rsam usmani
TRANSCRIPT
RASM AL-QUR’AN
BAB IPENDAHULUAN
Pada zaman sekarang ini yang katanya zaman modern atau zaman yang sudah
maju, sehingga hal-hal yang berbau klasik atau lama sepertinya sudah jarang
diperhatikan. Bahkan terkesan sepertinya harus dihilangkan dan dilupakan. Karena
kataya sudah tidak sesuai dengan zamannya lagi.
Begitu juga dengan kitab suci kita yaitu Al-qur’an karim yang oleh banyak pihak
mulai dan sudah diganggu ke-autentikannya dari segi manapun, termasuk juga dari segi
tulisannya dan perbedaan antara tulisan yang satu dengan tulisan yang lain. Dan hal ini
merupakan hal yang sangat mengganggu dan meresahkan di kalangan umat Islam.
Sebagai contonya adalah dari kalangan orientalisme.
Dalam banyak penelitan mereka, para orientalis menyebarkan berbagai syubhat
batil seputar Al-Quran. Seorang orientalis bernama Noeldeke dalam bukunya, Tarikh Al-
Quran, menolak keabsahan huruf-huruf pembuka dalam banyak surat Al-Quran dengan
klaim bahwa itu hanyalah simbol-simbol dalam beberapa teks mushaf yang ada pada
kaum muslimin generasi awal dulu, seperti yang ada pada teks mushhaf Utsmani. Ia
berkata bahwa huruf mim adalah simbol untuk mushhaf al-Mughirah, huruf Ha adalah
simbol untuk mushhaf Abu Hurairah. Nun untuk mushhaf Utsman. Menurutnya, simbol-
simbol itu secara tidak sengaja dibiarkan pada mushhaf-mushhaf tersebut sehngga
akhirnya terus melekat pada mushhaf Al-Quran dan menjadi bagian dari Al-Quran hingga
kini. Berkaitan dengan sumber penulisan Al-Quran, kaum orientalis menuduh bahwa isi
Al-Quran berasal dari ajaran Nasrani, seperti tuduhan Brockelmann. Sedangkan Goldziher
1
menuduhnya berasal dari ajaran Yahudi. Kaum orientalis yakin bahwa Al-Quran adalah
buatan Muhammad.[1]
Disinilah perlunya dan harusnya kita mempelajari kembali tentang ilmu Al-qur’an
dari awal sehingga tidak terjadi putusnya sejarah awal Al-qur’an diturunkan dan
dibukukan dalam bentuk mushaf seperti yang telah ada di zaman sekarang ini.
2
BAB IIRASM AL-QUR’AN
1. Definisi Rasm Al-quran Dan Rasm ‘Utsmani
Rasm qur’an yaitu penulisan mushaf Al-qur’an yang dilakukan dengan cara
khusus, baik dalam penulisan lafal-lafalnya maupun bentuk-bentuk huruf yang
digunakannya.
Penulisan Al-qur’an pada masa Nabi SAW dilakukan oleh para sahabat-sahabatnya. Nabi
juga membentuk tim khusus untuk sekretaris (juru tulis) Al-qur’an guna mencatat setiap
kali turun wahyu. Diantara mereka ialah; zaid binTsabit, Ubai bin Ka’ab dan Tsabit bin
Qais.[2]
Pada waktu itu mereka menulis Al-qur’an berdasarkan petunjuk Nabi SAW. Baik
dalam penulisannya maupun dalam urutannya. Pada masa khalifah Abu Bakar sedikitnya
ada 70 hafidz Al-qur’an yang mati syahid dalam suatu peperangan meluruskan orang-
orang yang murtad dari agama Islam. Kemudian ketika itu Umar bin Khattab mengajukan
usul kepada khalifah untuk mengumpulkan catatan-catatan Al-qur’an menjadi satu.
Dengan berbagai pertimbangan Abu Bakar menerima usulan Umar, sehingga dibentuklah
tim penuls Al-qur’an yang diketuai oleh Zaid bin Tsabit. Tim menulis ayat-ayat Al-qur’an
dengan berpegangan dengan ayat-ayat Al-qur’an yang disimpan oleh Nabi SAW. dan
ayat-ayat yang dihapal oleh para sahabat yang masih hidup. Sesudah Abu Bakar wafat,
tulisan tersebut diserahkan kepada Umar bin Khattab lalu diserahkan lagi kepada
khafsoh.
3
2. Pola Penulisan Al-Qur`an Dalam Mushaf Utsmani
Bangsa Arab sebelu Islam dalam tulis menulis menggunakan khot Hijri. Setelah
datang Islam dinamakan Khot Kufi.[3]
Sejauh itu Bahasa dapat terpelihara dari kerusakan-kerusakan, karena ada
kemampuan berbahasa yang tertanam dalam jiwa mereka.
Pada masa khalifah utsman bin Affan, umat Islam telah tersebar ke berbagai
kepenjuru dunia sehingga pemeluk agama Islam bukan hanya orang-orang Arab saja.
Pada saat itu muncul perdebatan tentang bacaan Al-Qur’an yang masing-masing pihak
mempunyai dialek yang berbeda. Sangat di sayangkan masing-masing pihak merasa
bahwa bacaan yang di gunakannya adalah yang terbaik.[4]
Untuk mengantisipasi kesalahan dan kerusakan serta untuk memudahkan
membaca Al-Qur`an bagi orang-orang awam, maka Utsman bin Affan membentuk panitia
yang terdiri dari 12 orang untuk menyusun penulisan dan memperbanyak naskah Al-
Qur`an. Mereka itu adalah: 1. Sa`id bin Al-As bin Sa`id bin Al-As, 2. Nafi bin Zubair bin
Amr bin Naufal, 3. Zaid bin Tsabit, 4.Ubay bin ka`b, 5.Abdullah bin az-Zubair, 6.Abrur-
Rahman bin Hisham, 7.Khatir bin Aflah, 8. Anas bin Malik, 9.Abdullah bin Abbas, 10. Malik
bin Abi Amir, 11. Abdullah bin Umar, 12. Abdullah bin Amr bin al-As.[5]
Mereka inilah yang menyusun mushaf Al-Qur`an yang kemudian di kenal dengan
mushaf Utsmani, ada juga yang mengatakan bahwa panitia yang di bentuk oleh Utsman
ada empat orang mereka itu adalah Zaid bin Tsabit, abdulalh bin Zubair, Sa’id bin Al-As
dan Abdurrahman bin Al-Harits [6], karena di tetapkan pada masa khalifah Utsman bin
4
Affan. Mushaf itu ditulis dengan kaidah-kaidah tertentu. Para Ulama meringkas kaidah-
kaidah itu menjadi 6 istilah, yaitu:
a. Al-Hadzf (membuang, menghilangkan, ataumeniadakan huruf). Contohnya,
menghilangkan huruf alif pada ya`nida` ,dari tanbih , pada lafadzh ,dan dari kata na.
b. Al-Jiyadah(penambahan), seperti menambahkan huruf alif setelah wawu atau yang
mempunyai hokum jma` ( ) dan menambah alif setelah hamzah marsumah (hamzah
yang terletak di atas tulisan wawu) ( ).
c. Al-hamzah, salah satu kaidahnya berbunyi bahwa apabila hamzah berharakat sukun,
di tulis dengan huruf berharakat yang sebelumnya, contoh “i`dzan( ) dan “u`tumin”( ).
d. Badal (penggantian), seperti alif di tulis dengan wawu sebagai penghormatan pada
kata.
e. Washal dan Fashl (penyambungan dan pemisahan), seperti kata kul yang di iringi kata
ma di tulis dengan di sambung ( ).
f. Kata yang dapat dibaca dua bunyi. Penulis kata yang dapat di baca dua bunyi
disesuaikan dengan salah satu bunyinya. Di dalam mushaf `Utsmani, penuli kata
semacam itu di tulis dengan menghilangkan alif, misalnya “maliki yaumiddin”( ). Ayat
di atas boleh di baca dengan menetapkan alif(yakni di baca dua alif),boleh juga hanya
menurut bunyi harakat (yakni dibaca satu alif).[7]
3. Kedudukan Rasm ‘Utsmani
Khalifah Utsman menyuruh ziad bin Tsabit untuk mengambil suhuf dari A’isyah
sebagai perbandingan dengan suhuf yang telah disusun oleh panitia yang telah dibentuk
Utsman, dan melakukan pengoreksian terhadap kesalahan-keslaahan yang ada pada
5
mushaf yang dipegang oleh panitia. Khalifah Utsman juga melakukan verifikasi dengan
suhuf resmi yang sejak semula ada pada Hafsah guna melakukan verifikasi dengan
mushaf yang dia pegang.
Seseorang bisa jadi keheran-heranan mengapa khalifah ‘Utsman bersusah payah
mengumpulkan naskah tersendiri sedang akhirnya juga dibandingkan dengan suhuf yang
ada pada Hafsah. Alasan yang paling mendekati kemungkinan barangkali sekedar upaya
simbolik. Satu dasawarsa sebelumnya ribuan sahabat, yang sibuk berperang melawan
orang-orang murtad di Yamamah dan di tempat lainnya, tidak bisa berpartisipasi dalam
kompilasi suhuf. Untuk menarik lebih banyak kompilasi bahanbahan tulisan, naskah
Utsman tersendiri(independen) memberi kesempatan kepada sahabat yang masih hidup
untuk melakukan usaha yang penting ini.[8]
Dalam keterangan diatas, tidak terdapat inkonsistensi di natara suhuf dan mushaf
tersendiri, dan dari kesimpulan yang luas ini terdapat: pertama, sejak awal teks Al-qur’an
ini sudah benar-benar kukuh hingga abad ketiga. Kedua metodologi yang dipakai dalam
kompilasi Al-qur’an pada zaman kedua pemerintahan sangat tepat dan akurat.
Setelah naskah mushaf tersebut selesai dibuat, maka disebarkan dan dibuat menjadi
beberapa duplikat dan dikirimkan ke beberapa tempat. Maka tak perlu lagi ada
fragmentasi tulisan Al-qur’an yang bergulir di tangan orang-orang. Oleh karena itu semua
pecahan tulisan (fragmentasi) Al-qur’an telah dibakar. Mus’ab bin Sa’d menyatakan
bahwa masyarakat telah menerima keputusan Utsman, setidaknya tidak mendengar
kata-kata keberatan. Riwayat lain mengukuhkan kesepakatan ini, termasuk Ali bin Abi
Thalib berkata,”Demi Allah, dia tidak melakukan apa-apa dengan pecahan-pecahan
6
(mushaf) kecuali dengan persetujuan kami semua (tak ada seorang pun diantara kami
yang membantah)”.
Di dalam melakukan pengumpulan tujuan utama Utsman adalah ingin menutup
semua celah-celah perbedaan dalam bacaan Al-qur’an dengan mengirim mushaf atau
mengirim sekalian dengan pembacanya.dan juga dengan dua perintah:
1. Agar membakar semua mushaf milik pribadi yang berbeda denganmushaf
milikya harus dibakar.[9]
2. agar tidak membaca sesuatu yang berbeda dengan mushaf Utsmani. Oleh
karena itu adanya kesatuan secara total yang ada teks Al-qur’an di seluruh
dunia selama empat belas abad, diberbagai wilayah dengan warna-warni yang
ada, merupakan bukti keberhasilan Utsman yang tak mungkin tersaingi oleh
siapa pun dalam menyatukan umat Islam dalam satu teks.[10]
4. Hukum Penulisan Dengan Rasm Utsmani
Para ualma berbeda pendapat mengenai status Rasm utsmani atau Rasm Al-
qur’an. Pendapat-pendapat tersebut ialah:
a. Sebagian ulama berpendapat bahwa Rasm Al-qur’an itu bersifat tauqifi[11], sehingga
wasjib di ikuti oleh siapa saja ketika menulis Al-quran. Untuk menegaskan
pendapatnya,mereka merujuk pada sebuah riwayat yang menyebutkan bahwa Nabi
pernah bersabda Mu’awiyah, salah seorang sekretatarisnya,”Letakkan tinta. Pegang
pena baik-baik. Luruskan huruf ba’.bedakan huruf sin. Jangan butakan huruf min.
perbaguslah (tulisan) Allah. Panjangkanlah (tulisan) Ar-Rahman dan perbaguslah
(tulisan) Ar-RAhim. Lalu letakkan penamu di atas telinga kirimu, karena itu akan
7
memuatmu lebih ingat”.[12] Al-Qattan dalam bukunya berpendapat bahwa tidak ada
suatu riwayat dari Nabi yang dijadikan alas an untuk menjadikan Rasm Utsmani
sebagai tauqifi. Rasm Utsmani merupakan kreatif panitia yang telah di bentuk Utsman
sendiri atas persetujuannya. Jika di antara panitia itu ada berbeda pendapat dalam
menulis mushaf, maka hendaknya di tulis dengan lisan Quraisy karena dengan lisan
itu Al-Qur’an turun.[13]
b. Sebagian besar Ulama berpendapat bahwa Rasm Utsmani bukan tauqifi, tetapi
merupakan kesepakatan cara penulisan (ishtilahi) yang di setujui Utsman dan
diterima ummat, sehingga wajib di ikuti dan ditaati siapapun ketika menulis Al-
Qur`an.[14] Banyak Ulama terkemuka menyatakan perlunya konsistensi
menggunakan Rasm Utsmani. Asyhab berkata ketika ditanya tentang penulisan Al-
qur`an, apkah perlu menulisnya seperti yang di pakai banyak orang sekarang, Malik
menjawab, “Aku tidak berpendapat demikian. Seseorang hendaklah menulisnya
sesuai dengan tulisan pertama.”[15]Imam Ahmad bin Hanbal pernah berkata, “Haram
hukumnya menyalahi khot Utsmani dalam soal wawu, alif, ya` atau huruf
lainnya.”[16]
c. Sebagian dari mereka berpendapat bahwa Rasm Utsmani bukanlah tauqifi. Tidak ada
halangan untuk menyalahinya tatkala suatu generasi sepakat menggunakan cara
untuk menuliskan Al-qur’an ayng berlainan dengan Rasm Utsmani.[17]
Berkaitan denganketiga pendapat diatas, Al-Qattan memilih pendapat yang kedua
karena lebih memungkinkan untuk memelihara Al-qur’an dari perubahan dan
penggantian hurufnya. Seandainya setiap masa diperbolehkan menulis Al-qur’an
sesuai dengan trend tulisan pada masanya, perubahan tulisan Al-qur’an terbuka lebar
8
pada setiap masa. Padahal, setiap kurun waktu memiliki trend tulisan yang berbeda-
beda. Al-qattan menegaskan bahwa perbedaan Khot pada mushaf-mushaf yang ada
merupakan hal lain. Yang pertama berkaitan dengan huruf , sedangkan yang kedua
berkaitan dengan cara penulisan huruf.[18] Untuk memperkuat pendapatnya, Al-
qattan mengutip ucapan Al-Baihaqi di dalam kitab Syu’b Al-Iman,”Siapa saja yang
hendak menulis mushaf hendaknya memperhatikan cara mereka yang pertama kali
menulisnya. Janganlah berbeda dengannya. Tidak boleh mengubah sediitpun apa-apa
yang telah mereka tulis karena mereka lebih banyak pengetahuannya, ucapan dan
kebenarannya lebih dipercaya, serta dapat memegang amanah dari pada kita. Jangan
ada diantara kita yang merasa dapat menyamai mereka.”
5. Penulisan dan Percetakan Rasm Utsmani
Mushaf yang ditulis atas perintah Utsman bin Affan tidak memiliki harakat dan
tanda titik sehingga dapat dibaca dengan salah satu qira’at yang tujuh. Dan banya terjadi
kesulitan bagi orang non-arab yang baru masuk Islam. Oleh karena itu pada masa
khalifah ‘Abd Al-Malik (685-705), dilakukan penyempurnaannya.
Upaya ini tidak berlangsung sekaligus, tetapi bertahap dan dilakukan sampai abad
III H (atau akhir abad IX M). Tercatat tiga nama yang disebut-sebut sebagai orang yang
pertama kali meletakkan titik pada Mushaf Utsmani, yaitu: Abu Al-Aswad Ad-Dau’ali,
Yahya bin Ya’mar(45-125 H) dan Nashr bin Asim Al-Laits (w.89 H).
Penulisan Al-quran ini di upayakan denga tulisan ayng bagus. Untuk pertama kaliAl-
qur’an di cetak di Bunduqiyah pada tahun 1530 M. Tapi ketika dikeluarkan, penguasa
gereja memerintahkan pemusnahan kitab suci ini. Cetakan selanjutnya dialkukan oleh
9
seorang jerman bernama hinkelman pada pada athun 1694 M. di jerman. Kemudian
disusul oleh Mracci pada tahun 1698 M. di Padoue. Sayangnya tak satupun Al-qur’an
cetakan I, II, III ini yang tersisa di dunia Islam dan sayangnya perintis tersebut bukan dari
kalangan Islam.
Penerbitan Qur’an dengan label Islam mulai pada tahun 1787, yang lahir di rusia.
Kemudian di kazan, lalu di Iran pada tahun 1248 H/1828 M. lima tahun kemudian 8 terbit
di Tabriz. Setelah dua kali diterbitkan di Iran setahun kemudian terbit di Jerman.
Di Negara Arab dimuali Raja Fuad dai mesir yang membentukpanitia khusus penerbitan
Al-qur’an di peremaptan pertama abad XX. Panitia yang di motori oleh para syaikh Al-
Azhar ini pada tahun 1342 H/1923 M. Sejak itulah Al-quran dicetak berjuta-juta mushaf di
Mesir dan berbagai negara lainnya.
10
BAB IIIPENUTUP
KESIMPULAN
Rasm Al-qur’an adalah tata cara penulisan Al-qur’an, yang biasa disebut juga
dengan rasm Utsmani. Status hokum Rasm Al-qur’an masih diperselisihkan dalam tiga
hal: apakah tauqifi, bukan tauqifi atau ishtilahi. Rasm Utsmani memiliki fungsi yang
sangat besar dalam menyatukan umat Islam. Pada awalnya rasm Utsmani tidak memiliki
tanda baca tapi kemudian di tambahi dan disempurnakan.
11
DAFTAR PUSTAKA
Al-Azami,M.M. 2005. The History Of Qur’anic Text. Terj. Sohirin Solihin dkk. Jakarta: Gema Insani Press.
Al-Qattan, Manna Khalil. 2001. Studi Ilmu Ilmu Al-Qur’an. Tarj. Mudzakkir AS. Bandung: Pustaka Litera AntarNusa.
Anwar, Rosihon. 2006. Ulumul Qur’an. Bandung: Pustaka Setia.
As-Suyuti, jaluddin. 1978. Al-Itqoan Fi Ulum Al-Qur’an. Beirut: Darul Ma’arif.
As-Shalih, Subhi. 1988. Mabahis Fi Ulum Al-Quran. Beirut: Darul Ilmi.
Az-Zanzani, Abu Abdullah. 1991. Wawasan Baru Tarikh Al-Qur’an. Tarj. Kamaluddin Marzuki Amwar. Bandung: MIZAN.
Chirzin, Muhammad. 2003. Permata Al-Qur’an. Yogyakarta: QIRTAS.
Syadali, Ahmad dan Rofii, Ahmad. 2000. Ulumul Qur’an II. Bandung: Pustaka setia.
12
FOOTNOTE
[1] http://gasus85.wordpress.com/
[2] Syadali, Ahmad dan Rofii, Ahmad. 2000. Ulumul Qur’an II. Bandung: Pustaka setia. Hal. 21.
[3] As-Shalih, Subhi. 1988. Mabahis Fi Ulum Al-Quran. Beirut: Darul Ilmi. Hal. 361-362.
[4] As-Suyuti, jaluddin. 1978. Al-Itqoan Fi Ulum Al-Qur’an. Beirut: Darul Ma’arif. Juz 5.
[5] Al-A’zami,M.M. 2005. The History Of Qur’anic Text. Terj. Sohirin Solihin dkk. Jakarta: Gema Insani Press. Hal. 99-100.
6. Anwar, Rosihon. 2006. Ulumul Qur’an. Bandung: Pustaka Setia.hal.50
[7] Anwar, Rosihon. ibid.hal.50-52.
[8] Al-A’zami. Op cit. hal. 104
[9] Menurut Ibnu Hajar hal ini tergantung dari induvidu yang memilikinya, apa di hapus, di robek atau di bakar.
[10] Ibid. hal 107
[11] Yakni bukan produk manusia, tetapi merupakan sesuatu yang ditetapkan berdasarkan wahyu Allah, yang Nabi sendiri tidak memiliki otoritas untuk menyangkalnya.
[12] Anwar, rosihon. Op cit hal.52
[13] Al-Qattan, Manna Khalil. 2001. Studi Ilmu Ilmu Al-Qur’an. Tarj. Mudzakkir AS. Bandung: Pustaka Litera AntarNusa.hal.215.
[14] Ibid. hal. 216.
[15]As-Suyuti, Jaluddin. Op. cit. hal 167.
[16] Ibid.
[17] Anwar,Rosihon. Op. cit. hal. 55.
[18] Ibid. hal. 56
13