risalah sidang dlp

43
MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------- RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 122/PUU-XII/2014 PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2013 TENTANG PENDIDIKAN KEDOKTERAN TERHADAP UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 ACARA MENDENGARKAN KETERANGAN AHLI PEMOHON (IV) J A K A R T A KAMIS, 15 JANUARI 2015

Upload: alif-bareizy

Post on 07-Apr-2016

59 views

Category:

Documents


8 download

DESCRIPTION

tentang dokter layanan primer

TRANSCRIPT

Page 1: Risalah Sidang DLP

MAHKAMAH KONSTITUSI

REPUBLIK INDONESIA

---------------------

RISALAH SIDANG

PERKARA NOMOR 122/PUU-XII/2014

PERIHAL

PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2013

TENTANG PENDIDIKAN KEDOKTERAN

TERHADAP UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA

REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945

ACARA

MENDENGARKAN KETERANGAN AHLI PEMOHON (IV)

J A K A R T A

KAMIS, 15 JANUARI 2015

Page 2: Risalah Sidang DLP

i

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

-------------- RISALAH SIDANG

PERKARA NOMOR 122/PUU-XII/2014 PERIHAL Pengujian Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2013 tentang Pendidikan Kedokteran [Pasal 1 angka 9, Pasal 7 ayat (5) huruf b, ayat (9), Pasal 8 ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5), Pasal 10, Pasal 19 ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), Pasal 24 ayat (5) huruf b, ayat (7) huruf b, Pasal 28 ayat (1), Pasal 29 ayat (1), Pasal 31 ayat (1) huruf b, Pasal 39 ayat (1), ayat (2), Pasal 40 ayat (2) dan Pasal 52 ayat (2)] terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 PEMOHON 1. Pengurus Pusat Perhimpunan Dokter Umum Indonesia (PDUI)

ACARA Mendengarkan Keterangan Ahli Pemohon (IV) Kamis, 15 Januari 2015, Pukul 11.01 – 12.58 WIB Ruang Sidang Gedung Mahkamah Konstitusi RI, Jl. Medan Merdeka Barat No. 6, Jakarta Pusat

SUSUNAN PERSIDANGAN 1) Arief Hidayat (Ketua) 2) Anwar Usman (Anggota) 3) Aswanto (Anggota) 4) I Dewa Gede Palguna (Anggota) 5) Maria Farida Indrati (Anggota) 6) Muhammad Alim (Anggota) 7) Wahiduddin Adams (Anggota) 8) Patrialis Akbar (Anggota) 9) Suhartoyo (Anggota) Achmad Edi Subiyanto Panitera Pengganti

Page 3: Risalah Sidang DLP

ii

Pihak yang Hadir: A. Pemohon:

1. Abraham Andi Padlan Patarai

B. Kuasa Hukum Pemohon:

1. Muhammad Joni 2. Zulhaina Tanamas 3. Triono Priyo Santoso

C. Pemerintah:

1. Nasrudin 2. Wicipto Setiadi 3. Tritarayati 4. Akmal Taher 5. Illah Sailah 6. Budijono

D. Ahli Pemohon:

1. Muhammad Akbar 2. Wawang S. Sukarya

E. Saksi Fakta Pemohon:

1. Muhammad Ardiansyah

Page 4: Risalah Sidang DLP

1

1. KETUA: ARIEF HIDAYAT Bismillahirrahmaanirrahiim. Sidang dalam Perkara Nomor 122/PUU-XII/2014 dengan ini dimulai … dibuka dan terbuka untuk umum.

Pemohon yang hadir?

2. KUASA HUKUM PEMOHON: MUHAMMAD JONI Terima kasih, Yang Mulia. Assalamualaikum wr. wb. Selamat pagi untuk kita sekalian. Perkenankan, Yang Mulia, hadir hari ini Pemohon Prinsipal Ketua Pengurus Pusat Perhimpunan Dokter Umum Indonesia, di sebelah kanan saya, Dr. Abraham Andi Padlan Patarai, M.Kes., dan segenap Pengurus Pusat Perhimpunan Dokter Umum Indonesia. Hadir juga Ketua PDUI Aceh, Gorontalo, Kelompok PDUI Yogyakarta, Solo, Semarang, Manado, dan Surabaya, serta PDUI Cabang Jakarta dan Ketua IDI wilayah Jakarta. Yang Mulia, hadir juga sesuai dengan sidang yang lalu, kami menghadirkan dua orang Ahli dan satu orang Saksi. Yang pertama, dr. Muhammad Akbar, Sp.S., Ph.D., DFM dari FK Unhas. Yang kedua, Ahli dr. Wawang S. Sukarya dari Bandung. Dan yang ketiga, Saksi Fakta dr. Ardiansyah, Yang Mulia. Terima kasih.

3. KETUA: ARIEF HIDAYAT Oh, ini di sini daftarnya tiga orang ahli? Yang terakhir dr. Muhammad Ardiansyah. Ini Ahli atau Saksi?

4. KUASA HUKUM PEMOHON: MUHAMMAD JONI Saksi Fakta, Yang Mulia. Dr. Muhammad Ardiansyah.

5. KETUA: ARIEF HIDAYAT Kalau begitu … enggak, masalahnya kan, sumpahnya itu antara Ahli dan Saksi kan, beda.

6. KUASA HUKUM PEMOHON: MUHAMMAD JONI Baik, Yang Mulia.

SIDANG DIBUKA PUKUL 11.01 WIB

KETUK PALU 3X

Page 5: Risalah Sidang DLP

2

7. KETUA: ARIEF HIDAYAT

Saya perlu ketegasan. Jadi, dua orang Ahli, Pak Muhammad Akbar itu Ahli?

8. KUASA HUKUM PEMOHON: MUHAMMAD JONI Ya.

9. KETUA: ARIEF HIDAYAT Pak dokter Wawang itu Ahli?

10. KUASA HUKUM PEMOHON: MUHAMMAD JONI Ahli, Yang Mulia. Dan (…)

11. KETUA: ARIEF HIDAYAT Kemudian, Pak Muhammad Ardiansyah itu Saksi?

12. KUASA HUKUM PEMOHON: MUHAMMAD JONI Saksi fakta.

13. KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik, ya.

14. KUASA HUKUM PEMOHON: MUHAMMAD JONI Ingin kami tambahkan, Yang Mulia. Hadir pada hari ini Kuasanya, saya Muhammad Joni, dan Zulhaina Tanamas, dan Pak Triono. Terima kasih, Yang Mulia.

15. KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik, baik. Tadi saya pada waktu memimpin Sidang Panel sebelum sidang ini, saya flu, batuk-batuk. Setelah ruang ini dipenuhi dokter-dokter, ternyata sembuh sendiri ini karena suasananya sehat, auranya sehat ini. Baik. Saya persilakan yang mewakili presiden dari Pemerintah.

Page 6: Risalah Sidang DLP

3

16. PEMERINTAH: NASRUDIN Terima kasih, Yang Mulia. Dari Pemerintah yang hadir mewakili presiden. Dari sebelah kanan saya paling ujung Ibu dr. Tritarayati, S.H., Staf Ahli Menteri Kesehatan, selanjutnya Bapak Dr. Wicipto Setiadi (Dirjen Peraturan Perundang-Undangan Kementerian Hukum dan HAM), saya sendiri Nasrudin dari Kementerian Hukum dan HAM. Selanjutnya, Prof. Dr. Akmal Taher (Dirjen Bina Upaya Kesehatan Kementerian Kesehatan), dan Ibu Dr. Ilah Sailah dari Kementerian Pendidikan, dan Bapak Budijono dari Kementerian Hukum dan HAM. Terima kasih, Yang Mulia.

17. KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik, terima kasih. Saya persilakan, Ahli Pak dr. Muhammad Akbar untuk maju ke depan. Kemudian, Pak dr. Wawang S. Sukarya, saya persilakan maju ke depan untuk diambil sumpahnya sebagai Ahli dan sekaligus juga dr. Muhammad Ardiansyah sebagai Saksi, ya. Agak geser dikit supaya dipisahkan antara Ahli dan Saksi. Ahli, agak geser. Ya, baik. Diambil sumpahnya dulu untuk Ahli. Saya persilakan, Yang Mulia Dr. Muhammad Alim untuk mengambil sumpah. Ahli semuanya beragama Islam, ya?

18. HAKIM ANGGOTA: MUHAMMAD ALIM Ya.

19. KETUA: ARIEF HIDAYAT

Baik.

20. HAKIM ANGGOTA: MUHAMMAD ALIM Ahli dulu, kita mulai. “Bismillahirahmaanirrahiim. Demi Allah, saya bersumpah sebagai Ahli akan memberikan keterangan yang sebenarnya, sesuai dengan keahlian saya.”

21. SELURUH AHLI BERAGAMA ISLAM BERSUMPAH Bismillahirahmaanirrahiim. Demi Allah, saya bersumpah sebagai Ahli akan memberikan keterangan yang sebenarnya, sesuai dengan keahlian saya.

Page 7: Risalah Sidang DLP

4

22. HAKIM ANGGOTA: MUHAMMAD ALIM Terima kasih.

23. KETUA: ARIEF HIDAYAT Silakan, Rohaniwan, untuk mendampingi Saksi. Silakan, Yang Mulia.

24. HAKIM ANGGOTA: MUHAMMAD ALIM Ya, Saksi, kita mulai. “Bismillahirrahmaanirrahiim. Demi Allah, saya bersumpah sebagai Saksi akan memberikan keterangan yang sebenarnya, tidak lain dari yang sebenarnya.”

25. SAKSI BERAGAMA ISLAM BERSUMPAH Bismillahirrahmaanirrahiim. Demi Allah, saya bersumpah sebagai Saksi akan memberikan keterangan yang sebenarnya, tidak lain dari yang sebenarnya.

26. HAKIM ANGGOTA: MUHAMMAD ALIM Terima kasih.

27. KETUA: ARIEF HIDAYAT Kembali ke tempat. Silakan, Pak. Pemohon atau Kuasanya yang akan memberikan keterangan Ahli siapa dulu?

28. KUASA HUKUM PEMOHON: MUHAMMAD JONI Terima kasih, Yang Mulia. Atas perkenan Yang Mulia, kami mengajukan yang pertama adalah Ahli dr. Muhammad Akbar Sp.S., Ph.D., DFM. Beliau pernah menjabat sebagai Wakil Ketua IDI wilayah Sulawesi Selatan 2 periode dan Kepala Bagian Neurologi FK UNHAS. Kami mengharapkan Saksi … Ahli nanti akan memaparkan keterangannya tentang sistem uji kompetensi dokter tentang domain profesi kedokteran, praktik kedokteran. Yang kedua, berkaitan dengan disiplin ilmu kedokteran dalam sistem ilmu pengetahuan dan lingkup atau domain dokter umum dalam pelayanan kesehatan masyarakat. Demikian, Yang Mulia. Terima kasih.

Page 8: Risalah Sidang DLP

5

29. KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik, saya persilakan Pak dr. Muhammad Akbar untuk berada di mimbar.

30. AHLI DARI PEMOHON: MUHAMMAD AKBAR Boleh mulai? Bismillahirrahmaanirrahiim, assalamualaikum wr. wb. Yang Mulia Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi, para teman sejawat, serta ibu-bapak dari pemerintah, izinkan saya menyampaikan tentang uji kompetensi serta pemahaman posisi peran dokter layanan primer. Sebelumnya saya memperkenalkan diri saya, saya Muhammad Akbar, 2006-2009 saya pernah diberi amanat sebagai Ketua IDI wilayah Sulawesi Selatan, saat ini membantu kawan-kawan di pengurus besar Ikatan Dokter Indonesia. Sehari-hari saya adalah staf mengajar pada Fakultas Kedokteran UNHAS. Saya ingin mengawali tentang pengertian peran dan posisi uji kompetensi, Yang Mulia. Kalau kita melihat beberapa pengertian tentang kompetensi, di sini kompetensi dikaitkan dengan kemampuan yang dimiliki maupun kemampuan diri kita untuk melakukan sesuatu pekerjaan. Pekerjaan di sini bisa kita artikan sebagai profesi. Dalam hubungannya dengan dokter, tentu saja yang dimaksud adalah pekerjaan sebagai dokter. Apakah itu dokter umum maupun dokter spesialis. Kravetz tahun 2004 juga menulis hal yang sama bahwa kompetensi adalah sesuatu yang seseorang tunjukkan dalam kerja setiap hari. Fokusnya adalah perilaku di tempat kerja. Menurut konsep Inggris, kompetensi juga dipakai di tempat kerja dalam berbagai cara pelatihan, sering berbasiskan kompetensi. Ikatan Dokter Indonesia untuk mempertahankan kompetensi dokter yang memberikan layanan kesehatan itu tidak diberikan hanya sekali, Yang Mulia, tetapi secara reguler 5 tahun sekali Ikatan Dokter Indonesia akan mengecek apakah para dokter yang berpraktik atau yang sudah dihasilkan masih tetap kompeten atau mempunyai kompetensi untuk melaksanakan praktik kedokteran. Skema itu dilakukan oleh semua unsur di bawah IDI melalui kolegium-kolegium disiplin ilmu terkait dengan skema pendidikan kedokteran berkelanjutan. Sebagai perbandingan, Yang Mulia, di dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, dijelaskan juga bahwa kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dikuasai, dan diaktualisasikan oleh guru dalam melaksanakan tugas keprofesionalan. Jadi sekali lagi, kompetensi erat kaitannya dengan pekerjaan sebagai profesi.

Maaf, Yang Mulia. Dalam hal uji kompetensi, istilah ini di dalam dunia kedokteran, Yang Mulia, pertama kali muncul di tahun 2004 ketika Undang-Undang Praktik Kedokteran diberlakukan. Meskipun Undang-

Page 9: Risalah Sidang DLP

6

Undang Praktik Kedokteran diberlakukan 2004, kesiapan Ikatan Dokter Indonesia untuk memberikan sertifikat kompetensi nanti dimulai tahun 2007, Yang Mulia. Masing-masing kolegium memberikan sertifikat kompetensi, termasuk kawan-kawan sejawat yang dokter umum telah mengikuti rangkaian uji kompetensi untuk mendapatkan sertifikat kompetensi karena tanpa sertifikat kompetensi, Yang Mulia, tidak akan bisa mendapatkan surat tanda registrasi. Kalau tidak ada surat tanda registrasi, maka tidak akan mungkin kita bisa mengurus surat izin praktik sebagai persyaratan untuk melakukan pelayanan di fasilitas pelayanan kesehatan. Ini perbandingan urgensi uji kompetensi oleh profesi guru. Di sini, guru menyatakan uji kompetensi itu dikembangkan sebagai alat untuk melihat standar kompetensi profesional guru dan juga sebagai alat untuk membina ... melakukan pembinaan terhadap profesi guru. Dalam hal pendidikan yang berlangsung selama ini, Yang Mulia, yang kami ketahui di akhir setiap ujian yang terjadi adalah ujian nasional ataupun ujian akhir. Ujian nasional biasanya dilakukan untuk melakukan standardisasi terhadap institusi pendidikan yang melakukan proses pendidikan. Kita lihat perkembangan ujian akhir pendidikan dari masa ke masa. Tahun 1965, tahun 1971 yang dikenal adalah ujian negara. Tahun 1972 sampai 1979 yang dikenal adalah ujian sekolah. Tahun 1980 sampai 2002 yang dikenal adalah evaluasi belajar tahap nasional. 2003, 2004 berubah namanya menjadi ujian akhir nasional. 2005 sampai sekarang namanya menjadi ujian nasional. Inilah ujian yang diberlakukan dalam proses pendidikan, minimal di tingkat SMA, Yang Mulia, yang saya ketahui untuk menstandardisasi mutu, pendidikan, dan kompetensi anak didik yang dihasilkan. Izinkan saya beralih menjelaskan tentang peran dan posisi dokter layanan primer. Sebelumnya, Yang Mulia, saya ingin mengawali dengan pengertian kedokteran itu sendiri. Kedokteran adalah suatu ilmu dan seni yang mempelajari tentang penyakit dan cara-cara penyembuhannya. Ilmu kedokteran adalah cabang ilmu kesehatan yang mempelajari tentang cara mempertahankan kesehatan manusia dan mengembalikan manusia pada keadaan sehat dengan memberikan pengobatan pada penyakit dan cedera. Mereka yang mengikuti pendidikan kedokteran ini belajarnya di fakultas kedokteran, Yang Mulia, dan ketika lulus sebutannya adalah dokter yang biasa juga dikenal sebagai dokter umum, namun istilah yang dikenal adalah dokter. Ilmu kedokteran kemudian berkembang, Yang Mulia. Ada cabang-cabang spesialis, ada cabang penyakit dalam, ada cabang ginekologi, ada penyakit saraf. Ini merupakan pengembangan daripada pendidikan kedokteran yang level dokter tadi, sebutannya adalah dokter spesialis. Di dalam Undang-Undang Praktik Kedokteran, surat tanda registrasi yang mengakui kompetensi dokter hanya dikenal dua macam: kompetensi sebagai dokter atau kompetensi sebagai dokter umum. Saya enggak

Page 10: Risalah Sidang DLP

7

pernah membaca atau mendapatkan ada kalimat kompetensi dokter layanan primer. Secara ringkas, kecabangan ilmu kalau kita ringkaskan seperti ini, Yang Mulia, dari cabang ilmu yang dasar ini dipelajari dasar-dasar bagaimana organ atau sistem tubuh kita bekerja. Ketika kita menguasai yang ini, maka kita mempunyai kompetensi sebagai dokter atau dokter umum. Dokter atau dokter umum inilah yang di dalam hierarki pelayanan kesehatan yang dikembangkan oleh Kementerian Kesehatan maupun oleh BPJS akan bekerja pada fasilitas pelayanan kesehatan primer. Kemudian selanjutnya, ada kecabangan ilmu penyakit dalam, ini nonbedah, kemudian ada kecabangan ilmu bedah. Kecabangan ilmu penyakit dalam ... nonbedah maupun bedah, bekerjanya di pelayanan kesehatan sekunder. Itu saja belum cukup, Yang Mulia. Dengan perkembangan kedokteran yang semakin maju, berkembang lagi yang namanya subspesialis. Subspesialis ini bekerja pada tingkat fasilitas pelayanan kesehatan tersier. Kira-kira seperti ini, Yang Mulia. Di sinilah dikembangkan proses rujukan masyarakat, ada pelayanan primer, sekunder, tersier. Primer ini di sinilah kawan-kawan yang dihasilkan oleh fakultas kedokteran nantinya mengabdikan ilmunya. Namun, setiap lima tahun dia harus dievaluasi kembali apakah tetap kompeten untuk memberikan pelayanan kedokteran melalui mekanisme uji kompetensi pendidikan kedokteran berkelanjutan. Begini seterusnya, Yang Mulia. Jadi, sistem rujukan yang kita kenal selama ini ada fasilitas kesehatan primer, ada fasilitas kesehatan sekunder yang diladeni oleh dokter spesialis, dan ada fasilitas kesehatan tersier yang diladeni oleh dokter spesialis. Saya enggak melihat di mana nantinya dokter layanan primer yang konon katanya setara dengan spesialis bertempat di dalam hierarki ini. Ini penjelasan dari tingkatan layanan kesehatan itu. Jadi, layanan kesehatan primer ini akan memberikan timbal balik, akan memberikan rujukan kalau penyakit itu tidak diketahui, atau dokternya tidak berkompeten untuk melakukan penanganan, maka dia akan merujuk ke layanan kesehatan sekunder.

Kawan-kawan yang berkerja sebagai dokter umum oleh Konsil kedokteran Indonesia telah ditetapkan standarnya agar bisa menjadi seorang dokter yang bekerja di layanan kesehatan primer, Anda harus memenuhi standar kompetensi dokter Indonesia. Di dalam standar kompetensi dokter Indonesia, Yang Mulia, ada 736 pokok bahasan dengan level kompetensi bervariasi satu sampai empat. Level kompetensi tiga dan empat, Yang Mulia, artinya dokternya bisa memberikan penanganan. Kalau sampai empat, dia memberikan penanganan mandiri, enggak perlu dirujuk, tetapi kalau level satu, dua ini dia hanya recognize saja. Mungkin terlalu ahli buat dia, sehingga di situlah berjalan proses rujukan. Kalau kita lihat presentasi penguasaan L3, L4 jumlahnya ada 55%, Yang Mulia. Luar biasa. Dari 736 pokok

Page 11: Risalah Sidang DLP

8

bahasan atau penyakit, dokter umum kita menguasai kurang lebih 300-an lebih, 360-an penyakit yang bisa dia tangani secara mandiri. Hanya 45% yang dia akan rujuk. 45% yang dirujuk ini, inilah yang menjadi ranah daripada dokter spesialis di tingkat pelayanan kesehatan sekunder ataupun kalau memang enggak bisa ditangani oleh spesialis, akan ditangani oleh dokter subspesialis di layanan kesehatan tersier.

Ini pengertian tentang level kompetensi, Yang Mulia. Jadi, level kompetensi satu itu, dokter hanya mengenali dan menjelaskan penyakitnya. Setelah dia kenal, tulis diagnosa, tulis rujukan, kirim ke fasilitas di atasnya. Level dua, dia sudah bisa mendiagnosa, kemudian rujuk. Level tiga terdiri dari dua, ada 3A, 3B. 3A untuk pasien yang bukan gawat darurat, 3B untuk pasien gawat darurat. Level tiga, dokter sudah bisa mendiagnosa dan memberikan penatalaksanaan awal. Sementara kalau kemampuan empat, dia bisa melakukan diagnosa, melakukan penatalaksanaan secara tuntas tanpa perlu merujuk ke pelayanan kesehatan di atasnya. Kalau pelayanan kesehatan sekunder inilah yang tadi ditempati oleh dokter spesialis dan layanan kesehatan tersier dilayani oleh dokter subspesialis.

Ini slide saya ambil dari BPJS yang ingin menata bagaimana pelayanan kesehatan kita secara berjenjang. Jadi, kelihatan di sini bahwa fasilitas pelayanan kesehatan primer ini adalah tempat kawan-kawan dokter yang telah menyelesaikan pendidikannya di institusi kedokteran. Kami di IDI kadang berpendapat bahwa dokter layanan primer adalah dokter yang bekerja di fasilitas pelayanan kesehatan primer dan rasanya pendapat kami tidak keliru, Yang Mulia. Kalau kita lihat data Amerika Serikat, Yang Mulia, tahun 2010 ada istilah primary care physicians atau dokter layanan primer. Dokter yang bekerja di layanan primer di Amerika Serikat terdiri dari berbagai profesi, Yang Mulia. GT ini adalah dokter umum. Sementara FP, ini adalah family practice yang kita kenal dengan dokter keluarga. Ada juga geriatrician, ada juga general internal medicine. Jadi walaupun dia ahli penyakit dalam, tapi kalau dia ingin mengabdikan keahlian umumnya dan dia bekerja di pelayanan kesehatan primer, berdasarkan data ini dia adalah dokter layanan primer, tanpa perlu sekolah. Jadi yang menentukan dokter layanan primer itu adalah tempat kerjanya, Yang Mulia. Terakhir, barangkali ini untuk renungan kita bersama. Mari kita lihat betapa panjang penderitaan seorang mahasiswa kedokteran dan ketika tamat diangkat sebagai pegawai negeri sipil, waktu yang dia perlukan untuk memperoleh gelar dua kali lipat, namun kepangkatannya tidak jauh beda dengan teman sekolahnya yang sudah tamat 4 tahun yang lalu. Fakultas kedokteran menjalankan pendidikan dokter untuk menghasilkan dokter umum dalam dua tahap, Yang Mulia. Ada tahap akademik selama 4 tahun, dan ada tahap profesi di rumah sakit selama 2 tahun. Minimal seorang dokter dihasilkan dalam waktu 6 tahun.

Page 12: Risalah Sidang DLP

9

Setelah mereka menyelesaikan pendidikannya, mereka akan diyudisium. Yudisium ini adalah cara untuk menyatakan yang bersangkutan telah menyelesaikan proses pendidikan akademik dan profesi. Dulu setelah yudisium, ada yang mengangkat sumpah sebelum wisuda, ada juga yang mengangkat sumpah setelah wisuda. Kalau dia mengangkat sumpah sebelum wisuda, berarti yudisium ini adalah penanda bahwa mahasiswa kedokteran telah berakhir penderitaannya sebagai mahasiswa dan telah berubah menjadi dokter. Namun, kalau sumpah ini setelah wisuda, maka legalitas dokter itu nanti setelah mendapatkan ijazah dokter. Jadi, kita lihat ada proses, setelah mereka mendapatkan ijazah, Yang Mulia, dan ada bukti sumpah dokter, maka bukti sumpah dokter ini denganj ijazah dikirim ke organisasi profesi kalau ingin praktik untuk mendapatkan sertifikat kompetensi. Di tahun 2007 sampai tahun 2013, kolegium dokter melakukan uji kompetensi terhadap dokter yang diluluskan sebelum menerbitkan serifikat kompetensi. Sertifikat kompetensi yang ada ini adalah paspor, SIM, untuk mendapatkan pengakuan dari Konsil Kedokteran Indonesia dalam bentuk surat tanda registrasi, ijazah, sumpah dokter, serta sertifikat kompetensi adalah dokumen wajib sebelum Konsil Kedokteran Indonesia melahirkan ... menerbitkan surat tanda registrasi. Kemudian setelah ada surat tanda registrasi, mereka akan mengurus SIP (Surat Izin Praktik). Sekarang ini mereka belum boleh bekerja secara mandiri karena walaupun sudah dinyatakan tamat dokter, mereka harus mengikuti internship selama satu tahun. Jadi, sudah tujuh tahun, Yang Mulia. Kalau kemudian ditambahkan lagi program studi dokter layanan primer selama dua tahun sebagaimana bunyi Undang-Undang Dikdok, maka kita nanti menghasilkan dokter di layanan primer setelah 9 tahun. Di satu sisi kita berteriak kekurangan tenaga dokter, di satu sisi kita memperlama proses pendidikan dokter. Di Cina yang saya tahu, Yang Mulia, pendidikan dokter itu sesuai kebutuhan masyarakat. Ada yang hanya 4 tahun, 3 tahun, sudah disebut dokter. Mungkin hanya dokter untuk penyakit ini karena yang diutamakan oleh pemerintahnya adalah bagaimana orang yang mengerti medis, bisa menolong rakyat yang sedang susah. Sementara kita, kalau kita lihat timeline ini, Yang Mulia, 9 tahun baru mereka bisa di dokter ... baru mereka bisa bekerja di layanan primer. Kalau mereka mau jadi spesialis, dia harus tambah lagi 4 tahun, Yang Mulia. Berarti 13 tahun. Kasihan orang tua, kasihan juga anak didik kita. Saya kira itu yang bisa saya sampaikan, Yang Mulia. Mohon maaf segala kekurangannya. Terima kasih. Assalamualaikum wr. wb.

Page 13: Risalah Sidang DLP

10

31. KETUA: ARIEF HIDAYAT Walaikumsalam. wr. wb. Terima kasih, Pak Muhammad Akbar. Yang berikutnya, Pak Dr. Wawang, saya persilakan. Mungkin waktunya bisa 15 menit begitu.

32. AHLI DARI PEMOHON: WAWANG S. SUKARYA Terima kasih, Yang Mulia. Assalamualaikum wr. wb. Kepada Yang Mulia Majelis Mahkamah Konstitusi, kepada para kolega saya, dan para kolega saya juga dari Pemerintahan saya karena saya mengenal mereka semua. Saya akan coba menjelaskan karena saya memang terlibat di dalam proses-proses yang akan saya jelaskan ini. Jadi, kalau di Indonesia menurut Undang-Undang Sisdiknas Tahun 2003, pendidikan ini adalah semacam ini. Jadi, nanti ada sarjana kedokteran … maaf, ada sarjana kedokteran, kemudian ada profesi, kemudian ada spesialis. Dipisahkan betul antara profesional, akademik, dan vokasional. Jadi yang akademik S1, S2, S3, kemudian yang vokasional itu D1 sampai D4. Kemudian, terbit juga Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2002, di sini sama yang profesi dan akademik hanya yang D1 sampai D4 bisa melanjutkan ke S2 dan S3.

Kemudian setelah itu, dalam mengembangkan reformasi pendidikan kedokteran Indonesia mengembangkan primary care physicians yang merupakan ujung tombak. Ini kemudian mengembangkan dokter keluarga pada waktu yang di … apa … dikatakan oleh pada waktu itu yaitu dirjen pendidikan tinggi, Satrio Soemantri Brodjonegoro. Jadi, pendidikan kedokteran ini mengacu kepada pendidikan di dunia sebetulnya yang sekarang itu yaitu yang oleh World Federation Medical Education pada tahun 2000. Kita lihat bahwa ada basic medical education dan ada postgraduate learning. Nanti sebetulnya setelah seorang dokter jadi … setelah masa kedokteran jadi dokter, maka selanjutnya adalah postgraduate learning seperti halnya dilakukan oleh beberapa negara. Nanti juga akan diterapkan continuing professional development. Nah, ini buku-bukunya standarnya yaitu bahwa ini yang sebelah paling kiri adalah Basic Medical Education, kemudian nanti yang di tengah adalah Postgraduate, yang kemudian yang sebelahnya adalah continuing professional development. Nah, ini yang diacu oleh sekarang itu kurikulum-kurikulum kedokteran adalah semacam ini yang ditetapkan oleh VME tadi yang diterjemahkan seperti itu. Jadi ada aturan-aturan mainnya, 1 sampai 9. Ini aturan-aturan main yang diterapkan, begitupun dalam akreditasi fakultas kedokteran. Jadi kalau kita lihat ini, tadi sudah diterangkan barangkali ini adalah yang sekarang terjadi yaitu ada tingkat bachelor itu 4 tahun kemudian profesi itu 2 tahun, kemudian ada 1 tahun internship tadi yang sudah dijelaskan, kemudian, nah, dia akan meng … kalau dia mau. dia

Page 14: Risalah Sidang DLP

11

akan mengambil pendidikan spesialis kira-kira 3 sampai 6 tahun, kemudian nanti kalau dia ingin bekerja untuk di tersier, memberikan pelayanan di tersier itu dia mengikuti juga pendidikan sub spesialis. Yang sebelum-sebelumnya, pendidikan sub spesialis ini adalah tidak di bawah Universitas. Menurut Undang-Undang Pendidikan Dokter sekarang ditarik ke universitas. Nah, ini kalau kita lihat … jadi, tadi yang sudah dikatakan … SKS-nya juga banyak sekali begitu kalau kita lihat. Tingkat doktor itu kira-kira kreditnya itu 70, sedangkan kalau untuk bachelor di kita saja sudah 150 sampai 156. Jadi, banyak sekali SKS-nya dan ini level KKNI (Kerangka Kualifikasi Nasional) yang diinginkan oleh pemerintah. Jadi bahwa nanti sarjana kedokteran itu ada di level 6, sedangkan dokter itu ada di level 7 atau 8 menurut perpres itu dikatakan demikian, 7 atau 8. Nah, ini yang tadi dikatakan oleh teman saya, Pak Akbar, jadi ini nanti ada primary care physician, jadi di situ setelah dia lulus menjadi ini, ada primary care physician. Nah, ini nanti menurut undang-undang yang medical aducation yang tahun 2013, maka nanti akademik itu jadi profesionalnya itu dokter spesialis, sedangkan S1 bisa menyimpang jadi dokter kemudian nanti ada pendidikan dokter layanan primer lagi. Nah, implikasinya apa? Jadi, level dari semua yang pendidikan-pendidikan itu yang tadinya ada yang dikerjakan oleh kolegium yang seperti halnya di luar negeri itu be hospital based, sekarang itu semuanya ditarik di bawah universitas.

Kemudian, ada profesi yang baru yaitu primary care physician tadi. Dan ini tidak jelas definisinya, apakah dia spesialis atau bukan? Karena disebutkan setara dengan spesialis. Sedangkan surat tanda registrasi itu hanya dikeluarkan untuk dokter atau dokter spesialis. Tidak ada kata dokter layanan primer. Jadi karena STR nanti hanya akan diterbitkan berdasarkan ijazah. Kalau ijazahnya mengatakan dia dokter, dokter. Kalau dia mengatakan dokter spesialis, spesialis apa? Nah, sedangkan dokter yang primer yang ada setara ini belum tentu ada ijazahnya. Nah, sekarang tadi dikatakan oleh teman saya bahwa di negara ini wikipedia mengatakan bahwa dokter layanan PCP itu, primary care physician itu, sebetulnya yang tadi dikatakan dia memberikan pelayanan pertama kemudian merawatnya, kemudian kalau dia tidak bisa dia akan merujuknya. Dan di beberapa negara di Inggris dan Amerika ini dikatakan general practitional, jadi dokter umum yang memberikan pelayanan ini.

Kemudian, nanti ada ini yang dikatakan tadi bahwa di dalam pelayanan primer, layanan primer itu nanti terlibat juga nanti sering disebut dengan family medicine atau family practice atau general practice di beberapa negara. Di dalamnya tadi sudah dikatakan bahwa terlibat juga ahli kesehatan anak, ahli penyakit dalam, bahkan obsgyn, dan seterusnya. Nah, bahkan di beberapa negara mempertimbangkan

Page 15: Risalah Sidang DLP

12

ahli kandungan itu bekerja di layanan primer. Di Indonesia itu sudah dilakukan, jadi di Indonesia jadi misalnya ada puskesmas PONED (Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Dasar) itu dilimpahkan dari genekul kepada dokter umum yang dilatihnya. Begitupun yang profesi-profesi yang lainnya seperti misalnya dialisis ginjal dan seterusnya. Nah, kadang-kadang dokter emergensi juga bertempat tinggal di layanan primer, jadi beberapa negara semacam itu. Sekarang kita lihat Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004, di sini dikatakan tadi yang seperti saya katakan, dokter wajib memiliki STR dan memiliki ijazah dokter dan seterusnya. Jadi di situ hanya dokter, dokter spesialis, dokter gigi, atau dokter gigi spesialis, tidak ada dokter layanan primer. Nah, kemudian ini pada sisdiknas juga dikatakan beberapa ketentuan-ketentuan misalnya untuk gelar akademik dan seterusnya. Nah, sekarang pertanyaannya adalah apakah dokter layanan primer itu mempunyai kompetensi berbeda dengan dokter lulusan fakultas kedokteran yang sudah mengacu kepada standar kompetensi yang disahkan oleh konsil kedokteran, terakhir Desember 2012, lalu bagaimana STR nya? Isi kurikulum dari pendidikan dokter itu mengacu pada kesehatan individu, keluarga, dan masyarakat dalam konteks pelayanan kesehatan primer. Lalu dibuat standar pendidikan profesi dokter dan standar kompetensi dokter Indonesia itu siapa yang membuatnya. Di undang-undang dikatakan itu oleh institusi pendidikan kedokteran, jadi yang harus bekerja sama dengan kelompok kerja divisi pendidikan khusus kedokteran dan mempertimbangkan masukan-masukan dari kolegium-kolegium dan organisasi profesi seperti IDI, perhimpunan dokter umum Indonesia, perhimpunan dokter keluarga, dan sebagainya. Ini digodoknya seperti ini, kalau untuk dokter umum leading sector-nya adalah AIPK (Asosiasi Institusi Pendidikan Kedokteran). Kalau yang untuk dokter spesialis leading sector-nya adalah kolegium. Tentu ini harus bekerja sama dengan yang lain-lainnya. Nah, kemudian berdasarkan itu, keluarlah Perkonsil Nomor 10 dan Nomor 11 tentang standar pendidikan profesi dokter Indonesia dan standar kompetensi dokter Indonesia. Ini bukunya yang terakhir, jadi ini sudah disahkan dan yang ini standar pendidikan profesi dokter Indonesia dan standar kompetensi dokter Indonesia. Lima tahun sekali, buku ini akan direvisi, disesuaikan dengan perkembangan ilmu kedokteran.

Tadi sudah dikatakan ada berapa banyak standar kompetensi yang ditetapkan, termasuk di dalamnya adalah mengenai apa yang harus dikuasai seorang dokter di layanan primer, itu sudah komplet sekali, sudah lengkap di sana. Jadi, di level 4, level 4 itu memang setiap fakultas kedokteran harusnya bisa meluluskan dokter-dokter itu ketika dia lulus, tidak hanya level 1, 2, 3, tetapi harus level 4 dimana dokter itu sudah bisa dilepas dengan mandiri, dengan kompetensi yang sebaik-baiknya dan itu levelnya 4, sudah ada.

Page 16: Risalah Sidang DLP

13

Jadi, kewajiban fakultas kedokteran adalah bagaimana si anak didiknya itu mencapai level 4, apa yang diinginkan dan untuk pelayanan di kesehatan primer itu sudah ada level 4 nya, jadi sebetulnya itu saja yang dicapai, seharusnya. Nah, ini kemudian ... lalu ada … bagaimana dengan tambahan-tambahan? Jadi, seperti di Indonesia distribusi dari dokter spesialis itu belum merata, di daerah-daerah tertentu tidak ada.

Oleh karena itu, kami waktu itu antara masih kedokteran dengan kolegium yang terkait, memberikan pelatihan-pelatihan, dengan IDI juga melakukan pelatihan-pelatihan yang nanti dokter umum yang bersedia ditempatkan di daerah terpencil di perbatasan, mereka akan dilatih suatu keterampilan tertentu dan itu diberi surat tanda ... surat tanda registrasi dengan kewenangan tambahan, itu ada perkonsilnya. Nah, ini modul-modulnya, dokter layanan primer yang tadi itu sekarang, malahan saya dengar sudah ada 16, jadi yang level 4-level 4 itu diterjemahkan kepada modul-modul ini yang akan dilatihkan oleh organisasi profesi untuk CPD (Continuing Professional Development). Nah, sekarang masalah dari dokter layanan primer adalah kata-kata yang memiliki hanya dapat diselenggarakan oleh fakultas kedokteran yang memiliki akreditasi kategori tertinggi. Itu yang jadi masalah. Nah, kita lihat pada waktu ini dilihat dokter praktik umum itu adalah lebih dari 93.000, sedangkan diperkirakan setiap tahunnya dokter itu tidak dari semua fakultas kedokteran karena pada waktu itu ada 73 fakultas kedokteran, saya dengar sekarang ditambah ada 2, baru 46 yang meluluskan dan itu sudah ada 6.500 sampai 8.500 per tahun diluluskan.

Nah, sekarang berapa banyak daya tampung per fakultas untuk dokter layanan primer kalau itu merupakan pendidikan yang harus dijalani oleh mereka? Nah, ini ada sesuatu yang menarik dari seorang ahli namanya (suara tidak terdengar jelas), dia bilang, “Saya bekerja sebagai dokter layanan primer itu sibuk sekali, tetapi sebetulnya 80%-85% itu tidak perlu dikerjakan oleh dokter sebetulnya,” menurut dia.

Oleh karena itu, dia berpikir kenapa harus ditambah lagi seorang dokter untuk berpendidikan 3-4 tahun, kemudian ditambah dengan biaya-biaya yang tentu akan keluar, padahal pekerjaannya yang akan dilakukan adalah sama. Nah, walaupun begitu, ketika ini jadi bagaimana konsep kedokteran pada waktu itu akan berperan adalah memberikan kewenangan tambahan tadi. Nah, perlu saya sampaikan bahwa hampir 40 tahun yang lalu saya bekerja di puskesmas selama 5 tahun, dan pekerjaan saya adalah dokter layanan primer pada waktu itu, jadi sudah demikian, sudah terlibat dengan dokter lain. Sampai sekarang pun kelihatannya penyelidikan adalah mengarah ke sana, dan itu sudah yang menetapkan sendiri adalah institusi para dekan, Asosiasi Institusi Pendidikan Kedokteran yang bekerja sama dengan semua stakeholder-nya.

Page 17: Risalah Sidang DLP

14

Dan kedua, kalau misalnya lulusan FKI itu nanti ternyata harus mengikuti lagi dokter layanan primer, maka berarti lulusan kita itu substandar, padahal di tingkat ASEAN kita itu sedang memperjuangkan supaya ada pengakuan kompetensi yang sama. Jadi, kalau misalnya dianggap substandar, bagaimana seharusnya fakultas kedokteran meluluskan dokter itu sudah melengkapi apa yang ditetapkan di standar kompetensi dokter Indonesia terutama untuk level-level 4. Jadi, artinya kalau ada dokter … ada pendidikan lagi dokter layanan primer, itu patut dipertanyakan. Dan itu akan membuang-buang waktu karena pekerjaan yang dikerjakannya juga sama. Demikian, assalamualaikum wr. wb.

33. KETUA: ARIEF HIDAYAT Terima kasih, Pak Dokter Wawang. Sekarang, Pak Dokter Muhammad Ardiansyah. Sebelumnya saya perlu sampaikan, tadi di awal sudah saya sampaikan keterangan Ahli itu bisa berpendapat, kalau Saksi itu fakta yang dialami, yang didengar, dan yang dirasakan sendiri oleh Saksi. Jadi, bukan pendapat dari Saksi, ya, saya silakan. Sebelah kanan bisa.

34. SAKSI DARI PEMOHON: MUHAMMAD ARDIANSYAH Bismillahirrahmaanirrahiim. Terima kasih, Yang Mulia. Baiklah, sebelum kami menyampaikan fakta-fakta di lapangan, kami memperkenalkan diri dulu. Nama kami, dr. Muhammad Ardiansyah, bertugas sehari-hari di Kabupaten Gorontalo Utara, di Rumah Sakit Zainal Umar Sadiki, dan sebagai tempat praktik juga kami sebagai praktik pada waktu sore. Kami juga menjabat sebagai Ketua IDI, Ketua Ikatan Dokter Indonesia cabang Gorontalo Utara, dan Ketua PDUI cabang Gorontalo, Perhimpunan Dokter Umum cabang Gorontalo dan sekarang sebagai Sekretaris IDI Wilayah Gorontalo. Kami menyampaikan bahwa sebagai saya secara pribadi, saya lulus di Fakultas Kedokteran UNHAS itu di tahun 2002, kemudian langsung berpraktik, pada waktu itu belum ada persyaratan harus memiliki STR, jadi dengan ijazah kita langsung memperoleh SIP dengan ijazah dengan bukti sumpah dokter, nah, itu kami langsung PTT … sebagai dokter PTT di Gorontalo Utara. Kemudian, di tahun 2007 karena ada persyaratan harus memiliki STR, jadi … Surat Tanda Registrasi yang harus sebelumnya ada sertifikat kompetensi sebagai seorang dokter, kami kemudian mendaftarkan diri untuk memperoleh STR tersebut dan itu berlaku 5 tahun. Selanjutnya, di tahun 2012 karena itu sudah berakhir … masa berlakunya cuma 5 tahun, di tahun 2012 kami juga memperpanjang STR tersebut dengan harus

Page 18: Risalah Sidang DLP

15

memenuhi kriteria-kriteria atau mengikuti program pendidikan dokter berkelanjutan atau P2KB. Ada … ada … apa … poin-poinnya yang harus kita penuhi, dan setelah itu kita penuhi kemudian kita mengajukan diri ke konsil (suara tidak terdengar jelas) untuk memperoleh standar kompetensi dan sertifikat kompetensi dan itu kita ajukan lagi ke KKI. Jadi, saya juga sudah dua kali … sudah memperoleh STR, jadi saat ini sudah STR perpanjangan untuk sampai tahun 2017. Adapun fakta di lapangan yang kami lakukan di saat ini adalah memang kita bekerja di fasilitas pelayanan primer yaitu di rumah sakit dan di tempat praktik. Adapun yang kita lakukan sesungguhnya misalnya kita adalah melakukan interpretasi klinis terhadap pasien. Kemudian, interpretasi klinis juga terhadap pemeriksaan-pemeriksaan lab sederhana, dan kita mendiagnosis. Adapun sesuai dengan kompetensi kita, kita akan lakukan, tetapi ketika sudah tidak sesuai dengan … tidak sesuai dengan kompetensi kita, maka kita akan lanjutkan kepada … kita merujuk kepada dokter spesialis, dalam hal ini di layanan sekunder. Kemudian, kita juga mengeluarkan di … dari layanan primer itu juga mengeluarkan surat keterangan sakit, surat keterangan sehat, dan visum et repertum, surat kematian, kecuali dalam hal-hal tertentu misalnya, visum et repertum untuk kejiwaan itu bukan kompetensinya seorang dokter umum. Kemudian, kita melakukan edukasi dan konseling dan yang paling penting adalah kita tetap melakukan pengembangan diri untuk terus mengupdate ilmu kita dengan ada namanya dari … kalau yang dari IDI itu dari kolegium itu ada namanya P2KB, nah, itu kita ikuti terus, sehingga ketika nanti 5 tahun itu memang kita sudah harus terpenuhi. Dalam hal DLP memang ini kami sudah disosialisasikan, jadi sudah disampaikan bahwa itu di dalam pasal DLP itu memang ada kayak … kami merasakan ya, kami merasakan di daerah dengan adanya undang-undang ini terus terang kami dokter umum itu merasa … apa ya, dinafikan atau tidak ada artinya selama ini karena kita harus belajar lagi untuk memperoleh DLP. Jadi, begitu kita lulus, itu kita tidak merasakan bahwa kita ini sudah bisa berpraktik karena harus DLP lagi, dokter layanan primer lagi itu kan, 2 tahun. Apalagi kalau misalnya kami di Gorontalo itu tidak ada fakultas kedokteran, sementara harus dipersyaratkan mengikuti lagi … apa ya, jadi terus terang kami agak ini ya, ketika kita sudah dokter, kemudian kita tidak dihargai sebagai seorang dokter.

Jadi, diharapkan lagi untuk DLP sementara, ketika DLP kita melihat kalau DLP sama saja karena itu juga bekerja di layanan primer, sama dengan kita dokter umum atau dokter ya, kalau dokter umum istilah, kita dokter, dokter juga kan, kerja di layanan umum. Nah, itu yang kita rasakan di daerah, apalagi pada kita yang misalnya sudah berkeluarga, sudah bertugas sekian lama dengan mempunyai beberapa

Page 19: Risalah Sidang DLP

16

pasien, otomatis kita akan meninggalkan kerja kita ya, tugas kita terutama misalnya apalagi kalau sudah PNS akan bertugas.

Nah, ketika sudah lulus juga seperti disampaikan tadi bahwa di KKI itu hanya mengenal dokter dengan dokter spesialis. Ketika kita lulus, kita tetap juga dokter, apa bedanya dengan dokter umum? Ya, apa bedanya dengan dokter umum? Sementara kalau kita dokter umum kayak tadi saya sudah sampaikan bahwa saya mengurus semua itu, kita keluar tetap (suara tidak terdengar jelas) kita bisa berpraktik. Dan ujung-ujungnya ketika ini ya, kita bisa dikriminalisasi, ketika tidak mengikuti itu berarti tidak sesuai dengan kompetensi. Padahal kompetensinya kegiatan yang di lapangan sama dengan yang kita lakukan selama ini di lapangan.

Kemudian, di era JKN lagi nantinya, di Jaminan Kesehatan Nasional, itu akan keluar lagi peraturan bahwa yang bisa bekerja sama dengan BPJS otomatis karena itu gratis dan ada klaimnya dalam soal ekonomi, itu yang akan bekerja adalah orang yang sudah DLP, sementara kami dokter umum tidak bisa apa-apa. Jadi, memang ada bagi kami ya, merasa memang ada ke … apa ya, terus terang kami merasa dinafikan, tidak ada artinya selama ini kita sekolah. Mungkin demikian.

35. KETUA: ARIEF HIDAYAT Sebelum duduk saya coba tanya dulu, nanti juga saya perlu konfirmasi dari pihak pemerintah. Sepengetahuan saya dulu, itu pendidikan di fakultas kedokteran menghasilkan sarjana kedokteran. Kemudian, dia untuk bisa menjadi dokter umum, dia harus masuk ke klinik, begitu. Kemudian, dia kalau mau memperdalam lagi, dia masuk ke dokter spesialis. Kalau dia mau memperdalam lagi menjadi super spesialis … subspesialis kalau begitu, ya. Nah, kalau dulu yang lulus menjadi dokter itu disebut dokter umum, berpraktik sebagai dokter umum begitu. Nah, sekarang ini dengan perubahan adanya undang-undang ini, apakah dokter umum yang selama ini dikenal masyarakat itu masih bisa berpraktik sebagaimana sebelum ada undang-undang ini, kepada saksi, setelah lulus. Jadi, setelah lulus dari sarjana kedokteran kalau tidak salah 4 tahun, ya. Kemudian masuk di dalam klinik, dia memperdalam di klinik bedah, klinik ini, klinik ini, ini, ini, semuanya sudah oke, lulus menjadi dokter umum, disumpah, ya. Dia kemudian bisa berpraktik menjadi dokter umum. Nah, sekarang dengan adanya undang-undang ini, apakah sudah bisa langsung berpraktik sebagai dokter umum itu?

36. SAKSI DARI PEMOHON: MUHAMMAD ARDIANSYAH Belum, belum bisa.

Page 20: Risalah Sidang DLP

17

37. KETUA: ARIEF HIDAYAT

Belum?

38. SAKSI DARI PEMOHON: MUHAMMAD ARDIANSYAH Ya.

39. KETUA: ARIEF HIDAYAT Dengan adanya undang-undang ini sekarang belum?

40. SAKSI DARI PEMOHON: MUHAMMAD ARDIANSYAH Belum bisa.

41. KETUA: ARIEF HIDAYAT Kalau begitu harus apalagi yang harus ditempuh supaya bisa berpraktik melalui yang tadi disebut?

42. SAKSI DARI PEMOHON: MUHAMMAD ARDIANSYAH DLP.

43. KETUA: ARIEF HIDAYAT DLP itu tadi?

44. SAKSI DARI PEMOHON: MUHAMMAD ARDIANSYAH Ya.

45. KETUA: ARIEF HIDAYAT Oh, begitu. Ini berapa tahun? Tambah dua tahun lagi?

46. SAKSI DARI PEMOHON: MUHAMMAD ARDIANSYAH Tambah dua tahun.

Page 21: Risalah Sidang DLP

18

47. KETUA: ARIEF HIDAYAT Oh, begitu. Kalau dulu dua tahun lagi sudah menjadi dokter spesialis?

48. SAKSI DARI PEMOHON: MUHAMMAD ARDIANSYAH Dokter spesialis.

49. KETUA: ARIEF HIDAYAT Oh, begitu. Baik, betul begitu, Pemerintah? Pak Dirjen mungkin bisa menjelaskan? Silakan duduk, Saksi.

50. PEMERINTAH: AKMAL TAHER Mohon izin, Pak Mulia. Saya kira itu enggak tepat. Jadi, tetap dengan undang-undang ini seorang lulus seperti Yang Mulia katakan tadi jadi dokter, disumpah, diinternship, habis itu dia bisa memilih, dia langsung praktik sebagai dokter praktik umum yang sekarang ada atau dia mau jadi spesialis, atau dia mau jadi scientist mau kerja di laboratorium, atau bekerja ditambah lagi sebagai dokter layanan primer. Ada tambahan kompetensi.

51. KETUA: ARIEF HIDAYAT Apa itu tambahan kompetensi menjadi dokter di layanan primer itu apa ini?

52. PEMERINTAH: AKMAL TAHER Dokter layanan primer itu kompetensinya yang sedang … sudah tentu sekarang ini sedang difinalisasi, itu 80% itu adalah dengan komptensi yang kita bilang dokter keluarga, itu ada tambahan kompetensi.

53. KETUA: ARIEF HIDAYAT Jadi, dokter keluarga itu artinya ditambah kompetensi dia akan tambah menguasai berbagai cabang penyakit yang dia bisa melakukan diagnosis, memberi obat, memutus sendiri tanpa dikonsultasikan dokter spesialis, begitu?

Page 22: Risalah Sidang DLP

19

54. PEMERINTAH: AKMAL TAHER Kalau saya … dibikin sederhananya begini, Yang Mulia. Kalau kita lihat mengacu keluar tadi dr. Wawang sebenarnya sudah menyampaikan, sebenarnya yang … yang sekarang bekerja sebagai (suara tidak terdengar jelas) apa namanya … dr. (suara tidak terdengar jelas) di Inggris itu ditambah sekolah lagi. Kalau dibandingkan kompetensinya kira-kira seperti ini, seorang dokter yang kita bilang nanti dia dokter layanan primer kurang-lebih begini, kalau ada orang … 100 orang datang ke dia, sekitar 90% dia bisa tangani sendiri, mungkin 10% yang cuma perlu dikonsul ke spesialis. Kalau ditanya sekarang berapa, saya sangat yakin enggak sampai 90%. Di banyak negara yang bisa menahan sebanyak … sebanyak itu adalah memang orang yang ditambah lagi. Tapi, tetap dengan … dengan setting kita sekarang, kita enggak akan tiba-tiba yang ada 90.000 dokter sekarang itu harus enggak boleh ngapa-ngapain semuanya. Itu soal pilihan, itu soal pilihan, apakah kita mau menjadi dokter sekarang lulus, praktik silakan. Kemudian, kalau kita mau menambah kompetensi kita bukan sebagai spesialis, tapi sebagai generalis tetap menguasai banyak soal, tapi lebih dalam daripada yang sekarang, silakan menjadi dokter layanan primer. Itu sepertinya … perencanaannya di undang-undang seperti itu.

55. KETUA: ARIEF HIDAYAT Saya mau tanya lagi. Kalau begitu, latar belakang filosofisnya itu apa sebetulnya? Keinginan supaya dia ditambah dua tahun menjadi dokter yang bisa melakukan layanan primer, apakah latar belakang filosofisnya dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan begitu atau apa itu?

56. PEMERINTAH: AKMAL TAHER Jadi kalau … saya mohon izin, saya agak jelaskan. Jadi, tadi sudah digambarkan, mudah-mudahan nanti Saksi Ahli yang lain akan bisa menceritakan. Kita ada strata pelayanan primer, sekunder, dan tersier, itu strata pelayanannya. Siapa yang bekerja di strata layanan primer? Kalau dokter … sebenarnya di status strata pelayanan itu kan, bukan cuma ada dokter, ada dokter, ada bidan, ada perawat, semua di strata ada itu. Nah, sekarang kita lihat sekarang. Seberapa banyak sih, sebenarnya strata pelayanan primer itu bisa menyelesaikan masalah? Ada yang kita memang merencanakan itu, memang … memang direncanakannya itu ya, sudahlah 30% … misalnya katakan 50% dia bisa selesaikan, gitu kan. Ada yang merencanakan 90% seperti yang kita

Page 23: Risalah Sidang DLP

20

harapkan. Ini yang lebih penting. Kenapa? Dengan sistem kalau kita bisa dari segi … ada beberapa alasan, yang pertama dari segi sistemnya dulu. Kalau kita bisa menyelesaikan masalah di primer itu lebih banyak, banyak keuntungannya. Yang pertama adalah apa? Lebih sedikit yang spesialis. Itu biaya pendidikan pelayanan di spesialis itu sangat besar. Dengan cara ini negara akan sangat diuntungkan, masyarakat akan sangat diuntungkan. Kedua. Layanan primer itu biasanya letaknya itu di sekitar tempat mereka hidup karena di puskesmas, dokter praktik mandiri, pengobatan, sehingga biasanya buat masyarakat juga lebih enak. Karena apa? Karena dia enggak usah terlalu jauh ke mana-mana, diselesaikan masalahnya di situ. Dan saya kira, tidak ada satu pun negara sebenarnya yang berhasil apalagi dengan kita di Indonesia yang baru memulai dengan Sistem Jaminan Kesehatan Nasional yang menjamin … akan menjamin … sekarang saja sudah 84.000.000 orang miskin kita jamin, kalau kita enggak bisa berhasil memperkuat layanan primer ini, ini akan sangat merugikan. Sekarang, Pak, satu tahun setelah BPJS ini berlangsung, dari 1 Januari 2014, itu 25% cuma dihabiskan oleh layanan primer, yang 75% dari Rp46 tiriliun habisnya di spesialis sekarang. Ini yang mesti dibalik sebenarnya keadaan ini dengan memperkuat layanan primer. Itu untuk keseluruhan. Untuk dari segi dokternya sendiri, sebenarnya kita harus jujur bilang, Pak, bahwa penghargaan orang terhadap dokter yang bekerja layanan primer itu terlalu rendah sekarang ini.

57. KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik, sementara untuk itu dulu, Pak Dirjen. Saya beri kesempatan pada Pemohon, apakah ada hal yang mau didalami lebih lanjut pada Ahli atau Saksi? Saya persilakan.

58. KUASA HUKUM PEMOHON: MUHAMMAD JONI Terima kasih, Yang Mulia, atas perkenan Yang Mulia (...)

59. KETUA: ARIEF HIDAYAT Pertanyaannya dikumpulkan dulu ya, digabung, dikumpulkan, nanti baru dijawab. Silakan, Pemohon.

60. KUASA HUKUM PEMOHON: MUHAMMAD JONI Terima kasih, Yang Mulia. Atas perkenan Yang Mulia, saya ingin pendalaman terhadap dua Ahli yang telah menyampaikan paparannya. Dua hal yaitu tentang uji kompetensi dokter dan dokter layanan primer.

Page 24: Risalah Sidang DLP

21

Saya ingin memberi ilustrasi, sebagai seorang sarjana hukum, saya dan mungkin juga kita yang hadir di sini sebagian adalah lulusan fakultas hukum, fakultas hukum menghasilkan sarjana hukum dan ia bisa bekerja termasuk bekerja menjadi advokat. Sementara untuk menjadi advokat itu, lisensinya dikeluarkan oleh asosiasi profesi, dalam hal ini apakah PERADI atau KAI. Jadi, fakultas hukum tidak punya kompetensi untuk mengeluarkan lisensi advokat dan profesi tentu tidak mengeluarkan ijazah sebagai seorang sarjana hukum. Demikian halnya dengan praktik kedokteran. Fakultas kedokteran menghasilkan dokter, organisasi profesi mengeluarkan lisensi advokat. Saya ingin kaitkan dengan Pasal 36 ayat (3) Undang-Undang Pendidikan Kedokteran yang berbunyi, “Uji kompetensi dokter atau dokter gigi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan oleh fakultas kedokteran.” Saya ingin bertanya kepada Ahli berdua. Jika Pasal 36 ayat (3) ini uji kompetensi dokter dilaksanakan oleh fakultas kedokteran bukan kolegium atau organisasi profesi, apa akibatnya bagi sistem pelayanan kesehatan yang sudah ada? Itu yang pertama.

Yang kedua yang ingin saya dalami kepada Ahli berdua adalah berkaitan dengan dokter pelayanan primer, saya ingin menyitir Undang-Undang Kesehatan yang membedakan antara sistem layanan tingkat pertama, sistem layanan tingkat kedua, sistem layanan tingkat ketiga. Tingkat pertama disebut primer, sistem layanan tingkat kedua disebut sekunder, sistem layanan ketiga disebut tersier. Dengan norma yang seperti ini, saya ingin kaitkan dengan dokter layanan primer yang bekerja pada level primer. Primer itu di rumah sakit, bisa di klinik, bisa di puskesmas, bisa di praktik kedokteran. Pertanyaannya adalah apakah dokter layanan primer yang langsung kepada pasien itu lebih merupakan sistem pelayanan kesehatan masyarakat atau itu adalah kompetensi? Jadi, kalau dokter umum dia kompetensinya adalah sekian-sekian 700-an items, dokter spesialis sekian-sekian lagi, dokter sub-spesialis sekian-sekian. Saya ingin tanyakan adalah dokter layanan primer itu atau layanan primer yang dilakukan dan bisa dilakukan oleh dokter umum itu, itu lebih kepada sistem pelayanan atau itu adalah kompetensi? Yang ketiga adalah ... untuk yang kedua-duanya adalah apa akibatnya kalau dokter layanan norma, dokter layanan primer ini ada nanti besok atau lusa, atau tahun depan. Kalau dokter layanan primer itu berjalan dan mereka ada di lapangan, apa akibatnya bagi masyarakat yang secara konstitusional mempunyai hak pelayanan kesehatan berdasarkan Pasal 28H ayat (1). Dan apa akibatnya, implikasinya perkiraan Saksi … Ahli dalam hal pelaksanaan jaminan kesehatan nasional? Terima kasih.

Page 25: Risalah Sidang DLP

22

61. KETUA: ARIEF HIDAYAT Dikumpulkan dulu. Dari pihak Pemerintah, ada yang perlu diklarifikasi atau diperdalam sehubungan kesaksian Saksi atau keterangan Ahli, atau cukup? Gimana?

62. PEMERINTAH: NASRUDIN Sementara cukup.

63. KETUA: ARIEF HIDAYAT Sementara cukup. Dari meja Hakim ada yang akan di ... nah, ini ada satu, dua, tiga, empat dari sisi kiri saya ... oh, ada lagi. Yang Mulia Pak Suhartoyo, kemudian Yang Mulia Pak Dr. Palguna, kemudian Yang Mulia Pak Patrialis, berikutnya Yang Mulia Pak Wahiduddin, kemudian sebelah kanan Yang Mulia Prof. Aswanto. Saya persilakan.

64. HAKIM ANGGOTA: SUHARTOYO Terima kasih, Yang Mulia Bapak Ketua Majelis. Memang … ini saya tujukan untuk Ahli ya, Ahli, memang kalau kita cermati di luar sana, masalah proses seorang dokter yang baru lulus, kemudian yang bersangkutan ingin mendapatkan spesialisasi seperti yang disampaikan dari pihak Pemerintah tadi, ternyata tidak sesederhana yang Bapak sampaikan tadi, artinya bahwa ada pengalaman-pengalaman perguruan tinggi yang kemudian memperlakukan ketentuan-ketentuan yang sifatnya tidak universal. Seperti tadi dikatakan oleh Bapak bahwa seorang dokter yang apabila sudah selesai internship, kemudian bisa serta merta apakah mau meneruskan menjadi dokter umum ataukah kemudian mengambil spesialisasi.

Namun yang … pengalaman empiris yang terjadi di lapangan tidak semudah seperti itu, Bapak. Artinya ada beberapa perguruan tinggi yang kemudian menerapkan aturan-aturan yang menurut saya, menurut Majelis, diskriminasi. Ada yang begitu lulus internship bisa kemudian langsung mendaftarkan untuk mengambil spesialis, tapi perguruan-perguruan tinggi tertentu ada juga yang kemudian harus mempunyai pengalaman penelitian. Kemudian, harus ada rekomendasi dari guru besar yang dimana tempat calon spesialis ini melakukan penelitian. Ketika itu tidak dipunyai oleh yang bersangkutan, sangat sulit yang bersangkutan untuk bisa mendatarkan untuk mengambil jurusan spesialisasi yang dikehendaki. Tapi sementara ada perguruan-perguruan tinggi yang lain tanpa itu. Begitu internship, langsung bisa diterima dan menjadi mahasiswa spesialis. Itu kemudian yang menurut Majelis menjadi kendala-kendala yang kalau terakumulasi, Bapak, itu yang

Page 26: Risalah Sidang DLP

23

kemudian juga akan menimbulkan sebuah sensitivitas dimana seperti adanya perlakuan-perlakuan yang … yang … apa, ya … yang akan menambah, secara prosedural, secara substantif juga yang seperti sekarang muncul ini, adanya layanan primer yang sebenarnya kalau memang semangatnya itu adalah untuk peningkatan pelayanan kepada masyarakat, saya kira sah-sah saja, bagus. Tapi ketika kemudian menimbulkan persoalan baru, adanya kurang terlegitimasinya dokter umum yang sudah ada. Kemudian, harus mengulang-ulang dan mengambil kompetensi, ujian kompetensi, sedangkan ujian kompetensi seorang dokter yang baru pertama lulus saja, Bapak, itu untuk dilakukan ujian kompetensi itu tidak mudah. Saya punya pengalaman karena anak saya juga dokter, maaf ya, untuk mendapatkan ujian kompetensi pertama itu periodenya tidak jelas kapan ada. Kemudian, kadang-kadang ada dilakukan di daerah yang jauh dengan biaya sendiri. Kadang memerlukan biaya yang tidak sedikit. Artinya kompetensi yang pokok, yang mendasar, yang satu itu. Artinya bahwa kemudian terjadi akumulasi yang memang termasuk yang ini pun ada esensi tentang kurangnya legitimasi terhadap dokter umum kalau layanan primer ini kemudian tetap diluncurkan. Pertanyaan saya kepada Ahli. Tolong nanti Majelis diberikan ilustrasi atau contoh yang konkret kerugian-kerugian konstitusionalnya apa, Pak. Seperti apa itu? Bagi adanya layanan primer ini dan tentunya sebenarnya saya juga ingin dengar dari Pihak Pemerintah, tapi ini belum waktunya Pemerintah memberi tanggapan. Tapi mohon dicatat bahwa diskriminasi-diskriminasi di dalam mengambil spesialis itu, Bapak, tolong di apa … diberi penjelasan kepada Majelis. Bahkan saya mendengar juga ada sikap resistensi ketika seperti misalnya dari Universitas Padjajaran untuk menerima mahasiswa dari Universitas Indonesia, misalnya. Itu seperti membudaya. Bapak juga mohon saya jangan tutup mata, artinya kalau memang ada, mohon dijelaskan apakah itu memang secara emosional, secara psikologis memang ada … ada hal-hal seperti itu karena hal-hal seperti itu juga akhirnya mahasiswa yang jadi korban, Bapak. Mohon dicatat Pemerintah dan untuk Ahli tadi yang apa kerugian-kerugian yang … yang kalau semangatnya ini memang untuk peningkatan layanan. Jadi ya, otomatis kan, akhirnya rakyat inilah yang harus diutamakan. Tapi kalau tadi mengatakan bahwa adanya kurang legitimasi bagi dokter umum yang sudah ada karena harus kurang pengakuan karena harus ujian kompetensi lagi, ujian kompetensi yang … menurut saya, kompetensi satu saja yang mendasar itu tidak mudah, Bapak. Itu passing grade-nya nilanya harus … harus tinggi, ketat sekali. Kemudian pelaksanaannya juga kadang tidak teratur tadi, waktunya kapan, kemudian tempatnya di mana enggak jelas. Kadang ada di Ujung Pandang, kadang ada di Jakarta. Mohon penjelasan.

Page 27: Risalah Sidang DLP

24

Kemudian yang kedua, kalau memang dari Organisasi Ikatan Dokter Indonesia sendiri misalnya ada hal-hal yang dirugikan, dalam konteks teknis pelaksanaannya, kenapa lebih baik tidak mengusulkan untuk diadakan peraturan perundang-undangan organik untuk menggerakkan undang-undang ini, sehingga tidak harus mengamandemen undang-undang sudah ada yang sebenarnya juga akan menipiskan esensi bahwa ini sebenarnya semangatnya adalah untuk rakyat, rakyat kecil, rakyat jelata, Bapak. Dari Ahli mohon penjelasan siapa saja nanti. Boleh salah satu, boleh dua-duanya untuk menjelaskan.

Barangkali itu, Yang Mulia. Terima kasih.

65. KETUA: ARIEF HIDAYAT Terima kasih, Yang Mulia. Silakan, Yang Mulia Pak Palguna.

66. HAKIM ANGGOTA: I DEWA GEDE PALGUNA Saya pendek saja, Yang Mulia Pak Ketua. Dan mungkin ini juga mungkin bisa ditanggapi oleh Pemerintah nanti ataupun sekarang, ya. Begini (…)

67. KETUA: ARIEF HIDAYAT Sebentar, untuk yang menyangkut Pemerintah perlu merespons, saya kira dicatat dan dapat nanti respons secara tertulis kepada Majelis, ya. Baik, silakan, Bapak.

68. HAKIM ANGGOTA: I DEWA GEDE PALGUNA Terima kasih, Yang Mulia Ketua. Saya melihat ada perbedaan ini ya, ada perbedaan pandangan gitu antara Ahli, khususnya Pak Akbar ya, yang pertama. Beliau mengatakan kalau dokter umum itu sudah mempunyai … apa ya, tadi istilahnya … kualifikasi 55% yang sudah menguasai berapa macam penyakit, Pak, tadi? Nah, itu. Tapi dari Pemerintah tampaknya menganggapkan mau menetapkan standar yang lebih tinggi, paling enggak 90%. Dengan logika bahwa pelayanan kesehatan itu akan sudah terselesaikan di level layanan primer, begitu ya? Nah, ini saya kira ada perbedaan-perbedaan pandangan. Nah, sebenarnya kalau menurut Ahli, nah, tentu nanti akan bisa dikonfrontasi dengan Pemerintah, untuk kondisi masyarakat Indonesia sekarang ini, apakah memang cukup dengan itu?

Itu saja pertanyaan saya, sederhana sebab saya khawatir, jangan-jangan ini persoalannya bukan persoalan konstitusionalitas, tapi

Page 28: Risalah Sidang DLP

25

persoalan persepsi yang berbeda tentang standar pelayanan. Itu yang kita khawatirkan, sehingga jangan kita mengobrak-abrik norma yang misalnya nanti … padahal esensinya bukan di norma itu. Itu yang nanti kita perlu penjelasan. Mungkin dari kedua Ahli, kita memerlukan ini. Apakah kondisi masyarakat Indonesia itu sekarang memang memerlukan ini pada … cukup dengan standar yang 55% yang sudah menguasai 300 sekian itu? Ataukah memang standar Pemerintah ini yang perlu diinikan … atau Pemerintah yang muluk-muluk sebenarnya, gitu ya? Misalnya, di negara lain yang lebih maju saja masih dengan kita kok, kok kita sudah mau yang tinggi-tinggi, gitulah.

Nah, kalau itu masalahnya, nah, itu yang nanti akan menjadi masukan buat Majelis untuk mempertimbangkan. Apakah ini betul persoalan konstitusionalitas? Atau sebenarnya ini persoalan perbedaan standar kompetensi yang di … yang di … yang dipersoalkan, gitu?

Terima kasih, Yang Mulia.

69. KETUA: ARIEF HIDAYAT Terima kasih, Yang Mulia. Silakan, Yang Mulia Dr. Patrialis Akbar.

70. HAKIM ANGGOTA: PATRIALIS AKBAR Terima kasih, Ketua. Saya kepada Saksi ya, Pak Muhammad Ardiansyah. Tadi Saksi mengatakan tanpa DLP, nanti dikriminalisasikan? Tolong dijelaskan maksudnya apa dikriminalisasikan? Apakah memang sudah ada korban-korban terhadap tanpa DLP itu dikriminalisasikan? Sebagai Saksi Fakta. Terima kasih.

71. KETUA: ARIEF HIDAYAT Silakan, Yang Mulia.

72. HAKIM ANGGOTA: WAHIDUDDIN ADAMS Terima kasih, Ketua. Saya ke dr. Muhammad Akbar. Ini kalau kita lihat di Pasal 363 Undang-Undang Pendidikan Kedokteran, ini seolah-olahnya uji kompetensi dokter itu kalau di Undang-Undang Praktik Kedokteran juga kita lihat, ini menjadi kompetensi Fakultas Kedokteran. Sementara, di Undang-Undang Praktik Kedokteran, itu kewenangan dari organisasi profesi. Jadi, memang ada dua undang-undang yang perlu nanti dilihat kembali, Undang-Undang Praktik Kedokteran Nomor 29 Tahun 2004 dan Undang-Undang Pendidikan Kedokteran di Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2013. Tadi ada penyataan menarik, nanti saya minta ketegasan dari dr. Muhammad Akbar, menyatakan bahwa yang menentukan dokter lain

Page 29: Risalah Sidang DLP

26

primer itu adalah tempat kerja, bukan ujian kompetensinya. Nah, apakah ini dimaksudkan bahwa ya, tidak perlu ada uji kompetensi lagi dari … untuk memperoleh predikat dokter layanan primer ini, cukup tempat kerjanya itu sudah menentukan. Saya minta ketegasan itu, ya.

Terima kasih.

73. KETUA: ARIEF HIDAYAT Terima kasih. Dari sisi kanan saya, Yang Mulia Prof. Aswanto, saya persilakan.

74. HAKIM ANGGOTA: ASWANTO Terima kasih, Yang Mulia Ketua. Saya tujukan kepada Ahli. Yang mana yang lebih baik bagi masyarakat? Lebih baik dalam arti bahwa kemungkinan untuk mendapatkan layanan kesehatan yang lebih maksimal ketika ditangani oleh dokter yang merupakan output dari program profesi dokter dan program internship, dibanding dengan layanan yang diberikan oleh dokter yang telah melalui program dokter layanan primer. Nah, yang kedua, menarik ilustrasi yang disampaikan oleh Kuasa Pemohon tadi bahwa pada bidang ilmu hukum, alumni fakuktas hukum itu bisa menjadi advokat, menjadi hakim, menjadi jaksa, tentu setelah melalui seleksi. Nah, saya ingin mengilustrasikan juga, di Jepang sarjana hukum yang bisa menjadi jaksa, bisa menjadi polisi itu harus menambah pendidikan dulu 2 tahun. Jadi, tidak bisa langsung sarjana hukum lalu kemudian bisa ikut seleksi jaksa atau hakim, tapi dia harus mengikuti pendidikan khusus dulu selama 2 tahun, baru bisa memilih apakah jadi jaksa atau jadi laywer atau jadi yang lain. Nah, yang saya ingin klarifikasi kepada Ahli, apakah progam layanan primer ini bukan dalam konteks meningkatkan kualitas layanan kepada masyarakat?

Nah, yang ketiga, apakah progam layanan primer ini dokter layanan primer ini tidak bisa disetarakan dengan dokter spesialis? itu 3 hal yang mungkin bisa direspons oleh kedua Ahli.

Lalu, ada klarifikasi 1 lagi kepada Saksi, ada perbedaan informasi tadi yang kami peroleh, sehingga perlu kejelasan, tadi Ahli … eh … Saksi mengatakan bahwa alumni dari progam profesi dokter itu tidak bisa langsung dengan adanya undang-undang ini tidak bisa lagi langsung melakukan praktik, sementara dari diri yang tadi mengatakan bisa. Nah, ini tolong klarifikasi, sehingga kami tidak bingung dalam menentukan yang benar dan yang salah.

Terima kasih, Yang Mulia.

Page 30: Risalah Sidang DLP

27

75. KETUA: ARIEF HIDAYAT Terima kasih, yang terakhir dari meja hakim, Prof. Maria.

76. HAKIM ANGGOTA: MARIA FARIDA INDRATI Ya, saya hanya mau menanyakan sedikit saja karena di dalam semua pasal-pasal itu selalu ada mengatakan progam dokter layanan primer dan sebagainya. Pertanyaan saya adalah apakah fakultas-fakultas kedokteran yang ada sekarang ini sudah melaksanakan atau mengadakan progam dokter layanan primer itu, atau baru akan, gitu? Atau karena saya melihat bahwa kalau kita selama ini belum ada progam dokter layanan primer, apakah dengan undang-undang ini kemudian setiap fakultas kedokteran harus kemudian melaksanakan ini atau membentuk atau membangun progam layanan primer ini. Apakah ini untuk nanti atau harus sekarang?

Itu, terima kasih.

77. KETUA: ARIEF HIDAYAT Ada tambahan, Yang Mulia Pak Dr. Anwar Usman, saya persilakan.

78. HAKIM ANGGOTA: ANWAR USMAN Ya, terima kasih, Yang Mulia. Saya hanya ingin menambahkan apa yang disampaikan oleh Kuasa Pemohon dan beberapa Yang Mulia tadi. Apakah … ini mungkin lebih cenderungnya ke pemerintah, ya … apakah selama ini tidak cukup dengan adanya pembagian rumah sakit TPA, TPB dan seterusnya? Kemudian, ada di setiap rumah sakit itu ada kelasnya masing-masing, kelas I, kelas II, III, VIP, dan sebagainya. Mengapa harus ada lagi istilah layanan primer ataupun dokter layanan primer?

Terima kasih.

79. KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik, perlu saya sampaikan lebih dahulu, persidangan kita itu hanya sampai pukul 13.00 WIB, sehingga apa yang muncul dalam persidangan ini saya kira akan lebih lengkap apabila yang tadi perlu direspons oleh Pemerintah juga nanti dicatat dan direspons secara tertulis supaya melengkapi dari apa yang sudah berkembang. Dan kemudian, saya mohon Pemohon juga bisa nanti meminta kepada para Ahli dan Saksi kalau penjelasannya hanya bersifat highlight, tambahan-tambahan keterangannya itu saya mohon bisa tertulis karena juga untuk kepentingan para Pemohon sendiri. Kalau hanya highlight dan tidak

Page 31: Risalah Sidang DLP

28

lengkap, nanti hakim juga kurang lengkap informasi dari keterangan Ahli dan Saksi yang tentunya menguatkan permohonan Pemohon, nanti kita juga tidak akan bisa memutus secara selurus-lurusnya dan sebaik-baiknya, ya? Nanti tolong nanti bisa dikomunikasikan kepada Ahli supaya keterangan yang lengkapnya bisa ditambahkan secara tertulis, gitu ya?

Baik, saya mohon para Ahli dan Saksi bisa secara garis besar menjawab apa yang berkembang dari pertanyaan-pertanyaan, baik pertanyaan dari Pemohon maupun dari para Yang Mulia Hakim Mahkamah Konstitusi, saya persilakan, siapa terlebih dahulu? Silakan, Pak. Pak Akbar dulu, silakan. Di tempat duduk silakan, Pak, enggak apa-apa, Pak. Kalau tadi sudah bisa dilihat, dikenal, sekarang duduk saja. Silakan.

80. AHLI DARI PEMOHON: MUHAMMAD AKBAR Terima kasih, Yang Mulia Majelis Hakim. Langsung saja. Akibat uji kompetensi jika dibuat oleh FK. Jika uji kompetensi yang dibuat oleh FK dimaksudkan untuk mengeluarkan sertifikat kompetensi karena mahasiswa itu ... sertifikat kompetensi seharusnya pada ranah dokter, tetapi bukan ranah mahasiswa kedokteran. Ini hanya bisa dilakukan sekali, Yang Mulia, artinya dokter yang kita hasilkan kita hanya tahu kompetensinya pada saat diuji saat mahasiswa, setelah itu tidak ada lagi. Jadinya, bagaimana kita mempertahankan mutu dokter kita kalau memang profesi kemudian ditiadakan untuk melakukan uji kompetensi. Yang kedua, DLP sistem atau kompetensi. Di slide terakhir saya, Yang Mulia, kalau kita melihat Amerika, DLP itu adalah sebuah sistem dimana orang-orang yang bekerja di pelayanan primer dia menjadi dokter layanan primer. Kalau seorang ginekolog yang pengetahuannya lebih banyak tentang pengetahuan rumah sakit ingin bekerja di layanan primer, silakan sekolah lagi untuk mempelajari bagaimana kaidah-kaidah pelayanan ginekologi di layanan primer. Jadi, dia menambah ilmunya dengan ilmu pelayanan primer. Demikian juga kalau pediatrician, segala macam. Tetapi mereka semua yang bekerja di sana kalau kita lihat tadi jumlahnya ada banyak profesi dokter yang kemudian secara keseluruhan disebut sebagai dokter layanan primer. Jadi, silakan sekolah di institusi masing-masing. Apa yang saya ingin sampaikan, Yang Mulia. Bahwa DLP itu kalau ingin dibuat menjadi sebuah program studi dia sebenarnya terintegrasi di program studi spesialisasi masing-masing, silakan buka dan persyaratan untuk menjadi program studi tidak mudah, Yang Mulia. Sebuah program studi harus terakreditasi, sebuah program studi harus punya staf dosen. Sekarang saja fakultas kedokteran, apalagi dengan berdiri 73 yang lain sudah pinjam-pinjam staf dosen, kalau berdiri lagi program studi ini, rasio dosen tidak cukup, Yang Mulia, rasio dosen dengan jumlah mahasiswa. Kami sebagai dosen akan ... akan sangat terbebani dengan

Page 32: Risalah Sidang DLP

29

segala macam itu. Sekarang saja silakan tinjau, banyak fakultas kedokteran yang hanya meminjam fakultas ... dosen-dosen dari fakultas kedokteran lain. Buka lagi program studi yang baru, pasti rasionya tidak gampang. DLP sekarang ini ... menjawab pertanyaan Yang Mulia Ibu Maria, belum ada. Ini baru wacana akan membentuk program studi pendidikan dokter layanan primer, dimana pendidikan dokter layanan primer ini oleh BPJS sudah dibuatkan aturan bahwa mereka hanya mau bekerja sama dengan dokter yang bergelar dokter layanan primer, kalau bukan dokter layanan primer mereka tidak mau bekerja sama. Nah, inilah yang membuat keresahan bagi teman-teman dokter umum. Kalau Anda tidak mau bekerja sama dengan kami, lantas kami dokter umum siapa yang bayar? Kalau dibilang yang bayar adalah pasien yang datang periksa secara ... secara pribadi, enggak ada lagi. Di era BPJS semua penduduk Indonesia ter-cover oleh BPJS, artinya ketika dia berobat dibayari oleh BPJS. Nah, kalau BPJS hanya membayar (...)

81. HAKIM ANGGOTA: MARIA FARIDA INDRATI Ya, saya, saya ... saya … apa ... interupsi sebentar. Karena undang-undang ini kan, mengatakan program ini lima tahun yang akan datang. Apa ... maksud saya begini, kalau sekarang ada program dokter layanan primer, tentu belum ada karena ini kan, lima tahun ke depan. Maksudnya, apakah di dalam program-program pendidikan yang ada sekarang di fakultas kedokteran itu, apa yang akan diajarkan atau dikuliahkan di dalam fakultas ... fakultas itu sudah ada atau belum, atau ada ilmu yang lain yang harus masuk dalam program dokter layanan primer? Itu.

82. AHLI DARI PEMOHON: MUHAMMAD AKBAR Baik, Yang Mulia. Jujur, saya belum tahu apa yang akan diajarkan dalam kurikulum DLP karena saya belum pernah melihat. Mereka sementara menggodok, tapi kalau mendengarkan penjelasan Pemerintah tadi yang menyatakan bahwa 90% permasalahan akan diselesaikan, kalau kita lihat tadi isi daripada standar kompetensi dokter Indonesia 2012, dimana 55% saja yang bisa diselesaikan oleh dokter umum, 45% nya itu diselesaikan di layanan berikutnya. Kalau ini mau dinaikkan menjadi 90% silakan saja, Yang Mulia, tetapi mungkin bukan dengan membuka program studi baru, mungkin standar kompetensi dokter Indonesia yang kita revisi, dimana level kompetensi yang tadinya 1, 2 kita naikkan menjadi 3, 4.

Tetapi, Yang Mulia, ketika 763 penyakit, 90% diselesaikan oleh dokter umum, saya khawatir rumah sakit-rumah sakit tipe A, tipe B dengan segala fasilitasnya ini akan tutup. Dokter spesialis hanya

Page 33: Risalah Sidang DLP

30

kebagian 10% penyakit. Tidak mudah, Yang Mulia, untuk menangani pasien-pasien secara mandiri. Perlu skill, perlu alat, harus kasih CT SCAN ditaruh di setiap puskesmas agar supaya mereka bisa mendiagnosa seperti dokter ahli. Enggak mungkin, Yang Mulia, haruskah cuci darah ditaruh di semua puskesmas? Berapa banyak uang yang harus disiapkan? Jadi kalau menurut saya, mari kita lihat. Memang kebutuhan kompetensi dokter itu berapa, 60%, 70% tidak ada masalah, tetapi penyelesaiannya bukan dengan membuka program studi baru, penyelesaiannya dengan meningkatkan level kompetensi, standar kompetensi yang sudah ada. Kalau toh misalnya akan ada program studi baru, jangan abu-abu, Yang Mulia. Karena yang kita kenal adalah seperti yang dijelaskan oleh saksi ahli dr. Wawan adalah program dokter umum di atasnya adalah spesialis, tidak ada program dokter layanan primer setara spesialis. Tempatnya tidak jelas, Yang Mulia. Kalau memang dokter layanan primer ingin menjadi spesialis, masuklah di program studi spesialis, nanti menghasilkan dokter keluarga yang akan bekerja di layanan primer, menghasilkan obstetri ginekologi yang berkerja di layanan primer, menghasilkan pediatric yang bekerja di layanan primer, bukan dengan membentuk dokter layanan baru dan kemudian membuat keresahan terhadap dokter umum.

Dokter umum bilang kalau … kalau BPJS hanya mau bekerja sama dengan DLP, lantas kami siapa yang bayar? Kalau kami semua diharuskan sekolah agar supaya kami bisa dibayar oleh BPJS, bayangkan, Yang Mulia, hanya 16 perguruan tinggi akreditasi A dari 73 yang ada. Daya tampungnya berapa? Kalau 95.000 harus sekolah mereka ramai-ramai sekolah, Yang Mulia, itu sama dengan mogok massal dokter. Baru satu hari dokter tidak bekerja, sudah ribut bangsa ini, rakyat ini. Kalau kemudian 93.000, katakanlah 20.000 ramai-ramai pergi sekolah gelombang pertama, kekacauan pelayanan yang terjadi, Yang Mulia.

Ini tolong dokter umum yang ada, kita harus berterima kasih mereka sudah menyelesaikan. Kalau dianggap yang dihasilkan masa lalu hanya mengusai 55%, mari 5 tahun ke depan kita menghasilkan dokter umum yang kualitas layanan primer yang penguasaan ilmunya 90%. Caranya bagaimana kita sampaikan ke konsil, tolong Anda punya level kompetensi geser-geser jangan lagi 55%, naikkan sedikit, 80%. Itu pendapat kami, Yang Mulia. Kemudian, kerugian konstitusional dengan adanya DLP. Ya, seperti itu tadi, Yang Mulia, dengan adanya DLP ini kalau ini mau diterapkan, apa artinya kami mendidik dokter umum. Sekarang saja, Yang Mulia, luar biasa upaya yang dilakukan oleh direktorat pendidikan tinggi untuk memperbaiki mutu lulusan dokter agar bisa memberikan pelayanan terbaik. Mereka meminjam uang lewat program ADB, lewat HPEQ, semua perguruan tinggi kemudian dilengkap fasilitas OSCE. Saya

Page 34: Risalah Sidang DLP

31

waktu kuliah, Yang Mulia, tidak pernah tahu ada yang namanya proses pembelajaran OSCE. Saya kuliah tidak ada proses pembelajaran PBL, tidak ada proses pembelajaran yang luar biasa. Mungkin Hakim Yang Mulia Pak Suhartoyo mengetahui persis bagaimana putrinya, ananda mengikuti pendidikan kedokteran, luar biasa, sampai pagi belajar. Itu dengan segala upaya yang dibikin oleh DIKTI pinjam uang di ADB kemudian di ujung akhir kita dibilang tidak berkompeten, sia-sia dong, kita pinjam duit dari ADB. Kita menafikan pekerjaan kita sendiri. Saya sebagai dosen yang terlibat di dalam proses ini, terus terang saja rasanya enggak bisa menerima, Yang Mulia. Apa yang saya kerjakan, saya menganggap saya telah menghasilkan mahasiswa yang the best, jauh lebih bagus ketika saya dididik. Kemudian IDI dirugikan. Nah, karena IDI dirugikan kira-kira inilah jalan keluarnya. Kita mengajukan judicial review di Mahkamah Konstitusi agar jangan ada sebuah program baru yang kemudian membuat buyar semua sistem yang sudah ada. Kalau memang DLP ingin didirikan, kita tidak larang, silakan, tapi masuklah di rumah spesialis. Jangan muncul lagi begini, KKI juga jadi bingung membuat lagi STR dokter layanan primer. Kemudian apa kondisi saat ini dari Yang Mulia Hakim Palguna, saya kira saya sudah jawab. Kalau sekarang ini 55%, tapi ini 55% baru SKDI 2012, Yang Mulia. 2006 saya belum sempat analisa, ini 2012 nanti kita bisa lihat hasilnya lima tahun kemudian. Jadi, enam tahun kemudian … tujuh tahun kemudian dengan internship. Jadi, kalau kita ingin melihat dengan 55% apa menyelesaikan masalah di-verified, nanti kita lihat tahun 2017, sekarang belum bisa. Ini saja 2012 belum diimplementasikan, kita sudah mau kasih naik lagi 90%. Ini saya jadi bingung sendiri, Yang Mulia, kalau begini. Sebagai dosen, saya bingung, jujur dan sebagai spesialis saya juga jadi bingung kalau pasien tinggal 10% yang dirujuk atau yang berobat ke kelas A dan B ya, mungkin saya akan menganggur barangkali, Yang Mulia. Kemudian dari Yang Mulia Pak Wahiduddin Adams, uji kompetensi DLP atas tempat kerja. Ya, pemahaman saya, dokter layanan primer itu adalah terjemahan dari primary care physician. Jadi, siapa pun yang bekerja di fasilitas pelayanan primer, dia sebenarnya sudah menyandang DLP. Adapun kompetensinya, silakan sekolah masing-masing. General practitioner yang mau bekerja di sana, sekolah di fakultas kedokteran. Dokter keluarga yang ingin bekerja di family physician, silakan sekolah dokter keluarga. Pediatrician primary care physician, silakan tambah ilmu lagi untuk bisa beradaptasi dengan pekerjaan-pekerjaan fasilitas pelayanan primer karena pekerjaan fasilitas pelayanan primer, Yang Mulia, sebenarnya di dalam hierarki lebih banyak usaha promotif, preventif, sementara usaha kuratif, rehabilitatif itu lebih banyak di A dan B. Jadi, di dalam sistem mengobati pasien ada istilah promotif, preventif, kuratif, rehabilitatif. Jadi, memang dokter umum bukan dirancang untuk

Page 35: Risalah Sidang DLP

32

kuratif, Yang Mulia. Kalau 90% kemudian levelnya menjadi level 4, berarti kita merancang dokter kita untuk menjadi kuratif, padahal sebenarnya dokter umum disiapkan untuk bagaimana dia bekerja promotif, preventif, mencegah orang sakit, Yang Mulia.

Kemudian, Yang Mulia Pak Aswanto, mana yang lebih baik, dokter dengan internship atau dokter layanan primer, saya belum bisa jawab, Yang Mulia. Karena saya belum pernah melihat dokter lulusan layanan primer. Tetapi sebagai dosen, saya mengangap kami telah menghasilkan dokter-dokter terbaik. Dan sebagai pengurus IDI, kami berusaha menjaga dokter yang dihasilkan itu dimana setiap lima tahun sekali, Yang Mulia, mereka harus resertifikasi lagi untuk melihat apakah kompetensinya terjaga untuk tetap melakukan pekerjaan dokter. Nah, kalau dilakukan di fakultas kedokteran hanya sekali, setelah itu siapa? Siapa yang akan menjaga kompetensi pelayanan yang diberikan?

Kemudian, pertanyaan kedua Yang Mulia Bapak Aswanto, apakah DLP bukan dalam upaya untuk meningkatkan pelayanan? Memang semangatnya untuk meningkatkan pelayanan, Yang Mulia. Tetapi saya kira untuk meningkatkan semangat pelayanan, tidak harus diselesaikan dengan pembukaan program studi baru. Kalau memang kita ingin meningkatkan pelayanan dan kita menganggap dokter yang dihasilkan fakultas kedokteran sekarang ini mutu pelayanannya jelek, kurikulumnya yang diperbaiki karena untuk membuat sebuah program studi yang baru, Yang Mulia, ada regulasi yang diatur oleh dikti, ada rasio dosen, ada izin prodi, ada pangkalan data, terus terang repot, Yang Mulia, fakultas kedokteran yang hebat pun kadang kalau karena sudah melakukan juga proses pendidikan spesialisasi, Yang Mulia, itu dosennya kekurangan. Begitu kekurangannya fakultas pendidikan punya dosen, Yang Mulia, sampai saat ini tidak ada satu pun fakultas kedokteran di Indonesia yang tenaga dosennya 100% dari dikti. Semua fakultas kedokteran sekarang, tenaga fakultas kedokterannya itu dibantu dari teman-teman yang bekerja dari Departemen Kesehatan. Jadi, memang kita kekurangan tenaga, bahkan beberapa fakultas kedokteran tenaga diktinya yang murni dikti yang punya nomor induk dosen, itu malah lebih sedikit daripada dosen-dosen LB yang dari fakultas kesehatan. Ini saja pemenuhan dosen belum mampu dipenuhi oleh pemerintah, mau buka lagi program studi baru. Jadi saya kira, marilah kita duduk sejenak memikirkan bagaimana yang terbaik buat bangsa ini. Mohon maaf, Yang Mulia. Terima kasih.

83. KETUA: ARIEF HIDAYAT Terima kasih, Pak Akbar. Berikutnya, Pak Wawang saya persilakan.

Page 36: Risalah Sidang DLP

33

84. AHLI DARI PEMOHON: WAWANG S. SUKARYA

Terima kasih, Yang Mulia.

85. KETUA: ARIEF HIDAYAT Waktunya kira-kira 10 menit gitu, nanti sisanya untuk Pak Muhammad Ardiansyah.

86. AHLI DARI PEMOHON: WAWANG S. SUKARYA Baik, terima kasih. Saya hanya ingin memulai dari fakultas kedokteran. Fakultas kedokteran seperti yang tadi disampaikan bahwa sudah mempunyai standar-standar yang dipatok, Pak, sudah harus dipenuhi. Dan itu memang harus diawasi, Pak. Soal nanti ada yang lulusannya tidak memenuhi syarat misalnya, itu kan, sebetulnya masalah pengawasan, seharusnya tidak demikian. Jadi, itunya sudah di ... kurikulumnya sudah tertentu dan kemudian apa yang harus diajarkan sudah tertentu, di saya ini ada buku standar kompetensi, Pak, yang berisi itu semua. Kalau kita lihat isinya itu banyak sekali tadi sudah diungkapkan, dan memang kalau seorang dokter umum itu adalah tahunya banyak, tapi sedikit, Pak. Kalau spesialis itu satu, tapi mendalam. Saya dokter umum tahu banyak, tapi sebagai ahli kandungan saya tahunya kan, yang itu saja, gitu, Pak. Sedalam-dalamnya. Jadi, kedua-duanya harus ada namanya itu pemeliharaan pengetahuan, CPD (Continuing Professional Development). Kalau seorang dokter umum menganggap suatu ilmu kurang, maka dia tidak bisa mengikuti CPD, begitu pun dokter spesialis. Dan yang menyelenggarakannya organisasi profesi. Kemudian kalau kepada ... kita lihat kepada sistem … apa ... layanan primer, itu sebetulnya approach, Pak. Pendekatannya ... pendekatannya adalah layanan primer, tapi yang memberikannya adalah ya, kalau pelayanan primer, dokter umum bisa terlibat dokter spesialis, kemudian sekunder, spesialis, dan seterusnya itu. Jadi, bukan pendidikan formal dan itu bisa penambahan-penambahan pengetahuan atau keahlian itu bisa oleh CPD saja yang dilakukan oleh organisasi profesi karena kalau setara spesialis, berarti kalau pendidikan itu kan, ada S2, S3, Pak, akademik. Kalau spesialis itu lebih banyak hands on-nya, lebih banyak ke manusianya secara ini, sekarang kalau dokter (suara tidak terdengar jelas), mau apa yang mau dikerjakan? Kemudian yang kedua, kalau untuk pendidikan kan, harus satu tingkat di atasnya, Pak. S1 oleh S2, S2 oleh S3, spesialis oleh subspesialis. Dokter layanan primer, siapa yang mendidiknya nanti? Karena sampai sekarang belum ada dokter setara spesialis layanan

Page 37: Risalah Sidang DLP

34

primer, tidak ada, Pak. Dokter layanan primer setara spesialis, belum ada, Pak.

Oleh karena itu, kalau ditanyakan mana yang lebih baik antara dokter internship dengan dokter layanan primer? Dokter layanan primer kan, sebetulnya secara formal kan, tidak ada, Pak, hanya approach-nya yang saya juga sudah lakukan hampir 40 tahun yang lalu, kalau di situ ada program yang namanya PHC (Primary Health Care), hampir 40 tahun yang lalu ada program Itu, Pak, dari WHO yang kita jalankan.

Kemudian setelah seorang dokter itu selesai, maka dia mendapat sertifikat profesi, Pak. Sertifikat profesi, sedangkan konsil kan, hanya menerima untuk STR adalah sertifikat profesi. Di dalam Undang-Undang Praktik Kedokteran dikatakan, serkom itu dikeluarkan oleh kolegium, dalam penjelasannya pada organisasi profesi dalam hal ini.

Jadi, bukan oleh pendidikan … oleh formal, oleh profesi, dan internship itu sekarang setahun, Pak. 8 bulan dia di rumah sakit, jadi ketika seorang dokter itu selesai, maka dia perlu ada pemandirian supaya ada pengalaman karena profesional hanya jika dicapai dengan pengalaman. Dia akan bekerja di rumah sakit 8 bulan, kemudian 4 bulan di puskesmas, dan itu benar-benar pengalaman di lapangan dimana dia mandiri, dia hanya kasus tertentu saja dia konsultasi.

Oleh karena itu, ada pendamping namanya. Jadi, itu sebetulnya sudah pembelajaran untuk pendekatan bagaimana menangani pasien, baik perorangan maupun masyarakat. Itu tidak perlu lagi ditambah secara formal yang juga tidak jelas gelarnya apa. Spesialis bukan karena hanya 4 … hanya 2 tahun, jadi itu setingkat dengan … apa … magister, magister kan, tidak berkaitan dengan penanganan pasien, itu kan, hanya keilmuan dari akademik. Jadi, kalau kita melihat internship itu dilaksanakan seperti itu, sebetulnya sudah jauh lebih dari cukup.

Nah, kemudian bagaimana? Di dalam undang-undang kan, dikatakan, setelah itu mereka boleh sekolah, boleh sekolah karena internship dianggap sudah bekerja. Tetapi tadi seperti dikatakan oleh Yang Mulia Majelis Hakim, ada yang katakan bahwa ada diskriminasi. Memang betul, teorinya begitu, harusnya begitu selesai internship, dia mau sekolah itu diterima, tapi kenyataannya tidak demikian. Ada universitas-universitas yang tidak mau terima dianggap kurang, harus punya pengalaman kerja lagi minimal 1 tahun. Saya kira wajar itu karena mungkin 1 tahun dianggap kurang untuk pengalaman itu. Tapi kalau kita melihat perundang-undangan, harusnya tidak demikian karena ada universitas yang menerima setelah internship bisa sekolah langsung. Nah, ini kan, tentu penertiban ini bukan ranahnya kami, gitu, Pak. Jadi, itu ranahnya Pemerintah yang harus mengawasi semua.

Fakultas kedokteran itu kan, sekarang ada namanya lembaga akreditasi mandiri, Pak. Selain dari tecnical assistant yang dilakukan dan sebagainya ada … itu yang harusnya melihat … dikti juga harusnya melihat. Jadi, kalau ada yang … yang tidak betul ya, dibetulkan, bukan

Page 38: Risalah Sidang DLP

35

ini ditambah programnya. Tadi yang saya katakan, siapa nanti yang mau didik dokter yang primer itu karena tidak ada satu tingkat di atas dokter yang primer itu siapa? Saya bukan, Pak. Saya genokologi. Jadi yang khusus dokter yang primer itu harus ada kalau kita mau didik dokter yang primer, satu tingkat di atasnya. Itu ada di peraturan pemerintah, Pak, tahun 2005. Saya kira itu tercantum semacam itu. Kemudian, ketika dia … apa … menjadi pendidikan formal yang jadi masalah STR karena STR itu hanya ada STR-STR, hanya STR. Sementara untuk orang asing yang melakukan penelitian pendidikan dan penelitian di Indonesia dan STR bersyarat untuk orang asing yang mengikuti pendidikan di Indonesia. Itu hanya itu, jadi di luar itu tidak ada STR. Kalau sekarang misalnya ada dokter yang primer yang setara gitu, mana? Bagaimana STR itu, berarti nanti konsil melanggar undang-undang. Jadi, harus diubah dulu undang-undangnya. Kemudian, tadi dari penasihat hukum dari PDUI. Sekarang kalau dengan sistem layanan kesehatan masyarakat di … dengan kompetensi, tadi sudah, Pak, saya katakan, itu hanya approach-nya saja, Pak. Bukan, bukan itu. Jadi, dari dulu pun hanya approach. Dan sekarang itu kalau fakultas kedokteran menerapkan ini, sudah jauh lebih dari cukup untuk memberikan pelayanan-pelayanan kesehatan primer dan lebih dari cukup. Kalau dia kurang, dia ada CPD, mengikuti pelatihan (suara tidak terdengar jelas), mengikuti workshop, mengikuti seminar yang dilakukan oleh organisasi profesi, tidak perlu formal dan itu lebih mudah. Ada sekitar lebih dari 400 IDI cabang di Indonesia ini yang bisa memberikan pelatihan yang bisa bekerja sama dengan FK setempat, misalnya begitu. Kemudian kalau sekarang di LP itu diterapkan di … ke masyarakat, tadi sudah dikatakan bahwa kalau misalnya ini menjadi suatu pertentangan walaupun Pak Dirjen tadi mengatakan tidak harus demikian, tapi kalau kita baca undang-undang, dokter harus layanan primer baru boleh melayani … memberikan pelayanan. Tapi itu luar biasa itu, Pak. Jadi masalah ini bagaimana? Berarti yang dokter yang ini nanti yang tidak punya CSTR dokter primer misalnya STR-nya bisa terbit, berarti tidak benar, ilegal dia karena tidak ada dokter yang primer mengikuti sekolah.

Sekarang kalau kita lihat yang boleh dilaksanakan oleh fakultas kedokteran terakreditasi tertinggi. Saya … kalau waktu awal-awal tahun ini … tahun 2014 hanya sekitar 18, saya tidak tahu barangkali sudah tambah, walaupun dia boleh bekerja sama dengan yang satu level di bawahnya, sedangkan Fakultas Kedokteran Indonesia masih banyak yang C, Pak, banyak yang kena penalti sekarang. Mereka biasanya terima berapa, sekarang hanya boleh kena 50 dan sebagainya karena itu kualitas. Jadi, saya kira tidak mungkin untuk … jangankan dokter yang lama, dokter yang baru lulusan yang baru-baru saja sekitar 6.000 sampai 6.500 bahkan mungkin nanti mencapai 8.500, kapan itu akan bisa diselesaikan? Itu akan mengganggu kalau dia masuk ke suatu institusi

Page 39: Risalah Sidang DLP

36

dipenuhi oleh mereka yang akan belajar itu. Kan, sekarang sudah banyak residen-residen yang mempelajari berbagai macam di institusi tersebut, tidak akan tertampung mereka. Jadi dampaknya luar biasa, berarti nanti dokter-dokter itu bisa menganggur kalau misalnya dilaksanakan semacam itu.

Oleh karena itu, menurut saya seharusnya dokter yang primer itu bukan pendidikan formal, dia cukup adalah pengetahuan tambahan yang dilakukan oleh CPD, oleh organisasi profesi, itu akan memecahkan masalah. Saya berpendapat bahwa pengetahuan di kedokteran itu tidak pernah berhenti, harus ditingkatkan terus karena ilmu yang sekarang 5 tahun lagi mungkin bisa berbeda teorinya. Jadi, harus kita tetap … tetapi tidak berarti harus seluruhnya formal. Kalau itu yang terjadi, di luar negeri pun demikian. Tidak seluruhnya formal, organisasi-organisasi profesi kolegium, itu sangat berperan di dalam pendidikan profesi kedokteran.

Saya kira demikian, terima kasih.

87. KETUA: ARIEF HIDAYAT Terima kasih, Pak Wawang. Berikutnya, silakan Pak Muhammad Ardiansyah.

88. SAKSI DARI PEMOHON: MUHAMMAD ARDIANSYAH Ya, terima kasih, Yang Mulia.

89. KETUA: ARIEF HIDAYAT Waktunya tinggal 7 menit ini, silakan.

90. SAKSI DARI PEMOHON: MUHAMMAD ARDIANSYAH Terima kasih, Yang Mulia. Jadi, menjawab Yang Mulia Pak Patrialis Akbar tadi menanyakan tentang kriminalisasi. Memang pada saat ini belum ada kriminalisasi karena undang-undang ini memang belum diberlakukan, tetapi ketika ini diberlakukan, kami ungkapan hati kami ini ... apa, ya ... mengkhawatirkan terjadi kriminalisasi karena menurut undang-undang yang harus melakukan pekerjaan seorang dokter ... pekerjaan itu adalah dokter layanan primer, dokter layanan primer. Jadi, ketika misalnya kami seorang PNS, apalagi pada saat undang-undang ini akan diberlakukan, maka undang-undang JKN tentang BPJS juga itu, itu sudah akan terjadi (suara tidak terdengar jelas). Seluruh masyarakat Indonesia di tahun 2019 itu akan masuk ... akan tercover oleh BPJS. Ketika itu sudah masuk, ketika kita melaksanakan kegiatan sebagai seorang PNS di rumah sakit atau di puskesmas, kita layani pasien,

Page 40: Risalah Sidang DLP

37

kemudian terjadi hal-hal yang walaupun kita sudah melaksanakan sesuai dengan standar operasional, standar prosedur operasional, tetapi kemudian terjadi gugatan, mereka akan bertanya, “Sudah di LP atau belum?” dan ini yang bisa terjadi kriminalisasi bagi kami. Ini juga menjawab dari Yang Mulia Pak Aswanto tentang tadi ketika apakah orang sudah selesai itu dokter apakah belum bisa atau mengatakan belum bisa karena berdasarkan undang-undang yang kami lihat tadi bahwa harus seorang dokter layanan primer, ketika harus dokter layanan primer berarti berdasarkan undang-undang harus lagi sekolah di fakultas kedokteran yang berakreditasi A, makanya kami tadi mengatakan bagi kami di Gorontalo yang tidak punya fakultas, otomatis kita akan meninggalkan tempat kami untuk pergi. Jadi, memang belum bisa kita lakukan ketika kita sudah ... terima kasih.

Terima kasih, Yang Mulia.

91. KETUA: ARIEF HIDAYAT Cukup, ya. Ada tambahan untuk catatan pemerintah supaya ... ini saya persilakan, Yang Mulia.

92. HAKIM ANGGOTA: PATRIALIS AKBAR Ke Pak Dirjen ya, atau kepada pemerintahlah, ya. Tadi ini kan, juga disampaikan oleh Ahli bahwa ... maupun saksi juga ... bahwa BPJS itu hanya mau bekerja sama dengan DLP. Pertanyaan saya kepada pemerintah, sudah sampai sejauh mana sebetulnya perhatian pemerintah atau kebijakan pemerintah untuk melahirkan .... mempersiapkan segala sesuatu yang berkaitan dengan pendidikan profesi dokter layanan primer ini? Kemudian itu ada beberapa perguruan tinggi, tadi sudah digambarkan kalau semua dokter ini harus kembali ikut pendidikan, maka itu sama dengan mogok massal dong, nantinya. Gorontalo itu kosong. Enggak ada lagi pelayanan. Sementara ini adalah di bawah tanggung jawab kementerian kesehatan, jadi kita kan, harus realistis juga untuk melihat posisi ini ya, ini kan, banyak persoalan yang memang akan dihadapi. Apalagi ini kalau kita baca dalam Pasal 8 ini justru DLP ini merupakan kelanjutan dari program profesi dokter internship yang setara dengan program dokter spesialis, ini kan, sudah tinggi levelnya ini. Ini jangan nafsu besar, tenaga kurang kita nanti, walaupun ini bukan sesuatu ya, bisa juga hal-hal yang bersifat normatif atau bisa juga bersifat implementatif, nanti kita pelajari. Jadi kita ingin mengetahui persiapan sampai sejauh mana sih, pemerintah mempersiapkan ini? Terima kasih.

Page 41: Risalah Sidang DLP

38

93. KETUA: ARIEF HIDAYAT Terima kasih, Yang Mulia. Baik, Bapak/Ibu sekalian, Pemohon, Pemerintah dan Ahli, sebelum saya mengakhiri persidangan siang hari ini saya akan menanyakan dari pihak Pemohon, apakah Pemohon masih akan mengajukan ahli atau saksi?

94. KUASA HUKUM PEMOHON: MUHAMMAD JONI Terima kasih, Yang Mulia. Atas perkenaan Yang Mulia dan setelah berbicara dengan Prinsipal, kami menyatakan cukup untuk ahli dan saksi, namun berkenan kami juga akan menyampaikan keterangan tambahan maupun yang dari saksi ahli, Yang Mulia.

95. KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik.

96. KUASA HUKUM PEMOHON: MUHAMMAD JONI Terima kasih, Yang Mulia.

97. KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik. Dari pihak Pemerintah, apakah akan mengajukan ahli atau saksi?

98. PEMERINTAH: NASRUDIN Terima kasih, Yang Mulia. Untuk beberapa pertanyaan dari Hakim Yang Mulia tadi kami akan menjawab secara tertulis dan untuk persidangan berikutnya pemerintah akan menghadirkan tiga orang ahli dan tiga orang saksi.

99. KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik.

100. PEMERINTAH: NASRUDIN Terima kasih, Yang Mulia.

101. KETUA: ARIEF HIDAYAT Oh, ya, ya, silakan.

Page 42: Risalah Sidang DLP

39

102. HAKIM ANGGOTA: PATRIALIS AKBAR Jadi Yang Mulia saya mohon saya minta kepada pemerintah karena mungkin banyak hal yang harus kita klarifikasi setiap saat, kalau kita mengandalkan di sini wakil pemerintah itu dari Menkumham, pasti tidak bisa dijawab, sudah pasti. Jadi, meskipun Pak Dirjen sibuk, tapi karena ini penting kita berharap Pak Dirjen bisa hadir secara terus menerus, kecuali kalau memang sangat sulit bisa diutus yang memang bisa mengklarifikasi pada saat itu, ya.

Terima kasih.

103. KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik, terima kasih. Karena menyangkut juga pendidikan, Pak Dirjen Pendidikan Tinggi, Prof. Joko juga hadir ini. Mungkin pada persidangan berikutnya juga kalau berkenan bisa hadir supaya clear-lah karena kan, menyangkut kedokteran, Kementerian Kesehatan dan menyangkut pendidikan kedokteran Pak Dirjen Dikti yang juga berkompeten, saya kira. Ya, baik, kalau begitu mungkin kita bisa nanti agak alokasikan waktu lebih dari pukul 13.00 WIB untuk sekaligus kita bisa mendengarkan pada persidangan yang berikutnya, 3 Ahli dan 3 Saksi, ya, tolong dihadirkan dari Pemerintah. Dan untuk Ahli dan Saksi identitas dan curriculum vitae-nya untuk bisa disampaikan terlebih dahulu pada Majelis, ya. Baik. Persidangan akan diselenggarakan pada hari Kamis, 22 Januari 2015, pada pukul 11.00 WIB. Saya ulangi, persidangan berikutnya akan diselenggarakan pada hari Kamis, 22 Januari 2015, pada pukul 11.00 WIB dengan agenda mendengarkan keterangan Ahli 3 orang dan 3 orang Saksi dari Pemerintah, ya. Baik, yang terakhir perlu saya sampaikan terima kasih pada Pak Muhammad Akbar dan Pak Wawang Sukarya, serta Pak Muhammad Ardiansyah yang telah memberikan keterangan pada persidangan di Mahkamah Konstitusi.

Page 43: Risalah Sidang DLP

40

Sidang selesai dan ditutup.

Jakarta, 15 Januari 2015 Kepala Sub Bagian Risalah, t.t.d

Rudy Heryanto NIP. 19730601 200604 1 004

SIDANG DITUTUP PUKUL 12.58 WIB

KETUK PALU 3X

Risalah persidangan ini adalah bentuk tertulis dari rekaman suara pada persidangan di Mahkamah Konstitusi, sehingga memungkinkan adanya kesalahan penulisan dari rekaman suara aslinya.