scenario 4

57
Laporan tutorial skenario 4 Blok 14 Kelompok 2 1 Pantat Mogok Blok 14 Laporan Tutorial Skenario 4 Tutor : dr. Ahmad Taufik Fakultas Kedokteran Universitas Mataram 2009

Upload: a-farid-wajdy

Post on 25-Oct-2015

55 views

Category:

Documents


7 download

TRANSCRIPT

Page 1: Scenario 4

Laporan tutorial skenario 4 Blok 14

Kelompok 2

1

Pa

nta

t M

og

ok

Blo

k 1

4

La

po

ra

n T

uto

ria

l S

ke

na

rio

4

Tutor : dr. Ahmad Taufik

Fakultas Kedokteran

Universitas Mataram

2009

Page 2: Scenario 4

Laporan tutorial skenario 4 Blok 14

Kelompok 2

2

Page 3: Scenario 4

Laporan tutorial skenario 4 Blok 14

Kelompok 2

3

KELOMPOK 2

TUTORIAL SKENARIO 4

“ Pantat Mogok”

Tutor : dr. Ahmad Taufik

Ketua : FARIED WAJDY

Sekretaris : BAIQ FARIANI ZUHRA

Scibber : BAIQ RANUM KARINA FARDANI

Anggota :

DENUNA ENJANA

DYAH MAYANG RAMADHANI

EKA ARTHA MULIADI

HASANIAH

IDA MADE HRISIKESA W. J. G.

ICA JUSTITIA

IWAN HARDIYANTA

M. RACHMAT SULTHONY

YUNILA WIDYA SAPUTRI

Page 4: Scenario 4

Laporan tutorial skenario 4 Blok 14

Kelompok 2

4

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat dan

hidayahNyalah kami dapat menyelesaikan Laporan Tutorial ini sebagai suatu laporan atas hasil diskusi

kami yang berkaitan dengan kegiatan tutorial pada Blok XIV semester 5 ini.

Skenario 4 , di sini kami membahas masalah yang berkaitan dengan sistem digestif. Dengan

gejala yang dialami pasien pada skenario kami melakukan pendekatan diagnosis sehingga menemukan

kelainan, membahas bagaimana kelainan tersebut muncul sehingga menimbulkan gejala dan

mengarahkannya kepada suatu diagnosa untuk kemudian prinsip tatalaksana bagi kelainan tersebut.

Kami mohon maaf jika dalam laporan ini terdapat banyak kekurangan dalam menggali semua

aspek yang menyangkut segala hal yang berhubungan dengan skenario pertama serta Learning Objective

yang kami cari. Karena keterbatasan kami sebagai manusia. Tetapi, kami berharap laporan ini dapat

memberi pengetahuan serta manfaat kapada para pembaca.

Mataram, 9 November 2009

Kelompok 4

Page 5: Scenario 4

Laporan tutorial skenario 4 Blok 14

Kelompok 2

5

DAFTAR ISI

Kata Pengantar.................................................................................................................................... ii

Daftar Isi.............................................................................................................................................. iii

Skenario 4 “Pantat Mogok” ................................................................................................................ iv

Mapping Concept................................................................................................................................ v

Learning Objective.............................................................................................................................. vi

Pembahasan:

Penjelasan Gejala Skenario & Pendekatan Diagnosis.......................................................................... 1

Konstipasi............................................................................................................................................ 8

Divertikulitis........................................................................................................................................ 13

Volvulus.............................................................................................................................................. 19

Neoplasma Jinak.................................................................................................................................. 23

Neoplasma Ganas............................................................................................................................. 24

Hernia .............................................................................................................................................. 31

Irritable Bowel Syndrom (IBS))........................................................................................................... 32

Hirschsprung`S Disease ................................................................................................................. 37

Laparotomy....................................................................................................................................... 41

Gambaran Radiologi........................................................................................................................ 42

Kesimpulan......................................................................................................... ............................... 48

Daftar Pustaka .................................................................................................... .............................. 49

Page 6: Scenario 4

Laporan tutorial skenario 4 Blok 14

Kelompok 2

6

SKENARIO 4

“ Pantat Mogok “

Seorang pasien laki-laki, 45 tahun datang ke RSU Provinsi NTB dengan

mengerang kesakitan, gelisah dan kelihatan pucat. Sakit dirasakan pada semua

bagian perutnya. Pasien mengaku mual, sudah tidak bisa BAB sejak 7 hari dan

sejak 3 hari ini tidak bisa kentut. Pada pemeriksaan didapatkan tekanan

darahnya 120/80 mmHg, nadi 118 kali/menit dan frekwensi nafasnya 24

kali/menit, suhu 37,5 C. Ditemukan juga nyeri tekan pada perut kiri bawah

tanpa defans muscullar dan bising usus meningkat (metalic sound). Setelah

melakukan pemeriksaan Laboratorium dan Radiologi, dokter memutuskan untuk

melakukan Laparotomy.

Page 7: Scenario 4

Laporan tutorial skenario 4 Blok 14

Kelompok 2

7

MAPPING CONCEPT

Mual, tidak bisa BAB dan

Kentut, kesakitan, pucat,

gelisah

Konstipasi

Assessment

- anamnesis

- pemeriksaan fisik

- penunjang

Diagnosis Obstruksi Laparotomy

- Metallic sound

- Nyeri tekan pada perut

kiri bawah tanpa defans

muscular

Page 8: Scenario 4

Laporan tutorial skenario 4 Blok 14

Kelompok 2

8

LEARNING OBJECTIVE

A. Differential diagnosis

a. Neoplasma

b. Divertikular

c. Inflamasi

d. Striktur

e. Paralysis

f. hipomotilitas

B. Laparotomy (Indikasi dan penjelasannya)

C. Kenapa bisa terjadi metallic sound

D. Penjelasan nyeri tekan tanpa defans muscular

E. Obat-obatan yang dapat memberatkan dan memperingan konstipasi

Page 9: Scenario 4

Laporan tutorial skenario 4 Blok 14

Kelompok 2

9

A. Penjelasan dan Keterkaitan Gejala di Skenario

v Penjelasan Gejala

Gelisah dan Kelihatan Pucat

Pasien merasa gelisah disebabkan karena tidak kuat menahan rasa sakitnya. Pasien merasa sakit di semua

bagian perutnya. Selain itu, pasien mengaku sering merasa mual. Rasa mual ini mungkin menyebabkan

makanan yang ia makan menjadi ingin dimuntahkan. Kondisi ini kemungkinan mengakibatkan nafsu makan

pasien menjadi menurun sehingga pasien terlihat tampak pucat.

Mual

Mual merupakan gejala awal dari muntah dan merupakan pengenalan secara sadar terhadap eksitasi bawah

sadar pada daerah medulla yang secara erat berhubungan dengan atau merupakan bagian dari pusat muntah.

Adanya penyumbatan total menyebabkan penimbunan gas dan cairan di bagian proksimal dan menyebabkan

dilatasi usus,yang pada awalnya akan menimbulkan kontraksi yang terasa nyeri setiap beberapa menit. Jika

terutama usus halus bagian proksimal yang terkena,dilatasi lebih lanjut akan menghambat aliran darah sehingga

menyebabkan muntah.

Nyeri tekan pada perut kiri bawah tanpa defans muscular

Nyeri setempat disertai nyeri tekan dan defans muscular di tempat nyeri banyak penyebabnya, tergantung letak

nyeri.Letak kanan atas mungkin disebabkan oleh perforasi tukak peptic duodenum, abses hati, atau kolesistitis

akut. Letak kiri mengarah pada kelainan limfa, seperti rupture, infark jantung, atau pankreatitis akut. Letak di

kanan bawah mengarahkan perhatian pada appendsitis dan kelainan diagnosis bandingnya, sedangkan pada

letak di kiri bawah harus dipikirkan kemungkinan adneksitis (PID) atau divertikulitis (terutama pada orang

dewasa dan usia lanjut). Defans muscular adalah kejang otot yang ditimbulkan karena rasa nyeri pada

peritonitis diffusa yang karena rangsangan palpasi bertambah sehingga secara refleks terjadi kejang otot.

Akan tetapi, pada pasien ini didapatkan rasa nyeri pada perut kiri bawah tanpa disertai defans muscular. Nyeri

Page 10: Scenario 4

Laporan tutorial skenario 4 Blok 14

Kelompok 2

10

bersifat kolik disertai muntah dan distensi yang makin besar, tetapi tanpa defans muscular yang jelas mungkin

disebabkan oleh obstruksi usus halus.

Bising usus meningkat dan metallic sound

Bising usus atau peristaltic usus merupakan pergerakan usus. Normalnya frekuensi bising usus 5-35x/menit.

Lebih dari 35x dikatakan bising usus meningkat. Pada obstruksi usus, terjadi pengumpulan isi lumen usus yang

berupa gas dan cairan pada bagian proximal tempat penyumbatan, yang menyebabkan pelebaran dinding usus

(distensi). Sumbatan usus dan distensi usus menyebabkan rangsangan terjadinya hipersekresi kelenjar

pencernaan. Dengan demikian akumulasi cairan dan gas makin bertambah yang menyebabkan distensi usus

tidak hanya pada tempat sumbatan tetapi juga dapat mengenai seluruh panjang usus sebelah proximal

sumbatan. Sumbatan ini menyebabkan gerakan usus yang meningkat (hiperperistaltik) sebagai usaha alamiah.

Bising usus yang kasar dan meninggi disebut borgorygmi atau metallic sound (seperti suara lentingan logam,

biasanya pada obstruksi total).

Tidak bisa kentut

Kentut atau flatus adalah pengeluaran udara atau gas melalui anus.Gas atau udara tersebut merupakan hasil

kerja bakteri dalam kolon. Bakteri kolon membentuk bermacam-macam gas,khususnya CO2, H2,dan metan.

Jumlah gas yang masuk atau dibentuk pada usus besar setiap hari rata-rata 7-10 liter,sedangkan jumlah rata-

rata yang dikeluarkan biasanya hanya sekitar 0,6 liter. Sisanya diabsorbsi melalui mukosa usus. Pada kasus

ini,pasien tidak bisa flatus mungkin disebabkan karena kontipasi yang dialaminya. Kesulitan defekasi karena

feses yang terlalu keras menyebabkan penimbunan gas pada bagian proksimal usus sehingga udara tidak dapat

dikeluarkan melalui anus.

Page 11: Scenario 4

Laporan tutorial skenario 4 Blok 14

Kelompok 2

11

v Pendekatan Diagnosis

Anamnesis

Beberapa pertanyaan yang perlu ditanyakan pada pasien adalah:

1. Seperti apa normalnya kebiasaan BAB pasien?

Normalnya BAB adalah 3 x sehari atau 3 x seminggu.

2. Apakah ada obat-obatan yang sedang dikonsumsi oleh pasien?

Konstipasi bisa juga disebabkan akibat efek samping obat-obat tertentu, termasuk riwayat penggunaan

vitamin dan produk herbal.

3. Apakah disertai dengan nyeri abdomen, perut kembung, atau distensi? Apakah pasien mengalami

muntah? Apakah pasien bisa flatus?

Obstruksi mekanik dan hernia bisa menyebabkan konstipasi.

4. Apakah pasien memiliki riwayat hemorrhoid atau perdarahan pada rektum?

Lesi pada rektum termasuk hemorrhoid, proktitis, dan fisura bisa menimbulkan konstipasi yang

diakibatkan karena pasien biasanya menahan BAB untuk menghindari nyeri.

5. Apakah pasien pernah menjalani pemeriksaan radiografi atau operasi?

Barium bisa juga menyebabkan konstipasi. Beberapa pasien post operasi akan mengalami ileus

obstruksi yang dapat menimbulkan konstipasi.

6. Bagaimana status cairan pasien?

Penurunan intake cairan atau peningkatan penggunaan diuretik pada pasien geriatri bisa menimbulkan

konstipasi.

Page 12: Scenario 4

Laporan tutorial skenario 4 Blok 14

Kelompok 2

12

Pemeriksaan Fisik

1. Vital Sign

Adanya demam menandakan proses inflamasi, misalnya pada divertikulitis. Orthostatis menyebabkan

terjadinya dehidrasi.

2. Pemeriksaan abdomen

Distensi bisa terjadi akibat adanya obstruksi. Tidak terdengarnya bising usus menandakan obstruksi

kompleks. Pada palpasi, cari adanya distensi atau rebound. Rebound biasanya terdapat pada peritoneal

inflamation. Rasakan penuhnya feses pada kolon. Dengarkan suara dan kualitas bising usus untuk

menentukan ileus atau obstruksi.

3. Pemeriksaan rektum

Perhatikan adanya lesi eksterna yang berupa fisura atau hemorrhoid. Yakinkan bahwa sfingter anii tidak

mengalami stenosis dan cek kualitas tonus sfingter. Tidak adanya tonus sfingter menandakan adanya lesi

pada spinal cord, darah menandakan adanya inflamasi atau tumor.

4. Pemeriksaan neurologi

Lihat adanya bukti cerebrovascular accident/spinal injury yang menurunkan fungsi motorik/refleks asimetrik.

Penghambatan fase relaksasi dari refleks menandakan hipotiroidisme.

Pemeriksaan Laboratorium

1. Elektrolit dan Kalsium

Periksa kadar kalsium untuk menentukan hiperkalsemia. Hipokalemia atau uremia menandakan terjadinya

konstipasi.

2. Complete Blood Count

Peningkatan jumlah leukosit menandakan adanya reaksi inflamasi. Penurunan kadar hemoglobin disertai

kehilangan darah yang disebabkan oleh tumor, divertikulitis, dll.

3. Sedimentation rate/C-reactive Protein (CRP)

Jika terjadi inflmasi aktif mana sedimentation rate akan meningkat. Tapi pemeriksaan ini dikatakan tidak

spesifik.

4. Pemeriksaan tinja

Inflamasi dan tumor dapat menyebabkan perdarahan.

5. Pemeriksan fungsi tiroid

Jika pada anamnesis dan pemeriksaan fisik terdapat riwayat hipotiroidisme perlu dilakukan uji fungsi tiroid

(TSH, T4).

Page 13: Scenario 4

Laporan tutorial skenario 4 Blok 14

Kelompok 2

13

Pemeriksaan Radiologi dan Pemeriksaan Lain

1. Acute Abdominal Series

Jika terjadi obstruksi akut dilakukan pemeriksaan acute abdominal series ini untuk menentukan area

obstruksi, derajat distensi dan perkiraan banyak tinja pada kolon.

2. Proctosigmoidoscopy

Untuk melihat tampakan obstruksi atau lesi inflamasi pada kolon.

3. Barium enema

Akan memperlihatkan obstruksi parsial, massa, lesi, divertikulitis atau adanya striktura iskemik.

4. Colonoscopy

Dilakukan jika terdapat suspek Ca Kolon atau polip kolon.

5. CT Scan abdomen

Untuk mengevaluasi obstruksi parsial, inflamasi, dan lesi ekstrinsik ke kolon.

Page 14: Scenario 4
Page 15: Scenario 4

Laporan tutorial skenario 4 Blok 14

Kelompok 2

15

Page 16: Scenario 4

Laporan tutorial skenario 4 Blok 14

Kelompok 2

16

B. KONSTIPASI

1. DEFINISI

Konstipasi secara definitif adalah BAB (Buang Air Besar) dengan frekuansi kurang dari 3 kali dalam satu minggu.

Namun tidak ada definisi tunggal yang dapat memberikan batasan pada konstipasi, sebab sebenarnya pasien

yang datang ke pelayanan kesehatan justru bukan menjadikan frekuensi BAB yang berkurang itu sebagai

keluhan utama mereka, mereka lebih mengeluhkan kesulitan dan perlu mengejan saat BAB yang disertai feses

yang keras.

Untuk memberikan kemudahan dalam mendiagnosis konstipasi, maka dibuat suatu definisi konsensus untuk

konstipasi yaitu Kriteria Rome II:

(Jika terdapat > 2 kriteria berikut yang terjadi selama 3 bulan –tidak harus kontinyu- dalam satu tahun terakhir,

maka pasien dapat didiagnosis mengalami konstipasi)

1. Mengejan selama >25% BAB

2. Feses yang besar dan keras pada >25% BAB

3. Sensasi tidak puas setelah BAB pada 25% BAB

4. Sensasi hambatan/blok pada anorektal pada >25% BAB

5. Manuver manual untuk memudahkan pengeluaran feses pada >25% BAB

6. BAB < 3 kali per minggu

2. EPIDEMIOLOGI

§ Merupakan gejala yang sering terjadi yang menyerang 2% dari 27% populasi negara-negara barat.

§ Konstipasi itu sendiri:

- Lebih sering terjadi pada wanita dibanding pria

- Lebih sering terjadi pada anak dibanding dewasa

- Lebih sering terjadi pada lansia dibandingkan dewasa muda

§ Pada anak, 90% kasus merupakan konstipasi fungsional, sedangkan 10% kasus merupakan konstipasi

organik

§ Dikatakan pula bahwa pada negara-negara barat dengan pola diet makanan yang rendah serat

memperbesar resiko konstipasi jika dibandingkan negara-negara asia.

Page 17: Scenario 4

Laporan tutorial skenario 4 Blok 14

Kelompok 2

17

3. ETIOLOGI DAN PATOFISIOLOGI

Patofisiologi dari konstipasi akan berbeda-beda sesuai dengan kondisi yang mendasarinya. Berikut adalah

kesimpulan klasifikasi konstipasi dari berbagai sumber yang diperoleh:

Page 18: Scenario 4

Laporan tutorial skenario 4 Blok 14

Kelompok 2

18

KONSTIPASI FUNGSIONAL

Gangguan Proses Defekasi. Akibat kondisi tersebut pasien merasa tidak nyaman sewaktu ingin BAB,

yang selanjutnya akan berdampak pada konstipasi. Kondisi ini sering pula ditemukan pada anak-anak.

Kondisi-kondisi yang mengganggu proses defekasi meliputi:

- Anismus

- Hemoroid

- Desensus Dasar Perineal /Pelvic Floor Dysfunction (akibat dari persalinan berulang)

Feses yang Mengeras. Kondisi ini seringkali terjadi akibat intake makanan yang rendah serat dan intake

cairan yang kurang, sehingga pada proses reabsorpsi cairan di kolon feses menjadi lebih keras.

Gangguan Psikologis. Gangguan psikologis dikatakan memberikan dampak berupa aktivasi sistem saraf

simpatis sehingga akan terjadi kontraksi atau spasme pada kolon yang bersifat abnormal. Kondidi ini

seringkali ditemukan pada pasien yang mengalami depresi atau ansietas, yang tidak hanya terjadi pada

dewasa namun juga terjadi pada anak.

KONSTIPASI ORGANIK

Obstruksi Mekanik. Timbul akibat adanya suatu obstruksi pada proses transit fecal material di usus (baik

kolon maupun usus halus). Selanjutnya terjadi kondisi di mana fecal material tersebut menumpuk dan

menghambat pasase usus yang dapat menyebabkan terjadinya Ileus Obstruksi. Contoh penyebab

terjadinya obstruksi mekanik antara lain:

- Volvulus

- Divertikulosis

- Colitis (Inflamasi)

- Neoplasma

Gangguan Motilitas (Slow Transit Constipation). Disebut juga dengan Ileus Paralitk, terdiri dari:

1. Kelainan Saraf Instrinsik – Terjadi kerusakan pada pengaturan kontraksi lokal, yaitu pada Pleksus

Meissner/Submoukosa dan Pleksus Aurbach/Mienterikus. Akibat kondisi ini, terjadi kegagalan

timbulnya peristaltik atau kontraksi normal pada usus, sehingga terjadi obstruksi fecal material. Misal:

Hirschprung disease yang seringkali ditemukan pada anak.

Page 19: Scenario 4

Laporan tutorial skenario 4 Blok 14

Kelompok 2

19

2. Kelainan Saraf Ekstrinsik – Mekanisme patofisiologinya serupa dengan kelainan saraf instrinsik, yaitu

kegagalan kontraksi usus, namun yang mendasari kelainan ini adalah pusat persarafan yang lebih

tinggi, yaitu kerusakan pada saraf spinalis atau bahkan pada korteks serebral. Misal: Cedera serebral,

Trauma pada saraf spinalia, penggunaan obat-obatan yang mempengaruhi kerja sistem saraf (opiat).

4. TATALAKSANA AWAL (TERAPI SIMTOMATIK)

A. Non-farmakologis

§ Konsumsi makanan dengan kadar serat yang tinggi

§ Intake cairan yang cukup

§ Pendekatan psikologis pada pasien dengan gangguan psikosomatik

B. Farmakoterapi

1. Stool Bulking Agents. Bekerja dengan cara meningkatkan volume feses melalui penarikan air di

sekitar agen (air intraluminal maupun intestinal)

Contoh:

§ Psyllium à serat alami yang mengalami fermentasi bakteri sehingga dapat menimbulkan

kembung dan flatus; Dikonsumsi dengan intake cairan yang cukup.

§ Methylcellulose à relatif resisten terhadap fermentasi bakteri

§ Polycarbophyl à resisten terhadap degradasi bakteri

2. Osmotic Laxative. Bekerja dengan menarik air dari interstisisal dan menarik elektrolit ke lumen

usus. Dapat menyebabkan dehidrasi dan gangguan keseimbangan elektrolit.

Contoh:

§ Gula non-absorbabled à Laktulosa, Laktisol;

§ Polyethylene Glycol;

§ Garam Magnesium;

§ Garam Fosfat

3. Pelunak Feses. Memecah struktur feses sehingga mudah dikeluarkan dan juga melumasi. Cocok

untuk hemoroid dan fisura ani.

Page 20: Scenario 4

Laporan tutorial skenario 4 Blok 14

Kelompok 2

20

Contoh:

§ Liquid Paraffin

§ Arachis Oil

4. Stimulant Laxative (Prokinetic). Bekerja dengan menstimulasi epithel mukosa dan sel-sel

enteroendokrinnya yang kemudian menstimulasi motilitas dan sekresi cairan.

Contoh:

§ Bisacodyl

§ Senna

Penyebab konstipasi lainnya

Obat-obatan

Antikolinergik, antihistamin, opioid, barium sulfat, antasida, kaopectolin,

suplementasi zat besi, diuretic.

• Mineral

- aluminium ( antasida dan sukralfat):

mekanisme kerjanya dapat mengurangi

kemampuan absorpsi sehingga terjadi

konstipasi

- suplemen kalsium

- barium sulfat

- bismuth

• opiate dan anti motilitas

- kodein

- difenoksilat( lomotil)

- loperamid ( Imodium)

• anti hipertensi dan antiarritmia

Obat-obat ini menyebabkan penurunan klirens

dan pemanjangan waktu paruh sehingga

terjadi konstipasi.

- calsium chanel bloker

- klonidin ( catapres)

- disopiramid

• antikolinergik dan anti spasmodic

- fenotiazine

- neuroleptika

• antidepresan trisiklik

- metilfenidat

- antiparkinson

- simtotomimetik

- isoproterenol

- fenilprofanolamin

- pneudoefedrin

- terbutalin

Page 21: Scenario 4

Laporan tutorial skenario 4 Blok 14

Kelompok 2

21

C. DIVERTIKULITIS

1. DEFINISI

Inflamasi pada diverticulum/diverticula, yang umumnya diikuti dengan adanya perforasi gross ataupun

mikroskopik.

2. EPIDEMIOLOGI

- prevalensi laki – laki dan wanita sama, hanya saja meningkat seiring dengan usia.

- pada pasien dengan usia diatas 50 tahun, maka prevalensinya sebesar 80% untuk terkena penyakit ini.

- biasa menyerang sigmoid dan colon desenden pada >90% pasien.

3. PATOGENESIS

Diverticula colon memiliki leher sempit yang rentan obstruksi oleh zat – zat makanan terjadi distensi kolon,

bacterial overgrowth, vascular compromise, perforasi ketika perforasi muncul, banyak yang berdekatan dengan

jaringan atau organ lain seperti omentum, mesocolon, vesica urinaria, usus halus beberapa perforasi

terlokalisasi, sedangkan yang lainnya dapat menginvasi kulit atau mengikis sampai ke visera yang ada di

dekatnya dan menyebabkan fistula

Page 22: Scenario 4

Laporan tutorial skenario 4 Blok 14

Kelompok 2

22

4. MANIFESTASI KLINIS

o Divertikulus colon akut bervariasi tergantung dari progresivitas penyakitnya. Pada kasus klasik, pasien

melaporkan adanya obstipasi dan nyeri abdomen yang terlokalisasi di kuadran kiri bawah. Dapat juga

muncul abdominal/perirectal fullness atau “mass effect”.

o Demam rendah juga terjadi (leukositosis).

o Pasien dengan perforasi yang bebas memiliki iritasi peritoneal, termasuk tanda abdominal tenderness

yang datang tiba – tiba dan menyebar cepat meliputi seluruh abdomen dengan kekakuan.

Page 23: Scenario 4

Laporan tutorial skenario 4 Blok 14

Kelompok 2

23

5. DIAGNOSIS

- Diagnosis alternative untuk nyeri abdomen bagian bawah adalah apendisitis akut, karena diverticulitis

sigmoid mungkin serupa dengan apendisitis akut jika bagian yang inflamasi terletak di region

suprapubik kuadran kanan bawah.

- Diagnosis alternative lain yang presentasi klinisnya serupa dengan diverticulitis adalah IBD (khususnya

Crohn’s disease), penyakit inflamasi pelvic, sistitis, ca colon dan colitis infeksius.

- Staging menurut criteria Hinchey’s :

• Stage 1 : pericolic yang kecil atau abses mesenteric (resiko kematian <5%).

• Stage 2 : abses yang lebih besar, sering terkurung di dalam pelvis (resiko kematian <5%).

• Stage 3 : diverticulitis perforated, muncul jika abses peridivertikular rupture dan menyebabkan

peritonitis purulen (resiko kematian 13%).

• Stage 4 : diverticulum uninflamed dan unobstruction rupture menuju ke ruang peritoneal

dengan kontaminasi fekal (resiko kematian 43%).

Page 24: Scenario 4

Laporan tutorial skenario 4 Blok 14

Kelompok 2

24

- Imaging dan endoskopi

• CT (computed tomography) merupakan rekomendasi pemeriksaan radiologis yang pertama. Memiliki

sensitivitas yang tinggi (93 – 97%) dan spesifisitas sampai 100% untuk penegakan diagnosis.

• Pada beberapa kasus, dimana sulit untuk membedakan antara diverticulitis dengan carcinoma, maka

dilakukan pemeriksaan kontras di kolon desenden dan rectum dengan menggunakan kontras yang

dapat larut air.

• kolonoskopi dan sigmoidoskopi biasanya dihindari ketika ada dugaan diverticulitis akut, karena ada

Page 25: Scenario 4

Laporan tutorial skenario 4 Blok 14

Kelompok 2

25

resiko perforasi atau berbagai macam eksaserbasi lain dari proses penyakit tersebut. Kalaupun tes ini

dilakukan untuk mengeluarkan kemungkinan penyakit lain seperti kanker dan IBD (inflammatory bowel

disease), harus menunggu sekitar 6 minggu setelah proses akutnya dapat diperbaiki.

6. TERAPI

Operatif

Indikasi untuk terapi operatif emergency meliputi peritonitis general, sepsis uncontrolled, perforasi visceral,

abses yang luas dan biasanya keadaan – keadaan ini terjadi pada stage 3 dan 4 kriteria Hinchey’s.

Page 26: Scenario 4

Laporan tutorial skenario 4 Blok 14

Kelompok 2

26

Page 27: Scenario 4

Laporan tutorial skenario 4 Blok 14

Kelompok 2

27

D.VOLVULUS

1. DEFINISI

Volvulus berarti terpelintirnya usus.

Pada usus halus

Ø Jarang ditemukan pada usus halus

Ø Kebanyakan ditemukan di ileum dimana terdapat a.ileosekalis

Ø Mudah terjadi strangulasi

Ø Gejala klinisnya sama dengan ileus obstruksi tinggi dengan atau tanpa gejala dan tanda strangulasi

Volvulus sekum

2. ETIOLOGI

Kelainan baeaan kolon kanan yang tidak terletak pada retroperitoneal, tetapi tergantung pada perpanjangan

masenterium usus halus

Mesenterium panjang, sekum mobile (tidak terfiksasi)

Rotasi (dapat mencapai 720˚) dengan sumbu rotasi sekitar a.ileokolika

3. EPIDEMIOLOGI

Hanya sekitar 10% dari kejadian volvulus

Page 28: Scenario 4

Laporan tutorial skenario 4 Blok 14

Kelompok 2

28

4. MANIFESTASI KLINIS

Gambaran klinis berlangsung singkat

- Nyeri kolik yang bertambah berat disertai mual muntah. Nyeri biasanya dimulai disekitar umbilicus.

Gejala mual muntah mendahului gejala obstipasi.

- Distensi abdomen tidak mencolok

- Hiperperistaltik amat jelas

- Borborigmi (+)

- Gejala lainnya sama dengan gejala pada obstruksi usus halus

5. DIAGNOSIS

Foto polos abdomen:

- Patognomonis: sekum amat besar, bentuk ovoid di tengah perut

- Didapat pula : dilatasi usus halus dengan gambaran permukaan air yang jelas. Kolon tidak terlihat.

6. PENATALAKSANAAN

Reseksi ileosekal dengan ileokolostomi termino-lateral. Hal ini dapat pula mencegah kekambuhan

Volvulus sigmoid

1. ETIOLOGI

Mesenterium yang panjang dengan basis yang sempit

Page 29: Scenario 4

Laporan tutorial skenario 4 Blok 14

Kelompok 2

29

2. EPIDEMIOLOGI

Sekitar 90% dari kejadian volvulus

Terutama ditemukan pada orang tua

Kejadian pada pria > wanita

3. MANIFESTASI KLINIS

- Nyeri perut samar dengan kolik usus berulang dna perut gembung à dapat hilang dengan flatus

berulang kali

- Nyeri bersifat intermitten

- Kejang perut bagian bawah (+)

Page 30: Scenario 4

Laporan tutorial skenario 4 Blok 14

Kelompok 2

30

- Mual muntah timbul lambat. Distensi timbul lebih cepat

- Tanda syok à kemungkinan ada strangulasi

- Pemeriksaan fisik

o Inspeksi tamapak kontur sigmoid seperti ban mobil

o Distensi mencolok

o Perkusi : timpani

- Foto polos abdomen

o Tampak kontur sigmoid seperti ban mobil

o Tanda paruh burung dari dasar volvulus

4. PENATALAKSANAAN

- Dekompresi lengkung sigmoid dengan rektoskop, endoskop, atau pipa lentur yang besar

Diharapkan setelah usus kempes terjadi detorsi atau reposisi spontan. Cara ini berhasil pada 80%

pasien bila tidak ada strangulasi

lalu dianjurkan sigmoidektomi elektif (termino-terminal) setelah beberapa minggu (Dapat

mencegah kekambuhan)

- Jika keadaan umum tidak mengizinkan untuk sigmoidektomi, pembedahan dilakukan dengan

metode Harmann yaitu reseksi sigmoid, kolokutaneostomi ujung kolon oral, dan penutupan ujung

kolon anal

Setelah keadaan membaik, dilakukan anastomosis kolokostomi dan kolokutaneostomi dihilangkan.

- Jika keadaan umum tidak mengizinkan untuk dilakukan kedua metode pembedahan tersebut,

cukup dilakukan detorsi tetapi angka kekambuhannya 90%. Maka setelah keadaan umum baik

segera lakukan sigmoidektomi.

Page 31: Scenario 4

Laporan tutorial skenario 4 Blok 14

Kelompok 2

31

E. NEOPLASMA JINAK

I. Polip

§ Berasal dari epitel mukosa dan merupakan kanker terbanyak di kolon dan rectum. Poli ada yang

bertangkai (pedunculated) dan tidak bertangkai (sessile). Di antara polip kolon ada yang

berpotensi ganas.

§ Polip Juveni terdapat pada anak lima tahun, ditemukan di seluruh kolon. Bias any atumor

mengalami regresi spontan dan tidak ganas. Gejala utamanya adalah perdarahan spontan dari

rectum, kadang berlendir. Karena polip ini selalu bertangkai, saat defekasi dapat menonjol keluar

dari anus.

§ Polip hiperplastik merupakan polip kecil yang berdiameter 1-3mm yang berasal dari epitel mukosa

yang hiperplastik dan metasplastik. Umumny atidak bergejala,namun perlu biopsy untuk diagnosis

histologik.

§ Polip adenomatosa adalah polip yang bertangkai, jarang ditemukan pada usia di bawah 21 tahun.

Gambaran klinisnya tidak ada, kecuali perdarahan dari rektu dan prolaps dari anus disertai

anemia. Letaknya 70% di sigmoid dan rektum. Polip ini bersifat pramaligna sehingga harus

diangkat setelah ditemukan.

II. Runtut Polip-Adenoma-Karsinoma

§ Karena polip adanomatosa mungkin berkembang menjadi kelainan pramaligna kemudian menjadi

karsinoma, sebaiknya setiap adenoma yang ditemukan harus dikeluarkan. Berdasarkan

kemungkinan ini dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan berkala seumur hidup pada penderita

polip adenomatosa multiple atau mereka yang pernah menderita polip adenomatosa.

§ Adenoma vilosa terjadi pada mukosa dengan perubahan hiperplasia ganas. terutama pada usia

tua. Adenoma vilosa mungkin didapatkan agak luas di permukaan selaput lendir rektosigmoid

sebagai rambut halus. Polip ini kadang memproduksi banyak sekali lendir sehingga menimbulkan

diare berlendir yang mungkin disertai hipokalemia.

§ Polip semu (pseudopolip) atau polip sekunder dapat timbul sebagai proliferasi radang pada setiap

Page 32: Scenario 4

Laporan tutorial skenario 4 Blok 14

Kelompok 2

32

kolitis kronik terutama kolitis ulserosa.

III. Poliposis Kolon

§ Poliposis kolon atau poliposis familial merupakan penyakit herediter yang jarang ditemukan. Gejala

pertama timbul pada usia 13-20 tahun. Frekuensinya sama pada pria dan wanlta. Polip yang

tersebar di seluruh kolon dan rekturn ini umumnyatidak bergejala. Kadang timbul mulas ataudiare

disertai perdarahan rektum. Biasanya sekum tidak terkena. Risiko keganasan 60% dan sering

multiple. Sedapat mungkin segera dilakukan kolektoml disertai anastomosis ileorektal dengan

kantong ileum atau reservoar. Pada penderita haruss dilakukan pemeriksaan endoskopi seumur

hidup karena masih ada sisa mukosa rektum, Setelah kolektormi total. dapat dilakukan

lleokutaneostoml (biasanya disingkat ileostomi) yang merupakan anus preternaturalis pada ileum.

§ Untuk pencegahan, semua anggota keluarga sebaiknya dilakukan pemeriksaan genetik untuk

mencari perubahan kromosom dan diperiksa berkala untuk mengurangl resiko karsinoma kolon.

yaitu dengan endoskopi atau, foto enema barium.

F. NEOPLASMA GANAS

1. EPIDEMIOLOGI

Insidens karsinoma kolon dan rektum di Indonesia cukup tinggi, demikian juga angka kematiannya.

Insidens pada pria sebanding dengan wanita, dan lebih banyak pada orang muda. Sekitar 75%

ditemukan di rektosigmoid. Di negara barat. perbandingan insidens lelaki : perempuan = 3:1, kurang

dari 50% ditemukan di rektosigmoid, dan merupakan penyakit orang usia lanjut. Pemeriksaan colok

dubur merupakan penentu karsinoma rektum.

2. ETIOLOGI

Berbagal polip kolon dapat berdegenerasi maligna dan tiap polip kolon harus dicurigai. Radang kronik

Page 33: Scenario 4

Laporan tutorial skenario 4 Blok 14

Kelompok 2

33

kolon, seperti kolitis ulserosa atau kolitis amuba kronik juga berisiko tinggi. Faktor genetik kadang

berperan walaupun jarang. Kekurangan serat dan sayur-mayur hijau serta kelebihan lemak hewani

dalam diet merupakan faktor resiko karsinoma kolorektal.

3. LETAK

Sekitar 70-75% karsinoma kolon dan rektum terletak pada rektum dan sigmoid. Keadaan ini sesuai

dengan lokasi polip koiltis ulserosa, dan kolitis amuba kronik.

4. PATOLOGI

Secara makroskopis terdapat tiga tipe karsinoma kolon dan rektum. Tipe polipoid atau vegetatif

tumbuh menonjol di dalam lumen usus, berbentuk bunga kol dan ditemukan terutama di sekum dan

kolon asendens. Tipe skirus mengakibatkan penyempitan sehingga terjadi stenosis dan gejala

obstruksi, terutama dltemukan di kolon desendens, sigmoid, dan rektum. Bentuk ulseratif terjadl karena

nekrosis di bagian sentral terdapat di rektum. Pada tahap lanjut. sebagian besar karsinoana kolon

mengalami ulserasi menjadi tukak maligna.

Letak Persentase

Sekurn dan kolon asendens

Kolon transversuu terrnasulc fteksura hepardan lien

Kolondesendens

Rektosigmold

10

10

5

75

Page 34: Scenario 4

Laporan tutorial skenario 4 Blok 14

Kelompok 2

34

5. KLASIFIKASI TUMOR

Derajat keganasan karsinoma kolon dan rektum berdasarkan gambaran histologik dibagi menurut

klasifikasi Dukes. Klasifikasi Dukes dibagi berdasarkan dalamnya inflitrasi karsinoma di dinding usus.

6. METASTASIS

Karsinoma kolon dan rektum mulai berkembang pada mukosa dan bertumbuh sambil menembus

dinding dan meluas secara sirkuler ke arah oral dan aboral. Di daerah rektum penyebaran ke aral anal

jarang melebihi dua sentimeter. Penyebaran perkontinuitatum menembus jaringan sekitar atau organ

sekitarnya misalnya ureter, buli-buli, uterus, vagina, atau prostat. Penyebaran limfógen terjadi ke

kelenjar parailiaka, mesenterium, dan paraaorta. Penyebaran hematogen terutama ke hati.

Penyebaran peritoneal mengakibatkan peritonitis karsinomatosa dengan atau tanpa asites.

7. GAMBARAN KLINIS

Gejala klinis karsinorna pada kolon kiri berbeda dengan yang kanan. Karsinoma kolon kiri sering

bersifat skirotik sehingga lebih banyak menimbulkan stenosis dan obstruksi, terlebih karena feses

sudah rnenjadi padat. Pada karsinorna kolon kanan jarang terjadi stenosis dan feses masih cair

sehingga tidak ada faktor obstruksi. Gejala dan tanda dini karsinoma kolorektal tidak ada. Umumnya

gejala pertama timbul karena penyulit, yaitu gangguan faal usus, obstruksi, perdarahan, atau akibat

penyebaran.

Karsinoma kolon kiri dan rektum menyebabkan perubahan pola defekasi, seperti konstipasi atau

Page 35: Scenario 4

Laporan tutorial skenario 4 Blok 14

Kelompok 2

35

defekasi dengan tenesmi. Makin ke distal letak tumor, feses makin menipis, atau seperti kotoran

kambing, atau lebih cair disertai darah atau lendir. Tenesmi merupakan gejala yang biasa didapat pada

karsinoma rektum. Perdarahan akut jarang dialami; demikian juga nyeri di daerah panggul berupa

tanda penyakit lanjut. Bila pada obstruksi penderita flatus terasa lega di perut.

Gambaran klinis tumor sekum dan kolon asendens tidak khas. Dispepsia, kelemahan umum,

penurunan berat badan. dan anemia merupakan gejala umum. Oleb karena itu, penderita sering

datang dalam keadaan menyedihkan. Nyeri pada kolon kiri lebih nyata daripada kolon kanan. Tempat

yang dirasakan.sakit berbeda karena asal embriogenik yang berlainan, yaitu dari usus tengah dan

usus belakang. Nyeri dari kolon kiri bermula di bawah umbilikus, sedangkan dari kolon kanan di

epigastrium.

8. PEMERIKSAAN

Tumor kecil pada tahap dini tidak teraba pada palpasi perut, bila teraba, menunjukkan keadaan sudah

lanjut. Massa di dalam sigmoid lebih jelas teraba daripada massa di bagian lain kolon. Pemerlksaan

colok dubur merupakan keharusan dan dapat disusul dengan pemeriksaan rektosigmoidoskopi. Foto

kolon dengan barium merupakan kelengkapan dalam menegakkan diagnosis. Biopsi dilakukan melalui

endoskopi.

9. DIAGNOSIS

Diagnosis karsinoma kolorektal ditegakkan berdasarkan anamnesis. pemeriksaan fisik, colok dubur,

dan rektosigmoidoskopi atau foto kolon dengan kontras ganda. Pemeriksaan ini sebaiknya dilakukan

setiap tiga tahun untuk usia di atas 45 tahun. Kepastian diagnosis ditentukan berdasarkan

pemeriksaan patologi anatomi. Pemeriksaan tambahan ditujukan pada jalan kemih untuk kemungkinan

Page 36: Scenario 4

Laporan tutorial skenario 4 Blok 14

Kelompok 2

36

tekanan ureter kiri, atau Inflitrasi ke kandung kemih, serta hati dan paru untuk metastasis.

10. PERFORASI

Perforasi terjadi di sekitar tumor karena necrosis dan dipercepat oleh obstruksi yang menyebabkan

tekanan di dalam rongga kolon makin meninggi. Biasanya perforasi mengakibatkan peritonitis umum

Perforasi berakibat fatal bila tidak segera ditolong. Kadang terjadi perforasi dengan pembentukan

abses sekitar tumor sebagai reaksi peritoneum. Peritoneurn dan jaringan seklitarnya menyelubung

perforasi tersebut sehingga pencemaran terbatas dan terbentuk abses. Tumor yang terletak dekat

lambung bisa mengakibatkan fistel gastrokolika dengan gejala mual dan muntah fekal. Tumor yang

terletak dekat kandung kemih dapat mengakibatkan fistel vesikokolika dengan tanda pneumaturia.

11. TATA LAKSANA

• Satu-satunya kemungklnan terapi kuratif ialah tindak bedah. Tujuan utama adalah untuk

memperlancar saluran cerna, baik bersifat kuratif maupun nonkuratif. Kemoterapi dan radiasi

bersifat paliatif dan tidak memberikan manfaat kuratif.

• Tindak bedah terdiri atas reseksi luas karsinoma primer dan kelenjar limfe regional. Bila sudah ada

metastasis jauh, tumor primer akan direseksi juga dengan maksud mencegah obstruksi,

perdarahan, anemia, inkontinensia, fistel, dan nyeri. Pada karsinoma rectum, teknik pembedahan

yang dipilih tergantung pada letaknya, khususnya jarak batas bawah karsinoma dan anus. Sedapat

mungkin anus dengan sfingter eksterna dan sfingter interna akan dipertahankan untuk

menghindari anus preternaturalis.

Page 37: Scenario 4

Laporan tutorial skenario 4 Blok 14

Kelompok 2

37

• Bedah kuratif dilakukan bila tidak ditemukan gejala penyebaran lokal maupun jauh. Pada tumor

sekum atau kolon asendens dilakukan hemikolektomi kanan, kemudian anastomosis ujung ke

ujung. Pada tumor di fleksura hepatika dilakukan juga hemikolektomi. Pada tumor kolon

tranversum dilakukan reseksi kolon transversum, kemudian anastomosis ujung ke ujung

sedangkan pada tumor kolon desendens dilakukan hemikolektomi kiri. Pada tumor sigmoid

dilakukan reseksi sigmoid dan pada tumor rektum sepertiga proksimal dilakukan reseksi anterior.

Pada tumor rektum sepertiga tengah dilakukan reseksi dengan mempertahankan sfingter anus,

sedanglcan pada tumor sepertiga distal dilakukan amputasi rektum melalui reseksi

abdominoperineal Quenu-Miles. Pada operasi ini anus turut dikeluarkan.

• Tumor yang teraba pada colok dubur umumnya dianggap terlalu rendah untuk tindakan preservasi

sfingter anus. Hanya pada tumor tahap dini eksisi lokal dengan mempertahankan anus dapat

dipertanggungjawabkan.

• Pada pembedahan abdominoperineal menurut Quenu-Miles, rektum dan sigmoid dengan

mesosigmoid dilepaskan, termasuk kelenjar limfe pararektum dan retroperitoneal sampai kelenjar

limfe retropenitoneal. Kemudian melalui insisi perineal anus dieksisi dan dikeluarkan seluruhnya

dengan rektum melaluil abdomen.

• Reseksi anterior rendah pada rektum dilakukan melalui laparotomi dengan menggunakan alat

stapler untuk membuat anastomosis kolorektal atau koloanal rendah.

• Eksisi lokal melaluo rektoskop dapat dilakukan pada karsinoma terbatas. Seleksi penderita harus

dilakukan dengan teliti, antara lain dengan menggunakan endoskopi ultrasonografik untuk

menentukan tingkat penyebaran di dalam dinding rektum dan adanya kelenjar ganas pararektal.

• Cara lain yang dapat digunakàn atas indikasi dan seleksi khusus ialah fulgerasi (koagulasi listilk).

Pada cara ini tidak dapat dilakukan pemeriksaan histopatologik. Cara ini kadang digunakan pada

penderita yang berisiko tinggi untuk pembedahan.

• Koagulasi dengan laser digunakan sebagai terapi paliatif. Sedangkan radioterapi, kemoterapi, dan

imunoterapi digunakan sebagai terapi adjuvan. Tindak bedah yang didahului dan disusuli

radioterapi disebut terapi sandwich. Semuanya kadang berefek positif untuk waktu terbatas.

• Penyulit yang sering terjadi pada reseksi rektum abdominoperineal radikaI maupun reseksi rektum

anterior rendah ialah gangguan fungsi seks. Pada diseksi kelenjar limfe pararektal dan daerah

retroperitoneal sekitar promonterium dan di daerah (pre)aortal dilakukan juga eksisi saraf autonom,

Page 38: Scenario 4

Laporan tutorial skenario 4 Blok 14

Kelompok 2

38

simpatik, maupun parasimpatik. Gangguan seks mungkin berupa libido kurang atau hilang,

gangguan ereksi, gangguan lubrikasi vagina, orgasmo, atau ejakulasi. Gangguan yang terjadi

mungkin salah satu atau kombinasi beberapa gangguan yang disebut di atas. Dengan teknik

pembedahan khusus yang halus dan teliti angka kejadian penyulit ini dapat diturunkan.

12. PENGOBATAN PALIATIF

Reseksi tumor secara paliatif dilakukan untuk mencegah atau mengatasi obstruksi atau menghentikan

perdarahan supaya kualitas hidup penderita lebih balk. Jika tumor tidak dapat diangkat. dapat

dilakukan bedah pintas atau anus preternaturalis. Pada metastasis hati yang tidak lebih dari dua atau

tiga nodul dapat dipertimbangkan eksisi metastasis. Pemberian sitostatik melalui a.hepatika, yaitu

perfusi secara selektif kadang lagi disertai terapi embolisasi, dapat berhasil penghambatan

pertumbuhan sel ganas.

13. PROGNOSIS

Prognosis tergantung dari ada tidaknya metastasis jauh, yaitu klasifikasi penyebaran tumor dan tingkat

keganasan sel tumor.

Untuk tumor yang terbatas pada dinding usus tanpa penyebaran, angka kelangsungan hidup lima

tahun adalah 80% yang menembus dinding tanpa penyebaran 75% dengan penyebaran kelenjar 32%

dan dengan metástsis jauh satu persen. Bila disertai diferensiasi sel tumor buruk, prognosisnya sangat

buruk.

Page 39: Scenario 4

Laporan tutorial skenario 4 Blok 14

Kelompok 2

39

G. Hernia

1. DEFINISI

Merupakan suatu keadaan dimana terjadinya kondisi dimana terjadinya penonjolan dari suatu organ keluar dari

tempat pelindungnya. Umumnya terjadi pada truktur organ yang berkantung yang terdiri dari membrane yang

secara alami tidak terbuka.

2. TIPE DAN LOKASI HERNIA

Berdasarkan posisi anatomis, hernia dapat dibagi menjadi beberap macam yaitu:

• Direct hernia

• Indirect hernia

• Femoral hernia;

• Umbilical hernia; terjadi pada cincin fibromuskular umbilicus, sering terjadi pada usia kurang dari 2

tahun

• Richter hernia;

• Incisional hernia; merupakan jenis hernia iatrogenik

• Spigelian hernia;terjadi pada area spigelian yang diawali karena adanya defek pada daerah

tersebut,atau pada area garis semilunar

• Obturator henia; hernia yang terjadi dan melewati obturatr foramen yang diikuti oleh oto dan saraf

Tipe hernia berdasarkan kondisinya

• Reducible hernia; yaitu merupakan konsisi hernia yang memiliki kemampuan untuk digerakkan atau

dimobilisasi ke tempat semula baik secara otomatis maupun manual

• Incarcerable hernia; kondisi hernia yang tak dapat dimobilisai sehingga sering kali menimbulkan

obstruksi. Akan tetapisifatnya tidak terlalu berat

• Strangulated hernia; merupakan bentuk sekunder dari hernia incarcerable, dan sering terjadi lebih

parah dari tingkatan incarcerable

Page 40: Scenario 4

Laporan tutorial skenario 4 Blok 14

Kelompok 2

40

3. MANIFESTASI KLINIS

• Asymptomatic

o Dapat diamati seperti suatu bagian yang menonjol dari bagian tubuh tersebut

o Nyeri pada daerah hernia

o Peningkatann tekanan intra abdominal

• Incarcerated hernia

o Nyeri pada area hernia

o Tidak dapat dimanipulasi melalui facial defeknya

o Mual, muntah, dan gejala-gejala obstruksi lainnya

o

• Strangulated hernia

o Keluhan sama seperti parda incarcerated hernia akan tetapi ditambah juga dengan tampakan

toksik

4. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Ø Pemeriksaan Laboratorium

• Complete blood count

o CBC tidak spesifik

o Leukositosis denngan left shift akan terjadi dengan strangulasi

• Elektrolit, BUN, kreatini level

o Menilai dehidrasi karena muntah

• Urinalisis

o Digunakan untuk menyinkirkan diagnosis lain yang terutama pada system UT

Ø Imaging

o CT Scan dan USG digunakan untuk menyingkirkan kemungkinan-kemungkinan lain

Ø Tatalaksana

o Lakukan reduksi pada hernia

o Pemberian obat-obat sedative dan analgesic untuk mengurangi rasa nyeri saat serangan

o Posisikan pasien dalam posiss supinasi dan berikan bantal pada bagian bawah dari lututnya

Page 41: Scenario 4

Laporan tutorial skenario 4 Blok 14

Kelompok 2

41

H. IRRITABLE BOWEL SYNDROM (IBS)

1. DEFINISI

IBS Merupakan penyakit inflamasi yang melibatkan saluran cerna yang ditandai oleh adanya nyeri perut,

distensi dan gangguan pola defekasi tanpa gangguan organic. Gejala yang dapat muncul pada pasien dengan

IBS cukup bervariasi. Disisi lain pemeriksaan fisik dan laboratorium yang spesipik pada pasien IBS tidak ada,

oleh karna itu penegakan diagnosis IBS kadang-kadang tidak mudah.

2. EPIDEMIOLOGI

Kejadian IBS mencapai 15% pada penduduk Amerika, hal ini didasarkan pada gejala yang sesuai dengan criteria

IBS. Kejadian IBS lebih banyak pada perempuan dan mencapai 3 kali lebih besar dari laki-laki. Kepustakaan lain

menyebutkan bahwa angka prevalensi IBS bisa mencapai 3,6-21,8% dari jumlah penduduk dengan rata-rata

11%.

3. ETIOLOGI

Sampai Saat ini belum ada teori yang menyebutkan bahwa IBS disebabkan oleh satu factor saja. Penelitian-

penelitian terakhir mengarah untuk membuat sesuatu model terintegrasi sebagai penyebab IBS. Banyak factor

yang menyebabkan terjadinya IBS antara lain; gangguan motilitas, intooleransi makanan , abnormalitas

sensoris, abnormalitas dari intraksi aksis brain-gut, hipersensitivitas visceral, dan paska infeksi usus.

Adanya IBS predominandiare dan IBS predominan konstipasi menunjukan bahwa pada IBS terjadi suatu

perubahan motilitas. Pada IBS tipe diare terjadi peningkatan kontraksi usus dan memendeknya waktu transit

kolon dan usus halus. Sedangkan pada IBS tipe konstipasi terjadi penurunan kontraksi usus dan memanjangnya

waktu transit kolon dan usus halus.

IBS yang terjadi paska infeksi dilaporkan hamper pada 1/3 kasus IBS. Keluhan-keluhan IBS muncul setelah 1

bulan infeksi. Penyebab IBS paska infeksi antara lain virus, giardia atau amuba. Pasien IBS paska infeksi

biasanya mempunyai gejala perut kembung, nyeri abdomen dan diare.

Page 42: Scenario 4

Laporan tutorial skenario 4 Blok 14

Kelompok 2

42

4. MANIFESTASI KLINIS

Berdasarkan kriteria Manning, gejala yang sering didapatkan pada penderita IBS yaitu;

v Feses cair pada saat nyeri

v Frekuensi buang air besar bertambah pada saat nyeri

v Nyeri berkurang setelah buang air besar

v Tampak distensi abdomen

Dua gejala tambahan yang sering muncul pada pasien IBS;

§ Lendir saat buang air besar

§ Perasaan kurang lampias saat buang air besar

5. KRITERIA DIAGNOSIS

Kriteria diagnosis IBS berdasarkan Roma II;

• Sedikitnya 12 minggu atau lebih(tidak harus berurutan) selama 12 bulan terakhir dengan rasa

nyeri/tidak nyaman di abdomen, disertai dengan adanya 2 dari 3 hal berikut;

o Nyeri hilang dengan defekasi

o Awal kejadian dihubungkan dengan perubahan frekwensi defekasi, dan

o Awal kejadian dihubungkan dengan adanya perubahan bentuk feses.

• Gejala lain yang mendukung diagnosis IBS;

o Ketidaknormalan frekwensi defekasi

o Kelainan bentuk feses

o Ketidaknormalan proses defekasi(harus dengan mengejan , inkontenensia defekasi, atau rasa

defekasi tidak tuntas).

Page 43: Scenario 4

Laporan tutorial skenario 4 Blok 14

Kelompok 2

43

o Adanya mucus atau lender

o Kembung atau merasakan distensi abdomen

6. DIFERENSIAL DIAGNOSIS

Beberapa penyakit harus dipikirkan sebagai diferensial diagnosis dari IBS karena penyakit-penyakit ini juga

mempunyai gejala yang lebih kurang sama seperti IBS. Pada IBS diare sering dideferensial diagnosis dengan

defisiensi lactase. Kelainan lain yang juga harus dipikirkan adalah kanker kolorektal, diverticulitis, inflammatory

bowel disease,obstruksi mekanik pada usus halus atau kolon, infeksi usus, iskemia, maldigesti, dan malabsorbsi

serta endometriasis pada pasien yang mengalami nyeri saat menstruasi.

Ada beberapa tanda alarm yang harus diperhatikan sehingga diagnosis lebih menjurus kearah suatu penyakit

organic dari pada IBS yaitu antara lain; onset umur lebih dari 55 tahun, riwayat keluha pertama kali muncul

kurang dari 6 bulan, perjalan penyakitnya progresif atau sangat berat, gejala-gejala timbul pda malam hari,

perdarahan peranus, anoreksia, BB turun, riwayat keluarga menderita kanker, pada pemeriksaan fisik ditemukan

kelainan missal adanya distensi abdomen, anemia atau demam. Apabila tanda-tanda alarm ini ditemukan selain

gejala-gejala IBS maka penyebab organic harus dipikirkan terlebih dalihulu sehingga pemeriksaan penunjang

lain harus segera dilakukan.

7. TATALAKSANA

Penatalaksanaan pasien dengan IBS meliputi;

1. Modifikasi Diet

Modifikasi diet terutama untuk peningkatan konsumsi serat ditujukan pada IBS dengan konstipasi. Selain itu

juga pasien dianjurkan banyak minum dengan aktivitas olahraga yang rutin.

2. Obat-obatan

Obat-obatan yang diberikan terutama untuk menghilangkan gejala yang timbul antara lain untuk mengatasi

nyeri abdomen, mengatasi konstipasi, mengatasi diare dan obat antiansietas. Sampai sejauh ini tidak ada

Page 44: Scenario 4

Laporan tutorial skenario 4 Blok 14

Kelompok 2

44

obat tunggal yang diberikan untuk pasien IBS, obat-obatan ini biasanya diberikan secara kombinasi.

Untuk mengatasi nyeri abdomen sering digunakan antispasmodic yang mempunyai efek antikolinergik dan

lebih bermanfat pada nyeri perut setelah makan, tetapi umumnya kurang bermanfaat pada nyeri kronik

disertai gejala konstipasi.

Untuk IBS konstipasi , laksatif osmotic seperti laktulosa , Mg hidroksida terutama pada kasus-kaasus

dimana konsumsi tinggi serat tidak membantu mengatasi konstipasi. Obat-obat laksatif stimulant biasanya

ttidak digunakan karna akan memperberat rasa nyeri abdomen.

8. PROGNOSIS

Penyakit IBS tidak akan meningkatkan mortalitas, gejala-gejala pasien IBS biasanya akan membaik dan

hilang setelah 12 bulan pada 50% kasus, dan hanya kurang dari 5% yang akan memburuk dan sisanya

dengan gejala yang menetap.

Page 45: Scenario 4

Laporan tutorial skenario 4 Blok 14

Kelompok 2

45

I. HIRSCHSPRUNG`S DISEASE

1. PENDAHLUAN, DEFINISI dan ETIOLOGI

− Tahun 1888, Hirschsprung melaporkan 2 kasus bayi meninggal dengan perut gembung oleh kolon

yang sangat melebar dan penuh massa feses. Penyakit ini disebut megakolon kongenitum dan

merupakan kelainan yang sering dijumpai sebagai penyebab obstruksi usus pada neonatus

− Penyakit Hirschsprung`s sendiri merupakan gangguan usus yang tidak mampu melakukan

kontraksi paralisis atau dalam mengeluarkan isinya. Dimana karakteristik penyakit terutama pada

kolon bagian distal yang merupakan kegagalan pengembangan lokal nervus intrinsik pada plexus

myentericus

− Karena pleksus mienterikusnya yang tidak ada, menyebabkan bagian usus yang bersangkutan

tidak dapat mengembang

2. EPIDEMIOLOGI

− Angka kejadian Penyakit Hirschsprung`s 1 dari 5000 kelahiran

− Penyakit Hirschsprung`s klasik terbanyak ditemukan pada anak laki-laki (80%); yakni 5 kali lebih

sering pada anak perempuan

− Hampir tidak pernah dijumpai di Indonesia (kasus jarang pada bayi)

3. PATOLOGI

− Bagian kolon yang paling distal sampai pada bagian usus yang brebeda ukuran penampangnya,

tidak memiliki ganglion parasimpatik intramural. Bagian kolon inilah yang tidak dapat mengembang

sehingga saluran kolon tetap sempit dan terganggu. Sebagai akibat gangguan defekasi ini, kolon

proksimal yang normal akan melebar oleh tinja yang tertimbun membentuk megakolon.

− Relatif terjadinya defisiensi c-kit—positive sel intestinal (Cajal) dan pada intestinal kronik pseudo-

Page 46: Scenario 4

Laporan tutorial skenario 4 Blok 14

Kelompok 2

46

obstruksi

− Karakteristik histology menggambarkan tidak terdapatnya sel ganglion pada myenterik dan plexus

submukosa dan tampakan adanya hipertrofi batang saraf

− Gangguan faktor pertumbuhan reseptor nervus pada susunan otot kolon dapat menyebabkan

penyempitan dan kegagalan relaksasi segmen ganglionik yang dapat berdampak pada

berkurangnya neuron yang mengandung sintase nitrit oksidase

o Penyakit Hirschsprung`s klasik merupakanàsegmen aganglionik (meliputi rectum sampai

sigmoid) yang pendek

o Bila segmen aganglionik meluas lebih tinggi daripada sigmoid disebut à Penyakit

Hirschsprung`s segmen panjang

o Bila aganglionik mengenai seluruh bagian kolon disebut à aganglionik total, dan

o Bila hampir mengenai seluruh bagian kolon dan hampir seluruh usus halus disebut à aganglionik

universal

4. MANIFESTASI KLINIS

− Gejala utamanya berupa gangguan defekasi (dapat timbul 24 jam pertama) setelah lahir

− Dapat pula timbul pada anak beberapa minggu atau beberapa bulan

− Trias Klasik pada gambaran neonatus adalah mekonium yang keluar terlambat (>24 jam pertama)

dapat/tidak disertai dengan muntah hijau, dan perut yang membuncit seluruhnya

− Adakalanya gejala konstipasi kronik diselingi oleh diare berat dengan feses yang berbau dan

berwarna khas yang disebabkan oleh timbulnya penyulit berupa enteroklitis

− Enterokolitis antara lain disebabkan oleh bacteria yang tumbuh berlebihan (pada daerah kolon

yang iskemik) akibat distensi berlebihan dindingnya. Enterokolitis dapat timbul sebelum tindakan

operasi atau setelah operasi definitif

− Biasanya didiagnosis saat kelahiran, dikarenakan adanya tampakan megakolon, walaupun

kemungkinan identifikasi pada masa anak-anak sebagai dampak dari retensi fekal, konstipasi atau

distensi yang abnormal. Onset gejala atau diagnosis pada anak usia 10 tahun sangatlah jarang

Page 47: Scenario 4

Laporan tutorial skenario 4 Blok 14

Kelompok 2

47

5. DIAGNOSIS

− Diagnosis beradasarkan tipikal penyempitan kolon;

o adanya tampakan reflek penghambat rektoanal (relaksasi tekanan sphincter anal saat istirahat

selama distensi balon dalam rectum saat keadaan biasa dan maturasinya nervus intrinsic pada

kolon bagian distal) dan

o kedalaman biopsy specimen rectal menunjukkan adanya neuron submukosa dengan hipertropi

batang saraf

− Anamnesis: perjalanan penyakit yang khas dan gambaran klinis berupa perut membuncit pada

bagian keseluruhan

− Pemeriksaan Colok Dubur : terasa ujung jari terjepit lumen rectum yang sempit.

Panjang-pendeknya segmen segmen aganglionik; tidak berhubungan dengan timbulnya gejala

klinis (baik dini waktu neonatus / lambat setelah umur beberapa bulan)

− Pemeriksaan Penunjang;

o Pemeriksaan Radiologic dengan enema bariumàterlihat gambaran klasik seperti daerah

transisi pada daerah lumen sempit ke daerah yang melebar.

Pada foto 24 jam kemudian: terlihat retensi barium dengan gambaran mikrokolon (Penyakit

Hirschsprung`s segmen panjang)

o Pemeriksaan biopsy hisap rectumàguna mencari tanda histologik khas, yakni tidak adanya

sel ganglion parasimpatik di lapisan muskularis mukosa dan adanya serabut saraf yang

menebal

o Pemeriksaan Histokimia; aktivitas kolinesterae yang meningkat

6. DIAGNOSIS BANDING

− Pada masa neonatus perlu dipikirkan kecurigaan adanya kemungkinan atresia ileum atau sumbatan

anorektum oleh mekonium yang sangat padat (meconium plug syndrome)

− Sedangkan pada masa bayi dan anak, obstipasi dapat disebabkan oleh obstipasi dietik, retardasi

Page 48: Scenario 4

Laporan tutorial skenario 4 Blok 14

Kelompok 2

48

mental, hipotiroid dan psikogenetik

7. TATALAKSANA

− Meliputi eksisi bagian kolon atau prosedur peng”lolosan” kolon merupakan anastomosis manset

rectum, hanya di atas sphincters anal

− Prinsip penanganan adalah;

o mengatasi obstruksi,

o mencegah terjadinya enterokolitis,

o membuang segmen aganglionik dan

o mengembalikan kontinuitas usus

− Untuk mengobati gejala obstipasi dan mencegah enterokolitis; dapat dilakukan bilasan kolon

dengan cairan garam faali, juga dapat dilakukan kolostomi pada daerah yang ganglioner

− Membuang segmen aganglionik & mengembalikan kontinuitas usus; dapat dikerjakan 1 atau 2

tahap (operasi definitive); bila BB bayi sudah cukup (>9kg). Pada waktu itu, kolon dapat surut

bahkan dapat mencapai ukuran kolon normal

− Operasi definitif (dapat dipakai cara: Swenson, Duhamel, Soave atau modifikasi)

o Teknik bedah menurut Swenson terdiri: rektosigmoidaktomi seluas bagian rektosigmoid

aganglionik dengan anastomosis koloanal

o Pada cara Duhamel dan Soave; bagian distal rectum tidak dikeluarkan sebab merupakan

fase operasi yang sukar di kerjakan; dimana pada anastomosis koloanal dibuat secara

tarik-terobos (pull thought)

8. PROGNOSIS

Baik; bila gejala obstruksi segera ditangani; penyulit pasca bedah (mis; kebocoran atau striktur anastomosis);

umumnya dapat diatsi.

Page 49: Scenario 4

Laporan tutorial skenario 4 Blok 14

Kelompok 2

49

J. Laparotomy

v Indikasi dilakukan laparotomy

Dari pemeriksaan fisik

- Defans muscular, terutama yang meluas

- Nyeri tekan abdomen, terutama jika meluas

- Distensi perut terutama jika meluas

- Massa yang nyeri, disertai suhu tinggi dan hipotensi

- Jika ada tanda yang meragukan :

o Tanda perdarahan seperti syok (dengan asidosis) dan anemia progresif

o Tanda sepsis seperti panas tinggi, taki kardi, perubahan mental (takut, gelisah atau somnolen.

- Tanda iskemia oleh gangguan vaskular atau strangulasi:

o Tanda intoksikasi, seperti peningkatan suhu,takikardi, dan leukositosis

o Keadaan memburuk saat ditangani

v Pemeriksaan radiologi

• Pneumoperitoneum

• Distensi usus hebat yang berkembang

• Ekstravasasi bahan kontras

• Tumor disertai suhu tinggi

• Oklusi vena dan arteri mesentrika

v Pemeriksaan endoskopi

• Perforasi saluran cerna

• Perdarahan intraabdomen yang tidak dapat ditangani

Page 50: Scenario 4

Laporan tutorial skenario 4 Blok 14

Kelompok 2

50

K. GAMBARAN RADIOLOGI

v Kolitis ulseratif

Page 51: Scenario 4

Laporan tutorial skenario 4 Blok 14

Kelompok 2

51

v Polip bertangkai (pedunculated)

Page 52: Scenario 4

Laporan tutorial skenario 4 Blok 14

Kelompok 2

52

v Polip tak bertangkai

Page 53: Scenario 4

Laporan tutorial skenario 4 Blok 14

Kelompok 2

53

v Karsinoma kolon

Page 54: Scenario 4

Laporan tutorial skenario 4 Blok 14

Kelompok 2

54

Page 55: Scenario 4

Laporan tutorial skenario 4 Blok 14

Kelompok 2

55

v Divertikel kolon

Page 56: Scenario 4

Laporan tutorial skenario 4 Blok 14

Kelompok 2

56

KESIMPULAN

• Dari pendekatan diagnosis terhadap pasien (skenario; terhadap data yang ada), dengan

keluhan utama tidak bisa BAB dan kentut, gejala itu kami simpulkan adalah gejala

konstipasi.

• Konstipasi merupakan gejala yang dapat terjadi pada kasus ileus paralitik atau

obstruktif. Gejala dan tanda yang ada pada skenario mengarahkan ileus yang terjadi

adalah obstruktif.

• Penyakit-penyakit yang dapat menyebabkan ileus obstruktif cukup banyak. Contohnya,

divertikel, volvulus, hernia, invaginasi, striktur, dsb. Dari data yang ada di skenario kami

tidak bisa menyimpulkan diagnosis yang mungkin pasti pada skenario namun hanya

urutan diferential diagnosis saja.

• Untuk menentukan diagnosis pasti, diperlukan pemeriksaan penunjang, seperti foto

abdomen (rontgen) baik yang polos, maupun dengan kontras. Hal tersebut untuk

mencari dan menemukan letak obstruktif.

• Untuk penatalaksanaannya sendiri untuk kasus ini utamanya dengan pembedahan.

Namun terapi awal yang mungkin diberikan pada pasien dengan keluhan konstipasi

adalah memberikan terapi suportif seperti penambahan asupan serat dan pemberian

obat pencahar.

Page 57: Scenario 4

Laporan tutorial skenario 4 Blok 14

Kelompok 2

57

DAFTAR PUSTAKA

Anthony S. Fauci and friends, 2008, Harrison's Principles Of Internal Medicine Seventeenth Edition, United States of

America: The McGraw-Hill Companies

Dipiro JT.et al., 2002. Pharmacotherapy A pathophysiologic Approach.

Douglas Collins, MD. Signs & Symptoms:An Algorithmic Approach

Lange, Steven A.Haist & John B., Robbins.2002.Internal Medicine on Call. McGraw Hill.

Lembo, Anthony; Camilleri Michael. Chronic Constipation. The New England Journal of Medicine 2003

Milla, Peter J. The Pathophysiology of Constipation. Annales Nestle 2007

S. Stefan.2007. Teks dan Atlas Berwarna Patofisiologi. EGC : Jakarta

Sudoyo AW, et all. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Ed.4, jilid I. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit

Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia : Jakarta

R. Sjamsuhidajat & Wim De Jong.2005. Buku Ajar Ilmu Bedah. EGC : Jakarta