riau merdeka

109
GERAKAN RIAU MERDEKA 1 GERAKAN RIAU MERDEKA

Upload: bahana-mahasiswa

Post on 21-Aug-2015

10.111 views

Category:

Documents


22 download

TRANSCRIPT

Page 1: Riau merdeka

GERAKAN RIAU MERDEKA 1

GERAKAN RIAU

MERDEKA

Page 2: Riau merdeka

GERAKAN RIAU MERDEKA 32 P en g a n t a r P e n u l i s

Hery Suryadi

Penerbit Pustaka PelajarYogyakarta

2008

GERAKAN

RIAUMERDEKA

Men

ggug

at S

entr

alis

asi

Kek

uasa

an y

ang

Ber

lebi

han

Sanksi pelanggaran pasal 44: Undang-undang No. 7 Tahun 1987 tentangPerubahan atas Undang-undang No. 6 Tahun 1982 tentang hak cipta.

1. Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak mengumumkan ataumemperbanyak suatu ciptaan atau memberi izin untuk itu dipidana denganpidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyakRp 100.000.000,- (seratus juta rupiah)

2. Barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan,atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaranhak cipta sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 (satu), dipidana denganpidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp50.000.000,- (lima puluh juta rupiah)

Page 3: Riau merdeka

GERAKAN RIAU MERDEKA 54 P en g a n t a r P e n u l i s

“Berlaku dan bertindak adil itu dimulai sejak dalam pikiran”(Pramoedya Ananta Toer dalam Novel Tetraloginya)

GERAKAN RIAU MERDEKAMenggugat Sentralisasi Kekuasaan yang Berlebihan

Hery Suryadi

Editor

ZULKARNAIN

Sampul

DAS_UKI

Perwajahan

ARNAIN ’99

CETAKAN I

Desember 2008

Penerbit:Pustaka Pelejara

Celeban Timu UH III, Yogyakarta, IndonesiaTelp. (0274) 22961 Fax. (0274) 857397

e-mail: unripress@hotmail

ISBN 979-0000-09-0

Page 4: Riau merdeka

GERAKAN RIAU MERDEKA 76 P en g a n t a r P e n u l i s

Pengantar Penulis

iau pada masa lalu memiliki sejarah yang gilang

gemilang. Daerah ini merupakan bagian dari

kejayaan sebuah imperium Melayu yang mem-

bentang dari Semenanjung Melayu (Malaysia sekarang)

hingga pesisir Timur Sumatera. Namun sejarah panjang

bangsa Melayu yang selalu dipecah-belah oleh kekuatan

eksternal, dalam hal ini kolonialisme dan imperialisme,

membuat nama Riau secara perlahan-lahan mengabur di

tengah persaingan zaman.

Terusirnya penjajah dari tanah air, setelah proklamasi

kemerdekaan, mendatangkan harapan akan bangkitnya

kembali nama Riau. Harapan itu sepertinya tidak pernah

terwujud, malahan di bawah pemerintahan segelintir elite

bangsa yang congkak, marwah Riau semakin diketepikan.

Berbagai kebijakan sepihak dan arogan tidak hentinya

diterapkan pemerintah pusat ke daerah ini. Sumberdaya

alam yang melimpah tidak sedikitpun bisa dinikmati

R

Page 5: Riau merdeka

GERAKAN RIAU MERDEKA 98 P en g a n t a r P e n u l i s

Sekali lagi, munculnya gerakan menuntut Riau

Merdeka adalah akumulasi persoalan selama ini terutama

pembagian rezeki yang kurang adil sebagai akibat politik

sentralisasi. Kekecewaan tersebut termanifestasi dalam

bentuk perlawanan daerah. Per-lawanan ini karena daerah

merasa kekayaan sumberdaya alamnya dirampas oleh

pusat tanpa mendapatkan hak yang layak bagi daerah

(deprivasi relatif). Seperti halnya gerakan berbasis ke-

daerahan pada masa Orde Lama, munculnya Gerakan Riau

Merdeka dipicu oleh kriris politik nasional sebagai akibat

krisis ekonomi yang berke-panjangan. Meluasnya tuntutan

yang dimotori oleh gerakan mahasiswa untuk melakukan

perubahan di segala bidang berakhir dengan runtuhnya

rezim autoritarian Orde Baru. Momentum di mana negara

dalam keadaan lemah ini dimanfaatkan oleh aktor-aktor

gerakan di Riau untuk menuntut bagi hasil minyak antara

pusat-daerah.

Tuntutan bagi hasil minyak tersebut mendapat respon

positif dari Presiden Habibie dan berjanji akan dikabulkan

dalam masa dua bulan. Sampai dengan tenggat waktu yang

dijanjikan tuntutan tersebut tidak dikabulkan sehingga

membuat aktoraktor gerakan yang mengatasnamakan

Gerakan Pers Kampus dan beberapa intelektual mencetus-

kan ide memerdekakan Riau. Militer sebagai representasi

negara cenderung hati-hati dalam menangani isu disinte-

grasi karena posisinya yang kurang menguntungkan.

Untuk konteks Riau, Kol (inf) Muhammad Gadillah, orang

Riau pertama yang menjadi Danrem, sehingga memiliki

ikatan emosional karena ia tahu keadaan Riau sebenarnya

justru selama bertugas di Riau. Ia selalu memberi dukung-

masyarakat. Semuanya dikuras habis untuk kepentingan

penguasa semenjak merdeka hingga runtuhnya rezim

Orde Baru.

Riau bisa dikatakan hanya dijadikan “ladang per-

buruan” oleh sekelompok elit yang mengatasnamakan

negara. Sebagai daerah modal yang menyumbangkan lebih

dari 60 persen pendapatan negara dari sektor migas,

kondisi Riau sangatlah ironi. Perampasan hak-hak masya-

rakat Riau, tidak saja di bidang ekonomi, tetapi juga di

bidang politik yang dilakukan secara sistematis. Peram-

pasan hak-hak yang dilakukan membuat posisi masyarakat

tempatan terpinggirkan.

Akumulasi dari persoalan selama inilah, di saat

momentum perubahan (reformasi) tahun 1998 berde-

ngung, muncul gerakan menuntut Riau Merdeka yang

dipelopori oleh kalangan intelektual kritis di Riau dengan

basis pendukung utamanya adalah mahasiswa. Menguat-

nya perlawanan tersebut juga disebabkan lambannya

pemerintah pusat merespon tuntutan masyarakat Riau

terhadap penjualan bagi hasil minyak bumi. Kondisi di

mana pada saat bersamaan terjadi krisis politik nasional

sehingga negara dalam keadaan lemah.

Gerakan ini berawal dari respon atas tuntutan bagi

hasil minyak dari masyarakat Riau terhadap pemerintah

pusat di bawah Pemerintahan Habibie. Ketika itu, Habibie

dianggap ingkar janji dengan mengulur-ulur waktu dalam

memutuskan diterima atau tidaknya tuntutan tersebut.

Dalam konteks itu, gerakan selalu berasosiasi dengan

tindakan yang dilakukan untuk memberikan respon atau

reaksi atas kondisi tertentu (realitas sosial) di masyarakat.

Page 6: Riau merdeka

GERAKAN RIAU MERDEKA 1110 P en g a n t a r P e n u l i s

an pusat-daerah akan terus mengalami pasang surut selama

cara pandang antara Pusat dan Daerah terhadap format

politik nasional terutama menyangkut otonomi daerah

memiliki perbedaan yang tajam.

Untuk keperluan penerbitan dari tesis ke buku,

beberapa materi direvisi dan sistematikanya disesuaikan

dengan kaidah buku pada umumnya. Akhir kata, saya

menyadari buku ini mungkin saja masih jauh dari kesem-

purnaan, karena itu penulis bertanggung jawab jika ada

yang memberikan masukan ataupun kritikan. Semoga ber-

manfaat adanya.

Pekanbaru, Desember 2008

Hery Suryadi

an secara pasif (sekutu) sehingga gerakan ini menjadi

luas.Gerakan menuntut Riau Merdeka bukanlah sesuatu

yang muncul begitu saja, tanpa ada faktor penyebab yang

paling signifikan.

Tidak berbeda jauh dengan periode 1950-1960,

menguatnya perlawanan daerah setelah reformasi juga

dilingkupi oleh krisis politik nasional pasca tumbangnya

Orde Baru. Pada tahap ini, dipahami ada sesuatu yang salah

dari hubungan pemerintah pusat dan daerah yang hanya

memarjinalkan peran masyarakat lokal baik secara eko-

nomi maupun politik. Pada saat bersamaan, melemahnya

negara secara resiprokal memperkuat civil society. Variabel

lain munculnya gerakan Riau Merdeka –sebagai akibat

menguatnya civil society— adalah peran dari aktor-aktor

sebagai crafter dalam memanfaatkan momentum ketika

struktur penopang negara, yakni Golkar, militer, dan biro-

krasi, mengendur.

Gerakan Riau Merdeka memang agak unik. Sejak

awal, oleh para penggagasnya sudah ditegaskan bahwa

gerakan ini adalah sebuah gerakan damai (peaceful freedom).

Pada sisi lain, gerakan ini sudah pada tahap membuat

semacam teks proklamasi yang diberi judul teks “Deklarasi

Riau Berdaulat”. Dari pemahaman tersebut, gerakan me-

nuntut Riau Merdeka secara substansi lebih tepat dikate-

gorisasikan gerakan sosial.

Buku ini merupakan metamorfosis dari tesis saya pada

Program Pascasarjana Jurusan Ilmu Politik Universitas

Gajah Mada (UGM) Yogyakarta yang menganalisis tentang

Kemunculan Gerakan Riau Merdeka (1998-2001). Fokus

perhatiannya lebih memandang bahwa persoalan hubung-

Page 7: Riau merdeka

GERAKAN RIAU MERDEKA 1312 P en g a n t a r P e n u l i s

Kenangan & Penghargaan

uji syukur saya panjatkan kehadirat Allah

Subhanahu Wata’ala karena berkat dan rahmat-

Nya jualah akhirnya saya dapat merampungkan

karya intelektual ini. Saya merasakan pekerjaan pembuat-

an tesis ini cukup melelahkan, penuh tantangan, dan sekali-

gus mengasah perjalanan intelektual saya.

Bermula pada awal September 1999, keberangkatan

saya ke Yogyakarta untuk menuntut ilmu di Universitas

Gadjah Mada. Semua itu ditempuh dalam suka maupun

duka sebagai upaya mengarungi rimba ilmiah di tengah

kegalauan dan gonjang-ganjing perpolitikan di Indonesia

kala itu. Bebekal nekad—karena itulah petuah dari seorang

rekan sekiranya mau melanjutkan studi—penulis berang-

kat menuju Yogyakarta bersama anak pertamanya (umur

enam bulan ketika itu), istri, mertua perempuan, dan

kakak ipar dengan bus Lorena. Perjalanan lebih kurang

memakan waktu 2 hari 3 malam karena harus transit di

P

Page 8: Riau merdeka

GERAKAN RIAU MERDEKA 1514 K e n a n g a n & P e n g h a rg a a n

University Australia dengan karya monumentalnya The

Decline or Constitutional Democracy ini Indonesia dan Prof.

Dwigh Y. King dari Northen Illinos University, USA. Prof

King adalah teman sekelas Prof Amien Rais ketika studi

doktoral di Universitas Chicago. Apa yang dapat dipetik

dari mereka adalah rendah hati, mencintai pekerjaan,

serius, menghargai pendapat orang, dan bersahabat.

Teman-teman seangkatan terdiri dari pelbagai latar

belakang, ada yang free lance, dosen, staf kedubes Jepang

di Jakarta, birokrat, aktivis dengan beragam latar belakang

disiplin ilmu, yakni ada yang sarjana hubungan inter-

nasional, ilmu peme-rintahan, hukum, sejarah, sosiologi,

STPDN, administrasi negara, komunikasi dll. Semua

mereka menyenangkan, sepertinya masa-masa indah

terutama tahun-tahun pertama itu sulit untuk diulang.

Memasuki tahun kedua, satu persatu ada yang serius meng-

garap tesis, santai-santai, ada yang hilang entah kemana.

Saya masuk kategori yang kedua. Di luar dugaan, teman-

teman yang dalam persepsi saya serius dalam perkuliahan

ternyata ketinggalan kereta dari teman-teman yang

dianggap biasa-biasa saja.

Hari berganti hari, bulan berganti bulan, dan tahun

berganti tahun, tepat tanggal 9 Agustus 2001, saya ujian

seminar proposal bersama dengan Munafrizal, Indah, dan

Nasirudin di hadapan penguji, yakni Dr. Pratikno (Pem-

bimbing), Prof. Riswandha Imawan, dan Dr. Purwo

Santoso. Semestinya Prof. Afan Gaffar (alm) masuk dalam

tim penguji tapi berhalangan hadir karena kesibukannya

menjadi staf ahli Mendagri. Dari empat orang yang telah

mengikuti seminar, Munafrizal (saya selalu memanggilnya

Bogor.

Di katakan nekad karena surat panggilan dari UGM

tiba tanggal 30 Agustus 1999, sementara pendaftaran ulang

berakhir 4 September 1999. Ketika itu, saya sungguh tidak

punya sepersen pun persiapan biaya untuk berangkat.

Mujur, seorang sohib, yakni Bang Syarifudin mengulurkan

pinjaman lunak sebesar Rp. 1 juta. Terima kasih yang

setulus-tulusnya, bang. Pada kesempatan ini, saya juga

ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada ibu Hj.

Azlaini Agus yang telah memberikan finansial untuk test

potensi akademik dan TOEFL.

Tanggal 4 September 1999 dini hari pukul 04.00 WIB

kami tiba di terminal Tirtonadi Solo. Dari Solo, kami men-

cater mobil Suzuki Carry menuju Yogyakarta dengan tarif

Rp. 80.000.- Tepat di depan Candi Prambanan, mobil yang

kami tumpangi menabrak tembok pembatas jalan antara

mobil dan becak karena sopirnya mengantuk. Syukur

Alhamdulillah tidak ada luka. Akan tetapi ban mobil ter-

sebut pecah. Itu pengalaman pertama.

Pengalaman kedua, yakni tepat dua minggu berada

di Yogya, tetangga kos saya membacok pacarnya. Penye-

babnya tak etis saya kemukakan di sini. Tak lama berselang,

tersiar kabar bahwa si cowok memiliki trak record psiko-

logis yang kurang baik. Saya pun diminta menjadi saksi

pada kasus ini. Entah bagaimana ceritanya, kasus ini tidak

dilanjutkan. Artinya, saya batal bersaksi di pengadilan.

Memasuki masa-masa perkuliahan, sepertinya

angkatan ’99 Program Studi Ilmu Politik termasuk ber-

untung karena diajar oleh dua orang Indonesia yang cukup

ternama, yakni Prof. Hebert Feith (alm) dari Monash

Page 9: Riau merdeka

GERAKAN RIAU MERDEKA 1716 K e n a n g a n & P e n g h a rg a a n

hardik kedua orang tua, terkhusus ibu. Saya percaya, sekali

kita durhaka pada orang tua dan mereka tersinggung dari

lubuk hati yang paling dalam sehingga keluar sumpah

seranah, niscaya hidup kita tidak akan selamat. Jadi, selamat

berbakti dan pandai-pandailah menjaga hati kedua orang

tua!

Tak lupa pula tentunya saya persembahkan tesis ini

kepada istri tercinta, Kartini Rosadi, yang dalam suka

maupun duka selalu setia mendampingi dengan penuh

keikhlasan. Kepada kedua ananda tercinta, buah hati

belabuhan jantung, Alifia Dayang Maisuri dan Ahmad

Taqiyudin Zallum Qazvini, yang ketika memandang

mereka semua kelelahan sirna seketika, pembangkit

inspirasi. Dari merawat merekalah sejak dari kandungan

hingga tumbuh besar, saya menyadari betapa pentingnya

menghargai hak-hak asasi manusia. Menyaksikan istri

mabuk karena hamil, mencari barang yang diinginkan

(ngidam), ke bidan dan dokter, yang semuanya mem-

butuhkan biaya, proses persalinan dengan taruhan nyawa,

masa perawatan bayi yang membuat siklus tidur dan

istirahat kita terganggu, imunisasi, menjaga mutu nutrisi

agar tumbuh sehat dan cerdas, masa pertumbuhan yang

butuh perhatian ekstra, masa nakal-nakalnya...ough sangat

melelahkan dan pada saat bersamaan mengasyikkan.

Karenanya, saya selalu memanjatkan doa pada ilahi semoga

anak-anakku kelak menjadi anak yang sehat, cerdas, taat

beragama, menemukan jodoh yang baik. Berbakti kepada

orang tua, serta berguna bagi agama, masyarakat, bangsa,

dan negara.

Kepada saudara-saudara: Bang Syafri dan Kak Azizah

dengan “pustaka berjalan” karena koleksi bukunya sekitar

4.000 buah) dan Indah menyelesaikan ujian tesisnya pada

Juli 2002. sementara pasca seminar, praktis tesis saya

terbengkalai. Ini karena saya terlibat dalam Proyek Penyu-

sunan Master Plan Riau 2020 selama satu tahun enam

bulan. Ketika itu, saya agak sulit mengambil keputusan

apakah ikut dalam proyek ini atau mengerjakan tesis.

Akhirnya, saya sampai pada kesimpulan bahwa ini juga

bagian dari kerja besar buat daerah dan tentunya sekali

seumur hidup. Meskipun harus saya akui, ada rasa penye-

salan sediki karena pengerjaan tesis menjadi terhambat.

Yah, itulah hidup punya pilihan-pilihan yang harus

diputuskan meskipun itu pahit.

Tesis ini mulai dikerjakan dimotivasi oleh tekad untuk

membahagiakan Ayahnda Muhammad Afis Daud (alm)

tercinta, meskipun beliau tidak sempat menyaksikannya.

Pesan itu terngiang-ngiang selalu agar saya secepatnya

menyelesaikan studi supaya ia bisa hadir ketika wisuda

kelak. Kalau mengingatnya, air mata ini pun menetes

karena ada sesuatu yang saya tidak bisa per-sembahkan

kepadanya. Sebagai anak, saya hanya bisa mendoakan

semoga arwah beliau mendapat tempat yang pantas di sisi-

Nya. Amin yaa rabbal ‘aalamin.

Karya ini dedikasikan untuk Ibunda tercinta, Hj.

Tengku Salmiah, yang dengan keringat dan tulang depan

kerat (baca: tenaga) dengan gigih membantu ayah menam-

bah penghasilan keluarga sehingga kami kakak beradik

dapat melanjutkan studi ke perguruan tinggi. Sungguh,

sentuhan dan didikan seorang ibu begitu sangat berarti

dalam sebuah keluarga, karenanya jangan pernah meng-

Page 10: Riau merdeka

GERAKAN RIAU MERDEKA 1918 K e n a n g a n & P e n g h a rg a a n

Cornelis Lay, MA yang wawasan ilmu politik sangat baik,

Sugiono, MA (alm), Prof. Sunyoto Usman, dan Dr Purwo

Santoso, Mas Purwo—yang menurut saya adalah bibit

unggul muda yang dimiliki FISIP UGM, rendah hati dan

serius. Terima kasih juga saya ucapkan kepada Eric Hiariej,

M. Phil, yang bersedia menjadi salah satu dewan penguji

tesis. Kepada Mbak Rus dan Pak Suparman yang selalu

sabar melayani urusan administrasi mahasiswa serta Bapak/

Ibu/Saudara/i yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu.

Terima kasih juga kepada masyarakat Riau c.q. peme-

rintah Provinsi yang uangnya ada saya nikmati selama dua

tahun untuk uang buku. Terima kasih juga kepada Drs.

H. Wan Abubakar MS, M. Si (Wakil Gubernur Riau) atas

bantuan pribadinya secara material. Kepada masyarakat

Kabupaten Bengkalis c.q. Riza Pahlevi (mantan Wakil

Bupati) yang baik hati dan friendly, rendah hati, dan

seorang politisi handal yang sangat paham bagaimana

menjaga konstituen. Kepada masyarakat Kabupaten

Kepulauan Riau c.q. Andi Anhar Chalid (mantan Ketua

DPRD Kepri) yang memberi jalan bagi saya untuk

mendapatkan bantuan dana. Kepada seluruh awak Pusat

Penelitian Industri dan Perkotaan (PPIP) Universitas Riau,

Dr. Ashaluddin Jalil, MS, Drs. Ali Yusri, MS, Dr. Aras

Mulyadi, DEA, Bang Icap, Nadhra, Simon, Meyzi, April,

Ismail, dan Rusli yang selalu membersihkan head printer

yang selalu trouble, tempat dimana wadah saya untuk

mengarungi lautan ilmiah sekaligus menambah income,

suka duka selalu kami arungi bersama.

Kepada teman-teman angkatan ’99 Munafrizal, Arif,

Arjul, Nasiruddin, La Bilu, Edwin, Indah, Rindu, Kang Yaya,

beserta kemenakan, Ayi (Akong), Wanda (Dulkarim),

Zirham (Candil), dan Dara (budak kecik tak bisa dikasih-

tahu) atas bantuan moril maupun materil. Kak Yanti dan

Bang Muji serta keponakan saya, Pandu (Van Damme) dan

Farhan, yang selalu digedor ketika kesulitan likuiditas dan

karenanya rekening BCA saya tidak ditutup karena selalu

tidak ada saldo. Kelik yang entah mau jadi apa karena tak

mau kuliah dan kerja. Kami sekeluarga pernah menya-

rankan agar ia jadi Mbah Dukun karena senang klenik tapi

dengan tegas ditampiknya. Serba tanggung sehingga apa

yang dikerjakannya selalu gagal di tengah jalan. Umi, si

bungsu yang boros dan hanya puas dengan ijazah diplo-

manya.

Tak lupa kepada Dr. Pratikno, pembimbing penulis.

Orangnya bersahaja, rendah hati, tipikal ilmuwan yang

senang berbagi ilmu, dan tidak merasa lebih pintar dari

mahasiswa. Padahal ketika berdiskusi dengannya, saya

semakin merasa bahlul. Ia punya pemikiran yang jernih

dan cemerlang sehingga membuat saraf kejut saya

tersentak. Sarannya selalu kontekstual hal mana tidak

pernah saya pikirkan sebelumnya. Yah, saya merasa tidak

ada apa-apa. Terima kasih atas bimbingannya Mas Tik

(begitu kami selalu memanggilnya). Semoga Allah selalu

memberkati anda. Amin.

Kepada dosen-dosen selama saya menuntut ilmu: Prof

Afan Gaffar (alm), Prof. Riswanda Imawan yang sangat

kocak dan sangat menguasai bidang ilmunya terutama

sistem kepartaian dan pemilu. Mas Ris sangat berhavioralis

karena senang bermain dengan angka-angka ketika

menganalisis perilaku politik dan seorang insomnia sejati.

Page 11: Riau merdeka

GERAKAN RIAU MERDEKA 2120 K e n a n g a n & P e n g h a rg a a n

FISIP Unri dan Drs. Ishak, M. Si, Ketua Program Non

Reguler FISIP Unri yang selalu meng-handle tugas-tugas

saya ketika saya harus berangkat ke Yogyakarta untuk

bimbingan dan konsultasi tesis. Tak lupa saya ucapkan

terima kasih kepada Drs. Muhammad Ridwan, M. Si,

mantan Wakil Dekan II FISIP Unri. Thanks for everything.

Akhirul kalam, saya ucapkan terima kasih kepada

para ilmuwan yang pemikirannya penulis kutip meskipun

tidak dikenal orangnya, narasumber, key informan, serta

pihak-pihak yang turut serta membantu selesainya karya

ini, baik langsung maupun tidak langsung.

Mas Anto, Nasyiwan, Mas Hisyam, Mbak Retno, Mbak

Susi, Teh Ida, Tiwi, Iman, Dian, Mas Dwi, Ono san,

Sachiko, Izzul, Mas Saptoso, Mbak Susi, Hermie, Mbak

Ratna, Falzah, Puji, dan teman-teman lain yang tidak bisa

penulis sebutkan satu persatu, semoga perjalanan mencari

ilmu kita tidak sia-sia.

Tak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada

Syafa’atun binti Kariadi yang telah memberikan pelajaran

berharga kepada saya arti pentingnya sebuah perjuangan

dalam menggapai kehidupan. Kepada bapak kos, Pak

Djemiko dan keluarga yang tidak pernah menaikkan sewa

kamar selama penulis tinggal lebih kurang dua tahun.

Keluarga besar Ibu Hj. Eli Kusnaliah (orang tua angkat

penulis) di Yogya dan Reren yang selalu meminjamkan

mobilnya. Kepada Jun Foster, teman setia main biliar ketika

penulis merasa jenuh dengan tugas-tugas rutin. Per-

sahabatan sejati yang telah dibangun semoga selalu abadi.

Ia mulai merintis usaha sendiri, semoga sukseslah,

kamerad!

Kepada Prof. Dr. Muchtar Ahmad, M. Sc, mantan

Rektor Universitas Riau, yang selalu memberi izin dan moti-

vasi untuk terus menuntut ilmu. Pak Hasanudin dan Aulia

seorang birakrat yang selalu risau dengan keadaan masya-

rakat. Kepada Eddy Mohd. Yatim dan H. Fahrullazi, kedua

teman baik saya yang selalu memberi motivasi ketika

masa-masa dimana saya hampir kehilangan orientasi

karena terbentur biaya untuk menyelesaikan studi ini.

Meskipun terkadang tak jarang kritik mereka membuat

merah kuping agar saya menyelesaikan studi dengan

segera. Kepada Drs. M. Y. Tiyas Tinov, M. Si, Wakil I Dekan

Page 12: Riau merdeka

22 K e n a n g a n & P e n g h a rg a a n GERAKAN RIAU MERDEKA 23

Daftar Isi

Pengantar Penulis ~ 5

Kenangan & Penghargaan ~ 11

Daftar Isi ~ 19

Bab 1 Pendahuluan ~ 23

Bab 2 Benih-benih Ketegangan Pusat-Daerah ~ 37

Bab 3 Jejak Riau Menapak Jalan Kebebasan ~ 57

A. Riau sebagai Entitas ~ 58

B. Perjuangan Rakyat Riau untuk Kemerdekaan ~

67

C. Provinsi Riau Masa Orde Lama ~ 69

D. Provinsi Riau Masa Orde Baru ~ 80

E. Historiografi Keinginan Riau untuk Merdeka ~

92

Bab 4 Bersatu dalam Gerak Perjuangan ~ 101

A. Gerakan Mahasiswa di Riau: Bola Salju Gerakan

Reformasi Nasional ~ 101

B. Gerakan Moral Intelektual di Riau: Perjuangan

Page 13: Riau merdeka

GERAKAN RIAU MERDEKA 2524 Da f a r I s i

Bab 1

PENDAHULUAN

Kegagalan membangun sistem pemerintahan yang kewenangannya

terdesentralisasikan secara lebih bermakna dari waktu ke waktu,

menimbulkan keyakinan baru bagi masyarakat di daerah bahwa pusat bukan

hanya mengeksploitir mereka, tetapi juga mengambil hak mereka untuk

mendapat pelayanan yang baik oleh sebuah pemerintahan yang baik.

Kondisi ini berlangsung sangat lama, sehingga menimbulkan berbagai

ketidakpuasan. Pada puncaknya, muncul gagasan untuk kembali ke bentuk

pemerintahan federal, atau bahkan merdeka.1

epanjang sejarah republik sejak tahun 1945 hingga

saat ini, Indonesia telah mengalami beberapa kali

pemberontakan daerah. Pada fase awal kemer-

dekaan, pemberontakan daerah dapat dipahami sebagai

akumulasi permasalahan yang sangat kompleks dan saling

1. Elaborasi dari Andi A. Mallarangeng dan M. Ryaas Rasyid,Otonomi dan Federalisme, dalam Adnan Buyung Nasution, HarunAlrasyid, Ichlasul Amal, dkk., 1999, Federalisme untuk Indonesia,Kompas, Jakarta, h. 21.

S

Konsepsional ~ 113

C. Perluasan Gerakan: Bersatunya Kekuatan

Reformasi di Riau ~ 126

Bab 5 Bendera Riau Merdeka Akhirnya Berkibar ~ 135

A. Setting Politik Nasional pasca Orde Baru: Bermula

dari Legitimasi ~ 136

B. Riau Merdeka: Dialektika Hubungan Pusat-

Daerah ~ 140

C. Dinamika Gerakan Riau Merdeka ~ 160

D. Kongres Rakyat Riau II: Instutisionalisasi yang

Absurd ~ 172

Bab 6 Penutup ~ 183

Daftar Pustaka ~ 191

Biodata Penulis ~ 198

Page 14: Riau merdeka

GERAKAN RIAU MERDEKA 2726 P en d a h u l u a n

4 Pratikno, 1999, Hubungan Pusat-Daerah Gelombang Ketiga: SosokOtonomi Daerah di Indonesia Pasca Soeharto, Jurnal UNISIA No. 39/XXII/III/1999, UII, Yogyakarta.

5 Nazaruddin Syamsuddin, 1989, Integrasi Politik di Indonesia,Gramedia, Jakarta, h. 1.

kebudayaan. 4

Diawali oleh pemberontakan Darul Islam di Jawa

Barat tahun 1947, telah diikuti oleh suatu gerakan pemisah-

an diri di Maluku pada akhir April 1950. Sebelum peme-

rintah mampu mengakhiri perlawanan-perlawanan ter-

sebut, gerakan Darul Islam telah diperkuat oleh suatu

pemberontakan di Aceh tahun 1953. Hanya beberapa tahun

kemudian, pada tahun 1958 meletuslah pemberontakan

lainnya di Sumatera dan Sulawesi Utara yang dicetuskan

oleh beberapa pemimpin tingkat nasional yang dihormati

dan perwira-perwira militer daerah. Pemberontakan

lainnya di Irian Jaya oleh Organisasi Papua Merdeka (OPM)

meletus akhir Juli 1965 yang diawali penyebaran pamflet

pada tanggal 19 April 1965 berisi tuntutan Negara Papua

Merdeka. Tantangan-tantangan sentrifugal ini kemudian

diperkaya lagi pada tahun 1976 dengan munculnya

Gerakan Aceh Merdeka.5

Pemberontakan daerah pada masa itu dapat dipahami

sebagaimana periode awal masyarakat politik dalam

membangun negara-bangsa. Hanya bermula dari suatu

revolusi yang dilandasi nasionalisme, persamaan senasib

sepenanggungan, dan patriotisme yang tinggi dalam

mengusir penjajah. Dilandasi oleh beberapa persamaan ter-

sebut, persoalan integrasi nasional tidak mengalami

2 Ini berdasarkan orang-orang yang menggerakkan Permesta danPRRI terutama yang berkolaborasi dengan penguasa militer didaerah. Selain itu, terdapat perbedaan cara pandang antara pusatdan daerah dalam menentukan politik pemerintahan terutamamenyangkut hubungan antara pemerintah pusat dan daerah.

3 Lihat Yusril Ihza Mahendra, Perpolitikan Konsep Federal di Indo-nesia dan Konsekuensinya, dalam Adnan Buyung Nasution dkk.,Ibid, h. 160-161.

tumpang tindih mulai dari polarisasi baik secara individu

maupun kelompok pada level pemerintah pusat yang

dipicu oleh pertentangan ideologi, friksi antarelit, militer

versus Partai Komunis Indonesia dalam merebut pengaruh

kekuasaan (baca: presiden), pertarungan antara sub-

budaya politik Jawa dan sub-budaya politik luar Jawa.

Berbeda dengan pemberontakan daerah saat ini di mana

para pelakunya tidak terkait dengan struktur kekuasaan,

pemberontakan daerah periode 1950 hingga 1960-an para

pelakunya nyaris orang-orang yang terkait dengan struktur

kekuasaan baik militer maupun sipil.2

Soal ketidakpuasan daerah, Yusril Ihza Mahendra

men-sinyalir sejak Kabinet Wilopo tentang perimbangan

antara pusat dan daerah sudah menjadi masalah. Oleh

Simbolon dan Kawilarang dijadikan alasan untuk menye-

lundupkan kopra dan karet karena dianggap sangat Jawa

centris, yang merupakan cikal bakal pemberontakan PRRI/

Permesta.3 Sementara itu, Legge (1961), Maryanov (1958),

Syamsuddin (1985), dan Harvey (1984) berusaha mema-

hami latar belakang pemberontakan daerah pada masa

Orde Lama dari perspektif hukum politik maupun

Page 15: Riau merdeka

GERAKAN RIAU MERDEKA 2928 P en d a h u l u a n

berusaha membangun legitimasi absolut. Developmental-

isme dan fundamentalisme ekonomi yang tangguh, yang

didengung-dengungkan ternyata menjadi bumerang bagi

rezim otoritarian itu sendiri. Orde Baru yang selalu meng-

atasnamakan kepentingan negara, melalui kebijakannya

selama ini secara tidak langsung telah mendorong per-

lawanan daerah lebih menguat dan meluas ketika rezim

ini ambruk.

Kondisi dengan serta merta akhirnya berbalik arah,

ketika penopang utama Orde Baru, yakni militer, Golkar,

birokrasi, dan Soeharto sebagai kosmos berada dalam posisi

yang sangat lemah. Tuntutan perubahan meluas seiring

dengan krisis moneter dan ekonomi bermetamorfosis

menjadi krisis legitimasi yang berujung dengan mundur-

nya Soeharto atas desakan general will pada tanggal 21

Mei 1998, seiring dengan usianya yang semakin renta.7

Selain itu, munculnya gerakan oposisi di luar struktur

kekuasaan terutama dari kalangan intelektual, retaknya

aliansi strategis – militer, birokrasi, dan Golkar— sebagai

penyokong utama Orde Baru sebagai akibat terjadinya

regenerasi kepemimpinan politik, juga turut mendorong

7 Penyebab krisis ekonomi bukannya tidak ada kontinuitas daripilihan strategi pembangunan yang diterapkan Orde Baru.Kebijakan personal Soeharto memberikan konsesi kepadakeluarga dan kroninya turut menyumbang rentannya fundamen-tal ekonomi Indonesia terhadap faktor eksternal karena kapitalterpusat pada segelintir orang. Tentang uraian enggannya OrdeBaru mengadakan autokritik terhadap kebijakan pembangunanekonomi lihat Zaim Saidi, 1998, Soeharto Menjaring Matahari, Mizan,Bandung.6 Lihat Pratikno, Op. Cit.

hambatan yang berarti karena dilakukan secara sukarela.

Bangsa Indonesia ketika itu sedang dihadapkan kepada

usaha mencari format politik nasional. Persoalan integrasi

nasional biasanya muncul pada suatu bangsa yang baru

keluar dari penjajahan ketika negara mulai melakukan

pembangunan (state building), yang cenderung menguta-

makan pembangunan versi negara sehingga mengganggu

nilai-nilai lokalitas yang telah berabad-abad berlangsung.

Seperti tidak belajar pada sejarah, memasuki babak

baru hubungan pusat-daerah, Orde Baru menerapkan

sistem sentralistik dan represif dalam mengatasi perlawanan

daerah seperti diberlakukannya daerah operasi militer

(DOM) di Aceh. Strategi ini terbukti asubstantif dan kontra-

produktif. Untuk jangka pendek, strategi ini sangat efektif

karena gerakan perlawanan daerah berhasil dilokalisir.

Inilah salah satu reputasi politik yang berhasil diraih

pemerintahan Orde Baru di bawah Soeharto, yakni keber-

hasilannya meredam pemberontakan daerah yang menjadi

masalah pelik pada periode Orde Lama di bawah

Soekarno.6 Keberhasilan ini ditopang oleh birokrasi, Golkar

dan militer sebagai motor penggerak dalam mengendalikan

dinamika politik lokal. Ianya terbungkus dalam kerangka

desentralisasi (baca: hubungan pusat-daerah) yang semu.

Keberhasilan Orde Baru meredam perlawanan daerah

tidak dengan serta merta mampu meredam munculnya

kembali perlawanan daerah terhadap pemerintah pusat.

Melalui kebijakan ekonomi maupun politiknya, Orde Baru

Page 16: Riau merdeka

GERAKAN RIAU MERDEKA 3130 P en d a h u l u a n

10 Bhenyamin Hoessein, Ibid, hal. 60-61. Sistem ini didukung olehsentralisasi sumber keuangan, public policy making, danperencanaan pembangunan serta sentralisasi rekrutmen danpromosi pegawai. Uraian tentang hal ini periksa juga Pratikno,Tragedi Politik Desa 1998-1999: Kelangkaan Kelembagaan Lokaldalam Manajemen Krisis, dalam Angger Jati Wijaya dkk. (editor),2000, Reformasi Tata Pemerintahan Desa Menuju Demokrasi, YAPIKAdan FORUM LSM DIY bekerja sama dengan Pustaka Pelajar,Yogyakarta, h. 112-113.

an pusat-daerah dibangun secara tidak demokratis. Selain

itu, penggunaan asas –desentralisasi, dekonsentrasi, dan

tugas pembantuan— secara bersamaan adalah sesuatu

yang sangat tidak mendorong upaya otonomisasi di tingkat

lokal. Walaupun tidak secara tegas menyebutkan kata

sentralisasi, dalam implementasinya pendekatan sentralisasi

yang paling menonjol.

Pola hubungan pusat-daerah pada masa Orde Baru

secara teoretik tergolong integrated prefectoral system.

Sistem ini diterapkan dengan alasan sangat bermanfaat bagi

masyarakat yang memiliki konsensus rendah, sering

mengalami perpecahan, ataupun ketidakstabilan politik.

Dalam sistem ini kepala wilayah mengusahakan tercipta-

nya ketertiban dan kestabilan politik. Selaku wakil peme-

rintah pusat, kepala wilayah sekaligus merangkap sebagai

kepala daerah yang menjalankan fungsi mengusahakan

pembinaan bangsa dan menerjemahkan kebijakan nasional

di wilayah yurisdiksinya.10 Pada perkembangannya, atas

nama kepentingan negara, penguasa dapat bertindak

dengan leluasa melalui interpretasi tunggal yang mencakup

semua sektor kehidupan masyarakat.

percepatan perubahan.8 Dari perspektif lain, perubahan

yang terjadi sebagai akibat proses modernisasi yang sedang

berjalan, yang menyebabkan terjadinya transformasi sosial.

Dalam konteks itu, terciptanya kelas menengah yang relatif

otonom terhadap kekuasaan yang berdampak pada

menguatnya civil society di Indonesia.

Perubahan yang begitu cepat dan tiba-tiba (by

accident) salah satu eksesnya berimplikasi kepada per-

lawanan daerah (baca: ancaman disintegrasi) yang semakin

menguat dan meluas sebagai akibat ketidakpuasan ter-

hadap Pemerintah Pusat selama ini. Aceh, Papua, Riau,

dan Kalimantan Timur yang notabene merupakan daerah

modal adalah empat daerah yang menunjukkan sikap

melakukan perlawanan terhadap Pemerintah Pusat dengan

karakteristiknya masing-masing.

Untuk memahami pemberontakan daerah dewasa ini

tidak terlepas dari format politik Orde Baru terutama dalam

konteks hubungan pusat-daerah dengan UU No. 5 Tahun

1974 sebagai konstruksi yang mendasarinya. Benyamin

Hoessein mencatat bahwa istilah demokrasi hanya disebut

sekali di dalam UU No. 5 Tahun 1974.9 Ini berarti hubung-

8 Uraian lebih lengkap tentang retaknya aliansi strategis harapperiksa Eep Saefullah Fatah, 1998, Menimbang Masa Depan OrdeBaru: Reformasi atau Mati? Laboratorium Ilmu Politik FISIP UI danMizan, h. 56-66.

9 Yang sangat nyata adalah tidak adanya pasal maupun peraturanpemerintah yang mengatur hubungan keuangan antara pusatdan daerah dalam UU No. 5 Tahun 1974 sehingga alokasi dana kedaerah lebih ditentukan oleh aksessibilitas politik. LihatBhenyamin Hoessein, Sentralisasi dan Desentralisasi: Masalahdan Prospek, dalam dalam Syamsuddin Haris dan Riza Sihbudi(ed.), 1996, Menelaah Kembali Format Politik Orde Baru, Gramedia,Jakarta, h. 63.

Page 17: Riau merdeka

GERAKAN RIAU MERDEKA 3332 P en d a h u l u a n

– ideologi, politik, ekonomi, sosial dan budaya— hingga

pada tingkat pemerintahan yang paling rendah.

Pada sisi lain, sistem ini menyebabkan kepala daerah

lebih berperan sebagai perantara (broker) pemerintah pusat

sehingga warna politik nasional sangat kental mewarnai

politik pada tingkat lokal. Kepala daerah bertanggung

jawab kepada pemerintah pusat bukan kepada masyarakat

lokal. Akibatnya dinamika politik lokal menjadi tidak

dinamis, monolitik, dan rigid.

Model ini juga yang menuntut monoloyalitas dan

menyebabkan terjadi hubungan patron-client yang tunggal.

Implikasinya, faktor-faktor produksi secara mutlak di-

kuasai para kroni penguasa. Aksessibilitas kepada kekuasa-

an menjadi sangat menentukan dalam segala hal. Pola ini

juga menjadi suatu budaya politik yang merambat pada

struktur birokrasi di daerah sehingga memunculkan rezim

feodal-aristokratik.12 Dalam konteks ini, dapat dikatakan

bahwa teori otonomi memang ada tetapi pelaksanaan oto-

nomi tidak pernah dilaksanakan di Indonesia hingga saat

ini.13 Semua itu dibangun atas dasar rekayasa regulasi yang

canggih yang menempatkan Pemerintah Pusat pada posisi

yang sangat menentukan.

Bermula dari lepasnya Timor Timur melalui referen-

dum adalah merupakan pendulum munculnya permin-

12 Untuk lebih jelas lihat Priyo Budi Santoso, 1993, Birokrasi PemerintahOrde Baru: Perspektif Kultural dan Struktural, Rajawali, Jakarta.

13 Lihat Fauzi Kadir, 1999, Seperti Bambu di Tepi Sungai, dalam TabloidPolitik WataN No. 10 Tahun I, 24-30 Desember 1999, Pekanbaru,Riau.

Fungsi tersebut juga menyebabkan posisi kepala

daerah sangat dilematis terutama ketika dihadapkan

kepada antara kepentingan daerah dan kepentingan pusat.

Dalam praktiknya, kepala daerah lebih mengutamakan

kepentingan pusat daripada kepentingan daerah. Ada

beban psikologis sekiranya kepala daerah lebih menyuara-

kan kepentingan daerah, yakni akan berhadapan dengan

kekuasaan pemerintah pusat dan resiko kehilangan

jabatan. Dalam kondisi demikian, kepala daerah meng-

alami conflict of interest sehingga cenderung melakukan

upaya menyelamatkan diri daripada membela kepentingan

daerah. 11

Pola hubungan ini hanya menyebabkan timbulnya

hegemoni pemerintah pusat terhadap pemerintah daerah

dengan kepala daerah sebagai aktor yang “wajib” meng-

ikuti skenario yang telah ditentukan dalam segala dimensi

11 Untuk kasus Riau, hal ini didukung oleh tiga gubernur sebelumnyayang bukan putra daerah. Jabatan gubernur selama Orde Lamamaupun Orde Baru didrop dari pusat, berlatar belakang militer(argumentasi Pusat karena Riau dianggap rawan, meskipunkriteria rawan tidak mempunyai parameter yang jelas) dan etnisJawa. Akibatnya aspirasi masyarakat Riau banyak yang tidakterakomodasi. Pada tanggal 2 September 1985, seorang calonpendamping, Ismail Suko, ketika itu memenangkan pemilihangubernur. Akan tetapi ia tidak dilantik. Pusat melantik ImamMunandar untuk masa jabatan kedua. Kasus hampir sama jugaterjadi tahun 1993. Ketika itu, Syarwan Hamid, anak jati Riau,mendapat dukungan luas dari masyarakat untuk mendudukijabatan gubernur. Akan tetapi tidak disetujui oleh pusat. AkhirnyaSoeripto, mantan Pangkostrad, menjadi gubernur untuk keduakalinya. Tentang uraian dinamika pemilihan Gubernur Riau 1993-1998 harap periksa Zulfan Heri dan Muchid Albintani (peny.), 1998,DPRD Riau Digugat: Kilas Balik Pemilihan Gubernur Riau (1993-1998),LS2EPM, Pekanbaru.

Page 18: Riau merdeka

GERAKAN RIAU MERDEKA 3534 P en d a h u l u a n

terhadap pemerintah pusat akan sumber dana, sumber-

daya manusia, dan wewenang.15

Persistensi sentralisasi kekuasaan dan ekonomi

berakibat pada ketidakpuasan daerah atas ketimpangan

tersebut. Diskursus otonomi seluas-luasnya, federalisme

dan merdeka nyaring terdengar terutama pada daerah yang

kaya akan sumberdaya alam. Dalam konteks ini, pembe-

rontakan daerah dapat dipahami sebagai ketidakadilan atas

pembagian hasil keuntungan yang diperoleh pusat kepada

daerah selama ini.

Masing-masing daerah tersebut memiliki karakteristik

perjuangan tersendiri dalam menyikapinya. Aceh misal-

nya, menempuh jalan mengangkat senjata dan diplomasi

sekaligus, dengan porsi melalui senjata lebih dominan di

bawah kendali pasukan Gerakan Aceh Merdeka (GAM).

Sementara Papua, meskipun memiliki Organisasi Papua

Merdeka (OPM) tetapi perlawanan bersenjata tidak sein-

tensif di Aceh. Mereka juga menempuh jalur diplomasi.

Kongres Rakyat Papua adalah merupakan bukti akan hal

ini. Kedua gerakan masing-masing di Aceh dan Papua

memiliki sejarah yang panjang dan unik hingga mereka

lebih terorganisir dan dikenal luas di dunia internasional.

Sementara gerakan menuntut Riau Merdeka bergema dan

menguat pasca tumbangnya rezim autoritarian Orde Baru.

Kebijakan Habibie dalam mengatasi perlawanan

daerah kurang membawa hasil yang memuaskan. Per-

15 Lihat Tim PPW-LIPI, Menuju Reformasi Hubungan Pusat-Daerah,dalam Syamsuddin Haris dan Riza Sihbudi (ed.), Op.Cit., h. 183.

taan serupa bagi daerah lainnya. Aceh misalnya, menagih

janji serupa melalui referendum untuk merdeka, Irian Jaya

menuntut Papua merdeka, Riau yang telah mendeklarasi-

kan Riau Berdaulat (baca: merdeka) tanggal 15 Maret 1999

juga memanfaatkan momentum ini, sementara

Kalimantan Timur melalui DPRD Tingkat I pada awal

Desember 1999, dalam pernyataan sikapnya mengusulkan

bentuk negara federasi. Potensi disintegrasi mengemuka

dan inilah fase paling spektakuler munculnya perlawanan

daerah terhadap pemerintah pusat.14

Perlawanan daerah terhadap pusat saat ini bisa

dipahami yang menjadi penyebabnya antara lain timpang-

nya perimbangan keuangan antara pusat-daerah jika dilihat

dari empat daerah yang melakukan perlawanan, yang

merupakan daerah yang kaya akan sumberdaya alam.

Pembagian rezeki yang kurang adil ini menyebabkan

timpangnya struktur ekonomi dan infrastruktur antara

Jawa dan luar Jawa, kebijakan sentralisasi kekuasaan yang

ber-lebihan (over-centralized) sehingga mematikan

kreativitas sebagai akibat tingginya ketergantungan daerah

14 Menguatnya perlawanan daerah terhadap pusat juga disebabkankarena posisi negara dalam keadaan lemah baik secara ekonomimaupun politik dan pada saat bersamaan hak-hak asasi manusiamenjadi isu krusial serta menjadi sorotan internasional terutamadalam meloloskan bantuan finansial sehingga penanganan upayaseparatis tidak bisa semata-mata dilakukan dengan cara represiftetapi juga dengan cara persuasif, sesuatu yang hampir tidakpernah dilakukan oleh rezim Soeharto sebelumnya. Seiringdengan hal tersebut, peluang ini dimanfaat-kan daerah untukmemperkuat bargaining position mereka terhadap pemerintahpusat.

Page 19: Riau merdeka

GERAKAN RIAU MERDEKA 3736 P en d a h u l u a n

mahasiswa yang comitted dengan Riau Merdeka. Kalimat yangselalu diucapkan adalah “aku tahu maka aku memberontak”. Tahu disini artinya mereka mengerti kekayaan Riau yang melimpahhanya untuk segelintir orang, sementara untuk masyarakat Riauhanya tinggal ampasnya.

Buku ini hadir untuk menelaah bagaimana dinamika

“pemberontakan” daerah pasca Orde Baru bisa dipahami

yang menjadi penyebabnya antara lain timpangnya per-

imbangan keuangan antara pusat-daerah jika dilihat dari

empat daerah yang melakukan perlawanan, yang merupa-

kan daerah yang kaya akan sumberdaya alam. Pembagian

rezeki yang kurang adil ini menyebabkan timpangnya

struktur ekonomi dan infrastruktur antara Jawa dan luar

Jawa, kebijakan sentralisasi kekuasaan yang berlebihan

(over-centralized) sehingga mematikan kreativitas daerah.

Akumulasi dari persoalan hubungan pusat-daerah

selama ini memunculkan kekecewaan yang mendalam

karena me-marjinalkan masyarakat lokal secara sistematis,

baik secara sosial, ekonomi, dan politik. Dan kekecewaan

tersebut akhirnya termanifestasikan dalam bentuk per-

lawanan daerah terhadap pemerintah pusat.

Fokus pembahasannya adalah munculnya Gerakan

Riau Merdeka selama kurun waktu 1998-2001. Urgensi-

nya, terutama mengungkap fakta maupun peta tentang

Gerakan Riau Merdeka. Dengan memahami fakta dan peta

kekuatan Gerakan Riau Merdeka dapat diketahui tipikal

dari gerakan tersebut. Karena itu, dalam buku ini dikaji

profil dan siapa-siapa aktor di balik gerakan tersebut, faktor

apa yang paling signifikan penyebab munculnya gerakan

masalahan ini akhirnya harus ditangani oleh pemerintahan

Abdurrahman Wahid. Selain itu, Abdurrahman Wahid

dalam banyak hal dianggap tidak konsisten dengan per-

nyataan yang telah dibuatnya sendiri, “Jika Timor Timur

diberi referendum, kenapa Aceh tidak. Itu namanya tidak

adil.” Seperti mendapat peluang untuk mengadakan

referendum, ucapan presiden tersebut banyak menghiasi

hampir di setiap sudut kota-kota di Aceh.

Pernyataan tersebut akhirnya dibantah sendiri oleh

Abdurrahman Wahid sehingga membuat masyarakat Aceh

semakin tidak percaya kepada pemerintah pusat.16

Sementara untuk daerah Riau, persepsi yang berkembang

bahwa pemerintahan Abdurrahman Wahid juga tidak jauh

berbeda dengan pemerintahan sebelumnya dalam hal

keadilan. Dan lebih ekstrim lagi, sebagian mahasiswa dan

pemuda di Riau tidak percaya kepada pemerintahan orang-

orang Jawa.17

16 Kasus Aceh menonjol karena intensitas perlawanan terusmeningkat dan banyak memakan korban jiwa. Perlawanan dalambentuk yang lain juga terjadi di Papua Barat, ada usahasekelompok masyarakat mengibarkan bendera Papua Merdekapada tanggal 1 Desember 1999. Meskipun aksi ini dilakukan tanpakekerasan, berarti eksistensi Republik Indonesia dipertanyakan.Sementara di Riau telah dilaksanakan Kongres Rakyat Riau IItanggal 29-31 Januari 2000. Kongres Rakyat Riau II memberikantiga opsi, yakni otonomi luas, federal, dan merdeka. Akhirnyamayoritas peserta kongres terutama mahasiswa dan pemudasebagai kelompok pro-merdeka memilih opsi merdeka.

17 Pemerintahan orang-orang Jawa di sini maksudnya adalah karenaPresiden Abdurrahman Wahid dan Wakil Presiden MegawatiSoekarnoputri kala itu, keduanya berasal dari Jawa. Pendapat iniberdasarkan percakapan di kalangan akademisi terutama

Page 20: Riau merdeka

GERAKAN RIAU MERDEKA 3938 P en d a h u l u a n

Bab 2

BENIH-BENIH KETEGANGANHUBUNGAN PUSAT-DAERAH

eragamnya suku bangsa, agama, ras, antar-

golongan, dan geografis yang tersebar merupakan

salah satu penyebab sulitnya membangun identitas

politik bersama melalui nation building di Indonesia. Orde

Lama yang lebih mem-prioritaskan pada pembangunan

politik, telah menyebabkan pembangunan ekonomi

cenderung terabaikan. Pengabaian terhadap pembangun-

an ekonomi ini telah mengakibatkan daerah di luar Jawa

sangat merasakan ketertinggalan ketika itu. Ketidakpuasan

ini menimbulkan gerakan berbasis kedaerahan seperti DI/

TII di Jawa Barat, Aceh, dan Sulawesi Selatan, kemudian

PRRI di Bukittinggi, dan Permesta di Sulawesi Utara.

Memasuki usia kemerdekaan hampir 59 tahun,

Indonesia masih dihadapkan pada persoalan integrasi

B

tersebut, hingga penulis berupaya untuk memprediksi

apakah akan terjadi eskalasi dari gerakan tersebut berdasar-

kan kondisi faktual yang ada.

Fokus pembahasannya berangkat dari pertanyaan;

Pertama, pra-kondisi apa yang menyebabkan munculnya

gerakan menuntut Riau Merdeka. Kedua, faktor apa yang

dianggap paling signifikan yang menyebabkan munculnya

gerakan menuntut Riau Merdeka. Ketiga, akankah terjadi

eskalasi dari gerakan tersebut.{}

Page 21: Riau merdeka

GERAKAN RIAU MERDEKA 4140 Be n i h -B en i h K e t eg a n g a n H u b u n g a n P u sa t - Da er a h

18 Riswandha Imawan, tanpa tahun, “Research Design”, dalamMetodologi Penelitian Administrasi, diktat kuliah Program StudiMagister Ilmu Administrasi PPS Universitas 17 Agustus, Surabaya,unpublished.

19 Lihat Barbara Sillars Harvey, 1989, Permesta: PemberontakanSetengah Hati (terj.), Pustaka Utama Grafiti, Jakarta, h. 9-30.

kan” (inserting) variabel baru, sehingga nuansa penjelasan

yang sudah ada dapat diperkaya lagi. Selain itu, untuk

menunjukkan upaya penjelasan yang telah dilakukan oleh

orang lain, review of literature ini juga menjadi petunjuk

penting keseriusan peneliti terhadap penelitiannya.18

Dalam konteks itu, tujuan dilakukannya tinjauan

kepustakaan dalam adalah untuk memudahkan mem-

bangun argumen dalam menjelaskan Gerakan Riau

Merdeka. Untuk itu, dipilih literatur yang ada relevansinya.

Pemilihan literatur ini berdasarkan asumsi bahwa Gerakan

Riau Merdeka memiliki persamaan dengan gerakan

berbasis kedaerahan pada masa Orde Lama, yang tidak

memiliki tradisi separatisme murni di mana tujuan dari

gerakan tersebut lebih kepada upaya agar diperhatikan

oleh pemerintah pusat dengan tuntutan otonomi luas.

Dalam menganalisis penyebab munculnya Permesta,

Harvey (1989)19 mulai dari konstalasi perpolitikan nasional

ketika itu secara komprehensif dengan mengutip dari studi

para Indonesianis sebelumnya seperti Kahin, Legge,

Anderson, Maryanov, McVey, Feith, Mackie, dan Schmitt.

Pertama, kesenjangan Jawa dan luar Jawa sebagai warisan

kolonial. Ketika itu, kekecewaan didasarkan atas suatu rasa

ketidaksenangan yang luas terhadap struktur negara yang

ada, yang secara luas dikritik sebagai biro-kratis, tidak

nasional, meskipun permasalahan ini sempat mengalami

interupsi selama rezim Orde Baru selama 32 tahun. Selama

Orde baru, bukannya persoalan ini sudah dapat dikatakan

tuntas karena represivitas yang diterapkan Orde Baru

dalam menghadapi berbagai gerakan baik itu berupa

perlawanan terhadap perlakuan tidak adil penguasa atas

rakyat maupun gerakan separatisme, telah menyebabkan

hancurnya tatanan sosial dan menyimpan amarah dari

rakyat yang cenderung tidak terkendali karena telah

kehilangan nalar. Uniformitas dan sentralisasi adalah salah

satu hal yang paling menonjol dari pola pemerintahan

rezim Orde Baru dalam menerapkan sistem pemerintahan.

Kasus serupa, yakni gerakan berbasis kedaerahan

muncul kembali pasca tumbangnya rezim Orde Baru.

Gerakan berbasis kedaerahan tersebut, meskipun me-

miliki karakteristik yang berbeda dengan pada masa Orde

Lama, tetapi memiliki satu tujuan sebenar-nya, yakni

upaya daerah agar lebih diperhatikan oleh pemerintah

pusat terutama terhadap pembagian rezeki yang adil bagi

daerah modal, jika dilihat dari empat daerah yang nyaring

menyuarakan federalisme hingga tuntutan merdeka pasca

tumbangnya Orde Baru.

Karenanya, pada bab ini dilakukan penjelasan akade-

mik (riset) terhadap gerakan-gerakan berbasis kedaerahan

dengan melakukan tinjauan kepustakaan (review of

literature), yakni upaya mendeteksi sejauh mana masalah

yang kita hadapi telah diteliti oleh orang lain. Kegiatan ini

penting untuk mengetahui celah atau ruang dari bangun

logika yang sudah dibangun untuk menjelaskan masalah

itu, yang masih bisa kita manfaatkan untuk “memasuk-

Page 22: Riau merdeka

GERAKAN RIAU MERDEKA 4342 Be n i h -B en i h K e t eg a n g a n H u b u n g a n P u sa t - Da er a h

Mengutip Feith, Harvey menjelaskan bahwa perbedaan

afiliasi politik yang sangat kontras antara Jawa dan luar

Jawa mencermin-kan baik perpecahan kedaerahan

maupun perpecahan ideologi. Perbedaan tampak pasca

Pemilu 1955 di mana PNI, NU, dan PKI menguat di Jawa,

sementara Masyumi menguat di luar Jawa. Mengerasnya

pertentangan Masyumi dan PKI (baca: Islam vis a vis

komunis), berimplikasi didiskreditkannya Masyumi yang

dihubungankan dengan pemberontakan Darul Islam di

Jawa Barat, Sulawesi Selatan, dan Aceh.

Ketiga, kebijakan ekonomi yang Jawa-sentris. Seiring

nasionalisasi perusahaan Belanda, untuk mengisi banyak-

nya pegawai yang berpengalaman mau tidak mau banyak

diisi birokrat dari etnis Jawa. Implikasinya, secara tidak

terhindarkan melibatkan kepentingan-kepentingan daerah

ke dalam kebijaksanaan ekonomi pemerintah pusat

khususnya persoalan alokasi devisa yang menyebabkan

kepentingan konsumen dan pengusaha bertentangan.

Alokasi devisa yang berlaku dari tahun 1950-1957 cende-

rung mementingkan importir dan konsumen, yang

sebagian besar di Jawa, daripada pengusaha dan eksportir,

terutama di Sumatera, di samping sebagian di Sulawesi

dan Kalimantan. Dalam hal ini pemerintah pusat menyedot

hasil daerah tanpa memberikan kembali suatu sumbangan

yang pantas bagi kebutuhan keuangan daerah. Implikasi-

nya, muncul tuntutan otonomi daerah untuk suatu pem-

bagian penghasilan yang lebih adil, dari pendapatan ekspor

pulau-pulau luar Jawa. Perluasan otonomi bagi daerah juga

dilihat sebagai suatu jalan keluar bagi dilema yang ditim-

bulkan kelemahan pemerintahan pusat, dan kehilangan

efisien, dan korup. Belum duduknya format politik

nasional menyangkut sistem politik terutama struktur

lembaga-lembaga pemerintah pusat dan daerah serta

hubungan antara keduanya; pernyataan yang tegas tentang

kontrol nasional atas ekonomi; peranan partai-partai politik

dan tentara; dan kedudukan Islam serta komunisme dalam

negara, termasuk perbedaan mendasar terhadap sifat-sifat

ekonomi, kultur, dan sosial Jawa dan luar Jawa. Terhadap

dimensi ekonomi, Harvey menjelaskan bahwa pada tahun

1925 bagian terbesar ekspor Hindia Belanda berasal dari

luar Jawa terutama dari hasil bumi. Kondisi ini diperburuk

oleh resesi ekonomi dunia (depresi) pada tahun 1930,

sehingga gula yang merupakan komoditi andalan Jawa

untuk diekspor mengalami penurunan permintaan.

Implikasinya, Jawa sebagai pusat pemerintahan dengan

penduduknya yang padat menjadi konsumen pokok

barang-barang impor. Menurut Harvey, keunggulan Jawa

tidak hanya sekadar geografis dan demografis, tetapi juga

terpaut tradisi politik Jawa yang dipengaruhi konsepsi

Hindu tentang negara dan kekuasaan, yakni bahwa negeri

ditentukan oleh pusatnya. Negara dip andang sebagai suatu

rangkaian konsentris: kekuasaan yang sangat ketat di pusat

menjadi semakin lemah di pinggiran. Dalam hal-hal

tertentu, orang Jawa merasa superior dari suku-suku

lainnya di Indonesia. Dengan begitu, sebagian warisan

kolonial Indonesia adalah ketidakseimbangan struktural

antara Jawa dan luar Jawa, yang secara politis dominan

tetapi secara ekonomi lemah, dan luar Jawa, yang secara

politis terbatas tetapi secara ekonomi kuat.

Kedua, perbedaan afiliasi politik Jawa dan luar Jawa.

Page 23: Riau merdeka

GERAKAN RIAU MERDEKA 4544 Be n i h -B en i h K e t eg a n g a n H u b u n g a n P u sa t - Da er a h

dan Gorontalo. Tetapi atas nama Indonesis Timur tantangan

terhadap pemerintah pusat yang dikenal dengan Permesta

secara resmi dikeluarkan pada 2 Maret 1957 di Makassar.

Daerah inti Permesta di Sulawesi; di Makassar tempat

perencanaan proklamasi itu, dan di Minahasa, di ujung

utara dari pulau, tempat rakyat dalam satu tahun mem-

persiapkan diri melawan pemerintah pusat.

Pertama, historiografi Sulawesi di mana kopra sebagai

penghasil devisa. Secara ekonomi, pada masa itu Sulawesi

ber-gantung kepada kopra. Memasuki pasca revolusi 1945,

Sulawesi dijadikan salah satu dari delapan provinsi

Republik Indonesia dengan Makassar sebagai ibukota dan

gubernur dijabat Dr. G.S.S.J. (Sam) Ratulangi asal

Minahasa. Pemerintahan tidak efektif karena larangan

sekutu dan penangkapan terhadap gubernur oleh Belanda.

Tahun 1946 terbentuklah Negara Indonesia Timur (13

daerah) yang disponsori Belanda, berpusat di Makassar.

Sementara Sulawesi dibagi menjadi lima daerah masing

Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah,

Minahasa, dan Sangihe-Talaud. Setelah pembubaran NIT

tahun 1950, Sulawesi menjadi provinsi tunggal dengan

Sudiro, seorang Jawa, sebagai gubernur hingga diganti oleh

Lanto Daeng Pasewang, seorang Makassar tahun 1954.

Pengangkatan Sudiro oleh pemerintah pusat dengan alasan

untuk menghindari persaingan kesukuan menjadi lebih

buruk di Sulawesi.

Kedua, pemerintahan sipil dan hubungan politik

dilingkupi disparitas utara-selatan. Secara sosial maupun

kultural antara Bugis dan Makassar dari selatan dan orang

Minahasa dari utara sangat berbeda adalah merupakan

kepercayaan pada sistem parlementer.

Keempat, menegangnya hubungan sipil- militer.

Lemahnya pemerintahan sipil yang ditandai jatuh bangun-

nya kabinet digunakan oleh militer plus Soekarno untuk

menyerang para politisi sipil, yang menimbulkan semangat

anti demokrasi liberal. Militer merasa ditelantarkan pasca

revolusi kemerdekaan. Pada saat bersamaan terjadi per-

pecahan di tubuh militer, antara perwira yang setia kepada

Soekarno vis a vis perwira yang setia kepada Jenderal Abdul

Harris Nasution, KSAD ketika itu. Faktor persaingan di

lingkungan TNI merupakan faktor yang menentukan

dalam mempercepat pemberontakan. Perpecahan ini

bermula pada peristiwa 17 Oktober 1952, di mana

Nasution memaksa Soekarno membubarkan par-lemen

karena ketika itu politisi sipil dianggap mencampuri

kebijakan reorganisasi TNI, sehubungan dengan adanya

kebijakan tour of duty Nasution dalam usaha mencegah

pembangunan basis kekuatan lokal oleh para komandan

militer di daerah.

Sementara dari konteks lokal, menurut Harvey ketika

itu sebenarnya Indonesia Timur (pada tahun 1956 terdiri

dari Sulawesi, Maluku, dan Nusa Tenggara; di samping

Irian Barat) secara umum, dan Sulawesi khususnya telah

terjadi ketegangan dan persaingan. Secara historis,

persaingan dan ketegangan telah terjadi semasa penjajahan

Belanda. Distrik yang menonjol adalah Keresidenan

Manado dan Sangihe-Talaud di utara yang mayoritas

Kristen dengan tingkat pendidikan yang terbaik di Hindia

Belanda pada tahun 1930. Sementara di selatan yang

mayoritas Islam, distrik yang menonjol adalah Makassar

Page 24: Riau merdeka

GERAKAN RIAU MERDEKA 4746 Be n i h -B en i h K e t eg a n g a n H u b u n g a n P u sa t - Da er a h

persaingan ini menjadi penting, bukan saja dalam pembe-

rontakan Darul Islam pimpinan Kahar Muzakar, melainkan

juga dalam Permesta dan peristiwa-peristiwa yang men-

jurus ke proklamasinya. Dan karena Peristiwa 17 Oktober

1952 di Jakarta, merupakan suatu pendahuluan bagi krisis

daerah dalam ketentaraan, reaksi terhadapnya di Makassar

merupakan pendahuluan bagi Permesta.

Keempat, persoalan-persoalan daerah merupakan

implikasi krisis politik nasional. Pada pertengahan 1956,

terjadi krisis politik nasional yang meningkat dan pada saat

bersamaan tuntutan-tuntutan daerah pada Jakarta me-

numpuk, persaingan sipil dan militer di Sulawesi membuat

keadaan menjadi lebih buruk. Dalam pandangan masya-

rakat dua daerah tersebut (utara dan selatan) menafsirkan

tujuan Permesta dalam hubungan kepentingan-kepenting-

an yang khusus, yakni di selatan mengakhiri pemberon-

takan Kahar Muzakkar, dan di utara menguasai hasil

perdagangan kopra. Dalam Piagam Perjuangan Semesta

Alam, salah satu berisi tuntutan bagi hasil antara daerah

dan pusat yakni 70:30. Secara umum, tuntutan Permesta

dibagi menjadi dua bagian, yakni pada tingkat wilayah dan

nasional. Pada tingkat wilayah, tuntutannya adalah pem-

berian otonomi kepada provinsi; lebih banyak perhatian

pada perkembangan wilayah; suatu alokasi yang lebih adil

dari peng-hasilan devisa; pengesahan atas perdagangan

barter; dan sesuai dengan program TT-VII, pembangunan

Indonesia Timur sebagai suatu daerah pertahanan territorial

dan pemberian suatu mandat –dan bantuan keuangan dan

peralatan- untuk penyelesaian keamanan di daerah. Sedang

pada tingkat nasional, dituntut penghapusan sentralisme.

fakta karena keduanya mengalami revolusi dalam dua cara

yang amat berbeda. Banyaknya birokrat asal Minahasa

yang tetap bekerja dengan Belanda dalam NIT, dan terus

memegang kedudukan pasca kemerdekaan, juga menjadi

sebab kecencian dan dendam di antara orang banyak di

selatan. Pada sisi lain, Minahasa merasa perlu memisahkan

sebagai provinsi sendiri ketika orang-orang Bugis/Makassar

mulai menuntut kedudukan dalam pemerintahan provinsi.

Akhirnya usul ini disetujui Januari 1956. Bagi pimpinan di

selatan, otonomi dilihat tidak saja sebagai pemberian suatu

lambang kekuasaan setempat dan berguna dalam

mengimbangi protes para pemimpin pemberontak ter-

hadap dominasi Jawa, melainkan juga dilihat sebagai hal

yang perlu untuk menghidupkan aktivitas ekonomi dan

menyediakan lapangan kerja, yang bisa menarik kaum

pemberontak keluar dari hutan.

Ketiga, kerja sama dan persaingan dalam militer ada-

lah revolusi yang belum tuntas. Pada masa revolusi,

hubungan utara dan selatan tertempa dalam Pusat Kese-

lamatan Rakyat (PKR) dan Kebaktian Rakyat Indonesia

Sulawesi (KRIS) ketika melawan Belanda. Pada akhir

revolusi, persaingan pun tidak dapat di-hindarkan. Friksi

antarelit militer di daerah adalah buah dari kebijakan

pemerintah pusat dalam menempatkan para komandan

di Sulawesi. Salah satu yang tersingkir dan kemudian

melakukan pemberontakan pada tahun 1953 adalah Kahar

Muzakkar. Pola persaingan kesukuan dalam ketentaraan,

seperti juga dalam pemerintahan sipil meliputi persaingan

di dalam tiga kelompok besar, yakni antara orang-orang

Bugis/Makassar, Minahasa, dan Jawa. Persaingan-

Page 25: Riau merdeka

GERAKAN RIAU MERDEKA 4948 Be n i h -B en i h K e t eg a n g a n H u b u n g a n P u sa t - Da er a h

integrasi minimal karena masa kolonial masyarakat Aceh

hampir-hampir tidak berhubungan dengan organisasi

nasionalis yang ada di nusantara. Aceh juga memberikan

dukungan finansial bagi pemerintah RI sehingga mem-

perkuat posisi tawar yang tinggi terhadap pemerintah

nasional. Untuk itu, pemerintah pusat memberi jabatan

tinggi kepada masyarakat Aceh terutama kepada kaum

ulama. Implikasinya, kaum bangsawan (ulebalang) yang

pada masa pendudukan mempunyai peran yang besar

merasa tersingkir. Masalah kemudian muncul ketika

revolusi berakhir, tatkala konsolidasi kekuasaan oleh para

pemimpin pemerintah pusat. Implikasinya, masalah Aceh

terlupakan sehingga menimbulkan dendam di kalangan

masyarakat dan memuncak ketika status provinsi mereka

dibatalkan serta dilecehkannya nilai-nilai agama yang

sangat kuat dianut masyarakat Aceh oleh pemimpin

nasional.

Kedua, perkembangan politik di Aceh merupakan

kelanjutan dari kehidupan politik masa lalu yang didomi-

nasi pertikaian kaum ulama dan ulebalang. Ulebalang yang

tersingkir selama revolusi nasional, merasa di atas angin

ketika pengaruh ulama dipanggung politik melemah tahun

1950 seiring dengan upaya pengisian jabatan politik formal.

Para ulama mencoba mencari dukungan pemerintah pusat

dengan tuntutan otonomi sehingga dominasi ulama dapat

dipertahankan. Akan tetapi pemerintah pusat menolak

memberikan dukungan dan membiarkan konflik itu terus

berlangsung. Mengutip Feith, Sjamsuddin mengajukan

argumen lain, yakni penyingkiran Masyumi pada tingkat

nasional dianggap para ulama sebagai pertanda bahwa

Studi Harvey tentang pemberontakan daerah semasa

Orde Lama masih cukup relevan untuk digunakan sebagai

alat analisis dalam mengkaji gerakan berbasis kedaerahan

saat ini terutama dari perspektif hubungan pusat-daerah

menyangkut kesenjangan struktural Jawa- luar Jawa.

Perbedaannya adalah tentang aktor-aktor yang melakukan

gerakan perlawanan terhadap pusat. Jika pada masa Orde

Lama adalah gerakan dimotori oleh orang-orang yang

terkait dengan struktur kekuasaan sementara saat ini aktor-

aktornya berada di luar struktur kekuasaan.

Nazaruddin Sjamsuddin (1990)20 mengkritik pen-

dekatan utama yang digunakan oleh para ilmuwan, yang

lebih menitik-beratkan memahami perlawanan daerah

dari perspektif nasional. Dalam menganalisis kasus Darul

Islam, Sjamsuddin memulai dari sejarah politik dan latar

belakang pergolakan dengan menjelaskan banyak hal

seperti faktor-faktor regional dan religius, cita-cita men-

dirikan negara Islam, pertentangan kepentingan internal

pemberontak sendiri serta hubungan gerakan ini dengan

Kahar Muzakkar di Sulawesi Selatan dan Kartosuwiryo di

Jawa Barat.

Pertama, adanya saling ketergantungan antara peme-

rintah pusat dengan Aceh. Ketika itu, perjuangan Aceh

paling menonjol ketika daerah lain di nusantara sudah

berada dalam cengkeraman Belanda semasa revolusi

nasional periode 1945-1949. Selain itu, Aceh mengalami

20 Lihat Nazaruddin Sjamsuddin, 1990, Pemberontakan Kaum Republik:Kasus Darul Islam Aceh, Pustaka Utama Grafiti, Jakarta, terutamah. 1-67.

Page 26: Riau merdeka

GERAKAN RIAU MERDEKA 5150 Be n i h -B en i h K e t eg a n g a n H u b u n g a n P u sa t - Da er a h

kesadaran akan warisan sejarah dan uniknya kebudayaan,

pendirian psikologis yang diperkuat oleh kepentingan

ekonomi dan politik. Pada awal Agustus, pemerintah pusat

telah membubarkan Provinsi Aceh dan menggabungkan-

nya ke dalam Provinsi Sumatera Utara. Ini merupakan

konsekwensi dari kembalinya Indonesia menjadi negara

kesatuan. Hal ini mendapat perlawanan keras dari DPRD

dengan alasan sosial ekonomi rakyat Aceh tertinggal dari

daerah lainnya dalam Provinsi Sumatera Utara. Perbedaan

kepentingan pusat dengan Aceh, mendapat dukungan dari

para pemimpin Sumatera Utara.

Kedua, kebijakan Jakarta dan pertarungan kekuasaan

lokal. Pembubaran provinsi berjalin dengan aneka macam

kepentingan yang terbentuk berdasarkan pembelahan

yang ada dalam masyarakat Aceh. Sementara kaum ulama

khususnya yang tergabung dalam Persatuan Ulama

Seluruh Aceh (PUSA) menyimpan dendam terhadap pe-

merintah pusat, kaum ulebalang, dan pemimpin ulama

non-PUSA memandang Jakarta sebagai sekutu. Keadaan

ini dipandang perlu oleh pemerintah pusat dalam rangka

memelihara kekuasaan atas Aceh, yang oleh Sjamsuddin

dianggap meniru taktik kolonial Belanda di Jawa. Bedanya

kekuasaan kemudian tidak diberikan kepada kaum

ulebalang tetapi dijalankan oleh pemerintah pusat sendiri

dengan mengangkat pejabat dari Jawa atau non-Aceh

dalam kedudukan yang tidak berhubungan langsung

dengan masyarakat setempat. Kebijakan ini berlangsung

selama Kabinet Sukiman melalui Mendagri Iskak

Tjokrodisurjo (PNI) yang mengambil sikap garis keras dari

sebelumnya. Kebijakan ini disertai dengan pemberhentian

pemerintah akan menghadapi para pemimpin setempat

dengan cara lebih keras. Karena khawatir hal yang sama,

mereka mendahuluinya dengan melakukan pem-

berontakan.

Ketiga, perbedaan kepentingan antara Aceh dan peme-

rintah pusat. Kebijakan sentralisasi pemerintah pusat

melalui birokrasi vis a vis perjuangan masyarakat Aceh

menuntut otonomi. Tuntutan otonomi merupakan ke-

inginan para pemimpin Aceh agar dapat dilaksanakannya

pembangunan sosial maupun ekonomi yang tertunda sejak

1920. Keinginan ini semakin menguat dan mendapat

dukungan dari segenap masyarakat Aceh termasuk ulama

seiring dengan datangnya kemerdekaan.

Selanjutnya, Sjamsuddin menjelaskan kondisi lokal

Aceh sebagai faktor penyebab munculnya pemberontakan

sebagai berikut; pertama, pembubaran provinsi Aceh pada

Januari 1951. Aceh diberi status provinsi bersamaan dengan

Tapanuli/Sumatera Timur Desember 1949 semasa Kabinet

Hatta dan mengangkat gubernur militer kedua daerah

tersebut menjadi gubernur. Penolakan muncul dari peme-

rintah republik yang baru di Yogyakarta semasa PM Abdul

Halim dengan alasan inkonstitusional. Kondisi ini diman-

faatkan oleh para pemimpin Sumatera Utara dengan alasan

sejarah di mana Sumatera hanya dibagi tiga bagian, yakni

utara, tengah, dan selatan. Konflik antara pemerintah pusat

dan Aceh diperkuat oleh konflik intraregional. Dari dimensi

politik, lepasnya Aceh membawa implikasi pada hilangnya

kursi di DPRD. Sedang dari dimensi ekonomi akan mengu-

rangi pendapatan Sumatera Utara. Sementara bagi orang

Aceh sendiri pemisahan ini lebih karena kuatnya

Page 27: Riau merdeka

GERAKAN RIAU MERDEKA 5352 Be n i h -B en i h K e t eg a n g a n H u b u n g a n P u sa t - Da er a h

kuasaan Belanda.

Tesis Sjamsuddin tentang pergolakan di Aceh kurang

relevan dalam menjelaskan konteks Riau. Ada beberapa

hal yang dapat digarisbawahi dari dimensi ekonomi dan

politik, apa yang dialami Aceh pada masa awal kemerdeka-

an memiliki persamaan dengan kondisi di Riau, yakni

intervensi pusat dalam mengamankan kepentingan eko-

nomi politiknya. Justru di Riau mengalami masa intervensi

pusat yang amat panjang, akan tetapi kurang mendapat

perlawanan signifikan terutama dari aktor-aktor negara.

Sementara itu, Hardi (1993)21 mencoba melihat faktor

lain dalam pemberontakan Darul Islam pimpinan Daud

Beureuh dari perspektif pelaku utama pemberontak.

Pertama, terjadinya perbedaan pendirian antara Daud

Beureuh dan pemerintah pusat terutama ketika tuntutan

para ulama ditolak. Kedua, persepsi Daud Beureuh ter-

hadap pemerintah pusat antara lain kurang mem-

perhatikan kepentingan rakyat Aceh, menghalangi

pelaksanaan ajaran Islam. Selain itu, Daud Beureuh

menghendaki pelaksanaan piagam Jakarta terutama pada

tujuh kata, “kewajiban menjalankan syariat Islam bagi

pemeluk-pemeluknya”, menginginkan status otonomi luas

di mana sebelumnya dibubarkan provinsi Aceh yang secara

otomatis Daud Beureuh diberhentikan sebagai gubernur.

Sedangkan faktor lainnya yang mendorong

meningkatnya keresahan adalah; pertama, pembubaran

divisi dan teritorium Aceh dan menggantikan kesatuan-

21 Lihat Hardi, 1993, Daerah Istimewa Aceh: Latar Belakang Politik danMasa Depannya, Cita Panca Serangkai, Jakarta, h. 109-129.

Daud Beureuh sebagai gubernur hingga hanya tersisa satu

orang Aceh yang memegang jawatan teknis ketika itu,

yakni dinas industri. Program rasionalisasi kemiliteran

semasa Kabinet Hatta dengan membubarkan Divisi X

bukan hanya memukul elit militer tetapi juga menelan-

tarkan para bawahannya.

Ketiga, meluasnya dampak sosial ekonomis pem-

bubaran propinsi melahirkan frustasi dan alienasi di tengah

masyarakat umumnya, baik elit sipil maupun militer, tidak

terkecuali melanda rakyat. Kebijakan ini mendorong

sentimen kedaerahan di kalangan masyarakat non-elit

sehingga menimbulkan simpati kepada para pemimpin

yang disingkirkan oleh Jakarta. Banyaknya pejabat non-

Aceh dianggap telah mengganggu nilai-nilai Islami yang

sangat dipegang teguh oleh masyarakat Aceh sehingga

mereka cenderung tidak mematuhi para birokrat yang

dianggap sebagai perpanjangan tangan pemerintah pusat.

Akibat lainnya dari pembubaran provinsi Aceh, menye-

babkan tidak ada pejabat Aceh yang dilibatkan dalam

pengambilan keputusan sehingga dirasakan timpangnya

pem-bangunan terutama di bidang pendidikan yang di-

tandai dengan dibatalkannya subsidi bagi sekolah me-

nengah Islam di seluruh daerah tahun 1951, memburuk-

nya kesehatan masyarakat karena keterbatasan fasilitas,

gagalnya perbaikan sistem irigasi, infrastruktur yang buruk,

dan dikeluarkannya prosedur perdagangan umum dan

penghapusan sistem barter yang mematikan aktivitas

ekonomi masyarakat Aceh. Menghadapi kenyataan ini,

rakyat Aceh menyadari bahwa situasi sesudah kemerde-

kaan malah lebih buruk daripada pada masa akhir ke-

Page 28: Riau merdeka

GERAKAN RIAU MERDEKA 5554 Be n i h -B en i h K e t eg a n g a n H u b u n g a n P u sa t - Da er a h

Kedua, gagalnya pembangunan ekonomi sebagai aki-

bat dari kondisi politik pada tingkat nasional yang tidak

kondusif. Akibatnya dirasakan oleh masyarakat luas ter-

utama para prajurit akibat program rasionalisasi. Kondisi

ini dimanfaatkan oleh perwira militer daerah mengambil

inisiatif dengan melakukan penjualan komoditi perke-

bunan secara ilegal.

Ketiga, ancaman komunisme di Indonesia semakin

menguat berawal dari kebijakan ekonomi. Sikap Hatta

yang akomodatif terhadap Belanda dan modal asing me-

nimbulkan kemarahan PKI dengan menuduhnya sebagai

komprador (orang yang bekerja sama dengan modal

asing). Strategi PKI sangat ampuh ketika berhasil merang-

kul Soekarno dengan menyokong setiap tindakan politik-

nya termasuk diterapkannya demokrasi terpimpin. Meski-

pun Soekarno bukan anggota PKI, akan tetapi kebijakan-

nya ketika itu yang lebih condong ke negara-negara

komunis. Perkembangan ini menyebabkan Hatta mengun-

durkan diri sebagai wakil presiden pada 1 Desember 1956

dan membuat resah kalangan militer. Fase ini, menurut

Leiressa sangat mempengaruhi daerah-daerah seperti

Sumatera dan Indonesia Timur.

Keempat, guncangan dalam tubuh angkatan darat.

Friksi antarelit militer berawal dari perbedaan latar bela-

kang keprajuritan. Nasution vis a vis Bambang Supeno yang

merembet ke partai politik, masing-masing didukung oleh

PSI dan PNI.

Penjelasan Leiressa tentang hubungan pusat-daerah

selama Orde Lama dapat digunakan sebagai bahan dalam

menjelaskan kondisi pasca Orde Baru, yakni kegagalan

kesatuan militer Aceh oleh kesatuan-kesatuan militer dari

daerah lain. Kedua, penangkapan terhadap para pemimpin

Aceh karena ada laporan bahwa akan terjadi aksi

menentang pemerintah di Aceh dimanfaatkan oleh perwira

infiltran komunis, Mayor Nasir. Ketiga, adanya ajakan

Kartosuwiryo agar Daud Beureuh mendirikan Negara

Islam.

Fokus kajian Hardi tentang pelaku utama pemberon-

takan sangat bertolak belakang dengan pelaku utama

gerakan menuntut Riau Merdeka. Tokoh-tokoh utamanya

adalah orang-orang yang terlibat perjuangan kemerdekaan

Indonesia dan masa revolusi. Namun karena kekecewaan

dengan kebijakan Pusat, mereka melakukan perlawanan.

Sementara konteks Riau, yakni bangkitnya kesadaran

masyarakat Riau yang dimotori oleh intelektual kritis dan

mahasiswa dengan memanfaatkan kondisi negara yang

lemah.

Ilmuwan lainnya R.Z. Leiressa (1991),22 mencoba

menjelaskan kondisional munculnya pergolakan daerah

adalah sebagai akibat; pertama, gagalnya pemerintah

nasional membangun sistem politik. Ditandai polarisasi

secara ideologi politik karena beragamnya suku yang secara

nyata tercermin pada Pemilu 1955. Sentralisme dan

diterapkan sistem spoil sistem berdampak pada banyaknya

jabatan dipegang oleh etnis Jawa. Tuntutan otonomi luas

dari daerah dijawab dengan uniformitas.

22 Uraian lebih lengkap periksa R.Z. Leirissa, 1991, PRRI/Permesta:Strategi Pembangunan Indonesia tanpa Komunis, Pustaka UtamaGrafiti, Jakarta, h. 7-30.

Page 29: Riau merdeka

GERAKAN RIAU MERDEKA 5756 Be n i h -B en i h K e t eg a n g a n H u b u n g a n P u sa t - Da er a h

kepala daerah baik pada tingkat provinsi maupun kabu-

paten di luar Jawa. Menyiasati hal ini, pemerintah pusat

bukannya melakukan upaya persuasif, malah melakukan

upaya represif terhadap daerah. Alasan pusat diperkuat

dengan dikeluarkannya pengumuman negara dalam

keadaan darurat pada bulan Maret 1957 yang berarti pe-

mimpin militer senior di tiap daerah menjadi lebih ber-

kuasa daripada kepala daerah.

Ketiga, semakin memburuknya hubungan sipil-

militer bersamaan dengan semakin menguatnya polarisasi

baik secara politik maupun budaya. Militer kesulitan

dalam memainkan peran politik mereka terhadap politisi

sipil. Hal ini karena antara tahun 1945 pasca revolusi kemer-

dekaan hingga tahun 1950, militer masih belum memiliki

satu komando yang harus ditaati. Ketika itu, tiap-tiap unit

tempur yang terbentuk selama revolusi lebih patuh kepada

komandan, daerah, dan kelompok etnik mereka masing-

masing. Dalam kondisi demikian, militer sangat rentan

terhadap intervensi politisi sipil dan pada saat bersamaan

telah terjadi penolakan terhadap program reorganisasi dari

pemerintah. Ini ditandai keterlibatan beberapa pemimpin

militer daerah dalam pemberontakan PRRI/Permesta.

Keempat, perseteruan antara kubu Islam dengan kubu

nasionalis dalam merumuskan dasar negara, apakah

berdasarkan Islam atau sekuler. Mengerasnya pertentang-

an dua kubu ini ditandai dengan pemberontakan Darul

Islam di Jawa Barat, Sulawesi Selatan, dan Aceh.25

25 Sebenarnya dari empat alasan yang dikemukakan di atas, alasanpertama dan kedua saat ini juga merupakan penyebab perlawanan

membangun sistem politik nasional terutama keengganan

Pusat menerapkan otonomi daerah. Sementara friksi elit

yang terjadi pasca Orde Baru tidak memiliki keterkaitan

secara langsung untuk menjelaskan Gerakan Riau

Merdeka.

Sementara itu Ichlasul Amal,23 menjelaskan ada empat

penyebab terjadinya perlawanan daerah terhadap peme-

rintah pusat selama periode antara 1950-1960. Pertama,

kesenjangan (baca: dikotomi) ekonomi antara Jawa dan

luar Jawa berbanding lurus dengan dikotomi afiliasi politik

yang sangat kontras antara dua partai besar, di mana PNI

menguat di Jawa sementara Masyumi menguat di luar

Jawa. Ini ditandai jatuh bangunnya kabinet sebagai akibat

dari inflasi yang tidak terkendali karena Kabinet Ali

Sastroamijoyo I mempertahankan sistem nilai tukar tetap

(the system of fixed exchange rate). Implikasinya adalah me-

nimbulkan kesenjangan antardaerah,24 baik secara

ekonomi maupun politik.

Kedua, kegagalan pemerintah pusat mewujudkan

desentralisasi system pemerintahan lokal dan otonomi

daerah secara luas. Kondisi ini diikuti menguatnya perasaan

menentang dominasi Jawa terutama berkaitan dengan

penempatan pegawai pamongpraja dari etnis Jawa sebagai

23 Ichlasul Amal, 1992, Regional and Central Government in Indonesian Politics:

West Sumatera and South Sulawesi 1949-1979, Gadjah Mada University Press,

Yogyakarta, h. 1-10.

24 Dari dimensi politik, kesenjangan di sini sebenarnya lebih tepatdisebut kesenjangan antarelit di pusat menyangkut ideologi,sebagai representasi daerah dan termanifestasikan dalam bentuksentiment etnis yang akibat lebih jauhnya adalah menyeret padakonflik pusat dan daerah.

Page 30: Riau merdeka

GERAKAN RIAU MERDEKA 5958 Be n i h -B en i h K e t eg a n g a n H u b u n g a n P u sa t - Da er a h

untuk pembelian senjata.27

Dari penjelasan akademik di atas, pergolakan daerah

tidak bisa dilepaskan dari konteks politik tingkat nasional

ketika itu dan kondisi lokal yang turut mendorong

meluasnya gerakan sebagai akibat revolusi nasional. Dari

pelakunya, pemberontakan daerah pada tahun 1950-1960

nyaris melibatkan elit militer maupun sipil di pusat dan

daerah, sementara pemberontakan daerah setelah

reformasi dapat dikatakan tidak melibatkan orang-orang

yang terkait langsung dengan struktur kekuasaan. Selain

itu, perbedaan cara pandang pemerintah pusat dan daerah

dalam hal otonomi juga menjadi persoalan yang rumit dan

tidak terpecahkan.{}

27 Studi Kahin dan Kahin ini tidak relevan dalam menjelaskanpergolakan daerah di Indonesia pasca runtuhnya Orde Barumenyangkut pertentangan ideologi dan campur tangan pihakasing.

Ilmuwan lain Audrey Kahin dan George McTurnan

Kahin (2001),26 memperkuat analisis terjadinya pergolakan

daerah dengan menghubungkan faktor eksternal –

pertentangan blok Timur dan Barat— di mana ketika itu

Amerika Serikat berkepentingan untuk mencegah

komunisme berkembang di Indonesia. Menurut mereka,

kesimpulan ini berdasarkan laporan Duta Besar John

Allison kepada Departemen Luar Negeri Amerika Serikat

pada pertengahan Mei 1957, yakni; pertama, konsepsi

presiden untuk menambahkan “kaki keempat”, yaitu PKI,

dalam kabinet. Dibentuknya Dewan Nasional yang

dilukiskan “agak cenderung ke kiri”. Kedua, hasil pemilu

lokal di Jawa antara Juni dan Agustus 1957, PKI muncul

sebagai partai satu-satunya yang berhasil meningkat

suaranya secara signifikan. Dukungan finansial pun

diberikan kepada para perwira militer yang memberontak

daerah terhadap pusat terutama kesenjangan ekonomi antaraJawa dan luar Jawa serta keengganan pemerintah pusat dalammelaksanakan otonomi daerah dalam arti sesungguhnya.Sementara alasan ketiga, kondisinya berbanding terbalik dengansaat ini di mana militer relatif solid, politisi sipil terpecah dankeempat, untuk dasar negara relatif sudah hampir dapat diterimameskipun dalam beberapa kasus masih dipersoalkan. Pada kasuslain, Makassar Merdeka misalnya, lebih pada persoalan sentimenetnis semata, di mana figur Presiden Habibie ketika itu mendapattantangan meluas terutama di Jawa. Fenomena ini menyadarkankita bahwa ternyata representasi elit (baca: sentiment etnis) jugabisa memicu disintegrasi.

26 Lihat Audrey Kahin dan George McTurnan Kahin (2001), SubversiSebagai Politik Luar Negeri: Menyingkap Keterlibatan CIA di Indonesia,Pustaka Utama Grafiti, Jakarta, terutama h. 85-87, 151, dan 154.

Page 31: Riau merdeka

GERAKAN RIAU MERDEKA 6160 Be n i h -B en i h K e t eg a n g a n H u b u n g a n P u sa t - Da er a h

Bab 3

JEJAK RIAU MENAPAKJALAN KEMERDEKAAN

ab ini memaparkan sejarah politik kontemporer

Riau sejak dari munculnya kerajaan-kerajaan besar

maupun kecil yang tersebar hampir merata dalam

wilayah administratif Provinsi Riau.28 Pemaparan ini men-

jadi penting ketika sebagian alasan bagi terbentuknya

Negara Riau Merdeka yang di-dengungkan selalu berdasar-

kan setting sejarah apa yang dikenal dengan kejayaan

Melayu Raya sebagai sebuah entitas. Melayu Raya dimak-

sud adalah sebuah Kemaharajaan (baca: imperium)

Melayu yang membentang dari Semenanjung Melayu

(Malaysia sekarang) hingga pesisir Timur Sumatera mulai

dari wilayah Kuantan di sebelah barat dan Siantan di

28 Studi ini dibatasi 1998-2001 di mana Provinsi Riau belummengalami pemekaran.

B

Page 32: Riau merdeka

GERAKAN RIAU MERDEKA 6362 J e j a k R i a u M en a p a k J a l a n K e m er d e k a a n

1. Masa Prasejarah

Para antropolog meyakini bahwa suku bangsa yang

pertama kali mendiami Riau dan Semenanjung Malaysia

sejak zaman Mesolitikum berasal dari daerah Hoabinh di

Indocina kira-kira 5000-3000 tahun yang lalu. Kemudian

suku bangsa berikutnya, yakni semasa zaman kebudayaan

Batu Baru (Neolitikum) dan kebudayaan Batu Besar

(Megalitikum). Mereka inilah yang diyakini sebagai asal

mula ras rumpun Melayu yang dikenal sebagai Proto

Melayu. Kaum Proto Melayu ini di samping telah memakai

kapak batu juga sudah menggunakan alat-alat terbuat dari

besi dan perunggu. Mirip alat-alat dan drum (nekara)

perunggu yang berasal dari Dongson, suatu daerah di

Indocina dan diperkirakan barang-barang itu berasal dari

kebudayaan Dongson. Suku bangsa Proto Melayu ini

sudah mulai hidup menetap dalam kelompok besar dan

kecil di tepi-tepi muara sungai. Mereka sudah pandai

menangkap ikan di sungai ataupun di laut. Sebagian lagi

sudah mendiami daratan dan pandai membuka sawah

serta memelihara binatang.

Sekitar 300 tahun SM datang pula gelombang suku

bangsa Deutro Melayu, yaitu suku bangsa yang lebih maju,

yang sudah mendapat pengaruh Hindu. Suku Bangsa

Deutro inilah yang sekarang menjadi mayoritas penduduk

Suku Melayu saat ini. Prasasti di Pasir Panjang Karimun

menunjukkan adanya sebuah lingkungan pemerintahan

yang tertib dan teratur pada abad ke-5 M. Sementara pada

Taufik Ikram Jamil dkk., 2002, Dari Percikan Kisah Membentuk ProvinsiRiau, Yayasan Pusaka Riau, Pekanbaru, h. 12-13.

sebelah timur seperti halnya Provinsi Riau sebelum peme-

karan. Sejarah panjang bangsa Melayu yang selalu dipecah-

belah justru oleh kekuatan eksternal, dalam hal ini kolo-

nialisme dan imperialisme.

Upaya membangkitkan kejayaan Melayu Raya ini

dalam bentuk yang lain saat ini dengan munculnya Gerak-

an Riau Merdeka seperti membangkitkan batang terendam

dalam bingkai romantisme sejarah. Kejayaan Riau masa

lalu adalah sebuah kenyataan yang tidak dapat dipungkiri.

Oleh karena itu, pada sub-bab ini diuraikan sejarah Riau

sejak pra-sejarah hingga sejarah modern Riau terutama

dalam konteks ketegangan hubungan pusat-daerah yang

terjadi selama ini.

A. Riau sebagai Entitas

Sebagai sebuah entitas, negeri yang bernama Riau

tidak diragukan keberadaannya. Konsep embrional ten-

tang kawasan yang terbentang dari Kuantan hingga ke

Siantan dipakai oleh pemerintah Hindia Belanda pada per-

tengahan abad ke-19 ketika membina suatu kawasan yang

dinamakan Residentie Riouw en Onderhorigheen (Residen

Riau dan daerah takluknya). Pada mulanya pemerintah

Hindia Belanda menata kawasan yang dinamakan Residen

Riau ini meliputi daerah yang menurut geo-administrasi

termasuk Kerajaan Riau-Lingga dan Kerajaan Indragiri. Ke-

mudian dimasukkan pula beberapa kerajaan Melayu di

Sumatera Timur seperti Deli, Serdang, Langkat, dan

Asahan.29

29 Keempat daerah ini sekarang secara administrasi pemerintahanmasuk dalam Provinsi Sumatera Utara. Untuk lebih jelasnya lihat

Page 33: Riau merdeka

GERAKAN RIAU MERDEKA 6564 J e j a k R i a u M en a p a k J a l a n K e m er d e k a a n

Pada penghujung abad ke-13, berkunjunglah Raja

Sriwijaya Sang Sapurba dari Palembang menghilir Sungai

Musi, yang datang didampingi oleh Mangkubumi Demang

Lebar Daun. Ia singgah di Kerajaan Tanjung Pura dan

akhirnya tiba di Pulau Bintan. Terjadilah hubungan keke-

rabatan sehingga Raja Sang Sapurba ingin mengawinkan

puteranya, Sang Nila Utama, dengan puteri Ratu Bintan

bernama Wan Sri Beni. Bahkan permaisuri Raja Iskandar

ini memerintahkan Perdana Menteri Aria Bupala untuk

menjemput Wan Sri Beni. Keturunan pasangan inilah yang

kemudian menjadi cikal bakal raja-raja Melayu.

Dengan Pulau Bintan sebagai sentrum, Nila Utama

meneruskan perjalanan memudiki Sungai Indragiri sampai

ke hulu. Dialah peletak dasar suatu kawasan yang dikenal

meliputi wilayah Kuantan di sebelah barat dan Siantan di

sebelah timur seperti halnya Provinsi Riau sekarang ini.32

Sementara keturunannya bergerak ke Tumasik

Singapura tempo dulu dan Melaka saat ini masuk wilayah Malay-sia. Selain Kerajaan Bintan, enam kerajaan dan satu pemerintahansetingkat kerajaan terletak di Riau Daratan, di mana secara ad-ministratif pemerintahan masuk dalam wilayah Provinsi Riau saatini. Sementara Bintan masuk dalam wilayah Provinsi KepulauanRiau yang merupakan pemekaran dari Provinsi Riau. Uraian lebihlanjut tentang kerajaan-kerajaan ini harap periksa Sejarah DaerahRiau, Ibid, h. 37-49.

32 Saat ini Provinsi Riau telah dimekarkan menjadi 2 provinsi yakniProvinsi Riau yang wilayahnya meliputi Riau daratan dan pesisiryang terdiri dari Kota Pekanbaru dan Dumai, Kabupaten Kampar,Pelalawan, Siak, Bengkalis, Kuantansingingi, Indragiri Hilir,Indragiri Hulu, Rokan Hulu, dan Rokan Hilir dan ProvinsiKepulauan Riau yang meliputi Kota Tanjungpinang dan Batam,Kabupaten Kepulauan Riau, Karimun, Natuna, dan Lingga. KecualiKota Batam, pemekaran kabupaten/kota di Provinsi KepulauanRiau, kabupaten induknya adalah Kabupaten Kepulauan Riau.

abad ke-6, nama Riau sudah dikenal sebagai pusat Kerajaan

Melayu Riau, di hulu Sungai Carang di Pulau Bintan. Diduga

ada pengaruh dari Kerajaan Sriwijaya terhadap beberapa

kerajaan kecil yang ada di Riau, termasuk di Bintan.

2. Berdirinya Kerajaan Melayu Riau: Kesinambungan Kerajaan Sriwijaya

Dari catatan sejarah diketahui bahwa setelah masa itu

sudah berkuasa Raja Azhar Aya pada Kerajaan Melayu

Bintan ini yang kemudian digantikan oleh Iskandar Syah.

Wilayahnya meliputi seluruh Kepulauan Riau sekarang.

Hubungan luar negeri sudah terjalin dengan Raja Siam.

Kerajaan Melayu semakin maju dan berkembang ketika

mulai runtuhnya masa kejayaan Kerajaan Sriwijaya.30

Pasca runtuhnya Sriwijaya akibat serangan Kerajaan

Singosari dan Melayu-Jambi, maka daerah bagian barat

Indonesia tidak mempunyai ikatan dalam satu tangan yang

kuat lagi. Demikian pula di Riau pada waktu itu berdaulat

sendiri kerajaan-kerajaan Melayu, yaitu Kerajaan Bintan,

Kandis dan Kuantan, Keritang dan Indragiri, Gasib (Siak),

Rokan, Segati, Pekan Tua dan Pemerintahan Andiko Nan

44 di Kampar.31

30 Dalam catatan sejarah tentang kejayaan Kerajaan Melayu Bintanini dijelaskan bahwa Marco Polo seorang pelaut Venesia sewaktukembali dari negeri Cina tahun 1292, singgah di Kerajaan Bintan.Ini suatu pertanda bahwa Kerajaan Bintan sudah cukup dikenal dimancanegara. Untuk jelasnya lihat Anwar Syair dkk., 1986, SejarahDaerah Riau, Depdikbud Prov. Riau, Pekanbaru, h. 39.

31 Nama-nama kerajaan tersebut tercantum dalam kitabNegarakertagama karena termasuk daerah kekuasaan Majapahit.Pengarang Buku Sejarah Daerah Riau dalam catatannyamenyatukan Kerajaan Bintan, Tumasik, dan Melaka. Tumasik danMelaka tidak penulis masukkan karena Tumasik adalah nama

Page 34: Riau merdeka

GERAKAN RIAU MERDEKA 6766 J e j a k R i a u M en a p a k J a l a n K e m er d e k a a n

Konflik dengan VOC yang berlangsung lama juga telah

menyebabkan perang yang dikenal dengan Perang Riau-

Belanda tahun 1782-1784. Di antaranya adalah yang terjadi

di perairan Tanjungpinang yang dipimpin oleh Raja Haji

Fisabilillah berhasil mematahkan kekuatan Belanda

bahkan sampai ke Melaka. Selain itu, di kawasan Riau

daratan perlawanan Kerajaan Siak (1752-1753) di Pulau

Guntung oleh Raja Kecik, perjuangan Tuanku Tambusai

(1820-1839) melawan Belanda di Daludalu (Rokan Hulu),

Perang Siak (1857-1858), perlawanan rakyat Reteh (1858)

yang dipimpin oleh Panglima Besar Tengku Sulung dan

beberapa perlawanan kecil lainnya seperti perang Mondang

Kemango (1887-1889) dan Sultan Zainal Abidin (1901-

1904), keduanya di Rokan, perlawanan Datuk Tabano

(1898) di Muara Mahat, Perang Manggis (1905) di

Kuantan, perlawanan Hulubalang Canang di Kerumutan.34

34 Tentang eksisensi Riau terutama dikaitkan dengan sumbangsihterhadap kemerdekaan RI, dalam persepsi masyarakat Riausepertinya ada indikasi kuat sengaja dinegasikan. PadahalBelanda sendiri mengakui kehandalan para pejuang Riau. RajaHaji Fisabilillah disamakan oleh Belanda seperti bangsa Vikingyang terkenal sebagai bajak laut perairan utara Eropa. TuankuTambusai sendiri dijuluki oleh Belanda Harimau Paderi dari Rokan(Tiger van Rokan). Ironisnya, kedua pejuang ini dianugerahi sebagaiPahlawan Nasional pada tanggal 10 November 1996. PahlawanNasional dari Riau lainnya adalah Sultan Syarif Qasim yangmerupakan sultan terakhir Kerajaan Siak Sri Indrapura. Beliautermasuk jajaran terdepan yang menyatakan ikut bergabungdengan RI setelah proklamasi karena kebenciannya denganBelanda yang dianggap kafir. Beliau sangat anti kekerasan. Sikapini diwujudkan dengan melakukan perjanjian untuk tidak salingmenyerang antara Kerajaan Siak dan Belanda. Sebagai wujuddukungan terhadap kemerdekaan RI, ketika itu beliau memberikansumbangan moral maupun material kepada RI. Uraian tentangperjuangan masyarakat Riau melawan Belanda di Riau harap

(Singapura) dan Melaka, menciptakan sebuah imperium

Melayu yang paling berkuasa.

Imperium Melayu pada masa abad 14-15 ini sangat

berkembang. Kerajaan Melayu Riau tumbuh sebagai

kerajaan maritim yang kuat dan menguasai perdagangan

dan jalur pelayaran di semenanjung ini. Melaka berkem-

bang sebagai negara maritim yang kuat dan maju di Asia

Tenggara. Kemajuan ini karena letaknya yang strategis seba-

gai bandar niaga sangat penting menggantikan peranan

Kerajaan Sriwijaya sebelumnya.

Tahun 1511 setelah Melaka dikuasai Portugis sebagai

dimulainya era kolonialisme Barat di kawasan ini sehingga

terjadilah kemunduran pada Kerajaan Melayu. Pusat per-

dagangan mulai beralih ke bandar-bandar lain, termasuk

Tanjungpinang dan Pulau Bintan. Upaya untuk mengem-

bangkan Bintan sebagai pusat per-dagangan terhambat.

Kemudian pusat perdagangan dipindahkan dari Bintan ke

Johor. Bersama ini Belanda melalui VOC juga mulai mela-

kukan campur tangan dan memonopoli usaha perdagang-

an hasil bumi Johor dengan berbagai cara. Belanda juga

terus melakukan penguasaan terhadap daerah-daerah

bekas taklukan Portugis di Melaka, termasuk di Riau.

Sehingga Riau yang semula merupakan pusat perdagangan

internasional dipersempit dan diisolir.33

33 Perpindahan pusat perdagangan ini identik dengan perpindahanpusat pemerintahan Imperium Melayu yang bermula di Bintankemudian pindah ke Melaka, balik lagi ke Bintan, kemudian pindahke Johor, dan berakhir di Riau-Lingga tahun 1913. Raja-raja dirantau ini umumnya memiliki hubungan darah. Tercatat beberapakali terjadi perebutan tahta Kerajaan Riau-Johor-Pahang sejak1725 yang berakhir 1737.

Page 35: Riau merdeka

GERAKAN RIAU MERDEKA 6968 J e j a k R i a u M en a p a k J a l a n K e m er d e k a a n

Perancis, kaum patriot Belanda mengusir Raja Belanda

Pangeran Willem V sehingga ia melarikan diri ke Inggris.

Dalam pelariannya sang pangeran mendirikan Kerajaan

Belanda bayangan yang bersekutu dengan Inggris, semen-

tara di negeri Belanda dibentuk pemerintahan baru yang

bersekutu dengan Perancis tahun 1795.

Perjanjian kedua pemerintah ini yang telah dilakukan

sebelum Revolusi Perancis menjadi dasar untuk meng-

adakan suatu perjanjian antara pemerintahan bayangan

Belanda dengan Inggris bulan Februari 1795. Isinya

membenarkan tentara-tentara Inggris menduduki jajahan-

jajahan Belanda. Pendudukan itu dengan maksud untuk

mencegah jajahan-jajahan Belanda jatuh ke tangan Perancis,

yaitu Tanjung Harapan, Sri Lanka, Melaka, dan Jawa. Pada

tahun 1795 Melaka diduduki Inggris tanpa mendapat

rintangan dari kompeni Belanda. Begitu juga pada tahun

1795, Tanjung Harapan dan Trincomalee diduduki dan

pada bulan Februari 1796 mengambil alih Kolombo.

Setelah Melaka diduduki, Inggris memasuki Tanjung-

pinang, ibukota Keresidenan Kompeni Belanda di Riau.

Dengan bantuan Inggris, orang-orang Bugis kembali ber-

pengaruh dalam Kemaharajaan Melayu, setelah beberapa

lama tersingkir karena tekanan Belanda. Pasca Revolusi

Perancis tahun 1815 ber-langsung Muktamar Wina, yaitu

perjanjian perdamaian di Eropa setelah Napoleon dikalah-

kan negara-negara Eropa lainnya. Dalam perdamaian itu,

Inggris berpendapat bahwa Perancis harus dikelilingi oleh

negara-negara kuat, sehingga tidak ada kemungkinan bagi

Perancis mengancam negara Eropa lainnya. Karena itu,

Belanda yang berbatasan langsung dengan Perancis harus

3. Traktat London 1824: Melemahnya Imperium Melayu

Kekuatan kolonialisme Inggris dan Belanda semakin

lama semakin kokoh sehingga hegemoni mereka atas ka-

wasan Asia Tenggara juga semakin kuat. Wilayah Nusantara

nyaris dikuasai oleh dua kekuatan imperialis ini. Lama

kelamaan dua kekuatan ini memiliki kepentingan yang

sama terutama dalam menguasai sumber-sumber ekonomi

dan perdagangan. Persamaan kepentingan ini berdampak

pada persekutuan politik terutama dalam menghadapi

ekspansi Perancis untuk menguasai daratan Eropa.

Sebelum revolusi Perancis, antara Belanda dan Inggris

telah diadakan perjanjian antara lain isinya; ‘Sekiranya

meletus suatu peperangan di Eropa, salah satu pihak

mungkin menduduki jajahan-jajahan pihak lain sebagai

pertahanan untuk menentang musuh yang sama’.35

Pada tahun 1789 terjadilah Revolusi Perancis yang

diawali oleh penggulingan kekuasaan pemerintahan oleh

raja secara turun termurun tetapi dalam format monarki

konstitusional. Gerakan ini berevolusi menjadi radikal yang

ditandai oleh perubahan bentuk negara menjadi republik.

Mereka meyakini bahwa kepala negara harus dipilih oleh

rakyat.

Revolusi ini menjalar ke negara-negara Eropa lainnya

termasuk negeri Belanda. Dengan bantuan tentara Revolusi

periksa Anwar Syair dkk., Op.Cit., h. 142-146. Periksa juga HikmatIshak, 2001, Warisan Riau: Tanah Melayu Indonesia yang Legendaris,Percetakan Negara RI, Jakarta, h. 55-58.

35 D. G. Hall, 1971, Sejarah Asia Tenggara, Dewan Bahasa dan Pustaka Kementerian

Pelajaran Malaysia, Kuala Lumpur, h. 606, dalam Anwar Syair dkk., Ibid, h.

123.

Page 36: Riau merdeka

GERAKAN RIAU MERDEKA 7170 J e j a k R i a u M en a p a k J a l a n K e m er d e k a a n

Februari 1849. Perjanjian itu berisikan tentang sultan mem-

beri hak kepada Inggris untuk membuka koloni perda-

gangannya di Singapura.

Upaya Inggris merebut Singapura mendapat protes

dari Belanda namun Raffles tidak menggubrisnya. Bahkan

Singapura berkembang terus di bawah pengaruh Inggris.

Pertikaian antara Inggris dan Belanda baru dapat diselesai-

kan melalui perundingan kedua pihak di London yang

menghasilkan Traktat London tanggal 17 Maret 1824.

Traktat ini membagi dua daerah Kemaharajaan Melayu,

yakni Tanah Semenanjung dan Singapura menjadi daerah

pengaruh Inggris, sedangkan Kepulauan Riau/Lingga

menjadi daerah pengaruh Belanda. Dengan demikian

Traktat London juga membagi dua serumpun bangsa

Melayu sehingga pemerintahan itu berlangsung sampai

sekarang. Berarti berakhirlah Kemaharajaan Melayu dan

di daerah Riau/Lingga sebagai pengganti Kemaharajaan

Melayu muncul Kerajaan Melayu Riau.38 Di bawah ke-

kuasaan Belanda, Kerajaan Melayu Riau praktis tidak

berkembang. Puncaknya adalah dengan dibubarkannya

Kerajaan Riau Lingga oleh Belanda pada tahun 1913.

Fase baru penjajahan Belanda, di Riau terpecah ke

dalam tiga residen di Sumatera. Yang pertama terpecah

adalah Residentie Riouw en Onderhoorigheden yang men-

cakup afdeeling Indragiri dan Tanjungpinang. Yang kedua

adalah Residentie Oustkust van Sumatra dengan afdeeling

Bengkalis; dan ketiga Residentie Westkust van Sumatra

38 Anwar Syair dkk. Op.Cit, h. 130.

diperkuat. Inggris berkeyakinan, Belanda tidak akan kuat

tanpa dikembalikan hak-haknya di seberang laut yang

telah direbut Inggris.

Pada tahun 1814 diadakan Konferensi London antara

Inggris dan Belanda. Isinya tentang penyerahan kembali

jajahan Belanda yang telah direbut Inggris sejak tahun

1795. Sesudah tahun 1815 Inggris menyerahkan Jawa dan

Maluku, sedangkan Melaka baru diserahkan tahun 1818.

Dan Belanda kembali berpengaruh dalam Kemaharajaan

Melayu tahun 1818 itu juga.36

Sebagai dampak dari berkuasanya kembali Belanda

di Riau adalah terjadinya pertentangan antar pewaris

Kerajaan Riau Lingga terutama antara keturunan Bugis dan

Melayu. Pertentangan ini berakhir dengan keberhasilan

Suku Bugis yang mendukung Tengku Abdul Rahman. Di

lain pihak, Inggris yang berusaha merebut kembali

Singapura karena posisi yang strategis menjalani siasat

politik dengan mendukung Tengku Hussein sebagai sultan

yang berkedudukan di Singapura sehingga Kemaharaja-

an Melayu memiliki dua orang sultan.37

Pengakuan Inggris atas Tengku Hussein diikat lagi

dengan suatu perjanjian antara Raffles dengan Tengku

Hussein dan Temanggung Abdul Rahman tanggal 6

36 Ibid, h. 124.37 Ketika itu wilayah kekuasaan Kemaharajaan Melayu Riau-Lingga

mencakup Singapura dan Tanah Semenanjung yang tundukkepada Belanda. Tengku Hussein adalah putra tertua SultanMahmud Syah III yang berkedudukan di Lingga. Ketika itu yangberkuasa di Singapura adalah Temanggung Abdul Rahman.Secara geopolitik, kedudukan Singapura setingkat di bawahkerajaan induk di Lingga, Riau.

Page 37: Riau merdeka

GERAKAN RIAU MERDEKA 7372 J e j a k R i a u M en a p a k J a l a n K e m er d e k a a n

diperjuangkan daripada perjuangan kemerdekaan

Republik Indonesia. Sayangnya perjuangan Riau pada masa

itu, belum sepenuhnya mengambil langkah-langkah diplo-

masi dan kurangnya persenjataan dalam menghadapi

Belanda.

Seorang pemuka Kesultanan Riau, Raja Ali Kelana,

sesungguhnya telah melakukan langkah-langkah diplomasi

ke Turki untuk melakukan pembelian senjata pada tahun

1905. Tapi pada masa itu, diplomasi dengan Turki yang

juga kerajaan Islam dan cukup berpengaruh, belum men-

capai sepakat. Upaya-upaya Raja Ali Kelana untuk mem-

peroleh senjata tidak mem-buahkan hasil.

Setahun kemudian, dengan semangat melawan

Belanda yang menyala-nyala, rakyat di Kerajaan Riau

Lingga melakukan aksi keras dengan mengibarkan

bendera Kerajaan Riau tanpa menaikkan bendera Belanda.

Peristiwa tahun 1906 ini, yang dikenal dengan Peristiwa

Bendera 1906, semakin memperuncing hubungan Belanda-

Riau. Bahkan Belanda terus memperkecil daerah kekuasa-

an Riau sekalipun ditolak oleh Sultan Abdurachman.

Perlawanan menentang Belanda mencapai klimaksnya

pada tanggal 10 Februari 1911. Saat itu ketika Residen Riau,

GP de Bruin Kops, membacakan surat pemberhentian

Sultan Abdurachman Muazamsyah dan Tengku Besar atau

Tengku Umar di Gedung Rusydiah Klub di Pulau Penye-

ngat Indrasakti menyebabkan sultan dan para petinggi

Kerajaan Riau menyingkir ke Johor dan Singapura.

Masa menjelang kemerdekaan, adalah akhir dari

periode penjajahan Belanda di Riau yang terus mencekam

sejak Traktat London, ditandatangani 2 Agustus 1824. Sejak

dengan afdeeling Limapuluh Kota.39

Pada tahun 1938, Belanda memasukkan Bengkalis dan

Kerajaan Siak, Bagan Siapiapi, Tapungkiri, dan Merbau

ke dalam Keresidenan Riau. Pada masa pendudukan

Jepang, Riau dibagi dua, yakni Riau kepulauan yang berada

di bawah pemerintahan militer Jepang yang berkedudukan

di Singapura. Sedangkan Riau daratan berada di bawah

kekuasaan Syuguokan yang ber-kedudukan di Pekanbaru.

Semasa perjuangan mempertahankan kemerdekaan,

Riau berstatus daerah Keresidenan yang semula berkedu-

dukan di Pekanbaru. Hal ini dilakukan karena Kota

Tanjungpinang yang merupakan ibukota keresidenan pada

masa Hindia Belanda, sudah diduduki oleh militer Belanda

(NICA). Pada awalnya Keresidenan Riau berada langsung

di bawah Gubernur Sumatera. Kemudian ditetapkan

berdasarkan Undang-undang No. 10 Tahun 1948 tanggal

15 April 1948 berada dalam kuasa Gubernur Muda

Sumatera Tengah di Bukittinggi.40

B. Perjuangan Rakyat Riau untuk Kemerdekaan41

Perjuangan rakyat Riau untuk melawan imperialisme

adalah sebuah masa yang sangat heroik dan lebih awal

39 Keresidenan Sumatera Timur semula ibukotanya di Bengkalistetapi kemudian dipindahkan ke Medan. Onderafdeeling Bangkinang(saat ini termasuk wilayah administatif Provinsi Riau) merupakanbagian dari Afdeeling Limapuluh Kota yang saat ini masuk dalamwilayah administatif Provinsi Sumatera Barat. Uraian lebihlengkap tentang hal ini harap periksa Anwar Syair dkk, Ibid, h. 159-162.

40 Tentang uraian ini harap periksa Hikmat Ishak, Op.Cit, h 58.

41 Sub judul berikut uraiannya banyak penulis kutip dari Hikmat Ishak, Ibid, h.

55-58.

Page 38: Riau merdeka

GERAKAN RIAU MERDEKA 7574 J e j a k R i a u M en a p a k J a l a n K e m er d e k a a n

Sumatera Tengah di Bukittinggi.

Pada masa perang itu, Belanda sempat menguasai

perairan Selat Bengkalis, Selatpanjang, dan Kuala Kampar

dengan Kuantan yang diatur dari Tanjungpinang. Pada

masa perang kemerdekaan kedua Belanda menduduki

kota-kota Pekanbaru wilayah Bengkalis dan Indragiri.

C. Provinsi Riau Masa Orde Lama

Pasca dikeluarkannya UU No 10 Tahun 1948, Riau

yang sebelumnya berdiri sendiri praktis di bawah peme-

rintahan Gubernur Sumatera Tengah. Akibat dari

penyatuan Riau ke dalam Sumatera Tengah telah mem-

bawa konsekuensi tersendiri terutama terhadap

marjinalisasi dan ‘penindasan’ dalam segala aspek. Dari sini

bermula meredupnya sejarah kegemilangan Riau yang

berlangsung berabad-abad lamanya. Keinginan untuk

memisahkan diri dari Provinsi Sumatera Tengah pun tidak

terelakkan. Dalam perjalanan selanjutnya, sebagai daerah

yang jauh dari pusat kekuasaan amatlah jauh tertinggal

dari Sumatera Barat saat ini dalam segala bidang.

1. Perjuangan Memisahkan Diri dari Provinsi Sumatera Tengah

Sebelum berdiri sendiri, Provinsi Riau tergabung

dalam Provinsi Sumatera Tengah bersama Sumatera Barat

dan Jambi. Menjadi bagian dari wilayah Provinsi Sumatera

Tengah ternyata tidak membawa manfaat banyak terhadap

pembangunan sehingga timbullah keinginan untuk

memisahkan diri dan membentuk provinsi sendiri.

Gerakan ini dipelopori oleh beberapa pemuka masya-

rakat Riau. Mereka menginginkan daerah otonom ter-

itu, Kerajaan Melayu Riau terus melemah. Sebaliknya ke-

kuasaan Belanda yang berkedudukan di Tanjungpinang

semakin meluas. Semakin berkembangnya kekuasaan

Belanda atas Riau, bukanlah tanpa perlawanan. Perjuangan

rakyat Riau terhadap Belanda, terus berkobar baik yang

bersifat lokal maupun menyeluruh.

Lihatlah perlawanan Kerajaan Siak tahun 1752-1753

di Pulau Guntung yang dimulai oleh Raja Kecik. Juga per-

juangan Yang Dipertuankan Muda Riau IV Raja Haji Syahid

Fisabilillah tahun 1762-1764 di Bintan dan Melaka. Lalu

dikenal pula perlawanan Tuanku Tambusai di Rokan

semasa 1820 hingga 1839. Juga terjadi Perang Mondang

Komango di Rokan (1887-1889) dan Perang Siak tahun

1857-1858. Perjuangan melawan Belanda juga berlangsung

lewat perlawanan Datuk Tubano di Bangkinang, perlawan-

an Hulubalang Canang di Kerumutan dan Perang Manggis

di daerah Indragiri tahun 1905. Di perairan Riau juga terjadi

gerilya laut hingga 1824 dan Perang Reteh yang dipimpin

oleh Panglima Besar Tengku Sulung tahun 1898. Semua

ini membuktikan terjadinya perjuangan dalam masa yang

sangat lama dan turun-temurun.

Semasa perjuangan mempertahankan kemerdekaan,

Riau berstatus daerah Keresidenan yang semula berkedu-

dukan di Pekanbaru. Hal ini dilakukan karena Kota

Tanjungpinang yang merupakan ibukota keresidenan pada

masa Hindia Belanda sudah diduduki oleh militer Belanda

(NICA). Pada awalnya Keresidenan Riau berada langsung

di bawah Gubernur Sumatera. Kemudian ditetapkan

berdasarkan Undang-undang No. 10 Tahun 1948 tanggal

15 April 1948 berada dalam kuasa Gubernur Muda

Page 39: Riau merdeka

GERAKAN RIAU MERDEKA 7776 J e j a k R i a u M en a p a k J a l a n K e m er d e k a a n

dari Kampar, Ali Asral Jamal dan Haji Muhammad

dari Bengkalis serta Ahmad Yusuf dari Indragiri;

3. Membentuk Badan Kongres Pemuda Riau (BKPR)

yang sekretariatnya berkedudukan di Pekanbaru.

Para pengurusnya adalah Yahya Qahar, Atan bin Mat,

H. Abdul Hamid Yahya, Anas Bey, Wan Mochtar

Hasan, Mahmud, dan Umar Awaluddin.

Hasil kongres ini disosialisasikan kepada para pelajar

asal Riau di Sumatera Barat oleh para pemuda. Gayung

pun bersambut. Konferensi Pemuda dan Pelajar Riau se-

Sumatera Barat tanggal 23 Oktober 1954 di Bukittinggi

diketuai oleh Hasan Basri Js dan Intan Judin sebagai sekre-

taris. Para utusan konferensi ini berasal dari pelajar Riau

yang sekolah di Bukittinggi, Padang, Padangpanjang,

Payakumbuh, dan Batusangkar (Sumatera Barat). Lalu

diperkuat lagi oleh Kongres Pemuda Riau Komisariat

Indragiri di Rengat. Kemudian diselenggarakan Kongres

Komisariat Pemuda Riau Kepulauan 22 Maret 1955.

Pada sidang pleno DPRDS Bengkalis 25 Februari 1955

dirumuskan bahan-bahan untuk konferensi desentralisasi

yang melibatkan DPRDS/DPDS se-Indonesia di Bandung

yang ber-langsung tanggal 10-14 Maret 1955. Salah satu

agenda yang akan diusung pada konferensi itu adalah

tuntutan agar Riau dijadikan provinsi tersendiri. Hal ini

diterima oleh kabupaten lainnya se-Riau lewat pertemuan

Ketua DPRDS I antar empat kabupaten dalam Keresidenan

Riau di Bengkalis 7 Agustus 1955 yang berhasil membuat

beberapa keputusan, yaitu:

1. Memajukan resolusi kepada pemerintah agar daerah

Riau yang meliputi empat kabupaten dijadikan daerah

sendiri. Hal ini kemudian diperkuat dengan Kongres

Pemuda Riau tanggal 17 Oktober 1954. Selanjutnya

kongres membentuk Badan Kongres Pemuda Riau (BKPR)

yang pada tanggal 27 Desember 1954 mengirim utusan

kepada Menteri Dalam Negeri di Jakarta.

Gerakan ini awalnya mendapat tantangan dari pihak-

pihak Sumatera Tengah dengan menuduh bahwa daerah

ini (baca: orang Riau) coba membangkitkan kembali

feodalisme. Argumentasi yang coba dikemukakan oleh

pihak-pihak yang kontra adalah melihat latar belakang

Kemaharajaan Melayu dulu maka upaya mem-bangkitkan

kembali feodalisme dijadikan sebagai modal untuk

menyerang agar pembentukan Provinsi Riau menjadi

gagal.

Gerakan untuk memisahkan diri dari Provinsi

Sumatera Tengah mendapat respon dari para pemuda.

Secara aktif mereka melakukan kongres maupun konfe-

rensi yang antara satu dengan lainnya saling mendukung

dan menguatkan keinginan tersebut. Kongres Pemuda

Riau I dilaksanakan di Pekanbaru pada tanggal 17 Oktober

1954. Kongres ini dihadiri utusan-utusan pemuda dari

seluruh daerah di Riau. Pada kongres tersebut dihasilkan

beberapa keputusan, yaitu:

1. Memajukan petisi kepada pemerintah pusat agar

daerah bekas Keresidenan Riau meliputi 4 kabupaten,

yaitu Kampar, Bengkalis, Indragiri, dan Kepulauan

Riau dijadikan daerah otonomi yang luas pada tingkat

provinsi;

2. Untuk memperjuangkan petisi tersebut dikirim satu

delegasi masing-masing Yahya Qahar dan Atan bin Mat

Page 40: Riau merdeka

GERAKAN RIAU MERDEKA 7978 J e j a k R i a u M en a p a k J a l a n K e m er d e k a a n

Gedung Setia Dharma Pekanbaru dilaksanakan Kongres

Pemuda Pelajar dan Mahasiswa Masyarakat Riau se-

Indonesia. Saat itu, hadir seluruh perwakilan pelajar dan

mahasiswa Riau yang menuntut ilmu pengetahuan di

Jakarta, Bandung, Malang, Surabaya, Padang, Bukittinggi,

Pekanbaru, dan dari kota-kota lain.43

Pada kongres itu juga dibuat program kerja pemuda

Riau untuk meningkatkan bidang pendidikan, sosial, dan

ekonomi masyarakat Riau. Selain itu, kongres juga berhasil

mengeluarkan rekomendasi yang berisi:

1. Pelaksanaan Provinsi Riau tiga kabupaten (Kampar,

Indragiri, dan Bengkalis) yang dilakukan oleh Dewan

Banteng dengan Gubernur Militernya, tidak diterima

oleh putra-putra daerah Riau;

2. Pelaksanaan Provinsi Riau menghendaki tenaga-

tenaga yang militan dan revolusioner yang berasal dari

putra daerah Riau;

3. Putra daerah Riau tidak menginginkan terpisahnya

Riau daratan (Kampar, Indragiri, dan Bengkalis)

dengan Kabupaten Kepulauan Riau.44

Untuk memperjuangkan tuntutan tersebut, kongres

43 Ketika itu muncul wacana Putra Daerah karena banyaknya jabatan-jabatan strategis diisi oleh bukan putra Riau yang notabenedianggap tidak ambil peduli dengan nasib orang-orang Riau yangkian hari kian terkebelakang.

44 Rekomendasi ini tidak terlepas dari konstelasi politik nasional danlokal ketika itu yakni terjadinya pemberontakan PemerintahRevolusioner Republik Indonesia (PRRI) dengan Bukittinggisebagai pusat gerakan yang dimotori oleh perwira-perwira militeryang tidak puas dengan kebijakan Presiden Soekarno yangcondong lebih dekat ke PKI kala itu. Sebagai bagian dari ProvinsiSumatera Tengah, Riau tidak terlepas dari konflik elit tersebut.

otonom tingkat I;

2. Membentuk Panitia Persiapan Pembentukan Provinsi

Riau (P3R) yang diketuai oleh H. Abdul Hamid Yahya

dan H. Muhammad Amin sebagai wakil ketua, sekre-

trais T. Kamaruzaman, dan anggota P3R diambil dua

orang dari anggota dewan dari tiap-tiap kabupaten.

Pada 1-9 September 1955 delegasi DPRDS empat

kabupaten itu mengadakan pertemuan dengan pemuka-

pemuka Riau menghadap Menteri Dalam Negeri Mr. R.

Soenarjo yang menghasilkan keterangan Nomor De/44/

12/13/7 yang ditanda-tangani oleh Menteri Dalam Negeri.42

Isi surat itu antara lain menyebutkan bahwa, “Persoalan

itu akan diberi perhatian seperlunya dan pembagian

wilayah RI dalam daerah yang baru sedang direncanakan.”

Menindaklanjuti hal tersebut, dibentuklah Badan Peng-

hubung Persiapan Provinsi Riau di Jakarta.

Berikutnya lahirlah Ikatan Pelajar Riau (IPR) di Jakarta

26 Agustus 1956 yang diketuai oleh Aidir Sani. IPR ini

berdiri bersamaan dengan Ikatan Warga Riau (IWR) yang

diketuai DM Yanur. Berdirinya IPR dan IWR semakin

memperkuat gerakan menuntut pembentukan Provinsi

Riau tersebut di Jakarta. Pada 17-19 Oktober 1957 di

42 Dalam pertemuan delegasi Riau dengan Menteri Dalam Negeriketika itu ada cerita menarik. Mr. Soenarjo, selaku Menteri DalamNegeri tidak mengenal Riau. Ketika itu ia menanyakan, “Dimanakah Riau?”. Delegasi merasa sangat kecewa denganpengetahuan Mr. Soenarjo yang notabene mengurus hal ihwaldalam negeri. Mereka heran, Riau yang kaya akan sumberdayaalam dan memiliki sejarah gemilang serta menyumbangkanbahasa nasional, tidak dikenal. Uraian lebih lengkap harap periksaTaufik Ikram Jamil dkk., Op. Cit, h. 44-46.

Page 41: Riau merdeka

GERAKAN RIAU MERDEKA 8180 J e j a k R i a u M en a p a k J a l a n K e m er d e k a a n

belajar Tari Piring dan Babendi-bendi.45

Seorang tokoh masyarakat Riau, Wan Ghalib, yang

juga terlibat langsung dalam gerakan pemisahan Riau dari

Provinsi Sumatera Tengah menuturkan bahwa kebijak-

sanaan yang dijalankan oleh Pemerintah Provinsi Sumatera

Tengah kala itu sangat Sumatera Barat sentris. Setelah

bergabung dengan Sumatera Tengah, jabatan-jabatan

kunci di Riau telah diambil alih oleh tenaga-tenaga dari

Sumatera Barat seperti Bupati. Wedana, dan camat-camat

di Kepulauan Riau. Begitu pula tentang mulai diterapkan-

nya sistem nagari di Riau.

Tabel 1

Jumlah Sekolah Menengah Pertama Negeri, Swasta, dan Swasta Subsidi di Provinsi Sumatera

Tengah Berdasarkan Wilayah Tahun 1959

Sumber: Bahan olahan (dikutip dari Taufik Ikram Jamil dkk., 2002, DariPercikan Kisah Membentuk Provinsi Riau, Yayasan Pusaka Riau,Pekanbaru, hal. 32)

Di bidang pendidikan hal yang sama juga terjadi. Pada

tahun 1950-an, di Provinsi Sumatera Tengah tercatat 27

Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri. Dari angka itu,

45 Tari piring dan babendi-bendi adalah kesenian Minangkabau.Uraian lebih lengkap tentang terlantarnya Riau dalam segalaaspek lihat Taufik Ikram Jamil dkk., Op. Cit, h 30-43.

ini pun membentuk Dewan Pimpinan Tertinggi Badan

Kongres Pemuda Pelajar Mahasiswa Masyarakat Riau

(DPT-BKPPMMR) yang diketuai oleh T. Makhmud Anzam,

wakil ketua Anwar Saleh, Ahmad Natar Nasution sebagai

sekretaris, dan Husnan Syech sebagai wakil sekretaris, dan

bendahara dipercayakan kepada Syarfinah Nasir.

Pada 20 Januari 1958, delegasi DPT-BKPPMMR yang

terdiri dari T. Makhmud Anzam, Azhar Jalil, dan Abu

Hasyim K tiba di Jakarta. Mereka berkonsultasi dengan

Badan Penghubung Persiapan Provinsi Riau di Jakarta.

Puncak dari semua perjuangan masyarakat Riau kala itu

adalah dilaksanakannya Kongres Rakyat Riau I tanggal 31

Januari-2 Februari 1958.

2. Marjinalisasi Kultural, Ekonomi, dan Politik secara Sistemik

Upaya untuk memisahkan diri dari Provinsi Sumatera

Tengah bukannya tanpa alasan yang logis. Sebagai bagian

dari Provinsi Sumatera Tengah, Riau tidak teperhatikan.

Ironisnya, tidak saja ketertinggalan pembangunan yang

dirasakan akan tetapi secara kultural juga berlangsung pe-

nindasan baik soal penamaan kawasan maupun kesenian.

Banyak saksi sejarah yang dapat mengisahkan bagai-

mana Keresidenan Riau terlantar sejak pemerintah menya-

tukan keresi-denan ini dengan Sumatera Tengah yang

berpusat di Bukittinggi pada tahun 1950. Beberapa contoh

dapat dikemukakan di sini. Di Telukbelitung, salah satu

kecamatan di Kabupaten Bengkalis misalnya tidak

disuguhkan Tari Zapin dan Joget yang sudah mengakar di

daerah ini. Salah seorang yang menempuh Sekolah Rakyat

kala itu, Hj Azizah, menuturkan bahwa mereka justru

Page 42: Riau merdeka

GERAKAN RIAU MERDEKA 8382 J e j a k R i a u M en a p a k J a l a n K e m er d e k a a n

dan Jambi tidak ada sumbangan sama sekali. Untuk

jelasnya lihat tabel 2 berikut ini.

Tabel 2 :

Ekspor hasil hutan Provinsi Sumatera Tengah berdasarkan wilayah tahun 1959

Sumber : Data olahan (dikutip dari Taufik Ikram Jamil, Ibid, hal. 35)

Demikian pula pada sektor pertambangan. Penemuan

minyak pertama kali tahun 1924 di Kubu, Sebangar, dan

Duri oleh PT Caltex Pacific Indonesia (CPI) menyebabkan

kawasan ini cukup cemerlang. Pada tahun 1952, minyak

dari Minas pertama kali diekspor melalui Pelabuhan

Perawang dan Sungaipakning.

Sejak saat itu, produksi minyak CPI terus menanjak.

Kalau pada tahun 1952 produksi minyak CPI hanya 15.000

barrel per hari (bph), pada tahun 1954 sudah melonjak

mencapai 43.000 bph. Hanya satu tahun kemudian yakni

tahun 1955, setelah ladang Bekasap ditemukan, produksi

CPI mencapai 61.000 bph, bahkan menjadi 89.000 bph

pada tahun 1957. Seiring dengan ekplorasi dan eksploitasi,

pada bulan Februari 1957, produksi minyak CPI sudah

hanya empat SMP yang berada di Keresidenan Riau yang

terletak di ibukota kabupaten yakni Pekanbaru satu buah,

Rengat satu buah, Bengkalis satu buah, dan Tanjungpinang

satu buah. Selebihnya yakni 21 SMP berada di Sumatera

Barat dan hanya dua SMP yang berada di Jambi. Untuk

jelasnya lihat tabel 1 di atas.

Tabel 1. jelas menunjukkan ketimpangan dalam sarana

dan prasarana pendidikan di mana terdapat distribusi

jumlah sekolah yang tidak merata. Dari tabel di atas sebagai

perbandingan –untuk menjelaskan ketimpangan pen-

didikan antarwilayah— dapat diuraikan, yakni Kota

Padang dengan jumlah penduduk 150.000 jiwa memiliki

tiga SMP negeri sedangkan Kabupaten Bengkalis yang

berpenduduk hampir 200.000 jiwa hanya memiliki satu

SMP negeri. Begitu juga pula Kabupaten Indragiri yang

memiliki jumlah penduduk 242.000 jiwa hanya memiliki

satu SMP negeri. Sementara Bukittinggi sebagai ibukota

Provinsi Sumatera Tengah memiliki enam buah SMP

negeri.

Begitu pula dengan Sekolah Teknik Pertama (STP),

Sekolah Teknik (ST), dan Sekolah Teknik Menengah (STM)

yang seluruhnya berjumlah 14 buah di Sumatera Tengah,

hanya satu STP yang dimiliki Riau (Pekanbaru) dan satu

STP di Jambi, selebihnya berada di Sumatera Barat.

Selain itu, sumberdaya alam yang berlimpah di Riau

tidak memberikan sesuatu yang berarti bagi pembangun-

an dan kesejah-teraan masyarakat Riau. Sumberdaya alam

dari sektor kehutanan antara lain balak, kayu gergajian,

teki, kayu api, arang, rotan, nibung, bengkawan, dan nipah

semua berasal dari Riau sementara dari Sumatera Barat

Page 43: Riau merdeka

GERAKAN RIAU MERDEKA 8584 J e j a k R i a u M en a p a k J a l a n K e m er d e k a a n

uan Riau segera dijadikan daerah otonomi tingkat I

Riau (Provinsi);

2. Menyatakan bahwa yang dimaksud dengan rakyat

Riau adalah bangsa Indonesia yang tinggal dan mencari

nafkah di situ tanpa memadang suku;

3. Usaha untuk melaksanakan tujuan tersebut:

- Yakni membuat dan mengirimkan resolusi

kepada pemerintah dan DPR;

- Kongres menugaskan kepada Panitia Persiapan

Provinsi Riau untuk membuat nota penjelasan

mengenai keputusan tersebut;

- Kongres menugaskan kepada Panitia Persiapan

Provinsi Riau untuk menyelenggarakan dan

melaksanakan segala pekerjaan guna mencapai

tujuan tersebut;

- Panitian Persiapan Provinsi Riau diharuskan

menambah anggotanya.

4. Tuntutan melalui parlemen agar pembentukan

Provinsi Riau dapat disamakan dengan pembentukan

provinsi-provinsi di Kalimantan, Sulawesi, Nusa

Tenggara, Maluku, dan Aceh.

Perjuangan melalui parlemen oleh salah seorang

anggota dari unsur Perti yang bernama Ma’rifat Mardjani

juga harus dicatat dengan tinta emas. Meskipun mendapat

ancaman dari Ketua Umum Perti Sirajudin Abbas kala itu

yang akan merecall dari parlemen sekiranya tetap bersuara

lantang memperjuangkan pembentukan Provinsi Riau.

Selain itu, DM Yanur sebagai orang PNI juga menggunakan

jalur pendekatan ke partai dan tokoh-tokoh partai yang

mempunyai akses ke parlemen dan Kementerian Dalam

jauh melambung yakni 147.000 bph.46

3. Kongres Rakyat Riau I: Terbentuknya Daerah Otonom Provinsi Riau47

Pada tanggal 31 Januari 1956 dilaksanakanlah Kongres

Rakyat Riau I. Tak kurang peserta yang hadir sebanyak

576 orang yang terdiri dari 276 orang sebagai peserta penuh

dan 300 orang sebagai peninjau. Dari pihak pemerintah,

saat itu hadir Ruslan Muljohardjo, Gubernur Sumatera

Tengah yang mewakili Menteri Dalam Negeri, dan para

anggota DPRD serta seluruh Bupati dari empat kabupaten

se-Riau.48

Hasil Kongres Rakyat Riau menghasilkan beberapa

keputusan penting, yaitu:

1. Menuntut supaya daerah Riau yang meliputi

Kabupaten Kampar, Bengkalis, Indragiri, dan Kepula-

46 Selain CPI, ketika itu PT Stanvac juga beroperasi di Riau, meskipunproduksinya tidak sebesar CPI akan tetapi sangat diperhitungkandalam upaya mendirikan Provinsi Riau. Stanvac beroperasi diIndragiri (tepatnya Kecamatan Lirik Kabupaten Indragiri Hulusaat ini). Sumbangan lainnya yang amat besar dari Riau adalahproduksi laut. Bagansiapiapi ketika itu termasuk salah satupenghasil ikan terbesar di dunia. Hasil lainnya seperti kopra,gambir, karet, tepung sagu dll. juga disumb angkan oleh Riau.Data ini dibentangkan oleh Haji Muhammad yang tampil sebagaipemrasaran dalam Kongres Rakyat Riau (KRR) I. Dalamketerangannya, hasil ekspor tersebut hanya mencakup 3kabupaten, yakni Bengkalis, Kampar, dan Indragiri. DariKepulauan Riau tidak diperoleh data sebab daerah ini adalahdaerah bebas. Uraian lebih lanjut harap periksa Taufik Ikram Jamildkk, Ibid, h. 35-43.

47 Uraian tentang Kongres Rakyat Riau I ini sebagian besar penuliskutip dari Taufik Ikram Jamil dkk., Ibid, 44-74. Periksa juga HikmatIshak, Op. Cit, h. 61-62.

48 Uraian lebih lengkap tentang pelaksanaan KRR I harap periksaTaufik Ikram Jamil dkk., Op. Cit., h 54-59.

Page 44: Riau merdeka

GERAKAN RIAU MERDEKA 8786 J e j a k R i a u M en a p a k J a l a n K e m er d e k a a n

ini muncul bermula dengan diangkatnya anak jati Riau

Brigjen Arifin Ahmad menjadi Gubernur Riau ketiga (1966-

1978) setelah S. M. Amin dan Kaharuddin Nasution. Se-

telah Arifin Ahmad hingga tahun 1998, putra daerah praktis

tidak diberi kesempatan untuk menjadi gubernur karena

semua diatur oleh Soeharto dengan berbagai alasan, yakni

Riau daerah rawan sehingga harus dipimpin oleh militer.50

Selama Orde Baru, kondisi bukannya semakin mem-

baik akan tetapi penjarahan secara legal dilakukan tanpa

memperhatikan masyarakat lokal sehingga yang terjadi

justru marjinalisasi mas-yarakat tempatan. Riau dikapling-

kapling melalui pemberian HPH kepada konglomerat,

dibentuknya otorita Batam, Bintan, dan Natuna yang jelas-

jelas bertentangan dengan undang-undang.

1. Eksploitasi Sumberdaya Alam dan Kemiskinan di Riau

Kekayaan alam Riau menjadi salah satu daya tarik bagi

Pemerintahan Orde Baru untuk melakukan kontrol politik

dan ekonomi terhadap Riau. Selain sumberdaya alam yang

melimpah, Riau juga diuntungkan dengan posisinya yang

strategis berbatasan langsung dengan Singapura dan

Malaysia, dua negara handal di bidang ekonomi.

Sumberdaya alam yang utama adalah minyak bumi.

Minyak yang dihasilkan dari bumi Riau, khususnya dari

ladang minyak utama yang dikenal dengan Block

50 Tentang penempatan gubernur dari pusat selalu disebut olehTabrani Rab sebagai Gubernur Jenderal Jawa. TercatatSoebrantas Siswanto, Imam Munandar, dan Soeripto ketiganyaadalah orang Jawa dan berlatar belakang militer.

Negeri. Sementara Wan Ghalib sebagai Ketua Badan Peng-

hubung Pembentukan Provinsi Riau menjelaskan kepada

Menteri Dalam Negeri bahwa kemungkinan adanya be-

berapa daerah di Riau akan bergabung dengan Malaysia

sekiranya tuntutan pembentukan Provinsi Riau tidak

segera dipenuhi.49

Akhirnya Sidang Kabinet pada tanggal 1 Juli 1957 me-

nyetujui Riau dan Jambi menjadi provinsi melalui Undang-

undang Darurat No. 19 Tahun 1957 dan kemudian ditetap-

kan dengan Undang-undang No. 61 Tahun 1958 menjadi

Provinsi Riau. Pada tanggal 5 Maret 1958 dilantik Mr. S.

M. Amin menjadi Gubernur Kepala Daerah Provinsi Riau

di Tanjungpinang yang menjadi ibukota Provinsi Riau kala

itu. Pada bulan Januari 1960 selanjutnya dilantik Kaharuddin

Nasution sebagai gubernur kedua yang dilantik di

Pekanbaru. Ibukota Provinsi Riau selanjutnya dipindahkan

dari Tanjungpinang ke Pekanbaru berdasarkan SK

Mendagri No. Des 52/I/44-25 tanggal 20 Januari 1959.

D. Provinsi Riau Masa Orde Baru

Di masa awal pemerintahan Orde Baru timbul sebuah

harapan akan perbaikan dari orde sebelumnya. Harapan

49 Dalam sebuah kesempatan, yakni pada sidang tanggal 19 Oktober1956 dan 22 Oktober 1956, dalam pemandangan umum Ma’rifatMardjani mengeluarkan pernyataan keprihatinan atas lambatnyarespon pemerintah pusat dalam merealisasikan pembentukanProvinsi Riau. Perjuangan melalui pers kala seperti Suluh Indone-sia, Pedoman, Abadi, Keng Po, Haluan, Majalah Gelora, Indonesia Raya,Bahtera, Antara dan lain-lain juga dilakukan secara elegan sebagaialat untuk melawan provokasi pihak-pihak yang inginmenggagalkan perjuangan masyarakat Riau. Uraian lebih lengkapharap periksa Taufik Ikram Jamil dkk., Ibid, h. 63-73.

Page 45: Riau merdeka

GERAKAN RIAU MERDEKA 8988 J e j a k R i a u M en a p a k J a l a n K e m er d e k a a n

sebanyak 42.927.910 ton.

Sementara kekayaan alam lainnya berupa emas di

sepanjang Sungai Singingi dan Logas, Indragiri Hulu,

dengan luas lokasi 248.284 hektar. Di Riau juga terdapat

batubara di daerah Cerenti, Lubukjambi, Singingi dan

Rokan diperkirakan memiliki deposit jutaan ton dan

mampu berproduksi selama 60 tahun. Selain itu, bahan

galian golongan C seperti batu granit, pasir darat, pasir

bangunan, dan batu kapur sangat banyak depositnya di

Kepulauan Riau, khususnya di Pulau Karimun. Pasir urug

merupakan primadona ekspor ke Singapura.52

Studi Mubyarto dkk. (1993) tentang Riau, bahwa

ternyata kekayaan alam tersebut tidak berdampak

langsung terhadap kesejahteraan masyarakat tempatan.

Mubyarto mencatat jumlah penduduk yang hidup di

bawah garis kemiskinan sekitar 13 persen pada tahun 1990.

Hal ini menimbulkan dugaan bahwa tetesan ekonomi

minyak bagi masyarakat setempat tidak signifikan.

Pendapat per kapita penduduk tanpa minyak hanyalah

sekitar 13 persen dari pendapatan termasuk minyak,

sehingga karena peng-hasilan dari minyak bumi ini

seluruhnya merupakan penghasilan pemerintah pusat

52 Singingi dan Logas saat ini masuk wilayah Kabupaten KuantanSingingi. Di kawasan Kepulauan Riau, ironisnya penambanganpasir laut banyak dinikmati oleh cukong-cukong dari Pusat sebagaiakibat pemberian Kuasa Pertambangan secara sentralistik.Akibatnya tanpa memperhatikan lingkungan sekitarnya, banyakpulau yang tenggelam dan berakibat terhadap hasil tangkapannelayan sekitar. Saat ini, penambangan pasir tersebut telahdihentikan dan menjadi polemik tiada henti apakah penambangantersebut layak dibuka kembali atau tidak.

Kangguru, yakni Minas, Duri, Bangko, dan Kubu adalah

sebesar 835.000 bph atau sekitar 300 juta barrel per

tahun.51

Sumberdaya alam lainnya seperti gas alam terdapat

di Natuna. Cadangan gas alam ini diperkirakan mencapai

210 triliun kaki kubik atau dua kali lipat cadangan gas

Arun, NAD. Sementara timah telah ditambang sejak 2

abad lamanya di Pulau Singkep, Pulau Kundur, Siabu,

Bangkinang, dan Sei Giti, Tandun. Di Pulau Singkep yang

telah habis dieksploitasi, saat ini hanyalah tersisa bekas-

bekas galian. Akibat eksploitasi ini, menyisakan penderita-

an yang amat memilukan. Secara sosial ekonomi dan

budaya telah membuat penduduk tempatan tidak mem-

peroleh harapan akan masa depan pasca penambangan

timah tersebut.

Hasil tambang lainnya adalah bauksit yang terdapat

di Kijang, Pulau Bintan yang merupakan satu-satunya

tambang bauksit di Indonesia. Ditemukan sejak 1924 dan

mulai produksi sejak tahun 1935 oleh sebuah perusahaan

tambang Belanda NV Nibem. Selama 65 tahun beroperasi

(1935-2000), bauksit Kijang telah menghasilkan 43.151.311

ton dan diekspor ke Jepang, Cina, dan Amerika Serikat

51 Keempat kawasan tersebut masuk dalam Kabupaten Bengkalissebelum pemekaran Oktober 1999. Saat ini, Minas masuk wilayahKabupaten Siak Sriindrapura, Duri masuk wilayah KabupatenBengkalis, sementara Bangko dan Kubu masuk wilayah KabupatenRokan Hilir. Di salah satu ladang minyak bersejarah di Minas,tercatat sejak 1969 mulai beroperasi, hingga tahun 1997 telahmencapai 4 milyar barrel. Tentang uraian ini harap periksa HikmatIshak, Op. Cit., h. 27.

Page 46: Riau merdeka

GERAKAN RIAU MERDEKA 9190 J e j a k R i a u M en a p a k J a l a n K e m er d e k a a n

membagi ekonomi Riau menjadi tiga kategori. Pertama,

sektor pedesaan atau tradisional di mana lebih dari 60

persen angkatan kerja terlibat dengan pertanian sebagai

aktivitas utama. Kedua, sektor perkotaan atau modern, di

mana sekitar 30 persen angkatan kerja terlibat dalam

aktivitas-aktivitas seperti perdagangan, pengolahan, dan

jasa-jasa. Kategori ketiga adalah sektor enclave yang terpusat

di industri perminyakan. Walaupun hanya 10 persen dari

angkatan kerja terlibat di situ, tetapi lebih dari 75 persen

GDRP Riau berasal dari sektor ini.54

Selain minyak, sektor kehutanan di Riau juga meng-

hasilkan devisa yang besar buat negara. Luas hutan di Riau

adalah sebanyak 9,46 juta Ha yang terdiri dari hutan

produksi 3,84 juta Ha (40,59 persen), hutan lindung 0,40

juta Ha (4,20 persen) dan hutan lainnya (suaka alam dan

hutan produksi konversi) seluas 5,22 juta Ha (55,21 persen).

Dari sekitar 9,46 juta Ha luas hutan di Riau tersebut, 7,5

juta Ha dikuasai oleh 71 pemegang HPH.55

Tercatat PT Indah Kiat Pulp and Paper (IKPP) yang

mulai berproduksi tahun 1989 beroperasi di Perawang,

Kabupaten Siak dan PT Riau Andalan Pulp and Paper

(RAPP) beroperasi di Pangkalankerinci, Kabupaten

Pelalawan yang dibuka tahun 1992 dengan produksi

mencapai 300 ribu ton per tahun dan merupakan pabrik

54 Untuk lebih lengkapnya lihat Riwanto Tirtosudarmo, 1996,Demografi Politik: Pembangunan Indonesia dari Riau sampai Timor Timur,Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, h. 67-68.

55 Uraian lebih lengkap tentang hal ini harap periksa Tabrani Rab,2002, Menuju Riau Berdaulat: Pilihan Kongres Rakyat Riau II, Riau Cul-tural Institute, Pekanbaru, h. 62.

(sebelum diberlakukannya UU No 25 Tahun 1999 yang

efektif berlaku 1 Januari 2001, pen.), maka boom ekonomi

minyak sulit diharapkan berpengaruh besar pada pen-

dapatan masyarakat setempat.

Mubyarto memberi contoh, yakni kenaikan pen-

dapatan per kapita termasuk minyak yang lebih dari 2 kali

pada tahun 1974 hanya diikuti kenaikan 33 persen dalam

pendapatan per kapita non-minyak. Alasan lain dari kore-

lasi kecil antara ekonomi minyak dan ekonomi rakyat

setempat adalah karena ekonomi minyak masih bersifat

enclave. Artinya, ikatan ekonomi warga PT Caltex Pacific

Indonesia sebagai perusahaan penambangan minyak bumi

terbesar di Riau dengan ekonomi luar (Jakarta atau luar

negeri) lebih kuat ketimbang dengan masyarakat

tempatan.53

Hal ini diperkuat oleh studi Tirtosudarmo (1996) yang

53 PDRB per kapita Provinsi Riau tahun ketika itu sudah mencapaiRp. 4 juta atau $2.000, sama dengan PDB per kapita negaratetangga Malaysia. Tetapi apabila minyak bumi dikeluarkan dariPDRB ternyata nilainya anjlok menjadi Rp. 800.000,- atau $400.Uraian lebih lengkap harap periksa Mubyarto dkk., 1992, RiauMenatap Masa Depan, hasil penelitian P3PK UGM, h. 5-11, unpub-lished. Rendahnya multiplier effects tersebut juga disebabkan karenabidang pertambangan membutuhkan high-tech, sementarakualitas sumberdaya manusia di Riau ketika itu sangat rendah.Usaha untuk meningkatkan sumberdaya manusia di Riaubukannya tidak diupayakan oleh pemerintah daerah. PemerintahDaerah melalui Universitas Riau semasa Orde Baru berupayamembuka fakultas teknik dengan salah satu jurusan pertam-bangan untuk memenuhi tenaga kerja lokal agar terserap di sektorini, akan tetapi selalu gagal sebagai akibat sentralisasi. Sebagiancerdik cendekia di Riau berpendapat bahwa hal ini merupakanpolitik pembodohan yang dijalankan oleh Jakarta ketika itu.

Page 47: Riau merdeka

GERAKAN RIAU MERDEKA 9392 J e j a k R i a u M en a p a k J a l a n K e m er d e k a a n

dengan total produksi 237.088 ton per tahun. Namun

perkebunan karet ini sekarang mulai tergeser oleh perke-

bunan kelapa sawit yang luas arealnya 670.148 Ha dengan

kapasitas produksi 1.294.316 ton pada tahun 1997. Di per-

kebunan sawit ini, ada tiga perusahaan besar yang me-

nguasai perkebunan dan pengolahan crude palm oil (CPO)

sebagai bahan dasar pembuatan minyak goreng, yakni

Salim Group, Sinar Mas Group, dan Tirta Mas.57

Meski memiliki sumberdaya alam yang begitu

banyak, namun potensi ini paradoks dengan kondisi

masyarakat lokal. Tingkat kesejahteraan rerata penduduk

di Riau terutama di sepanjang daerah aliran sungai relatif

rendah dibandingkan dengan daerah lain. Menurut Saleh

Djasit hal ini disebabkan karena, pertama, bahwa struktur

pembangunan ekonomi selama ini di mana sumberdaya

alam yang dikelola dengan sistem konglomerasi sebagai

biang penyebabnya. PT CPI misalnya sebagai perusahaan

pada modal, akan tetapi dampak ekonomi minyak kepada

57 Areal perkebunan sawit di Riau saat ini merupakan yang terluasdi Indonesia. Bisnis CPO ini sangat menjanjikan sehingga PT RAPPpun tergiur dengan mengakuisisi salah satu perusahaan SalimGroup yakni PT Inti Indosawit Utama yang lokasinya berdam-pingan dengan pabrik pulp and paper. Menurut ahli pertanian,perkebunan sawit yang cenderung terus meluas untuk jangkapanjang akan sangat merugikan Riau karena dapatmenghilangkan tingkat kesuburan tanah. Selain itu, perkebunanmonokultur juga sangat riskan sekiranya harga CPO di pasarandunia anjlok sehingga akan berdampak pada perekonomianmasyarakat yang telah menggantungkan hidupnya pada sub-sektor ini. Dari keterangan beberapa petani, untuk 1 hektar lahansawit yang telah produksi penghasilan bersihnya berkisar Rp.750.000,- hingga Rp. 1 juta/hektar jika harga biji sawit stabil.

pulp dengan kapasitas produksi terbesar di Asia. Di dalam

rencana produksi jangka panjang RAPP menargetkan

produksi sebesar 750.000 ton per tahun dengan produk

utama kertas, tisu, dan bahan-bahan paket yang berasal

dari hutan tanaman industri seluas 159.500 ha.56

Di sektor perkebunan, Riau mempunyai perkebunan

karet rakyat yang luas arealnya mencapai 508.292 Ha

56 Sebenarnya banyak lagi perusahaan yang bergerak di bidangkehutanan di Riau daratan sebagai pemegang HPH. PemberianHPH oleh pemerintah pusat pada masa lalu justru memunculkankonflik antara perusahaan dengan masyarakat tentangkepemilikan lahan. Tuntutan mengemuka seiring runtuhnya OrdeBaru. Selain itu, dua perusahaan besar tersebut acapkali dituduhsebagai penadah kayu ilegal (illegal logging). Tuduhan iniberdasarkan luas HTI yang dimiliki perusahaan tersebut tidakmampu memenuhi target maupun realisasi produksi. Arealkonsesi kedua perusahaan itu tersebar hampir di meratakabupaten di Riau terutama di Kabupaten Kuantan Singingi,Pelalawan, Siak, Kampar, dan Rokan Hulu. Persoalan selalu munculadalah tumpang tindih kepemilikan lahan dengan masyarakatyang notabene tidak memiliki surat dan ganti rugi pembebasanlahan. Akibat eksploitasi hutan secara besar-besaran di Riau inihampir tiap tahun kawasan yang berada di sepanjang daerahaliran sungai mengalami banjir yang tidak sedikit menimbulkankorban jiwa dan materi. Tentang hal ini, sebagian masyarakatRiau memplesetkan kepanjangan RAPP menjadi Riau Akan PorakPoranda. Pengalaman penulis sendiri ketika mengadakan surveiaspek sosial ekonomi masyarakat di Kabupaten Pelalawanmenemukan bahwa saat ini hutan nyaris tidak bisa diandalkansebagai mata pencaharian utama lagi karena telah dikapling-kapling oleh perusahaan besar sehingga ke depan pilihan menjadiburuh tani tidak terelakkan. Ini akan berdampak pada kehidupansosial ekonomi masyarakat yang semakin memburuk karenaberkaitan dengan kultur masyarakat tempatan yang relatifbergantung hidup pada alam. Uraian lebih lengkap harap periksaTabrani Rab, Ibid, h. 62. Tentang uraian rencana produksi dan luaslahan lihat leaflet RAPP, 1999.

Page 48: Riau merdeka

GERAKAN RIAU MERDEKA 9594 J e j a k R i a u M en a p a k J a l a n K e m er d e k a a n

didiami sekitar 3.500 jiwa. Saat ini, penduduk Batam lebih

dari 500.000 jiwa dengan dan selain sebagai basis utama

industri, juga merupakan gerbang kedua terbesar wisata-

wan mancanegara setelah Bali.

Bermula pada tahun 1969 ketika Pertamina mengga-

gas untuk mengembangkan Batam sebagai basis penunjang

perbekalan dan operasional penambangan dan gas lepas

pantai. Guna mewujudkan rencana itu dikeluarkan

Keppres Nomor 65 Tahun 1970 yang menetapkan Batam

sebagai basis logistik dan operasional industri minyak dan

gas bumi. Ibnu Sutowo ditunjuk sebagai penanggung

jawab dan biaya proyek ditanggung oleh Pertamina. Kemu-

dian keluar la gi Keppres Nomor 74/71 tanggal 20 Oktober

1971 yang menetapkan Pulau Batam sebagai daerah

industri, entreport partikelir; wilayah Batu Ampar (bagian

utara).

Dampaknya perkembangan Batam sangat pesat

karena sejumlah perusahaan besar mulai menanamkan

investasinya. Tak pelak, tenaga kerja dari berbagai daerah

di Indonesia mulai berdatangan. Pulau Batam dianggap

sebagai sebagai suatu fenomena baru perkembangan bisnis

di Indonesia.

Akibat pesatnya perkembangan Pulau Batam waktu

itu mulai terasa kesulitan teknis dalam pelaksanaan urusan

tanah, prosedur perizinan, dan pelaksanaan usaha. Akhir-

nya, pada tanggal 22 November 1973 dengan Keppres

Nomor 40 Tahun 1973, seluruh Pulau Batam dinyatakan

sebagai daerah industri. Keputusan ini menetapkan Pulau

Batam menjadi Daerah Otorita Pengembangan Daerah

Industri Pulau Batam atau Batam Industrial Development

masyarakat luas sangat kurang sehingga andil untuk

mengembangkan ekonomi daerah juga tidak begitu tinggi.

Kedua, perusahaan-perusahaan yang melakukan

investasi keuntungan yang didapat perusahaan tersebut,

tidak diinvestasi kembali di Riau, tetapi justru ditanam di

daerah-daerah lain atau ke luar negeri sehingga akumulasi

modal yang diharapkan tidak terjadi. Hal inilah yang

menyebabkan kontribusi ekonomi pada masyarakat lokal

rendah, meski tingkat pertumbuhan ekonomi di Riau di

atas pertumbuhan ekonomi nasional.58

2. Pembentukan Otorita Batam dan Bintan: Pelanggaran Konstitusi dan

Marjinalisasi Masyarakat Tempatan59

Di samping kekayaan alam yang melimpah, wilayah

Provinsi Riau terletak pada posisi yang sangat strategis

yakni berbatasan langsung dengan Singapura, Malaysia,

dan Vietnam. Salah satunya adalah Pulau Batam yang jarak-

nya hanya 22 mil dan berhadapan dengan Singapura. Luas

Pulau Batam adalah 415 kilomter persegi atau kira-kira 67

persen dari luas Singapura. Pada tahun 1960-an, Batam

merupakan kawasan kampung nelayan miskin yang

58 Brigjend. Saleh Djasit merupakan orang Riau pertama yangmenjadi gubernur pasca reformasi. Ia dipilih oleh DPRD hasilPemilu 1997. Orang Riau pertama yang menjadi Gubernur ketigasetelah Mr. S. M. Amin dan Kaharuddin Nasution adalah Brigjend.Arifin Ahmad (1966-1978). Terpilihanya Arifin Ahmad kala itukarena konsensus antara Soeharto dengan mahasiswa angkatan‘66 dari Riau yang menginginkan putra daerah untuk memimpinRiau. Tentang uraian tersebut di atas lihat Tabrani Rab, Op. Cit, h.63-64 dan 78-100.

59 Tentang uraian Otorita Batam banyak penulis kutip dan elaborasidari Hikmat Ishak, Op. Cit., h 355-382.

Page 49: Riau merdeka

GERAKAN RIAU MERDEKA 9796 J e j a k R i a u M en a p a k J a l a n K e m er d e k a a n

Pengawasan Pembangunan sebagai ketua, Menteri Muda

Perindustrian sebagai wakil ketua, serta Menteri Penggerak

Dana Investasi, Menteri Pekerjaan Umum, Menteri Pari-

wisata, Menteri Agraria/ Kepala BPN, dan Gubernur Riau

sebagai anggota. Ironisnya, Bupati Kepulauan Riau tidak

dilibatkan sama sekali. Dengan posisi ini jelas posisi

gubernur menjadi lemah.

Keluarnya Keppres tersebut praktis mengurangi tugas

pokok dan fungsi beberapa instansi pemerintah mulai dari

lurah, camat, BPN, Bappeda Tingkat I dan II dalam hal

perizinan. Adapun Hak Guna Usaha yang dikeluarkan

izinnya oleh TKPPR untuk investor Kawasan Wisata

Terpadu Lagoi, Bintan adalah 100 tahun.62

Dibentuknya kedua otorita tersebut pada hakikatnya

bagi penduduk tempatan tidaklah menjadi keberatan jika

62 Investor yang terbesar dari Singapura dengan mitranya SalimGroup, Indonesia. Meskipun memberikan kontribusi PAD sebesarlebih kurang Rp. 40 milyar kepada Kabupaten Kepulauan Riauakan tetapi masyarakat sekitar tidak mendapatkan lapanganpekerjaan dan peluang-peluang usaha sebagaimana dijanjikan.Selain itu, masyarakat yang dulu menguasai daerah sekitarkawasan Lagoi yang umumnya petani kelapa dan nelayantercerabut dari akar kehidupannya. Ganti rugi yang tidak layakyakni Rp. 100/m, membuat mereka semakin menderita.Perlawanan penduduk yang dimotori oleh mantan BupatiKepulauan Riau, Huzrin Hood, tidak membawa hasil karenasebagaimana diketahui solidnya rezim represif Orde Baru kalaitu. Ironisnya, bagi penduduk tempatan ataupun masyarakat KotaTanjungpinang yang ingin mengunjungi kawasan wisata tersebutsangat sulit karena harus melalui pemeriksaan yang ketat. Untukhari-hari tertentu dan weekend, praktis masyarakat tidakdibenarkan masuk kecuali wisatawan mancanegara yangumumnya berasal dari Singapura, Malaysia, Taiwan, Korea, danJepang. Masyarakat menyebutnya sebagai negara dalam negaradengan rezim wisatawan sebagai penggeraknya.

Authority (BIDA). Dengan wewenang sebagai daerah otorita

itu, Batam mulai tumbuh pesat. Batam berkembang de-

ngan wewenang yang tidak terbatas. Pada masa itu, orang

hampir lupa bahwa Batam adalah bagian dari Kabupaten

Kepulauan Riau, Provinsi Riau.60

Selain Batam, Pulau Bintan yang memiliki alam bahari

indah juga menjadi incaran para pejabat Jakarta yang

berkongsi dengan sejumlah konglomerat. Pulau Bintan pun

dirancang untuk kawasan pariwisata dan industri. Pasca

dikeluarkannya Paket Mei 1990, di Kepulauan Riau ter-

dapat 98 Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) dan

107 Penanaman Modal Asing (PMA) yang bergerak di

bidang pertambangan, industri elektronika, perhubungan,

perkebunan, perdagangan, pariwisata, perikanan, dan

perumahan.61

Keluarnya Keppres Nomor 31 Tahun 1990 tanggal 28

Juli 1990 tentang Pembentukan dan Penugasan Tim

Koordinasi Pembangunan Provinsi Riau (TKPPR) yang

menempatkan Menko Ekonomi, Keuangan, Industri dan

60 Tentang hal ini, penulis punya pengalaman selama kuliah diYogyakarta. Ketika penulis mengenalkan diri berasal dari Riau,banyak yang bertanya , “Riau itu, sebelah mananya Batam?”Keluarnya Keppres ini jelas bertentangan dengan Undang-undangDasar 1945 yang tidak mengenal Pemerintahan Otorita dalamsistem pemerintahan di Indonesia selain provinsi dan kabupaten.Kala itu, semua urusan ditangani Otorita Batam. PemerintahDaerah praktis hanya mengurusi kartu tanda penduduk (KTP)semata. Uraian tentang dibatasinya wewenang pemerintahdaerah lihat Ali Yusri, 2002, Draft Disertasi Pascasarjana Univer-sitas Indonesia, h. 120-130, unpublished.

61 Lihat Investasi di Kabupaten Kepulauan Riau (Tanjungpinang:Pemda Kepri, 2000).

Page 50: Riau merdeka

GERAKAN RIAU MERDEKA 9998 J e j a k R i a u M en a p a k J a l a n K e m er d e k a a n

daerahnya sendiri.63

Keinginan agar dipimpin oleh putra daerah sebenar-

nya berawal sejak dibentuknya Riau menjadi provinsi

tersendiri pada tahun 1958. Ketika itu, orang Riau yang

memiliki gelar Mr. (Meester in the Rechten) hanya dua orang,

yakni Mr. Tengku Arief di Rengat dan Mr. Wan Chalidin

di Natuna. Akan tetapi pemerintah pusat menunjuk Mr.

S. M. Amin sebagai gubernur.

Berkaitan dengan keinginan masyarakat Riau agar

dipimpin oleh putra daerah adalah ketika peristiwa paling

menggemparkan konstelasi perpolitikan nasional kala itu,

yakni ketika calon pendamping Ismail Suko memenang-

kan pemilihan gubernur pada 2 September 1985 dengan

mengalahkan calon yang dijagokan oleh pemerintah pusat,

Mayjend. Imam Munandar,64 untuk jabatan gubernur

kedua kalinya. Akan tetapi, karena kuatnya intervensi

pemerintah pusat melalui Panglima ABRI Jenderal Benny

Moerdani dan Ketua Umum Golkar Sudharmono, hasil

Provinsi Riau mengalami krisis energi listrik sehingga terjadipemadaman bergilir setiap hari. Hampir semua kabupaten/kotadi Riau saat ini dipegang oleh putra daerah tetapi hal yangmengemuka bukan prestasi tapi justru kasus korupsi Huzrin Hooddan Jefry Noer yang dinon-aktifkan oleh Mendagri karena mogokmissal masyarakat Kampar. Kerinduan agar dipimpin oleh putradaerah saat ini telah menimbulkan sesuatu yang tak perlu semisalungkapan, “Biarlah koruptor asal orang awak. Duitnya tak dibawakeluar karena hidup matinya di sini.”

64 Imam Munandar termasuk salah satu gubernur kontroversialkarena cap kakinya pernah dibuat prasasti yang diletakkan dihalaman Gubernuran. Akan tetapi kemudian dibongkar atasperintah Mendagri Soepardjo Rustam karena adanya keberatandari tokoh-tokoh masyarakat Riau.

sekiranya pemerintah pusat memperhatikan mereka.

Artinya, masyarakat tempatan mestilah diuntungkan de-

ngan masuknya investor untuk menanamkan modalnya.

Selain itu, program community development dari investor

nyaris tidak dimanfaatkan bagi sebesar-besarnya kepen-

tingan masyarakat tempatan. Hal ini karena pemerintah

pusat sendiri tidak memiliki political will. Sementara di

sisi lain, pemeritnah daerah tidak dilibatkan dan direkayasa

untuk tidak berdaya sebagai akibat sentralisasi kekuasaan.

Hal lainnya yang membuat frustrasi masyarakat tempatan

karena untuk tenaga kerja yang tidak membutuhkan skill

khusus pun, semisal satpam, mereka tidak dilibatkan.

3. Tragedi September Kelabu: Resistensi Elit Lokal terhadap Hegemoni

Pusat

Riau sebagai daerah yang kaya akan sumberdaya alam

tetapi ironisnya tidak kurang dari 42 persen masyarakatnya

miskin. Kondisi faktual inilah dalam masyarakat Riau

selalu disebut dengan anak ayam mati di lumbung padi.

Meskipun sulit menjelaskan hubungan antara putra daerah

dengan kemajuan suatu daerah, banyak yang meyakini

bahwa salah satu penyebabnya adalah karena Riau

dipimpin oleh bukan putra daerah. Putra daerah diyakini

memiliki ikatan emosional dan moral untuk memajukan

63 Sebenarnya keinginan tersebut adalah bentuk perlawanankultural yang muncul sebagai akibat besarnya kepentingansegelintir elit di pusat terhadap Riau. Pada perkembangannya,setelah putra daerah memegang jabatan sebagai bupati ataupungubernur, kemajuan pembangunan di Riau kurang signifikan jikakemiskinan dan infrastruktur menjadi indikator. Kasus yang pal-ing aktual adalah hingga saat ini (2004, pen.) di Pekanbaru, ibukota

Page 51: Riau merdeka

GERAKAN RIAU MERDEKA 101100 J e j a k R i a u M en a p a k J a l a n K e m er d e k a a n

Riau. Atar Sibero ketika itu mempersiapkan pemilihan

gubernur dengan Mayjen. Soeripto (Pangdam Bukit

Barisan kala itu) untuk menjadi Gubernur Riau periode

1988-1993. Selanjutnya, Soeripto terpilih kembali untuk

jabatan kedua kalinya, yakni 1993-1998.

E. Historiografi Keinginan Riau untuk Merdeka

1. Masa Orde Lama

Sejarah keinginan Riau untuk merdeka, sebenarnya

sudah muncul sejak Konferensi Meja Bundar (KMB) di

Den Haag tahun 1946. Melalui wakil Riau ketika itu, Wan

Kasim, yang mewakili Sultan Siak mengusulkan agar Riau

dimungkinkan untuk memperoleh kemerdekaan atau

status sebagai daerah khusus. Argumen yang

dikemukakan karena Riau lebih dekat ke Inggris

ketimbang kepada jajahan Belanda. Selain itu, semasa

kolonialisme berlangsung di Indonesia pemerintah Belanda

tidak mencampuri urusan hukum adat. Belanda mengakui

kewenangan swapraja secara politik. Mereka hanya

mengambil hasil dari suatu daerah untuk kepentingan

ekonomi. Kala itu, integritas swapraja dihormati sehingga

berdampak pada peningkatan ekonomi misalnya

perkebunan tembakau Deli di Sumatera Utara

berkembang, begitu juga dengan perkebunan karet di Riau

juga berkembang sangat pesat.67

Namun permintaan tersebut tidak memperoleh

tanggapan dan kemudian tenggelam dalam agenda-agenda

67 Hasil wawancara dengan Tabrani Rab tanggal 23 Juli 2004.

pemilihan tersebut dianulir dan Imam Munandar kembali

dilantik menjadi gubernur untuk kedua kalinya.65

Studi Yusri (1990) tentang mekanisme pengendalian

pemerintah pusat dalam rekrutmen elit politik lokal di

Riau menyatakan bahwa pusat tetap menginginkan

aktornya menjadi kepala daerah di Riau. Ini berkaitan

dengan potensi daerah Riau yang memberikan sumbangan

besar bagi pendapatan nasional. Menurut Yusri, jalan yang

memungkinkan untuk hal itu yaitu dengan mengendali-

kan elit politik local dalam rekrutmen politik di Riau.

Konflik kepentingan pusat-daerah timbul karena rasa

ketidak-puasan elit lokal terhadap elit pusat di daerah. Salah

satu bentuk perlawanan tersebut adalah dengan berupaya

memenangkan Ismail Suko sebagai gubernur meskipun

keputusan tersebut digagalkan dengan pendekatan

kekuasaan.66

Keengganan pusat agar orang Riau menjadi gubernur

semakin jelas ketika Imam Munandar wafat tahun 1988.

Pusat tidak menunjuk Wakil Gubernur Baharuddin Yusuf,

yang notabene orang Riau, menjadi gubernur. Pemerintah

pusat malah mengangkat Atar Sibero, Dirjen Pemerin-

tahan Umum dan Otonomi Daerah, sebagai Pjs. Gubernur

65 Dikatakan menggemparkan karena sejarah calon pendampingmengalahkan calon utama yang dijagokan pemerintah pusatbermula dari Riau. Ketika itu, pemilihan kepala daerah hanyalahformalitas belaka karena pemenangnya nyaris sudah diketahuisebelumnya.

66 Uraian lebih lengkap lihat Ali Yusri, 1990, Mekanisme PengendalianPemerintah Pusat dalam Rekruitmen Elit Politik Lokal di Riau, TesisFakultas Pascasarjana UGM, Yogyakarta, h. 105-110, unpublished.

Page 52: Riau merdeka

GERAKAN RIAU MERDEKA 103102 J e j a k R i a u M en a p a k J a l a n K e m er d e k a a n

dan eksploitasi sumberdaya alam terhadap Riau selama

rezim Orde Baru. Keinginan untuk merdeka tersebut

antara lain disebabkan kondisi empirik di Riau selama ini.

Gagasan Riau untuk merdeka itu mulai muncul pada

tahun 1994. Ketika itu, di Riau terjadi kasus busung lapar

atau kekurangan energi pangan (KEP) di Desa Buluh Cina,

dan Desa Baru Kecamatan Siak Hulu Kabupaten Kampar,

Lipatkain, Kampar Kiri, Pekanbaru, dan Indragiri Hilir.

Kondisi Riau tersebut terbukti melalui studi Moebyarto

dkk tentang kemiskinan memasukkan Riau sebagai daerah

nomor dua paling miskin di Sumatera setelah Bengkulu.

Merespon data itu, diadakan sebuah pertemuan di rumah

Alazhar. Hasil pertemuan tersebut menyimpulkan bahwa

Riau tidak mungkin dilindungi oleh pemerintah pusat.

Hasil kekayaan alam yang melimpah ternyata tidak mem-

bawa kesejahteraan buat masyarakat Riau. Oleh karena

itu, Riau harus merdeka. Ide itu semakin lama meluas.

Kala itu, Muchtar Ahmad dan Alazhar diundang oleh

70 Waktu itu juga disimpulkan bahwa Riau memang sebaiknyamerdeka. Akan tetapi gagasan tersebut ditentang keras oleh YeniRosa Damayanti, salah seorang aktivis perempuan yang semasaSoeharto lari ke luar negeri. Rupanya, ia sudah mencium gelagatadanya keinginan Riau untuk merdeka setelah membaca makalahMuchtar Ahmad maupun Alazhar. Muchtar menulis tentang Eco-nomic Sense of Malay (Perasaan Ekonomi Orang Melayu). Iamenguraikan dalam makalah tersebut bagaimana sumber-sumber ekonomi yang dimiliki oleh orang Melayu tidak bermaknabuat mereka. Kemudian pada tahun berikutnya ada sebuah semi-nar di Australia yang dirangsang oleh ramalan John H Naisbittyang mengatakan ke depan akan muncul ratusan negara-negarabaru. Dalam seminar itu dikaji di mana kira-kira akan munculnegara-negara baru tersebut dan di mana kira-kira daerah yangpaling siap untuk merdeka. Riau termasuk salah satu daerah yang

lain yang lebih besar. Kemudian keinginan itu muncul lagi

tahun 1950-an. Isu merdeka kemudian mereda ketika Riau

diberi status provinsi, terpisah dari Provinsi Sumatera

Tengah tahun 1956. Suara Riau merdeka bergaung lagi

tahun 1998 dalam diskursus otonomi luas, perimbangan

keuangan pusat-daerah dan semakin nyaring terdengar

setelah tumbangnya rezim Orde Baru.68

2. Masa Orde Baru

Semasa Arifin Ahmad,69 Gubernur Riau periode 1966-

1978, juga pernah dilakukan tuntutan bagi hasil sebesar

satu persen. Akan tetapi tidak diperhatikan pusat sama

sekali. Selama Orde Baru —meskipun sebatas wacana—

gerakan-gerakan intelektual kritis di Riau yang menyata-

kan agar Riau merdeka saja memisahkan diri dari Republik

Indonesia, diusung pertama kali oleh Alazhar semasa ia

tercatat sebagai mahasiswa di Universitas Leiden, Belanda.

Argumen yang dikemukakan dan berkembang adalah

karena pemerintahan Soeharto menjalankan politik represif

68 Lihat DeTAK No. 69 tahun ke-2 tanggal 16-22 November 1999, lihatjuga Majalah DR, dalam liputan khusus tanggal 15-20 Maret 1999,h. 51.

69 Arifin Ahmad adalah Gubernur Riau ketiga setelah Gubernur Riaupertama Mr. S. M. Amin, orang Tapanuli kelahiran Aceh. GubernurRiau kedua adalah Kolonel Kaharuddin Nasution dan merupakangubernur pertama yang berasal dari militer. Gubernur Riaukeempat adalah Brigjen Soebrantas Siswanto yang meninggalsemasa bertugas. Gubernur Riau kelima adalah Mayjen ImamMunandar yang menjabat dua periode akan tetapi pada masaperiode kedua beliau meninggal ketika sedang bertugas. Gubernurkeenam adalah Mayjen Soeripto selama dua kali masa jabatandari 1988-1998.

Page 53: Riau merdeka

GERAKAN RIAU MERDEKA 105104 J e j a k R i a u M en a p a k J a l a n K e m er d e k a a n

di atas, justru semasa republik, kondisi Riau mengalami

kemunduran yang amat sangat dahsyat. Selain itu, ada

sebuah kondisi yang konstan di mana sekitar 85 persen

hasil dari luar Jawa lebih banyak dinikmati sekitar 60 persen

penduduk di Pulau Jawa dari 217 juta penduduk di

Indonesia. Dengan kondisi ini, Riau tak lebih sebagai

penyuplai kebutuhan penduduk di Pulau Jawa.71

Sebagai daerah modal yang merupakan penghasil

minyak terbesar di Indonesia, dalam banyak hal kondisi

Riau sangat ironis. Menurut data Bappeda Tingkat I Riau,

pada tahun 1997/1998 produksi total minyak di Provinsi

Riau sebesar 300,6 juta barrel. Atau rata-rata 835.000 barrel

per hari. PT. Caltex sendiri mampu memproduksi sekitar

700-750 ribu barrel per hari. Dengan harga minyak US$10

per barrel saja, Riau menyumbang US$8,35 juta per hari.

Jika patokan US$1 setara Rp. 8.000,- maka Riau

menyumbang Rp. 66,8 milyar per hari.72 Sebagai perban-

dianggap paling memungkinkan untuk merdeka. Hal itulah yangmenambah keyakinan bahwa kemerdekaan bagi Riau memangharus diperjuangkan. Hasil wawancara dengan Muchtar Ahmadtanggal 24 Juli 2004.

71 Wawancara dengan Tabrani Rab, Op. Cit. Tabrani Rab kemudianbercerita bahwa Mendagri Syarwan Hamid atas nama pemerintahketika akan melantik Sultan Hamengkubuwono X menjadiGubernur DI Yogyakarta didemo kemudian lari denganmenggunakan becak. Dengan menggerutu Tabrani mengatakan,“Sudahlah dia (baca: Jawa) tak punya duit, kita menyumbangsangat besar, orang Melayu (Syarwan adalah orang Riau pertamayang menjadi menteri kabinet, pen.) dibuat seperti itu (tidakdihormati, pen.). Sebagai orang Melayu, sudah jelas orang Riautidak menerima perlakuan terhadap Syarwan Hamid tersebut.”

72 Majalah Detektif Romantika, liputan khusus tanggal 15-20 Maret1999. h. 51-52

Belanda yang ingin mengetahui bagaimana sebenarnya ke-

dudukan Riau dalam pinggiran global.70

Tabrani Rab memperkuat argumen tersebut dengan

mengatakan bahwa apa yang terjadi di lapangan seperti

Caltex dan perusahaan yang datang kemudian seperti IKPP

dan RAPP, ditambah dengan 132 perusahaan perkebunan

di Riau telah merampas dan meluluhlantakkan tanah

ulayat. Tak ada pengakuan dari pusat terhadap tanah ulayat

di Riau. Pusat hanya mengakui tiga daerah di Indonesia

yang memiliki tanah ulayat yakni Sumatera Barat, Bali,

dan Papua. Dalam perjalanannya, negara RI telah menge-

rucut kepada unitarian (kesatuan) padahal pada masa awal

kemerdekaan PBB cenderung menginginkan bentuk

negara serikat. Ketika cengkeraman kekuasaan yang

monolitik semakin kuat pada masa Orde Baru, lebih dari

11 milyar barrel minyak Riau hanya dinikmati oleh tiga

orang yakni, Soeharto, Ali Murtopo, dan Ibnu Sutowo.

Keuntungan dari hasil minyak ini mereka manfaatkan

untuk membesarkan Golkar sebagai kendaraan politik dan

militer sebagai perpanjangan tangan Soeharto. Dampaknya

bagi sebagian besar orang Riau yakni ketertindasan dan

dimarjinalkan.

Akibat perlakuan buruk semasa Orde Baru tersebut

telah memunculkan semangat yang lain dengan melihat

sejarah kegemilangan Riau pada masa imperium Melayu.

Riau memiliki sejarah kegemilangan dengan berdirinya

Kerajaan Melayu Riau-Lingga abad 17, yang kebesarannya

setara dengan Majapahit. Artinya, kegemilangan Riau lebih

dahulu dari Perang Diponegoro (1825-1830), Perang Padri

di Sumatera Barat (1830-1832). Berdasarkan alasan historis

Page 54: Riau merdeka

GERAKAN RIAU MERDEKA 107106 J e j a k R i a u M en a p a k J a l a n K e m er d e k a a n

74 Akibat eksploitasi tersebut baik secara ekonomi dan politik Tabrani–mengutip judul buku Revrisond Baswir—selalu menyebutnyadengan Pembangunan Tanpa Perasaan. Tak kurang ia telahmenulis lebih dari 14 buku untuk menggambarkan kondisi empirikdi Riau antara lain Penjarahan Minyak Riau, Penjarahan TanahRakyat di Riau, Penjarahan Hutan di Riau, Transmigrasi dan KonflikSosial, Kehancuran Ekonomi Rakyat oleh Pabrik Pulp & Paper,Pencemaran di Riau, Kapet Natuna dan Otorita Batam, NasibRakyat Kampar di PLTA Kotopanjang, Marjinalisasi Penduduk Riau,Perburuan Suku Asli di Riau, Polusi dan Penghidupan RakyatSetempat, Pemiskinan Rakyat Riau dan Daerah Terdepan BusungLapar, Penjarahan Pasir Riau untuk Reklamasi Singapura, danPembodohan Masyarakat Riau. Lihat juga Riant Nugroho D., 2000,Otonomi Daerah: Desentralisasi tanpa Revolusi, Elex MediaKomputindo, Jakarta, h. 191-192.

Riau dijual untuk reklamasi Singapura. Sekitar 82,7 persen

hak ulayat Riau diambil oleh konglomerat di Jakarta.

Daerah-daerah yang produktif seperti Batam, Natuna, justru

dipisahkan dari Riau dan dibentuk otorita sendiri. Hanya

dua hal yang tertinggal; sampah dan limbah. Hanya debu

saja yang belum sempat kami kirim ke Jakarta.74{}

dingan, pada tahun anggaran 1997/1998, Riau menyum-

bang Rp. 59,2 triliun ke pusat.

Sumbangan terbesar dari sektor perindustrian dan per-

tambangan. Pada saat yang sama, APBD Riau cuma Rp.

302 milyar. Tragisnya, lanjut Tabrani Rab menyodorkan

fakta, yakni rata-rata 30 persen masyarakat di Riau belum

tersentuh dunia pendidikan. Di Kabupaten Bengkalis

sendiri, tempat ladang minyak Caltex berada, sebanyak

17.154 KK tergolong pra-sejahtera.73

Tentang ketidakadilan dalam pembagian rezeki antara

pusat-daerah, Harian Kompas, mengutip Tabrani Rab,

membuat laporan bahwa Provinsi Riau merupakan daerah

penghasil devisa sekitar Rp. 60 triliun dalam setahun. Hutan

Riau habis dieksploitasi, dari sekitar 9,2 juta hektar, saat

ini yang masih perawan tinggal 450 ribu hektar. Pasir dari

73 Saat ini wilayah operasi Caltex tidak semuanya berada diKabupaten Bengkalis. Sebagian masuk wilayah Kabupaten Siak,Rokan Hilir, dan Kampar karena telah terjadi pemekaranKabupaten Bengkalis pada Oktober 1999. Jumlah sumbangan Riausaat ini lebih besar karena sebelumnya harga minyak dunia tidaksebaik sekarang yang berkisar US$40 per barrel (berdasarkanharga Juni 2004). Ini belum termasuk cadangan gas alam cair diNatuna sebesar 45 triliun kaki kubik. Dari pelbagai bahan bacaan,munculnya Gerakan Riau Merdeka lebih disebabkan persoalanekonomi terutama pembagian rezeki yang sangat tidak adil. Untukjelasnya lihat Ummat, No. 37 Tahun IV, 29 Maret 1999. Sementaraitu, Forum Keadilan mencatat sumbangan Riau ke pusat tahun 1997/1998 sebesar Rp. 64 triliun, namun yang diterima Riau sebesarRp. 1,03 triliun atau 1,6 persen. Lihat Forum Keadilan No. 33, 21November 1999, hal. 24. Tentang ketidakadilan ini periksa jugaSyahda Guruh LS, 2000, Menimbang Otonomi vs Federal:Mengembangkan Wacana Federalisme dan Otonomi Luas MenujuMasyarakat Madani Indonesia, Remaja Rosdakarya, Bandung, h. 189-191.

Page 55: Riau merdeka

GERAKAN RIAU MERDEKA 109108 J e j a k R i a u M en a p a k J a l a n K e m er d e k a a n

Bab 4

BERSATU DALAM GERAKPERJUANGAN

ergulirnya reformasi di tingkat nasional telah

menjadi bola salju munculnya gerakan reformasi

di daerah, khususnya di Riau. Dalam konteks Riau

Merdeka, hal ini menjadi penting, karena munculnya

gerakan yang dimotori oleh mahasiswa dari pelbagai

perguruan tinggi di Riau. Gerakan ini berlangsung, baik

masa sebelum maupun sesudah tumbangnya Orde Baru

tanggal 21 Mei 1998. Bersamaan dengan itu, muncul pula

gerakan moral terutama yang dimotori oleh sebagian besar

intelektual kampus serta bersatunya kekuatan gerakan

reformasi di Riau yang menyuarakan tuntutan bagi hasil

minyak. Semuanya memiliki pertalian dengan munculnya

Gerakan Riau Merdeka.

B

Page 56: Riau merdeka

GERAKAN RIAU MERDEKA 111110 B er s a t u Da l a m Ge r a k P e r j u a n g a n

UIR tanggal 4 April 1998. Gerakan bersama mahasiswa

Unri, IAIN, dan UIR dilaksanakan di Kampus Unri Gobah

yang berakhir gaduh karena aksi penurunan bendera

setengah tiang.75

Gerakan dengan isu turunkan Soeharto ini berlanjut

tangal 5 Mei 1998 yang dikemas dalam dialog reformasi di

IAIN yang berakhir dengan aksi sweeping dan pembakaran

terhadap foto Soeharto di halaman depan Kampus IAIN

Susqa Pekanbaru. Puncak gerakan moral mahasiswa Riau

ini terjadi tanggal 7 Mei 1998 dengan aksi berdarah maha-

siswa dengan aparat keamanan. Pasca 7 Mei 1998 isu

tuntutan lengserkan Soeharto selalu disuarakan meskipun

tidak dalam aksi gabungan seperti semula.76

Sejarah pergerakan mahasiswa di Riau pada masa

Orde Baru sebelumnya sudah ada. Setidaknya gerakan

mahasiswa Riau dapat dibagi dalam tiga tahap. Pertama,

aksi mahasiwa Riau tetap menyatu dalam satu komponen

yang dimulai sejak tahun 1996 dalam satu forum Kesatuan

Aksi Mahasiswa Riau (KAMRI). Pada tahun 1997 berubah

menjadi Kesatuan Aksi Mahasiswa Riau (KAMAR).

KAMRI dan KAMAR terdiri dari Senat Mahasiswa

75 Lihat Hendri Sayuti dan Repol, 2003, Gerakan Reformasi Riau 1998-2003, Bahana Press, Pekanbaru, h. 23.

76 Tanggal 7 Mei 1998 ini merupakan hari bersejarah dalam gerakanmahasiswa di Riau dan dijadikan sebagai tanggal dalammemperingati gerakan reformasi di Riau. Ketika itu, gerakanmahasiswa sangat solid karena hanya mengusung satu isu,reformasi total dan menjatuhkan Soeharto. Tingkat kepercayaanantarsesama mahasiswa sangat tinggi tanpa memandang uni-versitas asal. Uraian tentang hal ini lihat Hendri Sayuti dan Repol,Ibid, h. 24.

A. Gerakan Mahasiswa di Riau: Bola Salju GerakanReformasi Nasional

1. Gerakan Menuntut Reformasi Total dan Menurunkan Soeharto

Pengunduran diri Soeharto tanggal 21 Mei 1998 me-

rupakan momentum bagi tumbuh dan berkembangnya

benih-benih demokrasi di Indonesia. Setelah mengalami

masa interupsi selama 32 tahun, kata demokrasi agaknya

menjadi sesuatu yang jamak terdengar tetapi amat jauh

dalam praktik kehidupan berbangsa dan bernegara.

Lebih kurang dua bulan setelah dilantik untuk masa

jabatan presiden untuk keenam kalinya, Soeharto menya-

takan berhenti dari jabatannya. Hal ini karena gelombang

demonstrasi yang dipelopori oleh mahasiswa menuntut

pergantian kepemimpinan nasional. Di Riau, sebagaimana

gerakan mahasiswa pada tingkat nasional juga pada awal-

nya terfokus pada isu pergantian kepemimpinan nasional.

Isu itu mulai digulirkan setelah beberapa orang

mahasiswa Riau mengadakan pertemuan di tingkat

nasional. Sekembalinya para aktivis yang berasal dari

Universitas Riau (Unri), Institut Agama Islam Negeri Sultan

Syarif Qasim (IAIN Susqa), dan Universitas Islam Riau

(UIR) serta dari perguruan tinggi lainnya, isu tersebut mulai

direalisasikan dalam bentuk aksi demonstrasi. Secara

bertahap, isu tersebut dimulai dari Unri, dan dilanjutkan

oleh mahasiswa UIR. Setelah itu terjadi gerakan pertama

tanggal 1 April 1998 yang digelar oleh Forum Mahasiswa

untuk Reformasi (FORMIS) di Kampus IAIN Susqa

Pekanbaru. Tanggal 2-3 April dilanjutkan oleh mahasiswa

Unri. Satu hari berikutnya, isu ini digelindingkan pula di

Page 57: Riau merdeka

GERAKAN RIAU MERDEKA 113112 B er s a t u Da l a m Ge r a k P e r j u a n g a n

Tahap kedua, aksi mahasiswa sudah terpolarisasi

kepada beberapa kelompok dengan mengatasnamakan

kampus masing- masing sebagai institusi perjuangan. IAIN

dalam aksinya muncul dalam wadah Forum Reformasi

Mahasiswa IAIN Susqa (FORMIS), Unri dengan Aliansi

Mahasiswa Peduli Reformasi (AMPER), dan UIR dengan

Daulah Mahasiswa.

Tahap ketiga, aksi mahasiswa sudah semakin terpola-

risasi kepada kelompok-kelompok kecil dengan mengatas-

namakan fakultas, jurusan, kelompok diskusi, organisasi

ekstrim kampus dan lain sebagainya.79

2. Pergerakan Reformasi Minyak Riau Semesta (Permesta)

Dalam menunggu ketidakpastian akan tuntutan bagi

hasil minyak, sekelompok mahasiswa Riau yang meng-

atasnamakan Permesta berhasil menduduki Pelabuhan

Ekspor milik PT Caltex Pacific Indonesia dan Kantor

Pertamina UP II di Dumai pada hari Jumat tanggal 11

Desember 1998 pukul 04.15 WIB. Gerakan ini diawali rapat

menginginkan gerakan mahasiswa solid dan meluas. Akibatperistiwa penjarahan tersebut, gerakan mahasiswa di Riauterpolarisasi. Inilah awal mula terjadinya perpecahan aksimahasiswa di Riau. Puncaknya adalah aksi AGAMIS yangmembakar Koperasi GAMARI dan Kim (semacam permainan judiketangkasan, pen.) yang di back -up oleh GAMARI tanggal 4 No-vember 1999. Faktor lain pecahnya gerakan mahasiswa di Riauadalah skandal 20 juta di mana sekelompok mahasiswa SMPTUnri melakukan kunjungan dan diskusi di Batam yang dananyaberasal dari Pemda Riau. Lihat Hendri Sayuti dan Repol, Ibid, h. 9-10. Periksa juga Johny Setiawan Mundung dalam Repol, Ibid, h. 77-79.

79 Ibid.

Perguruan Tinggi (SMPT) Unri, Universitas Islam Riau

(UIR), dan Institut Agama Islam Negeri (IAIN) pada awal-

nya menyatu pada satu isu dan kelompok perjuangan

(pergerakan) dan berakhir pada tanggal 4 Juni 1998.

Kemudian gerakan mahasiswa ini mulai merespon isu-

isu politik pada tingkat lokal yang menyatu dalam suatu

gerakan yang diberi nama Forum Mahasiswa untuk

Reformasi (FORMASI). Aksi FORMASI yang dilakukan

selama tiga hari berturut-turut, yakni tanggal 2-4 Juni 1998

dengan menduduki Gedung DPRD Provinsi Riau. Tuntut-

an FORMASI, yakni agar kasus Soeripto, Paris Ginting,

Oesman Efendi Affan dituntaskan.77 Gerakan FORMASI

disusupi oleh sekelompok oknum mahasiswa yang

menjarah barang-barang pada gedung DPRD Provinsi Riau

sehingga aktivis IAIN menarik diri dari aksi tersebut.78

77 Soeripto ketika itu Gubernur Riau periode 1993-1998. Paris Gintingadalah orang kepercayaan Soeripto dan menjabat KepalaDirektorat Sosial dan Politik yang selalu memecah belah gerakansehingga timbul kebencian mahasiswa terhadap sepak terjangduet ini. Oesman Efendi Affan adalah Walikota Pekanbaru danterkait kasus peremajaan Pasar Pusat Pekanbaru yang ditentangoleh para pedagang yang terkena kebijakan tersebut. Ia dianggapmelakukan praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme dalam proyekperemajaan tersebut.

78 Yang melakukan penjarahan ketika itu adalah oknum mahasiswaUnri yang selalu disebut dengan sekelompok “Preman Kantin”.Sebagian besar mereka adalah mahasiwa FISIP Unri yang selaluberkumpul di Kantin FISIP di Kampus Gobah Jalan Pattimura.Mereka bergerak bukan karena idealisme akan tetapi lebihkepada kepentingan pragmatis. Inilah cikal bakal berdirinyaGabungan Aksi Mahasiswa dan Alumni Riau (GAMARI). Dari aksiyang dilakukan menurut sebagian mahasiwa mereka ini bekerjaatas instruksi Kaditsospol Provinsi Riau, Paris Ginting yang tidak

Page 58: Riau merdeka

GERAKAN RIAU MERDEKA 115114 B er s a t u Da l a m Ge r a k P e r j u a n g a n

Satpam Pelabuhan Ekspor PT CPI.82

Mahasiswa yang tergabung dalam Permesta tersebut

yang terdiri dari komponen mahasiswa Unri, UIR, dan

IAIN melakukan orasi dan mereka menuntut agar PT CPI

dan Pertamina meng-hentikan kegiatan ekspornya satu

hari. Tuntutan tersebut bertujuan agar pemerintah pusat

dan dunia tahu bahwa Riau mempunyai kontribusi amat

besar pada Indonesia.

Setelah melakukan orasi selama tiga jam, mahasiswa

melakukan long march dengan membentang spanduk

yang berisi berbagai tuntutan. Di persimpangan jalan antara

Jalan Jenderal Sudirman dan Sultan Syarif Qasim mereka

berhenti. Salah seorang mahasiwa, Gusmar Hadi Al Ambo

menyampaikan orasi dan tuntutan yang isinya; pertama,

mendesak Presiden Habibie untuk segera merealisasikan

tuntutan 10 persen hasil penjualan minyak bumi Riau

dalam bentuk block grant, yang setiap tahunnya dimasuk-

kan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

(APBD) yang diterbitkan melalui Keppres. Kedua, andaikan

tuntutan 10 persen tersebut tidak dikabulkan, mahasiswa

tidak bertanggung jawab atas segala bentuk gerakan yang

bersifat anarkis dari berbagai kalangan masyarakat Riau

demi terwujudnya tuntutan tersebut.83

82 Sejak Oktober 1999 Kota Dumai telah menjadi daerah otonom.Sebelumnya Dumai adalah Kota Administratif dan secaraadministrasi pemerintahan berada dalam wilayah KabupatenBengkalis. Jarak Pekanbaru-Dumai lebih kurang 180 kilometer.

83 Majalah Warta Unri, Ibid. Gusmar Hadi Al Ambo adalah maha-siswa IAIN dan salah seorang aktivis Gerakan Riau Merdeka dantermasuk salah satu dari enam orang aktivis yang masuk kemarkas inti GAM bertemu langsung dengan Tengku AbdullahSyafi’i.

di Bahana Mahasiswa UNRI tentang rencana aksi masalah

minyak Riau.80 Sekitar lebih kurang 150 orang mahasiswa

berhasil menduduki pelabuhan ekspor. Mereka mengguna-

kan empat buah bus dan berhenti tepat di depan gerbang

pelabuhan tersebut. Meskipun mendapat halangan dari

satuan pengaman pelabuhan, mahasiswa berhasil men-

duduki pelabuhan.81

Setelah berhasil memasuki pelabuhan, mahasiswa

memasang spanduk yang berbunyi “Kita Sebangsa dan

Senegara tapi Kita Tidak Senasib, Minyak Kami Dijarah,

yang Kaya Anda Juga.” Aksi ini dilanjutkan dengan me-

masang bendera merah putih di sebuah kapal tanker yang

sedang sandar di pelabuhan tersebut.

Selanjutnya mereka melakukan shalat subuh berjama-

ah. Pada saat mahasiswa melakukan shalat, aparat ke-

amanan yang terdiri dari Kodim 0303 Bengkalis dan Polres

Bengkalis dengan cepat memasuki pelabuhan dari dua

arah, darat dan laut. Aparat berusaha menghalau maha-

siswa ke luar pelabuhan. Komandan Distrik Militer, Letkol

(Inf.) Sutan Lubis sempat menghardik mahasiswa, “Pergi

kalian semua. Ini wilayah saya!” Meskipun dihardik dan

dibentak, mahasiswa tidak mau mengalah begitu saja.

Melalui perundingan yang alot akhirnya mahasiswa

mengalah. Aparat keamanan berhasil menggiring maha-

siswa ke luar areal pelabuhan dengan dikawal oleh aparat

Polres Bengkalis, Kodim Bengkalis, Lanal Dumai, dan

80 Lihat Gusmar Hadi Al Ambo dalam Repol, Ibid, h. 87.81 Lihat Majalah Warta Unri Nomor 1–XVI Januari 1999, Humas Uni-

versitas Riau, Pekanbaru, h. 26.

Page 59: Riau merdeka

GERAKAN RIAU MERDEKA 117116 B er s a t u Da l a m Ge r a k P e r j u a n g a n

ini dilanjutkan di Pekanbaru dengan FORKOM Oil Long

March tanggal 29 Desember 1998.86

3. Perluasan Isu Perjuangan Mahasiswa di Riau

3.1. Isu Putra Daerah dan Pemekaran Kabupaten/ Kota di Riau

Setelah berhasil dalam turut serta menjatuhkan rezim

Orde Baru, wacana kepemimpinan putra daerah pasca

Soeripto lebih awal mendapat respon mahasiswa. Hasil dari

gerakan mahasiswa tersebut adalah tampilnya beberapa

orang putra daerah sebagai kandidat Gubernur Riau yang

akan melanjutkan estafet ke-pemimpinan pasca Soeripto.

Putra daerah yang tampil kala itu adalah Brigjend. (Purn.)

Saleh Djasit, Rivaie Rahman, Kolonel Muhammad Gadillah,

Muhammad Azaly Djohan, dan Firdaus Malik.87 Akhirnya,

depan. Menjelang masa-masa tersebut komponen masyarakatmulai menghitung berapa kira-kira dana yang bakal diperoleholeh Riau jika tuntutan tersebut dikabulkan. Seorang Deputi KetuaBappenas, Muhammad Abduh, menyatakan bahwa Riau hanyabutuh dana pembangunan sebesar Rp. 600 milyar/tahun.Pernyataan Abduh tersebut mendapat reaksi keras dari GKRMR.Dalam dialog GKRMR dengan Bappenas pada tanggal 10Desember 1998, Ketua Bappenas menyatakan bahwa pernyataanAbduh tersebut bukan sikap Bappenas. GKRMR memiliki hitungansendiri tentang bagi hasil 10 persen tersebut yakni sebesar Rp.3,8 trilium dengan asumsi harga minyak US$15 per barrel denganproduksi 1.000.000 barrel per hari. Uraian lebih lengkap hal inilihat Warta Unri, Op. Cit, h. 11-14.

86 Gusmar Hadi Al Ambo dalam Repol, Op. Cit, h. 90.87 Pemilihan Gubernur Riau era reformasi menjadi test case bagi

gerakan perlawanan terhadap dominasi Pusat terhadap politik ditingkat lokal. Meskipun mahasiswa terpecah-pecah karenamasing-masing memiliki bakal calon yang diusung, akan tetapihampir semua komponen masyarakat Riau sepakat bahwaGubernur Riau haruslah putra daerah. Pemilihan Gubernur Riauera reformasi pertama ini masih menggunakan UU No 5 Tahun

Setelah itu, mahasiswa kembali melakukan long

march menuju Kantor Pertamina Unit Pengolahan (UP) II

Dumai di Jalan Putri Tujuh. Mereka mendobrak pintu

pagar menuju kantor tersebut setelah usaha damai dengan

satpam tidak berhasil. Akibatnya, pintu pagar besi tersebut

tumbang dan mahasiswa berhasil memasuki halaman

Kantor Pertamina UP II Dumai. Mahasiswa diterima oleh

Kepala Pertamina UP II Dumai, I Putu Gede dan meminta

agar Pertamina segera mengirimkan faksimili yang berisi

tuntutan mahasiswa tersebut ke Jakarta.84

Gerakan mahasiswa ini berkelanjutan dan terbentuk

sebuah wadah perjuangan yang diberi nama Forum Ko-

munikasi Senat Mahasiswa Perguruan Tinggi (FORKOM

SMPT). Tanggal 17 Desember 1998, FORKOM SMPT

menyelenggarakan Musyawarah Masyarakat Riau. Hasil

musyawarah tersebut pada intinya tetap menuntut pem-

bagian hasil minyak bumi Riau kepada Pertamina melalui

PT CPI sebesar 10 persen.

Dalam pertemuan tersebut juga mengemuka per-

nyataan yang menegaskan bahwa tidak ada satupun

pernyataan pejabat pemerintah Indonesia yang dapat

dipercaya. Oleh karena itu, muncul tuntutan apabila segala

macam cara untuk mendapatkan hak rakyat Riau tidak

juga dipenuhi, maka harus ada gerakan untuk meng-

hentikan aktivitas PT CPI.85 Aksi tuntutan bagi hasil minyak

84 Ibid.85 Kala itu, tuntutan 10 persen yang disampaikan oleh GKRMR

langsung ke Jakarta menemui presiden pada tanggal 31 Juli 1998mendapat apresiasi yang cukup baik dari Habibie. Habibie berjanjiakan mengabulkan permintaan masyarakat Riau dua bulan ke

Page 60: Riau merdeka

GERAKAN RIAU MERDEKA 119118 B er s a t u Da l a m Ge r a k P e r j u a n g a n

3.2 Isu Riau Merdeka

Mahasiswa merupakan pendukung utama dalam

gerakan Riau merdeka. Sebagai bentuk dukungan riil ter-

sebut adalah ketika diadakannya Kongres Rakyat Riau II

tanggal 29-31 Januari 2000. Mahasiswa yang tergabung

dalam Kelompok Angkatan Muda Riau berpartisipasi aktif

menggalang kekuatan. Hasilnya adalah mayoritas peserta

kongres memilih opsi merdeka.89

Perjuangan terhadap isu Riau Merdeka terus disosial-

isasikan meskipun harus berhadapan dengan pelbagai

resiko. Diawalinya 14 Agustus 2000 sekelompok maha-

siswa IAIN menjahit bendera tiga warna sebagai simbol

kebebasan. Pada tanggal 16 Agustus 2000 mimbar bebas

“Malam Riau Berkabung” di Kampus IAIN sekaligus di-

lakukan peluncuran Bendera Tiga Warna (bendera ke-

bebasan). Tatkala HUT RI yang ke-55 pada tanggal 17

Agustus 2000 bendera tiga warna dikibarkan mengganti-

kan bendera merah putih. Gerakan ini selain terus me-

nyuarakan Riau Merdeka, juga sebagai bentuk perlawanan

atas ketertindasan Riau oleh Pusat selama Indonesia

Merdeka. Akibat aksi mahasiswa IAIN tersebut, beberapa

mahasiswa ditahan oleh pihak kepolisian.90

tanggal 14 Juni 1998. Dalam pertemuan tersebut sikap LPRR adalahakan memperjuangkan putra daerah sebagai Gubernur Riau.Selain itu, juga diuntungkan oleh Mendagri yang dijabat olehSyarwan Hamid, yang merupakan putra Riau kelahiran Siak SriIndrapura.

89 Hendri Sayuti dan Repol, Op. Cit, h. 25-26.90 Ibid, h. 27. Periksa juga Gusmar Hadi Al Ambo dalam Repol, Op.

Cit, h. 91

Saleh Djasit terpilih sebagai Gubernur Riau periode 1998-

2003 dan dilantik tanggal 21 November 1998.

Selain isu putra daerah, mahasiswa Riau juga ikut

mem-perjuangkan terwujudnya pemekaran kabupaten/

kota di Riau menjadi lima belas kabupaten/kota dari

jumlah semula tujuh kabupaten/kota, yakni Kota

Pekanbaru dan Batam, Kabupaten Bengkalis, Indragiri

Hilir, Indragiri Hulu, Kampar, Kepulauan Riau. Kabupaten

Bengkalis terpecah menjadi 4 kabupaten, yakni Kabupaten

Bengkalis, Siak Sri Indrapura, Rokan Hilir dan Kota Dumai.

Indragiri Hulu terpecah menjadi dua, yakni Kabupaten

Indragiri Hulu dan Kuantan Singingi. Kabupaten Kampar

terpecah menjadi tiga, yakni Kabupaten Kampar,

Pelalawan, dan Rokan Hulu. Kabupaten Kepulauan Riau

terpecah menjadi tiga, yakni Kabupaten Kepulauan Riau,

Karimun, dan Natuna. Satu-satunya kabupaten yang tidak

mengalami pemekaran adalah Kabupaten Indragiri Hilir.88

1974. Dari lima calon yang dikirim ke Mendagri oleh DPRD Provinsihasil Pemilu 1997, tiga nama yang disetujui oleh Mendagri,Syarwan Hamid. Ketiganya, yakni Saleh Djasit, Firdaus Malik, danM Azaly Djohan. Saleh Djasit, putra Rokan Hilir, sebelumnyamenjabat Bupati Kampar selama dua periode dan terakhir sebagaianggota DPR RI dari Fraksi TNI/Polri. Firdaus Malik, putra KuantanSingingi, saat itu menjabat sebagai Staf Ahli Menteri PekerjaanUmum RI, dan M Azaly Djohan, putra Siak Sri Indrapura, adalahmantan Bupati Bengkalis dan seorang birokrat karir yang barusaja memasuki pensiun. Terakhir ia menjabat sebagai salah satuAsisten Setwilda Tingkat I Provinsi Riau.

88 Keberhasilan perjuangan mendudukkan putra daerah danpemekaran wilayah ini karena terjadinya sinergitas antar-komponen masyarakat Riau antara lain dipelopori olehmahasiswa, pemuda, tokoh masyarakat, akademisi, dansebagainya. LPRR secara khusus membahas suksesi gubernur

Page 61: Riau merdeka

GERAKAN RIAU MERDEKA 121120 B er s a t u Da l a m Ge r a k P e r j u a n g a n

2001. Di tengah perjuangan menuntut pengelolaan minyak

oleh daerah, kontrak CPP Block diperpanjang oleh

Pemerintah RI melalui Deptamben selama setahun sampai

8 Agustus 2002. Perjuangan menuntut pengelolaan CPP

Block ini seterusnya melibatkan komponen masyarakat

luas mulai dari Pemerintah Provinsi, DPRD, tokoh masya-

rakat, swasta, mahasiswa, buruh, pengacara dan kelompok

strategis lainnya. Gubernur Riau, Saleh Djasit, menggalang

kekuatan dengan melobi anggota DPR RI dan Menteri

Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) untuk kese-

pakatan kerja sama pengelolaan ladang minyak di CPP

Block antara Riau dengan Pertamina.92

Target pertemuan antara Gubernur dengan Menteri

Energi dan Sumber Daya Mineral adalah untuk mendesak

pelimpahan kewenangan pengelolaan CPP Block kepada

Riau. Perundingan dengan Menteri ESDM tersebut dila-

kukan mengingat perundingan antara Riau dan Pertamina

dalam menentukan persentase pembagian hasil penge-

lolaan CPP Block menemui jalan buntu. Riau meminta

bagian 70 persen dan sisanya 30 persen untuk Pertamina.

Pertamina bertahan dengan porsi pembagiannya, yakni

51 persen untuk Pertamina dan sisanya 49 persen untuk

Riau.93

Karena tidak ada keputusan, agenda selanjutnya ada-

lah menemui Presiden Abdurrahman Wahid yang terdiri

dari tim teknis, DPRD Riau, Pemerintah Provinsi, tokoh

masyarakat, dan mahasiswa pada Januari 2001.

92 Ibid, h. 34-35.93 Ibid, h. 35

Perjuangan mahasiswa tidak hanya secara simbolis,

gerakan mahasiswa secara kultural juga berlangsung secara

terus menerus selama tiga tahun terakhir meskipun meng-

alami fluktuasi intensitas gerakan. Karakteristik gerakan

ini memiliki target merubah cara pandang masyarakat

terhadap Riau Merdeka itu sendiri melalui seminar, diskusi,

spanduk, rapat umum, peringatan refleksi, dan bedah

ideologi Riau Merdeka. Selain itu, secara simultan dan

kontinu dengan penuh kesadaran mahasiswa Riau selalu

menyuarakan spirit kemerdekaan Riau di even dan momen

pertemuan mahasiswa secara nasional.91

3.3 Isu Pengelolaan Ladang Minyak CPP Block

Dampak positif dari bergulirnya reformasi antara lain

adalah daerah dengan suara lantang terus memperjuang-

kan hal-hal yang selama rezim Orde Baru dianggap tabu

untuk dibicarakan. Momen ini dimanfaatkan dengan

sebaik-baiknya oleh seluruh komponen masyarakat Riau

terutama digagas oleh mulai dari unsur Pemerintah Provinsi,

DPRD, tokoh masyarakat, swasta, mahasiswa, buruh,

pengacara, dan kelompok strategis lainnya untuk menun-

tut pengelolaan ladang minyak Coastal Plains Pekanbaru

Block (CPP Block) oleh daerah.

Ladang minyak CPP Block yang dikelola oleh PT

Caltex Pacific Indonesia (CPI) berakhir tanggal 8 Agustus

91 Ibid. Generasi pendukung utama Riau merdeka pada periode awalinilah menurut Muchtar Ahmad berpotensi menjadi gerakan latenkarena gagasan Riau merdeka ini sudah terinternalisasikanterutama di kalangan mahasiswa dan pemuda yang hingga kinimasih mengalir dan tertanam. Hasil wawancara dengan MuchtarAhmad pada tanggal 24 Juli 2004.

Page 62: Riau merdeka

GERAKAN RIAU MERDEKA 123122 B er s a t u Da l a m Ge r a k P e r j u a n g a n

maka Rapat Akbar Masyarakat Riau mengambil kesim-

pulan bahwa pengelolaan CPP Block harus diblokir sambil

bernegosiasi dengan pemerintah pusat dan pihak-pihak

terkait. Batas waktu peninjauan ulang Keppres adalah 3 x

24 jam dari tanggal 4 Agustus 2001. Keempat, proses

pemblokiran CPP Block harus dilakukan dengan mem-

bentuk aliansi, di mana dalam aliansi tersebut terakomodir

semua komponen masyarakat Riau. Pembentukan aliansi

dikordinir oleh Saudara Alazhar. Kelima, aliansi harus

sudah terbentuk sebelum tanggal 8 Agustus 2001,

sedangkan proses dan mekanisme gerakan sudah harus

ditentukan sebelum tanggal 9 Agustus 2001.95

Perjuangan panjang ini akhirnya dilanjutkan oleh

masyarakat Kabupaten Siak dengan mendirikan PT Bumi

Siak Pusako (BSP). Secara teknis, BSP mulai beroperasi

tanggal 9 Agustus 2002. Dengan berhasilnya perjuangan

ini, Riau telah menorehkan sejarah dalam hal pengelolaan

minyak yang pertama kali oleh daerah.

B. Gerakan Moral Intelektual di Riau: PerjuanganKonsepsional

1. Lembaga Pemantau Reformasi Riau sebagai Pionir

Gerakan moral pertama di Riau yang dipelopori oleh

sebagian besar intelektual kampus dalam menanggapi

kondisi perpolitikan nasional kala itu adalah Lembaga

Pemantau Reformasi Riau (LPRR). Lembaga ini dibentuk

atas prakarsa Muchtar Ahmad, Rektor Universitas Riau.

95 Ibid, h. 38.

Abdurrahman Wahid sempat menjanjikan bahwa Riau

akan diberi hak mengelola CPP Block. Bahkan ia berjanji

Pemerintah Indonesia siap membantu mencarikan dana

untuk investasi. Niat bertemu Abdurrahman Wahid akhir-

nya gagal dan selanjutnya tim berupaya menemui Wakil

Presiden Megawati Soekarno Putri yang hanya diterima

oleh stafnya.94

Akhir Maret 2001, pemerintah Indonesia menyatakan

tidak mempunyai pilihan untuk Riau menyangkut penge-

lolaan CPP Block. Pemerintah tetap hanya mengembalikan

10 persen hak atas CPP kepada Riau seperti rancangan

Keppres yang pernah dibuat. Sebagai bentuk participating

interest, Riau berhak mendapatkan kompensasi khusus

pengelolaan CPP Block ini. Sikap pemerintah ini mendapat

reaksi keras dari masyarakat Riau. Menyikapi hal ini

dilakukan Rapat Akbar di Balai Adat Melayu Riau.

Rapat akbar tersebut menghasilkan Manifesto Politik

yang berisi lima poin penting, yakni; pertama, CPP Block

harus menjadi milik masyarakat Riau, keputusan ini sudah

menjadi komitmen bersama sebagai penegak marwah dan

martabat masyarakat Riau. Kedua, Keppres yang berkaitan

dengan perpanjangan kontrak CPP Block harus ditolak

karena tidak memasukkan aspirasi masyarakat Riau

khususnya tentang dana kompensasi dan keterlibatan

sumberdaya manusia tempatan. Perpanjangan dapat

diterima bila mampu mengakomodir aspirasi masyarakat

Riau. Ketiga, bila kedua tuntutan di atas tidak diterima,

94 Ibid, h. 36.

Page 63: Riau merdeka

GERAKAN RIAU MERDEKA 125124 B er s a t u Da l a m Ge r a k P e r j u a n g a n

Penelitian Industri dan Perkotaan Universitas Riau (PPIP

Unri) Jalan Pattimura No 9 Gobah Pekanbaru. Pada awal-

nya forum ini lebih banyak men-dengarkan informasi

terbaru dari Muchtar Ahmad tentang konstalasi perpoliti-

kan nasional kala itu.97

Pada pertemuan itu, Muchtar mengemukakan arti

pentingnya dibentuk sebuah lembaga yang secara intens

mengikuti perkembangan politik pada tingkat nasional

sambil menyikapi kondisi sosial, politik, ekonomi, dan

budaya pada tingkat lokal. Argumentasi yang dikemuka-

kannya adalah jika kondisi Indonesia chaos, Riau harus

sudah merancang alternatif-alternatif yang cerdas dalam

menyikapi kondisi Indonesia yang serba tidak menentu.

Hal ini penting agar –jika hal tersebut benar-benar terjadi—

maka dari pengalaman sejarah, Riau harus mengambil

inisiatif untuk tidak menyerahkan segala sesuatunya

kepada pihak luar (baca: republik). Sejarah penyerahan

kedaulatan kepada Republik Indonesia pasca revolusi

kemerdekaan, haruslah menjadi pelajaran yang berarti

untuk tidak mengulangi hal yang sama.98 Maknanya,

tersirat bahwa benih-benih Riau Merdeka sudah muncul

97 Selain menjabat sebagai Rektor Unri, Muchtar Ahmad juga aktifdalam organisasi Muhammadiyah. Ia banyak mendapat informasitentang gerakan reformasi nasional kala itu yang dimotori olehAmien Rais yang juga Ketua Umum Pusat Muhammadiyah.

98 Pasca diproklamasikannya kemerdekaan Republik Indonesia pada tanggal

17 Agustus 1945, Sultan Syarif Qasim II yang merupakan Sultan Kerajaan

Siak Sri Indrapura yang terakhir merupakan raja pertama di Sumatera yang

menyatakan tunduk dan menyerahkan kedaulatan kepada republik.

Penyerahan kedaulatan ini diikuti oleh penyerahan benda-benda pusaka

kerajaan yang bernilai tinggi antara lain mahkota kerajaan yang terbuat dari

emas dan bertahtakan berlian dan kursi emas kebesaran kerajaan serta uang

Bermula dari keinginan pihak Universitas Riau dalam me-

respon gerakan reformasi di tingkat nasional yang me-

nuntut pengunduran diri Soeharto.

Diadakanlah sebuah pertemuan yang terdiri dari para

guru besar untuk membuat rumusan sikap universitas

secara kelembagaan menyikapi konstalasi perpolitikan

nasional kala itu. Pertemuan tersebut menghasilkan sebuah

rumusan yang sumir. Menanggapi hal itu, Muchtar Ahmad

langsung menyatakan menolak rumusan tersebut karena

dianggap ingin menjebak ia secara pribadi. Ia menyatakan

bahwa sebaiknya rumusan tersebut secara tegas menyata-

kan Soeharto harus mengundurkan diri. Oleh karena

kurang mendapat dukungan pada level universitas,

akhirnya Muchtar Ahmad berusaha menghimpun intelek-

tual kampus lainnya yang dianggap memiliki satu gagasan

untuk membentuk sebuah forum.96

Pertemuan pertama tanggal 19 Mei 1998 yang

dihadiri antara lain Muchtar Ahmad, Ashaluddin Jalil, Ali

Yusri, Aras Mulyadi, Deliarnov, Eddy A Mohd Yatim, dan

A. Z. Fachri Yasin. Pertemuan diadakan di Gedung Pusat

96 Hasil wawancara dengan Muchtar Ahmad tanggal 24 Juli 2004.Kala itu, ia baru tujuh bulan terpilih menjadi Rektor UniversitasRiau untuk periode pertama 1997-2001. Rumusan tersebut dibuatoleh kelompok pesaing yang kalah dalam pemilihan rektor. Olehkelompok pesaingnya pernyataan tersebut sengaja di blow upseolah-olah merupakan pendapat pribadi rektor. Orang pertamayang dihubungi Muchtar Ahmad adalah Ashaluddin Jalil, dosenJurusan Sosiologi FISIP Unri, yang juga Kepala Pusat PenelitianIndustri dan Perkotaan Universitas Riau (PPIP Unri) dan saat inimenjabat sebagai Dekan FISIP Unri 2003-2007.

Page 64: Riau merdeka

GERAKAN RIAU MERDEKA 127126 B er s a t u Da l a m Ge r a k P e r j u a n g a n

Kadin, Muhammadiyah, Ikatan Sarjana Ekonomi

Indonesia Riau, Ikatan Dokter Indonesia Riau, Persatuan

Insinyur Indonesia Riau, advokat, pers, ulama, tokoh adat,

budayawan dan individu yang memiliki komitmen

terhadap reformasi.99

Lembaga Pemantau Reformasi Riau secara resmi

dibentuk tanggal 24 Mei 1998. Pada pertemuan kedua ini

dihadiri oleh 30 orang yang terdiri dari akademisi, cende-

kiawan, tokoh masyarakat, praktisi, profesional, pemuda,

dan mahasiswa. Pertemuan tersebut membahas perma-

salahan reformasi baik di tingkat daerah maupun nasional.

Dari pembahasan tersebut menghasilkan beberapa

keputusan, yakni; pertama, sepakat membentuk organisasi

yang bernama Lembaga Pemantau Reformasi Riau (LPRR).

Kedua, LPRR merupakan organisasi independen yang

berfungsi memantau dan mengawasi serta memperjuang-

kan pelaksanaan reformasi di segala bidang baik untuk

skala daerah maupun nasional. Ketiga, struktur organisasi

LPRR tidak dibuat secara hierarki tetapi merupakan

organisasi dinamis yang dikoordinir oleh seorang Sekretaris

Jenderal (Sekjen) dan dibantu oleh 4 sekretaris bidang.

Keempat, tugas dan wewenang Sekjen meliputi; meng-

kordinasikan bidang-bidang yang ada pada lembaga,

sebagai juru bicara lembaga untuk menyampaikan

99 Lihat notulen rapat LPRR tanggal 21 Mei 1998. Mundurnya Soehartomembuat peserta merasa forum ini harus lebih diperluas danpertemuan lebih diintensifkan. Pusat Penelitian Industri danPerkotaan Universitas Riau (PPIP Unri) ditetapkan sebagaisekretariat. Pada poin akhir notulen ditetapkan bahwa jadwalpertemuan selanjutnya adalah 24 Mei 1998.

meskipun tidak dalam bentuk ekstrim. Semua peserta

memiliki pandangan yang sama bahwasanya Soeharto

harus mengundurkan diri.

Pertemuan kedua tanggal 21 Mei 1998 diadakan

dalam menyikapi pernyataan berhentinya Soeharto sebagai

Presiden RI, peserta sepakat membentuk sebuah forum

yang diberi nama Lembaga Independen Pemantau

Reformasi Daerah Riau. Hasil pertemuan tersebut

merumuskan tiga agenda reformasi di Riau yakni; pertama,

membentuk lembaga independen yang bertujuan men-

dorong secepat-cepatnya terlaksana reformasi di Riau.

Kedua, tujuan jangka pendek memantau dan menginven-

tarisir hasil-hasil pembangunan yang berlangsung selama

ini di Riau. Ketiga, tujuan jangka panjang merumuskan

strategi pembangunan paling tepat untuk daerah Riau.

Dalam pertemuan itu juga disepakati untuk mem-

perluas keanggotaan forum, yakni dengan jalan masing-

masing individu menghubungi secara perorangan unsur

dari perguruan tinggi, senat mahasiswa, LSM, ICMI,

tunai sebesar 13.000.000 poundsterling. Tentang uraian ini lihat Muhammad

Isa Selamat, 2001, Riau Menuju Jalan Puncak: Gagasan Pembangunan dan Kekuatan

Jatidiri, Pusat Kajian Warisan Melayu Riau, Bengkalis, h. 64. Saat ini, kedua

benda tersebut disimpan di Museum Nasional Jakarta.Tentang penyerahan

kedaulatan ini para ahli sejarah berpendapat bahwa ketika itu pemberontakan

oleh kerajaan-kerajaan kecil di Pesisir Timur Sumatera terhadap kedaulatan

Kerajaan Siak mulai menguat sehingga Sultan merasa kekuasaannya terancam.

Sebagian ahli berpendapat bahwa penyerahan tersebut karena Sultan sangat

membenci Belanda yang dianggap kaum kafir. Kecintaan Sultan terhadap

republik ini menurut hemat penulis karena Sultan menuntut ilmu dan

menghabiskan masa mudanya di Batavia (baca: Jakarta) sehingga telah

menumbuhkembangkan benih-benih nasionalisme yang dibuktikan dengan

cepat tanggapnya beliau dalam mengakui keberadaan republik.

Page 65: Riau merdeka

GERAKAN RIAU MERDEKA 129128 B er s a t u Da l a m Ge r a k P e r j u a n g a n

mahasiswa.101 Melihat latar belakang anggotanya, lembaga

ini sangat disegani dan cukup efektif dalam mengeluarkan

pemikiran-pemikiran bernas melalui pernyataan-pernya-

taan di media massa hasil dari diskusi yang mendalam se-

bagai sumbangan pemikiran demi perbaikan Riau ke

depan.102

101 Di antaranya yang banyak terlibat dalam diskusi-diskusi awaldalam menyikapi konstelasi perpolitikan nasional kala itu adalahMuchtar Ahmad, Ashaluddin Jalil, Ali Yusri, Aras Mulyadi,Elmustian Rahman, UU Hamidy, Deliarnov, A. Z. Fachri Yasin dariUnri. Dosen UIR antara lain Azlaini Agus, M Husnu Abadi, Fauzi,dan Detri Karya yang hadir hanya satu kali pertemuan saja.Tercatat juga yang aktif sejak awal yakni Muhammad Herwan,Zainul ikhwan, dan Wan Zainal. Selanjutnya banyak yang tertarikdengan kelompok ini menyatakan bergabung antara lain dosen-dosen IAIN Susqa, yakni M. Nazir, Alaiddin Koto, Helmi Karim,Suryan A. Jamrah, dan Sudirman M. Johan. Dari tokoh masyarakatyang bergabung Razali Yahya, Sutan Zulmani Mampai, dan AbdulKadir Salim dari Muhammadiyah, dari pers antara lain Eddy A.Mohd. Yatim, Taufik Ikram Jamil, Makmur Hendrik. Tabrani Rabpernah hadir satu kali sebagai peninjau. Sementara Alazhar jugapernah menghadiri diskusi beberapa kali dan kemudianmenyatakan pikir-pikir untuk bergabung (tidak jadi bergabung,pen.). Dalam pertemuan selanjutnya Alazhar jarang hadir. Chaidir,anggota DPRD Riau kala itu juga acapkali hadir. Sementara darikalangan birokrat yakni Edi Saputra Rab, Feizal Qomar Karimmenjadi salah seorang pemasok informasi berkenaan dengandata-data eksploitasi minyak, gas, dan hasil tambang lainnya.Dalam daftar hadir pertemuan tercatat nama-nama sepertiMaswito, Ruslan, Johan Sapri, Indra Safri, A. R. Sjujono, AgusSutikno, R. Isyam Azwar, Daeng Ayub Natuna, Delyusri Amrul,Seno H. Putra, Indrasal, Tien Marni, Fachraini MA Jabbar, AzharMuhammad, Agus Salim, Darul Arief, Nopri Ahadi, AhmadJamaan, dan Zul Asyri. Untuk jelas lihat daftar hadir LPRR tanggal24 Mei, 29 Mei, 4 Juni, 24 Juni 1998.

102 Efektifnya gerakan ini karena didukung dan diuntungkan oleh tigaorang anggota yang berprofesi wartawan dan selalu aktifmengikuti pertemuan sehingga hasil diskusi selalu dimuat di

keputusan-keputusan maupun menyuarakan aspirasi

lembaga kepada pihak-pihak berkenaan.

Kelima, sekretaris-sekretaris komisi bertindak sebagai

fasilitator bidangnya masing-masing sekaligus sebagai juru

bicara bidang. Keenam, masa jabatan Sekjen dan sekretaris-

sekretaris bidang adalah selama enam bulan dan tidak

dapat dipilih kembali. Ketujuh, peserta pertemuan sepakat

menunjuk Ashaluddin Jalil sebagai Sekjen dengan sekre-

taris-sekretaris komisi (sekko), yakni M Husnu Abadi se-

bagai Sekko Bidang Hukum, Ali Yusri sebagai Sekko Bidang

Politik, Suardi Tarumun sebagai Sekko Bidang Ekonomi,

dan Eddy A Mohd Yatim sebagai Sekko Bidang Sosial Budaya.100

Pada perjalanannya banyak yang tertarik ingin ber-

gabung dengan LPRR. Satu di antaranya adalah Makmur

Hendrik, Pemimpin Redaksi SKM GeNTA, dengan meng-

hubungi langsung Muchtar Ahmad agar dilibatkan dalam

LPRR. Cara memperluas keanggotaan LPRR dilakukan oleh

masing-masing anggota dengan menghubungi orang-orang

yang memiliki kompetensi di bidangnya seperti ekonomi,

budaya, ahli pertanian, jurnalis, dan sebagainya.

Lembaga ini beranggotakan dari pelbagai macam

profesi antara lain dosen, wartawan, tokoh adat, dan aktivis

100 M Husnu Abadi adalah dosen Fakultas Hukum UIR, Ali Yusriadalah dosen FISIP Unri, Suardi Tarumun adalah dosen FakultasPertanian Unri, dan Eddy A Mohd Yatim menjabat Redaktur OpiniRiau Pos. Dalam rapat pembentukan tersebut tim formatur terdiridari A. Z. Fachri Yasin sebagai ketua, Zainul Ikhwan sebagaisekretaris, dan Azlaini Agus, Makmur Hendrik, Taufik Ikram Jamil,Ashaluddin Jalil, dan Wan Zainal masing-masing sebagai anggota.Uraian lebih lengkap harap lihat Berita Acara Pertemuan LPRRNomor 001/Skrt-LPRR/VI-1998.

Page 66: Riau merdeka

GERAKAN RIAU MERDEKA 131130 B er s a t u Da l a m Ge r a k P e r j u a n g a n

reformasi di Riau karena akibat kebijakan sentralisasi yang

dilakukan rezim Orde Baru selama 32 tahun yang mem-

buat masyarakat Riau sangat menderita.

Agenda pertama yang disuarakan oleh LPRR me-

nyangkut akumulasi permasalahan di Riau, yakni; pertama,

melakukan inventarisasi perusahaan-perusahaan dan

proyek-proyek bermasalah yang berlokasi di Provinsi Riau

antara lain Proyek PLTA Koto Panjang di Kampar, PT Riau

Andalan Pulp and Paper di Pangkalan Kerinci, PT Indah

Kiat Pulp and Paper di Perawang, PT Duta Palma di Benai,

PT Torganda dan PT Torus Ganda di Daludalu, PT Surya

Dumai Grup, PT Subur Arum Makmur, PT Parada Enam

Utama, dan Proyek Renovasi Pasar Pusat/Sukaramai

Pekanbaru.

Kedua, mendesak Pemerintah Daerah Riau untuk me-

respon secara nyata aspirasi masyarakat terhadap reformasi

di segala bidang. Ketiga, melakukan penyelidikan atas

kekayaan pejabat dan mendesak aparat hukum untuk

menindak tegas pejabat-pejabat yang terlibat praktik

korupsi, kolusi, dan nepotisme. Keempat, memberikan

respon terhadap berita yang menyatakan bahwa

Walikotamadya Pekanbaru Oesman Effendi Afan terlibat

praktik KKN dan menuntut mundur jika hal tersebut

terbukti kebenarannya.104

104 Hasil diskusi tentang inventarisir perusahaan-perusahaanbermasalah di Riau dan keesokan harinya dimuat di media lokalternyata sangat efektif. Terbukti, para top manajer PT RAPPmengundang LPRR untuk dialog pada tanggal 9 Juni 1998. Secarakhusus, Presiden Direktur APRIL Group yang berkedudukan diFinlandia datang ke Pekanbaru. Dialog dilakukan di Aula Kantor

2. Respon terhadap Isu-isu Lokal

2.1 Eksploitasi Sumber Daya Alam

Harapan terhadap lembaga sangat positif dan ini

terbukti banyaknya tanggapan dari masyarakat yang datang

langsung ke sekretariat LPRR untuk mengadukan per-

soalan-persoalan yang mereka alami selama ini.103 Persoalan

utama adalah sengketa lahan dengan perusahaan-per-

usahaan besar yang beroperasi di Riau antara lain PT Riau

Andalan Pulp and Paper (RAPP), PT Indah Kiat Pulp and

Paper, PT Arara Abadi, dan sebagainya yang notabene de-

ngan hanya ‘secarik kertas’ karena kedekatan dengan pusat

kekuasaan dapat menguasai lahan yang telah dimanfaatkan

masyarakat secara turun temurun.

Menyikapi hal ini, LPRR mendiskusikannya secara

khusus dengan rekomendasi sebaiknya meninjau ulang

keberadaan perusahaan-perusahaan yang dianggap ber-

masalah di Riau. Lembaga ini menginventarisir beberapa

permasalahan utama yang melingkupi masyarakat dan

perusahaan-perusahaan besar yang beroperasi di Riau.

Forum menganggap hal ini harus masuk dalam agenda

media massa keesokan harinya antara lain di Riau Pos dan Gentauntuk media lokal dan Kompas untuk media nasional.

103 Harus diakui bahwa salah satu kelemahan lembaga ini tidakmemiliki badan pekerja. Hal ini disebabkan karena sebagian besaranggotanya adalah pegawai negeri sipil yang disibukkan rutinitas.Selain itu, PNS tidak dibenarkan melakukan pekerjaan ekstrainstitusional karena dapat mengganggu tugas utamanya sebagaipelayan publik. Banyaknya pengaduan dari masyarakat inimerupakan indikasi telah terjadi krisis kepercayaan terhadapinstitusi pemerintah.

Page 67: Riau merdeka

GERAKAN RIAU MERDEKA 133132 B er s a t u Da l a m Ge r a k P e r j u a n g a n

Perlawanan masyarakat PLTA Koto Panjang hingga seka-

rang tetap diteruskan hingga ke Tokyo, Jepang sebagai

pihak penyandang dana. Per-pindahan permukiman pen-

duduk warga Kampar ini tanpa memperhatikan kultur

masyarakat tempatan yang umumnya adalah petani karet.

Pemindahan ini telah membawa keterkejutan budaya

(shock culture) masyarakat terutama terhadap kelangsungan

hidup mereka yang berkaitan dengan mata pencaharian.

Akibatnya, sebagian besar masyarakat hanya menggan-

tungkan hidupnya dari ganti rugi yang diperoleh secara

tidak memadai. Klimaksnya adalah ketika terjadi krisis

pangan sebagai akibat lemahnya daya beli masyarakat.

Penyebab lainnya adalah faktor alam di mana musim

kemarau sungai menjadi kering sehingga menyulitkan

aksessibilitas. Proyek PLTA Koto Panjang sedikitnya telah

menenggelamkan 13 desa di Riau dan Sumatera Barat. Di

Riau, tepatnya Kecamatan XIII Koto Kampar terdapat

sembilan desa, sementara di Sumatera Barat terdapat

empat desa yang ditenggelamkan.

Menyikapi hal tersebut LPRR melakukan pembahas-

an dengan tema upaya mengantisipasi dan mengatasi

kerawanan pangan di Riau. Dari pembahasan tersebut

menghasilkan beberapa rekomendasi yakni lembaga (baca:

LPRR) perlu menyikapi situasi dan kondisi perekonomian

daerah Riau yang memberikan indikasi ke arah terjadinya

krisis ekonomi dan kerawanan pangan sebagai dampak

dari krisis moneter yang berkepanjangan.

Pertama, LPRR mendesak pemerintah daerah untuk

mengambil langkah-langkah nyata dan transparan dalam

mengatasi krisis ekonomi dan mengatasi kelangkaan

2.2 Isu Kerawanan Pangan di Riau

Isu kerawanan pangan menjadi tema sentral ketika

terjadinya krisis moneter melanda Indonesia, tidak terke-

cuali di Riau. Pasca krisis yang berdampak terhadap me-

ningkatnya angka pengangguran sebagai akibat pemutus-

an hubungan kerja telah membawa implikasi tersendiri.

Pembahasan tentang kerawanan pangan menjadi agenda

yang mendesak. Peserta sepakat untuk mengganti agenda

sebelumnya tentang suksesi gubernur. Kala itu, terjadi

kelaparan di daerah Kampar terutama desa-desa di sekitar

daerah aliran sungai. Dari perspektif akademisi, kelaparan

terjadi sebagai akibat resettlement (permukiman kembali)

penduduk yang terkena pembebasan lahan pembangunan

waduk Pembangkit Listrik Tenaga Air Koto Panjang. Pen-

duduk desa sekitar yang terkena proyek pembebasan lahan

dipindahkan.

Sebagaimana proyek pembangunan pada masa orde

baru, masyarakat selalu berada pada pihak yang lemah.

Wilayah Departemen Sosial Jalan Jenderal Sudirman Pekanbaru.Kala itu, pihak RAPP akan menggelar dialog di Hotel Aryaduta,akan tetapi ditolak dengan alasan dapat memperburuk citra LPRRdi mata masyarakat. Akhirnya, dis epakati untuk dilakukan ditempat yang netral. Pada pertemuan tersebut dihasilkankesepakatan bahwa RAPP akan menyelesaikan sengketa lahandengan masyarakat, merubah pola bantuan kepada masyarakatRiau, memprioritaskan tenaga kerja lokal, membantumeningkatkan SDM melalui beasiswa, tugas belajar, danmembuka perusahaan sebagai media pendidikan dan penelitian,memperhatikan pembangunan berkelanjutan denganmenerapkan teknologi bebas limbah berbahaya. Uraian lebihlengkap lihat Notulen Rapat LPRR tanggal 9 Juni 1998 Nomor 004/skrt-LPRR/VI-1998.

Page 68: Riau merdeka

GERAKAN RIAU MERDEKA 135134 B er s a t u Da l a m Ge r a k P e r j u a n g a n

rakat dengan melakukan gerakan aksi pemanfaatan/

optimalisasi lahan tidur yang melibatkan seluruh unsur

masyarakat dan instansi pemerintah. Kesembilan, meng-

himbau kepada seluruh komponen masyarakat untuk

tidak terpancing isu-isu menyesatkan, dan mendorong

masyarakat untuk mampu mengatasi sendiri kebutuhan

pangan tanpa tergantung dan mengharapkan bantuan

pihak lain.105

3. Isu Hubungan Pusat-Daerah tentang Bagi Hasil Minyak sebagai Stimulus

Isu hubungan pusat-daerah pertama kali muncul

tanggal 11 Juni 1998 dengan topik Perimbangan Keuangan

Pusat dan Daerah. Selanjutnya, LPRR memperluas isu

menuntut bagi hasil minyak bumi yang telah dieksploitasi

selama lebih kurang 50 tahun lebih. Sebagaimana studi

Mubyarto dkk. (1993) ekonomi minyak Riau kurang mem-

berikan sumbangan siginifikan bagi kesejahteraan masya-

rakat Riau. Dari beberapa dokumen yang ditelusuri,

tuntutan bagi hasil minyak bumi pertama kali dilontarkan

oleh LPRR secara terbuka ke media massa.106

Dimuatnya berita tentang aktivitas LPRR di media

lokal maupun nasional telah membawa keuntungan ter-

sendiri bagi perluasan gagasan-gagasan lembaga ini baik

pada tingkat tingkat maupun nasional. Margot Cohen,

seorang wartawan Far Eastern Economic Review (FEER) yang

105 Notulen Rapat LPRR tanggal 4 Juni 1998 Nomor 003/Skrt -LPRR/VI-98.

106 Tentang hal ini juga diakui oleh Tabrani Rab sebagaimana di dalamtulisan kolom khususnya Tempias di Riau Pos yang terbit setiaphari Minggu. Lihat juga majalah Warta Unri, Op. Cit. h. 12.

pangan. Kedua, Bulog/Dolog harus menjamin ketersediaan

stok pangan dan meningkatkan frekwensi pelaksanaan

operasi pasar sebelum stok barang menipis. Ketiga, men-

jaga keamanan dan kelancaran jaringan distribusi pangan

agar tersalur langsung kepada masyarakat yang mem-

butuhkan tanpa melewati rantai distribusi yang panjang,

melalui koperasi yang didampingi oleh mahasiswa, alumni

perguruan tinggi yang belum memperoleh pekerjaan, dan

tokoh masyarakat.

Keempat, mendesak perusahaan besar yang beroperasi

di Riau untuk turut serta membantu ketersediaan pangan

(kebutuhan sembako) bagi masyarakat dengan membeli

atau mengimpor bahan pangan. Kelima, melakukan revisi

APBD Riau yang dialokasikan bagi pos-pos yang tidak

rasional dan relevan seperti dana reha-bilitasi rumah dinas,

dana dharma wanita, pakaian dan lain- lain dialihkan

untuk memperbesar anggaran dana sektor pangan. Ke-

enam, mempercepat realisasi anggaran dana dan pelak-

sanaan proyek pembangunan produktif di sektor pangan

yang telah disetujui, dan menangguhkan proyek-proyek

pembangunan yang kurang mendesak atau menyentuh

kebutuhan masyarakat luas.

Ketujuh, menghimbau kepada semua pihak (masya-

rakat, kepala desa, tokoh masyarakat, dan instansi yang

berwenang) agar melakukan ekstensifikasi dan intensifikasi

tanah/lahan milik masyarakat (baik yang berada di daerah

perkotaan atau pedesaan) untuk produksi pangan. Ke-

delapan, Pemerintah Daerah Riau harus mengambil

tindakan/langkah nyata untuk mengatasi dan mengantisi-

pasi ketersediaan pangan yang menjadi kebutuhan masya-

Page 69: Riau merdeka

GERAKAN RIAU MERDEKA 137136 B er s a t u Da l a m Ge r a k P e r j u a n g a n

Tuntutan LPRR pada awalnya adalah 70 persen untuk

daerah dan 30 persen untuk pemerintah pusat. Hal ini

didasarkan atas pendapat Prof. Deliar Noer, mantan

penasehat presiden, ketika berkunjung ke Kampus IAIN

Sultan Syarif Qasim Pekanbaru yang menyatakan bahwa

pembagian hasil alam yang adil adalah 70:30.

Argumentasi utama yang dikemukakan dalam

tuntutan bagi hasil minyak bumi Riau lainnya, yakni;

pertama, minyak bumi Riau telah dieksploitasi selama 50

tahun lebih dan secara makro tidak memberikan

kontribusi apa-apa terhadap kesejahteraan masyarakat.109

formal selalu mengaitkan dengan kondisi yang dialami olehmasyarakat Aceh yang menderita akibat keinginan untuk merdekadiikuti oleh perjuangan bersenjata. Salah seorang yang tidaksetuju adalah Syarwan Hamid, Menteri Dalam Negeri kala itudan beberapa elit formal lokal. Ketika muncul Gerakan RiauMerdeka, pada awalnya Syarwan termasuk orang yang palingtidak setuju. Pada perkembangan selanjutnya, —setelah tidakmenjabat Mendagri— justru ia yang aktif melakukan road show keberbagai kabupaten/kota di Riau untuk mensosialisasikan idenegara federal.

109 Dari dialog yang berlangsung ketika itu Muchtar Ahmadmengemukakan keberadaan Caltex justru menciptakankesenjangan penduduk di sekitar enclave-enclave permukimankaryawan Caltex. Ia mengutip sebuah terminologi yang dikenaldengan Dutch diseases, di mana digambarkan suatu komunitasyang tinggal berkelompok yang memiliki standar hidup tinggi —karena secara ekonomi berkecukupan— sehingga dampaknegatifnya bagi penduduk sekitar —yang secara ekonomi rela-tive miskin— tidak mampu mengikuti pola hidup ‘orang minyak’(baca: Caltex) karena sebagai akibat harga-harga kebutuhanpokok yang tinggi. Akibatnya timbul kecemburuan sosial. Di sisilain sebenarnya keberadaan multinational corporation ini sedikitbanyak membawa dampak positif sekiranya masyarakat sekitarmampu membaca dan memanfaatkan peluang dengan baik.Tentang ekslusivisme Caltex ini sangat mencolok karena

berkedudukan di Hongkong, sempat mewawancarai

Sekretaris Jenderal LPRR, Ashaluddin Jalil berkaitan

dengan latar belakang dibentuknya LPRR. Menurutnya,

Riau merupakan satu-satunya dan merupakan daerah yang

pertama di Indonesia yang membentuk lembaga pemantau

reformasi.107

Peran media sangat besar dalam menyebarkan

gagasan-gagasan para aktivis gerakan terhadap tuntutan

bagi hasil minyak. Melalui media terjadi transaksi lintas

gagasan antarsesama aktivis meskipun mereka tidak

mengenal satu sama lainnya. Pada tingkat gagasan, hampir

tidak ditemukan kontra gagasan antaraktivis dalam

menyikapi strategi apa yang akan diambil untuk meng-

hadapi pemerintah pusat. Kontra gagasan muncul dari elit

politik lokal, elit birokrasi lokal, dan tokoh masyarakat.

Mereka ini dapat dikategori-sasikan generasi tua yang

memiliki pandangan politik yang berbeda dengan aktivis

gerakan yang umumnya berusia muda dan terpelajar.108

107 Sebagaimana dituturkan kepada penulis setelah wawancara tersebut pada

bulan Juni 1998. Kala itu, Cohen menanyakan apa yang melatarbelakangi

lahirnya LPRR. Ashaluddin Jalil menjawab karena selama ini Riau tak lebih

sebagai ladang perburuan bagi sekelompok elit-elit Jakarta yang

mengatasnamakan negara. Kekayaan alam di Riau habis dikeruk tanpa

memberikan sesuatu yang berarti. Berapa data yang pasti sumbangan dari

Riau untuk Pusat tak pernah diketahui karena sengaja disembunyikan. Data

sementara dikemukakan oleh Ashaluddin Jalil kala itu bahwa lebih kurang

Rp. 60 triliun sumbangan dari Riau untuk Pusat, tetapi yang kembali ke Riau

hanya 0,07 persen.

108 Menurut penulis, sebenarnya esensi (hakikat) perjuangan yaknituntutan bagi hasil minyak didukung hampir oleh semua elemenmasyarakat Riau. Masalahnya, penggunaan kata merdekamemang sangat tidak nyaman dirasakan oleh posisi elit formal.Ini dapat dimaklumi karena posisi mereka yang serba sulit. Elit

Page 70: Riau merdeka

GERAKAN RIAU MERDEKA 139138 B er s a t u Da l a m Ge r a k P e r j u a n g a n

limbah dan sampah yang ditanggung oleh masyarakat

Riau. Kawasan penambangan timah di Singkep adalah

merupakan contoh nyata. Pasca penambangan timah, di

Singkep saat ini hanyalah tinggal kawah-kawah bekas areal

pertambangan. Selain kerusakan lingkungan, dampak

negatif lainnya yang ditimbulkan adalah secara sosial,

ekonomi, dan budaya masyarakat Singkep mengalami

kemunduran yang amat meng-khawatirkan. Mengingat

minyak bumi masuk kategori hasil alam yang tidak dapat

diperbaharui (unrenewable resources), maka hal yang sama

akan terjadi di daerah Riau yang lainnya.

Beberapa kelompok terutama pemuda dan mahasiswa

cenderung menyarankan untuk memblokir areal pertam-

bangan Caltex agar mata Jakarta tertuju ke Riau sehingga

tuntutan masyarakat Riau dikabulkan. Kelompok anti

kekerasan terutama dari kalangan akademisi dan tokoh

2004. Dampaknya, pasca reformasi manajemen Caltex mulaisecara pro-aktif memberi perhatian kepada Riau terutama dibidang pendidikan. Kepedulian ini antara lain dengan mendirikanPoliteknik Ca ltex di Rumbai, membantu IAIN Susqa dalam halmanajemen dan tenaga pengajar untuk membuka jurusankomputer yang merupakan cikal bakal berdirinya Fakultas Sainsdan Teknologi Universitas Islam Negeri Sultan Syarif QasimPekanbaru. Sebenarnya, sumbangsih Caltex sejak dahulu sudahdimulai antara lain dengan membangun Sekolah Menengah Atasyang pertama di Pekanbaru pada tahun 1956 (SMA 1 sekarang,pen.). Selain itu, jalan Pekanbaru-Dumai sepanjang hampir lebihkurang 180 km juga merupakan sumbangan Caltex. Akan tetapi,jika dibandingkan dengan hasil yang diperoleh jelas tidaksebanding. Kala itu banyak tuntutan yang dialamatkan ke Caltex.Dalam konteks ini, karena Caltex dipersepsikan oleh masyarakatRiau sebagai representasi negara sehingga menjadi sasaranefektif untuk menggugat negara.

Oleh karenanya, ketertinggalan Riau hanya dapat dipacu

dengan meningkatkan sumberdaya manusia dan untuk

itu diperlukan dana yang sangat besar. Kedua, besarnya

tuntutan yang diajukan karena masyarakat Riau akan

berhadapan dan ber-negosiasi dengan Yahudi (baca:

Amerika Serikat). Karena itu, untutan harus diajukan

setinggi-tingginya dengan asumsi kalaupun harus menga-

lah kemungkinan menjadi 50:50, 40:60, atau 30:70.110

C. Perluasan Gerakan: Bersatunya Kekuatan Reformasidi Riau

Dari pemikiran yang berkembang bahwa kemiskinan

di Riau karena kezaliman pemerintah pusat. Selama

rentang waktu 50 tahun, kekayaan Riau dikuras habis.

Riau dianggap daerah tak bertuan.111 Yang tersisa hanya

menyatunya kompleks perkantoran dan perumahan PT Caltexini dilengkapi dengan fasilitas yang sangat memadai sehinggainteraksi orang-orang Caltex dengan masyarakat sekitar kurangterjalin dengan baik.

110 Tentang uraian ini harap periksa Hery Suryadi, Pahlawan MinyakKesiangan: Dari Realitas Empirik hingga yang Bermuka-muka, Riau Pos,15/3-1999. Beberapa bagian opini tersebut penulis kutip darinotulensi hasil rapat LPRR bulan Juni 1998. Periksa juga HendriSayuti dan Repol, Op. Cit., h. 31.

111 Tentang hal ini, Muchtar Ahmad pernah didatangi oleh orang-orang Caltex yang menanyakan apa sesungguhnya persepsimasyarakat Riau terhadap keberadaan Caltex. Sebagai orangyang banyak tahu tentang kondisi Riau, Muchtar Ahmadmengatakan bahwa Caltex di mata sebagian masyarakat Riauadalah seperti tunggul yang terbakar. Tunggul yang terbakar dalamungkapan Melayu Riau adalah tak berguna. Sebagaimanadiceritakan Muchtar Ahmad dalam pertemuan LPRR di manapenulis juga hadir. Menurut Muchtar Ahmad, orang-orang Caltextersebut amat sangat terkejut dengan pernyataan tersebut. Lihatjuga hasil wawancara dengan Muchtar Ahmad tanggal 24 Juli

Page 71: Riau merdeka

GERAKAN RIAU MERDEKA 141140 B er s a t u Da l a m Ge r a k P e r j u a n g a n

sebanyak 60 orang, dan unsur lainnya. Aksi ini dikoordinir

oleh LPRR dengan koordinator Makmur Hendrik dan

Azlaini Agus. Dalam aksi tersebut, anggota yang terlibat

menggunakan tanda pengenal khusus yakni berupa pita

merah di sebelah lengan kiri baju.114 Aksi tersebut mem-

bawa spanduk yang berbunyi “Hari ini Rakyat Riau

Menuntut Hak Atas Penjualan Minyak Bumi Negeri ini.”115

Pada pertemuan tersebut berhasil membuat rumusan

yang diberi nama Tuntutan Bersama Seluruh Kekuatan

Reformasi di Riau kepada Pemerintah, Pertamina, dan PT

CPI tentang Bagi Hasil Penjualan Minyak Bumi di Riau

dan Keberadaan PT CPI dan Pertamina di Riau yang

berisikan; pertama, bahwa Provinsi dan Rakyat Riau

merupakan bahagian yang tidak terpisahkan dari Republik

dan Bangsa Indonesia, dan Tuhan Yang Maha Pengasih lagi

Maha Penyayang telah melimpahkan rahmat-Nya kepada

daerah ini dalam bentuk sumber daya alam yang melimpah

114 Tujuan digunakannya tanda pengenal khusus adalah karena untukmenghindari gerakan ini disusupi oleh orang-orang yang tidakbertanggung jawab sehingga menodai gerakan anti kekerasanini. Hal ini karena areal PT CPI di Rumbai sangat vital. Selain itujuga, komitmen awal dengan pihak Korem yang akan mengawalaksi tersebut dengan syarat dilakukan secara damai. Dalam aksitersebut Lembaga Adat Melayu Riau (LAMR) secarakelembagaan tidak mau ikut terlibat. Razali Yahya, salah seoranganggota LAMR yang diberi tugas untuk melibatkan LAMR secarakelembagaan ditolak oleh Ketua LAMR kala itu Wan Ghalib. Paratokoh adat yang diharapkan kehadirannya pada waktu itumenggunakan baju khas Melayu Riau, Teluk Belanga agar gezahnya(gaung, pen) lebih kuat. Akhirnya, beberapa tokoh adat hadir atasnama pribadi antara lain Razali Yahya, KH Abdulkadir MZ, TengkuMasdulhak, dan Husnan Syech.

115 Notulen LPRR, Op. Cit.

masyarakat sangat tidak setuju gerakan ini diwarnai oleh

aksi kekerasan.

Agar gerakan tuntutan bagi hasil minyak ini men-

dapat dukungan luas masyarakat, kala itu timbul

pemikiran agar LPRR melibatkan seluruh komponen

masyarakat Riau yang terpecah-pecah dalam elemen

gerakan reformasi di Riau kala itu. Pada tanggal 23 Juni

1998 diadakan pertemuan bertempat di Sekretariat LPRR

yang hadir antara lain unsur dari LPRR, Eksponen ’66,

Forum Cendekiawan Muda Riau (FCMR), Forum

Komunikasi Reformasi Pemuka Masyarakat Riau

(FKRPMR)112, dan Forum Mahasiswa Riau untuk

Reformasi (FORMASI). Dalam pertemuan tersebut

dirancang untuk melakukan aksi ke PT CPI secara

bersama-sama pada tanggal 25 Juni 1998. Forum inilah

yang merupakan cikal bakal terbentuknya Gabungan

Kekuatan Reformasi Masyarakat Riau (GKRMR). Terpilih

sebagai Koordinator GKRMR adalah Azlaini Agus.113

Aksi tanggal 25 Juni 1998 tersebut merupakan

penyampaian pernyataan sikap masyarakat Riau terhadap

tuntutan hak dari bagi hasil minyak bumi Riau. Aksi

tersebut diikuti oleh lebih kurang 100 orang yang terdiri

dari berbagai unsur antara lain dari LPRR sebanyak 25

orang, Eksponen ’66 sebanyak 5 orang, FCMR sebanyak 5

orang, FKRPMR sebanyak 5 orang dan FORMASI

112 FKRPMR dibentuk pada tanggal 6 Juni 1998 dan saat ini namanyamenjadi Forum Komunikasi Pemuka Masyarakat Riau (FKPMR).Hingga kini FKPMR masih selalu aktif dalam merespon isu-isulokal maupun nasional.

113 Notulen LPRR tanggal 23 Juni 1998.

Page 72: Riau merdeka

GERAKAN RIAU MERDEKA 143142 B er s a t u Da l a m Ge r a k P e r j u a n g a n

daerah Riau, dengan tidak memberi bahagian apapun

kepada daerah ini dari hasil penjualan minyak yang

sudah 50 tahun disedot dari bumi Riau;

b. Mengutuk dan tidak lagi mempercayai manajemen

PT CPI dan Pertamina, yang selama ini ikut meng-

abaikan kepentingan dan nasib rakyat dan daerah

Riau, yang merupakan bahagian yang tidak terpisah-

kan dari Republik Indonesia;

c. Menuntut kepada pemerintahan di bawah Kabinet

Reformasi, agar menukar manajemen PT CPI dan

Pertamina yang selama ini abai dan melecehkan nasib

masyarakat Riau, dan di dalam manajemen Pertamina

dan CPI yang akan beroperasi di daerah ini diduduk-

kan wakil masyarakat Riau, untuk menjaga ke-seim-

bangan penggunaan dana bagi masa depan rakyat dan

daerah ini;

d. Menuntut kepada pemerintah dan PT CPI agar se-

lambat-lambatnya terhitung 17 Agustus 1998, sebesar

70 persen dari keuntungan yang diperoleh Pertamina/

Pemerintah dari penjualan minyak bumi Riau, setiap

tahun diserahkan kepada rakyat Riau dengan me-

masukkannya ke dalam APBD Provinsi Riau;

e. Tuntutan atas penyerahan 70 persen keuntungan yang

diperoleh PT CPI dan Pertamina itu sebahagian me-

rupakan kompensasi atas derita panjang yang dialami

rakyat Riau akibat arogansi dan ketidakpedulian

manajemen PT CPI dan Pertamina kepada rakyat

daerah ini, sebahagian lagi merupakan kewajiban

moral PT CPI dan Pertamina/Pemerintah agar tidak

hanya menghisap kekayaan bumi Riau tanpa peduli

ruah, di antaranya minyak bumi.

Kedua, bahwa minyak bumi yang melimpah ruah itu

seharusnya dapat dimanfaatkan secara optimal untuk

memberdayakan ekonomi rakyat daerah ini sehingga

mereka hidup sejahtera dan sebagai manusia memiliki

harkat dan martabat sebagaimana saudara-saudara di

daerah lain.

Ketiga, bahwa fakta yang terjadi justru sebaliknya, di

mana minyak bumi yang sudah dieksploitasi oleh PT

Caltex dan Pertamina selama tak kurang dari 50 tahun,

yang didapat rakyat Riau dari penjualan minyak itu ter-

nyata hanya kesengsaraan, hal mana dibuktikan dengan

adanya ratusan desa miskin dan tertinggal yang rakyatnya

hidup di bawah garis kemiskinan di provinsi ini; adanya

ribuan gedung sekolah dasar yang rusak parah karena tak

tersedia cukup dana untuk memperbaikinya, adanya suku-

suku terasing yang tergusur dan menderita akibat hutan

ulayat mereka dicaplok Caltex untuk disedot minyaknya.

Keempat, bahwa kehadiran PT Caltex dan Pertamina

di daerah ini justru memperbesar jurang antara sebahagian

besar penduduk Riau yang tetap hidup dalam kemiskinan

dari tahun ke tahun, dibanding karyawan Caltex/Pertamina

yang hidup dalam gemilang kemewahan.

Kelima, atas semua bentuk ketidakadilan dan derita

panjang yang dialami masyarakat Riau selama lebih kurang

50 tahun ini, atas nama masyarakat Riau bersama ini

GKRMR menyatakan:

a. Mengutuk Rezim Pemerintahan Orde Baru, yang

dengan sengaja dan sewenang-wenang telah meng-

abaikan dan melecehkan keberadaan masyarakat dan

Page 73: Riau merdeka

GERAKAN RIAU MERDEKA 145144 B er s a t u Da l a m Ge r a k P e r j u a n g a n

Tuntutan masyarakat Riau ini ditanggapi langsung oleh

Pertamina/CPI melalui jawaban yang diberi judul Sikap

dan Tanggapan Pertamina/CPI Terhadap Tuntutan Wakil-

wakil Masyarakat Riau yang berisi antara lain;

a. CPI akan melanjutkan program pengembangan sosial

bagi masyarakat Riau. Pertamina/CPI, akan bekerja

sama dengan wakil-wakil Pemda dan masyarakat

Riau mengenai pelaksanaan program-program ter-

sebut ;

b. Pertamina telah melaporkan kepada Pemerintah

mengenai aspirasi masyarakat Riau yang disampaikan

oleh reformasi (Seluruh Kekuatan Reformasi di Riau

maksudnya, pen.) dan telah ditindaklanjuti oleh Bapak

Menteri Pertambangan dan Energi dengan mengirim-

kan surat kepada Bapak Presiden pada tanggal 22 Juni

1998;

c. Pemerintah sedang mempelajari tuntutan reformasi

tersebut karena menyangkut berbagai hal antara lain

undang-undang yang menyangkut kegiatan per-

tambangan minyak dan gas bumi (Perpu No 44/1960

dan UU No 8/1971) dan kontrak Production Sharing

antara CPI dan Pertamina;

d. Kontrak Production Sharing harus kita jaga kemurnian-

nya karena menyangkut kredibilitas Pemerintah

Indonesia di mata internasional, terutama kalangan

investor perminyakan. Reformasi tidak boleh mengu-

rangi kepercayaan dunia internasional terhadap

kepastian hukum dan berusaha di Indonesia yang

akan memperburuk perekonomian bangsa;

nasib rakyat dan daerah Riau;

f. PT CPI dan Pertamina harus segera merehabilitasi

bekas daerah eksploitasinya, yang tanahnya sudah

terkelupas dan tandus, sehingga tidak menambah

beban kesengsaraan bagi rakyat daerah ini bila kelak

minyak bumi habis dan PT CPI/Pertamina mening-

galkan daerah ini begitu saja;

g. Terhadap seluruh galian C yang dimanfaatkan oleh

PT CPI/Pertamina untuk membangun berbagai fasili-

tas perusahaannya, harus tetap membayar retribusi

atau kewajiban lainnya yang sesuai dengan peraturan

kepada Pemerintah Daerah Tingkat II di mana galian

C itu diambil, kendati bahan galian C tersebut berada

di dalam wilayah operasional PT CPI sendiri. Dalam

kaitan ini, dalam waktu paling lambat 30 hari setelah

pernyataan ini, PT Caltex harus membayar retribusi

sebesar Rp. 2 milyar kepada Pemda Tk. II Kampar,

atas sirtu (pasir dan batu kerikil) yang mereka ambil

dari desa Lido, Kabupaten Kampar;

h. Karyawan PT CPI dan Pertamina yang ada di daerah

ini, hendaklah mempertinggi kepedulian sosialnya

kepada masyarakat Riau, karena kemewahan yang

mereka nikmati selama ini berasal dari bumi daerah

ini, yang sebahagian besar masyarakat-nya masih

hidup dalam kemiskinan.116

116 Dalam aksi tersebut berlangsung damai dan saya termasuk salahseorang yang ikut dalam aksi tersebut dari unsur LPRR.Pernyataan sikap ini dibacakan oleh Tengku Zulmizan F Assegaf.Lihat Notulen LPRR tanggal 23 Juni 1998.

Page 74: Riau merdeka

GERAKAN RIAU MERDEKA 147146 B er s a t u Da l a m Ge r a k P e r j u a n g a n

Bab 5

BENDERA RIAU MERDEKAAKHIRNYA BERKIBAR

raian sebelumnya tentang sejarah politik kontem-

porer Riau serta dinamika politik di Riau pasca

reformasi telah memberikan gambaran yang

melatari munculnya gerakan menuntut Riau merdeka.

Pada bab ini akan dianalisis dan di-elaborasi lebih lanjut

dengan memulainya dari setting politik nasional pasca

Orde Baru yang memungkinkan munculnya gerakan

menuntut Riau Merdeka. Munculnya keinginan Riau

Merdeka pasca Orde Baru terkait erat dengan lambannya

respon Pemerintah Pusat dalam memenuhi tuntutan

masyarakat Riau untuk bagi hasil minyak bumi.

Munculnya gerakan menuntut Riau Merdeka dapat

di-kemukakan karena terjadinya dualitas (hubungan

timbal balik) antara struktur dan pelaku. Interaksi yang

terjadi di antara keduanya melahirkan relasi yang dinamis.

U

e. Dalam situasi krisis ekonomi yang dihadapi oleh

bangsa dan negara Indonesia dewasa ini, pendapatan

dari sektor migas semakin penting artinya untuk

ketahanan perekonomian Indonesia. Gangguan ke-

pada operasi dan produksi perminyakan di Indonesia

khususnya PT CPI akan berpengaruh terhadap

penyediaan BBM dalam negeri dan perolehan devisa

negara serta ketahanan nasional;

f. Untuk itu, Pertamina mengharapkan agar semua

pihak memahami hal ini dan menyalurkan tuntutan-

nya dengan cara-cara yang konstitusional berlandas-

kan hukum dan ketentuan yang berlaku.117

117 Sikap dan tanggapan Pertamina/CPI ini dibuat di atas satu kopsurat Pertamina (lambang tanpa nama) dan di sebelahnya Caltex(lambang dan nama) dan dibuat tanggal 25 Juni 1998 disampaikankepada LPRR melalui faksimili.

Page 75: Riau merdeka

GERAKAN RIAU MERDEKA 149148 B en d e ra R i u a M e r d e k a A k h i r n ya B er k i b a r

dan birokrasi. Di lingkungan ABRI ia adalah penguasa

tunggal dan menjadi figur primus inter pares. Ia memilih

dan menempatkan sendiri loyalis sejawat militernya yang

dipercaya untuk menduduki jabatan-jabatan penting di

institusi ABRI. MPR, lembaga yang selalu memilihnya

kembali setelah masa jabatan lima tahunnya sebagai

presiden usai, berada dalam genggamannya.

Soeharto adalah tokoh sentral di Golkar, organisasi

politik yang didukung Angkatan Darat, dan secara

sistematis dia melumpuhkan efektivitas dua partai politik

yang seharusnya bertindak sebagai oposisi. Surat perintah-

nya merasuk di setiap departemen dan badan usaha milik

negara. Malahan jika dikehendakinya, juga sampai ke

tingkat terendah, tingkat desa.120

Menjelang dan setelah Soeharto menyatakan berhenti

sebagai presiden tanggal 21 Mei 1998, seiring dengan usia-

nya yang semakin renta atas desakan mahasiswa dan ke-

kuatan reformasi baik pada level nasional maupun daerah,

praktis kekuatan penopang-nya, yakni militer, birokrasi,

dan Golkar mengalami disorientasi. Pasca tumbangnya

Orde Baru, fase berikutnya yang populer dengan sebutan

pemerintahan transisional di bawah Habibie. Masa per-

alihan ini paling tidak membawa harapan yang besar bagi

bangsa Indonesia untuk sebuah perubahan yang lebih

baik.

120 Uraian lebih lengkap lihat David Jenkins, 1984, Soeharto and HisGeneral, Indonesia Military Politics 1975-1983, Monograph Series,Southeast Asian Program, Cornell University, Itacha.

118 Dalam teori strukturasinya, Giddens menyatakan bahwa strukturadalah aturan dan sumberdaya yang terbentuk dari danmembentuk perulangan praktik sosial sementara pelaku (agen-cies) adalah orang-orang yang konkret dalam arus kontinu tindakandan peristiwa di dunia. Dualitas struktur dan pelaku terletak dalamproses di mana struktur sosial merupakan hasil (outcome) dansekaligus sarana (medium) praktik sosial. Struktur, lanjut Giddenssejajar dan analog dengan langue (yang mengatasi waktu danruang), sedangkan praktik sosial analog dengan parole (dalamwaktu dan ruang). Struktur (baca: negara) menurut Giddens tidaklagi mengekang tetapi justru memberdayakan. Seperti yangdiuraikan dengan baik oleh B. Herry Priyono, 2003, Anthony Giddens:Suatu Pengantar, Kepustakaan Populer Gramedia, Jakarta, h. 18-23.

119 Saya lebih senang menyebut Soeharto –meminjam istilahastronomi— sebagai kosmos, pusat dari segala kekuasaaneksekutif, legislatif dan yudikatif sebagaimana matahari yangmerupakan pusat dari segala sistem tata surya. Uraian tentanghal ini harap periksa William Liddle, 1996, Leadership and Culture inIndonesian Politics, Allen & Unwin, Sydney, h. 18.

Keduanya memiliki interdependensi atau dalam bahasa

lain terjadi dialog ataupun tegangan antara pelaku dan

struktur. Keduanya mengalami pergeseran ketika melaku-

kan interaksi. Dalam konteks gerakan menuntut Riau

Merdeka, perubahan struktur (dikabulkannya tuntutan)

adalah sebagai akibat interaksi dengan pelaku.118

A. Setting Politik Nasional pasca Orde Baru: Bermula dariLegitimasi

Dalam struktur politik Orde Baru, Soeharto berdiri

di puncak piramida kekuasaan tanpa pesaing berarti.119 Ia

dengan kekuasaannya menunjuk dan menempatkan

orang-orangnya untuk menduduki posisi kunci di jajaran

eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Ia menguasai kabinet

Page 76: Riau merdeka

GERAKAN RIAU MERDEKA 151150 B en d e ra R i u a M e r d e k a A k h i r n ya B er k i b a r

“ABRI merah putih” yang dimotori oleh kelompok Jenderal

Wiranto. Perpecahan di tubuh militer ini memuncak pada

detik-detik akhir kekuasaan Soeharto terutama dalam

menangani aksi-aksi kelompok pro-demokrasi menuntut

reformasi. Sebagai menantu Soeharto, karier Prabowo

sangat cepat menanjak dan sebagai mantan ajudan

Soeharto, Wiranto melihat ini sebagai ancaman terhadap

karirnya di militer. Inilah pemicu awal terjadinya klik elit

(ruling clique) di tubuh militer. Selama gelombang

reformasi menuntut perubahan total yang dimotori oleh

mahasiswa, Prabowo dengan ambisi pribadinya berusaha

mengkoordinasikan dan mengendalikan keputusan-

keputusan sampai di luar bidang-bidang kebijaksanaan

yang bukan menjadi wewenangnya.122

Sebagai seorang teknokrat yang ambisius, Habibie

tidak memiliki basis dukungan politik dengan spektrum

yang luas. Habibie justru memiliki catatan sejarah ditentang

oleh banyak kalangan. Di kalangan militer, ia kurang

disukai karena kasus kapal perang eks Jerman. Di kalangan

teknokrat kurang begitu disukai karena ambisi proyek

122 Prabowo dikenal sebagai seorang perwira agresif dan ambisiusdan ketika itu dianggap telah bertindak di luar prosedur standarABRI dengan menculik dan menembak para aktivis pro-demokrasi.Tindakan Prabowo tersebut diyakini sebagai upaya untukmenjatuhkan kredibilitas Wiranto selaku Menhankam/Pangab.Akibat tindakan tersebut Prabowo dipecat dari ABRI melaluirekomendasi Dewan Kehormatan Perwira (DKP) karena terbuktiterlibat dalam penembakan dan penculikan aktivis pro-demokrasi.Uraian tentang ruling clique lihat Richard Rose, Sistem PolitikInggris, dalam Mohtar Mas’oed dan Colin McAndrew (peny.), 1997,Perbandingan Sistem Politik, Gama Press, Yogyakarta, h. 154-155.

Permasalahan utama yang dihadapi Habibie ketika itu

adalah masalah legitimasi. Lemahnya keabsahan rezim

Habibie karena melalui suatu proses yang tidak lazim

dalam sistem ketatanegaraan di Indonesia. Sebenarnya, jika

mengacu kepada UUD 1945 yang salah satu pasalnya

menyebutkan bahwa jika presiden berhalangan maka

digantikan oleh wakil presiden hingga habis masa

jabatannya. Akan tetapi perbedaan penafsiran dari pakar

hukum tatanegara ketika itu tidak ada kata sepakat. Seba-

gian ada yang mengatakan sah, sebagian lagi mengatakan

tidak sah. Persoalan inipun merambat kepada kualitas

kebijakan karena rezim dipandang tidak layak menge-

luarkan kebijakan strategis.121

Persoalan lainnya adalah kompleksitas permasalahan

di kalangan militer yang dihadapi Habibie antara lain terjadi

polarisasi menjadi dua faksi, yakni “ABRI hijau” yang

dimotori oleh kelompok Letnan Jenderal Prabowo dan

121 Ketika itu, upaya pemerintahan Habibie untuk merealisasikantuntutan bagi hasil minyak tersebut juga karena terbentur masalahlegalitas (hukum) karena prosesnya harus melalui legislatif (DPR)yang memerlukan waktu untuk membahasnya menjadi undang-undang. Ini merupakan masalah fundamental law karena untukmengabulkan tuntutan tersebut tanpa dilandasi UU, jelas tidakmemiliki dasar hukum. Posisi ini membuat pemerintahan Habibiedilematis, di satu sisi jika dikabulkan tuntutan bagi hasil akanmenimbulkan konsekuensi hukum, di sisi lain jika tidak segeradikabulkan tuntutan, pemerintahannya akan mendapat tekanansecara terus menerus dari daerah. Sementara bagi daerah,tuntutan ini harus terus dilakukan karena kalau tidak akankehilangan momentum. Tentang uraian ini periksa juga TimLapera, 2000, Otonomi versi Negara: Demokrasi di Bawah Bayang-bayang Otoriterisme, Lapera Pustaka Utama, Yogyakarta, h. 39-43.

Page 77: Riau merdeka

GERAKAN RIAU MERDEKA 153152 B en d e ra R i u a M e r d e k a A k h i r n ya B er k i b a r

Masa pemerintahan Habibie praktis lebih banyak

meng-habiskan energi untuk mengakomodir tuntutan

kepentingan dari berbagai anasir-anasir baik dari kelompok

reformis maupun pro-status quo. Tekanan dengan intensitas

yang tinggi baik secara ekonomi maupun politik membuat

pemerintahan Habibie kehilangan arah dan tidak fokus

dalam menyelesaikan persoalan-persoalan yang dihadapi.

Kecenderungan rezim Habibie untuk sekadar bertahan

(politics of survival) dari kerasnya tuntutan baik pada level

nasional maupun daerah membuat gerakan berbasis ke-

daerahan (baca: pemisahan diri) berada di atas angin.

Pemerintahan Habibie dihadapkan pada dilema,

yakni menyusutnya dominasi dan hegemoni politik oleh

Negara Orde Baru sebelumnya terhadap masyarakat dan

pada saat bersamaan meluapnya energi perlawanan

masyarakat yang menuntut reformasi total segera dilaku-

kan dan menagih tanggung jawab penyalahgunaan

kekuasaan bekas penguasa Orde Baru.124

B. Riau Merdeka: Dialektika Hubungan Pusat-Daerah

Menurut Tabrani, Riau memiliki sejarah yang tak elok.

Seperti diakui Tabrani bahwa Gerakan Riau Merdeka

sebenarnya seperti membangkitkan batang terendam saja.

Menurutnya, Riau pernah jaya justru ketika Belanda

memberlakukan kupon beras di mana duit diberikan, hasil

karet diserahkan kemudian. Saking jayanya, duit kertas

dilinting untuk dijadikan rokok. Perusahaan-perusahaan

besar yang beroperasi tidak memiliki kepedulian terhadap

124 Munafrizal, Ibid, h. 194.

teknologi mercusuar yang dikembangkannya telah mem-

boroskan anggaran negara. Di kalangan nasionalis, ia diang-

gap salah satu tokoh sektarian dengan mendirikan Ikatan

Cendekiawan Muslim Indonesia sebagai kepentingan

kelompoknya. Sementara di kalangan mahasiswa dan

barisan reformis penentang Orde Baru, Habibie ditolak

karena dia bukan hanya sekadar aktor Orde Baru tetapi

juga adalah figur yang dikenal luas sebagai pembantu dan

loyalis kesayangan Soeharto. Puncaknya adalah ketika

pidato pertanggungjawaban Habibie ditolak oleh mayoritas

anggota MPR. Selain itu, kebijakan Habibie yang menye-

tujui referendum rakyat Timor Timur secara langsung

maupun tidak langsung telah men-dorong daerah lainnya

menuntut hal serupa.123

123 Nilai plus Habibie adalah ia cukup lama menetap di Jerman Barat,sebuah negara Eropa dengan tradisi demokrasi yang baiksehingga nilai-nilai demokrasi bukanlah sesuatu yang asingbaginya. Melihat background-nya sebagai loyalis Soeharto banyakpihak yang apriori sehingga menurut sebagian orang, Habibiemuncul pada saat yang kurang tepat dan tidak menguntungkan.Harus diakui bahwa banyak UU politik yang cukup radikal lahirjustru semasa Habibie. Kebijakan lain yang justru kurangmenguntungkannya adalah dengan mempercepat Pemilu. Dalamkasus tuntutan bagi hasil minyak oleh elemen gerakan reformasidi Riau juga dilakukan semasa Habibie dan ia berjanji akanmemberi jawaban dua bulan sejak 31 Juli 1998 meskipun padahari-H janji tersebut tidak bisa ia realisasikan. Terlepas apakahkebijakan yang dikeluarkan selama pemerintahannya itu adalahstrategi untuk mendapat dukungan (akomodasi) politik akan tetapihampir dapat dipastikan hal tersebut tidak mungkin lahir dariseorang Soeharto yang notabene ‘mentor’ Habibie. Tentang uraianini cukup baik diuraikan oleh Munafrizal, 2002, Hubungan Negara-Masyarakat Pada Era Transisi di Indonesia (1998-2001), ThesisPascasarjana UGM, h. 187. unpublished.

Page 78: Riau merdeka

GERAKAN RIAU MERDEKA 155154 B en d e ra R i u a M e r d e k a A k h i r n ya B er k i b a r

tidak mungkin jika tidak mendapat ruang yang pas akan

menjelma menjadi ekstrim dan tidak terkendali.125

Selama masa menunggu ketidakpastian apakah

tuntutan bagi hasil minyak dikabulkan, kondisi di Riau

serba tidak menentu. Masing-masing elemen gerakan re-

formasi mulai tidak sabar dalam menyikapi hal ini.

Mahasiswa terutama yang tergabung dalam jaringan SMPT

se-Riau mulai bergerak melakukan tekanan-tekanan

terhadap beberapa lokasi strategis. Pendekatan yang dila-

kukan mahasiswa ini cukup ampuh dalam menarik per-

hatian pemerintah pusat terhadap tuntutan masyarakat

Riau.

125 Dalam beberapa kasus, telah terjadi pemblokiran ladang minyakCaltex dengan pelbagai motivasi oleh masyarakat tempatanterutama masalah ganti rugi pembebasan tanah arealpenambangan yang dianggap tidak adil pada masa sebelumnya.Menurut pengamatan penulis, pemblokiran tersebut memangtidak secara langsung di bawah komando Gerakan Riau Merdeka.Pada tahap itu, paling tidak tindakan tersebut sedikit banyakdiilhami oleh diproklamirkannya Riau Berdaulat (baca: merdeka).Asumsinya, sebelum ini nyaris tidak terdengar aksi-aksi serupa.Gerakan massa ini sangat mengganggu kinerja PT Caltex. Akibatgangguan sepanjang tahun 2001 ini produksi menurun hingga 40ribu barrel. Tahun sebelumnya Caltex kehilangan peluangproduksi minyak mentah sebanyak 3,7-7,5 juta barrel atau setaraRp. 2 triliun. Tentang uraian ini lihat Tempo, 15 Juli 2001, hal. 114.Sebagai perbandingan, Aceh Merdeka diproklamirkan 4Desember 1976 oleh sekelompok intelektual Aceh secara diam-diam dan tidak diketahui oleh masyarakat, penguasa setempat,dan penguasa pusat. Pemberontakan yang sesungguhnya terjadipertengahan tahun 1977 ketika rencana ini dibocorkan olehseorang pengusaha Aceh yang menjadi anggota PPP di Medan.Pemberontakan ini diawali dengan masuknya para pemimpingerakan yang berasal dari sekelompok intelektual ke hutan.Tentang sejarah munculnya Gerakan Aceh Merdeka lihatNazaruddin Syamsuddin, Op Cit., h. 70-72.

masyarakat Riau. Tabrani mencontohkan, kalau membawa

nama Universitas Riau ke Caltex misalnya, pihak manaje-

men acuh tak acuh tapi Universitas Negeri Sebelas Maret

Surakarta justru dibantu sebesar Rp. 300 milyar. Hal ini –

menurut Tabrani— karena Solo merupakan kampung

halaman Ibu Tien Soeharto.

Setelah reformasi, akumulasi dari persoalan tersebut

telah menjadi ambang sadar kolektif sebagai titik pemersatu

dari tiap-tiap individu sudah sangat membara di Riau. Tesis

Tabrani bahwa ketika menyatakan Riau merdeka, ia tinggal

membangkitkan bawah ambang sadar masyarakat Riau

sebagai pemicu. Mengutip Gustav Young, Tabrani menga-

takan bahwa ini merupakan kolektive unboust. Dan, yang

lebih tepat lagi menurut Hattler yang mengatakan the real

zuur macht, keinginan untuk berkuasa di mana hal itu

merupakan instinktif pada diri setiap manusia. Maknanya,

jika Riau merdeka akan banyak terbuka kesempatan

masyarakat untuk berkiprah dalam bidang politik dan

ekonomi.

1. Tuntutan Bagi Hasil Minyak dan Politik Buying Time Pusat

Riau, sebagai daerah yang dipandang relatif aman dari

gejolak pada masa sebelumnya secara mengejutkan me-

lakukan perlawanan terhadap dominasi pemerintah pusat.

Meskipun bentuk perlawanan yang mengemuka selama

ini lebih menonjol pada tingkat wacana, akan tetapi tidak

sedikit pula peristiwa kekerasan dalam skala kecil seperti

pemblokiran, pengrusakan, dan pembakaran fasilitas PT

CPI. Pada tahap ini tidaklah dapat dipandang remeh.

Karena, bagaimanapun bibit-bibit telah disemai dan bukan

Page 79: Riau merdeka

GERAKAN RIAU MERDEKA 157156 B en d e ra R i u a M e r d e k a A k h i r n ya B er k i b a r

Simbiosis antara elit formal dan elit non-formal terjadi

ketika hampir semua pihak meyakini perjuangan menun-

tut bagi hasil minyak akan berhasil. Artinya, dana tersebut

bukan lagi sekadar obsesi. Bagi hasil 10 persen merupakan

jumlah yang cukup besar jika dibandingkan dengan

bantuan dan subsidi yang diberikan Pusat kepada Riau

melalui APBN (sektor murni, block grant, specific grant,

dan Inpres Dati I dan Dati II) yang rerata hanya berkisar

Rp. 600 milyar per tahun.129 Menyikapi hal ini, dilakukan

Dialog Masalah-masalah Pembangunan dengan tema

Alokasi Dana Pembangunan Pasca Bagi Hasil (10 persen)

secara pribadi kepada elit birokrasi lokal yang notabene orangMelayu tidak berhasil. Karena jadwal untuk bertemu PresidenHabibie semakin dekat, Azlaini Agus meminjam uang ke KadinDaerah Riau sebesar 20 juta. Tentang uraian ini lihat Hery Suryadi,Op. Cit.

129 Bandingkan dengan APBD Provinsi Riau dan kabupaten/kota diRiau yang mengalami peningkatan secara signifikan. Tahun 2003APBD Provinsi Riau sebesar lebih kurang Rp. 1,8 triliun, tahun2004 sebesar Rp. 2,1 triliun. Kabupaten Bengkalis yang merupakandaerah penghasil minyak utama di Riau dengan APBD tahun 2002sebesar Rp. 1,4 triliun. Sebagai perbandingan, pada tahun 1997Kabupaten Bengkalis menyumbang devisa untuk negara sebesarRp. 32,626 triliun dengan APBD pada tahun yang sama hanyasebesar Rp. 77,49 milyar atau yang kembali hanya sebesar 0,235persen. Data lain menunjukkan bahwa sebelum UU otonomidaerah berlaku efektif per 1 Januari 2001, APBD Kabupaten RokanHilir pada tahun 2000 hanya Rp. 83.695.146.836,- sedangkan tahun2001 APBD Kabupaten Rokan Hilir sebesar Rp. 618.539.500.000,-.Artinya, terjadi peningkatan sebesar 632,53 persen. Tentanguraian ini harap periksa Tabloid Azam Nomor 107/ Tahun III/ Edisi12-18 Februari 2001, Pekanbaru, h. 14. Periksa juga MuhammadIsa Selamat, Op. Cit., h. 183.

Hikmah dari berlarut-larutnya ketidakpastian ini

adalah bersatunya elit gerakan dengan elit politik lokal di

Riau. Dukungan secara langsung datang dari Chaidir,

Ketua DPRD Riau, dengan menyajikan angka dan data

bahwa 20 persen dari 4,3 juta penduduk Riau hidup di

bawah garis kemiskinan dan 70 persen angkatan kerja di

Riau berpendidikan rendah (tidak tamat SD dan tamat

SD).126

Dukungan pasif terhadap gerakan ini juga datang dari

Saleh Djasit, Gubernur Riau, yang selalu memberikan se-

mangat agar rakyat Riau terus berjuang.127 Dukungan yang

datang dari elit politik lokal terutama soal dana ini bukan-

nya tidak disadari oleh para aktivis akan tetapi membuat

posisi mereka sulit untuk mengkritisi pemerintah provinsi

kelak.128

126 Bandingkan dengan majalah Time edisi Asia, 21-28 Agustus 2000,bila garis kemiskinan itu adalah keluarga berpenghasilan US$240setahun, maka sekitar 40 persen atau lebih 1,7 juta jiwamasyarakat Riau hidup kurang dari Rp. 5.000,-/hari. Tentang halini harap periksa Tempo, 24 September 2000 h. 88.

127 Dukungan pasif dimaksud adalah dukungan yang diberikan tanpaterlibat langsung masuk ke gerakan mengingat posisi gubernursebagai wakil pemerintah pusat. Dukungan ini biasanya berbentukdibukanya data-data pendukung untuk memperkuat tuntutan.Menurut Tarrow, dalam teori struktur kesempatan dukungan inidisebut sebagai sekutu-sekutu yang memberi ruang gerak bagimenguatnya gerakan. Dukungan lainnya dari pemerintah provinsimelalui gubernur adalah dukungan dana untuk para aktivisGKRMR ke Jakarta guna menyampaikan tuntutan secara langsungkepada presiden.

128 Tentang informasi dukungan dana dari pemerintah provinsi inipenulis peroleh langsung dari Kordinator GKRMR, Azlaini Agus.Ketika itu, GKRMR kesulitan biaya untuk ke Jakarta menyampaikantuntutan langsung ke presiden. Upaya untuk meminta bantuan

Page 80: Riau merdeka

GERAKAN RIAU MERDEKA 159158 B en d e ra R i u a M e r d e k a A k h i r n ya B er k i b a r

RAPBD tahun 1999 sebagai Tim Bantuan Penyusunan

RAPBD Tingkat I Riau pada November 1998. Konsep

pemikiran dari GKRMR untuk pem-bangunan Riau ke

depan sekiranya tuntutan 10 persen berhasil diberi nama

Paradigma Baru Pembangunan Riau. Konsep tersebut arah-

nya adalah mewujudkan Riau sebagai Pusat Pertumbuhan

Ekonomi di Asia Pasifik pada tahun 2020.132

2. Aliansi Aktivis Pers Kampus di Riau

Kelompok yang terdiri dari mahasiswa yang tergabung

dalam Gerakan Pers Kampus (GPK) kerap melakukan

pertemuan dan diskusi membahas kemungkinan-

kemungkinan untuk melakukan sebuah gerakan yang

lebih luas. Dalam diskusi tersebut dicarilah sebuah isu yang

dapat membuat Pusat memperhatikan Riau yang selama

ini tertindas dan terabaikan. Menurut McCarthy dan Enld,

kelompok ini disebut conscience constituency (para pemilih

yang sadar) karena mereka seringkali ditarik ke dalam

suatu gerakan sosial dengan dipengaruhi oleh alasan

mengenai kesadaran tentang kebenaran dan keberhargaan,

132 Konsep dari GKRMR ini disambut baik oleh Gubernur Riau SalehDjasit. Konsep ini merupakan cikal bakal dirumuskannya Visi Riau,yakni Terwujudnya Provinsi Riau sebagai Pusat Perekonomiandan Kebudayaan Melayu dalam Lingkungan Masyarakat yangAgamis, Sejahtera Lahir dan Bathin, di Asia Tenggara pada tahun2020 yang telah disahkan melalui Perda No 36 Tahun 2001 tentangPola Dasar Pembangunan Daerah Provinsi Riau tahun 2001-2005.Sejak saat itu, GKRMR terus mendesak minta diikutkan dalamsetiap perumusan kebijakan pembangunan daerah. GKRMR jugadilibatkan sebagai tim penyusunan perimbangan keuangan pusatdan daerah. Bahkan di tim perumus, GKRMR terlihat dominan.Uraian lebih lengkap harap periksa Majalah Warta Unri, Op. Cit.

Minyak Riau (1998) tanggal 9 Januari 1999.130 Dialog ini

kerja sama antara Laboratorium Jurusan Hubungan Inter-

nasional FISIP Unri dengan Majalah Warta Unri. Pem-

bicaranya antara lain Rektor Unri Prof. Muchtar Ahmad,

Vice President Corp. Finance and Treasury PT CPI Tengku

Amir Sulaiman, dan Ketua Bappeda Provinsi Riau Anwar

Rahman. 131

Kerja sama ini berlanjut ketika dilibatkannya Gabung-

an Kekuatan Reformasi Masyarakat Riau dan Universitas

Riau oleh Pemerintah Provinsi Riau dalam penyusunan

130 Ketika itu, tidak didapati angka yang pasti dari tuntutan 10 persentersebut. Akan tetapi diperkirakan Riau akan memperoleh Rp. 2triliun lebih. Di tengah besarnya ekspektasi masyarakat Riautersebut, keluar pernyataan dari Deputi Ketua BappenasMuhammad Abduh bahwa Riau hanya butuh dana Rp. 800 milyarper tahun. Argumentasi yang dikemukakannya adalah karenadana APBD Riau tahun 1998 sebesar Rp. 365 milyar saja masihbersisa Rp. 47 milyar. Tentang sisa APBD ini dijelaskan olehGubernur Riau adalah merupakan bagian dari sistem anggarankala itu agar daerah tidak kehabisan uang. Tentang uraian inilihat Majalah Warta Unri, Mengelola Dana Bagi Hasil Minyak: SaatMenentukan Nasib Sendiri, Nomor 1 – XVI Januari 1999, Pekanbaru,hal. 8-10.

131 Tengku Amir Sulaiman adalah merupakan orang Riau pertamayang menduduki jabatan tertinggi di Caltex. Dari 6.000 orangkaryawan Caltex tahun 2000, sebanyak lebih kurang 600 orang (10persen) merupakan orang Riau. Setelah reformasi orang-orangMelayu Riau yang bekerja di Caltex, Pos, Telkom, PLN, danbeberapa perusahaan besar yang beroperasi di Riau baru beranimenunjukkan identitas sebagai Orang Melayu Riau denganmembentuk Serikat Pekerja Melayu Riau. Sebelumnya, merekanyaris menyembunyikan identitas karena takut akan mendapattekanan karena jabatan-jabatan kunci dan strategis banyakberasal dari etnis di luar Melayu. Hasil wawancara dengan WanNuh Husein, seorang mantan karyawan Caltex, Januari 2003.

Page 81: Riau merdeka

GERAKAN RIAU MERDEKA 161160 B en d e ra R i u a M e r d e k a A k h i r n ya B er k i b a r

hasrat yang tersumbat. Segala yang tersumbat selama ini

keluar, termasuk membebaskan Riau dari ketertindasan.134

Tokoh kritis lainnya yang diundang ketika ide Riau

Merdeka digagas adalah Tabrani Rab. Diundangnya kedua

orang tersebut mereka memenuhi syarat untuk menjadi

semacam aktor dalam memainkan peran yang membutuh-

kan semangat dan mental yang kuat. Tabrani Rab kala itu

memang dianggap idealis dan selalu bersuara lantang serta

tidak masuk dalam lingkaran kekuasaan. Berdasarkan

aktivitasnya selama ini, mahasiswa menganggap Tabrani

merupakan tokoh independen dan sangat peduli terhadap

kaum tertindas.135

134 Hasil wawancara dengan T Zulmizan Assegaf tanggal 27 Juli 2004.Dengan baik Zulmizan mengibaratkan gagasan Riau Merdekapada waktu itu sudah tertanam di hati setiap orang yang inginmelihat masyarakat Riau lebih bermartabat. Ia mengibaratkanRiau merdeka seperti kuman penyakit yang bersarang pada dirimanusia, sudah built up yang sewaktu-waktu bisa keluar ketikamasa inkubasi. Seperti penyakit flu yang sudah ada dalam tubuhmanusia dan tatkala stamina tubuh menurun ia akan muncul,menguat, dan jadi penyakit. Ia sudah ada dalam setiap hati orangyang ingin mendambakan Riau lebih baik. Ketika masa-masa awalreformasi, peluang itu terbuka. Negara yang diibaratkan staminatubuh manusia sedang mengalami penurunan stamina danmengalami pancaroba. Lantas, kuman-kuman penyakit ‘RiauMerdeka’ tadi menggeliat keluar ingin menunjukkan jati dirinya.Ketika itu, menurut Zulmizan para aktivis melihat adanya peluanguntuk meneriakkan secara lantang kata-kata merdeka yangsebenarnya masih sangat tabu meskipun sejujurnya masih jaditanda tanya, Riau merdeka itu seperti apa. Kemudian timbullahbeberapa forum, mulai dari perbincangan-perbincangan kelaskedai kopi (perbualan ringan, pen.) hingga diskusi-diskusi.

135 Wawancara dengan Darulhuda tanggal 1 Agustus 2004.

meskipun mereka sendiri tidak bisa secara langsung meng-

ambil keuntungan dari tujuan gerakan tersebut.

Tuntutan bagi hasil minyak yang tak kunjung dipe-

nuhi telah membuat aktivis pers kampus melakukan

konsolidasi. Mereka selalu berdiskusi tentang strategi apa

yang harus dikedepankan agar pemerintah pusat mem-

perhatikan Riau. Aliansi aktivis pers kampus ini terdiri dari

SKK Bahana Mahasiswa Universitas Riau, SKK Aklamasi

Universitas Islam Riau, dan SKK Gagasan Institut Agama

Islam Negeri.133

Para aktivis pers kampus ini aktif melakukan diskusi

menyikapi perkembangan tuntutan bagi hasil minyak ter-

sebut. Yang menjadi catatan sebelum dideklarasikannya

Riau Merdeka, di Kantor Redaksi Surat Kabar Kampus

Bahana Mahasiswa (SKK BM) dalam sebuah diskusi

dengan Fauzi Kadir sebagai pembicara tunggal adalah

merupakan momen ‘ledakan’ Riau Merdeka. Setelah itu,

gayungpun bersambut, gagasan ini direspon oleh berbagai

komponen. Ketika itu, mereka melihat bahwa stamina

negara sedang turun dan salah satu ‘kuman penyakit’ yang

muncul Riau Merdeka. Itulah awal embrio munculnya

gerakan Riau Merdeka. Para aktivis memiliki pandangan

bahwa reformasi sebagai momentum untuk mewujudkan

133 Wawancara dengan Eddy A. Mohd. Yatim tanggal 20 Juli 2004. Iatermasuk yang gigih meracik gagasan dari berbagai komponengerakan reformasi. Saat itu, ia menjabat sebagai Redaktur Opinipada SKH Riau Pos, salah satu koran terbesar di luar Jawa denganoplah hampir 50.000 eksemplar. Ia aktif di LPRR dan Gerakan PersKampus. Dengan jabatannya, berita tentang gerakan pro-RiauMerdeka selalu mendapat porsi berita yang utama.

Page 82: Riau merdeka

GERAKAN RIAU MERDEKA 163162 B en d e ra R i u a M e r d e k a A k h i r n ya B er k i b a r

sumberdaya alam muncul semacam gugatan terhadap

dominasi “Jawa” tersebut. Persepsi lainnya adalah hasil

alam semuanya diangkut dan hanya untuk membangun

Jawa. Gugatan ini dapat dimaklumi ketika secara nyata

kita melihat kesenjangan pembangunan infrastruktur

antara Jawa dan luar Jawa. Jawa sebagai teritori memang

sangat mendapat perhatian yang lebih.137

Dalam masa periode ini, wacana Riau merdeka per-

tama kali muncul dalam sebuah diskusi pada masa awal

reformasi ada dialog pusat-daerah tentang bagi hasil

minyak. Ketika itu, terjadi tarik ulur antara 5, 10, 15 persen.

Sebenarnya tuntutan bagi hasil dapat dikatakan sangat sulit

dikabulkan karena pusat tidak mau memberi dengan

alasan kita menganut negara kesatuan. Atas dasar itu,

daerah dianggap tidak memiliki dasar menuntut bagi hasil

137 Kesenjangan ini bukannya tidak disadari. Keluarnya kebijakankhusus untuk Indonesia Bagian Timur dalam rangka percepatanpembangunan, pada perkembangannya lebih sekadar retorika.Contoh lainnya, pengalaman penulis sendiri yang menetap diPekanbaru, ibukota Provinsi Riau, sejak Mei 1998-Mei 2003 barudikabulkan permohonan pasang baru telepon dari PT Telkom.Sementara di Jawa, hampir merata di beberapa daerah, PT Telkommengalami over supply yang ditandai dengan pemberian diskonuntuk pasang baru. Contoh lainnya, di Pekanbaru masih selaluterjadi pemadaman listrik secara bergilir hingga saat ini. Lantaspara aktivis bergumam, “Apa kami tak butuh listrik dan telpon?”Di Jawa, menurut mereka jika mati listrik sedetik saja, ributnyase-Indonesia dan menjadi headline surat kabar nasional. Contohempirik ini dikemukakan sebagai perbandingan semata. Dengancontoh ini kita dapat membayangkan kondisi beberapa kabupatendi Riau. Lebih jauh, Riau secara teritori masuk Indonesia BagianBarat, yang relatif lebih baik dari Indonesia Bagian Timur.Pertanyaannya, bagaimana dengan kondisi beberapa daerah diIBT?

3. Munculnya Wacana Riau Merdeka

Sebagai daerah yang dianggap anak manis, keinginan

untuk merdeka adalah sebuah pilihan paling ekstrim. Per-

tanyaannya, mengapa persistensi penolakan masyarakat

lokal terhadap negara ini mencapai puncaknya pasca Orde

Baru? Justru di saat masyarakat tidak berada dalam kondisi

under pressure? Akumulasi dari persoalan hubungan pusat-

daerah selama ini hanyalah memunculkan semangat

etnisitas yang tinggi sebagai akibat sosok Soeharto yang

mendapatkan status sebagai representasi Jawa, untuk tidak

menyebutnya sebagai bentuk kolonialisme Jawa. Dan ke-

kecewaan tersebut akhirnya mengkristal dengan apa yang

dinamakan harga diri daerah.136

Jakarta yang secara teritorial berada di Pulau Jawa

telah tersimbolisasi oleh Jawa. Bagi daerah yang kaya akan

136 Asumsi ini didasarkan atas tuntutan yang muncul telah sampaipada tuntutan yang paling ekstrim, yakni merdeka. Menguatnyasemangat etnisitas di Aceh khususnya, sudah dapat dikategorikanpada etno-nasionalis. Gerakan yang pada awalnya hanya untukmembuat pemerintah pusat agar memperhatikan kondisi daerahtelah bermetamorfosis menjadi meluas dan tidak terkendalihingga tuntutan merdeka sepenuhnya. Di Papua juga mulaimenampakkan semangat serupa meskipun tidak sekuat di Aceh.Bentrokan yang terjadi antara masyarakat tempatan denganmasyarakat pendatang kerapkali terjadi dan jelas sangatbernuansa kecemburuan etnis. Sementara di Riau belum me-nunjukkan gejala ke arah itu. Untuk Papua dan Riau, sebatas inibaru dapat dikategorikan communal contenders yang ditandai olehsuatu gerakan sosial sebagai akibat dari diskriminasi baik secaraekonomi maupun politik. Tentang kategorisasi ini harap periksaTedd Robert Gurr, 1995, Minorities at Risk: A Global View ofEthnopolitical Conflicts, United States Institute of Peace Press,Washington D.C., h. 18.

Page 83: Riau merdeka

GERAKAN RIAU MERDEKA 165164 B en d e ra R i u a M e r d e k a A k h i r n ya B er k i b a r

Zulmizan F Assegaf yang mengundang Fauzi Kadir untuk

menghadiri sebuah acara diskusi di SKK Bahana Mahasiswa

Jl Pattimura No 9 Gobah tanggal 7 Maret 1999. Zulmizan

mengatakan bahwa forum itu akan dihadiri oleh budak-

budak Melayu. Ia meminta Fauzi Kadir untuk membuka

dialog dengan adik-adik mahasiswa. Kala itu, Zulmizan

mengatakan ada sebuah training dengan Fauzi Kadir

sebagai trainer.139

Diundangnya tokoh kritis oleh aktivis pers kampus

kala itu karena mereka butuh figur yang mampu meng-

usung ide ini, memimpin gerakan mewujudkan ide terse-

but, dan menjadi opinion leader dalam berhadapan dengan

pemerintah pusat yang cenderung mengulur-ulur waktu

dalam menjawab tuntutan bagi hasil minyak.140

memahami politik pemerintahan Jakarta, yang sangat korup dantidak bertanggung jawab. Karenanya pola-pola perjuangan sepertiini tidak selayaknya dikembangkan lagi oleh orang-orang kampus.Yang diperlukan saat ini, kita butuh satu orang pemimpin sajayang baik maka kita akan dapat melakukan banyak hal.”

139 Hasil wawancara dengan Fauzi Kadir, Ibid. Dalam undangan viatelpon tersebut Zulmizan berpesan agar jangan sampai FauziKadir tidak datang pada acara tersebut. Padahal pada saatbersamaan, Fauzi Kadir ada acara keluarga yang menikah tapi iamenyempatkan diri untuk hadir pada acara diskusi tersebut. Akantetapi, ia sempat kaget karena sebagian besar yang hadir adalahwartawan antara lain Azmi R. F. dan Eddy A. Mohd. Yatimwartawan Riau Pos dan Ahmad Jamaan, A Kadir Bey dari SKK BMdan Ibni Zairi dari SKK Gagasan IAIN Susqa serta aktivis perslainnya.

140 Menurut Zulmizan, gagasan merdeka tersebut dikemukakankarena momentumnya ada, gerakan reformasi. Selain itu jugakarena Riau sudah lama mengalami penindasan. Ia memberikanilustrasi bahwa orang tertindas itu kan biasanya takut, takut, takut.Lama -lama, hilang takut timbullah berani. Lalu kata-kata yangkeluar waktu itu merdeka. Dan itu terwujud dalam Kongres Rakyat

tersebut. Kemudian terjadinya tarik ulur antara pusat-daerah

dan mulai dibicarakan persentase yang layak buat daerah.

Akan tetapi hal ini –dari perspektif pusat— tidak bisa dija-

dikan landasan berfikir dalam hubungan ekonomi politik.

Mengingat sudah semakin parahnya kemiskinan dan

kebodohan masyarakat Riau selama ini maka jalan dialog,

tidak akan cukup efektif menekan pusat. Selanjutnya ber-

kembang, pusat akan memberikan otonomi kepada daerah

tapi baru sebatas wacana, belum sebuah keputusan politik.

Wacana ini disambut oleh kalangan kampus kala itu yang

dimotori oleh Andi Yusran melalui sebuah diskusi di Hotel

Furaya. Pada pertemuan tersebut, Fauzi Kadir mengusul-

kan agar teman-teman kampus tidak perlu mendiskusikan

hal tersebut karena hampir dapat dipastikan akan sia-sia.

Oleh karena itu, yang diperlukan adalah membuat strategi

perjuangan baru agar menjadi shock therapy bagi Pusat.

Ketika itulah, Fauzi Kadir menyarankan agar mengambil

langkah memerdekakan Riau dan tak perlu mengadakan

perundingan-perundingan dengan Jakarta lagi.138

Selanjutnya, ide tersebut ditangkap oleh aktivis

Gerakan Pers Kampus (GPK) yang dimotori oleh T

138 Hasil wawancara dengan Fauzi Kadir tanggal 23 Juli 2004. MenurutFauzi apa yang dilakukan para akademisi kala itu yangmembicarakan kesiapan aparatur pemda jika otonomi benar-benar diberikan, tak ubahnya seperti BPUPKI, PPKI pada masa-masa awal Indonesia merdeka. Pemerintah pusat selamanyamenganggap orang Riau ini tolol sehingga mudah untukdipermainkan, dengan isu sekalipun. Menurut Fauzi diskusi-diskusiseperti ini penting juga akan tetapi bukan alat tawar yang kuat kepemerintah pusat. Dalam dialog tersebut Fauzi mengatakan, “Diforum ini banyak intelektual yang menurut saya sangat

Page 84: Riau merdeka

GERAKAN RIAU MERDEKA 167166 B en d e ra R i u a M e r d e k a A k h i r n ya B er k i b a r

tentang politik!” Fauzi menjawab, “Prof, untuk merdeka

itu sekarang tak perlu perang cukup dengan diplomasi

pun bisa menang.” Setelah melalui perdebatan yang cukup

panjang, Tabrani tetap tidak setuju dengan ide merdeka

tersebut.142

Konsep merdeka dengan jalan damai (peaceful

freedom) yang digagas Fauzi membuat Prof Tabrani

tercenung dan sebenarnya ia menyetujui gagasan tersebut

meskipun tidak terucap dari mulutnya. Akhirnya desakan

Riau Merdeka ini semakin menguat dari peserta diskusi.

Setelah semua peserta sepakat dengan gagasan merdeka,

mereka ingin hal tersebut dikonkritkan, yakni untuk

dari perspektif kultural, ekonomi, lingkungan, dan sebagainyasampai aset-aset politik Riau kala itu, yang menurut Fauzi samasekali tak memiliki kekuatan untuk menghadapi pusat maupundalam berpartisipasi di negara ini (partisipasi di negara ini di sinimaksudnya Riau nyaris tidak memiliki orang-orangnya yangdapat dihandalkan dari segi apapun jika berhadapan dengan pusatkala itu, pen.). Dalam dialog tersebut Fauzi terus berusahameyakinkan dengan argumen bahwa keinginan merdeka tersebuttidak bertentangan dengan lahirnya RI akan tetapi justrumeluruskan kehendak para founding father yang berjuang untukkemerdekaan. Menurut Fauzi justru hal itu (merdeka) sebangundengan kontrak politik Indonesia merdeka yakni menghilangkanpenjajahan, penderitaan, dan penzaliman dengan tujuan untukmenyejahterakan rakyat, melindungi segenap bangsa. MenurutFauzi, tidak ada satu hal pun yang dilakukan oleh pusat khususnyaterhadap Riau. Setelah diyakinkan untuk merdeka, salah seorangpeserta bertanya kepada Fauzi, “Berani atau tidak melakukanitu?” Fauzi menjawab, “Berani, kenapa tidak?” Suasana forumsemakin gemuruh dan menurut Fauzi ia tidak tahu pasti kala ituentah siapa yang menelepon Tabrani Rab yang tiba-tiba munculdengan memakai celana pendek (menurut Fauzi kemungkinanEddy A Mohd Yatim yang menelpon).

142 Wawancara dengan Fauzi Kadir, Op. Cit.

Pada diskusi pertama pembicaraan langsung kepada

permasalahan bagi hasil minyak. Dalam pertemuan ter-

sebut Fauzi Kadir mengatakan bahwa cara negosiasi bukan-

lah cara yang tepat karena belum pernah kasus negosiasi

(perundingan dengan jalan damai antara pusat-daerah,

pen.) selama ini di Indonesia selesai dengan memuaskan

daerah. Daerah selalu dalam posisi yang lemah dan tak

berdaya jika berhadapan dengan pusat. Sebagian dari

peserta menginginkan agar menunggu keputusan Jakarta

tentang bagi hasil minyak. Fauzi berpendapat bahwa apa

yang dilakukan oleh pusat terhadap daerah selama ini tidak

benar dan tidak akan pernah berubah selamanya. Oleh

karena itu, lebih baik mengambil jalan merdeka.141

Tak lama berselang, Tabrani Rab datang dengan hanya

mengenakan celana pendek. Ia memarahi Fauzi dengan

ide merdeka tersebut. Tabrani menghardik Fauzi dengan

mengatakan, “Kau tidak punya senjata. Kau tahu apa

Riau II di mana kita tidak memilih federal dan otonomi luas. Karenatemanya secara luas adalah kesejahteraan. Ibarat orangberladang di atas lahan 1 Ha. Ada alat-alat yang namanyacangkul, traktor sederhana, kemudian ada traktor alat berat. Kalaukerja mau cepat, tentu memilih traktor alat berat bukan cangkulataupun traktor sederhana. Traktor alat berat itulah yang dianggap‘merdeka’, traktor sederhana sebagai ‘federal’, dan cangkuldianggap ‘otonomi luas’. Merdeka menjadi pilihan karena inginlading tersebut cepat diolah dan mendatangkan hasil. Untukmencapai hasil itu perlu sesuatu yang radikal, yang jika dikaitkandengan tuntutan kala itu adalah merdeka, dan itulah jalan untukmencapai kesejahteraan dan menciptakan masyarakat madanidi Riau. Wawancara dengan T Zulmizan F Assegaf, Op. Cit.

141 Fauzi selalu memberi pemahaman kepada peserta agar kita yangharus memulai untuk menghargai keputusan merdeka tersebutdari penzaliman pusat selama ini. Diskusi pun berkembang mulai

Page 85: Riau merdeka

GERAKAN RIAU MERDEKA 169168 B en d e ra R i u a M e r d e k a A k h i r n ya B er k i b a r

Hal lain yang membuat militer ragu dalam menyikapi

gerakan menuntut Riau Merdeka juga karena era reformasi

menuntut militer harus menyesuaikan diri dengan ke-

inginan sebagian besar masyarakat Indonesia terutama

penghapusan dwifungsi ABRI. Sebagai organisasi yang

selalu tanggap akan perubahan, ABRI telah mengeluarkan

buku putih berisi antara lain reformasi internal, redefinisi,

reposisi, dan reaktualisasi ABRI yang dinamakan Para-

digma Baru Peran ABRI.145

Setelah semua peserta diskusi sepakat dengan gagasan

Riau Merdeka, keesokan harinya tanggal 8 Maret 1999

berita tentang Riau Merdeka dimuat di Surat Kabar Harian

menuntut Riau merdeka, kepercayaan masyarakat terhadapmiliter akan semakin luntur. Di tubuh militer sendiri kala itu adasebuah kesadaran baru dalam merespon situasi dan kondisi yangberkembang. Meskipun terjadi perubahan akan tetapi menurutFauzi, ia tidak setuju dengan perubahan sikap tersebut lantasdikatakan bahwa militer memiliki paradigma baru. Karena, secarasubstansi, hingga hari ini militer tidak pernah berubah. Bedanya,kalau dulu mereka secara aktif sebagai inisiator, sekarang merekacenderung mengambil sikap menunggu di mana ada masalah(korupsi misalnya) mereka melindunginya. Artinya, tak adasebuah komitmen yang lebih baik. Hasil wawancara dengan FauziKadir, Op. Cit.

145 Menyangkut peran Sospol ABRI selama ini, jabatan Kepala StafSosial Politik (Kassospol) yang dianggap sangat berperan besardalam turut campur menyangkut kehidupan sosial dan politikselama ini dihapus dan diganti menjadi Kepala Staf Teritorial(Kaster) yang kala itu dijabat oleh Letnan Jenderal Susilo BambangYudhoyono. Dalam pelbagai kesempatan Gadillah selalumengutip Paradigma Baru Peran ABRI tersebut, yakni merubahdari konsep menduduki menjadi mempengaruhi dan merubah dari cara-cara mempengaruhi secara langsung menjadi tidak langsung. Uraianlebih lengkap lihat Paradigma Baru Peran ABRI (Sebuah UpayaSosialisasi) Edisi II Hasil Revisi, 1999, Jakarta, unpublished.

segera memproklamirkan kemerdekaan Riau. Pada waktu

itu di dalam forum ada desakan untuk segera menetapkan

tanggal. Kala itu, Tabrani Rab mulai berkilah dengan alasan

berangkat ke Jakarta dan menyebut akan kembali tanggal

14 Maret 1999. Pilihan akhirnya jatuh pada tanggal 15

Maret 1999. Pilihan tanggal tersebut disetujui oleh forum

sehingga semua mulai bergerak mempersiapkan segala

sesuatunya.143

4. Respon Militer terhadap Gerakan Menuntut Riau Merdeka

Sebagai alat pertahanan yang bertugas menjaga ke-

utuhan negara kesatuan terhadap ancaman baik yang

datangnya dari luar maupun dari dalam negeri, militer agak

gamang dalam menyikapi gerakan menuntut Riau

Merdeka tersebut. Hal ini karena peran militer selama Orde

Baru membuat posisi militer kurang meng-untungkan

sehingga dalam menyikapi gerakan menuntut Riau

merdeka cenderung hati- hati. Selain itu, selama ini institusi

militer tidak terbiasa melakukan pendekatan persuasif

dalam menyikapi gerakan yang menentang kekuasaan.144

143 Wawancara dengan T Zulmizan F Assegaf, Op. Cit.

144 Situasi dan kondisi pasca reformasi merupakan shock therapy jugabuat militer sehingga membuat mereka terpukul. Isu anti militeryang terus dikemukakan secara terus menerus oleh kekuatanreformasi kala itu juga sangat berpengaruh dalam memberikanpemahaman kepada masyarakat luas bahwa militer lah di balikkehancuran Indonesia dengan menculik, membunuh, dan membackup rezim otoriter. Selain itu, militer juga berada di balik parakonglomerat hitam yang merampok uang Negara dengan caramelindungi mereka dan itu jamak diketahui oleh masyarakat luas.Pembunuhan aktivis mahasiswa seperti kasus Semanggi danTrisakti diketahui oleh masyarakat juga sebagai perbuatan militer.Jika militer melakukan hal yang sama dalam menangani gerakan

Page 86: Riau merdeka

GERAKAN RIAU MERDEKA 171170 B en d e ra R i u a M e r d e k a A k h i r n ya B er k i b a r

Menyikapi gagasan Riau Merdeka tersebut, pihak

militer dalam hal ini Danrem 031 Wirabima, Kolonel

Muhammad Gadillah, memanggil Tabrani Rab tanggal 13

Maret 1999 untuk dimintai keterangan selama dua jam.

Tabrani dipanggil dalam kapasitasnya sebagai orang yang

mengeluarkan pernyataan bahwa dalam pertemuan

tersebut Danrem meminta penjelasan seputar rencana

proklamasi kemerdekaan Riau. Turut hadir pada perte-

muan tersebut adalah Ashaluddin Jalil dan Elmustian

Rahman, Dosen FKIP Unri. Sementara Danrem didam-

pingi oleh Kaditsospol Riau Letkol Agus Ramadhan.150

Seusai pertemuan tersebut, Tabrani mengatakan

bahwa rencana proklamasi kemerdekaan tidak jadi dilak-

sanakan. Dalam pertemuan tersebut, Gadillah meminta

gagal masuk nominasi jadi salah satu menteri kabinet semasaAbdurrahman Wahid. Tenas Effendy, salah seorang tokohLembaga Adat Melayu Riau, menyatakan tidak setuju denganide merdeka tersebut. Ia mengatakan sebagai gagasan yanggegabah. Tentang uraian ini lihat Dokumentasi (Kliping) PPIP Unritentang Negara Riau Merdeka.

150 Dalam keterangannya setelah pemanggilan tersebut Tabranimenyebutnya sebagai dialog karena menurutnya ia tidakmenerima surat pemanggilan. Pendekatan persuasif yangdilakukan karena militer kala itu dalam keadaan kritis sebagaipihak yang dianggap sebagai alat represif gerakan demokrasisemasa Orde Baru. Gerakan Riau Merdeka sedikit banyakdiuntungkan karena Muhammad Gadillah adalah putra daerahdan karenanya memiliki ikatan emosional. Hal ini didukung olehpemahaman Danrem akan kondisi faktual masyarakat dilapangan justru selama beliau bertugas di Riau. Ia juga tahu persisikatan emosional orang-orang di balik gerakan ini dengan Indo-nesia. Secara tersirat Gadillah memandang gerakan ini perludilakukan karena selama Orde Baru mau jadi pemimpin saja bagiorang Riau sangat sulit. Wawancara dengan Fauzi Kadir, Op. Cit.

Riau Pos.146 Sebagai wujud konkrit dari hasil diskusi

tersebut, lima hari berselang, spanduk-spanduk mendu-

kung Riau Merdeka mulai terpampang di berbagai lokasi

strategis di Kota Pekanbaru.147

Meluasnya gagasan untuk memproklamirkan Riau

Merdeka ini mendapat respon beragam dari pelbagai kom-

ponen masyarakat di Riau. Yang menentang gagasan ini

terutama datang dari elit formal antara lain anggota DPRD

Provinsi Riau,148 politisi, dan birokrasi. Sementara yang

mendukung gagasan merdeka sebagian besar datang dari

mahasiswa, akademisi, tokoh masyarakat, dan pemuda.149

146 Judul utama beritanya “Proklamirkan Saja Riau Merdeka” dansub judulnya “Karena Aspirasi Riau Sering Diabaikan”. Beritatersebut dibuat oleh tiga orang wartawan berinisial ori/emy/cdi.Kode ini adalah Nasori, Eddy A. Mohd. Yatim dan Candra Ibrahim,ketiganya generasi muda Melayu Riau terdidik yang sangat con-cern dengan daerahnya. Nasori lulusan Bahasa Inggris FKIP Unri,Eddy A Mohd Yatim lulusan FISIP Unri, dan Candra Ibrahim lulusanFekon Unri. Harus diakui bahwa rekan-rekan di pers sangatberperan dalam menyebarluaskan gagasan Riau Merdekasehingga gaungnya menjadi relatif besar.

147 Wawancara dengan T Zulmizan F Assegaf, Op. Cit.148 Menurut Muchtar Ahmad hal ini karena; pertama, sebagian besar

anggota legislatif kala itu bukan orang Riau. Kedua, sebagian besaranggota legislatif tidak mempunyai tingkat intelektualitas yangmemadai dan kurang cerdas dalam menyikapi perubahan. Ketiga,dalam pikiran anggota DPRD tersebut tidak lain hanya uang untukkepentingan pribadi mereka semata. Ketiga sikap ini tidak akanpernah klop dengan tuntutan masyarakat Riau. Wawancaradengan Muchtar Ahmad, Op. Cit.

149 Salah satu tokoh masyarakat yang mendukung secara terbukaadalah Soeman Hs, seorang sastrawan Riau yang terkenal dengannovelnya Mencari Pencuri Anak Perawan. Dukungan juga datang dariKetua Keluarga Besar Melayu Riau, Normansyah Abdul Wahab.Muchtar Ahmad, Rektor Unri, juga menyatakan setuju jika RiauMerdeka. Karena sikap mendukung tersebut, Muchtar Ahmad

Page 87: Riau merdeka

GERAKAN RIAU MERDEKA 173172 B en d e ra R i u a M e r d e k a A k h i r n ya B er k i b a r

belakang intelijen. Sebagai orang intelijen, Mazni sangat

berhasil dalam melakukan pendekatan persuasif terhadap

aktivis gerakan. Ia berusaha terus mendorong agar gerakan

ini terbatas pada gerakan kampus.153

153 Pasca Deklarasi Riau Berdaulat, Tabrani Rab sempat dipanggil keMedan menghadap Pangdam Bukit Barisan. Setelah itu, dibawake Jakarta di Hotel Hilton. Ia didatangi oleh seorang wanita danLuthfi yang sekarang menjadi Kopassus. Kemudian merekamenyodorkan laporan analisis tentang Tabrani dan gerakansebanyak 300 halaman. Setelah itu, Tabrani diminta menanda-tangani berkas yang tidak sempat dibacanya. Kala itu KSAD-nyaJenderal Tyasno Sudarto. Fauzi Kadir juga ditelpon Mazni Harununtuk menghadiri acara Ultah Kodam Bukit Barisan di Medankarena ia diangggap merupakan otak gerakan menuntut RiauMerdeka. Karena ada jaminan dari Mazni bahwa acara tersebuthanyalah dialog, Fauzi putuskan untuk berangkat. Fauzi Kadirsangat hati-hati dalam hal ini karena ia punya pengalaman burukdengan militer semasa menjadi aktivis di Yogyakarta. Akibatperlakuan militer kala itu, ia sempat tidak bisa bicara selama tigabulan. Di Hotel Mandarin Medan, pagi harinya ia didatangi olehseorang aparat militer yang menyampaikan pesan bahwa iadiminta untuk mengkritik militer. Fauzi berusaha mengelak denganmengatakan agar mencari ahli militer saja. Danrem berpesanagar dalam forum diskusi tersebut kelak, Fauzi tidak boleh memujiDanrem. Dalam diskusi tersebut, Fauzi menjelaskan panjang lebarlatar belakang gagasan Riau Merdeka, dan berpesan agarPangdam menyampaikan kepada Presiden (Gus Dur kala itu) agarpemerintah pusat jangan membuat kebijakan yang aneh-anehterhadap Riau lagi. Caranya hanya dengan mengabulkan tuntutanbagi hasil minyak dan persoalan hak-hak rakyat Riau tersebutkarena jika tidak dikabulkan kemungkinan kondisi di Riau akansemakin memanas. Menariknya, ketika Fauzi tanyakan kepadapara jenderal yang hadir dalam diskusi tersebut , “Apa yang akandilakukan seandainya daerah jenderal yang mengalami halseperti ini?” Jenderal (Fauzi tidak menyebut nama karena lupa)tersebut menjawab, “Saya akan lebih radikal daripada anda!Wawancara dengan Tabrani Rab dan Fauzi Kadir, Op. Cit.

agar rencana memproklamir-kan kemerdekaan Riau

dibatalkan karena sudah masuk kategori makar. Reaksi

keras datang dari Menko Polkam, Feisal Tanjung, yang me-

nyatakan akan melibas para tokoh-tokoh gerakan

tersebut.151

Dalam masa inkubasi Gerakan Riau Merdeka,

Danrem Kolonel (Inf.) Muhammad Gadillah dianggap oleh

Mabes TNI tidak mengambil tindakan tegas terhadap

aktivis gerakan.152 Bahkan ia sempat diisukan akan

menjadi Panglima Militer jika Riau benar-benar merdeka.

Tak lama berselang, ia pun dimutasi ke Mabes TNI dan

hingga sekarang pangkatnya masih tetap kolonel.

Penggantinya Kolonel Mazni Harun adalah berlatar

151 Libas artinya pukul, yang merupakan bahasa yang acapkalidigunakan oleh preman. Akibat ucapan Feisal Tanjung tersebuttimbul reaksi keras dari Alazhar yang mengatakan bahwa Indo-nesia memiliki menteri seorang preman. Dalam pernyataannya,Menko Polkam menganggap bahwa keinginan merdeka sajasudah dianggap makar. Berbeda dengan Danrem yang tidakpernah menyebutnya keinginan tersebut sebagai makar, kecualideklarasi tersebut benar-benar di-laksanakan. Ketika itu, negaranyaris tanpa kontrol. Sebagai contoh, dialog tentang federalisme(separatisme dalam bentuk lunak) berkembang yang diusung olehAmien Rais. Dialog tentang federalisme di Pekanbaru juga dihadirioleh Sekjen Partai Amanat Nasional kala itu Faisal H Basri di BalaiDang Merdu. Uraian lebih lengkap lihat Sinar Pagi 13 Maret 1999.

152 Di tengah situasi yang semakin memanas, Gadillah pergi umroh.Dalam berbagai kesempatan, ia selalu mengatakan bahwa akanberusaha men-status quo semua tanah yang bersengketa antaramasyarakat dan perusahaan besar di Riau. Kebijakan tersebutjelas di luar kelaziman karena selama ini militer selalu melindungipihak perusahaan. Pernyataan dan tindakan Gadillah ini dalammenghadapi gerakan dalam kacamata Mabes ABRI dianggapsangat lunak sehingga ia dianggap tidak berhasil mengamankanRiau.

Page 88: Riau merdeka

GERAKAN RIAU MERDEKA 175174 B en d e ra R i u a M e r d e k a A k h i r n ya B er k i b a r

pendeklarasian adalah untuk menghindari konflik teruta-

ma dengan militer. Menurut Zulmizan, kejadian kala itu

lebih kurang seperti peristiwa Rengas Dengklok. Tokoh-

tokoh tua oleh aktivis gerakan dianggap lamban. Dalam

penilaian mahasiswa bahwa Tabrani Rab berusaha meng-

elak tanpa ada kepastian kapan teks tersebut akan

dibacakan.156

Pada hari-H tersebut, Tabrani menghadiri acara

diskusi tentang otonomi daerah kerja sama antara Yayasan

Pariba dan Stiftung di Gubernuran. Tak ada seorang pun

yang tahu dengan pasti bahwa Tabrani akan membacakan

teks proklamasi Riau. Akan tetapi pada saat itu, aktivis

gerakan mendesak Tabrani untuk segera mendeklarasikan

Riau Merdeka. Mahasiswa akhirnya mendatangi Tabrani

ke acara tersebut kemudian mereka mendesak Tabrani

untuk mendeklarasikan Riau Merdeka di Gedung Daerah.

Permintaan tersebut ditolak oleh Tabrani dengan alasan

akan mempersulit posisi Gubernur Riau.157

Ketidakpastian ini membuat mahasiswa tidak sabar

dan akhirnya Tabrani dibonceng oleh mahasiswa dengan

sepeda motor dan dibawa ke kediaman Tabrani di Jalan

156 Wawancara dengan T Zulmizan F Assegaf, Op. Cit.

157 Gedung Daerah terdapat di Kompleks Gubernuran (tempat tinggaGubernur Riau) Jalan Diponegoro Pekanbaru. Berita yangtersebar bahwa teks proklamasi akan dibacakan di Kafe Selekehmilik Eddy Akhmad RM Jalan Ahmad Yani. Sebagian informasilainnya ada yang mengatakan bahwa proklamasi akan dibacakandi Kantor Gubernur. Menurut Tabrani Rab informasi tentangtempat pembacaan teks ini sengaja dibuat tidak ada kepastiankarena pihak militer kala itu sudah siaga akan membubarkanacara tersebut jika teks proklamasi benar-benar akan dibacakan.Wawancara dengan Tabrani Rab, Op.Cit.

5. Deklarasi Riau Berdaulat: Sebuah Jalan Tengah

Menjelang hari-H proklamasi kemerdekaan Riau yang

direncanakan, kondisi di ibukota Provinsi Riau, Pekanbaru,

sangat mencekam terutama di kalangan aktivis gerakan.

Intel polisi dan TNI mulai ekstra ketat secara terus menerus

membuntuti ke manapun tokoh sentral Gerakan Riau

Merdeka, Tabrani Rab.154 Rencana memproklamirkan ke-

merdekaan tersebut sempat terjadi tarik ulur terutama

setelah para pentolan gerakan dimintai keterangan oleh

Danrem. Dalam pertemuan tersebut, disepakati agar

keinginan tersebut dibatalkan. Sebagai jalan tengahnya,

rencana memproklamirkan kemerdekaan Riau diganti

menjadi “Prosesi Deklarasi Kedaulatan Rakyat Riau”.155

Pada tanggal 15 Maret 1999 sesuai hari yang dijanjikan,

di kalangan aktivis waktu pembacaan teks Riau Berdaulat

sudah disepakati tapi kepastian tentang tempatnya belum

diputuskan. Pertimbangan untuk merahasiakan tempat

154 Tabrani Rab menjadi tokoh sentral karena ia yang membuatpernyataan akan mendeklarasikan Riau merdeka, sesuatu yangdihindari oleh Fauzi Kadir karena ia tidak mau terjebak dalamsuasana yang tidak kondusif. Sikap Fauzi tersebut dianggap olehaktivis mahasiswa sebagai tidak konsisten sementara menurutFauzi sikap tersebut merupakan realistis melihat kekuatan riilgerakan.

155 Riau Pos, 12 Maret 1999. Berdaulat asal katanya adalah daulatyang berasal dari bahasa Arab daulah, yang artinya kuasa.Perubahan tersebut dianggap banyak pihak sebagai salah satuupaya Tabrani Rab untuk menghindar dari tuduhan makar.Permainan semantik adalah ide orisinal Tabrani Rab danmerupakan tindakan cerdas meskipun sebenarnya secara harfiahRiau Berdaulat berarti Riau Berkuasa, dapat diartikan juga keinginanuntuk mengatur diri sendiri sebagai bentuk kekecewaan selamaberada di bawah Republik Indonesia.

Page 89: Riau merdeka

GERAKAN RIAU MERDEKA 177176 B en d e ra R i u a M e r d e k a A k h i r n ya B er k i b a r

C. Dinamika Gerakan Riau Merdeka

Secara internal, gerakan menuntut Riau Merdeka

ditanggapi pro dan kontra. Sikap masyarakat Riau dapat

dikategorisasikan ke dalam dua kelompok besar dan dapat

dipetakan sebagai berikut; pertama, kelompok yang kontra

terutama dari kaum pendatang yang merasa terancam

oleh bangkitnya kesadaran masyarakat Riau akan hak-

haknya.160 Ketakutan ini sangat tidak beralasan karena

orang Riau dikenal sangat terbuka dan dapat berinteraksi

dengan siapa saja.161 Lebih-lebih lagi Gerakan Riau Merdeka

juga memberikan definisi yang jelas tentang Orang Riau

adalah bahwa orang yang hidup dan bekerja di Riau, meski-

pun pada batas-batas tertentu muncul semangat etnosen-

trisme untuk mengangkat harkat dan martabat bumi putra

160 Selama ini di berbagai bidang seperti ekonomi dan politikmasyarakat Riau dimarjinalkan. Aksi kontra juga datang darimasyarakat Riau sendiri. Menurut Eric Hoffer, orang yang inginmelakukan perubahan besar-besaran adalah orang-orang yangtidak puas dengan keadaan. Berdasarkan pendapat tersebut yangtidak setuju di sini terutama datang dari birokrat, politisi, dansebagian lainnya yang notabene terpuaskan dengan kondisi yangada. Harap periksa Eric Hoffer, 1993, Gerakan Massa (terj.), YayasanObor, Jakarta, hal. 10. Aksi menentang di sini terbatas padaketidaksetujuan diproklamasikannya Riau merdeka, sementaratujuan dari perjuangan tersebut yakni tuntutan bagi hasil minyakdidukung hampir semua elemen masyarakat di Riau.

161 Ini berkait erat dengan posisi Riau yang berada di Pesisir TimurSumatera sehingga secara geografis merupakan daerah terbuka.Interaksi dengan dunia luar telah terjadi berabad-abad yang laluterutama dalam hal perdagangan sehingga terjadi akulturasibudaya. Sebagai bukti akan hal ini Yang Dipertuan Muda dalamkerajaan Melayu Riau di Kepulauan Riau banyak yang berdarahcampuran Bugis–Melayu sebagai bentuk balas budi atas bantuanSuku Bugis turut serta dalam membantu melawan musuh KerajaanMelayu Riau.

Pattimura Pekanbaru. Di rumah tersebut sudah banyak

mahasiswa dan wartawan yang menunggu. Kala itu

Tabrani masih juga menunda-nunda. Akhirnya, karena

desakan mahasiswa, di depan lampu sorot dan blitz ka-

mera, Tabrani membacakan juga teks proklamasi tersebut

meskipun ia mengeluarkan keringat jagung (butiran

keringat yang besar-besar dalam Bahasa Melayu Riau. Biasa-

nya keringat jagung keluar jika seseorang dalam keadaan

takut ataupun tertekan, pen.).158

Pembacaan teks proklamasi bukannya tidak mengan-

dung resiko tinggi dan hal tersebut sangat disadari oleh

Tabrani. Ia menghadapi dilema, di satu sisi menghadapi

tuntutan aktivis mahasiswa dan di sisi lain akan berhadapan

dengan militer. Sebagai jalan tengah, teks proklamasi ke-

merdekaan Riau diubah menjadi Deklarasi Riau Berdaulat.

Ide tersebut murni datang dari Tabrani dan teks Deklarasi

Riau Berdaulat sepenuhnya dibuat oleh Tabrani dan diedit

hanya beberapa kata oleh Darulhuda.159

158 Ketidaksabaran mahasiswa ini karena melihat gelagat TabraniRab yang seakan-akan enggan membacakan teks proklamasitersebut. Menurut sebagian aktivis, jika tidak dibacakan teks RiauBerdaulat kala itu akan menurunkan marwah masyarakat Riau,seperti ungkapan dalam Bahasa Melayu Riau, sekali layar terkem-bang berpantang surut ke belakang. Oleh karenanya, apapun yangakan terjadi teks tersebut harus dibacakan. Wawancara denganT Zulmizan F Assegaf dan Darulhuda.

159 Ketika akan dideklarasikannya Riau merdeka, Tabrani Rab lebihsering berkomunikasi dengan Darulhuda. Tabrani Rabmenawarkan naskah yang telah diketik kepada Darulhuda. Setelahmembacanya, Darulhuda mengedit (Darulhuda tidak ingat redaksidari naskah Riau Berdaulat yang diedit, pen.) kemudian ia ketikulang. Hasil wawancara dengan Darulhuda dan ketika informasiini dicross check ke Zulmizan, ia membenarkannya.

Page 90: Riau merdeka

GERAKAN RIAU MERDEKA 179178 B en d e ra R i u a M e r d e k a A k h i r n ya B er k i b a r

polarisasi. Ini bermula dari upaya mahasiswa yang telah

membuat simbol-simbol negara, yakni bendera, lambang

negara dan lain-lainnya sudah dibahas pada diskusi Gerak-

an Pers Kampus yang melahirkan ide Riau Merdeka.

Ketika itu, Fauzi Kadir menganggap bahwa hal tersebut

sudah melangkah terlalu jauh sehingga akan memiliki kon-

sekuensi hukum dan politik yang luas. Dalam persepsi

Fauzi Kadir yang perlu dibangun adalah opini politik.

Gagasan merdeka, dalam konsep Fauzi adalah berusaha

meyakinkan kesadaran baru dalam kehidupan berbangsa

dan bernegara di Indonesia dan sebagai alat bargaining

politik Riau dengan Pusat. Karena itu, Fauzi berusaha untuk

tidak menjawab secara terbuka ketika ditanya apakah

sungguh-sungguh mau merdeka. Karena jika ditinda lan-

juti ide merdeka dengan sesuatu —laiknya negara yang

merdeka dengan segala perangkatnya— maka ia ber-

keyakinan gerakan ini justru akan tidak berkembang dan

dapat dipastikan para aktivis akan ditahan dengan tuduhan

makar. Sikap Fauzi untuk tidak mengatakan sesungguhnya

tentang Riau Merdeka ini justru untuk menghindari pe-

nangkapan dan kekerasan yang bakal terjadi jika ide

merdeka ini dibuat terbuka dan ditafsirkan pusat sebagai

sebuah tindakan makar.163

Di kalangan mahasiswa, sikap Fauzi tersebut dianggap

163 Menurut Fauzi hal ini karena Jakarta tentu tidak mau ambil resikodengan membiarkan gerakan merdeka tersebut untukberkembang. Sebagai seorang sarjana hukum, Fauzi Kadir pahambetul akan hal ini karena perbuatan makar adalah sesuatu yangsangat fatal dalam sebuah negara berdaulat. Wawancara denganFauzi Kadir, Op. Cit.

adalah suatu keniscayaan.

Kedua, kelompok yang pro-Gerakan Riau Merdeka,

terutama pemuda dan mahasiswa. Mahasiswa terus

menekan pemerintah pusat untuk memberikan hak-hak

masyarakat Riau secara wajar. Sementara dukungan lain-

nya datang dari pemuda dengan membentuk pasukan

Riau Merdeka yang dilatih satu kamp dengan pasukan

Gerakan Aceh Merdeka di Malaysia.162

Pada sub bab ini akan dielaborasi sejak awal dicetus-

kan ide Riau Merdeka yang telah mengalami polarisasi

terutama menyangkut strategi perjuangan, kiprah Tabrani

Rab sebagai tokoh sentral yang cenderung one man show

dalam melola gerakan serta sikap kontroversialnya yang

menerima menjadi anggota DPOD sehingga membuat

aktivis gerakan sulit membaca kemauan Tabrani Rab serta

beberapa faktor lainnya yang menyebabkan melemahnya

gerakan.

1. Polarisasi Internal Gerakan

Sejak semula gerakan Riau Merdeka telah mengalami

162 Tentang hal ini penulis beberapa kali pernah membaca hasilwawancara Panglima Riau Merdeka dengan salah satu harianterbitan lokal. Akan tetapi sejauh ini penulis tidak mendapatkandata mengenai hubungan struktural dengan Gerakan RiauMerdeka yang digagas oleh Tabrani Rab sebelumnya. MohammadSabri, yang mengaku Panglima Perang GRM mengirim surat kedetikcom. Isi surat tersebut mengatakan bahwa GRM sedangmempersiapkan pasukan sebanyak 20.000 relawan yang dilatiholeh GAM di Malaysia. Lihat http:/www. bangkitonline.litbot.com, 1Juli 2000. Gerakan Riau Merdeka Latih 20.000 Tentara di Malaysia.Berdasarkan observasi penulis, berita tersebut merupakan psywar yang dilakukan sekelo mpok orang yang bersimpati dengangerakan menuntut Riau Merdeka.

Page 91: Riau merdeka

GERAKAN RIAU MERDEKA 181180 B en d e ra R i u a M e r d e k a A k h i r n ya B er k i b a r

yakni peacefull freedom.165 Perpecahan antaraktor pendu-

kung utama gerakan terutama menyangkut strategi gerak-

an dalam melakukan perjuangan, dalam perjalanannya

membuat Gerakan Riau Merdeka, tidak mengalami evolusi

yang sempurna tapi cenderung alamiah —hidup, tumbuh

dan berkembang kemudian mati muda.

2. Figur Tabrani Rab: Publisitas tanpa Konsolidasi Internal

Dalam sebuah gerakan, seorang tokoh atau pemimpin

sangat diperlukan sebagai simbol maupun pemersatu.

Menyadari perlunya ketokohan, aliansi aktivis pers kampus

kemudian mengundang Fauzi Kadir. Dipilihnya Fauzi

Kadir bukannya tanpa alasan, sebagai seorang mantan

aktivis gerakan selama menuntut ilmu di Yogyakarta, Fauzi

Kadir sudah sangat matang dalam berorganisasi. Sekem-

balinya di Riau, ia tercatat sebagai dosen pada Jurusan

Sosiologi FISIP Unri. Seiring dengan reformasi, ia

memutuskan untuk berkhidmat di partai politik.

Seperti yang telah dijelaskan di atas, pada tahap awal

Fauzi Kadir tidak menyetujui gerakan ini mengarah kepada

makar dengan membuat simbol-simbol negara beserta

165 Fauzi sempat ditawari oleh orang Belanda (namanya Fauzi kurangpasti tapi ia menyebut de Boors, pen.) akan diberi persenjataanjika serius ingin merdeka. Kepada orang Belanda tersebut Fauzikatakan, “Saya tidak mau berperang dengan bangsa saya sendirikarena yang akan untung adalah pabrik senjata anda karenasetelah itu, yang kami dapatkan tak lain hanyalah hutang,kekerasan, dan kematian.” Sebenarnya, Pusat sudah tahu bahwakeinginan merdeka dalam konsep Fauzi adalah sebagai alat bar-gaining. Hal ini dapat dibaca bahwa ketika ide itu dicetuskan Fauziadalah Ketua DPW Partai Daulat Rakyat.

mengkhianati ide yang justru diusung olehnya dan diang-

gap telah melemahkan gerakan. Ia sempat dimaki-maki

karena dianggap tidak konsisten dan sebagian aktivis tidak

mau menegurnya. Menurut Fauzi, ide dasar Riau Merdeka

adalah ketidakadilan ekonomi, politik, kultural, dan sosial

yang dilakukan pusat terhadap Riau selama lebih kurang

lima puluh tahun. Gagasan ini merupakan hasil pemikiran

bersama dengan aktivis GPK.

Selepas diskusi siangnya, kendali gagasan ini masih

bersama-sama. Para aktivis berkumpul malam harinya di

rumah Tabrani dan beberapa waktu di Hotel Indrapura.

Pada per-kembangan berikutnya, Tabrani Rab mulai

membuat lambang negara. Pada tahap ini, Fauzi tetap

berusaha untuk terus mendukung karena jika terjadi

ketidaksamaan visi dalam sebuah gerakan; ada yang militan

dan ada yang menginginkan secara diplomasi, maka pihak

ketiga akan masuk mengadu domba. Oleh Tabrani Rab,

gagasan merdeka terus dielaborasi. Harus diakui, gerakan

ini besar karena ketokohannya, Tabrani berhasil me-

mainkan peran dan memperluas gerakan.164

Sebagai penggagas Riau Merdeka, Fauzi berusaha

mem-bawa gagasan ini perlahan-lahan agar tidak terjerat

sehingga kehilangan kontrol dan lari dari komitmen awal,

164 Sebagai publik figur Tabrani memang tidak mengalami kesulitanmemperluas gagasan tersebut meskipun tidak diikuti besarangerakan secara signifikan. Perubahan sikap Tabrani Rab ini yangsemula menentang ide Riau merdeka karena setelahdikeluarkannya berita diskusi Gerakan Pers Kampus di Riau Poskeesokan harinya, reaksi militer biasa-biasa saja. Wawancaradengan Fauzi Kadir, Op. Cit.

Page 92: Riau merdeka

GERAKAN RIAU MERDEKA 183182 B en d e ra R i u a M e r d e k a A k h i r n ya B er k i b a r

sehingga gerakan ini meluas. Tabrani mulai melakukan

kontak dengan Hasan Tiro untuk membangun perasaan

solidaritas antara Aceh merdeka dan Riau merdeka yang

sama-sama ingin berjuang melepaskan diri dari RI.168

Tabrani Rab juga berhasil membuat pertemuan aliansi

empat provinsi penghasil migas yakni Aceh, Papua, Kaltim,

dan Riau di Pekanbaru. Pertemuan tersebut membuat

posisi bargaining daerah semakin kuat. Riau Merdeka

sudah menjadi wacana nasional dan internasional meski-

pun diakui Tabrani, ia belum tahu langkah apa yang harus

dilakukan untuk mewujudkannya. Pada tingkat minimal,

paling tidak dalam sejarah Indonesia tercatat bahwa Riau

pernah ingin merdeka.

168 Pada bulan Desember 1999, enam orang aktivis yang GerakanPers Kampus mengunjungi markas GAM. Kala itu, GRM butuhmodel untuk sebuah gerakan dan menurut mereka GAM yangpaling memungkinkan jika ingin memisahkan diri. Kontak denganGAM didahului kontak dengan sesama rekan mahasiswa Acehdalam suatu pertemuan. Dirancanglah keberangkatan merekake Aceh dan momennya dipilih ulang tahun GAM tanggal 24Desember 1999. Tujuannya ketika itu untuk melihat dari dekatbagaimana perjuangan GAM untuk memerdekakan diri.Kesempatan ini disambut oleh rekan-rekan aktivis yang inginmenjalin semacam kerja sama dengan GAM dan keberangkatanini dilaporkan kepada Tabrani (Darulhuda sempat menyebut salahsatu nama elit politik di Riau yang turut mendanai keberangkatanmereka ke Aceh tapi atas permintaan nama tersebut dirahasia-kan, pen.). Sekembalinya dari Aceh, menurut Darulhuda tidak adafollow-upnya. Ia dan kawan-kawan tidak pernah lagi mengadakankontak dengan GAM setelah itu. Menurut Daruluhuda, Tabranimungkin masih punya kontak dengan GAM dan Tabrani punyalink sendiri ke sana. Menariknya, Tabrani sepertinya tidak mauaktivis GRM terlalu banyak tahu. Wawancara dengan Darulhuda,Op. Cit.

perangkatnya. Sebulan setelah gagasan merdeka tersebut

selanjutnya gerakan ini lebih banyak yang meneruskannya

melalui media adalah Tabrani. Sejak saat itu Fauzi tidak

lagi menjadi pusat perhatian.166 Hal ini karena –pasca

diskusi di SKK BM— Tabrani Rab yang lebih banyak

mengelaborasi dan menyatakan akan mendeklarasikan

Riau Merdeka tanggal 15 Maret 1999 sehingga orang-orang

yang pro-merdeka menuntut ide tersebut untuk

direalisasikan. Dalam masa menunggu hari-H, Tabrani

didaulat sebagai Presiden Riau Merdeka.167

Setelah gagasan tersebut di tangan Tabrani, Gerakan

Riau Merdeka mulai mendapat perhatian yang luas baik

dari pemerintah pusat maup un luar negeri. Di sinilah

kelebihan seorang Tabrani yang sangat pandai melakukan

manuver dan hal ini merupakan salah satu keahliannya

166 Menurut Fauzi, ada keraguan kala itu apakah untuk mewujudkanide Riau merdeka harus konsolidasi internal dulu atau dibiarkansaja kemudian akan berkembang secara alami. Sementara ProfTabrani menganggap ini harus jalan terus tapi dengan resiko.Selain itu soal publisitas tentang gerakan ini yang Fauzi kurangsepakat tapi ia tetap muncul dalam setiap kesempatan untuk terusmenggelindingkan gerakan ini. Ketika deklarasi Riau Berdaulat,Fauzi tidak mau hadir karena perbedaan penekanan. Ia lebihmenekankan gagasan ketidakadilan sementara Tabrani Rab lebihkepada publisitas. Jika penekanan publisitas yang dipilih Tabrani,menurut Fauzi gerakan ini harus secara terus menerus meningkat(intensitas) padahal gerakan ini tidak memiliki kekuatanpendukung lazimnya sebuah gerakan yang ingin merdeka. Hasilwawancara dengan Fauzi Kadir, Op. Cit.

167 Tabrani kala itu dianggap idealis dan selalu bersuara lantangmenyuarakan penindasan serta tidak masuk dalam lingkarankekuasaan. Di kalangan mahasiswa, ia dianggap tokohindependen dan sangat peduli terhadap kaum tertindas.Wawancara dengan Darulhuda, Op. Cit.

Page 93: Riau merdeka

GERAKAN RIAU MERDEKA 185184 B en d e ra R i u a M e r d e k a A k h i r n ya B er k i b a r

Kekecewaan aktivis GRM terhadap Tabrani karena

figur Tabrani itu sendiri yang sulit dimengerti karakternya.

Hari ini bilang A, besok ia katakan Z. Sikap tersebut me-

nurut aktivis GRM tidak konsisten. Dalam pandangan

aktivis, ketika memproklamirkan Riau Berdaulat seperti-

nya Tabrani setengah hati dengan berusaha mencari alasan

untuk tidak melakukannya. Kekhawatiran Tabrani ber-

kenaan dengan keselamatan. Sementara menurut aktivis,

kekhawatiran tersebut tidak harus membuat seseorang

memutarbalikkan kata-kata. Akibat sikap Tabrani tersebut

timbul opini bahwa gerakan ini main-main dan orang lain

menilai bahwa Tabrani memang tidak konsisten.171

3. Faktor yang Menyebabkan Melemahnya Gerakan

Setelah masa inkubasi, Gerakan Riau Merdeka se-

pertinya berevolusi kurang sempurna. Dari uraian di atas,

beberapa faktor yang menyebabkan lemahnya gerakan

akan diuraikan pada sub bab berikut di bawah ini.

3.1 Munculnya Gerakan Pemisahan Diri Provinsi Kepulauan Riau

Secara geografis, Riau terbagi menjadi dua, yakni Riau

daratan dan Riau kepulauan. Secara kultural dan bahasa,

dua kawasan ini tidak jauh berbeda karena dulunya masuk

171 Kekecewaan Darulhuda tersebut ia tuangkan dalam tulisan yangdimuat pada kolom opini di Riau Pos yang berjudul “KekecewaanSaya Terhadap Tabrani”. Dalam opini tersebut, ia mengemukakankekecewaannya terhadap sikap plin plan Tabrani Rab. Wawancaradengan Darulhuda, Ibid. Konflik di media ini sangat merugikankredibilitas gerakan. Ini menunjukkkan komunikasi antarpendukung gerakan sangat lemah.

Sebagaimana pengakuan Tabrani, ia memang sengaja

menonjolkan diri sendiri dalam gerakan ini, menyuarakan

tuntutan ini dengan keras ke mana-mana, dengan tetap

melindungi yang lain karena ia beranggapan jika tertang-

kap maka akan terjadi kristalisasi gerakan dan itu sebenar-

nya yang Tabrani inginkan. Tapi karena sudah membaca

kondisi akan semakin tidak terarah jika sekiranya Tabrani

ditangkap, pendekatan militer secara persuasif dan tidak

melakukan penangkapan terhadap tokoh sentral GRM ini

karena takut mengulangi kesalahan serupa ketika mena-

ngangi Timor Timur dengan menangkap Xanana Gusmao,

sehingga Gusmao menjadi besar dan klimaksnya adalah

lepasnya Timor Timur dari RI.169

Pada perjalanan selanjutnya, lemahnya konsolidasi

merupakan salah satu persoalan dalam manajemen gerak-

an. Dalam organisasi baik kecil maupun besar meliputi

tiga tahap; konsolidasi, stabilisasi, kemudian ekspansi.

Ketika digagas Riau Merdeka masih dalam tahap kon-

solidasi karena garapannya belum begitu matang seperti

Aceh Merdeka. Gerakan Riau Merdeka kuat dalam cita-

cita, sementara keinginan merdeka sesungguhnya

membutuhkan senjata dan lobi internasional. Gerakan ini

kemudian sepertinya dilepas kepada ketokohan seseorang

oleh kelompok pro-merdeka terutama mahasiswa, padahal

merekalah yang menjadi simpul utama dari gerakan ini.170

169 Wawancara dengan Tabrani Rab, Op. Cit. Strategi dua kaki yangdijalankan Tabrani ini hemat penulis adalah sebuah permainanelegan dengan tujuan agar gerakan ini berjalan dan pada saatbersamaan tujuan gerakan tercapai.

170 Wawancara dengan T Zulmizan F Assegaf, Op. Cit.

Page 94: Riau merdeka

GERAKAN RIAU MERDEKA 187186 B en d e ra R i u a M e r d e k a A k h i r n ya B er k i b a r

Kepulauan Riau ini sedikit banyak melemahkan daya tawar

Gerakan Riau Merdeka ke Pusat. Konflik Pusat-Daerah —

isu Riau Merdeka— ini ternyata dimanfaatkan oleh masya-

rakat Kepulauan Riau untuk meningkatkan posisi tawar

mereka agar Pusat segera menyetujui pembentukan

Provinsi Kepulauan Riau.173

Untuk mewujudkan keinginan tersebut, masyarakat

Kepulauan Riau mengadakan Musyawarah Besar Masya-

rakat Kepulauan Riau tanggal 15 Mei 1999 di Tanjung-

pinang. Delegasi Mubes terdiri dari 21 utusan kecamatan

di Kepri. Mubes akhirnya merekomendasikan untuk

membentuk Badan Pekerja Pembentukan Provinsi

Kepulauan Riau (BP3KR). Badan ini bertugas melengkapi

kekurangan persyaratan dalam proses pembentukan

Provinsi Kepulauan Riau. Selanjutnya aspirasi ini disikapi

oleh DPRD Kepulauan Riau melalui sidang paripurna

tanggal 19 November 1999 yang menyetujui pembentukan

Provinsi Kepulauan Riau.174

173 Isu pemekaran adalah strategi Pusat dalam melemahkanGerakan Riau Merdeka. Dalam konteks itu, kasus Kepri dijadikanpusat sebagai upaya untuk memecah belah gerakan ini. Pusatmemandang GRM saat itu sebagai sebuah platform baruperjuangan masyarakat Riau. Strategi yang ditempuh Pusat untukmelemahkan adalah dengan menyebarkan isu ketidakadilan Riaudaratan terhadap Riau kepulauan selama ini dan dibenturkandengan isu kultur antara daratan versus kepulauan dengan tujuanakhir disintegrasi (separatisme) lokal . Hasil wawancara denganFauzi Kadir, Op. Cit.

174 Sebenarnya, persoalan ini murni persoalan antara Provinsi Riausebagai provinsi induk dengan masyarakat Kepulauan Riau yangingin memisahkan diri. Akan tetapi, masyarakat Kepulauan Riaudengan cerdas menjadikan isu Riau Merdeka sebagai daya tawartuntutan mereka ke Pusat. Saya sepakat dengan terminologi yang

dalam wilayah Imperium Melayu dan memiliki keterikatan

sejarah yang tidak dapat dipisahkan. Sejarah kejayaan Riau

bermula dari Pulau Bintan. Ibukota Provinsi Riau pertama

juga berada di Tanjungpinang, Pulau Bintan. Gerakan

menuntut pemisahan diri ini membuat Gerakan Riau

Merdeka tidak begitu mendapat sambutan yang kuat di

Riau kepulauan.172

Dua bulan berselang dideklarasikannya Riau

Berdaulat, tanggal 15 Mei 1999 berkembang gerakan pe-

misahan diri dari Provinsi Riau untuk membentuk

provinsi tersendiri yang dimotori oleh Huzrin Hood, Bupati

Kepulauan Riau kala itu. Keinginan membentuk Provinsi

172 Munculnya tuntutan masyarakat Kepulauan Riau tersebut diyakinihasil dari operasi intelijen. Tesis ini ada benarnya karena HuzrinHood, tokoh sentral gerakan tersebut dengan bangga selalumengatakan bahwa ia adalah anggota Badan Intelijen Negaradan memiliki kartu anggota BIN. Riau kepulauan di sinimenunjukkan pemisahan secara geografis (padanannya Riaudaratan, pen.), sementara Kepulauan Riau menunjukkanadministrasi pemerintahan, yakni Kabupaten Kepulauan Riau.Secara ekonomi, sejak dahulu Riau kepulauan relatif lebih majudan berkembang daripada Riau daratan. Kawasan ini sejak zamankerajaan telah menjadi daerah perdagangan bebas. Hingga tahun1960-an, di Riau kepulauan masih menggunakan uang dollarSingapura sebagai alat tukar. Letaknya yang strategis yangberdekatan dengan Singapura dan Malaysia telah membawakeuntungan tersendiri. Perdagangan lintas batas dan pasartradisional antara kedua masyarakat serumpun ini masih terusterjalin. Biasanya baik dari Riau daratan maupun kepulauan,masyarakatnya memb awa hasil-hasil pertanian, perkebunan,perikanan, dan lainnya untuk di bawa ke Singapura maupun Ma-laysia. Sementara sekembalinya dari Singapura ataupun Malay-sia mereka membawa barang-barang kebutuhan harian dalambentuk kemasan semisal susu kaleng, milo, roti, pakaian, dansebagainya.

Page 95: Riau merdeka

GERAKAN RIAU MERDEKA 189188 B en d e ra R i u a M e r d e k a A k h i r n ya B er k i b a r

masyarakat Riau. Kristalisasi opini tersebut telah menye-

babkan bersatunya semua unsur masyarakat Riau. Situasi

dan kondisi yang tidak menentu tersebut ditangkap oleh

aliansi aktivis pers kampus yang mengatasnamakan

Gerakan Pers Kampus dengan melakukan diskusi menyi-

kapi sikap pemerintah pusat yang cenderung mengulur-

ulur waktu.

Perjuangan masyarakat Riau tersebut akhirnya ber-

hasil dengan disahkannya Undang-undang Nomor 22

Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan

Daerah di mana daerah mendapat bagian sebesar 15 persen

bagi hasil minyak bumi. Persentase bagi hasil tersebut lebih

besar dari tuntutan masyarakat Riau yang hanya sebesar

10 persen.176

Pada tahap ini, masyarakat Riau terbelah menjadi dua,

yakni sebagian berpendapat bahwa dengan dikabulkannya

tuntutan bagi hasil tersebut maka Riau Merdeka menjadi

tidak relevan lagi. Sementara bagi sebagian aktivis gerakan,

hal tersebut adalah test case untuk sebuah tujuan yang lebih

besar, yakni merdeka dalam arti sesungguhnya yang

menurut para aktivis itulah jalan untuk mencapai kese-

jahteraan dan menciptakan masyarakat madani di Riau.177

3.3 Masuknya Tabrani Rab menjadi Anggota DPOD

Seorang pimpinan dalam sebuah gerakan merupakan

motor sekaligus motivator. Ia bertindak sebagai orang yang

176 Menurut Muchtar Ahmad, 15 persen ini bukan dari hasil produksiakan tetapi dari nilai/pendapatan bersih setelah dipotong pajakdan lain-lainnya.

177 Wawancara dengan T Zulmizan F Assegaf, Op. Cit.

Usaha untuk meminta persetujuan dari Gubernur

Riau, Saleh Djasit, pada tanggal 20 Desember 1999 melalui

Panitia Persiapan Pembentukan Provinsi Kepulauan Riau

(P4KR) tidak berhasil. Alasan penolakan yang dikemuka-

kan Saleh Djasit adalah karena ketika itu Kabupaten

Karimun dan Natuna baru saja di-mekarkan sehingga

diperlukan perhatian serius untuk membenahi ad-

ministrasi pemerintahan dan pembangunan fisik berupa

gedung perkantoran sehingga memerlukan biaya, tenaga,

dan waktu yang tidak sedikit.175

3.2 Dikabulkannya Tuntutan Bagi Hasil Minyak Bumi

Sebagaimana dijelaskan di atas, bahwa munculnya

gerakan menuntut Riau Merdeka diawali oleh tuntutan

bagi hasil minyak yang tidak kunjung dikabulkan sebagai-

mana janji Presiden Habibie. Dalam masa menunggu

ketidakpastian tersebut, semua elemen masyarakat Riau

memandang bahwa hal itu merupakan pelecehan terhadap

diusung oleh Prof Ryaas Rasyid yang mengatakan bahwa iniadalah salah satu bentuk separatisme lokal yang dimaknai dengankeinginan sekelompok orang yang secara politik merasadimarjinalkan dan/atau motif lain yang membonceng yakni inginberkuasa semata. Dalam kasus Kepri, alasan pembungkus lainnyayakni untuk percepatan pembangunan dan maksimalisasipelayanan publik dengan alasan jauhnya rentang kendali antaradarat dan laut. Munculnya gerakan ini jelas telah melemahkankekuatan Gerakan Riau Merdeka di mata Pusat.

175 Dalam hal penolakan ini penulis sepakat dengan Gubernur Riaukarena menurut penulis tuntutan pemisahan diri dari ProvinsiRiau pada mulanya adalah kehendak segelintir elit, meskipun harusdiakui pada akhirnya gerakan ini meluas dan sulit dibendung.Penolakan Gubernur Riau ini mendapat dukungan oleh sebagianbesar anggota DPRD Riau kala itu.

Page 96: Riau merdeka

GERAKAN RIAU MERDEKA 191190 B en d e ra R i u a M e r d e k a A k h i r n ya B er k i b a r

D. Kongres Rakyat Riau II: Institusionalisasi yang Absurd

Menyadari ia tidak bisa jalan sendiri, Tabrani –dalam

kegamangannya— mencari penasehat di bidang hukum

dan orang-orang yang memiliki kedekatan dengan militer,

yakni M Kapitra Ampera. Di bidang politik, ia selalu me-

minta nasehat Fauzi Kadir, dan untuk masalah ekonomi

makro ia dibantu oleh Viator Butar-butar. Konsep-konsep

tentang Riau Merdeka diberikan kepada para duta besar

dan mengirim utusan khusus ke Lee Kuan Yew serta utusan

khusus ke Senat AS karena – menurut Tabrani— separatis-

me di manapun harus di-back-up AS. Tabrani memberi

contoh kasus Chechnya yang tidak didukung AS, hingga

sekarang masih terus bermasalah. Tabrani juga sempat ke

Ceko dan Slovakia untuk mempelajari tentang pemisahan

diri secara damai. Ia juga mempelajari pemisahan secara

damai Brunei dan Singapura dengan Malaysia.

Di tengah persimpangan jalan tersebut, Tabrani

memutuskan untuk mengadakan Kongres Rakyat Riau II.

Jalan mengadakan kongres tersebut mengikut historis

perjuangan masyarakat Riau ketika ingin memisahkan diri

dari Provinsi Sumatera Tengah dan membentuk provinsi

otonom pada tahun 1956. Gaya perjuangan masyarakat

Riau yang formalis tersebut terbukti berhasil. Untuk

mewujudkan pelaksanaan kongres tersebut, Forum

Komunikasi Pemuka Masyarakat Riau (FKPMR) bertindak

selaku penanggung jawab terhadap keberhasilan kongres.

FKPMR terdiri dari unsur intelektual kampus, aktivis

mahasiswa, tokoh adat, pemuda, dan wanita. Pada tahap

per-kembangan sebuah gerakan, kongres adalah merupa-

kan upaya institusionalisasi dengan tujuan agar gerakan

memberi komando dan menjalankan strategi perjuangan

dalam sebuah gerakan. Oleh karena itu, dalam menumpas

sebuah gerakan biasanya pemimpin gerakan tersebut me-

rupakan target utama untuk ditangkap. Meskipun kehi-

langan pemimpin utama tidak dapat dikatakan sebuah

gerakan akan hilang sama sekali.

Pemimpin gerakan yang pertama biasanya memiliki

kharisma seorang pemimpin yang sulit untuk digantikan

oleh pemimpin pengganti. Hal ini juga yang terjadi dengan

GRM. Bersedianya Tabrani Rab menjadi anggota Dewan

Penasehat Otonomi Daerah merupakan antiklimaks dari

ketokohannya di mata para aktivis GRM. Sikap Tabrani

tersebut membuat pendukung utama GRM sangat kecewa

sehingga timbul krisis kepercayaan terhadap orang yang

selama ini ditokohkan dalam perjuangan awal. Sejak itu,

para aktivis mulai kurang respek dan GRM memudar.

Masuknya Tabrani sebagai anggota DPOD merupa-

kan sebuah blunder dan kontraproduktif terhadap gerakan

ini. Meng-angkat jabatan Presiden Riau Merdeka kala itu

bukan sesuatu yang main-main – meskipun untuk sebuah

negara yang ada dalam angan-angan— dalam sebuah

negara berdaulat. Dalam pandangan aktivis GRM, kesedia-

an Tabrani menjadi anggota DPOD tersebut jelas sebuah

penghinaan terhadap perjuangan aktivis gerakan selama.

Ini juga merupakan keberhasilan intelijen dalam melemah-

kan gerakan.178

178 Dalam terminologi Zulmizan, sikap Tabrani tersebut sangat ironiskarena ia menjadi sekrup dari sesuatu yang justru ia inginmemisahkan atau memerdekan diri darinya. Wawancara denganT Zulmizan F Assegaf, Op. Cit.

Page 97: Riau merdeka

GERAKAN RIAU MERDEKA 193192 B en d e ra R i u a M e r d e k a A k h i r n ya B er k i b a r

1. Perluasan dan Konsolidasi Gerakan: Kemenangan Kelompok Pro-Merdeka

Upaya kelompok pro-merdeka untuk memperluas

gerakan ternyata tidak seperti yang mereka inginkan,

yakni agar Gerakan Riau Merdeka menjadi meluas dan

mendapat dukungan dari masyarakat. Berdasarkan hasil

KRR II memang kelompok pro-merdeka berhasil melaku-

kan konsolidasi.

Dilihat dari hasil kongres, perluasan dan konsolidasi

gerakan dapat dikatakan berhasil. Peserta yang diundang

se-Provinsi Riau terdiri dari pelbagai kalangan antara lain

utusan dari setiap desa/kelurahan masing-masing satu

orang, kecamatan masing-masing tiga orang meliputi

unsur adat, ulama, dan cerdik pandai, kabupaten/kota

masing-masing sebanyak enam orang meliputi unsur adat,

ulama, cerdik pandai, pemuda, wanita, dan pengusaha,

FKPMR sebanyak tiga orang, LAMR sebanyak lima orang;

tiga orang dari Pengurus Harian, dan dua orang dari Majelis

Kerapatan Adat, Panitia Pelaksana (OC) sebanyak sepuluh

orang, Panitia Pengarah (SC) sebanyak sepuluh orang,

organisasi ke-keluargaan tingkat kabupaten yang

berdomisili di ibukota Provinsi Riau masing-masing tiga

orang, KNPI provinsi sebanyak lima orang, oraganisasi

keputusan KRR II tersebut menjadi rendah kedudukannya di mataPusat. Hasil wawancara dengan Tabrani Rab dan Fauzi Kadir, Op.Cit. Orang-orang yang duduk di FKPMR sebagian besar adalahorang-orang yang duduk di LAMR. Latar belakang dibentuknyaFKPMR adalah karena sebagai institusi LAMR tidak patut masukdalam wilayah politik. LAMR merupakan institusi penjagakemurnian adat Melayu Riau. Hasil wawancara dengan Ali Yusrisalah seorang anggota FKPMR.

menjadi meluas dan solid. Pada perkembangannya, upaya

institusionalisasi Gerakan Riau Merdeka justru menjadi

absurd. Semula, kongres akan diadakan tanggal 4-6

Desember 1999 kemudian diundur tanggal 29-31 Januari

2000 dengan alasan untuk menyatukan visi, misi, dan

persepsi terhadap perkembangan umum di daerah baik

yang menyangkut sosial politik, sosial ekonomi, dan sosial

budaya.179

179 Setelah kongres di mana kelompok pro-merdeka yang unggulkemudian Tabrani langsung bertemu Megawati menyampaikanhasil KRR II, sementara tim lainnya menemui Saleh Djasitmenyerahkan hasil kongres antara lain Abbas Jamil, Dun Usulyang kemudian justru mementahkan hasil kongres tersebut.Menurut Tabrani, ketika itu ia bisa saja membenturkan mahasiswadengan Saleh Djasit dengan cara menurunkan bendera merahputih dan menaikkan bendera Riau Merdeka. Gagalnyainstitusionalisasi GRM juga karena lemahnya internal gerakan.Tabrani merasa di ‘kudeta’ oleh kelompok –meminjam istilah FauziKadir— orang-orang yang memiliki framework thinking dan main-stream yang hegemonik karena telah lama terkooptasi oleh negara.Sebagai kelompok pemenang dalam KRR II semestinya yangberhak membentuk formatur adalah Tabrani. Kala itu, Tabranisengaja tak mau mengekspos kejadian ini karena untukmenghindari clash antarpendukung yang dikhawatirkan memakankorban jiwa. Selanjutnya, Tabrani dicekal oleh FKPMR sehinggaketika akan dilakukan pembentukan formatur seperti main kucing-kucingan. Akhirnya, Tabrani Rab menjadi single fighter dalam GRMkarena semua komponen sudah dikooptasi Saleh Djasit sebagaiperpanjangan tangan Pusat. Menurut Fauzi, apa yang kelompokAbbas Jamil lakukan kala itu dilatarbelakangi oleh kepentinganjangka pendek dengan upaya tetap menjaga hubungan denganPusat. Sikap mereka ini cenderung akomodatif dengan pemerintahpusat ketimbang mendukung keputusan politik masyarakat didaerah yang diwakilinya. Dan mereka berhasil menjalankanstrategi untuk meredam keinginan masyarakat Riau yang sudahmenjadi keputusan politik. Kala itu, hasil kongres bukannyalangsung diberikan kepada pusat sebagai alat bargaining, akantetapi justru diberikan kepada Saleh Djasit. Ini membuat

Page 98: Riau merdeka

GERAKAN RIAU MERDEKA 195194 B en d e ra R i u a M e r d e k a A k h i r n ya B er k i b a r

justru menjadi titik balik bagi melemahnya gerakan karena

keberhasilan kelompok pro-otonomi dalam mengambil

posisi formatur. Pasca KRR II, Tabrani Rab tidak dilibatkan

dalam menentukan kebijakan strategis selanjutnya.180

Kegagalan institusionalisasi gerakan disebabkan

karena peserta kongres melibatkan orang-orang maupun

kelompok oportunis yang cenderung mengambil keun-

tungan bagi kepentingan pribadi maupun kelompoknya.

Alih-alih mau memperluas gerakan, kongres ini disusupi

oleh orang-orang pro-status quo dan diindikasikan berpar-

tisipasi atas suruhan Saleh Djasit, Gubernur Riau kala itu.

2. Quo Vadis Gerakan Riau Merdeka?

Sub bab ini dipaparkan untuk menjawab tujuan pene-

litian apakah gerakan ini akan mengalami eskalasi. Secara

empirik, GRM nyaris tidak menampakkan sosoknya

sebagaimana periode awal munculnya gerakan ini. Hal ini

kelompok awal pendukung utama GRM (kelompok epis-

tem Riau merdeka) terutama mahasiswa telah memasuki

usia kerja dan berumah tangga. Zulmizan saat ini adalah

anggota DPRD Kabupaten Pelalawan periode 2004-2008,

Darulhuda adalah seorang reporter Riau Televisi (RTv),

180 Lihat Berita Acara Pemungutan Suara Pemilihan 3 (tiga) OpsiKongres Rakyat Riau II. Pemungutan suara dilakukan padatanggal 1 Februari 2000 bertemp at di Gedung Lembaga AdatMelayu Riau (LAMR) Jl. Diponegoro No. 39 Pekanbaru. Adapuntema KRR II, yakni Melalui Kongres Rakyat Riau II DiwujudkanKesepakatan Sikap, Persepsi, Visi, Misi, dan Strategi PerjuanganMenuju Masa Depan Riau yang Berdaulat dan Bermartabat. LihatProsesi dan Hasil Kongres Rakyat II, Pekanbaru, 29-31 Januari2000.

mahasiswa/pelajar kedaerahan untuk tiap-tiap kabupaten/

kota masing-masing tiga orang, mahasiswa dari kampus

perguruan tinggi di ibukota Provinsi Riau masing-masing

UNRI limabelas orang, UIR sepuluh orang, UNILAK

delapan orang, IAIN SUSQA delapan orang, dan Sekolah

Tinggi/Akademi se-Provinsi Riau masing-masing dua

orang, masyarakat Riau yang berada di luar provinsi

masing- masing tiga orang, masyarakat Riau yang berada

di negara lain masing-masing dua orang, DPD MUI

Tingkat I Riau sebanyak lima orang, BKOW Provinsi Riau

sebanyak lima orang, masyarakat Riau yang berasal dari

luar daerah Riau dan berdomisili di Pekanbaru masing-

masing suku Minangkabau tiga orang, Bugis satu orang,

Jawa tiga orang, Banjar satu orang, Batak dua orang, Aceh

satu orang, Sunda dua orang, Betawi dua orang, Bakom-

PKB dua orang, suku asli Riau yakni Sakai, Bonai, Akit,

Sokop, Petalangan, Talang Mamak, Orang Laut, Orang

Duano masing-masing satu orang, mahasiswa dan pelajar

asal Riau di luar Provinsi Riau masing-msaing dua orang,

seniman dan budayawan Riau lima orang, Pelindung dan

Penasihat Panitia KRR II sebagai peserta dan yayasan, LSM,

organisasi sosial ke-masyarakatan sebagai peninjau masing-

masing sebanyak satu orang.

Sebagaimana diketahui, peserta yang hadir sebanyak

623 orang dengan mayoritas peserta memilih opsi

merdeka, yakni sebanyak 270 suara, 146 suara memilih

opsi federal, dan yang memilih opsi otonomi seluas-luasnya

sebanyak 144 suara serta 8 suara memilih abstain.

Kemenangan kelompok pro-merdeka ini tidak dengan

serta merta membuat posisi mereka sangat kuat, akan tetapi

Page 99: Riau merdeka

GERAKAN RIAU MERDEKA 197196 B en d e ra R i u a M e r d e k a A k h i r n ya B er k i b a r

mereda seiring dengan dikabulkannya tuntutan bagi hasil

minyak dan perubahan situasi pada tingkat nasional hal

mana konsolidasi struktur penopang negara semakin baik.

Sebagian pendukung awal berpendapat bahwa Gerakan

Riau Merdeka tetap relevan sepanjang masa dan tetap

menyala serta hidup di hati semua masyarakat Riau yang

ingin melihat Riau lebih bermartabat.183

Dalam perspektif Orang Melayu Riau umumnya, ter-

utama yang terdidik dan terpelajar, bentuk negara yang

183 Keyakinan tersebut diucapkan dengan kata-kata, “Insya Allahcepat atau lambat Riau merdeka itu akan terwujud. Mungkin belumtentu karena Riau ini kuat tapi mungkin negara ini yang roboh.Artinya, Riau ini akan merdeka atas berkat rahmat Allah YangMaha Kuasa. Oleh karena itu, gerakan ini tidak boleh padam,harus menyala terus. Indonesia juga merdeka juga karena rahmatAllah juga kan?” Mereka menganalogikannya sebagai sebuahlembaga perkawinan sebab berdirinya Republik Indonesia melaluikonsensus-konsensus dari kerajaan-kerajaan kecil maupun besaryang berdaulat. Jadi, ibarat hubungan suami istri di manasepasang sejoli ingin bergabung dalam satu keluarga melaluisebuah ikatan perkawinan untuk hidup bersama mencapaikesejahteraan. Dalam perjalanan ada salah satu pihak yangdizalimi, apakah suami atau istri sehingga merasa tidak cocokdan mengambil keputusan untuk berpisah melalui gugatan cerai.Hubungan Riau-Indonesia, menurut mereka seperti itu juga. Duludi Riau ada Kerajaan Siak, Pelalawan, Indragiri dan sebagainyasecara sukarela menyatakan bergabung dengan republik. Setelahterbukti selama puluhan tahun dizalimi padahal Riau merupakankontributor devisa terbesar terhadap republik akan Riau termasuksalah satu daerah yang kurang sejahtera di negara ini. Olehkarenanya, Riau berhak untuk memisahkan diri supaya Indone-sia tahu bahwa sebenarnya masyarakat Riau tidak sualak (mau,pen) lagi berada dalam keluarga besar RI karena dizalimi. Jadi,siapapun yang dizalimi dia berhak untuk mengajukan memisahkandiri sebagai bentuk pemberontakan. Wawancara dengan TZulmizan F Assegaf, Muchtar Ahmad, Fauzi Kadir, dan TabraniRab, Op. Cit.

Gusmar Hadi Al Ambo aktif di FKPMR, para aktivis pen-

dukung dan simpatisan lainnya mulai disibukkan dengan

urusan masing-masing.

Gerakan Riau Merdeka secara de facto masih ada

dengan Alazhar didaulat sebagai Presiden Riau Merdeka.

Alazhar didaulat ketika memperingati ulang tahun yang

ke-2 Gerakan Riau Merdeka tanggal 15 Maret 2001.181 Di

bawah kepemimpinan Alazhar gerakan ini memang tidak

sebesar semasa kepemimpinan Tabrani Rab. Alazhar

cenderung membawa GRM tidak pada tataran eksistensi

akan tetapi lebih pada tataran substansi. Gerakan ini seolah-

olah “mati”, namun sebenarnya ruhnya masih ada pada

setiap gerakan intelektual. Ia tidak memiliki struktur yang

jelas, namun menurut Alazhar, selalu ada “orang-orang

terlatih yang siap mengisi peran sebagai anu, sebagai anu,

dan seterusnya.”182

Dari pemaparan di atas, Gerakan Riau Merdeka

181 Wawancara dengan T Zulmizan F Assegaf, Op. Cit.182 Uraian lebih lengkap lihat Ronny Basista, 2004, Tabrani dalam Bingkai

“Riau Merdeka”, Riau Cultural Institute, Pekanbaru, h. 29-30. Isuyang selalu diusung Alazhar adalah pemberantasan kemiskinandan kebodohan. Dua permasalahan utama di Riau sebagai akibatsentralisasi yang dijalankan Pusat selama ini. Artinya perjuanganlebih diarahkan ke internal (baca: daerah) dan bukan tidak mungkingerakan akan muncul ketika ada kebijakan Pusat yang dianggapdapat merugikan Riau, semisal revisi UU No 22 Tahun 1999, yangdiindikasikan adanya upaya pemerintah pusat melakukanresentralisasi. Saat ini, momentum revisi UU No 25 Tahun 1999tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah dimanfaatkanjustru oleh Gubernur Riau periode 2003-2008, H. M Rusli Zainal,untuk meningkatkan persentase bagi hasil minyak menjadi 40persen untuk daerah dan 60 persen untuk pusat. Tuntutan tersebutsaat ini mulai mendapat dukungan luas dari masyarakat Riau.

Page 100: Riau merdeka

GERAKAN RIAU MERDEKA 199198 B en d e ra R i u a M e r d e k a A k h i r n ya B er k i b a r

daerah dengan keinginan pusat) ini akan dipengaruhi

sejauhmana pemerintah pusat terus melakukan perubahan

melalui cara pandang bahwa kemajuan daerah-daerah

akan berdampak pada kemajuan nasional. Dalam bahasa

lain, gerakan berbasis kedaerahan di Indonesia akan tetap

mengalami pasang surut jika sekiranya kecenderungan

yang tidak seimbang pada setiap hubungan yang terjadi

menyangkut relasi hubungan Pusat-Daerah.{}

ideal untuk Indonesia adalah federal. Dengan mengambil

contoh sejarah bangsa-bangsa di dunia yang bisa bertahan

lama dan stabil secara politik yakni AS, Australia, Jerman

dan sebagainya. Negara-negara tersebut mampu memberi-

kan kemakmuran kepada masyarakatnya tapi tetap masih

dalam satu negara. Federal merupakan salah satu solusi

karena otonomi daerah ternyata tidak mampu memuaskan

daerah-daerah terutama yang kaya akan sumber daya

alam.

Sejarah bangsa-bangsa di dunia yang bisa bertahan

lama dan stabil secara politik. Sebagai contoh AS, Australia,

Jerman dan sebagainya.184 Negara-negara ini mampu

memberikan ke-makmuran kepada masyarakatnya tapi

tetap masih dalam satu negara maka federal lah salau satu

solusi karena otonomi daerah ternyata tidak mampu me-

muaskan daerah-daerah terutama yang kaya akan sumber

daya alam. Alasan lainnya dengan sistem saat ini, diyakini

sampai kapanpun orang Riau tidak mungkin akan bisa

jadi Presiden RI karena kalah dalam banyak hal mulai dari

jumlah penduduk, lobi, dan jaringan politik. Artinya,

negosiasi- negosiasi propinsi di luar Jawa menjadi tidak

signifikan.

Ke depan, otonomi daerah tetap menjadi persoalan

utama antara daerah yang kaya akan sumberdaya alam

dengan pemerintah pusat. Tegangan (antara tuntutan

184 Dalam pemahaman penulis, bentuk negara tidak memilikirelevansi dengan kemakmuran suatu bangsa. Sebagai contohPerancis dan Jepang adalah negara kesatuan yangkemakmurannya setara dengan negara-negara AS, Jerman, danAustralia.

Page 101: Riau merdeka

GERAKAN RIAU MERDEKA 201200 B en d e ra R i u a M e r d e k a A k h i r n ya B er k i b a r

Bab 6

PENUTUP

erakan berbasis kedaerahan pasca Orde Baru

penyebabnya antara lain timpangnya perimbangan

keuangan antara pusat-daerah jika dilihat dari

empat daerah yang melakukan perlawanan, yang meru-

pakan daerah yang kaya akan sumberdaya alam. Pem-

bagian rezeki yang kurang adil ini menyebabkan timpang-

nya struktur ekonomi dan infrastruktur antara Jawa dan

luar Jawa. Persoalan tersebut adalah akibat sentralisasi ke-

kuasaan yang berlebihan (over-centralized) sehingga

mematikan kreativitas daerah.

Akumulasi dari persoalan hubungan pusat-daerah

tersebut memunculkan kekecewaan yang mendalam

karena terbukti memarjinalkan masyarakat lokal secara

sistematis baik secara sosial, ekonomi, dan politik maupun

budaya. Kekecewaan tersebut akhirnya termanifestasikan

dalam bentuk perlawanan daerah terhadap pemerintah

pusat.

G

Page 102: Riau merdeka

GERAKAN RIAU MERDEKA 203202 P en u t u p

menuntut pergantian kepemimpinan nasional. Pasca tum-

bangnya rezim Orde Baru, isu tuntutan mahasiswa mulai

meluas dan memasuki wilayah yang sangat sensitif untuk

dilakukan sebelumnya, yakni tentang bagi hasil minyak

antara pusat-daerah.

Tuntutan mahasiswa juga diikuti oleh aksi-aksi pen-

dudukan ke daerah operasi PT. Caltex yang sangat vital.

Seperti laiknya gerakan-gerakan mahasiswa yang mengu-

sung moral force, ruang yang belum dimasuki oleh maha-

siswa tersebut dimanfaatkan oleh sebagian intelektual kritis

di Riau. Melengkapi perjuangan mahasiswa, gerakan inte-

lektual meramu isu menjadi lebih terkonsepsional. Isu yang

menjadi tenaga pendorong munculnya Gerakan Riau

Merdeka adalah isu tentang bagi hasil minyak bumi di

Riau.

Tuntutan bagi hasil minyak pertama kali diusung oleh

Lembaga Pemantau Reformasi Riau (LPRR) yang kemudi-

an diperluas menjadi gerakan bersama yang ditandai

dengan bersatunya kekuatan reformasi di Riau kala itu.

Unsur gerakan reformasi di Riau inilah yang melahirkan

Gabungan Kekuatan Reformasi Masyarakat Riau

(GKRMR). Tuntutan bagi hasil minyak tersebut disampai-

kan dan diterima secara langsung ke Presiden Habibie di

Istana Negara tanggal 31 Juli 1998. Ketika itu, Habibie

berjanji akan memberikan jawaban tuntutan tersebut

paling lambat dua bulan.

Melewati batas waktu yang dijanjikan dan dalam masa

menunggu ketidakpastian tentang apakah dikabulkan atau

tidak tuntutan tersebut, Habibie yang menghadapi gejolak

ekonomi dan politik nasional melakukan politik buying

Seperti halnya pemberontakan daerah pada masa

Orde Lama, munculnya Gerakan Riau Merdeka dipicu oleh

krisis politik di tingkat nasional sebagai akibat krisis

ekonomi dan moneter yang berkepanjangan. Meluasnya

tuntutan yang dipelopori oleh gerakan mahasiswa untuk

melakukan perubahan di segala bidang berakhir dengan

tumbangnya rezim autoritarian Orde Baru.

Pasca tumbangnya Rezim Orde Baru pemerintahan

Habibie dihadapkan; pertama, persoalan legitimasi dan

pada saat ber-samaan harus melakukan recovery ekonomi

serta menghadapi tekanan politik terutama dari mahasiswa

dan elemen reformis lainnya. Kedua, polarisasi di tubuh

ABRI terutama Angkatan Darat menjadi dua faksi utama

yakni ABRI hijau (baca: Islam) yang dimotori oleh Prabowo

dan ABRI merah putih (baca: nasionalis) yang dimotori

oleh Wiranto. Perpecahan ini memuncak pada detik-detik

akhir sebelum dan sesudah Soeharto mundur terutama

dalam menangani aksi gerakan pro-demokrasi.

Ketiga, derasnya tekanan dengan intensitas yang tinggi

baik secara ekonomi maupun politik, sementara pada saat

bersamaan struktur penopang utama Orde Baru, yakni

Golkar, militer, dan birokrasi retak, sehingga peme-

rintahan Habibie cenderung melakukan politik akomodasi

dan sekadar bertahan. Tekanan-tekanan baik pada tingkat

nasional maupun gerakan sentrifugal dari daerah tersebut

menyebabkan rezim Habibie mengalami disorientasi.

Gerakan menuntut perubahan dan pergantian kepe-

mimpinan nasional ini meluas hingga ke daerah, tidak

terkecuali di Riau. Gerakan mahasiswa di Riau yang pada

awalnya mengusung isu perubahan di segala bidang dan

Page 103: Riau merdeka

GERAKAN RIAU MERDEKA 205204 P en u t u p

Melayu Riau yang notabene terdidik dan terpelajar, sangat

berperan dalam menyebarluaskan gagasan melalui media

sehingga mempengaruhi opini publik bahwa merdeka

adalah pilihan tepat dan harus diusahakan.

Respon militer sebagai representasi negara kala itu, di

satu sisi membuat Gerakan Riau Merdeka menjadi tidak

terkendali. Sementara di sisi lain –melalui pendekatan

persuasifnya— seiring dengan perubahan paradigma yang

dicanangkan ABRI juga telah membuat gerakan ini men-

jadi tidak meluas. Hal ini disebabkan; pertama, Danrem

kala itu dijabat oleh Kolonel (Inf) Muhammad Gadillah

yang merupakan orang Riau pertama menjabat sebagai

pucuk pimpinan tertinggi militer di Riau. Sebagai orang

Riau, ia memiliki ikatan emosional terhadap daerahnya.

Muhammad Gadillah banyak tahu kemiskinan masyarakat

Riau selama ia bertugas di Riau. Hal ini telah menumbuh-

kembangkan sikap empatinya dan ia mengambil peran

menjadi sekutu pasif utama gerakan. Selama masa inku-

basi dan sikap lunaknya, Gadillah memberikan ruang gerak

para aktivis untuk menyuarakan ketidakadilan.

Kedua, pendekatan persuasif yang dilakukan militer

baik secara langsung maupun tidak langsung membuat

gerakan menuntut Riau Merdeka ini tidak terkristalisasi

dan hanya sebatas gerakan kampus. Pada perkembangan

selanjutnya, Gerakan Riau Merdeka di bawah kepemim-

pinan Tabrani Rab berhasil mendapat perhatian nasional

maupun internasional. Sebagai figur kritis, independen dan

tersimbolisasi sebagai pembela kaum tertindas yang

dikenal selama ini, Tabrani berhasil memperluas gerakan

meskipun sebatas wacana dalam meyakinkan bahwa

time. Sampai dengan tenggat waktu yang dijanjikan,

tuntutan tersebut belum menampakkan titik terang. Dina-

mika politik di Riau kala itu sangat dinamis dan hikmah

dari situasi ketidakpastian tersebut, yakni bersatunya elit-

elit lokal baik formal maupun informal mendesak peme-

rintah pusat untuk mengabulkan tuntutan tersebut.

Konvergensi ini telah memberikan ruang gerak par-

tisipasi secara bersama. Dalam masa menunggu ketidak-

pastian apakah tuntutan bagi hasil tersebut dikabulkan atau

tidak, dipelopori oleh aliansi aktivis pers kampus yang

menamakan kelompok mereka sebagai Gerakan Pers

Kampus, berinisatif melakukan diskusi dalam menyikapi

politik buying time pusat tersebut. Diskusi di Kantor SKK

Bahana Mahasiswa Unri tersebut berlangsung tanggal 7

Maret 1999 dengan Fauzi Kadir, seorang intelektual kritis,

sebagai pembicara utama. Dari diskusi tersebut, tercetus

keinginan sebagian besar peserta diskusi agar sebaiknya

Riau memerdekakan diri.

Keinginan tersebut dilandasi keyakinan bahwa pusat

selamanya tidak memiliki political will untuk mengabul-

kan tuntutan bagi hasil minyak dari masyarakat Riau.

Wacana Riau Merdeka semakin lama semakin meluas

dengan kelompok pendukung utamanya mahasiswa.

Kelompok pendukung utama (kelompok episteme Riau

Merdeka) dalam berbagai kesempatan melakukan

sosialisasi gagasan merdeka tersebut. Meluasnya gerakan

menuntut Riau Merdeka juga karena peran pers lokal yang

sangat signifikan karena aktivis gerakan ini sebagian ada

yang berprofesi sebagai wartawan yang memiliki kepeduli-

an terhadap ketertinggalan Riau. Mereka ini generasi muda

Page 104: Riau merdeka

GERAKAN RIAU MERDEKA 207206 P en u t u p

terjadi sosialisasi ide.

Ketiga, semasa reformasi –seiring melemahnya

negara— momentum ini dimanfaatkan oleh sekelompok

mahasiswa yang menamakan diri aliansi aktivis pers

kampus yang menamakan dirinya Gerakan Pers Kampus

(GPK) dalam menyikapi tuntutan bagi hasil minyak yang

pertama kali diusung oleh Lembaga Pemantau Reformasi

Riau (LPRR) dan dimatangkan pada Gabungan Kekuatan

Reformasi Masyarakat Riau (GKRMR) dengan strategi

perjuangan melalui terpadu dengan konseptualisasi, aksi,

dan diplomasi. Tuntutan bagi hasil minyak oleh masyarakat

Riau merupakan entry point dalam melihat apakah pusat

benar-benar mau memenuhi tuntutan salah satu tuntutan

gerakan reformasi nasional yakni otonomi daerah dalam

arti sesungguhnya. Akumulasi persoalan dan sejarah dari

relasi hubungan pusat-daerah selama ini telah membuat

hilangnya kepercayaan (trust) daerah terhadap pusat.

Dalam masa menunggu ketidakpastian tersebut,

gagasan untuk memerdekakan Riau dilontarkan pertama

kali oleh Fauzi Kadir kemudian disambut oleh Gerakan

Pers Kampus dan dideklarasi-kannya Riau Berdaulat adalah

merupakan klimaksnya. Keinginan Riau untuk merdeka

adalah karena lambannya respon pemerintah pusat dalam

mengabulkan tuntutan bagi hasil minyak bumi Riau dan

pada saat bersamaan, momentum tersebut dimanfaatkan

dengan baik oleh aktor-aktor gerakan. Dari konteks ini,

keinginan Riau merdeka adalah seperti membangkitkan

batang terendam. Maknanya, keinginan Riau merdeka telah

menjadi ingatan kolektif masyarakat Riau sehingga akan

muncul ketika relasi hubungan pusat-daerah terganggu

keinginan Riau Merdeka adalah pillihan yang paling tepat

dengan menyajikan data-data penzaliman pusat terhadap

Riau.

Beberapa faktor kontekstual yang menyebabkan

munculnya keinginan Riau untuk merdeka, yakni; per-

tama, secara historis keinginan Riau untuk merdeka sudah

muncul sejak Orde Lama karena pasca revolusi kemer-

dekaan Riau praktis terabaikan baik secara ekonomi,

politik, sosial maupun budaya. Hal ini karena Riau meru-

pakan bagian dari wilayah Provinsi Sumatera Tengah yang

mencakup Sumatera Barat, Riau, dan Jambi dengan ibu-

kotanya di Bukittinggi. Sejarah kegemilangan Imperium

Melayu adalah preferensi dari keinginan untuk mengatur

diri sendiri. Dari konteks ini, keinginan Riau untuk

merdeka dapat dipahami sebagai dialektika hubungan

pusat daerah.

Kedua, semasa Orde Baru seiring dengan pembangun-

an di segala bidang telah melahirkan generasi yang terdidik

dan terpelajar. Komunikasi ilmiah pun terjadi dan wacana

Riau kaya tapi miskin atau anak ayam mati di lumbung

padi adalah sebuah ironi yang memilukan. Keinginan Riau

untuk merdeka dalam periode ini karena bangkitnya ke-

sadaran intelektual sehingga oposisi intelektual berkeyakin-

an bahwa Riau dapat mengembangkan potensi yang

dimilikinya jika melepaskan diri dari rezim Orde Baru yang

represif dan autoritarian. Dari konteks ini, keinginan Riau

untuk merdeka karena penzhaliman terhadap Riau oleh

Pusat yang sudah berada pada ambang batas yang harus

dilawan. Pada masa ini, gerakan secara sembunyi-sembunyi

dilakukan oleh kaum intelek-tual melalui wacana sehingga

Page 105: Riau merdeka

GERAKAN RIAU MERDEKA 209208 P en u t u p

Pusat dan Daerah di mana untuk minyak bumi daerah

mendapat bagian 15 persen dan ini jelas di luar dugaan

karena lebih besar dari tuntutan masyarakat Riau yang

hanya sebesar 10 persen.

Keempat, pendekatan persuasif yang dijalankan

militer —tanpa menangkap tokoh sentral gerakan— dalam

menyikapinya telah membuat gerakan tidak terkristalisasi.

Militer tidak tergoda melakukan hal tersebut meskipun

sebenarnya gerakan menuntut Riau merdeka sudah masuk

kategori perbuatan makar. Sikap ini karena militer belum

lama berselang memiliki pengalaman buruk dalam me-

nangani separatisme di Timor Timur dengan menangkap

tokoh sentralnya, Xanana Gusmao sehingga gerakan

mendapat perhatian dan simpati dunia internasional.

Kelima, figure Tabrani Rab yang kontroversial dan

sangat sulit ditebak ucapan, sikap, dan tindakannya.

Tabrani cenderung jalan sendiri dengan meninggalkan –

meminjam istilah Rizal Mallarangeng— kelompok episteme

Riau merdeka terutama mahasiswa sebagai pendukung

dan penggerak awal gerakan ini. Puncaknya adalah ketika

Tabrani menerima tawaran menjadi anggota Dewan

Pertimbangan Otonomi Daerah (DPOD). Hal ini membuat

kelompok pendukung utama kecewa sehingga membuat

gerakan ini mengalami evolusi yang kurang sempurna.{}

dan masyarakat Riau merasa bahwa negara tidak mampu

melindungi daerah yang merupakan bagian dari tubuh-

nya.

Pada konteks ini, pusat dianggap tidak punya political

will memajukan daerah. Pada perkembangannya, Gerakan

Riau Merdeka kemudian diperluas oleh Tabrani Rab karena

kepiawaian-nya memainkan peran sebagai the man of idea

dalam melakukan psy war terhadap pusat. Figur Tabrani

Rab yang berhasil mem-perluas gagasan Riau Merdeka

hingga ke tingkat nasional merupakan suatu keberhasilan

sebagai seorang political entrepreneur.

Beberapa faktor yang menyebabkan lemahnya gerak-

an antara lain; pertama, sejak awal gerakan ini telah terjadi

polarisasi menyangkut strategi perjuangan; sebagian ada

yang ingin benar-benar merdeka terutama mahasiswa,

sebagian ada yang ingin gerakan ini sebagai alat untuk

meningkatkan bargaining position Riau terhadap pusat.

Polarisasi tersebut sebagai akibatnya lemahnya konsolidasi

sehingga gerakan mengalami disorientasi sejak awal. Riau

Merdeka memiliki idea of power tanpa diiringi kekuatan

implementasi dan aksi dari gagasan tersebut.

Kedua, keberhasilan Pusat melakukan kontra isu me-

lalui gerakan pemisahan diri masyarakat Kepulauan Riau

untuk membentuk provinsi otonom. Isu ini membuat

Gerakan Riau Merdeka tidak populer di Kepulauan Riau

sehingga membuat gerakan tidak meluas (dilokalisir).

Ketiga, munculnya keinginan Riau untuk merdeka adalah

karena tidak adanya kepastian akan dikabulkannya

tuntutan bagi hasil minyak. Setelah dikeluarkannya UU

Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan

Page 106: Riau merdeka

GERAKAN RIAU MERDEKA 211210 D a f t a r P u st a k a

Daftar Pustaka

Abdul Gaffar Karim, 1997, Negara dan Civil Society:

Elaborasi Terminologis, Diktat Kuliah Jurusan Ilmu

Pemerintahan UGM, unpublished.

Adnan Buyung Nasution, Harun Alrasyid, Ichlasul Amal,

dkk., 1999, Federalisme untuk Indonesia, Kompas,

Jakarta.

Alfred Stepan, 1996, Militer dan Demokratisasi: Pengalaman

Brasil dan Beberapa Negara Lain, Pustaka Utama

Grafiti, Jakarta.

Ali Yusri, 1990, Mekanisme Pengendalian Pemerintah Pusat

dalam Rekruitmen Elit Politik Lokal di Riau, Tesis

Fakultas Pascasarjana UGM, Yogyakarta, unpublished.

________, 2002, Draft Disertasi Pascasarjana Universitas

Indonesia, unpublished.

Angger Jati Wijaya dkk. (ed.), 2000, Reformasi Tata

Pemerintahan Desa Menuju Demokrasi, YAPIKA dan

FORUM LSM DIY bekerja sama dengan Pustaka

Pelajar, Yogyakarta.

Page 107: Riau merdeka

GERAKAN RIAU MERDEKA 213212 D a f t a r P u st a k a

David Jenkins, 1984, Soeharto and His General, Indonesia

Military Politics 1975-1983, Monograph Series,

Southeast Asian Program, Cornell University, Ithaca.

D. G. Hall, 1971, Sejarah Asia Tenggara, Dewan Bahasa

dan Pustaka Kementerian Pelajaran Malaysia, Kuala

Lumpur.

Eep Saefullah Fatah, 1998, Menimbang Masa Depan Orde

Baru: Reformasi atau Mati? Laboratorium Ilmu Politik

FISIP UI dan Mizan.

Eric Hoffer, 1993, Gerakan Massa (terj.), Yayasan Obor,

Jakarta.

Fred I. Greenstein and Nelson W. Polsby (ed.), Handbook

of Political Science Vol. 3.

Gerald Zaltman (ed.), 1970, Procces and Phenomena of Social

Change, John Wiley and Son.

Gunnar Myrdal, 1968, Asian Drama: An Inquiry Into the

Poverty of Nation (vol II), Penguin Books, England.

Hadari Nawawi, 1992, Instrumen Penelitian Bidang Sosial,

Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Hamka, 2000, Gerakan Mahasiswa Indonesia: Studi

Perbandingan antara Gerakan Mahasiswa 1966 dan

Gerakan Mahasiswa 1998, Thesis Pascasarjana UGM,

Yogyakarta, unpublished.

Hardi, 1993, Daerah Istimewa Aceh: Latar Belakang Politik

dan Masa Depannya, Cita Panca Serangkai, Jakarta.

Haryanto, 1989, Analisis Tahap-tahap Gerakan Mahasiswa

Indonesia 1974 dan 1978, Fisipol UGM, Yogyakarta.

Hendri Sayuti dan Repol, 2003, Gerakan Reformasi Riau

1998-2003, Bahana Press, Pekanbaru.

Hikmat Ishak, 2001, Warisan Riau: Tanah Melayu Indonesia

Anselm Strauss dan Juliet Corbin, 1997, Dasar-Dasar

Penelitian Kualitatif: Prosedur, Teknik, dan Teori

Grounded, penyadur H.M. Djunaidi Ghony, Bina Ilmu,

Surabaya.

Anthony Oberschall, Theories of Social Conflit, dalam Ralp

H. Turner (ed.), 1978, Annual Review of Sociology vol.

4.

Anwar Syair dkk, 1986, Sejarah Daerah Riau, Depdikbud

Prov. Riau, Pekanbaru.

Aribowo, 1992, Gerakan Mahasiswa 1966 sebagai Kekuatan

Politik Anomi, Thesis Pascasarjana UGM, Yogyakarta,

unpublished.

Arief Furchan, 1992, Pengantar Metoda Penelitian Kualitatif

(terj.), Usaha Nasional, Surabaya.

Arlinna Gunarya, 1985, Wawasan Dasar Metodologi

Penelitian, diktat kuliah, Bandung, unpublished.

Audrey Kahin dan George McTurnan Kahin (2001),

Subversi sebagai Politik Luar Negeri: Menyingkap

Keterlibatan CIA di Indonesia, Pustaka Utama Grafiti,

Jakarta.

B. Herry Priyono, 2003, Anthony Giddens: Suatu Pengantar,

Kepustakaan Populer Gramedia, Jakarta.

Barbara Sillars Harvey, 1989, Permesta: Pemberontakan

Setengah Hati (terj.), Pustaka Utama Grafiti, Jakarta.

Bryan Fay, 1991, Teori Sosial dan Praktek Politk, Grafiti Pers,

Jakarta.

Charles F. Andrain, 1992, Kehidupan Politik dan Perubahan

Sosial, Tiara Wacana, Yogyakarta.

David Berry, 1981, Pokok-pokok Pikiran dalam Sosiologi,

Paulus Wirutomo (peny.), Rajawali, Jakarta.

Page 108: Riau merdeka

GERAKAN RIAU MERDEKA 215214 D a f t a r P u st a k a

Munafrizal, 2002, Hubungan Negara-Masyarakat pada Era

Transisi di Indonesia (1998-2001), Thesis Pascasarjana

UGM, unpublished.

Myron Weiner dan Samuel P. Huntington (ed.),

Understanding Political Development, Waveland Press,

Illinois.

Nazaruddin Syamsuddin, 1989, Integrasi Politik di

Indonesia, Paradigma Baru Peran ABRI (Sebuah Upaya

Sosialisasi) Edisi II Hasil Revisi, 1999, Jakarta.

Pratikno, 1999, Hubungan Pusat-Daerah Gelombang Ketiga:

Sosok Otonomi Daerah di Indonesia Pasca Soeharto,

Jurnal UNISIA No. 39/XXII/III/1999, UII, Yogyakarta.

Priyo Budi Santoso, 1993, Birokrasi Pemerintah Orde Baru:

Perspektif Kultural dan Struktural, Rajawali Pers,

Jakarta.

Riant Nugroho D., 2000, Otonomi Daerah: Desentralisasi

tanpa Revolusi, Elex Media Komputindo, Jakarta, h.

191-192.

Riswandha Imawan, tanpa tahun, “Research Design”,

dalam Metodologi Penelitian Administrasi, diktat kuliah

Program Studi Magister Ilmu Administrasi PPS

Universitas 17 Agustus, Surabaya, unpublished.

Riwanto Tirtosudarmo, 1996, Demografi Politik: Pem-

bangunan Indonesia dari Riau sampai Timor Timur,

Pustaka Sinar Harapan, Jakarta.

Ronny Basista, 2004, Tabrani dalam Bingkai “Riau

Merdeka”, Riau Cultural Institute, Pekanbaru, h. 29-

30.

R. Z. Leirissa, 1991, PRRI/Permesta: Strategi Pembangunan

Indonesia tanpa Komunis, Pustaka Utama Grafiti,

yang Legendaris, Percetakan Negara RI, Jakarta.

Investasi di Kabupaten Kepulauan Riau (Tanjungpinang:

Pemda Kepri, 2000).

Ichlasul Amal, 1992, Regional and Central Government in

Indonesian Politics: West Sumatera and South Sulawesi

19491-979, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Jack Plano, Robert E. Riggs, Helenan S. Robin, 1985, Kamus

Analisa Politik (terj.), Rajawali, Jakarta.

Jacob Vredenburg, 1986, Metode dan Teknik Penelitian,

Gramedia, Jakarta.

Koentjaraningrat (peny.), 1981, Metode-metode Penelitian

Masyarakat, Gramedia, Jakarta.

Leonard Broom, 1981, Sociology: a Text with Adapted

Readings, Harper & Row Pub., New York.

Lexy J. Moleong, 1990, Metodologi Penelitian Kualitatif,

Remadja Karya, Bandung.

Mark N. Hagopian, 1978, Regime, Movement, and Ideologies:

a Comparative Introduction to Political Science,

Longman, New York & London.

Masri Singarimbun dan Sofian Effendi (peny.), Metode

Penelitian Survai (edisi revisi), LP3ES, Jakarta.

Mohtar Mas’oed dan Colin McAndrew (peny.), 1997,

Perbandingan Sistem Politik, Gama Press, Yogyakarta.

Mubyarto dkk., 1992, Riau Menatap Masa Depan, hasil

penelitian P3PK UGM, Yogyakarta, unpublished.

Muhammad Isa Selamat, 2001, Riau Menuju Jalan Puncak:

Gagasan Pembangunan dan Kekuatan Jatidiri, Pusat

Kajian Warisan Melayu Riau, Bengkalis.

M. Rusli Karim, Negara: Satu Analisis Mengenai Pengertian

Asal-usul dan Fungsi, Tiara Wacana, Yogyakarta.

Page 109: Riau merdeka

GERAKAN RIAU MERDEKA 217216 D a f t a r P u st a k a

Tarsito, Bandung.

Zaim Saidi, 1998, Soeharto Menjaring Matahari, Mizan,

Bandung.

Zulfan Heri dan Muchid Albintani (peny.), 1998, DPRD

Riau Digugat: Kilas Balik Pemilihan Gubernur Riau

(1993-1998), LS2EPM, Pekanbaru.

Sumber Bacaan dan Bahan Pendukung lainnya

Bahan Prosesi dan Hasil Kongres Rakyat II, Pekanbaru,

29-31 Januari 2000.

Berita Acara Pertemuan LPRR Nomor 001/Skrt-LPRR/VI-

1998.

Daftar hadir LPRR tanggal 24 Mei, 29 Mei, 4 Juni, 24 Juni

1998.

DeTAK No. 69 tahun ke-2 tanggal 16-22 November 1999.

Detektif Romantika, liputan khusus tanggal 15-20 Maret

1999.

Forum Keadilan No. 33, 21 November 1999.

http:/www.bangkitonline.litbot.com, 1 Juli 2000.

Majalah Warta Unri Nomor 1 – XVI Januari 1999, Humas

Universitas Riau, Pekanbaru.

Notulen rapat LPRR tanggal 21 Mei, 4, 9, 23 Juni 1998.

Riau Pos, tanggal 12 dan15 Maret 1999.

Sinar Pagi, 13 Maret 1999.

Tabloid Politik WataN No. 10 Tahun I, 24-30 Desember

1999, Pekanbaru, Riau.

Tempo, 24 September 2000 dan 15 Juli 2001.

Tabloid Azam Nomor 107/ Tahun III/ Edisi 12-18 Februari

2001

Jakarta.

Sanapiah Faisal, 1999, Format-format Penelitian Sosial,

Rajawali, Jakarta.

Sidney Tarrow, 1996, Power in Movement: Social Movements,

Collective Action, and Politics, Cambridge University

Press, New York.

Syahda Guruh LS, 2000, Menimbang Otonomi vs Federal:

Mengembangkan Wacana Federalisme dan Otonomi

Luas Menuju Masyarakat Madani Indonesia, Remaja

Rosdakarya, Bandung.

Syamsuddin Haris dan Riza Sihbudi (ed.), 1996, Menelaah

Kembali Format Politik Orde Baru, Gramedia, Jakarta.

Tabrani Rab, 2002, Menuju Riau Berdaulat: Pilihan Kongres

Rakyat Riau II, Riau Cultural Institute, Pekanb

Taufik Ikram Jamil dkk., 2002, Dari Percikan Kisah

Membentuk Provinsi Riau, Yayasan Pusaka Riau,

Pekanbaru.

Ted Robert Gurr, 1970, Why Men Rebel, Princeton

University Press, Princeton, New Jersey.

Tedd Robert Gurr, 1995, Minorities at Risk: A Global View

of Ethnopolitical Conflicts, United States Institute of

Peace Press, Washington D.C

Tim Lapera, 2000, Otonomi versi Negara: Demokrasi di

Bawah Bayang-bayang Otoriterisme, Lapera Pustaka

Utama, Yogyakarta.

Turner dan Killian, 1957, Collective Behaviour, Prenticehall,

New York.

William Liddle, 1996, Leadership and Culture in Indonesian

Politics, Allen & Unwin, Sydney.

Winarno Surakhmad, 1985, Dasar-dasar Teknik Researsh,