sabtu, 27 november 2010 i media indonesia penyubur … · an sungai, membuat proses pengumpulan dan...

1
Nusantara | 9 SABTU, 27 NOVEMBER 2010 I MEDIA INDONESIA S EBUAH feri tua bersiap melayari Sungai Barito dari dermaga penye- berangan Sei Gampa, Marabahan, Kabupaten Barito Kuala, Kalimantan Selatan. Di dalam perut feri, belasan sepeda motor, mobil, serta sejumlah hasil bumi siap dise- berangkan. Namun, kapal mesti bersabar beberapa saat. Sebuah tongkang yang memuat belasan ribu ton batu bara tengah melintas. Sekalipun di depan tong- kang terhampar eceng gondok, laju kendaraan air berukuran besar itu tidak terhambat. Ya, Eichornia crassipes, nama Latin eceng gondok, memang tidak bermasalah untuk kapal ukur- an besar. Tapi tanyakan kepada para pengemudi kelotok, sampan- sampan kecil yang sering ber- lalu-lalang di sungai ini soal gulma itu, wajah mereka lang- sung berubah, putus asa. Eceng gondok adalah tanam- an air paling mengganggu ke- hidupan Sungai Barito. Keber- adaannya sering memacetkan arus transportasi air, sehingga aktivitas perekonomian warga yang bertumpu di sungai pun terganggu. Sering kali warga harus berjuang berjam-jam un- tuk melintasi kerumunan eceng gondok. Namun, kehadiran parasit ini tidak selalu merugikan. Puluh- an pengumpul eceng gondok, setiap hari menggantungkan hidup dengan mengangkat- nya dari perairan ke dalam kelotok. Melimpahnya eceng gondok yang mengapung di permuka- an sungai, membuat proses pengumpulan dan pengisian kelotok berlangsung singkat. Bagi warga setempat, mengum- pulkan eceng gondok atau sering disebut ilung-ilung, sudah beberapa tahun terakhir menjadi mata pencaharian sampingan. Benda yang sering dianggap sebagai sampah sungai itu ber- harga Rp200 ribu per kelotok. Adalah gabungan kelompok tani Karya Baru di Desa Antar Baru, Kecamatan Marabahan, yang dalam tiga tahun terakhir telah mampu menyulap gulma ini menjadi pupuk organik. Proses pembuatan pupuk organik ini tergolong mudah dan tidak memakan banyak biaya. Ilung-ilung yang baru diambil dari sungai dicincang kecil-kecil dan ditaruh sebagai lapisan dasar pada kotak besar sesuai kebutuhan. Di atasnya, jamur tricodherma ditabur. Cendawan itu ber- fungsi untuk mempercepat fer- mentasi dan menghasilkan pu- puk dengan kesuburan tinggi. Selanjutnya pada bagian atas ditaburkan serbuk gergaji dan jerami. Tak jarang pula, petani menambahkannya dengan kotoran ternak sapi dan ayam peliharaan. Kotak yang sudah penuh bahan baku pupuk organik ini, kemudian ditutupi plastik Denny Susanto dan dibiarkan untuk proses fer- mentasi. Setelah 25 hari, pupuk organik ramah lingkungan ini siap digunakan. Tidak hanya eceng gondok, sampah sungai lainnya seperti serbuk gergaji limbah pabrik kayu, tanaman alang-alang dan jerami, di Karya Baru, juga diolah menjadi pupuk organik yang disebut trico kompos. “Setiap bulannya produk- si pupuk organik kami yang berasal dari eceng gondok dan sampah sungai mencapai 30 ton,” tutur Fauzan Muslim, Ketua Karya Baru. Volume produksi ini sebenar- nya bisa ditingkatkan. Namun, modal yang terbatas belum memungkinkan kompos eceng gondok diproduksi lebih ba- nyak. Saat ini, produksinya hanya untuk memenuhi kebutuhan puluhan anggota yang mayo- ritas adalah petani jeruk siam banjar. Penghargaan Fauzan mengungkapkan pe- ngembangan pupuk organik eceng terjadi secara tidak se- ngaja. Para petani miskin di wilayahnya dihadapkan pada masalah tidak adanya dana untuk membeli pupuk kimia yang harganya mahal. Eceng gondok pun dilirik sebagai alternatif. Sebelumnya, tumbuhan ini sudah banyak di- manfaatkan warga Kalimantan untuk bahan dasar kerajinan tangan, seperti tas, perabot ru- mah tangga, dan sandal. Inovasi pembuatan pupuk or- ganik ini mengantarkan Karya Baru meraih penghargaan, baik di tingkat provinsi, nasional, bahkan Asia, pada 2010 ini. Kepala Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan Barito Kuala, Penyubur Murah dari Parasit Eceng gondok jadi masalah besar di Sungai Barito. Sekumpulan petani memanfaatkannya untuk menggantikan pupuk kimia. MI/DENNY SUSANTO BERKAT PUPUK ORGANIK: Petani di Kecamatan Cirebon, Kabupaten Barito Kuala, Kalimantan Selatan, memperlihatkan kebun jeruknya yang subur berkat pupuk organik dari eceng gondok. Sebagian besar warga Barito Kuala adalah petani. Mereka selalu bermasalah dengan daya beli, termasuk untuk pupuk kimia.” Zulkifli Kepala Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan Barito Kuala Zulkifli, mengatakan pihaknya tengah berupaya mengembang- kan pupuk organik untuk pe- nyediaan kebutuhan pupuk puluhan ribu petani di wilayah- nya. Ini penting karena Barito Kuala adalah salah satu kan- tong kemiskinan di Kalimantan Selatan. “Sebagian besar warga Barito Kuala adalah petani. Mereka selalu bermasalah dengan daya beli, termasuk untuk pupuk ki- mia,” ucapnya. Pupuk organik eceng gondok diakuinya mempunyai banyak keunggulan. Di antaranya, da- pat dibuat sendiri oleh petani, murah dan ramah lingkung- an. Berdasarkan hitung-hitung- an, jika menggunakan pupuk kimia, petani harus mengeluar- kan biaya hingga Rp5 juta per hektare. Tapi, dengan pupuk organik, biaya yang dibutuh- kan hanya Rp500.000 alias 10%-nya saja. Biaya produksi petani menu- run tajam, sehingga keuntung- an mereka bisa lebih besar. Namun, banyak petani di Kalimantan Selatan belum familier dengan penggunaan pupuk organik. Data Dinas Pertanian Tanam- an Pangan memperlihatkan dari 6.000 ton pupuk organik bersubsidi yang digelontorkan pemerintah pada 2010, hanya sekitar 1.200 ton atau 20% yang diserap petani. Tantangan beri- kutnya adalah mengubah kebi- asaan. (Denny Susanto/N-3) [email protected] MI/DENNY SUSANTO ECENG GONDOK: Sepanjang Sungai Barito, Kalimantan Selatan, ditumbuhi banyak tanaman liar eceng gondok. Warga mengubah sampah sungai itu menjadi pupuk organik.

Upload: phungbao

Post on 15-Jul-2019

223 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: SABTU, 27 NOVEMBER 2010 I MEDIA INDONESIA Penyubur … · an sungai, membuat proses pengumpulan dan pengisian kelotok berlangsung singkat. Bagi warga setempat, ... yang disebut trico

Nusantara | 9SABTU, 27 NOVEMBER 2010 I MEDIA INDONESIA

SEBUAH feri tua bersiap melayari Sungai Barito dari dermaga penye-be rangan Sei Gampa,

Marabahan, Kabupaten Barito Kuala, Kalimantan Selatan. Di dalam perut feri, belasan sepeda motor, mobil, serta se jumlah hasil bumi siap dise-berangkan.

Namun, kapal mesti bersabar beberapa saat. Sebuah tongkang yang memuat belasan ribu ton batu bara tengah melintas.

Sekalipun di depan tong-kang terhampar eceng gondok, laju kendaraan air berukuran besar itu tidak terhambat. Ya, Eichornia crassipes, nama Latin eceng gondok, memang tidak ber ma salah untuk kapal ukur-an besar.

Tapi tanyakan kepada para pengemudi kelotok, sampan-sampan kecil yang sering ber-lalu-lalang di sungai ini soal gulma itu, wajah mereka lang-sung berubah, putus asa.

Eceng gondok adalah tanam-an air paling mengganggu ke-hidupan Sungai Barito. Keber-adaannya sering memacetkan arus transportasi air, sehingga aktivitas perekonomian warga yang bertumpu di sungai pun terganggu. Sering kali warga harus berjuang berjam-jam un-tuk melintasi kerumunan eceng gondok.

Namun, kehadiran parasit ini tidak selalu merugikan. Puluh-an pengumpul eceng gondok, setiap hari menggantungkan hidup dengan mengangkat-nya dari perairan ke dalam ke lotok.

Melimpahnya eceng gondok yang mengapung di permuka-an sungai, membuat proses pengumpulan dan pengisian kelotok berlangsung singkat. Bagi warga setempat, me ngum-pulkan eceng gondok atau sering disebut ilung-ilung, sudah beberapa tahun terakhir menjadi mata pencaharian sam pingan.

Benda yang sering dianggap sebagai sampah sungai itu ber-

harga Rp200 ribu per kelotok. Adalah gabungan kelompok tani Karya Baru di Desa Antar Baru, Kecamatan Marabahan, yang dalam tiga tahun terakhir telah mampu menyulap gulma ini menjadi pupuk organik.

Proses pembuatan pupuk organik ini tergolong mudah dan tidak memakan banyak biaya. Ilung-ilung yang baru diambil dari sungai dicincang kecil-kecil dan ditaruh sebagai lapisan dasar pada kotak besar sesuai kebutuhan.

Di atasnya, jamur tricodherma ditabur. Cendawan itu ber-fungsi untuk mempercepat fer-mentasi dan menghasilkan pu-puk dengan kesuburan tinggi. Selanjutnya pada bagian atas ditaburkan serbuk gergaji dan jerami. Tak jarang pula, petani menambahkannya dengan kotoran ternak sapi dan ayam peliharaan.

Kotak yang sudah penuh bahan baku pupuk organik ini, kemudian ditutupi plastik

Denny Susanto

dan dibiarkan untuk proses fer-mentasi. Setelah 25 hari, pupuk organik ramah lingkungan ini siap digunakan.

Tidak hanya eceng gondok, sampah sungai lainnya seperti serbuk gergaji limbah pabrik kayu, tanaman alang-alang dan jerami, di Karya Baru, juga diolah menjadi pupuk organik yang disebut trico kompos.

“Setiap bulannya produk-si pupuk organik kami yang berasal dari eceng gondok dan sampah sungai mencapai 30 ton,” tutur Fauzan Muslim, Ketua Karya Baru.

Volume produksi ini sebenar-nya bisa ditingkatkan. Namun, modal yang terbatas belum memungkinkan kompos eceng gondok diproduksi lebih ba-nyak.

Saat ini, produksinya hanya untuk memenuhi kebutuhan puluhan anggota yang mayo-ritas adalah petani jeruk siam banjar.

Penghargaan Fauzan mengungkapkan pe-

ngembangan pupuk organik eceng terjadi secara tidak se-nga ja. Para petani miskin di wilayahnya dihadapkan pada masalah tidak adanya dana untuk membeli pupuk kimia yang harganya mahal.

Eceng gondok pun dilirik sebagai alternatif. Sebelumnya, tumbuhan ini sudah banyak di-manfaatkan warga Kalimantan untuk bahan dasar kerajinan tangan, seperti tas, perabot ru-mah tangga, dan sandal.

Inovasi pembuatan pupuk or-ganik ini mengantarkan Karya Baru meraih penghargaan, baik di tingkat provinsi, nasional, bahkan Asia, pada 2010 ini.

Kepala Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan Barito Kuala,

Penyubur Murah dari ParasitEceng gondok

jadi masalah besar

di Sungai Barito. Sekumpulan

petani memanfaatkannya

untuk menggantikan

pupuk kimia.

MI/DENNY SUSANTO

BERKAT PUPUK ORGANIK: Petani di Kecamatan Cirebon, Kabupaten Barito Kuala, Kalimantan Selatan, memperlihatkan kebun jeruknya yang subur berkat pupuk organik dari eceng gondok.

“Sebagian besar warga Barito Kuala adalah petani. Mereka selalu bermasalah dengan daya beli, termasuk untuk pupuk kimia.”ZulkifliKepala Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan Barito Kuala

Zulkifl i, mengatakan pihaknya tengah berupaya mengembang-kan pupuk organik untuk pe-nyediaan kebutuhan pupuk puluhan ribu petani di wilayah-nya. Ini penting karena Barito Kuala adalah salah satu kan-tong kemiskinan di Kalimantan Selatan.

“Sebagian besar warga Barito Kuala adalah petani. Mereka selalu bermasalah dengan daya beli, termasuk untuk pupuk ki-mia,” ucapnya.

Pupuk organik eceng gondok diakuinya mempunyai banyak keunggulan. Di antaranya, da-pat dibuat sendiri oleh petani, murah dan ramah lingkung-an.

Berdasarkan hitung-hitung-an, jika menggunakan pupuk kimia, petani harus mengeluar-

kan biaya hingga Rp5 juta per hektare. Tapi, dengan pupuk organik, biaya yang dibutuh-kan hanya Rp500.000 alias 10%-nya saja.

Biaya produksi petani menu-run tajam, sehingga keuntung-an mereka bisa lebih besar.

Namun, banyak petani di Kalimantan Selatan belum familier dengan penggunaan pupuk organik.

Data Dinas Pertanian Tanam-an Pangan memperlihatkan dari 6.000 ton pupuk organik bersubsidi yang digelontorkan pemerintah pada 2010, hanya sekitar 1.200 ton atau 20% yang diserap petani. Tantangan beri-kutnya adalah mengubah kebi-asaan. (Denny Susanto/N-3)

[email protected]

MI/DENNY SUSANTO

ECENG GONDOK: Sepanjang Sungai Barito, Kalimantan Selatan, ditumbuhi

banyak tanaman liar eceng gondok. Warga mengubah

sampah sungai itu menjadi pupuk

organik.