sebagai penanggulangan dampak global warming ditinjau dari...
TRANSCRIPT
Penataan Kawasan Pantai KutaSebagai Penanggulangan Dampak Global Warming Ditinjau Dari Aspek Sosial Ekonomi
Ni Made Mitha Mahastuti
NIP.1985070620140922001
PROGRAM STUDI ARSITEKTURFAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS UDAYANATAHUN 2017
Penataan Kawasan Pantai KutaSebagai Penanggulangan Dampak Global Warming Ditinjau Dari Aspek Sosial Ekonomi
Ni Made Mitha Mahastuti
NIP.1985070620140922001
PROGRAM STUDI ARSITEKTURFAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS UDAYANATAHUN 2017
Penataan Kawasan Pantai KutaSebagai Penanggulangan Dampak Global Warming Ditinjau Dari Aspek Sosial Ekonomi
Ni Made Mitha Mahastuti
NIP.1985070620140922001
PROGRAM STUDI ARSITEKTURFAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS UDAYANATAHUN 2017
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa (Tuhan
Yang Maha Esa) karena berkatnyalah, tulisan ini dapat diselesaikan. Tulisan ini
disusun sebagai bagian dari tugas-tugas selaku dosen, yang harus mencari sesuatu
agar dapat menunjang kegiatan, dan untuk menambah wawasan materi perkuliahan
khususnya, dan bermanfaat sebagai pengetahuan yang menyangkut arsitektur pada
umumnya.
Untuk mengerjakan tulisan ini, banyak foto, kliping dan sebagainya, maupun
diskusi, wawancara dan lainnya. Tak kalah juga pentingnya adalah dorongan
semangat, bimbingan, masukan-masukan pemikiran dan sebagainya, yang semuanya
memberi kontribusi positif bagi penulis.
Ucapan terima kasih disampaikan untuk semua pihak yang telah berperan
seperti tersebut diatas, terutama Ibu Prof. Dr. Ir. Anak Agung Ayu Oka Saraswati, MT
(Ketua Program Studi Arsitektur FT UNUD ) yang menugaskan membuat tulisan ini.
Selain dari pada itu penulis juga menyampaikan terima kasih kepada pihak-pihak
lainya yang telah membantu memperkaya materi, baik melalui literatur, maupun
wawancara.
Harapan penulis, semoga materi sederhana ini dapat mencapai tujuannya yaitu
memperkaya materi perkuliahan khususnya, dan pengetahuan arsitektur pada
umumnya.
Denpasar, Juli 2017
Penulis
Ni Made Mitha Mahastuti
NIP.1985070620140922001
ABSTRAK
Peningkatan aktivitas manusia di muka bumi telah mendorong terjadinya pemanasan global.Salah satu dampaknya adalah perubahan muka air laut. Pemanasan Global berdampak langsung padaterus mencairnya es di kutub utara dan kutub selatan. Mencairnya es di kutub utara dan kutub selatanberdampak langsung pada naiknya level permukaan air laut. Para ahli memperkirakan apabila seluruhGreenland mencair, level permukaan laut akan naik sampai dengan 7 meter. Cukup untukmenenggelamkan seluruh pantai, pelabuhan, dan dataran rendah di seluruh dunia. Kegiatanpembangunan, industri dan aktivitas manusia serta pengaruh faktor alam pada umumnya telahmemberikan pengaruh negatif pada kestabilan kawasan pantai. Faktor alam yang berpengaruh tehadapkondisi pantai antara lain timbulnya gelombang dan arus, terjadinya pasang surut, terjadinyasedimentasi dan abrasi yang berpengaruh pada berubahnya garis pantai serta kondisi sungai yangbermuara di perairan tersebut. Aktivitas manusia yang berpengaruh terhadap kondisi pantai antara lainadalah pembangunan, reklamasi dan pengerukan dasar perairan untuk tujuan komersial yangberlebihan.
Fakta fisik Indonesia menunjukkan bahwa Indonesia merupakan Negara Kepulauanterbesar di dunia yang terdiri atas 17.508 pulau dengan garis pantai sepanjang 81.000 km danluas laut sekitar 3,1 juta km2 (pengelolaan wilayah pesisir, 2001). Di dalamnya termasukwilayah pesisir pantai di Pulau Bali yang kebanyakan pula dimanfaatkan keanekaragamanhayatinya sebagai potensi lestari sumber perikanan laut serta sebagai komoditi pariwisataberkembang. Bali memiliki pantai sepanjang 436,9 km hingga kini baru 43,9 km yangberhasil dilakukan pengamanan. Wilayah pesisir dan lautan Indonesia yang kaya danberagam sumber daya alamnya telah dimanfaatkan oleh bangsa Indonesia untuk beranekamacam peruntukan. Pantai Kuta sebagai bagian dari wilayah Pulau Bali juga salah satu obyekwisata yang telah mempunyai nama di dunia internasional tak luput dari permasalahan yangterjadi akibat pemanasan global.
Untuk itulah diperlukan komitmen dari berbagai pihak yang terkait untuk mengetahuipenyebab mengapa kawasan Pantai Kuta perlu ditata, mengetahui penyebab abrasi yang terjadi PantaiKuta, dan mengetahui cara penataan kawasan Pantai Kuta. Berdasarkan pengamatan dan penelitianyang telah dilakukan, maka diketahui bahwa Kawasan Pantai Kuta perlu ditata karena adanya abrasiparah, sampah kiriman serta limbah, penyebab abrasi yang terjadi di Pantai Kuta adalah karenapembangunan fasilitas pariwisata yang tidak terencana baik, serta penataan kembali terhadap kawasanPantai Kuta dilakukan dengan cara pengurukan kembali, pembuatan pemecah gelombang,pembersihan sampah, dan membuat lampu taman serta jalur pedestrian di pesisir Pantai Kuta. Upaya-upaya ini tidak akan berhasil tanpa dukungan dari segala pihak yang berwenang. Besar harapanpenulis agar masalah-masalah ini segera mendapat tanggapan dan pengelolaan yang benar.
Kata kunci: pemanasan global, pengelolaan, pesisir, Pantai Kuta
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ................................................................................................................
Daftar Isi .........................................................................................................................
BAB I Pendahuluan .......................................................................................................1
I. 1 Latar Belakang ................................................................................................1
I. 2 Rumusan Masalah............................................................................................3
I. 3 Tujuan Penulisan .............................................................................................4
I. 4 Manfaat Penulisan ...........................................................................................4
I. 5 Metodelogi Penulisan ......................................................................................4
BAB II Landasan Teori dan Konsep............................................................................5
II. 1 Pengertian Pemanasan Global .......................................................................5
II. 2 Penyebab Pemanasan Global ........................................................................5
II. 3 Dampak Pemanasan Global ..........................................................................6
II. 4 Penanggulangan Pemanasan Global ..............................................................7
II. 5 Konsep Kawasan Pantai ................................................................................8
II. 6 Jenis-jenis Pantai ...........................................................................................10
II. 7 Hakekat Konservasi .......................................................................................12
II. 8 Konsep Sumber Daya Hayati Kelautan .........................................................14
BAB III Tinjauan Umum Obyek ................................................................................18
III. 1 Peta Pesisir Pantai Kuta .............................................................................18
III. 2 Sekilas Kuta Tempo Dulu ..........................................................................18
III. 3 Pantai Kuta, Pusat Ekonomi sebagai Kawasan Wisata...............................21
BAB IV Pembahasan ...................................................................................................23
IV. 1 Penyebab Kawasan Pantai Kuta Perlu Ditata ............................................23
IV. 2 Penyebab Abrasi di Pantai Kuta ................................................................25
IV. 3 Penataan Kawasan Pantai Kuta ..................................................................27
IV. 4 Hal-hal Lain yang Terjadi di Kawasan Pantai Kuta ...................................28
BAB V Penutup ............................................................................................................30
V. 1 Simpulan .....................................................................................................30
V. 2 Saran ............................................................................................................30
Daftar Pustaka .............................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah. 2002. Strategi Manajemen Perkotaan Kuta(Strategic Structural Plan for Kuta). Kabupaten Badung.
Dahuri, Rokhmin dkk. 2001. Pengelolaan SDA Wilayah Pesisir Dan Lautan Secara Terpadu.Pradnya Paramita. Jakarta.
Dalem, Agung. 2002. Persepsi Stakeholders Terhadap Perkembangan Kawasan PariwisataPantai Kuta-Bali. Program Pascasarjana UGM. Tesis S2 Magister Perencanaan Kotadan Desa.
Frick, Heinz. 2006. Arsitektur Ekologis.Kanisius. Yogyakarta.
Hardjasoemantri, Koesnadi. 1994. Hukum Tata Lingkungan.Gadjah Mada Univercity Press.Yogyakarta.
Kurdi, Siti Zubaidah. 2006. Identifikasi Kerugian Kawasan Pantai Akibat Kenaikan MukaAir Laut. Bandung. Tidak Diterbitkan.
Sampurno. 2007. Pengembangan Kawasan Pantai Kaitannya dengan Geomorfologi,(Proceeding-Studi Dampak Timbal Balik Antar Pembangunan Kota dan Perumahandi Indonesia dan Lingkungan Global). Bandung. Tidak Diterbitkan.
Salain, Putu Rumawan. 2001. Peran Arsitektur Vernakular Pada Pembangunan Pariwisata,dalam Semangat Otonomi Daerah; Studi Kasus Kuta – Bali. Denpasar. TidakDiterbitkan.
Sujaya, Made. 2004. Sepotong Nurani Kuta. Catatan Seputar Sikap Warga Kuta DalamTragedi 12 Oktober 2002. Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Kuta. KelurahanKuta.
1
I.1 Latar Belakang
Peningkatan aktivitas manusia di muka bumi telah mendorong terjadinya
pemanasan global (global warming). Salah satu dampaknya adalah perubahan muka air
laut (Sea Level Change). Diperkirakan terjadi kenaikan muka air laut 50 cm pada tahun
2100 (IPCC, 1992). Bagi negara kepulauan seperti Indonesia, meskipun perubahan
muka air laut juga dipengaruhi oleh kondisi geologi lokal (tektonic), peningkatan muka
air laut (Sea Level Rise) akan membawa dampak negatif yang cukup signifikan.
Peningkatan muka air laut akan menggenangi banyak areal ekonomis penting, seperti:
permukiman dan prasarana wilayah, lahan pertanian, tambak, resort wisata, dan
pelabuhan. Tergenangnya jaringan jalan penting seperti di pesisir utara Jawa, jelas
berpengaruh terhadap kelancaran transportasi orang dan barang. Diproyeksikan
3.306.215 penduduk akan menghadapi masalah pada tahun 2070. Lima kota pantai
(Medan, Jakarta, Semarang, Surabaya, dan Makasar) akan menghadapi masalah serius
karena kenaikan muka air laut setinggi 60 cm (ADB, 1994). Demikian pula dengan
perkiraan hilangnya 4 ribu pulau (Menteri Kimpraswil, Kompas 8 Agustus 2002).
Pemanasan Global berdampak langsung pada terus mencairnya es di kutub utara
dan kutub selatan. Es di Greenland yang telah mencair hampir mencapai 19 juta ton dan
volume es di Arktik pada musim panas 2007 hanya tinggal setengah dari yang ada 4
tahun sebelumnya. Mencairnya es saat ini berjalan jauh lebih cepat dari model-model
prediksi yang pernah diciptakan oleh para ilmuwan. Beberapa prediksi awal yang
pernah dibuat sebelumnya memperkirakan bahwa seluruh es di kutub akan lenyap pada
tahun 2040 sampai 2100. Tetapi data es tahunan yang tercatat hingga tahun 2007
membuat mereka berpikir ulang mengenai model prediksi yang telah dibuat
sebelumnya.
Para ilmuwan mengakui bahwa ada faktor-faktor kunci yang tidak mereka
ikutkan dalam model prediksi yang ada. Dengan menggunakan data es terbaru, serta
BAB I
PENDAHULUAN
2
model prediksi yang lebih akurat, Dr. H. J. Zwally, seorang ahli iklim NASA membuat
prediksi baru yang mencengangkan: hampir semua es di kutub utara akan lenyap pada
akhir musim panas 2012. Baru-baru ini sebuah fenomena alam kembali menunjukkan
betapa seriusnya kondisi ini. Pada tanggal 6 Maret 2008, sebuah bongkahan es seluas
414 kilometer persegi (hampir 1,5 kali luas kota Surabaya) di Antartika runtuh. Menurut
peneliti, bongkahan es berbentuk lempengan yang sangat besar itu mengambang
permanen di sekitar 1.609 kilometer selatan Amerika Selatan, barat daya Semenanjung
Antartika. Padahal, diyakini bongkahan es itu berada di sana sejak 1.500 tahun lalu.
"Ini akibat pemanasan global", ujar ketua peneliti NSIDC Ted Scambos. Menurutnya
lempengan es yang disebut Wilkins Ice Shelf itu sangat jarang runtuh. Sekarang, setelah
adanya perpecahan itu, bongkahan es yang tersisa tinggal 12.950 kilometer persegi,
ditambah 5,6 kilometer potongan es yang berdekatan dan menghubungkan dua pulau.
"Sedikit lagi, bongkahan es terakhir ini bisa turut amblas dan setengah total area es akan
hilang dalam beberapa tahun mendatang", ujar Scambos. "Beberapa kejadian akhir-
akhir ini merupakan titik yang memicu perubahan sistem", ujar Sarah Das, peneliti dari
Institut Kelautan Wood Hole.
Perubahan di Antartika sangat kompleks dan lebih terisolasi dari seluruh bagian
dunia. Antartika di Kutub Selatan adalah daratan benua dengan wilayah pegunungan
dan danau berselimut es yang dikelilingi lautan. Benua ini jauh lebih dingin daripada
Arktik, sehingga lapisan es di sana sangat jarang meleleh, bahkan ada lapisan yang tidak
pernah mencair dalam sejarah. Temperatur rata-ratanya minus 49 derajat Celcius, tapi
pernah mencapai hampir minus 90 derajat Celcius pada Juli 1983. Tidak heran jika
fenomena mencairnya es di benua yang mengandung hampir 90 persen es di seluruh
dunia itu mendapat perhatian serius peneliti. Mencairnya es di kutub utara dan kutub
selatan berdampak langsung pada naiknya level permukaan air laut. Para ahli
memperkirakan apabila seluruh Greenland mencair, level permukaan laut akan naik
sampai dengan 7 meter. Cukup untuk menenggelamkan seluruh pantai, pelabuhan, dan
dataran rendah di seluruh dunia.
Kegiatan pembangunan, industri dan aktivitas manusia serta pengaruh faktor
alam pada umumnya telah memberikan pengaruh negatif pada kestabilan kawasan
pantai. Faktor alam yang berpengaruh tehadap kondisi pantai antara lain timbulnya
gelombang dan arus, terjadinya pasang surut, terjadinya sedimentasi dan abrasi yang
berpengaruh pada berubahnya garis pantai serta kondisi sungai yang bermuara di
perairan tersebut. Aktivitas manusia yang berpengaruh terhadap kondisi pantai antara
3
lain adalah pembangunan, reklamasi dan pengerukan dasar perairan untuk tujuan
komersial yang berlebihan. Berkembangnya wisata bahari dibeberapa daerah pantai juga
mendorong terjadinya perubahan kondisi alam menjadi lingkungan buatan dengan
dibangunnya beberapa fasilitas penunjang yang diperlukan.
Wilayah pesisir dan lautan Indonesia yang kaya dan beragam sumber daya
alamnya telah dimanfaatkan oleh bangsa Indonesia sebagai salah satu sumber bahan
makanan utama, khususnya protein hewani, sejak berabad-abad lamanya. Sementara itu,
kekayaan hidrokarbon serta mineral lainnya yang terdapat di wilayah ini juga telah
dimanfaatkan untuk menunjang pembangunan ekonomi nasional sejak awal Pelita I.
Selain menyediakan berbagai sumber daya tersebut, wilayah pesisir Indonesia memiliki
fungsi lain, seperti transportasi dan pelabuhan, kawasan industri, agribisnis dan
agroindustri, rekreasi dan kawasan wisata terutama kawasan pantai, serta kawasan
pemukiman dan pembuangan limbah (Rokhmin Dahuri, 2001).
Fakta fisik Indonesia menunjukkan bahwa Indonesia merupakan Negara
Kepulauan terbesar di dunia yang terdiri atas 17.508 pulau dengan garis pantai
sepanjang 81.000 km dan luas laut sekitar 3,1 juta km2 atau 62% dari luas teritorialnya
(pengelolaan wilayah pesisir, 2001). Di dalamnya termasuk wilayah pesisir pantai di
Pulau Bali yang kebanyakan pula dimanfaatkan keanekaragaman hayatinya sebagai
potensi lestari sumber perikanan laut serta sebagai komoditi pariwisata berkembang.
Bali memiliki pantai sepanjang 436,9 km hingga kini baru 43,9 km yang berhasil
dilakukan pengamanan (Sumber: media-indonesia.com).
Pantai Kuta sendiri sebagai salah satu obyek wisata yang telah mempunyai nama
di mata dunia internasional pun tak luput dari permasalahan yang terjadi akibat
pemanasan global. Disadari atau tidak, peran serta manusia dalam mempercepat
terjadinya pemanasan global sangat mempengaruhi kerasnya abrasi yang kini terjadi
disana. Diperlukan suatu komitmen bersama dari semua pihak untuk menjaga dan mulai
memikirkan bagaimana upaya-upaya untuk menanggulangi permasalahan yang muncul.
I.2 Rumusan Masalah
Melihat latar belakang yang ada, maka rumusan masalah yang ditemukan
adalah:
a. Mengapa kawasan Pantai Kuta Perlu ditata?
b. Apa penyebab abrasi yang terjadi di kawasan Pantai Kuta?
c. Bagaimana cara menata/penanggulangan terhadap Pantai Kuta?
4
I.3 Tujuan Penulisan
a. Mengetahui penyebab mengapa kawasan Pantai Kuta perlu ditata.
b. Mengetahui penyebab abrasi yang terjadi Pantai Kuta.
c. Mengetahui cara penataan kawasan Pantai Kuta.
I.4 Manfaat Penulisan
Manfaat penulisan ini dapat dibagi menjadi dua jenis, manfaat akademis serta
manfaat praktis, yaitu:
a. Manfaat akademis dari penulisan makalah ini adalah untuk memberi
sumbangan informasi bagi perkembangan ilmu pengetahuan serta membantu
penulis-penulis lain yang akan membuat makalah dengan topik sejenis
b. Manfaat praktis dari penulisan makalah ini adalah bagi pemerintah,
diharapkan dapat menjadi bahan masukan untuk pertimbangan dalam upaya
penataan kawasan Pantai Kuta di masa depan
I.5 Metodelogi Penulisan
Metodelogi penulisan yang dipakai adalah analisis deskriptif, pencarian data
dilakukan dengan pengumpulan literatur dari berbagai macam sumber ditambahkan
dengan foto atau gambar untuk mendukung penulisan makalah ini.
5
II.1 Pengertian Pemanasan Global
Pemanasan global (global warming) pada dasarnya merupakan fenomena
peningkatan temperatur global dari tahun ke tahun karena terjadinya efek rumah kaca
(greenhouse effect) yang disebabkan oleh meningkatnya emisi gas-gas seperti
karbondioksida (CO2), metana (CH4), dinitrooksida (N2O) dan CFC sehingga energi
matahari terperangkap dalam atmosfer bumi. Berbagai literatur menunjukkan kenaikan
temperatur global – termasuk Indonesia – yang terjadi pada kisaran 1,5–40 Celcius pada
akhir abad 21.
II.2 Penyebab Pemanasan Global
Kegiatan manusia, seperti
pembakaran bahan bakar fosil dan
pertanian, adalah sumber utama emisi
gas rumah kaca, yang diakui banyak
ilmuwan sebagai pemicu terjadinya
perubahan iklim dan pemanasan global.
Sebetulnya yang dikenal sebagai ‘gas
rumah kaca’, adalah suatu efek, dimana
molekul-molekul yang ada di atmosfer
kita bersifat seperti memberi efek rumah kaca. Efek rumah kaca sendiri, seharusnya
merupakan efek yang alamiah untuk menjaga temperatur permukaaan Bumi berada pada
temperatur normal, sekitar 30°C, atau kalau tidak, maka tentu saja tidak akan ada
kehidupan di muka Bumi ini. Setelah uap air, empat gas utama rumah kaca di atmosfer
adalah karbon dioksida, gas metan, nitrogen oksida dan chlorofluorocarbon (CFC).
BAB II
LANDASAN TEORI DAN
KONSEP
6
Karbon-dioksida adalah
penyumbang utama gas kaca.
Dari masa pra-industri yang
sebesar 280 ppm menjadi 379
ppm pada tahun 2005. Angka ini
melebihi angka alamiah dari
studi perubahan iklim dari masa
lalu (paleoklimatologi), dimana
selama 650 ribu tahun hanya
terjadi peningkatan dari 180-300
ppm. Terutama dalam
dasawarsa terakhir (1995-2005),
tercatat peningkatan konsentrasi karbon-dioksida terbesar pertahun (1,9 ppm per tahun),
jauh lebih besar dari pengukuran atmosfer pada tahun 1960, (1.4 ppm per tahun),
kendati masih terdapat variasi tahun per tahun.
Sumber terutama peningkatan konsentrasi karbon-dioksida adalah penggunaan
bahan bakar fosil, ditambah pengaruh perubahan permukaan tanah (pembukaan lahan,
penebangan hutan, pembakaran hutan, mencairnya es). Peningkatan konsentrasi metana
(CH4), dari 715 ppb (part per billion= satu per milyar) di jaman pra-industri menjadi
1732 ppb di awal 1990-an, dan 1774 pada tahun 2005. Ini melebihi angka yang berubah
secara alamiah selama 650 ribu tahun (320 - 790 ppb). Sumber utama peningkatan
metana pertanian dan penggunaan bahan bakar fosil. Konsentrasi nitro-oksida (N2O)
dari 270 ppb - 319 ppb pada 2005. Seperti juga penyumbang emisi yang lain, sumber
utamanya adalah manusia dari agrikultural. Kombinasi ketiga komponen utama tersebut
menjadi penyumbang terbesar pada pemanasan global.
II.3 Dampak Pemanasan Global
Pemanasan global mengakibatkan dampak yang luas dan serius bagi lingkungan
bio-geofisik (seperti pelelehan es di kutub, kenaikan muka air laut, perluasan gurun
pasir, peningkatan hujan dan banjir, perubahan iklim, punahnya flora dan fauna tertentu,
migrasi fauna dan hama penyakit, dsb). Sedangkan dampak bagi aktivitas sosial-
ekonomi masyarakat meliputi : (a) gangguan terhadap fungsi kawasan pesisir dan kota
pantai, (b) gangguan terhadap fungsi prasarana dan sarana seperti jaringan jalan,
6
Karbon-dioksida adalah
penyumbang utama gas kaca.
Dari masa pra-industri yang
sebesar 280 ppm menjadi 379
ppm pada tahun 2005. Angka ini
melebihi angka alamiah dari
studi perubahan iklim dari masa
lalu (paleoklimatologi), dimana
selama 650 ribu tahun hanya
terjadi peningkatan dari 180-300
ppm. Terutama dalam
dasawarsa terakhir (1995-2005),
tercatat peningkatan konsentrasi karbon-dioksida terbesar pertahun (1,9 ppm per tahun),
jauh lebih besar dari pengukuran atmosfer pada tahun 1960, (1.4 ppm per tahun),
kendati masih terdapat variasi tahun per tahun.
Sumber terutama peningkatan konsentrasi karbon-dioksida adalah penggunaan
bahan bakar fosil, ditambah pengaruh perubahan permukaan tanah (pembukaan lahan,
penebangan hutan, pembakaran hutan, mencairnya es). Peningkatan konsentrasi metana
(CH4), dari 715 ppb (part per billion= satu per milyar) di jaman pra-industri menjadi
1732 ppb di awal 1990-an, dan 1774 pada tahun 2005. Ini melebihi angka yang berubah
secara alamiah selama 650 ribu tahun (320 - 790 ppb). Sumber utama peningkatan
metana pertanian dan penggunaan bahan bakar fosil. Konsentrasi nitro-oksida (N2O)
dari 270 ppb - 319 ppb pada 2005. Seperti juga penyumbang emisi yang lain, sumber
utamanya adalah manusia dari agrikultural. Kombinasi ketiga komponen utama tersebut
menjadi penyumbang terbesar pada pemanasan global.
II.3 Dampak Pemanasan Global
Pemanasan global mengakibatkan dampak yang luas dan serius bagi lingkungan
bio-geofisik (seperti pelelehan es di kutub, kenaikan muka air laut, perluasan gurun
pasir, peningkatan hujan dan banjir, perubahan iklim, punahnya flora dan fauna tertentu,
migrasi fauna dan hama penyakit, dsb). Sedangkan dampak bagi aktivitas sosial-
ekonomi masyarakat meliputi : (a) gangguan terhadap fungsi kawasan pesisir dan kota
pantai, (b) gangguan terhadap fungsi prasarana dan sarana seperti jaringan jalan,
6
Karbon-dioksida adalah
penyumbang utama gas kaca.
Dari masa pra-industri yang
sebesar 280 ppm menjadi 379
ppm pada tahun 2005. Angka ini
melebihi angka alamiah dari
studi perubahan iklim dari masa
lalu (paleoklimatologi), dimana
selama 650 ribu tahun hanya
terjadi peningkatan dari 180-300
ppm. Terutama dalam
dasawarsa terakhir (1995-2005),
tercatat peningkatan konsentrasi karbon-dioksida terbesar pertahun (1,9 ppm per tahun),
jauh lebih besar dari pengukuran atmosfer pada tahun 1960, (1.4 ppm per tahun),
kendati masih terdapat variasi tahun per tahun.
Sumber terutama peningkatan konsentrasi karbon-dioksida adalah penggunaan
bahan bakar fosil, ditambah pengaruh perubahan permukaan tanah (pembukaan lahan,
penebangan hutan, pembakaran hutan, mencairnya es). Peningkatan konsentrasi metana
(CH4), dari 715 ppb (part per billion= satu per milyar) di jaman pra-industri menjadi
1732 ppb di awal 1990-an, dan 1774 pada tahun 2005. Ini melebihi angka yang berubah
secara alamiah selama 650 ribu tahun (320 - 790 ppb). Sumber utama peningkatan
metana pertanian dan penggunaan bahan bakar fosil. Konsentrasi nitro-oksida (N2O)
dari 270 ppb - 319 ppb pada 2005. Seperti juga penyumbang emisi yang lain, sumber
utamanya adalah manusia dari agrikultural. Kombinasi ketiga komponen utama tersebut
menjadi penyumbang terbesar pada pemanasan global.
II.3 Dampak Pemanasan Global
Pemanasan global mengakibatkan dampak yang luas dan serius bagi lingkungan
bio-geofisik (seperti pelelehan es di kutub, kenaikan muka air laut, perluasan gurun
pasir, peningkatan hujan dan banjir, perubahan iklim, punahnya flora dan fauna tertentu,
migrasi fauna dan hama penyakit, dsb). Sedangkan dampak bagi aktivitas sosial-
ekonomi masyarakat meliputi : (a) gangguan terhadap fungsi kawasan pesisir dan kota
pantai, (b) gangguan terhadap fungsi prasarana dan sarana seperti jaringan jalan,
7
pelabuhan dan bandara (c) gangguan terhadap permukiman penduduk, (d) pengurangan
produktivitas lahan pertanian, (e) peningkatan resiko kanker dan wabah penyakit, dsb).
Kenaikan muka air laut secara umum akan mengakibatkan dampak sebagai berikut : (a)
meningkatnya frekuensi dan intensitas banjir, (b) perubahan arus laut dan meluasnya
kerusakan mangrove, (c) meluasnya intrusi air laut, (d) ancaman terhadap kegiatan
sosial-ekonomi masyarakat pesisir, dan (e) berkurangnya luas daratan atau hilangnya
pulau-pulau kecil.
Sumber lain menyebutkan beberapa dampak yang ditimbulkan oleh Global
Warming, adalah :
1. Pemanasan bumi dan periode iklim yang tidak menentu
2. Kenaikan muka air laut dan banjir
3. Pencairan Glaser
4. Pemanasan kutub dan antartika
5. Penyebaran penyakit
6. Datangnya musim semi lebih awal
7. Turunnya jumlah populasi dan fauna serta perpindahan fauna yang cepat
8. Matinya terumbu karang
9. Banjir dan Badai Salju
10. Kebakaran
Pada intinya dampak pemanasan global kurang lebih sama antara satu dengan yang lain
namun disebutkan dengan istilah yang berbeda.
II.4 Penanggulangan Pemanasan Global
Banyak hal sederhana yang bisa dilakukan dan dimulai dari diri sendiri untuk
menanggulangi pemanasan global, antara lain:
1. Pengurangan penggunaan AC untuk ruang kamar pada siang hari.
2. Hemat energi yang dapat menyebabkan pemborosan dan pengrusakan terhadap
lingkungan, misalnya tidak menggunakan mobil disaat jam padat dan macet.
3. Menghindari penggunaan alat-alat atau obat-obat kecantikan yang dapat
mempengaruhi lingkungan, seperti hairspray, dll.
8
II.5 Konsep Kawasan Pantai
a. Pengertian Kawasan
Kawasan adalah suatu istilah yang digunakan untuk menunjukkan wilayah
dalam batas yang ditetapkan berdasarkan fungsi tertentu, misalnya kawasan
perdagangan, pemukiman, pusat kota, dan lain sebagainya (Hajisaroso dalam Agung,
2002). Sedangkan Suwarjoko Warpani (1991) memberi pengertian sebagai berikut :
“Daerah adalah sebutan untuk lingkungan permukaan bumi dalam batas
kewenangan pemerintah daerah. Jadi daerah adalah sebutan tempat bila tempat
tempat itu berkaitan dengan batas administrasi seperti daerah tingkat I Propinsi
Bali. Wilayah adalah sebutan untuk permukaan bumi bila tempat itu berkaitan
dengan pengertian kesatuan geografis, seperti wilayah hutan atau wilayah aliran
sungai. Sedangkan kawasan adalah sebutan untuk wilayah dalam batas yang
ditetapkan berdasarkan fungsi tertentu seperti kawasan perumahan atau kawasan
pariwisata.”
Dalam undang-undang nomor 24 tahun 1992 tentang penataan ruang mengartikan
bahwa kawasan lahir dengan rumusan; wilayah dengan fungsi utama lindung dan
budidaya, dengan arti kawasan tertentu adalah kawasan yang ditetapkan secara nasional
dan memiliki nilai strategis, yang penataan ruangnya diprioritaskan guna meningkatkan
kesejahteraan masyarakat. Dalam rangka penataan ruang, selain mempertimbangkan
pengertian planning region yang sudah baku diperlukan pertimbangan pengertian
region sebagai homogenous region.
Dalam menetapkan suatu kawasan, lahan adalah hal yang sangat penting. Lahan
adalah suatu daerah di permukaan bumi, dengan sifat-sifat tertentu yang meliputi
biosfer, atmosfer, tanah lapisan geologi, hidrologi, populasi, tanaman dan binatang serta
hasil kegiatan manusia masa lalu dan masa sekarang sampai tingkat tertentu. Sifat-sifat
tersebut mempunyai pengaruh yang berarti terhadap penggunaan lahan oleh manusia
masa sekarang dan masa mendatang (FAO, 1976 dalam Agung 2002).
Di suatu kawasan, campur tangan manusia untuk mengolah lahan merupakan hal
yang mengarah pada pencapaian kesejahteraan. Menurut Maligreau (1978) dalam
Agung (2002) yang dimaksud dengan penggunaan lahan adalah segala campur tangan
manusia, baik secara permanen atau siklus terhadap suatu kumpulan sumber daya alam
dan sumber daya buatan secara keseluruhan disebut lahan dengan tujuan mencukupi
kebutuhan baik kebendaan maupun spiritual atau kedua-duanya.
9
b. Pengertian Pantai
Daerah pantai lebih sering dimasukkan wilayah pesisir, dimana menurut
Bakosurtanal (2001) wilayah pantai dapat dikatakan bagian dari wilayah pesisir yang
dipandang sebagai suatu bentang lahan yang pada umumnya bercirikan suasana bahari,
seperti air asin, hembusan angin, matahari terik, pemukiman nelayan, pelabuhan, hutan
bakau, dan tambak yang mengesankan kehidupan serba keras. Tersusun oleh material
lepas seperti lempung pasir serta kerikil. Pantai merupakan mintakat antara daratan dan
laut yang dibatasi oleh rata-rata garis surut terendah, yang disebut dengan garis pantai
(shoreline) dengan rata-rata garis pasang tertinggi air laut yang disebut dengan garis
pesisir/coastline (Bakosortanal, 2001). Memiliki fungsi tertentu sesuai budaya
masyarakat yang mendiami kawasannya.
Kawasan pantai merupakan suatu kawasan atau wilayah yang terdiri atas daratan
dan lautan, dimana batas ke arah darat masih dipengaruhi oleh lautan dan batas ke arah
lautan masih dipengaruhi oleh daratan. Sebagai bagian dari sistem bumi secara
keseluruhan, diperkirakan luas kawasan pantai ini mencapai 8 % dari permukaan bumi
namun menyumbangkan kira-kira 26 % dari produksi biologis global. Perubahan luas
kawasan ini bisa menjadi sangat dinamis mengingat adanya interaksi yang besar antara
daratan dan lautan. Pembentukan sedimen di bagian muara sungai, perubahan iklim,
pergerakan dinamik dari lempeng bumi, serta pengaruh global akibat naiknya
permukaan laut merupakan faktor-faktor yang menyebabkan perubahan kawasan pantai.
c. Penataan Kawasan Pantai
Penataan kawasan dimaksudkan sebagai suatu pengelolaan terpadu untuk
mengkoordinasikan dan mengarahkan berbagai aktivitas dari dua atau lebih sector
dalam perencanaan pembangunan yang erat kaitannya dengan penataan wilayah pantai.
Penataan kawasan biasanya dimaksudkan sebagai suatu usaha secara terprogram untuk
mencapai tujuan yang dapat mengharmoniskan dan mengoptimalkan antara kepentingan
untuk memelihara lingkungan khususnya kawasan pantai, keterlibatan masyarakat dan
pembangunan ekonomi.
d. Kebijakan Pembangunan Kawasan Pantai
Beberapa kebijakan yang ditempuh untuk mempertahankan daya dukung dan
kelestarian lingkungan panyai dan laut antara lain :
Menanamkan budaya kelautan dan cinta bahari sedini mungkin, pola anak-anak di
lingkungan keluarga, sekolah maupun masyarakat melalui kegiatan mendukung
10
penyebarluasan informasi produk kelautan, wisata bahari serta tentang fungsi
ekosistem laut dan keanekaragaman hayati;
Meningkatkan kepedulian masyarakat terhadap lingkungan laut dan pantai melalui
pemahaman fungsi ekosistem pantai dan keragaman hayati seperti terumbu karang,
hutan mangrove dan nipah sehingga fungsunya sebagai penahan gelombang, habitat
dan pembiakan ikan sekaligus potensi wisata dapat terjamin.
Mengembangkan daerah yang memiliki potensi wisata bahari melalui
pengembangan sarana dan prasarana, promosi, pelayanan dengan tetap memelihara
kelestarian fungsi lingkungan hidup;
Meningkatkan upaya pembinaan, pengawasan dan penegakan peraturan sebagai
produk perangkap hukum di lapangan;
Melakukan pengkajian untuk mengembangkan alternative cara pemanfaatan potensi
laut yang ramah lingkungan;
Menyusun dan menetapkan tata ruang pantai dan laut yang berwawasan lingkungan
yang dijadikan pedoman bagi perencanaan pembangunan agar penataan lingkungan
hidup dan pemanfaatan sumber daya laut dapat dilakukan secara aman, tertib,
efisien dan efektif.
Menetapkan kawasan laut atau pantai menjadi kawasan kritis, kawasan perlindungan
atau konservasi, kawasan produksi atau budidaya dan kawasan khusus. Dengan
pengelompokan seperti itu, pengelolaan dan penataan akan lebih mudah dan focus
dapat dilakukan.
II.6 Jenis-jenis Pantai
Bentuk-bentuk pantai ada berbagai macam sebagai akibat dari berbagai proses
geologi yang membentuknya dan batuan serta struktur geologi yang mengendalikannya.
Ada pantai yang berbentuk dataran yang landai baik yang sempit maupun yang lebar,
atau pantai yang bertebing terjal dan berbatu-batu, dan berteluk-teluk. Berikut ini
beberapa ulasan mengenai hal tersebut.
1.1. Bentuk Dan Genesa Pantai
Berbagai bentuk pantai antara lain :
1) Pantai bertebing terjal dan berteluk-teluk (fyord) :
Pantai berbatasan langsung dengan kaki bukit/gunung atau dengan dataran yang
sempit. Teluk-teluk berselingan dengan punggungan bukit dengan berbagai struktur
geologi seperti struktur lipatan, patahan, komplex, atau gunung api. Dasar laut
11
umumnya terjal, langsung ke laut dalam. Gejala demikian terlihat di Dalmasia,
Spanyol, Pasifik Selatan, dan mungkin juga di Indonesia bagian Timur. Hal tersebut
disebabkan oleh tenggelamnya wilayah tersebut oleh genangan air laut
(submergence).
2) Pantai berdataran yang luas dan panjang :
Pantai ini mempunyai ciri adanya dataran yang luas. Banyak yang lurus, dasar laut
yang relatif dangkal dan merupakan hasil endapan sedimen dari daratan, dengan
kemiringan kearah laut dalam secara gradual.
Kerja gelombang di pantai menghasilkan berbagai morfologi seperti pematang
pantai (barrier bars) laguna (lagoon) dengan “tidal inlet”, dan delta. Banyak dari gejala
tersebut di atas dibentuk karena munculnya dasar laut, ke permukaan. Dalam
perkembangannya, kedua jenis pantai tersebut dapat berelevasi ke berbagai bentuk
pantai. Selain kedua jenis pantai tersebut, yang bentuk-bentuknya dipengaruhi oleh
kondisi muka laut, maka terdapat pula bentuk-bentuk pantai yang lain :
3) Delta, dataran aluvial, dan “Outwosh Plain”.
Delta merupakan dataran di muara sungai yang terbentuk sebagai akibat dari
endapan sedimen di laut yang berasal dari sungai. Berbagai bentuk delta dikenal
tergantung kepada kondisi morfologi sungai, morfologi dataran, arah gelombang laut,
kedalaman laut, dsb.
Dataran Aluvial merupakan wilayah yang datar atau hampir datar yang terbentuk
oleh endapan yang dibawa air. Beberapa jenis bentuk “dataran aluvial” antara lain :
a. Kipas aluvial, berbentuk “kipas” dengan apex berada pada bagian hulu dan kakinya
berada di bagian hilir. Umumnya berada pada perbatasan antara wilayah
pegunungan/perbukitan dengan wilayah dataran. Kemiringan lereng bervariasi
antara 0o – 30 o, makin ke hilir makin mendatar.
b. Dataran sungai; merupakan dataran di dalam tubuh sungai yang terbentuk oleh
sedimentasi (point bars). Endapan dapat berupa bongkah, kerakal, kerikil, pasir,
lanau, danlempung.
c. Dataran banjir; berupa dataran yang luas yang berada pada kiri kanan sungai yang
terbentuk oleh sedimen akibat limpasan banjir sungai tersebut. Umumnya berupa
pasir, lanau, dan lumpur.
d. Dataran pantai; suatu dataran di tepi pantai yang terbentuk oleh endapan akibat
gelombang laut di saat kondisi pasang dan surut. Umumnya berupa bongkah,
kerakal, dan pasir.
12
e. Dataran rawa; merupakan dataran bekas rawa-rawa dekat pantai, terbentuk sebagai
akibat dari kondisi surut muka laut atau naiknya permukaan daratan (emmergence).
Terdiri dari tanah pasir halus, lumpur, dan lumpur/tanah organik, gambut.
Segala jenis endapan di wilayah dataran tersebut di atas umumnya bersifat lepas, lunak,
lembek, belum tersemen kuat sehingga bersifat lolos air, mudah terkikis, mudah amblas
khususnya yang bersifat lempung dan organik.
II.7 Hakekat Konservasi
a. Pengertian Konservasi
Istilah konservasi pada dasarnya ialah hal yang berkaitan dengan usaha–usaha
pelestarian dengan awal pelestarian yang mencakup pengelolaan lingkungan alam untuk
memelihara dan menjamin tersedianya sumber daya alam untuk masa mendatang.
Istilah ini kemudian berkembang pada lingkungan binaan lama, akumulasi energi
hingga konservasi arsitektur (Bahan ajar arsitektur perkotaan, 2004). Pelestarian dalam
lingkup bangunan dan lingkungan adalah semua proses untuk memelihara lingkungan
atau bangunan sedemikian rupa sehingga makna kulturalnya yang berupa nilai
keindahan, sejarah, keilmuan atau nilai sosial untuk generasi lampau, masa kini dan
masa datang yang akan dapat terpelihara (Bahan ajar arsitektur perkotaan, 2004).
Pelestarian juga dipahami sebagai upaya untuk melindungi/menjaga bangunan,
monumen dan lingkungan dari kerusakan dan mencegah terjainya kerusakan.
Konservasi menurut piagam Burra dapat meliputi seluruh kegiatan pemeliharaan dan
sesuai dengan situasi dan kondisi setempat, dapat pula mencakup preservasi, restorasi,
rekonstruksi, adaptasi dan revitalisasi. Konservasi secara luas merupakan upaya
melestarikan agar penggunaan lebih efisien dan mengatur arah pengembangan di masa
datang termasuk kegiatan pemeliharaan.
Konservasi juga merupakan upaya untuk memelihara suatu tempat yang
dilakukan sedemikian rupa sehinggga makna dari tempat tersebut dapat dipertahankan.
Yang dimaksud dengan tempat disini adalah lahan, kawasan, gedung atau kelompok
gedung termasuk lingkungan yang terkait. Sedangkan makna adalah arti dari tempat
tersebut yang meliputi sejarah, budaya, tradisi, nilai keindahan, sosial, ekonomi, iklim
dan fisik.
Strategi konservasi adalah upaya untuk melestarikan bangunan, mengefisienkan
penggunaannya dan mengatur arah perkembangannya di masa mendatang. Strategi ini
dilakukan agar tempat-tempat yang menarik tidak diubah secara tidak sesuai.
13
Sedangkan akibat dari strategi tersebut dapat berupa perubahan dengan tingkat
teretentu. Mungkin saja konservasi dilakukan dengan metode tertentu hingga tidak ada
perubahan dari originalitas ketika ditemukan. Boleh saja ketika konservasi dilakukan
dengan sedikit, banyak atau perubahan terhadap semuanya dengan metode dan teori
yang berbeda. Ruang lingkup kegiatan konservasi dapat dilakukan pada berbagai aspek
seperti alam, kesenian, arkeologi dan lingkungan binaan (Eko Budiharjo, 1987).
b. Manfaat Konservasi
Manfaat usaha konservasi pada dasarnya dilakukan untuk memberikan manfaat
praktis seperti penghematan biaya pembangunan dan energi (Ainsle, 1982). Selain itu
manfaat yang diperoleh juga menyangkut aspek-aspek budaya, ekonomi, sosial dan
perencanaan.
Manfaat budaya menyangkut :
Makna bangunan dan lingkungan lama dan bersejarah dalam bidang
pendidikan.
Memperkaya kualitas estetika lingkungan kota
Memberikan kesan keterikatan bangunan atau tempat dengan sejarahnya
Manfaat ekonomis meliputi :
Meningkatkan nilai kepemilikan
Memberikan dampak bagi kapasitas penjualan dan penyewaan komersial
Memberikan dampak pada penghematan biaya pembangunan
Meningkatkan pemasukan pajak pendapatan
Manfaat sosiologis dan perencanaan merupakan aspek yang sulit diukur namun
tetap terkait dengan aspek budaya dan ekonomi.
Menurut eko budiharjo (1990) ada tujuh manfaat dari preservasi dan konservasi
yaitu :
Memperkaya pengalaman visual, menyalurkan hasrat kesinambungan,
memberi tautan bermakna dengan masa lampau dan memberikan pilihan
untuk tetap tinggal dan bekerja di dalam bangunan atau lingkungan lama
tersebut.
Memberikan suasana permanen yang menyegarkan.
Membantu hadirnya sense of place, identitas diri dan suasana kontras
Melestarikan lingkungan kota lama sebagai asetterbesar dalam industri
wisata internasional.
14
Melindungi dan menyampaikan warisan berharga kepada generasi
mendatang
Memberikan kemungkinan bagi setiap orang untuk memperoleh
kenyamanan psikologis yang diperlukannya
Membantu terpeliharanya warisan arsitektur
II.8 Konsep Sumber Daya Hayati Kelautan
Realita hidup dan kehidupan manusia tidak terlepas dari alam dan
lingkungannya, karena hal tersebut merupakan hubungan mutualisme dalam tatanan
keseimbangan alam dan kehidupannya (Balancing Ecosytem). Adapun kemampuan
manusia hidup dan mempertahankan kehidupannya (survive) dalam rangka
pengembaraannya dimuka bumi adalah sebagai proses pembentukan pribadi individu
yang peka terhadap alam dan lingkungannya. Sumber daya alam terbagi dua, yaitu :
a. SDA yang tidak dapat diperbaharui (unrenewable)
b. SDAyang dapat diperbaharui (renewable).
Keanekaragaman hayati termasuk didalam sumber daya alam yang dapat
diperbaharui. Potensi sumber daya alam hayati tersebut bervariasi, tergantung dari letak
suatu kawasan dan kondisinya yang memiliki dasar hukum berupa Undang-undang
Konservasi Hayati oleh negara. Pengertian istilah sumber daya alam hayati cukup luas,
yakni mencakup sumber daya alam hayati, tumbuhan, hewan, bentang alam (landscape)
dan sosial budaya.
II.8.1 Nilai-Nilai Keanekaragaman Hayati
1. Nilai Ekologis
Setiap sumberdaya alam merupakan unsur ekosistem alam. Misal, suatu tumbuhan dapat
berfungsi sebagai pelindung tata air dan kesuburan tanah. Suatu jenis satwa dapat
menjadi key species yang menjadi kunci keseimbangan alam.
2. Nilai Komersial
Secara umum telah dipahami bahwa kehidupan manusia tergantung mutlak kepada
sumber daya alam hayati. Keanekaragaman hayati mempunyai nilai komersial.
3. Nilai Sosial dan Budaya
Keanekaragaman hayati mempunyai nilai sosial dan budaya yang sangat besar. Suku-
suku pedalaman tidak dapat tinggal diperkotaan karena bagi mereka tempat tinggal
adalah hutan dan isinya. Sama halnya dengan suku-suku yang tinggal dan
15
menggantungkan hidup dari laut. Selain itu keanekaragaman hayati suatu negara lain
didunia. Konstribusi-konstribusi ini tentunya memberikan makna sosial dan budaya
yang tidak kecil.
4. Nilai Rekreasi
Keindahan sumber daya alam hayati dapat memberikan nilai untuk menjernihkan
pikiran dan melahirkan gagasan-gagasan bagi yang menikmatinya. Kita sering sekali
pergi berlibur ke alam, apakah itu gunung, gua atau laut dan lain sebagainya, hanya
untuk merasakan keindahan alam dan ketika kembali ke perkotaan kita merasa
berenergi untuk terus melanjutkan rutinitas dan kehidupan.
5. Nilai Penelitian dan Pendidikan
Alam sering kali menimbulkan gagasan-gagasan dan ide cemerlang bagi manusia. Nilai
ini akan memberikan dorongan untuk mengamati fenomena alam dalam bentuk
penelitian. Selain itu alam juga dapat menjadi media pendidikan ilmu pengetahuan
alam, maka sangat diperlukan bahan untuk penelitian maupun penghayatan berbagai
pengertian dan konsep suatu ilmu pengetahuan.
II.8.2 Pengertian Keanekaragaman Hayati
Definisi keanekaragaman hayati adalah:
Keanekaragaman makhluk hidup dan hal-hal yang berhubungan dengan ekologinya,
dimana makhluk hidup tersebut terdapat. Keanekaragaman hayati mencakup tiga
tingkatan yaitu:
1. Keanekaragaman Genetik
Merupakan keanekaragaman yang paling hakiki, karena keanekaragaman ini dapat
berlanjut dan bersifat diturunkan. Keanekaragaman genetik ini berhubungan dengan
keistimewaan ekologi dan proses evolusi.
2. Keanekaragaman Jenis
Meliputi flora dan fauna. Beraneka ragam jenis memiliki perilaku, strategi hidup,
bentuk, rantai makanan, ruang dan juga ketergantungan antara jenis satu dengan yang
lainnya. Adanya keanekaragaman yang tinggi akan menghasilkan kestabilan lingkungan
yang mantap.
3.Keanekaragaman Ekosistem
Tercakup didalamnya genetik, jenis beserta lingkungannya. Keanekaragaman ekosistem
merupakan keanekaragaman hayati yang paling kompleks. Berbagai keanekaragaman
ekosistem yang ada di Indonesia misalnya ekosistem hutan dan pantai, hutan payau
16
(mangrove), hutan tropika basah, terumbu karang, dan beberapa ekosistem pegunungan,
perairan darat maupun lautan. Pada setiap ekosistem terdapat berbagai jenis organisme,
baik flora maupun fauna, dan mereka memiliki tempat hidup yang unik.
II.8.3 Konservasi Sumber Daya Alam Hayati
Istilah konservasi mempunyai definisi pemanfaatan dan pengelolaan alam dan
sumber daya alam yang bijaksana bagi kepentingan manusia. Konsep konservasi pada
intinya adalah:
1. Melindungi
2. Memanfaatkan
3. Mempelajari
Kegiatan konservasi mencakup beberapa sektor, yaitu sektor ilmiah, sektor sosial
budaya dan sektor pengolahannya. Ketiga sektor ini harus saling melengkapi mengikat
satu sama lainnya. Sektor ilmiah melaksanakan kegiatan-kegiatan penelitian-penelitian
dan pengamatan yang bersifat ilmiah, artinya kegiatan ini bersifat terbuka, terukur,
sistematik nalar dan berkaitan dengan sistematik yang ada misalnya:
1. Penelitian tentang satu jenis flora dan fauna tertentu, baik dari populasi atau
habitatnya.
2. Sektor sosial budaya dan ekonomi perlu dipahami, sebab latar belakang
masyarakat berpengaruh terhadap perlindungan pelestarian dan pemanfaatan
sumberdaya alam hayati.
3. Sektor pengolahan adalah bagaimana manusia mengelola sumber daya alam
yang ada secara bijaksana.
Dukungan yang mengglobal terhadap konservasi didasarkan karena penghargaan
estetika, pengetahuan bahwa produk-produk yang berguna dapat saja berasal dari jenis
yang belum dikenali, dan pengertian bahwa lingkungan harus menjadi fungsi biosphere
yang tepat, khususnya yang berhubungan dengan kebutuhan manusia akan udara, air
dan tanah, yang mana saat ini mengalami degradasi yang sangat cepat.
II.8.4 Pembangunan Kelautan
Permasalahan yang kerap terjadi dalam upaya konservasi sumber daya hayati kelautan
dalam rangka mewujudkan pembangunan berkelanjutan sudah banyak terjadi. Upaya
kebijakan yang dapat diambil antara lain :
17
• Berkurangnya perusakan sumber daya pesisir dan laut;
• Pengelolaan ekosistem pesisir, laut dilakukan secara lestari.
• Serasinya peraturan perundangan pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya
pesisir dan laut;
• Mendorong pengelolaan sumber daya pesisir dan berkelanjutan;
• Meningkatnya luas kawasan konservasi laut.
• Terintegrasinya pembangunan laut, pesisir, dan daratan.
• Terselenggaranya pemanfaatan ruang laut, pesisir dengan daya dukung
lingkungannya;
• Terwujudnya ekosistem pesisir dan laut yang terjaga kebersihan, kesehatan, dan
produktivitasnya;
• Upaya mitigasi bencana alam laut, dan keselamatan masyarakat.
18
III.1 Peta Pesisir Pantai Kuta
Kabupaten Badung memiliki panjang pantai 81,35 km. Beberapa dari kawasan
pantai tersebut digunakan untuk kegiatan pariwisata, dan berkembang pesat menjadi
kawasan padat dengan berbagai aktivitas seperti hotel, pondok wisata, restoran, rumah
makan, bar dan sarana penunjang kegiatan pariwisata lainnya. Salah satu kawasan
pantai itu adalah Pantai Kuta.
III.2 Sekilas Kuta Tempo Dulu
Sekitar tahun 1334, Majapahit dengan Maha Patih Gajah Mada mengadakan
invasi penaklukan Bali. Untuk melabuhkan perahu dan pasukannya, Gajah Mada
memilih sebuah tempat di Selatan pantai Kuta sekarang. Karena banyaknya perahu
yang berlabuh, masyarakat menyebutnya pasih perahu. Pasih dalam Bahasa Bali
berarti ‘laut’ sehingga pasih perahu dapat diartikan sebagai ‘lautan perahu’. Lokasi
inilah pada abad ke 14 menjadi penghubung Bali-Jawa dengan sebutan Kuta yang
artinya benteng. Adapun lintasan serta lapisan perkembangan fungsi Kuta dari
kesejarahannya adalah sebagai berikut:
BAB III
TINJAUAN UMUM OBYEK
Jenis Penggunaan Lahan
Akomodasi WisataIndustri dan GudangLahan KosongPemukimanPerdagangan dan JasaRawa dan Hutan BakauSentral Parkir
Peta Kawasan KutaSumber: SMPK
19
Kuta sebagai Pelabuhan dan Pusat Perdagangan Bali Selatan
Kuta memiliki letak strategis sebagai pelabuhan laut, karena diapit dua tepi
pantai yaitu sisi pantai Timur dan Barat. Kedua sisi pantai tersebut sama-sama memiliki
teluk, sehingga kapal maupun perahu-perahu mudah berlabuh dengan aman. Ketika itu
kedua sisi pantai tersebut dimanfaatkan sebagai pelabuhan alam, dimana pada saat
angin bertiup dari Barat yang dibarengi musim hujan pada sekitar Oktober hingga April
kapal-kapal akan berlabuh di pantai Timur yang disebut Tuban. Sedangkan pada April
hingga Oktober ketika musim kemarau berlangsung dan meniupkan angin dari
Tenggara, kapal-kapal akan berlabuh di pantai Barat yaitu di Kuta. Laporan terakhir
yang disampaikan Pierre Dubois, wakil Pemerintah Hindia Belanda, tinggal di Kuta
dari bulan April 1927 sampai berakhirnya Perang Jawa kepada atasannya tentang
perkembangan politik di Bali dan peristiwa yang terjadi di Kuta ditulis tanggal 27
Februari 1831. Laporannya antara lain menyebutkan bahwa Kuta (disebut Coutaen)
merupakan pelabuhan terpenting di Bali Selatan sebagai tempat penyaluran pemasokan
barang impor dan ekspor hasil bumi.
Perdagangan di Kuta mengalami kemajuan pesat setelah perusahaan dagang
Belanda yaitu De Nederlandsche Handelmaatschappij (NHM) didirikan tanggal 1
Agustus 1839 atas persetujuan Raja Kesiman, Gusti Ngurah Gede Kesiman, yang saat
itu memiliki pengaruh kuat di Kerajaan Badung. Pada masa itu, Raja Kesiman
memberikan kepercayaan kepada Mads Johansen Lange, seorang pedagang Denmark
dengan mengangkatnya sebagai syahbandar. Bahkan, karena hubungan baik dengan
Raja Kesiman, Lange juga dianugerahi jabatan sebagai perbekel (kepala desa) di Kuta.
Dari sinilah akhirnya Mads Lange memainkan peran besar dalam perkembangan Kuta.
Dia memegang monopoli perdagangan seperti budak hingga uang kepeng Cina yang
ketika itu menjadi mata uang yang paling banyak beredar. Disamping menggunakan
uang kepeng sebagai alat pembayaran, juga dipakai uang Spanyol yang disebut dengan
Piaster, dan uang Belanda yang terbuat dari emas dan perak. Kejayaan NHM hanya
berlangsung dalam kurun waktu sekitar empat tahun saja sejak berdirinya. Pada tahun
1843 NHM mengalami kemerosotan akibat bersaing dengan Lange, pedagang
Tionghoa, dan pedagang lokal Bali, dan atau karena dukungan para elite lokal yang
kian menyurut. Disamping itu juga diperkirakan bahwa terbukanya pelabuhan lainnya
di Bali Timur (Padang Bai-Karangasem) dan pelabuhan Buleleng di Bali Utara
merupakan faktor lainnya yang menyurutkan mahligai Kuta sebagai pelabuhan dan
pusat perdagangan di Bali Selatan.
20
Kuta Sebagai Pusat Pariwisata
Perkembangan pariwisata Kuta dimulai tahun 1932, saat Kuta didatangi seorang
tamu Skotlandia. Miss Manx. Namun dia lebih bangga menyebut dirinya dengan nama
Bali, Ktut Tantri. Bahkan, Tantri juga sangat akrab dengan penduduk Kuta. Ktut Tantri
melihat pantai Kuta memiliki keindahan tersendiri terutama ombaknya. Karenanya, dia
bercita-cita untuk membangun sebuah hotel dengan arsitektur Bali dan mengikuti pola-
pola bangunan rumah Bali. Akhirnya, Ktut Tantri mendirikan hotel “Suara Samudera”.
Inilah hotel pertama di Kuta yang kemudian menjadi Hotel Pantai Kuta (Kuta Beach
Hotel) yang secara resmi beroperasi pada tahun 1959 dengan model seperti bungalow.
Pecahnya Perang Dunia II mengakibatkan kepariwisataan Kuta belum bisa
berkembang baik. Baru pada tahun 1963, ketika Presiden Soekarno membangun Hotel
Bali Beach di Sanur dan mulai tahun 1967 mengadakan rehabilitasi Bandara Ngurah Rai
Tuban menjadi bandara internasional, dunia kepariwisataan di Kuta mulai menggeliat.
Kondisi ini juga dipicu oleh terbitnya buku Ktut Tantri berjudul Revolt in Paradise yang
menceritakan tentang eksotisme pulau dan masyarakat Bali. Buku Tantri mendorong
orang-orang asing datang ke Bali. Mulailah banyak pelancong yang datang ke Bali
khususnya Kuta.
Fasilitas publik di Kuta ketika itu belumlah memadai sebagai tempat kunjungan
wisata. Jalan-jalan masih seperti kubangan. Pantai masih kotor. Listrik juga belum ada.
Turis yang menginap di rumah-rumah warga pun hanya ditemani lampu minyak tanah.
Setelah listrik masuk pada tahun 1970-an, Kuta mulai berbenah. Rumah-rumah warga
Suasana Kuta Tempo Dulu SaatMenjadi Pelabuhan dan Pusat
PerdaganganSumber: Salain, 2001
21
yang disewakan untuk turis pun semakin banyak jumlahnya. Bahkan, sudah dilengkapi
dengan kamar mandi dan toilet. Sampailah akhirnya pelaksanaan Konferensi PATA di
Sanur. Turis-turis hippies kian membludak mengunjungi Kuta. Padahal, pemerintah
sendiri berharap pelaksanaan konferensi itu bisa menyedot tamu-tamu kelas atas untuk
mengisi kamar-kamar hotel mewah. Warga Kuta tentu menangkap peluang ini. Mulailah
menjamur usaha pemondokan wisata atau home stay, beach inn, guest house, lodging
house, accomodation, serta yang paling terkenal yakni pension. Pemerintah Daerah
Badung saat itu memang mengizinkan warga Kuta membuka pension, tanpa persyaratan
apapun.
Seiring dengan jenuhnya pembangunan hotel di Kawasan Wisata Nusa Dua,
para pemodal pun menyerbu Kuta. Sekitar tahun 1973, tanah-tanah kosong di pesisir
Pantai Kuta diborong oleh pemodal-pemodal besar untuk membangun hotel besar,
restoran, dan fasilitas wisata lainnya. Hamparan kebun kelapa dan semak-semak,
berubah menjadi hotel-hotel mewah dan menengah. Seiring dengan itu, restoran,
supermarket, bank, pertokoan, dan fasilitas kepariwisataan lainnya terus bermunculan.
Kuta sesuai perjalanan waktunya dapat dikatakan sebagai kota internasional dengan
multi etnik sesuai dengan keyakinannya masing-masing. Setidak-tidaknya dapat dilihat
dari budaya fisik yang ada seperti Pura, Mesjid, Klenteng/Vihara, Gereja dan lainnya.
Terpeliharanya objek fisik tersebut dan hubungan yang sangat kental diantara etnik
yang ada, disertai dengan latar belakang bentang alam yang indah dan ramah
menyebabkan Kuta bagaikan kota tujuan dan impian bagi wisatawan.
III.3 Pantai Kuta, Pusat Ekonomi dalam Kaitannya sebagai Kawasan Pariwisata
Banyak manfaat dan dampak dari pembangunan dan pengembangan pariwisata
bila hal tersebut direncanakan dan diarahkan dengan baik, antara lain:
1. Manfaat ekonomi (kesejahteraan)
Meningkatnya arus wisatawan yang datang ke suatu daerah menuntut aneka
ragam pelayanan dan fasilitas yang menunjang. Hal ini memberi manfaat
ekonomi bagi penduduk, pengusaha, maupun pemerintah setempat, antara
lain:
a. Penerimaan devisa
b. Kesempatan berusaha
c. Terbukanya lapangan kerja
d. Meningkatnya pendapatan masyarakat dan pemerintah
22
e. Mendorong pembangunan daerah
2. Manfaat sosial budaya
a. Pelestarian budaya dan adat istiadat
b. Meningkatnya kecerdasan masyarakat
c. Mengurangi konflik sosial
3. Manfaat dalam berbangsa dan bernegara
a. Mempererat persatuan dan kesatuan
b. Menumbuhkan rasa memiliki dan kecintaan terhadap tanah air
c. Memelihara hubungan baik internasional dalam hal pengembangan
pariwisata
4. Manfaat bagi lingkungan
Pembangunan dan pengembangan pariwisata diarahkan agar dapat
memenuhi keinginan wisatawan, seperti: hidup tenang, bersih, jauh dari
polusi, santai serta dapat memulihkan kesehatan fisik dan mental. Oleh sebab
itu pengembangan pariwisata merupakan salah satu cara untuk melestarikan
lingkungan, disamping akan memperoleh nilai tambah atas pemanfaatan dari
lingkungan yang ada.
Dari semua manfaat ekonomi yang
disebutkan, semuanya ada di Kuta. Tidak
dapat dipungkiri Kuta dengan pantainya
kini merupakan salah satu primadona
yang menjadi tempat tujuan wisatawan
dari seluruh dunia. Di tahun 2007,
kunjungan wisatawan mancanegara
mencapai 1,7 juta dan diperkirakan pada tahun 2008 ini mencapai 1,9 juta yang
mengunjungi Bali dan tiga perempatnya diperkirakan mengunjungi Pantai Kuta. Di
Kuta perputaran ekonomi berlangsung cepat dan melibatkan semua kaum, baik dari
kaum terbawah hingga investor elite kelas atas sekalipun. Siapapun setuju bahwa Kuta
dengan pasir putih, sunset, lokasi strategis, fasilitas, dan pantainya masih merupakan
potensi yang sangat penting dalam perkembangan pariwisata. Namun harus disadari
pula bahwa potensi alam dan pemandangannya merupakan pendukung yang masih
mungkin ditemukan di tempat lain di dunia. Hal lain yang mendongkrak daya tarik
Kuta sebagai kawasan pariwisata adalah budaya, adat, agama, dan taksu yang
dimilikinya karena masyarakat Kuta masih teguh memegang ajaran leluhur.
23
IV.1 Penyebab Kawasan Pantai Kuta Perlu Ditata
Apabila pembangunan hanya memperhatikan manusianya saja, maka alam
akan rusak, namun sebaliknya apabila hanya memperhatikan alam, maka manusia akan
mati karena manusia bergantung sepenuhnya pada alam. Disinilah diperlukan sebuah
sinergi yang baik antara manusia dan alam. Salah satu faktor yang harus dihadapi untuk
mencapai pembangunan berkelanjutan adalah bagaimana caranya memperbaiki
kehancuran suatu lingkungan tanpa mengorbankan kebutuhan pembangunan ekonomi
dan keadilan sosial.
Penelitian yang berkaitan dengan penyebab kenaikan muka air laut telah
banyak dilakukan dengan hasil yang bervariasi. Pemahaman bahwa efek rumah kaca
berkaitan erat dengan meningkatnya muka air laut masih dalam perdebatan, tetapi telah
menjadi issue dunia bahwa perubahan iklim dunia (global warming) adalah penyebab
kerusakan kawasan pantai. Tingkat kerusakan pantai tidak merata antara satu tempat
dengan tempat lainnya antara lain bergantung pada kelandaian dan jenis tanahnya.
Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia mempunyai areal daratan
seluas kurang lebih 190.453.837 hektar yang tersebar di sekitar 17.508 buah pulau
dengan garis pantai terpanjang di dunia yaitu sekitar 81.000 km. Dengan asumsi
kemunduran garis pantai sekitar 50 m maka Indonesia akan kehilangan lahan seluas
400.000 Ha. Diperkirakan bahwa sekitar 50-60 % penduduk Indonesia tinggal di
kawasan pantai. Fenomena ini menunjukan besarnya kawasan yang hilang akibat
mundurnya garis pantai yang cukup besar dan besarnya jumlah masyarakat yang
dirugikan terutama mereka yang menggantungkan hidup dari aktivitas pantai.
Pengamatan pada tahun 2001 di kawasan pantai Bali menunjukan bahwa 20 % dari 430
km panjang pantai yang ada di Bali mengalami kerusakan.
Menurut Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor
PM.34/HM.001/MKP/2008 tanggal 8 September 2008, Kawasan Pantai Kuta tergolong
BAB IV
PEMBAHASAN
24
dalam obyek vital nasional di bidang kebudayaan dan pariwisata selain 28 obyek vital
nasional di bidang kebudayaan dan pariwisata lainnya. Mengacu kepada hal tersebut,
seharusnya seluruh komponen yang terlibat baik masyarakat setempat, pengusaha,
maupun pemerintah saling bekerjasama demi menata kawasan Pantai Kuta menjadi
lebih baik lagi.
Saat ini telah dilakukan penataan kawasan pantai Kuta karena selama ini abrasi
mulai menghantui pantai ini. Pemerintah pusat, melalui Departemen Pekerjaan Umum,
memberikan bantuan sebesar Rp 290 miliar untuk program penyelamatan Pantai Kuta
sebagai aset utama pariwisata. Dana yang berasal dari pinjaman pemerintah Jepang itu
digunakan untuk membangun penangkap pasir sepanjang lima hingga tujuh kilometer.
Kawasan Pantai Kuta mempunyai panjang 11 km. Pasir putih yang ada pada pantai ini
dihasilkan dari gugusan terumbu karang. Secara alamiah, abrasi pantai di kawasan
pantai ini diperkirakan akan terus berlangsung sebagai akibat perubahan iklim global
terutama meningkatnya suhu yang mengakibatkan permukaan air laut relatif terhadap
tanah terus naik. Selain karena faktor alam, abrasi pantai di kawasan yang merupakan
wilayah padat pembangunan dan aktivitas manusia cenderung diperkuat oleh dampak
dari aktivitas manusia di sepanjang pantai yang mengganggu keseimbangan dan
kestabilan pantai. Seperti pembangunan yang mendesak sempadan pantai serta
bangunan proteksi pantai yang menjorok ke laut.
Pantai KutaSumber: Salain, 2001 dan dokumentasi pribadi
Proyek Penataan Pantai KutaSumber: Bali Beach Conservation Project, 2007
25
Selain abrasi, permasalahan umum terhadap lingkungan yang terjadi adalah
rendahnya kesadaran pengunjung/wisatawan nusantara untuk menjaga kebersihan
lingkungan pantai. Misalnya dengan membuang sampah sembarangan. Selain itu juga
disinyalir ada beberapa hotel yang membuang limbah ke laut dengan cara membuat
saluran limbah tertutup sehingga tidak nampak di permukaan, secara langsung ini akan
mengganggu ekosistem laut. Limbah dari hotel ini akan menimbulkan masalah terutama
bila musim hujan tiba, karena limbah disalurkan melalui got dan dapat membanjiri
jalan, halaman, serta menimbulkan bau yang tidak sedap sehingga mengganggu
kenyamanan wisatawan dan lingkungan sekitarnya.
IV.2 Penyebab Abrasi di Pantai Kuta
Menurut Bali Beach Conservation Project (2001), bentang pantai yang
mengalami abrasi sepanjang 7 km dari landasan pacu Bandara Ngurah Rai sampai
Legian, tingkat abrasi paling parah dengan laju 6 m/tahun sepanjang 3 km dari landasan
pacu sampai pasar seni Kuta. Selain itu, peningkatan aktivitas masyarakat diyakini
dapat menimbulkan pencemaran, menganggu keseimbangan dan kelestarian pesisir dan
laut. Proses transportasi sedimen dan hidrooseanografi pantai terganggu akibat
pembangunan yang mendesak sempadan pantai. Terdapat 35 bangunan yang
memanfaatkan sempadan pantai di Kelurahan Kuta dengan jarak sempadan 6,5-30 m
(Bappeda dan Sucofindo, 2002). Pantai Kuta mengalami abrasi cukup besar
diperkirakan lebih dari 50 m dalam 10 tahun terakhir dan lebih dari 100 m sejak tahun
Limbah di pantai KutaSumber: http://dsdp-bali.com/
Sampah dan Bangkai Ikandi Pantai Kuta
Sumber:http://www.detiknews.com/
26
1960, sejak dibangunnya landasan pacu (run way) Bandara Ngurah Rai yang menjorok
ke laut sepanjang 800 meter. Abrasi di Pantai Kuta diperparah karena adanya
pembangunan fasilitas pariwisata yang mendesak sempadan pantai, pengikisan terhadap
vegetasi alamiah, dan pembangunan krib (groin) yang tak terencana dengan baik
terutama untuk kepentingan privat.
Laut sama dengan ekosistem lainnya memiliki daya homeostatis yaitu
kemampuan untuk mempertahankan keseimbangan dan merupakan ekosisitem perairan
yang memiliki daya dukung (carrying capacity) untuk memurnikan diri (self
purification) dari segala gangguan yang masuk ke dalam badan-badan perairan tersebut.
Pada kenyataanya, perairan pesisir merupakan penampungan (storage system) akhir
segala jenis limbah yang dihasilkan oleh aktivitas manusia (Dahuri, 2001). Laut
menerima bahan-bahan yang terbawa oleh air dari daerah pertanian, limbah rumah
tangga, sampah dan bahan buangan dari kapal, tumpahan minyak lepas pantai dan masih
banyak lagi bahan yang terbuang ke laut (Darmono, 2001). Jika beban yang diterima
oleh perairan telah melampaui daya dukungnya maka kualitas air akan turun.
Lingkungan perairan tidak sesuai lagi dengan batas baku mutu yang ditetapkan, perairan
tersebut telah tercemar baik secara fisik, kimia maupun mikrobiologi. Hal ini di
samping sangat berpengaruh terhadap komunitas yang ada di dalamnya, juga sangat
berpengaruh terhadap masyarakat yang memanfaatkan perairan pantai. Berdasarkan
hasil penelitian Bapedal Kabupaten Badung bekerjasama dengan PPLH Unud (2004),
kondisi perairan Pantai Kuta bila dilihat dari segi peruntukannya kondisinya sudah
kurang baik. Sebagai air untuk pariwisata dan rekreasi, ada beberapa parameter fisik,
kimia dan mikrobiologi telah melampaui ambang batas yang ditetapkan baik di musim
hujan, maupun musim kemarau. Perairan Pantai Kuta juga sering mendapat kiriman
sampah dan bangkai ikan setiap musim barat. Perlu diupayakan pencegahannya
seminimal mungkin sehingga perairan pantai menjadi aman untuk mandi, renang, dan
menyelam.
27
IV.3 Penataan Kawasan Pantai Kuta
Salah satu cara yang
dipakai adalah melakukan
pengurukan terhadap Pantai.
Pasir yang diambil untuk
menguruk pantai ini diambil dari
Pantai Geger di Sawangan. Hal
ini menimbulkan pro dan kontra
di berbagai kalangan. Di satu sisi,
Pantai Kuta memerlukan pasir laut sejumlah 650.000 meter kubik sedangkan di sisi lain
Pantai Geger juga mempunyai potensi dengan budidaya rumput lautnya. Masyarakat
yang umumnya petani rumput laut sangat terpengaruh dengan aktivitas pengerukan
pasir pantai itu misalnya ketika ombak besar datang. Kedalaman perairan yang
bertambah akan mengganggu aktivitas nelayan dan produksi rumput laut yang di daerah
tersebut boleh dikatakan memiliki kualitas baik. Hal ini mejadi suatu dilema, namun
seringkali untuk mencapai suatu hal yang baik, ada hal baik lainnya yang harus
dikorbankan. Disini diperlukan kearifan dan kebijakan dari berbagai pihak untuk
menyikapinya.
Selain itu juga perlu dilakukan pembenahan terhadap infrastruktur yang ada
untuk lebih mempercantik kawasan pantai ini, kini di Pantai Kuta sedang dilakukan
penambahan lampu taman untuk memperindah tampilan Pantai Kuta kemudian akan
dilakukan pavingisasi terhadap bagian pedestrian yang rusak dari Kuta hingga
Seminyak, menerapkan pengembangan pariwisata yang lebih berkualitas dan
berkelanjutan serta berbasis pada nilai-nilai spiritual Hindu Bali. Untuk mengatasi
permasalahan lingkungan yang terjadi, dalam beberapa hal masyarakat setempat sudah
mulai sadar terhadap lingkungan sekitar. Ini dibuktikan dengan adanya beberapa LSM
yang melakukan kegiatan pembersihan di Pantai Kuta, selain itu untuk menjaga
ekosistem penyu yang ada di Pantai Kuta, kini secara berkala telah dilakukan program
pelepasan tukik yang bertujuan untuk melestarikan ekosistem penyu yang ada agar tetap
berlanjut perkembang-biakannya. Namun selain program-program yang telah
dilaksanakan tersebut juga diperlukan kesadaran dari semua komponen yang terlibat di
pantai Kuta dan penegakan serta penerapan dan sanksi yang tegas terhadap peraturan
dan pelanggaran perundang-undangan yang ada.
28
IV.4 Hal-hal lain yang terjadi Kawasan Pantai Kuta
Keluhan yang sering disampaikan oleh para wisatawan adalah banyaknya
pedagang acung yang menjajakan barang dagangannya di pesisir Pantai Kuta. Ini akan
mengganggu kenyamanan para wisatawan dalam menikmati keindahan Pantai Kuta. Ke
depannya diperlukan perhatian dari pemerintah bekerjasama dengan masyarakat lokal
agar para pedagang yang ada dialokasikan pada satu tempat yang mudah dituju oleh
para wisatawan (tidak berkeliaran dan tidak memaksa wisatawan). Selain itu
penyumbang polusi terbesar dan pencemaran udara di kawasan Pantai Kuta muncul dari
padatnya jumlah kendaraan bermotor yang menuju kawasan Pantai Kuta terutama pada
musim liburan. Dapat dipastikan kemacetan panjang terjadi disini. Adanya sentral parkir
Kuta selama ini belum sepenuhnya efektif karena jumlah kendaraan pribadi yang datang
tetap saja banyak. Permasalahan infrastruktur di kawasan Pantai Kuta juga perlu
Kegiatan pembersihan di Pantai KutaSumber: http://www.tzuchi.or.id/
Kegiatan pelepasan tukik di Pantai KutaSumber: dokumentasi pribadi
29
dibenahi, misalnya permasalahan kurangnya toilet umum dan kondisi jalan yang kurang
baik.
Gambar di atas menunjukkan perbandingan antara Jalan Pantai Kuta pada tahun
1986 dengan Jalan Pantai Kuta pada tahun 2008. sebuah perubahan drastis terjadi disini.
Pada tahun 1986 kawasan Pantai Kuta masih merupakan kawasan yang tenang dan jauh
dari keramaian, sedangkan pada beberapa tahun terakhir ini kawasan Pantai Kuta
merupakan suatu kawasan yang boleh dikatakan terjaga selama 24 jam. Bahkan hingga
kini Kuta tidak pernah berhenti bergeliat dan membangun. Hal ini memicu terjadinya
peningkatan emisi di udara dan tentu saja mengakibatkan terjadinya polusi udara.
Kegiatan Pedagang Acung di Pantai KutaSumber: dokumentasi pribadi
Jalan Pantai Kuta Tahun 1986 dan Tahun 2008Sumber: dokumentasi pribadi
30
V.1 Simpulan
Melihat beberapa permasalahan yang muncul di kawasan Pantai Kuta dalam
kaitannya dengan pemanasan global dan aspek sosial ekonomi masyarakat sekitar, maka
dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut:
a. Kawasan Pantai Kuta perlu ditata karena adanya abrasi parah, sampah
kiriman serta limbah yang sedikit tidaknya disebabkan oleh faktor perbuatan
manusia yang mempercepat terjadinya proses pemanasan global, dalam
kaitannya untuk memenuhi kebutuhan ekonomi.
b. Penyebab abrasi yang terjadi di Pantai Kuta adalah karena pembangunan
fasilitas pariwisata yang tidak terencana baik dan mendesak sempadan
pantai, pembangunan krib (groin) yang tidak terencana dengan baik, serta
pengikisan terhadap vegetasi alamiah yang ada di sepanjang pesisir pantai
Kuta. Selain itu kenaikan muka air laut akibat pemanasan global juga
disinyalir menjadi penyebab abrasi.
c. Penataan kembali terhadap kawasan Pantai Kuta dilakukan dengan cara
pengurukan kembali, pembuatan pemecah gelombang, pembersihan sampah,
dan membuat lampu taman serta jalur pedestrian di pesisir Pantai Kuta.
V.2 Saran
1. Pemerintah daerah dan masyarakat di Kelurahan Kuta sebaiknya melakukan
upaya penanggulangan terhadap abrasi, pengelolaan limbah secara terpadu,
melakukan koordinasi antar daerah, peningkatan pengawasan dan
pemantauan secara rutin, penataan pembangunan sesuai RDTR, tindakan
tegas berupa sanksi dan denda bagi pelanggar yang merusak lingkungan
sehingga parairan laut dapat digunakan sesuai peruntukannya dan
berkelanjutan.
BAB V
PENUTUP
31
2. Perlu diupayakan peningkatan terhadap kesadaran masyarakat melalui
sosialisasi/ penyuluhan, pendidikan dasar, kursus seminar dan pelatihan
keterampilan.
3. Perlu ditingkatkan kerjasama yang baik antara pemerintah, masyarakat lokal
setempat, para pengusaha, para pedagang untuk menjaga kawasan Pantai
Kuta agar tetap mampu memikat wisatawan tanpa mengeksploitasi alam
secara berlebihan.
4. Vegetasi sepanjang pesisir Pantai Kuta perlu ditata kembali, bila perlu
diadakan penambahan dan vegetasi yang ditanam hendaknya disesuaikan
dengan karakter Pantai Kuta.
5. Kepada pemerintah desa setempat agar diperhatikan juga zona-zona yang
diperuntukkan sebagai kawasan upacara agama, sehingga tidak berbaur
dengan wisatawan.