ruh al-insaniyyah · dalam menyikapi perbedaan ini, baik kiranya kita bercermin kepada laku nabi...

2
bumi ini hanya Indonesia yang dikaruniai Allah Swt. sebagai bangsa yang mempunyai ratusan suku, bahasa, tradisi dan budaya. Keragaman tersebut bukanlah tragedi, tetapi sebuah potensi yang dapat dijadikan instrumen untuk menciptakan kehidupan yang kreatif, inovatif dan kompetitif. Karena itu perlu adanya langkah pemahaman dalam menghadapi perbedaan ini. Sehingga kita sebagai manusia sukses menjalankan tugas Allah Swt. dengan mengolah perbedaan menjadi harmonisitas sosial. Oleh karena itu perlu kiranya kita melihat beberapa konsep dalam Islam mengenai perbedaan agar kiranya kita dapat memahami dan memaknai kehidupan yang berbeda-beda ini. 1. Ruh aT-ta’addudiyyah: yaitu upaya memahami orang lain. Keragaman manusia bukanlah petaka. Maka keragaman Indonesia merupakan potensi. Untuk mengoptimalkan potensi tersebut perlu kesadaran rakyat negeri ini untuk saling mengenal dan memahami orang lain di sekitarnya. “Sesungguhnya Allah menciptakan kalian terdiri dari laki-laki dan perempuan dan menjadikan kalian berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kalian saling mengenal.” (QS. al-Hujurat ayat 13). 2. Ruh al-Wathaniyyah: yaitu upaya mengembangkan dan melestarikan tradisi. Sudah menjadi kemakluman bersama bahwa luasnya Indonesia dengan berbagai pulau secara geografis juga menjelaskan bahwa negeri ini kaya akan tradisi. Menghormati budaya sendiri dan melestarikannya merupakan upaya menanamkan sikap kebangsaan yang kuat terhadap diri sendiri. Sehingga tercipta suatu identitas individu/komunitas yang dapat melahirkan karakter sebuah bangsa. 3. Ruh al-Insaniyyah: yaitu upaya menjaga komitmen kemanusiaan dalam berbangsa dan bernegara. Yaitu komitmen menjaga esensi kemanusiaan dalam berbangsa dan negara di tengah realitas kemajemukan. Maka kita perlu menyadari bahwa seseorang tidak mungkin dapat melangkah sendirian tanpa orang lain. Semua kelompok masyarakat mempunyai hak dan kewajiban yang sama di mata hukum. Komitmen berbangsa dan bernegara berarti komitmen untuk tidak melakukan penindasan, diskriminasi, serta aksi kejahatan lainnya terhadap kelompok anak bangsa sendiri, hingga bangsa dan negara lain. 4. Ruh at-Tadayyun (Memahami ideologi lain): yaitu upaya menanamkan kesadaran pada diri sendiri bahwa setiap manusia mempunyai ideologi yang tidak harus sama dengan ideologi kita. Di tengah keragaman ideologi, yang paling ideal adalah memahami substansi ideologi sebagai sebuah ajaran yang mencita- citakan kedamaian. Yaitu ideologi Ahlussunnah wal Jama’ah. Empat langkah di atas merupakan tahapan upaya kita menjalin hidup di tengah masyarakat ini biar lebih Islami. Sehingga pada tahap ideal akan terbentuk sebuah tatanan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang sesuai dengan hakikat kemanusiaan. Maka perjuangan yang meletakkan ‘nilai- nilai’ di atas sebagai dasar perjuangan, akan melahirkan sebuah iklim yang ideal, yaitu terciptanya sebuah bangsa yang menempatkan hakikat kemanusiaan di atas segala-galanya. Wallahu a’lam bisshawab. edisi 01 2 edisi 01 3 Mutiara Hikmah Kalam Ulama Kisah Hikmah: “Cara Mbah Hasyim Asy’ari Mengajari Perbedaan Hari Raya” KH. Maksum Ali Seblak Jombang adalah diantara ulama pesantren yang ahli falak (astronomi). Sudah menjadi kelaziman bagi ahli falak untuk melakukan puasa dan lebaran sesuai hasil hisab (perhitungan astronomi) dan rukyat (observasi atau melihat hilal)-nya sendiri. Suatu hari sesuai dengan hasil perhitungannya, Kyai Maksum Ali memutuskan untuk ber-Idul Fitri sendiri yang ditandai dengan menabuh bedug bertalu-talu. Mendengar keriuhan itu, sang mertua, Hadhratus Syaikh KH. Hasyim Asy’ari kaget. Setelah tahu duduk perkaranya, ia menegur: “Bagaimana ini, belum saatnya lebaran kok bedug-an duluan?” Mendapat teguran dari mertuanya itu Kyai Maksum segera menjawab dengan hormat: “Kyai, Kyai, saya melaksanakan Idul Fitri sesuai dengan hasil hisab yang saya yakini ketepatannya.” “Soal keyakinan, ya keyakinan, itu boleh dilaksanakan. Tetapi jangan woro- woro (diumumkan dalam bentuk tabuh bedug) mengajak tetangga segala,” gugat Mbah Hasyim, pendiri NU tersebut. “Tetapi, bukankah pengetahuan ini harus di-ikhbar-kan (diwartakan), Romo?” tanya Kyai Maksum. “Soal keyakinan itu hanya bisa dipakai untuk diri sendiri. Dan nabuh bedug itu artinya sudah mengajak, mengumumkan kepada masyarakat, itu bukan hakmu. Untuk mengumumkan kepastian Idul Fitri itu haknya pemerintah yang sah,” tutur Mbah Hasyim. “Inggih (iya) Romo,” jawab Kyai Maksum setelah menyadari kekhilafannya. (Sumber: KH. Ghazalie Masroerie, Ketua Umum Pengurus Pusat Lajnah Falakiyah Nahdlatul Ulama). Imam Sufyan ats-Tsauri, gurunya Imam Malik Ra., mengatakan: “Setiap maksiat yang timbul dari dorongan syahwat, maka ada harapan ampunan. Dan setiap maksiat yang timbul dari kesombongan (takabbur), maka tak ada lagi harapan ampunan. Karena asal maksiatnya Iblis adalah dari takabbur. Sedangkan asal kesalahannya Nabi Adam As. adalah dari syahwat.” Syaikh Nawawi bin Umar al-Jawi al- Bantani dalam kitab Nashaihul Ibad-nya menjelaskan: 9 Syahwat yaitu keinginan yang teramat sangat akan sesuatu. 9 Takabbur yaitu menganggap diri lebih mulia dari yang lain. Takabburnya Iblis adalah ketika tidak mau hormat kepada Nabi Adam As. atas perintah Allah, dimana ia menganggap dirinya lebih mulia dari Nabi Adam As. yang diciptakan dari tanah sedangkan dirinya dari api. Syahwatnya Nabi Adam As. adalah karena keinginannya yang kuat untuk memakan buah yang dilarang oleh Allah untuk memakannya. Ta’lim Rutinan PT. Aisin Indonesia Setiap Senin Sore Pukul 17.00 s/d 18.00 WIB Minggu Ke-2 & Ke-4 Bersama Habib Seif Alwy Ba’alawi Setiap Rabu Sore Pukul 17.00 S/d 18.00 WIB Minggu Ke-4 Bersama KH. M. Amrin Sholihin

Upload: others

Post on 04-Jul-2020

2 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Ruh al-Insaniyyah · Dalam menyikapi perbedaan ini, baik kiranya kita bercermin kepada laku Nabi Muhammad Saw. selama hidup Madinah. Betapa beliau menghormati kelompok agama lain

bumi ini hanya Indonesia yang dikaruniaiAllah Swt. sebagai bangsa yangmempunyai ratusan suku, bahasa, tradisidan budaya. Keragaman tersebutbukanlah tragedi, tetapi sebuah potensiyang dapat dijadikan instrumen untukmenciptakan kehidupan yang kreatif,inovatif dan kompetitif. Karena itu perluadanya langkah pemahaman dalammenghadapi perbedaan ini. Sehingga kitasebagai manusia sukses menjalankantugas Allah Swt. dengan mengolahperbedaan menjadi harmonisitas sosial.

Oleh karena itu perlu kiranya kitamelihat beberapa konsep dalam Islammengenai perbedaan agar kiranya kitadapat memahami dan memaknaikehidupan yang berbeda-beda ini.

1. Ruh aT-ta’addudiyyah: yaitu upayamemahami orang lain. Keragamanmanusia bukanlah petaka. Makakeragaman Indonesia merupakan potensi.Untuk mengoptimalkan potensi tersebutperlu kesadaran rakyat negeri ini untuksaling mengenal dan memahami oranglain di sekitarnya. “Sesungguhnya Allahmenciptakan kalian terdiri dari laki-laki danperempuan dan menjadikan kalianberbangsa-bangsa dan bersuku-suku agarkalian saling mengenal.” (QS. al-Hujuratayat 13).

2. Ruh al-Wathaniyyah: yaitu upayamengembangkan dan melestarikantradisi. Sudah menjadi kemaklumanbersama bahwa luasnya Indonesiadengan berbagai pulau secara geografisjuga menjelaskan bahwa negeri ini kayaakan tradisi. Menghormati budaya sendiridan melestarikannya merupakan upayamenanamkan sikap kebangsaan yangkuat terhadap diri sendiri. Sehinggatercipta suatu identitas

individu/komunitas yang dapatmelahirkan karakter sebuah bangsa.

3. Ruh al-Insaniyyah: yaitu upaya menjagakomitmen kemanusiaan dalam berbangsadan bernegara. Yaitu komitmen menjagaesensi kemanusiaan dalam berbangsa dannegara di tengah realitas kemajemukan.Maka kita perlu menyadari bahwaseseorang tidak mungkin dapatmelangkah sendirian tanpa orang lain.Semua kelompok masyarakat mempunyaihak dan kewajiban yang sama di matahukum. Komitmen berbangsa danbernegara berarti komitmen untuk tidakmelakukan penindasan, diskriminasi, sertaaksi kejahatan lainnya terhadap kelompokanak bangsa sendiri, hingga bangsa dannegara lain.

4. Ruh at-Tadayyun (Memahami ideologilain): yaitu upaya menanamkan kesadaranpada diri sendiri bahwa setiap manusiamempunyai ideologi yang tidak harussama dengan ideologi kita. Di tengahkeragaman ideologi, yang paling idealadalah memahami substansi ideologisebagai sebuah ajaran yang mencita-citakan kedamaian. Yaitu ideologiAhlussunnah wal Jama’ah.

Empat langkah di atas merupakantahapan upaya kita menjalin hidup ditengah masyarakat ini biar lebih Islami.Sehingga pada tahap ideal akanterbentuk sebuah tatanan kehidupanbermasyarakat, berbangsa dan bernegarayang sesuai dengan hakikat kemanusiaan.Maka perjuangan yang meletakkan ‘nilai-nilai’ di atas sebagai dasar perjuangan,akan melahirkan sebuah iklim yang ideal,yaitu terciptanya sebuah bangsa yangmenempatkan hakikat kemanusiaan diatas segala-galanya. Wallahu a’lambisshawab.

edisi 01

2

edisi 01

3

Mutiara Hikmah Kalam Ulama

Kisah Hikmah:“Cara Mbah Hasyim Asy’ari MengajariPerbedaan Hari Raya”

KH. Maksum Ali Seblak Jombangadalah diantara ulama pesantren yangahli falak (astronomi). Sudah menjadikelaziman bagi ahli falak untuk melakukanpuasa dan lebaran sesuai hasil hisab(perhitungan astronomi) dan rukyat(observasi atau melihat hilal)-nya sendiri.

Suatu hari sesuai dengan hasilperhitungannya, Kyai Maksum Alimemutuskan untuk ber-Idul Fitri sendiriyang ditandai dengan menabuh bedugbertalu-talu. Mendengar keriuhan itu,sang mertua, Hadhratus Syaikh KH.Hasyim Asy’ari kaget. Setelah tahu dudukperkaranya, ia menegur: “Bagaimana ini,belum saatnya lebaran kok bedug-anduluan?”

Mendapat teguran dari mertuanyaitu Kyai Maksum segera menjawabdengan hormat: “Kyai, Kyai, sayamelaksanakan Idul Fitri sesuai dengan hasilhisab yang saya yakini ketepatannya.”

“Soal keyakinan, ya keyakinan, ituboleh dilaksanakan. Tetapi jangan woro-woro (diumumkan dalam bentuk tabuhbedug) mengajak tetangga segala,” gugatMbah Hasyim, pendiri NU tersebut.

“Tetapi, bukankah pengetahuan iniharus di-ikhbar-kan (diwartakan), Romo?”tanya Kyai Maksum.

“Soal keyakinan itu hanya bisadipakai untuk diri sendiri. Dan nabuhbedug itu artinya sudah mengajak,mengumumkan kepada masyarakat, itubukan hakmu. Untuk mengumumkankepastian Idul Fitri itu haknya pemerintahyang sah,” tutur Mbah Hasyim.

“Inggih (iya) Romo,” jawab KyaiMaksum setelah menyadarikekhilafannya.

(Sumber: KH. Ghazalie Masroerie, KetuaUmum Pengurus Pusat Lajnah FalakiyahNahdlatul Ulama).

Imam Sufyan ats-Tsauri, gurunya ImamMalik Ra., mengatakan:

“Setiap maksiat yang timbul dari dorongansyahwat, maka ada harapan ampunan. Dansetiap maksiat yang timbul darikesombongan (takabbur), maka tak adalagi harapan ampunan. Karena asalmaksiatnya Iblis adalah dari takabbur.Sedangkan asal kesalahannya Nabi AdamAs. adalah dari syahwat.”

Syaikh Nawawi bin Umar al-Jawi al-Bantani dalam kitab Nashaihul Ibad-nyamenjelaskan:

9 Syahwat yaitu keinginan yang teramatsangat akan sesuatu.

9 Takabbur yaitu menganggap diri lebihmulia dari yang lain.

Takabburnya Iblis adalah ketika tidak mauhormat kepada Nabi Adam As. atasperintah Allah, dimana ia menganggapdirinya lebih mulia dari Nabi Adam As.yang diciptakan dari tanah sedangkandirinya dari api. Syahwatnya Nabi AdamAs. adalah karena keinginannya yang kuatuntuk memakan buah yang dilarang olehAllah untuk memakannya.

Ta’lim Rutinan PT. Aisin IndonesiaSetiap Senin Sore Pukul 17.00 s/d 18.00 WIB

Minggu Ke-2 & Ke-4 Bersama Habib Seif Alwy Ba’alawi

Setiap Rabu Sore Pukul 17.00 S/d 18.00 WIBMinggu Ke-4

Bersama KH. M. Amrin Sholihin

Page 2: Ruh al-Insaniyyah · Dalam menyikapi perbedaan ini, baik kiranya kita bercermin kepada laku Nabi Muhammad Saw. selama hidup Madinah. Betapa beliau menghormati kelompok agama lain

edisi 01Mohon tidak diaca saat khatib bekhutbah.

aksud kata ‘khalifah’ dalam ayatdi atas adalah manusia.Sedangkan kata asma’ dalam

ayat selanjutnya bermakna ‘nilai’.Maksudnya, Allah Swt. menciptakanmanusia di muka bumi sebagai‘manifestasi’ Allah Swt. yangberkewajiban mengembangkan asma’(nilai) Ilahiyah. Diantara nilai-nilai Ilahiyahdi muka bumi adalah wujudnyakeberagaman makhluk baik binatangataupun tumbuhan. Begitulah sunnatullahyang selalu menjadikan sesuatu denganberagam. Apalagi manusia, Allah Swt.menjadikan manusia dalam berbagaietnis, ras, bangsa, suku, bahasa, statussosial dan sebagainya. Hal itu merupakanmanifestasi Allah Swt.

Sepertinya, Allah Swt. sengajatidak menjadikan komunitas manusiadalam kondisi yang seragam, karena AllahSwt. ingin menguji kualitas manusia,

apakah mereka mampu membangunkeharmonisan dalam perbedaan?Sehingga tercipta kehidupan yang salingmenghormati dalam persaingan yangsehat. Padahal bisa saja Allah Swt.menciptakan manusia dalam satu macamsaja, Allah Swt. berfirman dalam surahMa’idah ayat 48: “Sekiranya Allahmenghendaki, niscaya Allah menciptakankalian dalam kondisi satu komunitas saja.Tetapi Allah hendak menguji kalian denganpemberianNya itu (heterogenitas) kepadakalian. Maka berlomba-lombalah berbuatkebajikan.”

Dalam menyikapi perbedaan ini,baik kiranya kita bercermin kepada lakuNabi Muhammad Saw. selama hidupMadinah. Betapa beliau menghormatikelompok agama lain tanpa harusmengurangi semangat berdakwah Islamkepada mereka. Begitu pula Indonesia,bangsa yang majemuk. Mungkin di atas

M

Bismillahirrahmanirrahim

Empat Ruh dalam IslamIngatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak

menjadikan seorang khalifah di muka bumi.” Mereka berkata: “Mengapa Engkau hendakmenjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya danmenumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan

mensucikan Engkau?” Tuhan berfirman: “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidakkamu ketahui.”

Bersama Menjalin Ukhuwah - Bersatudalam Dakwah - Menuju Mardhotillah

Buletin Jum’atTema :

4 Ruh dalam IslamEdisi 01tahun ke-1 no. 01

terbit:18 Dzul Hijjah 143602 Oktober 2015

edisi 01

4

(Refferensi: Fatâwâ Ibnu Ziyad halaman99, Mathâlibu Ulin-Nuha juz 1 halaman 661dan Kassyâful Qinâ’ halaman 476).

021-9241 4994, 0858 109 29 109Jl. Industri Cikarang - Cibarusah

Desa Sukaresmi, Kec. Cikarang Selatan

Bahtsul Masail:“Imam-Makmum Beda Madzhab”

Tanya: “Bagaimana hukum bermakmumkepada imam yang berbeda madzhabnya?”

Jawab: Untuk menjawab pertanyaan iniperlu ada pemerincian sebagaimanaberikut:

Apabila imam yang berbeda madzhabmasih melaksanakan kewajiban sesuaidengan kewajiban madzhab yang dianutmakmum, maka hukum salat makmumsah. Sebaliknya, jika imam tidakmengerjakan kewajiban sesuai dengankewajiban yang dianut dalam madzhabmakmum, maka salat makmum tidak sah.

Contoh: Seorang penganut madzhabSyafi’i bermakmum kepada imam yangbermadzhab Maliki yang tidak membacaBasmalah dalam al-Fatihahnya. Menurutmadzhab Syafi’i, Basmalah merupakanbagian dari surat al-Fatihah, apabila tidakdibaca dalam salat maka salatnya tidaksah. Sedangkan menurut madzhab MalikiBasmalah bukan bagian dari surat al-Fatihah, jika tidak dibaca dalam salatsalatnya tetap sah.

Demikian ini mengacu pada pendapatmayoritas ulama madzhab Syafi'i. Al-Qaffal, salah satu tokoh dalam madzhabSyafi'i, mempunyai pandangan berbeda.Beliau berpendapat bahwa salatmakmum dengan imam yang berbedamadzhab hukumnya sah meskipun imamtidak melaksanakan kewajiban sesuaidengan kewajiban yang dianut dalammadzhab makmum. Pendapat yang samajuga disampaikan oleh ulama darimadzhab Hanbali.

Al-Ittihadiyah Mart

“Berbelanja Plus Beramal”

KOLOM IKLAN :

Bagi Pengusaha yang ingin mempromosikan Jenis usahanya bisa menghubungi sekretariat :

0877 7927 5836

Tim Danus (Dana dan Usaha)Al-Ittihadiyah meyediakan:

� Kitab kuning

� Kitab terjemah

� Kitab Maulid

� Buku bacaan Islami

� Minyak wangi non-Alkohol

� Pulsa

� Siwak

� Bukhur

� Wadah Bukhur

� Tasbih biji dan digital

� Sarung

� Jasko (Jas Koko)

� Rida (Sorban)

� Jaket NU (Nahdlatul Ulama)

� Jas dan Rompi Al-Ittihadiyah

� Berbagai macam peci

� Berbagai macam stiker

� Poster Silsilah Alawiyin

� Berbagai macam poster ulama danhabaib

Hubungi: Arief Alfian (081906847064)Atau ke Sekretariat:

Majelis Ta’lim Al-Ittihadiyah KomplekMushalla Asy-Syuhada Jl. Kawasan IndustriPintu Ejip 2 Sukaresmi Cikarang Selatan –

Bekasi.

� Persewaan sound system Bengkel motor Al-Islah�

087804268882 / 087804680642

Penasehat: KH. M. Amrin Sholihin, HabibSeif Alwy Ba’alawi, KH. Nurul Huda Haem(Enha) PP Nurul Mukhlisin Setu-Bekasi.Pimpinan Redaksi: Ahmad FaozanPelaksana: Miftah Farid

Tim Sirkulasi: Hubungi ke nomerEditor : Sya’roni As-Samfury

Bersama Menjalin Ukhuwah - Bersatudalam Dakwah - Menuju Mardhotillah

1