ritual umat muslim dan non muslim dalam...
TRANSCRIPT
RITUAL UMAT MUSLIM DAN NON – MUSLIM DALAM KLENTENG
(Studi Antropologis Ritual di Vihara Bahtera Bhakti Jakarta Utara)
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Ushuluddin Sebagai Syarat Untuk
Memperoleh Gelar Sarjana Agama (S.Ag)
Oleh : Nur Afifah
NIM: 11140321000004
PROGRAM STUDI AGAMA-AGAMA
FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2018 M/ 1440 H
v
ABSTRAK
NUR AFIFAH. “Ritual Umat Muslim dan non-Muslim dalam Klenteng (Studi
Antropologis Ritual di Vihara Bahtera Bhakti Ancol, Jakarta Utara)”. Skripsi. Jakarta:
Jurusan Studi Agama-Agama Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,
2018.
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan aktifitas umat muslim dan
non-muslim di Klenteng Ancol, serta melihat ritual dalam berziarah yang
dilakukan di makam Embah Said Arely Datok Kembang dan Ibu Eneng yang
terjadi hingga sekarang ini. Dalam hal ini penulis berusaha memahami kegiatan
yang berkenaan dengan ziarah yang mereka lakukan, mulai dari tujuan maupun
motivasi peziarah, baik dari umat muslim ataupun non muslim.
Peneliatan ini merupakan penelitian lapangan (Field Research) yang
bersifat kualitatif deskriptif. Sumber data dan informasi yang penulis dapatkan
dari proses wawancara langsung maupun dari buku-buku yang sesuai dengan tema
dan judul yang dibahas. Penelitian ini menggunakan dua pendekatan yaitu
pendekatan historis dan antropologis. Penulis berusaha untuk menjelaskan hasil
penelitian berdasarkan pengamatan yang telah penulis lakukan selama beberapa
hari di Klenteng Ancol.
Hasil dari penelitian ini adalah ritual ziarah yang dilakukan oleh umat
muslim dan non-muslim memiliki cara yang berbeda. Umat muslim datang
berziarah langsung menuju ke makam Embah Said Arely Datok Kembang dan Ibu
Eneng, tanpa harus melakukan ritual pada setiap altar yang ada di klenteng.
Sedangkan umat non-muslim harus melakukan ritual sembahyang secara
berurutan yang dimulai dari altar Thian hingga diakhiri dengan ziarah ke makam
Embah Said Arely Datok Kembang dan Ibu Eneng. Klenteng ini dinilai unik
karena dibangun untuk pemujaan tokoh muslim yang berasal dari Tionghoa,
sehingga kepengurusan Klenteng Ancol baik dari juru kunci, pegawai, dan
jajarannya mayoritas seorang muslim. Hal lain yang unik dari Klenteng Ancol
yang membedakan dengan klenteng lainnya adalah pengunjung tidak
diperkenankan membawa sesajian berupa daging babi, petai, dan jengkol.
Kata Kunci: Ritual, Ziarah, Makam dan Klenteng
vi
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr.Wb
Ahamdulilah segala puji dan puji syukur penulis panjatkan kepada
Allah SWT, Dia lah yang telah melimpahkan nikmat iman, nikmat Islam dan
nikmat sehat. Sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai salah satu
syarat memperoleh gelar sarjana Agama (S.Ag). Dalam bidang Studi Agama-
agama Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Shalawat serta salam semoga senantiasa terarah ke hariban Rasulullah
s.a.w keluarga, para sahabat, pengikutnya dan semoga sampai pada kita semua
hingga kita mendapatkan pertolongan di hari kiamat nanti.
Penulis menyadari bahwa dalam proses penyelesaian skripsi ini,
banyak pihak yang senantiasa membimbing dan membantu serta tulus dengan
sepenuh hati meluangkan waktunya dalam memberikan kritik, saran dan inspirasi
hingga selesai dalam menulis skripsi ini. Oleh karena itu penulis ingin
mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada pihak-pihak tersebut
khususnya kepada:.
1. Bapak M. Iksan Tanggok, M,S,i sebagai pembimbing dalam penulisan skripsi
ini yang telah banyak meluangkan waktu dan tenaganya serta kesabaran
memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis sehingga membuka
cakrawala berpikir dan nuansa keilmuan yang baru.
2. Prof. Dr. Dede Rosyada, M.A Selaku Rektor Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Prof. Dr. Masri Mansoer, M.A Selaku Dekan Fakultas Ushuluddin Rektor
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
vii
4. Dr. Media Zainul Bahri, M.A. selaku Ketua Jurusan Studi Agama-Agama UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah menyetujui permohanan skripsi ini dan
memberikan motivasi dalam penyusunan skripsi ini.
5. Dra. Halimah SM., MA selaku Sekertaris Jurusan Studi Agama-Agama UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah membantu skripsi ini dan memberikan
motivasi dalam penyusunan skripsi ini.
6. Seluruh Dosen Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta
7. Ayahanda H.M Yasin dan ibunda Hj. Faridah tercinta, yang memberi doa
dukungan, pengajaran, bimbingan dan motivasi yang tulus kepada putrinya,
bak air yang tak pernah berhenti yang terus menerus mengalir. Semoga beliau
berdua selalu diberikan kesehatan dan limpahan rezeki dari Allah SWT.
8. Teruntuk kakaku Basyir Ahmad dan Kedua adikku Badrina Alfiani, Wafa
Faizah yang telah membantu medampingi penulis baik moril maupun materi
dalam penulisan skripsi ini.
9. Bapak Apriyanto sebagai juru kunci Klenteng, Bapak Parto sebagai juru kunci
makam Embah Said dan Ibu Eneng, Bapak Liem, dan spegawai Klenteng yang
telah memberikan banyak sumber utama skripsi ini serta meluangkan
waktunya kepada penulis untuk dapat berdiskusi secara langsung, sehingga
skripsi ini dapat terselesaikan dengan tepat waktu.
10. Teruntuk Sahabat diskusi di Café Cangkir Binna Ridhatul Shaumi, Adiba
Zahrotul Wildah, Salwa Anwar, Siti Pheuna, Muhammad Wahyu, Ridwan
Efendi, Zikri Sulthoni, Wahyu Febry, Siti Syifa, Nindy Raisa, penulis
mengucapkan terima kasih. Hal yang terpenting kalian adalah keluarga kedua
viii
sebagai perlengkapan hidup. Kalian adalah yang terbaik dan terindah yang aku
punya.
11. Guru-guru MI Al-Faridah dan murid-murid yang telah membantu,
memberikan motivasi dan mendoakan dalam penyusunan skripsi ini hingga
selesai.
12. Sahabat dan rekan seperjuangan Studi Agama-Agama 2014 tercinta yang tiada
henti memberi motivasi kepada penulis.
13. Seluruh pihak yang tidak disebutkan satu persatu yang telah membantu dalam
proses penulisan skripsi ini hingga selesai, saya sayang kalian semua.
Akhirnya penulis hanya bisa berdoa semoga skripsi ini dapat
bermanfaat khususnya bagi penulis dan pada umumnya untuk perkembangan ilmu
pengetahuan di tanah air. Atas semua sumbangsih dan informasi yang telah
diberikan, semoga Allah memberikan balasan yang berlipat ganda. Amiin
Penulis, 8 November 2018
Penulis
ix
DAFTAR ISI
LEMBAR JUDUL ................................................................................................... i
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN................................................................... ii
LEMBAR PERSETUJUAN................................................................................... iii
LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................... iv
ABSTRAK .............................................................................................................. v
KATA PENGANTAR ........................................................................................... vi
DAFTAR ISI .......................................................................................................... ix
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................... xi
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ............................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................................ 4
C. Tujuan dan Kegunaan Peneliti ..................................................................... 5
D. Tinjauan Pustaka .......................................................................................... 5
E. Metodologi Penelitian .................................................................................. 6
F. Landasan Teori ........................................................................................... 10
G. Sistematika penulisan ................................................................................. 13
BAB II GAMBARAN UMUM KLENTENG ANCOL JAKARTA UTARA ..... 15
A. Letak Geografis .......................................................................................... 15
B. Sejarah dan perkembangannya ................................................................... 17
C. Sejarah Makam Islam yang terdapat di dalam Klenteng Ancol. ................ 23
D. Perubahan Nama Klenteng Ancol Menjadi Vihara Bahtera Bhakti. .......... 25
x
E. Bagian – Bagian yang terdapat didalam Klenteng Ancol .......................... 27
BAB III RITUAL YANG DILAKUKAN DI KLENTENG ANCOL ................. 31
A. Ritual Keagamaan yang dilakukan di Klenteng Ancol .............................. 31
C. Ritual Sosial yang dilakukan di Klenteng Ancol ....................................... 38
BAB IV PRAKTIK – PRAKTIK KEAGAMAAN YANG DILAKUKAN UMAT
MUSLIM DAN NON-MUSLIM DI KLENTENG ANCOL ................................ 41
A. Praktik Umat Muslim ................................................................................. 41
B. Praktik Umat Non-Muslim ......................................................................... 46
BAB V PENUTUP ................................................................................................ 52
A. Kesimpulan ................................................................................................ 52
B. Saran ........................................................................................................... 54
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 55
LAMPIRAN-LAMPIRAN .................................................................................... 57
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran I : Surat Seminar Proposal
Lampiran II : Bukti Hasil Seminar Proposal
Lampiran III : Surat Penunjukan Pembimbing Skripsi
Lampiran IV : Lembar Bimbingan Skripsi
Lampiran V : Sertifikat OPAK
Lampiran VI : Sertifikat KKN
Lampiran VII : Sertifikat TOEFL
Lampiran VIII : Sertifikat TOAFL
Lampiran IX : Surat Ijin Penelitian
Lampiran X : Lembar Pertanyaan Wawancara
Lampiran XI : Lembar Pernyataan Narasumber Penelitian
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Bangsa Indonesia sebagaimana yang diketahui terdiri dari berbagai
suku, ras budaya dan agama. Diantaranya agama yang diakui adalah Islam,
Katholik, Protestan, Hindhu , Budha dan Konghucu. Agama di Indonesia
memegang peranan penting dalam kehidupan masyarakat, hal ini dinyatakan
dalam ideologi Pancasila yang berbunyi “Ketuhanan Yang Maha Esa” dan
Undang Undang Dasar Negara yang berada dalam pasal 29 ayat 2 yaitu
“Negara Menjamin Kemerdekaan Tiap-Tiap Penduduk Untuk Memeluk
Agamanya, dan Peribadatan Menurut Agamanya Dan Kepercayaannya itu”.1
Dalam melaksanakan ideologi pancasila dan UUD tersebut, Pemerintah
Indonesia dalam hal ini melakukan berbagai program dalam membangun
hubungan keharmonisan antar umat beragama.
Dilihat dari segi kenyataan sosial dan budaya, bangsa Indonesia
merupakan bangsa yang religius, bangsa yang agamis, bangsa yang percaya
pada Tuhan Yang Maha Esa. Dengan demikian Indonesia tidak dapat
dipisahkan dari kehadiran dan perkembangan agama-agama besar, seperti
Islam, Buddha, Hindu, Kristen, Konghucu.
Konghucu merupakan salah satu agama yang diakui oleh Indonesia,
walaupun agama Konghucu jumlah penganutnya tidak mayoritas, namun
1 Undang-undang dasar, pedoman Penghayatan dan Pengalaman Pancasila (Ketetapan
MPR No.11/MPR/1997/. Garis-garis besar haluan negara (ketetapan MPR No. 11/MPR/1983),
Sekertaris Negara Republik Indonesia.
2
kedudukan agama Konghucu di Indonesia sama dengan agama-agama yang
lainnya.
Kedatangan agama Konghucu ke Indonesia itu sendiri diperkirakan
sejak akhir zaman prasejarah karena terbukti ditemukannya benda prasejarah
seperti kapak sepatu yang terdapat di Indo-China dan Indonesia. Dengan
adanya penemuan ini membuktikan bahwa hubungan antara kerajaan-kerajaan
yang terdapat di daratan yang kita kenal sekarang sebagai Tiongkok dan
Indonesia sudah terjalin baik secara langsung maupun tidak langsung melalui
Indo-China. Sehingga keberadaaan agama Konghucu yang muncul tidak lepas
dari adanya rumah ibadah dan yokoh yang menyebarkannya. salah satu tokoh
yang sangat dihormati oleh umat Konghucu, yaitu Cheng Ho (1371 – 1433).
Cheng Ho merupakan utusan kaisar yang diperintahkan untuk melakukan
perjalanan ke Nusantara dalam misi perdamaian.2 Dalam hal ini, Cheng Ho
melakukan perjalanan ke Nusantara dengan menggunakan kapal pesiar dengan
membawa pasukan sekitar 27.800 anak buah dan 62 kapal Wakang.3
Dalam melakukan perjalanan di Nusantara, salah satu pelabuhan yang
disinggahi Cheng Ho dan pasukan adalah Bukit Mas yang berada di pesisir
laut utara Jakarta atau yang dikenal dengan Ancol. Di pelabuhan ini, dia
bersama anak buahnya berisitirahat setelah melakukan perjalanan panjang. Di
dalam persinggahan tersebut untuk melepaskan lelah.
Ketika akan melakukan perjalanan kembali, secara tidak sadar ada
salah satu anak buahnya atau Juru masaknya yaitu Sampoe Soe tertinggal
karena sedang asik melihat sebuah pertunjukan tari topeng di daerah Ancol
2 M. Ikhsan Tanggok, Praktik Islam Nusantara Dalam Beberapa Klenteng Di Indonesia
(Tangerang Selatan: Ushul Press,2015) h.42.
3 Tanggok, Praktik Islam Nusantara, h.38.
3
Jakarta Utara. Setelah tertinggalnya juru masak Cheng-Ho maka menikahlah
Ia dengan penari topeng yang bernama Ibu Sitiwati dan menetap hingga
meninggal di daerah pesisir Ancol Jakarta Utara.
Sebagai wujud rasa penghormatan terhadap juru masak Cheng-Ho,
maka masyarakat mendirikan sebuah Klenteng. Klenteng ini Khusus
dibaktikan untuk Sampoe Soe Soe dan istrinya Ibu Sitiwati. Seiring
berjalannya waktu Kelenteng ini tidak hanya dikunjungi oleh penganut agama
Konghucu, Budha dan Tao, tetapi juga banyak dikunjungi oleh umat Muslim
dari berbagai wilayah di pulau Jawa, mereka datang tidak untuk melakukan
pemujaan terhadap dewa- dewa yang ada di dalam kelenteng Ancol melainkan
ke makam Muslim yang terdapat di dalam Klenteng tersebut.
Di dalam klenteng Ancol terdapat empat makam Muslim yaitu Embah
Said Arely Dato Kembang dan Ibu Eneng, Sam Po Soe Soe dan Ibu Sitiwati
yang dimakamkan di kompleks Kelenteng Ancol. Embah Said Arely Dato
Kembang dan Ibu Eneng ini merupakan orang tua dari Sitiwati yang
dinikahkan oeh anak buah Cheng Ho yang tertinggal. Embah Said Arely Dato
Kembang ini merupakan salah satu tokoh penyebar agama Islam sebelum wali
songo.
Di dalam klenteng Ancol terdapat beberapa kegiatan ritual yang
dilakukan Umat Non-Muslim dan umat Muslim.4 Seperti Ziarah, perayaan hari
Imlek, Sembahyang rutin untuk Thian dan lain sebagainya.
Ziarah ada disetiap agama begitu pula yang dilakukan oleh umat Non-
Muslim yang melakukan Ziarah ke makam Muslim sama seperti mereka
4 Tanggok, Praktik Islam Nusantara, h.164.
4
melakukan pemujaan kepada dewa – dewa mereka, misalnya dengan
membawa kembang dan menyan, menyalakan hio, membawa sesajen dan lain-
lain. Namun ketika berdoa untuk makam muslim yang berbeda agama,
mereka berdoa menurut ajaran agama Islam yang dipandu oleh juru kunci
tersebut.
Di dalam ajaran Konghucu tidak ada larangan untuk berkunjung dan
atau menziarahi berbeda agama, seperti yang dikatakan Pak Apriyanto : “
Umat Konghucu sangat menghargai siapapun yang berjasa dalam agamanya,
walaupun berbeda agama”.
Berdasarkan deskripsi di atas, ada sebuah permasalahan yang menarik
penulis untuk melakukan penelitian lebih mendalam, yaitu melihat budaya di
dalam tradisi ritual dan ziarah yang dilakukan di Klenteng Ancol serta
signifikasi ziarah di masa kini . Dalam hal ini penulis melakukan penelitian ini
dengan judul “Ritual Umat Muslim dan Non-Muslim Dalam Klenteng
(Studi Antropologis Ritual Di Vihara Bahtera Bhakti Jakarta Utara)”
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan dari uraian latar belakang masalah di atas, penulis hanya
membatasi pembahasan dalam skripsi ini seputar ritual di dalam kelenteng
tersebut. Adapun rumusan masalahnya adalah :
1. Bagaimana ritual yang dilakukan oleh umat muslim dan non-muslim di
Kelenteng Ancol?
2. Praktik–praktik apa saja yang dilakukan umat muslim dan non-muslim
dalam Klenteng Ancol?
5
C. Tujuan dan Kegunaan Peneliti
Berdasarkan dari rumusan masalah di atas, peneliti yang memberi
judul yaitu “Ritual Umat Muslim dan Non-Muslim dalam Klenteng Ancol”
yaitu bertujuan mengetahui ritual yang ada di dalam Klenteng Ancol, serta
melihat dan mengamati praktik keagamaan yang dilakukan oleh umat Musilm
dan non-Muslim di dalam Klenteng Ancol.
Dalam meneliti suatu masalah pasti memiliki manfaat, adapun manfaat
penelitian antara lain :
1. Manfaat Akademis
a. Penelitian ini diharapkan memberikan sumbangan pemikiran tentang
ritual atau kegiatan praktik-praktik yang dilakukan di dalam Klenteng
Ancol baik Muslim atau non-Muslim .
b. Penelitian ini untuk memenuhi persyaratan akhir kuliah untuk gelar
kesarjanaan strata I (SI) dalam jurusan Studi Agama-Agama Fakultas
Ushuluddin di (UIN) Universitas Islam Negeri SyarifHidayatullah
Jakarata.
2. Manfaat Praktis
Penelitian ini untuk menambah ilmu pengetahuan tentang ziarah
serta aktifitas keagamaan yang dilakukan oleh umat Muslim dan Non-
Muslim yang dilakukan di Klenteng Ancol Jakarta Utara.
D. Tinjauan Pustaka
Berdasarkan pengamatan penyusun, sampai saat ini terdapat beberapa
karya buku ataupun riset yang berkaitan dengan tema penulis.
6
Karya bentuk Buku yang diulis oleh CI Salmon dan D Lombard yang
berjudul “Klenteng-Klenteng Masyarakat Tionghoa di Jakarta”. Di dalam
buku ini dibahas tentang sejarah klentemg yang berkaitan erat dengan
perkembangan masyarakat tionghoa di Jakarta.
Karya Bentuk Buku yang ditulis oleh Prof. Dr. M. Ikhsan Tanggok
yang berjudul Praktik Islam Nusantara Dalam Beberapa Kelenteng Di
Indonesia( Studi atas Pemujaan Terhadap Cheng Ho (Muslim Tionghoa) di
Kelenteng Ancol, Sam Poo Kong, dan Ritual Islam di Kelenteng Kwan Sing
Bio Tuban), buku ini berisi tentang perjalanan Cheng Ho ke Nusantara untuk
menjalankan Misi perdamaian dan membahas makam muslim yang ada di
kompleks kelenteng.
Tema yang penulis bahas berbeda dengan tinjauan pustaka yang telah
disebutkan di atas. Penulis akan membahas tentang Ritual Umat Muslim dan
Non Muslim dalam Kelenteng Ancol dengan menggunakan metode analisis
deskripstif yang dikombinasikan dengan pendekatan historis dan antropologis.
Di dalam konteksnya mengarah untuk mengetahui budaya ritual yang ada di
dalam klenteng tersebut.
E. Metodologi Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian lapangan yang bersifat
kualitatif dan deskriptis. Data dikumpulkan melalui observasi dan
wawancara, observasi yang dilakukan dengan mengunjungi langsung
Klenteng Ancol dengan meihat langsung keadaan seerta praktik-praktik
yang dilakukan di Klenteng Ancol. Wawancara dilakukan oleh beberapa
7
orang diantarannya adalah Bapak Parto yang memeliki jabatan sebagai
juru kunci makam muslim, Bapak Apriyanto yang memliki jabatan juru
kuci Klenteng dan Pak Liem yang merupakan jamaah Klenteng yang
sering melakukan sembahyang dan melakukan ritual-ritual di dalam
Klenteng. Penelitian ini dilakukan selama beberapa hari untuk
mendapatkan yang dibutuhkan oleh penulis.
Dalam proses penelitian lapangan ini penulis melakukan
wawancara kepada beberapa narasumber untuk menelaah informasi yang
akurat terkait dengan judul skripsi. Penulis juga akan melakukan observasi
langsung ke Klenteng Ancol untuk pengamatan terhadap ritual umat
Muslim dan non-Muslim secara langsung. Penulis juga tidak lupa
mendokumentasikan hasil dari data yang diperoleh melaui penelitian
lapangan.
2. Pendekatan penelitian.
Penulis menggunakan dua pendekatan yaitu pendekatan historis
dan antropologis. Pendekatan historis digunakan untuk mendeskripsikan
sejarah Klenteng Ancol serta makam yang ada di dalam Klenteng tersebut.
Sedangkan pendekatan antropologis yaitu menganalisis aktifitas dan
budaya ritual keagamaan yang ada di dalam Klenteng Ancol.
3. Sumber Penelitian
a. Sumber data primer adalah data yang diperoleh dari sumber pertama,
berupa karya yang ditulis langsung oleh para ahli dalam bidangnya.
8
Sumber data primer ini dapat berupa wawancara, dan peneliti harus
melakukan observasi lapangan secara individu.5
b. Sumber data sekunder adalah data yang diperoleh melalui hasil dari
pihak lain yaitu dokumentasi, angket, catatan-catatan, rekaman vidio
atau suara dan lain sebagiannya6. Adapun sumber data sekunder, maka
peneliti juga mempelajari buku-buku yang membahas tentang dalam
ritual yang ada di Klenteng sebagai sumber sekunder. Teknik
Pengumpulan Data
Langkah pertama yang dilakukan dalam tahap ini adalah memilih
lokasi situasi, setiap situasi mengandung beberapa unsur yaitu tempat,
pelaku, dan kegiatan. Dalam hal ini penulis harus memperhatikan empat
hal dalam memasuki lapangan adalah hubungan formal dan informal,
mendapatkan izin, menanamkan rasa saling menghormati dan
mempercayai, dan mengidentifikasikan responden sebagai informasi.
a. Observasi adalah pengamatan yang sistematis terhadap gejala-gejala
yang diteliti. Observasi ini menjadi salah satu teknik pengumpulan
data apabila sesuai dengan tujuan penelitian. dalam penggunaan
observasi ini yang terpenting adalah ingatan penulis. Kemudian
penulis akan terjun langsung mengamati proses ritual umat Muslim
dan non-Muslim di dalam Klenteng Ancol.
b. Wawancara adalah tanya jawab lisan antara dua orang ataupun lebih
secara langsung untuk mengetahui seluk buluk mengenai ritual dan
5 Suharsini Ari Kunto, Prosedur Penelitian Suatu Praktek (Jakarta: Rineka Cipta, 2002),
h.117. 6Ipah Farihah, Buku Panduan Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (Jakarta: UIN
Jakarta Press, 2006), h. 45.
9
budaya yang ada di dalam Klenteng secara langsung. Wawancara
berguna untuk mendapatkan data dari tangan pertama (primer).7 Jenis-
jenis wawancara terbagi menjadi dua yaitu wawancara berstuktur dan
wawancara tidak berstuktur. Wawancara berstuktur adalah komunikasi
langsung antara responden dengan penulis, dan tidak lupa juga penulis
membawa kuisioner yang kemudian diajukan kepada responden untuk
dijawab. Wawancara tidak berstuktur pedoman wawancara yang berisi
pokok-pokok pemikiran secara spotanitas dan tidak terarah ketika
wawancara itu berlangsung.8
c. Studi Dokumentasi Teknik pengumpulan data dokumentasi ini dengan
cara memperoleh dari vidio, foto-foto, rekaman, dan dokumen-
dokumen yang tertulis maupun tidak tertulis yang berkaitan dengan
penyusunan penelitian. Data-data yang dikumpulkan cendrung
merupakan data sekunder.9
4. Cara pengumpulan Data
Cara pengumpulan data dalam penulisan ini dilakukan melalui:
a. Usaha yang bersifat kompilatif, yaitu mengumpulkan data secara
keseluruhan baik yang bersumber dari literature maupun dari hasil
penelitian lapangan.
b. Usaha selektif komparatif, yaitu menyeleksi sumber yang
dikumpulkan, dipilih yang paling relavan dengan pokok pembahasan
dengan dibanding-bandingkan dengan data yang lain untuk mencapai
penyajian yang mengarah.
7Husaini Usman, Metode Penelitian Sosial (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2012), h. 52-83.
8Ipah Farihah, Buku Panduan Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, h. 47.
9Husaini Usman, Metode Penelitian Sosial, h. 69.
10
5. Teknik Penulisan
Teknik penulisan skripsi ini, penulis merujuk pada buku Pedoman
Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis dan Desertasi) UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta yang diterbitkan oleh Biro Akademik dan
Kemahasiswaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2013/2014.
F. Landasan Teori
1. Teori Ziarah
Robert H.Stoddard, seorang dosen dari Universitas Nebraska, telah
mengklarifikasi suatu kegiatan yang tergolong dalam sebutan ziarah
adalah apabila mengandung empat aspek, yaitu jarak, motivasi, tempat
tujuan, dan jumlah peziarah.10
Stoddard juga telah mendefinisikan kata ziarah dengan sebuah
perjalanan yang dilakukan untuk mengunjungi tempat-tempat yang di
anggap keramat dan suci yang dapat dilakukan secara individu ataupun
berkelompok dan pejalanan tersebut memakan waktu yang lebih lama dari
sebuah perjalanan biasa, serta memiliki unsur religi di dalamnya.
Ziarah merupakan tradisi yang ada hampir di setiap agama. Ziarah
tidak hanya menjadi ciri khas dan kebiasaan agama-agama primitive saja,
tetapi dalam keyakinan dan ajaran agama-agama modern yang
berkembang saat ini pun, praktik ziarah masih sering dilakukan. orang-
orang Islam memiliki tradisi berziarah ke Mekkah di waktu musim haji
tiba, sedangkan Umat Budha sering merayakan perayaan suci di candi-
candi khususnya candi Borobudur yang ada di Indonesia.
10
Anwar Masduki, Ziarah Wali di Indonesia dalam perspektif Pilgrime Studies, Jurnal
Studi Agama-Agama, Vol.5 no 2 ( Tasikmalaya: September, 2015), h. 168.
11
Konsep ziarah di kalangan Muslim Indonesia sendiri bersifat
khusus dari kalangan agama lain, Ziarah Muslim di Indonesia lebih
mendekati jenis yang dalam istilah peziarah yang menghadiri situs-situs
yang terkait dengan kematian . 11
Di dalam melakukan ziarah terdapat berbagai ritual yang
dilakukan. Misalnya dengan membaca doa-da sesuai dengan keyakinan
masing-masing, membawa sesajen dan lain sebagainya .
Kata ritual dalam bahasa berarti upacara keagamaan.12
Upacara
keagamaan yang dimaksud adalah upacara keagamaan yang dilakukan
oleh umat beragama untuk memperingati hari-hari besar agamanya atau
suatu peristiwa bersejarah bagi agamanya, seperti dalam agama Konghucu
terdapat perayaan Imlek, Cap Go dan lain-lain. Sedangkan menurut istilah
adalah suatu sistem upacara atau prosedur magis atau religus yang
biasanya dengan bentuk-bentuk khusus yang menggunakan kata-kata atau
kosa kata yang bersifat rahasia dan biasanya dihubungkan dengan
tindakan-tindakan penting. Ada juga yang mengartikan ritual sebagai buku
resmi yang berisi doa-doa seta peraturan mengenai tindakan yang
dilaukan.13
1. Teori Ritual
Ritual adalah kata sifat (adjective) dari rites dan juga ada yang
merupakan kata benda. Sebagai kata sifat, ritual adalah segala yang
11
Anwar Masduki, Ziarah Wali di Indonesia dalam perspektif Pilgrime Studies, Jurnal
Studi Agama-Agama, Vol.5 no 2, ( Tasikmalaya: September, 2015), h. 174.
12
John M.Echols dan Hasan Shadily, Kamus Inggris Indonesia (Jakarta: PT. Gramedia,
1990), h.488.
13
M.Dahlan Yacub Al-Barry, Kamus Sosiologi Antropologi (Surabaya:Gramedia, 1990),
h. 488.
12
dihubungkan atau disangkutkan dengan upacara keagamaan, seperti ritual
dances, dan ritual laws. Sedangkan sebagai kata benda adalah segala yang
bersifat upacara keagamaan, seperti upacara gereja Katolik dan agama
lainnya.14
Robertson Smith adalah seorang ahli teologi, ahli ilmu pasti, dan
ahli bahasa dan kesusastraan Semit. Robertson memiliki teori tentang
upacara bersaji. Dalam teorinya ia berpangkal pada upacaranya bukan
pada analisa sistem keyakinan atau pelajaran doktrin dari agama.
Robertson mengemukakan tiga gagasan penting mengenai azas-
azas religi dan agama pada umumnya dalam ceramah-ceramahnya.
Gagasan pertama adalah mengenai sistem keyakinan dan doktrin, sistem
upacara juga merupakan sebuah perwujudan dari religi atau agama yang
memerlukan studi dan analisa yang khusus. Hal yang menarik perhatian
Robertson adalah banyak agama yang upacaranya itu tetap, akan tetapi
latar belakang, keyakinan, maksud dan doktrinnya berubah.15
Gagasan kedua persoalan mengenai upacara religi atau agama.
Upacara religi atau agama yang biasanya dilakukan pemeluk religi atau
agama yang bersangkutan bersama-sama mempunyai fungsi sosial untuk
mengintensifkan solidaritas masyarakat. Para pemeluk agama atau religi
dalam melakukan upacara ada yang sungguh-sungguh dan ada juga yang
hanya melakukan upacara dengan setengah hati tergantung motif masing-
masing. Motivasi mereka dalam melakukan upacara tidak hanya sebagai
bentuk bhakti mereka kepada Tuhan/ dewa untuk mendapatkan kepuasan
14
Bustanuddin Agus, Agama dalam Kehidupan Manusia: pengantar Antropologi Agama
(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2006) h. 95.
15
Koentjaraningrat, Sejarah Teori Antropologi Jilid I (Jakarta: UI Press, 2007), h.67.
13
keagamaan pribadi, melainkan mereka menganggap bahwa upacara adalah
suatu kewajiban sosial.
Gagasan ketiga adalah persoalan mengenai fungsi upacara bersaji.
Pada pokoknya upacara seperti itu, di mana manusia menyajikan sebagian
dari seekor binatang, terutama adalah darahnya yang diberikan kepada
dewa kemudian sisa daging dan darahnya dimakan sendiri. Menurut
Robertson Smith hal ini dianggap sebagai suatu aktivitas untuk mendorong
rasa solidaritas dengan dewa atau para dewa. Dalam hal ini dewa atau para
dewa dipandang sebagai warga komunitas, walaupun sebagai warga yang
istimewa.16
G. Sistematika penulisan
Dalam penelitian ini untuk memudahan dalam pembahsan skripsi
tersebut dibagi menjadi beberapa bab dan sub bab yaitu :
Bab Pertama : Bab ini membahas tentang latar belakang masalah yang
dimana penulis menguraikan secara singkat apa yang akan penulis bahas yang
dilanjutkan dengan pembatasan dan perumusan masalah, tujuan penelitian,
metode penulisan dan sistematika penulisan.
Bab Kedua: Bab ini menjelaskan Mengenai gambaran umum mengenai
Klenteng Ancol Jakarta Utara, bagian –bagian di dalam Klenteng serta makam
kramat yang berada di lingkungan Klenteng Ancol.
Bab Ketiga : Bab ini penulis membahas budaya ritual yang dilakukan,
yang meliputi tradisi ritual serta aktivitas sosial yang dilakukan di dalam
Klenteng.
16
Koentjaraningrat, Sejarah Teori Antropologi Jilid I (Jakarta: UI Press, 2007), h .68.
14
Bab Keempat : Bab ini menjelaskan tentang praktik-praktik yang
dilakukan oleh umat Muslim dan non-Muslim ketika melakukan ziarah atau
kunjungan ke Makam Embah Said dan Ibu Eneng.
Bab Kelima : Bab ini diakhiri dengan kesimpulan yang ditarik secara
keseluruhan dari isi skripsi serta memberikan saran punutup apa yang telah
diamati oleh peneliti atau penulis.
15
BAB II
GAMBARAN UMUM KLENTENG ANCOL JAKARTA UTARA
A. Letak Geografis
Jakarta terbagi menjadi lima bagian salah satunya adalah Jakarta Utara,
jika berbicara Jakarta Utara pasti yang terkenal dengan lautan yang diberi
nama Ancol. Ancol terkenal dengan tempat wisata bagi sebagian orang,
namun Ancol menyimpan beberapa peninggalan bangunan sejarah yang cukup
banyak salah satu diantaranya adalah Klenteng Ancol. Disebut Klenteng
Ancol karena lokasinya berada di Taman Wisata Ancol. Klenteng Ancol
adalah sebuah Klenteng masyarakat Tionghoa yang terletak di Jalan Pantai
Sanur V, Rw 010 kota Tua Ancol, Pademangan Ancol Tanjung Priuk Jakarta
Utara. Lokasi Klenteng ini sangat strategis di tengah-tengah komplek
perumahan mewah di wilayah Ancol, dan akses untuk menuju Klenteng sudah
beraspal sehingga memudahkan pengunjung untuk sampai ke Klenteng.17
Klenteng ini memiliki luas sekitar kurang lebih dua hektar. Klenteng
ini juga menghadap ke laut dan berada di ujung komplek, oleh karena itu jika
pengunjung mengunjungi Klenteng dapat menikmati suasana angin pantai
yang menambah kesejukan tersendiri dan kenyamanan bagi pengunjung.
Namun seiring berjalannya waktu pemandangan laut yang indah tak dapat lagi
dinikmati keindahannya karena sudah dibatasi dengan dinding-dinding yang
kuat dan tinggi.
17
M. Ikhsan Tanggok, Praktik Islam Nusantara dalam Beberapa Klenteng di Indonesia
(Jakarta: Ushul Press, 2015), h.162.
16
Ketika pengunjung Klenteng memasuki depan gerbang Klenteng
mereka sudah disambut dengan sepasang patung naga berwarna putih dan
warna yang menjadi ciri khas Klenteng yaitu merah, konon naga merupakan
kendaraan para dewa. Klenteng Ancol ini sangat megah dan tidak ada
perubahan sehingga masih asli dari dahulu hingga sekarang. Klenteng yang
sudah berdiri sekitar abad 17 ini merupakan Klenteng yang sudah berdiri
cukup lama berdasarkan latar belakang tersebut Klenteng ini diresmikan
sebagai Cagar budaya yang harus dilestarikan.
Klenteng ini diresmikan menjadi salah satu cagar budaya pada tanggal
10 Januari 1972, ditulis disebuah papan besar yang dipajang di bagian depan
Klenteng oleh dinas cagar budaya.18
Klenteng ini dijadikan sebagai cagar
budaya karena memenuhi kriteria cagar budaya yaitu :
1. Berusia lima puluh tahun atau lebih.
2. Mewakili masa gaya pada masanya.
3. Memiliki arti khusus bagi sejarah, Ilmu pengetahuan, pendidikan, agama,
atau kebudayaan dan memiliki nilai budaya bagi penguat kepribadian
bangsa.19
Oleh karena itu, Klenteng Ancol tidak berubah dari aslinya dari dahulu
hingga sekarang hanya saja ada penambahan atau perubahan sedikit di sekitar
Klenteng dengan alasan karena Klenteng ini sudah masuk cagar budaya
sehingga tidak sembarangan untuk bisa diubah atau dibangun.
18
Hasil Wawancara Pribadi dengan Aprianto, Jakarta 08 Oktober 2018.
19
M. Ramli, Pengertian dan Kriteria Cagar Budaya, diakses dari
https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2013/07/2.-Pengertian-dan-Kriteria-
Cagar-Budaya.pdf/ pada tanggal 10 Oktober 2018 pukul 20:00 WIB.
17
B. Sejarah dan perkembangannya
Klenteng merupakan sebuah bangunan bertingkat yang menyerupai
Menara terbuat dari batu bata atau kayu, bangunan ini biasanya ditujukan
seperti kompleks candi Buddha di India, Asia, Cina, dan Jepang. Klenteng
awalnya berasal dari stupa India kuno yang merupakan gundukan pemakaman
kaisar atau orang-orang suci. Klenteng yang paling terkenal di India adalah
yang didirikan oleh Kaniska yang menjadi inspirasi terhadap Klenteng di Cina
dan di Jepang di kemudian hari dengan desainnya yang terdiri dari
pengulangan unit lantai dasar berupa lingkaran, bujur sangkar, dan poligonal
yang beraturan. Setiap lantai memiliki atap sendiri dan tumpukan-
tumpukannya ditutup dengan tiang dan cakram yang menonjol.20
Klenteng merupakan bangunan yang berbentuk menyerupai stupa
awalnya dianggap sebagai bangunan yang mewakili kosmos. Pilar besar yang
menjalar menyimbolkan poros dunia tak kasat mata yang bergabung dengan
pusat bumi dan surge. Empat kolom di sudut-sudut klenteng dianggap sebagai
langit.21
Klenteng adalah sebutan untuk tempat ibadah penganut kepercayaan
tradisional Tionghoa di Indonesia pada umumnya. Karena di Indonesia
penganut kepercayaan tradisional Tionghoa sering disamakan sebagai
penganut agama Konghucu, maka Klenteng dengan sendirinya dianggap
sebagai tempat ibadah agama Konghucu. Di beberapa daerah, klenteng juga
20
Richard Attlee, dkk. “Pagoda” dalam Encyclopedia Britannica” (Chicago:1970), Vol 7,
h. 29. 21
Richard Attlee, dkk. “Pagoda” dalam Encyclopedia Britannica” (Chicago:1970), Vol 7,
h. 29.
18
disebut dengan istilah tokong. Istilah ini diambil dari bunyi suara lonceng
yang dibunyikan pada saat menyelenggarakan upacara.22
Orang Tionghoa sudah terdapat di pesisir utara Pulau Jawa, terutama di
Jawa Barat jauh sebelum orang Belanda datang . Orang Tionghoa sejak abad
ke 16 sudah banyak ditemukan di daerah Banten dan Sunda Kelapa.23
Setelah
pusat perdagangan pribumi dihancurkan dan VOC merebut tempat ini dengan
kekerasan pada tahun 1691, maka muncullah masalah kependudukan,
terutama masalah kekurangan tenaga kerja. orang Belanda tidak mau
memperkerjakan orang Sunda Kelapa maupun orang Jawa, maka orang
Belanda lebih suka memasukkan suku-suku bangsa dari luar misalnya orang
Bugis, Makasar, Bali, Ambon dan terutama orang Tionghoa.24
Sejak abad 16 setelah orang Tionghoa menetap mereka mulai
mendirikan rumah ibadah, namun terdapat peraturan – peraturan sekitar tahun
1650 yang memuat tentang informasi pemusanahan Klenteng-Klenteng di
daerah Kota atas prmintaan Dewan Agama selama adanya kampanye anti
kekafiran. Penindasan-penindasan yang terjadi membuat pembangunan
Klenteng-Klenteng menjadi terhambat dan menjadi kesulitan, namun hal ini
tidak terjadi pada waktu yang lama. Ada empat Klenteng-Klenteng lain yang
didirikan pada tahun berikutnya setelah kejadian tersebut. Dua dari empat
Klenteng yang didirikan tadi masih ada sampai saat ini dan keduanya menjadi
Klenteng besar. Seiring berjalannya waktu Klenteng terus mengalami
22
Klenteng, diakses dari https://id.m.wikipedia.org/wiki/klenteng, pada 30 Desember 2018 pukul 16.00.
23
CI. Salmon dan D. Lombard, Klenteng-klenteng dan Masyarakat Tionghoa di Jakarta
(Jakarta: Yayasan Cipta Loka Caraka, 2003), h. 15.
24
.Lombard, Klenteng-klenteng dan Masyarakat Tionghoa di Jakarta, h.16.
19
perkembangan bahkan pada saat ini sudah ada jenis Klenteng khusus yang
telah disesuaikan oleh kalangan tertentu.
Klenteng pertama yang berdiri adalah Klenteng yang bersifat Budhis
yang didirikan sekitar tahun 1650 di sebelah barat daya kota, di Glodok yang
sekarang menjadi pusat pemukiman orang-orang Tionghoa terbesar hingga
sekarang. Akan tetapi sejarah tentang Klenteng ini tidak banyak diketahui
sejak abad ke-17. Klenteng ini menjadi sangat berperan penting . sejak abad
ke-18 ada sekitar 18 Bhiksu yang tinggal didalamnya, dan Klenteng ini
menjadi tempat kesayangan para pejabat Tionghoa. Menurut cerita Klenteng
ini didirikan oleh seorang Letnan dan dinamai Jin-de yuan oleh seorang
kapitan pada tahun 1755. namun masih dipertahankan hingga kini. Di
kemudian hari beberapa orang mayor menyumbangkan dana pemugarannya.
Karena Jin-de yuan sebuah Klenteng Budhis, maka semua pemuja diterima
tanpa pandang bulu. Sikap ini mengukuhkan kedudukan Klenteng ini sebagai
Klenteng utama bagi masyarakat Tionghoa di Batavia.25
Klenteng yang kedua adalah Klenteng yang dibaktikan kepada dewa
tanah atau Fu-de zheng sen. Klenteng ini bercorak Taois yang mempunyai
gaya khusus bangunannya seperti bangunan miao (Klenteng) yang ada di
Bangkok. Namun sampai saat ini tidak ditemukan bukti-bukti tertulis yang
menunjukan sejarah berdirinya Klenteng ini.26
Namun di dalam buku Klaudin
Salmon (1985) menyebutkan bahwa Klenteng ini didirikan sekitar abad ke-17,
jika benar maka berbarengan dengan Tionghoa datang ke Kalimantan barat.
25
Lombard, Klenteng-klenteng dan Masyarakat Tionghoa di Jakarta, h.18.
26
Tanggok, Praktik Islam Nusantara, h.152.
20
Klenteng ini dibangun terpencil di tengah hutan dan menghadap ke
laut, sekitar 500 tahun lalu atas perintah kapitan Lim Teng Tjauw. Seiring
berjalannya waktu sekarang Klenteng ini tidak lagi dikelilingi hutan-hutan,
tetapi dikelilingi oleh rumah-rumah mewah, sehingga membuat keberadaan
Klenteng di tengah-tengah komplek perumahan mewah sehingga dapat
dikunjungi bagi siapa pun yang ingin mengunjungi atau beribadah di Klenteng
tersebut.27
Setiap Klenteng mempunyai Dewa pemujaan yang dijadikan tuan
rumah di Klenteng. Di Klenteng Ancol ini dipergunakan untuk pemujaan
dewa tanah atau Fu-de Zheng-She. 28
Klenteng ini merupakan satu-satunya
Klenteng Kombinasi yang terdapat di Jakarta, Klenteng ini juga bersifat Taois
karena dikaitkan dengan makam yang berada di dalam makam seorang
muslim yang dianggap kramat. Dengan adanya makam muslim yang terdapat
di lingkungan Klenteng maka tidak hanya Orang Tionghoa yang melakukan
ritual atau beribadah melainkan pribumi juga bisa berkunjung ke Klenteng
Ancol.
Klenteng ini dibangun untuk tempat pemujaan dewa tanah atau Fu-de
Zheng-shen, namun seiring berjalannya waktu Klenteng ini berubah fungsinya
yaitu pemujaan untuk juru masak Cheng-Ho dengan istrinya Ibu Sitiwati.
Dengan adanya pergeseran fungsi Klenteng Ancol tetapi bukan berarti dewa
tanah tidak lagi dipuja, tetap dipuja melainkan tidak lagi dijadikan dewa utama
27
Tanggok, Praktik Islam Nusantara, h.153.
28
Lombard, Klenteng-klenteng dan Masyarakat Tionghoa di Jakarta,h.18.
21
di Klenteng Ancol dan yang dijadikan di altar utama Klenteng adalah juru
masak Cheng-Ho yaitu Sampoe Soe Soe dan istrinya Ibu Sitiwati.29
Ada sebuah majalah yang menceritakan tentang awal mula terjadinya
pergeseran fungsi Klenteng Ancol, majalah tersebut adalah “Tuapekong
Antjol, Menoeroet Tjeritanya Seorang Yang Soedah Tooea” yang ditulis oleh
Liem Poen Kie mengatakan bahwa , pada zaman dahulu daerah yang dikenal
dengan masyarakat luas dengan daerah Ancol tersebut merupakan sebuah
pelabuhan kapal yang cukup ramai dikunjungi atau disinggahi oleh kapal-
kapal baik dari dalam negeri maupun dari kuar negeri, dimana pelabuhan ini
dinamai dengan pelabuhan Bintang Mas.30
Ketika Cheng-Ho melakukan
perjalanan ke Nusantara, Cheng-Ho berlabuh Bintang Mas ini. Salah satu juru
masak Cheng-Ho turun dari kapal untuk menyaksikan sebuah pertunjukan Tari
Topeng yang berada di sekitaran pelabuhan. Juru masak tersebut sangat
menikmati pertunjukan Tari Topeng31
karena pertunjukan asing menurutnya
dan tidak ada di negerinya yaitu Tionghoa.
Selain tidak ada di Negeri Tionghoa penari tari topeng nya cantik-
cantik salah satu penari Tari Topeng adalah Sitiwati, karena kecantikan
Sitiwati juru masak Cheng-Ho mempunyai rasa keinginan untuk memperistri
Sitiwati. Usaha yang dilakukan oleh juru masak Cheng-Ho sangat luar biasa.
karena sedang asik menyaksikan sebuah pertujukan itu juru masak Cheng-Ho
tidak sadar bahwa ia sudah ditinggalkan oleh Cheng-Ho bersama kapalnya.
29
Hasil Wawancara Pribadi dengan Aprianto. Jakarta Utara, 08 Oktober 2018.
30
Tanggok, Praktik Islam Nusantara, h.154.
31
Tari Topeng adalah sebuah bentuk tarian yang menggunakan topeng sebagai penutup
wajah dari penarinya. Tari topeng merupakan waisan leluhur bagi bangsa Indonesia yang sudah
ada sejak zaman pra-sejarah oleh karena itu menandakan bahwa tari topeng sudah menjadi turun
temurun. Penarinya yang menggunakan topeng dijadiikan sebagau upacara adat atau penceritaan
kembali cerita-cerita kuno dari leluhur, selain itu banyak juga yang menyakini bahwa tari topeng
berkaitan dengan roh-roh leluhur yang dianggap sebagai intrepretasi dewa-dewa.
22
Karena ia merasa sudah ditinggalkan oleh Cheng-Ho dan teman-temannya ia
melanjutkan niatnya yang ingin memperistri SitiWati sang penai Tari Topeng.
Juru masak ini melakukan pertemuan kepada orang tua SitiWati yang bernama
Said Areli Dato Kembang dan Ibu Eneng. Sitiwati merupakan dari
percampuran Indonesia dan Burma.32
Ketika juru masak Cheng-Ho bertemu dengan orang tua Sitiwati, Said
Areli Dato Kembang khawatir tentang anaknya jika menikah dengan orang
asing yang berbeda agama. Agar dapat menjalankan perintahnya dan menjauhi
larangannya, Said Areli Dato Kembang mangajukan sebuah syarat untuk juru
masak tersebut dengan tidak membolehkan memakan daging babi seumur
hidupnya. Syarat ini merupakan ajaran agama Islam yang tidak membolehkan
memakan daging babi. Dengan syarat yang diajukan juru masak Cheng-Ho
menerima syaratnya dan akhirnya juru masak Cheng-Ho berhasil memperistri
anak dari Said Areli Dato Kembang yaitu Sitiwati.33
Setelah berlabuh di Bintang Mas, Cheng-Ho melanjutkan
perjalanannya yang menggunakan kapal. Ditengah perjalanan Cheng-Ho, Ia
menyadari bahwa salah satu juru masaknya tertinggal di pelabuhan Bintang
Mas. Cheng-Ho menyuruh anak buahnya untuk kembali ke pelabuhan yang
tadi disinggahi. Ketika sampai di pelabuhan dan mencari juru masak yang
tertinggal namun tidak membuahkan hasil, juru masak Cheng-Ho tidak
ditemukan setelah dicari di sekitaran pelabuhan, karena tidak ditemukan maka
Cheng-Ho dan pasukan melanjutkan perjalanannya dan melupakan sang juru
masak yang tetinggal.
32
Tanggok, Praktik Islam Nusantara, h.155.
33
Hasil Wawancara Pribadi dengan Bapak Parto, Jakarta Utara 08 Oktober 2018.
23
Juru masak Cheng-Ho dan istrinya Sitiwati hidup bersama di Jakarta
tepatnya pesisir laut Jakarta. Setelah puluhan tahun ditemukan empat buah
makam Islam yang dimana diyakini oleh masayarakat sekitar salah satu
makam adalah juru masak Cheng-Ho dan yang lainnya diyakini bahwa makam
tersebut adalah istrinya dan kedua orang tua dari Ibu Sitiwati. Makam empat
buah ini terpisah diantaranya dua makam Sampo Soe Soe dan istrinya terletak
di bagian depan Klenteng, sedangkan dua makam yaitu Said Areli Dato
Kembang dan Istrinya Ibu Eneng terletak di bagian belakang Klenteng sekitar
30 meter jaraknya dari makam anaknya. Selain itu makam ini diduga kuat
sebagai makam muslim karena di makam-makam tersebut terdapat tulisan
yang berbahasa Arab. Untuk mengenang jasa-jasa Sampoe Soe Soe rakyat
sekitar menaruh kepercayaan pada makam Ibu Sitiwati tersebut dan memohon
sesuatu kepadanya.34
C. Sejarah Makam Islam yang terdapat di dalam Klenteng Ancol.
Klenteng Ancol berdiri dari perjalanan seorang Muslim dan sebuah
tempat orang Konghucu untuk menghargai jasa-jasa para leluhur yang berasal
dari Negeri China.
Di Klenteng ini terdapat empat buah makam Muslim yang berada di
tengah-tengah Klenteng. Makam-makam tersebut adalah makam Embah Said
Arely Datok Kembang, makam istrinya yang bernama Ibu Eneng, makam
anaknya yang bernama Siti Wati, dan makam suami dari Siti Wati.35
Makam yang berada di Klenteng ini bernama Embah Said Arely Datok
Kembang dan istrinya ibu Eneng. Berdasarkan penelusuran yang penulis
34
Tanggok, Praktik Islam Nusantara, h.158.
35
Hasil Wawancara Pribadi dengan Bapak Parto, Jakarta Utara 08 Oktober 2018
24
lakukan darimana Embah Said dan Ibu Eneng ini berasal belum ditemukan.
Akan tetapi, jika melihat dari segi nama, bisa diperkirakan kata Embah
merupakan panggilan seseorang dari daerah Jawa, kemungkinan besar Embah
berasal dari Jawa Tengah dan Eneng merupakan panggilan wanita dari
wilayah Jawa Barat atau daerah Sunda. Embah Said merupakan salah satu
penyebar agama Islam yang berkelana dan berpindah-pindah tempat untuk
menyebarkan Islam. Embah Said Areli Datok Kembang dan Ibu Eneng ini
merupakan orang tua dari Ibu Sitiwati istri dari juru masak Cheng-Ho. Mereka
tinggal berempat disekitar pesisir laut Jakarta dengan menyebarkan ajaran
Islam. Di daerah ini Embah Said dan istrinya Ibu Eneng melakukan
persinggahan terakhirnya hingga akhir hayatnya dan dimakamkan di sini.
Embah Said ini juga pernah bersinggah ke daerah-daerah Aceh sehingga ia
mendapat julukan Datok. 36
Tidak ada buku yang secara jelas menyebutkan Embah Said ini
meninggal pada tahun berapa, tetapi menurut juru bicara makam,
kemungkinan besar makam ini berdiri lebih dahulu dibandingkan dengan
Klenteng sejak abad ke 17 lalu. Berawal dari pernikahan putri Embah Said
yang menikah dengan orang Tiongkok, yaitu Sampoe Soe Soe. Sampoe Soe
Soe merupakan tokoh muslim yang dihormati di Tionghoa dengan demikian
berlatar belakang dari kepercayaan umat Konghucu yang menghormati setiap
tokoh baik dari kepercayaannya sendiri maupun dari agama lain, seperti tokoh
dari Islam yang mereka hormati akan dikunjungi oleh mereka sebagai bentuk
penghormatan mereka.37
36
Wawancara pribadi dengan Bapak Parto, Jakarta Utara, 08 Oktober 2018 37
Wawancara Pribadi dengan Bapak Apriyanto, Jakarta Utara, 08 Oktober 2018.
25
Makam yang berada di Klenteng Ancol ini tidak di dalam satu
ruangan, melainkan makam orang tua Ibu Sitiwati berada di depan dan Embah
Said berada di belakang Klenteng. Namun, dengan adanya makam di belakang
tidak mengurangi rasa hormat orang Konghucu serta masyarakat pribumi
untuk mengunjungi dan mendoakannya.
Setelah ditemukannya makam, karena orang Konghucu sangat
menghormati siapapun yang berasal dari Tionghoa baik orang itu Muslim
ataupun non-Muslim, mereka mendirikan Klenteng sebagai wujud rasa
penghormatannnya kepada orang yang berjasa yang berasal dari Tionghoa.
oleh sebab itu yang dijadikan di Altar utama dan dibuatkan patung di Klenteng
Ancol adalah Ibu Sitiwati dan Sampoe Soe Soe juru masak Cheng-Ho.
D. Perubahan Nama Klenteng Ancol Menjadi Vihara Bahtera Bhakti.
Pada masyarakat awam, banyak yang tidak mengetahui perbedaan dari
Klenteng dan Vihara. Klenteng dan Vihara pada dasarnya berbeda dalam
arsitektur, umat, dan fungsi. Klenteng yang pada dasarnya memiliki arsitektur
Tionghoa dan berfungsi sebagai tempat aktifitas sosial masyarakat Tionghoa
dan tempat spiritual. Vihara juga ada yang memiliki arsitektur Tionghoa
seperti Vihara Buddhis aliran Mahayana yang memang berasal dari Tionghoa.
Pada tahun 1965 pada gerakan 30 September perbedaan Klenteng dan
Vihara mulai rancu dikarenakan pemerintah orde baru mengancam untuk
menutup secara paksa terhadap pelarangan kebudayaan Tionghoa termasuk
kepercayaan orang Tionghoa. Oleh karena itu Klenteng banyak mengadopsi
nama dari bahasa Sansekerta atau bahasa Pali yang mengubah namanya pada
26
sebagai Vihara dan mencatat surat izin dalam naungan agama Buddha demi
kelangsungan peribadatan dan kepemilikan.
Dengan adanya perdebatan maka Klenteng Ancol berubah nama
menjadi Vihara Bahtera Bhakti Jakarta Utara. Diambil kata “Bahtera” yang
berarti Perahu karena pada Klenteng ini berada di pesisir laut utara dan alat
transportasinya adalah semacam perahu atau kapal-kapal . dan “Bhakti”
merupakan suatu ketaatan. Dengan demikian Bahtera Bhakti artinya
merupakan perahu yang membaktikan dirinya kepada tuannya.38
Namun hingga sekarang yang terkenal di masyarakat sekitar adalah
walaupun kini sudah berubah nama menjadi Vihara, karena letaknya
berdekatan dengan Ancol sehingga masyarakat mengingatnya dengan sebutan
Klenteng Ancol. Selain lokasi yang berdekatan dengan wisata Ancol,
masayarakat mempunyai asumsi tersendiri bahwa Klenteng merupakan tempat
ibadah orang Konghucu sedangkan Vihara tempat ibadahnya orang Buddha.
walaupun didalamnya terdapat altar Buddha tetapi yang asli di Vihara ini
adalah Klenteng yang difungsikan untuk memuja Ibu Sitiwati dan Sampoe Soe
Soe juru masak Cheng-Ho yang berasal dari Tionghoa.39
38
Wawancara Pribadi dengan Bapak Parto, Jakarta Utara, 09 Oktober 2018. 39
Tanggok, Praktik Islam Nusantara, h.185.
27
E. Bagian – Bagian yang terdapat didalam Klenteng Ancol
Gambar Denah Klenteng Ancol
(Sumber : CI. Salmon dan D. Lombard, 2003)
Klenteng Ancol ini mempunyai delapan Altar yang mempunya 24
macam patung dewa, altar ini dibagi menjadi delapan ruangan, dimana setiap
bagian mempunyai dewa-dewa tersendiri. delapan ruangan itu adalah :
1. Ruangan dan tempat pemujaan untuk Juru masak ( Sampo Soe Soe) dan
Istrinya Ibu Sitiwati
Ruangan ini terletak di bagian depan bagian sebelah kanan pintu
masuk dari pintu masuk Klenteng. di dalamnya terdapat sebuah altar untuk
menghormati juru masak Cheng-Ho dan istrinya. Dibawah altar terdapat
makam keduanya.
a. Ruangan dan tempat pemujaan untuk Ong Tjoe Seng dan Wang Zhu
Cheng.
Ruangan ini masih satu ruagan dengan juru masak Cheng-Ho
dan istrinya, Ong Tjoe Seng ini merupakan juru kunci pertama
Klenteng Ancol dan menjadi tokoh kedua yang sangat dihormati dan
dipuja oleh orang banyak di Klenteng Ancol. Altarnya berada di
28
sebelah kiri dari Altar Sampoe Soe Soe dan Ibu Sitiwati. Banyak orang
yang datang kepadanya dengan segudang permasalahan untuk meminta
penyelelesaiannya. Menurut orang yang melakukan pemujaan kepada
Ong Tjoe Seng, tokoh ini sudah dianggap setengah dewa karena sudah
banyak membantu orang-orang dalam keadaan kesulitan.
b. Ruangan dan tempat pemujaan Cheng-Ho atau Sampo Tay Djin.
Ruangan ini beraada disebalah kanan dari altar pemujaan
Sampoe Soe Soe dan Ibu Sitiwati. ketiga Altar ini berada dalam satu
ruangan utama Klenteng Ancol, tetapi kebanyakan orang lebih banyak
meminta kepada Sampoe Soe Soe dan istrinya karena mereka banyak
menabulkan permohonan orang yang datang kesini, oleh sebab itu
banyak orang yang datang dan melakukan pemujaan terhadap Sampoe
Soe Soe dan Ibu Sitiwati.
2. Ruangan tempat Pemujaan Dewi Kwan Im.
Ruangan pemujaan Dewi Kwan Im terdapat di sebelah kanan altar
tempat pemujaan pada sang Buddha.
3. Ruangan dan Altar pemujaan Sang Buddha.
Ruangan ini terletak dibagian tengah Klenteng, ruangan ini cukup
besar yang dihiasi dengan warna kuning. Di ruangan ini terdapat tiga
patung, yaitu Buddha Amithaba, Se Cia Mo Ni Fo, dan Tie Cang Wang Po
Sat.
4. Ruangan tempat pemujaan Embah Said Areli Datok Kemban dan Ibu
Eneng.
29
Ruangan ini berada dibagian belakang Klenteng Ancol. ruangan ini
dihiasi dengan kain berwarna putih seperti makam wali pada umumnya,
Makam ini berbentuk seperti menjadi satu, namun tidak menjadi satu
hanya saja dua makam dibuatkan kotak lagi sehingga kelihatan menjadi
satu. Diruangan ini Umat Muslim dan non-Muslim melakukan ritual ziarah
dengan sejumlah motivasi ingin berkunjung dan mendoakannya.
5. Tempat Pemujaan kong Tjo Tjai Sen (Dewa Kekayaan)
Kong Tjo Tjai Sen ini tidak mempunyai ruangan khusus melainkan
hanya sebuah tempat yang didalamnya terdapat patung dewa kekayaan.
Tempat pemujaan ini berada di depan sebelah kiri Klenteng yang
beradapan dengan ruangan Sampoe Soe Soe dan Ibu Sitiwati. Dewa
kekayaan ini dipercayai oleh orang Tionghoa untuk meminta rezeki atau
kekayaan, dimajukan usahanya. tidak sedikit yang datang ke Klenteng
untuk meminta kekayaan pada Dewa Kong Tjo Tjai Sen.
6. Tempat pemujaan Kwan Kong (Dewa perang).
Tempat dewa perang ini sejajar dengan tempat pemujaan dewa
kekayaan.40
7. Tempat Pemujaan Dewa Empat Muka.
Dewa empat muka ini berada di depan Altar Budha, dewa empat
muka ini yang berasal dari arah mata angina yaitu, barat, timur, utara dan
selaran. Dewa empat ini adalah dewa jodoh, dewa kesehatan dan
keselamatan, dewa rezeki.
8. Ruangan Penitipan Patung
40
Tanggok, Praktik Islam Nusantara, h. 173.
30
Di ruangan ini terdapat puluhan macam jenis patung, ruangan ini
terletak di samping ruangan Dewi Kwan Im. Juru Kunci Klenteng
mengatakan bahwa ruangan ini di khususkan untuk patung yang sudah
tidak diurusi lagi oleh Vihara-vihara sehingga dititipkan atau ditampung
di Klenteng Ancol ini. Dan di Klenteng Ancol ini juga di hormati patung-
patung yang dititipkan sehingga ada altar di dalam ruangan agar jamaah
yang sembahyang bisa melakukannya juga tanpa terkecuali.
31
BAB III
RITUAL YANG DILAKUKAN DI KLENTENG ANCOL
A. Ritual Keagamaan yang dilakukan di Klenteng Ancol
Setiap agama memiliki ritual keagamaan yang berbeda-beda. Demikian
halnya dengan umat Konghucu yang melakukan aktifitas di Klenteng Ancol.
Umat Konghucu melakukan ritual keagamaan sebagai wujud pemujaan
terhadap dewa-dewa yang mereka yakini. Mereka memiliki ritual keagamaan
rutin berdasarkan kalender China yang selalu mereka laksanakan sebagai bakti
mereka.
Agama dan budaya merupakan dua hal yang sulit untuk dipisahkan.
Oleh karena itu ritual keagamaan sedikit mendapat pengaruh dari budaya
setempat. Keberadaan Klenteng Ancol yang berada di kawasan Jakarta Utara
yang identik dengan kebudayaan Betawi. Oleh karena itu ada beberapa ritual
keagamaan yang dilakukan menggunakan tradisi budaya Betawi. Tradisi itu
diantaranya adalah Makan kue Onde, penggunaan alat musik Gambang
Kromong, dan Sembahyang rutin atau Cap Go.
1. Tradisi Makan Kue Onde
Tradisi makan kue onde dilakukan pada setiap bulan Desember
sekitar tanggal 21 atau 22, makan kue onde ini dalam masyarakat
Tionghoa dinamakan festival Dongzhi. Dongzhi di sini memiliki arti
musim dingin yang ekstrim. Dalam perayaan ini orang Tiongkok
memakan kue onde yang merupakan makanan khas Tionghoa.
32
Kue onde ini dalam bahasa masyarakat Tionghoa dikenal dengan
sebutan Tangyuan (Kue Bola Ketan) atau Yuanxiou. Namun kata Onde
atau Ronde dalam bahasa Belanda berarti bulat. Di Indonesia Ronde atau
Onde disebut juga kue bulat atau bola karena bentuknya yang bulat. Kue
Onde atau ronde merupakan jenis makanan yang terbuat dari tepung ketan
yang dibentuk bulatan kecil atau besar. Kue ini disajikan dengan kuah air
gula yang hangat.41
Perayaan makan kue onde ini dilakukan pada musim dingin,
dimana semua keluarga sedang berkumpul bersama-sama dan menikmati
musim dingin tersebut. Dengan berkumpulnya keluarga maka diisi dengan
makan kue onde atau ronde yang hangat di meja yang bundar.
Kue onde atau ronde disebut juga Yuanxiou karena pada mulanya
kue ini dibuat oleh seorang pelayan istana raja yang bernama Yuanxiou.
Yuanxiou ini diperintahkan atas raja kaisar untuk membuatkan bola kue
yang sangat enak untuk memperingati hari Kaisar Langit yang
diperintahkan pada tanggal 15 penanggalan Imlek (Cap Go Meh). Setiap
perayaan Kaisar langit biasanya mempersembahkan makanan sebagai rasa
ucapan terimakasih kepada Kaisar Langit atas rezeki yang diberikannya
pada masyarakat Tionghoa.
Kue Onde ini tidak hanya sekedar jenis makanan saja melainkan
mempunyai makna-makna yang penting yang terkandung didalamnya.
Kue onde ini memiliki bentuk yang bulat yang memiliki arti
berkumpulnya sebuah keluarga atau reuni untuk merayakan dan memakan
41
Makna Di Balik Tradisi Makan Onde di Bulan Desember, dari
https://smystery.wordpress.com/2012/12/20/makna-di-balik-tradisi-makan-onde-di-bulan-
desember/ pada tanggal 22 Oktober pukul 20.00 WIB.
33
kue ronde dimeja yang bulat menyimbolkan keutuhan sebuah keluarga.
Kue onde ini dibuat dari tepung ketan yang lengket yang menggambarkan
bahwa keluarga merupakan ikatan yang kuat atau erat antara sesama
anggota keluarga. Kemudian disajikan dengan kuah gula yang manis agar
hubungan yang erat ini menjadi keluarga yang manis.42
Makna lain dari sifatnya yang bulat diambil dari ajaran filsafat
kuno Tiongkok mengenai Yin dan Yan gelap dan terang. Setelah Perayaan
Dongzhi yang jatuh di musim dingin di saat itu lebih banyak gelap
daripada terang dan energi negatif lebih banyak, maka musim akan
berganti menjadi musim semi disaat terang lebih mendominasi dan energi
positif lebih banyak. Filsafat ini disombolkan oleh salah satu gambar pada
Xexagram (Ba Gua/ Pa Kwa/ Pa Kua) dalam kiatb I Ching yang disebut fu
yng berarti “Kembali”. Hal ini sesuai dengan bentuk bulat yang saat
menelusurinya secara lurus dari satu tititk maka akan kembali ketitik
semula.43
Klenteng Ancol ini juga ikut merayakan tradisi yang sudah
menjadi ciri khas masyarakat Tinghoa yang sudah ada pada zaman dahulu.
Di Indonesia tidak ada musim dingin, oleh karena itu masyarakat
Tionghoa yang tinggal di Indonesia khususnya di daerah Ancol Jakarta
Utara mereka merayakan dengan mengikuti Kalender China saja. Biasanya
perayaan makan kue Onde ini dilakukan pada sore menjelang malam di
Kleteng Ancol, hal yang unik adalah mereka atau masyarakat Tionghoa
42
Wawancara Pribadi dengan Pak Apriyanto, Jakarta Utara, 09 Oktober 2018.
43
Makna Di Balik Tradisi Makan Onde di Bulan Desember, dari
https://smystery.wordpress.com/2012/12/20/makna-di-balik-tradisi-makan-onde-di-bulan-
desember/ pada tanggal 22 Oktober pukul 20.00 WIB.
34
memakan Kue Onde atau Ronde adalah jumlah yang dimakan harus sesuai
dengan umur masing-masing.
2. Perayaan Tahun Baru Imlek
Selain dari ritual keagamaan yang berkaitan dengan budaya
setempat, mereka juga melakukan aktifitas rutin diantarnnya adalah Tahun
Baru Imlek, Cap Go Meh, Cheng Beng dan Sembahyang kepada
kemuliaan Tuhan. Mereka melakukan aktifitas keagamaan tersebut
berdasarkan penanggalan China.44
Penanggalan China adalah peanggalan
yang dibentuk dengan penggabungan kalender bulan dan kalender
matahari. Kalender China digunakan untuk memperingati berbagai hari
perayaan tradisional Tionghoa dan untuk memilih hari menguntungkan.
Penanggalan atau kalender China sedikit berbeda cara penghitungannya
misalnya perhitungan bulan yang dimana bulan mengelilingi bumi, jadi
hari pertama setiap bulan dimulai dari pukul 23:00 buka pada pukul 00:00.
Penanggalan China ini sangat terkait erat dengan tahun baru imlek karena
perayaan tahun baru imlek merupakan tanggal penggabungan perhitungan
matahar, bulan, dua enenrgi dan lima yin-yang, 24 musim dan lima unsur.
Tahun Baru Imlek diperingati dan diarayakan oleh orang Cina
dimanapun, termasuk Indonesia. Di Tionghoa perayaan Imlek dikenal
dengan nama Pesta Musim Semi . Hari raya Imlek ini masyarakat
Konghucu melakukan sembahyang pada Thian dimalam pergantian tahun.
hari raya imlek biasanya jatuh pada bulan kedua tarikh masehi, yaitu pada
44
Wawancara Pribadi dengan Pak Liem, 08 Oktober 2018.
35
bulan Februari.45
Masyarakat Konghucu dalam melakukan perayaan imlek
mereka pergi ke Klenteng untuk melakukan sembahyang kepada leluhur
untuk memanjaatkan doa agar di tahun baru ini selalu diberikan kelancaran
baik dari rezeki, kesehatan maupun jodoh.
Selain itu perayaan Hari Raya Imlek masyarakat Tionghoa
menghiasi bangunan rumah dengan ornament lampion yang berwarna
merah yang menjadikan ciri khas masyarakat Tionghoa, warna merah yang
mempunyai makna pengharapan bahwa ditahun yang akan datang
diwarnai dengan keberuntungan, rezeki dan kebahagiaan. Legenda Klasik
juga menggambarkan lampion sebagai pengusir kekuatan jahat. Memasang
lampion di tiap rumah juga dipercaya dapat menghindarkan penghuninya
dari ancaman kejahatan.
Hari Raya Imlek juga terkenal dengan pertunjukan Barongsai.
Barongsai adalah gabungan dari kata Barong yang berasal dari bahasa
Jawa dan Shai yang berarti singa. Singa dalam masyarakat Tionghoa
melambangkan kebahagiaan dan kegembiraan. Barongsai merupakan
Tarian Tradisional Cina yang menggunakan sarung yang menyerupai
singa. Konon tarian ini dilakukan untuk mengusir roh-roh jahat. oleh
karena itu tarian barongsai harus ada disetiap hari-hari pearayaan besar
guna untuk mengusir aura-aura buruk. Selain itu masyarakat Tionghoa
juga percaya bahwa tarian singa adalah pertunjukan yang membawa
keberuntungan.
45
M. Ikhsan Tanggok, Mengenal Lebih Dekat Agama Konghucu di Indonesia (Jakarta:
PT Plita Kebajikan, 2005), h. 193.
36
Selain menampilakan tarian barongsai, Klenteng Ancol juga
menampilkan musik Gambang Kromong. Gambang Kromong merupakan
musik yang berasal dari betawi, alat musik yang memadukan gamelan
dengan akat-alat music Tionghoa seperti sukong, tehyan dan konghayan.46
Masyarakat betawi biasanya dalam memperingati hari-hari besarnya
mereka sering menampilakan ciri khas musik Betawi yaitu Gambang
Kromong. Letak kondisi Klenteng Ancol yang berada di Jakarta yang
identik dengan budaya pribumi yaitu Betawi, dengan didukungnya Ibu
Sitiwati yang keturunan betawi maka tidak ditinggalkan juga kebudayaan
yang berada disekitar Klenteng.
Ternyata musik Gambang Kromong merupakan perpaduan yang
serasi antara unsur-unsur pribumi dengan unsur Tionghoa. Tujuannya
dihadirkan gambang kromong dalam perayaan hari-hari besar seperti
Imlek, selain Gambang keromong merupakan perpaduan alat musik antara
pribumi dan Tionghoa juga sebagai hiburan karena dalam tahun baru
Imlek ini adalah wujud perayaan syukur mereka.47
3. Sembahyang Cap Go
Hari Cap Go adalah tanggalan 12 dari tanggalan China, pada mala
mini semua umat Konghucu diwajibkan untuk sembahyang kepada Thian.
Pada malam ini Umat konghucu melakukan ibadah dan berdoa bersama
sesuai dengan budaya masing-masing, hal ini karena Konghucu ini adalah
agama yang sangat menghormati para leluhurnya dan leluhur yang tempat
mereka tinggali. Adapun tradisi malam cap go di Klenteng Ancol tidak
46
Gambang Kromong, Wikipedia, dari https://id.wikipedia.org/wiki/Gambang_keromong
diakses pada tanggal 23 Oktober 2018 pukul 13.00 WIB.
47
Wawancara Pribadi dengan Pak Liem, 09 Oktober 2018.
37
terlepas dari budaya masyarakat sekitar, yang dimana ditujukan untuk Ibu
Sitiwati dan Sampoe Soe Soe.48
Sembahyang ini dimulai sejak sore hari hingga tengah malam.
Umat Konghucu yang melakukan sembahyang cap go membawa sesajian
berupa buah-buahan yang nantinya mereka letakkan di atas altar yang
terdapat di Klenteng Ancol. Buah-buahan itu mereka cuci terlebih dahulu
kemudian barulah mereka memulai ritual sembahyang cap go. Umat
Konghucu melakukan sembahyang cap go secara masing-masing tidak
dengan berjamaah.
Umat Konghucu yang hendak melakukan sembahyang mereka
membeli dupa yang telah disediakan di Klenteng Ancol dengan jumlah
yang telah ditentukan. Dupa yang telah dibeli kemudian diambil dan
dibakar. Mereka sembahyang sambil memegang dupa yang telah dibakar
dengan menundukkan kepala diiringi dengan suara gong. Ada juga dari
beberapa umat Konghucu yang sembahyang dengan membawa bunga
karena berdasarkan wawancara penulis dengan salah satu informan Dewi
Kwan Im sangat menyukai bunga.
Klenteng membuka peluang usaha kepada para pedagang luar pada
sembahyang cap go. Banyak pedagang dari berbagai macam jenis
dagangan yang dijajakan. Ada yang menjual makanan dan minuman. Ada
juga pedagang yang menjual bunga. Biasanya umat Konghucu yang
hendak beribadah menggunakan bunga mereka membeli bunga di area
Klenteng Ancol.
48
Wawancara Pribadi dengan Pak Liem, 09 Oktober 2018.
38
Sembahyang Cap go mencapai puncaknya pada tengah malam.
Puncak Cap go dilihat dari banyaknya jumlah umat Konghucu yang datang
untuk melakukan sembahyang. Jumlah umat Konghucu yang datang untuk
sembahyang pada puncaknya ini mencapai lebih dari 50 orang.
B. Ritual Sosial yang dilakukan di Klenteng Ancol
Kepedulian atau sikap peduli bagi umat Klenteng merupakan hal yang
diajarkan oleh agama yang ada di klenteng (Buddha, Konghucu, dan Tao).
Agama-agama tersebut mengajarkan untuk bagaimana berperilaku yang
beretika dan bermoral terhadap sesama manusia dan masyarakat untuk
mencapai kebaikan. Melalui etika dan moralitas inilah dapat dibangun dengan
cinta kasih dan kepedulian kepada orang lain, toleransi, kejujuran, dan sikap
tolong menolong.49
Ibadah tidak hanya dalam segi ritual saja, akan tetapi bagi mereka
ibadah juga berupa hal-hal yang bersifat kemanusiaan. Sehingga dalam
melakukan peribadatan yang bersifat kemanusiaan tidak harus ke anggota
jamaah Klenteng saja, bahkan di luar itu (baik Muslim atau Non-Muslim)
seperti pembagian sembako ataupun yang lainnya.50
Ritual sosial yang dilakukan dalam bentuk pembagian sembako
dilaksanakan setiap bulan ketujuh dalam penanggalan China. Kegiatan
pembagian sembako biasanya dilakukan pada siang hari karena siang hari
dianggap waktu yang tepat untuk membagikan sembako. Sembako ini
dibagikan kepada yayasan panti asuhan yang berdekatan dengan lokasi
Klenteng. Orang yang membagikan sembako adalah utusan dari Klenteng
49
Maria Citra Prabhita, “Kegiatan Keagamaan dan Makna Keberadaan Klenteng Tjoe Tik
Kiong Pasuruan”, Student Journal Program Studi Sastra Tionghoa Universitas Kristen Petra, h. 7.
50
Wawancara Pribadi dengan Pak Aprianto, 09 Oktober 2018
39
yang dipercaya yaitu Bapak Parto. Sembako yang dibagikan berasal dari dana
atau pemberian yang dikumpulkan dari Jemaah Klenteng yang berkunjung.
Jemaah Klenteng yang memberikan atau menitipkan sembako berupa
uang atau makanan pokok merupakan wujud rasa syukur mereka atas apa yang
telah Tuhan berikan kepada mereka. Hal ini juga merupakan sarana mereka
untuk berbagi terhadap sesama manusia.
Mereka memiliki rasa kepedulian yang tinggi. Tidak hanya terhadap
sesama Jemaah akan tetapi dengan orang-orang yang diluar dari Jemaah.
Tolong menolong yang mereka lakukan merupakan ajaran Tridharma yaitu
mengenai rasa solidaritas yang tinggi. Buddha mengajarkan sila yang
nerupakan ajaran tentang cinta kasih dan belas kasih terhadap semua makhluk.
Demikian juga dalam agama Konghucu selalu ditekankan tentang perasaan
perkawanan atau timbal balik, misalnya jika kita melakukan kebaikan maka
akan dibalas dengan kebaikan dan jika melakukan kejahatan maka kita akan
dibales dengan kejahatan.51
Peran Klenteng dalam membantu orang yang kurang mampu dari segi
perekonomian, pihak Klenteng memberikan izin kepada masyarakat yang
ingin berjualan di sekitar Klenteng. Contohnya disekitar area Klenteng
terdapat beberapa warung-warung kecil yang menyediakan makanan ringan
dan minuman yang menjadi sumber pendapatan bagi orang sekitar, selain jika
ada perayaan hari-hari besar terdapat banyak penjual dadakan yang datang
untuk menjualkan barang dagangannya.
51
Mukti Ali, Agama-Agama Dunia (Yogyakarta: IAIN Sunan Kalijaga Press, 1998)
h.221.
40
Kegiatan sosial tidak hanya dilakukan terhadap anggota-angotanya dan
masyarakat sekitar tetapi mereka juga ikut berpartisipasi apabila ada
masyarakat yang terkena musibah. Dengan acara mengumpulkan dana-dana
dari Jemaah Klenteng Ancol ini.
Pada setiap sembahyang rutin di awal bulan dan pertengahan bulan
Klenteng Ancol mengadakan bakti sosial berupa pengobatan gratis. Orang
yang ahli dalam pengobatan mereka dengan sukarela menawarkan jasa mereka
kepada siapa saja yang ingin memeriksakan dirinya ke Klenteng Ancol. 52
Pengobatan yang dilakukan adalah pengobatan tradisional. Pengobatannya
dilakukan dengan cara memijat anggota tubuh. Orang yang melakukan
pengobatan ini ada yang berasal dari kalangan orang tua ada juga dari
kalangan muda yang terpenting adalah mereka memiliki keahlian dalam
pengobatan tradisional. Pengobatan gratis ini dilakukan di samping makam
Embah Said dan Ibu Eneng dengan beralaskan tikar-tikar yang diletakkan di
atas lantai. Orang-orang yang berkunjung bertepatan dengan hari itu ke
Klenteng biasanya orang yang melakukan pengobatan gratis yang
diselenggarakan Klenteng Ancol ini.
52
Wawancara pribadi dengan Pak Parto, Jakarta Utara, 09 Oktober 2018.
41
BAB IV
PRAKTIK – PRAKTIK KEAGAMAAN YANG DILAKUKAN UMAT
MUSLIM DAN NON-MUSLIM DI KLENTENG ANCOL
A. Praktik Umat Muslim
Kata Ziarah dalam kamus bahasa Arab diambil dari kata زيرة -يسور-ازار
yang berarti mengunjungi, menziarahi.53 Sedangkan menurut Munzir Al-
Musawa ziarah kubur adalah mendatangi kuburan dengan tujuan mendatangi
ahli kubur sebagai pelajaran bagi peziarah bahwa tidak lama lagi akan
menghuni kuburan sehingga dapat lebih mendekatkan diri kepada Allah
SWT.54
Ziarah kubur merupakan satu titik temu yang istimewa antar agama,
hampir di belahan dunia manapun terdapat makam-makam khusus yang
dikunjungi baik oleh orang Muslim maupun non-Muslim. Menurut „Ali al
Harawi yang menulis sebuah Pedoman Tempat-Tempat Ziarah Kubur bahwa
ziarah kubur adalah suatu bentuk ritual yang sudah berakar dimasyarakat sejak
zaman dahulu.55
Ziarah kubur merupakan satu dari sekian tradisi yang ada dan
berkembang di masyarakat. Berbagai maksud dan tujuan serta motivasi selalu
menyertai aktivitas ziarah kubur. Ziarah kubur yang dilakukan oleh
masyarakat ke kuburan yang dianggap keramat karena sebenarnya ziarah
53
Mahmud Yunus, Kamus Arab-Indonesia, (Jakarta: PT Hidakarya Agung, 1989), h.159.
54
Munzir Al Musawa, Kenalilah Aqidahmu, (Jakarta: Majelis Rasulullah, 2007), h.56.
55
Henri, Chambert-Lor dan Claude Guillot, Ziarah dan Wali di Dunia Islam, (Depok:
Komunitas Bambu,2010), h.2.
42
kubur adalah tradisi agama Hindu yang pada masa lampau memuja terhadap
roh leluhur.
Di Indonesia terutama di daerah Jawa, kebiasaan tradisi ziarah kubur
tersebar luas diantaranya ke makam para wali dan tokoh yang dianggap suci,
di sana mereka melakukan berbagai kegiatan seperti membaca al-Quran,
kalimat syahadat, dan berdoa. Seperti halnya ziarah yang sering dilakukan di
Makam-makam para wali. Para peziarah tidak hanya datang perorangan saja
melainkan dengan sanak keluarga hingga berbondong-bondong membawa
rombongan dengan berbagai sarana transportasi. Biasanya para peziarah
melakukan kunjungan atau berziarah pada hari - hari tertentu misalnya pada
malam Jumat Kliwon atau pada bulan Maulid.
Para peziarah datang ke kuburan tertentu disertai kepercayaan bahwa
tokoh tersebut dapat sesuai dengan kebutuhan pribadi mereka, anatara lain
dengan ziarah kubur seseorang dapat berdampak pada kemungkinan mendapat
rezeki dan syafaat.56
Banyak masyarakat yang datang berziarah salah satunya
adalah mendapatkan berkah dari keshalihan tokoh yang diziarahi oleh
masyarakat.
Di dalam ajaran Islam tidak melarang dan mempunyai aturan
tersendiri dalam berziarah, seperti membaca al-Quran dan mendoakan yang
sudah meninggal agar mendapatkan tempat di sisi Allah WST. Adapun
peziarah yang datang ke kuburan orang-orang soleh atau terkenal dengan
berbagai macam tujuan serta motivasi peziarah di lapangan seperti halnya di
Makam Embah Said Arely Datok Kembang dan Ibu Eneng adalah selain
56
Haryadi, Soebady, Agama dan Upacara (Jakarta: Buku antar Bangsa,2002), h.34.
43
mendoakan mereka meminta agar disegerakan mendapatkan jodoh, minta
dimudahkan segala urusannya. Semua motivasi dan berbagai macam tujuan
pribadi masing-masing yang mereka sebutkan ketika berziarah.
Selain itu, Ziarah kubur mempunyai beberapa tujuan, bagi peziarah
dan yang diziarahi memiliki tujuan, Pertama Mengambil pelajaran dari mayit
yaitu bahwa menziarahi kubur untuk peringatan dan pelajaran ketika
sesombong apapun manusia kelak pasti akan ditempatkan disebuah lubang
yang tidak ada air dan udara. Tidak ada yang dapat menolong dan
menghindarinya. Kedua berziarah bertujuan untuk mengingat kehidupan di
akhirat, dengan berziarah manusia akan ingat akan kematian yang pasti akan
tiba di akhirat. karena dengan berziarahlah obat penawar paling ampuh untuk
melunakkan hati manusia agar selalu ingat dengan kematian.57
Bacaan yang dibaca saat berziarah adalah memberikan hadiah fatihah
kepada sohibul makam, syahadat, shalawat, istighfar lalu memohon ampunan
kepada Allah.58
Untuk pembacaan shalawat tidak ada shalawat yang khusus,
hanya saja membaca shalawat kepada nabi yang sering dibaca. dan untuk
kegiatan selanjutnya biasanya membaca suarah yasin, tetapi itu tidak
diwajibkan hanya terserah para peziarah. Setelah melakukan rantaian ziarah
para peziarah biasanya memohon permohonan apa yang diinginkan.
Perlengkapan yang dibawa saat berziarah biasanya bunga, bunga yang
mereka bawa untuk ditaburkan pada pusaran makam, selain itu ada juga yang
membawa kemenyan untuk dibakar di depan makam yang sudah disediakan
tempatnya oleh pengurus makam. Perlengkapan ini tidak diwajibkan untuk
57
Muhammad Nashirudin, Tuntunan Lengkap Mengurus Jenazah, (Jakarta: Gema Insani
Press,1999), h. 174.
58
Wawancara Pribadi dengan Bapak Parto, Jakarta Utara, 08 Oktober 2018.
44
membawa karena ada yang membawanya dan ada juga yang tidak
membawanya. Jika tidak membawa tetapi ingin menaburkan bunga atau
membakar kemenyan pengurus makam biasnya menyediakan untuk dijual ke
para peziarah.
Dengan demikian menurut ajaran Islam ziarah kubur tidak hanya
sekedar menengok kubur, bukan hanya sekedar menengok ke makam orang
tua, bukan sekedar hanya menengok ke makam wali, bukan hanya sekedar
menengok makam pahlawan, begitu pula bukan hanya untuk sekedar tahu apa
dan mengerti dimana seseorang dikuburkan, atau mengetahui keadaan kuburan
itu berada, tetapi kedatangan seseorang untuk berziarah adalah mendoakan
kepada yang dikubur dengan mengirimkan doa-doa untuknya yang berisikan
ayat-ayat al-Quran.
Seperti halnya yang dilakukan oleh umat Muslim yang berkunjung ke
Makam Embah Said Areli Datok Kembang dan Ibu Eneng, mereka tidak
hanya sekedar ingin mengetahui letak makam yang berada ditengah-tengah
lingkungan Klenteng Ancol.
Pak parto juga mengatakan bahwa setiap minggunya ada saja
rombongan yang berziarah ke makam Embah Said dan Ibu Eneng.59
Luas
ruangan makam Embah Said yang hanya berukuran sekitar 4x7 meter ini
dikunjungi oleh beberapa peziarah Muslim. Umat muslim yang datang
berziarah ke makam Embah Said dan Ibu Eneng duduk dengan beralaskan
tikar untuk melakukan ritual ziarah. Seperti disebutkan pada paragraph
sebelumnya ritual yang dilakukan umat Muslim saat berziarah ke makam
59
Wawancara Pribadi dengan Bapak Parto, Jakarta Utara, 09 Oktober 2018.
45
tersebut dengan membaca yasin, shalawat, istighfar, zikir, dan tahlil. Peziarah
yang datang ke sini tidak memohon pertolongan melainkan mereka berdoa
kepada Tuhan dan mendoakan atas jasa-jasa yang telah dilakukan Embah Said
dan Ibu Eneng ini. Setelah runtutan ritual ziarah selesai dilakukan peziarah
menaburkan bunga ke pusaran makam.
Para peziarah yang berkunjung ke makam Embah Said dan Ibu Eneng
memiliki motivasi yang berbeda-beda. Dalam rangka menyampaikan maksud
dan tujuan mereka berziarah mereka menggunakan ramalan tongkat. Konon
tongkat tersebut merupakan alat yang digunakan oleh Embah Said ini dalam
berkelana menyiarkan Islam. Ramalan tongkat tidak dilakukan dengan sendiri
oleh peziarah, melainkan dilakukan dengan dipandu oleh juru kunci makam
yang bernama Pak Parto. Peziarah dalam ritual ramalan tongkat ini diharuskan
berdiri kemudian tongkat tersebut dibentangkan dan diukur sesuai panjang
tangan peziarah dan berapa panjang tangan diberi tanda dengan sebuah karet
gelang. Selama proses pengukuran peziarah mengungkapkan keinginan
pribadinya, sedangkan juru kunci berdoa di depan makam. Kemudian setelah
juru kunci selesai mendoakan, peziarah tersebut diukur lagi tangannya dan
karet yang menjadi penanda sebelumnya dilihat lagi apabila karet tersebut
menjorok ke dalam menjadi penanda bahwa keinginan yang diungkapkan
peziarah dalam hati akan tercapai atau dikabulkan. Akan tetapi, jika karet
tersebut justru berubah posisi ke luar dari batasan tangan menandakan bahwa
keinginan atau tujuan peziarah tersebut tidak tercapai atau tidak dikabulkan.60
60
Hasil Wawancara Pribadi dengan Pak Liem, 08 Oktober 2018.
46
C. Praktik Umat Non-Muslim
Dalam ajaran Konghucu, mengunjungi atau menziarahi makam leluhur
disebut juga dengan istilah Cheng-Beng. Cheng-Beng memiliki arti terang dan
bersih.61
Sedangkan menurut istilah Cheng-Beng merupakan upacara
sembahyang kepada leluhur yang dilakukan oleh masyarakat China yang
beragama Konghucu untuk menghormati dan sekaligus sebagai laku bakti
kepada leluhur.
Cheng-Beng ini jika dilihat dari istilah bisa dikaitkan dengan suasana
di kuburan. Masyarakat Cina mengunjungi makam para leluhur dengan
memasang dupa hio dan nyekar. Upacara Cheng-Beng ini merupakan
perayaan hari besar bagi masyarakat Konghucu yang dilakukan bersama
keluarga, dengan membawa sesajian-sesajian untuk diletakkan di pelataran
kuburan leluhur.
Umat non-Muslim yang beragama Konghucu datang ke Klenteng
Ancol tidak hanya sebatas sembahyang kepada Thian, melainkan mereka
melakukan sembahyang kepada para leluhur yang berada di Klenteng Ancol.
Dalam melakukan sembahyang tersebut mereka memiliki urutan tersendiri.
Adapun urutannya ialah, pertama mereka sembahyang pada Gioko Ong Siang
Tee (Dewa pertama alam langit). Kemudian mereka melanjutkan sembahyang
kepada Thian Tie Kong (Tuhan) dengan diiringi suara yang dijadikan ciri khas
klenteng. Setelah itu mereka kemudian sembahyang Sampoe Soe Soe, Ibu
Sitiwati, Sampokong atau Cheng-Ho, dan Sembahyang pada Kong Tjoe Tjoe
Seng (juru kunci klenteng terdahulu) yang berada dalam satu ruangan.
61
Nio Joe Lan, Peradaban Tionghoa Selayang Pandan, (Jakarta: King Po,1961), h. 152.
47
Kemudian mereka Sembahyang kepada Fa Kong Thay Tie atau Dewa Langit,
Da Bogong atau Dewa Tanah, Thai Sui Sing Ciun (Anjing tanah), Pai Fu
Shien Khiun ( tempat pemujaan menolak bala), Budha Amithaba, Dewi Kwan
Im, Dewa Empat Muka atau Se Men Fo, dan diakhiri dengan sembahyang
kepada Thian. Setelah sembahyang selesai mereka kemudian mengunjungi
makam Embah Said dan Ibu Eneng.
Setiap melakukan ritual sembahyang mempunyai aturan atau tata cara
yang harus diitaati, Ajaran agama Konghucu memiliki tata cara ibadah
tersendiri . Di Dalam ajaran Agama Konghucu identik dengan menggunakan
Dupa, hio atau Xiang. Hio sudah ada sejak zaman dahulu dikala umat
Konghucu melakukan sembahyang. Hio mempunyai arti harum, hio dibakar
ketika sedang melakukan sembahyang agar mengeluarkan asap yang berbau
wangi dan harum.62
Selain dupa atau hio mengeluarkan bau yang harum, dupa
ini berguna untuk menentramkan pikiran, memudahkan konsentrasi dan
bermeditasi dan juga bisa mengusir hawa atau hal-hal yang bersifat jahat atau
negatif. Dupa atau hio yang dipakai saat melakukan sembahyang boleh satu
atau tiga dalam bentuk ganjil, biasanyan tiga batang untuk bersujud ke
hadapan Tian, Nabi atau para suci. Cara menaikkan dan menancapkan dupa
mempunyai tata cara tersendiri, yaitu dengan melakukan dingli atau
mengangkat tangan sampai dai atas, setelah itu menancapkan dupa dengan
menggunakan tangan kiri, karena dengan tangan kiti melambangkan sifat yang
positif.63
62
Muyadi Liang, Mengenal Agama Konghucu (Sidiarjo: SPOC (Study Park Of
Confucius)), h.130.
63
Liang, Mengenal Agama Konghucu, (Sidiarjo: SPOC (Study Park Of Confucius)),
h.134.
48
Setelah melakukan penancapan dupa atau hio disetiap altar yang
terdapat di dalam Klenteng Ancol, umat Konghucu melakukan penuangan
minyak. Penuangan minyak ini dilakukan sebagai suatu rasa permohonan agar
segala sesuatu yang diinginkan agar diterangi jalannya, diterangi
kehidupannya dan sebagainya. Cara penuagan minyak ini dilakukan disetiap
altar yang sudah disediakan tempatnya oleh penjaga Klenteng tersebut.
Kegiatan sembahyang di Klenteng biasanya diakhiri dengan membakar
kertas, yang dimana kertas tersebut disimbolkan sebagai uang. Kertas yang
dianggap uang tersebut dibakar oleh para penganut agama Konghucu yang
melakukan sembahyang sebagai wujud rasa terimakasih atas rezeki yang telah
diberikan oleh Tuhan. Jumlah kertas yang dibakar tidak menentu, jika umat
konghucu merasa rezekinya yang diberikan maka banyak pula kertas yang
diabakarnya.
Umat Konghucu memiliki ajaran yang menekankan penghormatan
kepada leluhur, baik yang beragama Konghucu maupun bukan beragama
Konghucu. Leluhur yang dihormati di Klenteng Ancol yang bukan berasal dari
agama Konghucu adalah Embah Said Arely Datok Kembang dan Ibu Eneng
serta anak dari mereka, yaitu Ibu Siti Wati dan Sampoe Soe Soe. Mereka
mengunjungi makam-makam leluhur tersebut dengan menggunakan ritual
ajaran mereka.
Adapun ritual yang dilakukan berbeda dengan ritual ziarah yang
dilakukan umat Muslim. Mereka mengunjungi makam tersebut dengan
menyalakan hio dan sesajen seperti mereka melakukan sembahyang kepada
49
dewa-dewa dalam ajaran mereka. Doa mereka sama seperti halnya mereka
yang lakukan kepada Thian dan dewa-dewa lainnya.64
Diantar doanya adalah :
“Kehadirat Tuhan Yang Maha Agung di Tempat yang Maha Mulia,
dengan bimbingan Nabi Konghucu, Dengan Setulus hati kami bersujud dan
dengan sepenuh kebajikan di dalam hati. Puji syukur ke hadirat Tian,
jauhkanlah hati kami dari segala kelemahan, sifat keluh gerutu kepada Thuan
dan sesal penyalahan terhadap sesame. Kuatkanlah iman kami, yakin Tian
senantiasa menjadi pemilik, pembimbing, dan penyerta dalam hidup kami.
Maha besar Thian pencipta semesta alam, Tian hanya melindungi kebajiakan.
Huang Yi Shangdi, Wei Thian You De”65
Di dalam berdoa ada tata cara atau sikap berdoa yang harus dilakukan.
Sikap berdoa adalah sikap tangan diletakan diatas hulu hati, ditutup dengan
telapak tangan kiri yang dipertemukan membentuk huruf ٨ (ren:manusia)
memilki makna agar selalu ingat Thian yang Maha Esa yang telah
menciptakan manusia lewat perantara ayah dan ibu. 66
Sesajen yang mereka bawa berupa buah-buahan, tidak ada selain buah-
buahan yang dibawa karena tidak diperkenankan membawa daging babi, petai
dan jengkol.67
Muncul peraturan itu karena pada zaman dahulu syarat Sampoe
Soe Soe melamar Ibu Sitiwati adalah tidak memakan daging babi dan
sebaliknya syarat yang dikasih oleh Sampoe Soe Soe untuk tidak memakan
petai dan jengkol. Petai dan jengkol merupakan ciri khas makanan betawi,
tetapi Ibu Sitiwati rela tidak memakan makanan yang sudah menjadi ciri khas
makanan daerahnya demi Sampoe Soe Soe.
Juru kunci makam di Klenteng Ancol menawarkan kepada umat
Konghucu yang hendak berziarah ke makam untuk menggunakan ritual ziarah
64 Hasil Wawancara Pribadi dengan Pak Liem, 08 Oktober 2018.
65
Liang, Mengenal Agama Konghucu (Sidiarjo: SPOC (Study Park Of Confucius)),
h.126.
66
Liang, Mengenal Agama Konghucu, (Sidiarjo: SPOC (Study Park Of Confucius)),
h.137.
67
Wawancara Pribadi dengan Bapak Apriyanto, 08 Oktober 2018.
50
sebagaimana ritual ziarah umat Muslim karena makam tersebut adalah makam
tokoh Muslim. Banyak dari mereka yang mau dan minta dipandu untuk
melakukan ziarah sesuai ajaran Islam. Juru kunci memimpin ritual ziarah
tersebut sesuai ajaran Islam dan mereka hanya mengikuti juru kunci tersebut.
Setelah berdoa dan melakukan sembahyang di makam Embah Said dan
Ibu Eneng, Umat Konghucu membakar sebuah wangi-wangian (kemenyan,
stanggi dan hio) yang berada tepat didepan makam Embah said dan Ibu
Eneng. Mereka tidak hanya membakar melainkan mengarahkan wangi-
wangian tersebut kea rah badannya, agar mendapatkan aura yang positif dan
dihindarkan dari macam bahaya yang ada.
Di ruangan makam Embah Said dan Ibu Eneng tidak hanya terdapat
ramalan berupa tongkat, melainkan ada ramalan orang Konghucu yaitu Tjam
Sie.68
Dimana masyarakat Konghucu meminta masukan atau saran ketika
ingin mendirikan usaha dan lain sebagainya.69
Cara menggunakan ramalan ini
menggunakan dua keping yang disebut dalam bahasa Cina adalah Po Pwee. Po
Pwee merupakan dua keping bambu yang berbentuk pipih, lalu Po Pwee ini
diputarkan di pusaran altar untuk menancapkan hio sebanyak tiga kali
dibarengi dengan menyebutkan keinginan di dalam hati, setelah itu pop pwee
dilemparkan ke lantai. Po pwee ini memiliki arti jika satu kepingnya jika satu
sisi buka dan yang satu tertutup maka jawabannya iya, lalu jika kedua-duanya
terbuka maka dewa memberikan jawaban ketawa, namun apabila kedua-
duanya tertutup maka jawabannya tidak. Kemudian mengambil salah satu
68
Tjam Sie adalah sebuah tradisi kuno untuk meminta nasib, Tjam Sie ini terbuat dari
bambo yang dimana batang bamboo diberi nomer pada salah satu permukaan, jumlahnya Sembilan
pupuh sembilan.
69
Wawancara Pribadi dengan Bapak Parto, Jakarta Utara, 09 Oktober 2018.
51
Tjam sie , Tjam Sie sumpit bambo yang telah diberi nomor. Ketika sudsh
mendapatkan nomor orang yang meramal berarah menuju sebuah lemari untuk
mengambil sebuah kertas yang berisi jawaban atas doa-doa atau keinginan
yang tadi kita inginkan.
Dengan demikian, praktik keagamaan yang dilakukan oleh umat
muslim dan non-Muslim sangatlah berbeda, Umat Muslim melakukan ziarah
dan melakukan ritual sebagai bentuk penghormatan dengan tidak melakukan
pemujaan dan melakukan sesuai dengan keyakinannya. Sedangkan Umat non-
muslim mereka juga melakukan ritual sebagai bentuk penghormatan dan
pemujaan yang dilakukan ssesuai dengan keyakinannya, dan tidak
memandang yang mereka kunjungi adalah Makam umat muslim.
52
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Klenteng Ancol merupakan klenteng tertua yang didirikan pada abad
ke-17. Klenteng ini merupakan perwujudan dari rasa penghormatan umat
Konghucu kepada Ibu Sitiwati dan suaminya Sampoe Soe Soe yang beragama
Islam. Hal ini sesuai dengan ajaran Konghucu yang meghormati para
leluhurnya baik yang seagama maupun yang berlainan agama. Makam yang
dilestarikan di Klenteng Ancol ini membuat sesuatu yang berbeda dengan
klenteng lainnya, dimana karena ada makam tokoh Muslim di dalamnya
membuat klenteng ini tidak hanya dikunjungi umat Konghucu. Umat Muslim
datang ke Klenteng Ancol untuk ziarah.
Keunikan dari Klenteng Ancol juga dapat dilihat pada letaknya yang
strategis berdekatan dengan Pantai Ancol sehingga menarik perhatian
masyarakat yang berkunjung ke Pantai Ancol untuk mengetahui Klenteng
Ancol ini. Selain bangunan yang memiliki ciri khas pada masanya dengan ciri
khas bangunan kuno yang tidak berubah-ubah menjadi daya tarik tersendiri
bagi pengunjung. Klenteng Ancol terbuka untuk umum. Siapa saja yang ingin
berkunjung tidak dilarang asalkan menaati peraturan yang terdapat di
Klenteng Ancol.
Budaya Ziarah yang dilakukan umat Muslim dan non Muslim berbeda.
Mereka melakukan ritual ziarah sesuai dengan keyakinan mereka masing-
masing. Umat Muslim yang melakukan ritual ziarah mereka hanya
53
mengunjungi makam tokoh muslim yang ada di Klenteng Ancol dengan tidak
melakukan sembahyang seperti umat Konghucu. Umat Muslim yang berziarah
mengunjungi makam-makam tersebut sambil membaca doa-doa sesuai ajaran
Islam. Alat yang dibawa saat berziarah seperti hal umum peziarah lainnya
diantaranya adalah kembang, dupa, air dan air mawar. Umat Muslim dalam
melakukan ziarah mempunyai harapan yang berbeda-beda. Harapan mereka
diekspresikan dalam bentuk ramalan tongkat yang mereka pergunakan dengan
dipandu oleh juru kunci makam. Sedangkan, Umat non Muslim yang
melakukan ritual ziarah dengan sembahyang terlebih dahulu ke setiap altar
yang disediakan dengan menggunakan dupa dan sesajian. Mereka
mengunjungi makam tokoh Muslim karena mereka menghormati orang tua
dari Ibu Siti Wati. Ritual ziarah yang mereka lakukan tentu berbeda dengan
Umat Muslim, akan tetapi ada juga di antara mereka yang melakukan ritual
ziarah sesuai ajaran Islam dengan dipandu oleh juru kunci makam.
Jika umat Muslim melakukan ritual ziarah dengan motivasi tertentu
mempergunakan ramalan tongkat berbeda halnya dengan umat Konghucu.
Umat Konghucu memiliki ramalan tersendiri yang disebut dengan Tjam Sie.
Mereka biasanya menggunakan ramalan ini ketika mereka hendak membuka
usaha, meminta jodoh, meminta rezeki dan berbagai keinginan lainnya sesuai
harapan mereka masing-masing.
Selain itu, budaya yang terdapat di Klenteng Ancol terhadap budaya
sekitar sangatlah kental
54
D. Saran
Tidak dapat dihindari bahwa sebuah karya akan luput dri kesalahan
dan kekurangan. Begitu juga dalam penulisan skripsi ini, penulis menyadari
bahwa masih banyak terdapat kesalahan dan kekurngan serta kekeliruan, oleh
sebab itu sumbangan saran dan kritik adalah sebuah keniscayaa demi istilah
kesempurnaan. Meskipun demikian, tujuan melengkapi penelitian-penelitian
terdahulu adalah harapan dari penulis ke depan. Harapan itu semoga dapat
ditemukan dalam skripsi ini.
55
DAFTAR PUSTAKA
Agus, Bustanuddin. Agama dalam Kehidupan Manusia: Pengantar
Antropologi Agama. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2006.
Al Musawa ,Munzir. Kenalilah Aqidahmu. Jakarta: Majelis Rasulullah, 2007.
Al-Barry M. Dahlan Yacub, Kamus Sosiologi Antropologi. Surabaya: Gramedia,
1990.
Ali, Mukti. Agama-Agama Dunia. Yogyakarta: IAIN Sunan Kalijaga Press, 1998.
Ari Kunto, Suharsini. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta:
Rineka Cipta, 2002.
D. Lombard, CI. Salmon. Klenteng-Klenteng dan Masyarakat Tionghoa di
Jakarta. Jakarta: Yayasan Cipta Loka Caraka. 2003.
Departemen Pendidikan Nasional. Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa
Edisi Keempat. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2012.
Farihah, Ipah. Buku Panduan Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006.
Gambang Kromong, Wikipedia, diakses dari
https://id.wikipedia.org/wiki/Gambang_keromong pada tanggal 23
Oktober 2018 pukul 13.00 WIB.
Henri, Chambert-Lor dan Claude Guillot. Ziarah dan Wali di Dunia Islam.
Depok: Komunitas Bambu, 2010.
Lan , Nio Joe. Peradaban Tionghoa Selayang Pandan. Jakarta: King
Po,1961.
Liang, Muyadi. Mengenal Agama Konghucu. Sidoarjo: SPOC (Study Park Of
Confucius).
M.Echols, John dan Hasan Shadily. Kamus Inggris Indonesia. Jakarta: PT.
Gramedia, 1990
Makna Di Balik Tradisi Makan Onde di Bulan Desember, diakses dari
https://smystery.wordpress.com/2012/12/20/makna-di-balik-tradisi-
makan-onde-di-bulan-desember/ pada tanggal 22 Oktober pukul 20.00
WIB.
Masduki, Anwar. “Ziarah Wali di Indonesia dalam perspektif Pilgrime
Studies”, Jurnal Studi Agama-Agama (September 2015) Vol.5 No. 2.
Nashirudin, Muhammad. Tuntunan Lengkap Mengurus Jenazah. Jakarta: Gema
Insani Press,1999.
56
Prabhita, Maria Citra. “Kegiatan Keagamaan dan Makna Keberadaan
Klenteng Tjoe Tik Kiong Pasuruan”, Student Journal Program Studi
Sastra Tionghoa Universitas Kristen Petra.
Ramli, Muhammad. Pengertian dan Kriteria Cagar Budaya, diakses dari
https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2013/07/2.-
Pengertian-dan-Kriteria-Cagar-Budaya.pdf/ pada tanggal 10 Oktober 2018
pukul 20.00 WIB.
Soebady, Haryadi. Agama dan Upacara. Jakarta: Buku antar Bangsa, 2002.
Sulaeman , M. Munandar. Ilmu Budaya Dasar Suatu Pengantar. Bandung: PT.
Refika Aditama, 1998.
Tanggok , M. Ikhsan. Mengenal Lebih Dekat Agama Konghucu di Indonesia.
Jakarta: PT Plita Kebajikan, 2005.
Tanggok , M. Ikhsan. Praktik Islam Nusantara Dalam Beberapa Klenteng
di Indonesia. Tangerang Selatan: Ushul Press, 2015.
Undang-undang dasar, pedoman Penghayatan dan Pengalaman Pancasila
(Ketetapan MPR No.11/MPR/1997/. Garis-garis besar haluan negara
(ketetapan MPR No. 11/MPR/1983), Sekertaris Negara Republik
Indonesia.
Usman, Husaini. Metode Penelitian Sosial. Jakarta: PT Bumi Aksara, 2012
Wawancara Pribadi dengan Apriyanto. Jakarta 08 Oktober 2018.
Wawancara Pribadi dengan Parto. Jakarta 08 Oktober 2018.
Wawancara Pribadi dengan Liem. Jakarta 08 Oktober 2018.
W., Supartono. Ilmu Budaya Dasar. Bogor: Ghalia Indonesia, 2004.
Yunus, Mahmud. Kamus Arab-Indonesia. Jakarta: PT Hidakarya Agung, 1989.
57
LAMPIRAN-LAMPIRAN
PEDOMAN WAWANCARA
1. Apa arti dari nama Bahtera Bhakti?
2. Tahun berapa Klenteng Ancol didirikan?
3. Bagaimana sejarah Klenteng Ancol?
4. Manakah yang terdahulu Klenteng atau Makam?
5. Kapan terjadinya perubahan nama Klenteng Ancol?
6. Siapa yang menaungi Klenteng? yayasan atau lembaga?
7. Apa kegiatan selama setahun di Klenteng?
8. Apakah ada kegiatan sosial di Klenteng? jika ada apa saja?
9. Kapan kegiatan sosial dilaksanakan?
10. Apakah kegiatan sosial muslim dilibatkan di dalam kegiatan? jika iya,
berikan alasan!
11. Kegiatan agama apa sajakah yang dilakukan di Klenteng?
12. Kapan dilakukannya sembahyang rutin?
13. Praktik Agama Apa saja yang dilakukan di Klenteng?
14. Apa tujuannya menerbangkan burung, melepas ikan? kapan? apa
makna dari semua itu?
15. Apakah umat Konghucu melakukan ramalan tongkat yang berada di
makam muslim? Jika iya, lalu mengapa mereka melakukannya?
16. Siapa nama muslim yang dikuburkan di Klenteng?
17. Bagaimana Sejarah makam muslim?
18. Apa kaitannya makam dengan Klenteng?
19. Kenapa makam muslim sangat dihormati?
20. Kapan biasanya umat muslim melakukan ritual ke makam?
59
21. Bagaimana umat muslim melakukan ritualnya?
22. Bagaimana umat konghucu melakukan ritualnya? Apakah sama yang
mereka lakukan ke dewa?
23. Apakah umat muslim melakukan ramalan tongkat? jika Iya untuk apa?
24. Alat apa saja yang harus disiapkan dalam melakukan ritual ke Embah
Said?
60
HASIL WAWANCARA
Nama : Apriyanto
Jabatan : Juru Kunci Klenteng Ancol
Waktu Wawancara : Senin, 08 Oktober 2018 pukul 11: 00 WIB
1. Tahun berapa Klenteng Ancol didirikan?
Klenteng Ancol ini tidak ada yang tau secara jelas kapan didirikannya,
namun Klenteng ini dilihat dari segi bentuk bangunan kuno yaitu sekitar pada
abad ke 17.
2. Bagaimana sejarah Klenteng Ancol?
Berdirinya sebuah bangunan tidak lepas dari sebuah sejarah, begitu
pula dengan Klenteng Ancol ini. Klenteng Ancol ini didirikan atas
penghormatan kepada Siti Wati dan Sampoe Soe Soe. Pada waktu itu Cheng-
Ho yang merupakan tokoh penyebar agama Konghucu melakukan perjalanan
ke Nusantara dengan menggunakan kapal dalam jumlah banyak beserta
pasukannya.
Klenteng ini dibangun untuk tempat pemujaan dewa tanah atau Fu-de
Zheng-shen, namun seiring berjalannya waktu Klenteng ini berubah
fungsinya yaitu pemujaan untuk juru masak Cheng-Ho dengan istrinya Ibu
Sitiwati. Dengan adanya pergeseran fungsi Klenteng Ancol tetapi bukan
berarti dewa tanah tidak lagi dipuja, tetap dipuja melainkan tidak lagi
dijadikan dewa utama di Klenteng Ancol dan yang dijadikan di altar utama
Klenteng adalah juru masak Cheng-Ho yaitu Sampoe Soe Soe dan istrinya
Ibu Sitiwati
61
Klenteng ini diresmikan menjadi salah satu cagar budaya pada tanggal
10 Januari 1972, ditulis disebuah papan besar yang dipajang di bagian depan
Klenteng oleh dinas cagar budaya.
3. Manakah yang terdahulu Klenteng atau Makam?
Yang terdahulu adalah makam, Klenteng merupakan suatu
perwujudan masyarakat Tionghoa terhadap leluhur yang berasal dari negeri
China, maka dibangunkan sebuah Klenteng yuntuk memuja Sampoe Soe Soe
dan Ibu sitiwati.
4. Kapan terjadinya perubahan nama Klenteng Ancol?
Terjadinya perubahan karena pada zaman dahulu agama Konghucu
tidak diakui oleh Indonesia, karena tidak diakuinya oleh negara , maka Orang
konghucu banyak yang memakain identitas agama lain. Tidak hanya
penganutnya yang memakai identitas. tetapi tempat ibdahnya juga menjadi
dibawah naungan Budhha, agar tidak terjadinya pembubaran terhadap agama
Konghucu maka Klenteng-klenteng yang ada di Indonesia berada dibawah
naungan budha sehingga di Klenteng dibuatkan altar Buddha . namun pada
zaman Gus Dur agama Konghucu diakui oleh Indonesia
5. Siapa yang menaungi Klenteng? yayasan atau lembaga?
Klenteng ini dibawah naungan lembaga dinas pariwisata dan cagar
budaya, karena Klenteng Ancol sudah menjadi baguan dari acagar budaya.
tetapi Klenteng ini ada yayasan juga yang menaunginya sehingga tidak hanya
diurusi oleh lembaga dinas saja melainkan pihak yayasan juga ikut serta
dalam mengawasi dan mengurusi Klenteg Ancol ini.
62
6. Apa kegiatan selama setahun di Klenteng?
Klenteng ini mempunyai kegiatan tahunan yang dilakukan secara
rutin, diantarnta hari-hari besar umat Konghucu, Buddha dan makan Kue
Onde. Dalam perayaan tahunan ini biasanya diisi dengan budaya Betawi,
misalnya memanggil Gambang Kromong, Tari-tarian Betawi dn lain
sebagainya.
7. Apakah ada kegiatan sosial di Klenteng? jika ada apa saja?
Ibadah tidak hanya dalam segi ritual saja, akan tetapi bagi mereka
ibadah juga berupa hal-hal yang bersifat kemanusiaan. Sehingga dalam
melakukan peribadatan yang bersifat kemanusiaan tidak harus ke anggota
jamaah Klenteng saja, bahkan di luar itu (baik Muslim atau Non-Muslim)
seperti pembagian sembako ataupun yang lainnya.
8. Kegiatan agama apa sajakah yang dilakukan di Klenteng?
Ada beberapa aktifitas keagamaan yang dilakukan menggunakan
tradisi budaya Betawi. Tradisi itu diantaranya adalah Makan kue Onde,
penggunaan alat musik Gambang Kromong, dan Sembahyang rutin atau Cap
Go.
9. Kenapa makam muslim sangat dihormati?
Tidak ada buku yang secara jelas menyebutkan Embah Said ini
meninggal pada tahun berapa, tetapi menurut juru bicara makam,
kemungkinan besar makam ini berdiri lebih dahulu dibandingkan dengan
Klenteng sejak abad ke 17 lalu. Berawal dari pernikahan putri Embah Said
yang menikah dengan orang Tiongkok, yaitu Sampoe Soe Soe. Sampoe Soe
Soe merupakan tokoh muslim yang dihormati di Tiongkok dengan demikian
63
berlatar belakang dari kepercayaan umat Konghucu yang menghormati setiap
tokoh baik dari kepercayaannya sendiri maupun dari agama lain, seperti tokoh
dari Islam yang mereka hormati akan dikunjungi oleh mereka sebagai bentuk
penghormatan mereka.
10. Apa mootivasi dan tujuan melakukan ritual di Makam Embah Said
Arely Datok Kembang?
Motivasi dan tujuan dateng selain melihat dari segi tempat yang
unik yang berada di dalam sebuah klenteng, ternyata makam Embah ini
merupakan seorang tokoh penting yang sangat di hormati, dateng kesana untuk
mendoakan serta meminta doa melewati perantaranya.
64
HASIL WAWANCARA
Nama : Parto
Jabatan : Juru Kunci Makam Embah Said dan Ibu Eneng
Waktu Wawancara : Senin, 08 Oktober 2018 pukul 09: 30 WIB
1. Apa arti dari nama Bahtera Bhakti?
Dengan adanya perdebatan maka Klenteng Ancol berubah nama
menjadi Vihara Bahtera Bhakti Jakarta Utara. Diambil kata “Bahtera” yang
berarti Perahu karena pada Klenteng ini berada di pesisir laut utara dan alat
transportasinya adalah semacam perahu atau kapal-kapal . dan “Bhakti”
merupakan suatu ketaatan. Dengan demikian Bahtera Bhakti artinya
merupakan perahu yang membaktikan dirinya kepada Tuannya
2. Apakah ada kegiatan sosial di Klenteng? jika ada apa saja?
Klenteng Ancol juga mengadakan kegiatan sosial yaitu bagi-bagi
sembako.
3. Kapan kegiatan sosial dilaksanakan?
Pada setiap sembahyang rutin di awal bulan dan pertengahan bulan
Klenteng Ancol mengadakan bakti sosial berupa pengobatan gratis. Orang
yang ahli dalam pengobatan mereka dengan sukarela menawarkan jasa
mereka kepada siapa saja yang ingin memeriksakan dirinya ke Klenteng
Ancol.
65
4. Apakah umat Konghucu melakukan ramalan tongkat yang berada di
makam muslim? Jika iya, lalu mengapa mereka melakukannya?
Di ruangan makam Embah Said dan Ibu Eneng tidak hanya terdapat
ramalan berupa tongkat, melainkan ada ramalan orang Konghucu yaitu Tjam
Sie. Dimana masyarakat Konghucu meminta masukan atau saran ketika ingin
mendirikan usaha dan lain sebagainya. Cara menggunakan ramalan ini
menggunakan dua keping yang disebut dalam bahasa Cina adalah Po Pwee.
Po Pwee merupakan dua keping bambu yang berbentuk pipih, lalu Po Pwee
ini diputarkan di pusaran altar untuk menancapkan hio sebanyak tiga kali
dibarengi dengan menyebutkan keinginan di dalam hati, setelah itu pop pwee
dilemparkan ke lantai. Po pwee ini memiliki arti jika satu kepingnya jika satu
sisi buka dan yang satu tertutup maka jawabannya iya, lalu jika kedua-duanya
terbuka maka dewa memberikan jawaban ketawa, namun apabila kedua-
duanya tertutup maka jawabannya tidak. Kemudian mengambil salah satu
Tjam sie , Tjam Sie sumpit bambo yang telah diberi nomor. Ketika sudsh
mendapatkan nomor orang yang meramal berarah menuju sebuah lemari
untuk mengambil sebuah kertas yang berisi jawaban atas doa-doa atau
keinginan yang tadi kita inginkan.
5. Siapa nama muslim yang dikuburkan di Klenteng?
Makam-makam tersebut adalah makam Embah Said Arely Datok
Kembang, makam istrinya yang bernama Ibu Eneng, makam anaknya yang
bernama Siti Wati, dan makam suami dari Siti Wati.
66
6. Bagaimana Sejarah makam muslim?
Makam yang berada di Klenteng ini bernama Embah Said Arely
Datok Kembang dan istrinya ibu Eneng. Berdasarkan penelusuran yang
penulis lakukan darimana Embah Said dan Ibu Eneng ini berasal belum
ditemukan. Akan tetapi, jika melihat dari segi nama, bisa diperkirakan kata
Embah merupakan panggilan seseorang dari daerah Jawa, kemungkinan besar
Embah berasal dari Jawa Tengah dan Eneng merupakan panggilan wanita
dari wilayah Jawa Barat atau daerah Sunda. Embah Said merupakan salah
satu penyebar agama Islam yang berkelana dan berpindah-pindah tempat
untuk menyebarkan Islam. Embah Said Areli Datok Kembang dan Ibu Eneng
ini merupakan orang tua dari Ibu Sitiwati istri dari juru masak Cheng-Ho.
Mereka tinggal berempat disekitar pesisir laut Jakarta dengan menyebarkan
ajaran Islam. Di daerah ini Embah Said dan istrinya Ibu Eneng melakukan
persinggahan terakhirnya hingga akhir hayatnya dan dimakamkan di sini.
Embah Said ini juga pernah bersinggah ke daerah-daerah Aceh sehingga ia
mendapat julukan Datok.
7. Kapan biasanya umat muslim melakukan ritual ke makam?
Setiap minggunya ada saja rombongan yang berziarah ke makam
Embah Said dan Ibu Eneng.
8. Bagaimana umat muslim melakukan ritualnya?
Umat muslim yang datang berziarah ke makam Embah Said dan Ibu
Eneng duduk dengan beralaskan tikar untuk melakukan ritual ziarah. Seperti
disebutkan pada paragraph sebelumnya ritual yang dilakukan umat Muslim
saat berziarah ke makam tersebut dengan membaca yasin, shalawat, istighfar,
67
zikir, dan tahlil. Peziarah yang datang ke sini tidak memohon pertolongan
melainkan mereka berdoa kepada Tuhan dan mendoakan atas jasa-jasa yang
telah dilakukan Embah Said dan Ibu Eneng ini. Setelah runtutan ritual ziarah
selesai dilakukan peziarah menaburkan bunga ke pusaran makam.
Bacaan yang dibaca saat berziarah adalah memberikan hadiah fatihah
kepada sohibul makam, syahadat, shalawat, istighfar lalu memohon ampunan
kepada Allah. Untuk pembacaan shalawat tidak ada shalawat yang khusus,
hanya saja membaca shalawat kepada nabi yang sering dibaca. dan untuk
kegiatan selanjutnya biasanya membaca suarah yasin, tetapi itu tidak
diwajibkan hanya terserah para peziarah. Setelah melakukan rantaian ziarah
para peziarah biasanya memohon permohonan apa yang diinginkan.
9. Apakah umat muslim melakukan ramalan tongkat? jika Iya untuk apa?
Para peziarah yang berkunjung ke makam Embah Said dan Ibu Eneng
memiliki motivasi yang berbeda-beda. Dalam rangka menyampaikan
maksud dan tujuan mereka berziarah mereka menggunakan ramalan
tongkat. Konon tongkat tersebut merupakan alat yang digunakan oleh
Embah Said ini dalam berkelana menyiarkan Islam. Ramalan tongkat tidak
dilakukan dengan sendiri oleh peziarah, melainkan dilakukan dengan
dipandu oleh juru kunci makam yang bernama Pak Parto. Peziarah dalam
ritual ramalan tongkat ini diharuskan berdiri kemudian tongkat tersebut
dibentangkan dan diukur sesuai panjang tangan peziarah dan berapa panjang
tangan diberi tanda dengan sebuah karet gelang. Selama proses pengukuran
peziarah mengungkapkan keinginan pribadinya, sedangkan juru kunci
berdoa di depan makam. Kemudian setelah juru kunci selesai mendoakan,
68
peziarah tersebut diukur lagi tangannya dan karet yang menjadi penanda
sebelumnya dilihat lagi apabila karet tersebut menjorok ke dalam menjadi
penanda bahwa keinginan yang diungkapkan peziarah dalam hati akan
tercapai atau dikabulkan. Akan tetapi, jika karet tersebut justru berubah
posisi ke luar dari batasan tangan menandakan bahwa keinginan atau tujuan
peziarah tersebut tidak tercapai atau tidak dikabulkan
10. Alat apa saja yang harus disiapkan dalam melakukan ritual ke Embah
Said?
Perlengkapan yang dibawa saat berziarah biasanya bunga, bunga yang
mereka bawa untuk ditaburkan pada pusaran makam, selain itu ada juga yang
membawa kemenyan untuk dibakar di depan makam yang sudah disediakan
tempatnya oleh pengurus makam. Perlengkapan ini tidak diwajibkan untuk
membawa karena ada yang membawanya dan ada juga yang tidak
membawanya. Jika tidak membawa tetapi ingin menaburkan bunga atau
membakar kemenyan pengurus makam biasnya menyediakan untuk dijual ke
para peziarah.
69
HASIL WAWANCARA
Nama : Pak Liem
Jabatan : Jamaah Klenteng Ancol
Waktu Wawancara : Senin, 08 Oktober 2018 pukul 21: 30 WIB
.
1. Bagaimana umat konghucu melakukan ritualnya? Apakah sama yang
mereka lakukan ke dewa?
Adapun ritual yang dilakukan berbeda dengan ritual ziarah yang
dilakukan umat Muslim. Mereka mengunjungi makam tersebut dengan
menyalakan hio dan sesajen seperti mereka melakukan sembahyang kepada
dewa-dewa dalam ajaran mereka. Doa mereka sama seperti halnya mereka
yang lakukan kepada Thian dan dewa-dewa lainnya.
2. Alat apa saja yang harus disiapkan dalam melakukan ritual ke Embah
Said?
Perlengkapan yang dibawa saat berziarah biasanya bunga, bunga yang
mereka bawa untuk ditaburkan pada pusaran makam, selain itu ada juga yang
membawa kemenyan untuk dibakar di depan makam yang sudah disediakan
tempatnya oleh pengurus makam. Perlengkapan ini tidak diwajibkan untuk
membawa karena ada yang membawanya dan ada juga yang tidak
membawanya. Jika tidak membawa tetapi ingin menaburkan bunga atau
membakar kemenyan pengurus makam biasnya menyediakan untuk dijual ke
para peziarah.
70
3. Praktik Agama Apa saja yang dilakukan di Klenteng?
Selain dari aktifitas keagamaan yang berkaitan dengan budaya
setempat, mereka juga melakukan aktifitas rutin diantarnnya adalah Tahun
Baru Imlek, Cap Go Meh, Cheng Beng, Sembahyang kepada kemuliaan Tuhan.
Mereka melakukan aktifitas keagamaan tersebut berdasarkan penanggalan
China.
4. Kapan dilakukan sembahyang rutin?
Setiap tanggalan 12 dari tanggalan China, pada malam ini semua umat
Konghucu diwajibkan untuk sembahyang kepada Thian. Pada malam ini Umat
konghucu melakukan ibadah dan berdoa bersama sesuai dengan budaya
masing-masing,
5. Apa mootivasi dan tujuan anda melakukan ritual di Makam Embah
Said Arely Datok Kembang?
Tujuan saya adalah Embah Said merupakan orang tua dari Sampoe Soe,
oleh karena itulah saya sangat menghormati dan memuja semua yang ada di
dalam Klenteng Ancol ini.
71
Gerbang Klenteng Papan peresmian Klenteng
Pintu Ruangan Ibu Sitiwati dan Sampoe Soe Soe Meja untuk menaruh Sesajian
Patung Ibu Sitiwati dan Makam Ibu Sitiwati dan Sampoe
Sampoe Soe Soe Soe Soe
72
Altar Buddha Altar Dewa Empat Muka
Ruang Dewa Perang Ruang Dewi Kwan Im
Ruangan Dewa Titipan Altar Dewa Tanah
73
Pintu Makam Muslim Juru Kunci Makam
Makam Embah Said dan Ibu Eneng
Aktifitas Muslim di Makam Embah Said dan Ibu Eneng
74
Foto suasana Sembahyang Cap Go
Saat Menaburkan Bunga Saat Membakar Setanggi
75
Ramalan yang ada di dalam Klenteng
Ramalan Tjam Sie
Ramalan Tjam Sie Bentuk Pao Pwee
Ramalan Tongkat
Saat Pengukuran Juru Kunci berdoa