rippda
DESCRIPTION
pariwisataTRANSCRIPT
[II-1]
Laporan Pendahuluan
BAB II PENDEKATAN STUDI
Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Daerah (RIPPDA) merupakan produk perencanaan yang bersifat multidimensional, dan menuntut suatu studi yang komprenhensif. Pendekatan studi harus menuangkan tiga sasaran pokok antara lain; pembangunan untuk mencapai pertumbuhan, pemanfaatan untuk pemerataan, dan pelestarian untuk mencapai keseimbangan (sustainable) dengan mengacu kepada konsep pengembangan destinasi wisata. Pendekatan studi dalam penyusunan RIPPDA ini akan menggunakan pendekatan kebijakan strategis sebagai pendekatan utama untuk mengarahkan pengambilan keputusan organisasi pada tingkat pengelolaan, perencanaan, dan pengendalian pengembangan pariwisata di Kabupaten Lampung Timur.
Adapun pendekatan konseptual yang menjadi acuan dalam merumuskan mekanisme perencanaan RIPPDA Kabupaten Lampung Timur akan menggunakan pendekatan sebagai berikut:
2.1 Pendekatan Umum 2.1.1. Pendekatan Pembangunan Pariwisata
Berkelanjutan
Pengembangan pariwisata di Kabupaten Lampung Timur direncanakan dan dikembangkan secara ramah lingkungan dengan tidak: menimbulkan dampak negatif terhadap sumber daya alam dan sosial, serta dipertahankan untuk pemanfaatan yang berkelanjutan. Menurut piagam pariwisata berkelanjutan tahun 1995, pembangunan pariwisata yang berkelanjutan adalah pembangunan yang didukung secara
Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah (RIPPDA)
Kabupaten Lampung Timur
[II-1]
Laporan Pendahuluan
ekologis dalam jangka panjang, sekaligus layak secara ekonomi, adil secara etika dan sosial.
Pembangunan pariwisata Kabupaten Lampung Timur yang berkelanjutan berprinsip pada terjaminnya keberkelanjutan sumber daya pendukung pembangunan pariwisata yang terintegrasi dengan lingkungan alam budaya dan manusia. Untuk itu pengembangan pariwisata Kabupaten Lampung Timur memperhatikan daya dukung suatu ekosistem dalam menampung komponen biotik (mahluk hidup) yang terkandung di dalamnya, termasuk memperhitungkan faktor lingkungan dan faktor lain yang berperan di dalam yang sangat bervariasi dan selalu bergantung pada tingkat pemanfaatan yang dilakukan oleh manusia.
2.1.2. Pendekatan Sistemik
Pengembangan panwisata Kabupaten Lampung Timur direncanakan dan dikembangkan dengan mempergunakan metode berfikir sistemik yang merangkum semua komponen produk wisata dan pasar wisatawan. Pariwisata dipandang sebagai sistem dengan komponen-komponen yang saling berhubungan. Komponen-komponen dalam pariwisata, baik yang tergolong produk maupun pasar wisata dari mulai pra perjalanan sampai pasca perjalanan, memiliki keterkaitan satu sama lain yang membentuk suatu sistem.
2.1.3. Pendekatan Menyeluruh dan Terintegrasi
Seluruh aspek pengembangan pariwisata Kabupaten Lampung Timur, termasuk elemen-elemen bersifat kelembagaan serta implikasinya terhadap lingkungan hidup dan sosial-budayaekonomi dianalisis, direncanakan, dan dikembangkan. Pendekatan perencanaan pariwisata yang menyeluruh dan terpadu dilakukan berdasarkan pada potensi dan permasalahan yang ada di wilayah tersebut, baik dalam wilayah perencanaan maupun dalam kaitan regional. Pendekatan menyeluruh dalam pengembangan pariwisata memberi arti bahwa peninjauan permasalahan bukan hanya didasarkan pada kepentingan kawasan atau daerah dalam arti sempit, tetapi ditinjau dan dikaji pula dalam kepentingan yang lebih luas. Selain itu, penyelesaian permasalahan pengembangan pariwisata tidak hanya dipecahkan pada sektor pariwisata saja tetapi didasarkan kepada kerangka perencanaan terpadu antar sektor yang dalam perwujudannya berbentuk koordinasi dan sinkronisasi antar sektor.
2.1.4. Pendekatan Partisipasi Masyarakat
Partisipasi masyarakat dalam pembangunan pariwisata merupakan suatu. pendekatan yang mempertimbangkan kebutuhan sosial, lingkungan, dan pelayanan tidak saja kepada wisatawan tetapi juga
Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah (RIPPDA)
Kabupaten Lampung Timur
[II-1]
Laporan Pendahuluan
pada masyarakat lokal. Masyarakat Kabupaten Lampung Timur dilibatkan dalam tahap perencanaan dan pengambilan keputusan, serta berpartisipasi dalam pengembangan dan pengelolaan pariwisata. Masyarakat lokal juga seyogyanya diuntungkan secara sosial-ekonomi dalam pengembangan pariwisata tersebut.
2.2 Pendekatan Khusus
2.2.1. Pendekatan Pemerataan Pembangunan Wilayah.
Menjadi salah satu alat dalam menyeimbangkan pertumbuhan antar wilayah Kabupaten Lampung Timur. Pertumbuhan wilayah perlu disebarkan ke setiap daerah untuk mendorong pembangunan dan tidak hanya terkonsentrasi di satu tempat.
2.2.2. Pendekatan Memaksimalkan Keterkaitan Antar-Sektor
Pariwisata dikaitkan dengan sektor ekonomi lain yang potensial di daerah. Pariwisata dikembangkan seiring dengan sektor lain tanpa mengurangi fungsi sektor yang bersangkutan dan saling memperkuat.
2.2.3. Pendekatan pariwisata sebagai bagian dari proses berbudaya.
Pembangunan kepariwisataan sebagai bagian dari pembangunan budaya masyarakat Lampung Timur khususnya dan masyarakat Lampung pada umumnya, termasuk membudayakan masyarakat agar mau berwisata dan mengenal daya tarik pariwisata.
2.2.4. Pendekatan keunikan untuk menciptakan keuntungan kompetitif,
Persaingan dalam kepariwisataan yang semakin ketat, menuntut setiap wilayah untuk terus menggali potensi sumberdaya agar berdaya jual, diminati dan dikunjungi wisatawan. Keunikan tidak hanya bersifat dapat dinikmati langsung namun juga berpotensi untuk dikembangkan dan dikreasikan, yang harus digali dari sumber daya yang dimiliki dan diinterpretasikan dengan baik, sehingga dapat menjadi daya tarik wisata yang layak jual.
2.3 PEMAHAMAN MENGENAI KEGIATAN KEPARIWISATAAN
Pariwisata sebagai salah satu industri yang tumbuh, berkembang dan memiliki prospek cukup menjanjikan, baik secara regional maupun internasional, dapat dianggap sebagai peluang baru bagi tumbuh dan berkembangnya sektor-sektor usaha terkait.
Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah (RIPPDA)
Kabupaten Lampung Timur
[II-1]
Laporan Pendahuluan
Pariwisata sendiri sebenarnya merupakan industri yang memiliki keterkaitan erat dengan sektor lainnya, seperti pendidikan, kebudayaan, teknologi, perdagangan dan perindustrian, perbankan, dan keamanan. keterkaitan tersebut dapat berbentuk penyediaan produk-produk dan jasa layanan yang dibutuhkan dalam kegiatan pariwisata (tourist products) atau bisa disebut keterkaitan langsung, maupun dalam bentuk keterkaitan tak langsung seperti, pembinaan pengrajin yang dilakukan oleh instansi di luar pariwisata, atau perluasan dan perbaikan jalan yang dilakukan oleh Departemen Pekerjaan Umum dan bentuk lainnya.
Gambar 2.1Diagram keterkaitan industri pariwisata dengan
Bidang dan sektor lain
Sementara untuk melihat peluang diciptakannya suatu program kemitraan usaha pariwisata, dapat digali dengan melihat pada mata rantai kegiatan pariwisata yang terjadi di suatu daerah. Dalam hal ini pembatasan pengamatan berdasarkan geografis (daerah) menjadi penting mengingat, mata rantai yang terjadi dipengaruhi oleh tingkat intensitas kegiatan wisata, tingkat pertumbuhan kepariwisataan, dan potensi-potensi lokal yang dimiliki berlainan antara satu daerah dengan daerah lain.
Mata rantai kegiatan pariwisata dapat pula dicermati dengan melihat pada siklus kegiatan pariwisata secara umum. Mata rantai dibawah sebenarnya memuat berbagai kegiatan yang terkait secara langsung dan memberikan peluang tumbuhnya kerjasama usaha. Sebagai gambaran misalnya dapat dilihat pada usaha akomodasi yang memiliki keterkaitan langsung dengan berbagai kegiatan seperti pertanian/peternakan dan kerajinan yang bertindak selaku pemasok bahan baku penolong (makanan dan interior pendukung/ souvenir).
Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah (RIPPDA)
Kabupaten Lampung Timur
[II-1]
Laporan Pendahuluan
Gambar 2.2Diagram Mata Rantai Kegiatan Wisata Secara Umum
Masih banyak sebenarnya yang dapat digali dari berbagai kemungkinan kerjasama usaha, salah satunya adalah bentuk Usaha Kemitraan Pariwisata. Namun sebagai langkah awal, perlu adanya penekanan kegiatan pada usaha menemukenali pola yang akan diterapkan dalam kemitraan tersebut, serta usaha mempertemukan antara para pengelola usaha pariwisata dengan usaha kecil potensial di sekitar daerah wisata yang menjadi sasaran kegiatan.
2.4 DIMENSI INTERAKSI DALAM PENGEMBANGAN KEGIATAN PARIWISATA
Dari sudut pandang sosiologi, kegiatan pariwisata sekurang-kurangnya mencakup tiga dimensi interaksi, yaitu: kultural, politik, dan bisnis. Dalam dimensi interaksi kultural, kegiatan pariwisata memberi ajang kulturasi budaya berbagai macam etnis dan bangsa. Melalui pariwisata, kebudayaan masyarakat tradisional agraris sedemikian rupa bertemu dan berpadu dengan kebudayaan masyarakat modern industrial. Kebudayaan-kebudayaan itu saling menyapa, saling bersentuhan, saling beradaptasi dan tidak jarang kemudian menciptakan produk-produk budaya baru.
Dalam dimensi interaksi politik, kegiatan pariwisata dapat menciptakan dua kemungkinan ekstrem, yaitu: (1) persahabatan antar etnis dan antarbangsa, dan (2) bentuk-bentuk penindasan, eksploitasi dan neokolonialisme. Di satu pihak, melalui pariwisata, masing-masing etnis dan bangsa dapat mengetahui atau mengenal tabiat, kemauan dan kepentingan etnis dan bangsa lain.
Pengetahuan demikian dapat memudahkan pembinaan persahabatan atau memupuk rasa satu sepenanggungan. Tetapi di lain pihak, melalui pariwisata pula, dapat tercipta bentuk ketergantungan suatu etnis atau bangsa kepada
Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah (RIPPDA)
Kabupaten Lampung Timur
[II-1]
Laporan Pendahuluan
etnis atau bangsa lain. Misalnya, meningkatnya ketergantungan pendapatan negara sedang berkembang kepada wisatawan dari negara maju.
Sedangkan dalam dimensi interaksi bisnis, kegiatan pariwisata terlihat menawarkan bertemunya unit-unit usaha yang menyajikan bermacam-macam keperluan wisatawan. Bentuk yang disajikan oleh unit-unit usaha ini dapat berupa barang, ataupun jasa. Adapun rentangannya dapat berupa berskala lokal, nasional, atau internasional.
2.5 EFEK DAMPAK BERGANDA DARI USAHA PARIWISATA (MULTIPLIER EFFECTS ON LOCAL COMMUNITY)
Dalam kepariwisataan pembelanjaan wisatawan (tourist expenditure) hanyalah menunjukan tahap awal dari dampak ekonomi pariwisata terhadap suatu daerah/kawasan pariwisata. Selanjutnya jumlah pembelanjaan tersebut akan memberikan dampak berganda (multiplier effects) terhadap berbagai komponen dalam usaha pariwisata, yang memiliki kemampuan untuk menyerap dampak tersebut, baik dalam bentuk pemenuhan pasokan barang maupun jasa layanan wisata.
Besarnya angka pengganda ini menjadi sangat penting serta menggambarkan besarnya tingkat pemerataan keuntungan ekonomis, yang dapat diterima oleh komunitas atau masyarakat lokal dari adanya kegiatan pariwisata di suatu daerah/kawasan wisata. Besarnya angka pengganda ini tergantung kepada kompleksitas kegiatan ekonomi di daerah yang bersangkutan, intensitas kegiatan pariwisata, tingkat kebutuhan impor untuk kebutuhan pariwisata, serta kemampuan usaha-usaha formal dan informal setempat dalam memenuhi permintaan kebutuhan para pelaku usaha pariwisata, untuk dijual kepada wisatawan yang berkunjung ke daerah/kawasan yang bersangkutan.
Kemampuan daya serap usaha lokal terhadap dampak pembelanjaan wisatawan tersebut akan berpengaruh terhadap besar kecilnya tingkat kebocoran (leackages), dan perkembangan dan pertumbuhan usaha-usaha lokal itu sendiri. Kebocoran yang terjadi sebenarnya dapat diminimalisasi dengan pemberdayaan usaha-usaha lokal untuk mendukung pemenuhan kebutuhan wisatawan.
Dari konsep diatas, secara teoritis masyarakat lokal yang berada di sekitar suatu kawasan pariwisata seharusnya menjadi pihak pertama yang memperoleh dampak tersebut. Namun dalam kenyataan mayoritas masyarakat lokal di sekitar kawasan pariwisata masih berperan sebagai “penonton” semata, bahkan yang lebih parah kadang justru menjadi obyek wisata tanpa menerima kompensasi apapun dari wisatawan yang datang. Sementara individu atau para pelaku usaha yang berasal dari luar kawasan tersebut justru menerima hasil yang melimpah, baik melalui hotel, restoran, agen perjalanan atau sebagai pemandu wisata.
Kondisi diatas diperburuk lagi dengan kegiatan pengadaan bahan baku dan layanan yang didatangkan dari luar daerah yang bersangkutan (impor), dan bukan merupakan hasil produksi dari masyarakat setempat. Hal inilah yang
Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah (RIPPDA)
Kabupaten Lampung Timur
[II-1]
Laporan Pendahuluan
akhirnya menimbulkan kebocoran pendapatan yang seharusnya dapat diterima oleh masyarakat lokal.
Hal diatas sebenarnya terjadi karena belum adanya titik temu dalam hal pemenuhan kebutuhan (baik kualitas, kuantitas dan kontinuitas) yang dituntut oleh para pelaku sektor formal. Sementara di satu sisi, para pelaku sektor informal masih berhadapan dengan berbagai permasalahan mendasar, meliputi modal kerja, manajemen usaha dan produktivitas kerja. Dua sisi inilah yang seharusnya dipertemukan melalui suatu bentuk kemitraan, yang dalam hal ini diawali dengan komitmen kedua belah pihak untuk saling mendukung, mengembangkan serta memelihara kegiatan kemitraan yang akan dijalankan.
2.6 Pendekatan Pembangunan Pariwisata Berkelanjutan (sustainable tourism development)
Agar kegiatan pariwisata dapat diandalkan dalam jangka waktu yang panjang, maka pendekatan pembangunan yang berkelanjutan sangat penting untuk diterapkan. Pada dasarnya kegiatan pembangunan selalu akan membawa pengaruh pada suatu wilayah, dapat berupa dampak langsung maupun tidak langsung. Sehubungan dengan hal tersebut arahan dan program yang disusun akan bertumpu pada kriteria: layak secara ekonomi, berwawasan lingkungan, diterima secara sosial dan budaya, serta dapat diterapkan secara teknologi. Untuk memenuhi kriteria tersebut pembangunan pariwisata akan berlandaskan pada prinsip sebagai berikut:
1. Pengembangan yang berpijak pada aspek pelestarian dan berorientasi ke depan.
2. Penekanan pada nilai manfaat yang besar bgi masyarakat setempat.
3. Kesesuaian antara kegiatan pengembangan pariwisata dengan skala, kondisi, dan karakter suatu kawasan yang akan dikembangkan.
4. Keselarasan yang sinergis antara kebutuhan wisata, lingkungan hidup, dan masyarakat setempat.
5. Antisipasi yang tepat dan pemantauan terhadap proses perubahan yang terjadi akibat program pengembangan yang berorientasi memperkuat potensi lokal dan kemampuan masyarakat sekitar.
Pembangunan Pariwisata Yang Berkelanjutan (Sustainable Tourism Development) merupakan pendekatan yang telah menjadi agenda dunia kepariwisataan internasional melalui Konperensi Dunia Tentang Pariwisata Berkelanjutan. Konsep ini merupakan sebuah konsep ideal bagi pengembangan pariwisata dimana dalam pengembangannya, pariwisata harus mampu melakukan pengembangan tanpa merusak
Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah (RIPPDA)
Kabupaten Lampung Timur
[II-1]
Laporan Pendahuluan
atau mengurangi nilai sumber daya yg ada. Hal ini dapat dikatakan sebagai upaya konservasi sumber daya agar tetap dapat dimanfaatkan oleh generasi mendatang dan masa sekarang. Pembangunan yg berkelanjutan merupakan dasar bagi pengelola pariwisata yg berkaitan dgn alam, lingkungan binaan dan lingkungan sosial budaya agar dapat tetap melanjutkan pembangunan ekonomi. Selain itu, perlunya pelaksanaan pembangunan pariwisata yg berkelanjutan karena konsumen yg semakin sadar dan menuntut suatu daerah tujuan wisata yang memperhatikan kualitas lingkungan yg baik.
Salah satu karakter dari pembangunan berkelanjutan adalah pendekatan kegiatan berbasis masyarakat. Pendekatan ini pada dasarnya merupakan usaha untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal/setempat. dimana segala kegiatan diupayakan dapat melibatkan partisipasi masyarakat, menekankan perlunya keberpihakan dan pemberdayaan masyarakat, termasuk pemberdayaan kapasitas dan peran masyarakat sebagai pelaku utama pembangunan. Dalam hal ini pembangunan pariwisata perlu diarahkan untuk turut memperkuat peran dan kapasitas masyarakat dalam menjaga kelestarian, menciptakan suasana kondusif bagi wisatawan, memperoleh nilai manfaat ekonomi dari pengembangan pariwisata serta dapat tricle down effect.
Dalam konteks pengembangan kepariwisataan di Kabupaten Lampung Timur digunakan pendekatan pengembangan destinasi pariwisata, dimana implementasi konsep pariwisata berkelanjutan terletak pada mobilitas wisatawan (space of flow) dari yang sebelumnya pada perencanaan spasial (space of place). Konsep yang dikembangkan oleh Mara Menente (2005) dalam forum UN-WTO menyatakan pembangunan berkelanjutan pada pengembangan wilayah adalah sebagai berikut:
Gambar 2.3
Implementasi Konsep Pariwisata Berkelanjutan
Sumber : Mara Manente, 2005
Konsep pariwisata yang berkelanjutan menekankan pada adanya keseimbangan antara upaya untuk meningkatkan/mempertahankan
Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah (RIPPDA)
Kabupaten Lampung Timur
PARIWISATA BERKELANJUTANPARIWISATA BERKELANJUTAN
Mempertahankan/
Meningkatkan daya saing
destinasi wisata
Mempertahankan/
Meningkatkan daya saing
destinasi wisata
Memperluas/Meningkatkan Kemampuan
ekonomi destinasi wisata
Memperluas/Meningkatkan Kemampuan
ekonomi destinasi wisata
Menyeimbangkan fungsi – fungsi
sumber daya destinasi wisata
Menyeimbangkan fungsi – fungsi
sumber daya destinasi wisata Meningkatkan
kualitas kehidupan
masyarakat
Meningkatkan kualitas
kehidupan masyarakat
Peningkatan kualitas
pengalaman pada pengguna
lainnya
Peningkatan kualitas
pengalaman pada pengguna
lainnya
[II-1]
Laporan Pendahuluan
daya saing, memperluas/meningkatkan kemampuan ekonomi, berbagai fungsi wilayah serta peningkatan kualitas pengalaman pengguna lainnya, termasuk di dalamnya wisatawan, sehingga terjadi interaksi dinamis antara perkembangan destinasi dan kepentingan pariwisata. Kepariwisataan suatu destinasi yang baik akan tercapai apabila kepentingan wilayah (kualitas hidup, ekonomi, dll) berjalan selaras dengan perkembangan pariwisata di destinasi tersebut.
Pendekatan lain yang akan diterapkan di dalam melakukan pengembangan kepariwisataan destinasi pariwisata adalah experiential marketing dan customer experience management yang dimanfaatkan untuk memberi dasar yang kuat bagi pengembangan destinasi pariwisata, khususnya di dalam meningkatkan kualitas pengalaman berwisata melalui pijakan dasar pengembangan pengalaman berwisata (experiential platform) yang meliputi penempatan posisi (experiential positioning), nilai pengalaman yang ditawarkan (experiential value promise) dan implementasinya secara menyeluruh (overall implementation), dengan memanfaatkan sumber daya pariwisata yang dimiliki baik berupa alam, budaya, atraksi buatan maupun berbagai kegiatan khusus (special event) termasuk juga elemen-elemen, fitur dan fungsi-fungsi wilayah yang diolah menjadi atraksi wisata dengan didukung oleh fasilitas dan pelayanan (amenitas) serta kemudahan pencapaian.
Konsep ini berkaitan juga dengan konsep lain yang juga digunakan yaitu pemasaran destinasi wisata (marketing places). Pendekatan ini ditujukan untuk merevitalisasi destinasi pariwisata melalui penggalangan seluruh kekuatan yang dimiliki. Kebehasilan pemasaran destinasi akan tercipta pada kondisi dimana seluruh pemangku kepentingan kepariwisataan mampu menyelaraskan visi dan tindakan dengan pengharapan pasar sasaran yang mencakup wisatawan, aktivitas bisnis, dan investor.
2.7 KERANGKA PEMIKIRAN STUDI
Penyusunan RIPPDA berorientasi pada pembuatan produk perencanaan yang mengikuti pola pendekatan gabungan antara analisis kebijakan untuk keperluan menghasilkan perencanaan yang komprehensif dan analisis rencana strategis untuk membangun program. Langkah awal yang dilakukan adalah peninjauan kebijakan yang telah ada, dan kondisi kepariwisataan, kedudukan pariwisata dalam pembangunan Kabupaten Lampung Timur. Peninjauan ini akan menggambarkan potensi dan permasalahan yang dihadapi pariwisata Kabupaten Lampung Timur, serta isu strategis pengembangan pariwisata. Kemudian diikuti proses analisis yang melihat kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman dalam pengembangan pariwisata Kabupaten Lampung Timur. Berdasarkan hasil analisis dilakukan formulasi RIPPDA Kabupaten Lampung Timur yang berisikan visi, misi, tujuan, dan sasaran pengembangan, kemudian disusun kebijakan dan strategi pengembangan. Langkah terakhir adalah penyusunan indikasi program pengembangan.
Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah (RIPPDA)
Kabupaten Lampung Timur
[II-1]
Laporan Pendahuluan
Kerangka pemikiran penyusunan RIPPDA Kabupaten Lampung Timur dapat dilihat pada gambar berikut ini :
Gambar 2.4
Kerangka Pemikiran Studi
Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah (RIPPDA)
Kabupaten Lampung Timur
INPUT OUTPUTPROSES
Potensi dan Permasalahan Kepariwisataan
Kabupaten Lampung Timur
Isu Strategis Pengembangan
Pariwisata Kabupaten
Lampung Timur
Posisi dan Peran Kepariwisataan
Kabupaten Lampung Timur dalam
Pengembangan Pariwisata Provinsi
Lampung
Konsep Pengembangan
Pariwisata Kabupaten
Lampung Timur
Visi, Misi, Tujuan dan Sasaran Pengembangan
Kebijakan dan Strategi Pengembangan
Indikasi Program Pengembangan
FormulasiRIPPDA
Kabupaten Lampung Timur
Kekuatan, Kelemahan,
Kesempatan &Ancaman
dalam Pengembangan
Pariwisata
Kondisi Kepariwisataan
Kabupaten Lampung Timur
Kedudukan Pariwisata
dalam Pembangunan
Kabupaten Lampung
Timur
Kebijakan Pariwisata Nasional,
Provinsi, dan Kabupaten Lampung
Timur