sedekah dalam perspektif hadis - institutional...

189
SEDEKAH DALAM PERSPEKTIF HADIS Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Theology Islam (S.Th.I.) Oleh Beni NIM: 107034001661 PROGRAM STUDI TAFSIR–HADIS FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1435 H./2014 M.

Upload: voquynh

Post on 15-Mar-2019

235 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

SEDEKAH DALAM PERSPEKTIF HADIS

Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Theology Islam (S.Th.I.)

Oleh Beni

NIM: 107034001661

PROGRAM STUDI TAFSIRHADIS FAKULTAS USHULUDDIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 1435 H./2014 M.

i

KATA PENGANTAR

Assalmualaikum Wr. Wb.

Alhamdulillah segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah

SWT, karena atas segala rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan

skripsi yang berjudul Sedekah dalam Perspektif Hadis. Shalawat serta salam

semoga dilimpahkan kepada Baginda Nabi Muhammad Saw, karena jasa-jasanya

semua umat Islam bisa dengan mudah memahami agama Allah.

Penelitian ini merupakan hasil dari pengamatan dan keingintahuan penulis

terhadap beberapa hal yang kelihatannya kecil, akan tetapi sebenarnya pengaruh

dan manfaatnya luar biasa dalam bidang hadis. Walaupun sebagian sudah ada

yang membahasnya, tetapi menurut penulis masih banyak lagi hal-hal yang dapat

dikaji. Dan penulis juga menyadari bahwa dalam pembuatan skripsi ini telah

melibatkan berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan syukur dan

hormat, khususnya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Komaruddin Hidayat, selaku Rektor UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta, Bapak Prof. Dr. Masri Mansoer, M.A., selaku Dekan

Fakultas Ushuluddin yang baru, mudah-mudahan dapat membawa

Fakultas Ushuluddin menjadi Fakultas yang terbaik.

2. Ibu Dr. Lilik Ummi Kaltsum, M.A., selaku Ketua Jurusan Tafsir Hadis,

Bapak Jauhar Azizy, M.A., selaku Sekretaris Jurusan Tafsir Hadis

sekaligus dosen Penasihat Akademik.

ii

3. Bapak Dr. Masykur Hakim, M.A., selaku Dosen Pembimbing dalam

skripsi ini, penulis mengucapkan ribuan terima kasih karena telah

meluangkan waktu, mengarahkan, dan memberikan masukan dalam

menyelesaikan skripsi ini.

4. Segenap dosen pada program studi Tafsir Hadis, penulis mengucapkan

terima kasih karena telah sabar dan ikhlas mendidik serta banyak

memberikan berbagai macam ilmu kepada penulis. Semoga ilmu yang

penulis dapatkan bermanfaat dan menjadi amal jariah.

5. Kepada orang tua penulis, H. Ara Gunaedi dan Hj. Karyati yang telah

mendorong dan mengingatkan terus menerus untuk menyelesaikan skripsi

serta telah memberikan dukungan moril dan materil kepada penulis.

Kepada kakak Rika Supartika, S.Hum. dan adikku Deden Ramadhan

Amiluddin yang terus menerus memberi dukungan.

6. Kepada istriku Susi Ernawati yang telah sabar, mendukung, memotivasi,

dan mendoakan terus dalam proses penyelesaian skripsi penulis.

7. Kepada Ananda Abdullah Mirjan Ukail Gunaedi yang baru lahir, mudah-

mudahan menjadi anak yang shalih.

8. Kawan-kawanku di kosan Semanggi 2, Ari, Arya, Syakhiru, dan Abdullah

Nuri terima kasih atas kesediannya menampung penulis selama proses

penyelesaian skripsi.

9. Seluruh teman-teman Jurusan Tafsir Hadis A (MASTHA) dan kelas B

angkatan 2007 yang telah berjuang bersama-sama dan membantu penulis

dalam mengerjakan skripsi.

iii

10. Dan semua pihak yang telah membantu proses penyelesaian skripsi ini,

yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Selanjutnya, penulis menyadari bahwa keilmuan dan wawasan penulis

masih sedikit, sehingga tulisan ini pastilah ada kekurangan dan jauh dari

sempurna. Namun, penulis sudah berusaha semaksimal mungkin dengan

kemampuan yang ada untuk menyelesaikan skripsi ini. Untuk itu, penulis

meminta saran dan kritik yang membangun dari pembaca untuk kesempurnaan

tulisan ini.

Akhirnya, penulis berharap tulisan ini bisa bermanfaat dan memberikan

motivasi kepada para pembaca, sehingga dapat terdorong untuk senantiasa

mengamalkan sunnah Nabi Saw. Wallhu alm bi al-sawb.

Wassalmualaikum Wr. Wb.

Ciputat, 10 September 2014

Beni

vi

PEDOMAN TRANSLITERASI

Transliterasi Arab-Latin yang digunakan dalam skripsi ini berpedoman pada

buku pedoman penulisan karya ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Disertasi) yang

diterbitkan oleh Tim CeQDA (Center for Quality Development dan Assurance)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2007.

Konsonan

Huruf Arab Huruf

Latin Nama

tidak dilambangkan

b be

t te

ts te dan es

j je

h h dengan garis bawah

kh ka dan ha

d de

dz de dan zet

r er

z zet

s es

sy es dan ye

s es dengan garis di bawah

d de dengan garis di bawah

t te dengan garis di bawah

z zet dengan garis di bawah

koma terbalik di atas hadap kanan

gh ge dan ha

vii

f ef

q ki

k ka

l el

m em

n en

w we

h ha

apostrof

y ye

Vokal

Vokal dalam bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia, terdiri dari vokal

tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong. Untuk vokal tunggal alih

aksaranya adalah sebagai berikut:

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

___ a fathah

____

i kasrah

___ u dammah

Adapun untuk vokal rangkap, ketentuan alih aksaranya sebagai berikut:

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

ai a dan i __

au a dan u __

viii

Vokal Panjang

Ketentuan alih aksara vokal panjang (madd), yang dalam bahasa Arab

dilambangkan dengan harakat dan huruf, adalah sebagai berikut:

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

a dengan topi di atas

i dengan topi di atas

u dengan topi di atas

Kata Sandang

Kata sandang, yang dalam sistem aksara Arab dilambangkan dengan huruf,

yaitu alif dan lam, dialihaksarakan menjadi huruf /l/, baik diikuti oleh huruf

syamsiyyah maupun qamariyah. Contoh: al-rijl bukan ar-rijl, al-dwn bukan

ad-dwn.

Syaddah (Tasydd)

Syaddah atau tasydd yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan

sebuah tanda ( ), dalam alih akasara ini dilambangkan dengan huruf, yaitu

dengan menggandakan huruf yang diberi tanda syaddah itu. Akan tetapi, hal ini

tidak berlaku jika huruf yang menerima tanda syaddah itu terletak setelah kata

sandang yang diikuti oleh huruf-huruf syamsiyyah. Misalnya yang secara lisan

berbunyi , tidak ditulis ad-darrah, melainkan al-darrah, demikian

seterusnya.

ix

Ta Marbtah

Berkaitan dengan alih akasara ini, jika huruf ta marbtah terdapat pada kata

yang berdiri sendiri, maka huruf tersebut dialihaksarakan menjadi huruf /h/ (lihat

contoh 1 di bawah). Hal yang sama juga berlaku jika ta marbtah tersebut diikuti

oleh kata sifat (nat) (lihat contoh 2). Akan tetapi, jika huruf ta marbtah tersebut

diikuti oleh kata benda (isim), maka huruf tersebut dialihaksarakan menjadi huruf

/t/, (lihat contoh 3).

Kata Arab Alih Aksara

tarqah

al-jmiah al-Islmiyyah

wahdat al-wujd

Huruf Kapital

Meskipun dalam tulisan Arab huruf kapital tidak dikenal, dalam alih aksara

ini huruf kapital tersebut juga digunakan, dengan memiliki ketentuan yang berlaku

dalam Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) bahasa Indonesia, antara lain yang

menuliskan kalimat, huruf awal nama tempat, nama bulan, nama diri, dan lain-

lain. Penting diperhatikan, jika nama didahului oleh kata sandang, maka yang

ditulis dengan huruf kapital tetap huruf awal nama diri tersebut, bukan huruf awal

atau kata sandangnya. Contoh: Ab Hamid al-Ghazli bukan Ab Hamid Al-

Ghazli, al-Kindi bukan Al-Kindi.

iv

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................................... i

DAFTAR ISI ...................................................................................................... iv

PEDOMAN TRANSLITERASI........................................................................ vi

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ............................................................... 1

B. Identifikasi Masalah...................................................................... 6

C. Pembatasan dan Perumusan Masalah ............................................ 7

D. Metodologi Penelitian...................................................................... 9

E. Kajian Pustaka .............................................................................. 10

F. Tujuan dan Manfaat Penelitian...................................................... 11

G. Sistematika Penulisan ................................................................... 12

BAB II SEKILAS TENTANG SEDEKAH

A. Pengertian Sedekah ....................................................................... 14

B. Sejarah dan Dasar Hukum Sedekah ............................................... 16

C. Bentuk-bentuk Sedekah ................................................................ 23

D. Penerima Sedekah......................................................................... 24

E. Waktu Sedekah ............................................................................. 27

F. Keutamaan Sedekah ...................................................................... 28

G. Adab-adab Sedekah ...................................................................... 30

H. Hal-hal yang Membatalkan Sedekah ............................................. 38

BAB III KAJIAN HADIS-HADIS SEDEKAH

A. Teks Hadis Tentang Kewajiban dan Bentuk-bentuk Sedekah ........ 40

1. Takhrij Hadis ........................................................................... 40

2. Identifikasi Sanad Hadis ........................................................... 42

3. Telaah Matan Hadis ................................................................. 55

B. Teks Hadis Tentang Penerima Sedekah ......................................... 60

1. Takhrij Hadis ........................................................................... 60

v

2. Identifikasi Sanad Hadis ........................................................... 62

3. Telaah Matan Hadis ................................................................. 71

C. Teks Hadis Tentang Keutamaan Sedekah ...................................... 74

1. Takhrij Hadis ........................................................................... 74

2. Identifikasi Sanad Hadis ........................................................... 76

3. Telaah Matan Hadis ................................................................. 85

D. Teks Hadis Tentang Sedekah dari Penghasilan yang baik .............. 88

1. Takhrij Hadis ........................................................................... 88

2. Identifikasi Sanad Hadis ........................................................... 90

3. Telaah Matan Hadis ................................................................. 98

E. Teks Hadis TentangWaktu Disunnahkan Sedekah ......................... 100

1. Takhrij Hadis ........................................................................... 101

2. Identifikasi Sanad Hadis ........................................................... 103

3. Telaah Matan Hadis ................................................................. 112

F. Teks Hadis Tentang Sedekah Bersembunyi ................................... 114

1. Takhrij Hadis ........................................................................... 114

2. Identifikasi Sanad Hadis ........................................................... 116

3. Telaah Matan Hadis ................................................................. 125

G. Pandangan Ulama Tentang Sedekah ............................................. 128

BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan .................................................................................. 131

B. Saransaran .................................................................................. 132

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 133

LAMPIRAN-LAMPIRAN.... 138

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Islam melalui al-Quran dan al-Sunnah telah memberikan solusi untuk

mengatasi berbagai permasalahan yang dihadapi oleh umat Islam, baik yang

berkenaan dengan rezeki, kemiskinan, lingkungan, dan lain sebagainya. Tetapi

sebagian umat Islam lupa akan hal itu. Padahal salah satu solusinya adalah bahwa

Islam telah mengajarkan kepada umatnya untuk senantiasa bersedekah.

Bersedekah tidak terbatas dengan harta atau materi saja, dengan

menggunakan fisik juga bisa. Salah satunya yaitu dengan melakukan perbuatan

baik kepada seseorang, itu sudah termasuk ke dalam kategori bersedekah.

Diantara dalil-dalil al-Quran dan al-Sunnah yang membahas tentang

sedekah adalah sebagai berikut:

Dalam al-Quran dinyatakan bahwa sedekah merupakan salah satu cara

untuk menambah harta dengan tambahan yang berlipat, sebagaimana Allah SWT

menjelaskan dalam surat al-Baqarah ayat 261 berikut:

Perumpamaan orang yang menginfakkan hartanya di jalan Allah seperti

sebutir biji yang menumbuhkan tujuh tangkai, pada setiap tangkai ada seratus biji. Allah melipatgandakan bagi siapa yang Dia kehendaki, dan Allah Mahaluas, Maha Mengetahui.

2

Ayat di atas menjelaskan bahwa orang yang menyisihkan kekayaannya

untuk disedekahkan bukan berarti mengurangi kekayaan tersebut sehingga

menjadi jatuh miskin, akan tetapi hakikatnya justru menambah hartanya dengan

tambahan yang berlipat, karena sebenarnya Allah SWT telah menjamin rezeki

makhluk-Nya. Selain itu, sedekah bukan hanya pemberian saja tetapi merupakan

karunia dan amanah juga. Sehingga seseorang yang membutuhkan perlu

membuka diri untuk menerima karunia Allah SWT melalui jalur sedekah. Karena

sesungguhnya, sebagian harta yang dimiliki seseorang itu adalah titipan yang

harus diberikan kepada orang yang membutuhkan.

Sedangkan dalil-dalil tentang bersedekah dalam hadis Nabi Saw adalah

sebagai berikut:

Sedekah materi adalah salah satu cara untuk menarik harta yang lebih

banyak. Kata ini tidak asing lagi di telinga umat Islam, karena kebanyakan umat

Islam sudah mengetahuinya. Bahkan sudah banyak dikaji, diketahui, dan

diamalkan. Padahal, sebenarnya sedekah tidak terbatas dengan harta atau materi,

sedekah berupa non materi juga banyak macamnya dan juga mempunyai manfaat.

:

( ). (

). ( ). (

1. )

Nabi Saw. bersabda, Setiap Muslim wajib bersedekah. Para Sahabat bertanya, Jika dia tidak memiliki sesuatu untuk disedekahkan? Beliau bersabda, Hendaklah dia bekerja dengan tangannya sehingga berguna bagi dirinya, maka

1Ab Abdullah Muhammad bin Ismil al-Bukhr, Sahih al-Bukhr (Beirut: Dr ibn

Katsr, 2002), h. 351. .

3

dia telah bersedekah. Mereka bertanya, Jika dia tidak mampu? Beliau bersabda, Dia memerintahkan kebaikan. Para sahabat bertanya, Jika dia tidak mampu? Beliau bersabda, Hendaklah dia menolong orang yang sangat membutuhkan. Para sahabat bertanya, Jika dia tidak mampu? Nabi Saw bersabda, Hendaklah dia menganjurkan kebaikan. Seorang sahabat bertanya, Jika dia tidak mampu? Beliau bersabda, Dia menahan diri dari kejahatan, maka itu sedekah untuknya. (HR al-Bukhari)

Hadis di atas menjelaskan agar setiap muslim bersedekah setiap hari dan

menyatakan bahwa sedekah itu bukan hanya berbentuk materi saja, tetapi

memberi bantuan juga dipandang sedekah, bahkan menahan diri dari mengganggu

manusia pun dipandang sedekah.2

Dalam kitab Fathul Bri, imam Ibnu Hajar (w. 852 H) menjelaskan bahwa

keharusan atau kewajiban pada hadis tersebut bermakna sangat dianjurkan atau

lebih luas dari itu. Juga mengandung kalimat yang mengindikasikan pada

pekerjaan yang wajib dan disukai.3

Hadis yang diriwayatkan oleh imam al-Bukhari di atas adalah termasuk

hadis sahih yang menggambarkan bahwa dalam agama Islam banyak cara untuk

bersedekah.

Selain itu, Allah SWT juga telah memerintahkan kepada setiap manusia

untuk beribadah kepada-Nya. Salah satu perintah-Nya adalah dengan melakukan

sedekah untuk mensyukuri sebagian atas nikmat dan karunia yang telah Allah

SWT berikan.

Jadi, sedekah merupakan salah satu solusi terindah yang ditawarkan oleh

Islam untuk mensejahterakan umat Islam, yakni bisa memberikan solusi terhadap

masalah kemiskinan, musibah, dan menjauhkan murka Allah SWT. Karena

2Teungku Muhammad Hasbi al-Shiddieqy, Mutiara Hadis 4 (Semarang: Pustaka Rizki

Putra, 2003), h. 113. 3Ibnu Hajar al-Asqalani, Fathul Baari, Jilid 8. Penerjemah Amiruddin (Jakarta: Pustaka

Azzam, 2007), h. 143.

4

bersedekah bisa membantu yang fakir, miskin, dan siapapun yang membutuhkan

sehingga kebutuhannya terpenuhi dan taraf hidupnya menjadi lebih baik.4

Hadis yang menjelaskan tentang seputar sedekah pun tidak sedikit

jumlahnya dan tidak terdapat hanya dalam satu kitab, tetapi terdiri dari berbagai

macam kitab. Disamping itu, buku-buku yang membahas dan menguraikan hadis-

hadis tentang sedekah juga sudah banyak. Tetapi, kebanyakan pembahasannya

lebih banyak yang berkenaan dengan sedekah materi dan juga tidak ada

penjelasan tentang kualiatas hadis-hadisnya. Padahal, sedekah non materi juga

mempunyai keutamaan dan pengaruh yang luar biasa serta bisa memperbaiki

kehidupan umat Islam.

Dalam masyarakat, orang-orang yang memahami dan mengkaji hadis-hadis

Nabi sangat sedikit, karena ilmu hadis termasuk pengetahuan yang sangat sulit,5

padahal hadis-hadis Nabi Muhammad Saw adalah sumber kedua dalam Islam

yang mempunyai fungsi sebagai sumber sejarah dakwah Rasulullah di masa

hidupnya. Selain itu juga berfungsi sebagai penjelas bagi al-Quran, menjelaskan

yang global, mengkhususkan yang umum, dan menafsirkan ayat-ayat al-Quran,

yang ditafsirkan untuk manusia,6 serta ajaran Islam yang menjabarkan tentang

kehidupan sehari-hari.7 Sebagaimana Allah SWT menjelaskan dalam surat al-

Hasyr ayat 7 berikut:

... ...

4Reza Pahlevi Dalimunthe, 100 Kesalahan Dalam Sedekah (Jakarta: QultumMedia, 2010),

h. 25. 5M. Syuhudi Ismail, Kaidah Kesahihan Sanad Hadis (Jakarta: Bulan Bintang, t.t.), h. xi. 6Bustamin dan M. Isa H. A. Salam, Metodologi Kritik Hadis (Jakarta: PT RajaGrafindo

Persada, 2004), h. 1. 7Yusuf Qardhawi, Bagaimana Memahami Hadits Nabi Saw. Penerjemah Muhammad al-

Baqir. (Bandung: Penerbit Karisma, 1995), h. 17.

5

Apa yang diberikan oleh Rasul kepadamu, maka hendaklah kamu menerimanya; dan apa yang dilarangnya bagimu, maka hendaklah kamu meninggalkannya (apa yang dilarangnya itu)

Menurut ulama, ayat tersebut memberi petunjuk secara umum, yakni bahwa

semua perintah dan larangan yang berasal dari Nabi wajib dipatuhi oleh orang-

orang yang beriman.8 Dengan demikian, kewajiban patuh kepada Rasulullah

merupakan konsekuensi logis dari keimanan seseorang.9

Allah berfirman dalam surat al-Ahzab ayat 21 berikut:

Sungguh telah ada pada diri Rasulullah keteladanan yang baik bagimu, (yakni) bagi orang yang mengharap (akan rahmat) Allah, (meyakini akan kedatangan) hari kiamat, dan banyak menyebut (dan ingat akan) Allah.

Ayat tersebut memberi petunjuk bahwa Nabi Muhammad Saw adalah

teladan hidup bagi orang-orang yang beriman. Bagi yang sempat bertemu

langsung dengan Rasulullah, maka cara meneladani Rasulullah dapat dilakukan

secara langsung, sedang bagi yang tidak sezaman dengan Rasulullah, maka cara

meneladani Rasulullah adalah dengan mempelajari, memahami, dan mengikuti

berbagai petunjuk yang termuat dalam sunnah atau hadis beliau.10

Adapun yang menjadi konsentrasi saya dalam pembahasan skripsi ini adalah

meliputi pembahasan seputar sedekah, kajian hadis-hadis sedekah melalui kritik

hadis, dan pandangan ulama tentang sedekah. Hal ini dikarenakan terdapat

8Al-Qurthub, al-Jmi li Ahkm al-Quran, Juz 18 (Kairo: Dr al-Kitb al-Arabi, 1967), h. 17.

9M. Syuhudi Ismail, Metodologi Penelitian Hadis Nabi Saw (Jakarta: Bulan Bintang, 1992), h. 7-8.

10M. Syuhudi Ismail, Metodologi Penelitian Hadis Nabi Saw, h. 9

6

sebagian orang yang beranggapan bahwa sedekah itu hanya berupa materi saja

dan masih sedikitnya orang yang memahami serta mengamalkan sedekah dalam

kehidupan sehari-harinya.

Disamping itu, kebanyakan karya-karya yang berkenaan dengan

pembahasan sedekah untuk hadis-hadisnya tidak menyertakan penjelasan secara

detail dari segi kualitas sanad dan matan. Sehingga akan memunculkan

ketidakyakinan bagi yang ingin bersedekah.

Jadi, Pembahasan sedekah berdasarkan hadis perlu untuk dikaji lebih dalam,

karena hadis adalah sumber kedua dalam Islam dan termasuk ilmu yang agak

menyulitkan bagi umat Islam.

Oleh karena itu pembahasan tentang sedekah dalam perspektif hadis ini

menurut penulis sangat penting untuk dikaji, sehingga bisa memberikan gambaran

dan tidak akan memunculkan keraguan lagi bagi umat Islam yang ingin

melaksanakan ibadah sedekah.

Berdasarkan pemaparan di atas, maka penulis dalam skripsinya memberi

judul Sedekah dalam Perspektif Hadis.

B. Identifikasi Masalah

Hal yang teridentifikasi dalam penelitian ini terbagi dalam berbagai

masalah. Adapun masalah yang teridentifikasi adalah:

1. Bagaimana al-Quran berbicara tentang sedekah?

2. Bagaimana hadis berbicara tentang sedekah?

3. Apa saja bentuk-bentuk sedekah itu?

4. Bagaimana pandangan ulama tentang sedekah?

7

5. Apakah pengaruhnya hadis-hadis mengenai sedekah terhadap kaum

muslimin?

C. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Dalam mengkaji dan menganalisa suatu masalah diperlukan suatu

pembatasan dan perumusan masalah guna agar lebih jelas dan terarah pembahasan

yang akan diuraikan nanti.

Adapun penelitian ini memiliki beberapa batasan masalah, diantaranya yaitu

membahas hal-hal yang berkenaan dengan sedekah, melakukan kritik hadis

terhadap enam tema hadis-hadis sedekah, dan mengemukakan pandangan ulama

tentang sedekah.

Hadis-hadis yang penulis kaji dibatasi pada kitab-kitab hadis yang termasuk

golongan kutub al-tisah, tetapi khusus untuk kitab sahih al-Bukhari dan sahih

Muslim tidak ada kajian lebih mendalam, tetapi penulis jadikan keduanya penguat

saja. Dan tema hadis-hadis sedekah yang penulis teliti dibatasi juga menjadi enam

tema, karena sudah bisa mewakili hal-hal penting yang harus diketahui dan bekal

untuk bersedekah.

Adapun hadis-hadis yang akan ditakhrij penulis adalah sebagai berikut:

1. Kewajiban dan bentuk-bentuk sedekah

:

( ) .

8

2. Penerima sedekah

.

: .

) () (

3. Keutamaan sedekah

:

:

) (.

4. Sedekah dari penghasilan yang baik

:

) . (

5. Waktu disunahkan sedekah

) ( .

6. Sedekah bersembunyi

:

9

( ) . Dari pembatasan masalah di atas dapat dirumuskan permasalahan yang akan

dikaji sebagai berikut:

1. Bagaimana kualitas hadis-hadis Nabi Saw mengenai sedekah?

2. Apa saja bentuk-bentuk sedekah menurut hadis?

D. Metodologi Penelitian

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis menggunakan studi kepustakaan

(library research) dengan merujuk kepada kitab-kitab Induk Hadis, seperti Sahh

al-Bukhri, Sahh Muslim, Sunan Ab Dud, Sunan al-Tirmdzi, Sunan al-

Nasi, Sunan Ibnu Mjah dan Kitab Muwatta Imam Mlik, Ahmad bin Hanbal

serta Sunan al-Drim juga merujuk pada kitab-kitab Takhrij Hadts, Rijal al-

Hadts, serta buku-buku yang berkaitan dengan data-data dan tema di atas.

Adapun metode penelitian dalam penulisan ini sebagai berikut:

1. Melakukan takhrij hadis dari matan hadis yang telah disebut pada judul.

Langkah pertama, penelitian ini merujuk kepada lafaz yang ada dalam

matan hadis dari kitab al-Mujam al-Mufahras li al-Fzi al-Hadts al-

Nabaw karangan A.J. Wensinck yang diterjemahkan ke dalam bahasa

Arab oleh Muhammad Fuad Abd. al-Baqi. Kedua, melalui penulusuran

awal matan hadis dari kitab Mausah Atrf al-Hadts karya Abu Hajir

Muhammad al-Said Basyuni Zaghlul. Ketiga, melalui tema-tema kunci

10

dari kitab Mifthu Kunz al-Sunnah karya Muhammad Fuad Abd. al-

Baqi.

2. Mencari data yang telah diperoleh dari kitab kamus dengan merujuk

pada kitab asli yang ditunjukan oleh kitab kamus atau yang sejenisnya.

3. Melakukan itibar Sanad, yaitu menyertakan jalur atau sanad-sanad

hadis tertentu yang tampak hanya diketahui satu rawi saja, agar

diketahui apakah ada rawi lainnya dalam riwayat hadis tersebut.

4. Melakukan penelitian sanad (kritik sanad) hadis dari data yang diambil

dari kitab rijal al-hadis untuk kemudian menentukan kedudukan hadis.

5. Melakukan penelitian matan dari hasil penelitian sanad.

6. Memberikan kesimpulan dari hasil penelitian dan pesan penting dari

hadis tersebut.

Metode pembahasan dalam skripsi ini bersifat deskriptif analistis yaitu

mengumpulkan data-data yang ada, baik data primer maupun data sekunder,

kemudian menganalisanya sehingga akan nampak jelas rincian atas persoalan

yang berhubungan dengan pokok masalah, sehingga akan mencapai sebuah

kesimpulan.

Adapun penulisan ini, penulis berpedoman pada buku pedoman penulisan

karya ilmiah, skripsi, tesis, dan disertai yang diterbitkan CeQDA UIN Syarif

Hidayatulah Jakarta, cet. ke-2: 2007.

E. Kajian Pustaka

Ketika melakukan tinjauan pustaka penulis menemukan empat karya yang

berkaitan dengan sedekah. Terdapat satu karya skripsi dan tiga karya buku,

adapun karya-karya tersebut antara lain:

11

1. 100 Kesalahan dalam Sedekah karya Reza Pahlevi Dalimunthe. Buku ini

mengupas kesalahan-kesalahan yang kerap terselip dalam ibadah

sedekah.

2. Matematika Sedekah karya Zainul Arifin el-Basyier. Buku ini

mengungkap rahasia hitungan sedekah dan kisah nyata tentang keajaiban

sedekah.

3. Sedekah Mahabisnis dengan Allah karya Amirulloh Syarbini. Buku ini

berisikan motivasi agar gemar menunaikan sedekah dan meyakinkan

kepada para pembaca bahwa sedekah dapat memberi keuntungan luar

biasa.

4. Terjemah Fathul Muin karya Aliy Asad jilid 2. Buku ini memberikan

penjelasan diantaranya yaitu tentang hukum sedekah dan keutamaan

waktu memberikan sedekah.

5. Analisa Hadis tentang Tiga Amal yang Tidak Akan Putus (Sedekah

Jariah, Ilmu yang Bermanfaat, dan Doa Anak yang Saleh) (2007).

Skripsi ditulis oleh Khairu Ummah, pembahasannya yaitu menganalisis

dan menggambarkan hadis-hadis tiga amal yang tidak akan putus dari

perspektif hadis.

F. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Adapun tujuan utama dari penelitian dalam skripsi ini adalah sebagai

berikut:

1. Mengetahui hadis-hadis Nabi Saw yang berkenaan dengan bentuk-bentuk

sedekah.

12

2. Memberikan penjelasan dan pemahaman terhadap masyarakat tentang

kualitas hadis-hadis Nabi Saw mengenai sedekah.

Adapun kegunaan dari penelitian ini secara akademik adalah:

1. Penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangsih pemikiran

dalam bidang hadis, khususnya tentang sedekah yang saat ini jarang

dikaji dalam perspektif hadis secara utuh.

2. Sebagai syarat memperoleh gelar Strata satu bidang Theologi Islam pada

program studi Tafsir Hadis di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif

Hidayatullah Jakarta.

Adapun kegunaan dari penelitian ini secara non akademik adalah:

1. Agar saya dan para pembaca skripsi ini mendapat gambaran dan

pemahaman tentang hadis-hadis sedekah.

2. Untuk menambah khazanah keilmuan penulis dalam memahami suatu

hadis dan dapat mengaplikasikan salah satu ilmu yang penulis pelajari di

bangku kuliah.

G. Sistematika Penulisan

Adapun mengenai sistematika penulisan ini penulis membagi pembahasan

ke dalam empat bab, masing-masing bab mempunyai spesifikasi pembahasan

mengenai topik tertentu diantaranya:

Bab pertama, bab ini berisikan tentang pendahuluan yang memuat latar

belakang masalah, identifikasi masalah, pembatasan dan perumusan masalah,

metodologi penelitian, kajian pustaka, tujuan dan manfaat penelitian, serta

sistematika penulisan.

13

Bab kedua, bab ini berisikan sekilas tentang sedekah yang memuat tentang

pengertian sedekah, sejarah sedekah, bentuk-bentuk sedekah, penerima sedekah,

waktu sedekah, keutamaan sedekah, adab-adab sedekah, dan hal-hal yang

membatalkan sedekah.

Bab ketiga, bab ini penulis melakukan takhrij hadis dan itibar sanad.

Kemudian dilanjutkan dengan kritik sanad dan matan yang terdiri dari enam tema

hadis yaitu hadis tentang kewajiban dan bentuk-bentuk sedekah, hadis tentang

penerima sedekah, hadis tentang keutamaan sedekah, hadis tentang sedekah dari

penghasilan yang baik, hadis tentang waktu bersedekah, dan sedekah

bersembunyi. Adapun penelitian hadisnya terdiri dari dua aspek yaitu identifikasi

sanad dan telaah matan. Dan mengemukakan pandangan para ulama tentang

hukum serta hal-hal yang berkenaan dengan sedekah.

Bab keempat, bab ini merupakan penutup serta kesimpulan umum yang

akan penulis simpulkan berdasarkan penelitian yang telah dilakukan serta saran

dan diakhiri dengan daftar pustaka yang penulis gunakan sebagai nara sumber

dalam penelitian ini.

14

BAB II

SEKILAS TENTANG SEDEKAH

A. Pengertian Sedekah

Sedekah berasal dari kata sadaqa yang berarti benar.1 Maksudnya adalah

bahwa orang yang suka bersedekah adalah orang yang benar pengakuan

imannya. Dalam pengertian para fuqah', sedekah adalah suatu pemberian

seorang muslim kepada seseorang secara spontan dan sukarela tanpa dibatasi oleh

waktu dan jumlah tertentu, serta suatu pemberian yang bertujuan sebagai

kebajikan yang mengharap ridha Allah SWT dan pahala semata.2 Adapun menurut

terminologi syariat, pengertian dan hukum sedekah sama dengan infak. Akan

tetapi, sedekah mencakup arti yang lebih luas dan menyangkut hal-hal yang

bersifat nonmaterial.3 Sebagaimana dijelaskan dalam hadis imam al-Bukhari yang

bersumber dari Abu Musa al-Asyary, yaitu:

: :

: :

:

.

1Ahmad Warso al-Munawir, Kamus Arab Indonesia Terlengkap (Surabaya: Pustaka

Progresif, 1997), h. 77. 2Taufik Abdullah, Ensiklopedi Islam, Jilid 4 (Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Hoeve, 1996), h.

259. 3Al-Furqan Hasbi, 125 Masalah Zakat (Solo: Tiga Serangkai, 2008), h. 19.

15

Diriwayatkan dari Abu Dzar r.a., bahwasanya beberapa orang sahabat Nabi Saw berkata kepada beliau, Ya Rasulullah! Orang-orang kaya bisa memperoleh banyak pahala, mereka shalat sebagaimana kami, mereka berpuasa sebagaimana kami, dan mereka bisa menyedekahkan kelebihan harta mereka. Rasulullah Saw bersabda, Tidakkah Allah telah menjadikan untukmu sesuatu yang bisa kau sedekahkan yang bernilai sebagai sedekah? Sesungguhnya setiap tasbih adalah sedekah, setiap takbir adalah sedekah, setiap tahmid adalah sedekah, setiap tahlil adalah sedekah, amar maruf adalah sedekah, nahi mungkar adalah sedekah, dan pada kemaluanmu juga ada sedekah. Mereka bertanya, Ya Rasulullah! Apakah orang yang melampiaskan syahwatnya itu mendapat pahala? Beliau menjawab, Tidakkah kau tahu bahwa jika seseorang meletakkan kemaluannya pada sasaran yang haram maka dia mendapat dosa? Namun sebaliknya, apabila dia meletakkan kemaluannya pada sasaran yang halal, maka dia mendapat pahala. (HR Muslim)4

Rasulullah Saw bersabda,

- - .

.

Diriwayatkan dari Abu Malik al-Asyari r.a., ia berkata: Rasulullah Saw pernah bersabda, Bersuci itu separoh dari iman, bacaan alhamdulillah itu memenuhi timbangan (al-mzn), bacaan subhanallah wal hamdulillah pahalanya memenuhi ruang antara beberapa langit dan bumi, shalat adalah cahaya, sedekah adalah bukti keimanan, sabar adalah sinar, dan al-Quran adalah hujjah yang mendukungmu atau mengalahkanmu. Setiap orang itu pergi lalu menjual dirinya, maka ada orang yang memerdekakan dirinya dan ada yang menghinakan dirinya. (HR Muslim)5

Dari pengertian-pengertian di atas maka bisa disimpulkan bahwa sedekah

adalah salah satu bukti benarnya iman seseorang dalam beribadah dan melakukan

ketaatan kepada Allah SWT, serta bukti akan kebenaran janji Allah SWT yang

menjamin rezeki setiap makhluk-Nya. Sehingga orang yang benar-benar

memahami makna sedekah akan meyakini pemberian terbaik dari Allah SWT dan

berusaha semaksimal mungkin menafkahkan hartanya di jalan yang diridhai oleh-

4Imam al-Mundziri, Ringkasan Shahih Muslim. Penerjemah Achmad Zaidun (Jakarta:

Pustaka Amani, 2003), h. 310-311. 5Al-Mundziri, Ringkasan Shahih Muslim, h. 83.

16

Nya. Selain itu, sedekah tidak hanya diartikan sebagai pemberian harta kepada

seseorang, tetapi lebih dari itu, sedekah mencakup juga dengan semua perbuatan

baik, bisa bersifat fisik, maupun nonfisik. Sehingga bersedekah bisa dilakukan

sama siapa saja, kapan pun, dan dimana pun. Diantara wujud sedekah antara lain

adalah menyantuni fakir miskin dan yatim piatu, membangun fasilitas yang

bermanfaat untuk umum seperti sarana ibadah, pendidikan, kesehatan,

perpustakaan, irigasi, dan lain-lain yang tidak melanggar syariat.6 Dan tujuan dari

sedekah sunat ini ialah untuk menambal segala kekurangan yang ada pada

sedekah wajib.7

B. Sejarah dan Dasar Hukum Sedekah

Sedekah yang bersifat sukarela pertama kali ditetapkan di Mekah dengan

nama zakat. Kemudian di Medinah diperkenalkan dengan istilah sedekah.8 Pijakan

disyariatkan dan dianjurkan sedekah dapat ditemukan dalam beberapa ayat al-

Quran dan Hadis. Berikut ini sebagian dasar dari disyariatkannya dan

dianjurkannya sedekah dari al-Quran dan Hadis yang dimaksudkan.

1. Al-Quran

a. Al-Anbiya' (21) : 73

6Ahmad Gaus AF, Filantropi dalam Masyarakat Islam (Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2008), h. 21.

7Alawi Abbas al-Maliki Hasan Sulaiman al-Nuri, Penjelasan Hukum-hukum Syariat Islam. Penerjemah Bahrun Abu Bakar (Bandung: Sinar Baru Algesindo, 1994), h. 1038.

8Tim Lajnah Pentashihan Mushaf al-Quran, Tanggung Jawab Sosial (Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf al-Quran, 2011), h. 397.

17

Dan Kami menjadikan mereka itu sebagai pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah kami dan kami wahyukan kepada mereka agar berbuat kebaikan, melaksanakan shalat, dan menunaikan zakat, dan hanya kepada Kami mereka menyembah.9 b. Al-Muminun (23) : 4

Dan orang yang menunaikan zakat.

c. Al-Rum (30) : 39

Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar harta manusia bertambah, maka tidak bertambah dalam pandangan Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk memperoleh keridhaan Allah, maka itulah orang-orang yang melipatgandakan (pahalanya).

d. Al-Mujadalah (58) : 12

Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kamu mengadakan pembicaraan khusus dengan Rasul, hendaklah kamu mengeluarkan sedekah (kepada orang miskin) sebelum (melakukan) pembicaraan itu. Yang demikian itu lebih baik bagimu dan lebih bersih. Tetapi jika kamu tidak memeroleh (yang akan disedekahkan) maka sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang. e. Al-Baqarah (2) : 245

9Tim Syaamil al-Quran, Syaamil al-Quran Miracle The Reference (Bandung: PT Sygma

Publishing, 2010), h. 653.

18

Barang siapa meminjami Allah dengan pinjaman yang baik maka Allah

melipatgandakan ganti kepadanya dengan banyak. Allah menahan dan melapangkan (rezeki) dan kepada-Nyalah kamu dikembalikan.

f. Al-Mujadalah (58) : 13

Apakah kamu takut akan (menjadi miskin) karena kamu memberikan

sedekah sebelum (melakukan) pembicaraan dengan Rasul? Tetapi jika kamu tidak melakukannya dan Allah telah memberi ampunan kepadamu maka laksanakanlah shalat, dan tunaikanlah zakat serta taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya! Dan Allah Mahateliti terhadap apa yang kamu kerjakan.

g. Al-Taubah (9) : 79

(orang munafik) yaitu mereka yang mencela orang-orang beriman yang

memberikan sedekah dengan sukarela dan yang mencela orang-orang yang hanya memperoleh untuk disedekahkan sekadar kesanggupannya, maka orang-orang munafik itu menghina mereka. Allah akan membalas penghinaan mereka, dan mereka akan mendapat azab yang pedih.

h. Al-Nisa' (4) : 114

19

Tidak ada kebaikan dari banyak pembicaraan rahasia mereka kecuali pembicaraan rahasia dari orang yang menyuruh (orang) bersedekah, atau berbuat kebaikan, atau mengadakan perdamaian di antara manusia. Barang siapa berbuat demikian karena mencari keridaan Allah, maka kelak Kami akan memberinya pahala yang besar.

Dari beberapa ayat tersebut, secara jelas dapat ditangkap sejumlah pesan

antara lain bahwa anjuran sedekah sudah Allah berikan kepada kaum muslimin

sejak di Mekah dengan istilah zakat. Buktinya adalah ayat yang kesatu sampai

ketiga diatas adalah termasuk salah satu ayat-ayat Makkiyah, yang mana salah

satu pokok-pokok kandungannya yaitu bagi yang memiliki harta benda

diperintahkan supaya mau mengeluakan zakat dan menyampaikannya kepada

orang-orang yang berhak menerimanya, sebab dengan zakat tersebut menolong

saudara-saudaranya yang kekurangan dan kesukaran. Dan dengan zakat pula akan

dapat menenteramkan masyarakat serta berani berkorban untuk membela agama

Tuhan.10 Dan perintah zakat ini ditanggapi positif oleh umat Islam ketika itu,

sehingga tidak sedikit dari para sahabat Nabi yang ikhlas mengeluarkan hartanya,

demi mengharap ridha Allah SWT. Apalagi ketika itu, praktek riba sudah banyak

berkembang di masyarakat Mekah. Sehingga zakat adalah solusi terbaik untuk

mengatasi kekurangan dan kesukaran hidup.

2. Hadis

Selain al-Quran, beberapa hadis juga telah mengungkap perintah

bersedekah, yaitu:

a. Hadis diriwayatkan dari Abu Masud al-Anshary

10Moenawar Chalil, Kelengkapan Tarikh Nabi Muhammad Saw, Jilid 1 (Jakata: Gema

Insani, 2001), h. 412.

20

. :

: .

. ( ) (

Diriwayatkan dari Abu Masud r.a., ia berkata: Kami diperintahkan bersedekah. Kata Abu Masud: Kami merasa tidak mampu cuma (bersedekah sekadarnya). Lalu Abu Aqil menyedekahkan setengah gantang makanan. Kemudian ada orang lain datang menyedekahkan lebih banyak dari itu. Lalu orang-orang munafik mengatakan, Sesungguhnya Allah tidak membutuhkan ini, dan tidaklah orang lain melakukan ini kecuali untuk dipamerkan. Maka turunlah ayat (yang artinya): Orang-orang munafik yaitu orang-orang yang mencela orang-orang mukmin yang memberikan sedekah dengan sukarela dan mencela orang-orang yang tidak memperoleh (sesuatu untuk disedekahkan) kecuali sekedar kesanggupannya. (HR Muslim)11

b. Hadis diriwayatkan dari Haritsah bin Wahb

: (

).

Diriwayatkan dari Haritsah bin Wahb r.a.: Aku pernah mendengar Rasulullah Saw bersabda, Segerakanlah sedekah, jangan ditunda hingga datang suatu zaman ketika seorang harus berkeliling untuk memberikan apa yang akan disedekahkannya dan tidak menemukan seorang pun yang mau menerimanya, dan orang (yang diminta untuk menerima sedekah itu) akan berkata, Seandainya kau datang kemarin pasti aku akan menerimanya, adapun hari ini aku tidak membutuhkannya.(HR al-Bukhari)12 c. Hadis diriwayatkan dari Abu Hurairah

: :

.

Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a.: Rasulullah Saw pernah bersabda, Apabila seseorang memberikan sedekah yang setara dengan sebuah kurma yang

11Al-Mundziri, Ringkasan Shahih Muslim, h. 308309. 12Imam al-Zabidi, Ringkasan Sahih al-Bukhari. Penerjemah Cecep Samsyul Hari

(Bandung: PT Mizan Pustaka, 2004), h. 285.

21

diperoleh dengan harta (uang) yang baik dan Allah hanya menerima sedekah yang dikeluarkan dari harta yang baik, Allah akan menerima sedekah itu dengan Tangan-Nya (yang kanan) dan kemudian menambahkan pahala kepada orang itu, sebagaimana siapa pun dari kamu yang membesarkan bayi kudanya, sedemikian besarnya sehingga menjadi sama besarnya dengan sebuah gunung. (HR al-Bukhari)13

: :

. :

.

Asma' binti Abu Bakar r.a. berkata: Rasulullah Saw berpesan kepadaku: Jangan selalu kau menutupi kepunyaannmu, maka Allah akan menutupi rezekimu. Dalam lain riwayat: belanjakanlah dan bersedekahlah dan jangan kau hitung, supaya Allah jangan menghitung padamu dan jangan kau takar, niscaya Allah akan membatasi padamu. (HR al-Bukhari, Muslim)14

Posisi sunnah menguatkan dan menjelaskan apa yang dinyatakan secara

umum oleh al-Quran. Al-Quran adalah konstitusi dan sumber perundang-

undangan Islam yang utama. Oleh karena itu, al-Quran hanya mengandung asas-

asas dan prinsip-prinsip umum tentang suatu masalah, tidak menegaskan secara

mendetail dan terperinci, terkecuali apabila terdapat hal-hal yang dikuatirkan akan

menimbulkan keragu-raguan dan kekacauan.

Dalam hal ini, sunnah merupakan interpretasi lisan dan pelaksanaan konkret

dari apa yang dinyatakan al-Quran dengan menjelaskan yang sama, mempertegas

yang belum jelas, memberi batas yang belum tegas, dan menjadikannya lebih

khusus apa yang masih terlalu umum, sesuai dengan apa yang ditangkap oleh

rasul yang suci dari ayat-ayat al-Quran.15

13Al-Zabidi, Ringkasan Sahih al-Bukhari, h. 285. 14Salim Bahreisj, Tarjamah Riyadhus Salihin (Bandung: PT al-Maarif, 1978), h. 463. 15Sudirman, Zakat dalam Pusaran Arus Modernitas (Malang: UIN-Malang Press, 2007), h.

26.

22

Dalam hal sedekah, sunnah datang memperkuat ketentuan bahwa sedekah

sukarela itu memang ibadah yang disyariatkan dan dianjurkan oleh Allah melalui

Nabi Muhammad Saw. Dan untuk istilah sedekah dan anjurannya banyak

dikemukakan di Medinah. Diantara buktinya yaitu:

a. ayat madaniyyah lebih berisikan ajaran-ajaran yang menyangkut

kehidupan masyarakat, politik, ekonomi, dan sebagainya. Dan juga

berusaha menyempurnakan aturan sosial yang belum dibuat sejak

sebelum kedatangan Islam, misalnya puasa, zakat fitrah, zakat mal,

dll.16

b. Abdullah bin Abbas berkata, Rasulullah mewajibkan zakat fitrah

sebagai pembersih dosa bagi orang-orang miskin. Barangsiapa yang

menunaikannya sebelum shalat maka zakatnya diterima, dan

barangsiapa menunaikannya setelah shalat, maka itu merupakan

sedekah.(HR Abu Dawud di dalam kitab al-zakt, bab zakat Fitrah)17

c. pada awalnya zakat diwajibkan sebagai bentuk kasih sayang yang

dilakukan secara sukarela dan identik dengan kesalehan dimana tidak

ada aturan yang mengikat. Pada perkembangan berikutnya, zakat

menjadi pungutan wajib atas harta milik, termasuk uang, hewan

ternak, hasil pertanian, buah-buahan, dan barang dagangan.18

d. ayat-ayat al-Quran dari urutan keempat dan hadis-hadis diatas

menunjukan beberapa bukti bahwa sedekah dengan istilah zakat sudah

16Tim Penyusun, Ensiklopedi Tematis Dunia Islam, Jilid I (Jakarta: PT Ichtiar Baru Van

Hoeve, 2002), h. 124. 17Ali Muhammad al-Shalabi, Sejarah Lengkap Rasulullah. Penerjemah Faesal Saleh dkk.

(Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2012), h. 397. 18Philip K. Hitti, History of The Arabs. Penerjemah R. Cecep L dan Dedi SR (Jakarta: PT

Serambi Ilmu Semesta, 2010), h. 166.

23

ada semenjak periode Mekah dan banyak diperkenalkan oleh Nabi

Muhammad Saw dengan kata sedekah di periode Madinah.

C. Bentuk-bentuk Sedekah

Sedekah dalam konsep Islam mempunyai arti yang luas, tidak hanya

terbatas pada pemberian sesuatu yang sifatnya materil kepada orang-orang miskin,

tetapi lebih dari itu, sedekah mencakup perbuatan kebaikan, baik bersifat fisik,

maupun nonfisik. Bentuk-bentuk sedekah dalam ajaran Islam dapat dilihat pada

beberapa hadis Nabi Muhammad Saw.

Diantara bentuk-bentuk sedekah berdasarkan hadits-hadits Nabi Saw yang

perincian hadisnya terlampir dalam lampiran 1: Pertama, memberikan sesuatu

dalam bentuk materi kepada orang miskin. Kedua, bekerja dengan dua tangannya

hingga memberi manfaat untuk dirinya, membantu orang yang membutuhkan

pertolongan, melakukan perbuatan baik, dan menahan dari diri dari keburukan.

Ketiga, mendamaikan dua orang yang berselisih dengan adil, menyingkirkan

rintangan atau duri dari jalan, dan melangkahkan kaki untuk mengerjakan shalat.

Keempat, membaca tasbih, tahlil, tahmid, takbir, dan istighfar. Kelima, menyuruh

berbuat baik, mencegah yang jahat, mengajari orang hingga mengerti, dan

mencampuri istri. Keenam, mengucapkan perkataan yang baik. Ketujuh, memberi

pinjaman atau hutang. Dan kedelapan, setiap berbuat kebajikan, salah satunya

yaitu memberikan senyuman kepada orang lain.

24

D. Penerima Sedekah

Sedekah dianjurkan kepada setiap orang yang beriman, baik miskin maupun

kaya, baik orang yang kuat maupun orang lemah, baik laki-laki maupun

perempuan, baik yang muda maupun yang tua, baik yang lapang rezekinya

maupun yang sempit, baik yang bakhil maupun yang dermawan.19

Dari segi penerima, sedekah dapat diterima siapa saja dengan skala prioritas

sesuai dengan kondisi dan kebutuhan penerima sedekah, karena tidak ada batasan

yang mengatur didalamnya. Akan tetapi, orang yang paling layak menerima

sedekah seseorang adalah anaknya, keluarga, dan kerabatnya. Tidak boleh ia

bersedekah kepada orang lain, jika yang akan disedekahkan itu diperlukannya

sebagai nafkah hidup dirinya dan keluarganya.

1. Rasulullah Saw bersabda,

.

Nabi Saw bersabda: Tangan yang di atas lebih baik daripada tangan yang di bawah. Dan berilah lebih dahulu kepada orang-orang yang engkau belanjai. Dan sebaik-baik sedekah ialah sedekah yang sesudah kita berikan, masih ada sisa yang cukup bagi kita. Barang siapa memelihara diri dari yang haram dan meminta-minta, niscaya Allah menjadikannya orang yang terpelihara. Dan barang siapa memohon kepada Allah supaya diberi kecukupan, niscaya Allah memberinya kecukupan. (HR al-Bukhari)20

2. Rasulullah Saw bersabda,

.

Cukup besarlah dosa seseorang jika ia menyia-nyiakan tanggungannya. (HR Muslim dan Abu Daud)21

19Reza Pahlevi Dalimunthe, 100 Kesalahan dalam Sedekah (Jakarta: PT AgroMedia

Pustaka, 2010), h. 13. 20Al-Zabidi, Ringkasan Shahih al-Bukhari, h. 290. 21Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah, h. 18.

25

3. Rasulullah Saw bersabda,

.

Sedekah yang paling utama ialah sedekah kepada kaum kerabat yang memendam rasa permusuhan. (HR al-Thabrani dan al-Hakim yang menyatakan kesahihannya)22

4. Rasulullah Saw bersabda,

: : :

. .

Abu Hurairah r.a. berkata, Pernah ditanyakan kepada Rasulullah Saw, Wahai Rasulullah, sedekah apakah yang paling utama itu? Beliau menjawab, ialah sedekah untuk orang yang dalam kesusahan dan selalu kekurangan. Dan dahulukan orang yang banyak tanggungannya.(HR. Abu Daud dan disahihkan oleh Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban, dan al-Hakim)23

5. Rasulullah Saw bersabda,

.Bersedekahlah kalian! Seorang lelaki bertanya, Wahai Rasulullah, aku

mempunyai satu dinar. Beliau menjawab, Sedekahkanlah ia untuk dirimu sendiri. Lelaki itu berkata, Aku mempunyai satu dinar lainnya. Beliau bersabda, Sedekahkanlah ia untuk anakmu. Lelaki itu berkata, Aku mempunyai yang lainnya. Beliau bersabda, Sedekahkanlah ia untuk pelayanmu. Lelaki itu berkata, Aku mempunyai yang lainnya lagi. Beliau bersabda, Engkau lebih mengetahuinya. (HR Abu Daud dan al-Nasai serta dinilai sahih oleh Ibnu Hibban dan Imam al-Hakim)24

6. Rasulullah Saw bersabda,

. :

Wahai Rasulullah Saw, sedekah apa yang paling utama? Rasulullah Saw menjawab, Sedekah dari hasil usaha keras orang yang pas-pasan, dan mulailah

22Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah, h. 18-19. 23Ahmad Muhammad Yusuf, Himpunan Dalil dalam al-Quran dan Hadis, Jilid 3 (Jakarta:

PT Segoro Madu Pustaka, 2008), h. 307. 24Abbas al-Maliki Hasan Sulaiman al-Nuri, Penjelasan Hukum-hukum Syariat Islam, h.

1049.

26

dengan orang yang menjadi tanggung jawabmu. (HR Abu Daud dan Ibnu Khuzaimah)25

7. Rasulullah Saw bersabda,

:

.

Jika salah seorang diantaramu miskin, hendaknya dimulai dengan dirinya. Dan jika dalam itu ada kelebihan, barulah diberikan untuk keluarganya. Lalu apabila ada kelebihan lagi, maka untuk kerabatnya,atau sabdanya, untuk yang ada hubungan kekeluargaan dengannya. Kemudian apabila masih ada kelebihan, barulah untuk ini dan itu. (HR Ahmad dan Muslim)26

Dari hadis-hadis di atas, bisa disimpulkan bahwa diantara penerima sedekah

yang dianjurkan, yaitu: anak dan keluarga, kerabat yang mahram dan bukan

mahram, tetangga, delapan golongan, anak yatim, janda, anak-anak berprestasi

yang kekurangan biaya melanjutkan sekolah, dan membangun fasilitas yang

bermanfaat untuk umum, seperti sarana ibadah, pendidikan, kesehatan, dan lain-

lain selama tidak melanggar syariat.27

Dari segi yang disedekahkan, sedekah yang diberikan tidak terbatas pada

harta secara fisik, perkataan yang baik, tenaga, memberi maaf kepada orang lain,

memberi pertolongan kepada yang membutuhkan baik materi atau sumbangsih ide

atau pikiran, mengasih solusi masalah, melainkan mencakup semua kebaikan.28

Selain itu juga, sedekah lebih utama diberikan kepada musuh untuk

meredakan ketegangan, dan kepada aktivis sosial yang benar-benar

membutuhkan.

25M. Nashiruddin al-Albani, Shahih al-Targhib wa al-Tarhib, Jilid 2. Penerjemah Izzudin

Karimi dkk. (Jakarta: Pustaka Sahifa, 2007 ), h. 272. 26Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah, h. 18. 27Ahmad Gaus AF, Filantropi dalam Masyarakat Islam (Jakarta: PT Elex Media

Komputindo, 2008), h. 21. 28Reza Pahlevi Dalimunthe, 100 Kesalahan dalam Sedekah, h. 16.

27

E. Waktu Sedekah

Waktu bersedekah bebas kapan saja dan dimana saja. Namun, ada keadaan-

keadaan tertentu dari manusia yang menjadi waktu primer untuk mengeluarkan

sedekah, yaitu waktu sehat, waktu sedang kikir, waktu sedang takut miskin, waktu

sedang berharap kaya.29 Sebagaimana dijelaskan dalam hadis Nabi berikut,

: :

:

. :

Dari Abu Hurairah r.a., dia berkata, Seseorang lelaki mendatangi Rasulullah, dan bertanya, Wahai Rasulullah apakah sedekah yang paling baik? Beliau menjawab, Kamu bersedekah ketika kamu sehat lagi kikir, kamu takut menjadi miskin dan ingin kaya. Janganlah kamu menunda-nunda sedekah hingga ajalmu telah sampai di tenggorokan, sehingga saat itu kamu akan berkata, Berikanlah kepada si fulan begini dan kepada si fulan begitu, dan ingatlah sedangkan hartanya ketika itu memang untuk si fulan. (HR. Muslim)30

Hakim ibnu Hizam r.a.

.

Tangan di atas lebih baik daripada tangan di bawah, dan mulailah dengan orang yang engkau tanggung. Sebaik-baik sedekah ialah yang dilakukan dalam keadaan berkecukupan, dan barang siapa yang memelihara dirinya dari meminta-minta, niscaya Allah akan memelihara kehormatannya, dan barang siapa yang merasa berkecukupan, niscaya Allah akan memberinya kecukupan.31 (Muttafaq Alaih)32

29Reza Pahlevi Dalimunthe, 100 Kesalahan dalam Sedekah, h. 12. 30Al-Mundziri, Ringkasan Sahih Muslim, h. 306-307. 31Abbas al-Maliki Hasan Sulaiman al-Nuri, Penjelasan Hukum-hukum Syariat Islam, h.

1045. 32Muttafaq Alaih adalah hadis yang telah disepakati oleh kedua imam hadis al-Bukhari

dan Muslim. Dan menurut al-Hafidz Ibnu Hajar, bahwa persepakatan antara kedua imam itu maksudnya ialah persesuaian keduanya dalam mentakhrijkan asal hadis dari shahaby, kendatipun terdapat perbedaan-perbedaan dalam gaya bahasa. Lihat, Fathur Rahman, Ikhtishar Musthalahul Hadits, (Bandung: PT al-Maarif, 1974), h. 124-125.

28

Sedekah dalam Islam sangat dianjurkan dan sangat baik dilakukan setiap

saat. Di dalam al-Quran banyak sekali ayat yang menganjurkan kaum muslimin

untuk senantiasa bersedekah.

Diantara ayat yang dimaksud adalah firman Allah SWT pada surat al-Nisa'

ayat 114:

Tidak ada kebaikan dari banyak pembicaraan rahasia mereka kecuali

pembicaraan rahasia dari orang yang menyuruh (orang) bersedekah, atau berbuat kebaikan, atau mengadakan perdamaian di antara manusia. Barang siapa berbuat demikian karena mencari keridaan Allah, maka kelak kami akan memberinya pahala besar.33

Adapun Rasulullah Saw adalah seorang yang sangat menganjurkan

memperbanyak sedekah dalam setiap keadaan. Buktinya, beliau adalah orang

yang paling demawan di bulan Ramadan, dalam urusan-urusan penting, keadaan

sakit, dalam perjalanan, dalam peperangan dan haji,34 serta dalam waktu-waktu

yang mulia seperti 10 hari dalam bulan Dzulhijjah, dua hari raya, hari Jumat, dan

tempat-tempat yang mulia misalnya Mekah dan Medinah.35

F. Keutamaan Sedekah

Setiap kebaikan memiliki kebaikan, dan masing-masing berbeda dalam

memiliki hal keutamaan. Ada yang memiliki keutamaan banyak dan ada pula

yang sedikit. Begitu pula dengan sedekah, ia memiliki beberapa keutamaan bagi

33Tim Syaamil al-Quran, Syaamil al-Quran Miracle The Reference, h. 191. 34Ahmad Isa Asyur, al-Fiqhul Muyassar. Penerjemah Zaid Husein Alhamid (Jakarta:

Pustaka Amani, t.t.), h. 197. 35Aliy Asad, Terjemah Fathul Muin, Jilid 2 (Yogyakarta: Menara Kudus, 1980.), h. 54.

29

pengamalnya dan keutamaan itulah yang menyebabkan Rasulullah Saw

menganjurkan kepada umatnya untuk banyak bersedekah.

1. Al-Quran

a. Allah SWT berfirman,

Sesungguhnya orang-orang yang bersedekah baik laki-laki maupun

perempuan dan meminjamkan kepada Allah dengan pinjaman yang baik, akan dilipatgandakan (balasannya) bagi mereka, dan mereka akan mendapatkan pahala yang mulia. (QS al-Hadid (57): 18)

b. Allah SWT berfirman,

Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan bergelimang dosa. (QS al-Baqarah [2]: 276)

2. Al-Hadits

Klasifikasi Keutamaan-keutamaan Sedekah berdasarkan hadits-hadits Nabi

yang perinciannya terdapat dalam lampiran 2: pertama, amal kebaikan yang dapat

menyusul seorang mukmin setelah ajal tiba. Kedua, Allah akan memberikan

naungan pada hari Kiamat. Ketiga, orang yang menunda tempo dalam kesulitan,

maka akan mendapatkan sedekah setiap harinya sebelum hutang tersebut jatuh

tempo. Keempat, sedekah kepada orang miskin akan mendapat satu pahala

sedekah dan sedekah kepada kerabatnya akan mendapatkan dua pahala, yaitu

pahala sedekah dan silaturahim. Kelima, ahli sedekah akan dipanggil di surga dari

pintu sedekah. Keenam, tidak akan berkurang harta orang yang bersedekah.

30

Ketujuh, orang yang bersedekah akan dibalas dengan sepuluh kali lipat.

Kedelapan, sedekah merupakan jalan terbaik untuk membantu orang lain.

Kesembilan, orang yang bersedekah akan berada di bawah naungan amal

sedekahnya hingga diputuskan semua perkara manusia. Kesepuluh, sedekah

adalah termasuk amal-amal salih yang paling utama. Kesebelas, memadamkan

panasnya kubur. Kedua belas, melenyapkan kesalahan. Ketiga belas, didoakan

para malaikat setiap hari. Keempat belas, meredam kemurkaan Tuhan dan

menolak akibat jelek. Kelima belas, menambah panjangnya umur. Dan keenam

belas, menambah harta kekayaan, obat penyembuh penyakit, Allah akan

menghilangkan segala bala, akan melintasi sirtal mustaqm seperti kilat, dan

akan masuk surga tanpa hisab.

G. Adab-adab Sedekah

Bersedekah termasuk amal shalih yang paling agung, bahkan termasuk amal

terbaik untuk mendekatkan diri kepada Allah. Bersedekah juga merupakan salah

satu sebab dilindunginya seseorang dari adzab kubur dan mendapat naungan Allah

pada hari kiamat. Apalagi jika orang yang mengeluarkan sedekah itu

memerhatikan adab-adabnya.36

Diantara adab bersedekah adalah sebagai berikut:

1. Mengiringi dengan basmallah

Mengiringi setiap aktivitas sedekah dengan bacaan basmallah, sebab

ia merupakan perkara yang amat besar.37

2. Niatnya harus tulus

36Abdul Aziz bin Fathi al-Sayyid Nada, Ensiklopedi Adab Islam, Jilid 2. Penerjemah Abu Ihsan al-Atsari (T.tp.: PT Pustaka Imam Asy-Syafii, 2009), h. 65.

37Abdul Aziz Muhammad Azzam dan Abdul Wahab Sayyed Hawwas, Fiqih Ibadah. Penerjemah Kaman Asat Irsyad dkk. (Jakarta: Amzah, 2010), h. 427.

31

Hendaklah orang yang bersedekah supaya meluruskan niatnya.

Hendaklah yang ia cari hanya wajah Allah SWT semata, bukan karena riya

atau ingin dipuji manusia dengan dikatakan dermawan.38 Rasulullah Saw

bersabda,

Ada seseorang yang Allah beri keluasan harta, kemudian dia mengakui nikmat tersebut pada hari kiamat. Dia ditanya, Lantas apa yang engkau kerjakan dengan nikmat tersebut? Dia menjawab, Aku salurkan ke jalan yang Engkau cintai. Tidak ada satu pun jalan yang Engkau cintai kecuali aku berinfak di dalamnya. Allah berkata, Engkau berdusta! Akan tetapi, engkau melakukan hal itu semua karena ingin dikatakan dermawan, dan engkau telah mendapatkannya! Akhirnya orang tersebut ditarik wajahnya dan dicampakkan ke dalam neraka. (HR Muslim Bab 43 Orang yang bertempur untuk pamer dan popularitas/Hadis ke 1905)

3. Ikhlas dalam bersedekah

Seseorang wajib mengikhlaskan niat karena Allah semata di dalam

bersedekah dan mencari keridhaan-Nya serta kedekatan disisi-Nya, baik

sedekah wajib maupun sedekah sunnah. Jika keikhlasan tidak ada, maka

sedekah akan batal dan dapat menggugurkan pahalanya.39 Karena dalam

Islam, ikhlas merupakan kunci diterima atau tidaknya ibadah seseorang di

hadapan Allah SWT.40

Dalam konteks sedekah, ikhlas memiliki beberapa makna. Pertama,

ikhlas dalam arti melakukan sedekah dalam rangka beribadah kepada Allah

semata dan tidak mengharapkan imbalan dari-Nya. Ia tidak pernah

mengharapkan imbalan dari manusia, apalagi hanya untuk mendapatkan

pujian atau gelar sebagai orang yang dermawan. Kedua, ikhlas yang

melahirkan syukur yang lahir dari pemahaman dan keyakinan bahwa rezeki

38Reza Pahlevi Dalimunthe, 100 Kesalahan dalam Sedekah, h. 18. 39Al-Sayyid Nada, Ensiklopedi Adab Islam, h. 65. 40Amirulloh Syarbini, Sedekah Mahabisnis dengan Allah (Jakata: QultumMedia, 2012), h.

28.

32

dan harta yang dimiliki tidak lain bersumber dari Allah SWT, sehingga

tidak ragu untuk menyedekahkan harta.41

:

. :

Ada seorang lelaki datang kepada Rasulullah Saw, lalu berkata, Bagaimana menurutmu seorang lelaki yang berperang untuk mencari pahala dan popularitas, apa yang ia dapat?Maka Rasulullah Saw menjawab, Tidak ada pun yang ia dapat. Lalu orang itu mengulanginya tiga kali, dan Rasulullah Saw tetap bersabda, Tidak ada apa pun yang ia dapat. Lalu bersabda, Sesungguhnya Allah tidak menerima amal apa pun, kecuali yang ikhlas dan hanya untuk mengharapkan wajah-Nya dengannya. (HR Abu Daud dan al-Nasai)42

4. Hendaklah Sedekah itu dari Hasil yang Baik

Bersedekahlah dari harta yang halal karena itu merupakan sebab

diterimanya sedekah dan yang akan menghasilkan pahala, sebagaimana

sabda Nabi Saw yang diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a.:

.

Tidaklah seseorang bersedekah dengan harta yang baik, dan Allah tidak akan menerima kecuali yang baik-baik, melainkan Allah akan mengambil dengan tangan kanan-Nya. Jika itu berupa sebutir kurma, niscaya ia akan tumbuh di telapak tangan Allah SWT hingga menjadi lebih besar daripada gunung. Sebagaimana seseorang di antara kamu menyemai benihnya atau memelihara anak unta.(HR al-Nasa'i)43

41Amirulloh Syarbini, Sedekah Mahabisnis dengan Allah, h. 30-31. 42M. Nashiruddin al-Albani, Shahih al-Targhib wa al-Tarhib, Jilid 3. Penerjemah Izzudin

Karimi dkk. (Jakarta: Pustaka Sahifa, 2007 ), h. 214-215. 43Ab Abdirrahman Ahmad bin Syuaib al-Nasi, Sunan al-Nas'i (Riyadh: Maktabah al-

Marif, t.t.), h. 393.

33

Al-fashil adalah unta kecil. Wajib atas orang yang bersedekah untuk

mengusahakan agar sedekahnya berasal dari harta yang baik. Kalau tidak

demikian, niscaya sedekahnya tidak akan diterima.44

Rasulullah Saw bersabda,

.

Dari Qatadah dari Abi al-Malih dari ayahnya berkata: Aku telah mendengar Rasulullah Saw bersabda: Sesungguhnya Allah tidak akan menerima shalat tanpa bersuci dan Dia tidak akan menerima sedekah dari hasil yang haram. (HR al-Nasa'i)45

5. Memberikan Sedekah kepada orang-orang yang Membutuhkan

Hendaklah orang-orang yang bersedekah berusaha memberikan

sedekahnya kepada orang-orang yang berhak menerimanya dari kalangan

orang-orang fakir, miskin, anak yatim, janda, orang yang terlilit hutang, dan

orang-orang yang berhak serta pantas menerima sedekah. Janganlah

memberikan kepada orang-orang yang diketahui tidak membutuhkannya.

Sebab, sedekah itu akan menjaga dari perbuatan yang haram untuk

mendapatkan sesuap nasi atau yang lainnya.46

6. Mendahulukan Sedekah kepada Karib Kerabat

Apabila karib kerabat termasuk orang yang membutuhkan, maka

haknya lebih besar daripada hak orang lain.

Rasulullah Saw bersabda,

.

44Al-Sayyid Nada, Ensiklopedi Adab Islam, h. 67-68. 45Abu Abdul al-Rahman Ahmad al-Nasa'i, Tarjamah Sunan al-Nasa'i. Penerjemah Bey

Arifin dkk. (Semarang: CV. Asy Syifa, 1993 ), h 59. 46Al-Sayyid Nada, Ensiklopedi Adab Islam, h. 68.

34

Bersedekah kepada orang miskin bernilai satu sedekah, dan sedekah kepada orang yang memiliki hubungan karib kerabat mempunyai dua nilai, pahala sedekah dan pahala menyambung hubungan kekerabatan. (HR al-Darimi)47

Barang siapa yang mendapatkan kelapangan untuk bersedekah,

hendaklah ia mendahulukan karib kerabatnya jika mereka membutuhkan

karena mereka lebih berhak menerimanya.48 Dan utamanya kerabat dekat

yang memiliki ikatan nasab, meskipun mereka wajib dinafkahi, kemudian

kepada suami, istri, kerabat jauh, kerabat susuan, kerabat karena hubungan

pernikahan, baru tetangga.49 Jika tidak demikian, boleh menyerahkannya

kepada yang lain. Karena semakin dekat derajat kekerabatannya dengan

orang yang menerima sedekah itu, maka semakin besar pula pahala

sedekahnya.

7. Merahasiakan Sedekah kecuali untuk Suatu Kepentingan

Dianjurkan kepada setiap muslim jika ia bersedekah untuk

merahasiakan sedekahnya dari pengetahuan manusia sebisa mungkin.

Sesungguhnya hal itu lebih dekat kepada keikhlasan serta lebih menjaga

harga diri dan kehormatan orang yang menerimanya.

Allah SWT berfirman,

47Ab Muhammad Abdullah bin Abdurrahman bin al-Fadl bin Bahram al-Drim, Sunan

al-D{rim, Jilid 2 (Riyadh: Dr al-Mughni, 2000), h. 1046. 48Al-Sayyid Nada, Ensiklopedi Adab Islam, h. 72. 49Wahbah Zuhaili, Fiqih Imam Syafii. Penerjemah Muhammad Afifi dan Abdul Hafiz

(Jakata: almahira, 2010), h. 474.

35

Jika kamu menampakan sedekah-sedekahmu, maka itu baik. Dan jika kamu menyembunyikannya dan memberikannya kepada orang-orang fakir, maka itu lebih baik bagimu dan Allah akan menghapus sebagian kesalahan-kesalahanmu. Dan Allah Mahateliti apa yang kamu kerjakan. (QS al-Baqarah 271)

Rasulullah Saw telah menjelaskan bahwa orang yang merahasiakan

sedekahnya termasuk orang-orang yang dinaungi pada hari ketika tidak ada

naungan kecuali naungan Allah SWT.

Rasulullah Saw bersabda,

... ...

Tujuh orang yang Allah naungi pada hari ketika tidak ada naungan kecuali naungan Allah SWT:...dan seorang yang bersedekah, ia menyembunyikan sedekahnya sehingga tangan kirinya tidak tahu apa yang disedekahkan oleh tangan kanannya. (HR Muslim)50

Hadis di atas berisi anjuran untuk merahasiakan sedekah. Meskipun

demikian, apabila di sana ada kepentingan dan maslahat yang kuat untuk

menampakannya, maka yang lebih baik adalah menampakannya.

Contohnya, orang yang terhomat bersedekah kepada orang yang

membutuhkan di hadapan khalayak agar mereka mengikutinya untuk

bersedekah. Dengan begitu, ia telah mencontohkan kepada mereka

perbuatan baik. Dan hal itu semua dilakukan dengan tetap menjaga diri dari

riya dan tetap menjaga keikhlasan kepada Allah SWT di dalamnya.51

8. Istiqamah dalam Bersedekah

Istiqamah merupakan salah satu sikap mental yang dimiliki seorang

mukmin. Istiqamah merupakan manifestasi dari sebuah keyakinan bahwa

50Ab al-Husain Muslim bin al-Hajjj, Sahh Muslim, Jilid 1 (Beirut: Dr al-Kitb al-

Arabiy, 2004), h. 399. 51Al-Sayyid Nada, Ensiklopedi Adab Islam, h. 72-73.

36

ujian dalam hidup merupakan sunatullah yang telah Allah tetapkan atas diri

manusia.

Dalam konteks sedekah, biasanya orang bersedekah ketika ia

mendapatkan rezeki yang banyak, sedangkan ketika mendapatkan

kesusahan, enggan bahkan lupa untuk bersedekah. Padahal, belum pernah

ada orang yang miskin disebabkan menyedekahkan seluruh hartanya.

Sebaliknya, orang yang konsisten dalam sedekah akan senantiasa

mendapatkan keberkahan dalam hidupnya. Karena, para malaikat selalu

mendoakannya agar Allah mencurahkan karunia bagi orang-orang yang

rajin bersedekah.

Rasulullah Saw bersabda,

:

.

Bahwasanya Nabi Saw bersabda: Setiap hari, dua malaikat turun ke bumi. Salah seorang dari mereka berkata, Ya Allah, gantilah harta orang yang bersedekah di jalan-Mu (dengan rezeki yang lebih banyak). Sedangkan yang satunya lagi berkata, Ya Allah, binasakanlah harta orang yang menahan hartanya untuk disedekahkan. (HR al-Bukhari)52

Terkadang ada perasaan enggan dan malu untuk bersedekah karena

merasa apa yang akan disedekahkan sedikit dan tidak bernilai. Tetapi,

sebenarnya lebih baik sedikit tapi istiqamah daripada banyak tapi tidak

istiqamah. Karena, Rasulullah Saw mencintai amalan yang istiqamah

walaupun sedikit.

Rasulullah Saw bersabda,

52Al-Zabidi, Ringkasan Sahih al-Bukhari, h. 292.

37

:

( ). Diriwayatkan dari Aisyah r.a.: Seseorang bertanya kepada Nabi Saw, Apakah perbuatan (ibadah) yang paling dicintai Allah? Nabi Saw bersabda, Perbuatan ibadah yang dilakukan secara tetap (teratur) meskipun sedikit. (HR al-Bukhari)53

Hadis di atas menegaskan bahwa Allah lebih senang terhadap orang-

orang yang konsisten dalam melaksanakan ibadah sekalipun nilainya kecil,

khususnya bersedekah. Karena yang harus dipahami, bahwa kekayaan dan

harta merupakan ujian dari Allah untuk mengetahui siapakah manusia yang

melakukan amal terbaik.54

H. Hal-hal yang Membatalkan Sedekah

Al-Quran memberitahukan bahwa ada beberapa hal yang dapat

membatalkan sedekah, dalam arti tidak menjadi ibadah yang diberi pahala oleh

Allah SWT.

a. al-mann (membangkit-bangkitkan). Artinya, seseorang yang

bersedekah kemudian terus mengingat dan menyebut-nyebutnya di

hadapan orang lain sehingga orang banyak mengetahui bahwa ia telah

bersedekah.

b. Al-adh (menyakiti). Artinya, seseorang yang telah bersedekah,

kemudian dengan sedekah itu ia menyakiti hati orang yang

menerimanya, baik dengan ucapan maupun dengan perbuatannya.

c. Ria (memperlihatkan). Artinya, seseorang menunjukan atau

memamerkan kepada orang lain bahwa ia bersedekah. Misalnya,

53Al-Zabidi, Ringkasan Sahih al-Bukhari, h. 878. 54Amirulloh Syarbini, Sedekah Mahabisnis dengan Allah (Jakata: QultumMedia, 2012), h.

39-41.

38

bersedekah dihadapan orang banyak, padahal ketika dalam keadaan

sepi tidak mau bersedekah. Atau mempublikasikannya dengan maksud

agar orang tahu dan kemudian memuji dan menyanjungnya sebagai

seorang dermawan. Pahala sedekah yang demikian batal.55

d. Sumah (mendengar). Artinya, melakukan perbuatan agar orang lain

mendengar apa yang diperbuat, lalu mereka memuji dan ia menjadi

tenar. Sumah juga bisa berarti menceritakan dan membesar-besarkan

amalan yang pernah dilakukan pada orang lain agar mendapat tempat

di hati serta mendapat perhatian dan keistimewaan.

e. Ujub dan takabbur (sikap menunjukan kelebihan). Artinya, sikap

menunjukan kelebihan, kehebatan, keanehan yang ada pada diri

seseorang agar dipuji oleh orang lain. Ujub dan takabbur juga berarti

orang yang menyombongkan kelebihan dan keunikan yang ada pada

dirinya, menganggap dirinya paling hebat, tidak ada yang dapat

menyaingi kehebatan dan kelebihannya, dan menganggap orang lain

lebih rendah atau lebih hina kedudukannya dibandingkan dirinya.56

Ketiga hal itu oleh Allah SWT disebut sebagai perbuatan yang dapat

membatalkan atau merusak sedekah. Orang yang bersedekah seperti itu tidak

memperoleh sedikit pun pahala dari sedekahnya. Allah SWT berfirman:

55Tim Penyusun, Ensiklopedi Hukum Islam, Jilid 5 (Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Hoeve,

1996), h. 1619. 56Amirulloh Syarbini, Sedekah Mahabisnis dengan Allah, h. 35-36.

39

Orang-orang yang menginfakkan hartanya di jalan Allah, kemudian mereka tidak mengiringi apa yang dia infakkan itu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan penerima), mereka memperoleh pahala di sisi Tuhan mereka. Tidak ada rasa takut pada mereka dan mereka tidak bersedih hati. (QS al-Baqarah 262)

Allah SWT berfiman,

Wahai orang-orang yang beriman! janganlah kamu merusak sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan penerima), seperti orang yang menginfakkan hartanya karena riya (pamer) kepada manusia dan dia tidak beriman kepada Allah dan hari akhir. Perumpamaannya (orang itu) seperti batu yang licin yang di atasnya ada debu, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, maka tinggallah batu itu licin lagi. Mereka tidak memperoleh sesuatu apa pun dari apa yang mereka kerjakan. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang kafir. (QS al-Baqarah 264)

40

BAB III

KAJIAN HADIS-HADIS SEDEKAH

A. Teks Hadis Tentang Kewajiban dan Bentuk-bentuk Sedekah

:

1.

Artinya: Telah mengabarkan kepadaku Muhammad bin Abdil al-Ala, ia berkata telah menceritakan kepada kami Khalid, ia berkata telah menceritakan kepada kami Syubah, ia berkata telah mengabarkan kepadaku bin Abu Burdah ia berkata, aku mendengar ayah bercerita dari Abi Musa dari Nabi Saw beliau bersabda: Kewajiban setiap orang Islam bersedekah. Ada orang yang bertanya: Bagaimana pendapat engkau, kalau dia tidak memperoleh (apa yang disedekahkannya)? Beliau menjawab: bekerja dengan tangannya lalu dimanfaatkannya (hasil kerjanya) untuk dirinya dan disedekahkan. Ditanyakan: Bagaimana pendapat engkau kalau dia tidak sanggup? Beliau menjawab: Ditolongnya orang berkepentingan yang memerlukan bantuan. Ditanyakan: Bagaimana pendapat engkau, kalau dia tidak sanggup? Nabi menjawab: Dia menyuruh mengerjakan perbuatan baik. Ditanyakan: Bagaimana pendapat engkau, kalau itu tidak bisa diperbuatnya? Beliau menjawab: Menghentikan berbuat kejahatan dan sesungguhnya itu merupakan sedekah.

1. Takhrij Hadis2

Sebagaimana telah disinggung pada bab sebelumnya bahwa

metodologi dalam melakukan takhrij hadis ini penulis menggunakan tiga

metode. Dan untuk hadis tentang kewajiban dan bentuk-bentuk sedekah

penulis menemukan dalam kitab takhrij al-Mujam al-Mufahras li al-Fzi al-

1Ab Abdirrahman Ahmad bin Syuaib al-Nas'i, Sunan al-Nas'i (Riyadh: Maktabah al-

Marif, t.t.), h. 395. 2Penelusuran atau pencarian hadis pada berbagai kitab hadis sebagai sumber asli yang di

dalamanya dikemukakan secara lengkap matan dan sanadnya. Lihat, Nawir Yuslem, Ulumul Hadis (Jakarta: PT Mutiara Sumber Widya, 2001), h. 395.

41

Hadts al-Nabaw, Mausah Atrf al-Hadts, dan Mifthu Kunz al-

Sunnah. Penjabarannya sebagai berikut:

Pertama, setelah ditelusuri dalam kitab al-Mujam al-Mufahras li al-

Fzi al-Hadts al-Nabaw dari semua lafadz yang ada dalam matan hadis,

penulis menemukan dengan hasil sebagai berikut:

3 :

4... :

5... :

6 :

7 :

Kitab al-Mujam al-Mufahras li al-Fzi al-Hadts al-Nabaw

: :

: : : : :

: :

Adapun keterangan tabel di atas dan hadis-hadisnya terdapat dalam

lampiran 3.

3A.J. Wensinck, al-Mujam al-Mufahras li al-Fzi al-Hadts al-Nabaw, Juz 3 (Leiden:

E.J. Bill, 1936), h. 286. 4A.J. Wensinck, al-Mujam al-Mufahras li al-Fzi al-Hadts al-Nabaw, Juz 4 (Leiden:

E.J. Bill, t.t.), h. 373. 5A.J. Wensinck, al-Mujam al-Mufahras li al-Fzi al-Hadts al-Nabaw, Juz 1 (Leiden:

E.J. Bill, 1936), h. 99. 6A.J. Wensinck, al-Mujam al-Mufahras li al-Fzi al-Hadts al-Nabaw, Juz 6 (Leiden:

E.J. Bill, t.t.), h. 219. 7A.J. Wensinck, al-Mujam al-Mufahras li al-Fzi al-Hadts al-Nabaw, Juz 3, h. 82.

42

Kedua, setelah ditelusuri dalam kitab Mausah Atrf al-Hadts dari

awal matan hadis, penulis menemukan dengan hasil sebagai berikut:

Kitab Mausah Atrf al-Hadts 8

Sahih Muslim, kitab zakt, hadis ke-55

Musnad Ahmad bin Hanbal, jilid 4, halaman 395

: :

Ketiga, setelah ditelusuri dalam kitab Mifthu Kunz al-Sunnah

melalui tema hadis, penulis menemukan dengan hasil sebagai berikut:

Kitab Mifthu Kunz al-Sunnah

9 :

Sahih al-Bukhari, kitab ke-24, bab ke-30

Sunan al-Nasai, kitab ke-23, bab ke-56

Sunan al-Darimi, kitab ke-20, bab ke-34

: : :

Demikianlah penelusuran hadis-hadis yang telah penulis dapat dari

tiga metode dalam melakukan takhrij hadits. Dan dari keterangan yang

didapat di atas penulis menemukan sebanyak 5 hadis. Adapun untuk hasil

penelusuran hadis-hadis yang terdapat dalam kitab Mausah Atrf al-

Hadts dan Mifthu Kunz al-Sunnah semuanya sudah tercantum

sebelumnya di penelusuran langkah pertama.

2. Identifikasi Sanad Hadis

Setelah melakukan penelusuran pada bagian hadisnya, penulis

menemukan beberapa sanad yang perlu ditinjau sehingga dapat diketahui

8Ab Hajar Muhammad al-Said bin Buyni Zaghlul, Mausah Atrf al-Hadts, Jilid 5

(Beirut: Dr Kutub al-Ilmiyyah, 1989), h. 464. 9A.J. Wensinck, Mifthu Kunz al-Sunnah (Lahore: Idrah Tarjaman al-Sunnah, 1979), h.

262.

43

jelas seluruh jalur sanad dan perawi hadis yang diteliti. Adapun riwayat

yang ditemukan penulis terdapat dalam tabel dan skema sanad hadis dalam

lampiran 4 dan 5.

Dilihat dari tabel dan skema sanad hadis, menunjukan bahwa terdapat

jalur periwayatan yang sama mulai dari Ab Msa sampai Syubah. Dan

untuk mengetahui lebih jelas tentang periwayat hadisnya, maka penulis akan

melakukan penelitian atas periwayat hadis di atas yang diambil dari kitab-

kitab Rijal sehingga dapat diketahui kualitas kepribadiannya. Adapun

penjelasannya adalah sebagai berikut:

a. Jalur periwayatan hadis dari al-Nas'i

Periwayat pertama, al-Nas'i nama lengkapnya adalah Ab

Abdirrahmn Ahmad bin Syuaib bin Ali bin Sinn bin Bahr al-Khursn

al-Nas'i. Imam al-Nasi adalah seorang yang mempunyai ilmu yang

sangat dalam, pandai, kritikus perawai hadis, dan mempunyai karya dengan

susunan yang baik. Beliau lahir di daerah Nas tahun 215 H dan meninggal

di Palestina hari senin tahun 302 H. Adapun guru-gurunya yaitu Ishq bin

Rhawaih, Ali bin Hujr,10 Muhammad bin Abdil A'l,11Qutaibah bin

Sad, dan Suwaid bin Nashr.12 Sedangkan murid-muridnya yaitu Ab al-

10Syams al-Din Muhammad bin Ahmad bin Utsman al-Dzahabi, Siyar Alm al-Nubal',

Jilid 1 (Riyadh: Bait al-Afkr al-Dauliyah, t.t.), h. 791-793. 11Jamaluddin Abi al-Hajjaj Yusuf al-Mizzi, Tahdzb al-Kaml, Jilid 25 (Beirut: Mu'assasah

al-Rislah, 1992), h. 581. 12Ahmad Farid, 60 Biografi Ulama Salaf (Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2006), h. 585.

44

Qsim al-Tabrn, Ab Bakar Ahmad bin al-Sunn, dan Ab Ali al-Husain

al-Naisabri.13

Pernyataan kritikus hadis tentang kepribadian imam al-Nas'i: Abu

Said bin Yunus menilainya dengan seorang imm dalam hadits, seorang

yang tsiqah, tsabat, dan hfizan, al-Druqutn menilainya dengan seorang

yang mempunyai banyak hadis dan meridhai hujjahnya,14 al-Dzahabi

menilainya dengan seorang imm yang memiliki ilmu dan pemahaman yang

luas, seorang pengkritik, serta seorang pengarang yang baik.15

Periwayat kedua, Muhammad bin Abdil A'l nama lengkapnya

adalah Muhammad bin Abdil A'l al-Shanni al-Qais, Abu Abdullah al-

Bashri. Beliau meninggal di Bashrah tahun 245 H. Adapun guru-gurunya

yaitu Umayyah bin Khlid, Khlid bin al-Hrits, Sufyn bin Uyainah, dan

Abdurrahman bin Mahdi. Sedangkan murid-muridnya yaitu Ab Dud,

Muslim, Ibnu Mjah, Tirmidzi, al-Nasi, dan Abdullah bin Muhammad

bin Ab al-Duny.16

Pernyataan kritikus hadis tentang Muhammad bin Abdil A'l: Ab

Zurah dan Ab Htim menilainya dengan tsiqah, dan Ibnu Hibbn

menyebutkan al-tsiqt dalam kitabnya.17

Periwayat ketiga, Khlid nama lengkapnya adalah Khlid bin al-Hrits

bin Ubaid bin Sulaiman bin Ubaid bin Sufyn bin Masd bin Sukain.

13Tajuddin Abi Nashr Abdul Wahhab bin Taqiyyuddin al-Subki, Tabaqt al-Syfiiyyah

al-Kubra, Jilid 2 (Kaira: Idrah Muhammad Abdul Latf, t.t.), h. 83-84. 14Jamaluddin Ab al-Hajjj Yusuf al-Mizzi, Tahdzb al-Kaml, h. 335-340. 15Al-Dzahabi, Siyar Alm al-Nubal', h. 791. 16Jamaluddin Ab al-Hajjj Yusuf al-Mizzi, Tahdzb al-Kaml, Jilid 25 (Beirut: Mu'assasah

al-Rislah, 1992), h. 581-582. 17Jamaluddin Ab al-Hajjj Yusuf al-Mizzi, Tahdzb al-Kaml, Jilid 25, h. 583.

45

Beliau lahir tahun 120 H dan meninggal di Bashrah tahun 186 H. Adapun

guru-gurunya yaitu Sufyn al-Tsauri, Syubah bin al-Hajjj, Abdullah bin

Aun, dan Hisyam binUrwah. Sedangkan murid-muridnya yaitu

Muhammad bin Abdil A'l, Ahmad bin Hanbal, Musaddad, dan Ishq bin

Rahawaih.

Pernyataan kritikus hadis tentang Khlid bin al-Hrits: Ab Htim, al-

Nasi, dan Muhammad bin Saad menilainya dengan tsiqah, dan Ab

Zurah menilainya dengan al-sadq.18

Periwayat keempat, Syubah bin al-Hajjj nama lengkapnya adalah

Syubah bin al-Hajjj bin al-Ward al-Ataki al-Azdi Abu Bistam al-Wasati,

budak Abdah bin al-Aghar budak Yazid bin al-Muhallab bin Abi Shufrah.

Beliau lahir pada tahun 82 H dan meninggal pada awal tahun 160 H dalam

umurnya yang ke-77 tahun. Adapun guru-gurunya yaitu Mlik bin Anas,

Ubaidillah bin Umar, Hisyam bin Urwah, Sufyn al-Tsauri, dan Said bin

Ab Burdah bin Abi Msa al-Asyari. Sedangkan murid-muridnya yaitu

Khlid bin al-Hrits, Sufyn al-Tsauri, Abdullah bin al-Mubrak, dan

Abdurrahman bin Mahdi.

Pernyataan kritikus hadis tentang Syubah bin al-Hajjj: Yahya bin

Man menilainya dengan seorang imm al-mutqn, Muhammad bin Saad

18Jamaluddin Ab al-Hajjj Yusuf al-Mizzi, Tahdzb al-Kaml, Jilid 7 (Beirut: Mu'assasah

al-Rislah, 1985), h. 35-38.

46

menilainya dengan seorang yang tsiqah, tsabat, dan hujjah,19 al-Ijl

menilainya dengan seorang yang tsabat dalam hadits.20

Periwayat kelima, bin Ab Burdah disini yaitu Sad bin Ab Burdah

yang mempunyai nama lengkap mir bin Ab Msa Abdullah bin Qais al-

Asyari al-Kfi. Beliau meninggal tahun 168 H. Adapun guru-gurunya yaitu

Anas bin Mlik, Ab Burdah bin Ab Msa, Ab Wil Saqq bin Salamah,

dan Ab Bakr bin Hafs bin Umar bin Saad bin Abi Waqs. Sedangkan

murid-muridnya yaitu Syubah bin al-Hajjj, Khlid bin Nfi al-Asyari,

dan Amr bin Dnr.

Pernyataan kritikus hadis tentang Sad bin Ab Burdah: Ab Htim

menilainya dengan sadq tsiqah, Ishq bin Manshr berkata dari Yahya bin

Man dan al-Ijl menilainya dengan tsiqah,21 dan al-Nasi menilainya

dengan tsiqah.22

Periwayat keenam, Ab disini adalah ayah dari Sad bin Ab Burdah

yang mempunyai nama lengkap Ab Burdah bin Ab Msa al-Asyari.

Beliau adalah termasuk dari kalangan tabiin yang faqih dari Kufah.

Meninggal pada hari Jumat tahun 104 H. Adapun guru-gurunya yaitu Zubair

bin al-Awwm, Abdullah bin Umar bin al-Khattb, Ali bin Abi Thlib,

Ab Msa al-Asyari, Ab Hurairah, dan Aisyah Ummul Mu'minn.

19Jamaluddin Ab al-Hajjj Yusuf al-Mizzi, Tahdzb al-Kaml, Jilid 12 (Beirut: Mu'assasah

al-Rislah, 1988), h. 479-494. 20Ahmad bin Ali bin Hajar Syihbuddin al-Asqalani al-Syfii, Tahdzb al-Tahdzb, Jilid 2

(Beirut: Mu'assasah al-Rislah, t.t.), h. 168-170. 21Jamaluddin Ab al-Hajjj Yusuf al-Mizzi, Tahdzb al-Kaml, Jilid 10 (Beirut: Mu'assasah

al-Rislah, 1987), h. 345-346. 22Ahmad bin Ali bin Hajar Syihbuddin al-Asqalani al-Syfii, Tahdzb al-Tahdzb, Jilid

2, h. 8.

47

Sedangkan murid-muridnya yaitu Qatdah, Sad bin Ab Burdah bin Ab

Msa al-Asyari, Syubah bin Dnr al-Kfi, dan Ab Ishq al-Syaibani.

Pernyataan kritikus hadis tentang Ab Burdah bin Ab Msa al-

Asyari: Muhammad bin Saad dan al-Ijli menilainya dengan seorang yang

tsiqah lagi memiliki banyak hadits.23

Periwayat ketujuh, Ab Msa disini adalah Ab Msa al-Asyari yang

mempunyai nama lengkap Abdullah bin Qais bin Sulaim bin Hadar bin

Harb bin Amir bin al-Asyari. Para ulama berbeda pendapat terhadap tahun

wafatnya Ab Msa al-Asyari, akan tetapi menurut al-Dzahabi dan Abu

Nuaim bahwa Ab Msa meninggal pada bulan Dzulhijjah tahun 44 H.

Adapun guru-gurunya yaitu Nabi Muhammad Saw, Abdullah bin Masd,

Ali bin Abi Thlib, Umar bin Khattb, dan Ab Bakar al-Shiddq.

Sedangkan murid-muridnya yaitu Anas bin Mlik al-Anshari, al-Hasan al-

Bashri, Ab Burdah bin Ab Msa, dan Ab Ubaidah bin Abdullah bin

Masd.

Pernyataan kritikus hadis tentang Ab Msa al-Asyari: Ibnu al-

Madn menilainya dengan hakim umat ada empat yaitu Umar, Ali, Ab

Msa, dan Zaid bin Tsbit, dan al-Dzahabi menilainya dengan seorang ahli

ibadah, zuhud, dan ahli puasa.24

23Jamaluddin Ab al-Hajjj Yusuf al-Mizzi, Tahdzb al-Kaml, Jilid 33 (Beirut: Mu'assasah

al-Risa>lah, 1992), h. 66-71. 24Syams al-Dn Muhammad bin Ahmad bin Utsman al-Dzahabi, Siyar Alm al-Nubal',

Jilid 2 (Riyadh: Bait al-Afkr al-Dauliyah, t.t.), h. 2457-2459.

48

b. Jalur periwayatan hadis dari al-Drim

Periwayat pertama, al-Drim nama lengkapnya adalah Abdullah bin

Abdurrahman bin al-Fadl bin Bahrm bin Abdussamad al-Drim al-

Tamm. Beliau lahir tahun 181 H dan meninggal hari Jumat tahun 255 H.

Adapun guru-gurunya yaitu Muslim bin Ibrhim, Muhammad bin Qudmah,

Sulaiman bin Harb, dan Jafar bin Aun. Sedangkan murid-muridnya yaitu

Muslim, Ab Dud, Tirmidzi, al-Bukhari, dan Ab Htim Muhammad bin

Idrs al-Rzi.

Pernyataan kritikus hadis tentang al-Drim: Abdurrahman bin Ab

Htim al-Rzi menilainya dengan seorang imm di zamannya, Ab Htim

bin Hibbn menilainya dengan seorang huffz yang bertaqwa, ahli wara

dalam agama,25 al-Khatb meriwayatkan dari Ahmad bin Hanbal menilainya

dengan tsiqah.26

Periwayat kedua, Muhammad bin Jafar yang mempunyai nama

lengkap Muhammad bin Jafar al-Bazzr, Abu Jafar al-Madin. Beliau

meninggal tahun 206 H. Adapun guru-gurunya yaitu Syubah bin al-Hajjaj,

Abdussamad bin Habib, Mustalim bin Said al-Wasithi, dan Isa bin Maimun

al-Madani. Sedangkan murid-muridnya yaitu Ahmad bin Hanbal, Ahmad

bin Muhammad bin al-Marwazi, Muhammad bin al-Husain al-Burjulani,

dan Qathan bin Ibrhim al-Naisabrdan Abbs bin Muhammad al-Dr.

Pernyataan kritikus hadis tentang Muhammad bin Jafar: Abu Hatim

menilainya dengan haditsnya dicatat, Ibnu Hibban menyebutkan dalam

25Jamaluddin Ab al-Hajjj Yusuf al-Mizzi, Tahdzb al-Kaml, Jilid 15, h. 210-216. 26Ahmad bin Ali bin Hajar Syihbuddin al-Asqalani al-Syfii, Tahdzb al-Tahdzb, Jilid

2, h. 374.

49