rino sinusitis

Download Rino Sinusitis

If you can't read please download the document

Upload: hidayati-f-uyun

Post on 27-Sep-2015

27 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

penjelasan

TRANSCRIPT

RHINOSINUSITIS

1. DefinisiRinosinusitis adalah penyakit inflamasi mukosa yang melapisi hidung dan sinus paranasal. Peradangan ini sering bermula dari infeksi virus pada selesma, yang kemudian karena keadaan tertentu berkembang menjadi infeksi bakterial dengan penyebab bakteri patogen yang terdapat di saluran napas bagian atas. Penyebab lain adalah infeksi jamur, infeksi gigi, dan yang lebih jarang lagi fraktur dan tumor.4Insidens kasus baru rinosinusitis pada penderita dewasa yang datang di Divisi Rinologi Departemen THT RSCM Januari-Agustus 2005, adalah 435 pasien, 69% (300 pasien) adalah sinusitis.3Konsensus internasional yang merupakan hasil International Conference on Sinus Disease 1993, dan telah disepakati untuk dipakai di Indonesia, mendefinisikan rinosinusitis akut dan kronis lebih berdasarkan pada patofisiologinya. Rinosinusitis diklasifikasikan sebagai akut jika episode infeksinya sembuh dengan terapi medikamentosa, tanpa terjadi kerusakan mukosa. Rinosinusitis akut rekuren didefinisikan sebagai episode akut berulang yang dapat sembuh dengan terapi medikamentosa, tanpa kerusakan mukosa yang menetap. Rinosinusitis kronis ialah penyakit yang tidak dapat sembuh dengan terapi medikamentosa saja. Hal yang merupakan paradigma baru dari konsensus internasional ini ialah, baik pada rinosinusitis akut maupun kronis, jika obstruksi ostium dihilangkan dan terjadi aerasi yang adekuat dari sinus-sinus yang menderita maka mukosa yang telah rusak dapat mengalami regenerasi kembali.5Sinusitis merupakan masalah kesehatan yang cukup sering dijumpai pada praktik sehari-hari dokter umum maupun dokter spesialis THT. Menurut American Acadenny of Otolaryngology - Head & Neck Surger 1996, istilah sinusitis lebih tepat diganti dengan rinosinusitis karena dianggap lebih akurat dengan alasan (1) secara embriologis mukosa sinus merupakan lanjutan mukosa hidung, (2) sinusitis hampir selalu didahului dengan rinitis, dan (3) gejala-gejala obstruksi nasi, rinore dan hiposmia dijumpai pada rinitis ataupun sinusitis.

2. EtiologiFaktor etiologi yang terpenting adalah obstruksi ostium sinus. Berbagai faktor lokal maupun sistemik dapat menyebabkan inflamasi atau kondisi yang mengarah pada obstruksi ostium sinus. Patofisiologi rinosinusitis digambarkan sebagai lingkaran tertutup, dimulai dengan inflamasi mukosa hidung khususnya kompleks osteo meatal (KOM). Beberapa faktor terutama alergi dan interaksi imun-mikroba berperan penting dalam kronisitas rinosinusitis.Rinosinusitis didefinisikan sebagai paradigma lapisan mukoperiosteum hidung maupun sinus. Rinosinusitis pada umumnya didahului dari infeksi saluran nafas atas akut yang disebabkan virus (biasanya infeksi bakteri merupakan lanjutan infeksi virus). Infeksi saluran napas atas akut itu menyebabkan inflamasi mukosa termasuk mukosa kompleks osteo sinus yang menyebabkan gangguan aerasi dan drainase sinus.Obstruksi sinus karena odem mukosa juga dapat terjadi setelah menghirup alergen (misalnya: asap rokok, polusi udara). Keadaan ini menyebabkan perubahan tekanan O2 di dalamnya, terjadi tekanan negatif, permeabilitas kapiler meningkat, sekresi kelenjar meningkat dan terjadi transudasi yang menyebabkan fungsi silia terganggu. Retensi sekret yang terjadi merupakan medianya yang baik untuk pertumbuhan kuman.Penyebab Rhinosinusitis Kronik (Benninger et. al., 2003)a. Extrinsic causesInfectious ( viral, bacterial, fungal, parasitic)Noninfection/inflamation

Allergic IgE mediatedNon IgE mediated hypersensitivityPharmacologicIrritant

Disruption of normal ventilation or mucociliary drainage

SurgeryInfectionTrauma

b. Intrinsic causesGenetic

Mucociliary abnormalityStructuralimunodeficiency

Acquired

Aspirin hypersensitivity associated with asthma and nasal polypsAutonomic dysregulation HormonalStructuralAutoimmune or idiopatic Immunodeficiency

Faktor predisposisinya, yaitu:Odontogen Rhinogen

Radang mukosa hidung Radang mukosa farings Obstruksi hidung (anatomis, infektif, alergi, tumor)

Kelainan paru Terapi tidak adekuat

3. GejalaAmerican Academy of Otolaryngology (AAOA) dan American Rhinologic Society (ARS) membuat klasifikasi rinosinusitis pada dewasa berdasar kronologi penyakit:1. Rinosinusitis akut (RSA) bila gejala berlangsung sampai dengan 4 minggu. Resolusi gejala biasanya terjadi dalam 5-7 hari dan kebanyakan pasien sembuh tanpa intervensi medis. Kebanyakan kasus disebabkan oleh infeksi virus sedangkan sebagian kecil diantaranya diikuti dengan pertumbuhan bakteri sekunder sehingga menjadi rinosinusitis akut bakterial yang ditandai adanya drainase purulen yang memberat setelah 5 hari atau menetap dalam 10 hari. Rinosinusitis bakterial akut lebih sering berkembang menjadi penyakit kronis atau menyebar keluar sinus menuju area orbita atau meningen.2. Rinosinusitis akut berulang (rekuren) gejala sama dengan yang akut tetapi akan memburuk pada hari ke 5 atau kambuh setelah mereda. Kekambuhan terjadi 4 episode atau lebih per tahunnya (tiap episode minimal berlangsung selama 7 hari).3. Rinosinusitis subakut gejala berlangsung lebih dari 4 minggu tetapi kurang dari 12 minggu, merupakan kelanjutan RSA yang tidak menyembuh tetapi gejala yang tampak lebih ringan.4. Rinosinusitis kronik bila gejala telah berlangsung lebih dari 12 minggu. Rinositusitis ini terjadi pada rinosinusitis akut yang tidak mendapat terapi.Gejala rinosinusitis dibagi dua, yaitu (1) Gejala mayor: nyeri/rasa berat di daerah wajah, hidung buntu, adanya post nasal drip atau ingus yang purulen (anamnesis atau pemeriksaan fisik), hiposmia/anosmia (gangguan penciuman), demam (hanya pada rinosinusitis akut), (2) Gejala minor: sakit kepala, halitosis (bau mulut), badan terasa lemah, sakit gigi, batuk, nyeri/rasa penuh pada telinga. RSA dicurigai bila didapatkan 2 gejala mayor atau lebih, atau 1 gejala mayor dan 2 minor atau adanya ingus purulen pada pemeriksaan.

Berdasarkan penyebabnya, rinosinusitis dapat dibagi menjadi:1. Rinosinusitis infeksiosa. Sebagian besar disebabkan oleh infeksi virus (virus influenza, corona virus dan rinovirus) yang menyerang saluran nafas atas mengakibatkan odem jaringan nasal. Infeksi oleh bakteri (Streptococcus pneumoniae dan Haemaphilus influenzae pada dewasa dan Moraxella catarrhalis pada anak) biasanya terjadi setelah terjadi infeksi virus dimana bakteri berkembang diluar inus. Penyempitan tuba eustachius akibat adanya inflamasi menghalangi drainase telinga bagian tengah dan hal ini menjadi media yang baik untuk berkembangnya bakteri. Infeksi oleh jamur biasanya terjadi pada pasien yang mengalami defisiensi sistem imun, alergi atau dengan riwayat trauma pada sinus.2. Rinosinusitis non infeksiosa, misalnya disebabkan karena: alergi terhadap bahan-bahan tertentu (polen, bulu binatang, dll), sensitivitas terhadap aspirin (pada pasien yang mengalami asma setelah mendapat pengobatan aspirin atau obat sejenisnya), udara dingin (gejala muncul setelah terpapar oleh udara dingin).Berdasarkan kualitas gejala RSA dapat dibagi: ringan, sedang dan berat. Gejala RSA ringan: adanya rinore, hidung buntu, batuk-batuk, sakit kepala/wajah tergantung lokasi sinus yang terkena. Sakit kepala daerah dahi menunjukkan adanya infeksi daerah sinus frontal, rasa sakit daerah rahang atas, gigi dan pipi menunjukkan sinusitis maksila, sedangkan etmoiditis menyebabkan odem di sekitar mata dan nyeri diantara dua mata dengan atau tanpa disentuh, pada sfenoid lokasi nyeri di puncak kepala dan sering disertai sakit telinga, sakit leher, demam. Pada keadaan yang berat gejala seperti tersebut di atas tetapi lebih berat (rinore purulen, hidung buntu, sakit kepala/wajah berat tergantung lokasi, odem periorbita dan demam tinggi).4. Diagnosis KlinikPenting untuk melakukan anamnesis yang cermat agar dapat menentukan kriteria dengan benar. Diagnosis awal memang agak sulit oleh karena sering kali merupakan suatu common cold biasa. Pada penderita perlu diketahui dengan baik, adanya ''underlying diseases'' : alergi, kelainan anatomi, lingkungan (polusi), asma, dll. Pemeriksaan fisik dengan rinoskopi anterior pada RSA tampak adanya ingus yang purulen atau post nasal drip pada pemeriksaan faring.Pemeriksaan penunjang: transiluminasi, radiologi, endoskopi, kultur bakteri. Pungsi/aspirasi sebaiknya dilakukan setelah tanda akut mereda. Endoskopi nasal diindikasikan pada kasus rinosinusitis yang tidak berespon dengan terapi, pada kelainan anatomi (sehingga rinoskopi anterior tidak dapat dilakukan), pada anak-anak dengan perjalanan penyakit yang tidak jelas, sebagai monitoring pada pasien yang mengalami penyebaran infeksi keluar sinus dan saat perioperatif nasal.Pemeriksaan CT Scan, dianjurkan dibuat untuk pasien rinosinusitis kronik yang tidak ada perbaikan dengan terapi medikamentosa. Untuk menghemat biaya, cukup potongan koronal tanpa kontras. Dengan potongan ini sudah dapat diketahui dengan jelas perluasan penyakit di dalam rongga sinus dan adanya kelainan di KOM (kompleks ostiomeatal). Sebaiknya pemeriksaan CT scan dilakukan setelah pemberian terapi antibiotik yang adekuat, agar proses inflamasi pada mukosa dieliminasi sehingga kelainan anatomis dapat terlihat dengan jelas.1,6Sinoskopi, dapat dilakukan untuk melihat kondisi antrum sinus maksila serta. Pemeriksaan ini menggunakan endoskop, yang dimasukkan melalui pungsi di meatus inferior atau fosa kanina. Dilihat apakah ada sekret, jaringan polip, atau jamur di dalam rongga sinus maksila, serta bagaimana keadaaan mukosanya apakah kemungkinan kelainannya masih reversibel atau sudah ireversibel. 1,2Meskipun komplikasi rinosinusitis sudah jarang dijumpai pada era antibiotik sekarang ini, komplikasi serius masih dapat terjadi. Yang harus diingat komplikasi rinosinusitis akan meningkatkan morbiditas dan mortalitas bila tidak mendapatkan penanganan yang baik dan adekuat. Letak sinus paranasal yang berdekatan dengan mata dan kranial sangat berperan pada infeksi rinosinusitis akut ataupun kronik.Beberapa faktor yang diduga sebagai penyebab terjadinya komplikasi antara lain karena: terapi yang tidak adekuat, daya tahan tubuh yang rendah, virulensi kuman dan tindakan operatif (yang seharusnya) terlambat dilakukan.5. TerapiTujuan utama terapi pasien dengan rinosinusitis bakterial adalah untuk mengontrol infeksi, mengurangi odem jaringan dan memperbaiki obstruksi ostium sinus sehingga dapat terjadi drainase mukopus. Pemeliharaan dilakukan dengan hidrasi yang adekuat berupa intake cairan oral atau penggunaan spray nasal saline sesuai kebutuhan.Beberapa penelitian menyebutkan bahwa mukolitik (guaifenesin) dan oral dekonegstan (pseudoefedrin) dapat digunakan pada pasien dengan obstruksi sinus atau nasal yang berat. Begitu pula dengan penggunaan dekongestan topikal (misalnya: phenylephrine, oxymetazoline) selama 3-5 hari. Antibiotik oral direkomendasikan untuk digunakan selama 7-14 hari pada pasien dengan rinosinusitis akut, rekuren akut atau subakut bakteri. Antibiotik yang berlabel U.S. Food and Drug Administration (FDA) untuk terapi pasien dengan rinosinusitis akut meliputi amoksisilin-clavulanate potassium (Augmentin) dan generasi baru cephalosporin, macrolide dan fluoroquinolone.The Agency for Health Care Policy and Research menyimpulkan bahwa amoxicillin atau inhibitor folat (umumnya trimethiprim-sulfamethoxazole) merupakan pilihan tepat sebagai terapi inisial pada kelompok dewasa dengan rinosinusitis bakterial akut yang tidak terkomplikasi.Dalam pemilihan antibiotik yang sesuai bagi pasien dengan rinosinusitis, dokter dapat mempertimbangkan adanya resistensi bakteri terhadap obat-obat tertentu serta memperhatikan status kesehatan pasien secara menyeluruh. Perhatian khusus diberikan pada penyakit yang dapat memperlama penyembuhan infeksi dan atau dapat menjadi predisposisi terjadinya komplikasi (misalnya: diabetes melitus, asma, penyakit paru kronis, defisiensi imun, kistik fibrosis).Beberapa ahli menyarankan penggunaan terapi steroid jangka pendek pada pasien dengan rinosinusitis akut (viral maupun bakterial) untuk mengurangi odem disekitar ostium sinus dan untuk menunjang perbaikan gejala. Namun hal ini masih menjadi kontroversi, karena pemberian imunosupresi dapat memperlama proses underlying dissease. Steroid topikal dapat digunakan pada pasien dengan rinosinusitis subakut atau kronik dan pada pasien yang mempunyai sensitivitas terhadap inhalan, tetapi preparat ini kurang efektif pada akut rinosinusitis karena kurang diserap dengan baik oleh adanya rinore.Penggunaan Antihistamin oral belum ditemukan memberikan efek positif pada pasien dengan rinosinusitis dan biasanya dihindari karena efeknya terhadap penebalan mukus.Di US sekitar 175.000 orang yang menjalani bedah sinus tiap tahunnya. Indikasi absolut untuk bedah ini jika ada penyebaran infeksi ekstrasinus, mucocele atau pyocele, sinusistis fungal atau polip nasal yang masif yang merusak sinus. Indikasi relatif bedah sinus: (1) rinosinusitis rekuren akut bakterial dengan area obstruksi aerasi sinus yang menetap atau penyakit rekuren yang telah terindentifikasi dengan endoskopi nasal dan atau CT scan atau (2) rinosinusitis kronik yang gagal mengalami penyembuhan setelah menjalani pengobatan. Keberhasilan jangka panjang bedah sinus tergantung pada penyakit dasarnya.Beberapa macam tindakan bedah yang dapat dipilih untuk dilakukan, mulai dari pungsi dan irigasi sinus maksila, operasi Caldwell-Luc, etmoidektomi intra- dan ekstranasal, trepanasi sinus frontal dan bedah sinus endoskopik fungsional.Bedah sinus endoskopik fungsional (BSEF) merupakan langkah maju dalam bedah sinus. Jenis operasi ini menjadi pilihan karena merupakan tindakan bedah invasif minimal yang lebih efektif dan fungsional. Keuntungan BSEF adalah penggunaan endoskop dengan pencahayaan yang sangat terang sehingga saat operasi, kita dapat melihat lebih jelas dan rinci adanya kelainan patologi di rongga-rongga sinus. Jaringan patologik dapat diangkat tanpa melukai jaringan normal dan ostium sinus yang tersumbat diperlebar. Dengan ini drenase dan ventilasi sinus akan lancar kembali secara alamiah, jaringan normal tetap berfungsi dan kelainan di dalam sinus-sinus paranasal akan sembuh dengan sendirinya.

DAFTAR PUSTAKA1. Antonio T, Hernandes J, Lim M, Mangahas L et al. Rhinosinusitis in Adult. In: Clinical Practise Guideline. The Task Force on CPG. Philippine Society Otorhinolaryngology Head and Neck Surgery 1997; 16-20.2. Mangunkusumo E, Rifki N. Sinusitis. Dalam: Soepardi E, Iskandar N, eds. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok. Edisi ke-5. Jakarta: BP FK UI, 2003: 124.3. Data Poli Rawat Jalan Sub Bagian Rinologi, Bagian THT FKUI RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta 2000-2005. 4. Penatalaksanaan Baku Rinosinusitis. Dipresentasikan di PIT PERHATI, Palembang 2001.5. Kennedy DW, International Conference On Sinus Disease, Terminology, Staging, Therapy. Ann Otol Rhinol Laryngol 1995; 104 (Suppl. 167):7-306. Soetjipto D, Bunnag C, Fooanant T, Passali D, Clement PAR, Gendeh BS, Vicente G (Working Group). Management of Rhinosinusitis For The Developing Countries. Presented in The Seminar on Standard ORL Management in Developing Countries, Bangkok, 29 January 2000.