salpingitis
DESCRIPTION
nnmjTRANSCRIPT
SALPINGITIS
I. PENDAHULUAN
Tingkat kesadaran masyarakat untuk hidup sehat masih sangat rendah. Tingginya angka
kematian itu menunjukkan kesadaran masyarakat dalam menjaga kesehatan masih kurang. Hal
itu juga menunjukkan pelayanan kesehatan di Indonesia kurang maksimal. Radang atau infeksi
pada alat-alat genetal dapat timbul secara akut dengan akibat meninggalnya penderita atau
penyakit bisa sembuh sama sekali tanpa bekas atau dapat meninggalkan bekas seperti penutupan
lumen tuba. Penyakit ini bisa juga menahun atau dari permulaan sudah menahun. Salah satu dari
infeksi tersebut adalah salpingitis. Sebagian besar wanita tidak menyadari bahwa dirinya
menderita infeksi tersebut. Biasanya sebagian besar wanita menyadari apabila infeksi telah
menyebar dan menimbulkan berbagai gejala yang mengganggu. Keterlambatan wanita
memeriksakan dirinya menyebabkan infeksi ini menyebar lebih luas dan akan sulit dalam
penanganannya. Penyakit Radang Panggul (Salpingitis, PID, Pelvic Inflammatory Disease)
adalah suatu peradangan pada tuba falopii (saluran menghubungkan indung telur dengan
rahim). Peradangan tuba falopii terutama terjadi pada wanita yang secara seksuaktif. Resiko
terutama ditemukan pada wanita yang memakai IUD.
salpingitis adalah salah satu penyebab paling umum infertilitas wanita. Jika salpingitis
tidak segera diobati, infeksi dapat menyebabkan kerusakan permanen pada tuba falopi sehingga
telur dilepaskan setiap siklus mestruasi tidak bias bertemu dengan sperma.
II. INSIDEN
Di Amerika dari tahun 1995-2001, terdapat sekitar 769.859 kasus salpingitis setiap
tahunnya. Dari jumlah tersebut 91% yang di diagnosa dengan rata – rata 25.235 ( 4 dari 1000
wanita usia 15 – 44 tahun ). Organisasi Kesehatan Dunia telah menerbitkan data tentang jumlah
kasus tentang gonore dan klamidia di seluruh dunia tahun 1995. Pada tahun itu, sekitar 31 juta
kasus infeksi Gonore dan 22,5 juta kasus infeksi Chlamydia, merupakan organisme penyebab
utama salpingitis dan terjadi pada wanita diseluruh dunia. Secara geografis, sebagian besar kasus
ini berada di negara berkembang. Prevalensi tertinggi berada di sub-Sahara Afrika dan Asia
Tenggara, dengan terendah di Asia Timur dan Pasifik. Selain itu, komplikasi penyakit menular
seksual, termasuk salpingitis, lebih umum di negara-negara dengan sumber daya yang lebih
miskin.
III. EPIDEMIOLOGI
Lebih dari satu juta kasus salpingitis dilaporkan setiap tahunnya di AS, namun jumlah
insiden ini diperkirakan jauh lebih besar, ini disebabkan ketidak tahuan penderita dan
bahkan banyak kasus dilaporkan ketika penyakit telah kronis. Pada wanita usia 16-25 tahun,
salpingitis adalah infeksi yang paling berbahaya. Salpingitis mempengaruhi sekitar 11% dari
perempuan pada usia subur. Salpingitis banyak di temukan pada masyarakat sosial ekonomi
rendah. Namun hal ini dianggap sebagai efek dari riwayat seks sebelumnya, gonta - ganti
pasangan dan kurangnya pengetahuan kesehatan yang baik merupakan faktor resiko independen
untuk salpingitis. Sebagai akibat peningkatan resiko akibat berganti – ganti pasangan, maka
prevalensi tertinggi salpingitis adalah remaja (15-24 tahun). Kurangnya kesadaran dini dan
kurangnya kemauan untuk menggunakan alat kontrasepsi umumnya juga menjadi factor
meningkatnya salpingitis.
IV. ETIOLOGI
Salpingitis merupakan sinonim dari penyakit radang panggul (PID). PID terjadi karena
infeksi polimikrobakterial pada sistem genitalia wanita ( uterus, tuba fallopi dan ovarium) yang
menyebabkan peningkatan infeksi pada daerah vagina atau servikx. Infeksi ini jarang terjadi
sebelum siklus menstruasi pertama, setelah menopause maupun selama kehamilan. Penularan
yang utama terjadi melalui hubungan seksual, tetapi bakteri juga bisa masuk ke dalam tubuh
setelah prosedur kebidanan/kandungan (misalnya pemasangan IUD, persalinan, keguguran,
aborsi dan biopsi endometrium).
Infeksi biasanya berasal di vagina, dan naik ke tabung falopi dari sana. Karena infeksi dapat
menyebar melalui pembuluh getah bening, infeksi pada satu tabung fallopi biasanya
menyebabkan infeksi yang lain. Sudah berteori bahwa aliran menstruasi retrograde dan
bahwa serviks terbuka selama menstruasi infeksi memungkinkan untuk mencapai saluran tuba.
Risiko lain adalah faktor yang mengubah lingkungan mikro dalam vagina dan leher rahim,
menginfeksi memungkinkan organisme berkembang biak dan akhirnya naik ke tuba fallopi:
• Antibiotik
• Ovulasi
• Haid
• Penyakit menular seksual (PMS). Akhirnya, hubungan seksual dapat memfasilitasi
penyebaran penyakit dari vagina ke tuba fallopi.
Beberapa bakteri yang paling umum bertanggung jawab untuk salpingitis meliputi:
• Klamidia
• Gonococcus (yang menyebabkan gonore)
• Mycoplasma
• Staphylococcus
• Streptococcus
V. ANATOMI
Organ – organ utama dari traktus reproduksi wanita, yang paling penting diantaranya
adalah tuba fallopi, ovarium, uterus dan vagina.
a. Tuba Fallopi terdiri atas :
1. Pars intersisialis (diameter 3-6 cm), bagian yang terdapat pada dinding uterus.
2. Pars isthmika (diameter 2-3 cm), bagian medial tuba yang seluruhnya sempit.
3. Pars ampularis (diameter 4-10 cm), bagian yang berbentuk saluran agak lebar, tempat
konsepsi terjadi.
4. Infundibulum, bagian ujung tuba yang terbuka ke arah abdomen dan mempunyai fimbrae.
Bagian luar tuba diliputi oleh peritoneum viserale, yang merupakan bagian dari
ligamentum latum.
b. Ovarium
Indung telur pada seorang dewasa sebesar ibu jari tangan, terletak di kiri dan di kanan,
dekat pada dinding pelvis di fossa ovarika. Ovarium berhubungan dengan uterus dengan
ligamentum ovarii proprium. Pembuluh darah ke ovarium melalui ligamentum suspensorium
ovarii. Ovarium terletak pada lapisan belakang ligamentum latum. Sebagaian besar ovarium
berada intraperitoneal dan tidak dilapisi oleh peritoneum. Bagian ovarium kecil berada di dalam
ligamentum latum (hilus ovarii). Di situ masuk pembuluh – pembuluh darah dan saraf ke
ovarium. Lipatan yang mengubungkan lapisan belakang ligamentum latum dengan ovarium
dimanakan mesovarium.
c. Uterus
Uterus pada seorang dewasa berbentuk seperti buah advokat atau buah peer yang sedikit
gepeng. Ukuran panjang uterus adalah 7 – 7,5 cm, lebar di tempat yang paling lebar 5,25 cm.
Uterus terdiri atas korpus uteri (2/3 bagian atas) dan serviks uteri (1/3 bagian bawah). Bagian
atas uterus disebut fundus uteri, disitu tuba fallopii kanan dan kiri masuk ke uterus. Dinding
uterus terdiri terutama atas miometrium, yang merupakan otot polos berlapis tiga; yang sebelah
luar longitudinal, yang sebelah dalam sirkuler, yang antara kedua lapisan ini beranyaman.
Miometrium dalam keseluruhhannya dapat berkontraksi dan berrelaksasi.
d. Vagina
Vagina menghubungkan genitalia eksterna dengan genitalia interna. Introitus
vaginae tertutup pada himen (selaput dara), suatu lipatan selaput setempat. Pada seorang
virgo selaput daranya masih utuh, dan lubang selaput dara (hiatus himenalis)
umumnya hanya dapat dilalui oleh jari kelingking.
Vagina berukuran di depan 6,5 cm dan belakang 9,5 cm, sumbunya berjalan kira –
kira sejajar dengan arah pinggir bawah simfisis ke promontorium.
VI. PATOFISIOLOGI
Kebanyakan kasus salpingitis terjadi dalam 2 tahap. Pertama melibatkan akuisisi
infeksi vagina atau leher rahim. Yang kedua melibatkan peningkatan saluran kelamin bagian
atas. Meskipun mekanisme yang tepat untuk peningkatan tidak diketahui, siklus menstruasi
mundur dan pembukaan leher rahim selama menstruasi tapi hal tersebut merupakan faktor yang
dapat meningkatkan infeksi. Proses membedahan seperti biopsi endometrium, kuret dan
hysteroscopies, merupakan predisposisi wanita untuk infeksi ini. Perubahan dalam lingkungan
mikro cervicovaginal dihasilkan dari terapi antibiotik, ovulasi, menstruasi atau penyakit
menular seksual (PMS) dapat mengganggu keseimbangan flora endogen, nonpatogenik
biasanya menyebabkan organisme untuk berkembang biak sangat cepat dan akan naik ke saluran
bagian atas.
Faktor – faktor ini juga dapat memfasilitasi peningkatan bakteri patogen, seperti
neisseria gonorrhoeae atau chlamdia trachomatis. Intercourse juga dapat berkontribusi
untuk peningkatan infeksi dengan kontraksi rahim secara mekanis membujuk
organisme untuk meningkat. Selainitu sperma dapat membawa organisme ke saluran kelamin
bagin atas pada saat hubungan seksual.
VII. DIAGNOSIS
A. Gambaran klinis
Salpingitis akut
Salpingitis akut, saluran tuba menjadi merah dan bengkak, dan mengeluarkan cairan
tambahan sehingga dinding-dinding bagian dalam tabung sering tetap bersatu. Tabung
mungkin juga tetap berpegang pada struktur terdekat seperti usus. Kadang-kadang, sebuah
tabung tuba bisa mengisi dan mengasapi dengan nanah. Dalam kasus yang jarang terjadi,
tabung pecah dan menyebabkan infeksi yang berbahaya dalam rongga perut (peritonitis).
Salpingitis kronis
Salpingitis kronis, biasanya mengikuti suatu serangan akut. Infeksi ini lebih ringan,
lebih tahan lama dan mungkin tidak menghasilkan banyak terlihat gejala.Dalam kasus
ringan, salpingitis mungkin tidak memiliki gejala. Ini berarti saluran tuba bisa menjadi
rusak tanpa wanita bahkan menyadari bahwa ia memiliki infeksi. Gejala salpingitis dapat
mencakup:
• Vagina abnormal, seperti warna atau bau yang tidak biasa
• Bercak antara periode
• Dismenorea (menyakitkan periode)
• Sakit saat ovulasi
• Tidak nyaman atau sakit saat hubungan seksual
• Demam
• Sakit perut di kedua sisi
• Nyeri punggung bawah
• Sering buang air kecil
• Mual dan muntah
• Gejalanya biasanya muncul setelah periode menstruasi.
B. Gambaran Radiologis
1. USG
Meskipun ultrasonografi (USG) adalah tidak diindikasikan untuk diagnosa penyakit ini, ini
adalah tes diagnostik pilihan untuk evaluasi kemungkinan TOA. ultrasonografi juga mungkin
dapat membantu dalam mengatur keluar beberapa etiologi dalam diferensial, seperti kista
ovarium, ovarium torsi, dan, mungkin, apendisitis atau endometriosis. USG Transabdominal
tidak mampu membedakan antara pyosalpinx, hydrosalpinx, akut salpingitis, tuboovarian
kompleks, atau TOA, dan diferensiasi ini ditingkatkan dengan USG transvaginal.
2. HSG
Salpingitis isthmica nodosa dapat di diagnosis menggunakan pemeriksaan radiograpi.
Histerosalpingogram atau HSG menunjukkan banyaknya diverticuli atau kantong luar yang
menonjol dari lumen tuba sampai ke dinding dari isthmic yang melewati porsi dari tuba
fallopian. Karena itu dengan pemeriksaan HSG gambaran radiologis dari tuba diverticulosis
Pemeriksaan lainnya yang biasa dilakukan:
# Pemeriksaan darah lengkap
# Pemeriksan cairan dari serviks
# Kuldosentesis
# Laparoskopi
VIII. DIAGNOSA BANDING
ADNEKSA TUBA FALLOPI
Tumor ganas primer di tuba sangat jarang, lebih sering yang sekunder barasal dari tumor
ganas ovarium, uterus, kolorektal, lambung dan payudara. Pada awalnya penyakit ini tidak
menimbulkan gejala. Diagnosis sering terlambat di buat karena letaknya yang sangat
tersembunyi. Biasanya dibuat secara tak terduga saat laparotomi dan pemeriksaan histologik atas
spesimen yang dikirim. Kalau sudah ada keluhan biasanya sudah terlambat. Deteksi dini tumor
ganas tubafalloppii sukar diupayakan. Perlu dapat perhatian khusus bila wanita berusia
(45-55 tahun), ditemukan tumor adneksa disertai nyeri dan adanya getah vagina yang
semula kekuning – kuningan kemudian bercampur darah, dicurigai kemungkinan akan
adanya tumor ganas tuba terutama pada nullipara atau primipara. Pemeriksaan sitologi usapan
serviks tidak banyak membantu. Akan tetapi bilamana hasilnya sel ganas positif, sedangkan di
serviks maupun dikavum uteri dapat dinyatakan tidak ada keganasan, maka perlu dipikirkan
kemungkinan keganasan di tuba atau ovarium, lebih lebih jika ada masa tumor pada adneksa.
Heistero-salpingografi (HSG) tidak dianjurkan karena dapat berakibat meluasnya
proses radang. Transvaginal/transrektal USG dapat membantu menegakkan diagnosis.
IX. PENATALAKSANAAN
Tujuan pengelolaan secara efisien salpingitis adalah untuk mengobati infeksi akut,
sehingga menjaga kesuburan dan mencegah kehamilan ektopik, serta mengurangi
risiko jangka panjang inflamasi sequelae. Wanita dengan PID atau salpingitis dapat berobat jalan
maupun di rawat inap.
X. KOMPLIKASI
Tanpa perawatan, salpingitis dapat menyebabkan berbagai komplikasi, termasuk:
• infeksi lebih lanjut infeksi dapat menyebar ke struktur terdekat, seperti indung telur atau
rahim.
• Infeksi mitra seks wanita pasangan atau mitra dapat kontrak bakteri dan terinfeksi juga.
• Tubo-ovarium abses sekitar 15 persen wanita dengan mengembangkan salpingitis
abses, yang memerlukan rawat inap.
• Kehamilan ektopik tabung tuba yang diblokir mencegah telur yang telah
dibuahi memasuki rahim, sehingga embrio kemudian tumbuh diluar tabung
tuba. Resiko kehamilan ektopik untuk wanita dengan salpingitis atau penyakit
radang panggul (PID) adalah sekitar 1 – 20 persen.
• Infertility Tabung tuba cacat atau terdapat luka sehingga telur dan sperma tidak dapat
bertemu. Setelah seseorang terkena salpingitis atau PID, seorang wanita
memiliki resiko infertilitas sekitar 15 persen. Pada infertility terjadi inflaminasi,
sebagian besar terjadi akibat dari infeksi gonococcal, akibat dari pengobatan modern.
XI. PROGNOSIS
Prognosis untuk salpingitis sangat bagus jika penyakit ini didiagnosis dan diobati dini,
meskipun sebagian kecil pasien akan menjadi tidak subur meskipun perawatan dini.
Prognosis buruk pada pasien dengan episode berulang penyakit.