ringkasan agraria a anggi

Upload: dinda-ratnaputri

Post on 14-Apr-2018

221 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 7/27/2019 Ringkasan Agraria a Anggi

    1/15

    RESUME HUKUM AGRARIA

    STATUS HAK DAN PEMBEBASAN TANAH

    A. Pengertian Agraria

    Pengertian agraria menurut UUPA dalam arti luas meliputi bumi, air, kekayaan

    yang terkandung di dalamnya, dan ruang angkasa.

    B. Sejarah Agraria

    Pada zaman Pemerintah Belanda, sampai sebelum lahirnya UUPA, hukum

    agraria yang digunakan adalah Hukum Tanah Administratif pemerintah Hindia

    Belanda. Yang yang diadakan dalam rangka melaksanakan politik pertanahan

    kolonial yang dituangkan dalam Agrarische Wet 1870.

    Agrarische Wet adalah suatu undang-undang yang dibuat di negeri Belanda.Agrarische Wet diundangkan dalam S 1870-55. Tujuan utama Agrarische Wet adalah

    untuk membuka kemungkinan dan memberikan jaminan hukum kepada para

    pengusaha swasta agar dapat berkembang di Hindia Belanda. Salah satu hak yang ada

    di dalamnya adalah hak erfpacht. Hak erfpacht merupakan hak kebendaan

    yang

    memberikan kewenangan yang paling luas kepada pemegang haknya untuk

    menikmati sepenuhnya akan kegunaan tanah kepunyaan pihak lain. Pada tanggal 24

    September 1960 disahkan oleh presiden republic Indonesia nomor 104 tahun 1960

    Undang undang nomor 5 tahun 1960 tentang peraturan dasar pokok pokok agraria

    yang lebih dikenal dengan nama undang-undang pokok agrarian, disingkat UUPA.

    Dengan diundangkannya UUPA pada tanggal tersebut, sejak itu tanggal 24

    September 1960 tercatat sebagai salah satu tonggak yang sangat penting dalam sejarah

    perkembangan agraria/pertanahan di Indonesia pada umumnya dan pembaharuan

    hukum agraria/hukum tanah Indonesia pada khususnya.

    Dengan mulai berlakunya UUPA terjadilah perubahan fundamental pada hukum

    Agraria di Indonesia, terutama hukum di bidang pertanahan. Perubahan itu bersifat

    mendasar , karena baik mengenai struktur perangkat hukumnya, mengenai konsepsi

    yang mendasarinya, maupun isinya, yang dinyatakan dalam bagian berpendapat

    UUPA harus sesuai dengan kepentingan rakyat Indonesia serta memenuhi pula

  • 7/27/2019 Ringkasan Agraria a Anggi

    2/15

    keperluannya menurut permintaan zaman.

    Sebelum berlakunya UUPA berlaku bersamaan berbagai perangkat Hukum

    Agraria. Ada yang bersumber pada Hukum Adat, yang berkonsepsi komunalistik. Ada

    yang bersumber pada Hukum Perdata barat yang individualistic-liberal dan ada pula

    yang berasal dari berbagai bekas pemerintahan swapraja, yang umumnya berkonsep

    feodal . hukum agrarian yang merupakan bagian dari hukum administrasi negara,

    hampir seluruhnya terdiri atas peraturan-peraturan perundang-undangan yang

    memberikan landasan hukum bagi pemerintah jajajan dalam melaksanakan politik

    agrarisnya yang dituangkan dalam Agrarische wet.

    Sebagaimana halnya dengan Hukum Perdata, Hukum Tanah pun berstruktur

    ganda atau dualistik. Yaitu berlakunya Hukum Tanah Adat dan Hukum Tanah Barat.

    Ada tanah-tanah dengan hak-hak barat, seperti hak eigendom, hak erfpacht,hak opstal, yang disebut tanah-tanah hak barat atau tanah-tanah Eropa. Ada tanah-

    tanah dengan hak Indonesia, seperti tanah-tanah dengan hak adat, yang disebut tanah-

    tanah hak adat. Juga hak-hak ciptaan Pemerintah Swapraja seperti grant sultan. Tanah-

    tanah hak barat hampir semuanya terdaftar dalam kantor Overschrijvings

    Ambtenaar dan dipetakan oleh Kantor Kadaster. Tanah-tanah hak adat hampir

    semuanya belum didaftar. Tanah-tanah hak adat merupakan bagian terbesar

    tanah di Hindia Belanda. Salain hak-hak atas tanah yang beraneka perangkat, Hukum

    Tanah mengenal perangkat hak jaminan atas tanah yang dualistik juga. Hak jaminan

    atas tanah ada 2, yaitu droit de preference dan droit de suit.

    Untuk bisa dijadikan jaminan hutang dengan dibebani hak jaminan atas

    tanah, tanah yang bersangkutan haknya harus termasuk golongan yang

    didaftar. Dan secara tegas ditunjuk oleh undang-undang sebagai obyek

    lembaga hak jaminan yang bersangkutan. termasuk golongan yang didaftar. Dan

    secara tegas ditunjuk oleh undang-undang sebagai obyek lembaga hak jaminan

    yang bersangkutan. Untuk hak tanah-tanah eigendom, hak erfpacht dan hak

    opstal disediakan Hypotheek sebagai lembaga hak jaminan atas tanah. Untuk tanah-

    tanah milik adat, lembaga hak jaminannya credietverband. Selain Hypotheek dan

    Credietverband, sejak zaman Hindia Belanda di Indonesia digunakn juga

    lembaga fiduciaiere eigendoms overdracht atau FEO sebagai jaminan atas tanah.

  • 7/27/2019 Ringkasan Agraria a Anggi

    3/15

    Perbuatan hukum fiducia adalah pemindahan hak atas benda yang bersangkutan

    kepada kreditor, tetapi dengan pengertian dan persetujuan bersama atas dasar saling

    percaya, bahwa hal itu semata-mata dimaksudkan hanya sebagai jaminan kredit, dan

    benda yang dijadikan jaminan tersebut tetap dikuasai dan digunakan oleh debitor.

    Dalam hukum adat tidak dikenal lembaga hak jaminan atas tanah

    dalam pengertian bahwa jika debitor tidak memenuhi kewajibannya, tanah yang ditunjuk

    sebagai agunan akan dijual lelang oleh kreditor untuk pelunasan piutangnya.

    Hubungan utang piutang di kalangan warga masyarakat hukum adat

    digunakan lembaga jonggolan .

    Dualisme hukum yang mengatur bidang pertanahan oleh UUPA dinilai tidak

    sesuai dengan cita-cita kesatuan dan persatuan bangsa. Setelah kemerdekaan, usaha

    untuk mengadakan perombakan Hukum Agraria secara menyeluruh ternyatamemerlukan waktu yang lama. Sementara itu banyak sekali persoalan yang

    dihadapi, yang harus diselesaikan dan tidak dapat ditangguhkan hingga terbentuknya

    hukum yang baru ini. Untuk itu maka terpaksalah digunakan Hukum Tanah yang

    lama, tetapi pelaksanaannya didasarkan atas kebijakan dan kebijaksanaan baru

    dan dengan memakai tafsir yang baru pula, yang sesuai dengan asas-asas Pancasila dan

    tujuan sebagaimana yang ditegaskan dalam pasal 33 UUD 1945. Selain itu

    dikeluarkanlah berbagai peraturan yang meniadakan beberapa lembaga feodal

    dan kolonial yang masih ada, demikian juga yang mengubah dan memperlengkapi

    aturanaturan yang lama.

    Dalam Vorstenlandsch Gronhuur Reglement (VGR), dengan beschiking

    Raja, diberikan jaminan bahwa penguasa akan memperoleh tanah yang diperlukan

    untuk perusahaannya dengan hak istimewa, selama jangka waktu maksimal 50

    tahun. Hak yang timbul atas kekuatan keputusan raja itu lazim disebut pula hak

    konversi. Pada tahun 1948 lembaga konversi dihapuskan dengan UU No. 13 tahun 1948.

    Dan pada tahun 1950 hak-hak konversi dihapuskan dengan Undang-Undang No. 5 tahun

    1950.

    Pada tahun 1958 dikeluarkanlah UU No. 1 tahun 1958 tentang penghapusan tanah-

    tanah partikelir. Tanah partikelir adalah tanah hak eigendom yang mempunyai sifat dan

    corak yang istimewa. Yang membedakannya dengan hak eigendom lainnya adalah

  • 7/27/2019 Ringkasan Agraria a Anggi

    4/15

    adanya hak-hak pada pemiliknya yang disebut sebagai hak-hak pertuanan. Untuk

    persewaan tanah rakyat, terdapat perubahannya yaitu UU Darurat No. 6 tahun 1951.

    Kemudian ditetapkan menjadi undang-undang dengan UU No. 6 tahun 1952. Dengan

    itu persewaan tanah rakyat untuk tanaman tebu dan lainnya yang ditunjuk

    oleh Menteri Pertanian hanya diperbolehkan paling lama 1 tahun atau 1 tahun

    tanam. Sebelum itu dimungkinkan adanya persewaan berjangka waktu panjang sampai

    21 tahun. Undang-undang tersebut mengalami perubahan dengan UU No. 38Prp th

    1960 dan diubah lagi dengan UU No. 20 tahun 1964.

    C. Status Hak Atas Tanah

    1. Hak Milik

    Menurut pasal 570 KUHPerdata, hak milik adalah hak untuk menikmati kegunaan

    sesuatu kebendaan dengan leluasa, dan untuk berbuat bebas terhadap kebendaan itu,dengan kedaulatan sepenuhnya, asal tidak bertentangan dengan undang-undang atau

    peraturan umum yang ditetapkan oleh suatu kekuasaan yang berhak menetapkannya.

    Dan tidak mengurangi kemungkinan akan pencabutan hak demi kepentingan umum

    berdasar atas ketentuan undang-undang dan pembayaran ganti rugi. Sedangkan dalam

    pasal 20 UUPA ayat 1, dirumuskan hak milik adalah hak turun temurun, terkuat dan

    terpenuhi, yang dapat dipunyai orang atas tanah; ayat (2), hak milik dapat beralih dan

    dialihkan kepada pihak lain.

    Kata-kata terkuat dan terpenuhi itu bermaksud untuk membedakannya dengan

    hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai dan lain-lain, yaitu untuk menunjukan

    bahwa di antara hak-hak atas tanah yang dapat dipunyai orang, hak miliklah yang paling

    kuat dan terpenuh. Karena hak milik merupakan hak terkuat dan terpenuh maka untuk

    menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, hak milik atas tanah hanya diberikan kepada

    Warga Negara Indonesia sesuai dengan pasal 21 ayat (1) dan 26 ayat (2) UUPA.

    Demikian juga pada dasarnya badan-badan hukum tidak dapat mempunyai hak milik

    Pasal 21 ayat (2). Adapun pertimbangan untuk melarang badan-badan hukum tidak perlu

    mempunyai hak milik tetapi cukup hal-hal lainnya, asal saja ada jaminan-jaminan yang

    cukup bagi keperluan-keperluan yang khusus (hak guna usaha, hak guna bangunan, hak

    pakai menurut pasal 28, 25 dan 41). Dengan demikian maka dapat dicegah usaha-usaha

    yang bermaksud mengindari ketentuan-ketentuan mengenai batas maksimum luas tanah

  • 7/27/2019 Ringkasan Agraria a Anggi

    5/15

    yang dipunyai dengan hak milik (pasal17). Meskipun demikian, terdapat pengecualian

    berdasarkan Peraturan Pemerintahan Nomor 38 Tahun 1963, bahwa badan-badan hukum

    yang dapat diberikan hak milik adalah:

    a. Bank-bank yang didirikan oleh negara

    b. Perkumpulan-perkumpulan koperasi pertanian yang didirikan berdasarkan

    Undang-undang Nomor 79 Tahun 1958

    c. Badan-badan keagamaan yang ditunjuk oleh Menteri Pertanian Agraria setelah

    mendengar Menteri Agama

    d. Badan-badan sosial yang ditunjuk oleh Menteri Pertanian/Agraria setelah

    mendengar Menteri Sosial

    Akan halnya pengertian hak milik dalam UUPA yang dalam kaitannya dengan

    penjaminan maka pengertian hak milik itu adalah hak yang paling tinggi kedudukannyadi antara hak-hak lainnya atas tanah. Dengan demikian pengertian hak milik itu erat

    kaitannya dengan hak tanggungan yang melekat diatasnya maka sepanjang dalam kaitan

    hak sebagai objek jaminan utang ini disebutkan dalam pasal 25 UUPA, hak milik dapat

    dijadikan jaminan utang dengan dibebani hak tanggungan. Pengertian tanggungan disini

    adalah merupakann jaminan, jadi dapat dijadikan objek pengikatan jaminan yaitu dengan

    dikeluarkannya undang-undang No.4 Tahun 1996 (UU Hak Tanggungan atas tanah

    beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah).

    Hak tanggungan adalah hak jaminan atas tanah untuk pelunasan utang tertentu,

    yang memberikan kedudukan diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap kreditur-

    kreditur lain. Dalam arti bahwa jika debitur cedera janji, kreditur pemegang hak

    tanggungan berhak menjual melalui pelelangan umum tanah yang dijadikan jaminan

    menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang bersangkutan, dengan hak

    mendahulu daripada kreditur-kreditur yang lain. Kedudukan diutamakan tersebut sudah

    barang tentu tidak mengurangi preferensi piutang-piutang negara menurut ketentuan-

    ketentuan hukum yang berlaku.

    Dalam hak tanggungan yang dapat dijadikan sebagai objek penjaminan adalah hak

    milik, hak guna usaha dan hak guna bangunan sebagai hak-hak atas tanah yang wajib

    didaftar dan menurut sifatnya dapat dipindahtangankan. Hak pakai tidak masuk dalam

    objek hak tanggungan karena pada waktu itu hak pakai tidak termasuk dalam hak yang

  • 7/27/2019 Ringkasan Agraria a Anggi

    6/15

    wajib didaftarkan menurut pasal 51 UUPA. Namun dalam perkembangannya hak pakai

    pun wajib untuk didaftarkan, yaitu hak pakai yang diberikan atas tanah negara . sebagian

    dari hak pakai yang didaftar itu, menurut sifat dan kenyataannya dapat

    dipindahtangankan yaitu yang diberikan kepada orang perorangan dan badan-badan

    hukum perdata. Dalam undang-undang no.16 tahun1985 tentang rumah susun , hak

    pakai yang dimaksudkan itu dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani fidusia.

    Dalam undang-undang ini hak pakai tersebut ditunjuk sebagai objek hak tanggungan.

    Sehubungan dengan itu maka untuk selanjutnya hak tanggungan merupakan satu-

    satunya lembaga hak jaminan atas tanah dan dengan demikian menjadi tuntaslah

    unifikasi hukum tanah nasional, yang merupakan salah satu tujuan utama UUPA.

    Pernyataan hak Pakai yang dapat dijadikan objek hak tanggungan meruapakan

    penyesuaian ketentuan UUPA dengan perkembangan hak pakai itu sendiri dimasyarakat.

    Hak tanggungan pada dasarnya adalah hak yang dibebankan atas tanah, namun

    kenyataannya seringkali terdapat benda-benda berupa bangunan, tanaman dan hasil

    karya yang secara tetap merupakan satu kesatuan dengan tanah yang dijadikan jaminan

    tersebut. Karena hukum tanah kita menganut asas pemisahan horizontal setiap perbuatan

    hukum mengenai hak-hak atas tanah itu tidak dengan sendirinya meliputi benda-benda

    tersebut.

    Proses pembebanan hak tanggungan dilaksanakan melalui dua tahap kegiatan,

    yaitu:

    a. Tahap pemberian hak tanggungan dengan dibuatnya akta pemberian hak

    tanggungan oleh pejabat pembuat akta tanah, untuk selanjutnya disebut PPAT,

    yang didahului dengan perjanjian utang-piutang yang dijamin

    b. Tahap pendaftarannya oleh kantor pertanahan yang merupakan saat lahirnya

    hak tanggungan yang dibebankan.

    Dalam kedudukannya, segala akta-akta yang dibuat oleh PPAT merupakan akta

    autentik. Dalam memberikan hak tanggungan, pemberi hak tanggungan wajib hadir di

    hadapan PPAT. Jika karena sesuatu hal tidak dapat hadir maka ia wajib memberikan

    kuasanya kepada pihak lain. Oleh karena hak tanggungan sifatnya ikutan (accesoir) pada

    suatu perjanjian utang piutang maka kelahiran dan keberadaanya ditentukan oleh adanya

  • 7/27/2019 Ringkasan Agraria a Anggi

    7/15

    piutang yang dijamin pelunasannya.

    2. Status hak pakai

    Hak pakai merupakan salah satu hak yang diatur dalam hukum agrarian yang

    memiliki fungsi sosial. Hak pakai adalah hak untuk menggunakan dan atau memungut

    hasil dari tanah yang dikuasai langsung oleh negara atau tanah milik orang lain yang

    memberikan wewenang dan kewajiban yang ditentukan dalam keputusan pemberiannya

    oleh pejabat yang berwenang memberikannya atau dalam perjanjian sewa menyewa atau

    perjanjian pengolahan tanah, segala sesuatu asal tidak bertentangan dengan jiwa dan

    ketentuan-ketentuan UUPA, karenanya maka pemberian hak pakai atas tanah itu hanya

    dapat diberikan:a. Selama jangka waktu tertentu dan selama tanahnya dipergunakan untuk keperluan

    yang tertentu,

    b. Dengan Cuma-Cuma dengan pembayaran atau pemberian jasa berupa apa pun.

    Pemberian hak pakai tidak boleh disetai syarat-syarat yang mengandung unsure-

    unsur pemerasan (pasal 41 ayat(2) dan (3) UUPA. Hak pakai atas tanah ini, kepada siapa

    saja dapat diberikan yaitu:

    a. Warga negara Indonesia

    b. Orang-orang yang berkedudukan di Indonesia

    c. Badan-badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di

    Indonesia

    d. Badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia.

    3. Hak Guna Bangunan

    Dalam pemberian hak guna bangunan ini dapat saja tanah ini milik orang lain atau

    dengan kata lain, bangunan ini berdiri bukan di atas tanah yang secara yuridis miliknya.

    Hak guna bangunan adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan-bangunan

    atas tanah yang bukan miliknya sendiri, dengan jangka waktu paling lama adalah 30

    tahun (pasal 35 UUPA). Dan atau pemilikan hak di atas tanah orang lain yang bukan

    untuk usaha pertanian.

    Hak guna bangunan dapat diperpanjang 20 tahun, hal ini seperti diatur pada

  • 7/27/2019 Ringkasan Agraria a Anggi

    8/15

    ayat(2) pasal 35 UUPA, yang menjelaskan bahwa atas permintaan pemegang hak dan

    dengan mengingat keperluan serta keadaan bangunan-bangunan, jangka waktu tersebut

    dalam ayat (1) dapat diperpanjang dengan waktu paling lama 20 tahun. Dalam kaitan

    hak guna bangunan ini yang dapat mempunyai atau siapa yang berhak mempunyai hak

    guna bangunan ini adalah sebagai berikut:

    a. Warga Indonesia

    b. Badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di

    Indonesia (pasal 36 ayat (1) UUPA

    Perihal bila terdapat orang atau badan hukum yang mempunyai hak guna

    bangunan dan tidak lagi memenuhi syarat-syarat sebagai pemegang hak, dalam jangka

    waktu satu tahun wajib melepaskan atau mengalihkan hak guna bangunan itu kepada

    orang lain yang memenuhi syarat. Jika hak guna bangunan yang bersangkutan tidak dilepaskan atau dialihkan dalam jangka waktu tersebut, hak itu akan hapus karena

    hukum, dengan ketentuan bahwa hak-hak pihak lain akan diindahkan, menurut

    ketentuan-ketentuan yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah (pasal 36 ayat (2)

    UUPA).

    Oleh karena hak guna bangunan ini adalah juga hak-hak yang dapat dipunyai oleh

    seseorang atau badan hukum maka hak guna bangunan ini dapat dijadikan jaminan utang

    dengan hak tanggungan pasal 39 UUPA vide pasal 1 Peraturan Menteri Agraria No.15

    Tahun 1961, bahwa hak guna bangunan dapat dibenahi dengan hipotik maupun

    credietverband.

    Adapun batas-batas yang ditentukan untuk hak guna bangunan yang berpedoman

    pada peraturan menteri dalam negeri no.6 tahun 1972 tentang pelimpahan wewenang

    pemberian hak atas tanah dalam pasal 4 disebutkan, gubernur kepala daerah memberi

    keputusan mengenai permohonan pemberian, perpanjangan/pembaruan dan menerima

    pesanan hak guna bangunan atas tanah negara kepada warga negara Indonesia atau

    badan hukum Indonesia yang bukan bermodal asing yang:

    a. Luas tanahnya tidak melebihi 2.000 m2 (dua ribu meter persegi)

    b. Jangka waktunya tidak lebih dari 20 (dua puluh) tahun.

    Dengan demikian sepanjang mengenai pemberian hak-hak atas tanah yang dapat

    dipunyai oleh orang atau badan hukum dengan hak guna bangunan adalah hak atas tanah

  • 7/27/2019 Ringkasan Agraria a Anggi

    9/15

    yang terbatas, tidak terpenuhi seperti halnya hak milik, yang dalam hukum keagrariaan

    merupakan hak terpenuh atas tanah, oleh karena hak guna bangunan itu diberikan

    dengan jangka waktu seperti yang telah diuraikan.

    4. Hak guna usaha

    Dalam rangka pemberian hak atas tanah dalam UUPA, selain hak milik maka hak

    guna usaha adalah merupakan bentuk hak atas tanah yang dapat diberikan kepada

    pemegang hak. Sedang syarat untuk dapat memiliki adalah sebagai berikut:

    a. Warga negara Indonesia

    b. Badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di

    Indonesia (pasal 30 ayat (1) UUPA)

    Apabila orang atau badan hukum yang mempunyai hak guna usaha dan tidak lagimemenuhi syarat-syarat sebagai yang tersebut dalam ayat (1) tersebut di atas, dalam

    jangka waktu satu tahun wajib melepaskan atau mengalihkan hak itu kepada pihak lain

    yang memenuhi syarat. Ketentuan ini juga berlaku terhadap pihak yang memperoleh hak

    guna usaha, jika ia tidak memenuhi syarat (pasal30 ayat (2) UUPA).

    Hak guna usaha dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani hak tanggungan

    (pasal 33 UUPA). Sepanjang mengenai status tanah dengan hak guna usaha, selama hak

    tanggungan yang dimaksudkan dalam UUPA belum ada peraturannya maka hak guna

    usaha yang diberikan berdasarkan pada peraturan Menteri Pertanian dan Agraria

    Nomor.11 Tahun 1962 dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani hipotik atau

    credietverband, menurut peraturan-peraturan yang bersangkutan (pasal 11).

    Dalam rangka pemberian hak guna usaha ini, tanah-tanah yang dikecualikan

    adalah:

    a. Dikecualikan dari pemberian hak guna usaha baru, bagian-bagian tanah bekas areal

    perusahaan-perusahaan besar yang:

    b. Sudah merupakan perkampungan rakyat

    c. Telah di usahakan oleh rakyat secara menetap

    d. Diperlukan pemerintah

    e. Apabila di antara tanah-tanah tersebut di atas ada yang perlu dimasukan ke dalam

    areal perusahaan kebun yang diberikan dengan hak guna usaha tersebut

  • 7/27/2019 Ringkasan Agraria a Anggi

    10/15

    penyelesaiannya harus dilakukan menurut ketentuan-ketentuan yang berlaku.

    Hak guna usaha dapat hapus menurut UUPA, dikarenakan oleh hal-hal sebagai

    berikut:

    a. Jangka waktunya berakhir,

    b. Dihentikan sebelum jangka waktunya berakhir, karena sesuatu syarat tidak dipenuhi,

    c. Dilepaskan oleh pemegang haknya sebelum jangka waktunya berakhir,

    d. Dicabut untuk kepentingan umum

    e. Ditelantarkan

    f. Tanah musnah

    g. Ketentuan dalam pasal 30 ayat (2) (pasal 34 UUPA)

    Dalam perolehan akan hak guna usaha ini, seperti yang ditentukan dalam pasal 29

    UUPA menyebutkan:a. Hak guna usaha diberikan untuk jangka waktu paling lama 25 tahun

    b. Untuk perusahaan yang memerlukan waktu lebih lama dapat diberikan hak guna

    usaha untuk waktu paling lama 35 tahun

    c. Atas permintaan pemegang hak dan meninggal keadaan perusahaannya jangka waktu

    yang dimaksud tersebut di atas dapat diperpanjang paling lama 25 tahun.

    Gubernur kepala daerah memberi keputusan mengenai permohonan pemberian,

    perpanjangan jangka waktu atau pembaruan, izin permintaan, dan menerima pelepasan

    hak guna usaha atas tanah negara jika:

    a. Luas tanahnya tidak melebihi 25 Hektar

    b. Peruntukan tanahnya bukan untuk tanaman keras

    c. Perpanjangan jangka waktunya tidak lebih dari 5 tahun b

    D. Pencabutan hak atas tanah dan pembebasan tanah

    Persoalan tentang tanah dalam kehidupan manusia mempunyai arti yang sangat

    penting sekali oleh karena sebagian besar daripada kehidupannya adalah bergantung

    pada tanah, tanah dapat dinilai sebagai suatu harta yang mempunyai sifat permanen dan

    dapat dicadangkan untuk kehidupan manusia pada masa mendatang.

    Berdasarkan kenyataan tersebut maka tanah bagi kehidupan manusia tidak hanya

    mempunyai nilai ekonomis dan kesejahteraan semata. Dalam suasana pembangunan

    sebagaimana halnya di negara kita sekarang. Kebutuhan akan tanah semakin meningkat.

  • 7/27/2019 Ringkasan Agraria a Anggi

    11/15

    Kegiatan pembangunan terutama sekali pembangunan di bidang material baik di kota

    maupun di desa banyak sekali memerlukan tanah sebagai tempat penampungan kegiatan

    pembangunan dimaksud. Berkenaan dengan pengambilan tanah penduduk yang akan

    dipakai untuk keperluan pembangunan menurut ketentuan hukum yang berlaku negara

    kita sekarang dengan melalui dua saluran, yaitu:

    1. Pembebasan Tanah

    Ialah melepaskan hubungan hukum semula yang terdapat di antara pemegang

    hak/penguasa atas tanah dengan cara pemberian ganti rugi atas dasar

    musyawarah dengan pihak yang bersangkutan.

    2. Pencabutan Hak-hak atas tanah

    Pencabutan hak ialah pengambilan tanah kepunyaan sesuatu pihak oleh negara

    secara paksa, yang mengakibatkan hak atas tanah itu menjadi hapus, tanpayang bersangkutan melakukan suatu pelanggaran atau lalai dalam memenuhi

    suatu kewajiban hukum.

    Pasal 18 UUPA menyebutkan untuk kepentingan umum termasuk kepentingan

    bangsa dan kepentingan negara serta kepentingan bersama dari rakyat hak atas tanah

    dapat dicabut, dengan memberikan ganti rugi yang layak dan menurut undang-undang.

    Kemudian dalam beberapa pasal UUPA ditegaskan pula bahwa hak milik. Hak Guna

    Usaha dan Hak Guna Bangunan akan hapus karena dicabut untuk kepentingan umum.

    (pasal 27 sub a. bag.II, pasal 34 sub d dan pasal 40 sub d). Selain karena pencabutan hak

    menurut UUPA hak milik, hak guna usaha dan hak guna bangunan akan menjadi hapus

    karena penyerahan dengan sukarela oleh pemiliknya (pasal 27 sub a bagian ke-2) atau

    dilepaskan oleh pemegang haknya sebelum jangka waktunya berakhir (pasal 34 sub c

    dan pasal 40 sub c). hal yang demikian ini lazimnya disebut dengan pelepasan hak, yaitu

    perbuatan seseorang pemegang hak untuk melepaskan apa yang menjadi haknya secara

    sukarela setelah kepadanya diberikan suatu ganti rugi yang layak.

    Pembebasan tanah ini pada hakikatnya adalah tidak lain daripada dimensi lain dari

    pelepasan hak, kalau dilihat dari si pemegang hak perbuatannya yang demikian adalah

    dilihat sebagai suatu pelepasan hak akan tetapi bila dilihat dari sudut pemerintah maka

    perbuatan tersebut dapat dikatakan sebagai pembebasan tanah karena pemerintah telah

    memberi ganti rugi membebaskan tanah tersebut dari penguasaan pemegang haknya.

  • 7/27/2019 Ringkasan Agraria a Anggi

    12/15

    Dalam hubungannya dengan pembebasan tanah atau pencabutan hak atas tanahitu

    maka pelru diadakan penelitian terlebih dahulu terhadap segala keterangan dan data-data

    yang diajukan di dalam mengadakan taksiran akan ganti rugi di dalam rangka

    pembebasan tanah yang akan terkena itu. Sehingga apabila telah mencapai suatu

    kesepakatan mengenai bentuk dan besarnya ganti rugi maka baru dilakukan pembeyaran

    ganti rugi dang anti rugi ini hendaklah secara langsung kepada yang berhak. Selain itu

    baru diadakan pelepasan/penyerahan hak atas tanah yang bersangkutan, sehingga apa

    yang dikhawatirkan akan peranan calo-calo tanah ditekan seminimal mungkin. Jika

    pembebasan tanah secara musyawarah ini tidak mendapatkan jalan keluar antara

    pemegang hak atas tanah dan pemerintah, sedangkan tanah itu akan digunakan untuk

    kepentingan umum maka dapat ditempuh cara seperti yang diatur dalam Undang-undang

    No.20 tahun 1961.Masalah tanah adalah masalah yang menyentuh hak rakyat paling dasar. Tanah, di

    samping mempunyai nilai ekonomis, juga berfungsi sosial. Karena fungsi sosial inilah

    yang kadang kala kepentingan pribadi atas tanah dikorbankan, guna kepentingan umum.

    Ini dilakukan dengan pencabutan hak atas tanah dengan mendapat ganti rugi yangtidak

    berupa uang semata akan tetapi dapat juga berbentuk tanah atau fasilitas lain. Misalnya,

    dipindahkan ke tempat lain yang memang diperuntukan bagi perumahan dengan

    mendapat prioritas utama, dan tentunya kalau penggantian ini dengan uang haruslah

    dengan jumlah yang layak. Harga layak disini haruslah harga umum menurut undang-

    undang, yang artinya pantas menurut kesusilaan umum, karena kalau menurut harga

    pasaran , ini kadang-kadang sudah melalui perantara.

    E. Perwakafan Tanah

    Di dalam hukum agraria, perihal wakaf diatur dalam pasal 49, yaitu mengatur

    tentang hak-hak tanah untuk keperluan suci dan agama.

    Ayat (1): pasal tersebut menyebutkan, hak milik tanah badan-badan keagamaan dan

    sosial sepanjang dipergunakan untuk usaha dalam bidang keagamaan dan

    sosial, diakui dan dilindungi. Badan-badan tersebut dijamin pula

    memperoleh tanah yang cukup untuk keagamaan dan usahanya dalam

    bidang keagamaan dan sosial.

    Ayat (2): untuk keperluan peribadatan dan keperluan suci lainnya sebagai dimaksud

  • 7/27/2019 Ringkasan Agraria a Anggi

    13/15

    dalam pasal 14 dapat diberikan tanah yang dikuasai langsung oleh negara

    dengan hak pakai.

    Ayat (3): perwakilan tanah milik dilindungi dan diatur dengan peraturan pemerintah.

    Di dalam pengertian sehari-hari perkataan wakaf ini, banyak diartikan hanya

    untuk keperluan peribadatan saja, misalnya untuk mendirikan masjid di atas tanah yang

    diwakafkan itu. Padahal sebenarnya tanah itu dapat diwakafkan untuk hal-hal yang lain

    sepanjang tidak bertentangan dengan hukum islam. Masalah perwakafan ini selanjutnya

    diatur di dalam peraturan pemerintah No.28 Tahun 1977. Hanya badan-badan hukum

    Indonesia dan orang atau orang-orang yang telah dewasa dan sehat akalnya (cakap

    hukum) yang oleh hukum tidak terhalang untuk melakukan perbuatan atas kehendak

    sendiri dan tanpa paksaan dari pihak lain, dapat mewakafkan tanah miliknya dengan

    memperhatikan peraturan perundangan yang berlaku. Dalam hal badan hukum yang bertindak atas namanya adalah pengurusan yang sah menurut hukum. Kemudian tanah

    yang telah diwakafkan itu tidak dapat dilakukan perubahan peruntukan atau penggunaan

    lain daripada yang telah dimaksudkan di dalam ikrar wakaf.

    Dalam kaitannya dengan tanah-tanah yang akan diwakafkan itu haruslah

    merupakan tanah milik atau tanah yang bebas dari segala pembebanan, ikatan, sitaan dan

    perkara(Pasal 4), dimana pihak yang mewakafkan tanahnya harus mengikrarkan

    kehendaknya secara jelas dan tegas kepada nadzir di hadapan pejabat pembuat akta ikrar

    wakaf (pasal 5 ayat(1)). Oleh karena wakaf bersifat abadi maka hak atas tanah yang

    jangka waktunya terbatas seperti hak guna bangunan, hak guna usaha, hak pakai dan lain

    sebagainya tidak dapat diwakafkan. Nadzir adalah kelompok orang atau badan hukum

    yang diserahi tugas pemeliharaan dan pengurusan benda wakaf. Adapun syarat-syarat

    yang harus dipenuhi sebagai nadzir. Syarat nadzir perorangan:

    a. Warga negara Indonesia

    b. Beragama islam

    c. Sudah dewasa

    d. Sehat jasmani dan rohani

    e. Tidak berada di bawah pengampunan

    f. Bertempat tinggal di kecamatan tempat letaknya tanah yang diwakafkan (pasal

    6 ayat (1))

  • 7/27/2019 Ringkasan Agraria a Anggi

    14/15

    Jika berbentuk badan hukum maka nadzir harus memenuhi persyaratan:

    a. Badan hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia

    b. Mempunyai perwakilan di kecamatan setempat untuk mendapatkan pengesahan

    (pasal 6 ayat (2)), sedangkan nadzir haruslah didaftarkan kantor urusan agama

    kecamatan setempat untuk mendapatkan pengesahan (pasal 6 ayat (3)), dengan

    jumlah yang diperbolehkan untuk sesuatu daerah harus ditetapkan oleh Menteri

    Agama berdasarkan kebutuhan (pasal 6 ayat (4)), dengan hak-hak dan kewajiban

    untuk mengurus dan mengawasi kekayaan wakaf serta hasilnya menurut ketentuan-

    ketentuan yang diatur oleh menteri agama. Sesuai dengan tujuan wakaf, dengan

    berkewajiban untuk membuat laporan-laporan secara berkala atas semua hal yang

    menyangkut kekayaan wakaf (pasal 7).

    F. Jual beliDalam pasal 1457 KUHPerdata yang menyebutkan; jual beli adalah suatu

    persetujuan, dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan

    suatu kebendaan dan pihak lain membayar harga yang telah dijanjikan. Jual beli

    merupakan salah satu cara untuk melepaskan status hak atas tanah. Jual beli yang dianut

    di dalam hukum perdata ini hanya bersifat obligatoir, yang artinya bahwa perjanjian jual

    beli beru meletakan hak dan kewajiban timbale balik antara kedua belah pihak, penjual

    dan pembeli, yaitu meletakan kewajiban kepada pembeli untuk membayar harga barang

    sebagi imbalan haknya untuk menuntut penyerahan hak milik atas barang yang

    dibelinya. Yang pada intinya belum memindahkan hak milik. Adapun hak milik baru

    berpindah dengan dilakukan penyerahan atau levering.

    Dalam UUPA pasal 19 menentuakan bahwa, jual beli tanah harus dibuktikan

    dnegan suatu akta yang dibuat oleh dan di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah

    (PPAT), yang selanjutnya PPAT membuat akta jual beli. Sesuai dengan ketentuan pasal

    1868 KUHPerdata yang menyerbutkan, suatu akta autentik ialah suatu akta yang di

    dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang, dibuat oleh atau di hadapan pegawai

    umum yang berkuasa untuk itu dimana tempat akta itu dibuatnya.

  • 7/27/2019 Ringkasan Agraria a Anggi

    15/15

    Untuk hak atas tanah yang belum bersertifikat atau masih merupakan tanah adat,

    ini belum dapat didaftarkan dan harus memohon kepada Kantor Pendaftaran Tanah

    (KPT) untuk meminta konversi hak diperjualbelikan itu dan untuk dibuatkan

    setifikatnya.