sejarah

32
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di tengah era dengan perkembangan teknologi yang amat pesat ini, banyak orang yang kurang mengganggap penting tentang ilmu sejarah, padahal tanpa adanya kejadian di masa lalu maka tidak akan ada kehidupan seperti sekarang, oleh karena itu seharusnya kita sebagai warga negara yang baik harus mengetahui tentang sejarah bangsanya sendiri, mulai dari dasar-dasar negara tersebut dibentuk, hingga perjuangan-perjuangan yang ditempuh demi tercapainya tujuan bersama. Sudah bertahun-tahun Indonesia dijajah oleh bangsa-bangsa asing, mulai dari Inggris, Portugis, Belanda hingga yang terakhir adalah Jepang, yang dapat dikatakan penjajah yang paling membuat rakyat-rakyat dari Indonesia menderita. Walaupun penjajahan Jepang dibanding dengan belanda yang rentang waktunya memiliki perbedaan yang signifikan namun setelah 3 tahun dijajah, Indonesia mampu mencapai kemerdekaan dengan berbagai perjuangan keras dari pemuda- pemuda Indonesia, dan itu juga karena kekalahan Jepang dalam Perang Pasifik sehingga membuat Jenderal Kumakichi Harada pada tanggal 1 Maret 1945 mengumumkan untuk membentuk Dokuritsu Junbi Chosakai atau Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) yang bertujuan untuk mempelajari dan mempersiapkan hal-hal penting mengenai masalah pemerintahan Indonesia Merdeka. Setelah melalui berbagai sidang, akhirnya pada tanggal 22 Juni 1945 dibentuk panitia sembilan yang menghasilkan dokumen yang berisi asas dan tujuan negara Indonesia Merdeka atau biasa dikenal dengan Piagam Jakarta. Lalu dibentuklah PPKI pada tanggal 7 1

Upload: ricky-setiawan-civilg

Post on 20-Jun-2015

1.051 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

1. Sebab Belanda menjalankan Agresi Militer Belanda I dan II.2. Penerapan Demokrasi Liberal di Indonesia dan Definisi Demokrasi Liberal sendiri.3. Definisi Demokrasi Terpimpin.4. Proses perumusan UUD hingga setelah amandemen.5. Tujuan dari dikeluarkannya Dekrit Presiden6. Gerakan-gerakan yang dilakukan Trikora dalam melakukan Pembebasan Irian Barat.

TRANSCRIPT

Page 1: sejarah

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Di tengah era dengan perkembangan teknologi yang amat pesat ini, banyak orang

yang kurang mengganggap penting tentang ilmu sejarah, padahal tanpa adanya kejadian

di masa lalu maka tidak akan ada kehidupan seperti sekarang, oleh karena itu seharusnya

kita sebagai warga negara yang baik harus mengetahui tentang sejarah bangsanya sendiri,

mulai dari dasar-dasar negara tersebut dibentuk, hingga perjuangan-perjuangan yang

ditempuh demi tercapainya tujuan bersama.

Sudah bertahun-tahun Indonesia dijajah oleh bangsa-bangsa asing, mulai dari Inggris,

Portugis, Belanda hingga yang terakhir adalah Jepang, yang dapat dikatakan penjajah

yang paling membuat rakyat-rakyat dari Indonesia menderita. Walaupun penjajahan

Jepang dibanding dengan belanda yang rentang waktunya memiliki perbedaan yang

signifikan namun setelah 3 tahun dijajah, Indonesia mampu mencapai kemerdekaan

dengan berbagai perjuangan keras dari pemuda-pemuda Indonesia, dan itu juga karena

kekalahan Jepang dalam Perang Pasifik sehingga membuat Jenderal Kumakichi Harada

pada tanggal 1 Maret 1945 mengumumkan untuk membentuk Dokuritsu Junbi Chosakai

atau Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) yang

bertujuan untuk mempelajari dan mempersiapkan hal-hal penting mengenai masalah

pemerintahan Indonesia Merdeka. Setelah melalui berbagai sidang, akhirnya pada tanggal

22 Juni 1945 dibentuk panitia sembilan yang menghasilkan dokumen yang berisi asas dan

tujuan negara Indonesia Merdeka atau biasa dikenal dengan Piagam Jakarta. Lalu

dibentuklah PPKI pada tanggal 7 Agustus 1945. Sebagai Landasan untuk dibangunnya

suatu negera merdeka maka dibentuklah landasan dasar nasional dan landasan dasar

internasional.

Kemudian Terjadi Peristiwa Rengasdengklok, yang mengakibatkan perbedaan antara

golongan tua dan muda tetapi pada akhirnya melalui berbagai pertimbangan, disetujui

bahwa pembacaan naskah proklamasi akan dibaca di jakarta pada tanggal 17 Agustus

1945, setelah itu Indonesia belum dapat bernapas lega karena justru mulai dari situ mulai

banyak tejadi perlawanan dari bangsa penjajah seperti Belanda yang tidak mengakui

kemerdekaan Indonesia, banyak Pertempuran yang dilakukan demi mempertahankan

kemerdekaan, seperti Pertempuran Surabaya, Pertempuran Ambarawa (Magelang),

Pertempuran Medan Area, Bandung Lautan Api, Peristiwa bandung Lautan Api di

Manado, Pertempuran Margarana dan lain-lain.

Perlawanan hebat dari Indonesia membuat Inggris menyimpulkan bahwa sengketa

antara Indonesia dan Belanda tidak mungkin dapat diselesaikan dengan kekuatan senjata,

melainkan harus dengan cara diplomasi. Sehingga pada tanggal 10 November 1946

1

Page 2: sejarah

diadakan perundingan di Linggarjati, atau dikenal dengan Perjanjian Linggar jati. Namun

setelah perjanjian tersebut dibentuk, Belanda justru mengadakan Agresi Militer yang

telah melanggar perjanjian tersebut.

B. Rumusan Masalah

1. Sebab Belanda menjalankan Agresi Militer Belanda I dan II.

2. Penerapan Demokrasi Liberal di Indonesia dan Definisi Demokrasi Liberal sendiri.

3. Definisi Demokrasi Terpimpin.

4. Proses perumusan UUD hingga setelah amandemen.

5. Tujuan dari dikeluarkannya Dekrit Presiden

6. Gerakan-gerakan yang dilakukan Trikora dalam melakukan Pembebasan Irian Barat.

C. Hipotesa

1. Belanda Menginginkan Sumber Daya Alam yang dimiliki oleh Indonesia, dan

Belanda Ingin mengambil alih kekuasaan di Indonesia.

2. Saat-saat setelah Indonesia mencapai kemerdekaan, dimana saat itu struktur dan

dasar-dasar negar belum terbentuk dengan jelas. Demokrasi Liberal adalah suatu

sistem politk yang melindungi secara konstitusional hak-hak individu dari kekuasaan

pemerintah.

3. Sistem politik yang hanya berpusat pada pemimpin dan pernah menjadi sistem politik

di Indonesia.

4. Berawal dari pembentukan PPKI lalu BPUPKI dan terbentuknya dokumen yang

bernama Piagam Jakarta dan juga terjadinya beberapa perubahan UUD di beberapa

periode.

5. Untuk mewujudkan persatuan dan kesatuan nasional, juga pemenuhan atas

permintaan rakyat sehingga dekrit ini mampu untuk mengatasi keadaan Indonesia

kekalutan konstitusional.

6. Perlawanan terhadap Belanda, melalui jalur peperangan dan juga beberapa cara

diplomasi seperti persetujuan New York. Selain itu, pembentukan pasukan-pasukan

untuk berjuang demi Pembebasan Irian Barat.

2

Page 3: sejarah

BAB II

PEMBAHASAN

A. Agresi Militer Belanda I

Agresi Militer Belanda I atau Operasi Produk adalah operasi militer Belanda di Jawa

dan Sumatera terhadap Republik Indonesia yang dilaksanakan dari 21 Juli 1947 sampai 5

Agustus 1947. Agresi yang merupakan pelanggaran dari Persetujuan Linggajati ini

menggunakan kode "Operatie Product".

Ini dilatarbelakangi saat, tanggal 15 Juli 1947, van Mook mengeluarkan ultimatum

agar supaya RI menarik mundur pasukan sejauh 10 km. dari garis demarkasi. Tentu

pimpinan RI menolak permintaan Belanda ini. Tujuan utama agresi Belanda adalah

merebut daerah-daerah perkebunan yang kaya dan daerah yang memiliki sumber daya

alam, terutama minyak. Namun sebagai kedok untuk dunia internasional, Belanda

menamakan agresi militer ini sebagai Aksi Polisionil, dan menyatakan tindakan ini

sebagai urusan dalam negeri. Letnan Gubernur Jenderal Belanda, Dr. H.J. van Mook

menyampaikan pidato radio di mana dia menyatakan, bahwa Belanda tidak lagi terikat

dengan Persetujuan Linggarjati. Pada saat itu jumlah tentara Belanda telah mencapai

lebih dari 100.000 orang, dengan persenjataan yang modern, termasuk persenjataan berat

yang dihibahkan oleh tentara Inggris dan tentara Australia. Serangan terjadi di beberapa

daerah, seperti di Jawa Timur, bahkan telah dilancarkan tentara Belanda sejak tanggal 21

Juli malam, sehingga dalam bukunya, J. A. Moor menulis agresi militer Belanda I

dimulai tanggal 20 Juli 1947. Belanda berhasil menerobos ke daerah-daerah yang

dikuasai oleh Republik Indonesia di Sumatera, Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa

Timur. Fokus serangan tentara Belanda di tiga tempat, yaitu Sumatera Timur, Jawa

Tengah dan Jawa Timur. Di Sumatera Timur, sasaran mereka adalah daerah perkebunan

tembakau, di Jawa Tengah mereka menguasai seluruh pantai utara, dan di Jawa Timur,

sasaran utamanya adalah wilayah di mana terdapat perkebunan tebu dan pabrik-pabrik

gula.

Pada agresi militer pertama ini, Belanda juga mengerahkan kedua pasukan khusus,

yaitu Korps Speciaale Troepen (KST) di bawah Westerling yang kini berpangkat Kapten,

dan Pasukan Para I (1e para compagnie) di bawah Kapten C. Sisselaar. Pasukan KST

(pengembangan dari DST) yang sejak kembali dari pembantaian di Sulawesi Selatan

belum pernah beraksi lagi, kini ditugaskan tidak hanya di Jawa, melainkan dikirim juga

ke Sumatera. Agresi tentara Belanda berhasil merebut daerah-daerah di wilayah Republik

Indonesia yang sangat penting dan kaya seperti kota pelabuhan, perkebunan dan

pertambangan.

Pada 29 Juli 1947, pesawat Dakota Republik dengan simbol Palang Merah di badan

pesawat yang membawa obat-obatan dari Singapura, sumbangan Palang Merah Malaya

3

Page 4: sejarah

ditembak jatuh oleh Belanda dan mengakibatkan tewasnya Komodor Muda Udara Mas

Agustinus Adisucipto, Komodor Muda Udara dr. Abdulrachman Saleh dan Perwira Muda

Udara I Adisumarno Wiryokusumo. Pada 9 Desember 1947, terjadi Pembantaian

Rawagede dimana tentara Belanda membantai 431 penduduk desa Rawagede, yang

terletak di antara Karawang dan Bekasi, Jawa Barat.

Lalu karena Belanda dianggap telah melanggar suatu perjanjian internasional, yaitu

Persetujuan Linggarjati sehingga Republik Indonesia secara resmi mengadukan agresi

militer Belanda ke PBB, karena agresi militer tersebut dinilai telah melanggar suatu

perjanjian Internasional.

Belanda ternyata tidak memperhitungkan reaksi keras dari dunia internasional,

termasuk Inggris, yang tidak lagi menyetujui penyelesaian secara militer. Atas

permintaan India dan Australia, pada 31 Juli 1947 masalah agresi militer yang

dilancarkan Belanda dimasukkan ke dalam agenda Dewan Keamanan PBB, yang

kemudian mengeluarkan Resolusi No. 27 tanggal 1 Agustus 1947, yang isinya

menyerukan agar konflik bersenjata dihentikan. Dewan Keamanan PBB de facto

mengakui eksistensi Republik Indonesia. Hal ini terbukti dalam semua resolusi PBB

sejak tahun 1947, Dewan Keamanan PBB secara resmi menggunakan nama

INDONESIA, dan bukan Netherlands Indies. Sejak resolusi pertama, yaitu resolusi No.

27 tanggal 1 Augustus 1947, kemudian resolusi No. 30 dan 31 tanggal 25 August 1947,

resolusi No. 36 tanggal 1 November 1947, serta resolusi No. 67 tanggal 28 Januari 1949,

Dewan Keamanan PBB selalu menyebutkan konflik antara Republik Indonesia dengan

Belanda sebagai The Indonesian Question.

Atas tekanan Dewan Keamanan PBB, pada tanggal 15 Agustus 1947 Pemerintah

Belanda akhirnya menyatakan akan menerima resolusi Dewan Keamanan untuk

menghentikan pertempuran. Pada 17 Agustus 1947 Pemerintah Republik Indonesia dan

Pemerintah Belanda menerima Resolusi Dewan Keamanan untuk melakukan gencatan

senjata, dan pada 25 Agustus 1947 Dewan Keamanan membentuk suatu komite yang

akan menjadi penengah konflik antara Indonesia dan Belanda. Komite ini awalnya

hanyalah sebagai Committee of Good Offices for Indonesia (Komite Jasa Baik Untuk

Indonesia), dan lebih dikenal sebagai Komisi Tiga Negara (KTN), karena beranggotakan

tiga negara, yaitu Australia yang dipilih oleh Indonesia, Belgia yang dipilih oleh Belanda

dan Amerika Serikat sebagai pihak yang netral. Australia diwakili oleh Richard C. Kirby,

Belgia diwakili oleh Paul van Zeeland dan Amerika Serikat menunjuk Dr. Frank Graham.

Perjanjian Renville

Setelah Kabinet Syahrir III jatuh, Presiden Soekarno mangangkat Amir Syarifuddin

untuk menyusun kabinet baru dan membentuk delegasi untuk menghadapi perundingan

dengan Belanda. Perundingan diselenggarakan di atas geladak kapal milik Angkatan Laut

4

Page 5: sejarah

Amerika Serikat, yang bernama U.S.S. Renville. Perundingan dibuka tanggal 8 Desember

1947 dipimpin Herremans, wakil Belgia di KTN. Setelah berbagai perdebatan, KTN

mengajukan usul politik yang didasarkan pada Persetujuan Linggarjati, yaitu :

a. Kemerdekaan bagi Bangsa Indonesia

b. Kerja Sama Indonesia-Belanda

c. Suatu negara yang berdaulat atas dasar federasi

d. Uni antara Indonesia Serikat dan bagian lain Kerajaan Belanda

B. Agresi Militer Belanda II

Agresi Militer Belanda II atau Operasi Gagak terjadi pada 19 Desember 1948 yang

diawali dengan serangan terhadap Yogyakarta, ibu kota Indonesia saat itu, serta

penangkapan Soekarno, Mohammad Hatta, Sjahrir dan beberapa tokoh lainnya. Jatuhnya

ibu kota negara ini menyebabkan dibentuknya Pemerintah Darurat Republik Indonesia di

Sumatra yang dipimpin oleh Sjafruddin Prawiranegara. Pada hari pertama Agresi Militer

Belanda II, mereka menerjunkan pasukannya di Pangkalan Udara Maguwo dan dari sana

menuju ke Ibukota RI di Yogyakarta. Kabinet mengadakan sidang kilat. Dalam sidang itu

diambil keputusan bahwa pimpinan negara tetap tinggal dalam kota agar dekat dengan

Komisi Tiga Negara (KTN) sehingga kontak-kontak diplomatik dapat diadakan.

Pada Tanggal 18 Desember 1948 pukul 23.30, siaran radio dari Jakarta menyebutkan,

bahwa besok paginya Wakil Tinggi Mahkota Belanda, Dr. Beel, akan mengucapkan

pidato yang penting. Sementara itu Jenderal Spoor yang telah berbulan-bulan

mempersiapkan rencana pemusnahan TNI memberikan instruksi kepada seluruh tentara

Belanda di Jawa dan Sumatera untuk memulai penyerangan terhadap kubu Republik.

Operasi tersebut dinamakan "Operasi Kraai."

Pukul 2.00 pagi 1e para-compgnie (pasukan para I) KST di Andir memperoleh

parasut mereka dan memulai memuat keenambelas pesawat transportasi, dan pukul 3.30

dilakukan briefing terakhir. Pukul 3.45 Mayor Jenderal Engles tiba di bandar udara

Andir, diikuti oleh Jenderal Spoor 15 menit kemudian. Dia melakukan inspeksi dan

mengucapkan pidato singkat. Pukul 4.20 pasukan elit KST di bawah pimpinan Kapten

Eekhout naik ke pesawat dan pukul 4.30 pesawat Dakota pertama tinggal landas. Rute

penerbangan ke arah timur menuju Maguwo diambil melalui Lautan Hindia. Pukul 6.25

mereka menerima berita dari para pilot pesawat pemburu, bahwa zona penerjunan telah

dapat dipergunakan. Pukul 6.45 pasukan para mulai diterjunkan di Maguwo. Seiring

dengan penyerangan terhadap bandar udara Maguwo, pagi hari tanggal 19 Desember

1948, WTM Beel berpidato di radio dan menyatakan, bahwa Belanda tidak lagi terikat

dengan Persetujuan Renville. Penyerbuan terhadap semua wilayah Republik di Jawa dan

Sumatera, termasuk serangan terhadap Ibukota RI, Yogyakarta, yang kemudian dikenal

5

Page 6: sejarah

sebagai Agresi Militer Belanda II telah dimulai. Belanda konsisten dengan menamakan

agresi militer ini sebagai "Aksi Polisional".

Penyerangan terhadap Ibukota Republik, diawali dengan pemboman atas lapangan

terbang Maguwo, di pagi hari. Pukul 05.45 lapangan terbang Maguwo dihujani bom dan

tembakan mitraliur oleh 5 pesawat Mustang dan 9 pesawat Kittyhawk. Pertahanan TNI di

Maguwo hanya terdiri dari 150 orang pasukan pertahanan pangkalan udara dengan

persenjataan yang sangat minim, yaitu beberapa senapan dan satu senapan anti pesawat

12,7. Senjata berat sedang dalam keadaan rusak. Pertahanan pangkalan hanya diperkuat

dengan satu kompi TNI bersenjata lengkap. Pukul 06.45, 15 pesawat Dakota

menerjunkan pasukan KST Belanda di atas Maguwo. Pertempuran merebut Maguwo

hanya berlangsung sekitar 25 menit. Pukul 7.10 bandara Maguwo telah jatuh ke tangan

pasukan Kapten Eekhout. Di pihak Republik tercatat 128 tentara tewas, sedangkan di

pihak penyerang, tak satu pun jatuh korban. Sekitar pukul 9.00, seluruh 432 anggota

pasukan KST telah mendarat di Maguwo, dan pukul 11.00, seluruh kekuatan Grup

Tempur M sebanyak 2.600 orang –termasuk dua batalyon, 1.900 orang, dari Brigade T-

beserta persenjataan beratnya di bawah pimpinan Kolonel D.R.A. van Langen telah

terkumpul di Maguwo dan mulai bergerak ke Yogyakarta.

Serangan terhadap kota Yogyakarta juga dimulai dengan pemboman serta

menerjunkan pasukan payung di kota. Di daerah-daerah lain di Jawa antara lain di Jawa

Timur, dilaporkan bahwa penyerangan bahkan telah dilakukan sejak tanggal 18

Desember malam hari. Segera setelah mendengar berita bahwa tentara Belanda telah

memulai serangannya, Panglima Besar Soedirman mengeluarkan perintah kilat yang

dibacakan di radio tanggal 19 Desember 1948. Soedirman dalam keadaan sakit

melaporkan diri kepada Presiden. Soedirman didampingi oleh Kolonel S Panglima Besar

Jenderaimatupang, Komodor Suriadarma serta dr. Suwondo, dokter pribadinya. Kabinet

mengadakan sidang dari pagi sampai siang hari. Setelah mempertimbangkan segala

kemungkinan yang dapat terjadi, akhirnya Pemerintah Indonesia memutuskan untuk tidak

meninggalkan Ibukota. Mengenai hal-hal yang dibahas serta keputusan yang diambil

adalam sidang kabinet tanggal 19 Desember 1948. Berhubung Soedirman masih sakit,

Presiden berusaha membujuk supaya tinggal dalam kota, tetapi Sudirman menolak.

Simatupang mengatakan sebaiknya Presiden dan Wakil Presiden ikut bergerilya. Menteri

Laoh mengatakan bahwa sekarang ternyata pasukan yang akan mengawal tidak ada. Jadi

Presiden dan Wakil Presiden terpaksa tinggal dalam kota agar selalu dapat berhubungan

dengan KTN sebagai wakil PBB.

Sesuai dengan rencana yang telah dipersiapkan oleh Dewan Siasat, yaitu basis

pemerintahan sipil akan dibentuk di Sumatera, maka Presiden dan Wakil Presiden

membuat surat kuasa yang ditujukan kepada Mr. Syafruddin Prawiranegara, Menteri

Kemakmuran yang sedang berada di Bukittinggi. Presiden dan Wakil Presiden mengirim

6

Page 7: sejarah

kawat kepada Syafruddin Prawiranegara di Bukittinggi, bahwa ia diangkat sementara

membentuk satu kabinet dan mengambil alih Pemerintah Pusat. Pemerintahan Syafruddin

ini kemudian dikenal dengan Pemerintahan Darurat Republik Indonesia. Selain itu, untuk

menjaga kemungkinan bahwa Syafruddin tidak berhasil membentuk pemerintahan di

Sumatera, juga dibuat surat untuk Duta Besar RI untuk India, dr. Sudarsono, serta staf

Kedutaan RI, L.N. Palar dan Menteri Keuangan Mr. A.A. Maramis yang sedang berada

di New Delhi.

Empat Menteri yang ada di Jawa namun sedang berada di luar Yogyakarta sehingga

tidak ikut tertangkap adalah Menteri Dalam Negeri, dr. Sukiman, Menteri Persediaan

Makanan,Mr. I.J. Kasimo, Menteri Pembangunan dan Pemuda, Supeno, dan Menteri

Kehakiman, Mr. Susanto. Mereka belum mengetahui mengenai Sidang Kabinet pada 19

Desember 1948, yang memutuskan pemberian mandat kepada Mr. Syafrudin

Prawiranegara untuk membentuk Pemerintah Darurat di Bukittinggi, dan apabila ini tidak

dapat dilaksanakan, agar dr. Sudarsono, Mr. Maramis dan L.N. Palar membentuk Exile

Government of Republic Indonesia di New Delhi, India.

Pada 21 Desember 1948, keempat Menteri tersebut mengadakan rapat dan hasilnya

disampaikan kepada seluruh Gubernur Militer I, II dan III, seluruh Gubernur sipil dan

Residen di Jawa, bahwa Pemerintah Pusat diserahkan kepada 3 orang Menteri yaitu

Menteri Dalam Negeri, Menteri Kehakiman, Menteri Perhubungan. Setelah itu

Soedirman meninggalkan Yogyakarta untuk memimpin gerilya dari luar kota. Perjalanan

bergerilya selama delapan bulan ditempuh kurang lebih 1000 km di daerah Jawa Tengah

dan Jawa Timur. Tidak jarang Soedirman harus ditandu atau digendong karena dalam

keadaan sakit keras. Setelah berpindah-pindah dari beberapa desa rombongan Soedirman

kembali ke Yogyakarta pada tanggal 10 Juli 1949. Kolonel A.H. Nasution, selaku

Panglima Tentara dan Teritorium Jawa menyusun rencana pertahanan rakyat Totaliter

yang kemudian dikenal sebagai Perintah Siasat No 1 Salah satu pokok isinya ialah :

Tugas pasukan-pasukan yang berasal dari daerah-daerah federal adalah ber wingate

(menyusup ke belakang garis musuh) dan membentuk kantong-kantong gerilya sehingga

seluruh Pulau Jawa akan menjadi medan gerilya yang luas.

Salah satu pasukan yang harus melakukan wingate adalah pasukan Siliwangi. Pada

tanggal 19 Desember 1948 bergeraklah pasukan Siliwangi dari Jawa Tengah menuju

daerah-daerah kantong yang telah ditetapkan di Jawa Barat. Perjalanan ini dikenal dengan

nama Long March Siliwangi. Perjalanan yang jauh, menyeberangi sungai, mendaki

gunung, menuruni lembah, melawan rasa lapar dan letih dibayangi bahaya serangan

musuh. Sesampainya di Jawa Barat mereka terpaksa pula menghadapi gerombolan

DI/TII.

7

Page 8: sejarah

Negara-negara Boneka bentukan Belanda

Ketidakpuasan Belanda karena tidak bisa kembali menanamkan kekuasaannya

kembali di Indonesia. Membuatnya melakukan banyak cara di antaranya dengan

membonceng pasukan sekutu inggris dan juga melalui pembentukan negara-negara

bagian dalam wilayah Republik Indonesia. Pembentukan negara-negara boneka yang

dilakukan oleh Belanda ini bertujuan untuk mengepung kedudukan pemerintahan

Republik Indonesia. Dalam Konferensi Federal lahirlah BFO yang mencakup negara-

negara boneka ciptaan Belanda. Dari sini terjadi Perjanjian Roem-Royen, yang

merupakan perundingan yang membuka jalan ke araha terlaksananya Konferensi Meja

Bundar (KMB) yang menjadi cikal bakal terwujudnya Negara Kesatuan Repulik

Indonesia yang utuh.

C. Demokrasi liberal

Demokrasi liberal (atau demokrasi konstitusional) adalah sistem politik yang

melindungi secara konstitusional hak-hak individu dari kekuasaan pemerintah. Dalam

demokrasi liberal, keputusan-keputusan mayoritas (dari proses perwakilan atau langsung)

diberlakukan pada sebagian besar bidang-bidang kebijakan pemerintah yang tunduk pada

pembatasan-pembatasan agar keputusan pemerintah tidak melanggar kemerdekaan dan

hak-hak individu seperti tercantum dalam konstitusi. Demokrasi liberal pertama kali

dikemukakan pada Abad Pencerahan oleh penggagas teori kontrak sosial seperti Thomas

Hobbes, John Locke, dan Jean-Jacques Rousseau. Semasa Perang Dingin, istilah

demokrasi liberal bertolak belakang dengan komunisme ala Republik Rakyat. Pada

zaman sekarang demokrasi konstitusional umumnya dibanding-bandingkan dengan

demokrasi langsung atau demokrasi partisipasi. Demokrasi liberal dipakai untuk

menjelaskan sistem politik dan demokrasi barat di Amerika Serikat, Britania Raya,

Kanada. Konstitusi yang dipakai dapat berupa republik (Amerika Serikat, India, Perancis)

atau monarki konstitusional (Britania Raya, Spanyol). Demokrasi liberal dipakai oleh

negara yang menganut sistem presidensial (Amerika Serikat), sistem parlementer (sistem

Westminster: Britania Raya dan Negara-Negara Persemakmuran) atau sistem

semipresidensial (Perancis).

Pelaksanaan demokrasi liberal pada hakikatnya secara yuridis formal adalah wajar,

sebab itu sesuai dengan konstitusi yang berlaku saat itu yakni Undang-undang Dasar

Sementara 1950 yang bernafaskan semangat liberal. Kondisi seperti ini pernah dirintis

sejak dikeluarkannya Maklumat Pemerintah tanggal 16 Oktober 1945 tentang perubahan

status KNIP dan Maklumat tanggal 3 Nopember 1945 tentang pembentukan partai-partai

politik Indonesia. Tetapi memang demokrasi parlementer atau leberal yang meniru sistem

parlementer model Eropa barat kurang sesuai dengan kondisi politik dan karakter rakyat

Indonesia. Namun, Indonesia pernah menerapkan sistem demokrasi Liberal.

8

Page 9: sejarah

Kurun waktu antara tahun 1950 sampai tahun 1959 merupakan masa berkiprahnya

partai-partai politik pada pemerintahan Indonesia. Pada masa ini terjadi pergantian

kabinet hampir seetiap tahun, sehingga menimbulkan ketidakstabilan dalam bidang

politik, ekonomi, sosial, dan keamanan. Kabinet-kabinet yang pernah berkuasa setelah

penyerahan kedaulatan dari tangan Belanda adalah sebagai berikut :

1. Kabinet Natsir (6 September 1950 - 21 Maret 1951)

Setelah bentuk negara Republik Indonesia Serikat (RIS) dibubarkan, kabinet pertama

yang memerintah Negera Kesatuan Republik Indonesia adalah Kabinet Natsir. Ini

merupakan kabinet koalisi yang dipimpin oleh masyumi. Pada Masa pemerintahan

dan kekuasaannya Kabinet Natsir terjadi pemberontakan hampir di seluruh wilayah

Indonesia.

2. Kabinet Sukiman (27 April 1951 – 3 April 1952)

Setelah kabinet natsir mengembalikan mandatnya ke presiden, presiden menunjuk

Sartono (ketua PNI) menjadi formatur, tetapi ia gagal, sehingga presiden menunjuk

Sukiman (Masyumi) dan Djojosukarto (PNI) sebagai formatur, dan akhirnya mereka

berhasil membentuk kabinet koalisi antara Masyumi dengan PNI. Pada masa Kabinet

ini banyak mengalami masalah-masalah seperti krisis moral yang ditandai dengan

munculnya korupsi yang terjadi pada setiap lembaga pemerintahan dan kegemaran

akan barang-barang mewah. Sehingga kabinet jatuh sama seperti Kabinet Natsir.

3. Kabinet Wilopo (3 April 1952 – 3 Juni 1953)

Kabinet ini mendapat dukungan dari PNI. Terdapat beberapa masalah yang dihadapi

oleh kabinet ini, salah satunya dikenal dengan Peristiwa 17 Oktober 1952, dan juga

masalah tanah di Tanjung Morawa yang merupakan masalah sengketa tanah dengan

rakyat yang tinggal disana, sehingga membuat kabinet ini harus mengembalikan

mandatnya.

4. Kabinet Ali Sastroamidjojo I (31 Juli 1953 – 12 Agustus 1955)

Kabinet ini mendapat dukungan dari PNI dan NU. Tetapi kabinet ini mengalami

masalah Angkatan Darat, Namun kabinet ini sempat mengalami kesuksesan,

diantaranya adalah menyiapkan pemilihan umum dalam menyelenggarakan

Konferensi Asia Afrika.

5. Kabinet Burhanuddin Harahap (12 Agustus 1955 – 3 Maret 1956)

Kabinet ini berasal dari Masyumi, dan berhasil menyelenggarakan pemilihan umum

untuk kali pertama bagi Indonesia, yang berlangsung pada tanggal 29 September

1955 untuk memilih anggota DPR dan tanggal 15 Desember 1955 untuk memilih

anggota konstituante juga berhasil melakukan pembubaran Uni Indonesia-Belanda.

Tetapi peristiwa tanggal 27 Juni 1955 yang menyebabkan kegagalan pada kabinet ini.

6. Kabinet Ali Sastromidjojo II (20 Maret 1956 – 14 Maret 1957)

9

Page 10: sejarah

Ini merupakan koalisi antara PNI, Masyumi, dan NU. Tetapi pada akhirnya terjadi

perpecahan antara PNI dengan Masyumi.

7. Kabinet Karya (9 April1957 – 10 Juli 1959)

Kabinet ini banyak mencatat prestasi gemilang diantaranya keberhasilan mengatur

kembali batas perairan nasional Indonesia, dengan keluarnya Deklarasi Djuanda pada

tanggal 13 Desember 1957.

D. Demokrasi Terpimpin

Demokrasi terpimpin adalah sebuah demokrasi yang sempat ada di Indonesia, yang

seluruh keputusan serta pemikiran berpusat pada pemimpinnya saja. Pada bulan 5 Juli

1959 parlemen dibubarkan dan Presiden Sukarno menetapkan konstitusi di bawah dekrit

presiden. Soekarno juga membubarkan Konstituante yang ditugasi untuk menyusun

Undang-Undang Dasar yang baru, dan sebaliknya menyatakan diberlakukannya kembali

Undang-Undang Dasar 1945, dengan semboyan "Kembali ke UUD' 45". Soekarno

memperkuat tangan Angkatan Bersenjata dengan mengangkat para jendral militer ke

posisi-posisi yang penting.

PKI menyambut "Demokrasi Terpimpin" Sukarno dengan hangat dan anggapan

bahwa PKI mempunyai mandat untuk persekutuan Konsepsi yaitu antara nasionalisme,

agama (Islam) dan komunisme yang dinamakan NASAKOM. Antara tahun 1959 dan

tahun 1965, Amerika Serikat memberikan 64 juta dollar dalam bentuk bantuan militer

untuk jendral-jendral militer Indonesia. Menurut laporan di "Suara Pemuda Indonesia":

Sebelum akhir tahun 1960, Amerika Serikat telah melengkapi 43 batalyon angkatan

bersenjata. Tiap tahun AS melatih perwira-perwira militer sayap kanan. Di antara tahun

1956 dan 1959, lebih dari 200 perwira tingkatan tinggi telah dilatih di AS, dan ratusan

perwira angkatan rendah terlatih setiap tahun. Kepala Badan untuk Pembangunan

Internasional di Amerika pernah sekali mengatakan bahwa bantuan AS, tentu saja, bukan

untuk mendukung Sukarno dan bahwa AS telah melatih sejumlah besar perwira-perwira

angkatan bersenjata dan orang sipil yang mau membentuk kesatuan militer untuk

membuat Indonesia sebuah "negara bebas".

Di tahun 1962, perebutan Irian Barat secara militer oleh Indonesia mendapat

dukungan penuh dari kepemimpinan PKI, mereka juga mendukung penekanan terhadap

perlawanan penduduk adat.

Era "Demokrasi Terpimpin", yaitu kolaborasi antara kepemimpinan PKI dan kaum

borjuis nasional dalam menekan pergerakan-pergerakan independen kaum buruh dan

petani, gagal memecahkan masalah-masalah politis dan ekonomi yang mendesak.

Pendapatan ekspor menurun, cadangan devisa menurun, inflasi terus menaik dan korupsi

birokrat dan militer menjadi wabah.

10

Page 11: sejarah

E. Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945 (UUD’45 dan UUDS)

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, atau disingkat UUD

1945 atau UUD '45, adalah hukum dasar tertulis (basic law), konstitusi pemerintahan

negara Republik Indonesia saat ini. UUD 1945 disahkan sebagai undang-undang dasar

negara oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945. Sejak tanggal 27 Desember 1949, di

Indonesia berlaku Konstitusi RIS, dan sejak tanggal 17 Agustus 1950 di Indonesia

berlaku UUDS 1950. Dekrit Presiden 5 Juli 1959 kembali memberlakukan UUD 1945,

dengan dikukuhkan secara aklamasi oleh DPR pada tanggal 22 Juli 1959. Pada kurun

waktu tahun 1999-2002, UUD 1945 mengalami 4 kali perubahan (amandemen), yang

mengubah susunan lembaga-lembaga dalam sistem ketatanegaraan Republik Indonesia.

Sebelum dilakukan Perubahan, UUD 1945 terdiri atas Pembukaan, Batang Tubuh (16

bab, 37 pasal, 65 ayat (16 ayat berasal dari 16 pasal yang hanya terdiri dari 1 ayat dan 49

ayat berasal dari 21 pasal yang terdiri dari 2 ayat atau lebih), 4 pasal Aturan Peralihan,

dan 2 ayat Aturan Tambahan), serta Penjelasan. Setelah dilakukan 4 kali perubahan,

UUD 1945 memiliki 20 bab, 73 pasal, 194 ayat, 3 pasal Aturan Peralihan, dan 2 pasal

Aturan Tambahan. alam Risalah Sidang Tahunan MPR Tahun 2002, diterbitkan Undang-

Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Dalam Satu Naskah, Sebagai

Naskah Perbantuan dan Kompilasi Tanpa Ada Opini.

Sejarah Terbentuknya yaitu diawali dari pembentukan Badan Penyelidik Usaha

Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) yang dibentuk pada tanggal 29 April 1945,

adalah Badan yang menyusun rancangan UUD 1945. Pada masa sidang pertama yang

berlangsung dari tanggal 28 Mei sampai dengan tanggal 1 Juni 1945 Ir.Sukarno

menyampaikan gagasan tentang "Dasar Negara" yang diberi nama Pancasila. Kemudian

BPUPKI membentuk Panitia Kecil yang terdiri dari 8 orang untuk menyempurnakan

rumusan Dasar Negara. Pada tanggal 22 Juni 1945, 38 anggota BPUPKI membentuk

Panitia Sembilan yang terdiri dari 9 orang untuk merancang Piagam Jakarta yang akan

menjadi naskah Pembukaan UUD 1945. Setelah dihilangkannya anak kalimat "dengan

kewajiban menjalankan syariah Islam bagi pemeluk-pemeluknya" maka naskah Piagam

Jakarta menjadi naskah Pembukaan UUD 1945 yang disahkan pada tanggal 18 Agustus

1945 oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Pengesahan UUD 1945

dikukuhkan oleh Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) yang bersidang pada tanggal

29 Agustus 1945. Naskah rancangan UUD 1945 Indonesia disusun pada masa Sidang

Kedua Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPK). Nama Badan ini

tanpa kata "Indonesia" karena hanya diperuntukkan untuk tanah Jawa saja. Di Sumatera

ada BPUPK untuk Sumatera. Masa Sidang Kedua tanggal 10-17 Juli 1945. Tanggal 18

Agustus 1945, PPKI mengesahkan UUD 1945 sebagai Undang-Undang Dasar Republik

Indonesia.

11

Page 12: sejarah

Periode berlakunya UUD 1945 18 Agustus 1945- 27 Desember 1949

Dalam kurun waktu 1945-1950, UUD 1945 tidak dapat dilaksanakan sepenuhnya

karena Indonesia sedang disibukkan dengan perjuangan mempertahankan kemerdekaan.

Maklumat Wakil Presiden Nomor X pada tanggal 16 Oktober 1945 memutuskan bahwa

KNIP diserahi kekuasaan legislatif, karena MPR dan DPR belum terbentuk. Tanggal 14

November 1945 dibentuk Kabinet Semi-Presidensiel ("Semi-Parlementer") yang pertama,

sehingga peristiwa ini merupakan perubahan sistem pemerintahan agar dianggap lebih

demokratis.

Periode berlakunya Konstitusi RIS 1949 27 Desember 1949 - 17 Agustus 1950

Pada masa ini sistem pemerintahan indonesia adalah parlementer.

Periode UUDS 1950 17 Agustus 1950 - 5 Juli 1959

Pada masa ini sistem pemerintahan indonesia adalah parlementer.

Periode kembalinya ke UUD 1945 5 Juli 1959-1966

Karena situasi politik pada Sidang Konstituante 1959 dimana banyak saling tarik ulur

kepentingan partai politik sehingga gagal menghasilkan UUD baru, maka pada tanggal 5

Juli 1959, Presiden Sukarno mengeluarkan Dekrit Presiden yang salah satu isinya

memberlakukan kembali UUD 1945 sebagai undang-undang dasar, menggantikan

Undang-Undang Dasar Sementara 1950 yang berlaku pada waktu itu. Pada masa ini,

terdapat berbagai penyimpangan UUD 1945, diantaranya:

Presiden mengangkat Ketua dan Wakil Ketua MPR/DPR dan MA serta Wakil Ketua

DPA menjadi Menteri Negara.

MPRS menetapkan Soekarno sebagai presiden seumur hidup.

Pemberontakan Partai Komunis Indonesia melalui Gerakan 30 September Partai

Komunis Indonesia.

Periode UUD 1945 masa orde baru 11 Maret 1966- 21 Mei 1998

Pada masa Orde Baru (1966-1998), Pemerintah menyatakan akan menjalankan UUD

1945 dan Pancasila secara murni dan konsekuen. Namun pelaksanaannya ternyata

menyimpang dari Pancasila dan UUD 1945 yang murni,terutama pelanggaran pasal 23

(hutang Konglomerat/private debt dijadikan beban rakyat Indonesia/public debt) dan 33

UUD 1945 yang memberi kekuasaan pada fihak swasta untuk menghancur hutan dan

sumberalam kita.

Periode 21 Mei 1998- 19 Oktober 1999

Pada masa ini dikenal masa transisi.

12

Page 13: sejarah

Periode UUD 1945 Amandemen

Salah satu tuntutan Reformasi 1998 adalah dilakukannya perubahan (amandemen)

terhadap UUD 1945. Latar belakang tuntutan perubahan UUD 1945 antara lain karena

pada masa Orde Baru, kekuasaan tertinggi di tangan MPR (dan pada kenyataannya bukan

di tangan rakyat), kekuasaan yang sangat besar pada Presiden, adanya pasal-pasal yang

terlalu "luwes" (sehingga dapat menimbulkan multitafsir), serta kenyataan rumusan UUD

1945 tentang semangat penyelenggara negara yang belum cukup didukung ketentuan

konstitusi. Tujuan perubahan UUD 1945 waktu itu adalah menyempurnakan aturan dasar

seperti tatanan negara, kedaulatan rakyat, HAM, pembagian kekuasaan, eksistensi negara

demokrasi dan negara hukum, serta hal-hal lain yang sesuai dengan perkembangan

aspirasi dan kebutuhan bangsa. Perubahan UUD 1945 dengan kesepakatan diantaranya

tidak mengubah Pembukaan UUD 1945, tetap mempertahankan susunan kenegaraan

(staat structuur) kesatuan atau selanjutnya lebih dikenal sebagai Negara Kesatuan

Republik Indonesia (NKRI), serta mempertegas sistem pemerintahan presidensiil.

Dalam kurun waktu 1999-2002, UUD 1945 mengalami 4 kali perubahan (amandemen)

yang ditetapkan dalam Sidang Umum dan Sidang Tahunan MPR:

Sidang Umum MPR 1999, tanggal 14-21 Oktober 1999 → Perubahan Pertama

Sidang Tahunan MPR 2000, tanggal 7-18 Agustus 2000 → Perubahan Kedua

Sidang Tahunan MPR 2001, tanggal 1-9 November 2001 → Perubahan Ketiga

Sidang Tahunan MPR 2002, tanggal 1-11 Agustus 2002 → Perubahan Keempat

F. Dekrit Presiden 5 Juli 1959

Dekrit Presiden 5 Juli 1959 adalah dekrit yang dikeluarkan oleh Presiden Indonesia

yang pertama, Soekarno pada 5 Juli 1959. Isi dekrit ini adalah pembubaran Badan

Konstituante hasil Pemilu 1955 dan penggantian undang-undang dasar dari UUD

Sementara 1950 ke UUD '45.

Dekrit Presiden 1959 dilatarbelakangi oleh kegagalan Badan Konstituante untuk

menetapkan UUD baru sebagai pengganti UUDS 1950. Anggota konstituante mulai

bersidang pada 10 November 1956. Namun pada kenyataannya sampai tahun 1958 belum

berhasil merumuskan UUD yang diharapkan. Sementara, di kalangan masyarakat

pendapat-pendapat untuk kembali kepada UUD '45 semakin kuat. Dalam menanggapi hal

itu, Presiden Soekarno lantas menyampaikan amanat di depan sidang Konstituante pada

22 April 1959 yang isinya menganjurkan untuk kembali ke UUD '45. Pada 30 Mei 1959

Konstituante melaksanakan pemungutan suara. Hasilnya 269 suara menyetujui UUD

1945 dan 199 suara tidak setuju. Meskipun yang menyatakan setuju lebih banyak tetapi

pemungutan suara ini harus diulang, karena jumlah suara tidak memenuhi kuorum.

Pemungutan suara kembali dilakukan pada tanggal 1 dan 2 Juni 1959. Dari pemungutan

13

Page 14: sejarah

suara ini Konstituante juga gagal mencapai kuorum. Untuk meredam kemacetan,

Konstituante memutuskan reses yang ternyata merupkan akhir dari upaya penyusunan

UUD.

Pada 5 Juli 1959, Presiden Soekarno mengeluarkan dekrit yang diumumkan dalam

upacara resmi di Istana Merdeka. Isi dari Dekrit tersebut antara lain :

A. Pembubaran Konstituante

B. Pemberlakuan kembali UUD '45 dan tidak berlakunya UUDS 1950

C. Pembentukan MPRS dan DPAS dalam waktu yang sesingkat-singkatnya

G. Pembebasan Irian Barat (Operasi Trikora)

Pembebasan Irian Barat disebut juga operasi trikora, Tri Komando Rakyat

(disingkat Trikora) sendiri ditetapkan pada tanggal 19 Desember 1961 di Yogyakarta

bertepatan dengan peringatan ulang tahun Agresi II Militer Belanda. Operasi Trikora

adalah konflik dua tahun yang dilancarkan Indonesia untuk menggabungkan wilayah

Papua bagian barat. Pada tanggal 19 Desember 1961, Presiden Indonesia Soekarno

mengumumkan pelaksanaan Trikora di Alun-alun Utara Yogyakarta. Soekarno juga

membentuk Komando Mandala. Mayor Jenderal Soeharto diangkat sebagai panglima.

Pada tanggal 2 Januari 1962 susunan Komando Tertinggi Pembebasan Irian Barat

terbentuk. Tugas-tugas Komando Tertinggi Pembebasan Irian Barat adalah:

1. Merencakan, mempersiapkan, menyelenggarakan operasi militer dengan tujuan untuk

mengembalikan wilayah Irian Barat ke dalam kekuasaan negara Republik Indonesia.

2. Mengembalikan situasi militer di wilayah Irian Barat.

Ketika Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945,

Indonesia mengklaim seluruh wilayah Hindia Belanda, termasuk wilayah barat Pulau

Papua. Namun demikian, pihak Belanda menganggap wilayah itu masih menjadi salah

satu provinsi Kerajaan Belanda, sama dengan daerah-daerah lainnya. Pemerintah Belanda

kemudian memulai persiapan untuk menjadikan Papua negara merdeka selambat-

lambatnya pada tahun 1970-an. Namun pemerintah Indonesia menentang hal ini dan

Papua menjadi daerah yang diperebutkan antara Indonesia dan Belanda. Hal ini kemudian

dibicarakan dalam beberapa pertemuan dan dalam berbagai forum internasional. Dalam

Konferensi Meja Bundar tahun 1949, Belanda dan Indonesia tidak berhasil mencapai

keputusan mengenai Papua bagian barat, namun setuju bahwa hal ini akan dibicarakan

kembali dalam jangka waktu satu tahun.

Pada bulan Desember 1950, PBB memutuskan bahwa Papua bagian barat memiliki

hak merdeka sesuai dengan pasal 73e Piagam PBB. Karena Indonesia mengklaim Papua

bagian barat sebagai daerahnya, Belanda mengundang Indonesia ke Mahkamah

Internasional untuk menyelesaikan masalah ini, namun Indonesia menolak. Setelah

14

Page 15: sejarah

Indonesia beberapa kali menyerang Papua bagian barat, Belanda mempercepat program

pendidikan di Papua bagian barat untuk persiapan kemerdekaan. Hasilnya antara lain

adalah sebuah akademi angkatan laut yang berdiri pada 1956 dan tentara Papua pada

1957. Sebagai kelanjutan, pada 17 Agustus 1956 Indonesia membentuk Provinsi Irian

Barat dengan ibukota di Soasiu yang berada di Pulau Tidore, dengan gubernur

pertamanya, Zainal Abidin Syah yang dilantik pada tanggal 23 September 1956.

Karena usaha pendidikan Belanda, pada tahun 1959 Papua memiliki perawat, dokter

gigi, arsitek, teknisi telepon, teknisi radio, teknisi listrik, polisi, pegawai kehutanan, dan

pegawai meteorologi. Kemajuan ini dilaporkan kepada PBB dari tahun 1950 sampai

1961. Selain itu juga didakan berbagai pemilihan umum untuk memilih perwakilan rakyat

Papua dalam pemerintahan, mulai dari tanggal 9 Januari 1961 di 15 distrik. Hasilnya

adalah 26 wakil, 16 di antaranya dipilih, 23 orang Papua, dan 1 wanita. Dewan Papua ini

dilantik oleh gubernur Platteel pada tanggal 1 April 1961, dan mulai menjabat pada 5

April 1961. Pelantikan ini dihadiri oleh wakil-wakil dari Australia, Britania Raya,

Perancis, Belanda, dan Selandia Baru. Amerika Serikat diundang tapi menolak.

Dewan Papua bertemu pada tanggal 19 Oktober 1961 untuk memilih sebuah komisi

nasional untuk kemerdekaan, bendera Papua, lambang negara, lagu kebangsaan ("Hai

Tanahkoe Papua"), dan nama Papua. Pada tanggal 31 Oktober 1961, bendera Papua

dikibarkan untuk pertama kali dan manifesto kemerdekaan diserahkan kepada gubernur

Platteel. Belanda mengakui bendera dan lagu kebangsaan Papua pada tanggal 18

November 1961, dan peraturan-peraturan ini mulai berlaku pada tanggal 1 Desember

1961. Pada 19 Desember 1961, Soekarno menanggapi pembentukan Dewan Papua ini

dengan menyatakan Trikora di Yogyakarta, yang isinya adalah:

1. Gagalkan pembentukan negara boneka Papua buatan kolonial Belanda.

2. Kibarkan Sang Saka Merah Putih di seluruh Irian Barat

3. Bersiaplah untuk mobilisasi umum, mempertahankan kemerdekaan dan kesatuan

tanah air bangsa.

Indonesia mulai mencari bantuan senjata dari luar negeri menjelang terjadinya konflik

antara Indonesia dan Belanda. Indonesia mencoba meminta bantuan dari Amerika

Serikat, namun gagal. Akhirnya, pada bulan Desember 1960, Jendral A. H. Nasution

pergi ke Moskwa, Uni Soviet, dan akhirnya berhasil mengadakan perjanjian jual-beli

senjata dengan pemerintah Uni Soviet senilai 2,5 miliar dollar Amerika dengan

persyaratan pembayaran jangka panjang. Setelah pembelian ini, TNI mengklaim bahwa

Indonesia memiliki angkatan udara terkuat di belahan bumi selatan

Indonesia mendekati negara-negara seperti India, Pakistan, Australia, Selandia Baru,

Thailand, Britania Raya, Jerman, dan Perancis agar mereka tidak memberi dukungan

kepada Belanda jika pecah perang antara Indonesia dan Belanda. Dalam Sidang Umum

15

Page 16: sejarah

PBB tahun 1961, Sekjen PBB U Thant meminta Ellsworth Bunker, diplomat dari

Amerika Serikat, untuk mengajukan usul tentang penyelesaian masalah status Papua

bagian barat. Bunker mengusulkan agar Belanda menyerahkan Papua bagian barat

kepada Indonesia melalui PBB dalam jangka waktu dua tahun.

Pada tanggal 27 Desember 1958, presiden Soekarno mengeluarkan UU nomor 86

tahun 1958 yang memerintahkan dinasionalisasikannya semua perusahaan Belanda di

Indonesia.

Soekarno membentuk Komando Mandala, dengan Mayjen Soeharto sebagai Panglima

Komando. Tugas komando Mandala adalah untuk merencanakan, mempersiapkan, dan

menyelenggarakan operasi militer untuk menggabungkan Papua bagian barat dengan

Indonesia. Belanda mengirimkan kapal induk Hr. Ms. Karel Doorman ke Papua bagian

barat. Angkatan Laut Belanda (Koninklijke Marine) menjadi tulang punggung pertahanan

di perairan Papua bagian barat, dan sampai tahun 1950, unsur-unsur pertahanan Papua

Barat terdiri dari:

1. Koninklijke Marine (Angkatan Laut Kerajaan Belanda)

2. Korps Mariniers

3. Marine Luchtvaartdienst

Keadaan ini berubah sejak tahun 1958, di mana kekuatan militer Belanda terus

bertambah dengan kesatuan dari Koninklijke Landmacht (Angkatan Darat Belanda) dan

Marine Luchtvaartdienst. Selain itu, batalyon infantri 6 Angkatan Darat merupakan

bagian dari Resimen Infantri Oranje Gelderland yang terdiri dari 3 Batalyon yang

ditempatkan di Sorong, Fakfak, Merauke, Kaimana, dan Teminabuan.

Operasi-operasi yang dilakukan indonesia

Pada tanggal 12 Januari 1962, pasukan berhasil didaratkan di Letfuan. Pesawat

Hercules kembali ke pangkalan. Namun, pada tanggal 18 Januari 1962, pimpinan

angkatan lain melapor ke Soekarno bahwa karena tidak ada perlindungan dari TNI AU,

sebuah operasi menjadi gagal.

Pertempuran Laut Aru pecah pada tanggal 15 Januari 1962, ketika 3 kapal milik

Indonesia yaitu KRI Macan Kumbang, KRI Macan Tutul yang membawa Komodor Yos

Sudarso, dan KRI Harimau yang dinaiki Kolonel Sudomo, Kolonel Mursyid, dan Kapten

Tondomulyo, berpatroli pada posisi 04-49° LS dan 135-02° BT. Menjelang pukul 21.00,

Kolonel Mursyid melihat tanda di radar bahwa di depan lintasan 3 kapal itu, terdapat 2

kapal di sebelah kanan dan sebelah kiri. Tanda itu tidak bergerak, dimana berarti kapal itu

sedang berhenti. 3 KRI melanjutkan laju mereka, tiba-tiba suara pesawat jenis Neptune

yang sedang mendekat terdengar dan menghujani KRI itu dengan bom dan peluru yang

tergantung pada parasut.

16

Page 17: sejarah

Kapal Belanda menembakan tembakan peringatan yang jatuh di dekat KRI Harimau.

Kolonel Sudomo memerintahkan untuk memberikan tembakan balasan, namun tidak

mengenai sasaran. Akhirnya, Yos Sudarso memerintahkan untuk mundur, namun kendali

KRI Macan Tutul macet, sehingga kapal itu terus membelok ke kanan. Kapal Belanda

mengira itu merupakan manuver berputar untuk menyerang, sehingga kapal itu langsung

menembaki KRI Macan Tutul. Komodor Yos Sudarso gugur pada pertempuran ini

setelah menyerukan pesan terakhirnya yang terkenal, "Kobarkan semangat pertempuran".

Operasi penerjunan penerbang Indonesia

Pasukan Indonesia dibawah pimpinan Mayjen Soeharto melakukan operasi infiltrasi

udara dengan menerjunkan penerbang menembus radar Belanda. Mereka diterjunkan di

daerah pedalaman Papua bagian barat. Penerjunan tersebut menggunakan pesawat angkut

Indonesia, namun, operasi ini hanya mengandalkan faktor pendadakan, sehingga operasi

ini dilakukan pada malam hari. Penerjunan itu pada awalnya dilaksanakan dengan

menggunakan pesawat angkut ringan C-47 Dakota yang kapasitas 18 penerjun, namun

karena keterbatasan kemampuannya, penerjunan itu dapat dicegat oleh pesawat pemburu

Neptune Belanda. Pada tanggal 19 Mei 1962, sekitar 81 penerjun payung terbang dari

Bandar Udara Pattimura, Ambon, dengan menaiki pesawat Hercules menuju daerah

sekitar Kota Teminabuan untuk melakukan penerjunan. TNI Angkatan Laut kemudian

mempersiapkan Operasi Jayawijaya yang merupakan operasi amfibi terbesar dalam

sejarah operasi militer Indonesia. Lebih dari 100 kapal perang dan 16.000 prajurit

disiapkan dalam operasi tersebut.

Persetujuan New York

Karena kekhawatiran bahwa pihak komunis akan mengambil keuntungan dalam

konfik ini, Amerika Serikat mendesak Belanda untuk berunding dengan Indonesia.

Karena usaha ini, tercapailah persetujuan New York pada tanggal 15 Agustus 1962.

Pemerintah Australia yang awalnya mendukung kemerdekaan Papua juga mengubah

pendiriannya dan mendukung penggabungan dengan Indonesia atas desakan AS. Pada

tanggal 15 Agustus 1962, perundingan antara Indonesia dan Belanda dilaksanakan di

Markas Besar PBB di New York. Pada perundingan itu, Indonesia diwakili oleh

Soebandrio, dan Belanda diwakili oleh Jan Herman van Roijen dan C.W.A. Schurmann.

Isi dari Persetujuan New York adalah:

Belanda akan menyerahkan pemerintahan Papua bagian barat kepada United Nations

Temporary Executive Authority (UNTEA), yang didirikan oleh Sekretaris Jenderal

PBB. UNTEA kemudian akan menyerahkan pemerintahan kepada Indonesia.

Bendera PBB akan dikibarkan selama masa peralihan.

17

Page 18: sejarah

Pengibaran bendera Indonesia dan Belanda akan diatur oleh perjanjian antara

Sekretaris Jenderal PBB dan masing-masing pemerintah.

UNTEA akan membantu polisi Papua dalam menangani keamanan. Tentara Belanda

dan Indonesia berada di bawah Sekjen PBB dalam masa peralihan.

Indonesia, dengan bantuan PBB, akan memberikan kesempatan bagi penduduk Papua

bagian barat untuk mengambil keputusan secara bebas melalui

1. musyawarah dengan perwakilan penduduk Papua bagian barat

2. penetapan tanggal penentuan pendapat

3. perumusan pertanyaan dalam penentuan pendapat mengenai kehendak penduduk

Papua untuk

tetap bergabung dengan Indonesia; atau

memisahkan diri dari Indonesia

4. hak semua penduduk dewasa, laki-laki dan perempuan, untuk ikut serta dalam

penentuan pendapat yang akan diadakan sesuai dengan standar internasional

Penentuan pendapat akan diadakan sebelum akhir tahun 1969.

Pertentangan Operasi Papua Merdeka

Pada tanggal 1 Mei 1963, UNTEA menyerahkan pemerintahan Papua bagian barat

kepada Indonesia. Ibukota Hollandia dinamai Kota Baru dan pada 5 September 1963,

Papua bagian barat dinyatakan sebagai "daerah karantina". Pemerintah Indonesia

membubarkan Dewan Papua dan melarang bendera Papua dan lagu kebangsaan Papua.

Keputusan ini ditentang oleh banyak pihak di Papua, dan melahirkan Organisasi Papua

Merdeka atau OPM pada 1965. Untuk meredam gerakan ini, dilaporkan bahwa

pemerintah Indonesia melakukan berbagai tindakan pembunuhan, penahanan,

penyiksaan, dan pemboman udara. Menurut Amnesty International, lebih dari 100.000

orang Papua telah tewas dalam kekerasan ini. OPM sendiri juga memiliki tentara dan

telah melakukan berbagai tindakan kekerasan. Setelah Papua bagian barat digabungkan

dengan Indonesia sebagai Irian Jaya, Indonesia mengambil posisi sebagai berikut:

1. Papua bagian barat telah menjadi daerah Republik Indonesia sejak 17 Agustus 1945

namun masih dipegang oleh Belanda

2. Belanda berjanji menyerahkan Papua bagian barat kepada Indonesia dalam

Konferensi Meja Bundar

3. penggabungan Papua bagian barat dengan Indonesia adalah tindakan merebut

kembali daerah Indonesia yang dikuasai Belanda

4. penggabungan Papua bagian barat dengan Indonesia adalah kehendak rakyat Papua.

18

Page 19: sejarah

BAB III

KESIMPULAN

1. Kesimpulan

Agresi Belanda dilakukan untuk mengambil alih Indonesia serta Sumber Daya

Alamnya, tetapi Belanda tidak memperhitungkan bahwa itu akan melanggar

perjanjian linggarjati dan sehingga konsekuensinya Belanda akan banyak mendapat

perlawanan dari berbagai kubu.

Demokrasi liberal (demokrasi konstitusional) adalah sistem politik yang melindungi

secara konstitusional hak-hak individu dari kekuasaan pemerintah. Dalam demokrasi

liberal, keputusan-keputusan mayoritas (dari proses perwakilan atau langsung)

diberlakukan pada sebagian besar bidang-bidang kebijakan pemerintah yang tunduk

pada pembatasan-pembatasan agar keputusan pemerintah tidak melanggar

kemerdekaan dan hak-hak individu seperti tercantum dalam konstitusi. Penerapannya

telah dilakukan oleh beberapa kabinet-kabinet, seperti Natsir, Sukiman, dll

Demokrasi terpimpin adalah sebuah demokrasi yang sempat ada di Indonesia, yang

seluruh keputusan serta pemikiran berpusat pada pemimpinnya saja.

Perumusannya diawali pembentukan BPUPKI pada tanggal 1 Maret 1945, lalu

setelah melewati berbagai sidang, maka dibentuk sebuah badan yang bernama PPKI

pada tanggal 7 Agustus 1945. Lalu terbentuk sebuah dokumen yang berisikan dasar-

dasar negara disebut Piagam Jakarta. Tetapi ada perubahan pada dasar-dasar tersebut

hingga pada akhirnya mencapai keputusan akhir.

Untuk mewujudkan persatuan dan kesatuan nasional sehingga dekrit ini mampu untuk

mengatasi keadaan kekalutan konstitusional di Indonesia. Isi dari dekrit Presiden:

1. Pembubaran Konstituante.

2. Pemberlakuan kembali UUD '45 dan tidak berlakunya UUDS 1950.

3. Pembentukan MPRS dan DPAS dalam waktu yang sesingkat-singkatnya.

Operasi Trikora adalah konflik dua tahun yang dilancarkan Indonesia untuk

menggabungkan wilayah Papua bagian barat. Banyak Operasi-operasi yang dilakukan

dalam rangka penggabungan Papua bagian barat, dari jalur perang dan diplomasi.

Berikut isi dari Trikora :

1. Gagalkan pembentukan negara boneka Papua buatan kolonial Belanda.

2. Kibarkan Sang Saka Merah Putih di seluruh Irian Barat

3. Bersiaplah untuk mobilisasi umum, mempertahankan kemerdekaan dan kesatuan

tanah air bangsa.

19

Page 20: sejarah

DAFTAR PUSTAKA

Badrika, I Wayan. 2006. SEJARAH Untuk SMA Kelas XI. Jakarta : ERLANGGA

www.id.wikipedia.org

www.google.com

20