ru cml (1)

32
BAB I PENDAHULUAN Leukosit merupakan unit yang aktif dari sistem pertahanan tubuh, yaitu berfungsi melawan infeksi dan penyakit lainnya. Batas normal jumlah sel darah putih berkisar dari 4.000 sampai 10.000/mm. 1 Berdasarkan jenis granula dalam sitoplasma dan bentuk intinya, sel darah putih digolongkan menjadi 2 yaitu: granulosit (leukosit polimorfonuklear) dan agranulosit (leukosit mononuklear). Granulosit merupakan leukosit yang memiliki granula sitoplasma. Berdasarkan warna granula sitoplasma saat dilakukan pewarnaan terdapat 3 jenis granulosit yaitu neutrofil, eosinofil, dan basofil. Agranulosit merupakan leukosit tanpa granula sitoplasma. Agranulosit terdiri dari limfosit dan monosit. 2 Leukemia adalah suatu keganasan yang berasal dari perubahan genetik pada satu atau banyak sel di sumsum tulang. Pertumbuhan dari sel yang normal akan tertekan pada waktu sel leukemia bertambah banyak sehingga akan menimbulkan gejala klinis. Keganasan hematologik ini adalah akibat dari proses neoplastik yang disertai gangguan diferensiasi pada berbagai tingkatan sel induk hematopoetik sehingga terjadi ekspansi progresif kelompok sel ganas tersebut dalam sumsum tulang, kemudian sel leukemia beredar secara sistemik. 1 Leukemia adalah proliferasi sel leukosit yang abnormal, ganas, sering disertai bentuk leukosit yang lain daripada normal dengan jumlah yang berlebihan, dapat menyebabkan 1

Upload: dio-prijadi

Post on 05-Jan-2016

87 views

Category:

Documents


17 download

DESCRIPTION

CML

TRANSCRIPT

BAB I

PENDAHULUAN

Leukosit merupakan unit yang aktif dari sistem pertahanan tubuh, yaitu berfungsi

melawan infeksi dan penyakit lainnya. Batas normal jumlah sel darah putih berkisar dari

4.000 sampai 10.000/mm.1

Berdasarkan jenis granula dalam sitoplasma dan bentuk intinya, sel darah putih

digolongkan menjadi 2 yaitu: granulosit (leukosit polimorfonuklear) dan agranulosit (leukosit

mononuklear). Granulosit merupakan leukosit yang memiliki granula sitoplasma.

Berdasarkan warna granula sitoplasma saat dilakukan pewarnaan terdapat 3 jenis granulosit

yaitu neutrofil, eosinofil, dan basofil. Agranulosit merupakan leukosit tanpa granula

sitoplasma. Agranulosit terdiri dari limfosit dan monosit.2

Leukemia adalah suatu keganasan yang berasal dari perubahan genetik pada satu atau

banyak sel di sumsum tulang. Pertumbuhan dari sel yang normal akan tertekan pada waktu

sel leukemia bertambah banyak sehingga akan menimbulkan gejala klinis. Keganasan

hematologik ini adalah akibat dari proses neoplastik yang disertai gangguan diferensiasi pada

berbagai tingkatan sel induk hematopoetik sehingga terjadi ekspansi progresif kelompok sel

ganas tersebut dalam sumsum tulang, kemudian sel leukemia beredar secara sistemik.1

Leukemia adalah proliferasi sel leukosit yang abnormal, ganas, sering disertai bentuk

leukosit yang lain daripada normal dengan jumlah yang berlebihan, dapat menyebabkan

kegagalan sumsum tulang dan sel darah putih sirkulasinya meninggi.1

Penggolongan utrama dibagi menjadi empat tipe leukemia akut dan kronik, dan

selanjutnya masing-masing dibagi menjadi limfoid dan myeloid2

1. Acute Myelogenous Leukemia (AML) disebut juga Leukemia Granulositik Akut (LGA)

yang di karakteristikkan oleh produksi berlebihan dari mieloblast. AML sering terjadi

pada semua usia, tetapi jarang terjadi pada anak-anak. Mieloblast menginfiltrasi sumsum

tulang dan ditemukan dalam darah. Hal ini dapat mengakibatkan terjadinya anemia,

perdarahan, dan infeksi, tetapi jarang disertai keterlibatan organ lain.

2. Acute Limfositik Leukemia (ALL) sering menyerang pada masa anak – anak dengan

presentase 75% - 80%. ALL menginfiltrasi sumsum tulang oleh sel limfoblastik yang

menyebabkan anemia, memar (trombositopeni), dan infeksi (neutropenia). Limfoblas

biasanya di temukan dalam darah tepi dan selalu ada di sumsum tulang, hal ini

mengakibatkan terjadinya limfadenopati, splenomegali, dan hepatomegali, tetapi 70%

anak dengan leukemia limfatik akut kini bisa disembuhkan.

1

3. Chronic Limfositik Leukemia (CLL) terjadi pada manula dengan limfadenopati

generalisata dan peningkatan jumlah leukosit disertai limfositosis, Perjalanan penyakit

biasanya jinak dan indikasi pengobatan adalah hanya jika timbul gejala.

4. Chronic Myelogenous Leukemia (CML) sering juga disebut leukemia granulositik kronik

(LGK), gambaran menonjol adalah adanya kromosom Philadelphia pada sel-sel darah.

Ini adalah kromosom abnormal yang ditemukan pada sel-sel sumsum tulang dan krisis

blast fase yang dikarakteristikkan oleh poroliferasi tiba-tiba dari jumlah besar mieloblast.

Leukemia jenis CML adalah penyakit yang tergolong dalam mieloproliferatif

menahun (MPD) dengan kelainan klonal yang disebabkan oleh perubahan genetik pada

pluripotent stem cell yang dikaitkan dengan kromosom Philadelphia (Ph). BCR/ABL fusion

gene dan P210.4

Keganasan CML menempati kasus terbanyak kedua dari semua tipe leukemia pada

orang dewasa, yaitu sekitar 20% insidensi CML terjadi antara 1-2 per 100.000 orang. CML

dapat menyerang semua umur tetapi sering ditemukan antara usia 40-60 tahun. Penderita

CML pada usia muda perkembangan penyakitnya akan lebih progresif.

National Center Institute (NCI) menyatakan bahwa frekuensi CML akan meningkat

dengan bertambahnya umur dimulai dari 1 per 1000.000 orang pada usia 10 tahun pertama, 1

per 100.000 orang pada usia 50 tahun dan 1 per 10.000 orang pada usia80 tahun.

Penyakit ini mencakup 15% leukemia. Penyakit ini dijumpai pada usia pertengahan

yaitu 50-60 tahun dan jarang pada usia muda. Angka kejadian pada pria:wanita adalah 3:2,

secara umum didapatkan 1-1,5/100.000 penduduk di seluruh negara.

Gejala klinis berupa gejala yang berhubungan dengan hiper metabolisme, misalnya

penurunan berat badan, kelelahan, anoreksia, atau keringat malam. Splenomegali hampir

selalu ada dan seringkali bersifat masif. Pada beberapa pasien, pembesaran limpa disertai

dengan rasa tidak nyaman, nyeri, atau gangguan pencernaan. Gambaran anemia meliputi

pucat, dispnea, dan takikardi. Memar, epistaksis, menorrhagia, atau perdarahan dari tempat-

tempat lain akibat fungsi abnormal trombosit Gout atau gangguan ginjal yang disebabkan

oleh hiperurukemia akibat pemecahan yang berlebihan.

Pada penyakit CML melalui tiga fase yaitu fase kronik, fase akselerasi, dan fase

blastik.

Berikut ini akan dilaporkan sebuah kasus seorang pasien dengan diagnosis CML

suspek fase kronik yang dirawat di bagian Penyakit Dalam RSUP Prof.Dr. R.D. Kandou

Manado.

2

BAB II

LAPORAN KASUS

Seorang pasien BM laki-laki berumur 65 tahun, nomor RM 45.36.57, alamat Desa

Tiberitas, pendidikan tamat SLTA, bangsa Indonesia,suku Minahasa, agama Protestan ,

pekerjaan ibu rumah tangga, dirawat di Irina C1 BLU RSUP Prof.Dr.R.D.Kandou Manado

melalui IRDM pada tanggal 28 Agustus 2015 dengan keluhan utama Perut membesar.

Perut terasa membesar dan muncul benjolan di perut sejak kurang lebih 4 bulan

SMRS di daerah kanan atas, tidak diarasakan nyeri pada benjolan dan perut. Demam dialami

penderita sejak kurang lebih 3 hari SMRS, lemah badan kurang lebih 1 minggu SMRS. Tidak

ada mual, muntah dan sesak napas. Penderita juga mengalami penurunan berat badan kurang

lebih 15 kilogram dalam 4 bulan terakhir, Nafsu makan menurun 1 minggu SMRS. Penderita

miliki riwayat pembesaran hati kurang lebih 1 tahun SMRS dan riwayat strip pendarahan dari

jalan lahir dan anus. Penderita tidak memiliki riwayat penyakil lain sebelumnya.

Pada pemeriksaan fisik ditemukan keadaan umum tampak sakit sedang, kesadaran

compos mentis, tekanan darah 90/60 mmHg, nadi 94x/menit, respirasi 24x/menit, suhu badan

37,7 ˚C,tinggi badan 165 cm,berat badan 62 kg, IMT 21,9. Pada pemeriksaan kepala

didapatkan caonjunctiva anemis, sklera ikterik tidak ada,pupil bulat isokor dengan diameter

3mm, refleks cahaya positif, gerakan bola mata aktif. Pada pemeriksaan telinga tidak tampak

tophi,lubang normal,cairan tidak ada. Pada pemeriksaan hidung tidak didapat deviasi,tidak

ada sekret. Pada pemeriksaan mulut didapatkan bibir tidak sianosis,gigi tidak ada karies,

lidah beslag tidak ada,mukosa basah,pembesaran tonsil tidak ada, dan faring hiperemis tidak

ada. Pada pemeriksaan leher ditemukan pembesaran kelenjar getah bening di

submandibularis dengan diameter kurang lebih 2 cm dengan konsistensi lunak, trakea letak

tengah, tekanan vena jugularis 5+0 cmH2O.

Pada pemeriksaan thoraks, inspeksi dada terlihat simetris dan tidak ada kelainan

kulit. Pada inspeksi punggung terlihat simteris. Pada palpasi,stem fremitus kanan sama

dengan kiri dan perkusi paru kanan dan kiri sama terdengar sonor. Pada auskultasi didapatkan

suara pernapasan vesikuler, rhonki tidak ada, tidak ada mengi. Pada pemeriksaan inspeksi

iktus kordis ridak tampak. Pada palpasi iktus kordis tidak teraba. Pada perkusi didapatkan

batas jantung kana di sela iga IV 2 cm lateral dari garis sternalis dekstra, serta batas jantung

kiri di sela iga V 2 cm lateral dari dari garis midklavikularis sinistra. Pada auskultasi bunyi

jantung I dan II reguler, bising tidak ada.

Pada pemeriksaan abdomen, pada inspeksi cembung,dinding perut tegang, tidak ada

pelebaran pembuluh darah vena. Pada palpasi teraba tegang, lien teraba SVII, hepar teraba 6

3

cm di bawah arcus costa, ginjal tidak teraba. Pada perkusi timpani, nyeri ketuk angulus costo

vertebra tidak ada. Auskultasi bising usus normal.

Pada permeriksaan ekstremitas warna kulit sawo matang terdapat ruam, tidak ada

tremor, tidak ada deformitas pada jari- jari, waktu pengisian ulang kapiler kurang dari 2 detik,

tidak ada edema, tidak ada atropi otot, bengkak pada sendi tidak ada, gerakan aktif dan pasif

normal, kekuatan otot normal. Pada pemeriksaan refleks fisiologis normal, refleks patologis

tidak ditemukan.

Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan leukosit 32.600, eritrosit 3,67x106, Hb 8.6,

Hematokrit 27,9%,Trombosit 405x103, MCH 23, MCHC 31, MCV 76, SGOT 11, SGPT 5

Ureum 87, Creatinin 1,9, Gula darah sewaktu 90, Klorida darah 110, Kalium 5,1, Natrium

175. Kolestrol 121, HDL 24, LDL 65 Trigliserida 144, Asam Urat 14,4.

Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan pemunjang pasien

didiagnosa dengan suspek CML dan Anemia ec suspek malignacy.

Terapi yang diberikan adalah NaCl 0,9% : Aminofluid 2;1 21 gtt, Ranitidine inj 2x1

amp, Ceftriaxone 2x1 gr, Asam Folat 3x1 tab, Paracetamol 3x 500 mg tab, Sucralfat 3xC II,

lapor divisi hematologi. Direncanakan pemeriksaan Darah lengkap, Natrium, Kalium,

Klorida, Ureum, LED, Diff count, blood smear dan pemeriksaan Foro thoraks.

Perawatan hari kedua 29 Agustus 2015 Pasien masih mengeluhkan demam, bejolan di

perut dan lemah badan. Pada pemeriksaan fisik, keadaan umum tampak sakit sedang,

kesadaran compos mentis, tekanan darah 100/60, respirasi 24, nadi 108, suhu 37,8. Pada mata

ditemukan conjuctiva anemis, pada thoraks tidak ditemukan rokhi di kedua lapangan paru.

Pada abdomen ditemukan pembesaran limpa SIV permukaan berbenjol, perkusi redup.

Diagnosis suspect CML, Anemia ec suspect malignancy, suspect ISK. Terapi yang diberikan

adalah NaCl 0,9% : Aminofluid 2;1 21 gtt, Ranitidine inj 2x1 amp, Ceftriaxone 2x1 gr, Asam

Folat 3x1 tab, Paracetamol 3x 500 mg tab, Sucralfat 3xCII. Direncanakan pemeriksaan blood

smear, urinalisis lengkap, EKG, DL, ureum, ceratinin, natrum, kalium, clorida, SGOT, SGPT,

profil lipid, protein total, albumin dan globulin.

Pada perawatan hari ketiga 30 Agustus 2015 Pasien masih mengeluhkan benjolan di

perut dan lemah badan. Pada pemeriksaan fisik, keadaan umum tampak sakit sedang,

kesadaran compos mentis, tekanan darah 90/60, respirasi 22, nadi 90, suhu 36,5. Pada mata

ditemukan conjuctiva anemis, pada thoraks tidak ditemukan rokhi di kedua lapangan paru.

Pada abdomen ditemukan pembesaran hati 6 cm di bawah arcus costa, limpa SVII permukaan

berbenjol, perkusi redup. Diagnosis suspect CML, Anemia ec suspect malignancy, suspect

4

ISK. Terapi yang diberikan adalah NaCl 0,9% : Aminofluid 2;1 21 gtt, Ranitidine inj 2x1

amp, Ceftriaxone 2x1 gr, Asam Folat 3x1 tab, Paracetamol 3x 500 mg tab, Sucralfat 3xCII.

Pada perawatan hari keempat dan kelima 1 dan 2 September 2015, Pasien masih

mengeluhkan benjolan di perut dan lemah badan. Pada pemeriksaan fisik, keadaan umum

tampak sakit sedang, kesadaran compos mentis, tekanan darah 90/60, respirasi 22, nadi 86,

suhu 36,5. Pada mata ditemukan conjuctiva anemis, pada thoraks tidak ditemukan rokhi di

kedua lapangan paru. Pada abdomen ditemukan pembesaran hati 6 cm di bawah arcus costa,

limpa SVII permukaan berbenjol, perkusi redup. Diagnosis suspect CML fase kronis, Anemia

ec suspect malignancy, ISK. Terapi yang diberikan adalah NaCl 0,9% : Aminofluid 2;1 21

gtt, Ranitidine inj 2x1 amp, Ceftriaxone 2x1 gr, Asam Folat 3x1 tab, Paracetamol 3x 500 mg

tab, Sucralfat 3xCII. Transfusi PRC 230cc . Pasien direncakan untuk USG abdomen.

Pada perawatan hari keenam 3 September 2015, Pasien masih mengeluhkan benjolan

di perut dan lemah badan. Pada pemeriksaan fisik, keadaan umum tampak sakit sedang,

kesadaran compos mentis, tekanan darah 100/60, respirasi 22, nadi 88, suhu 36,7. Pada mata

ditemukan conjuctiva anemis, pada thoraks tidak ditemukan rokhi di kedua lapangan paru.

Pada abdomen ditemukan pembesaran hati 6 cm di bawah arcus costa, limpa SVII permukaan

berbenjol, perkusi redup. Diagnosis suspect CML fase kronis, Anemia ec suspect

malignancy, ISK. Terapi yang diberikan adalah NaCl 0,9% : Aminofluid 2;1 21 gtt,

Ranitidine inj 2x1 amp, Ceftriaxone 2x1 gr, Asam Folat 3x1 tab, Paracetamol 3x 500 mg tab,

Sucralfat 3xCII, Kalitake 3x1 sach.

Pada perawatan hari ke tujuh 4 September 2015. Pasien masih mengeluhkan benjolan

di perut dan lemah badan. Pada pemeriksaan fisik, keadaan umum tampak sakit sedang,

kesadaran compos mentis, tekanan darah 90/60, respirasi 22, nadi 98, suhu 36,5. Pada mata

ditemukan conjuctiva anemis, pada thoraks tidak ditemukan rokhi di kedua lapangan paru.

Pada abdomen ditemukan pembesaran hati 6 cm di bawah arcus costa, limpa SVII permukaan

berbenjol, perkusi redup. Diagnosis suspect CML fase kronis, Anemia ec suspect

malignancy, ISK. Terapi yang diberikan adalah NaCl 0,9% : Aminofluid 2;1 21 gtt,

Ranitidine inj 2x1 amp, Ceftriaxone 2x1 gr, Asam Folat 3x1 tab, Paracetamol 3x 500 mg tab,

Sucralfat 3xCII, Kalitake 3x1 sach.

5

BAB III

PEMBAHASAN

Leukemia granulositik kronik atau Chronic Myelogenous Leukemia (CML)

merupakan kelainan myeloproliferative yang ditandai dengan peningkatan proliferasidari seri

sel granulosit tanpa disertai gangguan diferensiasi, sehingga pada apusan darah tepi dapat

ditemukan berbagai tingkatan diferensiasi seri granulosit, mulai dari promielosit (bahkan

mieloblas), meta mielosit, mielosit, sampai granulosit.2

Leukimia jenis CML adalah salah satu dari beberapa kanker diketahui disebabkan

oleh mutasi tunggal genetik tertentu. Lebih dari 90% kasus dihasilkan dari kelainan

sitogenetika dikenal sebagai kromosom Philadelphia.

Keganasan tipe ini menyumbang 20% dari semua leukemia yang mempengaruhi

orang dewasa. Leukemia jenis ini sering menyerang individu setengah baya. Penyakit ini

jarang terjadi pada individu yang lebih muda. Pasien yang lebih muda mungkin mengalami

bentuk yang lebih agresif dari CML, seperti pada fase akselerasi atau krisis blast. Leukemia

jenis ini dapat muncul sebagai penyakit onset baru pada orang tua.

Pada pasien ini, berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang mengarah

pada diagnosis Leukimia Mielositik Kronik..

Penyebab CML adalah kelainan diperoleh yang melibatkan sel batang hematopoietik.

Hal ini ditandai oleh kelainan sitogenetika terdiri dari translokasi timbal balik antara lengan

panjang kromosom 22 dan 9. Hasil translokasi dalam kromosom, dipersingkat 22 pengamatan

pertama dijelaskan oleh Nowell dan Hungerford dan kemudian disebut kromosom

Philadelphia (Ph1).

Gambar 2.1 Kromosom Philadelphia

6

Seperti yang telah dijelaskan di atas, gen BCR-ABL pada kromosom Ph menyebabkan

proliferasi yang berlebihan dari sel induk pluripoten pada system hematopoiesis. Klon-klon

ini, selain proliferasinya berlebihan, juga dapat bertahan hidup lebih lama disbanding sel

normal, karena gen BCR-ABL juga bersifat anti-apoptosis. Dampak kedua mekanisme di atas

adalah terbentusknya klon-klon abnormal yang akhirnya mendesak system hematopoiesis

lainnya.

Mekanisme terbentuknya kromosom Ph dan waktu yang dibutuhkan sejak terbentuknya

Ph sampai menjadi CML dengan gejala klinis yang jelas, hingga kini masih belum diketahui

secara pasti. Berdasarkan kejadian Hiroshima dan Nagasaki, diduga Ph terjadi akibat

pengaruh radiasi, sebagian ahli berpendapat akibat mutasi spontan. Sejak tahun 1980

diketahui bahwa translokasi ini menyebabkan pembentukan gen hybrid BCR-ABL pada

kromosom 22 dan gen resiprokal ABL-BCR pada kromosom 9.

Gen hybrid BCR-ABL yang berada dalam kromosom Ph ini selanjutnya mensintesis

protein 210 kD yang berperan dalam lekemogenesis, sedangkan peran gen resiprokal ABL-

BCR tidak diketahui. Jadi sebenarnya gen BCR-ABL pada kromosom Ph (22q-) selalu

terdapat pada semua pasien CML, tetapi gen BCR-ABL pada 9q+ hanya terdapat pada 70%

pasien CML. Dalam perjalanan penyakitnya, pasien dengan Ph+ lebih rawan terhadap adanya

kelainan kromosom tambahan, hal ini terbukti pada 60-80% pasien Ph+ yang mengalami fase

krisis blas ditemukan adanya trisomi 8, trisomi 19, dan isokromosom lengan panjang

kromosom 17i (17)q. dengan kata lain selain gen BCR-ABL, ada beberapa gen-gen lain yang

berperan dalam patofisiologi CML atau terjadi abnormalitas dari gen supresor tumor, seperti

gen p53, p16, dan gen Rb.

Pada pasien ini telah direncanakan untuk pemeriksaan gen BCR-ABL.

7

Gambar 2.2 Patofisiologi Leukemia Mielositik Kronik

Manifestasi klinis CML adalah membahayakan. Penyakit ini sering ditemukan secara

kebetulan dalam fase kronis, ketika didapatkan hitung leukosit meningkat pada pemeriksaan

darah rutin atau adanya splenomegali pada pemeriksaan fisik umum. Gejala nonspesifik

meliputi kelelahan dan penurunan berat badan dapat terjadi lama setelah timbulnya penyakit.

Kehilangan energi dan penurunan toleransi latihan dapat terjadi selama fase kronis setelah

beberapa bulan.

Pasien sering memiliki gejala yang berkaitan dengan pembesaran limpa, hati, atau

keduanya. Limpa besar dapat mengganggu pada lambung dan menyebabkan cepat kenyang

sehingga asupan makanan berkurang. Nyeri perut kuadran kiri atas digambarkan sebagai

nyeri dengan kualitas "mencengkeram" mungkin terjadi akibat infark limpa. Limpa yang

membesar juga dapat dikaitkan dengan keadaan hipermetabolik, demam, penurunan berat

badan, dan kelelahan kronis. Hati yang membesar dapat menyebabkan penurunan berat badan

pasien.Beberapa pasien dengan CML memiliki demam ringan dan berkeringat berlebihan

terkait dengan hipermetabolisme.

8

Pada pemeriksaan fisik pasien ini ditemukan splenomegali dengan ukuran Schuffner VII dan

hepatomegali 6 cm di bawah arcus costa dan lemah badan.

Pada beberapa pasien yang ada dalam fase akselerasi, atau fase akut dari penyakit

(melewatkan fase kronis), perdarahan, petechiae, ekimosis dan mungkin merupakan gejala

menonjol. Dalam situasi ini, demam biasanya berhubungan dengan infeksi. Nyeri tulang dan

demam, serta peningkatan fibrosis sumsum tulang, merupakan pertanda dari fase blast.

Splenomegali adalah penemuan fisik yang paling umum pada pasien CML. Dalam lebih

dari 50% pasien dengan CML, limpa berukuran lebih dari 5 cm di bawah batas kosta kiri

pada saat penemuan ukuran limpa berkorelasi dengan hitungan granulocyte darah perifer,

dengan limpa terbesar yang diamati pada pasien dengan jumlah leukosit yang tinggi. Sebuah

limpa sangat besar biasanya pertanda transformasi menjadi bentuk krisis blast akut dari

penyakit.

Hepatomegali juga terjadi, meskipun kurang umum daripada splenomegali.

Hepatomegali biasanya bagian dari hematopoiesis extramedullary terjadi di limpa.Temuan

fisik leukostasis dan hiperviskositas dapat terjadi pada beberapa pasien, dengan ketinggian

luar biasa leukosit mereka penting, lebih dari 300,000-600,000 sel/uL. Setelah funduscopy,

retina dapat menunjukkan papilledema, obstruksi vena, dan perdarahan.

Krisis blast ditandai oleh peningkatan dalam sumsum tulang atau ledakan jumlah darah

perifer atau oleh perkembangan leukemia infiltrat jaringan lunak atau kulit. Gejala khas

adalah karena trombositopenia, anemia, basophilia, limpa cepat memperbesar, dan kegagalan

obat yang biasa untuk mengontrol leukositosis dan splenomegali.

Pemeriksaan untuk CML terdiri dari jumlah darah lengkap dengan hitung diferensial,

apusan darah tepi, dan analisis sumsum tulang. Meskipun khas hepatomegali dan

splenomegali dapat dicitrakan dengan menggunakan scan hati/limpa, kelainan ini sering

begitu jelas secara klinis sehingga pencitraan radiologis tidak diperlukan.Diagnosis CML

didasarkan pada temuan histopatologi dalam darah perifer dan Philadelphia (Ph) kromosom

dalam sel sumsum tulang.

Kelainan laboratorium lainnya termasuk hiperurisemia, yang merupakan refleksi dari

peningkatan selularitas sumsum tulang, dan peningkatan nyata serum vitamin B-12-binding

protein (TC-I). Yang terakhir ini disintesis oleh granulosit dan mencerminkan tingkat

leukositosis.

9

Tabel 2.1 Klasifikasi CML Berdasarkan WHO

Fase CML Definisi WHO

Fase Kronik Stabil Jumlah sel blast darah perifer kurang dari 10% pada darah dan sumsum

tulang

Fase Akselerasi Jumlah sel blasts 10-19% dari jumlah leukosit pada sel sumsum tulang

nucleated dan atau perifer; trombositopenia persisten (< 100 × 109/L)

tidak terkait dengan terapi atau trombositosis persisten (> 1000 × 109/L)

tidak responsive terhadap terapi; peningkatan jumlah leukosit dan ukuran

limpa tidak responsive terhadap terapi; bukti sitogenetik adanya clonal

evolution

Krisis Blast Jumlah sel blast perifer ≥ 20% dari leukosit darah tepi atau sel sumsum

tulang nucleated; proliferasi blast ekstrameduler; dan focus atau kluster

besar blast pada biopsy sumsum tulang

Hapusan Darah Tepi

Pada CML, peningkatan granulosit matang dan jumlah limfosit normal (persentase

rendah karena dilusi dalam hitungan diferensial) menghasilkan jumlah leukosit total 20,000-

60,000 sel/uL. Kenaikan ringan pada basofil dan eosinofil terjadi dan menjadi lebih menonjol

selama masa transisi ke leukemia akut.

Proses apoptosis neutrofil matang/granulosit mengalamipenurunan (kematian sel

terprogram), mengakibatkan akumulasi sel berumur panjangdengan enzim yang rendah atau

tidak ada, seperti alkalin fosfatase (ALP). Akibatnya, pada pengecatan alkali fosfatase

leukosit sangat rendah bahkan tidak ada pada sebagian besar sel, menghasilkan skor rendah.

Darah perifer pada pasien dengan CML menunjukkan gambaran darah khas

leukoeritroblastik, dengan sirkulasi sel dewasa dari sumsum tulang (Gambar 2.3).

10

Gambar 2.3 Hapusan Darah Tepi Pasien CML. fillm bloodpada perbesaran 400x menunjuk

kanleukositosis dengan kehadiran sel-sel prekursor dari garis keturunan myeloid.Selain itu,

basophilia, eosinofilia, dan trombositosisdapat dilihat. Courtesy of U.Woermann, MD, Divisi

Media Instruksional, Lembaga Pendidikan Kedokteran, Universitas Bern, Swiss.

Fase transisi atau akselerasi CML ditandai dengan penurunan respon terhadap terapi

obatm yelosuppressive, munculnya sel-sel blastperifer (≥ 15%), promyelocytes (≥30%),

basofil (≥20%), dan penurunan trombosit jumlahs ampai kurang dari 100.000sel/uL.

Promyelocytes dan basofil ditunjukkan padaGambar 2.4.

Gambar 2.4. Hapusan Darah Tepi Pasien CML Fase Transisi. Film Bloodpada perbesaran

1000X menunjukkan promyelocyte, eosinofil, dan basofil3. Courtesy of U.Woermann, MD,

Divisi Media Instruksional, Lembaga Pendidikan Kedokteran, Universitas Bern, Swiss.

11

Gambar 2.5 Hapusan Darah Tepi Pasien CML Fase Blast Film Blood pada perbesaran 1000X

menunjukkan garis keturunan granulocytic keseluruhan, termasuke osinofil dan

basofila.Courtesy of U.Woermann, MD, Divisi Media Instruksional, Lembaga Pendidikan

Kedokteran, Universitas Bern, Swiss.

Tanda-tanda transformasi atau fase akselerasi pada pasien dengan CML adalah

penurunan respon terhadap obat-obatan myelosupresi atau interferon, meningkatnya sel blast

dalam darah tepi dengan basophilia dan trombositopenia tidak berhubungan dengan terapi,

kelainan sitogenetika baru,dan meningkatnya splenomegali dan myelofibrosis.

Disekitar dua pertiga kasus, sel blast yang ditemukan adalah myeloid. Namun, pada

sepertiga kasus sisanya,sel blast yang ditemukan memperlihatkan fenotipe limfoid, bukti

lebih lanjut dari sifatsel induk penyakitasli. Kelainan kromosom tambahan biasanya

ditemukanpada saat fase blastkrisis, termasuk tambahan Phtranslokasi kromosom atau

lainnya.

Sel myeloid awal seperti myeloblasts, mielosit, metamyelocytes, dan berintisel darah

merah yang biasa hadir dalam hapusan darah, meniru temuan di sum sum tulang. Kehadiran

sel-sel progenitor yang berbeda midstage membedakan CML dari leukemia myelogenous

akut,di manaleukemic gap (maturation arrest) atau hiatus adadan menunjukkan adanya sel-

sel ini.

Anemia ringan sampai anemia sedang sangat umum pada saat diagnosis dan biasanya

normokromik normositik dan. Jumlah trombositpada diagnosisbisa rendah, normal, atau

bahkan meningkat pada beberapa pasien.

12

Analisis Sumsum Tulang

Sum sum tulang bersifat hyper cellular, dengan perluasan lini selmyeloid (misalnya,

neutrofil, eosinofil, basofil) dan sel progenitornya. Megakaryocytes yang menonjol dan dapat

ditingkatkan. Fibrosis ringansering terlihat pada pengecatan reticulin.

Gambar 2.6 Hapusan Sumsum Tulang Pasien CML. Sum sum tulang Film pada perbesaran

400x menunjukkan dominasi jelas granulopoiesis. Jumlah eosinofil dan megakaryocytes

meningkat.Courtesy of U.Woermann, MD, Divisi Media Instruksional, Lembaga Pendidikan

Kedokteran, Universitas Bern, Swiss.

Pemeriksaan sitogenetik pada sel sum sum tulang, dan darah bahkan perifer, harus

mengungkapkan kromosom khas Ph1, yang merupakan translokasi resiprokal antara

kromosomdari bahan kromosom 9 dan 22 (lihat gambar di bawah). Iniadalah ciri khas CML,

ditemukan di hampir semua pasien dengan penyakit dan terdapat sepanjang perjalanan

klinisseluruh CML.

Gambar 2.7 Philadelphia kromosom. Kromosom Philadelphia, yang merupakan kelainan

karyotypic diagnostik untuk leukemia myelogenous kronis, akan ditampilkan dalam gambar

ini dari kromosom banded 9 dan 22. Yang ditampilkan adalah hasil dari translokasi resiprokal

22q ke lengan bawah 9 dan 9q (c-ABL pada wilayah klaster breakpoint tertentu [bcr]

13

kromosom 22 ditandai dengan panah). Courtesy of Peter C. Nowell, MD, Departemen

Laboratorium Patologi dan Klinik dari University of Pennsylvania School of Medicine.

Selain itu, BCR chimeric/ABL messenger RNA (mRNA) yang menjadi ciri khas

CML dapat dideteksi oleh polymerase chain reaction (PCR) . Ini adalah tes sensitif yang

hanya memerlukan beberapa sel dan berguna dalam memantau penyakit sisa minimal (MRD)

untuk menentukan efektivitas terapi. BCR-ABL transkripmRNA juga dapat diukur dalam

darah perifer

Analisis karyotypic sel sum sum tulang memerlukan keberadaan sel yang membelah

tanpa kehilangan viabilitas karena bahan mensyaratkan bahwa sel masuk kemitosi suntuk

mendapatkan kromosom individu untuk identifikasi setelah banding.Proses pemeriksaan ini

merupakan pemeriksaan yang memerlukan keahlian analis.

Teknik baru fluoresensi hibridisasi in situ (IKAN) menggunakan probe yang berlabel

hibridisasi baik kromosom metafase atau intiinter fase, dan probehibri disasiter deteksi

dengan fluoro chromes. Teknik ini merupakan cara yang cepat dan sensitif untuk mendeteksi

kelainan struktural numerik dan berulang. (Lihatgambar di bawah.)

Gambar 2.8 Fluoresensi hibridisasi in situ menggunakan unik-urutan, DNA probe ganda fusi

untuk bcr (22q11.2) dengan warna merah dan c-ABL (9q34) gen daerah di hijau. Para bcr

normal / ABL fusi hadir di Philadelphia kromosom-positif sel-sel dalam kuning (kanan panel)

dibandingkan dengan kontrol (panel kiri). Courtesy of Emmanuel C. Besa, MD.

Dua bentuk mutasi BCR / ABL telah diidentifikasi. Ini bervariasi sesuai dengan lokasi

dari daerah mereka bergabung pada domain bcr 3 '. Sekitar 70% pasien yang memiliki 5

'breakpoint DNA memiliki pesan RNA b2a2, dan 30% pasien memiliki 3' breakpoint DNA

dan pesan RNA b3a2. Yang terakhir ini dikaitkan dengan fase kronis lebih pendek,

kelangsungan hidup lebih pendek, dan trombositosis.

CML harus dibedakan dari Ph1-negatif dengan hasil PCR negatif untuk BCR / ABL

mRNA. Penyakit ini termasuk gangguan myeloproliferative lain dan leukemia

14

myelomonocytic kronis, yang sekarang diklasifikasikan dengan sindrom myelodysplastic.

Kelainan kromosom tambahan, seperti kromosom Ph1-positif tambahan atau ganda atau

trisomi 8, 9, 19, atau 21, 17 isochromosome, atau penghapusan kromosom Y, telah

digambarkan sebagai pasien memasuki sebuah bentuk transisi atau fase percepatan krisis

blast.

Pasien dengan kondisi selain CML, seperti yang baru didiagnosis leukemia limfositik

akut (ALL) atau leukemia nonlymphocytic, mungkin juga mempunyai kromosom Ph1.

Beberapa menganggap pasien ini ada dalam fase blastic CML tanpa fase kronis. Kromosom

ini jarang ditemukan pada pasien dengan gangguan myeloproliferative lain, seperti

polisitemia vera atau thrombocythemia esensial, tetapi ini mungkin kondisi misdiagnosis

leukemia myelogenous kronis (CML). Hal ini jarang diamati dalam sindrom myelodysplastic.

CML memiliki 3 fase klinis: fase kronis awal, selama proses penyakit mudah

dikontrol, kemudian fase transisi dan tidak stabil (fase akselerasi), dan, akhirnya, tentu saja

lebih agresif (blast krisis), yang biasanya berakibat fatal. Dalam semua 3 fase, terapi suportif

dengan transfusi sel darah merah atau platelet dapat digunakan untuk meringankan gejala dan

meningkatkan kualitas hidup. Di negara-negara Barat, 90% pasien dengan CML didiagnosis

dalam tahap kronis. Jumlah sel darah putih pasien (WBC) biasanya dikontrol dengan obat-

obatan (remisi hematologi). Tujuan utama dari pengobatan selama fase ini adalah untuk

mengendalikan gejala dan komplikasi akibat anemia, trombositopenia, leukositosis, dan

splenomegali. Pengobatan standar pilihan sekarang mesylate imatinib (Gleevec), yang

merupakan molekul kecil inhibitorspesifik BCR / ABL dalam semua tahap CML.

Fase kronis bervariasi dalam durasi, tergantung pada terapi pemeliharaan yang

digunakan, biasanya berlangsung 2-3 tahun dengan terapi HU (Hydrea) atau busulfan, tetapi

dapat berlangsung selama lebih dari 9,5 tahun pada pasien yang merespon dengan baik untuk

terapi interferon-alfa. Selain itu, munculnya mesylate imatinib telah secara dramatis

meningkatkan durasi hematologi dan, memang, remisi sitogenetik. Beberapa pasien dengan

kemajuan CML pada fase transisi atau cepat, yang bisa berlangsung selama beberapa bulan.

Kelangsungan hidup pasien yang didiagnosis pada tahap ini adalah 1-1,5 tahun. Fase ini

ditandai dengan penurunan respon remisi dari jumlah darah dengan obat myelosuppressive

dan munculnya sel blast perifer (≥ 15%), promyelocytes (≥ 30%), basofil (≥ 20%), dan

jumlah trombosit kurang dari 100.000 sel / uL tidak berhubungan dengan terapi. Untuk

15

mencapai remisi hematologis diperlukan obat mielosupresif. Begitu tercapai remisi

hematologis dilanjutkan dengan terapi interferon dan cangkok sumsum tulang.

Terapi myelosuppressive dulunya adalah andalan pengobatan untuk mengkonversi

pasien dengan CML dari presentasi awal yang tidak terkendali untuk satu dengan remisi

hematologi dan normalisasi dari pemeriksaan fisik dan penemuan laboratorium. Namun, agen

baru terbukti lebih efektif, dengan efek samping yang lebih sedikit dan kelangsungan hidup

lebih lama.

HU

HU (Hydrea), penghambat sintesis deoksinukleotida, adalah agen myelosuppressive

paling umum digunakan untuk mencapai remisi hematologi. Hitungan darah awal sel

dimonitor setiap 2-4 minggu, dan dosis disesuaikan tergantung pada jumlah WBC dan

platelet. Kebanyakan pasien mencapai remisi hematologi dalam waktu 1-2 bulan. Obat ini

hanya menyebabkan durasi singkat myelosupresi, dengan demikian, bahkan jika jumlah sel

lebih rendah daripada yang dimaksudkan, menghentikan pengobatan atau mengurangi dosis

biasanya mengontrol jumlah darah. Dosis terapi pemeliharaan dengan HU jarang

menghasilkan remisi sitogenetik.

Busulfan

Busulfan (Myleran) merupakan agen alkylating yang secara tradisional telah

digunakan untuk menjaga jumlah WBC di bawah 15.000 sel / uL. Namun, efek

myelosuppressive dapat terjadi jauh di kemudian hari dan bertahan lama, yang membuat

mempertahankan angka dalam batas normal lebih sulit. Penggunaan jangka panjang dapat

menyebabkan fibrosis paru, hiperpigmentasi, dan penekanan sumsum berkepanjangan yang

berlangsung berbulan-bulan.

Imatinib mesylate (Gleevec)

Mesylateimatinib (Gleevec) adalah inhibitor tirosinkinase yang menghambat tirosin

kinasebcr-abl yang dihasilkan oleh Philadelphia (Ph1) kromosom. Imatinib menghambat

proliferasi dan menginduksi apoptosis pada selpositif BCR/ABL. Dengan imatinib pada

400mg / harisecara oralpada pasien denganyang baru didiagnosis Ph1-positif CML dalam

tahapkronis, tingkat responsito genetika lengkap adalah 70% dan tingkat kelangsungan hidup

3-tahun diperkirakan adalah 94%. Dengandosis tinggi800mg / hari, tingkat sitogenetika

16

lengkap respon meningkat menjadi 98%, tingkat respons utama molekula dalah 70%, dan

tingkat respon lengkap molekuler adalah 40-50%.

Gambar 2.9 Mekanisme Kerja Gleevec

Mekanisme molekuler untuk resistensi imatinib primer tidak diketahui. Mutasi kinase-

domain BCR / ABL merupakan mekanisme yang paling umum dari resistensi sekunder atau

diperoleh untuk imatinib, terhitung 50-90% kasus, 40 mutasi yang berbeda saat ini telah

dijelaskan. Karena imatinib mengikat ke domain kinase ABL di konformasi tertutup atau

tidak aktif untuk menginduksi perubahan konformasi, resistensi terjadi ketika mutasi

mencegah domain kinase dari mengadopsi konformasi spesifik terhadap ikatan.

Leukapheresis

Leukapheresis menggunakan pemisah sel dapat menurunkan jumlah WBC dengan

cepat dan aman pada pasien dengan jumlah WBC lebih dari 300.000 sel / uL, dan dapat

mengurangi gejala akut leukostasis, hiperviskositas, dan infiltrasi jaringan.

Leukapheresis biasanya mengurangi jumlah WBC hanya sementara. Dengan demikian, sering

dikombinasikan dengan kemoterapi Cytoreductive untuk efek lebih lama.

17

Interferon alfa

Di masa lalu, interferon alfa adalah terapi pilihan untuk sebagian besar pasien dengan

CML yang terlalu tua untuk transplantasi sumsum tulang (BMT) atau yang tidak memiliki

sumsum tulang donor yang cocok. Dengan munculnya inhibitor tirosin kinase, interferon alfa

tidak lagi dianggap terapi lini pertama untuk CML. Ini dapat digunakan dalam kombinasi

dengan obat-obat baru untuk pengobatan kasus-kasus refrakter.

Sebuah studi oleh Simonsson et al menemukan bahwa penambahan periode yang relatif

singkat bahkan alfa2b pegylated interferon untuk imatinib meningkatkan tingkat respon

utama molekul pada 12 bulan terapi. Dosis yang lebih rendah dari alfa2b pegylated interferon

dapat meningkatkan toleransi sementara tetap mempertahankan efikasi dan dapat

dipertimbangkan dalam penelitian selanjutnya.

Transplantasi

Sumsum tulang alogenik transplantasi (BMT) atau transplantasi sel induk saat ini

satu-satunya obat yang telah terbukti untuk CML. Idealnya, harus dilakukan dalam tahap

kronis dari penyakit daripada pada fase transformasi atau krisis blast. Calon pasien harus

ditawarkan prosedur ini jika mereka memiliki donor terkait cocok atau single-antigen-cocok

tersedia. Secara umum, pasien yang lebih muda umum lebih baik daripada pasien yang lebih

tua. BMT harus dipertimbangkan dini pada pasien muda (<55 y) yang memiliki donor

saudara kandung yang cocok. Semua saudara harus bertipe untuk antigen leukosit manusia

(HLA)-A, HLA-B, dan HLA-DR. Jika tidak cocok, jenis HLA dapat dimasukkan ke dalam

register sumsum tulang untuk donor yang tidak sepenuhnya cocok.

BMT alogenik dengan donor yang cocok tidak berhubungan telah menghasilkan hasil

yang sangat menggembirakan dalam penyakit ini. Prosedur ini memiliki tingkat yang lebih

tinggi dari kegagalan graft awal dan akhir (16%), penyakit host graft akut kelas III-IV (50%),

dan extensive chronic graft versus host disease(55%). Tingkat kelangsungan hidup secara

keseluruhan berkisar dari 31% menjadi 43% untuk pasien yang lebih muda dari 30 tahun dan

dari 14% menjadi 27% untuk pasien yang lebih tua.

18

Splenektomi

Splenektomi dan radiasi limpa telah digunakan pada pasien dengan splenomegali,

biasanya dalam tahap akhir dari CML. Ini jarang diperlukan pada pasien dengan CML yang

terjaga. Beberapa penulis percaya bahwa splenektomi mempercepat terjadinya metaplasia

myeloid di hati. Selain itu, splenektomi berhubungan dengan morbiditas perioperatif tinggi

dan tingkat kematian karena perdarahan atau komplikasi trombotik.

Prognosa

Secara historis, kelangsungan hidup rata-rata pasien dengan CML adalah 3-5 tahun

dari saat diagnosis. Saat ini, pasien dengan CML memiliki hidup rata-rata 5 tahun atau lebih

dan 5 tahun tingkat kelangsungan hidup 50-60%. Peningkatan tersebut telah dihasilkan dari

diagnosis dini, terapi ditingkatkan dengan interferon dan transplantasi sumsum tulang, dan

perawatan suportif yang lebih baik.

Sebagai pengobatan ditingkatkan, kebutuhan untuk tahap pasien menurut prognosis

mereka menjadi perlu untuk membenarkan prosedur dengan morbiditas dan mortalitas yang

tinggi, seperti transplantasi sumsum tulang.Pementasan pasien didasarkan pada beberapa

analisis menggunakan analisis variate beberapa antara asosiasi dari host pretreatment dan

karakteristik sel leukemia dan tingkat kelangsungan hidup yang sesuai. Temuan dari studi ini

mengklasifikasikan pasien ke dalam kelompok berikut:

• Low-risk (kelangsungan hidup rata-rata 5-6 tahun)

• Moderate-risk (kelangsungan hidup rata-rata 3-4 tahun)

• High-risk (kelangsungan hidup rata-rata 2 tahun)

Satu banyak digunakan indeks prognostik, skor Sokal, dihitung untuk pasien berusia

5-84 tahun dengan persamaan berikut:

Tiga kategori dari skor Sokal adalah sebagai berikut:

1. Risiko rendah: skor <0,8

2. Menengah risiko: skor 0,8-1,2

3. Resiko tinggi: skor> 1,2

19

Hazard ratio = exp 0.0116 (age - 43) + 0 .0345 (spleen size [cm below costal margin] - 7.5

cm) + 0.188 [(platelet count/700)2 - 0.563] + 0.0887 (% blasts in blood - 2.1)

Skor Sokal berkorelasi dengan kemungkinan mencapai respon sitogenetika lengkap,

sebagai berikut:

• low-risk: 91%

• Intermediate-risk: 84%

• high-risk: 69%

Sebuah model prognostik gabungan, menggabungkan model-model sebelumnya

seperti nilai Sokal, telah dirancang menggunakan jumlah orang miskin-prognosis

karakteristik. Tahapan dalam model ini adalah sebagai berikut:

• Tahap 1: 0 atau 1 karakteristik

• Tahap 2: 2 karakteristik

• Tahap 3: 3 atau lebih karakteristik

• Tahap 4: diagnosis pada fase ledakan

Prognosis buruk terkait dengan karakteristik termasuk faktor-faktor klinis dan

laboratorium berikut:

• Usia yang lebih tua

• Simptomatis

• Performance status buruk

• Afrika Amerika keturunan

• Hepatomegali

• Splenomegali

• Kromosom Ph Negatif atau BCR / ABL

• Anemia

• Trombositopenia

• Trombositosis

• Penurunan megakaryocytes

• Basophilia

• Myelofibrosis (reticulin ditambah atau kolagen)

Terapi terkait faktor berikut mungkin menunjukkan prognosis buruk pada pasien

dengan CML:

• Lama waktu untuk remisi hematologi dengan terapi myelosupresi

• Durasi remisi pendek

20

• Dosis total tinggi dari HU atau busulfan

• Supresisel Ph-positif buruk dengan kemoterapi atau terapi interferon alfa

Sebuah penelitian di Jerman dari 139 pasien berisiko rendah dengan CML, menurut

skor Sokal, menunjukkan bahwa agen terapi baru telah membawa kemajuan dalam

kelangsungan hidup. Hidup rata-rata sesuai perlakuan yang digunakan adalah sebagai berikut:

• busulfan: 6 tahun (50 pasien)

• HU: 6,5 tahun (55 pasien)

• Interferon alfa: sekitar 9,5 tahun (34 pasien)

Beberapa pasien dengan remisi molekuler dari interferon alfa dapat disembuhkan, tapi

ini hanya dapat dibentuk dari waktu ke waktu.Para imatinib tirosin kinase inhibitor telah

menggantikan interferon sebagai terapi lini pertama, karena dikaitkan dengan tingkat respons

yang lebih tinggi dan toleransi yang lebih baik dari efek samping. Jangka panjang tindak

lanjut dari pasien yang menerima imatinib dalam pengobatan CML dan mencapai respon

cytogenic lengkap 2 tahun setelah awal pengobatan menunjukkan bahwa kelangsungan hidup

mereka secara statistik tidak signifikan berbeda dari masyarakat umum.

Manifestasi dari blast krisis serupa dengan leukemia akut. Hasil pengobatan tidak

memuaskan, dan kebanyakan pasien menyerah pada penyakit sekali fase ini berkembang.

Fase akut, atau krisis blast, mirip dengan leukemia akut, dan kelangsungan hidup adalah 3-6

bulan pada tahap ini.

21