sabtu, 10 desember 2011 suara rimba melahirkan … · indonesia ini menampilkan kebolehan warren...

1
DOK. JHONI HUTAPEA KONSER JAZZ ITALIA: Dua musikus jazz asal Italia, Maria Pia De Vito (vokal) dan Huw Warren (pianis) menggelar konser jazz bertajuk Dialektos di PPHUI Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa (6/12). Acara berdurasi 90 menit yang digelar oleh Kedutaan Besar Italia untuk Indonesia ini menampilkan kebolehan Warren dalam memainkan alat musik serta vokal Maria yang sangat memukau para penonton. MI/GRANDYOS ZAFNA ANTARA/WAHYU PUTRO A KONSER mini kelompok musik ansam- bel Ad Gloriam Brass dari Kroasia me- nyuguhkan sebuah pertautan budaya Barat. Balutan instrumen klasik zaman renaisans masih terdengar. Ada kekhasan instrumen yang mer- eka hadirkan. Perpaduan di antara musisi menghadirkan gaya dan corak berbeda. Mereka tak sekadar bermusik. Ada sebuah kekompakan dalam mem- bawakan sederet repertoar. “Ini sebagai jembatan untuk mem- pererat kami dengan Indonesia. Selain hubungan diplomasi, musik bisa lebih menyatukan,” ujar Duta Besar Kroasia untuk Indonesia HE Zeljko Cimbur di sela-sela penampilan Ad Gloriam Brass di Hotel Sari Pan Pacic, Jakarta, pekan lalu. Kelompok musik itu terbentuk di Zagreb pada 1993. Para personelnya merupakan musisi ternama. Mereka masih tercatat sebagai musisi kawak- an di Croatian National Theater dan Zagreb Philharmonic. Ad Gloriam Brass dikawal Stjepan Filipic (trompet), Igor Hrustek (trom- pet), Tomislav Payer (trompet), Srdan Peic (horn), Mario Sincek (trombon), Ivica Gecek (tuba), dan Robert pada drum. Penampilan selama 60 menit berbeda dengan konsep konser pada umum- nya. Mereka lebih leluasa berinteraksi dengan penonton yang kebetulan, mayoritas orang-orang Kroasia yang saat ini tinggal di Jakarta. Penampilan mereka dengan instru- men berjudul Uvertira u D-duru iz Suite. Penonton yang memenuhi pelataran lobi hotel berdecak kagum. Instrumen tersebut terasa seperti menyayat hati. Apalagi, suara trompet dimainkan begitu syahdu. Setelah menampilkan instrumen, berturut-turut mereka membawakan Hopper Dance, Aqua de Beber, dan Obliv- ios. Unsur semangat dalam tiga instru- men itu terdengar jelas. Meski tak menggunakan suara, instrumen-instrumen itu seakan bisa berbicara dengan bahasa musik. Ada unsur kesedihan, kepedihan, dan keba- hagiaan. “Ada unsur tradisional,” tukas Cimbur, seraya meneguk segelas bir. Sopan Setiap kali Ad Gloriam Brass selesai memainkan sebuah instrumen, mereka langsung berjajar bersama-sama. Se- raya mendengar aba-aba sang drumer, mereka pun menundukkan kepala. Pemberian hormat itu cukup khas. Sontak, penonton pun mengira mereka sudah menyelesaikan konser mini itu. “Ini cara tradisional kami memberi hor- mat. Bukan bermaksud membuat orang penasaran,” timpal Robert, santai. Performa mereka semakin apik saat mereka membawakan repertoar milik Francesko Sponga Usper, seorang kom- poser terkenal asal Kroasia. Sejumlah repertoar ternama lain- nya juga mereka bawakan. Mulai dari repertoar zaman renaisans hingga za- man barok, semisal milik F Sponga, V Jeliae, J Clarke, H Purcell, GF Handel, dan JS Bach.Kehadiran Ad Gloriam Brass ke Indonesia merupakan kedua kalinya. Sebelumnya, mereka sempat konser pada November 2010 lalu. (Iwa/M-1) P ENAMPILAN perdana Maria Pia De Vito (vokal) dan Huw Warren (piano) di Gedung Usmar Ismail, Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa (6/12) malam, sungguh istimewa. Dua musikus jazz itu pun merasakan sebuah sambutan yang antusias dari pemirsa. Meski hanya menggunakan sebuah piano, mereka mampu menyuguh- kan performa secara apik. Maria Pia De Vito dan Huw Warren membuka penampilan dengan tembang And the Kitchen Sing. Dentingan piano terdengar merdu. Mereka memadukan gaya musik jazz kontemporer. Suara sengau yang se- ngaja dikreasikan De Vito menghadir- kan balutan opera. “Saya melakukan penelitian di In- dia tentang vokal grup. Ada unsur etnik saat orang India berdoa. Saya mengkreasikan unsur etnik itu ke da- lam vokal saya,” ujar De Vito seusai tampil. Kehadiran duo jazz lewat acara ber- tajuk Dialektos di Jakarta itu merupakan persembahan dari Pusat Kebudayaan Italia di Jakarta. Kehadiran Davito dan Warren memberikan sentuhan yang berbeda. Apalagi, musik jazz yang dipadukan dengan unsur etnik jarang sekali dipentaskan. Lewat penampilan selama sekitar 1 jam itu, mereka membawakan 11 lagu, di antaranya Allirallena, Continue, Strummolo a Tiriteppolo, Frevo, O Pata Pata, Siffosse, dan Naviee. Karakteristik budaya kota di bagian selatan Italia, Napoli, menjadi corak khas yang De Vito masukkan dalam penampilannya malam itu. Vokal dengan ritme tersendat-sendat hingga cepat menjadi salah satu gaya yang ia tampilkan. Tak mengherankan jika lewat kreasi karyanya itu segudang pengakuan me- reka peroleh, di antaranya Critics Top Jazz Award (2008) sebagai penyanyi terbaik dan penghargaan untuk rekam- an Mind in Gap (2009). Pada 2010, majalah Jazz It memilih De Vito sebagai penyanyi Italia terbaik. Karakteristik suara De Vito memang sangat khas. Ia membawakan setiap lagu dengan penuh penjiwaan. Bila dilihat, ia seperti sedang memainkan sebuah dramaturgi. Sentuhan berbeda Kolaborasi dengan Warren mem- berikan sentuhan yang berbeda. Selain memainkan piano, ia memanfaatkan instrumen bagian dalam (in side) piano. Hasilnya, terdengar berbagai bunyi instrumentalia seperti bunyi drum, bas, dan harpa. “Saya senang bereksperimen sehing- ga bagian yang jarang disentuh orang dapat saya mainkan. Hasilnya, tentu mengeluarkan suara seperti drum,” jelas peraih BBC Jazz Award itu. Penampilan De Vito-Warren dalam konser tersebut berlangsung meriah. Apalagi, mayoritas penonton merupa- kan warga Eropa yang ada di Jakarta. Kendati menyanyikan lagu secara merdu, De Vito juga bisa menunjukkan kepiawaiannya dalam bernyanyi tanpa lirik pada tiga lagunya. Di saat itulah, para penonton pun dibuat terkagum- kagum. Hanya terdengar irama suara, semi- sal hu hu hu, pa pa pa pa, dan cik cik cik. Menurutnya, lagu tanpa lirik sebagai bentuk penampilan tradisional Napoli. Namun, ia mengombinasikannya de- ngan etnik di New Delhi, India. Ritmik suara yang ia improvisasikan menghasilkan suara mendesis. Ada irama seperti instrumen drum, harpa, simba, dan bas. “Saya memberikan konsep dan Huw mengaransemenkan irama musiknya,” papar De Vito sambil meneguk sebotol air mineral. Malam itu memang konser yang berbeda. (M-1) [email protected] Duo musikus jazz De Vito-Warren menghadirkan balutan musik etnik. Pertautan antaretnik Italia melahirkan warna baru dalam jazz kontemporer. Simfoni Hati Ad Gloriam Brass BREAK NEW RELEASE Album : Liberty Artis : Nidji Label : Musica Studio TIDAK hanya merilis satu album, Nidji bahkan merilis sekaligus dobel album. Laman Musica Studio, label tempat Nidji bernaung, menyebutkan bahwa Liberty akan rilis akhir 2011 dan Victory pada awal 2012. Pada Liberty, Giring (vokalis), Rama dan Ariel (gitaris), Adri (drumer), Andro (basis), dan Run-D (keyboardis) makin dewasa. Pernikahan sang vokalis memberi pengaruh pada lagu Jangan Takut. Lagu dengan aransemen ringan menjadi penanda album keempat Nidji yang bertajuk Liberty Victory (2011). “Cynthia, istri saya, saat karantina Nidji di Cisarua, kami sedikit cek- cok karena isu kepercayaan. Di saat kekesalan tersebut saya mencoba membuat nada berdasarkan progresif chord yang diberikan teman-teman. Kata-kata pertama yang keluar ialah ‘Jangan-jangan takut lagi, jangan-jangan takut aku. Ku bukan dia yang tidak setia’,” kata Giring. (Zat/M-1) Lagu : Puritan Artis : Molukka Hip-Hop Community (MHC) Label : Molukka Island Vibes KOMUNITAS musik Molukka Hip-Hop Community (MHC) meluncurkan videoklip lagu Puritan yang berdurasi 4,27 menit di Taman Budaya Maluku, awal pekan ini. Video minimalis garapan sutradara Angga Dwimas Sasongko itu menghadirkan berbagai visualisasi etnik khas Maluku yang muncul bergantian seperti tato di tubuh enam raper, yakni Morika Tetelepta, Franz Nendissa, Michael Persunay, Mark Ue, Revelino Berry, Nixon Pormes, dan Henry Tetelepta, saat menyanyikan Puritan. Lagu ciptaan Morika Tetelepta dan Franz Nendissa tersebut merupakan tembang keempat dari 10 lagu dalam album terbaru MHC, Beta Maluku, yang diluncurkan di Jakarta, pertengahan Mei 2011. Peluncuran videoklipnya dihadiri musisi Glenn Fredly La- tuihamallo yang memproduseri album Beta Maluku, pendiri Jogja HipHop Foundation Marzuki Muhammad, dan sutradara lm dokumenter Hiphopjogjadininggrat Chandra Hutagaol. (Ant/Zat/M-1) SABTU, 10 DESEMBER 2011 17 M U SIK AKSI DIVA: KONSER mini kelompok musik ansambel Ad Gloriam Brass dari Kroasia di Hotel Sari Pan Pacifik, Jakarta, pekan lalu Kelompok musik itu terbentuk di Zagreb pada 1993, di Jakarta mereka memainkan berbagai repertoar klasik. IWAN KURNIAWAN Tiket Rod Dibanderol Rp15 Juta SEBAGIAN dari Anda pasti me- ngenal penyanyi asal Inggris Rod Stewart. Penyanyi gaek kelahiran 10 Januari 1945 itu ternyata masih dinanti-nanti kedatangannya di Jakarta. Perwakilan dari Big Daddy, Mi- chael Rusli, mengungkapkan bahwa konser Rod ini merupakan yang ter- mahal yang mereka buat. Pasalnya harga tiket paling tinggi dibanderol Rp15 juta. “Setiap show ada harga ekonomis- nya, kita sudah kalkulasi. Memang ini yang paling fix dan pantas. Memang secara nominal kedengarannya mahal, namun Rp15 juta sih benar-benar yang pantas untuk konser sekelas Rod Stewart,” paparnya. Lebih lanjut Michael mengatakan pada konser ini panitia menghabiskan biaya sebesar Rp20 miliar sehingga pantas mereka membanderol tiket seharga tersebut. Adapun tiket paling murah dibanderol Rp1,5 juta. “Makanya harga tiket enggak bisa dimurahin,” ujarnya saat konferensi pers konser The Greatest Hits of Rod Stewart di Hotel Ritz-Carlton Pacic Place, SCBD, Jakarta Selatan, Rabu (7/12). (*/M-1) Tabuh Gamolan 25 Jam Nonstop DALAM rangka memecahkan rekor Muri, di Lampung dige- lar tabuh gamolan, yakni alat musik dari bambu, selama 25 jam nonstop. Acara tabuh gamolan berlangsung di Lapangan Korpri Perkantoran Gubernur Lampung di Bandar Lampung, Rabu (7/12), dihadiri peneliti gamolan asal Australia Prof Margaret J Kartomi. Sebanyak 25 kelompok pemusik masing-masing memainkan alat musik tradisional itu selama 1 jam, kemudian disusul grup lain dan seterusnya. Kelompok pemain musik gamolan itu tidak hanya siswa sekolah, tapi juga mahasiswa. Aksi tabuh gamolan dimulai Rabu pukul 09.00 hingga Kamis (8/12) pukul 10.00 WIB. Menurut Prof Margaret J Kartomi, alat musik yang dimainkan itu berupa delapan lempengan bambu yang diikat secara bersambungan dengan tali rotan yang di- susupkan melalui sebuah lubang yang ada di setiap lempengan dan simpul di bagian teratas lempengan. “Tangga nada gamolan Lampung berdasarkan arkeologi atau instrumen ialah ‘do re mi so la si do’. Keunikan alat musik gamolan tidak ada tangga nada ‘fa’,” kata dia. “Adapun gamelan Jawa slendro instrumennya ialah ‘do re mi so la si’,” kata Kartomi. (Ant/M-1) Suara Rimba dari Napoli AP/ABC-DONNA SVENNEVIK

Upload: doanduong

Post on 05-Aug-2018

220 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: SABTU, 10 DESEMBER 2011 Suara Rimba melahirkan … · Indonesia ini menampilkan kebolehan Warren dalam memainkan alat musik serta ... Simfoni Hati Ad Gloriam Brass ... mencoba membuat

DOK. JHONI HUTAPEA

KONSER JAZZ ITALIA: Dua musikus jazz asal Italia, Maria Pia De Vito (vokal) dan Huw Warren (pianis) menggelar konser jazz bertajuk Dialektos di PPHUI Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa (6/12). Acara berdurasi 90 menit yang digelar oleh Kedutaan Besar Italia untuk Indonesia ini menampilkan kebolehan Warren dalam memainkan alat musik serta vokal Maria yang sangat memukau para penonton.

MI/GRANDYOS ZAFNA

ANTARA/WAHYU PUTRO A

KONSER mini kelompok musik ansam-bel Ad Gloriam Brass dari Kroasia me-nyuguhkan sebuah pertautan budaya Barat. Balutan instrumen klasik zaman renaisans masih terdengar.

Ada kekhasan instrumen yang mer-eka hadirkan. Perpaduan di antara musisi menghadirkan gaya dan corak berbeda. Mereka tak sekadar bermusik. Ada sebuah kekompakan dalam mem-bawakan sederet repertoar.

“Ini sebagai jembatan untuk mem-pererat kami dengan Indonesia. Selain

hubungan diplomasi, musik bisa lebih menyatukan,” ujar Duta Besar Kroasia untuk Indonesia HE Zeljko Cimbur di sela-sela penampilan Ad Gloriam Brass di Hotel Sari Pan Pacifi c, Jakarta, pekan lalu.

Kelompok musik itu terbentuk di Zagreb pada 1993. Para personelnya merupakan musisi ternama. Mereka masih tercatat sebagai musisi kawak-an di Croatian National Theater dan Zagreb Philharmonic.

Ad Gloriam Brass dikawal Stjepan

Filipic (trompet), Igor Hrustek (trom-pet), Tomislav Payer (trompet), Srdan Peic (horn), Mario Sincek (trombon), Ivica Gecek (tuba), dan Robert pada drum.

Penampilan selama 60 menit berbeda dengan konsep konser pada umum-nya. Mereka lebih leluasa berinteraksi dengan penonton yang kebetulan, mayoritas orang-orang Kroasia yang saat ini tinggal di Jakarta.

Penampilan mereka dengan instru-men berjudul Uvertira u D-duru iz Suite.

Penonton yang memenuhi pelataran lobi hotel berdecak kagum. Instrumen tersebut terasa seperti menyayat hati. Apalagi, suara trompet dimainkan begitu syahdu.

Setelah menampilkan instrumen, berturut-turut mereka membawakan Hopper Dance, Aqua de Beber, dan Obliv-ios. Unsur semangat dalam tiga instru-men itu terdengar jelas.

Meski tak menggunakan suara, instrumen-instrumen itu seakan bisa berbicara dengan bahasa musik. Ada unsur kesedihan, kepedihan, dan keba-hagiaan. “Ada unsur tradisional,” tukas Cimbur, seraya meneguk segelas bir.

SopanSetiap kali Ad Gloriam Brass selesai

memainkan sebuah instrumen, mereka langsung berjajar bersama-sama. Se-raya mendengar aba-aba sang drumer, mereka pun menundukkan kepala.

Pemberian hormat itu cukup khas. Sontak, penonton pun mengira mereka sudah menyelesaikan konser mini itu. “Ini cara tradisional kami memberi hor-mat. Bukan bermaksud membuat orang penasaran,” timpal Robert, santai.

Performa mereka semakin apik saat mereka membawakan repertoar milik Francesko Sponga Usper, seorang kom-poser terkenal asal Kroasia.

Sejumlah repertoar ternama lain-nya juga mereka bawakan. Mulai dari repertoar zaman renaisans hingga za-man barok, semisal milik F Sponga, V Jeliae, J Clarke, H Purcell, GF Handel, dan JS Bach.Kehadiran Ad Gloriam Brass ke Indonesia merupakan kedua kalinya. Sebelumnya, mereka sempat konser pada November 2010 lalu. (Iwa/M-1)

PENAMPILAN perdana Maria Pia De Vito (vokal) dan Huw Warren (piano) di Gedung Usmar Ismail, Kuningan,

Jakarta Selatan, Selasa (6/12) malam, sungguh istimewa. Dua musikus jazz itu pun merasakan sebuah sambutan yang antusias dari pemirsa.

Meski hanya menggunakan sebuah piano, mereka mampu menyuguh-kan performa secara apik. Maria Pia De Vito dan Huw Warren membuka penampilan dengan tembang And the Kitchen Sing.

Dentingan piano terdengar merdu. Mereka memadukan gaya musik jazz kontemporer. Suara sengau yang se-ngaja dikreasikan De Vito menghadir-kan balutan opera.

“Saya melakukan penelitian di In-dia tentang vokal grup. Ada unsur etnik saat orang India berdoa. Saya mengkreasikan unsur etnik itu ke da-lam vokal saya,” ujar De Vito seusai tampil.

Kehadiran duo jazz lewat acara ber-tajuk Dialektos di Jakarta itu merupakan persembahan dari Pusat Kebudayaan Italia di Jakarta. Kehadiran Davito dan Warren memberikan sentuhan yang berbeda. Apalagi, musik jazz yang dipadukan dengan unsur etnik jarang sekali dipentaskan.

Lewat penampilan selama sekitar 1 jam itu, mereka membawakan 11 lagu, di antaranya Allirallena, Continue, Strummolo a Tiriteppolo, Frevo, O Pata Pata, Siffosse, dan Naviee.

Karakteristik budaya kota di bagian selatan Italia, Napoli, menjadi corak khas yang De Vito masukkan dalam penampilannya malam itu. Vokal dengan ritme tersendat-sendat hingga cepat menjadi salah satu gaya yang ia tampilkan.

Tak mengherankan jika lewat kreasi karyanya itu segudang pengakuan me-reka peroleh, di antaranya Critics Top Jazz Award (2008) sebagai penyanyi terbaik dan penghargaan untuk rekam-an Mind in Gap (2009). Pada 2010, majalah Jazz It memilih De Vito sebagai penyanyi Italia terbaik.

Karakteristik suara De Vito memang sangat khas. Ia membawakan setiap lagu dengan penuh penjiwaan. Bila dilihat, ia seperti sedang memainkan sebuah dramaturgi.

Sentuhan berbedaKolaborasi dengan Warren mem-

berikan sentuhan yang berbeda. Selain memainkan piano, ia memanfaatkan instrumen bagian dalam (in side) piano. Hasilnya, terdengar berbagai bunyi

instrumentalia seperti bunyi drum, bas, dan harpa.

“Saya senang bereksperimen sehing-ga bagian yang jarang disentuh orang dapat saya mainkan. Hasilnya, tentu mengeluarkan suara seperti drum,” jelas peraih BBC Jazz Award itu.

Penampilan De Vito-Warren dalam konser tersebut berlangsung meriah. Apalagi, mayoritas penonton merupa-kan warga Eropa yang ada di Jakarta.

Kendati menyanyikan lagu secara merdu, De Vito juga bisa menunjukkan kepiawaiannya dalam bernyanyi tanpa lirik pada tiga lagunya. Di saat itulah, para penonton pun dibuat terkagum-kagum.

Hanya terdengar irama suara, semi-sal hu hu hu, pa pa pa pa, dan cik cik cik. Menurutnya, lagu tanpa lirik sebagai bentuk penampilan tradisional Napoli. Namun, ia mengombinasikannya de-ngan etnik di New Delhi, India.

Ritmik suara yang ia improvisasikan menghasilkan suara mendesis. Ada irama seperti instrumen drum, harpa, simba, dan bas.

“Saya memberikan konsep dan Huw mengaransemenkan irama musiknya,” papar De Vito sambil meneguk sebotol air mineral. Malam itu memang konser yang berbeda. (M-1)

[email protected]

Duo musikus jazz De Vito-Warren menghadirkan balutan musik etnik. Pertautan antaretnik Italia melahirkan warna baru dalam jazz kontemporer.

Simfoni Hati Ad Gloriam Brass

BREAK

NEW RELEASE

Album : Liberty Artis : Nidji Label : Musica Studio

TIDAK hanya merilis satu album, Nidji bahkan merilis sekaligus dobel album. Laman Musica Studio, label tempat Nidji bernaung, menyebutkan bahwa Liberty akan rilis akhir 2011 dan Victory pada awal 2012.

Pada Liberty, Giring (vokalis), Rama dan Ariel (gitaris), Adri (drumer), Andro (basis), dan Run-D (keyboardis) makin dewasa. Pernikahan sang vokalis memberi pengaruh pada lagu Jangan Takut.

Lagu dengan aransemen ringan menjadi penanda album keempat Nidji yang bertajuk Liberty Victory (2011). “Cynthia, istri saya, saat karantina Nidji di Cisarua, kami sedikit cek-cok karena isu kepercayaan. Di saat kekesalan tersebut saya mencoba membuat nada berdasarkan progresif chord yang diberikan teman-teman. Kata-kata pertama yang keluar ialah ‘Jangan-jangan takut lagi, jangan-jangan takut aku. Ku bukan dia yang tidak setia’,” kata Giring. (Zat/M-1)

Lagu : PuritanArtis : Molukka Hip-Hop Community (MHC)Label : Molukka Island Vibes

KOMUNITAS musik Molukka Hip-Hop Community (MHC) meluncurkan videoklip lagu Puritan yang berdurasi 4,27 menit di Taman Budaya Maluku, awal pekan ini.

Video minimalis garapan sutradara Angga Dwimas Sasongko itu menghadirkan berbagai visualisasi etnik khas Maluku yang muncul bergantian seperti tato di tubuh enam raper, yakni Morika Tetelepta, Franz Nendissa, Michael Persunay, Mark Ufi e, Revelino Berry, Nixon Pormes, dan Henry Tetelepta, saat menyanyikan Puritan.

Lagu ciptaan Morika Tetelepta dan Franz Nendissa tersebut merupakan tembang keempat dari 10 lagu dalam album terbaru MHC, Beta Maluku, yang diluncurkan di Jakarta, pertengahan Mei 2011.

Peluncuran videoklipnya dihadiri musisi Glenn Fredly La-tuihamallo yang memproduseri album Beta Maluku, pendiri Jogja HipHop Foundation Marzuki Muhammad, dan sutradara fi lm dokumenter Hiphopjogjadininggrat Chandra Hutagaol. (Ant/Zat/M-1)

SABTU, 10 DESEMBER 2011 17MUSIK

AKSI DIVA: KONSER mini kelompok musik ansambel Ad Gloriam Brass dari Kroasia di Hotel Sari Pan Pacifik, Jakarta, pekan laluKelompok musik itu terbentuk di Zagreb pada 1993, di Jakarta mereka memainkan berbagai repertoar klasik.

IWAN KURNIAWAN

Tiket Rod Dibanderol Rp15 JutaSEBAGIAN dari Anda pasti me-ngenal penyanyi asal Inggris Rod Stewart. Penyanyi gaek kelahiran 10 Januari 1945 itu ternyata masih dinanti-nanti kedatangannya di Jakarta.

Perwakilan dari Big Daddy, Mi-chael Rusli, mengungkapkan bahwa konser Rod ini merupakan yang ter-mahal yang mereka buat. Pasalnya harga tiket paling tinggi dibanderol Rp15 juta.

“Setiap show ada harga ekonomis-nya, kita sudah kalkulasi. Memang ini yang paling fix dan pantas.

Memang secara nominal kedengarannya mahal, namun Rp15 juta sih benar-benar yang pantas untuk konser sekelas Rod Stewart,” paparnya.

Lebih lanjut Michael mengatakan pada konser ini panitia menghabiskan biaya sebesar Rp20 miliar sehingga pantas mereka membanderol tiket seharga tersebut. Adapun tiket paling murah dibanderol Rp1,5 juta.

“Makanya harga tiket enggak bisa dimurahin,” ujarnya saat konferensi pers konser The Greatest Hits of Rod Stewart di Hotel Ritz-Carlton Pacifi c Place, SCBD, Jakarta Selatan, Rabu (7/12). (*/M-1)

Tabuh Gamolan 25 Jam NonstopDALAM rangka memecahkan rekor Muri, di Lampung dige-lar tabuh gamolan, yakni alat musik dari bambu, selama 25 jam nonstop. Acara tabuh gamolan berlangsung di Lapangan Korpri Perkantoran Gubernur Lampung di Bandar Lampung, Rabu (7/12), dihadiri peneliti gamolan asal Australia Prof Margaret J Kartomi.

Sebanyak 25 kelompok pemusik masing-masing memainkan alat musik tradisional itu selama 1 jam, kemudian disusul grup lain dan seterusnya. Kelompok pemain musik gamolan itu tidak hanya siswa sekolah, tapi juga mahasiswa.

Aksi tabuh gamolan dimulai Rabu pukul 09.00 hingga Kamis (8/12) pukul 10.00 WIB. Menurut Prof Margaret J Kartomi, alat musik yang dimainkan itu berupa delapan lempengan bambu yang diikat secara bersambungan dengan tali rotan yang di-susupkan melalui sebuah lubang yang ada di setiap lempengan dan simpul di bagian teratas lempengan.

“Tangga nada gamolan Lampung berdasarkan arkeologi atau instrumen ialah ‘do re mi so la si do’. Keunikan alat musik gamolan tidak ada tangga nada ‘fa’,” kata dia. “Adapun gamelan Jawa slendro instrumennya ialah ‘do re mi so la si’,” kata Kartomi. (Ant/M-1)

Suara Rimba dari Napoli

AP/ABC-DONNA SVENNEVIK