sedimen kupas delta pulau sumatera
TRANSCRIPT
DELTA BANYUASIN, SUMATERA SELATAN
ANISAH QORI AFIFAH
230210110038
http://blogs.unpad.ac.id/qoreeey/?p=183
Delta adalah endapan yang terbentuk di muara sungai dimana sungai yang
mengalir ke laut, danau, ataupun waduk. Delta dibentuk dari endapan sedimen yang
dibawa oleh sungai sebagai alur daun mulut sungai. Pembentukan delta membutuhkan
waktu yang lama. Sungai akan mengendapkan bebannya di daratan jika mampu
mengangkutnya. Ini dapat terjadi pada lekuk lereng, sisi dalam meander, dan
pertemuan dua aliran sungai.
Delta Banyuasin terletak di Muara Sungai Banyuasin, Kabupaten Banyuasin,
Provinsi Sumatera Selatan. Secara koordinat delta ini terletak pada 2° 00'- 2° 30' S,
104° 30'- 105° 15' E. Area delta ini memiliki ketinggian 0 – 0,5 meter dengan luas area
150,000-200,000 ha sebagai habitat mangrove. Adapun kondisi alamnya yaitu memiliki
iklim tropis yang lembab, dengan curah hujan tahunan rata-rata 2.300 mm. Garis
pantai di sepanjang timur Kabupaten Banyuasin berbentuk tidak teratur membentuk
teluk dan tanjung, relief pantai datar berbentuk lereng cekung dengan kelas lereng
landai. Berdasarkan peta topografi Sumatera Selatan daerah ini merupakan bagian
dataran rendah Sumatera bagian timur yang termasuk dataran lahan basah (lowland).
Daerah ini juga dipengaruhi oleh monsun barat laut dari November sampai Februari.
Perairan muara sungai Banyuasin mendapat pengaruh dari laut terbuka (Selat
Bangka) dan mendapat pengaruh daratan yaitu adanya aliran sungai, baik sungai
besar yang bermuara ke laut yaitu Sungai Musi, Sungai Sembilang, Sungai Terusan
dalam dan Sungai-sungai lainnya dari daerah hulu seperti sungai Calik, sungai Lalan
dan sungai Bungin atau Pasir. Aliran sungai dari daerah hulu ini akan membawa
partikel - partikel atau muatan padatan tersuspensi yang berasal dari daratan atau
bagian hulu sungai menuju ke arah muara, yang kemudian akan mengalami
pengendapan. Sehingga kondisi perairan muara Banyuasin keruh dan berwarna
kecoklatan yang disebabkan oleh adanya partikel-partikel tanah/endapan lumpur yang
terbawa oleh aliran sungai baik sungai besar maupun sungai kecil yang bermuara di
muara Sungai Banyuasin tersebut.
Perairan muara sungai Banyuasin merupakan tempat bermuaranya dua sungai
yaitu sungai Lalan dan sungai Banyuasin, dimana energi dan kecepatan arus yang
berasal dari aliran sungai Banyuasin lebih tinggi daripada energi yang berasal dari
sungai Lalan (Pusat Penelitian Tata Ruang UNSRI, 2002). Hal itu menyebabkan
sedimentasi yang terbawa bersamaan dengan aliran sungai Lalan akan terdorong oleh
aliran sungai Banyuasin. Pada lokasi ini kecepatan arus akan mulai berkurang karena
terhalang oleh point bar dan keberadaan Tanjung Sere, sehingga arus tersebut akan
terpecah dan kecepatannya akan makin berkurang. Karena kecepatan arus mulai
berkurang maka sedimen- sedimen yang berukuran besar yang terbawa bersama
dengan aliran sungai akan mengalami pengendapan dan terbentuklah delta.
Selain ke dua sungai ini juga terdapat aliran sungai-sungai kecil seperti sungai
Bungin, sungai Tanjung api-api, sungai Lancau dan beberapa sungai lainnya. Hal ini
menyebabkan kondisi substrat dasar perairan di daerah muara ini merupakan substrat
lumpur berpasir dan lumpur berpasir berkerikil (Hakim, 2001). Hasil analisis ukuran
butir yang telah dilakukan dalam suatu penelitian, menunjukkan bahwa pada stasiun
yang berada dekat dengan muara dan laut, sedimen dasarnya didominasi oleh lumpur
berpasir berkerikil, dengan persentase pasir semakin ke arah laut semakin meningkat.
Hal ini diduga karena adanya proses pengadukan sedimen dasar oleh aktivitas arus,
baik arus yang disebabkan karena lalu lintas kapal maupun arus pasang surut yang
kemudian akan teraduk dan terangkat mengikuti arah arus. Saat arus ini bertemu
dengan aliran sungai akan mengalami perlambatan, sehingga sedimen yang terbawa
akan mengendap.
Berdasarkan kondisi oseanografi perairan, dapat dikatakan bahwa sedimen di
muara sungai Banyuasin berasal dari material hulu sungai yang terbawa oleh aliran
sungai. Pernyataan ini dapat dilihat dengan munculnya endapan sedimen yang
membentuk daratan atau delta di depan mulut muara sebagai hasil proses
sedimentasi. Ada pula faktor oseanografi yang sangat mempengaruhi tingkat
sedimentasi dan pembentukan delta di kawasan muara sungai Banyuasin yaitu arah
dan kecepatan arus pasang surut.
Berdasarkan penelitian, bahwa telah terjadi perubahan lahan berupa
pendangkalan atau terbentuknya delta di perairan muara sungai Banyuasin dari tahun
1992 sampai dengan tahun 2003 dengan kecepatan rata-rata perubahan luasan
sebesar 18.4635 hektar pertahun. Pada tahun 2003 sebagian daerah yang telah
mengalami pendangkalan (sedimentasi) pada tahun 1992 telah berubah menjadi
daratan (kawasan bervegetasi).
Berbicara tentang vegetasi, vegetasi di delta Banyuasin ini telah disurvei oleh
Sukristiyono Sukardjo dan lain-lain (1979 & 1984). Seperti yang kita tahu, ada banyak
sekali jenis habitat yang terdapat pada suatu kawasan delta. Hal ini disebabkan oleh
tanah dari delta (khususnya delta banyuasin ini) adalah tanah hasil sedimentasi yang
terbawa oleh arus sungai sehingga tanah disini memiliki tingkat kesuburan yang tinggi.
Salah satu dari vegetasi yang ada di delta banyuasin ini adalah hutan mangrove.
Daerah ini terdiri dari beberapa hutan mangrove yang terluas di Sumatera.
Hutan mangrove adalah hutan yang tumbuh di atas rawa -
rawa berair payau yang terletak pada garis pantai dan dipengaruhi oleh pasang-
surut air laut. Hutan ini tumbuh khususnya di tempat-tempat di mana
terjadi pelumpuran dan akumulasi bahan organik. Baik di teluk-teluk yang terlindung
dari gempuran ombak, maupun di sekitar muara sungai di mana air melambat dan
mengendapkan lumpur yang dibawanya dari hulu. Pada delta Banyasin ini telah
ditemukan lebih dari 30 jenis mangrove, dengan spesies utamanya adalah Rhizophora
mucronata, Rhizophora apiculata, Avicennia alba, Avicennia marina, Sonneratia alba,
Sonneratia acida, Ceriops tagal, Ceriops candoleana dan Xylocarpus sp.
Hutan mangrove bersifat khas, baik karena adanya pelumpuran yang
mengakibatkan kurangnya aerasi tanah, salinitas tanahnya yang tinggi, serta
mengalami daur penggenangan oleh pasang-surut air laut. Hanya sedikit jenis
tumbuhan yang bertahan hidup di tempat semacam ini, dan jenis-jenis ini kebanyakan
bersifat khas hutan mangrove karena telah melewati proses adaptasi dan evolusi.
Hutan mangrove merupakan area penting dan dasar pembibitan bagi berbagai
jenis ikan laut, dan udang. Daerah ini juga merupakan salah satu daerah yang paling
penting bagi unggas air di Indonesia. Telah diketahui sebanyak delapan belas spesies
burung air besar dan 20 spesies burung pantai bermigrasi. Delta juga adalah salah
satu daerah terbanyak akan jenis crustacea di Indonesia.
Adapula kepemilikan atas daerah ini yaitu bagian lahan basah merupakan milik
negara (Pemerintah Indonesia), dan daerah sekitarnya dimiliki oleh penduduk lokal.
Dimana daerah ini banyak dimanfaatkan sebagai areal kegiatan perikanan dan
penebangan skala kecil mangrove oleh penduduk lokal. Daerah ini juga dimanfaatkan
sebagai pemukiman, dan direncanakan sebagai areal pelabuhan. Salah satu dampak
yang ditimbulkan dari tingginya laju sedimentasi yang terjadi di wilayah pesisir
timur Banyuasin ini adalah terbentuknya dan semakin luasnya Pulau Sarang Elang.
Hal ini akan menimbulkan semakin berkurangnya luasan perairan dan akan
mengganggu organisme yang ada serta transportasi kapal.
DAFTAR PUSTAKA
Handayani, Yulifa, dkk (2010). Monitoring Perubahan Luasan Pulau Ekor Tikus
Kabupaten Banyuasin Sumatera Selatan Menggunakan Penginderaan Jauh.
From http://scholar.googleusercontent.com/scholar?q=cache:eMw31oeURswJ:
scholar.google.com/+muara+banyuasin+sedimentasi&hl=id&as_sdt=0,5, 28 Mei
2013
Hendri, Muhammad, dkk (2010). Using Landsat ETM 7 Satellite Image to Analysis of
Land Change and Sedimentation at Banyuasin River, Banyuasin District-South
Sumatera.From http://scholar.Googleusercontent.com/scholar?q=cache:
2QHTNXAF-y4J:scholar. google.com/+sediment+ Banyuasin
+Musi+River+Delta&hl=id&as_sdt=0,5, 27 Mei 2013
Marcel J. Silvius (1986). Banyuasin River Delta. From http://www.arcbc.org.ph/
wetlands/indonesia/idnbanyuasinmusi.htm, 27 Mei 2013
DELTA SUNGSANG SUNGAI LEMATANG
Yuanita Prastika Wuri
230210110070
yuanitaprastika.blogspot.com
Delta adalah tanah datar hasil pengendapan yang dibentuk oleh sungai, muara
sungai, dimana timbunan sediment tersebut mengakibatkan propagradasi yang tidak
teratur pada garis pantai. Sungai akan mengendapkan bebannya di daratan jika tidak
mampu lagi mengangkutnya. Ini dapat terjadi pada lekuk lereng, sisi dalam meander,
pertemuan antara dua aliran sungai, dan pada perubahan graden. Tetapi endapan juga
terjadi jika sungai masuk ke dalam danau atau laut, maka akan terbentuk delta. Syarat
– syarat untuk terbentuknya suatu delta, antara lain :
a) Ada sungai yang menuju ke laut atau danau
b) Lautnya dangkal
c) Gelombang atau arus laut yang ada sangat kecil
d) Tidak ada gerakan tektonik yang menyebabkan penurunan dasar laut atau
dana di tempat muara sungai tersebut
e) Arus pasang surut tidak kuat
f) Dari waktu ke waktu material batuan yang diendapkan di laut atau danau
cukup besar.
Delta memperlihatkan banyak macamnya dalam bentuk dan lekuk. Pada
puncak delta, saluran sungai terbagi dalam beberapa cabang – cabang yang
menyebar dan disebut distribution yang melintang pada permukaan delta melepaskan
endapan pada ujung delta.
Beberapa delta mempunyai kenampakan seperti kipas alluvial, tetapi berbeda –
beda satu sama lain, perbedan tersebut yaitu :
Pengendapan pada delta disebabkan oleh pengurangan kecepatan aliran yang
masuk ke dalam air laut yang tetap (laut atau danau)
Perluasan delta secara vertikal terbatas, air the base level merupakan dari
pertumbuhan ke atas.
Kemiringan permukaan delta dapat diketahui lebih datar daripada besar kipas
alluvial.
Sungai Lematang adalah tergolong sungai yang cukup panjang yakni lebih dari
250 km panjangnya dan bermuara ke Sungai Musi yang akhirnya mengalis sampai ke
laut pantai timur Pulau Sumatera tepatnya di Delta Sungsang, dengan koordinat
2°21'42"S 104°53'49"E.
Secara umum diketahui bahwa nilai rata-rata fraksi sedimen di Sungai
Lematang Delta Sungsang, berkisar 22.77 – 175.35 μm (berada pada kategori lanau
sedang hingga pasir halus), memiliki karakterisitik sedimen dasar dalam bentuk lanau
sedang dengan nilai rata-rata ukuran butir berkisar 20.53 μm – 25.48 μm. Nilai kondisi
pemilahan sedimen berkisar 0.7 – 1.46 phi unit, dengan kondisi pemilahan dominan
poorly dan moderately sorted. Berdasarkan nilai kemencengan sedimen, maka butiran
sedimen cenderung bervariasi dari butiran halus hingga kasar dan didominasi oleh
kondisi simetris dengan kisaran nilai - 0.29 – 0.33. Kondisi ini mengindikasikan
terjadinya percampuran butiran yang kasar dan halus pada lokasi.
Sedangkan biota yang hidup di Sungai Lematang yaitu mollusa, annelida,
makrobentos, ikan, dan plankton. Penelitian tentang kemelimpahan biota sungai relatif
masih jarang, termasuk di sungai-sungai kecil. Umumnya penelitian ini hanya berkaitan
dengan ikan dan manfaat budidayanya. Penelitian biota air, baik berupa makrobentos,
meiobentos, ikan, plankton, epifauna dan motil-fauna dapat digunakan untuk
mengetahui adanya perubahan lingkungan akibat kegiatan manusia (antropogenik).
Makrobentos adalah salah satu indikator kualitas lingkungan akuatik yang dapat
diandalkan. Fauna ini hidup di dalam sedimen, bersentuhan langsung dengan tanah
dan terkena air yang masuk melalui pori-pori sedimen, sehingga tanggapan bentos
terhadap lingkungannya merupakan bentuk adaptasi yang telah berlangsung dalam
jangka panjang. Mollusca umumnya hidup sebagai meiobentos di dalam sedimen,
meskipun ada pula yang hidup di permukaan batuan atau menempel pada makrofita
akuatik. Familia Annelida yang hidup sebagai bentos, hampir selalu dalam bentuk
meiobentos, yakni tertanam di dalam sedimen. Familia ini biasa ditemukan di dataran
rendah, dan seringkali melimpah di badan-badan air yang tercemar secara fisik
maupun kimia.
Berdasarkan hasil pengamatan mikroskopis yang telah dilakukan oleh Effendi
Parlindungan Sagala, komposisi plankton di perairan Sungai Lematang 47 spesies
plankton yang termasuk dalam 7 kategori takson (Cyanophyceae, Chlorophyceae,
Diatomae/ Bacillariophyceae, Flagellata, Rhizopoda, Ostracoda dan Nematoda).
meiobentos di dalam sedimen, meskipun ada pula yang hidup di permukaan batuan
atau menempel pada makrofita akuatik. Familia Annelida yang hidup sebagai bentos,
hampir selalu dalam bentuk meiobentos, yakni tertanam di dalam sedimen. Familia ini
biasa ditemukan di dataran rendah, dan seringkali melimpah di badan-badan air yang
tercemar secara fisik maupun kimia. Kemampuan adaptasinya ini diberikan oleh sistem
respirasi, reproduksi dan nutrisinya. Di samping itu pada tempat-tempat yang tercemar,
ikan sebagai predator utamanya sering tidak dapat bertahan hidup, sehingga Annelida
dapat berkembang biak dengan predasi minimal.
Demikian pentingnya Sungai Lematang tersebut, baik secara ekologis maupun
sosial. Secara ekologis, sungai ini memberikan sumbangan yang demikian besar untuk
habitat berbagai kehidupan biota akuatik baik ukuran mikrobiota maupun makrobiota.
Secara sosial Sungai Lematang memberikan banyak manfaat kepada berbagai pihak
masyarakat mulai dari paling hulu hingga sampai paling hilir sungai. Setiap hari ratusan
mobil truk bahkan damtruk mengangkut mengangkut material dari Sungai Lematang
tersebut ke berbagai wilayah di Sumatera Selatan termasuk ke Palembang. Pada
kehidupan mikrobiota, termasuk organisme plankton adalah sangat penting untuk
menopang kehidupan makrobiota terutama nekton. Organisme nekton, khususnya
ikan-ikan yang hidup dan berkembang biak dalam perairan Sungai Lematang
memberikan sumbangan yang demikian besar pada kehidupan sebagian masyarakat
yang mencari ikan sebagai nelayan di Sungai Lematang mulai dari lokasi paling hulu
sungai di daerah Pagaralam, Kabupaten Lahat melalui tepi kota Lahat hingga Ke
Kabupaten Muara.
Kondisi Sungai Lematang secara umumnya ketika mengalir dari hulu sekitar
daerah Pagaralam bila tidak ada hujan, maka airnya cukup bening dan banyak nelayan
yang mencari ikan. Namun pada kondisi hujan apalagi hujan yang cukup lama pada
musimnya, badan air menjadi keruh dan bertambah dalam sekitar 2 meter hingga 6
meter bahkan lebih. Ketika musim kemarau yang panjang debit air sungai menjadi
semakin kecil dengan kedalam sungai 3bagian terdalam sekitar 2 – 3 meter dan
bagian tepi rata-rat sekitar 0,5 meter. Pada kedalaman yang rendah pada musim
kemarau semakin kehilir kualitas air diduga akan semakin jelek. Keadaan Sungai
Lematang pada masa yang akan datang akan mendapat beban yang semakin
bertambah berat karena beban Sungai Lematang akan semakin berat karena aktivitas
lain yang telah menunggu waktu operasionalnya pada bebrapa tahun ke depan.
Aktivitas lainnya yang dimaksud adalah banyak tambang batubara yang sekarang ini
sedang menunggu selesainya pembuatan jalan tambang agar mereka beroperasi
menambang. Lokasi tambang yang baru tersebut mulai dari Kabupaten Lahat hingga
ke Kabupaten Muara Enim yang jumlahnya puluhan perusahaan tambang di masing-
masing kabupaten.
DAFTAR PUSTAKA
Allen JRL. 1985. Principles of Physical sedimentology. Department of Geology,
University of Reading. London: George Allen and Unwin.
[CHL]Coastal Hydraulic Laboratory 2002. Coastal Engineering Manual, Part III.
Washington DC: Department of the Army. U.S. Army Corp of Engineers.
Dyer, K.R., 1986. Coastal and Estuarine Sediment Dynamics, John Wiley dan Sons
Ltd, New York.
Effendi Parlindungan Sagala, 2002, Indeks Keanekaragaman dan Saprobik Plankton
dalam menilai Kualitas Air Sungai Lematang, di Desa Tanjung Muning,
Kecamatan Gunung Megang, Kabupaten Muara Enim, Surakarta.
Faturahman, A., dan Wahyu M., 1992, Prosedur Pengerjaan Preparasi Contoh Untuk
Berbagai Analisis, Pusat pengembangan Geologi Kelautan, Bandung.
Komar, P. D. 1976. Beach Processes and Sedimentation, New Jersey: Geological
Societyof London, Special Publication 139, p. 167– 176.
Winarno, K., dan Okid, 2002, Pemantauan Kualitas Perairan Rawa Jabung
berdasarkan Keanekaragaman dan Kekayaan Komunitas Bentos, Surakarta.
DELTA BERBAK, JAMBI
Heri Abrianto
230210110050
http://blogs.unpad.ac.id/heriabrianto/2013/05/28/delta-berbak-jambi/
Delta berbak merupakan salah satu delta yang ada di pulau sumatera,
Indonesia tepatnya ada di desa berbak provinsi jambi. Luas delta berbak ini sekitar
60.000 ha. Luasnya delta berbak ini menjadi potensi besar bagi bangsa Indonesia dan
memberikan daya tarik bagi pemerintah untuk memanfaatkan delta berbak ini.
Gambar. Lokasi Delta Berbak, Jambi
(Sumber : Google earth)
Daerah delta tersebut kemudian dikembangkan untuk lahan sawah melalui
proyek pengembangan persawahan pasang surut. Pemerintah melakukan pembukaan
lahan pasang surut di Provinsi Jambi, yang sebagian besar terdiri dari lahan sulfat
masam dimulai tahun 1969 (IPB, 1969; Litbang Transmigrasi, 1972; Satari, 1979)
untuk Proyek Pembukaan Persawahan Pasang Surut (P4S) dan BP-P3S (Badan
Pelaksana Proyek Pengairan Pasang Surut) yang dilanjutkan dengan ISDP (Integrated
Swamp Development Project). Sampai Pelita VI (1996/1997) pemerintah telah
membuka dan mengembangkan lahan rawa di Popinsi Jambi seluas 77.746 hektar
untuk rawa pasang surut dan dan 7.436 hektar untuk rawa non pasang surut (Bappeda
Provinsi Jambi, 2000).
Delta berbak ini dikembangkan secara besar-besaran untuk persawahan
melalui proyek pengembangan persawahan pasang surut. Menurut Proyek
Pembukaan Persawahan Pasang Surut (P4S) tahun 1973, Permasalahan yang
ditemukan dalam pembukaan lahan pasang surut (tidal swamp areas) di delta berbak
antara lain : tanah tersebut memiliki lapisan atas mentah dan daya sangganya rendah,
kurangnya aksesibiltas transportasi, sebagian besar areal ditutupi oleh lapisan bahan
organik dengan tingkat kematangan fibrik dan kandungan hara yang rendah, drainase
sangat jelek dan air tergenang.
Untuk memperbaiki keadaan tersebut di atas maka dilakukan drainase dengan
membuat saluran yang diharapkan dapat membuang kelebihan air dan masuknya air
pasang. Akan tetapi sebagai akibat dari pembuatan saluran dan tanggul (jalan) dalam
pembukaan lahan pertanian pada lahan pasang surut adalahturunnya muka air tanah.
Dengan turunnya muka air tanah menyebabkan terjadinya subsiden, pematangan
tanah, pematangan gambut dan yang sangat berbahaya adalah lapisan bahan sulfidik
mengandung pirit (FeS2), bila teroksidasi akan menghasilkan ion H+ dan ion SO42- yang
mengakibatkan tanah yang mengandung bahan sulfidik menjadi tanah sulfat
masam yang sangat masam. (Van Breemen, 1975; Dent, 1986; Widjaja-Adhi et al.,
1992).
Keadaan sangat masam meningkatkan kelarutan ion Al3+, Fe2+, dan Mn2+
meningkat dan mendesak kation-kation basa seperti Ca2+, Mg2+, K+ dan Na+ keluar
dari komplek jerapan tanah. Tanah sulfat masam yang mengalami berbagai proses
oksidasi, reduksi, pengeringan, penggenangan, pencucian oleh banjir secara berulang
setiap tahun telah mempengaruhi kandungan pirit terutama pada tanah lapisan atas
yang mengakibatkan penurunan dan perubahan pada beberapa karakteristik tanah
akan mempengaruhi produktivitas tanah sulfat masam (Syilla et al., 1992).
Pernyataan tersebut didukung Yulianti dalam skripsinya yang berjudul
“Keracunan Aluminium Pada Tanah Sawah Dari Bahan Induk Sedimen Mangrove di
Rantau Rasau, Delta Berbak, Jambi” mengatakan bahwa kegiatan pembangunan
sawah dan drainase pada daerah rawa-rawa bergambut dengan ketebalan 0.5-2 meter
menyebabkan turunnya permukaan air tanah sehingga menyebabkan terjadinya
penurunan permukaan tanah gambut (subsidence) atau gambut menjadi kering
sehingga mudah terbakar atau dibakar pada saat pembersihan lahan. Sebagai
akibatnya lahan diusahakan untuk pemanfaatan yang sebagian besar lapisan gambut
telah hilang dari permukaan tanah.
Istilah tanah sulfat masam digunakan untuk menggantikan istilah “Katteklai” (cat
clay) yang dulu umum digunakan di Belanda. Istilah cat clay pertama kali dikemukakan
oleh para petani Belanda untuk mencirikan tanah rawa yang bermasalah ketika
dikeringkan dan umumnya tidak subur. Tanah tersebut dicirikan dengan adanya bercak
kuning pucat. Sejalan dengan ilmu pengetahuan secara mineralogi bercak kuning
pucat tersebut dikenal sebagai mineral jarosit yang merupakan rekristalisasi dari
bahan-bahan hasil oksidasi dari mineral pirit dengan kation-kation dari tanah
(Bloomfield and Coulter, 1973).
Tanah sulfat masam dicirikan oleh pH yang sangat rendah (<3.5) diikuti dengan
rendahnya ketersediaan kation-kation di kompleks jerapan serta rendahnya
ketersediaan unsur hara P, selain itu kelarutan unsur yang dapat meracuni tanaman
meningkat sangat tinggi. Pada lahan sulfat masam hanya rumput purun kudung
(Eleocharis sp) dan pohon gelam (Melaleuca cajuput) serta salah satu jenis paku-
pakuan yang dapat berkembang pada kondisi tersebut.
Dari hasil pengamatan morfologi tanah di selta berbak, Yulianti dalam
skripsinya menyatakan bahwa Hasil pengamatan morfologi tanah dari hasil pemboran
terlihat bahwa pada kedalaman (0-70) cm tanah masih masif, tanah tidak berstruktur,
bahan organik =30% dan banyak air. Pada contoh tanah terdapat perubahan warna
yaitu pada kedalaman (0-45) cm tanah berwarna kelabu pucat, sedangkan pada
kedalaman (>45) cm tanah berwarna kelabu tua. Berdasarkan hasil penelitian
didapatkan bahwa pada analisis tekstur tanah sulfat masam tergolong liat, hal ini
menunjukkan bahwa presentase liat tinggi yang berkisar antara (60.59-82.99) persen.
Dan dari hasil analisis kimia tanah diketahui kandungan basa-basa K, Na, Ca
dan Mg di delta berbak terlihat sangat rendah, di mana total basa-basa hanya berkisar
antara 3-4 me/100g tanah yang dibandingkan dengan nilai KTK tanah tersebut berkisar
20-30 me/100g. Di delta berbak, Jambi tersusun dari mineral liat smektit dan illit serta
group kaolinit. Oleh karena itu nilai KTK tanah cukup tinggi.
Penelitian yulianti juga mengatakan bahwa pH tanah sangat berfluktuasi
menurut musim. Apabila pH di atas 5.5 maka Al akan mengendap menjadi Al(OH)3 dan
tidak meracuni tanaman dan apabila pH tanah atau air berubah dari pH 5.5 menjadi
lebih rendah satu satuan pH maka Aluminium akan meningkat sangat drastis. Pada
kondisi itu Aluminium di larutan tanah merupakan unsur yang sangat beracun bagi
tanaman.
Pada awal musim hujan pH sangat rendah dan meningkat sampai akhir musim
hujan. Kandungan unsur hara makro dan mikro juga rendah sehingga perlu usaha
perbaikan tanah agar lahan sulfat masam di delta berbak, jambi dapat digunakan untuk
usaha pertanian.
Kandungan Fe2O3pada tanah sulfat masam di delta berbak tergolong rendah
sekitar 2% sehingga Fe2O3 bukan sebagai sumber keracunan bagi tanaman.
Sementara itu kandungan Al-dd pada pH 4.2 mencapai 30-40 me/100g. Kadar Al-dd
yang tinggi ini menjadi permasalahan utama di tanah sulfat masam karena dengan
jumlah sebanyak itu Al menjadi racun bagi tanaman.
Jadi menurut yulianti bahwa penyebab tidak suburnya tanaman yang tumbuh di
delta berbak jambi ini adalah karena tanaman tersebut keracunan akibat kadar
aluminium yang tinggi. Sumber Al yang tinggi berasal dari hancurnya struktur mineral
liat type 2:1 pada saat pH tanah sangat rendah akibat oksidasi pirit yang menghasilkan
asam sulfat.
Akibat dari reklamasi yang terjadi di delta berbak ini selain mengalami
perubahan pH Asmadi Sa’ad dalam jurnal penelitiannya yang berjudul “Changes of
Characteristics Tidal Swamp Area (Case Study Reclamation in Berbak Delta, Jambi)”
menyatakan Reklamasi lahan pasang surut untuk pertanian telah menyebabkan
perubahan terhadap karakteristik tanah terutama pada ketebalan bahan organik.
Setelah sepuluh tahun pertama (1973-1984) reklamasi lahan pasang surut terjadi
penurunan ketebalan bahan organik 19 cm (1,87 cm/tahun) dan kurun waktu
(1984-2008) terjadi penurunan ketebalan bahan organik 10 cm (0.42 cm/tahun).
Menurut Asmadi penurunan ketebalan bahan organik pada lahan pasang surut setelah
reklamasi sangat dipengaruhi oleh posisi ketinggian dan terluapi atau tidak oleh air
pasang.
DAFTAR PUSTAKA
Saraswati, Yulianti Eny Kusuma. 2007. “Keracunan Aluminium Pada Tanah Sawah
Dari Bahan Induk Sedimen Mangrove di Rantau Rasau, Delta Berbak, Jambi”.
FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Sa’ad, Asmadi , Supiandi Sabiham, Atang Sutandi, Basuki Sumawinata, dan M.
Ardiansyah. 2011. “Changes of Characteristics Tidal Swamp Area (Case Study
Reclamation in Berbak Delta, Jambi)”. Fakultas Pertanian, Universitas Jambi
Bappeda Provinsi Jambi. 2000. Potensi, Prospek dan Pengembangan Usaha Tani
Lahan Pasang Surut. Laporan hasil seminar Penelitian dan Pengembangan
Pertanian Lahan Pasang Surut Provinsi Jambi, Kuala Tungkal , 27 – 28 Maret
2000. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, DEPTAN.
Van Breemen, N. 1979. Acidification and deacidification of coastal soils as a result of
periodic flooding. Proceeding SSSA Vol 39, 1153-1157.
Dent, D. 1986. Acid Sulphate Soils: a baseline for research and development. ILRI.
Wageningen. 202p.
Widjaya Adhi, I.P.G., K Nugroho, S. Didi Ardi, dan A. Syarifudin Karama. 1992.
Sumber daya lahan rawa: Potensi, keterbatasan dan pemanfaatan. Pusat
Penelitian dan Pengembangan Pertanian DEPTAN.
Syilla, M., N.van Bremeen, L.O. Fresco, C.Dixon and A.Stein. 1992. Temporal and
spatial variability of soil constraints affecting rice production along the Great
Scarcies mangrove swamps, Sierra Leone. Selected Papers of the Ho Chi Minh
City Symposium on Acid Sulphate Soils, March 1992. ILRI Publication 53 :
247-259. ILRI Netherland.
Bloomfield, C and J. K. Coulter. 1973. Genesis and Management of Acid Sulfate Soils.
Adv. Agronomy. 25: 266-273. Acad. Press. Inc., New York and London.
DELTA TELANG MUSI-BANYUASIN
Agustinus Bagus Tri Prasetyo
230210110004
Agustinusbgs.blogspot.com
Indonesia adalah Negara kepulauan yang memiliki sekitar 17.000 buah pulau.
Wilayah pesisir dan luas laut mencakup sekitar 3,1 juta km2 dan ZEE 5,8 juta km2.
Dan garis pantai memuat habitat yang sangat bervariasi (81.000 km2), kedua setelah
Canada. Wilayah pesisir adalah wilayah interaksi antara lautan dan daratan. Wilayah
ini sangat potensial sebagai modal dasar pembangunan Indonesia. Pemanfaatan dan
pengelolaan wilayah pesisir yang baik menjadikan wilayah pesisir sebagai salah satu
komoditi Indonesia. Maka dari itu, dalam hal ini tentu diperhatikan pula faktor – faktor
yang berdampak terhadap lingkungan pesisir, seperti : sedimentasi.
Sedimen sangat berpengaruh dan banyak dijumpai dalam semua kehidupan,
terutama di daerah muara sungai. Sedimen di muara sugai memiliki manfaat dan ada
juga kerugian yang ditimbulkan. Indonesia terdapat banyak delta salah satunya terletak
di provinsi Sumatera Selatan di Sungai Musi- Banyuasin delta tersebut bernama Delta
Telang.
Kawasan KTM Telang meliputi dua delta, yaitu Delta Telang I dan Delta Telang
II yang dipisahkan oleh Sungai Telang. Delta Telang I dan Delta Telang II diapit oleh
empat sungai besar, yaitu Sungai Musi di sebelah timur, Sungai Banyuasin di sebelah
barat, serta Sungai Sebalik dan Sungai Gasing di sebelah selatan. Bagian utara dari
kedua delta tersebut berbatasan dengan Terusan PU dan Selat Bangka. Di sebelah
utara Terusan PU merupakan Kawasan SECDe (South Sumatra Eastern Corridor
Development).
Secara administratif, Delta Telang I yang memiliki luas 26.680 ha termasuk
dalam wilayah Kecamatan Muara Telang, Banyuasin II, dan Makarti Jaya. Sedangkan
Delta Telang II yang memiliki luas 13.800 ha termasuk dalam wilayah Kecamatan
Tanjung Lago yang merupakan kecamatan baru hasil pemekaran dari Kecamatan
Talang Kelapa dan Kecamatan Muara Telang. Kecamatan Tanjung Lago terbentuk
pada tanggal 12 Desember 2006.
Delta Telang I terbagi atas 20 desa, yaitu Desa Sumber Jaya, Marga Rahayu,
Sumber Mulyo, Panca Mukti, Telang Jaya, Mukti Sari, Mukti Jaya, Mekar Sari, Telang
Makmur, Sumber Hidup, Telang Rejo dan Desa Telang Karya yang merupakan desa-
desa eks UPT (Unit Permukiman Transmigrasi). Desa Karang Anyar, Talang Lubuk,
Terusan Dalam, Terusan Tengah, Muara Telang, Karang Baru, Muara Baru, dan Desa
Upang Jaya merupakan desa-desa eks Marga.
Delta Telang II terbagi atas 12 desa, yaitu Desa Telang Sari, Purwosari, Mulya
Sari, Banyu Urip, Bangun Sari, Sumber Mekar Mukti, Suka Damai, Suka Tani, dan
Desa Muara Sugih yang merupakan desa-desa eks UPT. Sedangkan Desa Tanjung
Lago, Sri Menanti, dan Desa Kuala Puntian merupakan desa-desa eks Marga.
Secara Geografis Daerah
Telang terletak pada 02o29’ sampai
02o 48’ LS dan 104o 30’sampai
104o52’ BT. Secara umum Telang
terletak di sebelah Utara berbatasan
dengan Selat Bangka, sebelah Selatan
berbatasan dengan Sungai Sebalik,
sebelah Timur dengan Sungai Musi
dan sebelah Barat berbatasan dengan
Sungai Telang. Secara Administratif
Telang terletak di Kecamatan Muara
Telang Kabupaten Banyuasin dengan
luas areal reklamsi 26.680 Ha
Delta yaitu tanah datar hasil
pengendapan yang dibentuk oleh
sungai, muara sungai, dimana
timbunan sediment tersebut mengakibatkan propagradasi yang tidak teratur pada garis
pantai (Coleman, 1968; Scott & Fischer, 1969).
Sungai akan mengendapkan bebannya di daratan jika tidak mampu lagi
mengangkutnya. Ini dapat terjadi pada lekuk lereng, sisi dalam meander, pertemuan
antara dua aliran sungai, dan pada perubahan graden. Tetapi endapan juga terjadi jika
sungai masuk ke dalam danau atau laut, maka akan terbentuk delta.
Syarat – syarat untuk terbentuknya suatu delta, antara lain :
a) Ada sungai yang menuju ke laut atau danau
b) Lautnya dangkal
c) Gelombang atau arus laut yang ada sangat kecil
d) Tidak ada gerakan tektonik yang menyebabkan penurunan dasar laut atau
danau di tempat muara sungai tersebut
e) Arus pasang surut tidak kuat
f) Dari waktu ke waktu material batuan yang diendapkan di laut atau danau
cukup besar.
Delta memperlihatkan banyak macamnya dalam bentuk dan lekuk. Pada
puncak delta, saluran sungai terbagi dalam beberapa cabang – cabang yang
menyebar dan disebut distribution yang melintang pada permukaan delta melepaskan
endapan pada ujung delta.
Beberapa delta mempunyai kenampakan seperti kipas alluvial, tetapi berbeda –
beda satu sama lain, perbedan tersebut yaitu :
Pengendapan pada delta disebabkan oleh pengurangan kecepatan aliran yang
masuk ke dalam air laut yang tetap (laut atau danau)
Perluasan delta secara vertikal terbatas, air the base level merupakan dari
pertumbuhan ke atas.
Kemiringan permukaan delta dapat diketahui lebih datar daripada besar kipas
alluvial.
Adapun kerugian yang lain antara nya pengerukan yang harus dilakukan agar
aliran sungai lancer dan pengerukan tersebut pastinya menguras dana yang besar
tiap tahun nya.Walaupun tidak semua dampak yang ditimbulkan adalah dampak
negatif, seperti dalam jangka panjang sedimentasi dalam jutaan tahun kembali akan
mengahasilkan mineral yang berguna untuk energy seperti minyak dan gas alam atau
seperti pengendapan yang terjadi di sungai, banyak yang menggali dan menambang
pasir di darerah sungai. Selain itu juga pada delta telang sungai musi mengandung
sulfat yang masam ini merupakan sumber daya yang berpotensi untuk dimanfaatkan
walaupun sulit dalam pelaksaannya karena kesuburan yang sangat rendah. Tumpukan
sedimen ini juga rentan meningkatkatnya keasaman tanah yang cukup hebat.
Minyak memiliki daya jual tinggi dan manfaat yang besar yaitu sebagai bahan
bakar motor, dan penggerak industry. Gas merupakan bahan untuk perapian rumah
tangga, dan pasir sangat bermanfaat sebagai bahan bangunan, pasir yang berasal dari
sedimen sungai lebih memiliki kualitas yang tinggi dibanding dengan yang lain nya
karena sedimentsi menyebabkan kualitas pasir menjadi bagus untuk bahan bangunan
dan untuk membuat jalan. Adapun yang lebih hebat sedimen sungai kadang
mengandung bahan tambang yang sangat mahal dipsaran misalnya emas.
Pemanfaatan lahan pada delta Telang sesuai dengan kedaaannya, yaitu
sebagian besar wilayahnya merupakan daerah rawa pasang surut, penggunaan lahan
yang dominan di kawasan tersebut adalah pertanian tanaman pangan, perkebunan
kelapa dan tanaman keras serta kebun campuran. Selain itu, juga ada lahan yang
dimanfaatkan untuk konservasi mangrove.
Mata pencaharian penduduk eks transmigran sebagian besar sebagai petani,
sedangkan mata pencaharian dominan Suku Bugis adalah sebagai petani tanaman
kelapa dan pedagang, sedangkan mata pencaharian penduduk lokal pada umumnya
sebagai pedagang, namun ada juga yang mata pencahariannya sebagai petani dan
nelayan.
Penduduk yang bekerja pada sektor pertanian merupakan yang dominan, yaitu
hampir 89 persen dari total penduduk, sedangkan yang bekerja pada sektor
perdagangan dan jasa masing-masing kurang dari 1 persen. Penduduk yang bekerja
sebagai buruh cukup banyak (8%), baik sebagai buruh tani maupun buruh non
pertanian.
DELTA UPANG DI SUMATERA SELATAN
ESMI SARAH
230210110017
http://blogs.unpad.ac.id/esmi/2013/05/28/delta-upang-di-sumatera-selatan/
Sungai adalah suatu saluran yang dialiri oleh air yang mengangkut material-material
atau partikel-partikel sedimen. Material tersebut merupakan hasil dari pelapukan yang
tererosi oleh air sungai, sehingga sungai berfungsi untuk merendahkan maupun
meninggikan daratan agar tercapai posisi seimbang. Delta merupakan suatu dataran berupa
pengendapan material sedimen yang dibawa oleh aliran sungai dan diendapkan pada mulut
lembah atau muara bagian hilir yang masuk ke danau atau laut. Proses pembentukkan delta
ini dipengaruhi oleh proses laut dan proses fluvial. Proses laut ialah proses yang merusak
sedimentasi karena adanya arus air laut yang menyebabkan hancurnya sedimen yang
terakumulasi di muara sungai tersebut. Sementara proses fluvial ialah proses yang
membangun sedimentasi. Sedimen-sedimen yang telah terakumulasi di muara sungai tidak
terkikis oleh arus air laut pada proses fluvial ini.
Adapun faktor-faktor yang mendukung terbentuknya suatu delta, sebagai berikut :
1. Arah aliran sungai yang menuju ke danau atau laut
2. Kecepatan aliran di muara minimum dan air di muara tenang
3. Kedalaman laut dangkal
4. Gelombang atau arus laut yang ada sangat kecil
5. Arus pasang surut tidak kuat
6. Tidak ada pengaruh dari gerakan tektonik yang dapat menyebabkan penurunan
dasar danau atau laut di muara sungai tersebut
7. Material batuan yang diendapkan di danau atau laut dalam jumlah yang cukup
banyak dan dalam waktu yang cukup lama
Di Indonesia terdapat delta yang terbentuk melalui sungai-sungai besar, diantaranya
adalah Delta Sungai Brantas yang berada di Jawa Timur, Delta Sungai Mahakam di
Kalimantan, Delta Membrano di Papua, Delta Bengawan Solo di pulau Jawa dan Delta
Sungai Musi di pulau Sumatera. Sungai Musi merupakan salah satu sungai besar dan
terpanjang di pulau Sumatera. Dengan panjang 460 km, tepatnya terletak di provinsi
Sumatera Selatan, Indonesia. Sungai ini membelah provinsi Sumatera Selatan dari Timur ke
Barat yang bercabang–cabang dengan delapan anak sungai besar seperti Sungai
Komering, Ogan, Lematang, Kelingi, Lakitan, Semangus Rawas dan Batang hari Leko.
Sungai Musi membentuk tiga delta, yaitu delta Telang, delta Upang dan delta Saleh,
yang mana ketiganya terletak di Selat Bangka. Hal ini menyebakan perkembangan bentang
alam yang terjadi di wilayah tersebut didominasi oleh proses fluvial. Selain itu juga arus laut
yang berasal dari Laut Cina Selatan yang mengarah ke delta sungai Musi relatif kecil akibat
adanya pulau Bangka yang menjadi penghalang, sehingga kecenderungan akumulasi
sedimen di muara sungai lebih besar dan optimal.
Berdasarkan kesimpulan yang diambil dari disertasi yang berjudul ”Mineralogi
Sedimen Kuarter dari Dataran Aluvium Palembang Pada Jalur Delta Upang – Cintamanis
Sumatera Selatan” oleh Rachmat Hardjosoesastro, dikatakan bahwa perbandingan profil
sedimen klastik pada delta Upang dengan profil pada Cintamanis terdapat pada sifat
mineraloginya. Pada Cintamanis, susunan mineral pada sedimen didominasi oleh bahan
tersier kuarsa. Dataran aluvium pantai rawa-rawa Palembang pada jalur delta Upang –
Cintamanis dibangun dari lapisan endapan klastik tebal yang ditutupi oleh endapan mineral
bergambut dengan ketebalan kurang dari satu meter. Pada delta Upang sendiri sedimen
yang terbentuk memiliki komposisi campuran dari bahan vulkanik (gelas volkan, augit,
hiperstan) dan bahan tua (kuarsa). Selain itu besar butir sedimen klastik di delta Upang ini
berupa bahan halus liat dan lempung berbentuk suatu barrier oleh flokulasi dan pengaruh
ombak laut.
Secara fisiografis delta dibagi menjadi tiga, yaitu Upper Delta Plain, Lower Delta
Plain dan Sub – aqueous Delta. Upper Delta Plain adalah delta yang tidak dipengaruhi oleh
arus air laut dan datarannya didominasi oleh alluvial atau sedimen yang terakumulasi oleh
sungai. Lower Delta Plain adalah delta yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Delta
akan terlihat ketika terjadi surut, sedangkan saat pasang delta tidak akan terlihat atau akan
tenggelam. Hal ini merupakan hasil dari proses fluvial dan proses laut. Sementara Sub –
aqueous delta ialah delta yang berada di bawah permukaan laut dan karakter–karakternya
dipengaruhi oleh proses laut. Delta sungai musi sendiri, termasuk delta Upang
diklasifikasikan kedalam Upper Delta Plain, yang berarti bahwa delta Upang ini hanya
dipengaruhi oleh proses fluvial dan tidak dipengaruhi oleh proses laut (arus air laut).
Sedangkan secara stratigrafi delta Upang dikatakan sebagai Topsets Beds. Hal ini
dikarenakan pada delta Upang dan delta sungai musi lainnya sedimen yang terakumulasi
cenderung horizontal atau datar dan terletak pada Upper Delta Plain. Selain tipe ini, ada
juga dua tipe lain yaitu Foreset Beds dan Bottomset Beds. Foreset Beds ialah sedimen yang
berbentuk miring atau agak curam dan terdapat di Sub – aqueous Delta Plain serta terdapat
gradasi dari kasar hingga halus saat mengalir ke laut. Sedangkan Bottomset beds selalu
berada di dasar laut dan sedimennya agak miring serta tidak terlalu curam.
Bentang alam dari delta sungai musi antara lain ialah meander, daratan banjir,
tanggul alam dan delta. Meander merupakan bentuk sungai yang berkelok-kelok dari mulai
hulu sungai musi itu sendiri. Di bagian hulu, volume dan juga tenaga air kecil dan belum
terjadi pengendapan. Pada bagian tengah sungai musi, aliran air mulai melambat dan
membentuk meander dikarenakan daratan yang berbentuk datar. Proses meander terjadi
pada bagian dalam maupun luar tepi sungai. Sementara di bagian sungai musi yang
alirannya cepat akan terjadi pengikisan sedangkan pada bagian tepi yang alirannya lamban
akan terjadi pengendapan. Proses ini akan terjadi dalam waktu yang lama sehingga dapat
membentuk meander. Meander sungai musi terbentuk di bagian hilir, dimana pengikisan dan
pengendapan terjadi secara berturut–turut. Hal ini dikarenakan proses pengendapan yang
terjadi secara terus–menerus akan membuat kelokan sungai terpotong dan terpisah dari
aliran sungai. Sehingga terbentuk kelokan–kelokan yang disebut dengan oxbow lake.
Pada sungai Musi sering terjadi luapan air hingga ke tepi sungai ketika terjadi hujan
lebat. Saat air surut, bahan–bahan yang terbawa oleh air sungai akan terendapkan di tepi
sungai sehingga terbentuk suatu dataran di tepi sungai. Kemudian timbul material–material
kasar yang berada di tepi sungai yang menyebabkan sungai musi menjadi lebih tinggi
dibandingkan dengan dataran banjir yang terbentuk. Bentang alam inilah yang disebut
dengan tanggul alam. Saat mendekati muara, aliran air sungai musi ini menjadi lambat yang
mendukung proses pengendapan sedimen di wilayah tersebut. Pasir–pasir akan
terendapkan sementara tanah liat dan lumpur akan tetap terbawa oleh aliran air. Dalam
jangka waktu yang lama akan terbentuk dataran luas yang terdiri dari lapisan–lapisan
sedimen yang membentuk suatu delta yang berada di muara sungai musi. Delta ini
berbentuk segitiga dengan tepi luar yang tererosi dan salinitas beberapa laguna yang
meningkat karena saluran sungai di selat Bangka bertambah.
DAFTAR ACUAN
Hastriawan, Hedi. Delta Sungai Musi. http://hedihastriawan.wordpress.com/geologi-dasar-
3/delta-sungai-musi/
http://www.sumselprov.go.id/index.php?module=content&id=6
Juner, Angga. 2010. Delta Sungai Musi. http://angghajuner.blogspot.com/2010/10/delta-
sungai-musi.html
Thok, Tugino. Daftar Nama Delta di Indonesia. http://mastugino.blogspot.com/2012/
09/daftar-nama-delta-di-indonesia.html
DELTA AIR SALEH
Leo Arswendo Simbolon
230210110056
http://blogs.unpad.ac.id/leosimbolon/2013/05/26/delta-air-saleh/
Dari hasil survai di lapangan dan mengambil data kantor kepala desa, secara
geografis Air Saleh terletak 105o02’31”BT sampai dengan 105o33’66” BT 2o20’10” LS
sampai dengan 3o07’43” LS. Batasan delta ini sebelah utara dengan Selat Bangka,
sebelah selatan berbatasan dengan sungai Musi dan areal transmigrasi Cinta Manis
sebelah timur berbatasan dengan Sungai Saleh, sedangkan sebelah barat berbatasan
dengan sungai Upang.
Delta Saleh secara administratif terletak di Kecamatan Mura Padang terdiri dari
5 desa yaitu Desa Sri Mulyo, Srikaton, Sidoardjo, Saleh Agung, Bintaran, sedangkan
kecamatan Mekrti Jaya 5 desa yaitu Damar Wulan, Enggal Rejo, Saleh Jaya, Saleh
Mulyo. Luas delta ini lebih kurang 19,090 ha, mulai ditempati transmigrasi pada tahun
1979 sampai 1981).
Daerah studi termasuk dalam klas iklim C1 menurut klasifikasi Oldeman (1980)
dengan suhu rata-rata bulanan 32 °C. Curah hujan bulanan pada tahun 2003 saat
musim hujan mencapai 250-460 mm/bulan (Oktober-April). Sebaliknya pada musim
kemarau curah hujan bulanan rendah kurang dari 200 mm/bulan.
Delta Saleh merupakan lahan pasang surut yang sudah direklamasi dan mulai
ditempati transmigrasi pada tahun 1981. Menurut Litbang Pertanian (1999),
berdasarkan tipe hidrotopografinya lahan di Delta Saleh mempunyai tipe luapan B
seluas 1.856 ha, tipe C seluas 5.630 ha, dan tipe D seluas 2.944 ha. Lahan yang
dominan adalah lahan potensial seluas 9.438 ha, dan lahan Sulfat Masam 992 ha.
Sumberdaya air pertanaman padi pada delta tersebut mengandalkan hujan
sebagai input utama, di samping air dari jaringan terutama ketika pasang. Berdasarkan
ketersediaan airnya, lahan usaha responden dapat digolongkan ke dalam empat tipe
luapan, yaitu tipe pertama merupakan tipe lahan yang selalu terluapi oleh air pasang,
baik pasang besar maupun kecil, tipe yang kedua, lahan selalu terluapi oleh air pasang
besar saja, tetapi tidak terluapi oleh pasang kecil atau pasang harian, tipe ketiga lahan
tidak terluapi oleh air pasang besar, tetapi air tanah berada < 50 cm dari permukaan
tanah dan tipe keempat lahan tidak terluapi oleh air pasang dan air tanah berada pada
kedalaman >50 cm dari permukaan tanah. Untuk tipe pertama dan kedua, kondisi
ketersediaan air terutama untuk musim tanam I, tidak menjadi masalah. Sedangkan
untuk tipe ketiga dan keempat, ketersediaan air menjadi faktor pembatas, terutama
untuk tipe keempat yang adakalanya, untuk lokasi lahan yang tinggi, air tidak masuk ke
lahan. Sehingga hanya mengandalkan air hujan sebagai sumber pengairannya.
Akibatnya apabila awal musim hujan terlambat, bisa terjadi kekeringan di lahan.
Pada lahan-lahan yang rendah, kemungkinan air pasang menggenangi lahan.
Pada kondisi lahan seperti ini, pertanaman dapat dilakukan hampir sepanjang tahun,
karena air tersedia, seperti yang terjadi di Desa Telang Karya (Delta Telang I). Di Desa
Telang Karya, TAM (tata air mikro) berfungsi dengan baik, demikian pula dengan pintu
airnya, sehingga lahan petani mendapat cukup air untuk pertanamannya. Sedangkan
apabila terjadi hujan besar dan pasang, air yang masuk ke lahan, akan surut kembali
diantaranya lewat gorong-gorong yang tersedia pada setiap lahan petani menuju
saluran tersier.
Banjir dan genangan terjadi pada saat curah hujan tinggi, yang biasa juga
diikuti dengan pasang besar. Sesuai penuturan responden sebelumnya bahwa puncak
musim hujan pada bulan Desember, maka menurut sebagian besar responden bulan
Desember dapat terjadi banjir dan genangan, yang dipicu dengan jumlah hujan yang
banyak dan tingginya pasang.
Tinggi genangan bervariasi dari < 30 cm hingga > 1 m. Pada saat pasang tinggi
ataupun curah hujan tinggi, kondisi genangan di pekarangan < 30 cm, sedangkan di
lahan > 0.5 m. Mengenai lama genangan, umumnya menurut petani, genangan akan
surut secara cepat di Delta Air Saleh. Lama genangan umumnya beberapa jam
(kurang dari satu hari), meskipun ada juga yang menjawab kurang dari satu jam atau
lebih > 1 hari. Lahan lebih lama tergenang, biasanya karena posisi lahan berada di
bawah.
Area studi ini secara hidrologis berada pada kawasan estuari Sungai Sugihan,
Sungai Kumbang dan Sungai Saleh. Pasang surut harian lebih disebabkan akibat dari
pengaruh pasang surut laut dibandingkan akibat dari fluktuasi debit sungai dan curah
hujan.
Di lahan rawa pasang surut Delta Saleh ternyata memiliki rekaman kekeringan
terparah yang hampir sama dengan lahan sawah irigasi biasa. Kekeringan yang
dirasakan pada tahun-tahun terjadinya El-Nino, dirasakan pula di sini, berupa
kekeringan yang panjang dengan menurunnya produksi padi dan pada sebagian lahan
terjadi kebakaran. Menurut responden, kekeringan terparah terjadi pada tahun 1982,
1994, dan 1997.
Angin kencang biasanya terjadi pada saat musim hujan, terjadinya angin
kencang bersamaan dengan saat puncak musim hujan yaitu Bulan Desember. Menurut
responden, di wilayah ini angin kencang biasa terjadi pada bulan-bulan Juli hingga
Maret, dengan pendapat terbanyak pada bulan Desember. Menurut responden, tahun-
tahun terjadinya angin kencang juga terjadi pada tahun 1994 dan 1997. Kejadian angin
kencang pada tahun-tahun tersebut dapat merupakan pemicu meluasnya kebakaran
lahan di wilayah ini.
Kekuatan angin pada skala yang besar secara visual dapat terlihat dari
tumbangnya pohon atau diterbangkannya atap. Namun demikian, dapat juga terjadi
angin yang cukup kuat, namun tidak sampai menumbangkan pohon ataupun
menerbangkan atap.
Pendapat tersebut sejalan dengan kondisi kekeringan di lahan sawah seperti
yang terjadi di Indramayu. Boer and Team (2003) menyatakan bahwa apabila kerugian
tersebut diperkirakan maka di Kabupaten Indramayu pada tahun El-Nino 1991, 1994
dan 1997, perkiraan kerugian ekonomi akibat kegagalan panen pada tahun El-Nino
dapat mencapai 371 milyar sedangkan kehilangan investasi yang dialami petani dapat
mencapai 228 milyar. Dengan demikian, sesungguhnya di lahan rawa juga harus
dilakukan pengelolaan risiko iklim untuk mengurangi kerugian yang mungkin terjadi
akibat kerusakan yang ditimbulkan bencana iklim.
Boer dan Subbiah (2005) menyatakan bahwa berdasarkan data historis
dampak kejadian iklim, diketahui bahwa luas total kerusakan dan kehilangan akibat
kejadian iklim ekstrim, terutama banjir dan kekeringan, cenderung meningkat dari
waktu ke waktu. Karena ekosistem lahan rawa memiliki karakter yang berbeda,
sehingga ingin diketahui bagaimana kondisinya ketika iklim ekstrim terjadi dan
seberapa besar peluang terjadinya bencana akibat iklim ekstrim dapat menyebabkan
kerugian pada sistem pertanian lahan rawa, terutama rawa pasang surut.
Sistem tata air di area studi direncanakan bekerja berdasarkan konsep aliran
satu arah (one way flow system) di mana air pasang masuk melalui saluran Primer dan
terus ke Sekunder pemberi (SPD), dan masuk ke tersier pemberi yang akhirnya
mengaliri lahan usahatani. Pada kondisi air berlebih (musim hujan) air dari lahan akan
keluar melalui tersier pembuangan dan terus menuju sekunder pembuang (SDU) yang
selanjutnya menuju ke saluran primer. Konsep ini tidak sepenuhna berjalan karena
lahan terlelu tinggi untuk diluapai air pasang. Sehingga keberadaan air di petak tersier
lebih dikarenakan curah hujan. Konsep pengelolaan air pada daerah ini adalah
drainase terkendali dan penahanan air. Pintu sekunder dan tersier sangat penting
artinya untuk menahan air. Penahanan air harus dikombinasikan dengan upaya
pencucian saluran. Setidaknya 2 minggu sekali air disaluran harus di cuci.
DELTA SUNGAI SIAK
Angga Meidia P
230210110049
http://blogs.unpad.ac.id/anggameidia/2013/05/29/delta-sungai-siak/
Sungai Siak adalah sebuah sungai yang terletak di provinsi Riau, Indonesia.
Merupakan sungai terdalam di Indonesia, yang kedalamannya dahulu mencapai 30
meter, namun akibat pendangkalan kini tinggal sekitar 18 meter.
Meander pada sungai siak merupakan sungai siak yang berkelok - kelok yang
terbentuk karena adanya pengendapan. Proses berkelok-keloknya sungai siak dimulai
dari bagian hulu sungai siak. Pada bagian hulu, volume air kecil dan tenaga yang
terbentuk juga kecil. Akibatnya sungai mulai menghindari penghalang dan mencari rute
yang paling mudah dilewati. Sementara, pada bagian hulu belum terjadi pengendapan.
Pada bagian tengah sungai siak, yang wilayahnya mulai datar aliran air mulai lambat
dan membentuk meander. Proses meander terjadi pada tepi sungai, baik bagian dalam
maupun tepi luar. Di bagian sungai siak yang aliranya cepat akan terjadi pengikisan
sedangkan bagian tepinya yang lamban alirannya akan terjadi pengendapan.Apabila
hal itu berlangsung secara terus-menerus akan membentuk meander.
Secara umum sungai dibedakan menjadi tiga macam, yaitu: Sungai
Muda (dimana sungai ini mempunyai lembah yang sempit, terdapat air terjun
dan pola alirannya menyerupai hurup P), Sungai Dewasa (dimana sungai ini
sudah mempunyai lembah yang mulai meluas dan tidak terdapat lagi air terjun)
dan Sungai Tua (dimana Jarak antara tebing dangan pinggiran sungai masih
ada pasir dan dataran sungai makin meluas, sehingga terjadi erosi dan
mengakibatkan banjir). Dapat kita klasifikasikan bahwa sungai siak ini termasuk
kedalam Sungai Tua karena sungai ini mempunyai lembah berbentuk U dan
sudah berkelok-kelok (meandering) yang menandakan bahwa sungai tersebut
sudah pada stadium tua.
Bagian-bagian dari sungai bisa dikategorikan menjadi tiga, yaitu bagian hulu,
bagian tengah dan bagian hilir.
a. Bagian Hulu
Bagian hulu memiliki ciri-ciri: arusnya deras, daya erosinya besar, arah erosinya
(terutama bagian dasar sungai) vertikal. Palung sungai berbentuk V dan lerengnya
cembung (convecs), kadang-kadang terdapat air terjun atau jeram dan tidak terjadi
pengendapan.
b. Bagian Tengah
Bagian tengah mempunyai ciri-ciri: arusnya tidak begitu deras, daya erosinya mulai
berkurang, arah erosi ke bagian dasar dan samping (vertikal dan horizontal), palung
sungai berbentuk U (konkaf), mulai terjadi pengendapan (sedimentasi) dan sering
terjadi meander yaitu kelokan sungai yang mencapai 180° atau lebih.
c. Bagian Hilir
Bagian hilir memiliki ciri-ciri: arusnya tenang, daya erosi kecil dengan arah ke samping
(horizontal), banyak terjadi pengendapan, di bagian muara kadang-kadang terjadi delta
serta palungnya lebar.
Kabupaten Bengkalis mempunyai letak yang sangat strategis, karena dilalui
oleh jalur perkapalan internasional menuju ke Selat Malaka. Bengkalis juga termasuk
dalam salah satu program Indonesia Malaysia Singapore Growth Triangle (IMS-GT)
dan Indonesia Malaysia Thailand Growth Triangle (IMT-GT), terlibat aktif juga dalam
Dunia Melayu Dunia Islam. Adapun secara geografis, Kabupaten Bengkalis terletak
dibagian pesisir timur pulau Sumatera, antara 2008’00”- 0055’52” LU dan 10005’36”-
102030’32” BT.
Kabupaten Bengkalis berbatasan dengan :
Utara : Selat Malaka
Timur : Selat Malaka
Selatan : Kabupaten Siak dan Meranti
Barat : Kab Rokan Hilir
Delta
Pada saat aliran sungai siak mendekati muara, maka kecepatan aliranya
menjadi lambat. Akibatnya, terkadi pengendapan sedimen oleh air sungai siak.
Pasir akan diendapkan sedangkan tanah liat dan Lumpur akan tetap terangkut
oleh aliran air. Setelah sekian lama , akan terbentuk lapisan - lapisan sedimen.
Akhirnya lapian lapisan sedimen membentuk dataran yang luas pada bagian
sungai yang mendekati muaranya dan membentuk delta sungai siak. Delta
sungai siak membentuk sebuah segitiga ketika dilihat dari atas. Bagian tepi luar
delta ini tererosi, dan salinitas beberapa laguna telah meningkat karena
bertambahnya saluran sungai siak di hilir.
Kabupaten bengkalis. Wilayahnya mencakup daratan bagian timur pulau
Sumatera dan wilayah kepulauan, dengan luas adalah 11.481,77 km². Ibukota
kabupaten ini berada di Bengkalis tepatnya berada di Pulau Bengkalis yang terpisah
dariPulau Sumatera. Pulau Bengkalis sendiri berada tepat di muara sungai Siak,
sehingga dikatakan bahwa pulau Bengkalis adalah delta sungai Siak. Bengkalis
merupakan daerah dataran rendah dengan ketinggian rata-rata sekitar 1-6,1 m
dari permukaan laut. Sebagian besar merupakan tanah organosol, yaitu jenis tanah
yang banyak mengandung bahan organik. Di daerah ini juga terdapat
beberapa sungai, tasik (danau) serta 24 Pulau besar dan kecil. Beberapa di antara
pulau besar itu adalah Pulau Rupat (1.524,84 km²) dan Pulau Bengkalis (938,40 km²).
Pembentukan Delta
Di muara sungai, air sungai yang sering keruh dan berwarna coklat bertemu
dengan air laut yang umumnya jernih. Di tempat ini terdapat gundukan tanah yang
dinamakan delta. Delta ini terbentuk karena air sungai yang keruh coklat, membawa
berbagai jenis kotoran dan tanah bertemu dengan ion-ion yang terdapat di air laut,
mengalami koagulasi.
Air sungai yang setiap hari tampak keruh coklat itu merupakan suatu koloid.
Karena keruh, dapat diduga bahwa zat-zat yang menyatu dengan air sungai itu
mayoritas berfasa padat. Koloid yang fasa terdispersinya padat dan medium
pendispersinya cair, yaitu air, dinamakan sol. Dikatakan bahwa air sungai adalah
koloid padat dalam cair (padat/cair atau s/l). Suatu koloid merupakan campuran antara
homogen dan heterogen. Hal ini menjelaskan bahwa bagian terkecil koloid
berupa sekelompok partikel yang tersebar dalam medium pendispersinya. Masing-
masing kelompok ini dapat stabil dalam waktu yang cukup lama berada diantara
mediumpendispersi, karena dilindungi oleh ion-ion tertentu yang diadsorpsi oleh
kelompok partikel tersebut.
Pada saat air sungai bertemu dengan air laut, maka terjadilah perlucutan
muatan koloid sungai oleh ion-ion dari air laut. Ion-ion yang berlawanan muatan
ini tarik menarik, sehingga terjadi penetralan muatan. Karena pelindung atau selimut
muatan koloid itu terlucuti, maka masing-masing kelompok partikel koloid itu menyatu
dan menggumpal. Makin lama gumpalan itu membesar dan akhirnya akan mengendap
menjadi gundukan tanah. Peristiwa ini merupakan koagulasi koloid oleh elektrolit.
Pulau bengkalis ini terletak di muara Sungai Siak dan merupakan delta Sungai
Siak yang terbentuk dari lumpur yang mengendap karena berkurangnya laju alir sungai
saat memasuki laut.
Jenis Delta
Secara fisiografis, delta dibagi menjadi tiga yaitu Upper Delta Plain, Lower
Delta Plain, dan Sub – aqueous Delta. Upper Delta Plain adalah delta yang tidak
dipengaruhi oleh arus air laut dan datarannya didominasi oleh alluvial atau sedimen
yang terakumulasi oleh sungai. Lower Delta Plain adalah delta yang dipengaruhi oleh
pasang surut air laut. Ketika air laut pasang, delta ini akan tenggelam. Sebaliknya,
ketika air laut surut, delta akan timbul kembali. Ini adalah hasil dari proses fluvial dan
proses marine. Sedangkan Sub – aqueous Delta adalah delta yang berada di bawah
permukaan laut, dan karakter delta ini dipengaruhi oleh proses marine. Jadi, delta
sungai Siak ini apabila dilihat dari segi fisiografisnya
Secara stratigrafi, delta juga dibagi menjadi tiga yaitu Topsets Beds, Foreset
Beds, dan Bottomset Beds. Topsets Beds sering terdapat di Upper dan Lower Delta
Plains dan sedimen yang terakumulasi relatif horizontal atau datar. Foreset Beds,
sedimennya miring (agak curam) dan terdapat di Sub – aqueous Delta Plain, ada
gradasi dari kasar menjadi halus ketika mengalir ke laut. Bottomset Beds terletak
selalu di dasar laut, dan sedimennya agak miring dan tidak terlalu curam. Delta pada
sungai siak ini termasuk jenis upper delta karena tidak dipengaruhi oleh air laut
DAFTAR ACUAN
Sonny,bangbang.http://babangsony.blogspot.com/2010/10/bengkalis-kota-
terubuk.html
http://bappeda.bengkaliskab.go.id/
DELTA SUNGAI MUSI
OKLIANDI SAPUTRA
230210110045
blogs.unpad.ac.id/okliandi45
Sungai Musi adalah sebuah sungai yang terletak di provinsi Sumatra Selatan,
Indonesia. Dengan panjang 750 km, sungai ini merupakan yang terpanjang di pulau
Sumatera dan membelah Kota Palembang menjadi dua bagian. Jembatan Ampera
yang menjadi ikon Kota Palembang pun melintas di atas sungai ini. Sejak zaman
Kerajaan Sriwijaya hingga sekarang, sungai ini terkenal sebagai sarana transportasi
utama bagi masyarakat.
Mata airnya bersumber di daerah Kepahiang, Bengkulu. Sungai Musi disebut
juga Batanghari Sembilan yang berarti sembilan sungai besar, pengertian sembilan
sungai besar adalah Sungai Musi beserta delapan sungai besar yang bermuara di
sungai Musi. Adapun delapan sungai tersebut adalah :
1. Sungai Komering
2. Sungai Rawas
3. Sungai Leko
4. Sungai Lakitan
5. Sungai Kelingi
6. Sungai Lematang
7. Sungai Semangus
8. Sungai Ogan
Delta merupakan bentang alam yang terbentuk di mulut atau muara sungai.
Bentang alam tersebut terbentuk akibat adanya sediment yang tertransport ke muara
sungai dan terakumulasi membentuk delta. Pembentukan bentang alam di muara
sungai ini dipengaruhi oleh dua proses yaitu proses marine dan proses fluvial. Proses
marine merupakan proses yang merusak sedimentasi karena adanya arus air laut yang
menyebabkan hancurnya sedimen yang terakumulasi di muara sungai tersebut. Proses
yang kedua yaitu proses fluvial, merupakan proses yang membangun sedimentasi. Hal
ini disebabkan karena sedimen yang terakumulasi di muara sungai tidak terkikis oleh
arus air laut.
Seperti kebanyakan sungai – sungai besar yang ada di Indonesia, sungai Musi
cenderung mentransport sedimen ke muara sungai dalam jumlah yang relatif besar
sehingga delta yang terbentuk tersebut dapat dijadikan tempat pemukiman penduduk
dan kawasan konservasi alam.
Delta sungai Musi terbagi menjadi tiga delta yaitu Delta Telang, Delta Upang,
dan Delta Saleh. Ketiga delta ini terletak di Selat Bangka. Sehingga, perkembangan
bentang alam yang terjadi didominasi oleh proses fluvial. Hal ini dikarenakan arus air
laut yang berasal dari Laut Cina Selatan yang mengarah ke delta sungai Musi relatif
kecil akibat terhalang oleh Pulau Bangka sehingga kecenderungan akumulasi sedimen
di muara sungai lebih besar dan optimal. Berdasarkan penjelasan di atas, ketiga delta
sungai Musi dapat diklasifikasikan ke dalam tipe High – Constructive Delta yang
memiliki high sediment input.
Secara fisiografis, delta dibagi menjadi tiga yaitu Upper Delta Plain, Lower Delta Plain,
dan Sub – aqueous Delta.
Upper Delta Plain adalah delta yang tidak dipengaruhi oleh arus air laut dan
datarannya didominasi oleh alluvial atau sedimen yang terakumulasi oleh sungai.
Lower Delta Plain adalah delta yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Ketika air
laut pasang, delta ini akan tenggelam. Sebaliknya, ketika air laut surut, delta akan
timbul kembali. Ini adalah hasil dari proses fluvial dan proses marine. Sedangkan Sub
– aqueous Delta adalah delta yang berada di bawah permukaan laut, dan karakter
delta ini dipengaruhi oleh proses marine. Jadi, delta sungai Musi ini apabila dilihat dari
segi fisiografisnya, maka delta sungai Musi termasuk ke dalam Upper Delta Plain, yang
mana delta ini dipegaruhi oleh proses fluvial dan tidak dipengaruhi oleh arus air laut.
Secara stratigrafi, delta juga dibagi menjadi tiga yaitu Topsets Beds, Foreset
Beds, dan Bottomset Beds. Topsets Beds sering terdapat di Upper dan Lower Delta
Plains dan sedimen yang terakumulasi relatif horizontal atau datar. Foreset Beds,
sedimennya miring (agak curam) dan terdapat di Sub – aqueous Delta Plain, ada
gradasi dari kasar menjadi halus ketika mengalir ke laut. Bottomset Beds terletak
selalu di dasar laut, dan sedimennya agak miring dan tidak terlalu curam. Berdasarkan
penjelasan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa secara statigrafi delta sungai Musi
digolongkan sebagai Topsets Beds yang mana sedimen terakumulasi relatif horizontal.
Material-material sedimen yang di bawah oleh sungai musi akan diendapkan di
muara sungai musi yang terletak di selat bangka. Daratan hasil pengendapan oleh
sungai musi disebut akuatis. Bentang alam yang ada pada delta sungai musi antara
lain meander, daratan banjir, tanggul alam dan delta sungai musi itu sendiri.
a. Meander
Meander pada sungai musi merupakan sungai musi yang berkelok - kelok yang
terbentuk karena adanya pengendapan. Proses berkelok-keloknya sungai musi dimulai
dari bagian hulu sungai musi.Pada bagian hulu, volume air kecil dan tenaga yang
terbentuk juga kecil. Akibatnya sungai mulai menghindari penghalang dan mencari rute
yang paling mudah dilewati. Sementara, pada bagian hulu belum terjadi pengendapan.
Pada bagian tengah sungai musi, yang wilayahnya mulai datar aliran air mulai lambat
dan membentuk meander. Proses meander terjadi pada tepi sungai, baik bagian dalam
maupun tepi luar. Di bagian sungai musi yang aliranya cepat akan terjadi pengikisan
sedangkan bagian tepinya yang lamban alirannya akan terjadi pengendapan.Apabila
hal itu berlangsung secara terus-menerus akan membentuk meander.
Meander pada sungai musi terbentuk pada sungai bagian hilir, dimana
pengikisan dan Pengendapan terjadi secara berturut turut. Proses pengendapan yang
terjadi secara terus menerus akan menyebabkan kelokan sungai terpotong dan
terpisah dari aliran sungai, Sehingga terbentuk oxbow lake (suatu bentuk yang seperti
berbelok-belokan yang ada di sungai dan kelokan sungai yang terpotong tidak bias
dialiri oleh air dari induk sungai.
b. Daratan Banjir dan Tanggul alam
Apabila terjadi hujan lebat, volume air sungai musi meningkat secara cepat.
Akibatnya terjadi banjir dan meluapnya air hingga ke tepi sungai. Pada saat air surut,
bahan bahan yang terbawa oleh air sungai akan terendapkan di tepi sungai. Akibatnya,
terbentuk suatu dataran di tepi sungai. Timbulnya material yang tidak halus (kasar)
terdapat pada tepi sungai musi. Akibatnya tepi sungai musi lebih tinggi dibandingkan
dataran banjir yang terbentuk. Bentang alam itu disebut tanggul alam.
c. Delta
Pada saat aliran sungai musi mendekati muara, maka kecepatan aliranya
menjadi lambat. Akibatnya, terkadi pengendapan sedimen oleh air sungai musi. Pasir
akan diendapkan sedangkan tanah liat dan Lumpur akan tetap terangkut oleh aliran
air. Setelah sekian lama , akan terbentuk lapisan - lapisan sedimen. Akhirnya lapian
lapisan sedimen membentuk dataran yang luas pada bagian sungai yang mendekati
muaranya dan membentuk delta sungai musi. Delta sungai musi membentuk sebuah
segitiga ketika dilihat dari atas. Bagian tepi luar delta ini tererosi, dan salinitas
beberapa laguna telah meningkat karena bertambahnya saluran sungai di selat
bangka.
Secara umum sungai dibedakan menjadi tiga macam, yaitu: Sungai Muda
(dimana sungai ini mempunyai lembah yang sempit, terdapat air terjun dan pola
alirannya menyerupai hurup P), Sungai Dewasa (dimana sungai ini sudah mempunyai
lembah yang mulai meluas dan tidak terdapat lagi air terjun) dan Sungai Tua (dimana
Jarak antara tebing dangan pinggiran sungai masih ada pasir dan dataran sungai
makin meluas, sehingga terjadi erosi dan mengakibatkan banjir). Dapat kita
klasifikasikan bahwa sungai musi ini termasuk kedalam Sungai Tua karena sungai ini
mempunyai lembah berbentuk U dan sudah berkelok-kelok (meandering) yang
menandakan bahwa sungai tersebut sudah pada stadium tua.
Daftar Pustaka
hedihastriawan.wordpress.com
angghajuner.blogspot.com
psdg.bgl.esdm.go.id
DELTA BATANGHARI
Safura Aprilia
230210110066
blogs.unpad.ac.id/safuraaprilia/2013/05/29/deltabatanghari
Sungai adalah aliran air besar yang mengalir dari hulu hingga ke hilir. Aliran sungai dibagi menjadi dua, yaitu sungai stadium muda dan dewasa.
a. Sungai stadium muda
Ciri-ciri sungai stadium muda adalah
1) Penampang melintang lembah berbentuk v,
2) Banyak mempunyai erosi basis sementara,
3) Daya angkut aliran besar,
4) Lebar bawah lembah sama dengan lebar saluran sungai, dan
5) Dasar lembah belum rata.
b. Sungai stadium dewasa
Ciri-ciri sungai stadium dewasa adalah
1) Gradien lebih kecil,
2) Erosi lateral atau ke samping,
3) Mengalami pendataran dasar sungai,
4) Lembah membentuk huruf u,
5) Terdapat dataran banjir (flood plain) dan kelokan (meander), serta
6) Sudah tidak ada erosi dasar.
Delta merupakan suatu pengendapan yang terjadi atau terbentuk oleh
tumpukan sedimen yang memiliki bentuk dataran. Menurut Coleman dan Scott &
Fischer delta merupakan tanah datar hasil pengendapan yang dibentuk oleh sungai,
muara sungai, dimana timbunan sediment tersebut mengakibatkan propagradasi yang
tidak teratur pada garis pantai (Coleman, 1968; Scott & Fischer, 1969). Delta sungai
berada di mulut sungai. Delta sungai terbentuk ketika sebuah sungai membawa
sedimen. Berikut ini merupakan tahapan pembentukan suatu delta di sungai:
Terbentuk dari sebuah danau, laut, atau waduk.
Sungai lain yang tidak dapat menghilangkan sedimen yang cukup cepat untuk
menghentikan pembentukan delta.
Daerah pedalaman di mana air menyebar keluar dan sedimen yang tersimpan.
Ketika memasuki aliran air, tidak lagi terbatas untuk menyalurkan dan
mengembang lebar aliran air. Aliran ini berekspansi dan menghasilkan
penurunan kecepatan aliran, yang mengurangi kemampuan aliran untuk
mengangkut sedimen. Akibatnya, sedimen menetes keluar dari aliran dan
deposit air. Seiring waktu, proses ini akan membangun saluran tunggal lobus
delta, mendorong mulutnya ke dalam genangan air. Hal-hal yang
mempengaruhi terbentuknya delta antara lain yaitu arus sungai ataupun danau,
aksi gelombang dan aksi pasang surut pada sungai ataupun danau tersebut.
Delta ini terbentu karena adanya pengendapan sedimen dengan bentuk
dataran. Tempat terbentuknya delta ini biasanya di mulut sungai.
Pembentukan delta sendiri terdiri dari 3 cara pembentukan, diantaranya yaitu:
Dipengaruhi oleh arus sungai
Dipengaruhi oleh arus gelombang
Dipengaruhi oleh pasang surut
Delta ini terbentuk karena air sungai yang keruh coklat, membawa berbagai
jenis kotoran dan tanah bertemu dengan ion-ion yang terdapat di air laut, mengalami
koagulasi. Air sungai yang setiap hari tampak keruh coklat itu merupakan suatu koloid.
Karena keruh, dapat diduga bahwa zat-zat yang menyatu dengan air sungai itu
mayoritas berfasa padat. Koloid yang fasa terdispersinya padat dan medium
pendispersinya cair, yaitu air, dinamakan sol. Dikatakan bahwa air sungai adalah
koloid padat dalam cair (padat/cair atau s/l). Suatu koloid merupakan campuran antara
homogen dan heterogen. Hal ini menjelaskan bahwa bagian terkecil koloid berupa
sekelompok partikel yang tersebar dalam medium pendispersinya. Masing-masing
kelompok ini dapat stabil dalam waktu yang cukup lama berada diantara
mediumpendispersi, karena dilindungi oleh ion-ion tertentu yang diadsorpsi oleh
kelompok partikel tersebut. Oleh karena itu koloid memiliki muatan tertentu.
Delta yang akan dikaji lebih dalam yaitu delta batanghari. Delta Batanghari
merupakan suatu delta yang terletak di pesisir timur Provinsi Jambi, tepatnya di
Kecamatan Muara Sabak, Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Provinsi Jambi. Delta
batanghari terbentuk oleh adanya aliran dari sungai nyiur dan sungai berbak serta
cabang sungai batanghari.Selain itu delta batanghari ini juga dialiri oleh sungai –
sungai kecil antara lain yaitu sungai pemusiran, sungai simbur naik, sungai siau dan
sungai lambur. Berdasarkan ketiga cara pembentukan delta, delta batanghari ini
terbentuk karena dipengaruhi oleh arus sungai yang lebih dominan dibandingkan arus
gelombang maupun pasang surut.
Sebagai delta yang terbentuk oleh cabang sungai batanghari alangkah baiknya
mengenal terlebih dahulu mengenai sungai tersebut. Sungai batanghari ini banyak
disebut – sebut sebagai sungai yang legendaris. Sungai batanghari disebut legendaris
karena sungai ini pernah menjadi jalur lalu lintas utama bagi kapal - kapal niaga dari
berbagai penjuru dunia. Sejarah mencatat, sungai yang sangat lebar (500 meter)
dengan kedalaman lebih dari lima meter ini mampu mengantarkan kapal - kapal niaga
berkapasitas penumpang ratusan orang itu melesat jauh hingga ke pedalaman
Sumatra Barat.
Menurut sejarawan Jeniferan (2009), pada abad ke-13 dan ke-14, wilayah hulu
Sungai Batanghari pernah menjadi pusat pemerintahan kerajaan Malay-Dharmasraya.
Sebelumnya, pada abad ke-8 hingga ke-13, di wilayah hilir, Jambi, juga pernah
menjadi pusat kerajaan Melayu.
Pada awal mulanya sungai batanghari memiliki lebar mencapai lebih dari 500
meter. Namun kini lebarnya terus menciut menjadi sekitar 200 meter. Pada musim
hujan warna air sungai batanghari berwarna keruh kecokelatan karena bercampur
dengan lumpur sedimentasi sebagai akibat dari perubahan tata guna lahan di daerah
aliran sungai batanghari tersebut.
Hamparan vegetasi hutan kini telah berubah menjadi kebun - kebun karet.
Kondisi ini diawali ketika kolonial Belanda pada tahun 1904, menggalakkan
penanaman pohon karet di DAS Batanghari. Beberapa bagian tubuh sungai kini tinggal
alur. Kondisi di delta batanghari ini merupakan daerah rawa dengan kecenderungan
selalu tergenang.
Setelah mengetahui mengenai seluk beluk sungai batanghari maka dapat
dibayangkan vegetasi apa saja yang kira – kira dapat ditemukan di daerah delta
batanghari. Delta batanghari banyak ditumbuhi oleh pohon karet dan mangroove.
Namun seiring berkembangnya zaman, pohon karet mulai tergeserkan. Selain pohon
karet dan mangrove di daerah delta batanghari juga terdapat vegetasi gulma.
DAFTAR PUSTAKA
Adriadi, Ade. 2010. Analisis Vegetasi Gulma pada Delta Batanghari. Available online at
http://jurnalsain-unand.com/jurnal.php?dho=detail&id=244 ( diakses pada 27 Mei
2013 pukul 20.05 )
A Muchtar, N Abdullah. 2007. Pesisir Timur Jambi. Available online at
www.digilib.ui.ac.id/file?file=pdf/abstrak-83348.pdf (diakses pada 27 Mei 2013
pukul 21.00 )
G, Irianto. 2004. Alih Fungsi Lahan daerah sungai batanghari. Available online at new.iaard.go.id ( diakses pada 27 Mei 2013 pukul 21.30 )
NHT, Siahaan. 2004. Lingkungan dan Ekologi Sungai. Available online at B ooks.google.com ( diakses pada 27 Mei 2013 pukul 23.00 )
Tantular, UM. 2010. Analisis wilayah Delta Batanghari. Available online at isjd.pdii.lipi.go.id ( diakses pada 27 Mei 2013 pukul 23 .00 )
N Abdullah. 2008. Pesisir dan Sungai Wilayah Timur Jambi . Available online at www.digb.ui.ac.id/file?file=-83348.pdf (diakses pada 27 Mei 2013 pukul 24.00 )
Iriana, Antoro. 2010. Vegetasi pada daerah sungai batanghari. Available online at new.ard.iaard.go.id ( diakses pada 27 Mei 2013 pukul 24.30 )