sejarah kota jember 2003

25
Kabupaten Jember Oleh : Ahmad Nando (XI IPA 5) Akhbamah Primadaniyah Febrin (XI IPA 7) Cattetiana Dhevi (XI IPS 4) Dhandhan Prima Raja (XI IPA 5) Lu’luil Maknuunah (XI IPA 5)

Upload: heru-hariyadi

Post on 09-Aug-2015

361 views

Category:

Documents


15 download

DESCRIPTION

sejarah kota jember, jawa timur

TRANSCRIPT

Page 1: Sejarah Kota Jember 2003

Kabupaten Jember

Oleh :

Ahmad Nando (XI IPA 5)

Akhbamah Primadaniyah Febrin (XI IPA 7)

Cattetiana Dhevi (XI IPS 4)

Dhandhan Prima Raja (XI IPA 5)

Lu’luil Maknuunah (XI IPA 5)

SMA N 10 Malang

November 2012

Page 2: Sejarah Kota Jember 2003

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas

berkat rahmat dan hidayah-Nya. Penulis dapat menyelesaikan laporan hasil

penelusuran peninggalan budaya yang ada di daerah Jember sebagai tugas Sejarah.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh masyarakat Jember

sebagai narasumber yang telah menjaga eksistensi sejarah Jember. Dan juga kepada

Ibu Endang, selaku guru Sejarah yang telah menugaskan penulis untuk membuat

laporan hasil ini, sehingga penulis dapat mengambil segudang pengalaman dari ini

semua.

Penulis mengharapkan laporan ini dapat memberikan informasi yang

bermanfaat kepada pembaca tentang berbagai kisah sejarah yang menarik dari

daerah Jember serta peninggalannya yang tak lekang oleh usia maupun modernisasi.

Akhirnya, penulis berharap laporan ini bisa bermanfaat bagi pembaca. Dan

penulis mengharapkan kritik dan saran untuk perbaikan lebih lanjutnya.

Malang, 10 November 2012

Tim Jember

Page 3: Sejarah Kota Jember 2003

Sejarah Kota Jember

Menurut legenda rakyat ‘Jember’ diambil dari nama seorang putri yaitu Jembersari.

Jembersari merupakan penganjur pembangunan pertanian dan pemukiman pertama daerah

yang sekarang menjadi kota Jember. Dia dan keluarganya menempati pondok kecil disekitar

danau dipinggir sungai Jompo. Karena pengaruh alam, danau tersebut kini menjadi sebuah

kampung yang diberinama kampung Ledok.

Peta Kabupaten Jember

Jember terletak diprovinsi daerah tingkat 1 Jawa Timur, berbatasan dengan samudra

Hindia di sebelah selatan dan dikelilingi pegunungan yang membentang di sebelah utara dan

timur, hal inilah yang menjadikan Jember banyak memiliki objek wisata alam.

Page 4: Sejarah Kota Jember 2003

Tahun 1868 Jember mulai dikenal secara luas. Waktu itu tanaman tembakau mulai di

tanam secara besar-besaran. Tembakau Jember sangat digemari oleh orang-orang Eropa.

Pusat pemasarannya berada di kota Breman, Jerman.

Pada tanggal 1 Januari 1929, Jember dijadikan kota kabupaten. Bupati pertama

adalah bapak Notoadinegoro dan pada tanggal 3 Mei 1976 kota Jember berkembang

menjadi kota administratif. Walikota pertama yang terpilih adalah Drs. Syafii As’ari. Dalam

perkembangannya, Kota Jember banyak mengalami perubahan. Didukung dengan keadaan

wilayah dan letaknya yang strategis serta pesatnya pembangunan kota pada bidang

pemerintahan, pendidikan, industri perhubungan maupun pariwisata menjadikan Jember

menjadi salah satu kota besar di Jawa Timur.

Palagan Jumerto , Saksi Perjuangan Rakyat Jember

Desa Jumerto, Patrang, Jember, menyimpan

sejarah perjuangan mempertahankan kemerdekaan

NKRI. Tiga belas anggota Brimob dan 20 warga

setempat tewas karena ditembus peluru pasukan Cakra

dari KNIL Belanda yang berniat menduduki Indonesia.

Monumen Palagan Jumerto yang berdiri di depan

Kelurahan Jumerto, Kecamatan Patrang, tetap kukuh.

Deretan nama 13 anggota Brimob Polri dan 20 warga

setempat tertulis jelas pada monumen yang diresmikan

1 Juli 1984 oleh Kapolda Jawa Timur saat itu, Mayjen

Polisi Soedarmadji.

Kapolres Jember saat itu, Letkol Polisi H Soemardiono, juga tertulis di monumen

tersebut. Dua bambu runcing, logo Brimob, logo Polri, serta logo Polda Jatim, pun

terpampang di monumen bersejarah tersebut.

Page 5: Sejarah Kota Jember 2003

Tidak banyak yang tahu sejarah monumen setinggi 10 meter tersebut. Para saksi

mata peristiwa maut itu sudah tiada. Kini tinggal anak dan para cucu saksi mata yang tetap

mengenang sejarah kepahlawanan 13 anggota Brimob dan 20 warga Jumerto tersebut.

Suhadi, salah seorang warga Jumerto, menyatakan mendapatkan cerita

kepahlawanan itu dari Abdarullah, ayahnya yang meninggal lima bulan lalu. Dia kemudian

menceritakan peristiwa Palagan Jumerto. Kejadian tersebut bermula dari kedatangan 13

anggota Brimob yang mendapatkan tugas patroli keliling Jawa Timur (Jatim).

“Tiga belas anggota Brimob itu baru datang dari perjalanan panjang,” kata Suhadi.

Sebelum menginap di Desa Jumerto, mereka menempuh perjalanan dari Lumajang, Malang,

dan Blitar.

Mengenang Kembali Sosok Pahlawan Jember, Muhammad

Seruji

Moehamad Seroedji adalah salah satu sosok pahlawan Indonesia dari kota kecil di

Jawa Timur yang bernama Jember. Beliau merupakan seorang letkol atau pemimpin

perjuangan di jaman perang kemerdekaan yang berperan aktif dalam mengusir penjajah

dari tanah Jember. Beliau menjadi seorang pejuang dari usia yang sangat muda dan memiliki

rasa cinta terhadap tanah air yang sangat tinggi. Setelah penjajah keluar dari kota Jember

dan negara Indonesia telah merdeka, Moehamad Seroedji diangkat menjadi bupati pertama

Kota Jember. Bagi masyarakat Jember dari dulu hingga sekarang menyakini bahwa

Moehamad Seroedji adalah pahlawan kota Jember, sehingga masyarakat Jember pada

waktu itu bersepakat untuk membuat sebuah patung Moehamad Seroedji sebagai tanda

penghormatan akan jasa – jasa nya untuk kota Jember dan diletakkan di depan kantor

Kabupaten Jember hingga saat ini.

Page 6: Sejarah Kota Jember 2003

Di jaman modern seperti sekarang ini, saya melihat banyak masyarakat kota Jember

yang telah melupakan Beliau sebagai pahlawan kotanya, terutama generasi mudanya yang

tidak mengenal lagi sosok Moehamad Seroedji. Hal ini dapat terjadi karena dunia

pendidikan di Indonesia hanya mengenalkan generasi mudanya dengan tokoh – tokoh

pahlawan nasional yang memiliki prestasi perjuangan tinggi dalam usaha mewujudkan

kemerdekaan di negara Indonesia.

Sehingga generasi muda Indonesia tidak lagi mengenal lagi tokoh – tokoh pahlawan

lokal. Maka dari itu, kita sebagai masyarakat negara Indonesia harus peduli dan kembali

belajar untuk mengenal, menghargai, dan mencintai sejarah bangsa kita terutama sejarah

perjuangan para pahlawan nasional maupun lokal atas jasa – jasa nya yang begitu besar

dalam mewujudkan kemerdekaaan di tanah pertiwi ini sehingga kita dapat merasakan

kemerdekaan saat ini. Sejarah merupakan guru kehidupan bagi manusia, karena dari sejarah

kita bisa belajar tentang masa lalu, masa ini, dan masa mendatang.

Sejarah Singkat Universitas Jember

Page 7: Sejarah Kota Jember 2003

Cikal bakal Universitas Jember berasal

dari gagasan dr. R. Achmad bersama-sama

dengan R. Th. Soengedi dan R. M.

Soerachman yang bercita-cita mendirikan

perguruan tinggi di Jember. Untuk

mewujudkan cita-cita tersebut pada tanggal 1

April 1957, ketiganya membentuk panitia

yang diberi nama Panitia Triumviraat dengan komposisi Ketua dr. R. Achmad; Penulis R. Th.

Soengedi, dan Bendahara R. M. Soerachman.

Selanjutnya Panitia Triumviraat ini pada tanggal 5 Oktober 1957 membentuk yayasan

dengan nama Yayasan Universitas Tawang Alun (disahkan dengan Akta Notaris tanggal 8

Maret 1958 Nomor 13 di Jember). Yayasan Universitas Tawang Alun inilah yang kemudian

mendirikan universitas swasta di Jember dengan nama Universitas Tawang Alun yang

kemudian disingkat UNITA. Dalam perjalanannya, ketiga tokoh tersebut mendapatkan

dukungan penuh Bupati Jember saat itu, R. Soedjarwo.

Berdasarkan Surat Keputusan Menteri PTIP No. 151 Tahun 1964 tanggal 9 Nopember

1964, tentang didirikannya Universitas Negeri di Jember. Usaha tanpa kenal lelah sejak

tahun 1957 itu akhirnya berhasil menjadi kenyataan, Universitas Negeri Djember berdiri !

Pada awal berdirinya pada tahun 1964, Universitas Negeri Djember yang disingkat

UNED, memiliki lima fakultas, terdiri dari Fakultas Hukum di Jember, dengan cabangnya di

Banyuwangi, Fakultas Sosial dan Politik dan Fakultas Pertanian di Jember, Fakultas Ekonomi

dan Fakultas Sastra di Banyuwangi. Dengan rektor pertama dijabat oleh dr. R. Achmad.

Kepemimpinan dr. R. Achmad dilanjutkan oleh Letkol. Soedi Harjohoedojo (1967-

1969), Letkol. Soetardjo, SH (1969-1978) dan Kol. Drs. H. R. Warsito (1978-1986). Baru

semenjak tahun 1986, rektor Universitas Jember dijabat oleh sivitas akademika-nya sendiri,

yakni oleh Prof. Dr. Simanhadi Widyaprakosa (1986-1995), Prof. Dr. Kabul Santoso, MS

(1995-2003), Dr. Ir. T. Sutikto, MSc (2003-2011) dan Drs. Moh. Hasan, Msc Ph.D (2012

sampai sekarang).

Page 8: Sejarah Kota Jember 2003

Sosok 3 Patung di Universitas Jember dan Sejarahnya

Tahun 2010 di Universitas Jember tepatnya di Ujung dobleway atau depan kantor

pusat ada penghuni baru, yaitu 3 Sosok Patung berdiri tegap. Patunng siapa saja itu?Tentu

saja tokoh pendiri Universitas Jember.

Sempat ada revisi mengenai patung ini yang berkaitan dengan sejarah.

Berikut ini sejarah yang saya ambil dari tulisan di Diambil dari Jawa Pos, Radar Jember,

Senin, 04 Mei 2009.

Tak banyak orang tahu, salah satu yang punya peran penting dalam pendirian

Universitas Jember (Unej) yang dulunya bernama Universitas Tawang Alun (Unita) adalah

Alm R. Soedjarwo.Saat Unita dirintis, dia menjabat sebagai Bupati Jember sekaligus

merangkap sebagai Ketua DPRD Swatantra.Inilah penuturan Ir Suhardjo Widodo MS, putra

keempat R. Soedjarwo yang juga menjadi saksi mata sejarah pendirian perguruan tinggi

negeri di Jember.

Winardi Nawa Putra, Jember

Dalam konteks pembangunan Kabupaten Jember, Unej mempunyai peranan sangat

strategis.Kampus yang terletak di Tegal Boto ini telah menjadi magnet luar biasa bagi

Page 9: Sejarah Kota Jember 2003

pertumbuhan ekonomi di Jember.Telah banyak lulusan Unej yang menjadi pengusaha besar

dan tokoh nasional.Unej telah melahirkan generasi bangsa yang punya kualitas andal dan

diperhitungkan hingga ke kancah internasional.

Jumlah mahasiswa Unej sekarang ini lebih dari 20 ribu mahasiswa yang berasal dari berbagai

daerah.Tentu ini merupakan potensi ekonomi yang luar biasa dalam meningkatkan

perputaran uang yang masuk ke Jember.Keberadaan Unej sekaligus memberikan dampak

pertumbuhan ekonomi yang luar biasa.Banyak usaha kos-kosan dan berbagai aktivitas usaha

di sekitar kampus yang bermunculan. Tidak dapat dipungkiri, Unej memberikan wajah

tersendiri bagi kota Jember sebagai salah satu kota pendidikan terpandang di Jawa Timur,

selain Surabaya dan Malang.

Saat-saat rintisan pendirian perguruan tinggi di Jember, salah satu yang tahu banyak adalah

Ir Suhardjo Widodo MS. Dia adalah putra keempat alm R. Soedjarwo, mantan bupati Jember

yang juga salah satu perintis berdirinya Unej.

Menurut Suhardjo, periode cikal bakal pendirian Universitas Jember mulai tahun 1957-1964.

“Ini diawali dengan munculnya gagasan tentang pentingnya suatu universitas di kota

Jember. Tokoh yang mempunyai gagasan tersebut adalah dr R. Achmad, R. Th. Soengedi,

dan M. Soerachman,” ujarnya.

Ketiga tokoh tersebut akhirnya berhasil mendirikan Yayasan Tawang Alun.Tujuan pokok

yayasan tersebut adalah mendirikan Universitas swasta Tawang Alun (Unita).Pada waktu,

Unita berdiri baru memiliki sebuah fakultas, yakni Fakultas Hukum.

Pada masa itu, Unita belum mempunyai gedung, masih menempati Gedung Nasional

Indonesia (GNI) Jember dan Sekolah Menengah Pertama Katolik Putra Jember,” kisahnya.

Memasuki tahun 1959, ujar pria kelahiran 21 Mei 1949 ini, tuntutan kepada Unita untuk

terus berkembang semakin besar. Maka, atas permintaan warga Unita, pada 26 Januari

1959, R. Soedjarwo diangkat sebagai Ketua Yayasan Unita.

“Secara kebetulan, pada periode 1957 sampai dengan 1964, R. Soedjarwo menjabat sebagai

Bupati Jember dan merangkap sebagai Ketua DPRD Swatantra,” ujarnya. Boleh dikata,

sebagai Bupati Jember waktu itu, R. Soedjarwo mempunyai perhatian cukup besar terhadap

pembangunan pendidikan di Kabupaten Jember.

Ini mengingat bahwa anggaran pemerintah saat itu masih sangat terbatas. Atas kenyataan

itu, untuk menunjang bidang pendidikan, R. Soedjarwo bersama tokoh-tokoh masyarakat

Page 10: Sejarah Kota Jember 2003

kemudian mendirikan Yayasan Pendidikan Kabupaten Jember (YPKD) dengan menggali dana

dari masyarakat untuk menunjang dunia pendidikan.

“Salah satu cara yang unik dalam mengumpulkan dana, R. Soedjarwo minta sumbangan dari

masyarakat Kabupaten Jember berupa buah kelapa dan botol kosong untuk dijual.

Selanjutnya dananya dipergunakan untuk membantu Unita dan sekolah-sekolah yang lain,”

ujar bapak berputra dua ini.

Dia ingat betul, saat itu dia masih duduk di bangku SMP.Dengan usaha tersebut, lanjut dia,

R. Soedjarwo di kalangan masyarakat terkenal sebagai Bupati Botol Kosong.

Beberapa sekolah yang sempat dibantu pembangunannya oleh YPKD antara lain, Gedung

SGA yang sekarang ditempati MAN II, gedung SMA I, SMEA, SKP yang sekarang ditempati

SMPN 11 Jember, STM yang sekarang menjadi SMPN X , PGA, dan SPPMA. “Serta tidak

kurang 50 gedung Sekolah Rakyat (SD) termasuk gedung Asrama Putri di Jalan PB Sudirman

yang dibantu,” ujarnya.

Untuk membesarkan Unita, R. Soedjarwo kemudian membantu mendirikan gedung kampus

Unita yang ada di jalan PB Sudirman seluas 656 meter persegi. Gedung tersebut dibangun di

atas tanah seluas 2.160 meter persegi dengan biaya pembangunan sebesar Rp 23.243,66.

“Dana tersebut bersumber dari dana YPKD. Sejak tahun 1960, Unita semakin

berkembang.Jumlah fakultas, satu demi satu bertambah. Meliputi, Fakultas Sosial Politik,

Fakultas Kedokteran, Fakultas Keguruan Ilmu Pendidikan dan Fakultas Pertanian,”

tambahnya.

Seiring perjalanan waktu, untuk menambah prasarana kampus, Unita mengundang USAID

untuk mendapatkan sumbangan berupa alat laboratorium dan buku-buku.“Kampus

Universitas Jember di Tegal Boto, sebenarnya sudah diimpikan R. Soedjarwo.Saat itu tahun

1960, Tegal Boto masih berupa daerah terpencil bagaikan “pulau mati” dan tidak bisa

dijangkau transportasi darat,” ujarnya.

Untuk membuka daerah tersebut, R. Soedjarwo mulai membangun jembatan di jalan PB

Sudirman arah ke Jalan Mastrip pada 1961. “Jembatan tersebut baru selesai tahun 1976 dan

hingga kini dikenal sebagai jembatan Jarwo, ” ujarnya.

Nah, awal 1961 Yayasan Unita mulai merintis upaya agar Unita bisa berstatus negeri. Untuk

itu, R. Soedjarwo mengadakan koordinasi dengan segenap pengurus yayasan, pengurus

Unita, tokoh-tokoh daerah, termasuk anggota DPRD.

Page 11: Sejarah Kota Jember 2003

“Sidang DPRD pada 19 April 1961 akhirnya menghasilkan keputusan menetapkan resolusi,”

ujarnya.Resolusi tersebut isinya menyangkut beberapa hal. Pertama, tentang memperkuat

ide pembukaan Fakultas Kedokteran, kedua mengirim delegasi yang terdiri dari Ketua DPRD

menghadap Pemerintah Pusat, dan ketiga Universitas Tawang Alun agar diakui sebagai

Universitas Negeri.

“Langkah selanjutnya, Yayasan Unita mengirim beberapa delegasi untuk menghadap

Menteri PTIP waktu itu dipegang Prof Mr Iwa Kusumasumantri,” ujarnya.

Hasilnya memberikan harapan baru, pemerintah akan menegerikan Unita bersama-sama

dengan Unibraw pada 20 Mei 1962. Untuk menyongsong rencana tersebut, ujar suami EM

Evi ini, Yayasan Unita kemudian mengirim kembali delegasinya pada 14-24 Maret 1962.

Namun di luar dugaan, telah terjadi pergantian Menteri PTIP, yaitu Prof Dr Ir Thoyib

Hadiwidjaja yang mempunyai kebijakan baru bahwa tidak membenarkan penegerian dua

universitas dalam satu provinsi secara bersamaan. Akibat penundaan penegerian Unita

tersebut, Unita akhirnya diintegrasikan ke Universitas Brawidjaya Malang berdasarkan SK

Menteri PTIP No1, tertanggal 5 Januari 1963.Hal ini menimbulkan keresahan bagi

masyarakat Jember dan mahasiswa Unita khususnya.

Melihat hambatan tersebut R. Soedjarwo terus berusaha dengan mengirim delegasi ke

Jakarta hingga mendapat dukungan dari DPRD untuk mendesak pemerintah pusat untuk

menegerikan Unita menjadi universitas negeri secepatnya. “Jerih payah R. Soedjarwo

dengan dibantu pihak-pihak terkait, akhirnya membuahkan hasil dengan terbitnya SK

Menteri PTIP No 153 tahun 1964 tertanggal 9 November 1964 tentang Didirikannya Sebuah

Universitas Negeri Jember,” paparnya.

“Sejak Unita menjadi Universitas Negeri R. Soedjarwo tidak aktif dalam mengembangkan

Universitas Jember,” ujarnya. Menurut Suhardjo, dalam perkembangan Universitas Jember

hingga maju pesat dan menjadi besar hingga berskala nasional tidak lepas dari peran dua

Rektor terakhir yaitu Prof Dr Kabul Santoso MS dan Dr Ir T Sutikto MSc.

Tahun ini Universitas Jember akan berdies natalis ke-45. Melihat perjalanan Universitas

Jember hingga maju pesat seperti ini, tak salah jika dalam dies natalis tersebut ada suatu

apresiasi yang memadai bagi founding fathers Universitas Jember yang telah bersusah

payah membangun pendidikan di Jember.

Page 12: Sejarah Kota Jember 2003

Cagar Budaya di Jember

Situs Kamal yang berlokasi di Desa Kamal Kecamatan Arjasa Kabupaten Jember.Di

situs Kamal tersebut terdapat situs-situs pra sejarah seperti batu kenong, kubur batu, dan

menhir.

Batu kenong adalah batu yang pada bagian atasnya terdapat tonjolan yang

berbentuk bundar.Di situs Kamal ini terdapat dua jenis batu kenong yaitu batu kenong

dengan 1 tonjolan dan batu kenong dengan 2 tonjolan.Batu kenong tersebut sudah tersusun

yang sudah dipindahkan dari tempat semula. Batu kenong melambangkan bentuk

persembahan kepada arwah nenek moyang dan menjadi pemujaan yang dibuat sekitar abad

X – XIV M ( puslit arkenus ). Batu kenong tonjolan 1 sebagai tanda tempat penguburan

sedangkan, batu kenong tonjolan 2 sebagai ompak-ompak atau alas bangunan rumah dari

kayu.

Kubur batu merupakan peti mayat dari batu, yang keempat sisinya berdinding

papan-papan batu bagian alas dan bidang atasnya juga terbuat dari batu. Dibuat sekitar

abad X – XIV M ( puslit arkenas ). Kubur batu merupakan tempat pemakaman atau peti

mayat yang didalamnya terdapat jenazah yang di simpan dalam keadaan terbaring dengan

posisi kepala menghadap ke tempat yang lebih tinggi.

Kubur batu yang berada di situs kamal adalah kubur batu masyarakat sekitar yang

dahulu bermukim di sekitar situs kamal. Kalau kita melihat kondisi topografi dari daerah

sekitar situs kamal, dapat di perkirakan bahwa kubur batu melingkar menuju keatas

ketempat yang posisinya lebih tinggi, sehingga untuk mencapai surga akan lebih cepat.

Di dalam kubur batu selalu ada bekal kubur berupa manik – manik serta perhiasan,

Tergantung dari kelas sosial pada waktu kehidupan sang mayat. Semua kubur yang ada

disekeliling Desa Kamal semuanya menghadap ke kubur batu yang ada didesa kamal

maksudnya, kepala orang yang meninggal selalu mengarah ke kubur batu di desa kamal,

mereka mengarah ke arah kubur batu tersebut karena orang yang di makamkan di kubur

Page 13: Sejarah Kota Jember 2003

batu tersebut adalah tokoh masyarakat atau kepala suku. Jadi kubur batu memiliki fungsi

sebagai tempat pesemayaman orang-orang yang sudah wafat.

Selain itu ada juga menhir atau batu tegak yang diperkirakan dibuat sekitar tahun

600M. Batu tegak atau menhir yaitu tiang batu atau tugu batu yang didirikan sebagai tanda

peringatan yang melambangkan arwah nenek moyang dan menjadi benda pemujaan. Dibuat

sekitar abad X – XIV M ( puslit arkenas). Di situs kamal ini terdapat dua menhir, menhir

yang pertama lebih pendek berbentuk silinder, lebih ke atas diameternya lebih

kecil.Sedangkan menhir yang kedua lebih tinggi, berbentuk silinder luas lingkaran bagian

bawah silindernya semakin kecil.

Selain sebagai tempat pemujaan menhir juga di gunakan sebagai tanda peringatan

sebuah kejadian, biasanya menhir yang digunakan sebagai tanda di bawahnya terdapat

prasasti serta tulisan yang berisi penjelasan kejadian apa yang terjadi. Menhir dapat di

kategorikan menjadi dua yaitu menhir arca dan menhir biasa

Di dekat menhir ini terdapat pohon besar dan dikira dahulu orang-orang yang datang

selalu membawa sesajen sebagai tanda penghormatan kepada hal yang ghaib. Sesajen itu

biasanya kue apem yang berfungsi sebagai payung penyelamat warga-warga disekitarnya.

Media menhir sebagai arah berkomunikasi. Menhir juga sebagai symbol fisik orang yang

dimakamkan atau orang yang sudah meninggal. Diperkirakan pada tahun 1988 masih ada

penghormatan.

Situs-situs menhir banyak ditemukan di desa kamal, Karena daerah ini memiliki

suasana geografis daerah pegunungan. Daerahnya subur, Banyak makanan dan Air yang

cukup mudah sehingga pada zaman dahulu banyak orang yang tinggal didaerah ini. Kubur

batu ialah peti minyak dan batu, ke empat sisinya berdinding papan-papan batu bagian alas

dan bidang atasnya juga terbuat dari batu. Dibuat sekitar abad X – XIV M ( puslit arkenas ).

Sarkofagus 3500 Tahun

Page 14: Sejarah Kota Jember 2003

Mumi ini awalnya dikira hanya berusia 2.400-2.600 dan tak penting.Namun, seorang

pengunjung mengenalinya dan mengatakan sarkofagus itu berusia lebih tua.

Kuator Torquay Museum Barry Chandler mengatakan, "Dr Aidan Dodson dari Bristol

University melihat desain dan menyadari sarkofagus ini berasal dari 'era emas' Mesir atau

masa Akhenaten dan Tutankhamun".

Tak hanya itu, sarkofagus ini mengindikasikan dibuat untuk anak berstatus tinggi,

kemungkinan keluarga kerajaan.

"Dari detail mata, lutut dan lainnya, peti mati ini jauh lebih tua dari perkiraan. Ini seribu

tahun lebih tua dan untuk keluarga status tinggi atau kerajaam," lanjutnya.

Dr Aidan Dodson dari Bristol University akhirnya memeriksa artefak ini dan

menemukan, peti mati ini berasal dari 3.500 tahun silam dari masa Thutmose II atau dinasti

Mesir ke-18 seperti ditulis DM

dr. Soebandi

Page 15: Sejarah Kota Jember 2003

Sejarah Jember tidak bisa dipisahkan dari sosok pejuang bernama Dokter Soebandi.

Namanya tidak hanya dikenal sebagai seorang pejuang kemerdekaan pada era Agresi Militer

Pertama dan Kedua, namun juga dikenal sebagai seorang dokter.

Kini, namanya diabadikan sebagai nama jalan, hingga nama rumah sakit daerah

Jember. Bukan hal yang mudah bagi Widiyastuti mengingat sepak terjang almarhum

Soebandi, sang ayah.

Di era itu, dia bersama dua saudaranya, Widiyasmani, dan Widorini masih sangat

kecil. Malah, dia bersama saudara dan sang ibu, almarhum Rr Soekesi hampir tidak pernah

bertemu dengan sang kepala keluarga. “Waktu itu, bapak banyak di-front pertempuran.

Beliau jarang sekali pulang. Setiap hari lebih banyak bertugas,” kenangnya.

Masa peperangan mempertahankan kemerdekaan, memang masa yang sarat

keprihatinan. Sebagai anak seorang dokter yang banyak ditugaskan, sekaligus sering diminta

untuk membantu perjuangan, Tuti, panggilan akrabnya, dituntut untuk menerima keadaan

hidup hanya dengan ibu dan kedua saudaranya.

Bahkan, ketika, Soebandi bersama Brigade III Damarwulan diminta hijrah ke Blitar,

dia bersama saudara dan sang ibu hanya bisa mendoakan dari Jember.

Lama berselang. Waktu serasa berputar dengan cepat, ketika keluarga kecil itu tidak

pernah mendengar kabar Soebandi. “Bingung itu pasti. Ibu jelas khawatir tidak bisa

mendengar kabar tentang bapak,” katanya. Dengan segala pertimbangan, Soekesi nekat

membawa ketiga anaknya yang masih kecil pergi ke Blitar. Di kota tempat Bung Karno

beristirahat dengan damai itu, mereka berempat bisa bertemu kembali dengan Soebandi.

Sayang, kebersamaan itu tidak bisa mereka dapatkan lebih lama. Karena Soebandi

diminta bergabung dengan Brigade III Damarwulan, dimana dia menjabat sebagai kepala

dokter dan merangkap sebagai Residen Militer Daerah Besuki.

Selanjutnya, rombongan ini diminta kembali bertugas di Jember. Tak mau

mempersulit keluarganya, Soebandi meninggalkan Soekesi dan tiga anaknya di Blitar.

Page 16: Sejarah Kota Jember 2003

Sampai jasadnya ditemukan di sebuah sawah, setelah pertempuran bersama Letkol

Sroedji di Desa Karangkedawung, Kecamatan Mumbulsari, satu tahun berikutnya, keluarga

baru mengetahui kepastian bahwa Soebandi telah gugur di medan juang.

“Kami sekeluarga baru diberi tahu setelah jenasah ditemukan. Tidak ada pejuang

teman bapak, yang berani memberitahu. Kabar itu kami terima setelah bapak meninggal

satu tahun,” katanya.

Sebagai seorang pejuang, kemampuan Soebandi dalam bidang kedokteran memang

sangat membantu. Terutama untuk menyembuhkan tentara Indonesia yang terluka akibat

pertempuran.

Dilahirkan di Klakah, Lumajang, pada 17 Agustus 1917, Soebandi termasuk orang

yang beruntung di zaman itu. Putra pertama dari dua bersaudara ini, berhasil masuk di Ika

Daigoku (sekolah kedokteran di Jakarta). Sebelumnya, dia mengikuti pendidikan di HIS,

MULO, dan NIAS.

Setelah lulus dari Ika Daigoku pada 12 November 1943, Soebandi melanjutkan

pendidikannya di Pendidikan Eise Syo Dancho. Selanjutnya, setelah lulus, dia diangkat

sebagai Eise Syo Dancho. Yang kemudian di tempatkan di Daidan Lumajang.

Pada saat itu, selain sebagai tentara, Soebandi juga bertugas sebagai dokter tentara.

Ketika PETA dibubarkan pada 19 Agustus 1945 karena Jepang menyerah pada Sekutu, dia

ditugaskan di RSU Probolinggo sebagai dokter.

Pada waktu pembentukan BKR, Soebandi yang sudah berpangkat letnan kolonel

dipanggil ke Malang. Di sana dia ditugaskan menjadi dokter di RST Claket Malang dengan

pangkat kapten. Ketika BKR diubah menjadi TKR pada 5 Oktober 1945 dan berubah menjadi

TRI , dia diberi pangkat mayor.

Pada masa Agresi militer pertama, tahun 1946, Soebandi kembali ditugaskan ke

Jember. Dia yang ditugaskan sebagai kepala DKT dengan pangkat Mayor, dipindahkan ke

resimen IV Divisi III, yang kemudian berubah menjadi Resimen 40 Damarwulan Divisi VIII.

Page 17: Sejarah Kota Jember 2003

Pada rentang 1945-1947 itu, Soebandi banyak bertugas di front pertahanan

Surabaya selatan, Sidoarjo, Tulangan Porong, dan Bangil. Bahkan, pernah ditugaskan di front

pertahanan Bekasi Jawa Barat sebagai dokter perang. Pada tahun 1947, setelah tentara

Belanda menduduki Jember, dia pernah ditangkap dan dijadikan tahanan kota. Karena

terpergok menolong seorang prajurit yang terluka di DKT.

Kini, sudah 61 tahun sejak Soebandi gugur di medan juang. Negara ini juga sudah

merdeka, dan telah berganti-ganti presiden. Jejak perjuangan untuk mempertahankan

kemerdekaan, harusnya tidak hanya berupa monumen dan taman makam pahlawan.

“Kami, sebagai anak dari seorang pejuang, kadang merasa prihatin. Negeri ini sudah

lama merdeka, tapi, makin lama kok makin banyak koruptor. Seolah, setiap hari selalu saja

ada korupto yang ditangkap,” kata Tuti.

Padahal, dulu di medan perang, banyak pahlawan yang tidak peduli dirinya sendiri.

Mereka mengorbankan apa saja, agar negeri ini bisa merdeka. “Setelah merdeka, anak

bangsanya kok malah korupsi. Mereka memang tidak merasakan kesedihan kami.

Merasakan susahnya masa perang dan ditinggal seorang ayah berjuang hidup dan mati,”

katanya.

Dia juga sedikit menyesalkan penghargaan negara terhadap pejuang masih sangat

kurang. “Banyak rekan-rekan bapak saya, sesama pejuang, yang butuh perhatian dari

pemerintah,” kata ibu empat anak.

Dia berharap, agar pemerintah lebih memperhatikan para pejuang yang masih

hidup. Selain itu, dia juga berharap agar generasi muda negeri ini, bisa menghargai

perjuangan pahlawan dengan berkarya lebih baik untuk bangsa. (lie)

Page 18: Sejarah Kota Jember 2003

Candi Deres

Candi Deres adalah peninggalan sejarah kebudayaan di Kabupaten Jember yang

terletak di dusun. Deres, Desa. Puwo Asri, Kecamatan Gumukmas, kabupaten Jember, Jawa

Timur.