riwayat kehidupan dan pandangan tentang pendidikan hasyim asy'ary
TRANSCRIPT
14
Pemikiran Pendidkan Islam Hasyim Asy’ari
BAB I
PENDAHULUAN
Mempelajari sejarah pendidikan Islam dapat menambah wawasan kita,
juga dapat mnjadi cerminan bagi kita agar dapat memperbaiki kekurangan dan
kekeliruan kedepannya. Corak pemikiran yang tidak hanya satu berkembang di
wilayah-wilayah Indonesia. Hal ini juga dipengaruhi oleh situasi dan kondisi
setempat. Hingga lahirlah para cendekiawan Islam yang menjadi tokoh besar
dalam perjalanan sejarah. Salah satu di antaranya adalah K.H. Hasyim Asy’ari.
Seorang Kiyai besar yang menjadi pelopor berdirinya sebuah organisasi
kemasyarakatan Nahdatul Ulama.
Berdasarkan pandangannya yang berpatokan pada empat mazhab dan
Ahlussunnah wal Jama’ah, serta mentolerir pendapat baru yang tidak
bertentangan dengan syari’at Islam, ia mengajarkan ajaran Islam kepada santrinya.
Akan tetapi sebagaimana kita ketahui bersama, pada saat ini hampir sering terjadi
perbedaan pendapat antara NU dan Muhammadiyah, yang sebenarnya hanya
berbeda sudut pandang. Demikianlah permasalahan yang secara tidak langsung
dan sedikit banyak berpengaruh pada pendidikan Islam di Indonesia. Bagi yang
cenderung sepaham dengan NU, maupun Muhammadiyah, dikhawatirkan akan
menimbulkan konflik yang tidak sehat. Yang sebenarnya hal tersebut sebaiknya
tidak menimbulkan permusuhan. Dalam mencari kebenaran Allah telah
memberikan kita wahyu dan akal. Namun untuk beberapa hal kita tidak tahu pasti
kebenaran yang benar-benar benar itu ada di pihak mana. Hanya Allah yang tahu.
Untuk itu, perlu bagi kita memahami masing-masing pemikiran dari para
tokoh. Agar kita tidak hanya menduga-duga dan sekedar beranggapan. Di sinilah
letak pentingnya suatu ilmu agar tidak sekedar ucapan kosong belaka.
Makalah ini berjudul Pemikiran Pendidikan Islam Hasyim Asy’ari. Maka
isi makalah ini akan membahas mengenai pemikiran atau pandangannya dalam
pendidikan Islam. Juga akan membahas riwayat hidupnya agar kita dapat
memperkirakan latar belakang mengenai pola pemikirannya.
Filsafat Pendidikan Islam
14
Pemikiran Pendidkan Islam Hasyim Asy’ari
BAB II
PEMBAHASAN
A. Riwatay Hidup K.H. Hasyim Asy’ari
K.H. Hasyim dilahirkan pada tanggal 24 Zulqa’dah
1287 Hdi desa Gedang, yang merupakan salah satu desa
yang ada di kabupaten Jombang, Jawa Timur atau
bertepatan dengan tanggal 25 Juli 1871 M.1 Nama
lengkapnya adalah Muhammad Hasyim Asy’ary ibn Abd
al-Wahid ibn Abd al-Halim dengan nama gelarnya
Pangeran Bona ibn Abd al-Rahman yang dikenal juga dengan sebutan Jaka
Tingkir Sultan Hadiwijaya ibn Abd Allah ibn al-Aziz ibn Abd al-Fatah ibn
Maulana Ishal dari Raden Ain al-Yaqin yang disebut dengan Sunan Giri.
Sejak Masih sangat muda, Hasyim Asy’ari dikenal sangat pandai, penuh
ketekunan, dan rajin belajar. Pada usia 6 tahun, ia mulai belajar agama di bawah
bimbingan ayahnya sendiri , Kiai Asy’ari di desa Keras, dekat Jombang, tempat
ayahnya pindah dari Demak pada tahun 1876 M. Bidang-bidang yang dipelajari
dari ayahnya antara lain tauhid, hukum Islam, bahasa Arab, tafsir dan hadis. Dia
semakin cerdas, sehingga pada saat berusia 13 tahun saja sudah dapat membantu
ayahnya mengajar pada santri yang jauh lebih tua daripada dirinya. Pandidikan ke
berbagai pesantren ditempuh Hasyim Asy’ari mulai usia 15 tahun. Dia berpindah-
pindah dari satu pesantren ke pesantren lain di Jawa Timur dan Madura. Pada
tahun 1891, ia belajar di pesantren terkenal milik Kiai Ya’kub, Siwalan Panji
Sidoarjo, Jawa Timur.
Pada tahun 1892 Kiai Hasyim Meikah dengan Khadijah, putri Kiai
Ya’kub. Tidak berapa lama kemudian ia beserta istri dan mertuanya berangkat
haji ke Makkah yang dilanjutkan dengan belajar di sana. Akan tetapi, setelah
istrinya meninggal karena melahirkan yang disusul pula dengan putranya,
1 Dalam literatur lain menyebutkan bahwa beliau lahir pada tanggal 14 Pebruari 1871 M. Lihat Toto Suharto, Filsafat Pendidikan Islam, (Jogjakarta: Ar-Ruzz, 2006), hlm. 308.
Filsafat Pendidikan Islam
14
Pemikiran Pendidkan Islam Hasyim Asy’ari
memnyebabkan ia kembali ke tanah air. TIdak berapa lama kemudian ia berangkat
lagi ke tanah suci, tidak hanya untuk menunaikan ibadah haji, tatapi juga untuk
belajar. Ia mnetap di sana kurang lebih selama tujuh tahun dan berguru pada
sejumlah ulama. Dia antaranya Syaikh Ahmad Amin al-Aththar, Sayyid Sultan
ibn Hasyim, Sayyid Ahmad ibn Hasan al-Aththar, Syaikh Sayyid Yamay, Sayyid
Alawi ibn Ahmad al-Saqqaf, Sayid Abbas Maliki, Sayid Abdullah al-Zawawy,
Syaikh Shaleh Bafadhal, dan Syaikh Sultan Hasyim Dagastani.
Pada tahun 1899/1900, ia kembali ke Indonesia dan mengajar di
pesantren ayahnya, baru kemudian mendirikan pesantren sendiri di daerah sekitar
Cukir, pesantren Tebu Ireng, pada tanggal 6 Pebruari 1906. Pesantren yang baru
didirikan tersebut tidak berapa lama kemudian berkembang menjadi pesantren
yang terkenal di nusantara, dan menjadi tempat menggodok kader-kader ulama
untuk wilayah jawa dan sekitarnya. Pesantren Tebu Ireng pada awalnya terdiri
dari 28 orang santri yang diambil dari pesantren Gedang.2
Melalui pesantren Tebu Ireng, K.H. Hasyim Asy’ari sebenarnya memiliki
gagasan dan pemikiran pendidikan yang paling tidak tersimpul dalam dua
gagasan, yakni metode musyawarah dan sistim madrasah dalam pesantren. Ia
menetapkan metode musyawarah khusus pada santrinya yang hampir mencapai
kematangan. metode ini dikembangkan menyerupai metode diskusi yang terjadi
di antara santri kelas tingginya, yang berbeda dengan metode debat. Dalam
musyawarah, adanya sikap saling menghargai pendapat, toleransi dan tidak
memaksakan pendapat sendiri. karena yang diharapkan adalah dicapainya suatu
kesepakatan tentang kebenaran dan dengan solusi terbaik. juga dalam metode ini
tidak menyepelekan argumen yang berasal dari kalangan santrinya. Malah ini
ditumbuh kembangkan sehingga membuat santrinya lahir menjadi ulama yang
handal dan berwawasan tinggi.
Selain metode musyawarah, K.H. Hasyim Asy’ari juga menerapkan
sistem pendidikan dengan memasukkan madrasah dalam pesantren. Meskipun
begitu, kajian kitab kuning yang menjadi ciri utama pesantren tetap
diselenggarakan. Pendidikan umum yang diajarkan kepada para santrinya adalah
2Ibid, hlm. 326.
Filsafat Pendidikan Islam
14
Pemikiran Pendidkan Islam Hasyim Asy’ari
agar para santri memiliki pengetahuan lebih. Karena para santri tersbut tidak
semuanya dapat menjadi da’i, ulama, ataupun ustad. Kebanyakan dari mereka
justru menjadi warga biasa yang memerlukan pengetahuan dan keterampilan
tertentu untuk mencari pekerjaan.
Begitulah K.H. Hasyim Asy’ari. Semenjak ia masih di pondok, ia telah
dipercaya untuk membimbing/mengajar santri baru. Ketika berada di Makkah, ia
juga sempat mengajar. Demikian pula ketika kembali ke Tanah air, diabdikan
seluruh hidupnya untuk agama dan ilmu. Kehidupannya banyak tersita untuk para
santrinya. Ia terkenal dengan disiplin waktu (istiqamah). Waktu mengajar adalah
satu jam sebelum shalat, dan satu jam usai shalat lima waktu.
Dalam penulisan, tidak kurang dari sepuluh kitab disusunnya, antara lain:
1. Adab al-Alim wa al-Muta’allim fima Yahtaj Ilah al-Muta’alim fi Ahwal
Ta’allum wa ma Yataqaff al-Mu’allim fi Maqamat Ta’limih.
2. Ziyadat Ta’liqat, Radda fiha Mandhumat al-Syaikh “Abd Allah bin Yasin al-
Fasurani Allati Bihujubiha ‘Ala Ahl Jam’iyyah Nahdatul Ulama.
3. Al-Tanbihat al-Wajibat liman Yashna al-Maulid al-Munkarat.
4. Al-Risalat al-Jami’at, Sharh fiha Ahwaal al-Mauta wa Asyirath al-Sa’at ma’
Bayan Mahfum al-Sunnah wa al-Bid’ah.
5. Al-Nur al-Mubin fi Mahabbah Sayyid al-Mursalin bain fihi Ma’na al-Mahabbah
Lirasul Allah wa ma Yata’allaq biha Man Ittaba’iha wa ihya’ al-Sunnatih.
6. Hasyisyah ‘ala Fath al-Rahman bi Syarth Risalat al-Wali Ruslam li Syaikh al-
Islam Zakariya al-Anshari.
7. Al-Durr al-Muntasirah fi Masail al-Tis’I Asyrat, Sharh fiha Masalat al-
Thariqah wa al-Wilayah wa ma Yata’allaq bihima min al-Umur al-Muhimmah
li Ahl al-Thariqah.
8. Al-Tibyan fi al-Nahy ‘an Muqathi’ah al-Ikhwan, bain fih Ahammiyat Shilat al-
Rahim wa Dhuhar Qath’iha.
9. Al-Risalat al-Tauhidiyah, wahiya Risalah Shaghirat fi Bayan ‘Aqidah Ahl
Sunnah wa al-Jama’ah.
10. Al-Qalaid fi Bayan ma Yajib min al-‘aqaid.
Filsafat Pendidikan Islam
14
Pemikiran Pendidkan Islam Hasyim Asy’ari
Disamping bergerak dalam dunia pendidikan, Kyai Hasyim menjadi
perintis dan pendiri organisasi kemasyarakatan NU (Nahdatul Ulama), sekaligus
sebagai Rais Akbar. NU didirikan di Surabaya pada tanggal 31 Januari 1926 M
bertepatan dengan tanggal 16 Rajab 1444 H. Organisasi ini menyebut diri mereka
sebagai Ahlusssunnah Waljama’ah dan mereka mempertahankan salah satu dari 4
mazhab dalam fiqih. Selain K.H. Hasyim Asy’ari, NU juga dipelopori oleh K.H.
Abdul Wahab Hasbullah.3 Pada bagian lain, ia juga bersikap konfrontatif terhadap
penjajah Belanda. Sebagai contoh ia menolak menerima penghargaan dari
pemerintah Belanda. Bahkan pada saat revolusi fisik, ia menyerukan jihad
melawan penjajah dan menolak bekerja sama dengannya. Sementara pada masa
penjajahan Jepang, ia sempat ditahan dan diasingkan ke Mojokerto. Jabatan yang
pernah diterimanya adalah menjadi ketua Masyumi, ketika NU bergabung di
dalamnya. Ia wafat di Tebu Ireng, Jombang, pada usia 79 tahun tepatnya tanggal
25 Juli 1947 H/7 Ramadhan 1366 H.
B. Pemikiran Pendidikan Islam Menurut KH. Hasyim Asy’ari
Untuk menuangkan pemikirannya tentang pendidikan islam, KH. Hasyim
Asy’ari telah merangkum sebuah kitab karangannya yang berjudul “Muta’allim
Fima Yahtaj Ilah Al-Muta’alim Fi Ahual Muta’allum Wa Yataqaff Al-Mu’allim Fi
Maqamat Ta’limah” yang dicetak pertama kali pada tahun 1415 H. Sebagaimana
umumnya kitab kuning, pembahasan terhadap masalah pendidikan lebih
ditekankan pada masalah pendidikan etika. Meski demikian tidak menafikan
beberapa aspek pendidikan lainnya. Keahliannya dalam bidang hadis ikut pula
mewarnai isi kitab tersebut. Sebagai bukti adalah dikemukakannya beberapa hadis
sebagai dasar dari penjelasannya, disamping beberapa ayat Al-Qur’an dan
pendapat para ulama.
Untuk memahami pokok pikirannya dalam kitab tersebut perlu pula
diperhatikan latar belakang ditulisnya kitab tersebut. Penyusunan karya ini boleh
jadi didorong oleh situasi pendidikan yang pada saat itu mengalami perubahan
3 Enung K. Rukiati dan Fenti Himawadi, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, (Bandung: Pustaka Setia,2006), hlm. 87.
Filsafat Pendidikan Islam
14
Pemikiran Pendidkan Islam Hasyim Asy’ari
dan perkembangan yang pesat, dari kebiasaan lama (tradisional) yang sudah
mapan ke dalam bentuk baru (modern) akibat dari pengaruh sistem pendidikan
Barat (Imperialis Belanda) diterapkan di Indonesia. Karyanya ini merujuk pada
kitab-kitab yang ditelaahnya dari berbagai ilmu yang langsung diterimanya dari
para gurunya ditambah dengan berbagai pengalaman yang pernah dijalaninya.
Dalam kitab tersebut beliau merangkum pemikirannya tentang
pendidikan Islam kedalam delapan bab, yaitu :
1) Keutamaan ilmu dan keutamaan belajar mengajar
2) Etika yang harus diperhatikan dalam belajar mengajar
3) Etika seorang murid kepada guru
4) Etika seorang murid terhadap pelajaran dan hal-hal yang harus dipedomi
berasama guru
5) Etika yang harus dipedomi seorang guru
6) Etika guru ketika dan akan mengajar
7) Etika guru terhadap murid-murid nya
8) Etika terhadap buku, alat untuk memperoleh pelajaran dan hal-hal yang
berkaitannya dengannya.4
Dari delapan pokok pemikiran di atas, Hasyim Asy’ari membaginya
kembali kedalam tiga kelompok, yaitu: signifikansi pendidikan; tugas dan
tanggung jawab seorang murid, tugas dan tanggung jawab seorang guru.5
Pada dasarnya, ketiga kelompok pemikiran tersebut adalah hasil
integralisasi dari delapan pokok pendidikan yang dituangkan oleh KH. Hasyim
Asy’ari.
1. Sigifikansi Pendidikan
Dalam membahas masalah ini, ia banyak mengutip dari ayat-ayat Al-
Qur’an yang menjelaskan tentang keutamaan ilmu dan orang yang berilmu.
Sebagai contohnya ialah beliau mengambil pemikiran pendidikan tentang
keutamaan menuntut ilmu dan keutamaan bagi yang menuntut ilmu. Tidak cukup
4 Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat Pers, 2002), hlm. 155-156.5 Ibid, hlm. 156.
Filsafat Pendidikan Islam
14
Pemikiran Pendidkan Islam Hasyim Asy’ari
hanya ayat-ayat Al-Qur’an, pembahasan dalam bab pertama tersebut dilengkapi
dengan berbagai hadis Nabi dan pendapat para ulama, yang kemudian diulas dan
dijelaskan dengan singkat dan jelas. Misalnya ia menyebutkan bahwa tujuan
utama ilmu pengetahuan adalah mengamalkannya. Hal yang demikian
dimaksudkan agar ilmu yang dimiliki menghasilkan manfaat sebagai bekal untuk
kehidupan di akhirat kelak. Mengingat begitu pentingnya, maka syariat
mewajibkan untuk menuntutnya dengan memberikan pahala yang besar. Pada
bagian lain juga dijelaskan bahwa ilmu merupakan sifat yang menjadikan jelas
identitas pemiliknya.
KH. Hasyim Asy’ari menyebutkan bahwa dalam menuntut ilmu harus
memperhatikan dua hal pokok selain dari keimanan dan tauhid. Dua hal pokok
tersebut adalah :
a. bagi seorang peserta didik hendaknya ia memiliki niat yang suci untuk
menuntut ilmu, jangan sekali-kali berniat untuk hal-hal yang bersifat duniawi
dan jangan melecehkan atau menyepelekannya
b. bagi guru dalam mengajarkan ilmu hendaknya meluruskan niatnya terlebih
dahulu tidak semata-mata hanya mengharapkan materi, disamping itu
hendaknya apa yang diajarkan sesuai dengan apa yang diperbuat.
Hasyim Asy’ari juga menekankan bahwa belajar bukanlah semata-mata
hanya untuk menghilangkan kebodohan, namun untuk mencari ridho Allah yang
mengantarkan manusia untuk mendapatkan kebahagiaan dunia dan akherat.
Karena itu hendaknya belajar diniatkan untuk mengembangkan dan melestarikan
nilai-nilai islam bukan hanya semata-mata menjadi alat penyebrangan untuk
mendapatkan meteri yang berlimpah. 6
2. Tugas dan Tanggung Jawab Murid
Murid sebagai peserta didik memiliki tugas dan tanggung jawab berupa
etika dalam menuntut ilmu, yaitu :
6 Lihat http://misbakhudinmunir.wordpress.com/wp-admin/post-new.php
Filsafat Pendidikan Islam
14
Pemikiran Pendidkan Islam Hasyim Asy’ari
a) Etika yang harus diperhatikan dalam belajar
Dalam hal ini Hasyim Asy’ari mengungkapkan ada sepuluh etika yang
harus dipebuhi oleh peserta didik atau murid, yaitu :
1. membersihkan hati dari berbagai gangguan keimanan dan keduniawian
2. membersihkan niat
3. tidak menunda-nunda kesempatan belajar
4. bersabar dan qonaah terhadap segala macam pemberian dan cobaan
5. pandai mengatur waktu
6. menyederhanakan makan dan minum
7. bersikap hati-hati atau wara’
8. menghindari makanan dan minuman yang menyebabkan kemalasan yang pada
akhirnya menimbulkan kebodohan
9. menyediakan waktu tidur selagi tidak merusak kesehatan
10. meninggalkan kurang faedah (hal-hal yang kurang berguna bagi perkembangan
diri).7 Berdasarkan hal-hal tersebut, menunjukkan bahwa pendidikan rohani atau
jiwa itu penting dan dianjurkan, namun tidaklah menyampingkan pendidikan
jasmani juga.
b) Etika Seorang Murid Terhadap Guru
Etika seorang murid murid kepada guru, sesuai yang dikatakan oleh
Hasyim Asy’ari hendaknya harus memperhatikan sepuluh etika utama, yaitu :
1. hendaknya selalu memperhatikan dan mendengarkan apa yang dijelaskan atau
dikatakan oleh guru
2. memilih guru yang wara’ artinya orang yang selalu berhati-hati dalam bertindak
disamping profesionalisme
3. mengikuti jejak guru yang baik
4. bersabar terhadap kekerasan guru
5. berkunjung kepada guru pada tempatnya atau mintalah izin terlebih dahulu
kalau harus memaksa keadaan pada bukan tempatnya
6. duduklah yang rapi dan sopan ketika berhadapan dengan guru
7 Samsul Nizar, Op. cit., hlm. 157.
Filsafat Pendidikan Islam
14
Pemikiran Pendidkan Islam Hasyim Asy’ari
7. berbicaralah dengan sopan dan lemah lembut
8. dengarkan segala fatwanya
9. jangan sekali-kali menyela ketika sedang menjelaskan
10. dan gunakan anggota kanan bila menyerahkan sesuatu kepadanya.8
c) Etika Murid Terhadap Pelajaran
Dalam menuntut ilmu murid hendaknya memperhatikan etika berikut :
1. memperhatikan ilmu yang bersifat fardhu ‘ain untuk dipelajari
2. harus mempelajari ilmu-ilmu yang mendukung ilmu-ilmu fardhu ‘ain
3. berhati-hati dalam menanggapi ikhtilaf para ulama
4. mendiskusikan atau menyetorkan apa yang telah ia pelajari pada orang yang
dipercayainya
5. senantiasa menganalisa, menyimak dan meneliti ilmu
6. pancangkan cita-cita yang tinggi
7. bergaulah dengan orang berilmu lebih tinggi (intelektual)
8. ucapkan bila sampai ditempat majlis ta’lim (tempat belajar, sekolah, pesantren,
dan lain-lain)
9. bila terdapat hal-hal yang belum diketahui hendaknya ditanyakan
10. bila kebetulan bersamaan banyak teman, jangan mendahului antrian bila tidak
mendapatkan izin
11. kemanapun kita pergi kemanapun kita berada jangan lupa bawa catatan
12. pelajari pelajaran yang telah diajarkan dengan continue (istiqomah)
13. tanamkan rasa semangat dalam belajar.9
3. Tugas dan Tanggung Jawab Guru
Dalam dunia pendidikan tidak hanya seorang murid yang memiliki
tanggung jawab. Namun seorang guru juga memiliki tanggung jawab yang hampir
serupa dengan murid, yaitu :
8 Ibid.9 Ibid.
Filsafat Pendidikan Islam
14
Pemikiran Pendidkan Islam Hasyim Asy’ari
a) Etika Seorang Guru
Seorang guru dalam menyampaikan ilmu pada peserta didik harus
memiliki etika sebagai berikut :
1. selalu mendekatkan diri kepada Allah
2. senantiasa takut kepada Allah
3. senantiasa bersikap tenang
4. senantiasa berhati-hati
5. senantiasa tawadhu’ dan khusu’
6. mengadukan segala persoalannya kepada Allah SWT
7. tidak menggunakan ilmunya untuk keduniawian saja
8. tidak selalu memanjakan anak didik
9. berlaku zuhud dalam kehidupan dunia
10. menghindari berusaha dalam hal-hal yang rendah
11. menghindari tempat-tempat yang kotor atau maksiat
12. mengamalkan sunnah nabi
13. mengistiqomahkan membaca al-qur’an
14. bersikap ramah, ceria, dan suka menebarkan salam
15. membersihkan diri dari perbuatan yang tidak disukai Allah
16. menumbuhkan semangat untuk mengembangkan dan menambah ilmu
pengetahuan
17. tidak menyalahgunakan ilmu dengan menyombongkannya
18. dan membiasakan diri menulis, mengarang dan meringkas.10
Dalam pembahasan ini ada satu hal yang sangat menarik, yaitu tentang
poin yang terakhir guru harus rajin menulis, mengarang dan meringkas. Hal ini
masih sangat jarang dijumpai, ini juga merupakan menjadi salah satu faktor
mengapa masih sangat sulit dijumpai karya-karya ilmiah. Padahal dengan adanya
guru yang selalu menulis, mengarang dan merangkum, ilmu yang dia miliki akan
terabadikan.
10 Ibid.
Filsafat Pendidikan Islam
14
Pemikiran Pendidkan Islam Hasyim Asy’ari
b) Etika Guru dalam mengajar
Seorang guru ketika mengajar dan hendak mengajar hendaknya
memperhatikan etika-etika berikut :
1. mensucikan diri dari hadats dan kotoran
2. berpakaian yang sopan dan rapi serta berusaha berbau wewangian
3. berniat beribadah ketika dalam mengajarkan ilmu
4. menyampaikan hal-hal yang diajarkan oleh Allah (walaupun hanya sedikit)
5. membiasakan membaca untuk menambah ilmu pengetahuan
6. memberikan salam ketika masuk kedalam kelas
7. sebelum belajar berdo’alah untuk para ahli ilmu yang telah terlebih dahulu
meninggalkan kita
8. berpenampilan yang kalem dan menghindarkan hal-hal yang tidak pantas
dipandang mata
9. menghindarkan diri dari gurauan dan banyak tertawa
10. jangan sekali-kali mengajar dalam kondisi lapar, makan, marah, mengantuk, dan
lain sebagainya
11. hendaknya mengambil tempat duduk yang strategis
12. usahakan berpenampilan ramah, tegas, lugas dan tidak sombong
13. dalam mengajar hendaknya mendahulukan materi yang penting dan disesuaikan
dengan profesionalisme yang dimiliki
14. jangan mengajarkan hal-hal yang bersifat subhat yang dapat menyesatkan
15. perhatikan msing-masing kemampuan murid dalam meperhatikan dan jangan
mengajar terlalu lama
16. menciptakan ketengan dalam belajar
17. menegur dengan lemah lembut dan baik ketika terdapat murid yang bandel
18. bersikap terbuka dengan berbagai persoalan yang ditemukan
19. berilah kesempatan pada murid yang datang terlambat dan ulangilah
penjelasannya agar mudah dipahami apa yang dimaksud
20. dan apabila sudah selesai berilah kesempatan kepada anak didik untuk
menanyakan hal-hal yang belum dimengerti.11
11 Ibid.
Filsafat Pendidikan Islam
14
Pemikiran Pendidkan Islam Hasyim Asy’ari
Dari pemikiran yang ditawarkan oleh hasyim asy’ari tersebut, terlihatlah
bahwa pemikirannya tentang etika guru dalam mengajar ini sesuai dengan apa
yang beliau dan kita alami selama ini. Hal ini mengindikasikan bahwa apa yang
beliau fikirkan adalah bersifat fragmatis atau berdasarkan pengalaman. Sehingga
hal inilah yang memberikan nilai tambah begi pemikirannya.
c) Etika Guru Bersama Murid
Guru dan murid pada dasarnya memiliki tanggung jawab yang berbeda,
namun terkadang seorang guru dan murid mempunyai tanggung jawab yang sama,
diantara etika tersebut adalah :
1. berniat mendidik dan menyebarkan ilmu pengetahuan serta menghidupkan
syari’at islam
2. menghindari ketidak ikhlasan dan mengejar keduniawian
3. hendaknya selalu melakukan instropeksi diri
4. menggunakan metode yang sudah dipahami murid
5. membangkitkan semangat murid dengan memotivasinya, begitu murid yang satu
dengan yang lain
6. memberikan latihan – latihan yang bersifat membantu
7. selalu memperhatikan kemapuan peserta didik yang lain
8. bersikap terbuka dan lapang dada
9. membantu memecahkan masalah dan kesulitan peserta didik
10. tunjukkan sikap yang arif dan tawadhu’ kepada peserta didik yang satu dengan
yang lain.12
Bila sebelumnya seorang murid dengan guru memiliki tugas dan
tanggung jawab yang berbeda, maka setelah kita telaah kembali, ternyata seorang
guru dan murid juga memiliki tugas yang serupa seperti tersebut di atas. Ini
mengindikasikan bahwa pemikiran Hasyim Asy’ari tidak hanya tertuju pada
perbedaan-perbedaan yang dimiliki oleh peserta didik dan guru, namun juga
12 Ibid.
Filsafat Pendidikan Islam
14
Pemikiran Pendidkan Islam Hasyim Asy’ari
keasamaan yang dimiliki dan yang harus dijalani. Hal ini pulalah yang
memberikan indikasi nilai utama yang lebih pada hasil pemikirannya.
4. Etika Terhadap Buku, Alat Pelajaran dan Hal-Hal yang Berkaitan
dengannya.
Satu hal yang paling menarik dan terlihat beda dengan materi-materi
yang biasa disampaikan dalam ilmu pendidikan pada umumnya adalah etika
terhadap buku dan alat-alat pendidikan. Kalaupun ada etika untuk itu, maka
biasanya itu bersifat kasuistik dan sering kali tidak tertulis. Sering pula itu
dianggap sebagai aturan yang sudah umum berlaku dan cukup diketahui oleh
masing-masing individu. Akan tetapi, ia memandang bahwa etika tersebut penting
dan perlu diperhatikan. Di antara etika yang ditawarkannya dalam masalah ini
antara lain:
a. menganjurkan dan mengusahakan agar memiliki buku pelajaran yang
diajarkan
b. merelakan, mengijinkan bila ada kawan meminjam buku pelajaran, sebaliknya
bagi peminjam harus menjaga barang pinjaman tersebut
c. letakkan buku pelajaran pada tempat yang layak dan terhormat.
d. Memeriksa terlebih dahulu bila membeli atau meminjamnya kalau-kalau ada
kekurangan lembarnya
e. Bila menyalin buku pelajaran syari’ah hendaknya bersuci dahulu dan
mengawalinya dengan Basmalah, sedangkan bila yang disalinnya adalah ilmu
retorika atau semacamnya, maka mulailah dengan Hamdalah (Puji-pujian) dan
Shalawat Nabi.13
BAB III
PENUTUP
13 Ibid, hlm. 166-167.
Filsafat Pendidikan Islam
14
Pemikiran Pendidkan Islam Hasyim Asy’ari
Untuk menuangkan pemikirannya tentang pendidikan islam, KH. Hasyim
Asy’ari telah merangkum sebuah kitab karangannya yang berjudul “Muta’allim
Fima Yahtaj Ilah Al-Muta’alim Fi Ahual Muta’allum Wa Yataqaff Al-Mu’allim Fi
Maqamat Ta’limah” . Dalam kitab tersebut beliau merangkum pemikirannya
tentang pendidikan Islam kedalam delapan poin, yaitu :
1. Keutamaan ilmu dan keutamaan belajar mengajar
2. Etika yang harus diperhatikan dalam belajar mengajar
3. Etika seorang murid kepada guru
4. Etika seorang murid terhadap pelajaran dan hal-hal yang harus dipedomi
berasama guru
5. Etika yang harus dipedomi seorang guru
6. Etika guru ketika dan akan mengajar
7. Etika guru terhadap murid-murid nya
8. Etika terhadap buku, alat untuk memperoleh pelajaran dan hal-hal yang
berkaitannya dengannya.
Dari delapan pokok pemikiran di atas, Hasyim Asy’ari membaginya
kembali kedalam tiga kelompok, yaitu: signifikansi pendidikan, tugas dan
tanggung jawab seorang murid, serta tugas dan tanggung jawab seorang guru.
Pada dasarnya, ketiga kelompok pemikiran tersebut adalah hasil
integralisasi dari delapan pokok pendidikan yang dituangkan oleh KH. Hasyim
Asy’ari, yaitu keutamaan ilmu dan keutamaan belajar mengajar, etika yang harus
diperhatikan dalam belajar mengajar, etika seorang murid kepada guru, etika
seorang murid terhadap pelajaran dan hal-hal yang harus dipedomi berasama guru,
etika yang harus dipedomi seorang guru, etika guru ketika dan akan mengajar,
etika guru terhadap murid-murid nya, dan etika terhadap buku, alat untuk
memperoleh pelajaran dan hal-hal yang berkaitannya dengannya.
Filsafat Pendidikan Islam