roses graveyard
TRANSCRIPT
![Page 1: Roses Graveyard](https://reader031.vdokumen.com/reader031/viewer/2022021213/577d25d71a28ab4e1e9fb048/html5/thumbnails/1.jpg)
8/4/2019 Roses Graveyard
http://slidepdf.com/reader/full/roses-graveyard 1/2
Roses Graveyard, Roses Church, 13th
St Emerald Avenue, Washington DC
Dua tahun berlalu dalam keadaan diam. Semuanya tak pernah kembali seperti dulu sejak hari itu. Hari
dimana semua senyum dan canda tawa hilang seketika. Meninggalkan segumpal kesedihan dan air mata
yang seakan tak pernah habis di telan waktu. Miris memang. Namun semuanya sudah takdir yang telah
ditentukan oleh Tuhan. Dan tak ada satupun yang bisa menolaknya. Termasuk Dawn sendiri.
Hari itu Dawn berjalan menyusuri St Emerald Avenue seorang diri. Gerimis tak henti-hentinya
membahasi tubuh Dawn yang hanya berbalutkan jaket kulit berwarna gelap dan sebuah topi berwarna
biru. Dingin… bahkan jauh lebih dingin daripada musim salju.
Sekelompok anak kecil berpayung warna-warni berbelok disudut jalan yang akan membawa mereka
menuju ke taman bermain di Central Park. Bagi Dawn, pemandangan ini sudah biasa. Anak-anak kecil
pergi berkelompok, membawa tas berisi mainan, dan berangkat menuju ke tempat dimana tak akan ada
yang bisa mengganggu kesenangan mereka. Yah, termasuk hujan sekalipun.
Dawn berhenti di sudut jalan sambil menengadahkan kepalanya yang tertutup topi ke arah langit.
Kemudian menutup matanya dan mulai menikmati sensasi dera rintik air yang jatuh dari langit dan
menerpa wajahnya. Gerimis… dahulu anak lelaki berambut cokelat itu sangat menyukainya. Namun
sekarang, rasa suka itu memudar, bahkan nyaris lenyap hanya dalam kurun waktu dua tahun. Dad pergi
tanpa mengatakan apa-apa padanya. Tanpa pernah mengingatkan padanya untuk melakukan sesuatu
yang berguna. Dawn tak suka keadaan ini. Bahkan terkadang ia menyesal, apa gunanya menjadi penyihir
kalau kau tak bisa menyelamatkan keluargamu sendiri.
Puluhan, ratusan, bahkan ribuan titik air jatuh dari langit dalam waktu satu detik. Tetapi kenapa tak
satupun dari titik itu yang mampu menghilangkan kesedihan Dawn? Pada dasarnya Dawn tak pernah
menerimanya dengan ikhlas. Coba saja bicara padanya dan angkat orang tua sebagai topik utamanya.
Dan kau akan segera menemukan ekspresi wajah anak lelaki yang mencerminkan kata hatinya yang
sedang dilanda luapan emosi kesedihan.
Mendadak bibir Dawn terasa kelu. Ia menurunkan kepalanya, membiarkan sisa air hujan itu mengalir
turun dari wajahnya, menyisakan alir tak tentu pada kedua pipinya. Dawn membuka matanya, kemudian
kembali berjalan melawan arah kemana bocah-bocah berpayung pergi. Dawn tak akan pergi ke Central
Park sore itu, melainkan ke Roses Church, mengunjungi makam ayahnya.
Kompleks gereja yang berbataskan dengan gerbang pemakaman itu terlihat sangat lengang. Dawn
melangkah diatas lantai batu menuju ke depan pintu gereja. Namun belum sempat Dawn melangkah
naik, seorang kakek paruh baya berpakaian hitam tiba-tiba keluar dari pintu dan tersenyum pada Dawn.
“Selamat sore Dawn, ada yang bisa aku bantu?” ucap kakek itu seraya melangkah turun dan
menghampiri anak lelaki dihadapannya.
![Page 2: Roses Graveyard](https://reader031.vdokumen.com/reader031/viewer/2022021213/577d25d71a28ab4e1e9fb048/html5/thumbnails/2.jpg)
8/4/2019 Roses Graveyard
http://slidepdf.com/reader/full/roses-graveyard 2/2
“Sore Pastur Robert. Err—tidak. Maksudku, aku hanya… Aku hanya ingin mengunjungi makam ayahku.
Boleh kan?” Tanya Dawn sedikit gugup. Ini pertama kalinya ia akan kesana setelah pemakaman dua
tahun lalu. Dan Pastur Robert tahu, bahwa Dawn tak pernah merelakan kepergian ayahnya.
“Akhirnya…. Tentu nak, tentu. Pergilah, tak ada yang melarangmu. Apa perlu aku temani?” Tawar Pastur
yang telah ia kenal sejak lama itu. Dawn bisa melihat jelas raut kelegaan diwajahnya.
“Tidak Pastur. Aku bisa sendiri. Terima kasih…” ungkap Dawn seraya membungkuk dan tersenyum lalu
melangkah menuju kebagian samping halaman gereja yang terhubung dengan gerbang pemakaman.
Dawn melewati gerbang, menyusuri beberapa baris nisan dan berhenti didepan sebuah nisan
bertuliskan Travis William Rain. Lihat, ini susah. Dawn selalu membayangkan ayahnya ada di ruang
makan tiap kali ia bangun pagi di musim panas. Dawn selalu membayangkan akan menemukan sosok
ayahnya yang duduk membaca koran sambil menyeruput kopi tiap kali Dawn ke halaman belakang.
Namun tak pernah sekalipun Dawn membayangkan akan menemukan sebuah nisan bertuliskan nama
ayahnya dalam barisan pemakaman umum.
Damn !!! Kenapa harus Dawn yang mengalami ini semua, eh? Belum cukupkah konflik batin yang Kau
berikan padanya selama ini? Kadang Dawn berpikir bahwa Kau tak pernah adil. Kadang Dawn berpikir
manusialah yang selalu menyebabkan semua kecelakaan itu. Tapi… tapi… Arggghhhhhh !!! Cukup…
Semuanya tak akan bisa di ulang dari awal lagi. Ini semua sudah selesai.
Pemuda 14 tahun itu menunduk. Kemudian membelai nisan ayahnya yang basah akibat gerimis.