang Terkandung Tanpa Noda

RP. Heyne, MSF(1956 - 1986)

Ketua dan Wakil Ketua Dewan Paroki/ Dewan Pastoral Paroki

Lambang Mulia (Ketua)Alexander Suharjo (Wakil Ketua)

Abraham Hamdan Kosasih (Ketua)

Yohanes Subekti (Ketua)Yohanes Thjie Keng Beng (Wakil Ketua)

Benedictus Cellestinus Abdoel (Ketua)Yohanes Thjie Keng Beng (wakil Ketua)

Yohanes Thjie Keng Beng (Ketua)Benedictus Cellestinus Abdoel (Wakil ketua)

PC. Bambang Subijandono (Ketua)Alfonsus Wahab (Wakil Ketua)

Thomas Reddy Mountana (Ketua I)Agustinus P. Anwar Yusran (Ketua II)

Agustinus P. Anwar Yusran (Ketua I)Thomas Reddy Mountana (Ketua II)

Antonius D. Nugroho (Ketua I)Bengawan L. Kosasih (Ketua II)

Alfonsus Willy Sebastian (Ketua I)Yohanes Thjie Keng Beng (Ketua II)

Alfonsus Willy Sebastian (Ketua I)Angelika Gaby Siantori (Ketua II)

Andreas Sunarko (Ketua I)FA. Junaedi (Ketua II)

Alfonsus Alun Geonawan (Wakil Ketua II)

Eduardus Ary Wicaksono (Wakil Ketua II)

RP. PC. Adi W, MSF

RP. Suharihadi, MSF

RP. Aloysius Darmakusuma, MSF

RP. FX. Sumantoro Pranjono, MSF

RD. Ignatius Allparis Freeanggono

RD. Antonius Bambang Doso Susanto

RD. Medardus Sapta Margana

RP. FX. Sumantoro Pranjono, MSF (Plt)

RP. Albertus Jamlean, MSC

1980-an

1986 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018