ruptur lien

65
REFERAT RUPTUR LIEN DAN PENATALAKSANAANNYA Diajukan kepada Yth : Dr.Hj.Frida Imanuddin,SpB Disusun oleh : Yuddy Afandi 1110 221 090 SMF ILMU BEDAH RSUD. PROF. DR. MARGONO SOEKARDJO FAKULTAS KEDOKTERAN UPN ”VETERAN” JAKARTA 1

Upload: yuddy-afandi-chaniago

Post on 06-Aug-2015

669 views

Category:

Documents


65 download

DESCRIPTION

trauma abdomen

TRANSCRIPT

Page 1: ruptur lien

REFERAT

RUPTUR LIEN DAN PENATALAKSANAANNYA

Diajukan kepada Yth :

Dr.Hj.Frida Imanuddin,SpB

Disusun oleh :Yuddy Afandi1110 221 090

SMF ILMU BEDAHRSUD. PROF. DR. MARGONO SOEKARDJO

FAKULTAS KEDOKTERAN UPN ”VETERAN” JAKARTA

2012

1

Page 2: ruptur lien

HALAMAN PENGESAHAN

Telah dipresentasikan referat dengan judul

RUPTUR LIEN DAN PENATALAKSANAANNYA

Hari/Tanggal :

Tempat : RSUD. PROF. DR. MARGONO SOEKARDJO

MenyetujuiDokter Pembimbing/Penguji

Dr.Hj.Frida Imanuddin,SpB

2

Page 3: ruptur lien

BAB 1PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang

Lien merupakan organ yang paling sering cedera pada saat terjadi trauma tumpul

abdomen atau trauma toraks kiri bagian bawah. Ruptur lien merupakan kondisi yang

membahayakan jiwa karena adanya perdarahan yang hebat. Lien mendapat vaskularisasi yang

banyak, yaitu dilewati kurang lebih 350 liter darah per harinya yang hampir sama dengan satu

kantung unit darah sekali pemberian. Karena alasan ini, trauma pada lien mengancam

kelangsungan hidup seseorang.1,2

Lien terletak tepat di bawah rangka thoraks kiri, tempat yang rentan untuk mengalami

perlukaan. Lien membantu tubuh kita untuk melawan infeksi yang ada di dalam tubuh dan

menyaring semua material yang tidak dibutuhkan lagi dalam tubuh seperti sel tubuh yang sudah

rusak. Lien juga memproduksi sel darah merah dan berbagai jenis dari sel darah putih.1,3

Lien kadang terkena ketika trauma pada torakoabdominal dan trauma tembus abdomen.

Penyebab utamanya adalah cedera langsung karena kecelakaan lalu lintas, terjatuh dari tempat

tinggi, pada olahraga luncur atau olahraga kontak, seperti yudo, karate, dan silat. Trauma lien

terjadi pada 25% dari semua trauma tumpul abdomen. Perbandingan laki-laki dan perempuan

yaitu 3 : 2, ini mungkin berhubungan dengan tingginya kegiatan dalam olahraga, berkendaraan

dan bekerja kasar pada laki-laki. Angka kejadian tertinggi pada umur 15-35 tahun.1,2

Mengingat besarnya masalah serta tingginya angka kematian dan kesakitan akibat ruptur

lien serta perlunya penanganan segera, maka kami menulis referat yang membahas ruptur lien

dan penatalaksanaannya.

Robeknya lien menyebabkan banyaknya darah yang ada di rongga abdomen. Ruptur pada

lien biasanya disebabkan hantaman pada abdomen kiri atas atau abdomen kiri bawah. Kejadian

yang paling sering meyebabkan ruptur lien adalah kecelakaan olahraga, perkelahian dan

kecelakaan mobil. Perlukaan pada lien akan menjadi robeknya lien segera setelah terjadi trauma

pada abdomen. 1

Pada pemeriksaan fisik, gejala yang khas adanya hipotensi karena perdarahan.

Kecurigaan terjadinya ruptur lien dengan ditemukan adanya fraktur costa IX dan X kiri, atau saat

abdomen kuadran kiri atas terasa sakit serta ditemui takikardi. Biasanya pasien juga

3

Page 4: ruptur lien

mengeluhkan sakit pada bahu kiri, yang tidak termanifestasi pada jam pertama atau jam kedua

setelah terjadi trauma. Tanda peritoneal seperti nyeri tekan dan defans muskuler akan muncul

setelah terjadi perdarahan yang mengiritasi peritoneum. Semua pasien dengan gejala takikardi

atau hipotensi dan nyeri pada abdomen kuadran kiri atas harus dicurigai terdapat ruptur lien

sampai dapat diperiksa lebih lanjut. Penegakan diagnosis dengan menggunakan CT scan. ruptur

pada lien dapat diatasi dengan splenectomy, yaitu pembedahan dengan pengangkatan lien.

Walaupun manusia tetap bisa hidup tanpa lien, tapi pengangkatan lien dapat berakibat mudahnya

infeksi masuk dalam tubuh sehingga setelah pengangkatan lien dianjurkan melakukan vaksinasi

terutama terhadap pneumonia dan flu diberikan antibiotik sebagai usaha preventif terhadap

terjadinya infeksi. 1

1.2. Batasan masalah

Referat ini membahas tentang anatomi dan fisiologi lien, manifestasi klinik, pemeriksaan

laboratorium, pemeriksaan radiologis serta penatalaksaan ruptur lien meliputi splenektomi dan

splenosis.

1.3. Tujuan penulisan

Referat ini bertujuan untuk menambah pengetahuan dan pemahaman tentang anatomi

dan fisiologi lien, manifestasi klinik, pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan radiologis serta

penatalaksaan ruptur lien meliputi splenektomi dan splenosis.

1.4. Metode penulisan

Metode yang dipakai dalam penulisan referat ini berupa tinjauan kepustakaan dengan

merujuk kepada berbagai literatur dan makalah ilmiah.

4

Page 5: ruptur lien

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi

Ruptur lien merupakan kondisi rusaknya lien akibat suatu dampak penting kepada lien

dari beberapa sumber. Dapat berupa trauma tumpul, trauma tajam, ataupun trauma sewaktu

operasi.1

2.2. Anatomi dan Fisiologi

Lien berasal dari diferensiasi jaringan mesenkimal mesogastrium dorsal. Berat rata-rata

pada manusia dewasa berkisar 75-100 gram, biasanya sedikit mengecil setelah berumur 60 tahun

sepanjang tidak disertai adanya patologi lainnya, ukuran dan bentuk bervariasi, panjang ± 10-

11cm, lebar + 6-7 cm, tebal + 3-4 cm.1

Lien terletak di kuadran kiri atas dorsal di abdomen pada permukaan bawah diafragma,

terlindung oleh iga ke IX, X, dan XI. Lien terpancang ditempatnya oleh lipatan peritoneum yang

diperkuat oleh beberapa ligamentum suspensorium yaitu1,2 :

1. Ligamentum splenoprenika posterior (mudah dipisahkan secara tumpul).

2. Ligamentum gastrosplenika, berisi vasa gastrika brevis

3. Ligamentum splenokolika terdiri dari bagian lateral omentum majus

4. Ligamentum splenorenal.

Lien merupakan organ paling vaskuler, dialiri darah sekitar 350 L per hari dan berisi kira-

kira 1 unit darah pada saat tertentu. Vaskularisasinya meliputi arteri lienalis, variasi cabang

pankreas dan beberapa cabang dari gaster (vasa Brevis). Arteri lienalis merupakan cabang

terbesar dari trunkus celiakus. Biasanya menjadi 5-6 cabang pada hilus sebelum memasuki lien.

Pada 85 % kasus, arteri lienalis bercabang menjadi 2 yaitu ke superior dan inferior sebelum

memasuki hilus. Sehingga hemi splenektomi bisa dilakukan pada keadaan tersebut.Vena lienalis

bergabung dengan vena mesenterika superior membentuk vena porta.1,2 Lien asesoria ditemukan

pada 30 % kasus. Paling sering terletak di hilus lien, sekitar arteri lienalis, ligamentum

splenokolika, ligamentum gastrosplenika, ligamentum splenorenal, dan omentum majus. Bahkan

mungkin ditemukan pada pelvis wanita, pada regio presakral atau berdekatan dengan ovarium

kiri dan pada scrotum sejajar dengan testis kiri. 

5

Page 6: ruptur lien

Dibedakan menjadi 2 tipe 3 :

1. Berupa konstriksi bagian organ yang dibatasi jaringan fibrosa.

2. Berupa massa terpisah.

Gambar 1. Anatomi LienSumber : http://evialfadhl.files.wordpress.com/2012/011/anatomy_spleen.jpg?w=300&h=247

Secara fisik, lien banyak berhubungan dengan organ vital abdomen yaitu, diafragma kiri

di superior, kaudal pankreas di medial, lambung di anteromedial, ginjal kiri dan kelenjar adrenal

di posteromedial, dan fleksura splenikus di inferior.2

Fisiologi

Fungsi lien dibagi menjadi 5 kategori 1,3 :

1. Filter sel darah merah

2. Produksi opsonin-tufsin dan properdin

3. Produksi Imunoglobulin M

4. Produksi hematopoesis in utero

5. Regulasi T dan B limfosit

Pada janin usia 5-8 bulan lien berfungsi sebagai tempat pembentukan sel darah merah

dan putih, dan tidak berfungsi pada saat dewasa. Selain itu, lien berfungsi menyaring darah,

artinya sel yang tidak normal, diantaranya eritrosit, leukosit, dan trombosit tua ditahan dan

dirusak oleh sistem retikuloendotelium disana.1

Lien juga merupakan organ pertahanan utama ketika tubuh terinvasi oleh bakteri melalui

darah dan tubuh belum atau sedikit memiliki antibodi. Kemampuan ini akibat adanya

6

Page 7: ruptur lien

mikrosirkulasi yang unik pada lien.  Sirkulasi ini memungkinkan aliran yang lambat sehingga

lien punya waktu untuk memfagosit bakteri, sekalipun opsonisasinya buruk. Antigen partikulat

dibersihkan dengan cara yang mirip oleh efek filter ini dan antigen ini merangsang respon anti

bodi Ig M di centrum germinale. Sel darah merah juga dieliminasi dengan cara yang sama saat

melewati lien.1,3

Lien dapat secara selektif membersihkan bagian-bagian sel darah merah, dapat

membersihkan sisa sel darah merah normal. Sel darah merah tua akan kehilangan aktifitas

enzimnya dan lien yang mengenali kondisi ini akan menangkap dan menghancurkannya. Pada

asplenia kadar tufsin ada dibawah normal. Tufsin adalah sebuah tetra peptida yang melingkupi

sel – sel darah putih dan merangsang fagositosis dari bakteri dan sel-sel darah tua. Properdin

adalah komponen penting dari jalur alternatif aktivasi komplemen, bila kadarnya dibawah

normal akan mengganggu proses opsonisasi bakteri yang berkapsul seperti meningokokkus, dan

pneumokokkus.1,3

2.3. Patogenesis

Berdasarkan penyebab, ruptur lien dapat dibagi berdasar trauma pada lien yang meliputi1 :

1. Trauma Tajam

Trauma ini dapat terjadi akibat luka tembak, tusukan pisau atau benda tajam lainnya.

Pada luka ini biasanya organ lain ikut terluka tergantung arah trauma. Yang sering

dicederai adalah paru, lambung, lebih jarang pankreas, ginjal kiri dan pembuluh darah

mesenterium.

Pemeriksaan splenografi yang dilakukan melalui pungsi dapat menimbulkan perdarahan.

Perdarahan pasca splenografi ini jarang terjadi selama jumlah trombosit > 70.000 dan

waktu protrombin 20 % di atas normal.

2. Trauma Tumpul

Lien merupakan organ yang paling sering terluka pada trauma tumpul abdomen atau

trauma thoraks kiri bawah. Keadaan ini mungkin disertai kerusakan usus halus, hati, dan

pankreas. Penyebab utamanya adalah cedera langsung atau tidak langsung karena

kecelakaan lalu lintas, terjatuh dari tempat tinggi, pada olahraga luncur dan olahraga

kontak seperti judo, karate dan silat.

Ruptur lien yang lambat dapat terjadi dalam jangka waktu beberapa hari sampai beberapa

minggu setelah trauma. Pada separuh kasus masa laten ini kurang dari 7 hari. Hal ini

7

Page 8: ruptur lien

karena adanya tamponade sementara pada laserasi kecil, atau adanya hematom

subkapsuler yang membesar secara lambat dan kemudian pecah.

3. Trauma Iatrogenik

Ruptur lien sewaktu operasi dapat terjadi pada operasi abdomen bagian atas, umpamanya

karena retractor yang dapat menyebabkan lien terdorong atau ditarik terlalu jauh

sehingga hilus atau pembuluh darah sekitar hilus robek. Cedera iatrogen lain dapat terjadi

pada punksi lien (splenoportografi).

Kelainan patologi dikelompokkan menjadi 1,3 :

a) Cedera kapsul

b) Kerusakan parenkim, fragmentasi, kutub bawah hampir lepas

c) Kerusakan  hillus dilakukan splenektomi parsial

d) Avulsi lien dilakukan splenektomi total

e) Hematoma subkapsuler

2.4. Manifestasi klinik

Tanda fisik yang ditemukan pada ruptur lien bergantung pada adanya organ lain yang

ikut cedera, banyak sedikitnya perdarahan, dan adanya kontaminasi rongga peritoneum.

Perdarahan dapat sedemikian hebatnya sehingga mengakibatkan renjat (syok) hipovolemik hebat

yang fatal. Dapat pula terjadi perdarahan yang berlangsung sedemikian lambat sehingga sulit

diketahui pada pemeriksaan.1

Pada setiap kasus trauma lien harus dilakukan pemeriksaaan abdomen secara berulang-

ulang oleh pemeriksa yang sama karena yang lebih penting adalah mengamati perubahan gejala

umum (syok, anemia) dan lokal di perut (cairan bebas, rangsangan peritoneum).1

Pada ruptur yang lambat, biasanya penderita datang dalam keadaan syok, tanda

perdarahan intrabdomen, atau seperti ada tumor intraabdomen pada bagian kiri atas yang nyeri

tekan disertai anemia sekunder. Oleh karena itu, menanyakan riwayat trauma yang terjadi

sebelumnya sangat penting dalam menghadapi kasus ini.1

Penderita umumnya berada dalam berbagai tingkat renjat hipovolemi dengan atau tanpa

(belum) takikardi dan penurunan tekanan darah. Penderita mengeluh nyeri perut bagian atas,

tetapi sepertiga kasus mengeluh nyeri perut kuadran kiri atas atau punggung kiri. Nyeri di daerah

puncak bahu disebut tanda Kehr, terdapat pada kurang dari separuh kasus. Mungkin nyeri di

daerah bahu kiri baru timbul pada posisi Tredenlenberg. Pada pemeriksaan fisik ditemukan masa

8

Page 9: ruptur lien

di kiri atas dan pada perkusi terdapat bunyi pekak akibat adanya hematom subkapsular atau

omentum yang membungkus suatu hematoma ekstrakapsular disebut tanda Ballance. Kadang

darah bebas di perut dapat dibuktikan dengan perkusi pekak geser.1

2.5. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan hematokrit perlu dilakukan berulang-ulang. Selain itu biasanya didapat

leukositosis.1 Pemeriksaan kadar Hb, hematokrit, leukosit dan urinalisis. Bila terjadi perdarahan

akan menurunkan Hb dan hematokrit serta terjadi leukositosis. Sedangkan bila terdapat eritrosit

dalam urine akan menunjang akan adanya trauma saluran kencing.7

2.6. Pemeriksaan Radiologi

Setelah trauma tumpul, organ intraabdominal yang sering terkena yaitu lien, dan lien

akan cedera dan terbentuk hematom. Meskipun ahli bedah biasanya mencoba untuk mengatasi

trauma ini dengan konservatif, ruptur lien mungkin baru disadari setelah seminggu atau sepuluh

hari setelah trauma pertama. Ada beberapa pemeriksaan yang dapat dilakukan, diantaranya USG,

CT scan dan angiography. Jika ada kecurigaan trauma lien, CT Scan merupakan pemeriksaan

pilihan utama. Pendarahan dan hematom akan tampak sebagai daerah yang kurang densitasnya

dibanding lien. Daerah hitam melingkar atau ireguler dalam lien menunjukkan hematom atau

laserasi, dan area seperti bulan sabit abnormal pada tepi lien menunjukkan subkapular hematom.

Kadang, dengan penanganan konservatif, abses mungkin akan terbentuk kemudian dan dapat

diidentifikasi pada CT Scan karena mengandung gas. Sensitivitas pada CT Scan tinggi, namun

spesifikasinya rendah, dan kadang riwayat dan gejala penting untuk menentukkan diagnosis

banding.2

Gambaran yang paling sering ditemui yaitu fraktur tulang iga kiri bawah. Fraktur iga

menunjukkan adanya tekanan yang kuat pada kuadran kiri atas yang menyebabkan

keadaan patologi pada lien. Fraktur iga kiri bawah terdapat pada 44 % pasien dengan

ruptur lien dan perlu dilakukan pemeriksaan CT Scan lebih lanjut.2

Tanda klasik yang menentukan adanya ruptur lien akut (tingginya diafragma sebelah kiri,

atelektasis lobus bawah kiri, dan efusi pleura) tidak selalu ada dan tidak bisa dijadikan

tanda yang pasti. Namun, tiap pasien dengan diafragma sebelah kiri yang meninggi

disertai dengan trauma tumpul abdomen harus dipikirkan sebagai trauma lien sampai

dibuktikan sebaliknya. 2

9

Page 10: ruptur lien

Tanda yang lebih dapat dipercaya dari trauma pada kuadran kiri atas yaitu perpindahan

ke medial udara gaster dan perpindahan inferior dari pola udara lien. Gambaran ini

menunjukkan adanya massa pada kuadran kiri atas dan menunjukkan adanya hematom

subkapsular atau perisplenik.

o Hematom kuadran kiri atas, jika besar, dapat menggeser bayangan dari tepi caudal

bawah lien, menjadi gambaran splenomegali.

o Hematom subkapsular dapat memberikan gambaran yang hampir sama, dan

massa yang ada memiliki batas yang tegas.

o Pergeseran gambaran ginjal kiri juga mungkin ditemukan. 2

Gambaran yang dapat menunjang yaitu ketika adanya perdarahan retroperitonial atau

darah bebas intraabdominal terlihat kontras dengan yang disebutkan diatas. 2

o Sedikit, jika ada, munculnya efek masa pada kuadran kiri atas

o Batas lien tidak jelas, tapi gambaran ini tidak spesifik.

o Darah retroperitoneal dapat menghapus gambaran ginjal kiri dan batas otot psoas.

o Kumpulan darah bebas di sekitar kolon kiri, menggeser pola udara pada kolon

desenden ke medial.

o Pendarahan yang banyak pada abdomen dapat menghilangkan garis flank.

o Pola udara usus yang sedikit dapat digeser keluar pelvis oleh kumpulan darah.

o Gambaran midpelvik yang opak dengan tepi lateral yang konveks dan tajam dapat

ditemukan.

o Tepi kandung kemih bertambah dan dibatasi oleh gambaran lusen yang tipis

membentuk kubah dan seperti ekstraperitonial fat.

Hematom lien kronik memberikan gambaran yang berbeda dan lebih komplek karena

diikuti dengan daftar panjang diagnosis banding. Perubahan dari hematom subkapsuler

atau parenkimal yaitu menetap, menjadi cair, dan biasanya terserap lagi.2

Kadang, degenerasi kistik dari hematom intrasplenik menyebabkan formasi yang salah

dari kista.

o Sekitar 80 % dari kista lien diperkirakan berasal dari posttrauma. Sekitar 80 %

terbentuk dari kista hemoragik, dan 20 % dari kista serous dan kemungkinan

adanya darah telah diserap kembali semuanya.

10

Page 11: ruptur lien

o Tipis, teratur dan annular kalsifikasi terbentuk sebagai garis fibrosis pada sekitar

30 % kista.

o Bentuk kista simetris dan unilokal, dan terdapat garis kalsifikasi di dalam dan luar

batas..

o Satu buah, besar, annular kalsifikasi lien mirip seperti sebuah kista residual

traumatik pada area tindak endemic untuk organisme Echinococcus.

o Karakteristik dari gambaran kista traumatik tidak begitu spesifik.

o Penyebab utama dari penyebaran kalsifikasi kista lien yaitu infeksi dari

Echinococcus granulosus, tapi organisme ini jarang  ada di normal geografik. 2

Hematom subkapsular merupakan hasil yang umum terjadi dari trauma lien dan

karakteristik gambarannya berbeda dari patologi parenkim. Dalam penyembuhan

hematom, kalsifikasi dari batas kavitas dapat muncul. Tergantung pada proyeksi,

kalsifikasi kavitas dapat muncul linear atau diskoid. Derajat dari efek masa tergantung

dari ukuran regresi hematom. 2

Banyak kelainan patologi lain yang dapat memberikan gambaran yang hampir sama,

seperti pada penyakit sickle sel. Infark lien kronik dapat berkembang menjadi kalsifikasi

yang mirip dengan hematom subkapsular.

Gambar 2. Gambaran trauma lien

11

Page 12: ruptur lien

Sumber : Steven K.R., 2009. Spleen Trauma. University of Illinois School of Medicine, Department of Radiology. Diakses dari http://emedicine.medscape.com/article/373694-overview

pada tanggal 04-11-2012

Tampak gambaran masa yang pinggirnya mengalami kalsifikasi pada kuadran kiri atas dibawah

diafragma. Masa tersebut menggambarkan kalsifikasi hematom lien

Gambar 3a dan 3b. Gambaran cedera lienSumber : Ledbetter, S. dan Smithuis, R., 2007, diakses dari

http://www.radiologyassistant.nl/en/466181ff61073 pada tanggal 04-11-2012

2.6.1. USG

Pemeriksaan USG sulit dilakukan pada pasien trauma yang distensi abdomen, luka-luka.

USG berguna untuk mendiagnosis darah bebas intraperitoneal. Darah dalam peritoneum tampak

sebagai gambaran cairan anechoic, kadang dengan septiasi, memisahkan bagian usus dengan

organ solid disekitarnya. USG kurang sensitif dibanding CT Scan untuk mendiagnosis trauma

organ solid atau trauma intestinal.4

Tujuan utama pemeriksaan USG lien pada trauma tumpul abdomen yaitu untuk menentukan

apakah ada darah di kuadran kiri atas.

Perdarahan akut tampak hipoechoic dan dapat juga hampir anechoic.

Membedakan perdarahan subkapsular dan perisplenic sulit, tapi beberapa tanda dapat

ditemukan yaitu :

o Sebuah gambaran bulan sabit halus sesuai dengan tepi lien dapat dipikirkan

sebagai subkapsular.

12

Page 13: ruptur lien

o Sebagai perbandingan, perdarahan ekstrakapsular biasanya bentuknya tidak

reguler.

o Walaupun efek massa dihasilkan juga pada kedua kasus, perdarahan subkapsular

lebih mungkin merubah bentuk lien.

o Membran diatas subkapsular tipis dan jarang digambarkan, oleh karena itu tidak

adanya temuan ini tidak menunjukkan diagnosis.

Dalam beberapa jam, pembekuan darah terjadi. Echogenesiti meningkat seiring

pembentukkan trombus. Hematom yang telah lama menunjukkan echogenesiti yang sama

atau lebih terang dibanding parenkim dan tetap tampak dalam 48 jam sampai lisis

dimulai. Fase echogenik biasanya sesuai dengan waktu ketika pencitraan dilakukan

dalam keadaan yang paling akut. Sebagai hasil lisis, hematom kembali ke echogenesiti

cairan, dan patologi ini kembali lebih jelas. 2

Kelainan parenkim umum yang halus.

o Laserasi tampak sebagai daerah yang hipoechoic, yang dapat berbentuk tidak

teratur ataupun linear.

o Infark lien mempunyai gambaran yang sama, tapi biasanya lebih baik dapat

ditentukan. Infark berbentuk baji, dengan puncak mengarah ke hilus.

Dibandingkan dengan cedera traumatis dimana distribusi lebih kompleks terlihat.

o Kehalusan cedera parenkim mungkin berhubungan dengan perdarahan lokal yang

terkait. Setiap darah terjebak segera menggumpal, menjadi isoechoic dengan

jaringan sekitarnya

13

Page 14: ruptur lien

Gambar 4. USG abdomen yang menunjukkan cairan bebas peritoneum. Pada trauma tumpul abdomen biasanya hemoperiteneum.

Sumber : Steven K.R., 2009. Spleen Trauma. University of Illinois School of Medicine, Department of Radiology. Diakses dari http://emedicine.medscape.com/article/373694-overview

pada tanggal 04-11-2012

Gambar 5. (a) USG abdomen tampak area anechoic pada daerah trauma. (b) hematom subkapsular.

Sumber : Steven K.R., 2009. Spleen Trauma. University of Illinois School of Medicine, Department of Radiology. Diakses dari http://emedicine.medscape.com/article/373694-overview

pada tanggal 04-11-2012

2.6.2. Computed Tomography

CT digunakan untuk mengevaluasi pasien dengan trauma tumpul tidak hanya sebagai

awal, tetapi juga untuk tindak lanjut, ketika pasien ditangani secara non-bedah. CT juga semakin

banyak digunakan untuk trauma tembus yang secara tradisional ditangani dengan operasi.2

CT pada trauma abdomen:

1. Evaluasi awal dari:

a. Trauma tumpul

b. Trauma tembus

2. Follow up dari pengelolaan non-operatif

3. Menyingkirkan adanya cedera

14

Page 15: ruptur lien

Gambar 6. Laserasi limpa terlihat pada kontras ditingkatkan tomografi sebagai area hipodens linier tidak teratur

Sumber : Hassan, R., et. Al., 2011, diakses dari www.mjms.usm.my pada tanggal 04-11-2012

Gambar 7. Hematoma parenkim (panah) terlihat pada CT-Scan kontras sebagai area hipodens fokus dalam parenkim lienalis ditingkatkan dengan kapsul utuh

Sumber : Hassan, R., et. Al., 2011, diakses dari www.mjms.usm.my pada tanggal 04-11-2012

Gambar 8. Hematoma subcapsular (panah) terlihat sebagai area hipodens dengan perdarahan yang terkumpul pada perisplenic yang melekuk dibawah parenkim yang mendasarinya

Sumber : Hassan, R., et. Al., 2011, diakses dari www.mjms.usm.my pada tanggal 04-11-2012

15

Page 16: ruptur lien

Gambar 9. Darah yang terkumpul pada perisplenic (panah) terlihat sebagai area hpodens di sekitar limpa tanpa efek massa untuk parenkim yang berdekatan

Sumber : Hassan, R., et. Al., 2011, diakses dari www.mjms.usm.my pada tanggal 04-11-2012

Gambar 10. Cedera limpa grade I pada seorang gadis 17 tahun yang terlibat dalam kecelakaan kendaraan bermotor. Dengan menggunakan CT-Scan menunjukkan sobekan kapsuler kurang dari

1 cm pada kutub lebih rendah (panah). Pasien dikelola secara konservatif dengan pemulihan lancar.

Sumber : Hassan, R., et. Al., 2011, diakses dari www.mjms.usm.my pada tanggal 04-11-2012

Gambar 11. Cedera limpa grade I pada laki-laki 35 tahun dalam sebuah kecelakaan industri.CT-Scan dengan kontras menunjukkan perdarahan subcapsular (panah) kurang dari 10% dari

luas permukaan. Dia dikelola secara konservatif dan sembuh dengan baik.Sumber : Hassan, R., et. Al., 2011, diakses dari www.mjms.usm.my pada tanggal 04-11-2012

16

Page 17: ruptur lien

Gambar 12. Cedera limpa grade II pada bocah 13 tahun terluka setelah berkelahi. CT-scan menunjukkan hematoma subkapsular melibatkan 30% -40% dari luas permukaan limpa (panah).

Pasien dikelola secara konservatif dengan pemulihan lancar.Sumber : Hassan, R., et. Al., 2011, diakses dari www.mjms.usm.my pada tanggal 04-11-2012

Gambar 13. Cedera limpa grade II pada seorang pria 30 tahun setelah diserang. CT-scan menunjukkan laserasi 2 cm pada hilus (panah) yang dikonfirmasi pada saat operasi.

Sumber : Hassan, R., et. Al., 2011, diakses dari www.mjms.usm.my pada tanggal 04-11-2012

Gambar 14. Cedera limpa grade III pada anak laki-laki berusia 15 tahun terluka saat pertandingan sepak bola. CT-Scan dengan kontras menunjukkan beberapa luka dan hematoma

intraparenchymal (panah). Pasien dikelola secara konservatif dan sembuh totalSumber : Hassan, R., et. Al., 2011, diakses dari www.mjms.usm.my pada tanggal 04-11-2012

17

Page 18: ruptur lien

Gambar 15. Cedera limpa grade III pada anak laki-laki berusia 18 tahun, cedera ketika sepeda motornya menabrak kerbau. CT-Scan dengan kontras menunjukkan laserasi di kutub atas

(panah). Temuan saat operasi menegaskan laserasi 6 cm dengan haemoperitoneum sekitar 1 liter. Dilakukan splenektomi pada pasien ini.

Sumber : Hassan, R., et. Al., 2011, diakses dari www.mjms.usm.my pada tanggal 04-11-2012

Gambar 16. Cedera limpa grade IV pada anak laki-laki 17 tahun terluka dalam kecelakaan kendaraan bermotor. CT-Scan dengan kontras menunjukkan beberapa luka menyebabkan

devascularisation utama dari limpa. Splenektomi dilakukan untuk pasien ini.Sumber : Hassan, R., et. Al., 2011, diakses dari www.mjms.usm.my pada tanggal 04-11-2012

Gambar 17. Cedera limpa grade V pada seorang pria 18 tahun setelah sepeda motornya menghantam truk. CT-Scan dengan kontras menunjukkan limpa hancur dengan yang dikonfirmasi saat operasi haemoperitoneum volume yang besar. Perhatikan (panah)

menunjukkan perdarahan aktif. Splenektomi dilakukan untuk pasien ini.Sumber : Hassan, R., et. Al., 2011, diakses dari www.mjms.usm.my pada tanggal 04-11-2012

18

Page 19: ruptur lien

Tabel 1 : Grading untuk trauma lien menurut gambaran CT-Scan

Sumber: American Association for the Surgery of Trauma Splenic Injury Scale6

Sebuah cara untuk mengingat sistem ini adalah:

1. Grade 1 kurang dari 1 cm.

2. Grade 2 adalah sekitar 2 cm (1-3 cm).

3. Grade 3 lebih dari 3 cm.

4. Grade 4 adalah lebih dari 10 cm.

5. Grade 5 adalah devascularization total atau maserasi.

Kelemahan grading ini adalah:

1. Sering meremehkan tingkat cedera.

2. kemungkinan variasi antar pembaca

3. Tidak memasukkan:

a. Adanya perdarahan aktif

b. Kontusio

4. Post-traumatik infark

5. Yang paling penting: tidak ada nilai prediktif untuk manajemen non-operasi (NOM)

The Organ Injury Scaling Committee of the American Association for the Surgery of

Trauma juga telah menyusun sistem grading yang telah direvisi pada tahun 1994, sebagai

berikut: 6,7

Grade I

Hematoma subcapsular kurang dari 10% dari luas permukaan

Capsular tear kedalamannya kurang dari 1 cm.

19

Page 20: ruptur lien

Grade II

Hematoma Subkapsular sebesar 10-50% dari luas permukaan

Hematoma intraparenkim kurang dari diameter 5 cm

Laserasi dengan kedalaman dari 1-3 cm dan tidak melibatkan pembuluh darah trabecular.

Grade III

Hematoma subcapsular lebih besar dari 50% dari luas permukaan atau meluas dan

terdapat ruptur hematoma subcapsular atau parenkim

Hematoma Intraparenkim lebih besar dari 5 cm atau mengalami perluasan

Laserasi yang lebih besar dari 3 cm kedalamannya atau melibatkan pembuluh darah

trabecular.

Grade IV

Laserasi melibatkan pembuluh darah segmental atau hilar dengan devascularisasi lebih

dari 25% dari lien.

Grade V

Shattered spleen atau cedera vaskuler hilar.

Tingkat Keyakinan

Dalam pengalaman penulis, secara keseluruhan sensitivitas dan spesifisitas CT dalam

deteksi cedera lien mendekati 100%.

2.6.3. ANGIOGRAPHY

Gambar 18. Arteriogram yang diperoleh dengan injeksi kateter arteri utama lien menunjukkan beberapa daerah ekstravasasi agen kontras parenkim.

Sumber : Steven K.R., 2009. Spleen Trauma. University of Illinois School of Medicine, Department of Radiology. Diakses dari http://emedicine.medscape.com/article/373694-overview

pada tanggal 04-11-2012

20

Page 21: ruptur lien

Gambar 20. Arteriogram lienalis selektif menunjukkan pseudoaneurysms traumatis dengan ekstravasasi di kutub atas.

Sumber : Steven K.R., 2009. Spleen Trauma. University of Illinois School of Medicine, Department of Radiology. Diakses dari http://emedicine.medscape.com/article/373694-overview

pada tanggal 04-11-2012

Gambar 21. Arteriogram diperoleh dengan suntikan arteri lienalis utama setelah embolisasi koil superselectif dari pseudoaneurisma. Opasifikasi kontras irregular masih tampak dengan area

avaskular, itu mungkin mewakili daerah lain dari cedera vaskular.Sumber : Steven K.R., 2009. Spleen Trauma. University of Illinois School of Medicine,

Department of Radiology. Diakses dari http://emedicine.medscape.com/article/373694-overview pada tanggal 04-11-2012

Gambar 22. Arteriogram diperoleh dengan suntikan arteri lien superselektif di kutub atas, menegaskan zona kedua dari gangguan vaskular dengan ekstravasasi agen kontras.

Sumber : Steven K.R., 2009. Spleen Trauma. University of Illinois School of Medicine, Department of Radiology. Diakses dari http://emedicine.medscape.com/article/373694-overview

pada tanggal 04-11-2012

21

Page 22: ruptur lien

Gambar 23. Gambaran arteriographic akhir dari injeksi kateter arteri utama lienalis setelah selektif / embolisasi koil superselektif. Sekitar 50% dari lien telah devascularisasi. Tidak ada sisa

cedera pembuluh darah arteri atau tampak ekstravasasi.Sumber : Steven K.R., 2009. Spleen Trauma. University of Illinois School of Medicine,

Department of Radiology. Diakses dari http://emedicine.medscape.com/article/373694-overview pada tanggal 04-11-2012

Penemuan

Trauma lien dapat menghasilkan berbagai temuan angiografik, baik secara langsung

maupun tidak langsung. Tanda-tanda tidak langsung termasuk perpindahan lien dari dinding

perut dan daerah parenkim avaskular dari hematoma. Ketidakteraturan parenkim atau bintik-

bintik pada lien mungkin akibat dari edema lokal dari memar tanpa kelainan yang jelas.

Fragmentasi lien atau cedera arteri utama menandakan komplikasi yang mengancam

nyawa pada kebanyakan pasien, dan mereka memerlukan intervensi bedah segera.2

2.7. Diagnosis banding

Pada kebanyakan kasus, diagnosis ruptur lien tidaklah sulit. Bagaimanapun juga, ahli

radiologi harus waspada terhadap proses trauma yang memungkinkan terjadinya trauma lien.

1. Benda Asing

Terkadang, bahan yang dimasukkan secara iatrogenic dapat menimbulkan gambaran

ruptur lien pada CT scan. Pada kebanyakan pusat trauma, dilakukan pemasangan NGT,

dan bahan kontras dimasukkan secara oral sebelum pemeriksaan CT scan. Artefak dan

bahan yang tak tembus sinar dari NGT dan bahan kontras dapat menutupi lien dan

menimbulkan kebingungan. Bahan yang tidak tembus sinar dari iga dan artefak dari air

fluid level dari lambung dapat juga menimbulkan hasil positif palsu. Gabungan dari efek-

22

Page 23: ruptur lien

efek ini, ditambah dengan scan yang berkualitas buruk dan besarnya ukuran pasien,

sering terjadi pada praktek sehari-hari.

2. Hematom

Pada derajat tertentu, hemoperitoneum selalu mengikuti terjadinya trauma lien, kecuali

jika bagian subkapsular intak. Walaupun begitu, tidak semua cairan intra abdomen

merupakan hematom. Ahli radiologi harus berhati-hati dalam mengasumsikan bahwa

trauma lien adalah penyebab adanya cairan dalam abdomen atau di sekitar lien.

Kebanyakan trauma tumpul lien terlihat pada anak-anak yang ditabrak oleh kendaraan

bermotor, kejadian yang berhubungan dengan jatuh, atau pengendara kendaraan bermotor

yang mengalami kecelakaan. Kemungkinan terbesar terjadinya positif palsu pada

kecelakaan kendaraan bermotor adalah karena pasien cenderung tua dan telah memiliki

penyakit sebelumnya.

3. Akumulasi cairan

Penyakit hati, pankreas, ginjal, dan kolon bagian kiri dapat menuju pada akumulasi cairan

pada bagian bawah lien. Penyebab lain yang dapat menyebabkan akumulasi cairan tidak

boleh dilupakan, termasuk adanya keganasan abdomen yang tidak terdiagnosis dengan

asites dan dialisis peritoneal. Walau banyak keadaan ini tidak mungkin terjadi,

kesempatan untuk memperoleh informasi dari pasien mungkin tidak ada. Pada

kebanyakan kecelakaan kendaraan bermotor, ada beberapa orang yang terluka. Orang tua

tidak dapat mentoleransi bahkan trauma kecil sekalipun, dan keadaan hemodinamik

mereka biasanya tidak sesuai dengan trauma yang terlihat. Sebagai tambahan, banyak

pasien trauma yang mengalami kecelakaan tiba di rumah sakit setelah penggunaan

alcohol dan obat-obatan. Akibatnya pasien dibawa ke bagian radiologi dalam keadaan

disedasi atau diintubasi.

4. Kista

Banyak hal yang dapat mempengaruhi lien dan menimbulkan gambaran laserasi atau

hematom lien. Ada banyak etiologi kista lien yang telah dilaporkan dalam literatur. Salah

satu etiologi ini dapat menyebabkan kesalahan diagnosis sebagai trauma lien, tapi

23

Page 24: ruptur lien

biasanya tidak menimbulkan hemoperitonium. Abses lien yang disebabkan oleh

endokarditis bakterial, infark lien, dan prosedur invasif dapat menyebabkan trauma lien,

dan ini dapat dihubungkan dengan cairan perilien. Lesi kistik yang menyerupai trauma

dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

- Kongenital : Epidermoid.

- Vaskular : Hematom, kista post trauma (80%), infark kistik, dan peliosis.

- Inflamasi : Abses piogenik, mikroabses jamur akibat Candida, Aspergilus, atau

Cryptococcus. Tuberculosis akibat Mycobacterium avium intracellular, Pneumocytis

carinii, atau Echinococcus. Dan pseudokista pancreas.

- Neoplasma : Hemangioma kavernosus, angiosarkoma, lienngioma, dan metastasis

(melanoma 50%).

5. Infark

Infark pada lien dapat menimbulkan gambaran trauma. Secara klasik, infark dapat

dibedakan dengan bentuk baji atau segitiga. Infark dapat melebar dari batas luar dengan

apeks menuju ke hilus lien. Lingkaran halus parenkim normal dapat terlihat sepanjang

batas luar. Walau infark tidak meningkat, pada lingkaran luar mungkin dapat terlihat

peningkatan karena terdapatnya pembuluh darah. Pada USG dan CT scan, infark dapat

disalah artikan sebagai laserasi tanpa cairan perilien.

6. Keganasan

Tumor pada lien jarang terjadi. Kebanyakan tumor yang berhubungan dengan lien adalah

limfoma, yang mencakupi 70% dari lesi. Sebagai tambahan, penyakit metastatik pada lien

tidak jarang terjadi, dan melanoma, kanker payudara, paru, ginjal, dan ovarium

merupakan kanker primernya. Proses ini terlihat hipoekoik pada USG dan hipodens pada

CT scan, dan dapat menimbulkan gambaran laserasi atau perdarahan intraparenkim.

Penyakit metastatik dapat berhubungan dengan asites yang menimbulkan gambaran

hemoperitoneum. Lesi serupa pada organ lain dan limfadenopati muncul dan

mengecualikan trauma.

24

Page 25: ruptur lien

7. Tumor jinak

Tumor jinak yang paling sering pada lien adalah hemangioma kavernosus. Tumor ini

dapat terlihat hiperekoik atau hipoekoik pada USG dan dapat menimbulkan gambaran

hematom dan darah yang tidak menggumpal. Hemangioma terlihat hipodens pada CT

scan. Lesi jinak dapat menimbulkan gambaran hematom parenkim atau laserasi kecil jika

dekat perifer. Petunjuk untuk diagnosis yang benar adalah perbedaan pada batas dan

bentuk hemangioma dibandingkan dengan trauma. Kalsifikasi seperti bentuk salju atau

phlebolits jarang terjadi, tapi dapat dibedakan dengan trauma. Hemangiomatosis lien

difus adalah keadaan dimana lien membesar dan digantikan hampir seluruhnya oleh

hemangioma. Gambarannya terlihat seperti trauma saat pertama terlihat.

8. Ruptur lien nontraumatik

Ruptur lien nontraumatik jarang terjadi, tapi telah dihubungkan dengan beberapa proses

penyakit. Ini dapat menimbulkan kebingungan, pertama karena kelangkaannya dan kedua

karena dugaan penyebab traumatik. Pemeriksaan teliti terhadap gambar akan menuju

kepada diagnosis yang benar.

9. Sarkoidosis

Sakoidosis adalah penyakit yang tidak diketahui etiologinya yang mana granuloma

muncul di jaringan dan organ terutama pada sistem limfatik. Lien terlibat dalam 24-59%

dari pasien dengan sarkoid, tapi biasanya asimptomatik. Dapat juga menunjukkan gejala

abdominal. Kasus berat dapat menuju kepada hipersplenisme dan ruptur spontan tanpa

etiologi yang jelas. Pada kebanyakan kasus, lien terkena secara difus, dan gambarannya

dapat menyerupai limfoma. Splenomegali tampak pada sekitar sepertiga kasus dan sering

dihubungkan dengan limfadenopati. Nodul hipodens yang terpisah tampak pada CT scan

pada sekitar 15% pasien.

10. Amiloidosis

Lien terlibat pada amiloidosis, penyakit dimana pada sel plasma terjadi penumpukan

amiloid, protein kompleks yang terbentuk terutama dari rantai polipeptida, yang terjadi di

berbagai jaringan dan organ. Amiloidosis dapat terjadi secara primer ataupun sekunder,

25

Page 26: ruptur lien

berhubungan dengan inflamasi kronik (terutama arthritis reumatoid), dan terjadi

berhubungan dengan myeloma multiple. Lien terkena dalam berbagai bentuk amiloidosis

dan muncul secara difus dan homogen pada kebanyakan pasien. Ini dapat terlihat pada

CT scan dengan kontras, tapi abnormalitas focal yang dapat menyerupai laserasi juga

dapat terjadi. Ruptur lien spontan, yang diyakini sebagai akibat kelemahan kapsul akibat

penumpukan amiloid, telah dilaporkan. Berkurangnya atenuasi pada organ yang terlibat

dapat membantu dalam membedakan amiloid dengan trauma.

11. Infeksi

Bartonella adalah organism gram negatif awalnya dianggap terutama menginfeksi pasien

dengan HIV. Tapi, penelitian terkini telah menunjukkan spesies Bartonella yang dapat

menyebabkan penyakit catscratch. Dua proses primer dari infeksi Bartonella, yang

melibatkan hati dan lien disebut bacillary peliosis hepatis. Secara patologis, basili ini

menyebabkan dilatasi kapiler, yang menyebabkan sejumlah kavitas berdinding tipis yang

berisi darah pada hati dan lien. CT scan abdomen menunjukkan adanya lesi multiple pada

hati dan lien dengan liendenopati dan kemunkinan asites. Lesi dapat bergabung

membentuk lesi multilokus atau berseptum. Ruptur lien spontan telah dilaporkan pada

pasien dengan bacillary peliosis hepatis.

12. Trauma sekunder

Proses-proses yang telah disebutkan di atas dapat menyebabkan ruptur lien, yang

menyebabkan derajat trauma. Lien yang membesar dengan massa tumor atau anemia

dapat terluka dengan trauma ringan seperti jatuh saat berjalan. Hemangioma atau kista

dapat ruptur dengan trauma ringan akibat kelemahan pada kapsul. Kondisi-kondisi ini

dihubungkan dengan hemoperitonium atau perdarahan parenkim dan sulit dibedakan

dengan trauma lien.2

2.8. Penatalaksanaan

26

Page 27: ruptur lien

Penatalaksanaan secara tradisional adalah splenektomi. Akan tetapi, splenektomi sedapat

mungkin dihindari, terutama pada anak-anak, untuk menghindari kerentanan permanen terhadap

infeksi. Kebanyakan laserasi kecil dan sedang pada pasien stabil, terutama anak-anak,

ditatalaksana dengan observasi dan transfusi. Kegagalan dalam penatalaksanaan obsevatif lebih

sering terjadi pada trauma grade III, IV, dan V daripada grade I dan II. Pada banyak penelitian,

embolisasi arteri lienalis telah dijelaskan menggunakan berbagai pendekatan. Satu poin utama

dalam pembahasan tentang perbedaan antara embolisasi arteri lienalis utama, embolisasi arteri

lienalis selektif atau superselektif, dan embolisasi arteri lienalis di berbagai tempat. Embolisasi

ini menghambat aliran pada pembuluh yang mengalami perdarahan. Jika pembedahan

diperlukan, lien dapat diperbaiki secara bedah. Tindakan bedah yang dapat dilakukan pada

keadaan rupture lien meliputi splenorafi dan splenektomi.1,5

SPLENORAFI

Splenorafi adalah operasi yang bertujuan mempertahankan lien yang fungsional dengan

teknik bedah. Tindakan ini dapat dilakukan pada trauma tumpul maupun tajam. Tindak bedah ini

terdiri atas membuang jaringan nonvital, mengikat pembuluh darah yang terbuka, dan menjahit

kapsul lien yang terluka. Jika penjahitan laserasi saja kurang memadai, dapat ditambahkan

dengan pemasangan kantong khusus dengan atau tanpa penjahitan omentum.1

SPLENEKTOMI

A. Splenektomi1,14,16

Splenektomi adalah adalah sebuah metode operasi pengangkatan limpa, yang mana organ ini

merupakan bagian dari system getah bening. Splenektomi biasanya dilakukan pada trauma

limpa, penyakit keganasan tertentu pada limpa (hodkin`s disease dan non-hodkin`s limfoma,

limfositis kronik, dan CML), hemolitik jaundice, idiopatik trombositopenia purpura, atau untuk

tumor, kista dan splenomegali. Indikasi lainnya dilakukan splenektomi ialah pada keadaan luka

yang tidak disengaja pada operasi gaster atau vagotomy dimana melibatkan flexura splenika di

usus.

Mengingat fungsi filtrasi lien, indikasi splenektomi harus dipertimbangkan benar. Selain

itu, splenektomi merupakan suatu operasi yang tidak boleh dianggap ringan. Eksposisi lien

27

Page 28: ruptur lien

sering tidak mudah karena splenomegali biasanya disertai dengan perlekatan pada diafragma.

Pengikatan a.lienalis sebagai tindakan pertama sewaktu operasi sangat berguna.1

Splenektomi dilakukan jika terdapat kerusakan lien yang tidak dapat diatasi dengan

splenorafi, splenektomi parsial, atau pembungkusan. Splenektomi parsial bisa terdiri dari eksisi

satu segmen yang dilakukan jika ruptur lien tidak mengenai hilus dan bagian yang tidak cedera

masih vital. Tapi splenektomi tetap merupakan terapi bedah utama dan memiliki tingkat

kesuksesan paling tinggi.1

Splenektomi total

Splenektomi total dilakukan jika terdapat kerusakan parenkim lien yang luas,

avulsi lien, kerusakan pembuluh darah hilum, kegagalan splenorapi dan splenoktomi

parsial. Tindakan splenektomi total tidak perlu diragukan, meskipun ada kemungkinan

terjadinya Opsi. Insiden untuk terjadi opsi lebih berarti bila dibandingkan dengan bahaya

maut karena perdarahan yang hebat. Lebih dari 50% dari semua ruptur lien memerlukan

splenektomi total untuk mengurangi opsi dikemudian hari ada pendapat-pendapat yang

menganjurkan:

1. Autotranplantasi/reimplantasi jaringan lien, yaitu jaringan lien yang telah robek di

implantasikan kedalam otot-otot pada dinding perut atau di pinggang di belakang

peritoneum. Caranya ialah : jaringan lien tadi dimasukkan kedalam injeksi spuit dan

melalui injeksi spuit tadi jaringan lien dimasukkan kedalam otot-otot dinding perut.

2. Polyvaleat pneumococcal vaccine atau pneumovaks dapat dipakai untuk mencegah

terjadinya opsi. Cara-cara dan optimal untuk pemberian suntikan booster belum

diketahui.

3. Prophylaksis dengan antibiotika

Pemberian antibiotika (denicilline, erythomycin, trimethroprim-sulfomethoxazole)

setiap bulan dianjurkan, terutama kali ada infeksi yang menyebabkan demam diatas

38,5°C. juga ada laporan mengenai opsi yang disebabkan karena organisme-organisme

yang sensitif penicilin, pada penderita post splenektomi yang telah diberi penicilin

profilaksis.

28

Page 29: ruptur lien

Splenektomi partial

Bila keadaan dan ruptur lien tidak total sedapat mungkin lien dipertahankan, maka

dikerjakan slpenektomi partial dianggap lebih menguntungkan daripada splenektomi

total.

Cara : eksisi satu segmen dilakukan jika ruptur lien tidak mengenai hilus dan

bagian yang tidak cedera masih vital.

Splenorrhapi

Splenorrhapi adalah operasi yang bertujuan mempertahankan lien yang fungsional

dengan tehnik bedah.

29

Page 30: ruptur lien

Tindak bedah ini terdiri dari membuang jaringan non vital, mengikat pembuluh

darah yang terbuka dan menjahit kapsul lien yang terluka. Luka dijahit dengan jahitan

berat asam poliglikolat atau polidioksanon atau chromic catgut (0-0, 2-0, 3-0) dengan

simple jahitan matras atau jahitan figure of eight. Jika penjahitan laserasi kurang

memadai, dapat ditambahkan dengan pembungkusan kantong khusus dengan atau tanpa

penjahitan omentum.

B. Indikasi dan Kontraindikasi untuk Splenektomi16

Indikasi dilakukannya splenektomi dapat dilihat sebagai berikut.

Elektif :

- Kelainan hematologis

- Bagian dari bedah radikal dari abdomen atas

- Kista/tumor limpa

- Penentuan stadium limfoma (jarang dikerjakan)

Darurat:

- Trauma

Cedera trauma pada limpa ini tidak lagi indikasi langsung atau wajib untuk

operasi atau splenectomy, baik pada dewasa atau anak. CT scan atau USG dapat

mendiagnosa cedera lien pada pasien dengan trauma tumpul pada perut atau dada

bagian bawah. Indikasi untuk dapat dilakukannya operasi pada orang dewasa

meliputi akumulasi signifikan perdarahan intraperitoneal (lebih dari 1.000 ml),

persyaratan untuk lebih dari 2 unit transfusi darah, semakin menurun hemoglobin

konsentrasi atau ketidakstabilan hemodinamik.

Pendekatan terhadap limpa yang ruptur berbeda dari suatu splenektomi elektif.

Pasien yang mengalami trauma limpa harus ditangani pertama kali dengan protokol

30

Page 31: ruptur lien

ATLS (advanced trauma life support) dengan kontrol jalan napas,pernapasan dan

sirkulasi. Bilas peritoneum atau pemeriksaan radiologis harus digunakan untuk menilai

cedera abdomen sebelum operasi.

Kontraindikasi open splenektomi

1. Tidak ada kontraindikasi absolute terhadap splenektomy

2. Terbatasnya harapan hidup dan pertimbangan resiko operasi

Kontraindikasi Laparoscopic Splenectomy

1. Riwayat operasi abdominal bagian atas

2. Gangguan koagulasi yang tidak terkontrol

3. Jumlah trombosit yang sangat rendah (<20,000/100>)

4. Perbesaran limpa secara massif misalnya perbesaran lebih dari 4 kali dari normal

5. Hipertensi porta

C. Komplikasi splenektomi15,16,17

I. Komplikasi sewaktu operasi

A. Trauma pada usus.

Karena flexura splenika letaknya tertutup dan dekat dengan usus pada lubang

bagian bawah dari limpa, ini memungkinkan usus terluka saat melakukan operasi.

Perut. Perlukaan pada gaster dapat terjadi sebagai trauma langsung atau sebagai

akibat dari devascularisasi ketika pembuuh darah pendek gaster dilepas.

A. Perlukaan vaskular adalah komplikasi yang paling sering pada saat melakukan

operasi. dapat terjadi sewaktu melakukan hilar diseksi atau penjepitan capsular pada

saat dilakukan retraksi limpa.

B. Bukti penelitian dari trauma pancreas terjadi pada 1%-3% dari splenektomi dengan

melihat tigkat enzim amylase. Gejala yang paling sering muncul adalah hiperamilase

31

Page 32: ruptur lien

ringan, tetapi tidak berkembang menjadi pankreatitis fistula pankeas, dan

pengumpulan cairan dipankreas.

C. Trauma pada diafragma. Telah digambarkan selama melakukan pada lubang superior

tidak menimbulkan kesan langsung jika diperbaiki. Pada laparoskopi splenektomi,

mungkin lebih sulit untuk melihat luka yang ada di pneomoperitoneum. Ruang pleura

meruapakan hal utama dan harus berada dalam tekanan ventilasi positf untuk

mengurangi terjadinya pneumotoraks.

II. Komplikasi setelah operasi

1. Koplikasi pulmonal hampir terjadi pada 10% pasien setelah dilakukan open

splenektomi, termasuk didalamnya atelektasis, pneumonia dan efusi pleura.

2. Abses subprenika terjadi pada 2-3% pasien setelah dilakukan open splenektomi.

Tetapi ini sangat jarang terjadi pada laparoskopi splenektomi (0,7%). Terapi biasanya

dengan memasang drain di bawak kulit dan pemkaian antibiotic intravena.

3. Akibat luka seperti hematoma, seroma dan infeksi pada luka yang sering terjadi

setelah dilakukan open splenektomi adanya gangguan darah pada 4-5% pasien.

Komplikasi akibat luka pada laparoskpoi splenektomi biasanya lebih sedikit (1,5%

pasien).

4. Komplikasi tromsbositosis dan dan trombotik. Dapat terjadi setelah dilakukan

laparoskopt splenektomi.

5. Ileus dapat terjadi setelah dilakukan open splenektomi, juga pada berbagai jenis

operas intra-abdominal lainnya.

6. infeksi pasca splenektomi (Overwhelming Post Splenektomy Infection) adalah

komplikasi yang lambat terjadi pada pasien splenektomi dan bisa terjadi kapan saja

selama hidupnya.

7. Splenosis, terlihat adanya jaringan limpa dalam abdomen yang biasanya terjadi pada

setelah trauma limpa.

8. Pancreatitis dan atelectasis.

Pengangkatan lien dapat dilakukan pada kondisi berikut :

32

Page 33: ruptur lien

1. Pecahnya lien dalam kecelakaan karena lien tidak dapat dijahit karena sangat vaskular

dan rapuh oleh karena itu untuk menyelamatkan lien pasien harus diangkat.

2. Pada penyakit kronis misalnya malaria dan Kala Azar, lien sangat membesar sehingga

menghasilkan ketidaknyamanan kepada pasien karena itu lien harus diangkat.

Efek Pengangkatan Lien :

1. Sel darah merah harus benar-benar dihitung (seharusnya mengalami peningkatan sel

darah merah) karena penghancuran sel darah merah oleh lien terhenti, tapi mengejutkan

karena jumlah sel darah merah yang dihitung akan sedikit berkurang yaitu anemia ringan.

2. Sel darah putih dan trombosit akan meningkat.

3. Mekanisme pertahanan oleh sistem kekebalan tubuh akan kurang.

4. Tidak akan ada pertahanan terhadap tetanus karena lien satu-satunya tempat di mana ada

kekebalan terhadap tetanus.

Seperti yang terlihat dari poin di atas setelah pengangkatan lien orang dapat hidup

normal, kecuali dia harus sangat berhati-hati terhadap infeksi tetanus.8

Penatalaksanaan Pasien dengan Splenektomi

Tabel 3. Penatalaksanaan pasien dengan splenektomi

Sumber : Jones, P., 2010, Postsplenectomy Infection Strategies for prevention in general practice. Australian Family Physician Vol. 3. No.6. Diakses

http://www.racgp.org.au/afp/201006/201006jones.pdf pada tanggal 04-11-2012

33

Page 34: ruptur lien

SPLENOSIS

Splenosis adalah autotransplantasi jaringan lien setelah splenektomi traumatik atau

pembedahan. Splenosis biasanya terjadi setelah rupture akibat trauma dari lien dan didefinisikan

sebagai autotransplantasi jaringan lien terhadap ectopic sites (bukan tempatnya). Paling sering

terjadi sebagai nodul intraperitoneal yang ditemukan baik kebetulan atau setelah ada gejala

komplikasi, dan mungkin akan menjadi jelas beberapa tahun setelah trauma. Splenosis

kebanyakan tanpa gejala yang menyebabkan dilakukannya investigasi yang tidak perlu dalam

rangka untuk membedakannya dari lesi jinak atau ganas lainnya. Ketika terdapat pada beberapa

tempat (dengan beberapa manifestasi) yang terlibat, keadaannya menjadi lebih kompleks.9

Splenosis terdapat pada satu hingga dua pertiga pasien yang menjalani splenektomi

karena trauma. Implantasi dari serpihan (bagian) lien paling sering terjadi pada permukaan usus

halus dan usus besar, omentum yang lebih besar, peritoneum parietalis, mesenterium, dibawah

permukaan diafragma, dan lebih jarang dalam kasus-kasus trauma berat, terjadi pada intrahepatik

atau bahkan intrathoracic. Meskipun splenosis jarang dapat menimbulkan gejala sebagai nyeri

perut atau nyeri testis yang samar-samar, obstruksi usus karena adanya perlengketan, perdarahan

saluran cerna dan pecah spontan, biasanya hal tersebut merupakan ditemukan secara tidak

sengaja selama operasi, baik dengan laparoskopi ataupun pencitraan. Jika kita telah

mempertimbangkan splenosis, tanda-tanda dari sisa jaringan limpa sebagai tidak adanya Howell-

Jolly bodies, siderocytes, Heinz bodies dan sel darah merah pada hapusan darah perifer dapat

membantu. Kesimpulannya, semua pasien dengan riwayat operasi atau trauma limpa harus

dipertimbangkan hipotesis splenosis dalam diagnosis diferensial dari massa yang baru

ditemukan.

Gambar 24. Gambar intraoperatif menampakkan massa kebiruan-merah besar dan implan kecil dengan melibatkan beberapa permukaan peritoneum pelvis menunjukkan jaringan limpa ektopik.Sumber : Jorge C. Ribeiro, Carlos M. Silva, Americo R. Santos., 2006. Splenosis. A Diagnosis to

be Considered. International Braz J Urol Vol. 32 (6): 678-680, November - December, 2006. Diakses dari http://www.scielo.br/pdf/ibju/v32n6/v32n6a08.pdf pada tanggal 04-11-2012

34

Page 35: ruptur lien

Splenosis adalah kondisi jinak yang umumnya terjadi setelah limpa pecah melalui trauma

atau operasi. Splenosis biasanya ditemukan kebetulan dan biasanya tidak mempunyai gejala dan

tidak ada terapi yang diindikasikan. Namun, secara radiografi splenosis dapat menyerupai

keganasan, dan kebanyakan pasien harus menjalani berbagai macam pemeriksaan untuk

menentukan diagnosis penyakit yang dimilikinya. Metode diagnostik pilihan adalah skintigrafi

nuklear, khususnya, panas-yang memindai sel darah merah rusak. Splenosis biasanya terjadi

dalam rongga perut dan panggul, tetapi beberapa pasien telah dilaporkan dengan lesi splenosis

pada intrathoracic, subkutan, intrahepatik dan intrakranial.10

OVERWHELMING POST SPLENECTOMY INFECTION

Pasien yang liennya telah diangkat merupakan pasien dengan risiko infeksi yang

signifikan, karena lien adalah jaringan limfoid terbesar dalam tubuh. Infeksi postsplenectomy

berat (OPSI) adalah proses fulminan serius yang membawa tingkat kematian yang tinggi.

Patogenesis dan risiko berkembangnya infeksi postsplenectomy berat (OPSI) yang fatal tetap

tidak jelas.11

Gejala Infeksi Postsplenectomy Berat (OPSI)King dan Shumacker pertama kali mendeskripsikan sepsis akibat bakteri setelah splenektomi pada bayi dan anak-anak pada tahun 1952. Kemudian

muncul bahwa sindrom ini setara terjadi pada orang dewasa asplenic. Gejala yang tidak spesifik dan gejala fisik ringan postsplenectomy muncul pada tahap awal OPSI,

yang meliputi kelelahan, kulit menjadi berwarna, penurunan berat badan, sakit perut, diare, sembelit, mual, dan sakit kepala. Pneumonia dan meningitis concomitants

sering lebih parah. Perjalanan klinis menjadi cepat dan dapat berkembang menjadi koma dan kematian dapat terjadi dalam waktu 24 sampai 48 jam, karena tingginya

insiden shock, hipoglikemia, serta asidosis yang ditandai dengan gangguan elektrolit, distress pernapasan, dan koagulasi intravaskular diseminata (DIC). Angka

kematian adalah 50% -70% meskipun dengan terapi agresif yang mencakup cairan infus, antibiotik, vasopressor, steroid, heparin, Packed Red Cell (PRC), trombosit,

cryoprecipitates, dan Fresh Frozen Plasma (FFP). Perjalanan klinis kemudian sering disebut cermin dari sindrom Waterhouse-Friderichsen (WFS), dan perdarahan

adrenal bilateral dapat ditemukan pada otopsi. Mekanisme yang menghubungkan splenektomi untuk WFS tidak diketahui tetapi kemungkinan penyebab OPSI termasuk

hilangnya fungsi fagositik lien, penurunan kadar imunoglobulin serum, penekanan kepekaan limfosit, atau perubahan dalam sistem opsonin.11

Tabel 2. Manifestasi Klinis Infeksi Postsplenectomy Berat (OPSI)

Infeksi samar (cryptic) (fokus tidak jelas)

Prodromal singkat, tidak spesifik

Bakteremia massif dengan organisme berkapsul

Shock septic dengan koagulasi intravaskular diseminata (DIC)

Virulensi: kematian 50% sampai 70%

35

Page 36: ruptur lien

Kematian terjadi kemudian dalam 24 hingga 48 jam

Sumber : Okabayashi, T., Hanazaki, K., 2008, Diakses dari www.wjgnet.com pada tanggal 04-11-2012

Infeksi postsplenectomy berat telah didefinisikan sebagai septikemia dan / atau meningitis,

biasanya fulminan tetapi belum tentu fatal, dan terjadi setiap saat setelah pengangkatan lien.9

Sepsis pada pasien asplenic dapat disebabkan oleh organisme apapun, baik itu bakteri,

virus, jamur, atau protozoa, namun organisme yang berkapsul sering berhubungan dengan sepsis

pada pasien dengan pengangkatan lien. Organisme yang berkapsul seperti Streptococcus

pneumoniae sangat resisten terhadap fagositosis, tapi dengan cepat diatasi dengan adanya atau

bahkan dengan sejumlah kecil jenis-antibodi spesifik. Tanpa lien, produksi antibodi segera

terhadap antigen yang baru ditemui terganggu dan bakteri dapat berkembang biak cepat. Oleh

karena itu, risiko penyakit pneumokokus invasif pada pasien tanpa lien adalah 12-25 kali lebih

besar dari populasi pada umumnya. Penyakit invasif pada pasien asplenic karena organisme yang

berkapsul seperti Streptcoccus pneumoniae (50% -90%), Neisseria meningitides, Hemophilus

influenzae, dan Streptococcus pyogens (25%) menyebabkan pertumbuhan bakteri yang

berlebihan tanpa hambatan.11

Pencegahan terhadap OPSI

Pengobatan OPSI umumnya agresif karena sifat serius dari kondisi yang dialami pasien

dan mortalitas yang terkait. Terdiri dari cairan infus, antibiotik, vasopressor, steroid, heparin,

Packed Red Cell (PRC), trombosit, cryoprecipitates, dan Fresh Frozen Plasma (FFP), mungkin

gagal untuk mengubah sindrom septik fulminan ini. Oleh karena itu, pencegahan OPSI sangat

penting bagi pasien immunocompromised yang telah menjalani splenektomi. Strategi

pencegahan termasuk imunisasi dan pendidikan juga penting bagi pasien yang liennya telah

diangkat. Secara fungsional atau secara anatomi pasien asplenic mengalami peningkatan risiko

infeksi dari organisme yang berkapsul dibandingkan dengan populasi umum. Vaksin yang

tersedia untuk organisme yang paling umum termasuk vaksin pneumokokus 23-valent

polisakarida, vaksin pneumokokus 7-valent protein conjugated, vaksin Hemophilus influenzae

tipe B, dan vaksin meningokokus. Vaksin pneumokokus yang mengandung polisakarida

direkomendasikan untuk semua orang dewasa pada peningkatan risiko infeksi pneumokokus, dan

khususnya pasien asplenic. Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit di Amerika Serikat

(vaksinasi ulang setiap 6 tahun) dan Komite Inggris untuk Standar dalam Hematologi (vaksinasi

36

Page 37: ruptur lien

ulang setiap 5-10 tahun) direkomendasikan untuk vaksinasi ulang pencegahan OPSI, pada saat

yang sama ditekankan perlunya interval yang lebih pendek antara vaksinasi ulang dengan

vaksinasi sebelumnya untuk menjaga konsentrasi antibodi dengan kemungkinan untuk

memberikan perlindungan pada tingkat yang memadai. Sayangnya, sepsis pneumokokus yang

fatal telah dilaporkan pada pasien asplenic. Namun vaksinasi tetap dianjurkan, untuk

menawarkan perlindungan pasien yang teah diangkat liennya karena risiko mereka terhadap

pengembangan penyakit fatal dan karena vaksin itu sendiri menimbulkan risiko minimal.11

Tabel 4. Rekomendasi Pencegahan Infeksi Pada Pasien Asplenik

Sumber : Sumber : Jones, P., 2010, Postsplenectomy Infection Strategies for prevention in general practice. Australian Family Physician Vol. 3. No.6. Diakses

http://www.racgp.org.au/afp/201006/201006jones.pdf pada tanggal 04-11-2012

Jockovich melaporkan tidak ada pasien yang mengalami OPSI jika divaksinasi sebelum

splenektomi, namun OPSI berkembang pada 10,4% dari pasien yang tidak menerima vaksinasi.

Selain itu, OPSI berkembang pada 5% dari pasien yang diberi vaksinasi setelah splenektomi.

Untuk splenektomi elektif, vaksin harus diberikan minimal 2 minggu sebelum operasi.

Akhirnya, pendidikan pasien merupakan strategi wajib untuk mencegah OPSI. Penelitian telah

menunjukkan bahwa dari 11% sampai 50% dari pasien yang telah menjalani pengangkaan lien

tetap tidak menyadari risiko mereka meningkat untuk terkena infeksi serius atau tindakan

37

Page 38: ruptur lien

kesehatan yang tepat yang harus dilakukan. Pasien harus memahami keparahan potensi OPSI dan

kemungkinan perkembangan penyakit yang cepat.11

Tabel 5. Rekomendasi Vaksinasi Profilaksis OPSI

Sumber : http://www.surgicalcriticalcare.net/Guidelines/splenectomy_vaccines.pdf diakses pada tanggal 04-11-2012

Dokter harus menginformasikan setiap profesional kesehatan baru, termasuk dokter gigi,

status asplenic. Secara khusus, adanya peningkatan Howell-Jolly tubuh pada apusan darah tepi

harus disorot pada laporan laboratorium untuk menginformasikan dokter bahwa pasien mungkin

mengaami hyposplenism, informasi ini dan maknanya pada gilirannya harus disampaikan kepada

pasien. Selain itu, saran bagi individu asplenic akan dikeluarkan dengan formulir

dari tanda medis, seperti kartu atau gelang, yang memiliki dua tujuan. Pertama, harus

memberikan sebuah pengingat konstan untuk individu dari kondisi mereka dan, kedua,

pengetahuan tentang negara mereka mungkin penting bagi petugas medis jika terjadi keadaan

darurat.11

38

Page 39: ruptur lien

2.9. Prognosis

Hasil dari penatalaksanaan baik operatif ataupun nonoperatif dari ruptur lien

penyembuhan 90% lebih baik pada pasien yang ditatalaksana secara nonoperatif. Angka

kematian yang berhubungan dengan trauma lien berkisar antara 10% hingga 25% dan biasanya

akibat trauma pada organ lain dan kehilangan darah yang banyak.

39

Page 40: ruptur lien

BAB 3

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Lien merupakan organ yang paling sering terluka pada trauma tumpul abdomen atau

trauma toraks bagian kiri bawah. Penyebab utamanya adalah cedera langsung atau tidak

langsung, yaitu kecelakaan atau kekerasan lain, iatrogenik ataupun spontan pada penyakit lien.

Tanda-tanda trauma lien yaitu rudapaksa dalam anamnesis, tanda kekerasan di pinggang

kiri atau perut kiri atas, patah tulang iga kiri bawah, tanda umum perdarahan (hipotensi,

takikardi, anemia), tanda masa di perut kiri atas, tanda cairan bebas di dalam rongga perut, dan

tanda iritasi peritoneum lokal (kehr) atau iritasi umum.

Pada foto abdomen mungkin tampak gambaran patah tulang iga sebelah kiri, peninggian

diafragma kiri, bayangan lien yang membesar, dan adanya desakan terhadap lambung ke arah

garis tengah. Pemeriksaan CT Scan, payaran radionukleotida, atau angiografi jarang berguna

pada keadaan darurat. Namun CT Scan masih merupakan pemeriksaan pilihan utama karena

sensitivitas pada CT Scan tinggi.

Pada pemeriksaan akan tampak sebagai daerah yang kurang densitasnya dibanding lien.

Daerah hitam melingkar atau ireguler dalam lien menunjukkan hematom atau laserasi, dan area

seperti bulan sabit abnormal pada tepi lien menunjukkan subkapular hematom. USG abdomen

akan tampak hipoechoic pada perdarahan akut, dan pada pemeriksaan angiografi akan tampak

ekstravasasi agen kontras ke parenkim lien.

Setelah diagnosis ditegakkan, trauma lien dapat ditatalaksana konservatif ataupun dengan

pembedahan. Pembedahan yang dapat dilakukan yaitu splenorafi dan splenektomi. Splenektomi

dilakukan jika terdapat kerusakan lien yang tidak dapat diatasi dengan splenorafi.

40

Page 41: ruptur lien

DAFTAR PUSTAKA

1. R. Syamsuhidat, Wim de Jong. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah. Ed.2. Penerbit Buku

Kedokteran EGC, Jakarta. Hal 608-612.

2. Steven K.R., 2009. Spleen Trauma. University of Illinois School of Medicine,

Department of Radiology. Diakses dari http://emedicine.medscape.com/article/373694-

overview pada tanggal 04-11-2012.

3. Brunicardy, Charles, et all. Schwartz’s Principles of Surgery. The Mc Graw-Hill

Companies. 2005.

4. Lisle, David. Imaging for Student, second edition. Arnold, New York. 2001.

5. Beers, Mark Porter, Robert Jones, Thomas. The Merck Manual of Diagnosis and

Therapy (18th ed.). New Jersey: Merck Research Laboratories. 2006.

Diakses dari http://en.wikipedia.org/wiki/Blunt_splenic_trauma pada tanggal 04-11-2012

6. Ledbetter, S. dan Smithuis, R., 2007. Abdominal Trauma – Role of CT. Department of

Radiology of the Brigham and Women's Hospital, Boston and the Rijnland Hospital in Leiderdorp, the

Netherlands. 2007. Diakses dari http://www.radiologyassistant.nl/en/466181ff61073 pada tanggal 04-11-

2012

7. Hassan, R., et. Al., Computed Tomography of Blunt Spleen Injury: A Pictorial Review,

Malaysian J Med Sci. Jan-Mar 2011; 18(1): 60-67, diakses dari www.mjms.usm.my pada

tanggal 04-11-2012.

8. Samudra, L. Ruptur Lien. 2009. Diakses dari

http://banyakbaca.wordpress.com/2009/11/24/ruptur-lien-2009/ pada tanggal 20-06-2011.

9. Javadrashid, R., Paak, N., Salehi, A., 2010. Combined Subcutaneous, Intrathoracic and

Abdominal Splenosis. Archives of Iranian Medicine, Volume 13, Number 4, November

2012.

10. Jorge C. Ribeiro, Carlos M. Silva, Americo R. Santos., 2006. Splenosis. A Diagnosis to

be Considered. International Braz J Urol Vol. 32 (6): 678-680, November - December,

2006. Diakses dari http://www.scielo.br/pdf/ibju/v32n6/v32n6a08.pdf pada tanggal 04-

11-2012

41

Page 42: ruptur lien

11. Okabayashi, T., Hanazaki, K., 2008, Overwhelming postsplenectomy infection syndrome

in adults – A clinically preventable disease., World Journal of Gastroenterology, 14;

14(2): 176-179, Diakses dari www.wjgnet.com pada tanggal 04-11-2012

12. Jones, P., 2010, Postsplenectomy Infection Strategies for prevention in general practice.

Australian Family Physician Vol. 3. No.6. Diakses

http://www.racgp.org.au/afp/201006/201006jones.pdf pada tanggal 04-11-2012

13. CDC. 2006. Post-Splenectomy Vaccine Prophylaxis. Diakses dari :

http://www.surgicalcriticalcare.net/Guidelines/splenectomy_vaccines.pdf pada tanggal

04-11-2012

14. Debas, Haile T. MD. Gastrointestinal Surgery : Pathophysiology and Management.

Springer Verlag New York. 2003.

15. Way, Lawrence . W. Current Surgical Diagnosis and Treatment, 11th Edition. McGraww

Hill and Lange. 2003

16. Morris, Peter J. Oxford Tetbook of Surgery 2nd Edition. Oxford Press. 2000

17. Davidson RN, Wall RA. Prevention and management of infections in patients without a

spleen. Clin Microbial Infect 2001; 7:657-60.

42

Page 43: ruptur lien

Indications for Splenectomy.pdf (application/pdf Object)

Stephen Ledbetter and Robin SmithuisAbdominal Trauma - Role of CT- http://www.radiologyassistant.nl/en/466181ff61073

http://www.laboratoriosilesia.com/upfiles/sibi/GA0707639.pdf Splenosis: A Review

Jorge C. Ribeiro, Carlos M. Silva, Americo R. Santos., 2006. Splenosis. A Diagnosis to be

Considered. International Braz J Urol Vol. 32 (6): 678-680, November - December, 2006. Diakses dari

http://www.scielo.br/pdf/ibju/v32n6/v32n6a08.pdf pada tanggal 04-11-2012

http://bme.case.edu/libraries/Document/alsberg_lab/grikscheit.jsr.2008.pdf Tissue-Engineered Spleen Protects Against OverwhelmingPneumococcal Sepsis in a Rodent Model

http://courseweb.edteched.uottawa.ca/Medicine_hematology/LectureTopics/PDF_files/

Lymphatic%20system%20lecture.pdf

Splenosis affects one to two thirds of patients submitted to splenectomy for trauma (1).

Implantation

from seeding is most frequently in serosal surfaces of small and large intestine, greater omentum,parietal peritoneum, mesentery, diaphragm undersurface and more rarely, in cases of severe trauma, intrahepatic or even intrathoracic (2,3). Although splenosis can seldom present as a vague abdominal or testicular pain, intestinal obstruction from adhesions, GI bleeding and spontaneous rupture, it usually is an incidental finding during surgery, either laparoscopy or imaging (2). If we had considered splenosis, signs of residual splenic tissue as the absence of Howell-Jolly bodies, siderocytes, Heinz bodies and pitted red cells on peripheral blood smear a could have been of help, but their presence is still possible due to less functioning splenosis tissue (2,3). In conclusion, all patients with a history of spleen surgery or trauma should consider the hypothesis of splenosis in differential diagnosis of a newly found mass.

43