rubrik jendela keluarga majalah hidayatullah

8

Upload: lentera-jaya-abadi

Post on 21-May-2015

166 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: Rubrik jendela keluarga majalah hidayatullah
Page 2: Rubrik jendela keluarga majalah hidayatullah

DESEMBER 2012/MUHARRAM 1434 67

JendelaKeluarga

celah

S eorang anak terlahir dari ibu yang buta huruf. Pada saat anak itu ber­umur dua tahun sang ayah men­ce raikan ibunya, lalu per gi entah

kemana meninggalkan si anak dengan de­la pan saudara lainnya. Se be lum nya, ibunya su dah menikah dua kali, jadi itu adalah per ceraian yang ketiga kali nya.

Ada hal yang kerap membuat anak ini sedih. Pada saat pembagian buku rapor di sekolah, semua temannya diantar oleh orangtuanya. Ada yang diantar oleh bapaknya, sebagian lagi diantar ibunya. Sedangkan ia tidak diantar siapapun. Bahkan saat kelas 1 SMP dialah yang mengambil rapor adiknya.

Si anak berpisah dengan ayahnya saat berumur dua tahun, ia lupa sosok sang ayah. Kepada ibunya ia sering bertanya seperti apa wajah ayahnya, dan menanyakan kemana ayahnya pergi. Ingin sekali ia bertemu dan mencarinya.

Namun apa jawaban ibunya. “Nak, sudahlah tak usah sibuk cari bapakmu, kamu belajar saja yang rajin agar pinter. Kalau kamu jadi orang, nanti bapakmu yang akan cari kamu!” Kata­kata tersebut rupanya sangat membekas.

Kata­kata ibunya itu menjadi penyemangat. Si anak kemudian memiliki cita­cita yang sangat tinggi, ingin menjadi seorang astronot. Keadaan dirinya dan keluarganya tak membuatnya rendah diri. Ibunya yang tak pernah sekolah itu selalu menghembuskan semangat. “Nak, jadilah orang pemberani. Orang yang berani bukan yang turun ke jalan, demo, atau di penjara, tapi orang yang siap menerima kenyataan,” ujar sang ibu.

Waktu terus berputar. Tak sekadar bercita­cita kosong, anak itu berusaha keras mewujudkannya. Ia belajar dengan tekun, hingga diterima di universitas favorit di negeri ini. Ia pun berusaha keras agar bisa lulus dengan cepat, karena saat itu ibunya sedang sakit keras. Ia ingin ibunya melihat saat ia diwisuda. Jenjang S1 hanya

ditempuh dalam waktu 3,5 tahun. Namun sayang, saat ia lulus sarjana, ibunya telah meninggal dunia.

Namun, ia tetap ingin mewujudkan harapan ibunya supaya bisa menjadi orang yang sukses. Ia mendapat beasiswa S2 dan S3­nya di Perancis. Kedua jenjang itu juga ia selesaikan dalam waktu cepat. Ia mendapat gelar profesor di usia 33 tahun dan menjadi salah seorang dari tujuh profesor termuda di dunia.

Siapakah tokoh tersebut? Dialah Prof Dr Firmanzah. Ia menjadi Dekan

di FE UI di usia 32 tahun dan kini menjadi Staf Khusus Presiden RI Bidang Ekonomi.

Kisah tersebut memberi pem be la jaran berharga, bahwa kesuksesan se sung guhnya hak semua anak. Tak pe duli apa pun keadaannya, semua berhak untuk men­ca pai puncak prestasi. Namun, ada yang berani me ne­rima keadaan lalu berusaha untuk maju, tapi ada juga yang menyalahkan keadaan sebagai penghalang ke suk­sesannya.

Di sinilah peran ayah atau ibu untuk memberikan motivasi dan inspirasi agar anak tidak terbelenggu oleh keadaan, namun berani menatap ke depan dan berani bercita­cita.

Dari tokoh di atas kita belajar bahwa meski ia layak disebut anak broken home, namun ia memilih untuk tidak menyalahkan keadaan. “Apabila kita sudah mampu menerima kenyataan barulah kita akan mampu untuk maju ke depan,” ujarnya.

Hingga kini, profesor yang pengagum Rasulullah ini belum pernah bertemu dengan sang ayah. Menurutnya, kerinduan akan seorang ayah tak tergantikan. Tak ada kemarahan dalam hatinya. Ia ingin terus berbuat, moto hidupnya, “Sebaik­baik orang adalah yang bermanfaat bagi orang lain. Jabatan ini hanya bermanfaat jika berfaedah bagi orang lain.” *Penulis buku Mendidik Karakter dengan Karakter

Jadilah PemberaniOleh Ida S. WIdayantI

FOTO

: M

UH

. A

BDU

S Sy

AK

UR/

SUA

RA H

IDAy

ATU

LLA

H

Page 3: Rubrik jendela keluarga majalah hidayatullah

SUARA HIDAYATULLAH | www.hidayatullah.com68

Menguatkan Cinta denganHadiah Terindah

usrah

Tak mahal tetapi mem­butuhkan ketulusan hati

M emberi hadiah? Ya, memberi hadiah, pada pasangan yang sudah menemani dan

mencintai. Inilah yang kadang terlupa, padahal Rasulullah melakukannya dengan sangat indah. Cobalah simak peristiwa yang luar biasa ini.

Suatu hari istri-istri Rasul berkumpul ke hadapan suaminya dan bertanya, “Di antara istri-istrimu, siapakah yang paling disayangi?” Rasulullah hanya tersenyum, lalu berkata, “Aku akan beritahukan kepada kalian nanti.”

Setelah itu, dalam kesempatan yang berbeda-beda, Rasulullah memberikan sebuah cincin kepada istri-istrinya. Masing-masing sebuah cincin, seraya beliau berpesan agar istrinya yang telah diberi cincin tersebut, tidak memberitahu kepada istri-istri yang lain.

Lalu suatu hari para istri Rasulullah itu berkumpul lagi dan mengajukan

pertanyaan yang sama. Lalu Rasulullah menjawab, “Yang paling aku sayangi adalah yang kuberikan cincin kepadanya.” Kemudian, istri-istri Nabi itu tersenyum puas karena menyangka hanya dirinya saja yang mendapat cincin dan merasakan bahwa dirinya tidak terasing.

Dengan hadiah cincin tersebut, Rasulullah menunjukkan pada istri-istrinya tentang kasih sayang yang dimilikinya sekaligus meredam kegelisahan istri-istrinya. Namun

demikian, meski Rasulullah memberikan cincin kepada istri-istrinya, bukan berarti hadiah yang diberikan pada pasangan pun harus mahal.

Berdoa dan TersenyumlahSalah satu yang paling indah

adalah doa. Doa suami pada istrinya yang didengar oleh sang istri baik setelah menunaikan shalat bersama maupun saat tengah berdua, akan sangat bermanfaat untuk memperkuat kasih sayang. Begitu pula doa yang dipanjatkan istri untuk suami, akan memberikan rasa aman dan menenangkan hati suami, terutama saat akan menjalani aktivitas. Sebagaimana doa orang-orang saleh dalam surat Al-Furqan [25] ayat 74, “... Ya Robbana, anugerahkanlah kepada kami pasangan dan keturunan yang menyenangkan hati (kami) dan jadikanlah kami pemimpin bagi orang-orang yang bertakwa.”

Hadiah berikutnya yang gratis tapi sering terlupa adalah senyum. Entah kenapa, banyak pasangan yang melupakan hadiah yang sangat mudah sekaligus sangat murah ini untuk dibe-rikan pada pasangannya, terutama di pagi hari. Padahal senyum yang tulus pada pasangan di pagi hari merupakan salah satu penentu mood pasangan suami-istri selama menjalani aktivitas di hari itu.

Mengingat kekesalan di hari kemarin pada saat bangun pagi, akan melahirkan tindakan-tindakan yang tidak menyenangkan bagi kita dan pasangan. Sementara muka yang

masam atau cetusan-cetusan yang sinis, pasti akan membuat kita dan pasangan kesal seharian. Karena itu, seperti apapun kejadian yang tidak menyenangkan di hari kemarin, usahakanlah untuk tetap tersenyum. Bila masalah memang belum usai, maka selesaikanlah di waktu yang lebih santai di hari itu.

Ingatlah bahwa kita akan hidup bersama pasangan selama nafas masih berhembus. Maka, kekesalan di pagi hari hanya akan membuat kebersamaan menjadi kegelisahan dan akan menjadi bibit konflik berkepanjangan. Sebaliknya, menurut seorang suami, senyum istrinya di pagi hari adalah semangat baginya

Oleh kartika ummu arina*

Page 4: Rubrik jendela keluarga majalah hidayatullah

DESEMBER 2012/MUHARRAM 1434 69

Jendela keluarga

menjalani hari. Begitu pentingnya sebuah senyuman, maka Rasulullah

bersabda, “Senyum manismu pada saudara adalah sedekah.” (Riwayat Bukhari)

Selalu Ada untuk MemahamiHadiah yang tak kalah indah adalah

kehadiran. Tentu kita semua tahu, sesuatu yang membuat kita merasa dicintai adalah selalu adanya pasangan di saat kita membutuhkannya. Karena itu, jangan abaikan arti kehadiran Anda untuk pasangan. Meskipun sms, bbm, telepon, atau apapun diklaim dapat mendekatkan hati; tetapi kehadiran seseorang yang dicintai di saat sedih, tertekan, kehilangan, bahkan ketika kegembiraan meluap tetap tak dapat digantikan oleh apapun.

Mendengar adalah hadiah selanjutnya yang begitu indah.

Mendengar termasuk hadiah yang sulit untuk diberikan. Apalagi, bila dalam benak kita sudah terlabel bahwa apa yang dikatakannya “ya itu-itu saja”. Kita pun biasanya lebih senang didengarkan ketimbang mendengarkan

membuatnya memiliki kebahagiaan tersendiri yang juga akan ditularkannya pada Anda. Namun, bila kebebasan yang Anda berikan sudah mulai membuatnya berbelok arah, jangan segan untuk mengingatkannya kembali tanggung jawab yang harus dipegang teguh bersama.

Satu hal lagi yang tergolong hadiah yang cukup sulit adalah mengalah. Salah satu pasangan mungkin merasa seringkali melakukan ini. Namun, mengalah dengan ketulusan barangkali adalah sesuatu yang sulit. Apalagi bila kedewasaan emosi dalam rumah tangga belum terbangun, maka yang terjadi adalah keinginan untuk selalu mempertahankan ego dan tak ingin berada di pihak yang kalah.

Padahal dalam berumahtangga, tak ada manfaat sedikit pun yang diperoleh dengan selalu menjadi pemenang. Sebaiknya, mengalah pada hal-hal yang tidak prinsipil akan menjadikannya lebih mampu memahami kita dan ber sedia menerima apa adanya. Ben-tang kanlah kasih sayang dan kesabaran, maka setiap permasalahan pun akan terasa ringan untuk diselesaikan.

Terakhir, inilah hadiah yang sangat indah dan murah tetapi seringkali tak mudah. Maaf. Banyak pasangan yang merasa gengsi untuk meminta maaf terlebih dahulu karena merasa benar. Padahal dengan sama-sama marah dan melontarkan kata-kata negatif pun sudah termasuk membuat kesalahan. Maka, hadiahkanlah kata maaf padanya untuk membuatnya merasa tersanjung dan dicintai. Di sisi lain, memaafkan pun kadang masih disertai rasa sakit hati karena merasa dianiaya dan direndahkan.

Maka, walaupun sulit, hadiahkanlah maaf yang tulus padanya sebagai sebuah ketulusan dan bukti cinta yang dalam. Di saat yang sama, hadiahkanlah pula kata maaf itu untuk diri kita sendiri, guna membebaskan diri dari beban perasaan dan himpitan kemarahan. *Penulis buku ‘Jadilah Suami Istri Bijak’

FOTO

MU

H. A

BDU

S SY

AK

UR/

SUA

RA H

IDAY

ATU

LLA

H

pasangan. Sementara tak dapat dipungkiri bahwa keharmonisan dalam hubungan suami-istri salah satunya ditakar dengan sebesar apa kesediaan mereka untuk saling mendengarkan.

Berusahalah untuk mendengarkan sebaik-baiknya. Tatapan yang fokus, tanpa mengomentari, tak menghakimi –apalagi mencela, dan meninggalkan segala aktivitas (termasuk mengetik bbm atau sms) akan sangat mele-ga kan perasaan pasangan. Ia akan merasa dihargai dan dimengerti. Be rilah tanggapan bila memang dia membutuhkannya atau berilah sekadar tatapan yang menenangkan, apabila ia memang sekadar meluapkan uneg-unegnya.

Hadiah yang indah berikutnya adalah memberinya kebebasan. Kebebasan di sini bukanlah berarti memperbolehkannya berbuat sekehendak hati. Namun, lebih pada memberikannya kepercayaan penuh untuk bertanggung jawab atas segala hal yang dipilih dan dilakukannya. Kebebasan dalam hidup bersama pasangan akan membuatnya merasa dipahami dan dicintai. Kebebasan akan

Satu hal lagi yang tergolong hadiah yang cukup sulit adalah mengalah. Salah satu pasangan mungkin merasa seringkali me la­ku kan ini. Namun, me­nga lah dengan ketulusan barangkali adalah sesuatu yang sulit. Apalagi bila kedewasaan emosi dalam rumah tangga be lum terbangun, maka yang terjadi adalah ke inginan untuk selalu mem per ta­han kan ego dan tak ingin berada di pihak yang kalah.

Page 5: Rubrik jendela keluarga majalah hidayatullah

SUARA HIDAYATULLAH | www.hidayatullah.com70

mar’ah

P erjalanan hidup manusia tidak ada yang dapat menduga sebelumnya. Semua menjadi rahasia Allah . Yang bisa kita lakukan adalah terus

berusaha. Baik atau buruk, jika semua itu membawa kita semakin dekat kepada Allah , menambah keimanan kita kepada Allah , semuanya patut disyukuri dan dihadapi. Begitupun dengan perjalanan kehidupan berumah tangga.

Allah memang telah mem­be ri kan porsi tersendiri berkaitan dengan hak dan kewajiban suami istri. Suami adalah pelindung dan pemberi nafkah bagi istrinya sebagaimana yang dijelaskan al­Qur’an dalam surat An Nisa: 34.

Laki­laki (suami) dengan hak dan kewajibannya masing­masing. Perempuan (istri ) pun demikian. Akan tetapi, tidak jarang dalam kehidupan mengarungi bahtera rumah tangga, Allah menguji pasangan suami istri ini dengan keadaan­keadaan di luar dugaan.

Keterbatasan ekonomi misalnya. Karena kebutuhan hidup semakin tinggi, tidak sedikit para istri ikut berperan membantu suami mencari penghasilan. Bahkan pada posisi yang sangat ekstrem, misalnya suami di PHK, atau suami meninggal dunia, muncullah sosok­sosok istri yang mengambil alih peran sebagai pencari nafkah.

Para istri yang semula menjadi “menteri dalam negeri” sebuah rumah tangga, yang tugasnya banyak menangani pekerjaan­pekerjaan

domestik, kini ikut berperan di luar itu semua.

Bagaimana jika hal ini terjadi pada anda?

Memang tidak mudah, dan cukup berat, melakukan sesuatu yang bukan menjadi kebiasaan kita. Jadi bukannya tidak mampu, tetapi lebih karena belum terbiasa. Tidak heran, karena (pada awalnya) mencari nafkah memang bukan kewajiban seorang istri. Namun jika dalam kondisi terdesak, seringkali muncul kemauan dan kekuatan­kekuatan terpendam yang mampu mengalahkan itu semua. Mengalahkan “rasa tidak mampu” dan menerbitkan semangat “harus bisa”.

Jangan Merasa Terpaksa Apapun kondisi yang kita hadapi

saat ini, yang membuat kita harus berbuat lebih, mengerjakan banyak hal di luar kebiasaan kita, janganlah merasa terpaksa. Okey…mungkin keadaan memang memaksa kita, namun mari terima ini semua dengan hati lapang. Bukankah Allah akan menguji kita dengan kekurangan berupa rasa lapar, rasa takut, dan rasa sakit?

“Dan Kami pasti menguji kamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan sampailkanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar”.{Al-Baqarah (2): 155}.

Jika keadaan ini terjadi pada kita, ya sudah…mari hadapi saja. Jangan

mengeluh, jangan menyalahkan pasangan, apalagi menggugat takdir Allah .

Tetaplah Muliakan Suami, Raih Ridhanya

Istri seringkali disebut sebagai tulang rusuk, namun jika kemudian perannya menjadi tulang punggung, itu bukanlah aib. Suami yang belum bisa maksimal memberikan nafkah kepada keluarga, juga bukan semata­mata kesalahannya. Banyak faktor yang mempengaruhinya. Jadi, jika memang jalan rejeki dilewatkan tangan kita sebagai para istri, kenapa tidak?

Nah … permasalahan yang kerap timbul adalah ikatan hati pasangan suami istri yang mengendor karena peralihan peran tersebut. Para suami yang down karena ketidakmampuannya memberikan nafkah menimbulkan rasa sensitif tersendiri. Adapun para istri yang mengerjakan tugas­tugas yang bukan kebiasaannya juga menimbulkan rasa sensitif yang sering tidak terkendali. Rasa sensitif muncul karena lelah yang berlebihan. Apalagi jika ditambah dengan rasa terpaksa. Yang muncul kemudian adalah saling menyalahkan pasangan.

Apapun kondisi suami saat ini, jika memang para istri harus membantu mencari nafkah, tugas berat yang harus tetap dijaga adalah tetap muliakan para suami. Bagaimana pun, suami adalah qowwam (pemimpin) kita. Jika kita harus keluar rumah untuk bekerja, tetap mintakan ridha dan keikhlasannya. Jika kita harus meminta

Ketika Tulang Rusuk Menjadi Tulang Punggung

Oleh TUlUS KURNIAWATI*

Page 6: Rubrik jendela keluarga majalah hidayatullah

DESEMBER 2012/MUHARRAM 1434 71

Jendela keluarga

pertolongannya untuk membantu pekerjaan­pekerjaan rumah tangga, mintalah dengan baik, sehingga tidak melukai harga dirinya. Ingatlah, bahwa ridha suami juga akan berpengaruh pada aktivitas kita di luar rumah.

Komunikasikan dengan CintaSetiap kita pasti ingin segera

keluar dari situasi sulit ini. Maka yang harus kita lakukan adalah mengkomunikasikan keadaan ini dengan pasangan kita secara baik­baik. Ingatlah bahwa semua kesulitan bukan akhir dari dunia. Ini hanyalah sebuah episode hidup yang harus kita lalui dan pada saatnya nanti akan berganti dengan episode yang indah.

Bicarakan baik­baik dengan suami, apa yang akan kita lakukan untuk menghadapi masa sulit ini, dan bagaimana setelah ini. Tetaplah support, berikan ide­ide baru untuk menyegarkan pikirannya yang suntuk. Bisa jadi, dari pembicaraan­pembicaraan itu nanti akan muncul sebuah langkah­langkah baru yang hasilnya justru jauh lebih baik dari

baik jika kita memiliki ketrampilan­ketrampilan yang bisa dikembangkan dari dalam rumah, sehingga waktunya bisa dikompromikan dengan kegiatan­kegiatan di dalam rumah.

Yang juga tidak kalah penting adalah temukan komunitas yang dapat memberikan support kepada kita, sehingga bisa memberikan semangat dan pencerahan. Akan menambah masalah jika Anda bertemu dengan orang­orang yang tidak tepat, yang bukannya mendukung tetapi justru memberikan masukan­masukan yang negatif.

Sabda Rasulullah yang ini semoga mampu meneguhkan kita, “Memang sangat menakjubkan keadaan orang mukmin itu; karena segala urusannya sangat baik baginya dan ini tidak akan terjadi kecuali bagi seseorang yang beriman dimana bila mendapatkan kesenangan ia bersyukur. Maka yang demikian itu sangat baik baginya, dan bila ia tertimpa kesusahan ia sabar, maka yang demikian itu sangat baik baginya.” (Riwayat Muslim).

*Pendidik, tinggal di Grobogan, Jawa Tengah. FO

TO :

IMU

H. A

BDU

S SY

AK

UR/

SUA

RA H

IDAY

ATU

LLA

H

apa yang dikerjakan tempo hari. Tidak sedikit bukan, kisah­kisah orang sukses yang berawal dari PHK, atau berawal dari situasi yang teramat sulit? Berikutnya, bahkan tidak menutup kemungkinan, kita bisa memulai melakukan usaha bersama.

Pada akhirnya, kita perlu menyadari, setiap likuan hidup kita ini, kesulitan atau kesenangan adalah sunnatullah. Jika saat ini kita diuji dengan kesulitan, yakinlah kesulitan itu datang bersama kemudahan.

“Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan,”(Al Insyirah {94} : 5)

Kuncinya, apakah kita siap menjemput kemudahan itu dengan usaha atau tidak. Banyak dari kita ketika menghadapi kesulitan bersikap sebagai “korban.” Menyalahkan sana sini. Bukannya mencari solusi malah menambah masalah. Ketika saat ini kita sebagai istri harus ikut berperan mencari tambahan penghasilan, maka kenapa tidak? Tinggal kita pikirkan, apa yang akan kita kerjakan, dan bagaimana cara kita mengerjakannya. Akan lebih

Page 7: Rubrik jendela keluarga majalah hidayatullah

SUARA HIDAYATULLAH | www.hidayatullah.com72

Sekolah Berasrama 8:

Melatih Mereka Sabar

K eberanian itu dapat terkikis habis bukan karena besarnya tantangan, tapi karena lemahnya kesabaran. Bukan banyaknya

kesulitan yang menjadikan manusia tak mampu mencapai kejayaan, tapi karena tidak adanya kesabaran. Kesulitan yang kecil akan terasa besar dan sangat mengganggu manakala kita tidak memiliki kesiapan untuk menghadapinya. Tetapi kesulitan yang sangat besar sekalipun akan terasa lebih ringan jika anak-anak itu telah ditempa jiwanya dan dilatih badannya untuk menghadapinya dengan penuh kesabaran.

Cara mengajar yang menarik memang memudahkan murid menikmati proses pembelajaran di kelas. Tetapi kita harus memastikan bahwa mereka tertarik kepada materi pelajaran yang kita sampaikan kepada mereka, bukan sekadar tertarik kepada gaya atraktif guru.

Di luar itu, betapa pun cara mengajar yang menarik (fun teaching dan sejenisnya) memudahkan murid memusatkan perhatian, tetapi harus ingat bahwa yang paling pokok untuk kita tanamkan pada diri mereka adalah adab belajar dan kesungguhan menuntut ilmu. Tanpa adab dan kesungguhan, penghormatan terhadap guru maupun ilmu akan rendah, daya tahan belajar akan lemah dan mereka mudah bosan jika guru mengajar dengan cara yang biasa-biasa saja.

Sesungguhnya tidak ada jalan

menuntut ilmu agar sungguh-sungguh matang kecuali dengan menyediakan diri berpayah-payah meraihnya. Kemudahan itu ada bersama kesulitan. Jika murid dididik, dilatih dan digembleng untuk siap menghadapi kesulitan, maka ia akan sampai pada keadaan dimana ia merasa ringan terhadap apa-apa yang dirasa sangat berat bagi kebanyakan orang. Jadi, yang harus dilakukan oleh guru agar murid merasa ringan menghadapi tugas bukanlah dengan meringankan tugas, melainkan menyiapkan diri mereka menghadapi kesulitan, bersabar menjalani dan memberi dukungan untuk terus berusaha.

Teringatlah kita pada perkataan Yahya bin Abi Katsir sebagaimana dinukil dalam Shahih Muslim, “Ilmu itu tidak akan diperoleh dengan tubuh yang santai.”

Berkata Imam Asy-Syafi’i , “Tidaklah seorang akan berhasil dalam menuntut ilmu manakala ia menuntutnya dengan rasa bosan atau merasa cukup. Akan tetapi barangsiapa yang menuntutnya dengan pengorbanan, kehidupan yang sempit, dan berkhidmat untuk ilmu tersebut, maka merekalah yang akan berhasil.”

Inilah nasehat dari seorang alim besar yang keutamaannya tak diragukan. Ia menempuh jalan itu. Ia mendidik muridnya agar memiliki kesediaan berkorban, berpayah-payah dan memiliki penghormatan yang sangat tinggi terhadap ilmu. Inilah nasehat yang telah nyata hasilnya. Salah

seorang muridnya, Imam Ahmad ibn Hanbal Rahimahullah, kelak menjadi seorang alim yang sangat disegani ilmunya hingga kini. Dan Imam Ahmad rahimahullah menjadi alim besar melalui kesediaan untuk menempuh kesukaran.

Bagaimana Semestinya Membaca?Bentuk kesabaran lainnya adalah

menahan diri dari keinginan menguasai pelajaran dengan cepat dan beralih ke materi lain sebelum matang. Termasuk dalam hal ini, guru harus menanamkan pada diri murid untuk mengutamakan membaca secara tertib, mendalam, dan tekun (deep reading). Bukan membaca secara cepat (speed reading) karena ingin menguasai pelajaran secara kilat. Jika Anda ingin melahirkan seorang murid yang memiliki penguasaan ilmu secara matang, maka membaca secara mendalam dan tertib merupakan pintu yang harus mereka lalui. Membaca cepat (speed reading) tidak banyak memberi manfaat, kecuali sekadar menumpuk materi pengetahuan.

Keterampilan membaca cepat hanya bermanfaat jika Anda ingin melahirkan petugas pusat layanan informasi yang handal atau pegawai layanan konsumen (customer service) yang cakap. Bukan melahirkan alim yang faqih atau ilmuwan yang brilian. Keterampilan membaca cepat juga bermanfaat untuk mengesankan diri sangat cerdas sehingga para peserta training merasa diri mereka bodoh dan tertinggal. Di luar itu, membaca

Oleh fauzil adhim | fOTO muh. aBduS SYaKuR

kolom parenting

Page 8: Rubrik jendela keluarga majalah hidayatullah

DESEMBER 2012/MUHARRAM 1434 73

cepat hanya patut kita lakukan untuk tujuan inspeksional, yakni mengetahui gambaran kasar isi buku sebelum memutuskan membeli.

Mari kita ingat firman Allah , “Dan bacalah al-Qur’an itu dengan perlahan-lahan.” (Al-Muzammil [73]: 4). Perintah ini terasa lebih kuat lagi tatkala mengingat firman Allah , “Janganlah kamu gerakkan lidahmu untuk (membaca) al-Qur’an karena hendak cepat-cepat (menguasai)nya.” (Al-Qiyaamah [75]: 16).

Kembali pada perbincangan tentang bersabar menuntut ilmu. Mari kita ingat sejenak sabda Nabi

, “Sesungguhnya ilmu itu semata-mata diperoleh dengan dituntut (mempelajarinya).” (Riwayat Abu Darda’, dihasankan oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani dalam Al-Silsilah Ash-Shahihah).

Syaikh ‘Abdurrahman bin Nahsir As-Sa’di menjelaskan dalam tafsirnya bahwa perintah ini berlaku umum bagi semua orang yang mendengar al-Qur`an, diperintahkan untuk diam dan mendengarkan. “Dan perbedaan di antara keduanya adalah bahwa diam secara zahir adalah dengan meninggalkan pembicaraan dan tidak menyibukkan diri dengan sesuatu yang membuatnya tidak mendengar. Adapun mendengarkan, maka maksudnya adalah menyimak dengan membuka hati dan merenungkan apa yang didengar,” kata Syaikh As-Sa’di lebih lanjut.

Serupa itu, bekal penting yang harus kita tanamkan kepada murid, apabila mereka telah memiliki kecintaan belajar adalah kesediaan sekaligus kesungguhan untuk mendengarkan dan memperhatikan dengan baik ucapan gurunya. Jika sikap ini tumbuh dengan kuat dalam diri murid, maka guru yang tak mampu bersuara lantang, akan terdengar nyaring suaranya. Mereka tetap memperhatikan penuh kesungguhan. Guru yang monoton

tetap tidak kehilangan daya tarik untuk diperhatikan penjelasannya. Sementara guru yang caranya menjelaskan sangat bagus, akan lebih memudahkan murid meraih ilmu.

Catatan sederhana ini semoga dapat menjadi pengingat bagi kita semua untuk menata kembali arah pendidikan. Cara mengajar memang penting, tapi adab belajar jauh lebih

besar peranannya. Cara menerangkan suatu pelajaran memang harus kita kuasai. Tapi mendidik, melatih, dan menggembleng mereka untuk memiliki sikap belajar yang baik akan menjadi bekal yang sangat berharga agar kelak mereka –murid-murid kita—dapat belajar dari siapapun, sejauh akhlaknya baik, dan aqidahnya lurus, meski cara mengajarnya membosankan. Lebih penting lagi, sesungguhnya menetapi adab Islam itu merupakan salah satu pintu berakah. Wallahu a’lam bish-shawab.

Nah, sudahkah kita melatih mereka sabar dalam menuntut ilmu?

Inilah pertanyaan yang perlu kita jawab sembari merenungkan Hadits berikut, “Ketahuilah! Sesungguhnya dalam kesabaran terhadap apa yang tak disukai, terdapat kebaikan yang besar. Dan sesungguhnya pertolongan (dari Allah) bersama kesabaran, sedang kelapangan bersama kesukaran, dan kesulitan bersama kemudahan.” (Riwayat Ahmad)

Semoga Allah menolong kita. *

Jendela keluarga

Berkata Imam Asy-Syafi’i : “Tidaklah seorang akan berhasil dalam menuntut ilmu manakala ia menuntutnya dengan rasa bosan atau merasa cukup. Akan tetapi barangsiapa yang menuntutnya dengan pengorbanan, kehidupan yang sempit, dan berkhidmat untuk ilmu tersebut, maka merekalah yang akan berhasil.”