rhinitis alergi

35
RHINITIS ALERGI Oleh: Ratna Setia Wati 112014115 Pembimbing : dr. Vitri SpTHT-KL dr. Arroyan Wardhana, Sp.THT-KL

Upload: nanna-kiidiw-wardhoyo

Post on 15-Apr-2016

50 views

Category:

Documents


8 download

DESCRIPTION

Rhinitis Alergi

TRANSCRIPT

Page 1: Rhinitis Alergi

RHINITIS ALERGI

Oleh

Ratna Setia Wati

112014115

Pembimbing

dr Vitri SpTHT-KL

dr Arroyan Wardhana SpTHT-KL

Kepaniteraan Klinik Ilmu THT-KL RSUD KOJA

Periode 30 Maret 2015 ndash 02 Mei 2015

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jakarta

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas berkat dan rahmat-Nya

penulis dapat menyelesaikan penyusunan referat ini yang berjudul ldquoRhinitis Alergirdquo Referat

ini penulis susun untuk melengkapi tugas di Kepaniteraan Klinik di Departemen Ilmu

Penyakit THT-KL di RSUD Koja

Penulis mengucapkan banyak terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dr

Arroyan Wardhana SpTHT-KL yang telah membimbing dan membantu dalam

melaksanakan kepaniteraan dan dalam menyusun referat ini

Penulis menyadari masih banyak kekurangan baik pada isi maupun format referat ini

Oleh karena itu segala kritik dan saran kami terima dengan tangan terbuka

Akhir kata penulis berharap referat ini dapat memberi manfaat kepada semua pihak

yang ingin mengetahui sedikit banyak tentang ldquoRhinitis Alergirdquo

Jakarta Maret 2015

Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i

DAFTAR ISI ii

BAB I PENDAHULUAN 1

BAB II ANATOMI HIDUNG 2

BAB III FISIOLOGI HIDUNG

BAB IV RHINITIS ALERGI

BAB V KESIMPULAN

DAFTAR PUSTAKA

BAB I

PENDAHULUAN

Rinitis alergi adalah penyakit inflamasi yang disebabkan oleh reaksi alergi pada

pasien atopi yang sebelumnya sudah tersensititasi dengan alergen yang sama serta

dilepaskannya suatu mediator kimia ketika terjadi paparan ulangan dengan alergen yang

sama serta dilepaskannya suatu mediator kimia ketika terjadi paparan ulangan dengan alergen

spesifik tersebut Definisi menurut WHO ARIA (Allergic Rhinitis and its Impact on Asthma)

adalah kelainan pada hidung dengan gejala bersin-bersin rinore rasa gatal dan tersumbat

setelah mukosa hidung terpapar alergen yang diperantai oleh IgE1

Prevalensi rinitis di dunia saat ini mencapai 10-25 atau lebih dari 600 juta penderita

dari seluruh etnis dan usia2

Di Amerika Serikat lebih dari 40 juta warganya menderita rinitis alergi Rinitis alergi

pada anak lebih sering terjadi pada anak laki-laki dibandingkan anak perempuan sedangkan

pada dewasa prevalensi rinitis alergi laki-laki sama dengan perempuan Sekitar 80 kasus

rinitis alergi berkembang mulai usia 20 tahun Insidensi rinitis alergi pada anak-anak 40

dan menurun sejalan dengan usia3 Di Indonesia belum ada angka yang pasti tetapi di

Bandung prevalensi rinitis alergi pada usia 10 tahun ditemukan cukup tinggi (58)2

Meskipun bukan penyakit berbahaya yang mematikan rinitis alergi harus dianggap penyakit

yang serius karena dapat mempengaruhi kualitas hidup penderitanya Tak hanya aktivitas

sehari-hari yang menjadi terganggu biaya yang akan dikeluarkan untuk mengobatinya pun

akan semakin mahal apabila penyakit ini tidak segera diatasi karena telah menjadi kronis

BAB II

ANATOMI HIDUNG

Hidung luar berbentuk piramid dengan bagian-bagiannya dari atas ke bawah 1

1 Pangkal hidung (bridge)

2 Dorsum nasi

3 Puncak hidung

4 Ala nasi

5 Kolumela dan

6 Lubang hidung (nares anterior)

Hidung luar dibentuk oleh kerangka tulang dan tulang rawan yang dilapisi oleh kulit

jaringan ikat dan beberapa otot kecil yang berfungsi untuk melebarkan atau menyempitkan

lubang hidung Kerangka tulang terdiri dari 1

1 tulang hidung (os nasalis)

2 prosesus frontalis os maksila dan

3 prosesus nasalis os frontal

sedangkan kerangka tulang rawan terdiri dari beberapa pasang tulang rawan yang terletak di

bagian bawah hidung yaitu 1

1 sepasang kartilago nasalis lateralis superior

2 sepasang kartilago nasalis lateralis inferior (kartilago alar mayor)

3 beberapa pasang kartilago alar minor dan

4 tepi anterior kartilago septum

Rongga hidung atau kavum nasi berbentuk terowongan dari depan ke belakang

dipisahkan oleh septum nasi di bagian tengahnya menjadi kavum nasi kanan dan kiri Pintu

atau lubang masuk kavum nasi bagian depan disebut nares anterior dan lubang belakang

disebut nares posterior (koana) yang menghubungkan kavum nasi dengan nasofaring 1

Bagian dari kavum nasi yang letaknya sesuai dengan ala nasi tepat dibelakang nares

anteriror disebut vestibulum Vestibulum ini dilapisi oleh kulit yang mempunyai banyak

kelenjar sebasea dan rambut-rambut panjang yang disebut vibrise 1

Tiap kavum nasi mempunyai 4 buah dinding yaitu dinding medial lateral inferior

dan superior Dinding medial hidung ialah septum nasi Septum dibentuk oleh tulang dan

tulang rawan Bagian tulang adalah lamina perpendikularis os etmoid vomer krista nasalis

os maksila dan krista nasalis os palatina Bagian tulang rawan adalah kartilago septum

(lamina kuadrangularis) dan kolumela 1

Septum dilapisi oleh perikondrium pada bagian tulang rawan dan periostium pada

bagian tulang sedangkan diluarnya dilapisi pula oleh mukosa hidung Bagian depan dinding

lateral hidung licin yang disebut ager nasi dan dibelakangnya terdapat konka-konka yang

mengisi sebagian besar dinding lateral hidung 1

Pada dinding lateral terdapat 4 buah konka Yang terbesar dan letaknya paling bawah

ialah konka inferior kemudian yang lebih kecil adalah konka media lebih kecil lagi ialah

konka superior sedangkan yang terkecil disebut konka suprema Konka suprema disebut juga

rudimenter 1

Konka inferior merupakan tulang tersendiri yang melekat pada os maksila dan labirin

etmoid sedangkan konka media superior dan suprema merupakan bagian dari labirin etmoid

Di antara konka-konka dan dinding lateral hidung terdapat rongga sempit yang disebut

meatus Tergantung dari letak meatus ada tiga meatus yaitu meatus inferior medius dan

superior Meatus inferior terletak di antara konka inferior dengan dasar hidung dan dinding

lateral rongga hidung Pada meatus inferior terdapat muara (ostium) duktus nasolakrimalis

Meatus medius terletak di antara konka media dan dinding lateral rongga hidung Pada

meatus medius terdapat bula etmoid prosesus unsinatus hiatus semilunaris dan infundibulum

etmoid Hiatus semilunaris merupakan suatu celah sempit melengkung dimana terdapat

muara sinus frontal sinus maksila dan sinus etmoid anterior1

Pada meatus superior yang merupakan ruang di antara konka superior dan konka

media terdapat muara sinus etmoid posterior dan sinus sfenoid Dinding inferior merupakan

dasar rongga hidung dan dibentuk oleh os maksila dan os palatum Dinding superior atau atap

hidung sangat sempit dan dibentuk oleh lamina kribriformis yang memisahkan rongga

tengkorak dari rongga hidung 1

Perdarahan

Bagian atas rongga hidung mendapat pendarahan dari aetmoid anterior dan posterior

yang merupakan cabang dari aoftalmika sedangkan aoftalmika berasal dari akarotis

interna1

Bagian bawah rongga hidung mendapat pendarahan dari cabang amaksilaris interna

di antaranya ialah ujung apalatina mayor dan asfenopalatina yang keluar dari foramen

sfenopalatina bersama nsfenopalatina dan memasuki rongga hidung di belakang ujung

posterior konka media 1

Bagian depan hidung mendapat pendarahan dari cabang-cabang afasialis Pada

bagian depan septum terdapat anastomosis dari cabang-cabang asfenopalatina aetmoid

anterior alabialis superior dan apalatina mayor yang disebut pleksus Kiesselbach Pleksus

Kiesselbach letaknya superfisial dan mudah cidera oleh trauma sehingga sering menjadi

sumber epistaksis terutama pada anak 1

Vena-vena hidung mempunyai nama yang sama dan berjalan berdampingan dengan

arterinya Vena di vestibulum dan struktur luar hidung bermuara ke voftalmika yang

berhubungan dengan sinus kavernosus Vena-vena di hidung tidak memiliki katup sehingga

merupakan faktor predisposisi untuk mudahnya penyebaran infeksi sampai ke intrakranial 1

Persarafan

Bagian depan dan atas rongga hidung mendapat persarafan sensoris dari netmoidalis

anterior yang merupakan cabang dari nnasosiliaris yang berasal dari noftalmikus Rongga

hidung lainnya sebagian besar mendapat persarafan sensoris dari nmaksila melalui ganglion

sfenopalatina 1

Ganglion sfenopalatina selain memberikan persarafan sensoris juga memberikan

persarafan vasomotor atau otonom untuk mukosa hidungGanglion ini menerima serabut-

serabut sensoris dari nmaksila serabut parasimpatis dari npetrosus superfisialis mayor dan

serabut-serabut simpatis dari npetrosus profundusGanglion sfenopalatina terletak di belakang

dan sedikit di atas ujung posterior konka media 1

Fungsi penghidu berasal dari Nervus olfaktorius Saraf ini turun melalui lamina kribosa

dari permukaan bawah bulbus olfaktorius dan kemudian berakhir pada sel-sel reseptor

penghidu pada mukosa olfaktorius di daerah sepertiga atas hidung 1

Mukosa Hidung

Rongga hidung dilapisi oleh mukosa yang secara histologik dan fungsional dibagi atas

mukosa pernafasan (mukosa respiratori) dan mukosa penghidu (mukosa olfaktorius) Mukosa

pernafasan terdapat pada sebagian besar rongga hidung dan permukaannya dilapisi oleh epitel

torak berlapis semu (pseudo stratified columnar epithalium) yang mempunyai silia dan

diantaranya terdapat sel-sel goblet 1

Pada bagian yang lebih terkena aliran udara mukosanya lebih tebal dan kadang-

kadang terjadi metaplasia menjadi sel epitel skuamosa Dalam keadaan normal mukosa

berwarna merah muda dan selalu basah karena diliputi oleh palut lendir (mucous blanket)

pada permukaannya Palut lendir ini dihasilkan oleh kelenjar mukosa dan sel-sel goblet 1

Silia yang terdapat pada permukaan epitel mempunyai fungsi yang penting Dengan

gerakan silia yang teratur palut lendir di dalam kavum nasi akan didorong ke arah

nasofaring Dengan demikian mukosa mempunyai daya untuk membersihkan dirinya sendiri

dan juga untuk mengeluarkan benda asing yang masuk ke dalam rongga hidung 1

Gangguan pada fungsi silia akan menyebabkan banyak sekret terkumpul dan

menimbulkan keluhan hidung tersumbat Gangguan gerakan silia dapat disebabkan oleh

pengeringan udara yang berlebihan radang sekret kental dan obat-obatan Di bawah epitel

terdapat tunika propria yang banyak mengandung pembuluh darah kelenjar mukosa dan

jaringan limfoid 1

Pembuluh darah pada mukosa hidung mempunyai susunan yang khas Arteriol

terletak pada bagian yang lebih dalam dari tunika propria dan tersusun secara paralel dan

longitudinal Arteriol ini memberikan pendarahan pada anyaman kapiler perigalnduler dan

subepitel Pembuluh eferen dari anyaman kapiler ini membuka ke rongga sinusoid vena yang

besar yang dindingnya dilapisi oleh jaringan elastik dan otot polos Pada bagian ujungnya

sinusoid ini mempunyai sfingter otot Selanjutnya sinusoid akan mengalirkan darahnya ke

pleksus vena yang lebih dalam lalu ke venula Dengan susunan demikian mukosa

hidungmenyerupai suatu jaringan kavernosus yang erektil yang mudah mengembang dan

mengerut Vasodilatasi dan vasokontriksi pembuluh darah ini dipengaruhi oleh saraf

otonom1

BAB III

FISIOLOGI HIDUNG

Berdasarkan teori structural teori evolusioner dan teori fungsional fungsi fisiologis

hidung dan sinus paranasal adalah 1

1 Fungsi respirasi

Untuk mengatur kondisi udara humidikasi penyeimbang dalam pertukaran tekanan

dan mekanisme imunologik local

2 Fungsi penghidu

Terdapatnya mukosa olfaktorius dan reservoir udara untuk menampung stimulus

penghidu

3 Fungsi fonetik

Yang berguna untuk resonanasi suara membantu proses bicara dan mencegah

hantaran suara sendiri melalui konduksi tulang

4 Fungsi static dan mekanik

Untuk meringankan beban kepala

5 Reflex nasal

Fungsi Respirasi

Udara inpirasi masuk ke hidung menuju system respirasi melalui nares anterior lalu

naik ke atas setinggi konka media dan kemudian turun ke bawah ke arah nasofaring sehingga

aliran udara ini berbentuk lengkungan atau arkus 1

Udara yang dihirup akan mengalami humidikasi oleh palut lender Pada musim panas

udara hampir jenuh oleh uap air sehingga terjadi sedikit penguapan udara inspirasi oleh palut

lender sedangkan pada musim dingin akan terjadi sebaliknya 1

Suhu udara yang melalui hidung diatur sehingga berkisar 37ordm Celcius Fungsi

pengatur suhu ini dimungkinkan oleh banyaknya pembuluh darah di bawah epitel dan adanya

permukaan konka dan septum yang luas1

Partikel debu virus bakteri jamur yang terhirup bersama udara akan disaring

dihidung oleh 1

- Rambut (vibrissae) pada vestibulum nasi

- Silia

- Palut lender

Debu dan bakteri akan melekat pada palu lender dan partikel-partikel yang besar akan

dikeluarkan dengan reflex bersin

Fungsi Penghidu

Hidung juga bekerja sebagai indra penghidu dan pengecap dengan adanya mukosa

olfaktorius pada atap rongga hidung konka superior dan sepertiga bagian atas septum

Partikel bau dapat dapat mencapai daerah ini dengan cara difusi dengan palut lendir atau bila

menarik napas dengan kuat 1

Fungsi hidung untuk membantu indra pengecap adalah untuk membedakan rasa

manis yang berasal dari berbagai macam bahan seperti perbedaan rasa manis strawberi

jeruk pisang atau coklat Juga untuk mebedakan rasa ayam yang berasal dari cuka dan asam

jawa 1

Fungsi Fonetik

Resonansi oleh hidung penting untuk kualitas suara ketika berbicara dan menyanyi

Sumbatan hidung akan menyebabkan resonansi berkurang atau hilang sehingga terdengar

suara sengau (rinolalia) 1

Resonansi oleh hidung penting untuk kualitas suara ketika berbicara dan menyanyi

Sumbatan hidung akan menyebabkan resonansi berkurang atau hilang sehingga terdengar

suara sengau (rinolalia) Hidung membantu proses pembentukan konsonan nasal (mnng)

rongga mulut tertutup dan hidung terbuka dan palatum mole turun untuk aliran udara 1

Refleks Nasal

Mukosa hidung merupakan reseptor refleks yang berhubungan dengan saluran cerna

kardiovaskuler dan pernafasan Iritasi mukosa hidung menyebabkan refleks bersin dan nafas

berhenti Rangsangan bau tertentu akan menyebabkan sekresi kelenjar liur lambung dan

pankreas1

BAB IV

RHINITIS ALERGI

Definisi

Rhinitis alergi adalah rinitis dengan gejala bersin paroksismal pilek encer dan

obstruksi nasi Timbul pada orang yang berbakat atopi jika terpapar ulang dengan alergen

spesifik yang pada orang normal tidak menimbulkan reaksi Pasien dengan rhinitis alergi juga

dapat mengalami penurunan kualitas hidup Hal ini diakibatkan karena gangguan tidur yang

ditimbulkan gangguan dalam belajar maupun bekerja Rhinitis alergi juga sering

berhubungan dengan komorbiditas lain seperti asthma konjungtivitis dan rhinosinusitis4

Epidemiologi

Prevalensi rinitis di dunia saat ini mencapai 10-25 atau lebih dari 600 juta penderita

dari seluruh etnis dan usia2 Di Amerika Serikat lebih dari 40 juta warganya menderita rinitis

alergi Rinitis alergi pada anak lebih sering terjadi pada anak laki-laki dibandingkan anak

perempuan sedangkan pada dewasa prevalensi rinitis alergi laki-laki sama dengan

perempuan Sekitar 80 kasus rinitis alergi berkembang mulai usia 20 tahun Insidensi rinitis

alergi pada anak-anak 40 dan menurun sejalan dengan usia3 Di Indonesia belum ada angka

yang pasti tetapi di Bandung prevalensi rinitis alergi pada usia 10 tahun ditemukan cukup

tinggi (58)2

Etiologi

Rinitis alergi melibatkan interaksi antara lingkungan dengan predisposisi genetik

dalam perkembangan penyakitnya Faktor genetik dan herediter sangat berperan pada

ekspresi rinitis alergi5 Penyebab rinitis alergi tersering adalah alergen inhalan pada dewasa

dan ingestan pada anak-anak Pada anak-anak sering disertai gejala alergi lain seperti

urtikaria dan gangguan pencernaan Penyebab rinitis alergi dapat berbeda tergantung dari

klasifikasi Beberapa pasien sensitif terhadap beberapa alergen Alergen yang menyebabkan

rinitis alergi musiman biasanya berupa serbuk sari atau jamur Rinitis alergi perenial

(sepanjang tahun) diantaranya debu tungau terdapat dua spesies utama tungau yaitu

Dermatophagoides farinae dan Dermatophagoides pteronyssinus jamur binatang peliharaan

seperti kecoa dan binatang pengerat Faktor resiko untuk terpaparnya debu tungau biasanya

karpet serta sprai tempat tidur suhu yang tinggi dan faktor kelembaban udara Kelembaban

yang tinggi merupakan faktor resiko untuk untuk tumbuhnya jamur Berbagai pemicu yang

bisa berperan dan memperberat adalah beberapa faktor nonspesifik diantaranya asap rokok

polusi udara bau aroma yang kuat atau merangsang dan perubahan cuaca6

Rhinitis alergi dan atopi secara umum disebabkan oleh interaksi dari pasien yang

secara genetik memiliki potensi alergi dengan lingkungan Genetik secara jelas memiliki

peran penting Pada 20 ndash 30 semua populasi dan pada 10 ndash 15 anak semuanya atopi

Apabila kedua orang tua atopi maka risiko atopi menjadi 4 kali lebih besar atau mencapai

50 Peran lingkungan dalam dalam rinitis alergi yaitu alergen yang terdapat di seluruh

lingkungan terpapar dan merangsang respon imun yang secara genetik telah memiliki

kecenderungan alergi7

Berdasarkan cara masuknya alergen dibagi atas1

1 Alergen inhalan yang masuk bersama dengan udara pernapasan misalnya tungau debu

rumah kecoa serpihan epitel kulit binatang rerumputan serta jamur

2 Alergen ingestan yang masuk ke saluran cerna berupa makanan misalnya susu sapi

telur coklat ikan laut udang kepiting dan kacang-kacangan

3 Alergen injektan yang masuk melalui suntikan atau tusukan misalnya penisilin dan

sengatan lebah

4 Alergen kontaktan yang masuk melalui kontak kulit atau jaringan mukosa misalnya

bahan kosmetik perhiasan

Patogenesis

Rinitis alergi merupakan suatu penyakit inflamasi yang diawali dengan tahap sensitisasi

dan diikuti dengan tahap provokasireaksi alergi Reaksi alergi terdiri dari 2 fase yaitu

Immediate Phase Allergic Reaction atau reaksi alergi fase cepat (RAFC) yang berlangsung

sejak kontak dengan allergen sampai satu jam setelahnya dan Late Phase Allergic Reaction

atau reaksi alergi fase lambat (RAFL) yang berlangsung 2-4 jam dengan puncak 6-8 jam (fase

hiper-reaktifitas) setelah pemaparan dan dapat berlangsung sampai 24-48 jam1

Pada kontak pertama dengan allergen atau tahap sensitisasi makrofag atau monosit

yang berperan sebagai sel penyaji (Antigen Presenting CellAPC) akan menangkap allergen

yang menempel di permukaan mukosa hidung Setelah diproses antigen akan membentuk

fragmen pendek peptide dan bergabung dengan molekul HLA kelas II membentuk komplek

peptide MHC kelas II (Major Histocompatibility Complex) yang kemudian dipresentasikan

pada sel T Helper (Th0) Kemudian sel penyaji akan melepas sitokin seperti interleukin 1

(IL1) yang akan mengaktifkan Th0 untuk berproliferasi menjadi Th1 dan Th2 Th2 akan

menghasilakan berbagai sitokin seperti IL3 IL4 IL5 dan IL13 IL4 dan IL13 dapat diikat

oleh reseptornya di permukaan sel limfosit B sehingga sel limfosit B menjadi aktif dan akan

memproduksi IgE IgE di sirkulasi darah akan masuk ke jaringan dan diikat oleh reseptor IgE

di permukaan sel mastosit atau basofil (sel mediator) sehingga kedua sel ini menjadi aktif

Proses ini disebut sensitisasi yang menghasilkan sel mediator yang tersensitisasi Bila mukosa

yang sudah tersensitisasi terpapar dengan allergen yang sama maka kedua rantai IgE akan

mengikat allergen spesifik dan terjadi degranulasi (pecahnya dinding sel) mastosit dan basofil

dengan akibat terlepasnya mediator kimia yang sudah terbentuk (Preformed Mediators)

terutama histamine Selain itu juga dikeluarkan Newly Formed Mediators antara lain

prostaglandin D2 (PGD2) Leukotrein D4 (LTD4) Leukotrein C4 (LTC4) bradikinin

Platelet Activating Factor (PAF) dan berbagai sitokin Inilah yang disebut sebagai reaksi

alergi fase cepat (RAFC)1

Histamine akan merangsang reseptor H1 pada ujung saraf vidianus sehingga

menimbulkan rasa gatal pada hidung dan bersin-bersin Histamine juga akan menyebabkan

sel mukosa dan sel goblet megalami hipersekresi dan permeabilitas kapiler meningkat

sehingga terjadi rinorea Gejala lain dalah hidung tersumbat akibat vasodilatasi sinusoid

Selain histamine merangsang ujung saraf vidianus juga menyebabkan rangsangan pada

mukosa hidung sehingga terjadi pengeluaran Inter Cellular Adhesion Molecule 1 (ICAM1)1

Pada RAFC sel mastosit juga akan melepaskan molekul kemotaktik yang

menyebabkan akumulasi sel eusinofil dan noutrofil di jaringan target Timbulnya gejala

hiperaktif atau hiper responsive hidung adalah akibat peranan eosinofil dengan mediator

inflamasi dari granulnya seperti ECP EDP MBP EPO Pada fase ini selain factor spesifik

(allergen) iritasi oleh faktor non spesifik dapat memperberat gejala seperti asap rokok bau

yang merangsang perubahan cuaca dan kelembaban udara yang tinggi1

Gambaran Histologik

Secara mikroskopik tampak adanya dilatasi pembuluh darah dengan pembesaran sel

goblet dan sel pembentuk mucus Terdapat juga pembesaran ruang inter seluler dan

penebalan membrane basal serta ditemukan infiltrasi sel-sel eosinofil pada jaringan mukosa

dan submukosa hidung1

Gambaran yang ditemukan terdapat pada saat serangan Diluar keadaan serangan

mukosa kembali normal Akan tetapi serangan dapat terjadi terus-menerus (persisten)

sepanjang tahun sehingga lama kelamaan terjadi perubahan yang ireversibel yaitu terjadi

proliferasi jaringan ikat dan hiperplasia mukosa sehingga tampak mukosa hidung menebal1

Klasifikasi

Berdasarkan sifat berlangsungnya rinitis alergi dibagi menjadi 1

1 Rinitis alergi musiman (seasonal hay fever polinosis) Rinitis hanya ada di negara

yang mempunyai 4 musim Allergen penyebabnya spesifik yaitu tepungsari (pollen)

rerumputan dan spora jamur

2 Rinitis alergi sepanjang tahun (perennial) Gejala penyakit ini timbul intermiten atau

terus menerus tanpa variasi musim Penyebab yang paling sering ialah alergen

inhalan dan alergen ingestan

Klasifikasi rinitis alergi berdasarkan rekomendasi dari WHO Initiative ARIA (Allergic

Rhinitis and its Impact on Asthma) tahun 2000 yaitu berdasarkan sifat berlangsungnya

dibagi menjadi 1

1 Intermiten (kadang-kadang)

Bila gejala kurang dari 4 hariminggu atau kurang dari 4 minggu

2 Persistenmenetap

Bila gejala lebih dari 4 hariminggu dan atau lebih dari 4 minggu

Sedangkan untuk tingkat berat ringannya penyakit rinitis alergi dibagi menjadi 1

1 Ringan

Bila tidak ditemukan gangguan tidur gangguan aktivitas harianbersantai

berolahraga belajar bekerja dan hal-hal lain yang mengganggu

2 Sedang-berat

Bila terdapat satu atau lebih dari gangguan tersebut diatas

Gejala Klinis

Gejala klinis pada rinitis alergi adalah bersin berulang pada pagi hari keluar ingus

(rinore) yang encer dan banyak hidung tersumbat hidung dan mata gatal yang kadang-

kadang disertai dengan banyak keluar air mata (lakrimasi)89

Awitan gejala timbul cepat setelah paparan allergen dapat berupa bersin mata atau

palatum yang gatal berair rinore hidung gatal hidung tersumbat8 Pada mata dapat

menunjukkan gejala berupa mata merah gatal conjungtivitis mata terasa terbakar dan

lakrimasi38 Pada telinga bisa dijumpai gangguan fungsi tuba efusi telinga bagian tengah8

Diagnosis

Anamnesis

Gejala klinis pada rinitis alergi adalah bersin berulang pada pagi hari keluar ingus

(rinore) yang encer dan banyak hidung tersumbat hidung dan mata gatal yang kadang-

kadang disertai dengan banyak keluar air mata (lakrimasi)10

Awitan gejala timbul cepat setelah paparan allergen dapat berupa bersin mata atau

palatum yang gatal berair rinore hidung gatal hidung tersumbat810 Pada mata dapat

menunjukkan gejala berupa mata merah gatal conjungtivitis mata terasa terbakar dan

lakrimasi38 Pada telinga bisa dijumpai gangguan fungsi tuba efusi telinga bagian tengah68

Pada anamnesis didapati keluhan serangan bersin yang berulang Bersin ini merupakan

gejala pada RAFC dan kadang-kadang RAFL sebagai akibat dilepaskannya histamin Gejala

lain adalah keluar ingus (rinore) yang encer dan banyak hidung tersumbat hidung dan mata

gatal yang kadang-kadang disertai dengan banyak keluar air mata (lakrimasi)1

Riwayat penyakit alergi dalam keluarga perlu ditanyakan Pasien juga perlu ditanya

gangguan alergi selain yang menyerang hidung seperti asma eczema urtikaria atau

sensitivitas obat Keadaan lingkungan kerja dan tempat tinggal juga perlu ditanya untuk

mengaitkan awitan gejala 34

Pemeriksaan Fisik

Pada muka biasanya didapatkan garis Dennie-Morgan dan allergic shinner yaitu

bayangan gelap di daerah bawah mata karena stasis vena sekunder akibat obstruksi hidung

Selain itu dapat ditemukan juga allergic crease yaitu berupa garis melintang pada dorsum

nasi bagian sepertiga bawah Garis ini timbul akibat hidung yang sering digosok-gosok oleh

punggung tangan (allergic salute) Pada pemeriksaan rinoskopi anterior ditemukan mukosa

hidung basah berwarna pucat atau livid dengan konka edema dan sekret yang encer dan

banyak Perlu juga dilihat adanya kelainan septum atau polip hidung yang dapat memperberat

gejala hidung tersumbat Selain itu dapat pula ditemukan konjungtivis bilateral atau penyakit

yang berhubungan lainnya seperti sinusitis dan otitis media Mulut sering terbuka dengan

lengkung langit-langit yang tinggi sehingga akan menyebabkan gangguan pertumbuhan gigi-

geligi (facies adenoid) Dinding posterior faring tampak granuler dan edema (cobblestone

appearance) serta dinding lateral faring menebal Lidah tampak seperti gambaran peta

(geographic tongue)1

Pemeriksaan Penunjang

Invitro

Hitung eosinofil dalam darah tepi dapat normal atau meningkat Demikian pula pemeriksaan

IgE total seringkali menunjukkan nilai normal kecuali bila tanda alergi pada pasien lebih dari

satu macam penyakit misalnya selain rinitis alergi juga menderita asma bronkial atau

urtikaria Lebih bermakna adalah dengan RAST (Radio Immuno Sorbent Test) atau ELISA

(Enzyme Linked Immuno Sorbent Assay Test) Pemeriksaan sitologi hidung walaupun tidak

dapat memastikan diagnosis tetap berguna sebagai pemeriksaan pelengkap Ditemukannya

eosinofil dalam jumlah banyak menunjukkan kemungkinan alergi inhalan Jika basofil (5

sellap) mungkin disebabkan alergi makanan sedangkan jika ditemukan sel PMN

menunjukkan adanya infeksi bakteri1

Invivo

Allergen penyebab dapat dicari dengan cara pemeriksaan tes cukit kulit uji intrakutan atau

intradermal yang tunggal atau berseri (Skin End-Point Titration SET) SET dilakukan untuk

allergen inhalan dengan menyuntikkan allergen dalam berbagai konsentrasi yang bertingkat

kepekatannya Untuk allergen makanan uji kulit Intracutaneus Provocative Dilutional Food

Test (IPDFT) namun sebagai baku emas dapat dilakukan dengan diet eliminasi dan

provokasi (Challenge Test) Keuntungan SET selain alergen penyebab juga derajat alergi

serta dosis inisial untuk desensitisasi dapat diketahui Untuk alergi makanan uji kulit seperti

tersebut diatas kurang dapat diandalkan Diagnosis biasanya ditegakkan dengan diet eliminasi

dan provokasi (ldquoChallenge Testrdquo) Alergen ingestan secara tuntas lenyap dari tubuh dalam

waktu lima hari Karena itu pada Challenge Test makanan yang dicurigai diberikan pada

pasien setelah berpantang selama 5 hari selanjutnya diamati reaksinya Pada diet eliminasi

jenis makanan setiap kali dihilangkan dari menu makanan sampai suatu ketika gejala

menghilang dengan meniadakan suatu jenis makanan1

Diagnosis Banding

Diagnosa Banding dari rinitis alergi adalah11

1 Rhinitis Non-alergik

Rhinitis non-alergik adalah suatu keadaan inflamasi hidung yang disebabkan

oleh selain alergi Keadaan ini tidak dapat diidentifikasi dengan pemeriksaan

alergi yang sesuai (anamnesis tes cukit kulit kadar antibodi IgE spesifik

serum)

Kelainan ini dapat bermacam-macam bergantung dari penyebabnya antara

lain

- rhinitis vasomotor

- rhinitis gustator

- rhinitis medikamentosa

- rhinitis hormonal

2 Immotile cilia syndrome (ciliary dyskinesis)

Diskinesia Silia Primer (PCD juga disebut sindrom immotile-silia) ditandai

oleh penurunan nilai bawaan dari clearance mukosiliar (PKS) Manifestasi

klinis termasuk batuk kronis rinitis kronis dan sinusitis kronis Otitis dan

otosalpingitis yang umum di masa kanak-kanak seperti juga poliposis hidung

dan agenesis sinus frontalis

Penatalaksanaan

1 Terapi yang paling ideal adalah dengan menghindari kontak dengan allergen

penyebabnya (avoidance) dan eliminasi 1

2 Medikamentosa

a Antihistamin

Antihistamin yang dipakai adalah antagonis histamine H-1 yang bekerja

secara inhibitor kompetitif pada reseptor H-1 sel target dan merupakan

preparat farmakologik yang paling sering dipakai sebagai lini pertama

pengobatan rhinitis alergi Pemberian dapat dalam kombinasi atau tanpa

kombinasi dengan dekongestan secara peroral 1

Antihistamin dibagi dalam 2 golongan yaitu golongan antihistamin generasi 1

(klasik) dan generasi 2 (non-sedatif) Antihistamin generasi 1 bersifat lipofilik

sehingga dapat menembus sawar darah otak (mempunyai efek pada SSP) dan

plasenta serta mempunyai efek kolinergik Yang termasuk kelompok ini

antara lain adalah difenhidramin klorfeniramin prometasin siproheptadin

sedangkan yang dapat diberikan secara topical adalah azelastin Antihistamin

generasi 2 bersifat lipofobik sehingga sulit menembus sawar darah otak

Bersifat selektif mengikat resptor H-1 perifer dan tidak mempunyai efek

antikolinergik antiadrenergik dan pada efek pada SSP minimal (non-sedatif) 1

Antihistamin diabsorpsi secara oral dengan cepat dan mudah serta efektif

untuk mengatasi gejala obstruksi hidung pada fase lambat Antihistamin non

sedative dapat dibagi menjadi dua golongan menurut keamananya Kelompok

pertama adalah astemisol dan terfenadin yang mempunyai efek kardiotoksik

Toksisitas terhadap jantung tersebut disebabkan repolarisasi jantung yang

tertunda dan dapat menyebabkan aritmia ventrikel henti jantung dan bahkan

kematia medadak (sudah ditarik dari peredaran) Kelompok kedua adalah

loratadin setirisin fexofenadin desloratadin dan levosetirisin 1

Preparat simpatomimetik golongan agonis adrenergik alfa dipakai sebagai

dekongestan hidung oral dengan atau tanpa kombinasi dengan antihistamin

atau topikal Namun pemakaian secara topikal hanya boleh untuk beberapa

hari saja untuk menghindari terjadinya rinitis medikamentosa 1

Tabel 1 Antihistamin oral optimal untuk rhinitis alergi12

Tabel 2 Efek samping sedasi dari antihistamin12

b Dekongestan

Golongan obat ini tersedia dalam bentuk topikal maupun sistemik Onset obat

topikal jauh lebih cepat daripada preparat sistemik namun dapat

menyebabkan rhinitis medikamentosa bila digunakan dalam jangka waktu

lama12

Obat dekongestan sistemik yang sering digunakan adalah pseudoephedrine

HCl dan Phenylpropanolamin HCl Obat ini dapat menyebabkan

vasokonstriksi pembuluh darah Dosis obat ini 15 mg untuk anak 2-5 tahun 30

mg untuk anak 6-12 tahun dan 60 mg untuk dewasa diberikan setiap 6 jam

Efek samping dari obat-obatan ini yang paling sering adalah insomnia dan

iritabilitas 12

c Antikolinergik

Preparat antikolinergik topikal adalah ipratropium bromide bermanfaat untuk

mengatasi rinore karena aktifitas inhibisi reseptor kolinergik pada permukaan

sel efektor 1

d Kortikosteroid

Preparat kortikosteroid dipilih bila gejala terutama sumbatan hidung akibat

respon fase lambat tidak berhasil diatasi dengan obat lain Yang sering dipakai

adalah kortikosteroid topikal (beklometason budesonid flunisolid flutikason

mometason furoat dan triamsinolon) Kortikosteroid topikal bekerja untuk

mengurangi jumlah sel mastosit pada mukosa hidung mencegah pengeluaran

protei n sitotoksik dari eosinofil mengurangi aktifitas limfosit mencegah

bocornya plasma Hal ini menyebabkan epitel hidung tidak hiperresponsif

terhadap rangsangan allergen (bekerja pada respon cepat dan lambat) Preparat

sodium kromoglikat topikal bekerja menstabilkan mastosit (mungkin

menghambat ion kalsium) sehingga pelepasan mediator dihambat Pada

respons fase lambat obat ini juga menghambat proses inflamasi dengan

menghambat aktifasi sel netrofil eosinofil dan monosit Hasil terbaik dapat

dicapai bila diberikan sebagai profilaksis 1

e Lainnya

Pengobatan baru lainnya untuk riniris alergi adalah anti leukotrien

(zafirlukastmontelukast) anti IgE DNA rekombinan 1

Menurut penelitian yang dilakukan pada tahun 2006 membuktikan bahwa

pseudoephedrine dan montelukast memiliki efek yang serupa dalam mengatasi

gejala dan memperbaiki kualitas hidup pasien11

3 Operatif

Tindakan konkotomi parsial (pemotongan sebagian konka inferior) konkoplasti atau

multiple outfractured inferior turbinoplasty perlu dipikirkan bila konka inferior

hipertrofi berat dan tidak berhasil dikecilkan dengan cara kaeuterisasi memakai

AgNO3 25 atau triklor asetat1

4 Imunoterapi

Cara pengobatan ini dilakukan pada alergi inhalan dengan gejala yang berat dan

sudah berlangsung lama serta dengan pengobatan cara lain tidak memberikan hasil

yang memuaskan Tujuan dari imunoterapi adalah pembentukkan IgG blocking

antibody dan penurunan IgE Ada 2 metode imunoterapi yang umum dilakukan yaitu

intradermal dan sublingual1

Komplikasi

Komplikasi rinitis alergi yang sering ialah

1 Polip Hidung

Polip hidung yang memiliki tanda patognomonis inspisited mucous glands

akumulasi sel-sel inflamasi yang luar biasa banyaknya (lebih eosinofil dan

limfosit T CD4+) hiperplasia epitel hiperplasia goblet dan metaplasia

skuamosa

2 Otitis media yang sering residif terutama pada anak-anak

3 Sinusitis paranasal merupakan inflamasi mukosa satu atau lebih sinus para nasal

Terjadi akibat edema ostia sinus oleh proses alergis dalam mukosa yang

menyebabkan sumbatan ostia sehingga terjadi penurunan oksigenasi dan tekanan

udara rongga sinus Hal tersebut akan menyuburkan pertumbuhan bakteri terutama

bakteri anaerob dan akan menyebabkan rusaknya fungsi barier epitel antara lain

akibat dekstruksi mukosa oleh mediator protein basa yang dilepas sel eosinofil

(MBP) dengan akibat sinusitis akan semakin parah13

Prognosis

Kebanyakan gejala rintis alergi dapat diobati Pada kasus yang lebih parah dapat memerlukan

imunoterapi Namun sebagai aturan umum jika suatu zat menjadi penyebab alergi bagi

seorang individu maka zat tersebut dapat terus mempengaruhi orang itu dalam jangka

panjang10

BAB V

KESIMPULAN

Rintis alergi adalah kelainan pada hidung dengan gejala bersin-bersin rinore rasa

gatal dan tersumbat setelah mukosa hidung terpapar alergen yang diperantarai oleh IgE

Alergen dapat berupa alergen inhalan misalnya tungau debu rumah kecoa serpihan epitel

kulit binatang rerumputan serta jamur alergen ingestan yang masuk ke saluran cerna

berupa makanan misalnya susu sapi telur coklat ikan laut udang kepiting dan kacang-

kacangan alergen injektan yang masuk melalui suntikan atau tusukan misalnya penisilin

dan sengatan lebah dan alergen kontaktan yang masuk melalui kontak kulit atau jaringan

mukosa misalnya bahan kosmetik perhiasan

Diagnosis rinitis alergi ditegakkan berdasarkan anamnesis pemeriksaan fisik dan

pemeriksaan penunjang Dari anamnesis dijumpai keluhan dan gejala berupa bersin keluar

ingus (rinore) yang encer dan banyak hidung tersumbat hidung dan mata gatal yang

kadang-kadang disertai dengan banyak keluar air mata (lakrimasi) pada anamnesis perlu

ditanyakan riwayat keluarga riwayat tempat tinggal dan lingkungan pekerjaan Pada

pemeriksaan fisik pada rinoskopi anterior dijumpai mukosa edema basah berwarna pucat

atau livid disertai adanya secret encer yang banyak

Penatalaksanaan dari rinitis alergi adalah menghindari kontak dengan allergen

medikamentosa operatif imunoterapi dan edukasi kepada pasien Komplikasi yang sering

terjadi pada rinitis alergi adalah polip hidung otitis media gangguan fungsi tuba dan sinusitis

paranasal

DAFTAR PUSTAKA

1 Irawati N Kasakeyan E Rusmono N Rinitis alergi Dalam Buku Ajar Ilmu

Kesehatan Telinga Hidung Kepala Leher Jakarta Balai Penerbit FKUI 2010 H118

ndash 22 128 ndash 33

2 Sudiro M Madiadipoera T Purwanto B Eosinofil kerokan mukosa hidung sebagai

diagnostik rinitis alergi MKB 2010 42 (1) 6-11

3 Sheikh J Allergic Rhinitis treatment and management Update on 2015 February

Available from http emedicine medscape comarticle 134825 Accessed on 3 April

2015

4 Meltzer EO Evaluation of the oral antihistamine for patients with allergic rhinitis

Updated on 2005 Available from httphighwirestanfordedu Accessed on 2015

April 3

5 Adams George L Boies buku ajar penyakit THT (Boeis fundamentals of

otolaryngology) Ed 6 Jakarta EGC 1997

6 Department of Pediatrics and Otolaryngology University of Pittsburgh School of

Medicine and Childrens Hospital of Pittsburgh Allergic rhinitis definition

epidemiology pathophysiology detection and diagnosis J Allergy Clin Immunol

2001 108 (1 Suppl) 2-8

7 Li J Zhang Y Zhang L Discovering suspectibility genes for allergic rhinitis and

allergic using genome-wide association study strategy Curr Opin Allergy Clin

Immunol 2015 15(1) 33-40

8 Rondon C Fernandez J Canto G Blanca M Local allergic rhinitis concept clinical

manifestations and diagnostic approach Updated on 2010 Available from

httpwwwncbinlmnihgovpubmed20945601 Accessed on 2015 April 3

9 Mabry R Marple B Allergic rhinitis In Cummingrsquos Otolaryngologi Head Neck

Surgery 4th Ed USA Elsevier 2005 982-988

10 Tran NP Vickery J Blaiss MS Management of Rhinitis Allergic and Non Allergic

2011 May 20 Available from

httpwwwncbinlmnihgovpmcarticlesPMC3121056 Accesed on 2015 April 3

11 Bachert C Allergic rhinitis pathophysiology diagnosis differential diagnosis and the

therapy Updated on 2011 September 9 Available from

httpwwwncbinlmnihgovpubmed9441024 Accessed on 2013 April 3

12 Oates JA Wood AJJ The New England Journal of Medicine Drug therapy 1991

Available from httphighwirestanfordedu Accessed on 2013 April 3

13 Settipane RA Complications of allergic Updated on 2014 July 20 Available from

httpwwwncbinlmnihgovpubmed10476318 Accessed on 2015 April 3

Page 2: Rhinitis Alergi

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas berkat dan rahmat-Nya

penulis dapat menyelesaikan penyusunan referat ini yang berjudul ldquoRhinitis Alergirdquo Referat

ini penulis susun untuk melengkapi tugas di Kepaniteraan Klinik di Departemen Ilmu

Penyakit THT-KL di RSUD Koja

Penulis mengucapkan banyak terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dr

Arroyan Wardhana SpTHT-KL yang telah membimbing dan membantu dalam

melaksanakan kepaniteraan dan dalam menyusun referat ini

Penulis menyadari masih banyak kekurangan baik pada isi maupun format referat ini

Oleh karena itu segala kritik dan saran kami terima dengan tangan terbuka

Akhir kata penulis berharap referat ini dapat memberi manfaat kepada semua pihak

yang ingin mengetahui sedikit banyak tentang ldquoRhinitis Alergirdquo

Jakarta Maret 2015

Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i

DAFTAR ISI ii

BAB I PENDAHULUAN 1

BAB II ANATOMI HIDUNG 2

BAB III FISIOLOGI HIDUNG

BAB IV RHINITIS ALERGI

BAB V KESIMPULAN

DAFTAR PUSTAKA

BAB I

PENDAHULUAN

Rinitis alergi adalah penyakit inflamasi yang disebabkan oleh reaksi alergi pada

pasien atopi yang sebelumnya sudah tersensititasi dengan alergen yang sama serta

dilepaskannya suatu mediator kimia ketika terjadi paparan ulangan dengan alergen yang

sama serta dilepaskannya suatu mediator kimia ketika terjadi paparan ulangan dengan alergen

spesifik tersebut Definisi menurut WHO ARIA (Allergic Rhinitis and its Impact on Asthma)

adalah kelainan pada hidung dengan gejala bersin-bersin rinore rasa gatal dan tersumbat

setelah mukosa hidung terpapar alergen yang diperantai oleh IgE1

Prevalensi rinitis di dunia saat ini mencapai 10-25 atau lebih dari 600 juta penderita

dari seluruh etnis dan usia2

Di Amerika Serikat lebih dari 40 juta warganya menderita rinitis alergi Rinitis alergi

pada anak lebih sering terjadi pada anak laki-laki dibandingkan anak perempuan sedangkan

pada dewasa prevalensi rinitis alergi laki-laki sama dengan perempuan Sekitar 80 kasus

rinitis alergi berkembang mulai usia 20 tahun Insidensi rinitis alergi pada anak-anak 40

dan menurun sejalan dengan usia3 Di Indonesia belum ada angka yang pasti tetapi di

Bandung prevalensi rinitis alergi pada usia 10 tahun ditemukan cukup tinggi (58)2

Meskipun bukan penyakit berbahaya yang mematikan rinitis alergi harus dianggap penyakit

yang serius karena dapat mempengaruhi kualitas hidup penderitanya Tak hanya aktivitas

sehari-hari yang menjadi terganggu biaya yang akan dikeluarkan untuk mengobatinya pun

akan semakin mahal apabila penyakit ini tidak segera diatasi karena telah menjadi kronis

BAB II

ANATOMI HIDUNG

Hidung luar berbentuk piramid dengan bagian-bagiannya dari atas ke bawah 1

1 Pangkal hidung (bridge)

2 Dorsum nasi

3 Puncak hidung

4 Ala nasi

5 Kolumela dan

6 Lubang hidung (nares anterior)

Hidung luar dibentuk oleh kerangka tulang dan tulang rawan yang dilapisi oleh kulit

jaringan ikat dan beberapa otot kecil yang berfungsi untuk melebarkan atau menyempitkan

lubang hidung Kerangka tulang terdiri dari 1

1 tulang hidung (os nasalis)

2 prosesus frontalis os maksila dan

3 prosesus nasalis os frontal

sedangkan kerangka tulang rawan terdiri dari beberapa pasang tulang rawan yang terletak di

bagian bawah hidung yaitu 1

1 sepasang kartilago nasalis lateralis superior

2 sepasang kartilago nasalis lateralis inferior (kartilago alar mayor)

3 beberapa pasang kartilago alar minor dan

4 tepi anterior kartilago septum

Rongga hidung atau kavum nasi berbentuk terowongan dari depan ke belakang

dipisahkan oleh septum nasi di bagian tengahnya menjadi kavum nasi kanan dan kiri Pintu

atau lubang masuk kavum nasi bagian depan disebut nares anterior dan lubang belakang

disebut nares posterior (koana) yang menghubungkan kavum nasi dengan nasofaring 1

Bagian dari kavum nasi yang letaknya sesuai dengan ala nasi tepat dibelakang nares

anteriror disebut vestibulum Vestibulum ini dilapisi oleh kulit yang mempunyai banyak

kelenjar sebasea dan rambut-rambut panjang yang disebut vibrise 1

Tiap kavum nasi mempunyai 4 buah dinding yaitu dinding medial lateral inferior

dan superior Dinding medial hidung ialah septum nasi Septum dibentuk oleh tulang dan

tulang rawan Bagian tulang adalah lamina perpendikularis os etmoid vomer krista nasalis

os maksila dan krista nasalis os palatina Bagian tulang rawan adalah kartilago septum

(lamina kuadrangularis) dan kolumela 1

Septum dilapisi oleh perikondrium pada bagian tulang rawan dan periostium pada

bagian tulang sedangkan diluarnya dilapisi pula oleh mukosa hidung Bagian depan dinding

lateral hidung licin yang disebut ager nasi dan dibelakangnya terdapat konka-konka yang

mengisi sebagian besar dinding lateral hidung 1

Pada dinding lateral terdapat 4 buah konka Yang terbesar dan letaknya paling bawah

ialah konka inferior kemudian yang lebih kecil adalah konka media lebih kecil lagi ialah

konka superior sedangkan yang terkecil disebut konka suprema Konka suprema disebut juga

rudimenter 1

Konka inferior merupakan tulang tersendiri yang melekat pada os maksila dan labirin

etmoid sedangkan konka media superior dan suprema merupakan bagian dari labirin etmoid

Di antara konka-konka dan dinding lateral hidung terdapat rongga sempit yang disebut

meatus Tergantung dari letak meatus ada tiga meatus yaitu meatus inferior medius dan

superior Meatus inferior terletak di antara konka inferior dengan dasar hidung dan dinding

lateral rongga hidung Pada meatus inferior terdapat muara (ostium) duktus nasolakrimalis

Meatus medius terletak di antara konka media dan dinding lateral rongga hidung Pada

meatus medius terdapat bula etmoid prosesus unsinatus hiatus semilunaris dan infundibulum

etmoid Hiatus semilunaris merupakan suatu celah sempit melengkung dimana terdapat

muara sinus frontal sinus maksila dan sinus etmoid anterior1

Pada meatus superior yang merupakan ruang di antara konka superior dan konka

media terdapat muara sinus etmoid posterior dan sinus sfenoid Dinding inferior merupakan

dasar rongga hidung dan dibentuk oleh os maksila dan os palatum Dinding superior atau atap

hidung sangat sempit dan dibentuk oleh lamina kribriformis yang memisahkan rongga

tengkorak dari rongga hidung 1

Perdarahan

Bagian atas rongga hidung mendapat pendarahan dari aetmoid anterior dan posterior

yang merupakan cabang dari aoftalmika sedangkan aoftalmika berasal dari akarotis

interna1

Bagian bawah rongga hidung mendapat pendarahan dari cabang amaksilaris interna

di antaranya ialah ujung apalatina mayor dan asfenopalatina yang keluar dari foramen

sfenopalatina bersama nsfenopalatina dan memasuki rongga hidung di belakang ujung

posterior konka media 1

Bagian depan hidung mendapat pendarahan dari cabang-cabang afasialis Pada

bagian depan septum terdapat anastomosis dari cabang-cabang asfenopalatina aetmoid

anterior alabialis superior dan apalatina mayor yang disebut pleksus Kiesselbach Pleksus

Kiesselbach letaknya superfisial dan mudah cidera oleh trauma sehingga sering menjadi

sumber epistaksis terutama pada anak 1

Vena-vena hidung mempunyai nama yang sama dan berjalan berdampingan dengan

arterinya Vena di vestibulum dan struktur luar hidung bermuara ke voftalmika yang

berhubungan dengan sinus kavernosus Vena-vena di hidung tidak memiliki katup sehingga

merupakan faktor predisposisi untuk mudahnya penyebaran infeksi sampai ke intrakranial 1

Persarafan

Bagian depan dan atas rongga hidung mendapat persarafan sensoris dari netmoidalis

anterior yang merupakan cabang dari nnasosiliaris yang berasal dari noftalmikus Rongga

hidung lainnya sebagian besar mendapat persarafan sensoris dari nmaksila melalui ganglion

sfenopalatina 1

Ganglion sfenopalatina selain memberikan persarafan sensoris juga memberikan

persarafan vasomotor atau otonom untuk mukosa hidungGanglion ini menerima serabut-

serabut sensoris dari nmaksila serabut parasimpatis dari npetrosus superfisialis mayor dan

serabut-serabut simpatis dari npetrosus profundusGanglion sfenopalatina terletak di belakang

dan sedikit di atas ujung posterior konka media 1

Fungsi penghidu berasal dari Nervus olfaktorius Saraf ini turun melalui lamina kribosa

dari permukaan bawah bulbus olfaktorius dan kemudian berakhir pada sel-sel reseptor

penghidu pada mukosa olfaktorius di daerah sepertiga atas hidung 1

Mukosa Hidung

Rongga hidung dilapisi oleh mukosa yang secara histologik dan fungsional dibagi atas

mukosa pernafasan (mukosa respiratori) dan mukosa penghidu (mukosa olfaktorius) Mukosa

pernafasan terdapat pada sebagian besar rongga hidung dan permukaannya dilapisi oleh epitel

torak berlapis semu (pseudo stratified columnar epithalium) yang mempunyai silia dan

diantaranya terdapat sel-sel goblet 1

Pada bagian yang lebih terkena aliran udara mukosanya lebih tebal dan kadang-

kadang terjadi metaplasia menjadi sel epitel skuamosa Dalam keadaan normal mukosa

berwarna merah muda dan selalu basah karena diliputi oleh palut lendir (mucous blanket)

pada permukaannya Palut lendir ini dihasilkan oleh kelenjar mukosa dan sel-sel goblet 1

Silia yang terdapat pada permukaan epitel mempunyai fungsi yang penting Dengan

gerakan silia yang teratur palut lendir di dalam kavum nasi akan didorong ke arah

nasofaring Dengan demikian mukosa mempunyai daya untuk membersihkan dirinya sendiri

dan juga untuk mengeluarkan benda asing yang masuk ke dalam rongga hidung 1

Gangguan pada fungsi silia akan menyebabkan banyak sekret terkumpul dan

menimbulkan keluhan hidung tersumbat Gangguan gerakan silia dapat disebabkan oleh

pengeringan udara yang berlebihan radang sekret kental dan obat-obatan Di bawah epitel

terdapat tunika propria yang banyak mengandung pembuluh darah kelenjar mukosa dan

jaringan limfoid 1

Pembuluh darah pada mukosa hidung mempunyai susunan yang khas Arteriol

terletak pada bagian yang lebih dalam dari tunika propria dan tersusun secara paralel dan

longitudinal Arteriol ini memberikan pendarahan pada anyaman kapiler perigalnduler dan

subepitel Pembuluh eferen dari anyaman kapiler ini membuka ke rongga sinusoid vena yang

besar yang dindingnya dilapisi oleh jaringan elastik dan otot polos Pada bagian ujungnya

sinusoid ini mempunyai sfingter otot Selanjutnya sinusoid akan mengalirkan darahnya ke

pleksus vena yang lebih dalam lalu ke venula Dengan susunan demikian mukosa

hidungmenyerupai suatu jaringan kavernosus yang erektil yang mudah mengembang dan

mengerut Vasodilatasi dan vasokontriksi pembuluh darah ini dipengaruhi oleh saraf

otonom1

BAB III

FISIOLOGI HIDUNG

Berdasarkan teori structural teori evolusioner dan teori fungsional fungsi fisiologis

hidung dan sinus paranasal adalah 1

1 Fungsi respirasi

Untuk mengatur kondisi udara humidikasi penyeimbang dalam pertukaran tekanan

dan mekanisme imunologik local

2 Fungsi penghidu

Terdapatnya mukosa olfaktorius dan reservoir udara untuk menampung stimulus

penghidu

3 Fungsi fonetik

Yang berguna untuk resonanasi suara membantu proses bicara dan mencegah

hantaran suara sendiri melalui konduksi tulang

4 Fungsi static dan mekanik

Untuk meringankan beban kepala

5 Reflex nasal

Fungsi Respirasi

Udara inpirasi masuk ke hidung menuju system respirasi melalui nares anterior lalu

naik ke atas setinggi konka media dan kemudian turun ke bawah ke arah nasofaring sehingga

aliran udara ini berbentuk lengkungan atau arkus 1

Udara yang dihirup akan mengalami humidikasi oleh palut lender Pada musim panas

udara hampir jenuh oleh uap air sehingga terjadi sedikit penguapan udara inspirasi oleh palut

lender sedangkan pada musim dingin akan terjadi sebaliknya 1

Suhu udara yang melalui hidung diatur sehingga berkisar 37ordm Celcius Fungsi

pengatur suhu ini dimungkinkan oleh banyaknya pembuluh darah di bawah epitel dan adanya

permukaan konka dan septum yang luas1

Partikel debu virus bakteri jamur yang terhirup bersama udara akan disaring

dihidung oleh 1

- Rambut (vibrissae) pada vestibulum nasi

- Silia

- Palut lender

Debu dan bakteri akan melekat pada palu lender dan partikel-partikel yang besar akan

dikeluarkan dengan reflex bersin

Fungsi Penghidu

Hidung juga bekerja sebagai indra penghidu dan pengecap dengan adanya mukosa

olfaktorius pada atap rongga hidung konka superior dan sepertiga bagian atas septum

Partikel bau dapat dapat mencapai daerah ini dengan cara difusi dengan palut lendir atau bila

menarik napas dengan kuat 1

Fungsi hidung untuk membantu indra pengecap adalah untuk membedakan rasa

manis yang berasal dari berbagai macam bahan seperti perbedaan rasa manis strawberi

jeruk pisang atau coklat Juga untuk mebedakan rasa ayam yang berasal dari cuka dan asam

jawa 1

Fungsi Fonetik

Resonansi oleh hidung penting untuk kualitas suara ketika berbicara dan menyanyi

Sumbatan hidung akan menyebabkan resonansi berkurang atau hilang sehingga terdengar

suara sengau (rinolalia) 1

Resonansi oleh hidung penting untuk kualitas suara ketika berbicara dan menyanyi

Sumbatan hidung akan menyebabkan resonansi berkurang atau hilang sehingga terdengar

suara sengau (rinolalia) Hidung membantu proses pembentukan konsonan nasal (mnng)

rongga mulut tertutup dan hidung terbuka dan palatum mole turun untuk aliran udara 1

Refleks Nasal

Mukosa hidung merupakan reseptor refleks yang berhubungan dengan saluran cerna

kardiovaskuler dan pernafasan Iritasi mukosa hidung menyebabkan refleks bersin dan nafas

berhenti Rangsangan bau tertentu akan menyebabkan sekresi kelenjar liur lambung dan

pankreas1

BAB IV

RHINITIS ALERGI

Definisi

Rhinitis alergi adalah rinitis dengan gejala bersin paroksismal pilek encer dan

obstruksi nasi Timbul pada orang yang berbakat atopi jika terpapar ulang dengan alergen

spesifik yang pada orang normal tidak menimbulkan reaksi Pasien dengan rhinitis alergi juga

dapat mengalami penurunan kualitas hidup Hal ini diakibatkan karena gangguan tidur yang

ditimbulkan gangguan dalam belajar maupun bekerja Rhinitis alergi juga sering

berhubungan dengan komorbiditas lain seperti asthma konjungtivitis dan rhinosinusitis4

Epidemiologi

Prevalensi rinitis di dunia saat ini mencapai 10-25 atau lebih dari 600 juta penderita

dari seluruh etnis dan usia2 Di Amerika Serikat lebih dari 40 juta warganya menderita rinitis

alergi Rinitis alergi pada anak lebih sering terjadi pada anak laki-laki dibandingkan anak

perempuan sedangkan pada dewasa prevalensi rinitis alergi laki-laki sama dengan

perempuan Sekitar 80 kasus rinitis alergi berkembang mulai usia 20 tahun Insidensi rinitis

alergi pada anak-anak 40 dan menurun sejalan dengan usia3 Di Indonesia belum ada angka

yang pasti tetapi di Bandung prevalensi rinitis alergi pada usia 10 tahun ditemukan cukup

tinggi (58)2

Etiologi

Rinitis alergi melibatkan interaksi antara lingkungan dengan predisposisi genetik

dalam perkembangan penyakitnya Faktor genetik dan herediter sangat berperan pada

ekspresi rinitis alergi5 Penyebab rinitis alergi tersering adalah alergen inhalan pada dewasa

dan ingestan pada anak-anak Pada anak-anak sering disertai gejala alergi lain seperti

urtikaria dan gangguan pencernaan Penyebab rinitis alergi dapat berbeda tergantung dari

klasifikasi Beberapa pasien sensitif terhadap beberapa alergen Alergen yang menyebabkan

rinitis alergi musiman biasanya berupa serbuk sari atau jamur Rinitis alergi perenial

(sepanjang tahun) diantaranya debu tungau terdapat dua spesies utama tungau yaitu

Dermatophagoides farinae dan Dermatophagoides pteronyssinus jamur binatang peliharaan

seperti kecoa dan binatang pengerat Faktor resiko untuk terpaparnya debu tungau biasanya

karpet serta sprai tempat tidur suhu yang tinggi dan faktor kelembaban udara Kelembaban

yang tinggi merupakan faktor resiko untuk untuk tumbuhnya jamur Berbagai pemicu yang

bisa berperan dan memperberat adalah beberapa faktor nonspesifik diantaranya asap rokok

polusi udara bau aroma yang kuat atau merangsang dan perubahan cuaca6

Rhinitis alergi dan atopi secara umum disebabkan oleh interaksi dari pasien yang

secara genetik memiliki potensi alergi dengan lingkungan Genetik secara jelas memiliki

peran penting Pada 20 ndash 30 semua populasi dan pada 10 ndash 15 anak semuanya atopi

Apabila kedua orang tua atopi maka risiko atopi menjadi 4 kali lebih besar atau mencapai

50 Peran lingkungan dalam dalam rinitis alergi yaitu alergen yang terdapat di seluruh

lingkungan terpapar dan merangsang respon imun yang secara genetik telah memiliki

kecenderungan alergi7

Berdasarkan cara masuknya alergen dibagi atas1

1 Alergen inhalan yang masuk bersama dengan udara pernapasan misalnya tungau debu

rumah kecoa serpihan epitel kulit binatang rerumputan serta jamur

2 Alergen ingestan yang masuk ke saluran cerna berupa makanan misalnya susu sapi

telur coklat ikan laut udang kepiting dan kacang-kacangan

3 Alergen injektan yang masuk melalui suntikan atau tusukan misalnya penisilin dan

sengatan lebah

4 Alergen kontaktan yang masuk melalui kontak kulit atau jaringan mukosa misalnya

bahan kosmetik perhiasan

Patogenesis

Rinitis alergi merupakan suatu penyakit inflamasi yang diawali dengan tahap sensitisasi

dan diikuti dengan tahap provokasireaksi alergi Reaksi alergi terdiri dari 2 fase yaitu

Immediate Phase Allergic Reaction atau reaksi alergi fase cepat (RAFC) yang berlangsung

sejak kontak dengan allergen sampai satu jam setelahnya dan Late Phase Allergic Reaction

atau reaksi alergi fase lambat (RAFL) yang berlangsung 2-4 jam dengan puncak 6-8 jam (fase

hiper-reaktifitas) setelah pemaparan dan dapat berlangsung sampai 24-48 jam1

Pada kontak pertama dengan allergen atau tahap sensitisasi makrofag atau monosit

yang berperan sebagai sel penyaji (Antigen Presenting CellAPC) akan menangkap allergen

yang menempel di permukaan mukosa hidung Setelah diproses antigen akan membentuk

fragmen pendek peptide dan bergabung dengan molekul HLA kelas II membentuk komplek

peptide MHC kelas II (Major Histocompatibility Complex) yang kemudian dipresentasikan

pada sel T Helper (Th0) Kemudian sel penyaji akan melepas sitokin seperti interleukin 1

(IL1) yang akan mengaktifkan Th0 untuk berproliferasi menjadi Th1 dan Th2 Th2 akan

menghasilakan berbagai sitokin seperti IL3 IL4 IL5 dan IL13 IL4 dan IL13 dapat diikat

oleh reseptornya di permukaan sel limfosit B sehingga sel limfosit B menjadi aktif dan akan

memproduksi IgE IgE di sirkulasi darah akan masuk ke jaringan dan diikat oleh reseptor IgE

di permukaan sel mastosit atau basofil (sel mediator) sehingga kedua sel ini menjadi aktif

Proses ini disebut sensitisasi yang menghasilkan sel mediator yang tersensitisasi Bila mukosa

yang sudah tersensitisasi terpapar dengan allergen yang sama maka kedua rantai IgE akan

mengikat allergen spesifik dan terjadi degranulasi (pecahnya dinding sel) mastosit dan basofil

dengan akibat terlepasnya mediator kimia yang sudah terbentuk (Preformed Mediators)

terutama histamine Selain itu juga dikeluarkan Newly Formed Mediators antara lain

prostaglandin D2 (PGD2) Leukotrein D4 (LTD4) Leukotrein C4 (LTC4) bradikinin

Platelet Activating Factor (PAF) dan berbagai sitokin Inilah yang disebut sebagai reaksi

alergi fase cepat (RAFC)1

Histamine akan merangsang reseptor H1 pada ujung saraf vidianus sehingga

menimbulkan rasa gatal pada hidung dan bersin-bersin Histamine juga akan menyebabkan

sel mukosa dan sel goblet megalami hipersekresi dan permeabilitas kapiler meningkat

sehingga terjadi rinorea Gejala lain dalah hidung tersumbat akibat vasodilatasi sinusoid

Selain histamine merangsang ujung saraf vidianus juga menyebabkan rangsangan pada

mukosa hidung sehingga terjadi pengeluaran Inter Cellular Adhesion Molecule 1 (ICAM1)1

Pada RAFC sel mastosit juga akan melepaskan molekul kemotaktik yang

menyebabkan akumulasi sel eusinofil dan noutrofil di jaringan target Timbulnya gejala

hiperaktif atau hiper responsive hidung adalah akibat peranan eosinofil dengan mediator

inflamasi dari granulnya seperti ECP EDP MBP EPO Pada fase ini selain factor spesifik

(allergen) iritasi oleh faktor non spesifik dapat memperberat gejala seperti asap rokok bau

yang merangsang perubahan cuaca dan kelembaban udara yang tinggi1

Gambaran Histologik

Secara mikroskopik tampak adanya dilatasi pembuluh darah dengan pembesaran sel

goblet dan sel pembentuk mucus Terdapat juga pembesaran ruang inter seluler dan

penebalan membrane basal serta ditemukan infiltrasi sel-sel eosinofil pada jaringan mukosa

dan submukosa hidung1

Gambaran yang ditemukan terdapat pada saat serangan Diluar keadaan serangan

mukosa kembali normal Akan tetapi serangan dapat terjadi terus-menerus (persisten)

sepanjang tahun sehingga lama kelamaan terjadi perubahan yang ireversibel yaitu terjadi

proliferasi jaringan ikat dan hiperplasia mukosa sehingga tampak mukosa hidung menebal1

Klasifikasi

Berdasarkan sifat berlangsungnya rinitis alergi dibagi menjadi 1

1 Rinitis alergi musiman (seasonal hay fever polinosis) Rinitis hanya ada di negara

yang mempunyai 4 musim Allergen penyebabnya spesifik yaitu tepungsari (pollen)

rerumputan dan spora jamur

2 Rinitis alergi sepanjang tahun (perennial) Gejala penyakit ini timbul intermiten atau

terus menerus tanpa variasi musim Penyebab yang paling sering ialah alergen

inhalan dan alergen ingestan

Klasifikasi rinitis alergi berdasarkan rekomendasi dari WHO Initiative ARIA (Allergic

Rhinitis and its Impact on Asthma) tahun 2000 yaitu berdasarkan sifat berlangsungnya

dibagi menjadi 1

1 Intermiten (kadang-kadang)

Bila gejala kurang dari 4 hariminggu atau kurang dari 4 minggu

2 Persistenmenetap

Bila gejala lebih dari 4 hariminggu dan atau lebih dari 4 minggu

Sedangkan untuk tingkat berat ringannya penyakit rinitis alergi dibagi menjadi 1

1 Ringan

Bila tidak ditemukan gangguan tidur gangguan aktivitas harianbersantai

berolahraga belajar bekerja dan hal-hal lain yang mengganggu

2 Sedang-berat

Bila terdapat satu atau lebih dari gangguan tersebut diatas

Gejala Klinis

Gejala klinis pada rinitis alergi adalah bersin berulang pada pagi hari keluar ingus

(rinore) yang encer dan banyak hidung tersumbat hidung dan mata gatal yang kadang-

kadang disertai dengan banyak keluar air mata (lakrimasi)89

Awitan gejala timbul cepat setelah paparan allergen dapat berupa bersin mata atau

palatum yang gatal berair rinore hidung gatal hidung tersumbat8 Pada mata dapat

menunjukkan gejala berupa mata merah gatal conjungtivitis mata terasa terbakar dan

lakrimasi38 Pada telinga bisa dijumpai gangguan fungsi tuba efusi telinga bagian tengah8

Diagnosis

Anamnesis

Gejala klinis pada rinitis alergi adalah bersin berulang pada pagi hari keluar ingus

(rinore) yang encer dan banyak hidung tersumbat hidung dan mata gatal yang kadang-

kadang disertai dengan banyak keluar air mata (lakrimasi)10

Awitan gejala timbul cepat setelah paparan allergen dapat berupa bersin mata atau

palatum yang gatal berair rinore hidung gatal hidung tersumbat810 Pada mata dapat

menunjukkan gejala berupa mata merah gatal conjungtivitis mata terasa terbakar dan

lakrimasi38 Pada telinga bisa dijumpai gangguan fungsi tuba efusi telinga bagian tengah68

Pada anamnesis didapati keluhan serangan bersin yang berulang Bersin ini merupakan

gejala pada RAFC dan kadang-kadang RAFL sebagai akibat dilepaskannya histamin Gejala

lain adalah keluar ingus (rinore) yang encer dan banyak hidung tersumbat hidung dan mata

gatal yang kadang-kadang disertai dengan banyak keluar air mata (lakrimasi)1

Riwayat penyakit alergi dalam keluarga perlu ditanyakan Pasien juga perlu ditanya

gangguan alergi selain yang menyerang hidung seperti asma eczema urtikaria atau

sensitivitas obat Keadaan lingkungan kerja dan tempat tinggal juga perlu ditanya untuk

mengaitkan awitan gejala 34

Pemeriksaan Fisik

Pada muka biasanya didapatkan garis Dennie-Morgan dan allergic shinner yaitu

bayangan gelap di daerah bawah mata karena stasis vena sekunder akibat obstruksi hidung

Selain itu dapat ditemukan juga allergic crease yaitu berupa garis melintang pada dorsum

nasi bagian sepertiga bawah Garis ini timbul akibat hidung yang sering digosok-gosok oleh

punggung tangan (allergic salute) Pada pemeriksaan rinoskopi anterior ditemukan mukosa

hidung basah berwarna pucat atau livid dengan konka edema dan sekret yang encer dan

banyak Perlu juga dilihat adanya kelainan septum atau polip hidung yang dapat memperberat

gejala hidung tersumbat Selain itu dapat pula ditemukan konjungtivis bilateral atau penyakit

yang berhubungan lainnya seperti sinusitis dan otitis media Mulut sering terbuka dengan

lengkung langit-langit yang tinggi sehingga akan menyebabkan gangguan pertumbuhan gigi-

geligi (facies adenoid) Dinding posterior faring tampak granuler dan edema (cobblestone

appearance) serta dinding lateral faring menebal Lidah tampak seperti gambaran peta

(geographic tongue)1

Pemeriksaan Penunjang

Invitro

Hitung eosinofil dalam darah tepi dapat normal atau meningkat Demikian pula pemeriksaan

IgE total seringkali menunjukkan nilai normal kecuali bila tanda alergi pada pasien lebih dari

satu macam penyakit misalnya selain rinitis alergi juga menderita asma bronkial atau

urtikaria Lebih bermakna adalah dengan RAST (Radio Immuno Sorbent Test) atau ELISA

(Enzyme Linked Immuno Sorbent Assay Test) Pemeriksaan sitologi hidung walaupun tidak

dapat memastikan diagnosis tetap berguna sebagai pemeriksaan pelengkap Ditemukannya

eosinofil dalam jumlah banyak menunjukkan kemungkinan alergi inhalan Jika basofil (5

sellap) mungkin disebabkan alergi makanan sedangkan jika ditemukan sel PMN

menunjukkan adanya infeksi bakteri1

Invivo

Allergen penyebab dapat dicari dengan cara pemeriksaan tes cukit kulit uji intrakutan atau

intradermal yang tunggal atau berseri (Skin End-Point Titration SET) SET dilakukan untuk

allergen inhalan dengan menyuntikkan allergen dalam berbagai konsentrasi yang bertingkat

kepekatannya Untuk allergen makanan uji kulit Intracutaneus Provocative Dilutional Food

Test (IPDFT) namun sebagai baku emas dapat dilakukan dengan diet eliminasi dan

provokasi (Challenge Test) Keuntungan SET selain alergen penyebab juga derajat alergi

serta dosis inisial untuk desensitisasi dapat diketahui Untuk alergi makanan uji kulit seperti

tersebut diatas kurang dapat diandalkan Diagnosis biasanya ditegakkan dengan diet eliminasi

dan provokasi (ldquoChallenge Testrdquo) Alergen ingestan secara tuntas lenyap dari tubuh dalam

waktu lima hari Karena itu pada Challenge Test makanan yang dicurigai diberikan pada

pasien setelah berpantang selama 5 hari selanjutnya diamati reaksinya Pada diet eliminasi

jenis makanan setiap kali dihilangkan dari menu makanan sampai suatu ketika gejala

menghilang dengan meniadakan suatu jenis makanan1

Diagnosis Banding

Diagnosa Banding dari rinitis alergi adalah11

1 Rhinitis Non-alergik

Rhinitis non-alergik adalah suatu keadaan inflamasi hidung yang disebabkan

oleh selain alergi Keadaan ini tidak dapat diidentifikasi dengan pemeriksaan

alergi yang sesuai (anamnesis tes cukit kulit kadar antibodi IgE spesifik

serum)

Kelainan ini dapat bermacam-macam bergantung dari penyebabnya antara

lain

- rhinitis vasomotor

- rhinitis gustator

- rhinitis medikamentosa

- rhinitis hormonal

2 Immotile cilia syndrome (ciliary dyskinesis)

Diskinesia Silia Primer (PCD juga disebut sindrom immotile-silia) ditandai

oleh penurunan nilai bawaan dari clearance mukosiliar (PKS) Manifestasi

klinis termasuk batuk kronis rinitis kronis dan sinusitis kronis Otitis dan

otosalpingitis yang umum di masa kanak-kanak seperti juga poliposis hidung

dan agenesis sinus frontalis

Penatalaksanaan

1 Terapi yang paling ideal adalah dengan menghindari kontak dengan allergen

penyebabnya (avoidance) dan eliminasi 1

2 Medikamentosa

a Antihistamin

Antihistamin yang dipakai adalah antagonis histamine H-1 yang bekerja

secara inhibitor kompetitif pada reseptor H-1 sel target dan merupakan

preparat farmakologik yang paling sering dipakai sebagai lini pertama

pengobatan rhinitis alergi Pemberian dapat dalam kombinasi atau tanpa

kombinasi dengan dekongestan secara peroral 1

Antihistamin dibagi dalam 2 golongan yaitu golongan antihistamin generasi 1

(klasik) dan generasi 2 (non-sedatif) Antihistamin generasi 1 bersifat lipofilik

sehingga dapat menembus sawar darah otak (mempunyai efek pada SSP) dan

plasenta serta mempunyai efek kolinergik Yang termasuk kelompok ini

antara lain adalah difenhidramin klorfeniramin prometasin siproheptadin

sedangkan yang dapat diberikan secara topical adalah azelastin Antihistamin

generasi 2 bersifat lipofobik sehingga sulit menembus sawar darah otak

Bersifat selektif mengikat resptor H-1 perifer dan tidak mempunyai efek

antikolinergik antiadrenergik dan pada efek pada SSP minimal (non-sedatif) 1

Antihistamin diabsorpsi secara oral dengan cepat dan mudah serta efektif

untuk mengatasi gejala obstruksi hidung pada fase lambat Antihistamin non

sedative dapat dibagi menjadi dua golongan menurut keamananya Kelompok

pertama adalah astemisol dan terfenadin yang mempunyai efek kardiotoksik

Toksisitas terhadap jantung tersebut disebabkan repolarisasi jantung yang

tertunda dan dapat menyebabkan aritmia ventrikel henti jantung dan bahkan

kematia medadak (sudah ditarik dari peredaran) Kelompok kedua adalah

loratadin setirisin fexofenadin desloratadin dan levosetirisin 1

Preparat simpatomimetik golongan agonis adrenergik alfa dipakai sebagai

dekongestan hidung oral dengan atau tanpa kombinasi dengan antihistamin

atau topikal Namun pemakaian secara topikal hanya boleh untuk beberapa

hari saja untuk menghindari terjadinya rinitis medikamentosa 1

Tabel 1 Antihistamin oral optimal untuk rhinitis alergi12

Tabel 2 Efek samping sedasi dari antihistamin12

b Dekongestan

Golongan obat ini tersedia dalam bentuk topikal maupun sistemik Onset obat

topikal jauh lebih cepat daripada preparat sistemik namun dapat

menyebabkan rhinitis medikamentosa bila digunakan dalam jangka waktu

lama12

Obat dekongestan sistemik yang sering digunakan adalah pseudoephedrine

HCl dan Phenylpropanolamin HCl Obat ini dapat menyebabkan

vasokonstriksi pembuluh darah Dosis obat ini 15 mg untuk anak 2-5 tahun 30

mg untuk anak 6-12 tahun dan 60 mg untuk dewasa diberikan setiap 6 jam

Efek samping dari obat-obatan ini yang paling sering adalah insomnia dan

iritabilitas 12

c Antikolinergik

Preparat antikolinergik topikal adalah ipratropium bromide bermanfaat untuk

mengatasi rinore karena aktifitas inhibisi reseptor kolinergik pada permukaan

sel efektor 1

d Kortikosteroid

Preparat kortikosteroid dipilih bila gejala terutama sumbatan hidung akibat

respon fase lambat tidak berhasil diatasi dengan obat lain Yang sering dipakai

adalah kortikosteroid topikal (beklometason budesonid flunisolid flutikason

mometason furoat dan triamsinolon) Kortikosteroid topikal bekerja untuk

mengurangi jumlah sel mastosit pada mukosa hidung mencegah pengeluaran

protei n sitotoksik dari eosinofil mengurangi aktifitas limfosit mencegah

bocornya plasma Hal ini menyebabkan epitel hidung tidak hiperresponsif

terhadap rangsangan allergen (bekerja pada respon cepat dan lambat) Preparat

sodium kromoglikat topikal bekerja menstabilkan mastosit (mungkin

menghambat ion kalsium) sehingga pelepasan mediator dihambat Pada

respons fase lambat obat ini juga menghambat proses inflamasi dengan

menghambat aktifasi sel netrofil eosinofil dan monosit Hasil terbaik dapat

dicapai bila diberikan sebagai profilaksis 1

e Lainnya

Pengobatan baru lainnya untuk riniris alergi adalah anti leukotrien

(zafirlukastmontelukast) anti IgE DNA rekombinan 1

Menurut penelitian yang dilakukan pada tahun 2006 membuktikan bahwa

pseudoephedrine dan montelukast memiliki efek yang serupa dalam mengatasi

gejala dan memperbaiki kualitas hidup pasien11

3 Operatif

Tindakan konkotomi parsial (pemotongan sebagian konka inferior) konkoplasti atau

multiple outfractured inferior turbinoplasty perlu dipikirkan bila konka inferior

hipertrofi berat dan tidak berhasil dikecilkan dengan cara kaeuterisasi memakai

AgNO3 25 atau triklor asetat1

4 Imunoterapi

Cara pengobatan ini dilakukan pada alergi inhalan dengan gejala yang berat dan

sudah berlangsung lama serta dengan pengobatan cara lain tidak memberikan hasil

yang memuaskan Tujuan dari imunoterapi adalah pembentukkan IgG blocking

antibody dan penurunan IgE Ada 2 metode imunoterapi yang umum dilakukan yaitu

intradermal dan sublingual1

Komplikasi

Komplikasi rinitis alergi yang sering ialah

1 Polip Hidung

Polip hidung yang memiliki tanda patognomonis inspisited mucous glands

akumulasi sel-sel inflamasi yang luar biasa banyaknya (lebih eosinofil dan

limfosit T CD4+) hiperplasia epitel hiperplasia goblet dan metaplasia

skuamosa

2 Otitis media yang sering residif terutama pada anak-anak

3 Sinusitis paranasal merupakan inflamasi mukosa satu atau lebih sinus para nasal

Terjadi akibat edema ostia sinus oleh proses alergis dalam mukosa yang

menyebabkan sumbatan ostia sehingga terjadi penurunan oksigenasi dan tekanan

udara rongga sinus Hal tersebut akan menyuburkan pertumbuhan bakteri terutama

bakteri anaerob dan akan menyebabkan rusaknya fungsi barier epitel antara lain

akibat dekstruksi mukosa oleh mediator protein basa yang dilepas sel eosinofil

(MBP) dengan akibat sinusitis akan semakin parah13

Prognosis

Kebanyakan gejala rintis alergi dapat diobati Pada kasus yang lebih parah dapat memerlukan

imunoterapi Namun sebagai aturan umum jika suatu zat menjadi penyebab alergi bagi

seorang individu maka zat tersebut dapat terus mempengaruhi orang itu dalam jangka

panjang10

BAB V

KESIMPULAN

Rintis alergi adalah kelainan pada hidung dengan gejala bersin-bersin rinore rasa

gatal dan tersumbat setelah mukosa hidung terpapar alergen yang diperantarai oleh IgE

Alergen dapat berupa alergen inhalan misalnya tungau debu rumah kecoa serpihan epitel

kulit binatang rerumputan serta jamur alergen ingestan yang masuk ke saluran cerna

berupa makanan misalnya susu sapi telur coklat ikan laut udang kepiting dan kacang-

kacangan alergen injektan yang masuk melalui suntikan atau tusukan misalnya penisilin

dan sengatan lebah dan alergen kontaktan yang masuk melalui kontak kulit atau jaringan

mukosa misalnya bahan kosmetik perhiasan

Diagnosis rinitis alergi ditegakkan berdasarkan anamnesis pemeriksaan fisik dan

pemeriksaan penunjang Dari anamnesis dijumpai keluhan dan gejala berupa bersin keluar

ingus (rinore) yang encer dan banyak hidung tersumbat hidung dan mata gatal yang

kadang-kadang disertai dengan banyak keluar air mata (lakrimasi) pada anamnesis perlu

ditanyakan riwayat keluarga riwayat tempat tinggal dan lingkungan pekerjaan Pada

pemeriksaan fisik pada rinoskopi anterior dijumpai mukosa edema basah berwarna pucat

atau livid disertai adanya secret encer yang banyak

Penatalaksanaan dari rinitis alergi adalah menghindari kontak dengan allergen

medikamentosa operatif imunoterapi dan edukasi kepada pasien Komplikasi yang sering

terjadi pada rinitis alergi adalah polip hidung otitis media gangguan fungsi tuba dan sinusitis

paranasal

DAFTAR PUSTAKA

1 Irawati N Kasakeyan E Rusmono N Rinitis alergi Dalam Buku Ajar Ilmu

Kesehatan Telinga Hidung Kepala Leher Jakarta Balai Penerbit FKUI 2010 H118

ndash 22 128 ndash 33

2 Sudiro M Madiadipoera T Purwanto B Eosinofil kerokan mukosa hidung sebagai

diagnostik rinitis alergi MKB 2010 42 (1) 6-11

3 Sheikh J Allergic Rhinitis treatment and management Update on 2015 February

Available from http emedicine medscape comarticle 134825 Accessed on 3 April

2015

4 Meltzer EO Evaluation of the oral antihistamine for patients with allergic rhinitis

Updated on 2005 Available from httphighwirestanfordedu Accessed on 2015

April 3

5 Adams George L Boies buku ajar penyakit THT (Boeis fundamentals of

otolaryngology) Ed 6 Jakarta EGC 1997

6 Department of Pediatrics and Otolaryngology University of Pittsburgh School of

Medicine and Childrens Hospital of Pittsburgh Allergic rhinitis definition

epidemiology pathophysiology detection and diagnosis J Allergy Clin Immunol

2001 108 (1 Suppl) 2-8

7 Li J Zhang Y Zhang L Discovering suspectibility genes for allergic rhinitis and

allergic using genome-wide association study strategy Curr Opin Allergy Clin

Immunol 2015 15(1) 33-40

8 Rondon C Fernandez J Canto G Blanca M Local allergic rhinitis concept clinical

manifestations and diagnostic approach Updated on 2010 Available from

httpwwwncbinlmnihgovpubmed20945601 Accessed on 2015 April 3

9 Mabry R Marple B Allergic rhinitis In Cummingrsquos Otolaryngologi Head Neck

Surgery 4th Ed USA Elsevier 2005 982-988

10 Tran NP Vickery J Blaiss MS Management of Rhinitis Allergic and Non Allergic

2011 May 20 Available from

httpwwwncbinlmnihgovpmcarticlesPMC3121056 Accesed on 2015 April 3

11 Bachert C Allergic rhinitis pathophysiology diagnosis differential diagnosis and the

therapy Updated on 2011 September 9 Available from

httpwwwncbinlmnihgovpubmed9441024 Accessed on 2013 April 3

12 Oates JA Wood AJJ The New England Journal of Medicine Drug therapy 1991

Available from httphighwirestanfordedu Accessed on 2013 April 3

13 Settipane RA Complications of allergic Updated on 2014 July 20 Available from

httpwwwncbinlmnihgovpubmed10476318 Accessed on 2015 April 3

Page 3: Rhinitis Alergi

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i

DAFTAR ISI ii

BAB I PENDAHULUAN 1

BAB II ANATOMI HIDUNG 2

BAB III FISIOLOGI HIDUNG

BAB IV RHINITIS ALERGI

BAB V KESIMPULAN

DAFTAR PUSTAKA

BAB I

PENDAHULUAN

Rinitis alergi adalah penyakit inflamasi yang disebabkan oleh reaksi alergi pada

pasien atopi yang sebelumnya sudah tersensititasi dengan alergen yang sama serta

dilepaskannya suatu mediator kimia ketika terjadi paparan ulangan dengan alergen yang

sama serta dilepaskannya suatu mediator kimia ketika terjadi paparan ulangan dengan alergen

spesifik tersebut Definisi menurut WHO ARIA (Allergic Rhinitis and its Impact on Asthma)

adalah kelainan pada hidung dengan gejala bersin-bersin rinore rasa gatal dan tersumbat

setelah mukosa hidung terpapar alergen yang diperantai oleh IgE1

Prevalensi rinitis di dunia saat ini mencapai 10-25 atau lebih dari 600 juta penderita

dari seluruh etnis dan usia2

Di Amerika Serikat lebih dari 40 juta warganya menderita rinitis alergi Rinitis alergi

pada anak lebih sering terjadi pada anak laki-laki dibandingkan anak perempuan sedangkan

pada dewasa prevalensi rinitis alergi laki-laki sama dengan perempuan Sekitar 80 kasus

rinitis alergi berkembang mulai usia 20 tahun Insidensi rinitis alergi pada anak-anak 40

dan menurun sejalan dengan usia3 Di Indonesia belum ada angka yang pasti tetapi di

Bandung prevalensi rinitis alergi pada usia 10 tahun ditemukan cukup tinggi (58)2

Meskipun bukan penyakit berbahaya yang mematikan rinitis alergi harus dianggap penyakit

yang serius karena dapat mempengaruhi kualitas hidup penderitanya Tak hanya aktivitas

sehari-hari yang menjadi terganggu biaya yang akan dikeluarkan untuk mengobatinya pun

akan semakin mahal apabila penyakit ini tidak segera diatasi karena telah menjadi kronis

BAB II

ANATOMI HIDUNG

Hidung luar berbentuk piramid dengan bagian-bagiannya dari atas ke bawah 1

1 Pangkal hidung (bridge)

2 Dorsum nasi

3 Puncak hidung

4 Ala nasi

5 Kolumela dan

6 Lubang hidung (nares anterior)

Hidung luar dibentuk oleh kerangka tulang dan tulang rawan yang dilapisi oleh kulit

jaringan ikat dan beberapa otot kecil yang berfungsi untuk melebarkan atau menyempitkan

lubang hidung Kerangka tulang terdiri dari 1

1 tulang hidung (os nasalis)

2 prosesus frontalis os maksila dan

3 prosesus nasalis os frontal

sedangkan kerangka tulang rawan terdiri dari beberapa pasang tulang rawan yang terletak di

bagian bawah hidung yaitu 1

1 sepasang kartilago nasalis lateralis superior

2 sepasang kartilago nasalis lateralis inferior (kartilago alar mayor)

3 beberapa pasang kartilago alar minor dan

4 tepi anterior kartilago septum

Rongga hidung atau kavum nasi berbentuk terowongan dari depan ke belakang

dipisahkan oleh septum nasi di bagian tengahnya menjadi kavum nasi kanan dan kiri Pintu

atau lubang masuk kavum nasi bagian depan disebut nares anterior dan lubang belakang

disebut nares posterior (koana) yang menghubungkan kavum nasi dengan nasofaring 1

Bagian dari kavum nasi yang letaknya sesuai dengan ala nasi tepat dibelakang nares

anteriror disebut vestibulum Vestibulum ini dilapisi oleh kulit yang mempunyai banyak

kelenjar sebasea dan rambut-rambut panjang yang disebut vibrise 1

Tiap kavum nasi mempunyai 4 buah dinding yaitu dinding medial lateral inferior

dan superior Dinding medial hidung ialah septum nasi Septum dibentuk oleh tulang dan

tulang rawan Bagian tulang adalah lamina perpendikularis os etmoid vomer krista nasalis

os maksila dan krista nasalis os palatina Bagian tulang rawan adalah kartilago septum

(lamina kuadrangularis) dan kolumela 1

Septum dilapisi oleh perikondrium pada bagian tulang rawan dan periostium pada

bagian tulang sedangkan diluarnya dilapisi pula oleh mukosa hidung Bagian depan dinding

lateral hidung licin yang disebut ager nasi dan dibelakangnya terdapat konka-konka yang

mengisi sebagian besar dinding lateral hidung 1

Pada dinding lateral terdapat 4 buah konka Yang terbesar dan letaknya paling bawah

ialah konka inferior kemudian yang lebih kecil adalah konka media lebih kecil lagi ialah

konka superior sedangkan yang terkecil disebut konka suprema Konka suprema disebut juga

rudimenter 1

Konka inferior merupakan tulang tersendiri yang melekat pada os maksila dan labirin

etmoid sedangkan konka media superior dan suprema merupakan bagian dari labirin etmoid

Di antara konka-konka dan dinding lateral hidung terdapat rongga sempit yang disebut

meatus Tergantung dari letak meatus ada tiga meatus yaitu meatus inferior medius dan

superior Meatus inferior terletak di antara konka inferior dengan dasar hidung dan dinding

lateral rongga hidung Pada meatus inferior terdapat muara (ostium) duktus nasolakrimalis

Meatus medius terletak di antara konka media dan dinding lateral rongga hidung Pada

meatus medius terdapat bula etmoid prosesus unsinatus hiatus semilunaris dan infundibulum

etmoid Hiatus semilunaris merupakan suatu celah sempit melengkung dimana terdapat

muara sinus frontal sinus maksila dan sinus etmoid anterior1

Pada meatus superior yang merupakan ruang di antara konka superior dan konka

media terdapat muara sinus etmoid posterior dan sinus sfenoid Dinding inferior merupakan

dasar rongga hidung dan dibentuk oleh os maksila dan os palatum Dinding superior atau atap

hidung sangat sempit dan dibentuk oleh lamina kribriformis yang memisahkan rongga

tengkorak dari rongga hidung 1

Perdarahan

Bagian atas rongga hidung mendapat pendarahan dari aetmoid anterior dan posterior

yang merupakan cabang dari aoftalmika sedangkan aoftalmika berasal dari akarotis

interna1

Bagian bawah rongga hidung mendapat pendarahan dari cabang amaksilaris interna

di antaranya ialah ujung apalatina mayor dan asfenopalatina yang keluar dari foramen

sfenopalatina bersama nsfenopalatina dan memasuki rongga hidung di belakang ujung

posterior konka media 1

Bagian depan hidung mendapat pendarahan dari cabang-cabang afasialis Pada

bagian depan septum terdapat anastomosis dari cabang-cabang asfenopalatina aetmoid

anterior alabialis superior dan apalatina mayor yang disebut pleksus Kiesselbach Pleksus

Kiesselbach letaknya superfisial dan mudah cidera oleh trauma sehingga sering menjadi

sumber epistaksis terutama pada anak 1

Vena-vena hidung mempunyai nama yang sama dan berjalan berdampingan dengan

arterinya Vena di vestibulum dan struktur luar hidung bermuara ke voftalmika yang

berhubungan dengan sinus kavernosus Vena-vena di hidung tidak memiliki katup sehingga

merupakan faktor predisposisi untuk mudahnya penyebaran infeksi sampai ke intrakranial 1

Persarafan

Bagian depan dan atas rongga hidung mendapat persarafan sensoris dari netmoidalis

anterior yang merupakan cabang dari nnasosiliaris yang berasal dari noftalmikus Rongga

hidung lainnya sebagian besar mendapat persarafan sensoris dari nmaksila melalui ganglion

sfenopalatina 1

Ganglion sfenopalatina selain memberikan persarafan sensoris juga memberikan

persarafan vasomotor atau otonom untuk mukosa hidungGanglion ini menerima serabut-

serabut sensoris dari nmaksila serabut parasimpatis dari npetrosus superfisialis mayor dan

serabut-serabut simpatis dari npetrosus profundusGanglion sfenopalatina terletak di belakang

dan sedikit di atas ujung posterior konka media 1

Fungsi penghidu berasal dari Nervus olfaktorius Saraf ini turun melalui lamina kribosa

dari permukaan bawah bulbus olfaktorius dan kemudian berakhir pada sel-sel reseptor

penghidu pada mukosa olfaktorius di daerah sepertiga atas hidung 1

Mukosa Hidung

Rongga hidung dilapisi oleh mukosa yang secara histologik dan fungsional dibagi atas

mukosa pernafasan (mukosa respiratori) dan mukosa penghidu (mukosa olfaktorius) Mukosa

pernafasan terdapat pada sebagian besar rongga hidung dan permukaannya dilapisi oleh epitel

torak berlapis semu (pseudo stratified columnar epithalium) yang mempunyai silia dan

diantaranya terdapat sel-sel goblet 1

Pada bagian yang lebih terkena aliran udara mukosanya lebih tebal dan kadang-

kadang terjadi metaplasia menjadi sel epitel skuamosa Dalam keadaan normal mukosa

berwarna merah muda dan selalu basah karena diliputi oleh palut lendir (mucous blanket)

pada permukaannya Palut lendir ini dihasilkan oleh kelenjar mukosa dan sel-sel goblet 1

Silia yang terdapat pada permukaan epitel mempunyai fungsi yang penting Dengan

gerakan silia yang teratur palut lendir di dalam kavum nasi akan didorong ke arah

nasofaring Dengan demikian mukosa mempunyai daya untuk membersihkan dirinya sendiri

dan juga untuk mengeluarkan benda asing yang masuk ke dalam rongga hidung 1

Gangguan pada fungsi silia akan menyebabkan banyak sekret terkumpul dan

menimbulkan keluhan hidung tersumbat Gangguan gerakan silia dapat disebabkan oleh

pengeringan udara yang berlebihan radang sekret kental dan obat-obatan Di bawah epitel

terdapat tunika propria yang banyak mengandung pembuluh darah kelenjar mukosa dan

jaringan limfoid 1

Pembuluh darah pada mukosa hidung mempunyai susunan yang khas Arteriol

terletak pada bagian yang lebih dalam dari tunika propria dan tersusun secara paralel dan

longitudinal Arteriol ini memberikan pendarahan pada anyaman kapiler perigalnduler dan

subepitel Pembuluh eferen dari anyaman kapiler ini membuka ke rongga sinusoid vena yang

besar yang dindingnya dilapisi oleh jaringan elastik dan otot polos Pada bagian ujungnya

sinusoid ini mempunyai sfingter otot Selanjutnya sinusoid akan mengalirkan darahnya ke

pleksus vena yang lebih dalam lalu ke venula Dengan susunan demikian mukosa

hidungmenyerupai suatu jaringan kavernosus yang erektil yang mudah mengembang dan

mengerut Vasodilatasi dan vasokontriksi pembuluh darah ini dipengaruhi oleh saraf

otonom1

BAB III

FISIOLOGI HIDUNG

Berdasarkan teori structural teori evolusioner dan teori fungsional fungsi fisiologis

hidung dan sinus paranasal adalah 1

1 Fungsi respirasi

Untuk mengatur kondisi udara humidikasi penyeimbang dalam pertukaran tekanan

dan mekanisme imunologik local

2 Fungsi penghidu

Terdapatnya mukosa olfaktorius dan reservoir udara untuk menampung stimulus

penghidu

3 Fungsi fonetik

Yang berguna untuk resonanasi suara membantu proses bicara dan mencegah

hantaran suara sendiri melalui konduksi tulang

4 Fungsi static dan mekanik

Untuk meringankan beban kepala

5 Reflex nasal

Fungsi Respirasi

Udara inpirasi masuk ke hidung menuju system respirasi melalui nares anterior lalu

naik ke atas setinggi konka media dan kemudian turun ke bawah ke arah nasofaring sehingga

aliran udara ini berbentuk lengkungan atau arkus 1

Udara yang dihirup akan mengalami humidikasi oleh palut lender Pada musim panas

udara hampir jenuh oleh uap air sehingga terjadi sedikit penguapan udara inspirasi oleh palut

lender sedangkan pada musim dingin akan terjadi sebaliknya 1

Suhu udara yang melalui hidung diatur sehingga berkisar 37ordm Celcius Fungsi

pengatur suhu ini dimungkinkan oleh banyaknya pembuluh darah di bawah epitel dan adanya

permukaan konka dan septum yang luas1

Partikel debu virus bakteri jamur yang terhirup bersama udara akan disaring

dihidung oleh 1

- Rambut (vibrissae) pada vestibulum nasi

- Silia

- Palut lender

Debu dan bakteri akan melekat pada palu lender dan partikel-partikel yang besar akan

dikeluarkan dengan reflex bersin

Fungsi Penghidu

Hidung juga bekerja sebagai indra penghidu dan pengecap dengan adanya mukosa

olfaktorius pada atap rongga hidung konka superior dan sepertiga bagian atas septum

Partikel bau dapat dapat mencapai daerah ini dengan cara difusi dengan palut lendir atau bila

menarik napas dengan kuat 1

Fungsi hidung untuk membantu indra pengecap adalah untuk membedakan rasa

manis yang berasal dari berbagai macam bahan seperti perbedaan rasa manis strawberi

jeruk pisang atau coklat Juga untuk mebedakan rasa ayam yang berasal dari cuka dan asam

jawa 1

Fungsi Fonetik

Resonansi oleh hidung penting untuk kualitas suara ketika berbicara dan menyanyi

Sumbatan hidung akan menyebabkan resonansi berkurang atau hilang sehingga terdengar

suara sengau (rinolalia) 1

Resonansi oleh hidung penting untuk kualitas suara ketika berbicara dan menyanyi

Sumbatan hidung akan menyebabkan resonansi berkurang atau hilang sehingga terdengar

suara sengau (rinolalia) Hidung membantu proses pembentukan konsonan nasal (mnng)

rongga mulut tertutup dan hidung terbuka dan palatum mole turun untuk aliran udara 1

Refleks Nasal

Mukosa hidung merupakan reseptor refleks yang berhubungan dengan saluran cerna

kardiovaskuler dan pernafasan Iritasi mukosa hidung menyebabkan refleks bersin dan nafas

berhenti Rangsangan bau tertentu akan menyebabkan sekresi kelenjar liur lambung dan

pankreas1

BAB IV

RHINITIS ALERGI

Definisi

Rhinitis alergi adalah rinitis dengan gejala bersin paroksismal pilek encer dan

obstruksi nasi Timbul pada orang yang berbakat atopi jika terpapar ulang dengan alergen

spesifik yang pada orang normal tidak menimbulkan reaksi Pasien dengan rhinitis alergi juga

dapat mengalami penurunan kualitas hidup Hal ini diakibatkan karena gangguan tidur yang

ditimbulkan gangguan dalam belajar maupun bekerja Rhinitis alergi juga sering

berhubungan dengan komorbiditas lain seperti asthma konjungtivitis dan rhinosinusitis4

Epidemiologi

Prevalensi rinitis di dunia saat ini mencapai 10-25 atau lebih dari 600 juta penderita

dari seluruh etnis dan usia2 Di Amerika Serikat lebih dari 40 juta warganya menderita rinitis

alergi Rinitis alergi pada anak lebih sering terjadi pada anak laki-laki dibandingkan anak

perempuan sedangkan pada dewasa prevalensi rinitis alergi laki-laki sama dengan

perempuan Sekitar 80 kasus rinitis alergi berkembang mulai usia 20 tahun Insidensi rinitis

alergi pada anak-anak 40 dan menurun sejalan dengan usia3 Di Indonesia belum ada angka

yang pasti tetapi di Bandung prevalensi rinitis alergi pada usia 10 tahun ditemukan cukup

tinggi (58)2

Etiologi

Rinitis alergi melibatkan interaksi antara lingkungan dengan predisposisi genetik

dalam perkembangan penyakitnya Faktor genetik dan herediter sangat berperan pada

ekspresi rinitis alergi5 Penyebab rinitis alergi tersering adalah alergen inhalan pada dewasa

dan ingestan pada anak-anak Pada anak-anak sering disertai gejala alergi lain seperti

urtikaria dan gangguan pencernaan Penyebab rinitis alergi dapat berbeda tergantung dari

klasifikasi Beberapa pasien sensitif terhadap beberapa alergen Alergen yang menyebabkan

rinitis alergi musiman biasanya berupa serbuk sari atau jamur Rinitis alergi perenial

(sepanjang tahun) diantaranya debu tungau terdapat dua spesies utama tungau yaitu

Dermatophagoides farinae dan Dermatophagoides pteronyssinus jamur binatang peliharaan

seperti kecoa dan binatang pengerat Faktor resiko untuk terpaparnya debu tungau biasanya

karpet serta sprai tempat tidur suhu yang tinggi dan faktor kelembaban udara Kelembaban

yang tinggi merupakan faktor resiko untuk untuk tumbuhnya jamur Berbagai pemicu yang

bisa berperan dan memperberat adalah beberapa faktor nonspesifik diantaranya asap rokok

polusi udara bau aroma yang kuat atau merangsang dan perubahan cuaca6

Rhinitis alergi dan atopi secara umum disebabkan oleh interaksi dari pasien yang

secara genetik memiliki potensi alergi dengan lingkungan Genetik secara jelas memiliki

peran penting Pada 20 ndash 30 semua populasi dan pada 10 ndash 15 anak semuanya atopi

Apabila kedua orang tua atopi maka risiko atopi menjadi 4 kali lebih besar atau mencapai

50 Peran lingkungan dalam dalam rinitis alergi yaitu alergen yang terdapat di seluruh

lingkungan terpapar dan merangsang respon imun yang secara genetik telah memiliki

kecenderungan alergi7

Berdasarkan cara masuknya alergen dibagi atas1

1 Alergen inhalan yang masuk bersama dengan udara pernapasan misalnya tungau debu

rumah kecoa serpihan epitel kulit binatang rerumputan serta jamur

2 Alergen ingestan yang masuk ke saluran cerna berupa makanan misalnya susu sapi

telur coklat ikan laut udang kepiting dan kacang-kacangan

3 Alergen injektan yang masuk melalui suntikan atau tusukan misalnya penisilin dan

sengatan lebah

4 Alergen kontaktan yang masuk melalui kontak kulit atau jaringan mukosa misalnya

bahan kosmetik perhiasan

Patogenesis

Rinitis alergi merupakan suatu penyakit inflamasi yang diawali dengan tahap sensitisasi

dan diikuti dengan tahap provokasireaksi alergi Reaksi alergi terdiri dari 2 fase yaitu

Immediate Phase Allergic Reaction atau reaksi alergi fase cepat (RAFC) yang berlangsung

sejak kontak dengan allergen sampai satu jam setelahnya dan Late Phase Allergic Reaction

atau reaksi alergi fase lambat (RAFL) yang berlangsung 2-4 jam dengan puncak 6-8 jam (fase

hiper-reaktifitas) setelah pemaparan dan dapat berlangsung sampai 24-48 jam1

Pada kontak pertama dengan allergen atau tahap sensitisasi makrofag atau monosit

yang berperan sebagai sel penyaji (Antigen Presenting CellAPC) akan menangkap allergen

yang menempel di permukaan mukosa hidung Setelah diproses antigen akan membentuk

fragmen pendek peptide dan bergabung dengan molekul HLA kelas II membentuk komplek

peptide MHC kelas II (Major Histocompatibility Complex) yang kemudian dipresentasikan

pada sel T Helper (Th0) Kemudian sel penyaji akan melepas sitokin seperti interleukin 1

(IL1) yang akan mengaktifkan Th0 untuk berproliferasi menjadi Th1 dan Th2 Th2 akan

menghasilakan berbagai sitokin seperti IL3 IL4 IL5 dan IL13 IL4 dan IL13 dapat diikat

oleh reseptornya di permukaan sel limfosit B sehingga sel limfosit B menjadi aktif dan akan

memproduksi IgE IgE di sirkulasi darah akan masuk ke jaringan dan diikat oleh reseptor IgE

di permukaan sel mastosit atau basofil (sel mediator) sehingga kedua sel ini menjadi aktif

Proses ini disebut sensitisasi yang menghasilkan sel mediator yang tersensitisasi Bila mukosa

yang sudah tersensitisasi terpapar dengan allergen yang sama maka kedua rantai IgE akan

mengikat allergen spesifik dan terjadi degranulasi (pecahnya dinding sel) mastosit dan basofil

dengan akibat terlepasnya mediator kimia yang sudah terbentuk (Preformed Mediators)

terutama histamine Selain itu juga dikeluarkan Newly Formed Mediators antara lain

prostaglandin D2 (PGD2) Leukotrein D4 (LTD4) Leukotrein C4 (LTC4) bradikinin

Platelet Activating Factor (PAF) dan berbagai sitokin Inilah yang disebut sebagai reaksi

alergi fase cepat (RAFC)1

Histamine akan merangsang reseptor H1 pada ujung saraf vidianus sehingga

menimbulkan rasa gatal pada hidung dan bersin-bersin Histamine juga akan menyebabkan

sel mukosa dan sel goblet megalami hipersekresi dan permeabilitas kapiler meningkat

sehingga terjadi rinorea Gejala lain dalah hidung tersumbat akibat vasodilatasi sinusoid

Selain histamine merangsang ujung saraf vidianus juga menyebabkan rangsangan pada

mukosa hidung sehingga terjadi pengeluaran Inter Cellular Adhesion Molecule 1 (ICAM1)1

Pada RAFC sel mastosit juga akan melepaskan molekul kemotaktik yang

menyebabkan akumulasi sel eusinofil dan noutrofil di jaringan target Timbulnya gejala

hiperaktif atau hiper responsive hidung adalah akibat peranan eosinofil dengan mediator

inflamasi dari granulnya seperti ECP EDP MBP EPO Pada fase ini selain factor spesifik

(allergen) iritasi oleh faktor non spesifik dapat memperberat gejala seperti asap rokok bau

yang merangsang perubahan cuaca dan kelembaban udara yang tinggi1

Gambaran Histologik

Secara mikroskopik tampak adanya dilatasi pembuluh darah dengan pembesaran sel

goblet dan sel pembentuk mucus Terdapat juga pembesaran ruang inter seluler dan

penebalan membrane basal serta ditemukan infiltrasi sel-sel eosinofil pada jaringan mukosa

dan submukosa hidung1

Gambaran yang ditemukan terdapat pada saat serangan Diluar keadaan serangan

mukosa kembali normal Akan tetapi serangan dapat terjadi terus-menerus (persisten)

sepanjang tahun sehingga lama kelamaan terjadi perubahan yang ireversibel yaitu terjadi

proliferasi jaringan ikat dan hiperplasia mukosa sehingga tampak mukosa hidung menebal1

Klasifikasi

Berdasarkan sifat berlangsungnya rinitis alergi dibagi menjadi 1

1 Rinitis alergi musiman (seasonal hay fever polinosis) Rinitis hanya ada di negara

yang mempunyai 4 musim Allergen penyebabnya spesifik yaitu tepungsari (pollen)

rerumputan dan spora jamur

2 Rinitis alergi sepanjang tahun (perennial) Gejala penyakit ini timbul intermiten atau

terus menerus tanpa variasi musim Penyebab yang paling sering ialah alergen

inhalan dan alergen ingestan

Klasifikasi rinitis alergi berdasarkan rekomendasi dari WHO Initiative ARIA (Allergic

Rhinitis and its Impact on Asthma) tahun 2000 yaitu berdasarkan sifat berlangsungnya

dibagi menjadi 1

1 Intermiten (kadang-kadang)

Bila gejala kurang dari 4 hariminggu atau kurang dari 4 minggu

2 Persistenmenetap

Bila gejala lebih dari 4 hariminggu dan atau lebih dari 4 minggu

Sedangkan untuk tingkat berat ringannya penyakit rinitis alergi dibagi menjadi 1

1 Ringan

Bila tidak ditemukan gangguan tidur gangguan aktivitas harianbersantai

berolahraga belajar bekerja dan hal-hal lain yang mengganggu

2 Sedang-berat

Bila terdapat satu atau lebih dari gangguan tersebut diatas

Gejala Klinis

Gejala klinis pada rinitis alergi adalah bersin berulang pada pagi hari keluar ingus

(rinore) yang encer dan banyak hidung tersumbat hidung dan mata gatal yang kadang-

kadang disertai dengan banyak keluar air mata (lakrimasi)89

Awitan gejala timbul cepat setelah paparan allergen dapat berupa bersin mata atau

palatum yang gatal berair rinore hidung gatal hidung tersumbat8 Pada mata dapat

menunjukkan gejala berupa mata merah gatal conjungtivitis mata terasa terbakar dan

lakrimasi38 Pada telinga bisa dijumpai gangguan fungsi tuba efusi telinga bagian tengah8

Diagnosis

Anamnesis

Gejala klinis pada rinitis alergi adalah bersin berulang pada pagi hari keluar ingus

(rinore) yang encer dan banyak hidung tersumbat hidung dan mata gatal yang kadang-

kadang disertai dengan banyak keluar air mata (lakrimasi)10

Awitan gejala timbul cepat setelah paparan allergen dapat berupa bersin mata atau

palatum yang gatal berair rinore hidung gatal hidung tersumbat810 Pada mata dapat

menunjukkan gejala berupa mata merah gatal conjungtivitis mata terasa terbakar dan

lakrimasi38 Pada telinga bisa dijumpai gangguan fungsi tuba efusi telinga bagian tengah68

Pada anamnesis didapati keluhan serangan bersin yang berulang Bersin ini merupakan

gejala pada RAFC dan kadang-kadang RAFL sebagai akibat dilepaskannya histamin Gejala

lain adalah keluar ingus (rinore) yang encer dan banyak hidung tersumbat hidung dan mata

gatal yang kadang-kadang disertai dengan banyak keluar air mata (lakrimasi)1

Riwayat penyakit alergi dalam keluarga perlu ditanyakan Pasien juga perlu ditanya

gangguan alergi selain yang menyerang hidung seperti asma eczema urtikaria atau

sensitivitas obat Keadaan lingkungan kerja dan tempat tinggal juga perlu ditanya untuk

mengaitkan awitan gejala 34

Pemeriksaan Fisik

Pada muka biasanya didapatkan garis Dennie-Morgan dan allergic shinner yaitu

bayangan gelap di daerah bawah mata karena stasis vena sekunder akibat obstruksi hidung

Selain itu dapat ditemukan juga allergic crease yaitu berupa garis melintang pada dorsum

nasi bagian sepertiga bawah Garis ini timbul akibat hidung yang sering digosok-gosok oleh

punggung tangan (allergic salute) Pada pemeriksaan rinoskopi anterior ditemukan mukosa

hidung basah berwarna pucat atau livid dengan konka edema dan sekret yang encer dan

banyak Perlu juga dilihat adanya kelainan septum atau polip hidung yang dapat memperberat

gejala hidung tersumbat Selain itu dapat pula ditemukan konjungtivis bilateral atau penyakit

yang berhubungan lainnya seperti sinusitis dan otitis media Mulut sering terbuka dengan

lengkung langit-langit yang tinggi sehingga akan menyebabkan gangguan pertumbuhan gigi-

geligi (facies adenoid) Dinding posterior faring tampak granuler dan edema (cobblestone

appearance) serta dinding lateral faring menebal Lidah tampak seperti gambaran peta

(geographic tongue)1

Pemeriksaan Penunjang

Invitro

Hitung eosinofil dalam darah tepi dapat normal atau meningkat Demikian pula pemeriksaan

IgE total seringkali menunjukkan nilai normal kecuali bila tanda alergi pada pasien lebih dari

satu macam penyakit misalnya selain rinitis alergi juga menderita asma bronkial atau

urtikaria Lebih bermakna adalah dengan RAST (Radio Immuno Sorbent Test) atau ELISA

(Enzyme Linked Immuno Sorbent Assay Test) Pemeriksaan sitologi hidung walaupun tidak

dapat memastikan diagnosis tetap berguna sebagai pemeriksaan pelengkap Ditemukannya

eosinofil dalam jumlah banyak menunjukkan kemungkinan alergi inhalan Jika basofil (5

sellap) mungkin disebabkan alergi makanan sedangkan jika ditemukan sel PMN

menunjukkan adanya infeksi bakteri1

Invivo

Allergen penyebab dapat dicari dengan cara pemeriksaan tes cukit kulit uji intrakutan atau

intradermal yang tunggal atau berseri (Skin End-Point Titration SET) SET dilakukan untuk

allergen inhalan dengan menyuntikkan allergen dalam berbagai konsentrasi yang bertingkat

kepekatannya Untuk allergen makanan uji kulit Intracutaneus Provocative Dilutional Food

Test (IPDFT) namun sebagai baku emas dapat dilakukan dengan diet eliminasi dan

provokasi (Challenge Test) Keuntungan SET selain alergen penyebab juga derajat alergi

serta dosis inisial untuk desensitisasi dapat diketahui Untuk alergi makanan uji kulit seperti

tersebut diatas kurang dapat diandalkan Diagnosis biasanya ditegakkan dengan diet eliminasi

dan provokasi (ldquoChallenge Testrdquo) Alergen ingestan secara tuntas lenyap dari tubuh dalam

waktu lima hari Karena itu pada Challenge Test makanan yang dicurigai diberikan pada

pasien setelah berpantang selama 5 hari selanjutnya diamati reaksinya Pada diet eliminasi

jenis makanan setiap kali dihilangkan dari menu makanan sampai suatu ketika gejala

menghilang dengan meniadakan suatu jenis makanan1

Diagnosis Banding

Diagnosa Banding dari rinitis alergi adalah11

1 Rhinitis Non-alergik

Rhinitis non-alergik adalah suatu keadaan inflamasi hidung yang disebabkan

oleh selain alergi Keadaan ini tidak dapat diidentifikasi dengan pemeriksaan

alergi yang sesuai (anamnesis tes cukit kulit kadar antibodi IgE spesifik

serum)

Kelainan ini dapat bermacam-macam bergantung dari penyebabnya antara

lain

- rhinitis vasomotor

- rhinitis gustator

- rhinitis medikamentosa

- rhinitis hormonal

2 Immotile cilia syndrome (ciliary dyskinesis)

Diskinesia Silia Primer (PCD juga disebut sindrom immotile-silia) ditandai

oleh penurunan nilai bawaan dari clearance mukosiliar (PKS) Manifestasi

klinis termasuk batuk kronis rinitis kronis dan sinusitis kronis Otitis dan

otosalpingitis yang umum di masa kanak-kanak seperti juga poliposis hidung

dan agenesis sinus frontalis

Penatalaksanaan

1 Terapi yang paling ideal adalah dengan menghindari kontak dengan allergen

penyebabnya (avoidance) dan eliminasi 1

2 Medikamentosa

a Antihistamin

Antihistamin yang dipakai adalah antagonis histamine H-1 yang bekerja

secara inhibitor kompetitif pada reseptor H-1 sel target dan merupakan

preparat farmakologik yang paling sering dipakai sebagai lini pertama

pengobatan rhinitis alergi Pemberian dapat dalam kombinasi atau tanpa

kombinasi dengan dekongestan secara peroral 1

Antihistamin dibagi dalam 2 golongan yaitu golongan antihistamin generasi 1

(klasik) dan generasi 2 (non-sedatif) Antihistamin generasi 1 bersifat lipofilik

sehingga dapat menembus sawar darah otak (mempunyai efek pada SSP) dan

plasenta serta mempunyai efek kolinergik Yang termasuk kelompok ini

antara lain adalah difenhidramin klorfeniramin prometasin siproheptadin

sedangkan yang dapat diberikan secara topical adalah azelastin Antihistamin

generasi 2 bersifat lipofobik sehingga sulit menembus sawar darah otak

Bersifat selektif mengikat resptor H-1 perifer dan tidak mempunyai efek

antikolinergik antiadrenergik dan pada efek pada SSP minimal (non-sedatif) 1

Antihistamin diabsorpsi secara oral dengan cepat dan mudah serta efektif

untuk mengatasi gejala obstruksi hidung pada fase lambat Antihistamin non

sedative dapat dibagi menjadi dua golongan menurut keamananya Kelompok

pertama adalah astemisol dan terfenadin yang mempunyai efek kardiotoksik

Toksisitas terhadap jantung tersebut disebabkan repolarisasi jantung yang

tertunda dan dapat menyebabkan aritmia ventrikel henti jantung dan bahkan

kematia medadak (sudah ditarik dari peredaran) Kelompok kedua adalah

loratadin setirisin fexofenadin desloratadin dan levosetirisin 1

Preparat simpatomimetik golongan agonis adrenergik alfa dipakai sebagai

dekongestan hidung oral dengan atau tanpa kombinasi dengan antihistamin

atau topikal Namun pemakaian secara topikal hanya boleh untuk beberapa

hari saja untuk menghindari terjadinya rinitis medikamentosa 1

Tabel 1 Antihistamin oral optimal untuk rhinitis alergi12

Tabel 2 Efek samping sedasi dari antihistamin12

b Dekongestan

Golongan obat ini tersedia dalam bentuk topikal maupun sistemik Onset obat

topikal jauh lebih cepat daripada preparat sistemik namun dapat

menyebabkan rhinitis medikamentosa bila digunakan dalam jangka waktu

lama12

Obat dekongestan sistemik yang sering digunakan adalah pseudoephedrine

HCl dan Phenylpropanolamin HCl Obat ini dapat menyebabkan

vasokonstriksi pembuluh darah Dosis obat ini 15 mg untuk anak 2-5 tahun 30

mg untuk anak 6-12 tahun dan 60 mg untuk dewasa diberikan setiap 6 jam

Efek samping dari obat-obatan ini yang paling sering adalah insomnia dan

iritabilitas 12

c Antikolinergik

Preparat antikolinergik topikal adalah ipratropium bromide bermanfaat untuk

mengatasi rinore karena aktifitas inhibisi reseptor kolinergik pada permukaan

sel efektor 1

d Kortikosteroid

Preparat kortikosteroid dipilih bila gejala terutama sumbatan hidung akibat

respon fase lambat tidak berhasil diatasi dengan obat lain Yang sering dipakai

adalah kortikosteroid topikal (beklometason budesonid flunisolid flutikason

mometason furoat dan triamsinolon) Kortikosteroid topikal bekerja untuk

mengurangi jumlah sel mastosit pada mukosa hidung mencegah pengeluaran

protei n sitotoksik dari eosinofil mengurangi aktifitas limfosit mencegah

bocornya plasma Hal ini menyebabkan epitel hidung tidak hiperresponsif

terhadap rangsangan allergen (bekerja pada respon cepat dan lambat) Preparat

sodium kromoglikat topikal bekerja menstabilkan mastosit (mungkin

menghambat ion kalsium) sehingga pelepasan mediator dihambat Pada

respons fase lambat obat ini juga menghambat proses inflamasi dengan

menghambat aktifasi sel netrofil eosinofil dan monosit Hasil terbaik dapat

dicapai bila diberikan sebagai profilaksis 1

e Lainnya

Pengobatan baru lainnya untuk riniris alergi adalah anti leukotrien

(zafirlukastmontelukast) anti IgE DNA rekombinan 1

Menurut penelitian yang dilakukan pada tahun 2006 membuktikan bahwa

pseudoephedrine dan montelukast memiliki efek yang serupa dalam mengatasi

gejala dan memperbaiki kualitas hidup pasien11

3 Operatif

Tindakan konkotomi parsial (pemotongan sebagian konka inferior) konkoplasti atau

multiple outfractured inferior turbinoplasty perlu dipikirkan bila konka inferior

hipertrofi berat dan tidak berhasil dikecilkan dengan cara kaeuterisasi memakai

AgNO3 25 atau triklor asetat1

4 Imunoterapi

Cara pengobatan ini dilakukan pada alergi inhalan dengan gejala yang berat dan

sudah berlangsung lama serta dengan pengobatan cara lain tidak memberikan hasil

yang memuaskan Tujuan dari imunoterapi adalah pembentukkan IgG blocking

antibody dan penurunan IgE Ada 2 metode imunoterapi yang umum dilakukan yaitu

intradermal dan sublingual1

Komplikasi

Komplikasi rinitis alergi yang sering ialah

1 Polip Hidung

Polip hidung yang memiliki tanda patognomonis inspisited mucous glands

akumulasi sel-sel inflamasi yang luar biasa banyaknya (lebih eosinofil dan

limfosit T CD4+) hiperplasia epitel hiperplasia goblet dan metaplasia

skuamosa

2 Otitis media yang sering residif terutama pada anak-anak

3 Sinusitis paranasal merupakan inflamasi mukosa satu atau lebih sinus para nasal

Terjadi akibat edema ostia sinus oleh proses alergis dalam mukosa yang

menyebabkan sumbatan ostia sehingga terjadi penurunan oksigenasi dan tekanan

udara rongga sinus Hal tersebut akan menyuburkan pertumbuhan bakteri terutama

bakteri anaerob dan akan menyebabkan rusaknya fungsi barier epitel antara lain

akibat dekstruksi mukosa oleh mediator protein basa yang dilepas sel eosinofil

(MBP) dengan akibat sinusitis akan semakin parah13

Prognosis

Kebanyakan gejala rintis alergi dapat diobati Pada kasus yang lebih parah dapat memerlukan

imunoterapi Namun sebagai aturan umum jika suatu zat menjadi penyebab alergi bagi

seorang individu maka zat tersebut dapat terus mempengaruhi orang itu dalam jangka

panjang10

BAB V

KESIMPULAN

Rintis alergi adalah kelainan pada hidung dengan gejala bersin-bersin rinore rasa

gatal dan tersumbat setelah mukosa hidung terpapar alergen yang diperantarai oleh IgE

Alergen dapat berupa alergen inhalan misalnya tungau debu rumah kecoa serpihan epitel

kulit binatang rerumputan serta jamur alergen ingestan yang masuk ke saluran cerna

berupa makanan misalnya susu sapi telur coklat ikan laut udang kepiting dan kacang-

kacangan alergen injektan yang masuk melalui suntikan atau tusukan misalnya penisilin

dan sengatan lebah dan alergen kontaktan yang masuk melalui kontak kulit atau jaringan

mukosa misalnya bahan kosmetik perhiasan

Diagnosis rinitis alergi ditegakkan berdasarkan anamnesis pemeriksaan fisik dan

pemeriksaan penunjang Dari anamnesis dijumpai keluhan dan gejala berupa bersin keluar

ingus (rinore) yang encer dan banyak hidung tersumbat hidung dan mata gatal yang

kadang-kadang disertai dengan banyak keluar air mata (lakrimasi) pada anamnesis perlu

ditanyakan riwayat keluarga riwayat tempat tinggal dan lingkungan pekerjaan Pada

pemeriksaan fisik pada rinoskopi anterior dijumpai mukosa edema basah berwarna pucat

atau livid disertai adanya secret encer yang banyak

Penatalaksanaan dari rinitis alergi adalah menghindari kontak dengan allergen

medikamentosa operatif imunoterapi dan edukasi kepada pasien Komplikasi yang sering

terjadi pada rinitis alergi adalah polip hidung otitis media gangguan fungsi tuba dan sinusitis

paranasal

DAFTAR PUSTAKA

1 Irawati N Kasakeyan E Rusmono N Rinitis alergi Dalam Buku Ajar Ilmu

Kesehatan Telinga Hidung Kepala Leher Jakarta Balai Penerbit FKUI 2010 H118

ndash 22 128 ndash 33

2 Sudiro M Madiadipoera T Purwanto B Eosinofil kerokan mukosa hidung sebagai

diagnostik rinitis alergi MKB 2010 42 (1) 6-11

3 Sheikh J Allergic Rhinitis treatment and management Update on 2015 February

Available from http emedicine medscape comarticle 134825 Accessed on 3 April

2015

4 Meltzer EO Evaluation of the oral antihistamine for patients with allergic rhinitis

Updated on 2005 Available from httphighwirestanfordedu Accessed on 2015

April 3

5 Adams George L Boies buku ajar penyakit THT (Boeis fundamentals of

otolaryngology) Ed 6 Jakarta EGC 1997

6 Department of Pediatrics and Otolaryngology University of Pittsburgh School of

Medicine and Childrens Hospital of Pittsburgh Allergic rhinitis definition

epidemiology pathophysiology detection and diagnosis J Allergy Clin Immunol

2001 108 (1 Suppl) 2-8

7 Li J Zhang Y Zhang L Discovering suspectibility genes for allergic rhinitis and

allergic using genome-wide association study strategy Curr Opin Allergy Clin

Immunol 2015 15(1) 33-40

8 Rondon C Fernandez J Canto G Blanca M Local allergic rhinitis concept clinical

manifestations and diagnostic approach Updated on 2010 Available from

httpwwwncbinlmnihgovpubmed20945601 Accessed on 2015 April 3

9 Mabry R Marple B Allergic rhinitis In Cummingrsquos Otolaryngologi Head Neck

Surgery 4th Ed USA Elsevier 2005 982-988

10 Tran NP Vickery J Blaiss MS Management of Rhinitis Allergic and Non Allergic

2011 May 20 Available from

httpwwwncbinlmnihgovpmcarticlesPMC3121056 Accesed on 2015 April 3

11 Bachert C Allergic rhinitis pathophysiology diagnosis differential diagnosis and the

therapy Updated on 2011 September 9 Available from

httpwwwncbinlmnihgovpubmed9441024 Accessed on 2013 April 3

12 Oates JA Wood AJJ The New England Journal of Medicine Drug therapy 1991

Available from httphighwirestanfordedu Accessed on 2013 April 3

13 Settipane RA Complications of allergic Updated on 2014 July 20 Available from

httpwwwncbinlmnihgovpubmed10476318 Accessed on 2015 April 3

Page 4: Rhinitis Alergi

BAB I

PENDAHULUAN

Rinitis alergi adalah penyakit inflamasi yang disebabkan oleh reaksi alergi pada

pasien atopi yang sebelumnya sudah tersensititasi dengan alergen yang sama serta

dilepaskannya suatu mediator kimia ketika terjadi paparan ulangan dengan alergen yang

sama serta dilepaskannya suatu mediator kimia ketika terjadi paparan ulangan dengan alergen

spesifik tersebut Definisi menurut WHO ARIA (Allergic Rhinitis and its Impact on Asthma)

adalah kelainan pada hidung dengan gejala bersin-bersin rinore rasa gatal dan tersumbat

setelah mukosa hidung terpapar alergen yang diperantai oleh IgE1

Prevalensi rinitis di dunia saat ini mencapai 10-25 atau lebih dari 600 juta penderita

dari seluruh etnis dan usia2

Di Amerika Serikat lebih dari 40 juta warganya menderita rinitis alergi Rinitis alergi

pada anak lebih sering terjadi pada anak laki-laki dibandingkan anak perempuan sedangkan

pada dewasa prevalensi rinitis alergi laki-laki sama dengan perempuan Sekitar 80 kasus

rinitis alergi berkembang mulai usia 20 tahun Insidensi rinitis alergi pada anak-anak 40

dan menurun sejalan dengan usia3 Di Indonesia belum ada angka yang pasti tetapi di

Bandung prevalensi rinitis alergi pada usia 10 tahun ditemukan cukup tinggi (58)2

Meskipun bukan penyakit berbahaya yang mematikan rinitis alergi harus dianggap penyakit

yang serius karena dapat mempengaruhi kualitas hidup penderitanya Tak hanya aktivitas

sehari-hari yang menjadi terganggu biaya yang akan dikeluarkan untuk mengobatinya pun

akan semakin mahal apabila penyakit ini tidak segera diatasi karena telah menjadi kronis

BAB II

ANATOMI HIDUNG

Hidung luar berbentuk piramid dengan bagian-bagiannya dari atas ke bawah 1

1 Pangkal hidung (bridge)

2 Dorsum nasi

3 Puncak hidung

4 Ala nasi

5 Kolumela dan

6 Lubang hidung (nares anterior)

Hidung luar dibentuk oleh kerangka tulang dan tulang rawan yang dilapisi oleh kulit

jaringan ikat dan beberapa otot kecil yang berfungsi untuk melebarkan atau menyempitkan

lubang hidung Kerangka tulang terdiri dari 1

1 tulang hidung (os nasalis)

2 prosesus frontalis os maksila dan

3 prosesus nasalis os frontal

sedangkan kerangka tulang rawan terdiri dari beberapa pasang tulang rawan yang terletak di

bagian bawah hidung yaitu 1

1 sepasang kartilago nasalis lateralis superior

2 sepasang kartilago nasalis lateralis inferior (kartilago alar mayor)

3 beberapa pasang kartilago alar minor dan

4 tepi anterior kartilago septum

Rongga hidung atau kavum nasi berbentuk terowongan dari depan ke belakang

dipisahkan oleh septum nasi di bagian tengahnya menjadi kavum nasi kanan dan kiri Pintu

atau lubang masuk kavum nasi bagian depan disebut nares anterior dan lubang belakang

disebut nares posterior (koana) yang menghubungkan kavum nasi dengan nasofaring 1

Bagian dari kavum nasi yang letaknya sesuai dengan ala nasi tepat dibelakang nares

anteriror disebut vestibulum Vestibulum ini dilapisi oleh kulit yang mempunyai banyak

kelenjar sebasea dan rambut-rambut panjang yang disebut vibrise 1

Tiap kavum nasi mempunyai 4 buah dinding yaitu dinding medial lateral inferior

dan superior Dinding medial hidung ialah septum nasi Septum dibentuk oleh tulang dan

tulang rawan Bagian tulang adalah lamina perpendikularis os etmoid vomer krista nasalis

os maksila dan krista nasalis os palatina Bagian tulang rawan adalah kartilago septum

(lamina kuadrangularis) dan kolumela 1

Septum dilapisi oleh perikondrium pada bagian tulang rawan dan periostium pada

bagian tulang sedangkan diluarnya dilapisi pula oleh mukosa hidung Bagian depan dinding

lateral hidung licin yang disebut ager nasi dan dibelakangnya terdapat konka-konka yang

mengisi sebagian besar dinding lateral hidung 1

Pada dinding lateral terdapat 4 buah konka Yang terbesar dan letaknya paling bawah

ialah konka inferior kemudian yang lebih kecil adalah konka media lebih kecil lagi ialah

konka superior sedangkan yang terkecil disebut konka suprema Konka suprema disebut juga

rudimenter 1

Konka inferior merupakan tulang tersendiri yang melekat pada os maksila dan labirin

etmoid sedangkan konka media superior dan suprema merupakan bagian dari labirin etmoid

Di antara konka-konka dan dinding lateral hidung terdapat rongga sempit yang disebut

meatus Tergantung dari letak meatus ada tiga meatus yaitu meatus inferior medius dan

superior Meatus inferior terletak di antara konka inferior dengan dasar hidung dan dinding

lateral rongga hidung Pada meatus inferior terdapat muara (ostium) duktus nasolakrimalis

Meatus medius terletak di antara konka media dan dinding lateral rongga hidung Pada

meatus medius terdapat bula etmoid prosesus unsinatus hiatus semilunaris dan infundibulum

etmoid Hiatus semilunaris merupakan suatu celah sempit melengkung dimana terdapat

muara sinus frontal sinus maksila dan sinus etmoid anterior1

Pada meatus superior yang merupakan ruang di antara konka superior dan konka

media terdapat muara sinus etmoid posterior dan sinus sfenoid Dinding inferior merupakan

dasar rongga hidung dan dibentuk oleh os maksila dan os palatum Dinding superior atau atap

hidung sangat sempit dan dibentuk oleh lamina kribriformis yang memisahkan rongga

tengkorak dari rongga hidung 1

Perdarahan

Bagian atas rongga hidung mendapat pendarahan dari aetmoid anterior dan posterior

yang merupakan cabang dari aoftalmika sedangkan aoftalmika berasal dari akarotis

interna1

Bagian bawah rongga hidung mendapat pendarahan dari cabang amaksilaris interna

di antaranya ialah ujung apalatina mayor dan asfenopalatina yang keluar dari foramen

sfenopalatina bersama nsfenopalatina dan memasuki rongga hidung di belakang ujung

posterior konka media 1

Bagian depan hidung mendapat pendarahan dari cabang-cabang afasialis Pada

bagian depan septum terdapat anastomosis dari cabang-cabang asfenopalatina aetmoid

anterior alabialis superior dan apalatina mayor yang disebut pleksus Kiesselbach Pleksus

Kiesselbach letaknya superfisial dan mudah cidera oleh trauma sehingga sering menjadi

sumber epistaksis terutama pada anak 1

Vena-vena hidung mempunyai nama yang sama dan berjalan berdampingan dengan

arterinya Vena di vestibulum dan struktur luar hidung bermuara ke voftalmika yang

berhubungan dengan sinus kavernosus Vena-vena di hidung tidak memiliki katup sehingga

merupakan faktor predisposisi untuk mudahnya penyebaran infeksi sampai ke intrakranial 1

Persarafan

Bagian depan dan atas rongga hidung mendapat persarafan sensoris dari netmoidalis

anterior yang merupakan cabang dari nnasosiliaris yang berasal dari noftalmikus Rongga

hidung lainnya sebagian besar mendapat persarafan sensoris dari nmaksila melalui ganglion

sfenopalatina 1

Ganglion sfenopalatina selain memberikan persarafan sensoris juga memberikan

persarafan vasomotor atau otonom untuk mukosa hidungGanglion ini menerima serabut-

serabut sensoris dari nmaksila serabut parasimpatis dari npetrosus superfisialis mayor dan

serabut-serabut simpatis dari npetrosus profundusGanglion sfenopalatina terletak di belakang

dan sedikit di atas ujung posterior konka media 1

Fungsi penghidu berasal dari Nervus olfaktorius Saraf ini turun melalui lamina kribosa

dari permukaan bawah bulbus olfaktorius dan kemudian berakhir pada sel-sel reseptor

penghidu pada mukosa olfaktorius di daerah sepertiga atas hidung 1

Mukosa Hidung

Rongga hidung dilapisi oleh mukosa yang secara histologik dan fungsional dibagi atas

mukosa pernafasan (mukosa respiratori) dan mukosa penghidu (mukosa olfaktorius) Mukosa

pernafasan terdapat pada sebagian besar rongga hidung dan permukaannya dilapisi oleh epitel

torak berlapis semu (pseudo stratified columnar epithalium) yang mempunyai silia dan

diantaranya terdapat sel-sel goblet 1

Pada bagian yang lebih terkena aliran udara mukosanya lebih tebal dan kadang-

kadang terjadi metaplasia menjadi sel epitel skuamosa Dalam keadaan normal mukosa

berwarna merah muda dan selalu basah karena diliputi oleh palut lendir (mucous blanket)

pada permukaannya Palut lendir ini dihasilkan oleh kelenjar mukosa dan sel-sel goblet 1

Silia yang terdapat pada permukaan epitel mempunyai fungsi yang penting Dengan

gerakan silia yang teratur palut lendir di dalam kavum nasi akan didorong ke arah

nasofaring Dengan demikian mukosa mempunyai daya untuk membersihkan dirinya sendiri

dan juga untuk mengeluarkan benda asing yang masuk ke dalam rongga hidung 1

Gangguan pada fungsi silia akan menyebabkan banyak sekret terkumpul dan

menimbulkan keluhan hidung tersumbat Gangguan gerakan silia dapat disebabkan oleh

pengeringan udara yang berlebihan radang sekret kental dan obat-obatan Di bawah epitel

terdapat tunika propria yang banyak mengandung pembuluh darah kelenjar mukosa dan

jaringan limfoid 1

Pembuluh darah pada mukosa hidung mempunyai susunan yang khas Arteriol

terletak pada bagian yang lebih dalam dari tunika propria dan tersusun secara paralel dan

longitudinal Arteriol ini memberikan pendarahan pada anyaman kapiler perigalnduler dan

subepitel Pembuluh eferen dari anyaman kapiler ini membuka ke rongga sinusoid vena yang

besar yang dindingnya dilapisi oleh jaringan elastik dan otot polos Pada bagian ujungnya

sinusoid ini mempunyai sfingter otot Selanjutnya sinusoid akan mengalirkan darahnya ke

pleksus vena yang lebih dalam lalu ke venula Dengan susunan demikian mukosa

hidungmenyerupai suatu jaringan kavernosus yang erektil yang mudah mengembang dan

mengerut Vasodilatasi dan vasokontriksi pembuluh darah ini dipengaruhi oleh saraf

otonom1

BAB III

FISIOLOGI HIDUNG

Berdasarkan teori structural teori evolusioner dan teori fungsional fungsi fisiologis

hidung dan sinus paranasal adalah 1

1 Fungsi respirasi

Untuk mengatur kondisi udara humidikasi penyeimbang dalam pertukaran tekanan

dan mekanisme imunologik local

2 Fungsi penghidu

Terdapatnya mukosa olfaktorius dan reservoir udara untuk menampung stimulus

penghidu

3 Fungsi fonetik

Yang berguna untuk resonanasi suara membantu proses bicara dan mencegah

hantaran suara sendiri melalui konduksi tulang

4 Fungsi static dan mekanik

Untuk meringankan beban kepala

5 Reflex nasal

Fungsi Respirasi

Udara inpirasi masuk ke hidung menuju system respirasi melalui nares anterior lalu

naik ke atas setinggi konka media dan kemudian turun ke bawah ke arah nasofaring sehingga

aliran udara ini berbentuk lengkungan atau arkus 1

Udara yang dihirup akan mengalami humidikasi oleh palut lender Pada musim panas

udara hampir jenuh oleh uap air sehingga terjadi sedikit penguapan udara inspirasi oleh palut

lender sedangkan pada musim dingin akan terjadi sebaliknya 1

Suhu udara yang melalui hidung diatur sehingga berkisar 37ordm Celcius Fungsi

pengatur suhu ini dimungkinkan oleh banyaknya pembuluh darah di bawah epitel dan adanya

permukaan konka dan septum yang luas1

Partikel debu virus bakteri jamur yang terhirup bersama udara akan disaring

dihidung oleh 1

- Rambut (vibrissae) pada vestibulum nasi

- Silia

- Palut lender

Debu dan bakteri akan melekat pada palu lender dan partikel-partikel yang besar akan

dikeluarkan dengan reflex bersin

Fungsi Penghidu

Hidung juga bekerja sebagai indra penghidu dan pengecap dengan adanya mukosa

olfaktorius pada atap rongga hidung konka superior dan sepertiga bagian atas septum

Partikel bau dapat dapat mencapai daerah ini dengan cara difusi dengan palut lendir atau bila

menarik napas dengan kuat 1

Fungsi hidung untuk membantu indra pengecap adalah untuk membedakan rasa

manis yang berasal dari berbagai macam bahan seperti perbedaan rasa manis strawberi

jeruk pisang atau coklat Juga untuk mebedakan rasa ayam yang berasal dari cuka dan asam

jawa 1

Fungsi Fonetik

Resonansi oleh hidung penting untuk kualitas suara ketika berbicara dan menyanyi

Sumbatan hidung akan menyebabkan resonansi berkurang atau hilang sehingga terdengar

suara sengau (rinolalia) 1

Resonansi oleh hidung penting untuk kualitas suara ketika berbicara dan menyanyi

Sumbatan hidung akan menyebabkan resonansi berkurang atau hilang sehingga terdengar

suara sengau (rinolalia) Hidung membantu proses pembentukan konsonan nasal (mnng)

rongga mulut tertutup dan hidung terbuka dan palatum mole turun untuk aliran udara 1

Refleks Nasal

Mukosa hidung merupakan reseptor refleks yang berhubungan dengan saluran cerna

kardiovaskuler dan pernafasan Iritasi mukosa hidung menyebabkan refleks bersin dan nafas

berhenti Rangsangan bau tertentu akan menyebabkan sekresi kelenjar liur lambung dan

pankreas1

BAB IV

RHINITIS ALERGI

Definisi

Rhinitis alergi adalah rinitis dengan gejala bersin paroksismal pilek encer dan

obstruksi nasi Timbul pada orang yang berbakat atopi jika terpapar ulang dengan alergen

spesifik yang pada orang normal tidak menimbulkan reaksi Pasien dengan rhinitis alergi juga

dapat mengalami penurunan kualitas hidup Hal ini diakibatkan karena gangguan tidur yang

ditimbulkan gangguan dalam belajar maupun bekerja Rhinitis alergi juga sering

berhubungan dengan komorbiditas lain seperti asthma konjungtivitis dan rhinosinusitis4

Epidemiologi

Prevalensi rinitis di dunia saat ini mencapai 10-25 atau lebih dari 600 juta penderita

dari seluruh etnis dan usia2 Di Amerika Serikat lebih dari 40 juta warganya menderita rinitis

alergi Rinitis alergi pada anak lebih sering terjadi pada anak laki-laki dibandingkan anak

perempuan sedangkan pada dewasa prevalensi rinitis alergi laki-laki sama dengan

perempuan Sekitar 80 kasus rinitis alergi berkembang mulai usia 20 tahun Insidensi rinitis

alergi pada anak-anak 40 dan menurun sejalan dengan usia3 Di Indonesia belum ada angka

yang pasti tetapi di Bandung prevalensi rinitis alergi pada usia 10 tahun ditemukan cukup

tinggi (58)2

Etiologi

Rinitis alergi melibatkan interaksi antara lingkungan dengan predisposisi genetik

dalam perkembangan penyakitnya Faktor genetik dan herediter sangat berperan pada

ekspresi rinitis alergi5 Penyebab rinitis alergi tersering adalah alergen inhalan pada dewasa

dan ingestan pada anak-anak Pada anak-anak sering disertai gejala alergi lain seperti

urtikaria dan gangguan pencernaan Penyebab rinitis alergi dapat berbeda tergantung dari

klasifikasi Beberapa pasien sensitif terhadap beberapa alergen Alergen yang menyebabkan

rinitis alergi musiman biasanya berupa serbuk sari atau jamur Rinitis alergi perenial

(sepanjang tahun) diantaranya debu tungau terdapat dua spesies utama tungau yaitu

Dermatophagoides farinae dan Dermatophagoides pteronyssinus jamur binatang peliharaan

seperti kecoa dan binatang pengerat Faktor resiko untuk terpaparnya debu tungau biasanya

karpet serta sprai tempat tidur suhu yang tinggi dan faktor kelembaban udara Kelembaban

yang tinggi merupakan faktor resiko untuk untuk tumbuhnya jamur Berbagai pemicu yang

bisa berperan dan memperberat adalah beberapa faktor nonspesifik diantaranya asap rokok

polusi udara bau aroma yang kuat atau merangsang dan perubahan cuaca6

Rhinitis alergi dan atopi secara umum disebabkan oleh interaksi dari pasien yang

secara genetik memiliki potensi alergi dengan lingkungan Genetik secara jelas memiliki

peran penting Pada 20 ndash 30 semua populasi dan pada 10 ndash 15 anak semuanya atopi

Apabila kedua orang tua atopi maka risiko atopi menjadi 4 kali lebih besar atau mencapai

50 Peran lingkungan dalam dalam rinitis alergi yaitu alergen yang terdapat di seluruh

lingkungan terpapar dan merangsang respon imun yang secara genetik telah memiliki

kecenderungan alergi7

Berdasarkan cara masuknya alergen dibagi atas1

1 Alergen inhalan yang masuk bersama dengan udara pernapasan misalnya tungau debu

rumah kecoa serpihan epitel kulit binatang rerumputan serta jamur

2 Alergen ingestan yang masuk ke saluran cerna berupa makanan misalnya susu sapi

telur coklat ikan laut udang kepiting dan kacang-kacangan

3 Alergen injektan yang masuk melalui suntikan atau tusukan misalnya penisilin dan

sengatan lebah

4 Alergen kontaktan yang masuk melalui kontak kulit atau jaringan mukosa misalnya

bahan kosmetik perhiasan

Patogenesis

Rinitis alergi merupakan suatu penyakit inflamasi yang diawali dengan tahap sensitisasi

dan diikuti dengan tahap provokasireaksi alergi Reaksi alergi terdiri dari 2 fase yaitu

Immediate Phase Allergic Reaction atau reaksi alergi fase cepat (RAFC) yang berlangsung

sejak kontak dengan allergen sampai satu jam setelahnya dan Late Phase Allergic Reaction

atau reaksi alergi fase lambat (RAFL) yang berlangsung 2-4 jam dengan puncak 6-8 jam (fase

hiper-reaktifitas) setelah pemaparan dan dapat berlangsung sampai 24-48 jam1

Pada kontak pertama dengan allergen atau tahap sensitisasi makrofag atau monosit

yang berperan sebagai sel penyaji (Antigen Presenting CellAPC) akan menangkap allergen

yang menempel di permukaan mukosa hidung Setelah diproses antigen akan membentuk

fragmen pendek peptide dan bergabung dengan molekul HLA kelas II membentuk komplek

peptide MHC kelas II (Major Histocompatibility Complex) yang kemudian dipresentasikan

pada sel T Helper (Th0) Kemudian sel penyaji akan melepas sitokin seperti interleukin 1

(IL1) yang akan mengaktifkan Th0 untuk berproliferasi menjadi Th1 dan Th2 Th2 akan

menghasilakan berbagai sitokin seperti IL3 IL4 IL5 dan IL13 IL4 dan IL13 dapat diikat

oleh reseptornya di permukaan sel limfosit B sehingga sel limfosit B menjadi aktif dan akan

memproduksi IgE IgE di sirkulasi darah akan masuk ke jaringan dan diikat oleh reseptor IgE

di permukaan sel mastosit atau basofil (sel mediator) sehingga kedua sel ini menjadi aktif

Proses ini disebut sensitisasi yang menghasilkan sel mediator yang tersensitisasi Bila mukosa

yang sudah tersensitisasi terpapar dengan allergen yang sama maka kedua rantai IgE akan

mengikat allergen spesifik dan terjadi degranulasi (pecahnya dinding sel) mastosit dan basofil

dengan akibat terlepasnya mediator kimia yang sudah terbentuk (Preformed Mediators)

terutama histamine Selain itu juga dikeluarkan Newly Formed Mediators antara lain

prostaglandin D2 (PGD2) Leukotrein D4 (LTD4) Leukotrein C4 (LTC4) bradikinin

Platelet Activating Factor (PAF) dan berbagai sitokin Inilah yang disebut sebagai reaksi

alergi fase cepat (RAFC)1

Histamine akan merangsang reseptor H1 pada ujung saraf vidianus sehingga

menimbulkan rasa gatal pada hidung dan bersin-bersin Histamine juga akan menyebabkan

sel mukosa dan sel goblet megalami hipersekresi dan permeabilitas kapiler meningkat

sehingga terjadi rinorea Gejala lain dalah hidung tersumbat akibat vasodilatasi sinusoid

Selain histamine merangsang ujung saraf vidianus juga menyebabkan rangsangan pada

mukosa hidung sehingga terjadi pengeluaran Inter Cellular Adhesion Molecule 1 (ICAM1)1

Pada RAFC sel mastosit juga akan melepaskan molekul kemotaktik yang

menyebabkan akumulasi sel eusinofil dan noutrofil di jaringan target Timbulnya gejala

hiperaktif atau hiper responsive hidung adalah akibat peranan eosinofil dengan mediator

inflamasi dari granulnya seperti ECP EDP MBP EPO Pada fase ini selain factor spesifik

(allergen) iritasi oleh faktor non spesifik dapat memperberat gejala seperti asap rokok bau

yang merangsang perubahan cuaca dan kelembaban udara yang tinggi1

Gambaran Histologik

Secara mikroskopik tampak adanya dilatasi pembuluh darah dengan pembesaran sel

goblet dan sel pembentuk mucus Terdapat juga pembesaran ruang inter seluler dan

penebalan membrane basal serta ditemukan infiltrasi sel-sel eosinofil pada jaringan mukosa

dan submukosa hidung1

Gambaran yang ditemukan terdapat pada saat serangan Diluar keadaan serangan

mukosa kembali normal Akan tetapi serangan dapat terjadi terus-menerus (persisten)

sepanjang tahun sehingga lama kelamaan terjadi perubahan yang ireversibel yaitu terjadi

proliferasi jaringan ikat dan hiperplasia mukosa sehingga tampak mukosa hidung menebal1

Klasifikasi

Berdasarkan sifat berlangsungnya rinitis alergi dibagi menjadi 1

1 Rinitis alergi musiman (seasonal hay fever polinosis) Rinitis hanya ada di negara

yang mempunyai 4 musim Allergen penyebabnya spesifik yaitu tepungsari (pollen)

rerumputan dan spora jamur

2 Rinitis alergi sepanjang tahun (perennial) Gejala penyakit ini timbul intermiten atau

terus menerus tanpa variasi musim Penyebab yang paling sering ialah alergen

inhalan dan alergen ingestan

Klasifikasi rinitis alergi berdasarkan rekomendasi dari WHO Initiative ARIA (Allergic

Rhinitis and its Impact on Asthma) tahun 2000 yaitu berdasarkan sifat berlangsungnya

dibagi menjadi 1

1 Intermiten (kadang-kadang)

Bila gejala kurang dari 4 hariminggu atau kurang dari 4 minggu

2 Persistenmenetap

Bila gejala lebih dari 4 hariminggu dan atau lebih dari 4 minggu

Sedangkan untuk tingkat berat ringannya penyakit rinitis alergi dibagi menjadi 1

1 Ringan

Bila tidak ditemukan gangguan tidur gangguan aktivitas harianbersantai

berolahraga belajar bekerja dan hal-hal lain yang mengganggu

2 Sedang-berat

Bila terdapat satu atau lebih dari gangguan tersebut diatas

Gejala Klinis

Gejala klinis pada rinitis alergi adalah bersin berulang pada pagi hari keluar ingus

(rinore) yang encer dan banyak hidung tersumbat hidung dan mata gatal yang kadang-

kadang disertai dengan banyak keluar air mata (lakrimasi)89

Awitan gejala timbul cepat setelah paparan allergen dapat berupa bersin mata atau

palatum yang gatal berair rinore hidung gatal hidung tersumbat8 Pada mata dapat

menunjukkan gejala berupa mata merah gatal conjungtivitis mata terasa terbakar dan

lakrimasi38 Pada telinga bisa dijumpai gangguan fungsi tuba efusi telinga bagian tengah8

Diagnosis

Anamnesis

Gejala klinis pada rinitis alergi adalah bersin berulang pada pagi hari keluar ingus

(rinore) yang encer dan banyak hidung tersumbat hidung dan mata gatal yang kadang-

kadang disertai dengan banyak keluar air mata (lakrimasi)10

Awitan gejala timbul cepat setelah paparan allergen dapat berupa bersin mata atau

palatum yang gatal berair rinore hidung gatal hidung tersumbat810 Pada mata dapat

menunjukkan gejala berupa mata merah gatal conjungtivitis mata terasa terbakar dan

lakrimasi38 Pada telinga bisa dijumpai gangguan fungsi tuba efusi telinga bagian tengah68

Pada anamnesis didapati keluhan serangan bersin yang berulang Bersin ini merupakan

gejala pada RAFC dan kadang-kadang RAFL sebagai akibat dilepaskannya histamin Gejala

lain adalah keluar ingus (rinore) yang encer dan banyak hidung tersumbat hidung dan mata

gatal yang kadang-kadang disertai dengan banyak keluar air mata (lakrimasi)1

Riwayat penyakit alergi dalam keluarga perlu ditanyakan Pasien juga perlu ditanya

gangguan alergi selain yang menyerang hidung seperti asma eczema urtikaria atau

sensitivitas obat Keadaan lingkungan kerja dan tempat tinggal juga perlu ditanya untuk

mengaitkan awitan gejala 34

Pemeriksaan Fisik

Pada muka biasanya didapatkan garis Dennie-Morgan dan allergic shinner yaitu

bayangan gelap di daerah bawah mata karena stasis vena sekunder akibat obstruksi hidung

Selain itu dapat ditemukan juga allergic crease yaitu berupa garis melintang pada dorsum

nasi bagian sepertiga bawah Garis ini timbul akibat hidung yang sering digosok-gosok oleh

punggung tangan (allergic salute) Pada pemeriksaan rinoskopi anterior ditemukan mukosa

hidung basah berwarna pucat atau livid dengan konka edema dan sekret yang encer dan

banyak Perlu juga dilihat adanya kelainan septum atau polip hidung yang dapat memperberat

gejala hidung tersumbat Selain itu dapat pula ditemukan konjungtivis bilateral atau penyakit

yang berhubungan lainnya seperti sinusitis dan otitis media Mulut sering terbuka dengan

lengkung langit-langit yang tinggi sehingga akan menyebabkan gangguan pertumbuhan gigi-

geligi (facies adenoid) Dinding posterior faring tampak granuler dan edema (cobblestone

appearance) serta dinding lateral faring menebal Lidah tampak seperti gambaran peta

(geographic tongue)1

Pemeriksaan Penunjang

Invitro

Hitung eosinofil dalam darah tepi dapat normal atau meningkat Demikian pula pemeriksaan

IgE total seringkali menunjukkan nilai normal kecuali bila tanda alergi pada pasien lebih dari

satu macam penyakit misalnya selain rinitis alergi juga menderita asma bronkial atau

urtikaria Lebih bermakna adalah dengan RAST (Radio Immuno Sorbent Test) atau ELISA

(Enzyme Linked Immuno Sorbent Assay Test) Pemeriksaan sitologi hidung walaupun tidak

dapat memastikan diagnosis tetap berguna sebagai pemeriksaan pelengkap Ditemukannya

eosinofil dalam jumlah banyak menunjukkan kemungkinan alergi inhalan Jika basofil (5

sellap) mungkin disebabkan alergi makanan sedangkan jika ditemukan sel PMN

menunjukkan adanya infeksi bakteri1

Invivo

Allergen penyebab dapat dicari dengan cara pemeriksaan tes cukit kulit uji intrakutan atau

intradermal yang tunggal atau berseri (Skin End-Point Titration SET) SET dilakukan untuk

allergen inhalan dengan menyuntikkan allergen dalam berbagai konsentrasi yang bertingkat

kepekatannya Untuk allergen makanan uji kulit Intracutaneus Provocative Dilutional Food

Test (IPDFT) namun sebagai baku emas dapat dilakukan dengan diet eliminasi dan

provokasi (Challenge Test) Keuntungan SET selain alergen penyebab juga derajat alergi

serta dosis inisial untuk desensitisasi dapat diketahui Untuk alergi makanan uji kulit seperti

tersebut diatas kurang dapat diandalkan Diagnosis biasanya ditegakkan dengan diet eliminasi

dan provokasi (ldquoChallenge Testrdquo) Alergen ingestan secara tuntas lenyap dari tubuh dalam

waktu lima hari Karena itu pada Challenge Test makanan yang dicurigai diberikan pada

pasien setelah berpantang selama 5 hari selanjutnya diamati reaksinya Pada diet eliminasi

jenis makanan setiap kali dihilangkan dari menu makanan sampai suatu ketika gejala

menghilang dengan meniadakan suatu jenis makanan1

Diagnosis Banding

Diagnosa Banding dari rinitis alergi adalah11

1 Rhinitis Non-alergik

Rhinitis non-alergik adalah suatu keadaan inflamasi hidung yang disebabkan

oleh selain alergi Keadaan ini tidak dapat diidentifikasi dengan pemeriksaan

alergi yang sesuai (anamnesis tes cukit kulit kadar antibodi IgE spesifik

serum)

Kelainan ini dapat bermacam-macam bergantung dari penyebabnya antara

lain

- rhinitis vasomotor

- rhinitis gustator

- rhinitis medikamentosa

- rhinitis hormonal

2 Immotile cilia syndrome (ciliary dyskinesis)

Diskinesia Silia Primer (PCD juga disebut sindrom immotile-silia) ditandai

oleh penurunan nilai bawaan dari clearance mukosiliar (PKS) Manifestasi

klinis termasuk batuk kronis rinitis kronis dan sinusitis kronis Otitis dan

otosalpingitis yang umum di masa kanak-kanak seperti juga poliposis hidung

dan agenesis sinus frontalis

Penatalaksanaan

1 Terapi yang paling ideal adalah dengan menghindari kontak dengan allergen

penyebabnya (avoidance) dan eliminasi 1

2 Medikamentosa

a Antihistamin

Antihistamin yang dipakai adalah antagonis histamine H-1 yang bekerja

secara inhibitor kompetitif pada reseptor H-1 sel target dan merupakan

preparat farmakologik yang paling sering dipakai sebagai lini pertama

pengobatan rhinitis alergi Pemberian dapat dalam kombinasi atau tanpa

kombinasi dengan dekongestan secara peroral 1

Antihistamin dibagi dalam 2 golongan yaitu golongan antihistamin generasi 1

(klasik) dan generasi 2 (non-sedatif) Antihistamin generasi 1 bersifat lipofilik

sehingga dapat menembus sawar darah otak (mempunyai efek pada SSP) dan

plasenta serta mempunyai efek kolinergik Yang termasuk kelompok ini

antara lain adalah difenhidramin klorfeniramin prometasin siproheptadin

sedangkan yang dapat diberikan secara topical adalah azelastin Antihistamin

generasi 2 bersifat lipofobik sehingga sulit menembus sawar darah otak

Bersifat selektif mengikat resptor H-1 perifer dan tidak mempunyai efek

antikolinergik antiadrenergik dan pada efek pada SSP minimal (non-sedatif) 1

Antihistamin diabsorpsi secara oral dengan cepat dan mudah serta efektif

untuk mengatasi gejala obstruksi hidung pada fase lambat Antihistamin non

sedative dapat dibagi menjadi dua golongan menurut keamananya Kelompok

pertama adalah astemisol dan terfenadin yang mempunyai efek kardiotoksik

Toksisitas terhadap jantung tersebut disebabkan repolarisasi jantung yang

tertunda dan dapat menyebabkan aritmia ventrikel henti jantung dan bahkan

kematia medadak (sudah ditarik dari peredaran) Kelompok kedua adalah

loratadin setirisin fexofenadin desloratadin dan levosetirisin 1

Preparat simpatomimetik golongan agonis adrenergik alfa dipakai sebagai

dekongestan hidung oral dengan atau tanpa kombinasi dengan antihistamin

atau topikal Namun pemakaian secara topikal hanya boleh untuk beberapa

hari saja untuk menghindari terjadinya rinitis medikamentosa 1

Tabel 1 Antihistamin oral optimal untuk rhinitis alergi12

Tabel 2 Efek samping sedasi dari antihistamin12

b Dekongestan

Golongan obat ini tersedia dalam bentuk topikal maupun sistemik Onset obat

topikal jauh lebih cepat daripada preparat sistemik namun dapat

menyebabkan rhinitis medikamentosa bila digunakan dalam jangka waktu

lama12

Obat dekongestan sistemik yang sering digunakan adalah pseudoephedrine

HCl dan Phenylpropanolamin HCl Obat ini dapat menyebabkan

vasokonstriksi pembuluh darah Dosis obat ini 15 mg untuk anak 2-5 tahun 30

mg untuk anak 6-12 tahun dan 60 mg untuk dewasa diberikan setiap 6 jam

Efek samping dari obat-obatan ini yang paling sering adalah insomnia dan

iritabilitas 12

c Antikolinergik

Preparat antikolinergik topikal adalah ipratropium bromide bermanfaat untuk

mengatasi rinore karena aktifitas inhibisi reseptor kolinergik pada permukaan

sel efektor 1

d Kortikosteroid

Preparat kortikosteroid dipilih bila gejala terutama sumbatan hidung akibat

respon fase lambat tidak berhasil diatasi dengan obat lain Yang sering dipakai

adalah kortikosteroid topikal (beklometason budesonid flunisolid flutikason

mometason furoat dan triamsinolon) Kortikosteroid topikal bekerja untuk

mengurangi jumlah sel mastosit pada mukosa hidung mencegah pengeluaran

protei n sitotoksik dari eosinofil mengurangi aktifitas limfosit mencegah

bocornya plasma Hal ini menyebabkan epitel hidung tidak hiperresponsif

terhadap rangsangan allergen (bekerja pada respon cepat dan lambat) Preparat

sodium kromoglikat topikal bekerja menstabilkan mastosit (mungkin

menghambat ion kalsium) sehingga pelepasan mediator dihambat Pada

respons fase lambat obat ini juga menghambat proses inflamasi dengan

menghambat aktifasi sel netrofil eosinofil dan monosit Hasil terbaik dapat

dicapai bila diberikan sebagai profilaksis 1

e Lainnya

Pengobatan baru lainnya untuk riniris alergi adalah anti leukotrien

(zafirlukastmontelukast) anti IgE DNA rekombinan 1

Menurut penelitian yang dilakukan pada tahun 2006 membuktikan bahwa

pseudoephedrine dan montelukast memiliki efek yang serupa dalam mengatasi

gejala dan memperbaiki kualitas hidup pasien11

3 Operatif

Tindakan konkotomi parsial (pemotongan sebagian konka inferior) konkoplasti atau

multiple outfractured inferior turbinoplasty perlu dipikirkan bila konka inferior

hipertrofi berat dan tidak berhasil dikecilkan dengan cara kaeuterisasi memakai

AgNO3 25 atau triklor asetat1

4 Imunoterapi

Cara pengobatan ini dilakukan pada alergi inhalan dengan gejala yang berat dan

sudah berlangsung lama serta dengan pengobatan cara lain tidak memberikan hasil

yang memuaskan Tujuan dari imunoterapi adalah pembentukkan IgG blocking

antibody dan penurunan IgE Ada 2 metode imunoterapi yang umum dilakukan yaitu

intradermal dan sublingual1

Komplikasi

Komplikasi rinitis alergi yang sering ialah

1 Polip Hidung

Polip hidung yang memiliki tanda patognomonis inspisited mucous glands

akumulasi sel-sel inflamasi yang luar biasa banyaknya (lebih eosinofil dan

limfosit T CD4+) hiperplasia epitel hiperplasia goblet dan metaplasia

skuamosa

2 Otitis media yang sering residif terutama pada anak-anak

3 Sinusitis paranasal merupakan inflamasi mukosa satu atau lebih sinus para nasal

Terjadi akibat edema ostia sinus oleh proses alergis dalam mukosa yang

menyebabkan sumbatan ostia sehingga terjadi penurunan oksigenasi dan tekanan

udara rongga sinus Hal tersebut akan menyuburkan pertumbuhan bakteri terutama

bakteri anaerob dan akan menyebabkan rusaknya fungsi barier epitel antara lain

akibat dekstruksi mukosa oleh mediator protein basa yang dilepas sel eosinofil

(MBP) dengan akibat sinusitis akan semakin parah13

Prognosis

Kebanyakan gejala rintis alergi dapat diobati Pada kasus yang lebih parah dapat memerlukan

imunoterapi Namun sebagai aturan umum jika suatu zat menjadi penyebab alergi bagi

seorang individu maka zat tersebut dapat terus mempengaruhi orang itu dalam jangka

panjang10

BAB V

KESIMPULAN

Rintis alergi adalah kelainan pada hidung dengan gejala bersin-bersin rinore rasa

gatal dan tersumbat setelah mukosa hidung terpapar alergen yang diperantarai oleh IgE

Alergen dapat berupa alergen inhalan misalnya tungau debu rumah kecoa serpihan epitel

kulit binatang rerumputan serta jamur alergen ingestan yang masuk ke saluran cerna

berupa makanan misalnya susu sapi telur coklat ikan laut udang kepiting dan kacang-

kacangan alergen injektan yang masuk melalui suntikan atau tusukan misalnya penisilin

dan sengatan lebah dan alergen kontaktan yang masuk melalui kontak kulit atau jaringan

mukosa misalnya bahan kosmetik perhiasan

Diagnosis rinitis alergi ditegakkan berdasarkan anamnesis pemeriksaan fisik dan

pemeriksaan penunjang Dari anamnesis dijumpai keluhan dan gejala berupa bersin keluar

ingus (rinore) yang encer dan banyak hidung tersumbat hidung dan mata gatal yang

kadang-kadang disertai dengan banyak keluar air mata (lakrimasi) pada anamnesis perlu

ditanyakan riwayat keluarga riwayat tempat tinggal dan lingkungan pekerjaan Pada

pemeriksaan fisik pada rinoskopi anterior dijumpai mukosa edema basah berwarna pucat

atau livid disertai adanya secret encer yang banyak

Penatalaksanaan dari rinitis alergi adalah menghindari kontak dengan allergen

medikamentosa operatif imunoterapi dan edukasi kepada pasien Komplikasi yang sering

terjadi pada rinitis alergi adalah polip hidung otitis media gangguan fungsi tuba dan sinusitis

paranasal

DAFTAR PUSTAKA

1 Irawati N Kasakeyan E Rusmono N Rinitis alergi Dalam Buku Ajar Ilmu

Kesehatan Telinga Hidung Kepala Leher Jakarta Balai Penerbit FKUI 2010 H118

ndash 22 128 ndash 33

2 Sudiro M Madiadipoera T Purwanto B Eosinofil kerokan mukosa hidung sebagai

diagnostik rinitis alergi MKB 2010 42 (1) 6-11

3 Sheikh J Allergic Rhinitis treatment and management Update on 2015 February

Available from http emedicine medscape comarticle 134825 Accessed on 3 April

2015

4 Meltzer EO Evaluation of the oral antihistamine for patients with allergic rhinitis

Updated on 2005 Available from httphighwirestanfordedu Accessed on 2015

April 3

5 Adams George L Boies buku ajar penyakit THT (Boeis fundamentals of

otolaryngology) Ed 6 Jakarta EGC 1997

6 Department of Pediatrics and Otolaryngology University of Pittsburgh School of

Medicine and Childrens Hospital of Pittsburgh Allergic rhinitis definition

epidemiology pathophysiology detection and diagnosis J Allergy Clin Immunol

2001 108 (1 Suppl) 2-8

7 Li J Zhang Y Zhang L Discovering suspectibility genes for allergic rhinitis and

allergic using genome-wide association study strategy Curr Opin Allergy Clin

Immunol 2015 15(1) 33-40

8 Rondon C Fernandez J Canto G Blanca M Local allergic rhinitis concept clinical

manifestations and diagnostic approach Updated on 2010 Available from

httpwwwncbinlmnihgovpubmed20945601 Accessed on 2015 April 3

9 Mabry R Marple B Allergic rhinitis In Cummingrsquos Otolaryngologi Head Neck

Surgery 4th Ed USA Elsevier 2005 982-988

10 Tran NP Vickery J Blaiss MS Management of Rhinitis Allergic and Non Allergic

2011 May 20 Available from

httpwwwncbinlmnihgovpmcarticlesPMC3121056 Accesed on 2015 April 3

11 Bachert C Allergic rhinitis pathophysiology diagnosis differential diagnosis and the

therapy Updated on 2011 September 9 Available from

httpwwwncbinlmnihgovpubmed9441024 Accessed on 2013 April 3

12 Oates JA Wood AJJ The New England Journal of Medicine Drug therapy 1991

Available from httphighwirestanfordedu Accessed on 2013 April 3

13 Settipane RA Complications of allergic Updated on 2014 July 20 Available from

httpwwwncbinlmnihgovpubmed10476318 Accessed on 2015 April 3

Page 5: Rhinitis Alergi

BAB II

ANATOMI HIDUNG

Hidung luar berbentuk piramid dengan bagian-bagiannya dari atas ke bawah 1

1 Pangkal hidung (bridge)

2 Dorsum nasi

3 Puncak hidung

4 Ala nasi

5 Kolumela dan

6 Lubang hidung (nares anterior)

Hidung luar dibentuk oleh kerangka tulang dan tulang rawan yang dilapisi oleh kulit

jaringan ikat dan beberapa otot kecil yang berfungsi untuk melebarkan atau menyempitkan

lubang hidung Kerangka tulang terdiri dari 1

1 tulang hidung (os nasalis)

2 prosesus frontalis os maksila dan

3 prosesus nasalis os frontal

sedangkan kerangka tulang rawan terdiri dari beberapa pasang tulang rawan yang terletak di

bagian bawah hidung yaitu 1

1 sepasang kartilago nasalis lateralis superior

2 sepasang kartilago nasalis lateralis inferior (kartilago alar mayor)

3 beberapa pasang kartilago alar minor dan

4 tepi anterior kartilago septum

Rongga hidung atau kavum nasi berbentuk terowongan dari depan ke belakang

dipisahkan oleh septum nasi di bagian tengahnya menjadi kavum nasi kanan dan kiri Pintu

atau lubang masuk kavum nasi bagian depan disebut nares anterior dan lubang belakang

disebut nares posterior (koana) yang menghubungkan kavum nasi dengan nasofaring 1

Bagian dari kavum nasi yang letaknya sesuai dengan ala nasi tepat dibelakang nares

anteriror disebut vestibulum Vestibulum ini dilapisi oleh kulit yang mempunyai banyak

kelenjar sebasea dan rambut-rambut panjang yang disebut vibrise 1

Tiap kavum nasi mempunyai 4 buah dinding yaitu dinding medial lateral inferior

dan superior Dinding medial hidung ialah septum nasi Septum dibentuk oleh tulang dan

tulang rawan Bagian tulang adalah lamina perpendikularis os etmoid vomer krista nasalis

os maksila dan krista nasalis os palatina Bagian tulang rawan adalah kartilago septum

(lamina kuadrangularis) dan kolumela 1

Septum dilapisi oleh perikondrium pada bagian tulang rawan dan periostium pada

bagian tulang sedangkan diluarnya dilapisi pula oleh mukosa hidung Bagian depan dinding

lateral hidung licin yang disebut ager nasi dan dibelakangnya terdapat konka-konka yang

mengisi sebagian besar dinding lateral hidung 1

Pada dinding lateral terdapat 4 buah konka Yang terbesar dan letaknya paling bawah

ialah konka inferior kemudian yang lebih kecil adalah konka media lebih kecil lagi ialah

konka superior sedangkan yang terkecil disebut konka suprema Konka suprema disebut juga

rudimenter 1

Konka inferior merupakan tulang tersendiri yang melekat pada os maksila dan labirin

etmoid sedangkan konka media superior dan suprema merupakan bagian dari labirin etmoid

Di antara konka-konka dan dinding lateral hidung terdapat rongga sempit yang disebut

meatus Tergantung dari letak meatus ada tiga meatus yaitu meatus inferior medius dan

superior Meatus inferior terletak di antara konka inferior dengan dasar hidung dan dinding

lateral rongga hidung Pada meatus inferior terdapat muara (ostium) duktus nasolakrimalis

Meatus medius terletak di antara konka media dan dinding lateral rongga hidung Pada

meatus medius terdapat bula etmoid prosesus unsinatus hiatus semilunaris dan infundibulum

etmoid Hiatus semilunaris merupakan suatu celah sempit melengkung dimana terdapat

muara sinus frontal sinus maksila dan sinus etmoid anterior1

Pada meatus superior yang merupakan ruang di antara konka superior dan konka

media terdapat muara sinus etmoid posterior dan sinus sfenoid Dinding inferior merupakan

dasar rongga hidung dan dibentuk oleh os maksila dan os palatum Dinding superior atau atap

hidung sangat sempit dan dibentuk oleh lamina kribriformis yang memisahkan rongga

tengkorak dari rongga hidung 1

Perdarahan

Bagian atas rongga hidung mendapat pendarahan dari aetmoid anterior dan posterior

yang merupakan cabang dari aoftalmika sedangkan aoftalmika berasal dari akarotis

interna1

Bagian bawah rongga hidung mendapat pendarahan dari cabang amaksilaris interna

di antaranya ialah ujung apalatina mayor dan asfenopalatina yang keluar dari foramen

sfenopalatina bersama nsfenopalatina dan memasuki rongga hidung di belakang ujung

posterior konka media 1

Bagian depan hidung mendapat pendarahan dari cabang-cabang afasialis Pada

bagian depan septum terdapat anastomosis dari cabang-cabang asfenopalatina aetmoid

anterior alabialis superior dan apalatina mayor yang disebut pleksus Kiesselbach Pleksus

Kiesselbach letaknya superfisial dan mudah cidera oleh trauma sehingga sering menjadi

sumber epistaksis terutama pada anak 1

Vena-vena hidung mempunyai nama yang sama dan berjalan berdampingan dengan

arterinya Vena di vestibulum dan struktur luar hidung bermuara ke voftalmika yang

berhubungan dengan sinus kavernosus Vena-vena di hidung tidak memiliki katup sehingga

merupakan faktor predisposisi untuk mudahnya penyebaran infeksi sampai ke intrakranial 1

Persarafan

Bagian depan dan atas rongga hidung mendapat persarafan sensoris dari netmoidalis

anterior yang merupakan cabang dari nnasosiliaris yang berasal dari noftalmikus Rongga

hidung lainnya sebagian besar mendapat persarafan sensoris dari nmaksila melalui ganglion

sfenopalatina 1

Ganglion sfenopalatina selain memberikan persarafan sensoris juga memberikan

persarafan vasomotor atau otonom untuk mukosa hidungGanglion ini menerima serabut-

serabut sensoris dari nmaksila serabut parasimpatis dari npetrosus superfisialis mayor dan

serabut-serabut simpatis dari npetrosus profundusGanglion sfenopalatina terletak di belakang

dan sedikit di atas ujung posterior konka media 1

Fungsi penghidu berasal dari Nervus olfaktorius Saraf ini turun melalui lamina kribosa

dari permukaan bawah bulbus olfaktorius dan kemudian berakhir pada sel-sel reseptor

penghidu pada mukosa olfaktorius di daerah sepertiga atas hidung 1

Mukosa Hidung

Rongga hidung dilapisi oleh mukosa yang secara histologik dan fungsional dibagi atas

mukosa pernafasan (mukosa respiratori) dan mukosa penghidu (mukosa olfaktorius) Mukosa

pernafasan terdapat pada sebagian besar rongga hidung dan permukaannya dilapisi oleh epitel

torak berlapis semu (pseudo stratified columnar epithalium) yang mempunyai silia dan

diantaranya terdapat sel-sel goblet 1

Pada bagian yang lebih terkena aliran udara mukosanya lebih tebal dan kadang-

kadang terjadi metaplasia menjadi sel epitel skuamosa Dalam keadaan normal mukosa

berwarna merah muda dan selalu basah karena diliputi oleh palut lendir (mucous blanket)

pada permukaannya Palut lendir ini dihasilkan oleh kelenjar mukosa dan sel-sel goblet 1

Silia yang terdapat pada permukaan epitel mempunyai fungsi yang penting Dengan

gerakan silia yang teratur palut lendir di dalam kavum nasi akan didorong ke arah

nasofaring Dengan demikian mukosa mempunyai daya untuk membersihkan dirinya sendiri

dan juga untuk mengeluarkan benda asing yang masuk ke dalam rongga hidung 1

Gangguan pada fungsi silia akan menyebabkan banyak sekret terkumpul dan

menimbulkan keluhan hidung tersumbat Gangguan gerakan silia dapat disebabkan oleh

pengeringan udara yang berlebihan radang sekret kental dan obat-obatan Di bawah epitel

terdapat tunika propria yang banyak mengandung pembuluh darah kelenjar mukosa dan

jaringan limfoid 1

Pembuluh darah pada mukosa hidung mempunyai susunan yang khas Arteriol

terletak pada bagian yang lebih dalam dari tunika propria dan tersusun secara paralel dan

longitudinal Arteriol ini memberikan pendarahan pada anyaman kapiler perigalnduler dan

subepitel Pembuluh eferen dari anyaman kapiler ini membuka ke rongga sinusoid vena yang

besar yang dindingnya dilapisi oleh jaringan elastik dan otot polos Pada bagian ujungnya

sinusoid ini mempunyai sfingter otot Selanjutnya sinusoid akan mengalirkan darahnya ke

pleksus vena yang lebih dalam lalu ke venula Dengan susunan demikian mukosa

hidungmenyerupai suatu jaringan kavernosus yang erektil yang mudah mengembang dan

mengerut Vasodilatasi dan vasokontriksi pembuluh darah ini dipengaruhi oleh saraf

otonom1

BAB III

FISIOLOGI HIDUNG

Berdasarkan teori structural teori evolusioner dan teori fungsional fungsi fisiologis

hidung dan sinus paranasal adalah 1

1 Fungsi respirasi

Untuk mengatur kondisi udara humidikasi penyeimbang dalam pertukaran tekanan

dan mekanisme imunologik local

2 Fungsi penghidu

Terdapatnya mukosa olfaktorius dan reservoir udara untuk menampung stimulus

penghidu

3 Fungsi fonetik

Yang berguna untuk resonanasi suara membantu proses bicara dan mencegah

hantaran suara sendiri melalui konduksi tulang

4 Fungsi static dan mekanik

Untuk meringankan beban kepala

5 Reflex nasal

Fungsi Respirasi

Udara inpirasi masuk ke hidung menuju system respirasi melalui nares anterior lalu

naik ke atas setinggi konka media dan kemudian turun ke bawah ke arah nasofaring sehingga

aliran udara ini berbentuk lengkungan atau arkus 1

Udara yang dihirup akan mengalami humidikasi oleh palut lender Pada musim panas

udara hampir jenuh oleh uap air sehingga terjadi sedikit penguapan udara inspirasi oleh palut

lender sedangkan pada musim dingin akan terjadi sebaliknya 1

Suhu udara yang melalui hidung diatur sehingga berkisar 37ordm Celcius Fungsi

pengatur suhu ini dimungkinkan oleh banyaknya pembuluh darah di bawah epitel dan adanya

permukaan konka dan septum yang luas1

Partikel debu virus bakteri jamur yang terhirup bersama udara akan disaring

dihidung oleh 1

- Rambut (vibrissae) pada vestibulum nasi

- Silia

- Palut lender

Debu dan bakteri akan melekat pada palu lender dan partikel-partikel yang besar akan

dikeluarkan dengan reflex bersin

Fungsi Penghidu

Hidung juga bekerja sebagai indra penghidu dan pengecap dengan adanya mukosa

olfaktorius pada atap rongga hidung konka superior dan sepertiga bagian atas septum

Partikel bau dapat dapat mencapai daerah ini dengan cara difusi dengan palut lendir atau bila

menarik napas dengan kuat 1

Fungsi hidung untuk membantu indra pengecap adalah untuk membedakan rasa

manis yang berasal dari berbagai macam bahan seperti perbedaan rasa manis strawberi

jeruk pisang atau coklat Juga untuk mebedakan rasa ayam yang berasal dari cuka dan asam

jawa 1

Fungsi Fonetik

Resonansi oleh hidung penting untuk kualitas suara ketika berbicara dan menyanyi

Sumbatan hidung akan menyebabkan resonansi berkurang atau hilang sehingga terdengar

suara sengau (rinolalia) 1

Resonansi oleh hidung penting untuk kualitas suara ketika berbicara dan menyanyi

Sumbatan hidung akan menyebabkan resonansi berkurang atau hilang sehingga terdengar

suara sengau (rinolalia) Hidung membantu proses pembentukan konsonan nasal (mnng)

rongga mulut tertutup dan hidung terbuka dan palatum mole turun untuk aliran udara 1

Refleks Nasal

Mukosa hidung merupakan reseptor refleks yang berhubungan dengan saluran cerna

kardiovaskuler dan pernafasan Iritasi mukosa hidung menyebabkan refleks bersin dan nafas

berhenti Rangsangan bau tertentu akan menyebabkan sekresi kelenjar liur lambung dan

pankreas1

BAB IV

RHINITIS ALERGI

Definisi

Rhinitis alergi adalah rinitis dengan gejala bersin paroksismal pilek encer dan

obstruksi nasi Timbul pada orang yang berbakat atopi jika terpapar ulang dengan alergen

spesifik yang pada orang normal tidak menimbulkan reaksi Pasien dengan rhinitis alergi juga

dapat mengalami penurunan kualitas hidup Hal ini diakibatkan karena gangguan tidur yang

ditimbulkan gangguan dalam belajar maupun bekerja Rhinitis alergi juga sering

berhubungan dengan komorbiditas lain seperti asthma konjungtivitis dan rhinosinusitis4

Epidemiologi

Prevalensi rinitis di dunia saat ini mencapai 10-25 atau lebih dari 600 juta penderita

dari seluruh etnis dan usia2 Di Amerika Serikat lebih dari 40 juta warganya menderita rinitis

alergi Rinitis alergi pada anak lebih sering terjadi pada anak laki-laki dibandingkan anak

perempuan sedangkan pada dewasa prevalensi rinitis alergi laki-laki sama dengan

perempuan Sekitar 80 kasus rinitis alergi berkembang mulai usia 20 tahun Insidensi rinitis

alergi pada anak-anak 40 dan menurun sejalan dengan usia3 Di Indonesia belum ada angka

yang pasti tetapi di Bandung prevalensi rinitis alergi pada usia 10 tahun ditemukan cukup

tinggi (58)2

Etiologi

Rinitis alergi melibatkan interaksi antara lingkungan dengan predisposisi genetik

dalam perkembangan penyakitnya Faktor genetik dan herediter sangat berperan pada

ekspresi rinitis alergi5 Penyebab rinitis alergi tersering adalah alergen inhalan pada dewasa

dan ingestan pada anak-anak Pada anak-anak sering disertai gejala alergi lain seperti

urtikaria dan gangguan pencernaan Penyebab rinitis alergi dapat berbeda tergantung dari

klasifikasi Beberapa pasien sensitif terhadap beberapa alergen Alergen yang menyebabkan

rinitis alergi musiman biasanya berupa serbuk sari atau jamur Rinitis alergi perenial

(sepanjang tahun) diantaranya debu tungau terdapat dua spesies utama tungau yaitu

Dermatophagoides farinae dan Dermatophagoides pteronyssinus jamur binatang peliharaan

seperti kecoa dan binatang pengerat Faktor resiko untuk terpaparnya debu tungau biasanya

karpet serta sprai tempat tidur suhu yang tinggi dan faktor kelembaban udara Kelembaban

yang tinggi merupakan faktor resiko untuk untuk tumbuhnya jamur Berbagai pemicu yang

bisa berperan dan memperberat adalah beberapa faktor nonspesifik diantaranya asap rokok

polusi udara bau aroma yang kuat atau merangsang dan perubahan cuaca6

Rhinitis alergi dan atopi secara umum disebabkan oleh interaksi dari pasien yang

secara genetik memiliki potensi alergi dengan lingkungan Genetik secara jelas memiliki

peran penting Pada 20 ndash 30 semua populasi dan pada 10 ndash 15 anak semuanya atopi

Apabila kedua orang tua atopi maka risiko atopi menjadi 4 kali lebih besar atau mencapai

50 Peran lingkungan dalam dalam rinitis alergi yaitu alergen yang terdapat di seluruh

lingkungan terpapar dan merangsang respon imun yang secara genetik telah memiliki

kecenderungan alergi7

Berdasarkan cara masuknya alergen dibagi atas1

1 Alergen inhalan yang masuk bersama dengan udara pernapasan misalnya tungau debu

rumah kecoa serpihan epitel kulit binatang rerumputan serta jamur

2 Alergen ingestan yang masuk ke saluran cerna berupa makanan misalnya susu sapi

telur coklat ikan laut udang kepiting dan kacang-kacangan

3 Alergen injektan yang masuk melalui suntikan atau tusukan misalnya penisilin dan

sengatan lebah

4 Alergen kontaktan yang masuk melalui kontak kulit atau jaringan mukosa misalnya

bahan kosmetik perhiasan

Patogenesis

Rinitis alergi merupakan suatu penyakit inflamasi yang diawali dengan tahap sensitisasi

dan diikuti dengan tahap provokasireaksi alergi Reaksi alergi terdiri dari 2 fase yaitu

Immediate Phase Allergic Reaction atau reaksi alergi fase cepat (RAFC) yang berlangsung

sejak kontak dengan allergen sampai satu jam setelahnya dan Late Phase Allergic Reaction

atau reaksi alergi fase lambat (RAFL) yang berlangsung 2-4 jam dengan puncak 6-8 jam (fase

hiper-reaktifitas) setelah pemaparan dan dapat berlangsung sampai 24-48 jam1

Pada kontak pertama dengan allergen atau tahap sensitisasi makrofag atau monosit

yang berperan sebagai sel penyaji (Antigen Presenting CellAPC) akan menangkap allergen

yang menempel di permukaan mukosa hidung Setelah diproses antigen akan membentuk

fragmen pendek peptide dan bergabung dengan molekul HLA kelas II membentuk komplek

peptide MHC kelas II (Major Histocompatibility Complex) yang kemudian dipresentasikan

pada sel T Helper (Th0) Kemudian sel penyaji akan melepas sitokin seperti interleukin 1

(IL1) yang akan mengaktifkan Th0 untuk berproliferasi menjadi Th1 dan Th2 Th2 akan

menghasilakan berbagai sitokin seperti IL3 IL4 IL5 dan IL13 IL4 dan IL13 dapat diikat

oleh reseptornya di permukaan sel limfosit B sehingga sel limfosit B menjadi aktif dan akan

memproduksi IgE IgE di sirkulasi darah akan masuk ke jaringan dan diikat oleh reseptor IgE

di permukaan sel mastosit atau basofil (sel mediator) sehingga kedua sel ini menjadi aktif

Proses ini disebut sensitisasi yang menghasilkan sel mediator yang tersensitisasi Bila mukosa

yang sudah tersensitisasi terpapar dengan allergen yang sama maka kedua rantai IgE akan

mengikat allergen spesifik dan terjadi degranulasi (pecahnya dinding sel) mastosit dan basofil

dengan akibat terlepasnya mediator kimia yang sudah terbentuk (Preformed Mediators)

terutama histamine Selain itu juga dikeluarkan Newly Formed Mediators antara lain

prostaglandin D2 (PGD2) Leukotrein D4 (LTD4) Leukotrein C4 (LTC4) bradikinin

Platelet Activating Factor (PAF) dan berbagai sitokin Inilah yang disebut sebagai reaksi

alergi fase cepat (RAFC)1

Histamine akan merangsang reseptor H1 pada ujung saraf vidianus sehingga

menimbulkan rasa gatal pada hidung dan bersin-bersin Histamine juga akan menyebabkan

sel mukosa dan sel goblet megalami hipersekresi dan permeabilitas kapiler meningkat

sehingga terjadi rinorea Gejala lain dalah hidung tersumbat akibat vasodilatasi sinusoid

Selain histamine merangsang ujung saraf vidianus juga menyebabkan rangsangan pada

mukosa hidung sehingga terjadi pengeluaran Inter Cellular Adhesion Molecule 1 (ICAM1)1

Pada RAFC sel mastosit juga akan melepaskan molekul kemotaktik yang

menyebabkan akumulasi sel eusinofil dan noutrofil di jaringan target Timbulnya gejala

hiperaktif atau hiper responsive hidung adalah akibat peranan eosinofil dengan mediator

inflamasi dari granulnya seperti ECP EDP MBP EPO Pada fase ini selain factor spesifik

(allergen) iritasi oleh faktor non spesifik dapat memperberat gejala seperti asap rokok bau

yang merangsang perubahan cuaca dan kelembaban udara yang tinggi1

Gambaran Histologik

Secara mikroskopik tampak adanya dilatasi pembuluh darah dengan pembesaran sel

goblet dan sel pembentuk mucus Terdapat juga pembesaran ruang inter seluler dan

penebalan membrane basal serta ditemukan infiltrasi sel-sel eosinofil pada jaringan mukosa

dan submukosa hidung1

Gambaran yang ditemukan terdapat pada saat serangan Diluar keadaan serangan

mukosa kembali normal Akan tetapi serangan dapat terjadi terus-menerus (persisten)

sepanjang tahun sehingga lama kelamaan terjadi perubahan yang ireversibel yaitu terjadi

proliferasi jaringan ikat dan hiperplasia mukosa sehingga tampak mukosa hidung menebal1

Klasifikasi

Berdasarkan sifat berlangsungnya rinitis alergi dibagi menjadi 1

1 Rinitis alergi musiman (seasonal hay fever polinosis) Rinitis hanya ada di negara

yang mempunyai 4 musim Allergen penyebabnya spesifik yaitu tepungsari (pollen)

rerumputan dan spora jamur

2 Rinitis alergi sepanjang tahun (perennial) Gejala penyakit ini timbul intermiten atau

terus menerus tanpa variasi musim Penyebab yang paling sering ialah alergen

inhalan dan alergen ingestan

Klasifikasi rinitis alergi berdasarkan rekomendasi dari WHO Initiative ARIA (Allergic

Rhinitis and its Impact on Asthma) tahun 2000 yaitu berdasarkan sifat berlangsungnya

dibagi menjadi 1

1 Intermiten (kadang-kadang)

Bila gejala kurang dari 4 hariminggu atau kurang dari 4 minggu

2 Persistenmenetap

Bila gejala lebih dari 4 hariminggu dan atau lebih dari 4 minggu

Sedangkan untuk tingkat berat ringannya penyakit rinitis alergi dibagi menjadi 1

1 Ringan

Bila tidak ditemukan gangguan tidur gangguan aktivitas harianbersantai

berolahraga belajar bekerja dan hal-hal lain yang mengganggu

2 Sedang-berat

Bila terdapat satu atau lebih dari gangguan tersebut diatas

Gejala Klinis

Gejala klinis pada rinitis alergi adalah bersin berulang pada pagi hari keluar ingus

(rinore) yang encer dan banyak hidung tersumbat hidung dan mata gatal yang kadang-

kadang disertai dengan banyak keluar air mata (lakrimasi)89

Awitan gejala timbul cepat setelah paparan allergen dapat berupa bersin mata atau

palatum yang gatal berair rinore hidung gatal hidung tersumbat8 Pada mata dapat

menunjukkan gejala berupa mata merah gatal conjungtivitis mata terasa terbakar dan

lakrimasi38 Pada telinga bisa dijumpai gangguan fungsi tuba efusi telinga bagian tengah8

Diagnosis

Anamnesis

Gejala klinis pada rinitis alergi adalah bersin berulang pada pagi hari keluar ingus

(rinore) yang encer dan banyak hidung tersumbat hidung dan mata gatal yang kadang-

kadang disertai dengan banyak keluar air mata (lakrimasi)10

Awitan gejala timbul cepat setelah paparan allergen dapat berupa bersin mata atau

palatum yang gatal berair rinore hidung gatal hidung tersumbat810 Pada mata dapat

menunjukkan gejala berupa mata merah gatal conjungtivitis mata terasa terbakar dan

lakrimasi38 Pada telinga bisa dijumpai gangguan fungsi tuba efusi telinga bagian tengah68

Pada anamnesis didapati keluhan serangan bersin yang berulang Bersin ini merupakan

gejala pada RAFC dan kadang-kadang RAFL sebagai akibat dilepaskannya histamin Gejala

lain adalah keluar ingus (rinore) yang encer dan banyak hidung tersumbat hidung dan mata

gatal yang kadang-kadang disertai dengan banyak keluar air mata (lakrimasi)1

Riwayat penyakit alergi dalam keluarga perlu ditanyakan Pasien juga perlu ditanya

gangguan alergi selain yang menyerang hidung seperti asma eczema urtikaria atau

sensitivitas obat Keadaan lingkungan kerja dan tempat tinggal juga perlu ditanya untuk

mengaitkan awitan gejala 34

Pemeriksaan Fisik

Pada muka biasanya didapatkan garis Dennie-Morgan dan allergic shinner yaitu

bayangan gelap di daerah bawah mata karena stasis vena sekunder akibat obstruksi hidung

Selain itu dapat ditemukan juga allergic crease yaitu berupa garis melintang pada dorsum

nasi bagian sepertiga bawah Garis ini timbul akibat hidung yang sering digosok-gosok oleh

punggung tangan (allergic salute) Pada pemeriksaan rinoskopi anterior ditemukan mukosa

hidung basah berwarna pucat atau livid dengan konka edema dan sekret yang encer dan

banyak Perlu juga dilihat adanya kelainan septum atau polip hidung yang dapat memperberat

gejala hidung tersumbat Selain itu dapat pula ditemukan konjungtivis bilateral atau penyakit

yang berhubungan lainnya seperti sinusitis dan otitis media Mulut sering terbuka dengan

lengkung langit-langit yang tinggi sehingga akan menyebabkan gangguan pertumbuhan gigi-

geligi (facies adenoid) Dinding posterior faring tampak granuler dan edema (cobblestone

appearance) serta dinding lateral faring menebal Lidah tampak seperti gambaran peta

(geographic tongue)1

Pemeriksaan Penunjang

Invitro

Hitung eosinofil dalam darah tepi dapat normal atau meningkat Demikian pula pemeriksaan

IgE total seringkali menunjukkan nilai normal kecuali bila tanda alergi pada pasien lebih dari

satu macam penyakit misalnya selain rinitis alergi juga menderita asma bronkial atau

urtikaria Lebih bermakna adalah dengan RAST (Radio Immuno Sorbent Test) atau ELISA

(Enzyme Linked Immuno Sorbent Assay Test) Pemeriksaan sitologi hidung walaupun tidak

dapat memastikan diagnosis tetap berguna sebagai pemeriksaan pelengkap Ditemukannya

eosinofil dalam jumlah banyak menunjukkan kemungkinan alergi inhalan Jika basofil (5

sellap) mungkin disebabkan alergi makanan sedangkan jika ditemukan sel PMN

menunjukkan adanya infeksi bakteri1

Invivo

Allergen penyebab dapat dicari dengan cara pemeriksaan tes cukit kulit uji intrakutan atau

intradermal yang tunggal atau berseri (Skin End-Point Titration SET) SET dilakukan untuk

allergen inhalan dengan menyuntikkan allergen dalam berbagai konsentrasi yang bertingkat

kepekatannya Untuk allergen makanan uji kulit Intracutaneus Provocative Dilutional Food

Test (IPDFT) namun sebagai baku emas dapat dilakukan dengan diet eliminasi dan

provokasi (Challenge Test) Keuntungan SET selain alergen penyebab juga derajat alergi

serta dosis inisial untuk desensitisasi dapat diketahui Untuk alergi makanan uji kulit seperti

tersebut diatas kurang dapat diandalkan Diagnosis biasanya ditegakkan dengan diet eliminasi

dan provokasi (ldquoChallenge Testrdquo) Alergen ingestan secara tuntas lenyap dari tubuh dalam

waktu lima hari Karena itu pada Challenge Test makanan yang dicurigai diberikan pada

pasien setelah berpantang selama 5 hari selanjutnya diamati reaksinya Pada diet eliminasi

jenis makanan setiap kali dihilangkan dari menu makanan sampai suatu ketika gejala

menghilang dengan meniadakan suatu jenis makanan1

Diagnosis Banding

Diagnosa Banding dari rinitis alergi adalah11

1 Rhinitis Non-alergik

Rhinitis non-alergik adalah suatu keadaan inflamasi hidung yang disebabkan

oleh selain alergi Keadaan ini tidak dapat diidentifikasi dengan pemeriksaan

alergi yang sesuai (anamnesis tes cukit kulit kadar antibodi IgE spesifik

serum)

Kelainan ini dapat bermacam-macam bergantung dari penyebabnya antara

lain

- rhinitis vasomotor

- rhinitis gustator

- rhinitis medikamentosa

- rhinitis hormonal

2 Immotile cilia syndrome (ciliary dyskinesis)

Diskinesia Silia Primer (PCD juga disebut sindrom immotile-silia) ditandai

oleh penurunan nilai bawaan dari clearance mukosiliar (PKS) Manifestasi

klinis termasuk batuk kronis rinitis kronis dan sinusitis kronis Otitis dan

otosalpingitis yang umum di masa kanak-kanak seperti juga poliposis hidung

dan agenesis sinus frontalis

Penatalaksanaan

1 Terapi yang paling ideal adalah dengan menghindari kontak dengan allergen

penyebabnya (avoidance) dan eliminasi 1

2 Medikamentosa

a Antihistamin

Antihistamin yang dipakai adalah antagonis histamine H-1 yang bekerja

secara inhibitor kompetitif pada reseptor H-1 sel target dan merupakan

preparat farmakologik yang paling sering dipakai sebagai lini pertama

pengobatan rhinitis alergi Pemberian dapat dalam kombinasi atau tanpa

kombinasi dengan dekongestan secara peroral 1

Antihistamin dibagi dalam 2 golongan yaitu golongan antihistamin generasi 1

(klasik) dan generasi 2 (non-sedatif) Antihistamin generasi 1 bersifat lipofilik

sehingga dapat menembus sawar darah otak (mempunyai efek pada SSP) dan

plasenta serta mempunyai efek kolinergik Yang termasuk kelompok ini

antara lain adalah difenhidramin klorfeniramin prometasin siproheptadin

sedangkan yang dapat diberikan secara topical adalah azelastin Antihistamin

generasi 2 bersifat lipofobik sehingga sulit menembus sawar darah otak

Bersifat selektif mengikat resptor H-1 perifer dan tidak mempunyai efek

antikolinergik antiadrenergik dan pada efek pada SSP minimal (non-sedatif) 1

Antihistamin diabsorpsi secara oral dengan cepat dan mudah serta efektif

untuk mengatasi gejala obstruksi hidung pada fase lambat Antihistamin non

sedative dapat dibagi menjadi dua golongan menurut keamananya Kelompok

pertama adalah astemisol dan terfenadin yang mempunyai efek kardiotoksik

Toksisitas terhadap jantung tersebut disebabkan repolarisasi jantung yang

tertunda dan dapat menyebabkan aritmia ventrikel henti jantung dan bahkan

kematia medadak (sudah ditarik dari peredaran) Kelompok kedua adalah

loratadin setirisin fexofenadin desloratadin dan levosetirisin 1

Preparat simpatomimetik golongan agonis adrenergik alfa dipakai sebagai

dekongestan hidung oral dengan atau tanpa kombinasi dengan antihistamin

atau topikal Namun pemakaian secara topikal hanya boleh untuk beberapa

hari saja untuk menghindari terjadinya rinitis medikamentosa 1

Tabel 1 Antihistamin oral optimal untuk rhinitis alergi12

Tabel 2 Efek samping sedasi dari antihistamin12

b Dekongestan

Golongan obat ini tersedia dalam bentuk topikal maupun sistemik Onset obat

topikal jauh lebih cepat daripada preparat sistemik namun dapat

menyebabkan rhinitis medikamentosa bila digunakan dalam jangka waktu

lama12

Obat dekongestan sistemik yang sering digunakan adalah pseudoephedrine

HCl dan Phenylpropanolamin HCl Obat ini dapat menyebabkan

vasokonstriksi pembuluh darah Dosis obat ini 15 mg untuk anak 2-5 tahun 30

mg untuk anak 6-12 tahun dan 60 mg untuk dewasa diberikan setiap 6 jam

Efek samping dari obat-obatan ini yang paling sering adalah insomnia dan

iritabilitas 12

c Antikolinergik

Preparat antikolinergik topikal adalah ipratropium bromide bermanfaat untuk

mengatasi rinore karena aktifitas inhibisi reseptor kolinergik pada permukaan

sel efektor 1

d Kortikosteroid

Preparat kortikosteroid dipilih bila gejala terutama sumbatan hidung akibat

respon fase lambat tidak berhasil diatasi dengan obat lain Yang sering dipakai

adalah kortikosteroid topikal (beklometason budesonid flunisolid flutikason

mometason furoat dan triamsinolon) Kortikosteroid topikal bekerja untuk

mengurangi jumlah sel mastosit pada mukosa hidung mencegah pengeluaran

protei n sitotoksik dari eosinofil mengurangi aktifitas limfosit mencegah

bocornya plasma Hal ini menyebabkan epitel hidung tidak hiperresponsif

terhadap rangsangan allergen (bekerja pada respon cepat dan lambat) Preparat

sodium kromoglikat topikal bekerja menstabilkan mastosit (mungkin

menghambat ion kalsium) sehingga pelepasan mediator dihambat Pada

respons fase lambat obat ini juga menghambat proses inflamasi dengan

menghambat aktifasi sel netrofil eosinofil dan monosit Hasil terbaik dapat

dicapai bila diberikan sebagai profilaksis 1

e Lainnya

Pengobatan baru lainnya untuk riniris alergi adalah anti leukotrien

(zafirlukastmontelukast) anti IgE DNA rekombinan 1

Menurut penelitian yang dilakukan pada tahun 2006 membuktikan bahwa

pseudoephedrine dan montelukast memiliki efek yang serupa dalam mengatasi

gejala dan memperbaiki kualitas hidup pasien11

3 Operatif

Tindakan konkotomi parsial (pemotongan sebagian konka inferior) konkoplasti atau

multiple outfractured inferior turbinoplasty perlu dipikirkan bila konka inferior

hipertrofi berat dan tidak berhasil dikecilkan dengan cara kaeuterisasi memakai

AgNO3 25 atau triklor asetat1

4 Imunoterapi

Cara pengobatan ini dilakukan pada alergi inhalan dengan gejala yang berat dan

sudah berlangsung lama serta dengan pengobatan cara lain tidak memberikan hasil

yang memuaskan Tujuan dari imunoterapi adalah pembentukkan IgG blocking

antibody dan penurunan IgE Ada 2 metode imunoterapi yang umum dilakukan yaitu

intradermal dan sublingual1

Komplikasi

Komplikasi rinitis alergi yang sering ialah

1 Polip Hidung

Polip hidung yang memiliki tanda patognomonis inspisited mucous glands

akumulasi sel-sel inflamasi yang luar biasa banyaknya (lebih eosinofil dan

limfosit T CD4+) hiperplasia epitel hiperplasia goblet dan metaplasia

skuamosa

2 Otitis media yang sering residif terutama pada anak-anak

3 Sinusitis paranasal merupakan inflamasi mukosa satu atau lebih sinus para nasal

Terjadi akibat edema ostia sinus oleh proses alergis dalam mukosa yang

menyebabkan sumbatan ostia sehingga terjadi penurunan oksigenasi dan tekanan

udara rongga sinus Hal tersebut akan menyuburkan pertumbuhan bakteri terutama

bakteri anaerob dan akan menyebabkan rusaknya fungsi barier epitel antara lain

akibat dekstruksi mukosa oleh mediator protein basa yang dilepas sel eosinofil

(MBP) dengan akibat sinusitis akan semakin parah13

Prognosis

Kebanyakan gejala rintis alergi dapat diobati Pada kasus yang lebih parah dapat memerlukan

imunoterapi Namun sebagai aturan umum jika suatu zat menjadi penyebab alergi bagi

seorang individu maka zat tersebut dapat terus mempengaruhi orang itu dalam jangka

panjang10

BAB V

KESIMPULAN

Rintis alergi adalah kelainan pada hidung dengan gejala bersin-bersin rinore rasa

gatal dan tersumbat setelah mukosa hidung terpapar alergen yang diperantarai oleh IgE

Alergen dapat berupa alergen inhalan misalnya tungau debu rumah kecoa serpihan epitel

kulit binatang rerumputan serta jamur alergen ingestan yang masuk ke saluran cerna

berupa makanan misalnya susu sapi telur coklat ikan laut udang kepiting dan kacang-

kacangan alergen injektan yang masuk melalui suntikan atau tusukan misalnya penisilin

dan sengatan lebah dan alergen kontaktan yang masuk melalui kontak kulit atau jaringan

mukosa misalnya bahan kosmetik perhiasan

Diagnosis rinitis alergi ditegakkan berdasarkan anamnesis pemeriksaan fisik dan

pemeriksaan penunjang Dari anamnesis dijumpai keluhan dan gejala berupa bersin keluar

ingus (rinore) yang encer dan banyak hidung tersumbat hidung dan mata gatal yang

kadang-kadang disertai dengan banyak keluar air mata (lakrimasi) pada anamnesis perlu

ditanyakan riwayat keluarga riwayat tempat tinggal dan lingkungan pekerjaan Pada

pemeriksaan fisik pada rinoskopi anterior dijumpai mukosa edema basah berwarna pucat

atau livid disertai adanya secret encer yang banyak

Penatalaksanaan dari rinitis alergi adalah menghindari kontak dengan allergen

medikamentosa operatif imunoterapi dan edukasi kepada pasien Komplikasi yang sering

terjadi pada rinitis alergi adalah polip hidung otitis media gangguan fungsi tuba dan sinusitis

paranasal

DAFTAR PUSTAKA

1 Irawati N Kasakeyan E Rusmono N Rinitis alergi Dalam Buku Ajar Ilmu

Kesehatan Telinga Hidung Kepala Leher Jakarta Balai Penerbit FKUI 2010 H118

ndash 22 128 ndash 33

2 Sudiro M Madiadipoera T Purwanto B Eosinofil kerokan mukosa hidung sebagai

diagnostik rinitis alergi MKB 2010 42 (1) 6-11

3 Sheikh J Allergic Rhinitis treatment and management Update on 2015 February

Available from http emedicine medscape comarticle 134825 Accessed on 3 April

2015

4 Meltzer EO Evaluation of the oral antihistamine for patients with allergic rhinitis

Updated on 2005 Available from httphighwirestanfordedu Accessed on 2015

April 3

5 Adams George L Boies buku ajar penyakit THT (Boeis fundamentals of

otolaryngology) Ed 6 Jakarta EGC 1997

6 Department of Pediatrics and Otolaryngology University of Pittsburgh School of

Medicine and Childrens Hospital of Pittsburgh Allergic rhinitis definition

epidemiology pathophysiology detection and diagnosis J Allergy Clin Immunol

2001 108 (1 Suppl) 2-8

7 Li J Zhang Y Zhang L Discovering suspectibility genes for allergic rhinitis and

allergic using genome-wide association study strategy Curr Opin Allergy Clin

Immunol 2015 15(1) 33-40

8 Rondon C Fernandez J Canto G Blanca M Local allergic rhinitis concept clinical

manifestations and diagnostic approach Updated on 2010 Available from

httpwwwncbinlmnihgovpubmed20945601 Accessed on 2015 April 3

9 Mabry R Marple B Allergic rhinitis In Cummingrsquos Otolaryngologi Head Neck

Surgery 4th Ed USA Elsevier 2005 982-988

10 Tran NP Vickery J Blaiss MS Management of Rhinitis Allergic and Non Allergic

2011 May 20 Available from

httpwwwncbinlmnihgovpmcarticlesPMC3121056 Accesed on 2015 April 3

11 Bachert C Allergic rhinitis pathophysiology diagnosis differential diagnosis and the

therapy Updated on 2011 September 9 Available from

httpwwwncbinlmnihgovpubmed9441024 Accessed on 2013 April 3

12 Oates JA Wood AJJ The New England Journal of Medicine Drug therapy 1991

Available from httphighwirestanfordedu Accessed on 2013 April 3

13 Settipane RA Complications of allergic Updated on 2014 July 20 Available from

httpwwwncbinlmnihgovpubmed10476318 Accessed on 2015 April 3

Page 6: Rhinitis Alergi

os maksila dan krista nasalis os palatina Bagian tulang rawan adalah kartilago septum

(lamina kuadrangularis) dan kolumela 1

Septum dilapisi oleh perikondrium pada bagian tulang rawan dan periostium pada

bagian tulang sedangkan diluarnya dilapisi pula oleh mukosa hidung Bagian depan dinding

lateral hidung licin yang disebut ager nasi dan dibelakangnya terdapat konka-konka yang

mengisi sebagian besar dinding lateral hidung 1

Pada dinding lateral terdapat 4 buah konka Yang terbesar dan letaknya paling bawah

ialah konka inferior kemudian yang lebih kecil adalah konka media lebih kecil lagi ialah

konka superior sedangkan yang terkecil disebut konka suprema Konka suprema disebut juga

rudimenter 1

Konka inferior merupakan tulang tersendiri yang melekat pada os maksila dan labirin

etmoid sedangkan konka media superior dan suprema merupakan bagian dari labirin etmoid

Di antara konka-konka dan dinding lateral hidung terdapat rongga sempit yang disebut

meatus Tergantung dari letak meatus ada tiga meatus yaitu meatus inferior medius dan

superior Meatus inferior terletak di antara konka inferior dengan dasar hidung dan dinding

lateral rongga hidung Pada meatus inferior terdapat muara (ostium) duktus nasolakrimalis

Meatus medius terletak di antara konka media dan dinding lateral rongga hidung Pada

meatus medius terdapat bula etmoid prosesus unsinatus hiatus semilunaris dan infundibulum

etmoid Hiatus semilunaris merupakan suatu celah sempit melengkung dimana terdapat

muara sinus frontal sinus maksila dan sinus etmoid anterior1

Pada meatus superior yang merupakan ruang di antara konka superior dan konka

media terdapat muara sinus etmoid posterior dan sinus sfenoid Dinding inferior merupakan

dasar rongga hidung dan dibentuk oleh os maksila dan os palatum Dinding superior atau atap

hidung sangat sempit dan dibentuk oleh lamina kribriformis yang memisahkan rongga

tengkorak dari rongga hidung 1

Perdarahan

Bagian atas rongga hidung mendapat pendarahan dari aetmoid anterior dan posterior

yang merupakan cabang dari aoftalmika sedangkan aoftalmika berasal dari akarotis

interna1

Bagian bawah rongga hidung mendapat pendarahan dari cabang amaksilaris interna

di antaranya ialah ujung apalatina mayor dan asfenopalatina yang keluar dari foramen

sfenopalatina bersama nsfenopalatina dan memasuki rongga hidung di belakang ujung

posterior konka media 1

Bagian depan hidung mendapat pendarahan dari cabang-cabang afasialis Pada

bagian depan septum terdapat anastomosis dari cabang-cabang asfenopalatina aetmoid

anterior alabialis superior dan apalatina mayor yang disebut pleksus Kiesselbach Pleksus

Kiesselbach letaknya superfisial dan mudah cidera oleh trauma sehingga sering menjadi

sumber epistaksis terutama pada anak 1

Vena-vena hidung mempunyai nama yang sama dan berjalan berdampingan dengan

arterinya Vena di vestibulum dan struktur luar hidung bermuara ke voftalmika yang

berhubungan dengan sinus kavernosus Vena-vena di hidung tidak memiliki katup sehingga

merupakan faktor predisposisi untuk mudahnya penyebaran infeksi sampai ke intrakranial 1

Persarafan

Bagian depan dan atas rongga hidung mendapat persarafan sensoris dari netmoidalis

anterior yang merupakan cabang dari nnasosiliaris yang berasal dari noftalmikus Rongga

hidung lainnya sebagian besar mendapat persarafan sensoris dari nmaksila melalui ganglion

sfenopalatina 1

Ganglion sfenopalatina selain memberikan persarafan sensoris juga memberikan

persarafan vasomotor atau otonom untuk mukosa hidungGanglion ini menerima serabut-

serabut sensoris dari nmaksila serabut parasimpatis dari npetrosus superfisialis mayor dan

serabut-serabut simpatis dari npetrosus profundusGanglion sfenopalatina terletak di belakang

dan sedikit di atas ujung posterior konka media 1

Fungsi penghidu berasal dari Nervus olfaktorius Saraf ini turun melalui lamina kribosa

dari permukaan bawah bulbus olfaktorius dan kemudian berakhir pada sel-sel reseptor

penghidu pada mukosa olfaktorius di daerah sepertiga atas hidung 1

Mukosa Hidung

Rongga hidung dilapisi oleh mukosa yang secara histologik dan fungsional dibagi atas

mukosa pernafasan (mukosa respiratori) dan mukosa penghidu (mukosa olfaktorius) Mukosa

pernafasan terdapat pada sebagian besar rongga hidung dan permukaannya dilapisi oleh epitel

torak berlapis semu (pseudo stratified columnar epithalium) yang mempunyai silia dan

diantaranya terdapat sel-sel goblet 1

Pada bagian yang lebih terkena aliran udara mukosanya lebih tebal dan kadang-

kadang terjadi metaplasia menjadi sel epitel skuamosa Dalam keadaan normal mukosa

berwarna merah muda dan selalu basah karena diliputi oleh palut lendir (mucous blanket)

pada permukaannya Palut lendir ini dihasilkan oleh kelenjar mukosa dan sel-sel goblet 1

Silia yang terdapat pada permukaan epitel mempunyai fungsi yang penting Dengan

gerakan silia yang teratur palut lendir di dalam kavum nasi akan didorong ke arah

nasofaring Dengan demikian mukosa mempunyai daya untuk membersihkan dirinya sendiri

dan juga untuk mengeluarkan benda asing yang masuk ke dalam rongga hidung 1

Gangguan pada fungsi silia akan menyebabkan banyak sekret terkumpul dan

menimbulkan keluhan hidung tersumbat Gangguan gerakan silia dapat disebabkan oleh

pengeringan udara yang berlebihan radang sekret kental dan obat-obatan Di bawah epitel

terdapat tunika propria yang banyak mengandung pembuluh darah kelenjar mukosa dan

jaringan limfoid 1

Pembuluh darah pada mukosa hidung mempunyai susunan yang khas Arteriol

terletak pada bagian yang lebih dalam dari tunika propria dan tersusun secara paralel dan

longitudinal Arteriol ini memberikan pendarahan pada anyaman kapiler perigalnduler dan

subepitel Pembuluh eferen dari anyaman kapiler ini membuka ke rongga sinusoid vena yang

besar yang dindingnya dilapisi oleh jaringan elastik dan otot polos Pada bagian ujungnya

sinusoid ini mempunyai sfingter otot Selanjutnya sinusoid akan mengalirkan darahnya ke

pleksus vena yang lebih dalam lalu ke venula Dengan susunan demikian mukosa

hidungmenyerupai suatu jaringan kavernosus yang erektil yang mudah mengembang dan

mengerut Vasodilatasi dan vasokontriksi pembuluh darah ini dipengaruhi oleh saraf

otonom1

BAB III

FISIOLOGI HIDUNG

Berdasarkan teori structural teori evolusioner dan teori fungsional fungsi fisiologis

hidung dan sinus paranasal adalah 1

1 Fungsi respirasi

Untuk mengatur kondisi udara humidikasi penyeimbang dalam pertukaran tekanan

dan mekanisme imunologik local

2 Fungsi penghidu

Terdapatnya mukosa olfaktorius dan reservoir udara untuk menampung stimulus

penghidu

3 Fungsi fonetik

Yang berguna untuk resonanasi suara membantu proses bicara dan mencegah

hantaran suara sendiri melalui konduksi tulang

4 Fungsi static dan mekanik

Untuk meringankan beban kepala

5 Reflex nasal

Fungsi Respirasi

Udara inpirasi masuk ke hidung menuju system respirasi melalui nares anterior lalu

naik ke atas setinggi konka media dan kemudian turun ke bawah ke arah nasofaring sehingga

aliran udara ini berbentuk lengkungan atau arkus 1

Udara yang dihirup akan mengalami humidikasi oleh palut lender Pada musim panas

udara hampir jenuh oleh uap air sehingga terjadi sedikit penguapan udara inspirasi oleh palut

lender sedangkan pada musim dingin akan terjadi sebaliknya 1

Suhu udara yang melalui hidung diatur sehingga berkisar 37ordm Celcius Fungsi

pengatur suhu ini dimungkinkan oleh banyaknya pembuluh darah di bawah epitel dan adanya

permukaan konka dan septum yang luas1

Partikel debu virus bakteri jamur yang terhirup bersama udara akan disaring

dihidung oleh 1

- Rambut (vibrissae) pada vestibulum nasi

- Silia

- Palut lender

Debu dan bakteri akan melekat pada palu lender dan partikel-partikel yang besar akan

dikeluarkan dengan reflex bersin

Fungsi Penghidu

Hidung juga bekerja sebagai indra penghidu dan pengecap dengan adanya mukosa

olfaktorius pada atap rongga hidung konka superior dan sepertiga bagian atas septum

Partikel bau dapat dapat mencapai daerah ini dengan cara difusi dengan palut lendir atau bila

menarik napas dengan kuat 1

Fungsi hidung untuk membantu indra pengecap adalah untuk membedakan rasa

manis yang berasal dari berbagai macam bahan seperti perbedaan rasa manis strawberi

jeruk pisang atau coklat Juga untuk mebedakan rasa ayam yang berasal dari cuka dan asam

jawa 1

Fungsi Fonetik

Resonansi oleh hidung penting untuk kualitas suara ketika berbicara dan menyanyi

Sumbatan hidung akan menyebabkan resonansi berkurang atau hilang sehingga terdengar

suara sengau (rinolalia) 1

Resonansi oleh hidung penting untuk kualitas suara ketika berbicara dan menyanyi

Sumbatan hidung akan menyebabkan resonansi berkurang atau hilang sehingga terdengar

suara sengau (rinolalia) Hidung membantu proses pembentukan konsonan nasal (mnng)

rongga mulut tertutup dan hidung terbuka dan palatum mole turun untuk aliran udara 1

Refleks Nasal

Mukosa hidung merupakan reseptor refleks yang berhubungan dengan saluran cerna

kardiovaskuler dan pernafasan Iritasi mukosa hidung menyebabkan refleks bersin dan nafas

berhenti Rangsangan bau tertentu akan menyebabkan sekresi kelenjar liur lambung dan

pankreas1

BAB IV

RHINITIS ALERGI

Definisi

Rhinitis alergi adalah rinitis dengan gejala bersin paroksismal pilek encer dan

obstruksi nasi Timbul pada orang yang berbakat atopi jika terpapar ulang dengan alergen

spesifik yang pada orang normal tidak menimbulkan reaksi Pasien dengan rhinitis alergi juga

dapat mengalami penurunan kualitas hidup Hal ini diakibatkan karena gangguan tidur yang

ditimbulkan gangguan dalam belajar maupun bekerja Rhinitis alergi juga sering

berhubungan dengan komorbiditas lain seperti asthma konjungtivitis dan rhinosinusitis4

Epidemiologi

Prevalensi rinitis di dunia saat ini mencapai 10-25 atau lebih dari 600 juta penderita

dari seluruh etnis dan usia2 Di Amerika Serikat lebih dari 40 juta warganya menderita rinitis

alergi Rinitis alergi pada anak lebih sering terjadi pada anak laki-laki dibandingkan anak

perempuan sedangkan pada dewasa prevalensi rinitis alergi laki-laki sama dengan

perempuan Sekitar 80 kasus rinitis alergi berkembang mulai usia 20 tahun Insidensi rinitis

alergi pada anak-anak 40 dan menurun sejalan dengan usia3 Di Indonesia belum ada angka

yang pasti tetapi di Bandung prevalensi rinitis alergi pada usia 10 tahun ditemukan cukup

tinggi (58)2

Etiologi

Rinitis alergi melibatkan interaksi antara lingkungan dengan predisposisi genetik

dalam perkembangan penyakitnya Faktor genetik dan herediter sangat berperan pada

ekspresi rinitis alergi5 Penyebab rinitis alergi tersering adalah alergen inhalan pada dewasa

dan ingestan pada anak-anak Pada anak-anak sering disertai gejala alergi lain seperti

urtikaria dan gangguan pencernaan Penyebab rinitis alergi dapat berbeda tergantung dari

klasifikasi Beberapa pasien sensitif terhadap beberapa alergen Alergen yang menyebabkan

rinitis alergi musiman biasanya berupa serbuk sari atau jamur Rinitis alergi perenial

(sepanjang tahun) diantaranya debu tungau terdapat dua spesies utama tungau yaitu

Dermatophagoides farinae dan Dermatophagoides pteronyssinus jamur binatang peliharaan

seperti kecoa dan binatang pengerat Faktor resiko untuk terpaparnya debu tungau biasanya

karpet serta sprai tempat tidur suhu yang tinggi dan faktor kelembaban udara Kelembaban

yang tinggi merupakan faktor resiko untuk untuk tumbuhnya jamur Berbagai pemicu yang

bisa berperan dan memperberat adalah beberapa faktor nonspesifik diantaranya asap rokok

polusi udara bau aroma yang kuat atau merangsang dan perubahan cuaca6

Rhinitis alergi dan atopi secara umum disebabkan oleh interaksi dari pasien yang

secara genetik memiliki potensi alergi dengan lingkungan Genetik secara jelas memiliki

peran penting Pada 20 ndash 30 semua populasi dan pada 10 ndash 15 anak semuanya atopi

Apabila kedua orang tua atopi maka risiko atopi menjadi 4 kali lebih besar atau mencapai

50 Peran lingkungan dalam dalam rinitis alergi yaitu alergen yang terdapat di seluruh

lingkungan terpapar dan merangsang respon imun yang secara genetik telah memiliki

kecenderungan alergi7

Berdasarkan cara masuknya alergen dibagi atas1

1 Alergen inhalan yang masuk bersama dengan udara pernapasan misalnya tungau debu

rumah kecoa serpihan epitel kulit binatang rerumputan serta jamur

2 Alergen ingestan yang masuk ke saluran cerna berupa makanan misalnya susu sapi

telur coklat ikan laut udang kepiting dan kacang-kacangan

3 Alergen injektan yang masuk melalui suntikan atau tusukan misalnya penisilin dan

sengatan lebah

4 Alergen kontaktan yang masuk melalui kontak kulit atau jaringan mukosa misalnya

bahan kosmetik perhiasan

Patogenesis

Rinitis alergi merupakan suatu penyakit inflamasi yang diawali dengan tahap sensitisasi

dan diikuti dengan tahap provokasireaksi alergi Reaksi alergi terdiri dari 2 fase yaitu

Immediate Phase Allergic Reaction atau reaksi alergi fase cepat (RAFC) yang berlangsung

sejak kontak dengan allergen sampai satu jam setelahnya dan Late Phase Allergic Reaction

atau reaksi alergi fase lambat (RAFL) yang berlangsung 2-4 jam dengan puncak 6-8 jam (fase

hiper-reaktifitas) setelah pemaparan dan dapat berlangsung sampai 24-48 jam1

Pada kontak pertama dengan allergen atau tahap sensitisasi makrofag atau monosit

yang berperan sebagai sel penyaji (Antigen Presenting CellAPC) akan menangkap allergen

yang menempel di permukaan mukosa hidung Setelah diproses antigen akan membentuk

fragmen pendek peptide dan bergabung dengan molekul HLA kelas II membentuk komplek

peptide MHC kelas II (Major Histocompatibility Complex) yang kemudian dipresentasikan

pada sel T Helper (Th0) Kemudian sel penyaji akan melepas sitokin seperti interleukin 1

(IL1) yang akan mengaktifkan Th0 untuk berproliferasi menjadi Th1 dan Th2 Th2 akan

menghasilakan berbagai sitokin seperti IL3 IL4 IL5 dan IL13 IL4 dan IL13 dapat diikat

oleh reseptornya di permukaan sel limfosit B sehingga sel limfosit B menjadi aktif dan akan

memproduksi IgE IgE di sirkulasi darah akan masuk ke jaringan dan diikat oleh reseptor IgE

di permukaan sel mastosit atau basofil (sel mediator) sehingga kedua sel ini menjadi aktif

Proses ini disebut sensitisasi yang menghasilkan sel mediator yang tersensitisasi Bila mukosa

yang sudah tersensitisasi terpapar dengan allergen yang sama maka kedua rantai IgE akan

mengikat allergen spesifik dan terjadi degranulasi (pecahnya dinding sel) mastosit dan basofil

dengan akibat terlepasnya mediator kimia yang sudah terbentuk (Preformed Mediators)

terutama histamine Selain itu juga dikeluarkan Newly Formed Mediators antara lain

prostaglandin D2 (PGD2) Leukotrein D4 (LTD4) Leukotrein C4 (LTC4) bradikinin

Platelet Activating Factor (PAF) dan berbagai sitokin Inilah yang disebut sebagai reaksi

alergi fase cepat (RAFC)1

Histamine akan merangsang reseptor H1 pada ujung saraf vidianus sehingga

menimbulkan rasa gatal pada hidung dan bersin-bersin Histamine juga akan menyebabkan

sel mukosa dan sel goblet megalami hipersekresi dan permeabilitas kapiler meningkat

sehingga terjadi rinorea Gejala lain dalah hidung tersumbat akibat vasodilatasi sinusoid

Selain histamine merangsang ujung saraf vidianus juga menyebabkan rangsangan pada

mukosa hidung sehingga terjadi pengeluaran Inter Cellular Adhesion Molecule 1 (ICAM1)1

Pada RAFC sel mastosit juga akan melepaskan molekul kemotaktik yang

menyebabkan akumulasi sel eusinofil dan noutrofil di jaringan target Timbulnya gejala

hiperaktif atau hiper responsive hidung adalah akibat peranan eosinofil dengan mediator

inflamasi dari granulnya seperti ECP EDP MBP EPO Pada fase ini selain factor spesifik

(allergen) iritasi oleh faktor non spesifik dapat memperberat gejala seperti asap rokok bau

yang merangsang perubahan cuaca dan kelembaban udara yang tinggi1

Gambaran Histologik

Secara mikroskopik tampak adanya dilatasi pembuluh darah dengan pembesaran sel

goblet dan sel pembentuk mucus Terdapat juga pembesaran ruang inter seluler dan

penebalan membrane basal serta ditemukan infiltrasi sel-sel eosinofil pada jaringan mukosa

dan submukosa hidung1

Gambaran yang ditemukan terdapat pada saat serangan Diluar keadaan serangan

mukosa kembali normal Akan tetapi serangan dapat terjadi terus-menerus (persisten)

sepanjang tahun sehingga lama kelamaan terjadi perubahan yang ireversibel yaitu terjadi

proliferasi jaringan ikat dan hiperplasia mukosa sehingga tampak mukosa hidung menebal1

Klasifikasi

Berdasarkan sifat berlangsungnya rinitis alergi dibagi menjadi 1

1 Rinitis alergi musiman (seasonal hay fever polinosis) Rinitis hanya ada di negara

yang mempunyai 4 musim Allergen penyebabnya spesifik yaitu tepungsari (pollen)

rerumputan dan spora jamur

2 Rinitis alergi sepanjang tahun (perennial) Gejala penyakit ini timbul intermiten atau

terus menerus tanpa variasi musim Penyebab yang paling sering ialah alergen

inhalan dan alergen ingestan

Klasifikasi rinitis alergi berdasarkan rekomendasi dari WHO Initiative ARIA (Allergic

Rhinitis and its Impact on Asthma) tahun 2000 yaitu berdasarkan sifat berlangsungnya

dibagi menjadi 1

1 Intermiten (kadang-kadang)

Bila gejala kurang dari 4 hariminggu atau kurang dari 4 minggu

2 Persistenmenetap

Bila gejala lebih dari 4 hariminggu dan atau lebih dari 4 minggu

Sedangkan untuk tingkat berat ringannya penyakit rinitis alergi dibagi menjadi 1

1 Ringan

Bila tidak ditemukan gangguan tidur gangguan aktivitas harianbersantai

berolahraga belajar bekerja dan hal-hal lain yang mengganggu

2 Sedang-berat

Bila terdapat satu atau lebih dari gangguan tersebut diatas

Gejala Klinis

Gejala klinis pada rinitis alergi adalah bersin berulang pada pagi hari keluar ingus

(rinore) yang encer dan banyak hidung tersumbat hidung dan mata gatal yang kadang-

kadang disertai dengan banyak keluar air mata (lakrimasi)89

Awitan gejala timbul cepat setelah paparan allergen dapat berupa bersin mata atau

palatum yang gatal berair rinore hidung gatal hidung tersumbat8 Pada mata dapat

menunjukkan gejala berupa mata merah gatal conjungtivitis mata terasa terbakar dan

lakrimasi38 Pada telinga bisa dijumpai gangguan fungsi tuba efusi telinga bagian tengah8

Diagnosis

Anamnesis

Gejala klinis pada rinitis alergi adalah bersin berulang pada pagi hari keluar ingus

(rinore) yang encer dan banyak hidung tersumbat hidung dan mata gatal yang kadang-

kadang disertai dengan banyak keluar air mata (lakrimasi)10

Awitan gejala timbul cepat setelah paparan allergen dapat berupa bersin mata atau

palatum yang gatal berair rinore hidung gatal hidung tersumbat810 Pada mata dapat

menunjukkan gejala berupa mata merah gatal conjungtivitis mata terasa terbakar dan

lakrimasi38 Pada telinga bisa dijumpai gangguan fungsi tuba efusi telinga bagian tengah68

Pada anamnesis didapati keluhan serangan bersin yang berulang Bersin ini merupakan

gejala pada RAFC dan kadang-kadang RAFL sebagai akibat dilepaskannya histamin Gejala

lain adalah keluar ingus (rinore) yang encer dan banyak hidung tersumbat hidung dan mata

gatal yang kadang-kadang disertai dengan banyak keluar air mata (lakrimasi)1

Riwayat penyakit alergi dalam keluarga perlu ditanyakan Pasien juga perlu ditanya

gangguan alergi selain yang menyerang hidung seperti asma eczema urtikaria atau

sensitivitas obat Keadaan lingkungan kerja dan tempat tinggal juga perlu ditanya untuk

mengaitkan awitan gejala 34

Pemeriksaan Fisik

Pada muka biasanya didapatkan garis Dennie-Morgan dan allergic shinner yaitu

bayangan gelap di daerah bawah mata karena stasis vena sekunder akibat obstruksi hidung

Selain itu dapat ditemukan juga allergic crease yaitu berupa garis melintang pada dorsum

nasi bagian sepertiga bawah Garis ini timbul akibat hidung yang sering digosok-gosok oleh

punggung tangan (allergic salute) Pada pemeriksaan rinoskopi anterior ditemukan mukosa

hidung basah berwarna pucat atau livid dengan konka edema dan sekret yang encer dan

banyak Perlu juga dilihat adanya kelainan septum atau polip hidung yang dapat memperberat

gejala hidung tersumbat Selain itu dapat pula ditemukan konjungtivis bilateral atau penyakit

yang berhubungan lainnya seperti sinusitis dan otitis media Mulut sering terbuka dengan

lengkung langit-langit yang tinggi sehingga akan menyebabkan gangguan pertumbuhan gigi-

geligi (facies adenoid) Dinding posterior faring tampak granuler dan edema (cobblestone

appearance) serta dinding lateral faring menebal Lidah tampak seperti gambaran peta

(geographic tongue)1

Pemeriksaan Penunjang

Invitro

Hitung eosinofil dalam darah tepi dapat normal atau meningkat Demikian pula pemeriksaan

IgE total seringkali menunjukkan nilai normal kecuali bila tanda alergi pada pasien lebih dari

satu macam penyakit misalnya selain rinitis alergi juga menderita asma bronkial atau

urtikaria Lebih bermakna adalah dengan RAST (Radio Immuno Sorbent Test) atau ELISA

(Enzyme Linked Immuno Sorbent Assay Test) Pemeriksaan sitologi hidung walaupun tidak

dapat memastikan diagnosis tetap berguna sebagai pemeriksaan pelengkap Ditemukannya

eosinofil dalam jumlah banyak menunjukkan kemungkinan alergi inhalan Jika basofil (5

sellap) mungkin disebabkan alergi makanan sedangkan jika ditemukan sel PMN

menunjukkan adanya infeksi bakteri1

Invivo

Allergen penyebab dapat dicari dengan cara pemeriksaan tes cukit kulit uji intrakutan atau

intradermal yang tunggal atau berseri (Skin End-Point Titration SET) SET dilakukan untuk

allergen inhalan dengan menyuntikkan allergen dalam berbagai konsentrasi yang bertingkat

kepekatannya Untuk allergen makanan uji kulit Intracutaneus Provocative Dilutional Food

Test (IPDFT) namun sebagai baku emas dapat dilakukan dengan diet eliminasi dan

provokasi (Challenge Test) Keuntungan SET selain alergen penyebab juga derajat alergi

serta dosis inisial untuk desensitisasi dapat diketahui Untuk alergi makanan uji kulit seperti

tersebut diatas kurang dapat diandalkan Diagnosis biasanya ditegakkan dengan diet eliminasi

dan provokasi (ldquoChallenge Testrdquo) Alergen ingestan secara tuntas lenyap dari tubuh dalam

waktu lima hari Karena itu pada Challenge Test makanan yang dicurigai diberikan pada

pasien setelah berpantang selama 5 hari selanjutnya diamati reaksinya Pada diet eliminasi

jenis makanan setiap kali dihilangkan dari menu makanan sampai suatu ketika gejala

menghilang dengan meniadakan suatu jenis makanan1

Diagnosis Banding

Diagnosa Banding dari rinitis alergi adalah11

1 Rhinitis Non-alergik

Rhinitis non-alergik adalah suatu keadaan inflamasi hidung yang disebabkan

oleh selain alergi Keadaan ini tidak dapat diidentifikasi dengan pemeriksaan

alergi yang sesuai (anamnesis tes cukit kulit kadar antibodi IgE spesifik

serum)

Kelainan ini dapat bermacam-macam bergantung dari penyebabnya antara

lain

- rhinitis vasomotor

- rhinitis gustator

- rhinitis medikamentosa

- rhinitis hormonal

2 Immotile cilia syndrome (ciliary dyskinesis)

Diskinesia Silia Primer (PCD juga disebut sindrom immotile-silia) ditandai

oleh penurunan nilai bawaan dari clearance mukosiliar (PKS) Manifestasi

klinis termasuk batuk kronis rinitis kronis dan sinusitis kronis Otitis dan

otosalpingitis yang umum di masa kanak-kanak seperti juga poliposis hidung

dan agenesis sinus frontalis

Penatalaksanaan

1 Terapi yang paling ideal adalah dengan menghindari kontak dengan allergen

penyebabnya (avoidance) dan eliminasi 1

2 Medikamentosa

a Antihistamin

Antihistamin yang dipakai adalah antagonis histamine H-1 yang bekerja

secara inhibitor kompetitif pada reseptor H-1 sel target dan merupakan

preparat farmakologik yang paling sering dipakai sebagai lini pertama

pengobatan rhinitis alergi Pemberian dapat dalam kombinasi atau tanpa

kombinasi dengan dekongestan secara peroral 1

Antihistamin dibagi dalam 2 golongan yaitu golongan antihistamin generasi 1

(klasik) dan generasi 2 (non-sedatif) Antihistamin generasi 1 bersifat lipofilik

sehingga dapat menembus sawar darah otak (mempunyai efek pada SSP) dan

plasenta serta mempunyai efek kolinergik Yang termasuk kelompok ini

antara lain adalah difenhidramin klorfeniramin prometasin siproheptadin

sedangkan yang dapat diberikan secara topical adalah azelastin Antihistamin

generasi 2 bersifat lipofobik sehingga sulit menembus sawar darah otak

Bersifat selektif mengikat resptor H-1 perifer dan tidak mempunyai efek

antikolinergik antiadrenergik dan pada efek pada SSP minimal (non-sedatif) 1

Antihistamin diabsorpsi secara oral dengan cepat dan mudah serta efektif

untuk mengatasi gejala obstruksi hidung pada fase lambat Antihistamin non

sedative dapat dibagi menjadi dua golongan menurut keamananya Kelompok

pertama adalah astemisol dan terfenadin yang mempunyai efek kardiotoksik

Toksisitas terhadap jantung tersebut disebabkan repolarisasi jantung yang

tertunda dan dapat menyebabkan aritmia ventrikel henti jantung dan bahkan

kematia medadak (sudah ditarik dari peredaran) Kelompok kedua adalah

loratadin setirisin fexofenadin desloratadin dan levosetirisin 1

Preparat simpatomimetik golongan agonis adrenergik alfa dipakai sebagai

dekongestan hidung oral dengan atau tanpa kombinasi dengan antihistamin

atau topikal Namun pemakaian secara topikal hanya boleh untuk beberapa

hari saja untuk menghindari terjadinya rinitis medikamentosa 1

Tabel 1 Antihistamin oral optimal untuk rhinitis alergi12

Tabel 2 Efek samping sedasi dari antihistamin12

b Dekongestan

Golongan obat ini tersedia dalam bentuk topikal maupun sistemik Onset obat

topikal jauh lebih cepat daripada preparat sistemik namun dapat

menyebabkan rhinitis medikamentosa bila digunakan dalam jangka waktu

lama12

Obat dekongestan sistemik yang sering digunakan adalah pseudoephedrine

HCl dan Phenylpropanolamin HCl Obat ini dapat menyebabkan

vasokonstriksi pembuluh darah Dosis obat ini 15 mg untuk anak 2-5 tahun 30

mg untuk anak 6-12 tahun dan 60 mg untuk dewasa diberikan setiap 6 jam

Efek samping dari obat-obatan ini yang paling sering adalah insomnia dan

iritabilitas 12

c Antikolinergik

Preparat antikolinergik topikal adalah ipratropium bromide bermanfaat untuk

mengatasi rinore karena aktifitas inhibisi reseptor kolinergik pada permukaan

sel efektor 1

d Kortikosteroid

Preparat kortikosteroid dipilih bila gejala terutama sumbatan hidung akibat

respon fase lambat tidak berhasil diatasi dengan obat lain Yang sering dipakai

adalah kortikosteroid topikal (beklometason budesonid flunisolid flutikason

mometason furoat dan triamsinolon) Kortikosteroid topikal bekerja untuk

mengurangi jumlah sel mastosit pada mukosa hidung mencegah pengeluaran

protei n sitotoksik dari eosinofil mengurangi aktifitas limfosit mencegah

bocornya plasma Hal ini menyebabkan epitel hidung tidak hiperresponsif

terhadap rangsangan allergen (bekerja pada respon cepat dan lambat) Preparat

sodium kromoglikat topikal bekerja menstabilkan mastosit (mungkin

menghambat ion kalsium) sehingga pelepasan mediator dihambat Pada

respons fase lambat obat ini juga menghambat proses inflamasi dengan

menghambat aktifasi sel netrofil eosinofil dan monosit Hasil terbaik dapat

dicapai bila diberikan sebagai profilaksis 1

e Lainnya

Pengobatan baru lainnya untuk riniris alergi adalah anti leukotrien

(zafirlukastmontelukast) anti IgE DNA rekombinan 1

Menurut penelitian yang dilakukan pada tahun 2006 membuktikan bahwa

pseudoephedrine dan montelukast memiliki efek yang serupa dalam mengatasi

gejala dan memperbaiki kualitas hidup pasien11

3 Operatif

Tindakan konkotomi parsial (pemotongan sebagian konka inferior) konkoplasti atau

multiple outfractured inferior turbinoplasty perlu dipikirkan bila konka inferior

hipertrofi berat dan tidak berhasil dikecilkan dengan cara kaeuterisasi memakai

AgNO3 25 atau triklor asetat1

4 Imunoterapi

Cara pengobatan ini dilakukan pada alergi inhalan dengan gejala yang berat dan

sudah berlangsung lama serta dengan pengobatan cara lain tidak memberikan hasil

yang memuaskan Tujuan dari imunoterapi adalah pembentukkan IgG blocking

antibody dan penurunan IgE Ada 2 metode imunoterapi yang umum dilakukan yaitu

intradermal dan sublingual1

Komplikasi

Komplikasi rinitis alergi yang sering ialah

1 Polip Hidung

Polip hidung yang memiliki tanda patognomonis inspisited mucous glands

akumulasi sel-sel inflamasi yang luar biasa banyaknya (lebih eosinofil dan

limfosit T CD4+) hiperplasia epitel hiperplasia goblet dan metaplasia

skuamosa

2 Otitis media yang sering residif terutama pada anak-anak

3 Sinusitis paranasal merupakan inflamasi mukosa satu atau lebih sinus para nasal

Terjadi akibat edema ostia sinus oleh proses alergis dalam mukosa yang

menyebabkan sumbatan ostia sehingga terjadi penurunan oksigenasi dan tekanan

udara rongga sinus Hal tersebut akan menyuburkan pertumbuhan bakteri terutama

bakteri anaerob dan akan menyebabkan rusaknya fungsi barier epitel antara lain

akibat dekstruksi mukosa oleh mediator protein basa yang dilepas sel eosinofil

(MBP) dengan akibat sinusitis akan semakin parah13

Prognosis

Kebanyakan gejala rintis alergi dapat diobati Pada kasus yang lebih parah dapat memerlukan

imunoterapi Namun sebagai aturan umum jika suatu zat menjadi penyebab alergi bagi

seorang individu maka zat tersebut dapat terus mempengaruhi orang itu dalam jangka

panjang10

BAB V

KESIMPULAN

Rintis alergi adalah kelainan pada hidung dengan gejala bersin-bersin rinore rasa

gatal dan tersumbat setelah mukosa hidung terpapar alergen yang diperantarai oleh IgE

Alergen dapat berupa alergen inhalan misalnya tungau debu rumah kecoa serpihan epitel

kulit binatang rerumputan serta jamur alergen ingestan yang masuk ke saluran cerna

berupa makanan misalnya susu sapi telur coklat ikan laut udang kepiting dan kacang-

kacangan alergen injektan yang masuk melalui suntikan atau tusukan misalnya penisilin

dan sengatan lebah dan alergen kontaktan yang masuk melalui kontak kulit atau jaringan

mukosa misalnya bahan kosmetik perhiasan

Diagnosis rinitis alergi ditegakkan berdasarkan anamnesis pemeriksaan fisik dan

pemeriksaan penunjang Dari anamnesis dijumpai keluhan dan gejala berupa bersin keluar

ingus (rinore) yang encer dan banyak hidung tersumbat hidung dan mata gatal yang

kadang-kadang disertai dengan banyak keluar air mata (lakrimasi) pada anamnesis perlu

ditanyakan riwayat keluarga riwayat tempat tinggal dan lingkungan pekerjaan Pada

pemeriksaan fisik pada rinoskopi anterior dijumpai mukosa edema basah berwarna pucat

atau livid disertai adanya secret encer yang banyak

Penatalaksanaan dari rinitis alergi adalah menghindari kontak dengan allergen

medikamentosa operatif imunoterapi dan edukasi kepada pasien Komplikasi yang sering

terjadi pada rinitis alergi adalah polip hidung otitis media gangguan fungsi tuba dan sinusitis

paranasal

DAFTAR PUSTAKA

1 Irawati N Kasakeyan E Rusmono N Rinitis alergi Dalam Buku Ajar Ilmu

Kesehatan Telinga Hidung Kepala Leher Jakarta Balai Penerbit FKUI 2010 H118

ndash 22 128 ndash 33

2 Sudiro M Madiadipoera T Purwanto B Eosinofil kerokan mukosa hidung sebagai

diagnostik rinitis alergi MKB 2010 42 (1) 6-11

3 Sheikh J Allergic Rhinitis treatment and management Update on 2015 February

Available from http emedicine medscape comarticle 134825 Accessed on 3 April

2015

4 Meltzer EO Evaluation of the oral antihistamine for patients with allergic rhinitis

Updated on 2005 Available from httphighwirestanfordedu Accessed on 2015

April 3

5 Adams George L Boies buku ajar penyakit THT (Boeis fundamentals of

otolaryngology) Ed 6 Jakarta EGC 1997

6 Department of Pediatrics and Otolaryngology University of Pittsburgh School of

Medicine and Childrens Hospital of Pittsburgh Allergic rhinitis definition

epidemiology pathophysiology detection and diagnosis J Allergy Clin Immunol

2001 108 (1 Suppl) 2-8

7 Li J Zhang Y Zhang L Discovering suspectibility genes for allergic rhinitis and

allergic using genome-wide association study strategy Curr Opin Allergy Clin

Immunol 2015 15(1) 33-40

8 Rondon C Fernandez J Canto G Blanca M Local allergic rhinitis concept clinical

manifestations and diagnostic approach Updated on 2010 Available from

httpwwwncbinlmnihgovpubmed20945601 Accessed on 2015 April 3

9 Mabry R Marple B Allergic rhinitis In Cummingrsquos Otolaryngologi Head Neck

Surgery 4th Ed USA Elsevier 2005 982-988

10 Tran NP Vickery J Blaiss MS Management of Rhinitis Allergic and Non Allergic

2011 May 20 Available from

httpwwwncbinlmnihgovpmcarticlesPMC3121056 Accesed on 2015 April 3

11 Bachert C Allergic rhinitis pathophysiology diagnosis differential diagnosis and the

therapy Updated on 2011 September 9 Available from

httpwwwncbinlmnihgovpubmed9441024 Accessed on 2013 April 3

12 Oates JA Wood AJJ The New England Journal of Medicine Drug therapy 1991

Available from httphighwirestanfordedu Accessed on 2013 April 3

13 Settipane RA Complications of allergic Updated on 2014 July 20 Available from

httpwwwncbinlmnihgovpubmed10476318 Accessed on 2015 April 3

Page 7: Rhinitis Alergi

Bagian depan hidung mendapat pendarahan dari cabang-cabang afasialis Pada

bagian depan septum terdapat anastomosis dari cabang-cabang asfenopalatina aetmoid

anterior alabialis superior dan apalatina mayor yang disebut pleksus Kiesselbach Pleksus

Kiesselbach letaknya superfisial dan mudah cidera oleh trauma sehingga sering menjadi

sumber epistaksis terutama pada anak 1

Vena-vena hidung mempunyai nama yang sama dan berjalan berdampingan dengan

arterinya Vena di vestibulum dan struktur luar hidung bermuara ke voftalmika yang

berhubungan dengan sinus kavernosus Vena-vena di hidung tidak memiliki katup sehingga

merupakan faktor predisposisi untuk mudahnya penyebaran infeksi sampai ke intrakranial 1

Persarafan

Bagian depan dan atas rongga hidung mendapat persarafan sensoris dari netmoidalis

anterior yang merupakan cabang dari nnasosiliaris yang berasal dari noftalmikus Rongga

hidung lainnya sebagian besar mendapat persarafan sensoris dari nmaksila melalui ganglion

sfenopalatina 1

Ganglion sfenopalatina selain memberikan persarafan sensoris juga memberikan

persarafan vasomotor atau otonom untuk mukosa hidungGanglion ini menerima serabut-

serabut sensoris dari nmaksila serabut parasimpatis dari npetrosus superfisialis mayor dan

serabut-serabut simpatis dari npetrosus profundusGanglion sfenopalatina terletak di belakang

dan sedikit di atas ujung posterior konka media 1

Fungsi penghidu berasal dari Nervus olfaktorius Saraf ini turun melalui lamina kribosa

dari permukaan bawah bulbus olfaktorius dan kemudian berakhir pada sel-sel reseptor

penghidu pada mukosa olfaktorius di daerah sepertiga atas hidung 1

Mukosa Hidung

Rongga hidung dilapisi oleh mukosa yang secara histologik dan fungsional dibagi atas

mukosa pernafasan (mukosa respiratori) dan mukosa penghidu (mukosa olfaktorius) Mukosa

pernafasan terdapat pada sebagian besar rongga hidung dan permukaannya dilapisi oleh epitel

torak berlapis semu (pseudo stratified columnar epithalium) yang mempunyai silia dan

diantaranya terdapat sel-sel goblet 1

Pada bagian yang lebih terkena aliran udara mukosanya lebih tebal dan kadang-

kadang terjadi metaplasia menjadi sel epitel skuamosa Dalam keadaan normal mukosa

berwarna merah muda dan selalu basah karena diliputi oleh palut lendir (mucous blanket)

pada permukaannya Palut lendir ini dihasilkan oleh kelenjar mukosa dan sel-sel goblet 1

Silia yang terdapat pada permukaan epitel mempunyai fungsi yang penting Dengan

gerakan silia yang teratur palut lendir di dalam kavum nasi akan didorong ke arah

nasofaring Dengan demikian mukosa mempunyai daya untuk membersihkan dirinya sendiri

dan juga untuk mengeluarkan benda asing yang masuk ke dalam rongga hidung 1

Gangguan pada fungsi silia akan menyebabkan banyak sekret terkumpul dan

menimbulkan keluhan hidung tersumbat Gangguan gerakan silia dapat disebabkan oleh

pengeringan udara yang berlebihan radang sekret kental dan obat-obatan Di bawah epitel

terdapat tunika propria yang banyak mengandung pembuluh darah kelenjar mukosa dan

jaringan limfoid 1

Pembuluh darah pada mukosa hidung mempunyai susunan yang khas Arteriol

terletak pada bagian yang lebih dalam dari tunika propria dan tersusun secara paralel dan

longitudinal Arteriol ini memberikan pendarahan pada anyaman kapiler perigalnduler dan

subepitel Pembuluh eferen dari anyaman kapiler ini membuka ke rongga sinusoid vena yang

besar yang dindingnya dilapisi oleh jaringan elastik dan otot polos Pada bagian ujungnya

sinusoid ini mempunyai sfingter otot Selanjutnya sinusoid akan mengalirkan darahnya ke

pleksus vena yang lebih dalam lalu ke venula Dengan susunan demikian mukosa

hidungmenyerupai suatu jaringan kavernosus yang erektil yang mudah mengembang dan

mengerut Vasodilatasi dan vasokontriksi pembuluh darah ini dipengaruhi oleh saraf

otonom1

BAB III

FISIOLOGI HIDUNG

Berdasarkan teori structural teori evolusioner dan teori fungsional fungsi fisiologis

hidung dan sinus paranasal adalah 1

1 Fungsi respirasi

Untuk mengatur kondisi udara humidikasi penyeimbang dalam pertukaran tekanan

dan mekanisme imunologik local

2 Fungsi penghidu

Terdapatnya mukosa olfaktorius dan reservoir udara untuk menampung stimulus

penghidu

3 Fungsi fonetik

Yang berguna untuk resonanasi suara membantu proses bicara dan mencegah

hantaran suara sendiri melalui konduksi tulang

4 Fungsi static dan mekanik

Untuk meringankan beban kepala

5 Reflex nasal

Fungsi Respirasi

Udara inpirasi masuk ke hidung menuju system respirasi melalui nares anterior lalu

naik ke atas setinggi konka media dan kemudian turun ke bawah ke arah nasofaring sehingga

aliran udara ini berbentuk lengkungan atau arkus 1

Udara yang dihirup akan mengalami humidikasi oleh palut lender Pada musim panas

udara hampir jenuh oleh uap air sehingga terjadi sedikit penguapan udara inspirasi oleh palut

lender sedangkan pada musim dingin akan terjadi sebaliknya 1

Suhu udara yang melalui hidung diatur sehingga berkisar 37ordm Celcius Fungsi

pengatur suhu ini dimungkinkan oleh banyaknya pembuluh darah di bawah epitel dan adanya

permukaan konka dan septum yang luas1

Partikel debu virus bakteri jamur yang terhirup bersama udara akan disaring

dihidung oleh 1

- Rambut (vibrissae) pada vestibulum nasi

- Silia

- Palut lender

Debu dan bakteri akan melekat pada palu lender dan partikel-partikel yang besar akan

dikeluarkan dengan reflex bersin

Fungsi Penghidu

Hidung juga bekerja sebagai indra penghidu dan pengecap dengan adanya mukosa

olfaktorius pada atap rongga hidung konka superior dan sepertiga bagian atas septum

Partikel bau dapat dapat mencapai daerah ini dengan cara difusi dengan palut lendir atau bila

menarik napas dengan kuat 1

Fungsi hidung untuk membantu indra pengecap adalah untuk membedakan rasa

manis yang berasal dari berbagai macam bahan seperti perbedaan rasa manis strawberi

jeruk pisang atau coklat Juga untuk mebedakan rasa ayam yang berasal dari cuka dan asam

jawa 1

Fungsi Fonetik

Resonansi oleh hidung penting untuk kualitas suara ketika berbicara dan menyanyi

Sumbatan hidung akan menyebabkan resonansi berkurang atau hilang sehingga terdengar

suara sengau (rinolalia) 1

Resonansi oleh hidung penting untuk kualitas suara ketika berbicara dan menyanyi

Sumbatan hidung akan menyebabkan resonansi berkurang atau hilang sehingga terdengar

suara sengau (rinolalia) Hidung membantu proses pembentukan konsonan nasal (mnng)

rongga mulut tertutup dan hidung terbuka dan palatum mole turun untuk aliran udara 1

Refleks Nasal

Mukosa hidung merupakan reseptor refleks yang berhubungan dengan saluran cerna

kardiovaskuler dan pernafasan Iritasi mukosa hidung menyebabkan refleks bersin dan nafas

berhenti Rangsangan bau tertentu akan menyebabkan sekresi kelenjar liur lambung dan

pankreas1

BAB IV

RHINITIS ALERGI

Definisi

Rhinitis alergi adalah rinitis dengan gejala bersin paroksismal pilek encer dan

obstruksi nasi Timbul pada orang yang berbakat atopi jika terpapar ulang dengan alergen

spesifik yang pada orang normal tidak menimbulkan reaksi Pasien dengan rhinitis alergi juga

dapat mengalami penurunan kualitas hidup Hal ini diakibatkan karena gangguan tidur yang

ditimbulkan gangguan dalam belajar maupun bekerja Rhinitis alergi juga sering

berhubungan dengan komorbiditas lain seperti asthma konjungtivitis dan rhinosinusitis4

Epidemiologi

Prevalensi rinitis di dunia saat ini mencapai 10-25 atau lebih dari 600 juta penderita

dari seluruh etnis dan usia2 Di Amerika Serikat lebih dari 40 juta warganya menderita rinitis

alergi Rinitis alergi pada anak lebih sering terjadi pada anak laki-laki dibandingkan anak

perempuan sedangkan pada dewasa prevalensi rinitis alergi laki-laki sama dengan

perempuan Sekitar 80 kasus rinitis alergi berkembang mulai usia 20 tahun Insidensi rinitis

alergi pada anak-anak 40 dan menurun sejalan dengan usia3 Di Indonesia belum ada angka

yang pasti tetapi di Bandung prevalensi rinitis alergi pada usia 10 tahun ditemukan cukup

tinggi (58)2

Etiologi

Rinitis alergi melibatkan interaksi antara lingkungan dengan predisposisi genetik

dalam perkembangan penyakitnya Faktor genetik dan herediter sangat berperan pada

ekspresi rinitis alergi5 Penyebab rinitis alergi tersering adalah alergen inhalan pada dewasa

dan ingestan pada anak-anak Pada anak-anak sering disertai gejala alergi lain seperti

urtikaria dan gangguan pencernaan Penyebab rinitis alergi dapat berbeda tergantung dari

klasifikasi Beberapa pasien sensitif terhadap beberapa alergen Alergen yang menyebabkan

rinitis alergi musiman biasanya berupa serbuk sari atau jamur Rinitis alergi perenial

(sepanjang tahun) diantaranya debu tungau terdapat dua spesies utama tungau yaitu

Dermatophagoides farinae dan Dermatophagoides pteronyssinus jamur binatang peliharaan

seperti kecoa dan binatang pengerat Faktor resiko untuk terpaparnya debu tungau biasanya

karpet serta sprai tempat tidur suhu yang tinggi dan faktor kelembaban udara Kelembaban

yang tinggi merupakan faktor resiko untuk untuk tumbuhnya jamur Berbagai pemicu yang

bisa berperan dan memperberat adalah beberapa faktor nonspesifik diantaranya asap rokok

polusi udara bau aroma yang kuat atau merangsang dan perubahan cuaca6

Rhinitis alergi dan atopi secara umum disebabkan oleh interaksi dari pasien yang

secara genetik memiliki potensi alergi dengan lingkungan Genetik secara jelas memiliki

peran penting Pada 20 ndash 30 semua populasi dan pada 10 ndash 15 anak semuanya atopi

Apabila kedua orang tua atopi maka risiko atopi menjadi 4 kali lebih besar atau mencapai

50 Peran lingkungan dalam dalam rinitis alergi yaitu alergen yang terdapat di seluruh

lingkungan terpapar dan merangsang respon imun yang secara genetik telah memiliki

kecenderungan alergi7

Berdasarkan cara masuknya alergen dibagi atas1

1 Alergen inhalan yang masuk bersama dengan udara pernapasan misalnya tungau debu

rumah kecoa serpihan epitel kulit binatang rerumputan serta jamur

2 Alergen ingestan yang masuk ke saluran cerna berupa makanan misalnya susu sapi

telur coklat ikan laut udang kepiting dan kacang-kacangan

3 Alergen injektan yang masuk melalui suntikan atau tusukan misalnya penisilin dan

sengatan lebah

4 Alergen kontaktan yang masuk melalui kontak kulit atau jaringan mukosa misalnya

bahan kosmetik perhiasan

Patogenesis

Rinitis alergi merupakan suatu penyakit inflamasi yang diawali dengan tahap sensitisasi

dan diikuti dengan tahap provokasireaksi alergi Reaksi alergi terdiri dari 2 fase yaitu

Immediate Phase Allergic Reaction atau reaksi alergi fase cepat (RAFC) yang berlangsung

sejak kontak dengan allergen sampai satu jam setelahnya dan Late Phase Allergic Reaction

atau reaksi alergi fase lambat (RAFL) yang berlangsung 2-4 jam dengan puncak 6-8 jam (fase

hiper-reaktifitas) setelah pemaparan dan dapat berlangsung sampai 24-48 jam1

Pada kontak pertama dengan allergen atau tahap sensitisasi makrofag atau monosit

yang berperan sebagai sel penyaji (Antigen Presenting CellAPC) akan menangkap allergen

yang menempel di permukaan mukosa hidung Setelah diproses antigen akan membentuk

fragmen pendek peptide dan bergabung dengan molekul HLA kelas II membentuk komplek

peptide MHC kelas II (Major Histocompatibility Complex) yang kemudian dipresentasikan

pada sel T Helper (Th0) Kemudian sel penyaji akan melepas sitokin seperti interleukin 1

(IL1) yang akan mengaktifkan Th0 untuk berproliferasi menjadi Th1 dan Th2 Th2 akan

menghasilakan berbagai sitokin seperti IL3 IL4 IL5 dan IL13 IL4 dan IL13 dapat diikat

oleh reseptornya di permukaan sel limfosit B sehingga sel limfosit B menjadi aktif dan akan

memproduksi IgE IgE di sirkulasi darah akan masuk ke jaringan dan diikat oleh reseptor IgE

di permukaan sel mastosit atau basofil (sel mediator) sehingga kedua sel ini menjadi aktif

Proses ini disebut sensitisasi yang menghasilkan sel mediator yang tersensitisasi Bila mukosa

yang sudah tersensitisasi terpapar dengan allergen yang sama maka kedua rantai IgE akan

mengikat allergen spesifik dan terjadi degranulasi (pecahnya dinding sel) mastosit dan basofil

dengan akibat terlepasnya mediator kimia yang sudah terbentuk (Preformed Mediators)

terutama histamine Selain itu juga dikeluarkan Newly Formed Mediators antara lain

prostaglandin D2 (PGD2) Leukotrein D4 (LTD4) Leukotrein C4 (LTC4) bradikinin

Platelet Activating Factor (PAF) dan berbagai sitokin Inilah yang disebut sebagai reaksi

alergi fase cepat (RAFC)1

Histamine akan merangsang reseptor H1 pada ujung saraf vidianus sehingga

menimbulkan rasa gatal pada hidung dan bersin-bersin Histamine juga akan menyebabkan

sel mukosa dan sel goblet megalami hipersekresi dan permeabilitas kapiler meningkat

sehingga terjadi rinorea Gejala lain dalah hidung tersumbat akibat vasodilatasi sinusoid

Selain histamine merangsang ujung saraf vidianus juga menyebabkan rangsangan pada

mukosa hidung sehingga terjadi pengeluaran Inter Cellular Adhesion Molecule 1 (ICAM1)1

Pada RAFC sel mastosit juga akan melepaskan molekul kemotaktik yang

menyebabkan akumulasi sel eusinofil dan noutrofil di jaringan target Timbulnya gejala

hiperaktif atau hiper responsive hidung adalah akibat peranan eosinofil dengan mediator

inflamasi dari granulnya seperti ECP EDP MBP EPO Pada fase ini selain factor spesifik

(allergen) iritasi oleh faktor non spesifik dapat memperberat gejala seperti asap rokok bau

yang merangsang perubahan cuaca dan kelembaban udara yang tinggi1

Gambaran Histologik

Secara mikroskopik tampak adanya dilatasi pembuluh darah dengan pembesaran sel

goblet dan sel pembentuk mucus Terdapat juga pembesaran ruang inter seluler dan

penebalan membrane basal serta ditemukan infiltrasi sel-sel eosinofil pada jaringan mukosa

dan submukosa hidung1

Gambaran yang ditemukan terdapat pada saat serangan Diluar keadaan serangan

mukosa kembali normal Akan tetapi serangan dapat terjadi terus-menerus (persisten)

sepanjang tahun sehingga lama kelamaan terjadi perubahan yang ireversibel yaitu terjadi

proliferasi jaringan ikat dan hiperplasia mukosa sehingga tampak mukosa hidung menebal1

Klasifikasi

Berdasarkan sifat berlangsungnya rinitis alergi dibagi menjadi 1

1 Rinitis alergi musiman (seasonal hay fever polinosis) Rinitis hanya ada di negara

yang mempunyai 4 musim Allergen penyebabnya spesifik yaitu tepungsari (pollen)

rerumputan dan spora jamur

2 Rinitis alergi sepanjang tahun (perennial) Gejala penyakit ini timbul intermiten atau

terus menerus tanpa variasi musim Penyebab yang paling sering ialah alergen

inhalan dan alergen ingestan

Klasifikasi rinitis alergi berdasarkan rekomendasi dari WHO Initiative ARIA (Allergic

Rhinitis and its Impact on Asthma) tahun 2000 yaitu berdasarkan sifat berlangsungnya

dibagi menjadi 1

1 Intermiten (kadang-kadang)

Bila gejala kurang dari 4 hariminggu atau kurang dari 4 minggu

2 Persistenmenetap

Bila gejala lebih dari 4 hariminggu dan atau lebih dari 4 minggu

Sedangkan untuk tingkat berat ringannya penyakit rinitis alergi dibagi menjadi 1

1 Ringan

Bila tidak ditemukan gangguan tidur gangguan aktivitas harianbersantai

berolahraga belajar bekerja dan hal-hal lain yang mengganggu

2 Sedang-berat

Bila terdapat satu atau lebih dari gangguan tersebut diatas

Gejala Klinis

Gejala klinis pada rinitis alergi adalah bersin berulang pada pagi hari keluar ingus

(rinore) yang encer dan banyak hidung tersumbat hidung dan mata gatal yang kadang-

kadang disertai dengan banyak keluar air mata (lakrimasi)89

Awitan gejala timbul cepat setelah paparan allergen dapat berupa bersin mata atau

palatum yang gatal berair rinore hidung gatal hidung tersumbat8 Pada mata dapat

menunjukkan gejala berupa mata merah gatal conjungtivitis mata terasa terbakar dan

lakrimasi38 Pada telinga bisa dijumpai gangguan fungsi tuba efusi telinga bagian tengah8

Diagnosis

Anamnesis

Gejala klinis pada rinitis alergi adalah bersin berulang pada pagi hari keluar ingus

(rinore) yang encer dan banyak hidung tersumbat hidung dan mata gatal yang kadang-

kadang disertai dengan banyak keluar air mata (lakrimasi)10

Awitan gejala timbul cepat setelah paparan allergen dapat berupa bersin mata atau

palatum yang gatal berair rinore hidung gatal hidung tersumbat810 Pada mata dapat

menunjukkan gejala berupa mata merah gatal conjungtivitis mata terasa terbakar dan

lakrimasi38 Pada telinga bisa dijumpai gangguan fungsi tuba efusi telinga bagian tengah68

Pada anamnesis didapati keluhan serangan bersin yang berulang Bersin ini merupakan

gejala pada RAFC dan kadang-kadang RAFL sebagai akibat dilepaskannya histamin Gejala

lain adalah keluar ingus (rinore) yang encer dan banyak hidung tersumbat hidung dan mata

gatal yang kadang-kadang disertai dengan banyak keluar air mata (lakrimasi)1

Riwayat penyakit alergi dalam keluarga perlu ditanyakan Pasien juga perlu ditanya

gangguan alergi selain yang menyerang hidung seperti asma eczema urtikaria atau

sensitivitas obat Keadaan lingkungan kerja dan tempat tinggal juga perlu ditanya untuk

mengaitkan awitan gejala 34

Pemeriksaan Fisik

Pada muka biasanya didapatkan garis Dennie-Morgan dan allergic shinner yaitu

bayangan gelap di daerah bawah mata karena stasis vena sekunder akibat obstruksi hidung

Selain itu dapat ditemukan juga allergic crease yaitu berupa garis melintang pada dorsum

nasi bagian sepertiga bawah Garis ini timbul akibat hidung yang sering digosok-gosok oleh

punggung tangan (allergic salute) Pada pemeriksaan rinoskopi anterior ditemukan mukosa

hidung basah berwarna pucat atau livid dengan konka edema dan sekret yang encer dan

banyak Perlu juga dilihat adanya kelainan septum atau polip hidung yang dapat memperberat

gejala hidung tersumbat Selain itu dapat pula ditemukan konjungtivis bilateral atau penyakit

yang berhubungan lainnya seperti sinusitis dan otitis media Mulut sering terbuka dengan

lengkung langit-langit yang tinggi sehingga akan menyebabkan gangguan pertumbuhan gigi-

geligi (facies adenoid) Dinding posterior faring tampak granuler dan edema (cobblestone

appearance) serta dinding lateral faring menebal Lidah tampak seperti gambaran peta

(geographic tongue)1

Pemeriksaan Penunjang

Invitro

Hitung eosinofil dalam darah tepi dapat normal atau meningkat Demikian pula pemeriksaan

IgE total seringkali menunjukkan nilai normal kecuali bila tanda alergi pada pasien lebih dari

satu macam penyakit misalnya selain rinitis alergi juga menderita asma bronkial atau

urtikaria Lebih bermakna adalah dengan RAST (Radio Immuno Sorbent Test) atau ELISA

(Enzyme Linked Immuno Sorbent Assay Test) Pemeriksaan sitologi hidung walaupun tidak

dapat memastikan diagnosis tetap berguna sebagai pemeriksaan pelengkap Ditemukannya

eosinofil dalam jumlah banyak menunjukkan kemungkinan alergi inhalan Jika basofil (5

sellap) mungkin disebabkan alergi makanan sedangkan jika ditemukan sel PMN

menunjukkan adanya infeksi bakteri1

Invivo

Allergen penyebab dapat dicari dengan cara pemeriksaan tes cukit kulit uji intrakutan atau

intradermal yang tunggal atau berseri (Skin End-Point Titration SET) SET dilakukan untuk

allergen inhalan dengan menyuntikkan allergen dalam berbagai konsentrasi yang bertingkat

kepekatannya Untuk allergen makanan uji kulit Intracutaneus Provocative Dilutional Food

Test (IPDFT) namun sebagai baku emas dapat dilakukan dengan diet eliminasi dan

provokasi (Challenge Test) Keuntungan SET selain alergen penyebab juga derajat alergi

serta dosis inisial untuk desensitisasi dapat diketahui Untuk alergi makanan uji kulit seperti

tersebut diatas kurang dapat diandalkan Diagnosis biasanya ditegakkan dengan diet eliminasi

dan provokasi (ldquoChallenge Testrdquo) Alergen ingestan secara tuntas lenyap dari tubuh dalam

waktu lima hari Karena itu pada Challenge Test makanan yang dicurigai diberikan pada

pasien setelah berpantang selama 5 hari selanjutnya diamati reaksinya Pada diet eliminasi

jenis makanan setiap kali dihilangkan dari menu makanan sampai suatu ketika gejala

menghilang dengan meniadakan suatu jenis makanan1

Diagnosis Banding

Diagnosa Banding dari rinitis alergi adalah11

1 Rhinitis Non-alergik

Rhinitis non-alergik adalah suatu keadaan inflamasi hidung yang disebabkan

oleh selain alergi Keadaan ini tidak dapat diidentifikasi dengan pemeriksaan

alergi yang sesuai (anamnesis tes cukit kulit kadar antibodi IgE spesifik

serum)

Kelainan ini dapat bermacam-macam bergantung dari penyebabnya antara

lain

- rhinitis vasomotor

- rhinitis gustator

- rhinitis medikamentosa

- rhinitis hormonal

2 Immotile cilia syndrome (ciliary dyskinesis)

Diskinesia Silia Primer (PCD juga disebut sindrom immotile-silia) ditandai

oleh penurunan nilai bawaan dari clearance mukosiliar (PKS) Manifestasi

klinis termasuk batuk kronis rinitis kronis dan sinusitis kronis Otitis dan

otosalpingitis yang umum di masa kanak-kanak seperti juga poliposis hidung

dan agenesis sinus frontalis

Penatalaksanaan

1 Terapi yang paling ideal adalah dengan menghindari kontak dengan allergen

penyebabnya (avoidance) dan eliminasi 1

2 Medikamentosa

a Antihistamin

Antihistamin yang dipakai adalah antagonis histamine H-1 yang bekerja

secara inhibitor kompetitif pada reseptor H-1 sel target dan merupakan

preparat farmakologik yang paling sering dipakai sebagai lini pertama

pengobatan rhinitis alergi Pemberian dapat dalam kombinasi atau tanpa

kombinasi dengan dekongestan secara peroral 1

Antihistamin dibagi dalam 2 golongan yaitu golongan antihistamin generasi 1

(klasik) dan generasi 2 (non-sedatif) Antihistamin generasi 1 bersifat lipofilik

sehingga dapat menembus sawar darah otak (mempunyai efek pada SSP) dan

plasenta serta mempunyai efek kolinergik Yang termasuk kelompok ini

antara lain adalah difenhidramin klorfeniramin prometasin siproheptadin

sedangkan yang dapat diberikan secara topical adalah azelastin Antihistamin

generasi 2 bersifat lipofobik sehingga sulit menembus sawar darah otak

Bersifat selektif mengikat resptor H-1 perifer dan tidak mempunyai efek

antikolinergik antiadrenergik dan pada efek pada SSP minimal (non-sedatif) 1

Antihistamin diabsorpsi secara oral dengan cepat dan mudah serta efektif

untuk mengatasi gejala obstruksi hidung pada fase lambat Antihistamin non

sedative dapat dibagi menjadi dua golongan menurut keamananya Kelompok

pertama adalah astemisol dan terfenadin yang mempunyai efek kardiotoksik

Toksisitas terhadap jantung tersebut disebabkan repolarisasi jantung yang

tertunda dan dapat menyebabkan aritmia ventrikel henti jantung dan bahkan

kematia medadak (sudah ditarik dari peredaran) Kelompok kedua adalah

loratadin setirisin fexofenadin desloratadin dan levosetirisin 1

Preparat simpatomimetik golongan agonis adrenergik alfa dipakai sebagai

dekongestan hidung oral dengan atau tanpa kombinasi dengan antihistamin

atau topikal Namun pemakaian secara topikal hanya boleh untuk beberapa

hari saja untuk menghindari terjadinya rinitis medikamentosa 1

Tabel 1 Antihistamin oral optimal untuk rhinitis alergi12

Tabel 2 Efek samping sedasi dari antihistamin12

b Dekongestan

Golongan obat ini tersedia dalam bentuk topikal maupun sistemik Onset obat

topikal jauh lebih cepat daripada preparat sistemik namun dapat

menyebabkan rhinitis medikamentosa bila digunakan dalam jangka waktu

lama12

Obat dekongestan sistemik yang sering digunakan adalah pseudoephedrine

HCl dan Phenylpropanolamin HCl Obat ini dapat menyebabkan

vasokonstriksi pembuluh darah Dosis obat ini 15 mg untuk anak 2-5 tahun 30

mg untuk anak 6-12 tahun dan 60 mg untuk dewasa diberikan setiap 6 jam

Efek samping dari obat-obatan ini yang paling sering adalah insomnia dan

iritabilitas 12

c Antikolinergik

Preparat antikolinergik topikal adalah ipratropium bromide bermanfaat untuk

mengatasi rinore karena aktifitas inhibisi reseptor kolinergik pada permukaan

sel efektor 1

d Kortikosteroid

Preparat kortikosteroid dipilih bila gejala terutama sumbatan hidung akibat

respon fase lambat tidak berhasil diatasi dengan obat lain Yang sering dipakai

adalah kortikosteroid topikal (beklometason budesonid flunisolid flutikason

mometason furoat dan triamsinolon) Kortikosteroid topikal bekerja untuk

mengurangi jumlah sel mastosit pada mukosa hidung mencegah pengeluaran

protei n sitotoksik dari eosinofil mengurangi aktifitas limfosit mencegah

bocornya plasma Hal ini menyebabkan epitel hidung tidak hiperresponsif

terhadap rangsangan allergen (bekerja pada respon cepat dan lambat) Preparat

sodium kromoglikat topikal bekerja menstabilkan mastosit (mungkin

menghambat ion kalsium) sehingga pelepasan mediator dihambat Pada

respons fase lambat obat ini juga menghambat proses inflamasi dengan

menghambat aktifasi sel netrofil eosinofil dan monosit Hasil terbaik dapat

dicapai bila diberikan sebagai profilaksis 1

e Lainnya

Pengobatan baru lainnya untuk riniris alergi adalah anti leukotrien

(zafirlukastmontelukast) anti IgE DNA rekombinan 1

Menurut penelitian yang dilakukan pada tahun 2006 membuktikan bahwa

pseudoephedrine dan montelukast memiliki efek yang serupa dalam mengatasi

gejala dan memperbaiki kualitas hidup pasien11

3 Operatif

Tindakan konkotomi parsial (pemotongan sebagian konka inferior) konkoplasti atau

multiple outfractured inferior turbinoplasty perlu dipikirkan bila konka inferior

hipertrofi berat dan tidak berhasil dikecilkan dengan cara kaeuterisasi memakai

AgNO3 25 atau triklor asetat1

4 Imunoterapi

Cara pengobatan ini dilakukan pada alergi inhalan dengan gejala yang berat dan

sudah berlangsung lama serta dengan pengobatan cara lain tidak memberikan hasil

yang memuaskan Tujuan dari imunoterapi adalah pembentukkan IgG blocking

antibody dan penurunan IgE Ada 2 metode imunoterapi yang umum dilakukan yaitu

intradermal dan sublingual1

Komplikasi

Komplikasi rinitis alergi yang sering ialah

1 Polip Hidung

Polip hidung yang memiliki tanda patognomonis inspisited mucous glands

akumulasi sel-sel inflamasi yang luar biasa banyaknya (lebih eosinofil dan

limfosit T CD4+) hiperplasia epitel hiperplasia goblet dan metaplasia

skuamosa

2 Otitis media yang sering residif terutama pada anak-anak

3 Sinusitis paranasal merupakan inflamasi mukosa satu atau lebih sinus para nasal

Terjadi akibat edema ostia sinus oleh proses alergis dalam mukosa yang

menyebabkan sumbatan ostia sehingga terjadi penurunan oksigenasi dan tekanan

udara rongga sinus Hal tersebut akan menyuburkan pertumbuhan bakteri terutama

bakteri anaerob dan akan menyebabkan rusaknya fungsi barier epitel antara lain

akibat dekstruksi mukosa oleh mediator protein basa yang dilepas sel eosinofil

(MBP) dengan akibat sinusitis akan semakin parah13

Prognosis

Kebanyakan gejala rintis alergi dapat diobati Pada kasus yang lebih parah dapat memerlukan

imunoterapi Namun sebagai aturan umum jika suatu zat menjadi penyebab alergi bagi

seorang individu maka zat tersebut dapat terus mempengaruhi orang itu dalam jangka

panjang10

BAB V

KESIMPULAN

Rintis alergi adalah kelainan pada hidung dengan gejala bersin-bersin rinore rasa

gatal dan tersumbat setelah mukosa hidung terpapar alergen yang diperantarai oleh IgE

Alergen dapat berupa alergen inhalan misalnya tungau debu rumah kecoa serpihan epitel

kulit binatang rerumputan serta jamur alergen ingestan yang masuk ke saluran cerna

berupa makanan misalnya susu sapi telur coklat ikan laut udang kepiting dan kacang-

kacangan alergen injektan yang masuk melalui suntikan atau tusukan misalnya penisilin

dan sengatan lebah dan alergen kontaktan yang masuk melalui kontak kulit atau jaringan

mukosa misalnya bahan kosmetik perhiasan

Diagnosis rinitis alergi ditegakkan berdasarkan anamnesis pemeriksaan fisik dan

pemeriksaan penunjang Dari anamnesis dijumpai keluhan dan gejala berupa bersin keluar

ingus (rinore) yang encer dan banyak hidung tersumbat hidung dan mata gatal yang

kadang-kadang disertai dengan banyak keluar air mata (lakrimasi) pada anamnesis perlu

ditanyakan riwayat keluarga riwayat tempat tinggal dan lingkungan pekerjaan Pada

pemeriksaan fisik pada rinoskopi anterior dijumpai mukosa edema basah berwarna pucat

atau livid disertai adanya secret encer yang banyak

Penatalaksanaan dari rinitis alergi adalah menghindari kontak dengan allergen

medikamentosa operatif imunoterapi dan edukasi kepada pasien Komplikasi yang sering

terjadi pada rinitis alergi adalah polip hidung otitis media gangguan fungsi tuba dan sinusitis

paranasal

DAFTAR PUSTAKA

1 Irawati N Kasakeyan E Rusmono N Rinitis alergi Dalam Buku Ajar Ilmu

Kesehatan Telinga Hidung Kepala Leher Jakarta Balai Penerbit FKUI 2010 H118

ndash 22 128 ndash 33

2 Sudiro M Madiadipoera T Purwanto B Eosinofil kerokan mukosa hidung sebagai

diagnostik rinitis alergi MKB 2010 42 (1) 6-11

3 Sheikh J Allergic Rhinitis treatment and management Update on 2015 February

Available from http emedicine medscape comarticle 134825 Accessed on 3 April

2015

4 Meltzer EO Evaluation of the oral antihistamine for patients with allergic rhinitis

Updated on 2005 Available from httphighwirestanfordedu Accessed on 2015

April 3

5 Adams George L Boies buku ajar penyakit THT (Boeis fundamentals of

otolaryngology) Ed 6 Jakarta EGC 1997

6 Department of Pediatrics and Otolaryngology University of Pittsburgh School of

Medicine and Childrens Hospital of Pittsburgh Allergic rhinitis definition

epidemiology pathophysiology detection and diagnosis J Allergy Clin Immunol

2001 108 (1 Suppl) 2-8

7 Li J Zhang Y Zhang L Discovering suspectibility genes for allergic rhinitis and

allergic using genome-wide association study strategy Curr Opin Allergy Clin

Immunol 2015 15(1) 33-40

8 Rondon C Fernandez J Canto G Blanca M Local allergic rhinitis concept clinical

manifestations and diagnostic approach Updated on 2010 Available from

httpwwwncbinlmnihgovpubmed20945601 Accessed on 2015 April 3

9 Mabry R Marple B Allergic rhinitis In Cummingrsquos Otolaryngologi Head Neck

Surgery 4th Ed USA Elsevier 2005 982-988

10 Tran NP Vickery J Blaiss MS Management of Rhinitis Allergic and Non Allergic

2011 May 20 Available from

httpwwwncbinlmnihgovpmcarticlesPMC3121056 Accesed on 2015 April 3

11 Bachert C Allergic rhinitis pathophysiology diagnosis differential diagnosis and the

therapy Updated on 2011 September 9 Available from

httpwwwncbinlmnihgovpubmed9441024 Accessed on 2013 April 3

12 Oates JA Wood AJJ The New England Journal of Medicine Drug therapy 1991

Available from httphighwirestanfordedu Accessed on 2013 April 3

13 Settipane RA Complications of allergic Updated on 2014 July 20 Available from

httpwwwncbinlmnihgovpubmed10476318 Accessed on 2015 April 3

Page 8: Rhinitis Alergi

Silia yang terdapat pada permukaan epitel mempunyai fungsi yang penting Dengan

gerakan silia yang teratur palut lendir di dalam kavum nasi akan didorong ke arah

nasofaring Dengan demikian mukosa mempunyai daya untuk membersihkan dirinya sendiri

dan juga untuk mengeluarkan benda asing yang masuk ke dalam rongga hidung 1

Gangguan pada fungsi silia akan menyebabkan banyak sekret terkumpul dan

menimbulkan keluhan hidung tersumbat Gangguan gerakan silia dapat disebabkan oleh

pengeringan udara yang berlebihan radang sekret kental dan obat-obatan Di bawah epitel

terdapat tunika propria yang banyak mengandung pembuluh darah kelenjar mukosa dan

jaringan limfoid 1

Pembuluh darah pada mukosa hidung mempunyai susunan yang khas Arteriol

terletak pada bagian yang lebih dalam dari tunika propria dan tersusun secara paralel dan

longitudinal Arteriol ini memberikan pendarahan pada anyaman kapiler perigalnduler dan

subepitel Pembuluh eferen dari anyaman kapiler ini membuka ke rongga sinusoid vena yang

besar yang dindingnya dilapisi oleh jaringan elastik dan otot polos Pada bagian ujungnya

sinusoid ini mempunyai sfingter otot Selanjutnya sinusoid akan mengalirkan darahnya ke

pleksus vena yang lebih dalam lalu ke venula Dengan susunan demikian mukosa

hidungmenyerupai suatu jaringan kavernosus yang erektil yang mudah mengembang dan

mengerut Vasodilatasi dan vasokontriksi pembuluh darah ini dipengaruhi oleh saraf

otonom1

BAB III

FISIOLOGI HIDUNG

Berdasarkan teori structural teori evolusioner dan teori fungsional fungsi fisiologis

hidung dan sinus paranasal adalah 1

1 Fungsi respirasi

Untuk mengatur kondisi udara humidikasi penyeimbang dalam pertukaran tekanan

dan mekanisme imunologik local

2 Fungsi penghidu

Terdapatnya mukosa olfaktorius dan reservoir udara untuk menampung stimulus

penghidu

3 Fungsi fonetik

Yang berguna untuk resonanasi suara membantu proses bicara dan mencegah

hantaran suara sendiri melalui konduksi tulang

4 Fungsi static dan mekanik

Untuk meringankan beban kepala

5 Reflex nasal

Fungsi Respirasi

Udara inpirasi masuk ke hidung menuju system respirasi melalui nares anterior lalu

naik ke atas setinggi konka media dan kemudian turun ke bawah ke arah nasofaring sehingga

aliran udara ini berbentuk lengkungan atau arkus 1

Udara yang dihirup akan mengalami humidikasi oleh palut lender Pada musim panas

udara hampir jenuh oleh uap air sehingga terjadi sedikit penguapan udara inspirasi oleh palut

lender sedangkan pada musim dingin akan terjadi sebaliknya 1

Suhu udara yang melalui hidung diatur sehingga berkisar 37ordm Celcius Fungsi

pengatur suhu ini dimungkinkan oleh banyaknya pembuluh darah di bawah epitel dan adanya

permukaan konka dan septum yang luas1

Partikel debu virus bakteri jamur yang terhirup bersama udara akan disaring

dihidung oleh 1

- Rambut (vibrissae) pada vestibulum nasi

- Silia

- Palut lender

Debu dan bakteri akan melekat pada palu lender dan partikel-partikel yang besar akan

dikeluarkan dengan reflex bersin

Fungsi Penghidu

Hidung juga bekerja sebagai indra penghidu dan pengecap dengan adanya mukosa

olfaktorius pada atap rongga hidung konka superior dan sepertiga bagian atas septum

Partikel bau dapat dapat mencapai daerah ini dengan cara difusi dengan palut lendir atau bila

menarik napas dengan kuat 1

Fungsi hidung untuk membantu indra pengecap adalah untuk membedakan rasa

manis yang berasal dari berbagai macam bahan seperti perbedaan rasa manis strawberi

jeruk pisang atau coklat Juga untuk mebedakan rasa ayam yang berasal dari cuka dan asam

jawa 1

Fungsi Fonetik

Resonansi oleh hidung penting untuk kualitas suara ketika berbicara dan menyanyi

Sumbatan hidung akan menyebabkan resonansi berkurang atau hilang sehingga terdengar

suara sengau (rinolalia) 1

Resonansi oleh hidung penting untuk kualitas suara ketika berbicara dan menyanyi

Sumbatan hidung akan menyebabkan resonansi berkurang atau hilang sehingga terdengar

suara sengau (rinolalia) Hidung membantu proses pembentukan konsonan nasal (mnng)

rongga mulut tertutup dan hidung terbuka dan palatum mole turun untuk aliran udara 1

Refleks Nasal

Mukosa hidung merupakan reseptor refleks yang berhubungan dengan saluran cerna

kardiovaskuler dan pernafasan Iritasi mukosa hidung menyebabkan refleks bersin dan nafas

berhenti Rangsangan bau tertentu akan menyebabkan sekresi kelenjar liur lambung dan

pankreas1

BAB IV

RHINITIS ALERGI

Definisi

Rhinitis alergi adalah rinitis dengan gejala bersin paroksismal pilek encer dan

obstruksi nasi Timbul pada orang yang berbakat atopi jika terpapar ulang dengan alergen

spesifik yang pada orang normal tidak menimbulkan reaksi Pasien dengan rhinitis alergi juga

dapat mengalami penurunan kualitas hidup Hal ini diakibatkan karena gangguan tidur yang

ditimbulkan gangguan dalam belajar maupun bekerja Rhinitis alergi juga sering

berhubungan dengan komorbiditas lain seperti asthma konjungtivitis dan rhinosinusitis4

Epidemiologi

Prevalensi rinitis di dunia saat ini mencapai 10-25 atau lebih dari 600 juta penderita

dari seluruh etnis dan usia2 Di Amerika Serikat lebih dari 40 juta warganya menderita rinitis

alergi Rinitis alergi pada anak lebih sering terjadi pada anak laki-laki dibandingkan anak

perempuan sedangkan pada dewasa prevalensi rinitis alergi laki-laki sama dengan

perempuan Sekitar 80 kasus rinitis alergi berkembang mulai usia 20 tahun Insidensi rinitis

alergi pada anak-anak 40 dan menurun sejalan dengan usia3 Di Indonesia belum ada angka

yang pasti tetapi di Bandung prevalensi rinitis alergi pada usia 10 tahun ditemukan cukup

tinggi (58)2

Etiologi

Rinitis alergi melibatkan interaksi antara lingkungan dengan predisposisi genetik

dalam perkembangan penyakitnya Faktor genetik dan herediter sangat berperan pada

ekspresi rinitis alergi5 Penyebab rinitis alergi tersering adalah alergen inhalan pada dewasa

dan ingestan pada anak-anak Pada anak-anak sering disertai gejala alergi lain seperti

urtikaria dan gangguan pencernaan Penyebab rinitis alergi dapat berbeda tergantung dari

klasifikasi Beberapa pasien sensitif terhadap beberapa alergen Alergen yang menyebabkan

rinitis alergi musiman biasanya berupa serbuk sari atau jamur Rinitis alergi perenial

(sepanjang tahun) diantaranya debu tungau terdapat dua spesies utama tungau yaitu

Dermatophagoides farinae dan Dermatophagoides pteronyssinus jamur binatang peliharaan

seperti kecoa dan binatang pengerat Faktor resiko untuk terpaparnya debu tungau biasanya

karpet serta sprai tempat tidur suhu yang tinggi dan faktor kelembaban udara Kelembaban

yang tinggi merupakan faktor resiko untuk untuk tumbuhnya jamur Berbagai pemicu yang

bisa berperan dan memperberat adalah beberapa faktor nonspesifik diantaranya asap rokok

polusi udara bau aroma yang kuat atau merangsang dan perubahan cuaca6

Rhinitis alergi dan atopi secara umum disebabkan oleh interaksi dari pasien yang

secara genetik memiliki potensi alergi dengan lingkungan Genetik secara jelas memiliki

peran penting Pada 20 ndash 30 semua populasi dan pada 10 ndash 15 anak semuanya atopi

Apabila kedua orang tua atopi maka risiko atopi menjadi 4 kali lebih besar atau mencapai

50 Peran lingkungan dalam dalam rinitis alergi yaitu alergen yang terdapat di seluruh

lingkungan terpapar dan merangsang respon imun yang secara genetik telah memiliki

kecenderungan alergi7

Berdasarkan cara masuknya alergen dibagi atas1

1 Alergen inhalan yang masuk bersama dengan udara pernapasan misalnya tungau debu

rumah kecoa serpihan epitel kulit binatang rerumputan serta jamur

2 Alergen ingestan yang masuk ke saluran cerna berupa makanan misalnya susu sapi

telur coklat ikan laut udang kepiting dan kacang-kacangan

3 Alergen injektan yang masuk melalui suntikan atau tusukan misalnya penisilin dan

sengatan lebah

4 Alergen kontaktan yang masuk melalui kontak kulit atau jaringan mukosa misalnya

bahan kosmetik perhiasan

Patogenesis

Rinitis alergi merupakan suatu penyakit inflamasi yang diawali dengan tahap sensitisasi

dan diikuti dengan tahap provokasireaksi alergi Reaksi alergi terdiri dari 2 fase yaitu

Immediate Phase Allergic Reaction atau reaksi alergi fase cepat (RAFC) yang berlangsung

sejak kontak dengan allergen sampai satu jam setelahnya dan Late Phase Allergic Reaction

atau reaksi alergi fase lambat (RAFL) yang berlangsung 2-4 jam dengan puncak 6-8 jam (fase

hiper-reaktifitas) setelah pemaparan dan dapat berlangsung sampai 24-48 jam1

Pada kontak pertama dengan allergen atau tahap sensitisasi makrofag atau monosit

yang berperan sebagai sel penyaji (Antigen Presenting CellAPC) akan menangkap allergen

yang menempel di permukaan mukosa hidung Setelah diproses antigen akan membentuk

fragmen pendek peptide dan bergabung dengan molekul HLA kelas II membentuk komplek

peptide MHC kelas II (Major Histocompatibility Complex) yang kemudian dipresentasikan

pada sel T Helper (Th0) Kemudian sel penyaji akan melepas sitokin seperti interleukin 1

(IL1) yang akan mengaktifkan Th0 untuk berproliferasi menjadi Th1 dan Th2 Th2 akan

menghasilakan berbagai sitokin seperti IL3 IL4 IL5 dan IL13 IL4 dan IL13 dapat diikat

oleh reseptornya di permukaan sel limfosit B sehingga sel limfosit B menjadi aktif dan akan

memproduksi IgE IgE di sirkulasi darah akan masuk ke jaringan dan diikat oleh reseptor IgE

di permukaan sel mastosit atau basofil (sel mediator) sehingga kedua sel ini menjadi aktif

Proses ini disebut sensitisasi yang menghasilkan sel mediator yang tersensitisasi Bila mukosa

yang sudah tersensitisasi terpapar dengan allergen yang sama maka kedua rantai IgE akan

mengikat allergen spesifik dan terjadi degranulasi (pecahnya dinding sel) mastosit dan basofil

dengan akibat terlepasnya mediator kimia yang sudah terbentuk (Preformed Mediators)

terutama histamine Selain itu juga dikeluarkan Newly Formed Mediators antara lain

prostaglandin D2 (PGD2) Leukotrein D4 (LTD4) Leukotrein C4 (LTC4) bradikinin

Platelet Activating Factor (PAF) dan berbagai sitokin Inilah yang disebut sebagai reaksi

alergi fase cepat (RAFC)1

Histamine akan merangsang reseptor H1 pada ujung saraf vidianus sehingga

menimbulkan rasa gatal pada hidung dan bersin-bersin Histamine juga akan menyebabkan

sel mukosa dan sel goblet megalami hipersekresi dan permeabilitas kapiler meningkat

sehingga terjadi rinorea Gejala lain dalah hidung tersumbat akibat vasodilatasi sinusoid

Selain histamine merangsang ujung saraf vidianus juga menyebabkan rangsangan pada

mukosa hidung sehingga terjadi pengeluaran Inter Cellular Adhesion Molecule 1 (ICAM1)1

Pada RAFC sel mastosit juga akan melepaskan molekul kemotaktik yang

menyebabkan akumulasi sel eusinofil dan noutrofil di jaringan target Timbulnya gejala

hiperaktif atau hiper responsive hidung adalah akibat peranan eosinofil dengan mediator

inflamasi dari granulnya seperti ECP EDP MBP EPO Pada fase ini selain factor spesifik

(allergen) iritasi oleh faktor non spesifik dapat memperberat gejala seperti asap rokok bau

yang merangsang perubahan cuaca dan kelembaban udara yang tinggi1

Gambaran Histologik

Secara mikroskopik tampak adanya dilatasi pembuluh darah dengan pembesaran sel

goblet dan sel pembentuk mucus Terdapat juga pembesaran ruang inter seluler dan

penebalan membrane basal serta ditemukan infiltrasi sel-sel eosinofil pada jaringan mukosa

dan submukosa hidung1

Gambaran yang ditemukan terdapat pada saat serangan Diluar keadaan serangan

mukosa kembali normal Akan tetapi serangan dapat terjadi terus-menerus (persisten)

sepanjang tahun sehingga lama kelamaan terjadi perubahan yang ireversibel yaitu terjadi

proliferasi jaringan ikat dan hiperplasia mukosa sehingga tampak mukosa hidung menebal1

Klasifikasi

Berdasarkan sifat berlangsungnya rinitis alergi dibagi menjadi 1

1 Rinitis alergi musiman (seasonal hay fever polinosis) Rinitis hanya ada di negara

yang mempunyai 4 musim Allergen penyebabnya spesifik yaitu tepungsari (pollen)

rerumputan dan spora jamur

2 Rinitis alergi sepanjang tahun (perennial) Gejala penyakit ini timbul intermiten atau

terus menerus tanpa variasi musim Penyebab yang paling sering ialah alergen

inhalan dan alergen ingestan

Klasifikasi rinitis alergi berdasarkan rekomendasi dari WHO Initiative ARIA (Allergic

Rhinitis and its Impact on Asthma) tahun 2000 yaitu berdasarkan sifat berlangsungnya

dibagi menjadi 1

1 Intermiten (kadang-kadang)

Bila gejala kurang dari 4 hariminggu atau kurang dari 4 minggu

2 Persistenmenetap

Bila gejala lebih dari 4 hariminggu dan atau lebih dari 4 minggu

Sedangkan untuk tingkat berat ringannya penyakit rinitis alergi dibagi menjadi 1

1 Ringan

Bila tidak ditemukan gangguan tidur gangguan aktivitas harianbersantai

berolahraga belajar bekerja dan hal-hal lain yang mengganggu

2 Sedang-berat

Bila terdapat satu atau lebih dari gangguan tersebut diatas

Gejala Klinis

Gejala klinis pada rinitis alergi adalah bersin berulang pada pagi hari keluar ingus

(rinore) yang encer dan banyak hidung tersumbat hidung dan mata gatal yang kadang-

kadang disertai dengan banyak keluar air mata (lakrimasi)89

Awitan gejala timbul cepat setelah paparan allergen dapat berupa bersin mata atau

palatum yang gatal berair rinore hidung gatal hidung tersumbat8 Pada mata dapat

menunjukkan gejala berupa mata merah gatal conjungtivitis mata terasa terbakar dan

lakrimasi38 Pada telinga bisa dijumpai gangguan fungsi tuba efusi telinga bagian tengah8

Diagnosis

Anamnesis

Gejala klinis pada rinitis alergi adalah bersin berulang pada pagi hari keluar ingus

(rinore) yang encer dan banyak hidung tersumbat hidung dan mata gatal yang kadang-

kadang disertai dengan banyak keluar air mata (lakrimasi)10

Awitan gejala timbul cepat setelah paparan allergen dapat berupa bersin mata atau

palatum yang gatal berair rinore hidung gatal hidung tersumbat810 Pada mata dapat

menunjukkan gejala berupa mata merah gatal conjungtivitis mata terasa terbakar dan

lakrimasi38 Pada telinga bisa dijumpai gangguan fungsi tuba efusi telinga bagian tengah68

Pada anamnesis didapati keluhan serangan bersin yang berulang Bersin ini merupakan

gejala pada RAFC dan kadang-kadang RAFL sebagai akibat dilepaskannya histamin Gejala

lain adalah keluar ingus (rinore) yang encer dan banyak hidung tersumbat hidung dan mata

gatal yang kadang-kadang disertai dengan banyak keluar air mata (lakrimasi)1

Riwayat penyakit alergi dalam keluarga perlu ditanyakan Pasien juga perlu ditanya

gangguan alergi selain yang menyerang hidung seperti asma eczema urtikaria atau

sensitivitas obat Keadaan lingkungan kerja dan tempat tinggal juga perlu ditanya untuk

mengaitkan awitan gejala 34

Pemeriksaan Fisik

Pada muka biasanya didapatkan garis Dennie-Morgan dan allergic shinner yaitu

bayangan gelap di daerah bawah mata karena stasis vena sekunder akibat obstruksi hidung

Selain itu dapat ditemukan juga allergic crease yaitu berupa garis melintang pada dorsum

nasi bagian sepertiga bawah Garis ini timbul akibat hidung yang sering digosok-gosok oleh

punggung tangan (allergic salute) Pada pemeriksaan rinoskopi anterior ditemukan mukosa

hidung basah berwarna pucat atau livid dengan konka edema dan sekret yang encer dan

banyak Perlu juga dilihat adanya kelainan septum atau polip hidung yang dapat memperberat

gejala hidung tersumbat Selain itu dapat pula ditemukan konjungtivis bilateral atau penyakit

yang berhubungan lainnya seperti sinusitis dan otitis media Mulut sering terbuka dengan

lengkung langit-langit yang tinggi sehingga akan menyebabkan gangguan pertumbuhan gigi-

geligi (facies adenoid) Dinding posterior faring tampak granuler dan edema (cobblestone

appearance) serta dinding lateral faring menebal Lidah tampak seperti gambaran peta

(geographic tongue)1

Pemeriksaan Penunjang

Invitro

Hitung eosinofil dalam darah tepi dapat normal atau meningkat Demikian pula pemeriksaan

IgE total seringkali menunjukkan nilai normal kecuali bila tanda alergi pada pasien lebih dari

satu macam penyakit misalnya selain rinitis alergi juga menderita asma bronkial atau

urtikaria Lebih bermakna adalah dengan RAST (Radio Immuno Sorbent Test) atau ELISA

(Enzyme Linked Immuno Sorbent Assay Test) Pemeriksaan sitologi hidung walaupun tidak

dapat memastikan diagnosis tetap berguna sebagai pemeriksaan pelengkap Ditemukannya

eosinofil dalam jumlah banyak menunjukkan kemungkinan alergi inhalan Jika basofil (5

sellap) mungkin disebabkan alergi makanan sedangkan jika ditemukan sel PMN

menunjukkan adanya infeksi bakteri1

Invivo

Allergen penyebab dapat dicari dengan cara pemeriksaan tes cukit kulit uji intrakutan atau

intradermal yang tunggal atau berseri (Skin End-Point Titration SET) SET dilakukan untuk

allergen inhalan dengan menyuntikkan allergen dalam berbagai konsentrasi yang bertingkat

kepekatannya Untuk allergen makanan uji kulit Intracutaneus Provocative Dilutional Food

Test (IPDFT) namun sebagai baku emas dapat dilakukan dengan diet eliminasi dan

provokasi (Challenge Test) Keuntungan SET selain alergen penyebab juga derajat alergi

serta dosis inisial untuk desensitisasi dapat diketahui Untuk alergi makanan uji kulit seperti

tersebut diatas kurang dapat diandalkan Diagnosis biasanya ditegakkan dengan diet eliminasi

dan provokasi (ldquoChallenge Testrdquo) Alergen ingestan secara tuntas lenyap dari tubuh dalam

waktu lima hari Karena itu pada Challenge Test makanan yang dicurigai diberikan pada

pasien setelah berpantang selama 5 hari selanjutnya diamati reaksinya Pada diet eliminasi

jenis makanan setiap kali dihilangkan dari menu makanan sampai suatu ketika gejala

menghilang dengan meniadakan suatu jenis makanan1

Diagnosis Banding

Diagnosa Banding dari rinitis alergi adalah11

1 Rhinitis Non-alergik

Rhinitis non-alergik adalah suatu keadaan inflamasi hidung yang disebabkan

oleh selain alergi Keadaan ini tidak dapat diidentifikasi dengan pemeriksaan

alergi yang sesuai (anamnesis tes cukit kulit kadar antibodi IgE spesifik

serum)

Kelainan ini dapat bermacam-macam bergantung dari penyebabnya antara

lain

- rhinitis vasomotor

- rhinitis gustator

- rhinitis medikamentosa

- rhinitis hormonal

2 Immotile cilia syndrome (ciliary dyskinesis)

Diskinesia Silia Primer (PCD juga disebut sindrom immotile-silia) ditandai

oleh penurunan nilai bawaan dari clearance mukosiliar (PKS) Manifestasi

klinis termasuk batuk kronis rinitis kronis dan sinusitis kronis Otitis dan

otosalpingitis yang umum di masa kanak-kanak seperti juga poliposis hidung

dan agenesis sinus frontalis

Penatalaksanaan

1 Terapi yang paling ideal adalah dengan menghindari kontak dengan allergen

penyebabnya (avoidance) dan eliminasi 1

2 Medikamentosa

a Antihistamin

Antihistamin yang dipakai adalah antagonis histamine H-1 yang bekerja

secara inhibitor kompetitif pada reseptor H-1 sel target dan merupakan

preparat farmakologik yang paling sering dipakai sebagai lini pertama

pengobatan rhinitis alergi Pemberian dapat dalam kombinasi atau tanpa

kombinasi dengan dekongestan secara peroral 1

Antihistamin dibagi dalam 2 golongan yaitu golongan antihistamin generasi 1

(klasik) dan generasi 2 (non-sedatif) Antihistamin generasi 1 bersifat lipofilik

sehingga dapat menembus sawar darah otak (mempunyai efek pada SSP) dan

plasenta serta mempunyai efek kolinergik Yang termasuk kelompok ini

antara lain adalah difenhidramin klorfeniramin prometasin siproheptadin

sedangkan yang dapat diberikan secara topical adalah azelastin Antihistamin

generasi 2 bersifat lipofobik sehingga sulit menembus sawar darah otak

Bersifat selektif mengikat resptor H-1 perifer dan tidak mempunyai efek

antikolinergik antiadrenergik dan pada efek pada SSP minimal (non-sedatif) 1

Antihistamin diabsorpsi secara oral dengan cepat dan mudah serta efektif

untuk mengatasi gejala obstruksi hidung pada fase lambat Antihistamin non

sedative dapat dibagi menjadi dua golongan menurut keamananya Kelompok

pertama adalah astemisol dan terfenadin yang mempunyai efek kardiotoksik

Toksisitas terhadap jantung tersebut disebabkan repolarisasi jantung yang

tertunda dan dapat menyebabkan aritmia ventrikel henti jantung dan bahkan

kematia medadak (sudah ditarik dari peredaran) Kelompok kedua adalah

loratadin setirisin fexofenadin desloratadin dan levosetirisin 1

Preparat simpatomimetik golongan agonis adrenergik alfa dipakai sebagai

dekongestan hidung oral dengan atau tanpa kombinasi dengan antihistamin

atau topikal Namun pemakaian secara topikal hanya boleh untuk beberapa

hari saja untuk menghindari terjadinya rinitis medikamentosa 1

Tabel 1 Antihistamin oral optimal untuk rhinitis alergi12

Tabel 2 Efek samping sedasi dari antihistamin12

b Dekongestan

Golongan obat ini tersedia dalam bentuk topikal maupun sistemik Onset obat

topikal jauh lebih cepat daripada preparat sistemik namun dapat

menyebabkan rhinitis medikamentosa bila digunakan dalam jangka waktu

lama12

Obat dekongestan sistemik yang sering digunakan adalah pseudoephedrine

HCl dan Phenylpropanolamin HCl Obat ini dapat menyebabkan

vasokonstriksi pembuluh darah Dosis obat ini 15 mg untuk anak 2-5 tahun 30

mg untuk anak 6-12 tahun dan 60 mg untuk dewasa diberikan setiap 6 jam

Efek samping dari obat-obatan ini yang paling sering adalah insomnia dan

iritabilitas 12

c Antikolinergik

Preparat antikolinergik topikal adalah ipratropium bromide bermanfaat untuk

mengatasi rinore karena aktifitas inhibisi reseptor kolinergik pada permukaan

sel efektor 1

d Kortikosteroid

Preparat kortikosteroid dipilih bila gejala terutama sumbatan hidung akibat

respon fase lambat tidak berhasil diatasi dengan obat lain Yang sering dipakai

adalah kortikosteroid topikal (beklometason budesonid flunisolid flutikason

mometason furoat dan triamsinolon) Kortikosteroid topikal bekerja untuk

mengurangi jumlah sel mastosit pada mukosa hidung mencegah pengeluaran

protei n sitotoksik dari eosinofil mengurangi aktifitas limfosit mencegah

bocornya plasma Hal ini menyebabkan epitel hidung tidak hiperresponsif

terhadap rangsangan allergen (bekerja pada respon cepat dan lambat) Preparat

sodium kromoglikat topikal bekerja menstabilkan mastosit (mungkin

menghambat ion kalsium) sehingga pelepasan mediator dihambat Pada

respons fase lambat obat ini juga menghambat proses inflamasi dengan

menghambat aktifasi sel netrofil eosinofil dan monosit Hasil terbaik dapat

dicapai bila diberikan sebagai profilaksis 1

e Lainnya

Pengobatan baru lainnya untuk riniris alergi adalah anti leukotrien

(zafirlukastmontelukast) anti IgE DNA rekombinan 1

Menurut penelitian yang dilakukan pada tahun 2006 membuktikan bahwa

pseudoephedrine dan montelukast memiliki efek yang serupa dalam mengatasi

gejala dan memperbaiki kualitas hidup pasien11

3 Operatif

Tindakan konkotomi parsial (pemotongan sebagian konka inferior) konkoplasti atau

multiple outfractured inferior turbinoplasty perlu dipikirkan bila konka inferior

hipertrofi berat dan tidak berhasil dikecilkan dengan cara kaeuterisasi memakai

AgNO3 25 atau triklor asetat1

4 Imunoterapi

Cara pengobatan ini dilakukan pada alergi inhalan dengan gejala yang berat dan

sudah berlangsung lama serta dengan pengobatan cara lain tidak memberikan hasil

yang memuaskan Tujuan dari imunoterapi adalah pembentukkan IgG blocking

antibody dan penurunan IgE Ada 2 metode imunoterapi yang umum dilakukan yaitu

intradermal dan sublingual1

Komplikasi

Komplikasi rinitis alergi yang sering ialah

1 Polip Hidung

Polip hidung yang memiliki tanda patognomonis inspisited mucous glands

akumulasi sel-sel inflamasi yang luar biasa banyaknya (lebih eosinofil dan

limfosit T CD4+) hiperplasia epitel hiperplasia goblet dan metaplasia

skuamosa

2 Otitis media yang sering residif terutama pada anak-anak

3 Sinusitis paranasal merupakan inflamasi mukosa satu atau lebih sinus para nasal

Terjadi akibat edema ostia sinus oleh proses alergis dalam mukosa yang

menyebabkan sumbatan ostia sehingga terjadi penurunan oksigenasi dan tekanan

udara rongga sinus Hal tersebut akan menyuburkan pertumbuhan bakteri terutama

bakteri anaerob dan akan menyebabkan rusaknya fungsi barier epitel antara lain

akibat dekstruksi mukosa oleh mediator protein basa yang dilepas sel eosinofil

(MBP) dengan akibat sinusitis akan semakin parah13

Prognosis

Kebanyakan gejala rintis alergi dapat diobati Pada kasus yang lebih parah dapat memerlukan

imunoterapi Namun sebagai aturan umum jika suatu zat menjadi penyebab alergi bagi

seorang individu maka zat tersebut dapat terus mempengaruhi orang itu dalam jangka

panjang10

BAB V

KESIMPULAN

Rintis alergi adalah kelainan pada hidung dengan gejala bersin-bersin rinore rasa

gatal dan tersumbat setelah mukosa hidung terpapar alergen yang diperantarai oleh IgE

Alergen dapat berupa alergen inhalan misalnya tungau debu rumah kecoa serpihan epitel

kulit binatang rerumputan serta jamur alergen ingestan yang masuk ke saluran cerna

berupa makanan misalnya susu sapi telur coklat ikan laut udang kepiting dan kacang-

kacangan alergen injektan yang masuk melalui suntikan atau tusukan misalnya penisilin

dan sengatan lebah dan alergen kontaktan yang masuk melalui kontak kulit atau jaringan

mukosa misalnya bahan kosmetik perhiasan

Diagnosis rinitis alergi ditegakkan berdasarkan anamnesis pemeriksaan fisik dan

pemeriksaan penunjang Dari anamnesis dijumpai keluhan dan gejala berupa bersin keluar

ingus (rinore) yang encer dan banyak hidung tersumbat hidung dan mata gatal yang

kadang-kadang disertai dengan banyak keluar air mata (lakrimasi) pada anamnesis perlu

ditanyakan riwayat keluarga riwayat tempat tinggal dan lingkungan pekerjaan Pada

pemeriksaan fisik pada rinoskopi anterior dijumpai mukosa edema basah berwarna pucat

atau livid disertai adanya secret encer yang banyak

Penatalaksanaan dari rinitis alergi adalah menghindari kontak dengan allergen

medikamentosa operatif imunoterapi dan edukasi kepada pasien Komplikasi yang sering

terjadi pada rinitis alergi adalah polip hidung otitis media gangguan fungsi tuba dan sinusitis

paranasal

DAFTAR PUSTAKA

1 Irawati N Kasakeyan E Rusmono N Rinitis alergi Dalam Buku Ajar Ilmu

Kesehatan Telinga Hidung Kepala Leher Jakarta Balai Penerbit FKUI 2010 H118

ndash 22 128 ndash 33

2 Sudiro M Madiadipoera T Purwanto B Eosinofil kerokan mukosa hidung sebagai

diagnostik rinitis alergi MKB 2010 42 (1) 6-11

3 Sheikh J Allergic Rhinitis treatment and management Update on 2015 February

Available from http emedicine medscape comarticle 134825 Accessed on 3 April

2015

4 Meltzer EO Evaluation of the oral antihistamine for patients with allergic rhinitis

Updated on 2005 Available from httphighwirestanfordedu Accessed on 2015

April 3

5 Adams George L Boies buku ajar penyakit THT (Boeis fundamentals of

otolaryngology) Ed 6 Jakarta EGC 1997

6 Department of Pediatrics and Otolaryngology University of Pittsburgh School of

Medicine and Childrens Hospital of Pittsburgh Allergic rhinitis definition

epidemiology pathophysiology detection and diagnosis J Allergy Clin Immunol

2001 108 (1 Suppl) 2-8

7 Li J Zhang Y Zhang L Discovering suspectibility genes for allergic rhinitis and

allergic using genome-wide association study strategy Curr Opin Allergy Clin

Immunol 2015 15(1) 33-40

8 Rondon C Fernandez J Canto G Blanca M Local allergic rhinitis concept clinical

manifestations and diagnostic approach Updated on 2010 Available from

httpwwwncbinlmnihgovpubmed20945601 Accessed on 2015 April 3

9 Mabry R Marple B Allergic rhinitis In Cummingrsquos Otolaryngologi Head Neck

Surgery 4th Ed USA Elsevier 2005 982-988

10 Tran NP Vickery J Blaiss MS Management of Rhinitis Allergic and Non Allergic

2011 May 20 Available from

httpwwwncbinlmnihgovpmcarticlesPMC3121056 Accesed on 2015 April 3

11 Bachert C Allergic rhinitis pathophysiology diagnosis differential diagnosis and the

therapy Updated on 2011 September 9 Available from

httpwwwncbinlmnihgovpubmed9441024 Accessed on 2013 April 3

12 Oates JA Wood AJJ The New England Journal of Medicine Drug therapy 1991

Available from httphighwirestanfordedu Accessed on 2013 April 3

13 Settipane RA Complications of allergic Updated on 2014 July 20 Available from

httpwwwncbinlmnihgovpubmed10476318 Accessed on 2015 April 3

Page 9: Rhinitis Alergi

BAB III

FISIOLOGI HIDUNG

Berdasarkan teori structural teori evolusioner dan teori fungsional fungsi fisiologis

hidung dan sinus paranasal adalah 1

1 Fungsi respirasi

Untuk mengatur kondisi udara humidikasi penyeimbang dalam pertukaran tekanan

dan mekanisme imunologik local

2 Fungsi penghidu

Terdapatnya mukosa olfaktorius dan reservoir udara untuk menampung stimulus

penghidu

3 Fungsi fonetik

Yang berguna untuk resonanasi suara membantu proses bicara dan mencegah

hantaran suara sendiri melalui konduksi tulang

4 Fungsi static dan mekanik

Untuk meringankan beban kepala

5 Reflex nasal

Fungsi Respirasi

Udara inpirasi masuk ke hidung menuju system respirasi melalui nares anterior lalu

naik ke atas setinggi konka media dan kemudian turun ke bawah ke arah nasofaring sehingga

aliran udara ini berbentuk lengkungan atau arkus 1

Udara yang dihirup akan mengalami humidikasi oleh palut lender Pada musim panas

udara hampir jenuh oleh uap air sehingga terjadi sedikit penguapan udara inspirasi oleh palut

lender sedangkan pada musim dingin akan terjadi sebaliknya 1

Suhu udara yang melalui hidung diatur sehingga berkisar 37ordm Celcius Fungsi

pengatur suhu ini dimungkinkan oleh banyaknya pembuluh darah di bawah epitel dan adanya

permukaan konka dan septum yang luas1

Partikel debu virus bakteri jamur yang terhirup bersama udara akan disaring

dihidung oleh 1

- Rambut (vibrissae) pada vestibulum nasi

- Silia

- Palut lender

Debu dan bakteri akan melekat pada palu lender dan partikel-partikel yang besar akan

dikeluarkan dengan reflex bersin

Fungsi Penghidu

Hidung juga bekerja sebagai indra penghidu dan pengecap dengan adanya mukosa

olfaktorius pada atap rongga hidung konka superior dan sepertiga bagian atas septum

Partikel bau dapat dapat mencapai daerah ini dengan cara difusi dengan palut lendir atau bila

menarik napas dengan kuat 1

Fungsi hidung untuk membantu indra pengecap adalah untuk membedakan rasa

manis yang berasal dari berbagai macam bahan seperti perbedaan rasa manis strawberi

jeruk pisang atau coklat Juga untuk mebedakan rasa ayam yang berasal dari cuka dan asam

jawa 1

Fungsi Fonetik

Resonansi oleh hidung penting untuk kualitas suara ketika berbicara dan menyanyi

Sumbatan hidung akan menyebabkan resonansi berkurang atau hilang sehingga terdengar

suara sengau (rinolalia) 1

Resonansi oleh hidung penting untuk kualitas suara ketika berbicara dan menyanyi

Sumbatan hidung akan menyebabkan resonansi berkurang atau hilang sehingga terdengar

suara sengau (rinolalia) Hidung membantu proses pembentukan konsonan nasal (mnng)

rongga mulut tertutup dan hidung terbuka dan palatum mole turun untuk aliran udara 1

Refleks Nasal

Mukosa hidung merupakan reseptor refleks yang berhubungan dengan saluran cerna

kardiovaskuler dan pernafasan Iritasi mukosa hidung menyebabkan refleks bersin dan nafas

berhenti Rangsangan bau tertentu akan menyebabkan sekresi kelenjar liur lambung dan

pankreas1

BAB IV

RHINITIS ALERGI

Definisi

Rhinitis alergi adalah rinitis dengan gejala bersin paroksismal pilek encer dan

obstruksi nasi Timbul pada orang yang berbakat atopi jika terpapar ulang dengan alergen

spesifik yang pada orang normal tidak menimbulkan reaksi Pasien dengan rhinitis alergi juga

dapat mengalami penurunan kualitas hidup Hal ini diakibatkan karena gangguan tidur yang

ditimbulkan gangguan dalam belajar maupun bekerja Rhinitis alergi juga sering

berhubungan dengan komorbiditas lain seperti asthma konjungtivitis dan rhinosinusitis4

Epidemiologi

Prevalensi rinitis di dunia saat ini mencapai 10-25 atau lebih dari 600 juta penderita

dari seluruh etnis dan usia2 Di Amerika Serikat lebih dari 40 juta warganya menderita rinitis

alergi Rinitis alergi pada anak lebih sering terjadi pada anak laki-laki dibandingkan anak

perempuan sedangkan pada dewasa prevalensi rinitis alergi laki-laki sama dengan

perempuan Sekitar 80 kasus rinitis alergi berkembang mulai usia 20 tahun Insidensi rinitis

alergi pada anak-anak 40 dan menurun sejalan dengan usia3 Di Indonesia belum ada angka

yang pasti tetapi di Bandung prevalensi rinitis alergi pada usia 10 tahun ditemukan cukup

tinggi (58)2

Etiologi

Rinitis alergi melibatkan interaksi antara lingkungan dengan predisposisi genetik

dalam perkembangan penyakitnya Faktor genetik dan herediter sangat berperan pada

ekspresi rinitis alergi5 Penyebab rinitis alergi tersering adalah alergen inhalan pada dewasa

dan ingestan pada anak-anak Pada anak-anak sering disertai gejala alergi lain seperti

urtikaria dan gangguan pencernaan Penyebab rinitis alergi dapat berbeda tergantung dari

klasifikasi Beberapa pasien sensitif terhadap beberapa alergen Alergen yang menyebabkan

rinitis alergi musiman biasanya berupa serbuk sari atau jamur Rinitis alergi perenial

(sepanjang tahun) diantaranya debu tungau terdapat dua spesies utama tungau yaitu

Dermatophagoides farinae dan Dermatophagoides pteronyssinus jamur binatang peliharaan

seperti kecoa dan binatang pengerat Faktor resiko untuk terpaparnya debu tungau biasanya

karpet serta sprai tempat tidur suhu yang tinggi dan faktor kelembaban udara Kelembaban

yang tinggi merupakan faktor resiko untuk untuk tumbuhnya jamur Berbagai pemicu yang

bisa berperan dan memperberat adalah beberapa faktor nonspesifik diantaranya asap rokok

polusi udara bau aroma yang kuat atau merangsang dan perubahan cuaca6

Rhinitis alergi dan atopi secara umum disebabkan oleh interaksi dari pasien yang

secara genetik memiliki potensi alergi dengan lingkungan Genetik secara jelas memiliki

peran penting Pada 20 ndash 30 semua populasi dan pada 10 ndash 15 anak semuanya atopi

Apabila kedua orang tua atopi maka risiko atopi menjadi 4 kali lebih besar atau mencapai

50 Peran lingkungan dalam dalam rinitis alergi yaitu alergen yang terdapat di seluruh

lingkungan terpapar dan merangsang respon imun yang secara genetik telah memiliki

kecenderungan alergi7

Berdasarkan cara masuknya alergen dibagi atas1

1 Alergen inhalan yang masuk bersama dengan udara pernapasan misalnya tungau debu

rumah kecoa serpihan epitel kulit binatang rerumputan serta jamur

2 Alergen ingestan yang masuk ke saluran cerna berupa makanan misalnya susu sapi

telur coklat ikan laut udang kepiting dan kacang-kacangan

3 Alergen injektan yang masuk melalui suntikan atau tusukan misalnya penisilin dan

sengatan lebah

4 Alergen kontaktan yang masuk melalui kontak kulit atau jaringan mukosa misalnya

bahan kosmetik perhiasan

Patogenesis

Rinitis alergi merupakan suatu penyakit inflamasi yang diawali dengan tahap sensitisasi

dan diikuti dengan tahap provokasireaksi alergi Reaksi alergi terdiri dari 2 fase yaitu

Immediate Phase Allergic Reaction atau reaksi alergi fase cepat (RAFC) yang berlangsung

sejak kontak dengan allergen sampai satu jam setelahnya dan Late Phase Allergic Reaction

atau reaksi alergi fase lambat (RAFL) yang berlangsung 2-4 jam dengan puncak 6-8 jam (fase

hiper-reaktifitas) setelah pemaparan dan dapat berlangsung sampai 24-48 jam1

Pada kontak pertama dengan allergen atau tahap sensitisasi makrofag atau monosit

yang berperan sebagai sel penyaji (Antigen Presenting CellAPC) akan menangkap allergen

yang menempel di permukaan mukosa hidung Setelah diproses antigen akan membentuk

fragmen pendek peptide dan bergabung dengan molekul HLA kelas II membentuk komplek

peptide MHC kelas II (Major Histocompatibility Complex) yang kemudian dipresentasikan

pada sel T Helper (Th0) Kemudian sel penyaji akan melepas sitokin seperti interleukin 1

(IL1) yang akan mengaktifkan Th0 untuk berproliferasi menjadi Th1 dan Th2 Th2 akan

menghasilakan berbagai sitokin seperti IL3 IL4 IL5 dan IL13 IL4 dan IL13 dapat diikat

oleh reseptornya di permukaan sel limfosit B sehingga sel limfosit B menjadi aktif dan akan

memproduksi IgE IgE di sirkulasi darah akan masuk ke jaringan dan diikat oleh reseptor IgE

di permukaan sel mastosit atau basofil (sel mediator) sehingga kedua sel ini menjadi aktif

Proses ini disebut sensitisasi yang menghasilkan sel mediator yang tersensitisasi Bila mukosa

yang sudah tersensitisasi terpapar dengan allergen yang sama maka kedua rantai IgE akan

mengikat allergen spesifik dan terjadi degranulasi (pecahnya dinding sel) mastosit dan basofil

dengan akibat terlepasnya mediator kimia yang sudah terbentuk (Preformed Mediators)

terutama histamine Selain itu juga dikeluarkan Newly Formed Mediators antara lain

prostaglandin D2 (PGD2) Leukotrein D4 (LTD4) Leukotrein C4 (LTC4) bradikinin

Platelet Activating Factor (PAF) dan berbagai sitokin Inilah yang disebut sebagai reaksi

alergi fase cepat (RAFC)1

Histamine akan merangsang reseptor H1 pada ujung saraf vidianus sehingga

menimbulkan rasa gatal pada hidung dan bersin-bersin Histamine juga akan menyebabkan

sel mukosa dan sel goblet megalami hipersekresi dan permeabilitas kapiler meningkat

sehingga terjadi rinorea Gejala lain dalah hidung tersumbat akibat vasodilatasi sinusoid

Selain histamine merangsang ujung saraf vidianus juga menyebabkan rangsangan pada

mukosa hidung sehingga terjadi pengeluaran Inter Cellular Adhesion Molecule 1 (ICAM1)1

Pada RAFC sel mastosit juga akan melepaskan molekul kemotaktik yang

menyebabkan akumulasi sel eusinofil dan noutrofil di jaringan target Timbulnya gejala

hiperaktif atau hiper responsive hidung adalah akibat peranan eosinofil dengan mediator

inflamasi dari granulnya seperti ECP EDP MBP EPO Pada fase ini selain factor spesifik

(allergen) iritasi oleh faktor non spesifik dapat memperberat gejala seperti asap rokok bau

yang merangsang perubahan cuaca dan kelembaban udara yang tinggi1

Gambaran Histologik

Secara mikroskopik tampak adanya dilatasi pembuluh darah dengan pembesaran sel

goblet dan sel pembentuk mucus Terdapat juga pembesaran ruang inter seluler dan

penebalan membrane basal serta ditemukan infiltrasi sel-sel eosinofil pada jaringan mukosa

dan submukosa hidung1

Gambaran yang ditemukan terdapat pada saat serangan Diluar keadaan serangan

mukosa kembali normal Akan tetapi serangan dapat terjadi terus-menerus (persisten)

sepanjang tahun sehingga lama kelamaan terjadi perubahan yang ireversibel yaitu terjadi

proliferasi jaringan ikat dan hiperplasia mukosa sehingga tampak mukosa hidung menebal1

Klasifikasi

Berdasarkan sifat berlangsungnya rinitis alergi dibagi menjadi 1

1 Rinitis alergi musiman (seasonal hay fever polinosis) Rinitis hanya ada di negara

yang mempunyai 4 musim Allergen penyebabnya spesifik yaitu tepungsari (pollen)

rerumputan dan spora jamur

2 Rinitis alergi sepanjang tahun (perennial) Gejala penyakit ini timbul intermiten atau

terus menerus tanpa variasi musim Penyebab yang paling sering ialah alergen

inhalan dan alergen ingestan

Klasifikasi rinitis alergi berdasarkan rekomendasi dari WHO Initiative ARIA (Allergic

Rhinitis and its Impact on Asthma) tahun 2000 yaitu berdasarkan sifat berlangsungnya

dibagi menjadi 1

1 Intermiten (kadang-kadang)

Bila gejala kurang dari 4 hariminggu atau kurang dari 4 minggu

2 Persistenmenetap

Bila gejala lebih dari 4 hariminggu dan atau lebih dari 4 minggu

Sedangkan untuk tingkat berat ringannya penyakit rinitis alergi dibagi menjadi 1

1 Ringan

Bila tidak ditemukan gangguan tidur gangguan aktivitas harianbersantai

berolahraga belajar bekerja dan hal-hal lain yang mengganggu

2 Sedang-berat

Bila terdapat satu atau lebih dari gangguan tersebut diatas

Gejala Klinis

Gejala klinis pada rinitis alergi adalah bersin berulang pada pagi hari keluar ingus

(rinore) yang encer dan banyak hidung tersumbat hidung dan mata gatal yang kadang-

kadang disertai dengan banyak keluar air mata (lakrimasi)89

Awitan gejala timbul cepat setelah paparan allergen dapat berupa bersin mata atau

palatum yang gatal berair rinore hidung gatal hidung tersumbat8 Pada mata dapat

menunjukkan gejala berupa mata merah gatal conjungtivitis mata terasa terbakar dan

lakrimasi38 Pada telinga bisa dijumpai gangguan fungsi tuba efusi telinga bagian tengah8

Diagnosis

Anamnesis

Gejala klinis pada rinitis alergi adalah bersin berulang pada pagi hari keluar ingus

(rinore) yang encer dan banyak hidung tersumbat hidung dan mata gatal yang kadang-

kadang disertai dengan banyak keluar air mata (lakrimasi)10

Awitan gejala timbul cepat setelah paparan allergen dapat berupa bersin mata atau

palatum yang gatal berair rinore hidung gatal hidung tersumbat810 Pada mata dapat

menunjukkan gejala berupa mata merah gatal conjungtivitis mata terasa terbakar dan

lakrimasi38 Pada telinga bisa dijumpai gangguan fungsi tuba efusi telinga bagian tengah68

Pada anamnesis didapati keluhan serangan bersin yang berulang Bersin ini merupakan

gejala pada RAFC dan kadang-kadang RAFL sebagai akibat dilepaskannya histamin Gejala

lain adalah keluar ingus (rinore) yang encer dan banyak hidung tersumbat hidung dan mata

gatal yang kadang-kadang disertai dengan banyak keluar air mata (lakrimasi)1

Riwayat penyakit alergi dalam keluarga perlu ditanyakan Pasien juga perlu ditanya

gangguan alergi selain yang menyerang hidung seperti asma eczema urtikaria atau

sensitivitas obat Keadaan lingkungan kerja dan tempat tinggal juga perlu ditanya untuk

mengaitkan awitan gejala 34

Pemeriksaan Fisik

Pada muka biasanya didapatkan garis Dennie-Morgan dan allergic shinner yaitu

bayangan gelap di daerah bawah mata karena stasis vena sekunder akibat obstruksi hidung

Selain itu dapat ditemukan juga allergic crease yaitu berupa garis melintang pada dorsum

nasi bagian sepertiga bawah Garis ini timbul akibat hidung yang sering digosok-gosok oleh

punggung tangan (allergic salute) Pada pemeriksaan rinoskopi anterior ditemukan mukosa

hidung basah berwarna pucat atau livid dengan konka edema dan sekret yang encer dan

banyak Perlu juga dilihat adanya kelainan septum atau polip hidung yang dapat memperberat

gejala hidung tersumbat Selain itu dapat pula ditemukan konjungtivis bilateral atau penyakit

yang berhubungan lainnya seperti sinusitis dan otitis media Mulut sering terbuka dengan

lengkung langit-langit yang tinggi sehingga akan menyebabkan gangguan pertumbuhan gigi-

geligi (facies adenoid) Dinding posterior faring tampak granuler dan edema (cobblestone

appearance) serta dinding lateral faring menebal Lidah tampak seperti gambaran peta

(geographic tongue)1

Pemeriksaan Penunjang

Invitro

Hitung eosinofil dalam darah tepi dapat normal atau meningkat Demikian pula pemeriksaan

IgE total seringkali menunjukkan nilai normal kecuali bila tanda alergi pada pasien lebih dari

satu macam penyakit misalnya selain rinitis alergi juga menderita asma bronkial atau

urtikaria Lebih bermakna adalah dengan RAST (Radio Immuno Sorbent Test) atau ELISA

(Enzyme Linked Immuno Sorbent Assay Test) Pemeriksaan sitologi hidung walaupun tidak

dapat memastikan diagnosis tetap berguna sebagai pemeriksaan pelengkap Ditemukannya

eosinofil dalam jumlah banyak menunjukkan kemungkinan alergi inhalan Jika basofil (5

sellap) mungkin disebabkan alergi makanan sedangkan jika ditemukan sel PMN

menunjukkan adanya infeksi bakteri1

Invivo

Allergen penyebab dapat dicari dengan cara pemeriksaan tes cukit kulit uji intrakutan atau

intradermal yang tunggal atau berseri (Skin End-Point Titration SET) SET dilakukan untuk

allergen inhalan dengan menyuntikkan allergen dalam berbagai konsentrasi yang bertingkat

kepekatannya Untuk allergen makanan uji kulit Intracutaneus Provocative Dilutional Food

Test (IPDFT) namun sebagai baku emas dapat dilakukan dengan diet eliminasi dan

provokasi (Challenge Test) Keuntungan SET selain alergen penyebab juga derajat alergi

serta dosis inisial untuk desensitisasi dapat diketahui Untuk alergi makanan uji kulit seperti

tersebut diatas kurang dapat diandalkan Diagnosis biasanya ditegakkan dengan diet eliminasi

dan provokasi (ldquoChallenge Testrdquo) Alergen ingestan secara tuntas lenyap dari tubuh dalam

waktu lima hari Karena itu pada Challenge Test makanan yang dicurigai diberikan pada

pasien setelah berpantang selama 5 hari selanjutnya diamati reaksinya Pada diet eliminasi

jenis makanan setiap kali dihilangkan dari menu makanan sampai suatu ketika gejala

menghilang dengan meniadakan suatu jenis makanan1

Diagnosis Banding

Diagnosa Banding dari rinitis alergi adalah11

1 Rhinitis Non-alergik

Rhinitis non-alergik adalah suatu keadaan inflamasi hidung yang disebabkan

oleh selain alergi Keadaan ini tidak dapat diidentifikasi dengan pemeriksaan

alergi yang sesuai (anamnesis tes cukit kulit kadar antibodi IgE spesifik

serum)

Kelainan ini dapat bermacam-macam bergantung dari penyebabnya antara

lain

- rhinitis vasomotor

- rhinitis gustator

- rhinitis medikamentosa

- rhinitis hormonal

2 Immotile cilia syndrome (ciliary dyskinesis)

Diskinesia Silia Primer (PCD juga disebut sindrom immotile-silia) ditandai

oleh penurunan nilai bawaan dari clearance mukosiliar (PKS) Manifestasi

klinis termasuk batuk kronis rinitis kronis dan sinusitis kronis Otitis dan

otosalpingitis yang umum di masa kanak-kanak seperti juga poliposis hidung

dan agenesis sinus frontalis

Penatalaksanaan

1 Terapi yang paling ideal adalah dengan menghindari kontak dengan allergen

penyebabnya (avoidance) dan eliminasi 1

2 Medikamentosa

a Antihistamin

Antihistamin yang dipakai adalah antagonis histamine H-1 yang bekerja

secara inhibitor kompetitif pada reseptor H-1 sel target dan merupakan

preparat farmakologik yang paling sering dipakai sebagai lini pertama

pengobatan rhinitis alergi Pemberian dapat dalam kombinasi atau tanpa

kombinasi dengan dekongestan secara peroral 1

Antihistamin dibagi dalam 2 golongan yaitu golongan antihistamin generasi 1

(klasik) dan generasi 2 (non-sedatif) Antihistamin generasi 1 bersifat lipofilik

sehingga dapat menembus sawar darah otak (mempunyai efek pada SSP) dan

plasenta serta mempunyai efek kolinergik Yang termasuk kelompok ini

antara lain adalah difenhidramin klorfeniramin prometasin siproheptadin

sedangkan yang dapat diberikan secara topical adalah azelastin Antihistamin

generasi 2 bersifat lipofobik sehingga sulit menembus sawar darah otak

Bersifat selektif mengikat resptor H-1 perifer dan tidak mempunyai efek

antikolinergik antiadrenergik dan pada efek pada SSP minimal (non-sedatif) 1

Antihistamin diabsorpsi secara oral dengan cepat dan mudah serta efektif

untuk mengatasi gejala obstruksi hidung pada fase lambat Antihistamin non

sedative dapat dibagi menjadi dua golongan menurut keamananya Kelompok

pertama adalah astemisol dan terfenadin yang mempunyai efek kardiotoksik

Toksisitas terhadap jantung tersebut disebabkan repolarisasi jantung yang

tertunda dan dapat menyebabkan aritmia ventrikel henti jantung dan bahkan

kematia medadak (sudah ditarik dari peredaran) Kelompok kedua adalah

loratadin setirisin fexofenadin desloratadin dan levosetirisin 1

Preparat simpatomimetik golongan agonis adrenergik alfa dipakai sebagai

dekongestan hidung oral dengan atau tanpa kombinasi dengan antihistamin

atau topikal Namun pemakaian secara topikal hanya boleh untuk beberapa

hari saja untuk menghindari terjadinya rinitis medikamentosa 1

Tabel 1 Antihistamin oral optimal untuk rhinitis alergi12

Tabel 2 Efek samping sedasi dari antihistamin12

b Dekongestan

Golongan obat ini tersedia dalam bentuk topikal maupun sistemik Onset obat

topikal jauh lebih cepat daripada preparat sistemik namun dapat

menyebabkan rhinitis medikamentosa bila digunakan dalam jangka waktu

lama12

Obat dekongestan sistemik yang sering digunakan adalah pseudoephedrine

HCl dan Phenylpropanolamin HCl Obat ini dapat menyebabkan

vasokonstriksi pembuluh darah Dosis obat ini 15 mg untuk anak 2-5 tahun 30

mg untuk anak 6-12 tahun dan 60 mg untuk dewasa diberikan setiap 6 jam

Efek samping dari obat-obatan ini yang paling sering adalah insomnia dan

iritabilitas 12

c Antikolinergik

Preparat antikolinergik topikal adalah ipratropium bromide bermanfaat untuk

mengatasi rinore karena aktifitas inhibisi reseptor kolinergik pada permukaan

sel efektor 1

d Kortikosteroid

Preparat kortikosteroid dipilih bila gejala terutama sumbatan hidung akibat

respon fase lambat tidak berhasil diatasi dengan obat lain Yang sering dipakai

adalah kortikosteroid topikal (beklometason budesonid flunisolid flutikason

mometason furoat dan triamsinolon) Kortikosteroid topikal bekerja untuk

mengurangi jumlah sel mastosit pada mukosa hidung mencegah pengeluaran

protei n sitotoksik dari eosinofil mengurangi aktifitas limfosit mencegah

bocornya plasma Hal ini menyebabkan epitel hidung tidak hiperresponsif

terhadap rangsangan allergen (bekerja pada respon cepat dan lambat) Preparat

sodium kromoglikat topikal bekerja menstabilkan mastosit (mungkin

menghambat ion kalsium) sehingga pelepasan mediator dihambat Pada

respons fase lambat obat ini juga menghambat proses inflamasi dengan

menghambat aktifasi sel netrofil eosinofil dan monosit Hasil terbaik dapat

dicapai bila diberikan sebagai profilaksis 1

e Lainnya

Pengobatan baru lainnya untuk riniris alergi adalah anti leukotrien

(zafirlukastmontelukast) anti IgE DNA rekombinan 1

Menurut penelitian yang dilakukan pada tahun 2006 membuktikan bahwa

pseudoephedrine dan montelukast memiliki efek yang serupa dalam mengatasi

gejala dan memperbaiki kualitas hidup pasien11

3 Operatif

Tindakan konkotomi parsial (pemotongan sebagian konka inferior) konkoplasti atau

multiple outfractured inferior turbinoplasty perlu dipikirkan bila konka inferior

hipertrofi berat dan tidak berhasil dikecilkan dengan cara kaeuterisasi memakai

AgNO3 25 atau triklor asetat1

4 Imunoterapi

Cara pengobatan ini dilakukan pada alergi inhalan dengan gejala yang berat dan

sudah berlangsung lama serta dengan pengobatan cara lain tidak memberikan hasil

yang memuaskan Tujuan dari imunoterapi adalah pembentukkan IgG blocking

antibody dan penurunan IgE Ada 2 metode imunoterapi yang umum dilakukan yaitu

intradermal dan sublingual1

Komplikasi

Komplikasi rinitis alergi yang sering ialah

1 Polip Hidung

Polip hidung yang memiliki tanda patognomonis inspisited mucous glands

akumulasi sel-sel inflamasi yang luar biasa banyaknya (lebih eosinofil dan

limfosit T CD4+) hiperplasia epitel hiperplasia goblet dan metaplasia

skuamosa

2 Otitis media yang sering residif terutama pada anak-anak

3 Sinusitis paranasal merupakan inflamasi mukosa satu atau lebih sinus para nasal

Terjadi akibat edema ostia sinus oleh proses alergis dalam mukosa yang

menyebabkan sumbatan ostia sehingga terjadi penurunan oksigenasi dan tekanan

udara rongga sinus Hal tersebut akan menyuburkan pertumbuhan bakteri terutama

bakteri anaerob dan akan menyebabkan rusaknya fungsi barier epitel antara lain

akibat dekstruksi mukosa oleh mediator protein basa yang dilepas sel eosinofil

(MBP) dengan akibat sinusitis akan semakin parah13

Prognosis

Kebanyakan gejala rintis alergi dapat diobati Pada kasus yang lebih parah dapat memerlukan

imunoterapi Namun sebagai aturan umum jika suatu zat menjadi penyebab alergi bagi

seorang individu maka zat tersebut dapat terus mempengaruhi orang itu dalam jangka

panjang10

BAB V

KESIMPULAN

Rintis alergi adalah kelainan pada hidung dengan gejala bersin-bersin rinore rasa

gatal dan tersumbat setelah mukosa hidung terpapar alergen yang diperantarai oleh IgE

Alergen dapat berupa alergen inhalan misalnya tungau debu rumah kecoa serpihan epitel

kulit binatang rerumputan serta jamur alergen ingestan yang masuk ke saluran cerna

berupa makanan misalnya susu sapi telur coklat ikan laut udang kepiting dan kacang-

kacangan alergen injektan yang masuk melalui suntikan atau tusukan misalnya penisilin

dan sengatan lebah dan alergen kontaktan yang masuk melalui kontak kulit atau jaringan

mukosa misalnya bahan kosmetik perhiasan

Diagnosis rinitis alergi ditegakkan berdasarkan anamnesis pemeriksaan fisik dan

pemeriksaan penunjang Dari anamnesis dijumpai keluhan dan gejala berupa bersin keluar

ingus (rinore) yang encer dan banyak hidung tersumbat hidung dan mata gatal yang

kadang-kadang disertai dengan banyak keluar air mata (lakrimasi) pada anamnesis perlu

ditanyakan riwayat keluarga riwayat tempat tinggal dan lingkungan pekerjaan Pada

pemeriksaan fisik pada rinoskopi anterior dijumpai mukosa edema basah berwarna pucat

atau livid disertai adanya secret encer yang banyak

Penatalaksanaan dari rinitis alergi adalah menghindari kontak dengan allergen

medikamentosa operatif imunoterapi dan edukasi kepada pasien Komplikasi yang sering

terjadi pada rinitis alergi adalah polip hidung otitis media gangguan fungsi tuba dan sinusitis

paranasal

DAFTAR PUSTAKA

1 Irawati N Kasakeyan E Rusmono N Rinitis alergi Dalam Buku Ajar Ilmu

Kesehatan Telinga Hidung Kepala Leher Jakarta Balai Penerbit FKUI 2010 H118

ndash 22 128 ndash 33

2 Sudiro M Madiadipoera T Purwanto B Eosinofil kerokan mukosa hidung sebagai

diagnostik rinitis alergi MKB 2010 42 (1) 6-11

3 Sheikh J Allergic Rhinitis treatment and management Update on 2015 February

Available from http emedicine medscape comarticle 134825 Accessed on 3 April

2015

4 Meltzer EO Evaluation of the oral antihistamine for patients with allergic rhinitis

Updated on 2005 Available from httphighwirestanfordedu Accessed on 2015

April 3

5 Adams George L Boies buku ajar penyakit THT (Boeis fundamentals of

otolaryngology) Ed 6 Jakarta EGC 1997

6 Department of Pediatrics and Otolaryngology University of Pittsburgh School of

Medicine and Childrens Hospital of Pittsburgh Allergic rhinitis definition

epidemiology pathophysiology detection and diagnosis J Allergy Clin Immunol

2001 108 (1 Suppl) 2-8

7 Li J Zhang Y Zhang L Discovering suspectibility genes for allergic rhinitis and

allergic using genome-wide association study strategy Curr Opin Allergy Clin

Immunol 2015 15(1) 33-40

8 Rondon C Fernandez J Canto G Blanca M Local allergic rhinitis concept clinical

manifestations and diagnostic approach Updated on 2010 Available from

httpwwwncbinlmnihgovpubmed20945601 Accessed on 2015 April 3

9 Mabry R Marple B Allergic rhinitis In Cummingrsquos Otolaryngologi Head Neck

Surgery 4th Ed USA Elsevier 2005 982-988

10 Tran NP Vickery J Blaiss MS Management of Rhinitis Allergic and Non Allergic

2011 May 20 Available from

httpwwwncbinlmnihgovpmcarticlesPMC3121056 Accesed on 2015 April 3

11 Bachert C Allergic rhinitis pathophysiology diagnosis differential diagnosis and the

therapy Updated on 2011 September 9 Available from

httpwwwncbinlmnihgovpubmed9441024 Accessed on 2013 April 3

12 Oates JA Wood AJJ The New England Journal of Medicine Drug therapy 1991

Available from httphighwirestanfordedu Accessed on 2013 April 3

13 Settipane RA Complications of allergic Updated on 2014 July 20 Available from

httpwwwncbinlmnihgovpubmed10476318 Accessed on 2015 April 3

Page 10: Rhinitis Alergi

Debu dan bakteri akan melekat pada palu lender dan partikel-partikel yang besar akan

dikeluarkan dengan reflex bersin

Fungsi Penghidu

Hidung juga bekerja sebagai indra penghidu dan pengecap dengan adanya mukosa

olfaktorius pada atap rongga hidung konka superior dan sepertiga bagian atas septum

Partikel bau dapat dapat mencapai daerah ini dengan cara difusi dengan palut lendir atau bila

menarik napas dengan kuat 1

Fungsi hidung untuk membantu indra pengecap adalah untuk membedakan rasa

manis yang berasal dari berbagai macam bahan seperti perbedaan rasa manis strawberi

jeruk pisang atau coklat Juga untuk mebedakan rasa ayam yang berasal dari cuka dan asam

jawa 1

Fungsi Fonetik

Resonansi oleh hidung penting untuk kualitas suara ketika berbicara dan menyanyi

Sumbatan hidung akan menyebabkan resonansi berkurang atau hilang sehingga terdengar

suara sengau (rinolalia) 1

Resonansi oleh hidung penting untuk kualitas suara ketika berbicara dan menyanyi

Sumbatan hidung akan menyebabkan resonansi berkurang atau hilang sehingga terdengar

suara sengau (rinolalia) Hidung membantu proses pembentukan konsonan nasal (mnng)

rongga mulut tertutup dan hidung terbuka dan palatum mole turun untuk aliran udara 1

Refleks Nasal

Mukosa hidung merupakan reseptor refleks yang berhubungan dengan saluran cerna

kardiovaskuler dan pernafasan Iritasi mukosa hidung menyebabkan refleks bersin dan nafas

berhenti Rangsangan bau tertentu akan menyebabkan sekresi kelenjar liur lambung dan

pankreas1

BAB IV

RHINITIS ALERGI

Definisi

Rhinitis alergi adalah rinitis dengan gejala bersin paroksismal pilek encer dan

obstruksi nasi Timbul pada orang yang berbakat atopi jika terpapar ulang dengan alergen

spesifik yang pada orang normal tidak menimbulkan reaksi Pasien dengan rhinitis alergi juga

dapat mengalami penurunan kualitas hidup Hal ini diakibatkan karena gangguan tidur yang

ditimbulkan gangguan dalam belajar maupun bekerja Rhinitis alergi juga sering

berhubungan dengan komorbiditas lain seperti asthma konjungtivitis dan rhinosinusitis4

Epidemiologi

Prevalensi rinitis di dunia saat ini mencapai 10-25 atau lebih dari 600 juta penderita

dari seluruh etnis dan usia2 Di Amerika Serikat lebih dari 40 juta warganya menderita rinitis

alergi Rinitis alergi pada anak lebih sering terjadi pada anak laki-laki dibandingkan anak

perempuan sedangkan pada dewasa prevalensi rinitis alergi laki-laki sama dengan

perempuan Sekitar 80 kasus rinitis alergi berkembang mulai usia 20 tahun Insidensi rinitis

alergi pada anak-anak 40 dan menurun sejalan dengan usia3 Di Indonesia belum ada angka

yang pasti tetapi di Bandung prevalensi rinitis alergi pada usia 10 tahun ditemukan cukup

tinggi (58)2

Etiologi

Rinitis alergi melibatkan interaksi antara lingkungan dengan predisposisi genetik

dalam perkembangan penyakitnya Faktor genetik dan herediter sangat berperan pada

ekspresi rinitis alergi5 Penyebab rinitis alergi tersering adalah alergen inhalan pada dewasa

dan ingestan pada anak-anak Pada anak-anak sering disertai gejala alergi lain seperti

urtikaria dan gangguan pencernaan Penyebab rinitis alergi dapat berbeda tergantung dari

klasifikasi Beberapa pasien sensitif terhadap beberapa alergen Alergen yang menyebabkan

rinitis alergi musiman biasanya berupa serbuk sari atau jamur Rinitis alergi perenial

(sepanjang tahun) diantaranya debu tungau terdapat dua spesies utama tungau yaitu

Dermatophagoides farinae dan Dermatophagoides pteronyssinus jamur binatang peliharaan

seperti kecoa dan binatang pengerat Faktor resiko untuk terpaparnya debu tungau biasanya

karpet serta sprai tempat tidur suhu yang tinggi dan faktor kelembaban udara Kelembaban

yang tinggi merupakan faktor resiko untuk untuk tumbuhnya jamur Berbagai pemicu yang

bisa berperan dan memperberat adalah beberapa faktor nonspesifik diantaranya asap rokok

polusi udara bau aroma yang kuat atau merangsang dan perubahan cuaca6

Rhinitis alergi dan atopi secara umum disebabkan oleh interaksi dari pasien yang

secara genetik memiliki potensi alergi dengan lingkungan Genetik secara jelas memiliki

peran penting Pada 20 ndash 30 semua populasi dan pada 10 ndash 15 anak semuanya atopi

Apabila kedua orang tua atopi maka risiko atopi menjadi 4 kali lebih besar atau mencapai

50 Peran lingkungan dalam dalam rinitis alergi yaitu alergen yang terdapat di seluruh

lingkungan terpapar dan merangsang respon imun yang secara genetik telah memiliki

kecenderungan alergi7

Berdasarkan cara masuknya alergen dibagi atas1

1 Alergen inhalan yang masuk bersama dengan udara pernapasan misalnya tungau debu

rumah kecoa serpihan epitel kulit binatang rerumputan serta jamur

2 Alergen ingestan yang masuk ke saluran cerna berupa makanan misalnya susu sapi

telur coklat ikan laut udang kepiting dan kacang-kacangan

3 Alergen injektan yang masuk melalui suntikan atau tusukan misalnya penisilin dan

sengatan lebah

4 Alergen kontaktan yang masuk melalui kontak kulit atau jaringan mukosa misalnya

bahan kosmetik perhiasan

Patogenesis

Rinitis alergi merupakan suatu penyakit inflamasi yang diawali dengan tahap sensitisasi

dan diikuti dengan tahap provokasireaksi alergi Reaksi alergi terdiri dari 2 fase yaitu

Immediate Phase Allergic Reaction atau reaksi alergi fase cepat (RAFC) yang berlangsung

sejak kontak dengan allergen sampai satu jam setelahnya dan Late Phase Allergic Reaction

atau reaksi alergi fase lambat (RAFL) yang berlangsung 2-4 jam dengan puncak 6-8 jam (fase

hiper-reaktifitas) setelah pemaparan dan dapat berlangsung sampai 24-48 jam1

Pada kontak pertama dengan allergen atau tahap sensitisasi makrofag atau monosit

yang berperan sebagai sel penyaji (Antigen Presenting CellAPC) akan menangkap allergen

yang menempel di permukaan mukosa hidung Setelah diproses antigen akan membentuk

fragmen pendek peptide dan bergabung dengan molekul HLA kelas II membentuk komplek

peptide MHC kelas II (Major Histocompatibility Complex) yang kemudian dipresentasikan

pada sel T Helper (Th0) Kemudian sel penyaji akan melepas sitokin seperti interleukin 1

(IL1) yang akan mengaktifkan Th0 untuk berproliferasi menjadi Th1 dan Th2 Th2 akan

menghasilakan berbagai sitokin seperti IL3 IL4 IL5 dan IL13 IL4 dan IL13 dapat diikat

oleh reseptornya di permukaan sel limfosit B sehingga sel limfosit B menjadi aktif dan akan

memproduksi IgE IgE di sirkulasi darah akan masuk ke jaringan dan diikat oleh reseptor IgE

di permukaan sel mastosit atau basofil (sel mediator) sehingga kedua sel ini menjadi aktif

Proses ini disebut sensitisasi yang menghasilkan sel mediator yang tersensitisasi Bila mukosa

yang sudah tersensitisasi terpapar dengan allergen yang sama maka kedua rantai IgE akan

mengikat allergen spesifik dan terjadi degranulasi (pecahnya dinding sel) mastosit dan basofil

dengan akibat terlepasnya mediator kimia yang sudah terbentuk (Preformed Mediators)

terutama histamine Selain itu juga dikeluarkan Newly Formed Mediators antara lain

prostaglandin D2 (PGD2) Leukotrein D4 (LTD4) Leukotrein C4 (LTC4) bradikinin

Platelet Activating Factor (PAF) dan berbagai sitokin Inilah yang disebut sebagai reaksi

alergi fase cepat (RAFC)1

Histamine akan merangsang reseptor H1 pada ujung saraf vidianus sehingga

menimbulkan rasa gatal pada hidung dan bersin-bersin Histamine juga akan menyebabkan

sel mukosa dan sel goblet megalami hipersekresi dan permeabilitas kapiler meningkat

sehingga terjadi rinorea Gejala lain dalah hidung tersumbat akibat vasodilatasi sinusoid

Selain histamine merangsang ujung saraf vidianus juga menyebabkan rangsangan pada

mukosa hidung sehingga terjadi pengeluaran Inter Cellular Adhesion Molecule 1 (ICAM1)1

Pada RAFC sel mastosit juga akan melepaskan molekul kemotaktik yang

menyebabkan akumulasi sel eusinofil dan noutrofil di jaringan target Timbulnya gejala

hiperaktif atau hiper responsive hidung adalah akibat peranan eosinofil dengan mediator

inflamasi dari granulnya seperti ECP EDP MBP EPO Pada fase ini selain factor spesifik

(allergen) iritasi oleh faktor non spesifik dapat memperberat gejala seperti asap rokok bau

yang merangsang perubahan cuaca dan kelembaban udara yang tinggi1

Gambaran Histologik

Secara mikroskopik tampak adanya dilatasi pembuluh darah dengan pembesaran sel

goblet dan sel pembentuk mucus Terdapat juga pembesaran ruang inter seluler dan

penebalan membrane basal serta ditemukan infiltrasi sel-sel eosinofil pada jaringan mukosa

dan submukosa hidung1

Gambaran yang ditemukan terdapat pada saat serangan Diluar keadaan serangan

mukosa kembali normal Akan tetapi serangan dapat terjadi terus-menerus (persisten)

sepanjang tahun sehingga lama kelamaan terjadi perubahan yang ireversibel yaitu terjadi

proliferasi jaringan ikat dan hiperplasia mukosa sehingga tampak mukosa hidung menebal1

Klasifikasi

Berdasarkan sifat berlangsungnya rinitis alergi dibagi menjadi 1

1 Rinitis alergi musiman (seasonal hay fever polinosis) Rinitis hanya ada di negara

yang mempunyai 4 musim Allergen penyebabnya spesifik yaitu tepungsari (pollen)

rerumputan dan spora jamur

2 Rinitis alergi sepanjang tahun (perennial) Gejala penyakit ini timbul intermiten atau

terus menerus tanpa variasi musim Penyebab yang paling sering ialah alergen

inhalan dan alergen ingestan

Klasifikasi rinitis alergi berdasarkan rekomendasi dari WHO Initiative ARIA (Allergic

Rhinitis and its Impact on Asthma) tahun 2000 yaitu berdasarkan sifat berlangsungnya

dibagi menjadi 1

1 Intermiten (kadang-kadang)

Bila gejala kurang dari 4 hariminggu atau kurang dari 4 minggu

2 Persistenmenetap

Bila gejala lebih dari 4 hariminggu dan atau lebih dari 4 minggu

Sedangkan untuk tingkat berat ringannya penyakit rinitis alergi dibagi menjadi 1

1 Ringan

Bila tidak ditemukan gangguan tidur gangguan aktivitas harianbersantai

berolahraga belajar bekerja dan hal-hal lain yang mengganggu

2 Sedang-berat

Bila terdapat satu atau lebih dari gangguan tersebut diatas

Gejala Klinis

Gejala klinis pada rinitis alergi adalah bersin berulang pada pagi hari keluar ingus

(rinore) yang encer dan banyak hidung tersumbat hidung dan mata gatal yang kadang-

kadang disertai dengan banyak keluar air mata (lakrimasi)89

Awitan gejala timbul cepat setelah paparan allergen dapat berupa bersin mata atau

palatum yang gatal berair rinore hidung gatal hidung tersumbat8 Pada mata dapat

menunjukkan gejala berupa mata merah gatal conjungtivitis mata terasa terbakar dan

lakrimasi38 Pada telinga bisa dijumpai gangguan fungsi tuba efusi telinga bagian tengah8

Diagnosis

Anamnesis

Gejala klinis pada rinitis alergi adalah bersin berulang pada pagi hari keluar ingus

(rinore) yang encer dan banyak hidung tersumbat hidung dan mata gatal yang kadang-

kadang disertai dengan banyak keluar air mata (lakrimasi)10

Awitan gejala timbul cepat setelah paparan allergen dapat berupa bersin mata atau

palatum yang gatal berair rinore hidung gatal hidung tersumbat810 Pada mata dapat

menunjukkan gejala berupa mata merah gatal conjungtivitis mata terasa terbakar dan

lakrimasi38 Pada telinga bisa dijumpai gangguan fungsi tuba efusi telinga bagian tengah68

Pada anamnesis didapati keluhan serangan bersin yang berulang Bersin ini merupakan

gejala pada RAFC dan kadang-kadang RAFL sebagai akibat dilepaskannya histamin Gejala

lain adalah keluar ingus (rinore) yang encer dan banyak hidung tersumbat hidung dan mata

gatal yang kadang-kadang disertai dengan banyak keluar air mata (lakrimasi)1

Riwayat penyakit alergi dalam keluarga perlu ditanyakan Pasien juga perlu ditanya

gangguan alergi selain yang menyerang hidung seperti asma eczema urtikaria atau

sensitivitas obat Keadaan lingkungan kerja dan tempat tinggal juga perlu ditanya untuk

mengaitkan awitan gejala 34

Pemeriksaan Fisik

Pada muka biasanya didapatkan garis Dennie-Morgan dan allergic shinner yaitu

bayangan gelap di daerah bawah mata karena stasis vena sekunder akibat obstruksi hidung

Selain itu dapat ditemukan juga allergic crease yaitu berupa garis melintang pada dorsum

nasi bagian sepertiga bawah Garis ini timbul akibat hidung yang sering digosok-gosok oleh

punggung tangan (allergic salute) Pada pemeriksaan rinoskopi anterior ditemukan mukosa

hidung basah berwarna pucat atau livid dengan konka edema dan sekret yang encer dan

banyak Perlu juga dilihat adanya kelainan septum atau polip hidung yang dapat memperberat

gejala hidung tersumbat Selain itu dapat pula ditemukan konjungtivis bilateral atau penyakit

yang berhubungan lainnya seperti sinusitis dan otitis media Mulut sering terbuka dengan

lengkung langit-langit yang tinggi sehingga akan menyebabkan gangguan pertumbuhan gigi-

geligi (facies adenoid) Dinding posterior faring tampak granuler dan edema (cobblestone

appearance) serta dinding lateral faring menebal Lidah tampak seperti gambaran peta

(geographic tongue)1

Pemeriksaan Penunjang

Invitro

Hitung eosinofil dalam darah tepi dapat normal atau meningkat Demikian pula pemeriksaan

IgE total seringkali menunjukkan nilai normal kecuali bila tanda alergi pada pasien lebih dari

satu macam penyakit misalnya selain rinitis alergi juga menderita asma bronkial atau

urtikaria Lebih bermakna adalah dengan RAST (Radio Immuno Sorbent Test) atau ELISA

(Enzyme Linked Immuno Sorbent Assay Test) Pemeriksaan sitologi hidung walaupun tidak

dapat memastikan diagnosis tetap berguna sebagai pemeriksaan pelengkap Ditemukannya

eosinofil dalam jumlah banyak menunjukkan kemungkinan alergi inhalan Jika basofil (5

sellap) mungkin disebabkan alergi makanan sedangkan jika ditemukan sel PMN

menunjukkan adanya infeksi bakteri1

Invivo

Allergen penyebab dapat dicari dengan cara pemeriksaan tes cukit kulit uji intrakutan atau

intradermal yang tunggal atau berseri (Skin End-Point Titration SET) SET dilakukan untuk

allergen inhalan dengan menyuntikkan allergen dalam berbagai konsentrasi yang bertingkat

kepekatannya Untuk allergen makanan uji kulit Intracutaneus Provocative Dilutional Food

Test (IPDFT) namun sebagai baku emas dapat dilakukan dengan diet eliminasi dan

provokasi (Challenge Test) Keuntungan SET selain alergen penyebab juga derajat alergi

serta dosis inisial untuk desensitisasi dapat diketahui Untuk alergi makanan uji kulit seperti

tersebut diatas kurang dapat diandalkan Diagnosis biasanya ditegakkan dengan diet eliminasi

dan provokasi (ldquoChallenge Testrdquo) Alergen ingestan secara tuntas lenyap dari tubuh dalam

waktu lima hari Karena itu pada Challenge Test makanan yang dicurigai diberikan pada

pasien setelah berpantang selama 5 hari selanjutnya diamati reaksinya Pada diet eliminasi

jenis makanan setiap kali dihilangkan dari menu makanan sampai suatu ketika gejala

menghilang dengan meniadakan suatu jenis makanan1

Diagnosis Banding

Diagnosa Banding dari rinitis alergi adalah11

1 Rhinitis Non-alergik

Rhinitis non-alergik adalah suatu keadaan inflamasi hidung yang disebabkan

oleh selain alergi Keadaan ini tidak dapat diidentifikasi dengan pemeriksaan

alergi yang sesuai (anamnesis tes cukit kulit kadar antibodi IgE spesifik

serum)

Kelainan ini dapat bermacam-macam bergantung dari penyebabnya antara

lain

- rhinitis vasomotor

- rhinitis gustator

- rhinitis medikamentosa

- rhinitis hormonal

2 Immotile cilia syndrome (ciliary dyskinesis)

Diskinesia Silia Primer (PCD juga disebut sindrom immotile-silia) ditandai

oleh penurunan nilai bawaan dari clearance mukosiliar (PKS) Manifestasi

klinis termasuk batuk kronis rinitis kronis dan sinusitis kronis Otitis dan

otosalpingitis yang umum di masa kanak-kanak seperti juga poliposis hidung

dan agenesis sinus frontalis

Penatalaksanaan

1 Terapi yang paling ideal adalah dengan menghindari kontak dengan allergen

penyebabnya (avoidance) dan eliminasi 1

2 Medikamentosa

a Antihistamin

Antihistamin yang dipakai adalah antagonis histamine H-1 yang bekerja

secara inhibitor kompetitif pada reseptor H-1 sel target dan merupakan

preparat farmakologik yang paling sering dipakai sebagai lini pertama

pengobatan rhinitis alergi Pemberian dapat dalam kombinasi atau tanpa

kombinasi dengan dekongestan secara peroral 1

Antihistamin dibagi dalam 2 golongan yaitu golongan antihistamin generasi 1

(klasik) dan generasi 2 (non-sedatif) Antihistamin generasi 1 bersifat lipofilik

sehingga dapat menembus sawar darah otak (mempunyai efek pada SSP) dan

plasenta serta mempunyai efek kolinergik Yang termasuk kelompok ini

antara lain adalah difenhidramin klorfeniramin prometasin siproheptadin

sedangkan yang dapat diberikan secara topical adalah azelastin Antihistamin

generasi 2 bersifat lipofobik sehingga sulit menembus sawar darah otak

Bersifat selektif mengikat resptor H-1 perifer dan tidak mempunyai efek

antikolinergik antiadrenergik dan pada efek pada SSP minimal (non-sedatif) 1

Antihistamin diabsorpsi secara oral dengan cepat dan mudah serta efektif

untuk mengatasi gejala obstruksi hidung pada fase lambat Antihistamin non

sedative dapat dibagi menjadi dua golongan menurut keamananya Kelompok

pertama adalah astemisol dan terfenadin yang mempunyai efek kardiotoksik

Toksisitas terhadap jantung tersebut disebabkan repolarisasi jantung yang

tertunda dan dapat menyebabkan aritmia ventrikel henti jantung dan bahkan

kematia medadak (sudah ditarik dari peredaran) Kelompok kedua adalah

loratadin setirisin fexofenadin desloratadin dan levosetirisin 1

Preparat simpatomimetik golongan agonis adrenergik alfa dipakai sebagai

dekongestan hidung oral dengan atau tanpa kombinasi dengan antihistamin

atau topikal Namun pemakaian secara topikal hanya boleh untuk beberapa

hari saja untuk menghindari terjadinya rinitis medikamentosa 1

Tabel 1 Antihistamin oral optimal untuk rhinitis alergi12

Tabel 2 Efek samping sedasi dari antihistamin12

b Dekongestan

Golongan obat ini tersedia dalam bentuk topikal maupun sistemik Onset obat

topikal jauh lebih cepat daripada preparat sistemik namun dapat

menyebabkan rhinitis medikamentosa bila digunakan dalam jangka waktu

lama12

Obat dekongestan sistemik yang sering digunakan adalah pseudoephedrine

HCl dan Phenylpropanolamin HCl Obat ini dapat menyebabkan

vasokonstriksi pembuluh darah Dosis obat ini 15 mg untuk anak 2-5 tahun 30

mg untuk anak 6-12 tahun dan 60 mg untuk dewasa diberikan setiap 6 jam

Efek samping dari obat-obatan ini yang paling sering adalah insomnia dan

iritabilitas 12

c Antikolinergik

Preparat antikolinergik topikal adalah ipratropium bromide bermanfaat untuk

mengatasi rinore karena aktifitas inhibisi reseptor kolinergik pada permukaan

sel efektor 1

d Kortikosteroid

Preparat kortikosteroid dipilih bila gejala terutama sumbatan hidung akibat

respon fase lambat tidak berhasil diatasi dengan obat lain Yang sering dipakai

adalah kortikosteroid topikal (beklometason budesonid flunisolid flutikason

mometason furoat dan triamsinolon) Kortikosteroid topikal bekerja untuk

mengurangi jumlah sel mastosit pada mukosa hidung mencegah pengeluaran

protei n sitotoksik dari eosinofil mengurangi aktifitas limfosit mencegah

bocornya plasma Hal ini menyebabkan epitel hidung tidak hiperresponsif

terhadap rangsangan allergen (bekerja pada respon cepat dan lambat) Preparat

sodium kromoglikat topikal bekerja menstabilkan mastosit (mungkin

menghambat ion kalsium) sehingga pelepasan mediator dihambat Pada

respons fase lambat obat ini juga menghambat proses inflamasi dengan

menghambat aktifasi sel netrofil eosinofil dan monosit Hasil terbaik dapat

dicapai bila diberikan sebagai profilaksis 1

e Lainnya

Pengobatan baru lainnya untuk riniris alergi adalah anti leukotrien

(zafirlukastmontelukast) anti IgE DNA rekombinan 1

Menurut penelitian yang dilakukan pada tahun 2006 membuktikan bahwa

pseudoephedrine dan montelukast memiliki efek yang serupa dalam mengatasi

gejala dan memperbaiki kualitas hidup pasien11

3 Operatif

Tindakan konkotomi parsial (pemotongan sebagian konka inferior) konkoplasti atau

multiple outfractured inferior turbinoplasty perlu dipikirkan bila konka inferior

hipertrofi berat dan tidak berhasil dikecilkan dengan cara kaeuterisasi memakai

AgNO3 25 atau triklor asetat1

4 Imunoterapi

Cara pengobatan ini dilakukan pada alergi inhalan dengan gejala yang berat dan

sudah berlangsung lama serta dengan pengobatan cara lain tidak memberikan hasil

yang memuaskan Tujuan dari imunoterapi adalah pembentukkan IgG blocking

antibody dan penurunan IgE Ada 2 metode imunoterapi yang umum dilakukan yaitu

intradermal dan sublingual1

Komplikasi

Komplikasi rinitis alergi yang sering ialah

1 Polip Hidung

Polip hidung yang memiliki tanda patognomonis inspisited mucous glands

akumulasi sel-sel inflamasi yang luar biasa banyaknya (lebih eosinofil dan

limfosit T CD4+) hiperplasia epitel hiperplasia goblet dan metaplasia

skuamosa

2 Otitis media yang sering residif terutama pada anak-anak

3 Sinusitis paranasal merupakan inflamasi mukosa satu atau lebih sinus para nasal

Terjadi akibat edema ostia sinus oleh proses alergis dalam mukosa yang

menyebabkan sumbatan ostia sehingga terjadi penurunan oksigenasi dan tekanan

udara rongga sinus Hal tersebut akan menyuburkan pertumbuhan bakteri terutama

bakteri anaerob dan akan menyebabkan rusaknya fungsi barier epitel antara lain

akibat dekstruksi mukosa oleh mediator protein basa yang dilepas sel eosinofil

(MBP) dengan akibat sinusitis akan semakin parah13

Prognosis

Kebanyakan gejala rintis alergi dapat diobati Pada kasus yang lebih parah dapat memerlukan

imunoterapi Namun sebagai aturan umum jika suatu zat menjadi penyebab alergi bagi

seorang individu maka zat tersebut dapat terus mempengaruhi orang itu dalam jangka

panjang10

BAB V

KESIMPULAN

Rintis alergi adalah kelainan pada hidung dengan gejala bersin-bersin rinore rasa

gatal dan tersumbat setelah mukosa hidung terpapar alergen yang diperantarai oleh IgE

Alergen dapat berupa alergen inhalan misalnya tungau debu rumah kecoa serpihan epitel

kulit binatang rerumputan serta jamur alergen ingestan yang masuk ke saluran cerna

berupa makanan misalnya susu sapi telur coklat ikan laut udang kepiting dan kacang-

kacangan alergen injektan yang masuk melalui suntikan atau tusukan misalnya penisilin

dan sengatan lebah dan alergen kontaktan yang masuk melalui kontak kulit atau jaringan

mukosa misalnya bahan kosmetik perhiasan

Diagnosis rinitis alergi ditegakkan berdasarkan anamnesis pemeriksaan fisik dan

pemeriksaan penunjang Dari anamnesis dijumpai keluhan dan gejala berupa bersin keluar

ingus (rinore) yang encer dan banyak hidung tersumbat hidung dan mata gatal yang

kadang-kadang disertai dengan banyak keluar air mata (lakrimasi) pada anamnesis perlu

ditanyakan riwayat keluarga riwayat tempat tinggal dan lingkungan pekerjaan Pada

pemeriksaan fisik pada rinoskopi anterior dijumpai mukosa edema basah berwarna pucat

atau livid disertai adanya secret encer yang banyak

Penatalaksanaan dari rinitis alergi adalah menghindari kontak dengan allergen

medikamentosa operatif imunoterapi dan edukasi kepada pasien Komplikasi yang sering

terjadi pada rinitis alergi adalah polip hidung otitis media gangguan fungsi tuba dan sinusitis

paranasal

DAFTAR PUSTAKA

1 Irawati N Kasakeyan E Rusmono N Rinitis alergi Dalam Buku Ajar Ilmu

Kesehatan Telinga Hidung Kepala Leher Jakarta Balai Penerbit FKUI 2010 H118

ndash 22 128 ndash 33

2 Sudiro M Madiadipoera T Purwanto B Eosinofil kerokan mukosa hidung sebagai

diagnostik rinitis alergi MKB 2010 42 (1) 6-11

3 Sheikh J Allergic Rhinitis treatment and management Update on 2015 February

Available from http emedicine medscape comarticle 134825 Accessed on 3 April

2015

4 Meltzer EO Evaluation of the oral antihistamine for patients with allergic rhinitis

Updated on 2005 Available from httphighwirestanfordedu Accessed on 2015

April 3

5 Adams George L Boies buku ajar penyakit THT (Boeis fundamentals of

otolaryngology) Ed 6 Jakarta EGC 1997

6 Department of Pediatrics and Otolaryngology University of Pittsburgh School of

Medicine and Childrens Hospital of Pittsburgh Allergic rhinitis definition

epidemiology pathophysiology detection and diagnosis J Allergy Clin Immunol

2001 108 (1 Suppl) 2-8

7 Li J Zhang Y Zhang L Discovering suspectibility genes for allergic rhinitis and

allergic using genome-wide association study strategy Curr Opin Allergy Clin

Immunol 2015 15(1) 33-40

8 Rondon C Fernandez J Canto G Blanca M Local allergic rhinitis concept clinical

manifestations and diagnostic approach Updated on 2010 Available from

httpwwwncbinlmnihgovpubmed20945601 Accessed on 2015 April 3

9 Mabry R Marple B Allergic rhinitis In Cummingrsquos Otolaryngologi Head Neck

Surgery 4th Ed USA Elsevier 2005 982-988

10 Tran NP Vickery J Blaiss MS Management of Rhinitis Allergic and Non Allergic

2011 May 20 Available from

httpwwwncbinlmnihgovpmcarticlesPMC3121056 Accesed on 2015 April 3

11 Bachert C Allergic rhinitis pathophysiology diagnosis differential diagnosis and the

therapy Updated on 2011 September 9 Available from

httpwwwncbinlmnihgovpubmed9441024 Accessed on 2013 April 3

12 Oates JA Wood AJJ The New England Journal of Medicine Drug therapy 1991

Available from httphighwirestanfordedu Accessed on 2013 April 3

13 Settipane RA Complications of allergic Updated on 2014 July 20 Available from

httpwwwncbinlmnihgovpubmed10476318 Accessed on 2015 April 3

Page 11: Rhinitis Alergi

BAB IV

RHINITIS ALERGI

Definisi

Rhinitis alergi adalah rinitis dengan gejala bersin paroksismal pilek encer dan

obstruksi nasi Timbul pada orang yang berbakat atopi jika terpapar ulang dengan alergen

spesifik yang pada orang normal tidak menimbulkan reaksi Pasien dengan rhinitis alergi juga

dapat mengalami penurunan kualitas hidup Hal ini diakibatkan karena gangguan tidur yang

ditimbulkan gangguan dalam belajar maupun bekerja Rhinitis alergi juga sering

berhubungan dengan komorbiditas lain seperti asthma konjungtivitis dan rhinosinusitis4

Epidemiologi

Prevalensi rinitis di dunia saat ini mencapai 10-25 atau lebih dari 600 juta penderita

dari seluruh etnis dan usia2 Di Amerika Serikat lebih dari 40 juta warganya menderita rinitis

alergi Rinitis alergi pada anak lebih sering terjadi pada anak laki-laki dibandingkan anak

perempuan sedangkan pada dewasa prevalensi rinitis alergi laki-laki sama dengan

perempuan Sekitar 80 kasus rinitis alergi berkembang mulai usia 20 tahun Insidensi rinitis

alergi pada anak-anak 40 dan menurun sejalan dengan usia3 Di Indonesia belum ada angka

yang pasti tetapi di Bandung prevalensi rinitis alergi pada usia 10 tahun ditemukan cukup

tinggi (58)2

Etiologi

Rinitis alergi melibatkan interaksi antara lingkungan dengan predisposisi genetik

dalam perkembangan penyakitnya Faktor genetik dan herediter sangat berperan pada

ekspresi rinitis alergi5 Penyebab rinitis alergi tersering adalah alergen inhalan pada dewasa

dan ingestan pada anak-anak Pada anak-anak sering disertai gejala alergi lain seperti

urtikaria dan gangguan pencernaan Penyebab rinitis alergi dapat berbeda tergantung dari

klasifikasi Beberapa pasien sensitif terhadap beberapa alergen Alergen yang menyebabkan

rinitis alergi musiman biasanya berupa serbuk sari atau jamur Rinitis alergi perenial

(sepanjang tahun) diantaranya debu tungau terdapat dua spesies utama tungau yaitu

Dermatophagoides farinae dan Dermatophagoides pteronyssinus jamur binatang peliharaan

seperti kecoa dan binatang pengerat Faktor resiko untuk terpaparnya debu tungau biasanya

karpet serta sprai tempat tidur suhu yang tinggi dan faktor kelembaban udara Kelembaban

yang tinggi merupakan faktor resiko untuk untuk tumbuhnya jamur Berbagai pemicu yang

bisa berperan dan memperberat adalah beberapa faktor nonspesifik diantaranya asap rokok

polusi udara bau aroma yang kuat atau merangsang dan perubahan cuaca6

Rhinitis alergi dan atopi secara umum disebabkan oleh interaksi dari pasien yang

secara genetik memiliki potensi alergi dengan lingkungan Genetik secara jelas memiliki

peran penting Pada 20 ndash 30 semua populasi dan pada 10 ndash 15 anak semuanya atopi

Apabila kedua orang tua atopi maka risiko atopi menjadi 4 kali lebih besar atau mencapai

50 Peran lingkungan dalam dalam rinitis alergi yaitu alergen yang terdapat di seluruh

lingkungan terpapar dan merangsang respon imun yang secara genetik telah memiliki

kecenderungan alergi7

Berdasarkan cara masuknya alergen dibagi atas1

1 Alergen inhalan yang masuk bersama dengan udara pernapasan misalnya tungau debu

rumah kecoa serpihan epitel kulit binatang rerumputan serta jamur

2 Alergen ingestan yang masuk ke saluran cerna berupa makanan misalnya susu sapi

telur coklat ikan laut udang kepiting dan kacang-kacangan

3 Alergen injektan yang masuk melalui suntikan atau tusukan misalnya penisilin dan

sengatan lebah

4 Alergen kontaktan yang masuk melalui kontak kulit atau jaringan mukosa misalnya

bahan kosmetik perhiasan

Patogenesis

Rinitis alergi merupakan suatu penyakit inflamasi yang diawali dengan tahap sensitisasi

dan diikuti dengan tahap provokasireaksi alergi Reaksi alergi terdiri dari 2 fase yaitu

Immediate Phase Allergic Reaction atau reaksi alergi fase cepat (RAFC) yang berlangsung

sejak kontak dengan allergen sampai satu jam setelahnya dan Late Phase Allergic Reaction

atau reaksi alergi fase lambat (RAFL) yang berlangsung 2-4 jam dengan puncak 6-8 jam (fase

hiper-reaktifitas) setelah pemaparan dan dapat berlangsung sampai 24-48 jam1

Pada kontak pertama dengan allergen atau tahap sensitisasi makrofag atau monosit

yang berperan sebagai sel penyaji (Antigen Presenting CellAPC) akan menangkap allergen

yang menempel di permukaan mukosa hidung Setelah diproses antigen akan membentuk

fragmen pendek peptide dan bergabung dengan molekul HLA kelas II membentuk komplek

peptide MHC kelas II (Major Histocompatibility Complex) yang kemudian dipresentasikan

pada sel T Helper (Th0) Kemudian sel penyaji akan melepas sitokin seperti interleukin 1

(IL1) yang akan mengaktifkan Th0 untuk berproliferasi menjadi Th1 dan Th2 Th2 akan

menghasilakan berbagai sitokin seperti IL3 IL4 IL5 dan IL13 IL4 dan IL13 dapat diikat

oleh reseptornya di permukaan sel limfosit B sehingga sel limfosit B menjadi aktif dan akan

memproduksi IgE IgE di sirkulasi darah akan masuk ke jaringan dan diikat oleh reseptor IgE

di permukaan sel mastosit atau basofil (sel mediator) sehingga kedua sel ini menjadi aktif

Proses ini disebut sensitisasi yang menghasilkan sel mediator yang tersensitisasi Bila mukosa

yang sudah tersensitisasi terpapar dengan allergen yang sama maka kedua rantai IgE akan

mengikat allergen spesifik dan terjadi degranulasi (pecahnya dinding sel) mastosit dan basofil

dengan akibat terlepasnya mediator kimia yang sudah terbentuk (Preformed Mediators)

terutama histamine Selain itu juga dikeluarkan Newly Formed Mediators antara lain

prostaglandin D2 (PGD2) Leukotrein D4 (LTD4) Leukotrein C4 (LTC4) bradikinin

Platelet Activating Factor (PAF) dan berbagai sitokin Inilah yang disebut sebagai reaksi

alergi fase cepat (RAFC)1

Histamine akan merangsang reseptor H1 pada ujung saraf vidianus sehingga

menimbulkan rasa gatal pada hidung dan bersin-bersin Histamine juga akan menyebabkan

sel mukosa dan sel goblet megalami hipersekresi dan permeabilitas kapiler meningkat

sehingga terjadi rinorea Gejala lain dalah hidung tersumbat akibat vasodilatasi sinusoid

Selain histamine merangsang ujung saraf vidianus juga menyebabkan rangsangan pada

mukosa hidung sehingga terjadi pengeluaran Inter Cellular Adhesion Molecule 1 (ICAM1)1

Pada RAFC sel mastosit juga akan melepaskan molekul kemotaktik yang

menyebabkan akumulasi sel eusinofil dan noutrofil di jaringan target Timbulnya gejala

hiperaktif atau hiper responsive hidung adalah akibat peranan eosinofil dengan mediator

inflamasi dari granulnya seperti ECP EDP MBP EPO Pada fase ini selain factor spesifik

(allergen) iritasi oleh faktor non spesifik dapat memperberat gejala seperti asap rokok bau

yang merangsang perubahan cuaca dan kelembaban udara yang tinggi1

Gambaran Histologik

Secara mikroskopik tampak adanya dilatasi pembuluh darah dengan pembesaran sel

goblet dan sel pembentuk mucus Terdapat juga pembesaran ruang inter seluler dan

penebalan membrane basal serta ditemukan infiltrasi sel-sel eosinofil pada jaringan mukosa

dan submukosa hidung1

Gambaran yang ditemukan terdapat pada saat serangan Diluar keadaan serangan

mukosa kembali normal Akan tetapi serangan dapat terjadi terus-menerus (persisten)

sepanjang tahun sehingga lama kelamaan terjadi perubahan yang ireversibel yaitu terjadi

proliferasi jaringan ikat dan hiperplasia mukosa sehingga tampak mukosa hidung menebal1

Klasifikasi

Berdasarkan sifat berlangsungnya rinitis alergi dibagi menjadi 1

1 Rinitis alergi musiman (seasonal hay fever polinosis) Rinitis hanya ada di negara

yang mempunyai 4 musim Allergen penyebabnya spesifik yaitu tepungsari (pollen)

rerumputan dan spora jamur

2 Rinitis alergi sepanjang tahun (perennial) Gejala penyakit ini timbul intermiten atau

terus menerus tanpa variasi musim Penyebab yang paling sering ialah alergen

inhalan dan alergen ingestan

Klasifikasi rinitis alergi berdasarkan rekomendasi dari WHO Initiative ARIA (Allergic

Rhinitis and its Impact on Asthma) tahun 2000 yaitu berdasarkan sifat berlangsungnya

dibagi menjadi 1

1 Intermiten (kadang-kadang)

Bila gejala kurang dari 4 hariminggu atau kurang dari 4 minggu

2 Persistenmenetap

Bila gejala lebih dari 4 hariminggu dan atau lebih dari 4 minggu

Sedangkan untuk tingkat berat ringannya penyakit rinitis alergi dibagi menjadi 1

1 Ringan

Bila tidak ditemukan gangguan tidur gangguan aktivitas harianbersantai

berolahraga belajar bekerja dan hal-hal lain yang mengganggu

2 Sedang-berat

Bila terdapat satu atau lebih dari gangguan tersebut diatas

Gejala Klinis

Gejala klinis pada rinitis alergi adalah bersin berulang pada pagi hari keluar ingus

(rinore) yang encer dan banyak hidung tersumbat hidung dan mata gatal yang kadang-

kadang disertai dengan banyak keluar air mata (lakrimasi)89

Awitan gejala timbul cepat setelah paparan allergen dapat berupa bersin mata atau

palatum yang gatal berair rinore hidung gatal hidung tersumbat8 Pada mata dapat

menunjukkan gejala berupa mata merah gatal conjungtivitis mata terasa terbakar dan

lakrimasi38 Pada telinga bisa dijumpai gangguan fungsi tuba efusi telinga bagian tengah8

Diagnosis

Anamnesis

Gejala klinis pada rinitis alergi adalah bersin berulang pada pagi hari keluar ingus

(rinore) yang encer dan banyak hidung tersumbat hidung dan mata gatal yang kadang-

kadang disertai dengan banyak keluar air mata (lakrimasi)10

Awitan gejala timbul cepat setelah paparan allergen dapat berupa bersin mata atau

palatum yang gatal berair rinore hidung gatal hidung tersumbat810 Pada mata dapat

menunjukkan gejala berupa mata merah gatal conjungtivitis mata terasa terbakar dan

lakrimasi38 Pada telinga bisa dijumpai gangguan fungsi tuba efusi telinga bagian tengah68

Pada anamnesis didapati keluhan serangan bersin yang berulang Bersin ini merupakan

gejala pada RAFC dan kadang-kadang RAFL sebagai akibat dilepaskannya histamin Gejala

lain adalah keluar ingus (rinore) yang encer dan banyak hidung tersumbat hidung dan mata

gatal yang kadang-kadang disertai dengan banyak keluar air mata (lakrimasi)1

Riwayat penyakit alergi dalam keluarga perlu ditanyakan Pasien juga perlu ditanya

gangguan alergi selain yang menyerang hidung seperti asma eczema urtikaria atau

sensitivitas obat Keadaan lingkungan kerja dan tempat tinggal juga perlu ditanya untuk

mengaitkan awitan gejala 34

Pemeriksaan Fisik

Pada muka biasanya didapatkan garis Dennie-Morgan dan allergic shinner yaitu

bayangan gelap di daerah bawah mata karena stasis vena sekunder akibat obstruksi hidung

Selain itu dapat ditemukan juga allergic crease yaitu berupa garis melintang pada dorsum

nasi bagian sepertiga bawah Garis ini timbul akibat hidung yang sering digosok-gosok oleh

punggung tangan (allergic salute) Pada pemeriksaan rinoskopi anterior ditemukan mukosa

hidung basah berwarna pucat atau livid dengan konka edema dan sekret yang encer dan

banyak Perlu juga dilihat adanya kelainan septum atau polip hidung yang dapat memperberat

gejala hidung tersumbat Selain itu dapat pula ditemukan konjungtivis bilateral atau penyakit

yang berhubungan lainnya seperti sinusitis dan otitis media Mulut sering terbuka dengan

lengkung langit-langit yang tinggi sehingga akan menyebabkan gangguan pertumbuhan gigi-

geligi (facies adenoid) Dinding posterior faring tampak granuler dan edema (cobblestone

appearance) serta dinding lateral faring menebal Lidah tampak seperti gambaran peta

(geographic tongue)1

Pemeriksaan Penunjang

Invitro

Hitung eosinofil dalam darah tepi dapat normal atau meningkat Demikian pula pemeriksaan

IgE total seringkali menunjukkan nilai normal kecuali bila tanda alergi pada pasien lebih dari

satu macam penyakit misalnya selain rinitis alergi juga menderita asma bronkial atau

urtikaria Lebih bermakna adalah dengan RAST (Radio Immuno Sorbent Test) atau ELISA

(Enzyme Linked Immuno Sorbent Assay Test) Pemeriksaan sitologi hidung walaupun tidak

dapat memastikan diagnosis tetap berguna sebagai pemeriksaan pelengkap Ditemukannya

eosinofil dalam jumlah banyak menunjukkan kemungkinan alergi inhalan Jika basofil (5

sellap) mungkin disebabkan alergi makanan sedangkan jika ditemukan sel PMN

menunjukkan adanya infeksi bakteri1

Invivo

Allergen penyebab dapat dicari dengan cara pemeriksaan tes cukit kulit uji intrakutan atau

intradermal yang tunggal atau berseri (Skin End-Point Titration SET) SET dilakukan untuk

allergen inhalan dengan menyuntikkan allergen dalam berbagai konsentrasi yang bertingkat

kepekatannya Untuk allergen makanan uji kulit Intracutaneus Provocative Dilutional Food

Test (IPDFT) namun sebagai baku emas dapat dilakukan dengan diet eliminasi dan

provokasi (Challenge Test) Keuntungan SET selain alergen penyebab juga derajat alergi

serta dosis inisial untuk desensitisasi dapat diketahui Untuk alergi makanan uji kulit seperti

tersebut diatas kurang dapat diandalkan Diagnosis biasanya ditegakkan dengan diet eliminasi

dan provokasi (ldquoChallenge Testrdquo) Alergen ingestan secara tuntas lenyap dari tubuh dalam

waktu lima hari Karena itu pada Challenge Test makanan yang dicurigai diberikan pada

pasien setelah berpantang selama 5 hari selanjutnya diamati reaksinya Pada diet eliminasi

jenis makanan setiap kali dihilangkan dari menu makanan sampai suatu ketika gejala

menghilang dengan meniadakan suatu jenis makanan1

Diagnosis Banding

Diagnosa Banding dari rinitis alergi adalah11

1 Rhinitis Non-alergik

Rhinitis non-alergik adalah suatu keadaan inflamasi hidung yang disebabkan

oleh selain alergi Keadaan ini tidak dapat diidentifikasi dengan pemeriksaan

alergi yang sesuai (anamnesis tes cukit kulit kadar antibodi IgE spesifik

serum)

Kelainan ini dapat bermacam-macam bergantung dari penyebabnya antara

lain

- rhinitis vasomotor

- rhinitis gustator

- rhinitis medikamentosa

- rhinitis hormonal

2 Immotile cilia syndrome (ciliary dyskinesis)

Diskinesia Silia Primer (PCD juga disebut sindrom immotile-silia) ditandai

oleh penurunan nilai bawaan dari clearance mukosiliar (PKS) Manifestasi

klinis termasuk batuk kronis rinitis kronis dan sinusitis kronis Otitis dan

otosalpingitis yang umum di masa kanak-kanak seperti juga poliposis hidung

dan agenesis sinus frontalis

Penatalaksanaan

1 Terapi yang paling ideal adalah dengan menghindari kontak dengan allergen

penyebabnya (avoidance) dan eliminasi 1

2 Medikamentosa

a Antihistamin

Antihistamin yang dipakai adalah antagonis histamine H-1 yang bekerja

secara inhibitor kompetitif pada reseptor H-1 sel target dan merupakan

preparat farmakologik yang paling sering dipakai sebagai lini pertama

pengobatan rhinitis alergi Pemberian dapat dalam kombinasi atau tanpa

kombinasi dengan dekongestan secara peroral 1

Antihistamin dibagi dalam 2 golongan yaitu golongan antihistamin generasi 1

(klasik) dan generasi 2 (non-sedatif) Antihistamin generasi 1 bersifat lipofilik

sehingga dapat menembus sawar darah otak (mempunyai efek pada SSP) dan

plasenta serta mempunyai efek kolinergik Yang termasuk kelompok ini

antara lain adalah difenhidramin klorfeniramin prometasin siproheptadin

sedangkan yang dapat diberikan secara topical adalah azelastin Antihistamin

generasi 2 bersifat lipofobik sehingga sulit menembus sawar darah otak

Bersifat selektif mengikat resptor H-1 perifer dan tidak mempunyai efek

antikolinergik antiadrenergik dan pada efek pada SSP minimal (non-sedatif) 1

Antihistamin diabsorpsi secara oral dengan cepat dan mudah serta efektif

untuk mengatasi gejala obstruksi hidung pada fase lambat Antihistamin non

sedative dapat dibagi menjadi dua golongan menurut keamananya Kelompok

pertama adalah astemisol dan terfenadin yang mempunyai efek kardiotoksik

Toksisitas terhadap jantung tersebut disebabkan repolarisasi jantung yang

tertunda dan dapat menyebabkan aritmia ventrikel henti jantung dan bahkan

kematia medadak (sudah ditarik dari peredaran) Kelompok kedua adalah

loratadin setirisin fexofenadin desloratadin dan levosetirisin 1

Preparat simpatomimetik golongan agonis adrenergik alfa dipakai sebagai

dekongestan hidung oral dengan atau tanpa kombinasi dengan antihistamin

atau topikal Namun pemakaian secara topikal hanya boleh untuk beberapa

hari saja untuk menghindari terjadinya rinitis medikamentosa 1

Tabel 1 Antihistamin oral optimal untuk rhinitis alergi12

Tabel 2 Efek samping sedasi dari antihistamin12

b Dekongestan

Golongan obat ini tersedia dalam bentuk topikal maupun sistemik Onset obat

topikal jauh lebih cepat daripada preparat sistemik namun dapat

menyebabkan rhinitis medikamentosa bila digunakan dalam jangka waktu

lama12

Obat dekongestan sistemik yang sering digunakan adalah pseudoephedrine

HCl dan Phenylpropanolamin HCl Obat ini dapat menyebabkan

vasokonstriksi pembuluh darah Dosis obat ini 15 mg untuk anak 2-5 tahun 30

mg untuk anak 6-12 tahun dan 60 mg untuk dewasa diberikan setiap 6 jam

Efek samping dari obat-obatan ini yang paling sering adalah insomnia dan

iritabilitas 12

c Antikolinergik

Preparat antikolinergik topikal adalah ipratropium bromide bermanfaat untuk

mengatasi rinore karena aktifitas inhibisi reseptor kolinergik pada permukaan

sel efektor 1

d Kortikosteroid

Preparat kortikosteroid dipilih bila gejala terutama sumbatan hidung akibat

respon fase lambat tidak berhasil diatasi dengan obat lain Yang sering dipakai

adalah kortikosteroid topikal (beklometason budesonid flunisolid flutikason

mometason furoat dan triamsinolon) Kortikosteroid topikal bekerja untuk

mengurangi jumlah sel mastosit pada mukosa hidung mencegah pengeluaran

protei n sitotoksik dari eosinofil mengurangi aktifitas limfosit mencegah

bocornya plasma Hal ini menyebabkan epitel hidung tidak hiperresponsif

terhadap rangsangan allergen (bekerja pada respon cepat dan lambat) Preparat

sodium kromoglikat topikal bekerja menstabilkan mastosit (mungkin

menghambat ion kalsium) sehingga pelepasan mediator dihambat Pada

respons fase lambat obat ini juga menghambat proses inflamasi dengan

menghambat aktifasi sel netrofil eosinofil dan monosit Hasil terbaik dapat

dicapai bila diberikan sebagai profilaksis 1

e Lainnya

Pengobatan baru lainnya untuk riniris alergi adalah anti leukotrien

(zafirlukastmontelukast) anti IgE DNA rekombinan 1

Menurut penelitian yang dilakukan pada tahun 2006 membuktikan bahwa

pseudoephedrine dan montelukast memiliki efek yang serupa dalam mengatasi

gejala dan memperbaiki kualitas hidup pasien11

3 Operatif

Tindakan konkotomi parsial (pemotongan sebagian konka inferior) konkoplasti atau

multiple outfractured inferior turbinoplasty perlu dipikirkan bila konka inferior

hipertrofi berat dan tidak berhasil dikecilkan dengan cara kaeuterisasi memakai

AgNO3 25 atau triklor asetat1

4 Imunoterapi

Cara pengobatan ini dilakukan pada alergi inhalan dengan gejala yang berat dan

sudah berlangsung lama serta dengan pengobatan cara lain tidak memberikan hasil

yang memuaskan Tujuan dari imunoterapi adalah pembentukkan IgG blocking

antibody dan penurunan IgE Ada 2 metode imunoterapi yang umum dilakukan yaitu

intradermal dan sublingual1

Komplikasi

Komplikasi rinitis alergi yang sering ialah

1 Polip Hidung

Polip hidung yang memiliki tanda patognomonis inspisited mucous glands

akumulasi sel-sel inflamasi yang luar biasa banyaknya (lebih eosinofil dan

limfosit T CD4+) hiperplasia epitel hiperplasia goblet dan metaplasia

skuamosa

2 Otitis media yang sering residif terutama pada anak-anak

3 Sinusitis paranasal merupakan inflamasi mukosa satu atau lebih sinus para nasal

Terjadi akibat edema ostia sinus oleh proses alergis dalam mukosa yang

menyebabkan sumbatan ostia sehingga terjadi penurunan oksigenasi dan tekanan

udara rongga sinus Hal tersebut akan menyuburkan pertumbuhan bakteri terutama

bakteri anaerob dan akan menyebabkan rusaknya fungsi barier epitel antara lain

akibat dekstruksi mukosa oleh mediator protein basa yang dilepas sel eosinofil

(MBP) dengan akibat sinusitis akan semakin parah13

Prognosis

Kebanyakan gejala rintis alergi dapat diobati Pada kasus yang lebih parah dapat memerlukan

imunoterapi Namun sebagai aturan umum jika suatu zat menjadi penyebab alergi bagi

seorang individu maka zat tersebut dapat terus mempengaruhi orang itu dalam jangka

panjang10

BAB V

KESIMPULAN

Rintis alergi adalah kelainan pada hidung dengan gejala bersin-bersin rinore rasa

gatal dan tersumbat setelah mukosa hidung terpapar alergen yang diperantarai oleh IgE

Alergen dapat berupa alergen inhalan misalnya tungau debu rumah kecoa serpihan epitel

kulit binatang rerumputan serta jamur alergen ingestan yang masuk ke saluran cerna

berupa makanan misalnya susu sapi telur coklat ikan laut udang kepiting dan kacang-

kacangan alergen injektan yang masuk melalui suntikan atau tusukan misalnya penisilin

dan sengatan lebah dan alergen kontaktan yang masuk melalui kontak kulit atau jaringan

mukosa misalnya bahan kosmetik perhiasan

Diagnosis rinitis alergi ditegakkan berdasarkan anamnesis pemeriksaan fisik dan

pemeriksaan penunjang Dari anamnesis dijumpai keluhan dan gejala berupa bersin keluar

ingus (rinore) yang encer dan banyak hidung tersumbat hidung dan mata gatal yang

kadang-kadang disertai dengan banyak keluar air mata (lakrimasi) pada anamnesis perlu

ditanyakan riwayat keluarga riwayat tempat tinggal dan lingkungan pekerjaan Pada

pemeriksaan fisik pada rinoskopi anterior dijumpai mukosa edema basah berwarna pucat

atau livid disertai adanya secret encer yang banyak

Penatalaksanaan dari rinitis alergi adalah menghindari kontak dengan allergen

medikamentosa operatif imunoterapi dan edukasi kepada pasien Komplikasi yang sering

terjadi pada rinitis alergi adalah polip hidung otitis media gangguan fungsi tuba dan sinusitis

paranasal

DAFTAR PUSTAKA

1 Irawati N Kasakeyan E Rusmono N Rinitis alergi Dalam Buku Ajar Ilmu

Kesehatan Telinga Hidung Kepala Leher Jakarta Balai Penerbit FKUI 2010 H118

ndash 22 128 ndash 33

2 Sudiro M Madiadipoera T Purwanto B Eosinofil kerokan mukosa hidung sebagai

diagnostik rinitis alergi MKB 2010 42 (1) 6-11

3 Sheikh J Allergic Rhinitis treatment and management Update on 2015 February

Available from http emedicine medscape comarticle 134825 Accessed on 3 April

2015

4 Meltzer EO Evaluation of the oral antihistamine for patients with allergic rhinitis

Updated on 2005 Available from httphighwirestanfordedu Accessed on 2015

April 3

5 Adams George L Boies buku ajar penyakit THT (Boeis fundamentals of

otolaryngology) Ed 6 Jakarta EGC 1997

6 Department of Pediatrics and Otolaryngology University of Pittsburgh School of

Medicine and Childrens Hospital of Pittsburgh Allergic rhinitis definition

epidemiology pathophysiology detection and diagnosis J Allergy Clin Immunol

2001 108 (1 Suppl) 2-8

7 Li J Zhang Y Zhang L Discovering suspectibility genes for allergic rhinitis and

allergic using genome-wide association study strategy Curr Opin Allergy Clin

Immunol 2015 15(1) 33-40

8 Rondon C Fernandez J Canto G Blanca M Local allergic rhinitis concept clinical

manifestations and diagnostic approach Updated on 2010 Available from

httpwwwncbinlmnihgovpubmed20945601 Accessed on 2015 April 3

9 Mabry R Marple B Allergic rhinitis In Cummingrsquos Otolaryngologi Head Neck

Surgery 4th Ed USA Elsevier 2005 982-988

10 Tran NP Vickery J Blaiss MS Management of Rhinitis Allergic and Non Allergic

2011 May 20 Available from

httpwwwncbinlmnihgovpmcarticlesPMC3121056 Accesed on 2015 April 3

11 Bachert C Allergic rhinitis pathophysiology diagnosis differential diagnosis and the

therapy Updated on 2011 September 9 Available from

httpwwwncbinlmnihgovpubmed9441024 Accessed on 2013 April 3

12 Oates JA Wood AJJ The New England Journal of Medicine Drug therapy 1991

Available from httphighwirestanfordedu Accessed on 2013 April 3

13 Settipane RA Complications of allergic Updated on 2014 July 20 Available from

httpwwwncbinlmnihgovpubmed10476318 Accessed on 2015 April 3

Page 12: Rhinitis Alergi

karpet serta sprai tempat tidur suhu yang tinggi dan faktor kelembaban udara Kelembaban

yang tinggi merupakan faktor resiko untuk untuk tumbuhnya jamur Berbagai pemicu yang

bisa berperan dan memperberat adalah beberapa faktor nonspesifik diantaranya asap rokok

polusi udara bau aroma yang kuat atau merangsang dan perubahan cuaca6

Rhinitis alergi dan atopi secara umum disebabkan oleh interaksi dari pasien yang

secara genetik memiliki potensi alergi dengan lingkungan Genetik secara jelas memiliki

peran penting Pada 20 ndash 30 semua populasi dan pada 10 ndash 15 anak semuanya atopi

Apabila kedua orang tua atopi maka risiko atopi menjadi 4 kali lebih besar atau mencapai

50 Peran lingkungan dalam dalam rinitis alergi yaitu alergen yang terdapat di seluruh

lingkungan terpapar dan merangsang respon imun yang secara genetik telah memiliki

kecenderungan alergi7

Berdasarkan cara masuknya alergen dibagi atas1

1 Alergen inhalan yang masuk bersama dengan udara pernapasan misalnya tungau debu

rumah kecoa serpihan epitel kulit binatang rerumputan serta jamur

2 Alergen ingestan yang masuk ke saluran cerna berupa makanan misalnya susu sapi

telur coklat ikan laut udang kepiting dan kacang-kacangan

3 Alergen injektan yang masuk melalui suntikan atau tusukan misalnya penisilin dan

sengatan lebah

4 Alergen kontaktan yang masuk melalui kontak kulit atau jaringan mukosa misalnya

bahan kosmetik perhiasan

Patogenesis

Rinitis alergi merupakan suatu penyakit inflamasi yang diawali dengan tahap sensitisasi

dan diikuti dengan tahap provokasireaksi alergi Reaksi alergi terdiri dari 2 fase yaitu

Immediate Phase Allergic Reaction atau reaksi alergi fase cepat (RAFC) yang berlangsung

sejak kontak dengan allergen sampai satu jam setelahnya dan Late Phase Allergic Reaction

atau reaksi alergi fase lambat (RAFL) yang berlangsung 2-4 jam dengan puncak 6-8 jam (fase

hiper-reaktifitas) setelah pemaparan dan dapat berlangsung sampai 24-48 jam1

Pada kontak pertama dengan allergen atau tahap sensitisasi makrofag atau monosit

yang berperan sebagai sel penyaji (Antigen Presenting CellAPC) akan menangkap allergen

yang menempel di permukaan mukosa hidung Setelah diproses antigen akan membentuk

fragmen pendek peptide dan bergabung dengan molekul HLA kelas II membentuk komplek

peptide MHC kelas II (Major Histocompatibility Complex) yang kemudian dipresentasikan

pada sel T Helper (Th0) Kemudian sel penyaji akan melepas sitokin seperti interleukin 1

(IL1) yang akan mengaktifkan Th0 untuk berproliferasi menjadi Th1 dan Th2 Th2 akan

menghasilakan berbagai sitokin seperti IL3 IL4 IL5 dan IL13 IL4 dan IL13 dapat diikat

oleh reseptornya di permukaan sel limfosit B sehingga sel limfosit B menjadi aktif dan akan

memproduksi IgE IgE di sirkulasi darah akan masuk ke jaringan dan diikat oleh reseptor IgE

di permukaan sel mastosit atau basofil (sel mediator) sehingga kedua sel ini menjadi aktif

Proses ini disebut sensitisasi yang menghasilkan sel mediator yang tersensitisasi Bila mukosa

yang sudah tersensitisasi terpapar dengan allergen yang sama maka kedua rantai IgE akan

mengikat allergen spesifik dan terjadi degranulasi (pecahnya dinding sel) mastosit dan basofil

dengan akibat terlepasnya mediator kimia yang sudah terbentuk (Preformed Mediators)

terutama histamine Selain itu juga dikeluarkan Newly Formed Mediators antara lain

prostaglandin D2 (PGD2) Leukotrein D4 (LTD4) Leukotrein C4 (LTC4) bradikinin

Platelet Activating Factor (PAF) dan berbagai sitokin Inilah yang disebut sebagai reaksi

alergi fase cepat (RAFC)1

Histamine akan merangsang reseptor H1 pada ujung saraf vidianus sehingga

menimbulkan rasa gatal pada hidung dan bersin-bersin Histamine juga akan menyebabkan

sel mukosa dan sel goblet megalami hipersekresi dan permeabilitas kapiler meningkat

sehingga terjadi rinorea Gejala lain dalah hidung tersumbat akibat vasodilatasi sinusoid

Selain histamine merangsang ujung saraf vidianus juga menyebabkan rangsangan pada

mukosa hidung sehingga terjadi pengeluaran Inter Cellular Adhesion Molecule 1 (ICAM1)1

Pada RAFC sel mastosit juga akan melepaskan molekul kemotaktik yang

menyebabkan akumulasi sel eusinofil dan noutrofil di jaringan target Timbulnya gejala

hiperaktif atau hiper responsive hidung adalah akibat peranan eosinofil dengan mediator

inflamasi dari granulnya seperti ECP EDP MBP EPO Pada fase ini selain factor spesifik

(allergen) iritasi oleh faktor non spesifik dapat memperberat gejala seperti asap rokok bau

yang merangsang perubahan cuaca dan kelembaban udara yang tinggi1

Gambaran Histologik

Secara mikroskopik tampak adanya dilatasi pembuluh darah dengan pembesaran sel

goblet dan sel pembentuk mucus Terdapat juga pembesaran ruang inter seluler dan

penebalan membrane basal serta ditemukan infiltrasi sel-sel eosinofil pada jaringan mukosa

dan submukosa hidung1

Gambaran yang ditemukan terdapat pada saat serangan Diluar keadaan serangan

mukosa kembali normal Akan tetapi serangan dapat terjadi terus-menerus (persisten)

sepanjang tahun sehingga lama kelamaan terjadi perubahan yang ireversibel yaitu terjadi

proliferasi jaringan ikat dan hiperplasia mukosa sehingga tampak mukosa hidung menebal1

Klasifikasi

Berdasarkan sifat berlangsungnya rinitis alergi dibagi menjadi 1

1 Rinitis alergi musiman (seasonal hay fever polinosis) Rinitis hanya ada di negara

yang mempunyai 4 musim Allergen penyebabnya spesifik yaitu tepungsari (pollen)

rerumputan dan spora jamur

2 Rinitis alergi sepanjang tahun (perennial) Gejala penyakit ini timbul intermiten atau

terus menerus tanpa variasi musim Penyebab yang paling sering ialah alergen

inhalan dan alergen ingestan

Klasifikasi rinitis alergi berdasarkan rekomendasi dari WHO Initiative ARIA (Allergic

Rhinitis and its Impact on Asthma) tahun 2000 yaitu berdasarkan sifat berlangsungnya

dibagi menjadi 1

1 Intermiten (kadang-kadang)

Bila gejala kurang dari 4 hariminggu atau kurang dari 4 minggu

2 Persistenmenetap

Bila gejala lebih dari 4 hariminggu dan atau lebih dari 4 minggu

Sedangkan untuk tingkat berat ringannya penyakit rinitis alergi dibagi menjadi 1

1 Ringan

Bila tidak ditemukan gangguan tidur gangguan aktivitas harianbersantai

berolahraga belajar bekerja dan hal-hal lain yang mengganggu

2 Sedang-berat

Bila terdapat satu atau lebih dari gangguan tersebut diatas

Gejala Klinis

Gejala klinis pada rinitis alergi adalah bersin berulang pada pagi hari keluar ingus

(rinore) yang encer dan banyak hidung tersumbat hidung dan mata gatal yang kadang-

kadang disertai dengan banyak keluar air mata (lakrimasi)89

Awitan gejala timbul cepat setelah paparan allergen dapat berupa bersin mata atau

palatum yang gatal berair rinore hidung gatal hidung tersumbat8 Pada mata dapat

menunjukkan gejala berupa mata merah gatal conjungtivitis mata terasa terbakar dan

lakrimasi38 Pada telinga bisa dijumpai gangguan fungsi tuba efusi telinga bagian tengah8

Diagnosis

Anamnesis

Gejala klinis pada rinitis alergi adalah bersin berulang pada pagi hari keluar ingus

(rinore) yang encer dan banyak hidung tersumbat hidung dan mata gatal yang kadang-

kadang disertai dengan banyak keluar air mata (lakrimasi)10

Awitan gejala timbul cepat setelah paparan allergen dapat berupa bersin mata atau

palatum yang gatal berair rinore hidung gatal hidung tersumbat810 Pada mata dapat

menunjukkan gejala berupa mata merah gatal conjungtivitis mata terasa terbakar dan

lakrimasi38 Pada telinga bisa dijumpai gangguan fungsi tuba efusi telinga bagian tengah68

Pada anamnesis didapati keluhan serangan bersin yang berulang Bersin ini merupakan

gejala pada RAFC dan kadang-kadang RAFL sebagai akibat dilepaskannya histamin Gejala

lain adalah keluar ingus (rinore) yang encer dan banyak hidung tersumbat hidung dan mata

gatal yang kadang-kadang disertai dengan banyak keluar air mata (lakrimasi)1

Riwayat penyakit alergi dalam keluarga perlu ditanyakan Pasien juga perlu ditanya

gangguan alergi selain yang menyerang hidung seperti asma eczema urtikaria atau

sensitivitas obat Keadaan lingkungan kerja dan tempat tinggal juga perlu ditanya untuk

mengaitkan awitan gejala 34

Pemeriksaan Fisik

Pada muka biasanya didapatkan garis Dennie-Morgan dan allergic shinner yaitu

bayangan gelap di daerah bawah mata karena stasis vena sekunder akibat obstruksi hidung

Selain itu dapat ditemukan juga allergic crease yaitu berupa garis melintang pada dorsum

nasi bagian sepertiga bawah Garis ini timbul akibat hidung yang sering digosok-gosok oleh

punggung tangan (allergic salute) Pada pemeriksaan rinoskopi anterior ditemukan mukosa

hidung basah berwarna pucat atau livid dengan konka edema dan sekret yang encer dan

banyak Perlu juga dilihat adanya kelainan septum atau polip hidung yang dapat memperberat

gejala hidung tersumbat Selain itu dapat pula ditemukan konjungtivis bilateral atau penyakit

yang berhubungan lainnya seperti sinusitis dan otitis media Mulut sering terbuka dengan

lengkung langit-langit yang tinggi sehingga akan menyebabkan gangguan pertumbuhan gigi-

geligi (facies adenoid) Dinding posterior faring tampak granuler dan edema (cobblestone

appearance) serta dinding lateral faring menebal Lidah tampak seperti gambaran peta

(geographic tongue)1

Pemeriksaan Penunjang

Invitro

Hitung eosinofil dalam darah tepi dapat normal atau meningkat Demikian pula pemeriksaan

IgE total seringkali menunjukkan nilai normal kecuali bila tanda alergi pada pasien lebih dari

satu macam penyakit misalnya selain rinitis alergi juga menderita asma bronkial atau

urtikaria Lebih bermakna adalah dengan RAST (Radio Immuno Sorbent Test) atau ELISA

(Enzyme Linked Immuno Sorbent Assay Test) Pemeriksaan sitologi hidung walaupun tidak

dapat memastikan diagnosis tetap berguna sebagai pemeriksaan pelengkap Ditemukannya

eosinofil dalam jumlah banyak menunjukkan kemungkinan alergi inhalan Jika basofil (5

sellap) mungkin disebabkan alergi makanan sedangkan jika ditemukan sel PMN

menunjukkan adanya infeksi bakteri1

Invivo

Allergen penyebab dapat dicari dengan cara pemeriksaan tes cukit kulit uji intrakutan atau

intradermal yang tunggal atau berseri (Skin End-Point Titration SET) SET dilakukan untuk

allergen inhalan dengan menyuntikkan allergen dalam berbagai konsentrasi yang bertingkat

kepekatannya Untuk allergen makanan uji kulit Intracutaneus Provocative Dilutional Food

Test (IPDFT) namun sebagai baku emas dapat dilakukan dengan diet eliminasi dan

provokasi (Challenge Test) Keuntungan SET selain alergen penyebab juga derajat alergi

serta dosis inisial untuk desensitisasi dapat diketahui Untuk alergi makanan uji kulit seperti

tersebut diatas kurang dapat diandalkan Diagnosis biasanya ditegakkan dengan diet eliminasi

dan provokasi (ldquoChallenge Testrdquo) Alergen ingestan secara tuntas lenyap dari tubuh dalam

waktu lima hari Karena itu pada Challenge Test makanan yang dicurigai diberikan pada

pasien setelah berpantang selama 5 hari selanjutnya diamati reaksinya Pada diet eliminasi

jenis makanan setiap kali dihilangkan dari menu makanan sampai suatu ketika gejala

menghilang dengan meniadakan suatu jenis makanan1

Diagnosis Banding

Diagnosa Banding dari rinitis alergi adalah11

1 Rhinitis Non-alergik

Rhinitis non-alergik adalah suatu keadaan inflamasi hidung yang disebabkan

oleh selain alergi Keadaan ini tidak dapat diidentifikasi dengan pemeriksaan

alergi yang sesuai (anamnesis tes cukit kulit kadar antibodi IgE spesifik

serum)

Kelainan ini dapat bermacam-macam bergantung dari penyebabnya antara

lain

- rhinitis vasomotor

- rhinitis gustator

- rhinitis medikamentosa

- rhinitis hormonal

2 Immotile cilia syndrome (ciliary dyskinesis)

Diskinesia Silia Primer (PCD juga disebut sindrom immotile-silia) ditandai

oleh penurunan nilai bawaan dari clearance mukosiliar (PKS) Manifestasi

klinis termasuk batuk kronis rinitis kronis dan sinusitis kronis Otitis dan

otosalpingitis yang umum di masa kanak-kanak seperti juga poliposis hidung

dan agenesis sinus frontalis

Penatalaksanaan

1 Terapi yang paling ideal adalah dengan menghindari kontak dengan allergen

penyebabnya (avoidance) dan eliminasi 1

2 Medikamentosa

a Antihistamin

Antihistamin yang dipakai adalah antagonis histamine H-1 yang bekerja

secara inhibitor kompetitif pada reseptor H-1 sel target dan merupakan

preparat farmakologik yang paling sering dipakai sebagai lini pertama

pengobatan rhinitis alergi Pemberian dapat dalam kombinasi atau tanpa

kombinasi dengan dekongestan secara peroral 1

Antihistamin dibagi dalam 2 golongan yaitu golongan antihistamin generasi 1

(klasik) dan generasi 2 (non-sedatif) Antihistamin generasi 1 bersifat lipofilik

sehingga dapat menembus sawar darah otak (mempunyai efek pada SSP) dan

plasenta serta mempunyai efek kolinergik Yang termasuk kelompok ini

antara lain adalah difenhidramin klorfeniramin prometasin siproheptadin

sedangkan yang dapat diberikan secara topical adalah azelastin Antihistamin

generasi 2 bersifat lipofobik sehingga sulit menembus sawar darah otak

Bersifat selektif mengikat resptor H-1 perifer dan tidak mempunyai efek

antikolinergik antiadrenergik dan pada efek pada SSP minimal (non-sedatif) 1

Antihistamin diabsorpsi secara oral dengan cepat dan mudah serta efektif

untuk mengatasi gejala obstruksi hidung pada fase lambat Antihistamin non

sedative dapat dibagi menjadi dua golongan menurut keamananya Kelompok

pertama adalah astemisol dan terfenadin yang mempunyai efek kardiotoksik

Toksisitas terhadap jantung tersebut disebabkan repolarisasi jantung yang

tertunda dan dapat menyebabkan aritmia ventrikel henti jantung dan bahkan

kematia medadak (sudah ditarik dari peredaran) Kelompok kedua adalah

loratadin setirisin fexofenadin desloratadin dan levosetirisin 1

Preparat simpatomimetik golongan agonis adrenergik alfa dipakai sebagai

dekongestan hidung oral dengan atau tanpa kombinasi dengan antihistamin

atau topikal Namun pemakaian secara topikal hanya boleh untuk beberapa

hari saja untuk menghindari terjadinya rinitis medikamentosa 1

Tabel 1 Antihistamin oral optimal untuk rhinitis alergi12

Tabel 2 Efek samping sedasi dari antihistamin12

b Dekongestan

Golongan obat ini tersedia dalam bentuk topikal maupun sistemik Onset obat

topikal jauh lebih cepat daripada preparat sistemik namun dapat

menyebabkan rhinitis medikamentosa bila digunakan dalam jangka waktu

lama12

Obat dekongestan sistemik yang sering digunakan adalah pseudoephedrine

HCl dan Phenylpropanolamin HCl Obat ini dapat menyebabkan

vasokonstriksi pembuluh darah Dosis obat ini 15 mg untuk anak 2-5 tahun 30

mg untuk anak 6-12 tahun dan 60 mg untuk dewasa diberikan setiap 6 jam

Efek samping dari obat-obatan ini yang paling sering adalah insomnia dan

iritabilitas 12

c Antikolinergik

Preparat antikolinergik topikal adalah ipratropium bromide bermanfaat untuk

mengatasi rinore karena aktifitas inhibisi reseptor kolinergik pada permukaan

sel efektor 1

d Kortikosteroid

Preparat kortikosteroid dipilih bila gejala terutama sumbatan hidung akibat

respon fase lambat tidak berhasil diatasi dengan obat lain Yang sering dipakai

adalah kortikosteroid topikal (beklometason budesonid flunisolid flutikason

mometason furoat dan triamsinolon) Kortikosteroid topikal bekerja untuk

mengurangi jumlah sel mastosit pada mukosa hidung mencegah pengeluaran

protei n sitotoksik dari eosinofil mengurangi aktifitas limfosit mencegah

bocornya plasma Hal ini menyebabkan epitel hidung tidak hiperresponsif

terhadap rangsangan allergen (bekerja pada respon cepat dan lambat) Preparat

sodium kromoglikat topikal bekerja menstabilkan mastosit (mungkin

menghambat ion kalsium) sehingga pelepasan mediator dihambat Pada

respons fase lambat obat ini juga menghambat proses inflamasi dengan

menghambat aktifasi sel netrofil eosinofil dan monosit Hasil terbaik dapat

dicapai bila diberikan sebagai profilaksis 1

e Lainnya

Pengobatan baru lainnya untuk riniris alergi adalah anti leukotrien

(zafirlukastmontelukast) anti IgE DNA rekombinan 1

Menurut penelitian yang dilakukan pada tahun 2006 membuktikan bahwa

pseudoephedrine dan montelukast memiliki efek yang serupa dalam mengatasi

gejala dan memperbaiki kualitas hidup pasien11

3 Operatif

Tindakan konkotomi parsial (pemotongan sebagian konka inferior) konkoplasti atau

multiple outfractured inferior turbinoplasty perlu dipikirkan bila konka inferior

hipertrofi berat dan tidak berhasil dikecilkan dengan cara kaeuterisasi memakai

AgNO3 25 atau triklor asetat1

4 Imunoterapi

Cara pengobatan ini dilakukan pada alergi inhalan dengan gejala yang berat dan

sudah berlangsung lama serta dengan pengobatan cara lain tidak memberikan hasil

yang memuaskan Tujuan dari imunoterapi adalah pembentukkan IgG blocking

antibody dan penurunan IgE Ada 2 metode imunoterapi yang umum dilakukan yaitu

intradermal dan sublingual1

Komplikasi

Komplikasi rinitis alergi yang sering ialah

1 Polip Hidung

Polip hidung yang memiliki tanda patognomonis inspisited mucous glands

akumulasi sel-sel inflamasi yang luar biasa banyaknya (lebih eosinofil dan

limfosit T CD4+) hiperplasia epitel hiperplasia goblet dan metaplasia

skuamosa

2 Otitis media yang sering residif terutama pada anak-anak

3 Sinusitis paranasal merupakan inflamasi mukosa satu atau lebih sinus para nasal

Terjadi akibat edema ostia sinus oleh proses alergis dalam mukosa yang

menyebabkan sumbatan ostia sehingga terjadi penurunan oksigenasi dan tekanan

udara rongga sinus Hal tersebut akan menyuburkan pertumbuhan bakteri terutama

bakteri anaerob dan akan menyebabkan rusaknya fungsi barier epitel antara lain

akibat dekstruksi mukosa oleh mediator protein basa yang dilepas sel eosinofil

(MBP) dengan akibat sinusitis akan semakin parah13

Prognosis

Kebanyakan gejala rintis alergi dapat diobati Pada kasus yang lebih parah dapat memerlukan

imunoterapi Namun sebagai aturan umum jika suatu zat menjadi penyebab alergi bagi

seorang individu maka zat tersebut dapat terus mempengaruhi orang itu dalam jangka

panjang10

BAB V

KESIMPULAN

Rintis alergi adalah kelainan pada hidung dengan gejala bersin-bersin rinore rasa

gatal dan tersumbat setelah mukosa hidung terpapar alergen yang diperantarai oleh IgE

Alergen dapat berupa alergen inhalan misalnya tungau debu rumah kecoa serpihan epitel

kulit binatang rerumputan serta jamur alergen ingestan yang masuk ke saluran cerna

berupa makanan misalnya susu sapi telur coklat ikan laut udang kepiting dan kacang-

kacangan alergen injektan yang masuk melalui suntikan atau tusukan misalnya penisilin

dan sengatan lebah dan alergen kontaktan yang masuk melalui kontak kulit atau jaringan

mukosa misalnya bahan kosmetik perhiasan

Diagnosis rinitis alergi ditegakkan berdasarkan anamnesis pemeriksaan fisik dan

pemeriksaan penunjang Dari anamnesis dijumpai keluhan dan gejala berupa bersin keluar

ingus (rinore) yang encer dan banyak hidung tersumbat hidung dan mata gatal yang

kadang-kadang disertai dengan banyak keluar air mata (lakrimasi) pada anamnesis perlu

ditanyakan riwayat keluarga riwayat tempat tinggal dan lingkungan pekerjaan Pada

pemeriksaan fisik pada rinoskopi anterior dijumpai mukosa edema basah berwarna pucat

atau livid disertai adanya secret encer yang banyak

Penatalaksanaan dari rinitis alergi adalah menghindari kontak dengan allergen

medikamentosa operatif imunoterapi dan edukasi kepada pasien Komplikasi yang sering

terjadi pada rinitis alergi adalah polip hidung otitis media gangguan fungsi tuba dan sinusitis

paranasal

DAFTAR PUSTAKA

1 Irawati N Kasakeyan E Rusmono N Rinitis alergi Dalam Buku Ajar Ilmu

Kesehatan Telinga Hidung Kepala Leher Jakarta Balai Penerbit FKUI 2010 H118

ndash 22 128 ndash 33

2 Sudiro M Madiadipoera T Purwanto B Eosinofil kerokan mukosa hidung sebagai

diagnostik rinitis alergi MKB 2010 42 (1) 6-11

3 Sheikh J Allergic Rhinitis treatment and management Update on 2015 February

Available from http emedicine medscape comarticle 134825 Accessed on 3 April

2015

4 Meltzer EO Evaluation of the oral antihistamine for patients with allergic rhinitis

Updated on 2005 Available from httphighwirestanfordedu Accessed on 2015

April 3

5 Adams George L Boies buku ajar penyakit THT (Boeis fundamentals of

otolaryngology) Ed 6 Jakarta EGC 1997

6 Department of Pediatrics and Otolaryngology University of Pittsburgh School of

Medicine and Childrens Hospital of Pittsburgh Allergic rhinitis definition

epidemiology pathophysiology detection and diagnosis J Allergy Clin Immunol

2001 108 (1 Suppl) 2-8

7 Li J Zhang Y Zhang L Discovering suspectibility genes for allergic rhinitis and

allergic using genome-wide association study strategy Curr Opin Allergy Clin

Immunol 2015 15(1) 33-40

8 Rondon C Fernandez J Canto G Blanca M Local allergic rhinitis concept clinical

manifestations and diagnostic approach Updated on 2010 Available from

httpwwwncbinlmnihgovpubmed20945601 Accessed on 2015 April 3

9 Mabry R Marple B Allergic rhinitis In Cummingrsquos Otolaryngologi Head Neck

Surgery 4th Ed USA Elsevier 2005 982-988

10 Tran NP Vickery J Blaiss MS Management of Rhinitis Allergic and Non Allergic

2011 May 20 Available from

httpwwwncbinlmnihgovpmcarticlesPMC3121056 Accesed on 2015 April 3

11 Bachert C Allergic rhinitis pathophysiology diagnosis differential diagnosis and the

therapy Updated on 2011 September 9 Available from

httpwwwncbinlmnihgovpubmed9441024 Accessed on 2013 April 3

12 Oates JA Wood AJJ The New England Journal of Medicine Drug therapy 1991

Available from httphighwirestanfordedu Accessed on 2013 April 3

13 Settipane RA Complications of allergic Updated on 2014 July 20 Available from

httpwwwncbinlmnihgovpubmed10476318 Accessed on 2015 April 3

Page 13: Rhinitis Alergi

(IL1) yang akan mengaktifkan Th0 untuk berproliferasi menjadi Th1 dan Th2 Th2 akan

menghasilakan berbagai sitokin seperti IL3 IL4 IL5 dan IL13 IL4 dan IL13 dapat diikat

oleh reseptornya di permukaan sel limfosit B sehingga sel limfosit B menjadi aktif dan akan

memproduksi IgE IgE di sirkulasi darah akan masuk ke jaringan dan diikat oleh reseptor IgE

di permukaan sel mastosit atau basofil (sel mediator) sehingga kedua sel ini menjadi aktif

Proses ini disebut sensitisasi yang menghasilkan sel mediator yang tersensitisasi Bila mukosa

yang sudah tersensitisasi terpapar dengan allergen yang sama maka kedua rantai IgE akan

mengikat allergen spesifik dan terjadi degranulasi (pecahnya dinding sel) mastosit dan basofil

dengan akibat terlepasnya mediator kimia yang sudah terbentuk (Preformed Mediators)

terutama histamine Selain itu juga dikeluarkan Newly Formed Mediators antara lain

prostaglandin D2 (PGD2) Leukotrein D4 (LTD4) Leukotrein C4 (LTC4) bradikinin

Platelet Activating Factor (PAF) dan berbagai sitokin Inilah yang disebut sebagai reaksi

alergi fase cepat (RAFC)1

Histamine akan merangsang reseptor H1 pada ujung saraf vidianus sehingga

menimbulkan rasa gatal pada hidung dan bersin-bersin Histamine juga akan menyebabkan

sel mukosa dan sel goblet megalami hipersekresi dan permeabilitas kapiler meningkat

sehingga terjadi rinorea Gejala lain dalah hidung tersumbat akibat vasodilatasi sinusoid

Selain histamine merangsang ujung saraf vidianus juga menyebabkan rangsangan pada

mukosa hidung sehingga terjadi pengeluaran Inter Cellular Adhesion Molecule 1 (ICAM1)1

Pada RAFC sel mastosit juga akan melepaskan molekul kemotaktik yang

menyebabkan akumulasi sel eusinofil dan noutrofil di jaringan target Timbulnya gejala

hiperaktif atau hiper responsive hidung adalah akibat peranan eosinofil dengan mediator

inflamasi dari granulnya seperti ECP EDP MBP EPO Pada fase ini selain factor spesifik

(allergen) iritasi oleh faktor non spesifik dapat memperberat gejala seperti asap rokok bau

yang merangsang perubahan cuaca dan kelembaban udara yang tinggi1

Gambaran Histologik

Secara mikroskopik tampak adanya dilatasi pembuluh darah dengan pembesaran sel

goblet dan sel pembentuk mucus Terdapat juga pembesaran ruang inter seluler dan

penebalan membrane basal serta ditemukan infiltrasi sel-sel eosinofil pada jaringan mukosa

dan submukosa hidung1

Gambaran yang ditemukan terdapat pada saat serangan Diluar keadaan serangan

mukosa kembali normal Akan tetapi serangan dapat terjadi terus-menerus (persisten)

sepanjang tahun sehingga lama kelamaan terjadi perubahan yang ireversibel yaitu terjadi

proliferasi jaringan ikat dan hiperplasia mukosa sehingga tampak mukosa hidung menebal1

Klasifikasi

Berdasarkan sifat berlangsungnya rinitis alergi dibagi menjadi 1

1 Rinitis alergi musiman (seasonal hay fever polinosis) Rinitis hanya ada di negara

yang mempunyai 4 musim Allergen penyebabnya spesifik yaitu tepungsari (pollen)

rerumputan dan spora jamur

2 Rinitis alergi sepanjang tahun (perennial) Gejala penyakit ini timbul intermiten atau

terus menerus tanpa variasi musim Penyebab yang paling sering ialah alergen

inhalan dan alergen ingestan

Klasifikasi rinitis alergi berdasarkan rekomendasi dari WHO Initiative ARIA (Allergic

Rhinitis and its Impact on Asthma) tahun 2000 yaitu berdasarkan sifat berlangsungnya

dibagi menjadi 1

1 Intermiten (kadang-kadang)

Bila gejala kurang dari 4 hariminggu atau kurang dari 4 minggu

2 Persistenmenetap

Bila gejala lebih dari 4 hariminggu dan atau lebih dari 4 minggu

Sedangkan untuk tingkat berat ringannya penyakit rinitis alergi dibagi menjadi 1

1 Ringan

Bila tidak ditemukan gangguan tidur gangguan aktivitas harianbersantai

berolahraga belajar bekerja dan hal-hal lain yang mengganggu

2 Sedang-berat

Bila terdapat satu atau lebih dari gangguan tersebut diatas

Gejala Klinis

Gejala klinis pada rinitis alergi adalah bersin berulang pada pagi hari keluar ingus

(rinore) yang encer dan banyak hidung tersumbat hidung dan mata gatal yang kadang-

kadang disertai dengan banyak keluar air mata (lakrimasi)89

Awitan gejala timbul cepat setelah paparan allergen dapat berupa bersin mata atau

palatum yang gatal berair rinore hidung gatal hidung tersumbat8 Pada mata dapat

menunjukkan gejala berupa mata merah gatal conjungtivitis mata terasa terbakar dan

lakrimasi38 Pada telinga bisa dijumpai gangguan fungsi tuba efusi telinga bagian tengah8

Diagnosis

Anamnesis

Gejala klinis pada rinitis alergi adalah bersin berulang pada pagi hari keluar ingus

(rinore) yang encer dan banyak hidung tersumbat hidung dan mata gatal yang kadang-

kadang disertai dengan banyak keluar air mata (lakrimasi)10

Awitan gejala timbul cepat setelah paparan allergen dapat berupa bersin mata atau

palatum yang gatal berair rinore hidung gatal hidung tersumbat810 Pada mata dapat

menunjukkan gejala berupa mata merah gatal conjungtivitis mata terasa terbakar dan

lakrimasi38 Pada telinga bisa dijumpai gangguan fungsi tuba efusi telinga bagian tengah68

Pada anamnesis didapati keluhan serangan bersin yang berulang Bersin ini merupakan

gejala pada RAFC dan kadang-kadang RAFL sebagai akibat dilepaskannya histamin Gejala

lain adalah keluar ingus (rinore) yang encer dan banyak hidung tersumbat hidung dan mata

gatal yang kadang-kadang disertai dengan banyak keluar air mata (lakrimasi)1

Riwayat penyakit alergi dalam keluarga perlu ditanyakan Pasien juga perlu ditanya

gangguan alergi selain yang menyerang hidung seperti asma eczema urtikaria atau

sensitivitas obat Keadaan lingkungan kerja dan tempat tinggal juga perlu ditanya untuk

mengaitkan awitan gejala 34

Pemeriksaan Fisik

Pada muka biasanya didapatkan garis Dennie-Morgan dan allergic shinner yaitu

bayangan gelap di daerah bawah mata karena stasis vena sekunder akibat obstruksi hidung

Selain itu dapat ditemukan juga allergic crease yaitu berupa garis melintang pada dorsum

nasi bagian sepertiga bawah Garis ini timbul akibat hidung yang sering digosok-gosok oleh

punggung tangan (allergic salute) Pada pemeriksaan rinoskopi anterior ditemukan mukosa

hidung basah berwarna pucat atau livid dengan konka edema dan sekret yang encer dan

banyak Perlu juga dilihat adanya kelainan septum atau polip hidung yang dapat memperberat

gejala hidung tersumbat Selain itu dapat pula ditemukan konjungtivis bilateral atau penyakit

yang berhubungan lainnya seperti sinusitis dan otitis media Mulut sering terbuka dengan

lengkung langit-langit yang tinggi sehingga akan menyebabkan gangguan pertumbuhan gigi-

geligi (facies adenoid) Dinding posterior faring tampak granuler dan edema (cobblestone

appearance) serta dinding lateral faring menebal Lidah tampak seperti gambaran peta

(geographic tongue)1

Pemeriksaan Penunjang

Invitro

Hitung eosinofil dalam darah tepi dapat normal atau meningkat Demikian pula pemeriksaan

IgE total seringkali menunjukkan nilai normal kecuali bila tanda alergi pada pasien lebih dari

satu macam penyakit misalnya selain rinitis alergi juga menderita asma bronkial atau

urtikaria Lebih bermakna adalah dengan RAST (Radio Immuno Sorbent Test) atau ELISA

(Enzyme Linked Immuno Sorbent Assay Test) Pemeriksaan sitologi hidung walaupun tidak

dapat memastikan diagnosis tetap berguna sebagai pemeriksaan pelengkap Ditemukannya

eosinofil dalam jumlah banyak menunjukkan kemungkinan alergi inhalan Jika basofil (5

sellap) mungkin disebabkan alergi makanan sedangkan jika ditemukan sel PMN

menunjukkan adanya infeksi bakteri1

Invivo

Allergen penyebab dapat dicari dengan cara pemeriksaan tes cukit kulit uji intrakutan atau

intradermal yang tunggal atau berseri (Skin End-Point Titration SET) SET dilakukan untuk

allergen inhalan dengan menyuntikkan allergen dalam berbagai konsentrasi yang bertingkat

kepekatannya Untuk allergen makanan uji kulit Intracutaneus Provocative Dilutional Food

Test (IPDFT) namun sebagai baku emas dapat dilakukan dengan diet eliminasi dan

provokasi (Challenge Test) Keuntungan SET selain alergen penyebab juga derajat alergi

serta dosis inisial untuk desensitisasi dapat diketahui Untuk alergi makanan uji kulit seperti

tersebut diatas kurang dapat diandalkan Diagnosis biasanya ditegakkan dengan diet eliminasi

dan provokasi (ldquoChallenge Testrdquo) Alergen ingestan secara tuntas lenyap dari tubuh dalam

waktu lima hari Karena itu pada Challenge Test makanan yang dicurigai diberikan pada

pasien setelah berpantang selama 5 hari selanjutnya diamati reaksinya Pada diet eliminasi

jenis makanan setiap kali dihilangkan dari menu makanan sampai suatu ketika gejala

menghilang dengan meniadakan suatu jenis makanan1

Diagnosis Banding

Diagnosa Banding dari rinitis alergi adalah11

1 Rhinitis Non-alergik

Rhinitis non-alergik adalah suatu keadaan inflamasi hidung yang disebabkan

oleh selain alergi Keadaan ini tidak dapat diidentifikasi dengan pemeriksaan

alergi yang sesuai (anamnesis tes cukit kulit kadar antibodi IgE spesifik

serum)

Kelainan ini dapat bermacam-macam bergantung dari penyebabnya antara

lain

- rhinitis vasomotor

- rhinitis gustator

- rhinitis medikamentosa

- rhinitis hormonal

2 Immotile cilia syndrome (ciliary dyskinesis)

Diskinesia Silia Primer (PCD juga disebut sindrom immotile-silia) ditandai

oleh penurunan nilai bawaan dari clearance mukosiliar (PKS) Manifestasi

klinis termasuk batuk kronis rinitis kronis dan sinusitis kronis Otitis dan

otosalpingitis yang umum di masa kanak-kanak seperti juga poliposis hidung

dan agenesis sinus frontalis

Penatalaksanaan

1 Terapi yang paling ideal adalah dengan menghindari kontak dengan allergen

penyebabnya (avoidance) dan eliminasi 1

2 Medikamentosa

a Antihistamin

Antihistamin yang dipakai adalah antagonis histamine H-1 yang bekerja

secara inhibitor kompetitif pada reseptor H-1 sel target dan merupakan

preparat farmakologik yang paling sering dipakai sebagai lini pertama

pengobatan rhinitis alergi Pemberian dapat dalam kombinasi atau tanpa

kombinasi dengan dekongestan secara peroral 1

Antihistamin dibagi dalam 2 golongan yaitu golongan antihistamin generasi 1

(klasik) dan generasi 2 (non-sedatif) Antihistamin generasi 1 bersifat lipofilik

sehingga dapat menembus sawar darah otak (mempunyai efek pada SSP) dan

plasenta serta mempunyai efek kolinergik Yang termasuk kelompok ini

antara lain adalah difenhidramin klorfeniramin prometasin siproheptadin

sedangkan yang dapat diberikan secara topical adalah azelastin Antihistamin

generasi 2 bersifat lipofobik sehingga sulit menembus sawar darah otak

Bersifat selektif mengikat resptor H-1 perifer dan tidak mempunyai efek

antikolinergik antiadrenergik dan pada efek pada SSP minimal (non-sedatif) 1

Antihistamin diabsorpsi secara oral dengan cepat dan mudah serta efektif

untuk mengatasi gejala obstruksi hidung pada fase lambat Antihistamin non

sedative dapat dibagi menjadi dua golongan menurut keamananya Kelompok

pertama adalah astemisol dan terfenadin yang mempunyai efek kardiotoksik

Toksisitas terhadap jantung tersebut disebabkan repolarisasi jantung yang

tertunda dan dapat menyebabkan aritmia ventrikel henti jantung dan bahkan

kematia medadak (sudah ditarik dari peredaran) Kelompok kedua adalah

loratadin setirisin fexofenadin desloratadin dan levosetirisin 1

Preparat simpatomimetik golongan agonis adrenergik alfa dipakai sebagai

dekongestan hidung oral dengan atau tanpa kombinasi dengan antihistamin

atau topikal Namun pemakaian secara topikal hanya boleh untuk beberapa

hari saja untuk menghindari terjadinya rinitis medikamentosa 1

Tabel 1 Antihistamin oral optimal untuk rhinitis alergi12

Tabel 2 Efek samping sedasi dari antihistamin12

b Dekongestan

Golongan obat ini tersedia dalam bentuk topikal maupun sistemik Onset obat

topikal jauh lebih cepat daripada preparat sistemik namun dapat

menyebabkan rhinitis medikamentosa bila digunakan dalam jangka waktu

lama12

Obat dekongestan sistemik yang sering digunakan adalah pseudoephedrine

HCl dan Phenylpropanolamin HCl Obat ini dapat menyebabkan

vasokonstriksi pembuluh darah Dosis obat ini 15 mg untuk anak 2-5 tahun 30

mg untuk anak 6-12 tahun dan 60 mg untuk dewasa diberikan setiap 6 jam

Efek samping dari obat-obatan ini yang paling sering adalah insomnia dan

iritabilitas 12

c Antikolinergik

Preparat antikolinergik topikal adalah ipratropium bromide bermanfaat untuk

mengatasi rinore karena aktifitas inhibisi reseptor kolinergik pada permukaan

sel efektor 1

d Kortikosteroid

Preparat kortikosteroid dipilih bila gejala terutama sumbatan hidung akibat

respon fase lambat tidak berhasil diatasi dengan obat lain Yang sering dipakai

adalah kortikosteroid topikal (beklometason budesonid flunisolid flutikason

mometason furoat dan triamsinolon) Kortikosteroid topikal bekerja untuk

mengurangi jumlah sel mastosit pada mukosa hidung mencegah pengeluaran

protei n sitotoksik dari eosinofil mengurangi aktifitas limfosit mencegah

bocornya plasma Hal ini menyebabkan epitel hidung tidak hiperresponsif

terhadap rangsangan allergen (bekerja pada respon cepat dan lambat) Preparat

sodium kromoglikat topikal bekerja menstabilkan mastosit (mungkin

menghambat ion kalsium) sehingga pelepasan mediator dihambat Pada

respons fase lambat obat ini juga menghambat proses inflamasi dengan

menghambat aktifasi sel netrofil eosinofil dan monosit Hasil terbaik dapat

dicapai bila diberikan sebagai profilaksis 1

e Lainnya

Pengobatan baru lainnya untuk riniris alergi adalah anti leukotrien

(zafirlukastmontelukast) anti IgE DNA rekombinan 1

Menurut penelitian yang dilakukan pada tahun 2006 membuktikan bahwa

pseudoephedrine dan montelukast memiliki efek yang serupa dalam mengatasi

gejala dan memperbaiki kualitas hidup pasien11

3 Operatif

Tindakan konkotomi parsial (pemotongan sebagian konka inferior) konkoplasti atau

multiple outfractured inferior turbinoplasty perlu dipikirkan bila konka inferior

hipertrofi berat dan tidak berhasil dikecilkan dengan cara kaeuterisasi memakai

AgNO3 25 atau triklor asetat1

4 Imunoterapi

Cara pengobatan ini dilakukan pada alergi inhalan dengan gejala yang berat dan

sudah berlangsung lama serta dengan pengobatan cara lain tidak memberikan hasil

yang memuaskan Tujuan dari imunoterapi adalah pembentukkan IgG blocking

antibody dan penurunan IgE Ada 2 metode imunoterapi yang umum dilakukan yaitu

intradermal dan sublingual1

Komplikasi

Komplikasi rinitis alergi yang sering ialah

1 Polip Hidung

Polip hidung yang memiliki tanda patognomonis inspisited mucous glands

akumulasi sel-sel inflamasi yang luar biasa banyaknya (lebih eosinofil dan

limfosit T CD4+) hiperplasia epitel hiperplasia goblet dan metaplasia

skuamosa

2 Otitis media yang sering residif terutama pada anak-anak

3 Sinusitis paranasal merupakan inflamasi mukosa satu atau lebih sinus para nasal

Terjadi akibat edema ostia sinus oleh proses alergis dalam mukosa yang

menyebabkan sumbatan ostia sehingga terjadi penurunan oksigenasi dan tekanan

udara rongga sinus Hal tersebut akan menyuburkan pertumbuhan bakteri terutama

bakteri anaerob dan akan menyebabkan rusaknya fungsi barier epitel antara lain

akibat dekstruksi mukosa oleh mediator protein basa yang dilepas sel eosinofil

(MBP) dengan akibat sinusitis akan semakin parah13

Prognosis

Kebanyakan gejala rintis alergi dapat diobati Pada kasus yang lebih parah dapat memerlukan

imunoterapi Namun sebagai aturan umum jika suatu zat menjadi penyebab alergi bagi

seorang individu maka zat tersebut dapat terus mempengaruhi orang itu dalam jangka

panjang10

BAB V

KESIMPULAN

Rintis alergi adalah kelainan pada hidung dengan gejala bersin-bersin rinore rasa

gatal dan tersumbat setelah mukosa hidung terpapar alergen yang diperantarai oleh IgE

Alergen dapat berupa alergen inhalan misalnya tungau debu rumah kecoa serpihan epitel

kulit binatang rerumputan serta jamur alergen ingestan yang masuk ke saluran cerna

berupa makanan misalnya susu sapi telur coklat ikan laut udang kepiting dan kacang-

kacangan alergen injektan yang masuk melalui suntikan atau tusukan misalnya penisilin

dan sengatan lebah dan alergen kontaktan yang masuk melalui kontak kulit atau jaringan

mukosa misalnya bahan kosmetik perhiasan

Diagnosis rinitis alergi ditegakkan berdasarkan anamnesis pemeriksaan fisik dan

pemeriksaan penunjang Dari anamnesis dijumpai keluhan dan gejala berupa bersin keluar

ingus (rinore) yang encer dan banyak hidung tersumbat hidung dan mata gatal yang

kadang-kadang disertai dengan banyak keluar air mata (lakrimasi) pada anamnesis perlu

ditanyakan riwayat keluarga riwayat tempat tinggal dan lingkungan pekerjaan Pada

pemeriksaan fisik pada rinoskopi anterior dijumpai mukosa edema basah berwarna pucat

atau livid disertai adanya secret encer yang banyak

Penatalaksanaan dari rinitis alergi adalah menghindari kontak dengan allergen

medikamentosa operatif imunoterapi dan edukasi kepada pasien Komplikasi yang sering

terjadi pada rinitis alergi adalah polip hidung otitis media gangguan fungsi tuba dan sinusitis

paranasal

DAFTAR PUSTAKA

1 Irawati N Kasakeyan E Rusmono N Rinitis alergi Dalam Buku Ajar Ilmu

Kesehatan Telinga Hidung Kepala Leher Jakarta Balai Penerbit FKUI 2010 H118

ndash 22 128 ndash 33

2 Sudiro M Madiadipoera T Purwanto B Eosinofil kerokan mukosa hidung sebagai

diagnostik rinitis alergi MKB 2010 42 (1) 6-11

3 Sheikh J Allergic Rhinitis treatment and management Update on 2015 February

Available from http emedicine medscape comarticle 134825 Accessed on 3 April

2015

4 Meltzer EO Evaluation of the oral antihistamine for patients with allergic rhinitis

Updated on 2005 Available from httphighwirestanfordedu Accessed on 2015

April 3

5 Adams George L Boies buku ajar penyakit THT (Boeis fundamentals of

otolaryngology) Ed 6 Jakarta EGC 1997

6 Department of Pediatrics and Otolaryngology University of Pittsburgh School of

Medicine and Childrens Hospital of Pittsburgh Allergic rhinitis definition

epidemiology pathophysiology detection and diagnosis J Allergy Clin Immunol

2001 108 (1 Suppl) 2-8

7 Li J Zhang Y Zhang L Discovering suspectibility genes for allergic rhinitis and

allergic using genome-wide association study strategy Curr Opin Allergy Clin

Immunol 2015 15(1) 33-40

8 Rondon C Fernandez J Canto G Blanca M Local allergic rhinitis concept clinical

manifestations and diagnostic approach Updated on 2010 Available from

httpwwwncbinlmnihgovpubmed20945601 Accessed on 2015 April 3

9 Mabry R Marple B Allergic rhinitis In Cummingrsquos Otolaryngologi Head Neck

Surgery 4th Ed USA Elsevier 2005 982-988

10 Tran NP Vickery J Blaiss MS Management of Rhinitis Allergic and Non Allergic

2011 May 20 Available from

httpwwwncbinlmnihgovpmcarticlesPMC3121056 Accesed on 2015 April 3

11 Bachert C Allergic rhinitis pathophysiology diagnosis differential diagnosis and the

therapy Updated on 2011 September 9 Available from

httpwwwncbinlmnihgovpubmed9441024 Accessed on 2013 April 3

12 Oates JA Wood AJJ The New England Journal of Medicine Drug therapy 1991

Available from httphighwirestanfordedu Accessed on 2013 April 3

13 Settipane RA Complications of allergic Updated on 2014 July 20 Available from

httpwwwncbinlmnihgovpubmed10476318 Accessed on 2015 April 3

Page 14: Rhinitis Alergi

sepanjang tahun sehingga lama kelamaan terjadi perubahan yang ireversibel yaitu terjadi

proliferasi jaringan ikat dan hiperplasia mukosa sehingga tampak mukosa hidung menebal1

Klasifikasi

Berdasarkan sifat berlangsungnya rinitis alergi dibagi menjadi 1

1 Rinitis alergi musiman (seasonal hay fever polinosis) Rinitis hanya ada di negara

yang mempunyai 4 musim Allergen penyebabnya spesifik yaitu tepungsari (pollen)

rerumputan dan spora jamur

2 Rinitis alergi sepanjang tahun (perennial) Gejala penyakit ini timbul intermiten atau

terus menerus tanpa variasi musim Penyebab yang paling sering ialah alergen

inhalan dan alergen ingestan

Klasifikasi rinitis alergi berdasarkan rekomendasi dari WHO Initiative ARIA (Allergic

Rhinitis and its Impact on Asthma) tahun 2000 yaitu berdasarkan sifat berlangsungnya

dibagi menjadi 1

1 Intermiten (kadang-kadang)

Bila gejala kurang dari 4 hariminggu atau kurang dari 4 minggu

2 Persistenmenetap

Bila gejala lebih dari 4 hariminggu dan atau lebih dari 4 minggu

Sedangkan untuk tingkat berat ringannya penyakit rinitis alergi dibagi menjadi 1

1 Ringan

Bila tidak ditemukan gangguan tidur gangguan aktivitas harianbersantai

berolahraga belajar bekerja dan hal-hal lain yang mengganggu

2 Sedang-berat

Bila terdapat satu atau lebih dari gangguan tersebut diatas

Gejala Klinis

Gejala klinis pada rinitis alergi adalah bersin berulang pada pagi hari keluar ingus

(rinore) yang encer dan banyak hidung tersumbat hidung dan mata gatal yang kadang-

kadang disertai dengan banyak keluar air mata (lakrimasi)89

Awitan gejala timbul cepat setelah paparan allergen dapat berupa bersin mata atau

palatum yang gatal berair rinore hidung gatal hidung tersumbat8 Pada mata dapat

menunjukkan gejala berupa mata merah gatal conjungtivitis mata terasa terbakar dan

lakrimasi38 Pada telinga bisa dijumpai gangguan fungsi tuba efusi telinga bagian tengah8

Diagnosis

Anamnesis

Gejala klinis pada rinitis alergi adalah bersin berulang pada pagi hari keluar ingus

(rinore) yang encer dan banyak hidung tersumbat hidung dan mata gatal yang kadang-

kadang disertai dengan banyak keluar air mata (lakrimasi)10

Awitan gejala timbul cepat setelah paparan allergen dapat berupa bersin mata atau

palatum yang gatal berair rinore hidung gatal hidung tersumbat810 Pada mata dapat

menunjukkan gejala berupa mata merah gatal conjungtivitis mata terasa terbakar dan

lakrimasi38 Pada telinga bisa dijumpai gangguan fungsi tuba efusi telinga bagian tengah68

Pada anamnesis didapati keluhan serangan bersin yang berulang Bersin ini merupakan

gejala pada RAFC dan kadang-kadang RAFL sebagai akibat dilepaskannya histamin Gejala

lain adalah keluar ingus (rinore) yang encer dan banyak hidung tersumbat hidung dan mata

gatal yang kadang-kadang disertai dengan banyak keluar air mata (lakrimasi)1

Riwayat penyakit alergi dalam keluarga perlu ditanyakan Pasien juga perlu ditanya

gangguan alergi selain yang menyerang hidung seperti asma eczema urtikaria atau

sensitivitas obat Keadaan lingkungan kerja dan tempat tinggal juga perlu ditanya untuk

mengaitkan awitan gejala 34

Pemeriksaan Fisik

Pada muka biasanya didapatkan garis Dennie-Morgan dan allergic shinner yaitu

bayangan gelap di daerah bawah mata karena stasis vena sekunder akibat obstruksi hidung

Selain itu dapat ditemukan juga allergic crease yaitu berupa garis melintang pada dorsum

nasi bagian sepertiga bawah Garis ini timbul akibat hidung yang sering digosok-gosok oleh

punggung tangan (allergic salute) Pada pemeriksaan rinoskopi anterior ditemukan mukosa

hidung basah berwarna pucat atau livid dengan konka edema dan sekret yang encer dan

banyak Perlu juga dilihat adanya kelainan septum atau polip hidung yang dapat memperberat

gejala hidung tersumbat Selain itu dapat pula ditemukan konjungtivis bilateral atau penyakit

yang berhubungan lainnya seperti sinusitis dan otitis media Mulut sering terbuka dengan

lengkung langit-langit yang tinggi sehingga akan menyebabkan gangguan pertumbuhan gigi-

geligi (facies adenoid) Dinding posterior faring tampak granuler dan edema (cobblestone

appearance) serta dinding lateral faring menebal Lidah tampak seperti gambaran peta

(geographic tongue)1

Pemeriksaan Penunjang

Invitro

Hitung eosinofil dalam darah tepi dapat normal atau meningkat Demikian pula pemeriksaan

IgE total seringkali menunjukkan nilai normal kecuali bila tanda alergi pada pasien lebih dari

satu macam penyakit misalnya selain rinitis alergi juga menderita asma bronkial atau

urtikaria Lebih bermakna adalah dengan RAST (Radio Immuno Sorbent Test) atau ELISA

(Enzyme Linked Immuno Sorbent Assay Test) Pemeriksaan sitologi hidung walaupun tidak

dapat memastikan diagnosis tetap berguna sebagai pemeriksaan pelengkap Ditemukannya

eosinofil dalam jumlah banyak menunjukkan kemungkinan alergi inhalan Jika basofil (5

sellap) mungkin disebabkan alergi makanan sedangkan jika ditemukan sel PMN

menunjukkan adanya infeksi bakteri1

Invivo

Allergen penyebab dapat dicari dengan cara pemeriksaan tes cukit kulit uji intrakutan atau

intradermal yang tunggal atau berseri (Skin End-Point Titration SET) SET dilakukan untuk

allergen inhalan dengan menyuntikkan allergen dalam berbagai konsentrasi yang bertingkat

kepekatannya Untuk allergen makanan uji kulit Intracutaneus Provocative Dilutional Food

Test (IPDFT) namun sebagai baku emas dapat dilakukan dengan diet eliminasi dan

provokasi (Challenge Test) Keuntungan SET selain alergen penyebab juga derajat alergi

serta dosis inisial untuk desensitisasi dapat diketahui Untuk alergi makanan uji kulit seperti

tersebut diatas kurang dapat diandalkan Diagnosis biasanya ditegakkan dengan diet eliminasi

dan provokasi (ldquoChallenge Testrdquo) Alergen ingestan secara tuntas lenyap dari tubuh dalam

waktu lima hari Karena itu pada Challenge Test makanan yang dicurigai diberikan pada

pasien setelah berpantang selama 5 hari selanjutnya diamati reaksinya Pada diet eliminasi

jenis makanan setiap kali dihilangkan dari menu makanan sampai suatu ketika gejala

menghilang dengan meniadakan suatu jenis makanan1

Diagnosis Banding

Diagnosa Banding dari rinitis alergi adalah11

1 Rhinitis Non-alergik

Rhinitis non-alergik adalah suatu keadaan inflamasi hidung yang disebabkan

oleh selain alergi Keadaan ini tidak dapat diidentifikasi dengan pemeriksaan

alergi yang sesuai (anamnesis tes cukit kulit kadar antibodi IgE spesifik

serum)

Kelainan ini dapat bermacam-macam bergantung dari penyebabnya antara

lain

- rhinitis vasomotor

- rhinitis gustator

- rhinitis medikamentosa

- rhinitis hormonal

2 Immotile cilia syndrome (ciliary dyskinesis)

Diskinesia Silia Primer (PCD juga disebut sindrom immotile-silia) ditandai

oleh penurunan nilai bawaan dari clearance mukosiliar (PKS) Manifestasi

klinis termasuk batuk kronis rinitis kronis dan sinusitis kronis Otitis dan

otosalpingitis yang umum di masa kanak-kanak seperti juga poliposis hidung

dan agenesis sinus frontalis

Penatalaksanaan

1 Terapi yang paling ideal adalah dengan menghindari kontak dengan allergen

penyebabnya (avoidance) dan eliminasi 1

2 Medikamentosa

a Antihistamin

Antihistamin yang dipakai adalah antagonis histamine H-1 yang bekerja

secara inhibitor kompetitif pada reseptor H-1 sel target dan merupakan

preparat farmakologik yang paling sering dipakai sebagai lini pertama

pengobatan rhinitis alergi Pemberian dapat dalam kombinasi atau tanpa

kombinasi dengan dekongestan secara peroral 1

Antihistamin dibagi dalam 2 golongan yaitu golongan antihistamin generasi 1

(klasik) dan generasi 2 (non-sedatif) Antihistamin generasi 1 bersifat lipofilik

sehingga dapat menembus sawar darah otak (mempunyai efek pada SSP) dan

plasenta serta mempunyai efek kolinergik Yang termasuk kelompok ini

antara lain adalah difenhidramin klorfeniramin prometasin siproheptadin

sedangkan yang dapat diberikan secara topical adalah azelastin Antihistamin

generasi 2 bersifat lipofobik sehingga sulit menembus sawar darah otak

Bersifat selektif mengikat resptor H-1 perifer dan tidak mempunyai efek

antikolinergik antiadrenergik dan pada efek pada SSP minimal (non-sedatif) 1

Antihistamin diabsorpsi secara oral dengan cepat dan mudah serta efektif

untuk mengatasi gejala obstruksi hidung pada fase lambat Antihistamin non

sedative dapat dibagi menjadi dua golongan menurut keamananya Kelompok

pertama adalah astemisol dan terfenadin yang mempunyai efek kardiotoksik

Toksisitas terhadap jantung tersebut disebabkan repolarisasi jantung yang

tertunda dan dapat menyebabkan aritmia ventrikel henti jantung dan bahkan

kematia medadak (sudah ditarik dari peredaran) Kelompok kedua adalah

loratadin setirisin fexofenadin desloratadin dan levosetirisin 1

Preparat simpatomimetik golongan agonis adrenergik alfa dipakai sebagai

dekongestan hidung oral dengan atau tanpa kombinasi dengan antihistamin

atau topikal Namun pemakaian secara topikal hanya boleh untuk beberapa

hari saja untuk menghindari terjadinya rinitis medikamentosa 1

Tabel 1 Antihistamin oral optimal untuk rhinitis alergi12

Tabel 2 Efek samping sedasi dari antihistamin12

b Dekongestan

Golongan obat ini tersedia dalam bentuk topikal maupun sistemik Onset obat

topikal jauh lebih cepat daripada preparat sistemik namun dapat

menyebabkan rhinitis medikamentosa bila digunakan dalam jangka waktu

lama12

Obat dekongestan sistemik yang sering digunakan adalah pseudoephedrine

HCl dan Phenylpropanolamin HCl Obat ini dapat menyebabkan

vasokonstriksi pembuluh darah Dosis obat ini 15 mg untuk anak 2-5 tahun 30

mg untuk anak 6-12 tahun dan 60 mg untuk dewasa diberikan setiap 6 jam

Efek samping dari obat-obatan ini yang paling sering adalah insomnia dan

iritabilitas 12

c Antikolinergik

Preparat antikolinergik topikal adalah ipratropium bromide bermanfaat untuk

mengatasi rinore karena aktifitas inhibisi reseptor kolinergik pada permukaan

sel efektor 1

d Kortikosteroid

Preparat kortikosteroid dipilih bila gejala terutama sumbatan hidung akibat

respon fase lambat tidak berhasil diatasi dengan obat lain Yang sering dipakai

adalah kortikosteroid topikal (beklometason budesonid flunisolid flutikason

mometason furoat dan triamsinolon) Kortikosteroid topikal bekerja untuk

mengurangi jumlah sel mastosit pada mukosa hidung mencegah pengeluaran

protei n sitotoksik dari eosinofil mengurangi aktifitas limfosit mencegah

bocornya plasma Hal ini menyebabkan epitel hidung tidak hiperresponsif

terhadap rangsangan allergen (bekerja pada respon cepat dan lambat) Preparat

sodium kromoglikat topikal bekerja menstabilkan mastosit (mungkin

menghambat ion kalsium) sehingga pelepasan mediator dihambat Pada

respons fase lambat obat ini juga menghambat proses inflamasi dengan

menghambat aktifasi sel netrofil eosinofil dan monosit Hasil terbaik dapat

dicapai bila diberikan sebagai profilaksis 1

e Lainnya

Pengobatan baru lainnya untuk riniris alergi adalah anti leukotrien

(zafirlukastmontelukast) anti IgE DNA rekombinan 1

Menurut penelitian yang dilakukan pada tahun 2006 membuktikan bahwa

pseudoephedrine dan montelukast memiliki efek yang serupa dalam mengatasi

gejala dan memperbaiki kualitas hidup pasien11

3 Operatif

Tindakan konkotomi parsial (pemotongan sebagian konka inferior) konkoplasti atau

multiple outfractured inferior turbinoplasty perlu dipikirkan bila konka inferior

hipertrofi berat dan tidak berhasil dikecilkan dengan cara kaeuterisasi memakai

AgNO3 25 atau triklor asetat1

4 Imunoterapi

Cara pengobatan ini dilakukan pada alergi inhalan dengan gejala yang berat dan

sudah berlangsung lama serta dengan pengobatan cara lain tidak memberikan hasil

yang memuaskan Tujuan dari imunoterapi adalah pembentukkan IgG blocking

antibody dan penurunan IgE Ada 2 metode imunoterapi yang umum dilakukan yaitu

intradermal dan sublingual1

Komplikasi

Komplikasi rinitis alergi yang sering ialah

1 Polip Hidung

Polip hidung yang memiliki tanda patognomonis inspisited mucous glands

akumulasi sel-sel inflamasi yang luar biasa banyaknya (lebih eosinofil dan

limfosit T CD4+) hiperplasia epitel hiperplasia goblet dan metaplasia

skuamosa

2 Otitis media yang sering residif terutama pada anak-anak

3 Sinusitis paranasal merupakan inflamasi mukosa satu atau lebih sinus para nasal

Terjadi akibat edema ostia sinus oleh proses alergis dalam mukosa yang

menyebabkan sumbatan ostia sehingga terjadi penurunan oksigenasi dan tekanan

udara rongga sinus Hal tersebut akan menyuburkan pertumbuhan bakteri terutama

bakteri anaerob dan akan menyebabkan rusaknya fungsi barier epitel antara lain

akibat dekstruksi mukosa oleh mediator protein basa yang dilepas sel eosinofil

(MBP) dengan akibat sinusitis akan semakin parah13

Prognosis

Kebanyakan gejala rintis alergi dapat diobati Pada kasus yang lebih parah dapat memerlukan

imunoterapi Namun sebagai aturan umum jika suatu zat menjadi penyebab alergi bagi

seorang individu maka zat tersebut dapat terus mempengaruhi orang itu dalam jangka

panjang10

BAB V

KESIMPULAN

Rintis alergi adalah kelainan pada hidung dengan gejala bersin-bersin rinore rasa

gatal dan tersumbat setelah mukosa hidung terpapar alergen yang diperantarai oleh IgE

Alergen dapat berupa alergen inhalan misalnya tungau debu rumah kecoa serpihan epitel

kulit binatang rerumputan serta jamur alergen ingestan yang masuk ke saluran cerna

berupa makanan misalnya susu sapi telur coklat ikan laut udang kepiting dan kacang-

kacangan alergen injektan yang masuk melalui suntikan atau tusukan misalnya penisilin

dan sengatan lebah dan alergen kontaktan yang masuk melalui kontak kulit atau jaringan

mukosa misalnya bahan kosmetik perhiasan

Diagnosis rinitis alergi ditegakkan berdasarkan anamnesis pemeriksaan fisik dan

pemeriksaan penunjang Dari anamnesis dijumpai keluhan dan gejala berupa bersin keluar

ingus (rinore) yang encer dan banyak hidung tersumbat hidung dan mata gatal yang

kadang-kadang disertai dengan banyak keluar air mata (lakrimasi) pada anamnesis perlu

ditanyakan riwayat keluarga riwayat tempat tinggal dan lingkungan pekerjaan Pada

pemeriksaan fisik pada rinoskopi anterior dijumpai mukosa edema basah berwarna pucat

atau livid disertai adanya secret encer yang banyak

Penatalaksanaan dari rinitis alergi adalah menghindari kontak dengan allergen

medikamentosa operatif imunoterapi dan edukasi kepada pasien Komplikasi yang sering

terjadi pada rinitis alergi adalah polip hidung otitis media gangguan fungsi tuba dan sinusitis

paranasal

DAFTAR PUSTAKA

1 Irawati N Kasakeyan E Rusmono N Rinitis alergi Dalam Buku Ajar Ilmu

Kesehatan Telinga Hidung Kepala Leher Jakarta Balai Penerbit FKUI 2010 H118

ndash 22 128 ndash 33

2 Sudiro M Madiadipoera T Purwanto B Eosinofil kerokan mukosa hidung sebagai

diagnostik rinitis alergi MKB 2010 42 (1) 6-11

3 Sheikh J Allergic Rhinitis treatment and management Update on 2015 February

Available from http emedicine medscape comarticle 134825 Accessed on 3 April

2015

4 Meltzer EO Evaluation of the oral antihistamine for patients with allergic rhinitis

Updated on 2005 Available from httphighwirestanfordedu Accessed on 2015

April 3

5 Adams George L Boies buku ajar penyakit THT (Boeis fundamentals of

otolaryngology) Ed 6 Jakarta EGC 1997

6 Department of Pediatrics and Otolaryngology University of Pittsburgh School of

Medicine and Childrens Hospital of Pittsburgh Allergic rhinitis definition

epidemiology pathophysiology detection and diagnosis J Allergy Clin Immunol

2001 108 (1 Suppl) 2-8

7 Li J Zhang Y Zhang L Discovering suspectibility genes for allergic rhinitis and

allergic using genome-wide association study strategy Curr Opin Allergy Clin

Immunol 2015 15(1) 33-40

8 Rondon C Fernandez J Canto G Blanca M Local allergic rhinitis concept clinical

manifestations and diagnostic approach Updated on 2010 Available from

httpwwwncbinlmnihgovpubmed20945601 Accessed on 2015 April 3

9 Mabry R Marple B Allergic rhinitis In Cummingrsquos Otolaryngologi Head Neck

Surgery 4th Ed USA Elsevier 2005 982-988

10 Tran NP Vickery J Blaiss MS Management of Rhinitis Allergic and Non Allergic

2011 May 20 Available from

httpwwwncbinlmnihgovpmcarticlesPMC3121056 Accesed on 2015 April 3

11 Bachert C Allergic rhinitis pathophysiology diagnosis differential diagnosis and the

therapy Updated on 2011 September 9 Available from

httpwwwncbinlmnihgovpubmed9441024 Accessed on 2013 April 3

12 Oates JA Wood AJJ The New England Journal of Medicine Drug therapy 1991

Available from httphighwirestanfordedu Accessed on 2013 April 3

13 Settipane RA Complications of allergic Updated on 2014 July 20 Available from

httpwwwncbinlmnihgovpubmed10476318 Accessed on 2015 April 3

Page 15: Rhinitis Alergi

Diagnosis

Anamnesis

Gejala klinis pada rinitis alergi adalah bersin berulang pada pagi hari keluar ingus

(rinore) yang encer dan banyak hidung tersumbat hidung dan mata gatal yang kadang-

kadang disertai dengan banyak keluar air mata (lakrimasi)10

Awitan gejala timbul cepat setelah paparan allergen dapat berupa bersin mata atau

palatum yang gatal berair rinore hidung gatal hidung tersumbat810 Pada mata dapat

menunjukkan gejala berupa mata merah gatal conjungtivitis mata terasa terbakar dan

lakrimasi38 Pada telinga bisa dijumpai gangguan fungsi tuba efusi telinga bagian tengah68

Pada anamnesis didapati keluhan serangan bersin yang berulang Bersin ini merupakan

gejala pada RAFC dan kadang-kadang RAFL sebagai akibat dilepaskannya histamin Gejala

lain adalah keluar ingus (rinore) yang encer dan banyak hidung tersumbat hidung dan mata

gatal yang kadang-kadang disertai dengan banyak keluar air mata (lakrimasi)1

Riwayat penyakit alergi dalam keluarga perlu ditanyakan Pasien juga perlu ditanya

gangguan alergi selain yang menyerang hidung seperti asma eczema urtikaria atau

sensitivitas obat Keadaan lingkungan kerja dan tempat tinggal juga perlu ditanya untuk

mengaitkan awitan gejala 34

Pemeriksaan Fisik

Pada muka biasanya didapatkan garis Dennie-Morgan dan allergic shinner yaitu

bayangan gelap di daerah bawah mata karena stasis vena sekunder akibat obstruksi hidung

Selain itu dapat ditemukan juga allergic crease yaitu berupa garis melintang pada dorsum

nasi bagian sepertiga bawah Garis ini timbul akibat hidung yang sering digosok-gosok oleh

punggung tangan (allergic salute) Pada pemeriksaan rinoskopi anterior ditemukan mukosa

hidung basah berwarna pucat atau livid dengan konka edema dan sekret yang encer dan

banyak Perlu juga dilihat adanya kelainan septum atau polip hidung yang dapat memperberat

gejala hidung tersumbat Selain itu dapat pula ditemukan konjungtivis bilateral atau penyakit

yang berhubungan lainnya seperti sinusitis dan otitis media Mulut sering terbuka dengan

lengkung langit-langit yang tinggi sehingga akan menyebabkan gangguan pertumbuhan gigi-

geligi (facies adenoid) Dinding posterior faring tampak granuler dan edema (cobblestone

appearance) serta dinding lateral faring menebal Lidah tampak seperti gambaran peta

(geographic tongue)1

Pemeriksaan Penunjang

Invitro

Hitung eosinofil dalam darah tepi dapat normal atau meningkat Demikian pula pemeriksaan

IgE total seringkali menunjukkan nilai normal kecuali bila tanda alergi pada pasien lebih dari

satu macam penyakit misalnya selain rinitis alergi juga menderita asma bronkial atau

urtikaria Lebih bermakna adalah dengan RAST (Radio Immuno Sorbent Test) atau ELISA

(Enzyme Linked Immuno Sorbent Assay Test) Pemeriksaan sitologi hidung walaupun tidak

dapat memastikan diagnosis tetap berguna sebagai pemeriksaan pelengkap Ditemukannya

eosinofil dalam jumlah banyak menunjukkan kemungkinan alergi inhalan Jika basofil (5

sellap) mungkin disebabkan alergi makanan sedangkan jika ditemukan sel PMN

menunjukkan adanya infeksi bakteri1

Invivo

Allergen penyebab dapat dicari dengan cara pemeriksaan tes cukit kulit uji intrakutan atau

intradermal yang tunggal atau berseri (Skin End-Point Titration SET) SET dilakukan untuk

allergen inhalan dengan menyuntikkan allergen dalam berbagai konsentrasi yang bertingkat

kepekatannya Untuk allergen makanan uji kulit Intracutaneus Provocative Dilutional Food

Test (IPDFT) namun sebagai baku emas dapat dilakukan dengan diet eliminasi dan

provokasi (Challenge Test) Keuntungan SET selain alergen penyebab juga derajat alergi

serta dosis inisial untuk desensitisasi dapat diketahui Untuk alergi makanan uji kulit seperti

tersebut diatas kurang dapat diandalkan Diagnosis biasanya ditegakkan dengan diet eliminasi

dan provokasi (ldquoChallenge Testrdquo) Alergen ingestan secara tuntas lenyap dari tubuh dalam

waktu lima hari Karena itu pada Challenge Test makanan yang dicurigai diberikan pada

pasien setelah berpantang selama 5 hari selanjutnya diamati reaksinya Pada diet eliminasi

jenis makanan setiap kali dihilangkan dari menu makanan sampai suatu ketika gejala

menghilang dengan meniadakan suatu jenis makanan1

Diagnosis Banding

Diagnosa Banding dari rinitis alergi adalah11

1 Rhinitis Non-alergik

Rhinitis non-alergik adalah suatu keadaan inflamasi hidung yang disebabkan

oleh selain alergi Keadaan ini tidak dapat diidentifikasi dengan pemeriksaan

alergi yang sesuai (anamnesis tes cukit kulit kadar antibodi IgE spesifik

serum)

Kelainan ini dapat bermacam-macam bergantung dari penyebabnya antara

lain

- rhinitis vasomotor

- rhinitis gustator

- rhinitis medikamentosa

- rhinitis hormonal

2 Immotile cilia syndrome (ciliary dyskinesis)

Diskinesia Silia Primer (PCD juga disebut sindrom immotile-silia) ditandai

oleh penurunan nilai bawaan dari clearance mukosiliar (PKS) Manifestasi

klinis termasuk batuk kronis rinitis kronis dan sinusitis kronis Otitis dan

otosalpingitis yang umum di masa kanak-kanak seperti juga poliposis hidung

dan agenesis sinus frontalis

Penatalaksanaan

1 Terapi yang paling ideal adalah dengan menghindari kontak dengan allergen

penyebabnya (avoidance) dan eliminasi 1

2 Medikamentosa

a Antihistamin

Antihistamin yang dipakai adalah antagonis histamine H-1 yang bekerja

secara inhibitor kompetitif pada reseptor H-1 sel target dan merupakan

preparat farmakologik yang paling sering dipakai sebagai lini pertama

pengobatan rhinitis alergi Pemberian dapat dalam kombinasi atau tanpa

kombinasi dengan dekongestan secara peroral 1

Antihistamin dibagi dalam 2 golongan yaitu golongan antihistamin generasi 1

(klasik) dan generasi 2 (non-sedatif) Antihistamin generasi 1 bersifat lipofilik

sehingga dapat menembus sawar darah otak (mempunyai efek pada SSP) dan

plasenta serta mempunyai efek kolinergik Yang termasuk kelompok ini

antara lain adalah difenhidramin klorfeniramin prometasin siproheptadin

sedangkan yang dapat diberikan secara topical adalah azelastin Antihistamin

generasi 2 bersifat lipofobik sehingga sulit menembus sawar darah otak

Bersifat selektif mengikat resptor H-1 perifer dan tidak mempunyai efek

antikolinergik antiadrenergik dan pada efek pada SSP minimal (non-sedatif) 1

Antihistamin diabsorpsi secara oral dengan cepat dan mudah serta efektif

untuk mengatasi gejala obstruksi hidung pada fase lambat Antihistamin non

sedative dapat dibagi menjadi dua golongan menurut keamananya Kelompok

pertama adalah astemisol dan terfenadin yang mempunyai efek kardiotoksik

Toksisitas terhadap jantung tersebut disebabkan repolarisasi jantung yang

tertunda dan dapat menyebabkan aritmia ventrikel henti jantung dan bahkan

kematia medadak (sudah ditarik dari peredaran) Kelompok kedua adalah

loratadin setirisin fexofenadin desloratadin dan levosetirisin 1

Preparat simpatomimetik golongan agonis adrenergik alfa dipakai sebagai

dekongestan hidung oral dengan atau tanpa kombinasi dengan antihistamin

atau topikal Namun pemakaian secara topikal hanya boleh untuk beberapa

hari saja untuk menghindari terjadinya rinitis medikamentosa 1

Tabel 1 Antihistamin oral optimal untuk rhinitis alergi12

Tabel 2 Efek samping sedasi dari antihistamin12

b Dekongestan

Golongan obat ini tersedia dalam bentuk topikal maupun sistemik Onset obat

topikal jauh lebih cepat daripada preparat sistemik namun dapat

menyebabkan rhinitis medikamentosa bila digunakan dalam jangka waktu

lama12

Obat dekongestan sistemik yang sering digunakan adalah pseudoephedrine

HCl dan Phenylpropanolamin HCl Obat ini dapat menyebabkan

vasokonstriksi pembuluh darah Dosis obat ini 15 mg untuk anak 2-5 tahun 30

mg untuk anak 6-12 tahun dan 60 mg untuk dewasa diberikan setiap 6 jam

Efek samping dari obat-obatan ini yang paling sering adalah insomnia dan

iritabilitas 12

c Antikolinergik

Preparat antikolinergik topikal adalah ipratropium bromide bermanfaat untuk

mengatasi rinore karena aktifitas inhibisi reseptor kolinergik pada permukaan

sel efektor 1

d Kortikosteroid

Preparat kortikosteroid dipilih bila gejala terutama sumbatan hidung akibat

respon fase lambat tidak berhasil diatasi dengan obat lain Yang sering dipakai

adalah kortikosteroid topikal (beklometason budesonid flunisolid flutikason

mometason furoat dan triamsinolon) Kortikosteroid topikal bekerja untuk

mengurangi jumlah sel mastosit pada mukosa hidung mencegah pengeluaran

protei n sitotoksik dari eosinofil mengurangi aktifitas limfosit mencegah

bocornya plasma Hal ini menyebabkan epitel hidung tidak hiperresponsif

terhadap rangsangan allergen (bekerja pada respon cepat dan lambat) Preparat

sodium kromoglikat topikal bekerja menstabilkan mastosit (mungkin

menghambat ion kalsium) sehingga pelepasan mediator dihambat Pada

respons fase lambat obat ini juga menghambat proses inflamasi dengan

menghambat aktifasi sel netrofil eosinofil dan monosit Hasil terbaik dapat

dicapai bila diberikan sebagai profilaksis 1

e Lainnya

Pengobatan baru lainnya untuk riniris alergi adalah anti leukotrien

(zafirlukastmontelukast) anti IgE DNA rekombinan 1

Menurut penelitian yang dilakukan pada tahun 2006 membuktikan bahwa

pseudoephedrine dan montelukast memiliki efek yang serupa dalam mengatasi

gejala dan memperbaiki kualitas hidup pasien11

3 Operatif

Tindakan konkotomi parsial (pemotongan sebagian konka inferior) konkoplasti atau

multiple outfractured inferior turbinoplasty perlu dipikirkan bila konka inferior

hipertrofi berat dan tidak berhasil dikecilkan dengan cara kaeuterisasi memakai

AgNO3 25 atau triklor asetat1

4 Imunoterapi

Cara pengobatan ini dilakukan pada alergi inhalan dengan gejala yang berat dan

sudah berlangsung lama serta dengan pengobatan cara lain tidak memberikan hasil

yang memuaskan Tujuan dari imunoterapi adalah pembentukkan IgG blocking

antibody dan penurunan IgE Ada 2 metode imunoterapi yang umum dilakukan yaitu

intradermal dan sublingual1

Komplikasi

Komplikasi rinitis alergi yang sering ialah

1 Polip Hidung

Polip hidung yang memiliki tanda patognomonis inspisited mucous glands

akumulasi sel-sel inflamasi yang luar biasa banyaknya (lebih eosinofil dan

limfosit T CD4+) hiperplasia epitel hiperplasia goblet dan metaplasia

skuamosa

2 Otitis media yang sering residif terutama pada anak-anak

3 Sinusitis paranasal merupakan inflamasi mukosa satu atau lebih sinus para nasal

Terjadi akibat edema ostia sinus oleh proses alergis dalam mukosa yang

menyebabkan sumbatan ostia sehingga terjadi penurunan oksigenasi dan tekanan

udara rongga sinus Hal tersebut akan menyuburkan pertumbuhan bakteri terutama

bakteri anaerob dan akan menyebabkan rusaknya fungsi barier epitel antara lain

akibat dekstruksi mukosa oleh mediator protein basa yang dilepas sel eosinofil

(MBP) dengan akibat sinusitis akan semakin parah13

Prognosis

Kebanyakan gejala rintis alergi dapat diobati Pada kasus yang lebih parah dapat memerlukan

imunoterapi Namun sebagai aturan umum jika suatu zat menjadi penyebab alergi bagi

seorang individu maka zat tersebut dapat terus mempengaruhi orang itu dalam jangka

panjang10

BAB V

KESIMPULAN

Rintis alergi adalah kelainan pada hidung dengan gejala bersin-bersin rinore rasa

gatal dan tersumbat setelah mukosa hidung terpapar alergen yang diperantarai oleh IgE

Alergen dapat berupa alergen inhalan misalnya tungau debu rumah kecoa serpihan epitel

kulit binatang rerumputan serta jamur alergen ingestan yang masuk ke saluran cerna

berupa makanan misalnya susu sapi telur coklat ikan laut udang kepiting dan kacang-

kacangan alergen injektan yang masuk melalui suntikan atau tusukan misalnya penisilin

dan sengatan lebah dan alergen kontaktan yang masuk melalui kontak kulit atau jaringan

mukosa misalnya bahan kosmetik perhiasan

Diagnosis rinitis alergi ditegakkan berdasarkan anamnesis pemeriksaan fisik dan

pemeriksaan penunjang Dari anamnesis dijumpai keluhan dan gejala berupa bersin keluar

ingus (rinore) yang encer dan banyak hidung tersumbat hidung dan mata gatal yang

kadang-kadang disertai dengan banyak keluar air mata (lakrimasi) pada anamnesis perlu

ditanyakan riwayat keluarga riwayat tempat tinggal dan lingkungan pekerjaan Pada

pemeriksaan fisik pada rinoskopi anterior dijumpai mukosa edema basah berwarna pucat

atau livid disertai adanya secret encer yang banyak

Penatalaksanaan dari rinitis alergi adalah menghindari kontak dengan allergen

medikamentosa operatif imunoterapi dan edukasi kepada pasien Komplikasi yang sering

terjadi pada rinitis alergi adalah polip hidung otitis media gangguan fungsi tuba dan sinusitis

paranasal

DAFTAR PUSTAKA

1 Irawati N Kasakeyan E Rusmono N Rinitis alergi Dalam Buku Ajar Ilmu

Kesehatan Telinga Hidung Kepala Leher Jakarta Balai Penerbit FKUI 2010 H118

ndash 22 128 ndash 33

2 Sudiro M Madiadipoera T Purwanto B Eosinofil kerokan mukosa hidung sebagai

diagnostik rinitis alergi MKB 2010 42 (1) 6-11

3 Sheikh J Allergic Rhinitis treatment and management Update on 2015 February

Available from http emedicine medscape comarticle 134825 Accessed on 3 April

2015

4 Meltzer EO Evaluation of the oral antihistamine for patients with allergic rhinitis

Updated on 2005 Available from httphighwirestanfordedu Accessed on 2015

April 3

5 Adams George L Boies buku ajar penyakit THT (Boeis fundamentals of

otolaryngology) Ed 6 Jakarta EGC 1997

6 Department of Pediatrics and Otolaryngology University of Pittsburgh School of

Medicine and Childrens Hospital of Pittsburgh Allergic rhinitis definition

epidemiology pathophysiology detection and diagnosis J Allergy Clin Immunol

2001 108 (1 Suppl) 2-8

7 Li J Zhang Y Zhang L Discovering suspectibility genes for allergic rhinitis and

allergic using genome-wide association study strategy Curr Opin Allergy Clin

Immunol 2015 15(1) 33-40

8 Rondon C Fernandez J Canto G Blanca M Local allergic rhinitis concept clinical

manifestations and diagnostic approach Updated on 2010 Available from

httpwwwncbinlmnihgovpubmed20945601 Accessed on 2015 April 3

9 Mabry R Marple B Allergic rhinitis In Cummingrsquos Otolaryngologi Head Neck

Surgery 4th Ed USA Elsevier 2005 982-988

10 Tran NP Vickery J Blaiss MS Management of Rhinitis Allergic and Non Allergic

2011 May 20 Available from

httpwwwncbinlmnihgovpmcarticlesPMC3121056 Accesed on 2015 April 3

11 Bachert C Allergic rhinitis pathophysiology diagnosis differential diagnosis and the

therapy Updated on 2011 September 9 Available from

httpwwwncbinlmnihgovpubmed9441024 Accessed on 2013 April 3

12 Oates JA Wood AJJ The New England Journal of Medicine Drug therapy 1991

Available from httphighwirestanfordedu Accessed on 2013 April 3

13 Settipane RA Complications of allergic Updated on 2014 July 20 Available from

httpwwwncbinlmnihgovpubmed10476318 Accessed on 2015 April 3

Page 16: Rhinitis Alergi

appearance) serta dinding lateral faring menebal Lidah tampak seperti gambaran peta

(geographic tongue)1

Pemeriksaan Penunjang

Invitro

Hitung eosinofil dalam darah tepi dapat normal atau meningkat Demikian pula pemeriksaan

IgE total seringkali menunjukkan nilai normal kecuali bila tanda alergi pada pasien lebih dari

satu macam penyakit misalnya selain rinitis alergi juga menderita asma bronkial atau

urtikaria Lebih bermakna adalah dengan RAST (Radio Immuno Sorbent Test) atau ELISA

(Enzyme Linked Immuno Sorbent Assay Test) Pemeriksaan sitologi hidung walaupun tidak

dapat memastikan diagnosis tetap berguna sebagai pemeriksaan pelengkap Ditemukannya

eosinofil dalam jumlah banyak menunjukkan kemungkinan alergi inhalan Jika basofil (5

sellap) mungkin disebabkan alergi makanan sedangkan jika ditemukan sel PMN

menunjukkan adanya infeksi bakteri1

Invivo

Allergen penyebab dapat dicari dengan cara pemeriksaan tes cukit kulit uji intrakutan atau

intradermal yang tunggal atau berseri (Skin End-Point Titration SET) SET dilakukan untuk

allergen inhalan dengan menyuntikkan allergen dalam berbagai konsentrasi yang bertingkat

kepekatannya Untuk allergen makanan uji kulit Intracutaneus Provocative Dilutional Food

Test (IPDFT) namun sebagai baku emas dapat dilakukan dengan diet eliminasi dan

provokasi (Challenge Test) Keuntungan SET selain alergen penyebab juga derajat alergi

serta dosis inisial untuk desensitisasi dapat diketahui Untuk alergi makanan uji kulit seperti

tersebut diatas kurang dapat diandalkan Diagnosis biasanya ditegakkan dengan diet eliminasi

dan provokasi (ldquoChallenge Testrdquo) Alergen ingestan secara tuntas lenyap dari tubuh dalam

waktu lima hari Karena itu pada Challenge Test makanan yang dicurigai diberikan pada

pasien setelah berpantang selama 5 hari selanjutnya diamati reaksinya Pada diet eliminasi

jenis makanan setiap kali dihilangkan dari menu makanan sampai suatu ketika gejala

menghilang dengan meniadakan suatu jenis makanan1

Diagnosis Banding

Diagnosa Banding dari rinitis alergi adalah11

1 Rhinitis Non-alergik

Rhinitis non-alergik adalah suatu keadaan inflamasi hidung yang disebabkan

oleh selain alergi Keadaan ini tidak dapat diidentifikasi dengan pemeriksaan

alergi yang sesuai (anamnesis tes cukit kulit kadar antibodi IgE spesifik

serum)

Kelainan ini dapat bermacam-macam bergantung dari penyebabnya antara

lain

- rhinitis vasomotor

- rhinitis gustator

- rhinitis medikamentosa

- rhinitis hormonal

2 Immotile cilia syndrome (ciliary dyskinesis)

Diskinesia Silia Primer (PCD juga disebut sindrom immotile-silia) ditandai

oleh penurunan nilai bawaan dari clearance mukosiliar (PKS) Manifestasi

klinis termasuk batuk kronis rinitis kronis dan sinusitis kronis Otitis dan

otosalpingitis yang umum di masa kanak-kanak seperti juga poliposis hidung

dan agenesis sinus frontalis

Penatalaksanaan

1 Terapi yang paling ideal adalah dengan menghindari kontak dengan allergen

penyebabnya (avoidance) dan eliminasi 1

2 Medikamentosa

a Antihistamin

Antihistamin yang dipakai adalah antagonis histamine H-1 yang bekerja

secara inhibitor kompetitif pada reseptor H-1 sel target dan merupakan

preparat farmakologik yang paling sering dipakai sebagai lini pertama

pengobatan rhinitis alergi Pemberian dapat dalam kombinasi atau tanpa

kombinasi dengan dekongestan secara peroral 1

Antihistamin dibagi dalam 2 golongan yaitu golongan antihistamin generasi 1

(klasik) dan generasi 2 (non-sedatif) Antihistamin generasi 1 bersifat lipofilik

sehingga dapat menembus sawar darah otak (mempunyai efek pada SSP) dan

plasenta serta mempunyai efek kolinergik Yang termasuk kelompok ini

antara lain adalah difenhidramin klorfeniramin prometasin siproheptadin

sedangkan yang dapat diberikan secara topical adalah azelastin Antihistamin

generasi 2 bersifat lipofobik sehingga sulit menembus sawar darah otak

Bersifat selektif mengikat resptor H-1 perifer dan tidak mempunyai efek

antikolinergik antiadrenergik dan pada efek pada SSP minimal (non-sedatif) 1

Antihistamin diabsorpsi secara oral dengan cepat dan mudah serta efektif

untuk mengatasi gejala obstruksi hidung pada fase lambat Antihistamin non

sedative dapat dibagi menjadi dua golongan menurut keamananya Kelompok

pertama adalah astemisol dan terfenadin yang mempunyai efek kardiotoksik

Toksisitas terhadap jantung tersebut disebabkan repolarisasi jantung yang

tertunda dan dapat menyebabkan aritmia ventrikel henti jantung dan bahkan

kematia medadak (sudah ditarik dari peredaran) Kelompok kedua adalah

loratadin setirisin fexofenadin desloratadin dan levosetirisin 1

Preparat simpatomimetik golongan agonis adrenergik alfa dipakai sebagai

dekongestan hidung oral dengan atau tanpa kombinasi dengan antihistamin

atau topikal Namun pemakaian secara topikal hanya boleh untuk beberapa

hari saja untuk menghindari terjadinya rinitis medikamentosa 1

Tabel 1 Antihistamin oral optimal untuk rhinitis alergi12

Tabel 2 Efek samping sedasi dari antihistamin12

b Dekongestan

Golongan obat ini tersedia dalam bentuk topikal maupun sistemik Onset obat

topikal jauh lebih cepat daripada preparat sistemik namun dapat

menyebabkan rhinitis medikamentosa bila digunakan dalam jangka waktu

lama12

Obat dekongestan sistemik yang sering digunakan adalah pseudoephedrine

HCl dan Phenylpropanolamin HCl Obat ini dapat menyebabkan

vasokonstriksi pembuluh darah Dosis obat ini 15 mg untuk anak 2-5 tahun 30

mg untuk anak 6-12 tahun dan 60 mg untuk dewasa diberikan setiap 6 jam

Efek samping dari obat-obatan ini yang paling sering adalah insomnia dan

iritabilitas 12

c Antikolinergik

Preparat antikolinergik topikal adalah ipratropium bromide bermanfaat untuk

mengatasi rinore karena aktifitas inhibisi reseptor kolinergik pada permukaan

sel efektor 1

d Kortikosteroid

Preparat kortikosteroid dipilih bila gejala terutama sumbatan hidung akibat

respon fase lambat tidak berhasil diatasi dengan obat lain Yang sering dipakai

adalah kortikosteroid topikal (beklometason budesonid flunisolid flutikason

mometason furoat dan triamsinolon) Kortikosteroid topikal bekerja untuk

mengurangi jumlah sel mastosit pada mukosa hidung mencegah pengeluaran

protei n sitotoksik dari eosinofil mengurangi aktifitas limfosit mencegah

bocornya plasma Hal ini menyebabkan epitel hidung tidak hiperresponsif

terhadap rangsangan allergen (bekerja pada respon cepat dan lambat) Preparat

sodium kromoglikat topikal bekerja menstabilkan mastosit (mungkin

menghambat ion kalsium) sehingga pelepasan mediator dihambat Pada

respons fase lambat obat ini juga menghambat proses inflamasi dengan

menghambat aktifasi sel netrofil eosinofil dan monosit Hasil terbaik dapat

dicapai bila diberikan sebagai profilaksis 1

e Lainnya

Pengobatan baru lainnya untuk riniris alergi adalah anti leukotrien

(zafirlukastmontelukast) anti IgE DNA rekombinan 1

Menurut penelitian yang dilakukan pada tahun 2006 membuktikan bahwa

pseudoephedrine dan montelukast memiliki efek yang serupa dalam mengatasi

gejala dan memperbaiki kualitas hidup pasien11

3 Operatif

Tindakan konkotomi parsial (pemotongan sebagian konka inferior) konkoplasti atau

multiple outfractured inferior turbinoplasty perlu dipikirkan bila konka inferior

hipertrofi berat dan tidak berhasil dikecilkan dengan cara kaeuterisasi memakai

AgNO3 25 atau triklor asetat1

4 Imunoterapi

Cara pengobatan ini dilakukan pada alergi inhalan dengan gejala yang berat dan

sudah berlangsung lama serta dengan pengobatan cara lain tidak memberikan hasil

yang memuaskan Tujuan dari imunoterapi adalah pembentukkan IgG blocking

antibody dan penurunan IgE Ada 2 metode imunoterapi yang umum dilakukan yaitu

intradermal dan sublingual1

Komplikasi

Komplikasi rinitis alergi yang sering ialah

1 Polip Hidung

Polip hidung yang memiliki tanda patognomonis inspisited mucous glands

akumulasi sel-sel inflamasi yang luar biasa banyaknya (lebih eosinofil dan

limfosit T CD4+) hiperplasia epitel hiperplasia goblet dan metaplasia

skuamosa

2 Otitis media yang sering residif terutama pada anak-anak

3 Sinusitis paranasal merupakan inflamasi mukosa satu atau lebih sinus para nasal

Terjadi akibat edema ostia sinus oleh proses alergis dalam mukosa yang

menyebabkan sumbatan ostia sehingga terjadi penurunan oksigenasi dan tekanan

udara rongga sinus Hal tersebut akan menyuburkan pertumbuhan bakteri terutama

bakteri anaerob dan akan menyebabkan rusaknya fungsi barier epitel antara lain

akibat dekstruksi mukosa oleh mediator protein basa yang dilepas sel eosinofil

(MBP) dengan akibat sinusitis akan semakin parah13

Prognosis

Kebanyakan gejala rintis alergi dapat diobati Pada kasus yang lebih parah dapat memerlukan

imunoterapi Namun sebagai aturan umum jika suatu zat menjadi penyebab alergi bagi

seorang individu maka zat tersebut dapat terus mempengaruhi orang itu dalam jangka

panjang10

BAB V

KESIMPULAN

Rintis alergi adalah kelainan pada hidung dengan gejala bersin-bersin rinore rasa

gatal dan tersumbat setelah mukosa hidung terpapar alergen yang diperantarai oleh IgE

Alergen dapat berupa alergen inhalan misalnya tungau debu rumah kecoa serpihan epitel

kulit binatang rerumputan serta jamur alergen ingestan yang masuk ke saluran cerna

berupa makanan misalnya susu sapi telur coklat ikan laut udang kepiting dan kacang-

kacangan alergen injektan yang masuk melalui suntikan atau tusukan misalnya penisilin

dan sengatan lebah dan alergen kontaktan yang masuk melalui kontak kulit atau jaringan

mukosa misalnya bahan kosmetik perhiasan

Diagnosis rinitis alergi ditegakkan berdasarkan anamnesis pemeriksaan fisik dan

pemeriksaan penunjang Dari anamnesis dijumpai keluhan dan gejala berupa bersin keluar

ingus (rinore) yang encer dan banyak hidung tersumbat hidung dan mata gatal yang

kadang-kadang disertai dengan banyak keluar air mata (lakrimasi) pada anamnesis perlu

ditanyakan riwayat keluarga riwayat tempat tinggal dan lingkungan pekerjaan Pada

pemeriksaan fisik pada rinoskopi anterior dijumpai mukosa edema basah berwarna pucat

atau livid disertai adanya secret encer yang banyak

Penatalaksanaan dari rinitis alergi adalah menghindari kontak dengan allergen

medikamentosa operatif imunoterapi dan edukasi kepada pasien Komplikasi yang sering

terjadi pada rinitis alergi adalah polip hidung otitis media gangguan fungsi tuba dan sinusitis

paranasal

DAFTAR PUSTAKA

1 Irawati N Kasakeyan E Rusmono N Rinitis alergi Dalam Buku Ajar Ilmu

Kesehatan Telinga Hidung Kepala Leher Jakarta Balai Penerbit FKUI 2010 H118

ndash 22 128 ndash 33

2 Sudiro M Madiadipoera T Purwanto B Eosinofil kerokan mukosa hidung sebagai

diagnostik rinitis alergi MKB 2010 42 (1) 6-11

3 Sheikh J Allergic Rhinitis treatment and management Update on 2015 February

Available from http emedicine medscape comarticle 134825 Accessed on 3 April

2015

4 Meltzer EO Evaluation of the oral antihistamine for patients with allergic rhinitis

Updated on 2005 Available from httphighwirestanfordedu Accessed on 2015

April 3

5 Adams George L Boies buku ajar penyakit THT (Boeis fundamentals of

otolaryngology) Ed 6 Jakarta EGC 1997

6 Department of Pediatrics and Otolaryngology University of Pittsburgh School of

Medicine and Childrens Hospital of Pittsburgh Allergic rhinitis definition

epidemiology pathophysiology detection and diagnosis J Allergy Clin Immunol

2001 108 (1 Suppl) 2-8

7 Li J Zhang Y Zhang L Discovering suspectibility genes for allergic rhinitis and

allergic using genome-wide association study strategy Curr Opin Allergy Clin

Immunol 2015 15(1) 33-40

8 Rondon C Fernandez J Canto G Blanca M Local allergic rhinitis concept clinical

manifestations and diagnostic approach Updated on 2010 Available from

httpwwwncbinlmnihgovpubmed20945601 Accessed on 2015 April 3

9 Mabry R Marple B Allergic rhinitis In Cummingrsquos Otolaryngologi Head Neck

Surgery 4th Ed USA Elsevier 2005 982-988

10 Tran NP Vickery J Blaiss MS Management of Rhinitis Allergic and Non Allergic

2011 May 20 Available from

httpwwwncbinlmnihgovpmcarticlesPMC3121056 Accesed on 2015 April 3

11 Bachert C Allergic rhinitis pathophysiology diagnosis differential diagnosis and the

therapy Updated on 2011 September 9 Available from

httpwwwncbinlmnihgovpubmed9441024 Accessed on 2013 April 3

12 Oates JA Wood AJJ The New England Journal of Medicine Drug therapy 1991

Available from httphighwirestanfordedu Accessed on 2013 April 3

13 Settipane RA Complications of allergic Updated on 2014 July 20 Available from

httpwwwncbinlmnihgovpubmed10476318 Accessed on 2015 April 3

Page 17: Rhinitis Alergi

Rhinitis non-alergik adalah suatu keadaan inflamasi hidung yang disebabkan

oleh selain alergi Keadaan ini tidak dapat diidentifikasi dengan pemeriksaan

alergi yang sesuai (anamnesis tes cukit kulit kadar antibodi IgE spesifik

serum)

Kelainan ini dapat bermacam-macam bergantung dari penyebabnya antara

lain

- rhinitis vasomotor

- rhinitis gustator

- rhinitis medikamentosa

- rhinitis hormonal

2 Immotile cilia syndrome (ciliary dyskinesis)

Diskinesia Silia Primer (PCD juga disebut sindrom immotile-silia) ditandai

oleh penurunan nilai bawaan dari clearance mukosiliar (PKS) Manifestasi

klinis termasuk batuk kronis rinitis kronis dan sinusitis kronis Otitis dan

otosalpingitis yang umum di masa kanak-kanak seperti juga poliposis hidung

dan agenesis sinus frontalis

Penatalaksanaan

1 Terapi yang paling ideal adalah dengan menghindari kontak dengan allergen

penyebabnya (avoidance) dan eliminasi 1

2 Medikamentosa

a Antihistamin

Antihistamin yang dipakai adalah antagonis histamine H-1 yang bekerja

secara inhibitor kompetitif pada reseptor H-1 sel target dan merupakan

preparat farmakologik yang paling sering dipakai sebagai lini pertama

pengobatan rhinitis alergi Pemberian dapat dalam kombinasi atau tanpa

kombinasi dengan dekongestan secara peroral 1

Antihistamin dibagi dalam 2 golongan yaitu golongan antihistamin generasi 1

(klasik) dan generasi 2 (non-sedatif) Antihistamin generasi 1 bersifat lipofilik

sehingga dapat menembus sawar darah otak (mempunyai efek pada SSP) dan

plasenta serta mempunyai efek kolinergik Yang termasuk kelompok ini

antara lain adalah difenhidramin klorfeniramin prometasin siproheptadin

sedangkan yang dapat diberikan secara topical adalah azelastin Antihistamin

generasi 2 bersifat lipofobik sehingga sulit menembus sawar darah otak

Bersifat selektif mengikat resptor H-1 perifer dan tidak mempunyai efek

antikolinergik antiadrenergik dan pada efek pada SSP minimal (non-sedatif) 1

Antihistamin diabsorpsi secara oral dengan cepat dan mudah serta efektif

untuk mengatasi gejala obstruksi hidung pada fase lambat Antihistamin non

sedative dapat dibagi menjadi dua golongan menurut keamananya Kelompok

pertama adalah astemisol dan terfenadin yang mempunyai efek kardiotoksik

Toksisitas terhadap jantung tersebut disebabkan repolarisasi jantung yang

tertunda dan dapat menyebabkan aritmia ventrikel henti jantung dan bahkan

kematia medadak (sudah ditarik dari peredaran) Kelompok kedua adalah

loratadin setirisin fexofenadin desloratadin dan levosetirisin 1

Preparat simpatomimetik golongan agonis adrenergik alfa dipakai sebagai

dekongestan hidung oral dengan atau tanpa kombinasi dengan antihistamin

atau topikal Namun pemakaian secara topikal hanya boleh untuk beberapa

hari saja untuk menghindari terjadinya rinitis medikamentosa 1

Tabel 1 Antihistamin oral optimal untuk rhinitis alergi12

Tabel 2 Efek samping sedasi dari antihistamin12

b Dekongestan

Golongan obat ini tersedia dalam bentuk topikal maupun sistemik Onset obat

topikal jauh lebih cepat daripada preparat sistemik namun dapat

menyebabkan rhinitis medikamentosa bila digunakan dalam jangka waktu

lama12

Obat dekongestan sistemik yang sering digunakan adalah pseudoephedrine

HCl dan Phenylpropanolamin HCl Obat ini dapat menyebabkan

vasokonstriksi pembuluh darah Dosis obat ini 15 mg untuk anak 2-5 tahun 30

mg untuk anak 6-12 tahun dan 60 mg untuk dewasa diberikan setiap 6 jam

Efek samping dari obat-obatan ini yang paling sering adalah insomnia dan

iritabilitas 12

c Antikolinergik

Preparat antikolinergik topikal adalah ipratropium bromide bermanfaat untuk

mengatasi rinore karena aktifitas inhibisi reseptor kolinergik pada permukaan

sel efektor 1

d Kortikosteroid

Preparat kortikosteroid dipilih bila gejala terutama sumbatan hidung akibat

respon fase lambat tidak berhasil diatasi dengan obat lain Yang sering dipakai

adalah kortikosteroid topikal (beklometason budesonid flunisolid flutikason

mometason furoat dan triamsinolon) Kortikosteroid topikal bekerja untuk

mengurangi jumlah sel mastosit pada mukosa hidung mencegah pengeluaran

protei n sitotoksik dari eosinofil mengurangi aktifitas limfosit mencegah

bocornya plasma Hal ini menyebabkan epitel hidung tidak hiperresponsif

terhadap rangsangan allergen (bekerja pada respon cepat dan lambat) Preparat

sodium kromoglikat topikal bekerja menstabilkan mastosit (mungkin

menghambat ion kalsium) sehingga pelepasan mediator dihambat Pada

respons fase lambat obat ini juga menghambat proses inflamasi dengan

menghambat aktifasi sel netrofil eosinofil dan monosit Hasil terbaik dapat

dicapai bila diberikan sebagai profilaksis 1

e Lainnya

Pengobatan baru lainnya untuk riniris alergi adalah anti leukotrien

(zafirlukastmontelukast) anti IgE DNA rekombinan 1

Menurut penelitian yang dilakukan pada tahun 2006 membuktikan bahwa

pseudoephedrine dan montelukast memiliki efek yang serupa dalam mengatasi

gejala dan memperbaiki kualitas hidup pasien11

3 Operatif

Tindakan konkotomi parsial (pemotongan sebagian konka inferior) konkoplasti atau

multiple outfractured inferior turbinoplasty perlu dipikirkan bila konka inferior

hipertrofi berat dan tidak berhasil dikecilkan dengan cara kaeuterisasi memakai

AgNO3 25 atau triklor asetat1

4 Imunoterapi

Cara pengobatan ini dilakukan pada alergi inhalan dengan gejala yang berat dan

sudah berlangsung lama serta dengan pengobatan cara lain tidak memberikan hasil

yang memuaskan Tujuan dari imunoterapi adalah pembentukkan IgG blocking

antibody dan penurunan IgE Ada 2 metode imunoterapi yang umum dilakukan yaitu

intradermal dan sublingual1

Komplikasi

Komplikasi rinitis alergi yang sering ialah

1 Polip Hidung

Polip hidung yang memiliki tanda patognomonis inspisited mucous glands

akumulasi sel-sel inflamasi yang luar biasa banyaknya (lebih eosinofil dan

limfosit T CD4+) hiperplasia epitel hiperplasia goblet dan metaplasia

skuamosa

2 Otitis media yang sering residif terutama pada anak-anak

3 Sinusitis paranasal merupakan inflamasi mukosa satu atau lebih sinus para nasal

Terjadi akibat edema ostia sinus oleh proses alergis dalam mukosa yang

menyebabkan sumbatan ostia sehingga terjadi penurunan oksigenasi dan tekanan

udara rongga sinus Hal tersebut akan menyuburkan pertumbuhan bakteri terutama

bakteri anaerob dan akan menyebabkan rusaknya fungsi barier epitel antara lain

akibat dekstruksi mukosa oleh mediator protein basa yang dilepas sel eosinofil

(MBP) dengan akibat sinusitis akan semakin parah13

Prognosis

Kebanyakan gejala rintis alergi dapat diobati Pada kasus yang lebih parah dapat memerlukan

imunoterapi Namun sebagai aturan umum jika suatu zat menjadi penyebab alergi bagi

seorang individu maka zat tersebut dapat terus mempengaruhi orang itu dalam jangka

panjang10

BAB V

KESIMPULAN

Rintis alergi adalah kelainan pada hidung dengan gejala bersin-bersin rinore rasa

gatal dan tersumbat setelah mukosa hidung terpapar alergen yang diperantarai oleh IgE

Alergen dapat berupa alergen inhalan misalnya tungau debu rumah kecoa serpihan epitel

kulit binatang rerumputan serta jamur alergen ingestan yang masuk ke saluran cerna

berupa makanan misalnya susu sapi telur coklat ikan laut udang kepiting dan kacang-

kacangan alergen injektan yang masuk melalui suntikan atau tusukan misalnya penisilin

dan sengatan lebah dan alergen kontaktan yang masuk melalui kontak kulit atau jaringan

mukosa misalnya bahan kosmetik perhiasan

Diagnosis rinitis alergi ditegakkan berdasarkan anamnesis pemeriksaan fisik dan

pemeriksaan penunjang Dari anamnesis dijumpai keluhan dan gejala berupa bersin keluar

ingus (rinore) yang encer dan banyak hidung tersumbat hidung dan mata gatal yang

kadang-kadang disertai dengan banyak keluar air mata (lakrimasi) pada anamnesis perlu

ditanyakan riwayat keluarga riwayat tempat tinggal dan lingkungan pekerjaan Pada

pemeriksaan fisik pada rinoskopi anterior dijumpai mukosa edema basah berwarna pucat

atau livid disertai adanya secret encer yang banyak

Penatalaksanaan dari rinitis alergi adalah menghindari kontak dengan allergen

medikamentosa operatif imunoterapi dan edukasi kepada pasien Komplikasi yang sering

terjadi pada rinitis alergi adalah polip hidung otitis media gangguan fungsi tuba dan sinusitis

paranasal

DAFTAR PUSTAKA

1 Irawati N Kasakeyan E Rusmono N Rinitis alergi Dalam Buku Ajar Ilmu

Kesehatan Telinga Hidung Kepala Leher Jakarta Balai Penerbit FKUI 2010 H118

ndash 22 128 ndash 33

2 Sudiro M Madiadipoera T Purwanto B Eosinofil kerokan mukosa hidung sebagai

diagnostik rinitis alergi MKB 2010 42 (1) 6-11

3 Sheikh J Allergic Rhinitis treatment and management Update on 2015 February

Available from http emedicine medscape comarticle 134825 Accessed on 3 April

2015

4 Meltzer EO Evaluation of the oral antihistamine for patients with allergic rhinitis

Updated on 2005 Available from httphighwirestanfordedu Accessed on 2015

April 3

5 Adams George L Boies buku ajar penyakit THT (Boeis fundamentals of

otolaryngology) Ed 6 Jakarta EGC 1997

6 Department of Pediatrics and Otolaryngology University of Pittsburgh School of

Medicine and Childrens Hospital of Pittsburgh Allergic rhinitis definition

epidemiology pathophysiology detection and diagnosis J Allergy Clin Immunol

2001 108 (1 Suppl) 2-8

7 Li J Zhang Y Zhang L Discovering suspectibility genes for allergic rhinitis and

allergic using genome-wide association study strategy Curr Opin Allergy Clin

Immunol 2015 15(1) 33-40

8 Rondon C Fernandez J Canto G Blanca M Local allergic rhinitis concept clinical

manifestations and diagnostic approach Updated on 2010 Available from

httpwwwncbinlmnihgovpubmed20945601 Accessed on 2015 April 3

9 Mabry R Marple B Allergic rhinitis In Cummingrsquos Otolaryngologi Head Neck

Surgery 4th Ed USA Elsevier 2005 982-988

10 Tran NP Vickery J Blaiss MS Management of Rhinitis Allergic and Non Allergic

2011 May 20 Available from

httpwwwncbinlmnihgovpmcarticlesPMC3121056 Accesed on 2015 April 3

11 Bachert C Allergic rhinitis pathophysiology diagnosis differential diagnosis and the

therapy Updated on 2011 September 9 Available from

httpwwwncbinlmnihgovpubmed9441024 Accessed on 2013 April 3

12 Oates JA Wood AJJ The New England Journal of Medicine Drug therapy 1991

Available from httphighwirestanfordedu Accessed on 2013 April 3

13 Settipane RA Complications of allergic Updated on 2014 July 20 Available from

httpwwwncbinlmnihgovpubmed10476318 Accessed on 2015 April 3

Page 18: Rhinitis Alergi

Bersifat selektif mengikat resptor H-1 perifer dan tidak mempunyai efek

antikolinergik antiadrenergik dan pada efek pada SSP minimal (non-sedatif) 1

Antihistamin diabsorpsi secara oral dengan cepat dan mudah serta efektif

untuk mengatasi gejala obstruksi hidung pada fase lambat Antihistamin non

sedative dapat dibagi menjadi dua golongan menurut keamananya Kelompok

pertama adalah astemisol dan terfenadin yang mempunyai efek kardiotoksik

Toksisitas terhadap jantung tersebut disebabkan repolarisasi jantung yang

tertunda dan dapat menyebabkan aritmia ventrikel henti jantung dan bahkan

kematia medadak (sudah ditarik dari peredaran) Kelompok kedua adalah

loratadin setirisin fexofenadin desloratadin dan levosetirisin 1

Preparat simpatomimetik golongan agonis adrenergik alfa dipakai sebagai

dekongestan hidung oral dengan atau tanpa kombinasi dengan antihistamin

atau topikal Namun pemakaian secara topikal hanya boleh untuk beberapa

hari saja untuk menghindari terjadinya rinitis medikamentosa 1

Tabel 1 Antihistamin oral optimal untuk rhinitis alergi12

Tabel 2 Efek samping sedasi dari antihistamin12

b Dekongestan

Golongan obat ini tersedia dalam bentuk topikal maupun sistemik Onset obat

topikal jauh lebih cepat daripada preparat sistemik namun dapat

menyebabkan rhinitis medikamentosa bila digunakan dalam jangka waktu

lama12

Obat dekongestan sistemik yang sering digunakan adalah pseudoephedrine

HCl dan Phenylpropanolamin HCl Obat ini dapat menyebabkan

vasokonstriksi pembuluh darah Dosis obat ini 15 mg untuk anak 2-5 tahun 30

mg untuk anak 6-12 tahun dan 60 mg untuk dewasa diberikan setiap 6 jam

Efek samping dari obat-obatan ini yang paling sering adalah insomnia dan

iritabilitas 12

c Antikolinergik

Preparat antikolinergik topikal adalah ipratropium bromide bermanfaat untuk

mengatasi rinore karena aktifitas inhibisi reseptor kolinergik pada permukaan

sel efektor 1

d Kortikosteroid

Preparat kortikosteroid dipilih bila gejala terutama sumbatan hidung akibat

respon fase lambat tidak berhasil diatasi dengan obat lain Yang sering dipakai

adalah kortikosteroid topikal (beklometason budesonid flunisolid flutikason

mometason furoat dan triamsinolon) Kortikosteroid topikal bekerja untuk

mengurangi jumlah sel mastosit pada mukosa hidung mencegah pengeluaran

protei n sitotoksik dari eosinofil mengurangi aktifitas limfosit mencegah

bocornya plasma Hal ini menyebabkan epitel hidung tidak hiperresponsif

terhadap rangsangan allergen (bekerja pada respon cepat dan lambat) Preparat

sodium kromoglikat topikal bekerja menstabilkan mastosit (mungkin

menghambat ion kalsium) sehingga pelepasan mediator dihambat Pada

respons fase lambat obat ini juga menghambat proses inflamasi dengan

menghambat aktifasi sel netrofil eosinofil dan monosit Hasil terbaik dapat

dicapai bila diberikan sebagai profilaksis 1

e Lainnya

Pengobatan baru lainnya untuk riniris alergi adalah anti leukotrien

(zafirlukastmontelukast) anti IgE DNA rekombinan 1

Menurut penelitian yang dilakukan pada tahun 2006 membuktikan bahwa

pseudoephedrine dan montelukast memiliki efek yang serupa dalam mengatasi

gejala dan memperbaiki kualitas hidup pasien11

3 Operatif

Tindakan konkotomi parsial (pemotongan sebagian konka inferior) konkoplasti atau

multiple outfractured inferior turbinoplasty perlu dipikirkan bila konka inferior

hipertrofi berat dan tidak berhasil dikecilkan dengan cara kaeuterisasi memakai

AgNO3 25 atau triklor asetat1

4 Imunoterapi

Cara pengobatan ini dilakukan pada alergi inhalan dengan gejala yang berat dan

sudah berlangsung lama serta dengan pengobatan cara lain tidak memberikan hasil

yang memuaskan Tujuan dari imunoterapi adalah pembentukkan IgG blocking

antibody dan penurunan IgE Ada 2 metode imunoterapi yang umum dilakukan yaitu

intradermal dan sublingual1

Komplikasi

Komplikasi rinitis alergi yang sering ialah

1 Polip Hidung

Polip hidung yang memiliki tanda patognomonis inspisited mucous glands

akumulasi sel-sel inflamasi yang luar biasa banyaknya (lebih eosinofil dan

limfosit T CD4+) hiperplasia epitel hiperplasia goblet dan metaplasia

skuamosa

2 Otitis media yang sering residif terutama pada anak-anak

3 Sinusitis paranasal merupakan inflamasi mukosa satu atau lebih sinus para nasal

Terjadi akibat edema ostia sinus oleh proses alergis dalam mukosa yang

menyebabkan sumbatan ostia sehingga terjadi penurunan oksigenasi dan tekanan

udara rongga sinus Hal tersebut akan menyuburkan pertumbuhan bakteri terutama

bakteri anaerob dan akan menyebabkan rusaknya fungsi barier epitel antara lain

akibat dekstruksi mukosa oleh mediator protein basa yang dilepas sel eosinofil

(MBP) dengan akibat sinusitis akan semakin parah13

Prognosis

Kebanyakan gejala rintis alergi dapat diobati Pada kasus yang lebih parah dapat memerlukan

imunoterapi Namun sebagai aturan umum jika suatu zat menjadi penyebab alergi bagi

seorang individu maka zat tersebut dapat terus mempengaruhi orang itu dalam jangka

panjang10

BAB V

KESIMPULAN

Rintis alergi adalah kelainan pada hidung dengan gejala bersin-bersin rinore rasa

gatal dan tersumbat setelah mukosa hidung terpapar alergen yang diperantarai oleh IgE

Alergen dapat berupa alergen inhalan misalnya tungau debu rumah kecoa serpihan epitel

kulit binatang rerumputan serta jamur alergen ingestan yang masuk ke saluran cerna

berupa makanan misalnya susu sapi telur coklat ikan laut udang kepiting dan kacang-

kacangan alergen injektan yang masuk melalui suntikan atau tusukan misalnya penisilin

dan sengatan lebah dan alergen kontaktan yang masuk melalui kontak kulit atau jaringan

mukosa misalnya bahan kosmetik perhiasan

Diagnosis rinitis alergi ditegakkan berdasarkan anamnesis pemeriksaan fisik dan

pemeriksaan penunjang Dari anamnesis dijumpai keluhan dan gejala berupa bersin keluar

ingus (rinore) yang encer dan banyak hidung tersumbat hidung dan mata gatal yang

kadang-kadang disertai dengan banyak keluar air mata (lakrimasi) pada anamnesis perlu

ditanyakan riwayat keluarga riwayat tempat tinggal dan lingkungan pekerjaan Pada

pemeriksaan fisik pada rinoskopi anterior dijumpai mukosa edema basah berwarna pucat

atau livid disertai adanya secret encer yang banyak

Penatalaksanaan dari rinitis alergi adalah menghindari kontak dengan allergen

medikamentosa operatif imunoterapi dan edukasi kepada pasien Komplikasi yang sering

terjadi pada rinitis alergi adalah polip hidung otitis media gangguan fungsi tuba dan sinusitis

paranasal

DAFTAR PUSTAKA

1 Irawati N Kasakeyan E Rusmono N Rinitis alergi Dalam Buku Ajar Ilmu

Kesehatan Telinga Hidung Kepala Leher Jakarta Balai Penerbit FKUI 2010 H118

ndash 22 128 ndash 33

2 Sudiro M Madiadipoera T Purwanto B Eosinofil kerokan mukosa hidung sebagai

diagnostik rinitis alergi MKB 2010 42 (1) 6-11

3 Sheikh J Allergic Rhinitis treatment and management Update on 2015 February

Available from http emedicine medscape comarticle 134825 Accessed on 3 April

2015

4 Meltzer EO Evaluation of the oral antihistamine for patients with allergic rhinitis

Updated on 2005 Available from httphighwirestanfordedu Accessed on 2015

April 3

5 Adams George L Boies buku ajar penyakit THT (Boeis fundamentals of

otolaryngology) Ed 6 Jakarta EGC 1997

6 Department of Pediatrics and Otolaryngology University of Pittsburgh School of

Medicine and Childrens Hospital of Pittsburgh Allergic rhinitis definition

epidemiology pathophysiology detection and diagnosis J Allergy Clin Immunol

2001 108 (1 Suppl) 2-8

7 Li J Zhang Y Zhang L Discovering suspectibility genes for allergic rhinitis and

allergic using genome-wide association study strategy Curr Opin Allergy Clin

Immunol 2015 15(1) 33-40

8 Rondon C Fernandez J Canto G Blanca M Local allergic rhinitis concept clinical

manifestations and diagnostic approach Updated on 2010 Available from

httpwwwncbinlmnihgovpubmed20945601 Accessed on 2015 April 3

9 Mabry R Marple B Allergic rhinitis In Cummingrsquos Otolaryngologi Head Neck

Surgery 4th Ed USA Elsevier 2005 982-988

10 Tran NP Vickery J Blaiss MS Management of Rhinitis Allergic and Non Allergic

2011 May 20 Available from

httpwwwncbinlmnihgovpmcarticlesPMC3121056 Accesed on 2015 April 3

11 Bachert C Allergic rhinitis pathophysiology diagnosis differential diagnosis and the

therapy Updated on 2011 September 9 Available from

httpwwwncbinlmnihgovpubmed9441024 Accessed on 2013 April 3

12 Oates JA Wood AJJ The New England Journal of Medicine Drug therapy 1991

Available from httphighwirestanfordedu Accessed on 2013 April 3

13 Settipane RA Complications of allergic Updated on 2014 July 20 Available from

httpwwwncbinlmnihgovpubmed10476318 Accessed on 2015 April 3

Page 19: Rhinitis Alergi

Golongan obat ini tersedia dalam bentuk topikal maupun sistemik Onset obat

topikal jauh lebih cepat daripada preparat sistemik namun dapat

menyebabkan rhinitis medikamentosa bila digunakan dalam jangka waktu

lama12

Obat dekongestan sistemik yang sering digunakan adalah pseudoephedrine

HCl dan Phenylpropanolamin HCl Obat ini dapat menyebabkan

vasokonstriksi pembuluh darah Dosis obat ini 15 mg untuk anak 2-5 tahun 30

mg untuk anak 6-12 tahun dan 60 mg untuk dewasa diberikan setiap 6 jam

Efek samping dari obat-obatan ini yang paling sering adalah insomnia dan

iritabilitas 12

c Antikolinergik

Preparat antikolinergik topikal adalah ipratropium bromide bermanfaat untuk

mengatasi rinore karena aktifitas inhibisi reseptor kolinergik pada permukaan

sel efektor 1

d Kortikosteroid

Preparat kortikosteroid dipilih bila gejala terutama sumbatan hidung akibat

respon fase lambat tidak berhasil diatasi dengan obat lain Yang sering dipakai

adalah kortikosteroid topikal (beklometason budesonid flunisolid flutikason

mometason furoat dan triamsinolon) Kortikosteroid topikal bekerja untuk

mengurangi jumlah sel mastosit pada mukosa hidung mencegah pengeluaran

protei n sitotoksik dari eosinofil mengurangi aktifitas limfosit mencegah

bocornya plasma Hal ini menyebabkan epitel hidung tidak hiperresponsif

terhadap rangsangan allergen (bekerja pada respon cepat dan lambat) Preparat

sodium kromoglikat topikal bekerja menstabilkan mastosit (mungkin

menghambat ion kalsium) sehingga pelepasan mediator dihambat Pada

respons fase lambat obat ini juga menghambat proses inflamasi dengan

menghambat aktifasi sel netrofil eosinofil dan monosit Hasil terbaik dapat

dicapai bila diberikan sebagai profilaksis 1

e Lainnya

Pengobatan baru lainnya untuk riniris alergi adalah anti leukotrien

(zafirlukastmontelukast) anti IgE DNA rekombinan 1

Menurut penelitian yang dilakukan pada tahun 2006 membuktikan bahwa

pseudoephedrine dan montelukast memiliki efek yang serupa dalam mengatasi

gejala dan memperbaiki kualitas hidup pasien11

3 Operatif

Tindakan konkotomi parsial (pemotongan sebagian konka inferior) konkoplasti atau

multiple outfractured inferior turbinoplasty perlu dipikirkan bila konka inferior

hipertrofi berat dan tidak berhasil dikecilkan dengan cara kaeuterisasi memakai

AgNO3 25 atau triklor asetat1

4 Imunoterapi

Cara pengobatan ini dilakukan pada alergi inhalan dengan gejala yang berat dan

sudah berlangsung lama serta dengan pengobatan cara lain tidak memberikan hasil

yang memuaskan Tujuan dari imunoterapi adalah pembentukkan IgG blocking

antibody dan penurunan IgE Ada 2 metode imunoterapi yang umum dilakukan yaitu

intradermal dan sublingual1

Komplikasi

Komplikasi rinitis alergi yang sering ialah

1 Polip Hidung

Polip hidung yang memiliki tanda patognomonis inspisited mucous glands

akumulasi sel-sel inflamasi yang luar biasa banyaknya (lebih eosinofil dan

limfosit T CD4+) hiperplasia epitel hiperplasia goblet dan metaplasia

skuamosa

2 Otitis media yang sering residif terutama pada anak-anak

3 Sinusitis paranasal merupakan inflamasi mukosa satu atau lebih sinus para nasal

Terjadi akibat edema ostia sinus oleh proses alergis dalam mukosa yang

menyebabkan sumbatan ostia sehingga terjadi penurunan oksigenasi dan tekanan

udara rongga sinus Hal tersebut akan menyuburkan pertumbuhan bakteri terutama

bakteri anaerob dan akan menyebabkan rusaknya fungsi barier epitel antara lain

akibat dekstruksi mukosa oleh mediator protein basa yang dilepas sel eosinofil

(MBP) dengan akibat sinusitis akan semakin parah13

Prognosis

Kebanyakan gejala rintis alergi dapat diobati Pada kasus yang lebih parah dapat memerlukan

imunoterapi Namun sebagai aturan umum jika suatu zat menjadi penyebab alergi bagi

seorang individu maka zat tersebut dapat terus mempengaruhi orang itu dalam jangka

panjang10

BAB V

KESIMPULAN

Rintis alergi adalah kelainan pada hidung dengan gejala bersin-bersin rinore rasa

gatal dan tersumbat setelah mukosa hidung terpapar alergen yang diperantarai oleh IgE

Alergen dapat berupa alergen inhalan misalnya tungau debu rumah kecoa serpihan epitel

kulit binatang rerumputan serta jamur alergen ingestan yang masuk ke saluran cerna

berupa makanan misalnya susu sapi telur coklat ikan laut udang kepiting dan kacang-

kacangan alergen injektan yang masuk melalui suntikan atau tusukan misalnya penisilin

dan sengatan lebah dan alergen kontaktan yang masuk melalui kontak kulit atau jaringan

mukosa misalnya bahan kosmetik perhiasan

Diagnosis rinitis alergi ditegakkan berdasarkan anamnesis pemeriksaan fisik dan

pemeriksaan penunjang Dari anamnesis dijumpai keluhan dan gejala berupa bersin keluar

ingus (rinore) yang encer dan banyak hidung tersumbat hidung dan mata gatal yang

kadang-kadang disertai dengan banyak keluar air mata (lakrimasi) pada anamnesis perlu

ditanyakan riwayat keluarga riwayat tempat tinggal dan lingkungan pekerjaan Pada

pemeriksaan fisik pada rinoskopi anterior dijumpai mukosa edema basah berwarna pucat

atau livid disertai adanya secret encer yang banyak

Penatalaksanaan dari rinitis alergi adalah menghindari kontak dengan allergen

medikamentosa operatif imunoterapi dan edukasi kepada pasien Komplikasi yang sering

terjadi pada rinitis alergi adalah polip hidung otitis media gangguan fungsi tuba dan sinusitis

paranasal

DAFTAR PUSTAKA

1 Irawati N Kasakeyan E Rusmono N Rinitis alergi Dalam Buku Ajar Ilmu

Kesehatan Telinga Hidung Kepala Leher Jakarta Balai Penerbit FKUI 2010 H118

ndash 22 128 ndash 33

2 Sudiro M Madiadipoera T Purwanto B Eosinofil kerokan mukosa hidung sebagai

diagnostik rinitis alergi MKB 2010 42 (1) 6-11

3 Sheikh J Allergic Rhinitis treatment and management Update on 2015 February

Available from http emedicine medscape comarticle 134825 Accessed on 3 April

2015

4 Meltzer EO Evaluation of the oral antihistamine for patients with allergic rhinitis

Updated on 2005 Available from httphighwirestanfordedu Accessed on 2015

April 3

5 Adams George L Boies buku ajar penyakit THT (Boeis fundamentals of

otolaryngology) Ed 6 Jakarta EGC 1997

6 Department of Pediatrics and Otolaryngology University of Pittsburgh School of

Medicine and Childrens Hospital of Pittsburgh Allergic rhinitis definition

epidemiology pathophysiology detection and diagnosis J Allergy Clin Immunol

2001 108 (1 Suppl) 2-8

7 Li J Zhang Y Zhang L Discovering suspectibility genes for allergic rhinitis and

allergic using genome-wide association study strategy Curr Opin Allergy Clin

Immunol 2015 15(1) 33-40

8 Rondon C Fernandez J Canto G Blanca M Local allergic rhinitis concept clinical

manifestations and diagnostic approach Updated on 2010 Available from

httpwwwncbinlmnihgovpubmed20945601 Accessed on 2015 April 3

9 Mabry R Marple B Allergic rhinitis In Cummingrsquos Otolaryngologi Head Neck

Surgery 4th Ed USA Elsevier 2005 982-988

10 Tran NP Vickery J Blaiss MS Management of Rhinitis Allergic and Non Allergic

2011 May 20 Available from

httpwwwncbinlmnihgovpmcarticlesPMC3121056 Accesed on 2015 April 3

11 Bachert C Allergic rhinitis pathophysiology diagnosis differential diagnosis and the

therapy Updated on 2011 September 9 Available from

httpwwwncbinlmnihgovpubmed9441024 Accessed on 2013 April 3

12 Oates JA Wood AJJ The New England Journal of Medicine Drug therapy 1991

Available from httphighwirestanfordedu Accessed on 2013 April 3

13 Settipane RA Complications of allergic Updated on 2014 July 20 Available from

httpwwwncbinlmnihgovpubmed10476318 Accessed on 2015 April 3

Page 20: Rhinitis Alergi

3 Operatif

Tindakan konkotomi parsial (pemotongan sebagian konka inferior) konkoplasti atau

multiple outfractured inferior turbinoplasty perlu dipikirkan bila konka inferior

hipertrofi berat dan tidak berhasil dikecilkan dengan cara kaeuterisasi memakai

AgNO3 25 atau triklor asetat1

4 Imunoterapi

Cara pengobatan ini dilakukan pada alergi inhalan dengan gejala yang berat dan

sudah berlangsung lama serta dengan pengobatan cara lain tidak memberikan hasil

yang memuaskan Tujuan dari imunoterapi adalah pembentukkan IgG blocking

antibody dan penurunan IgE Ada 2 metode imunoterapi yang umum dilakukan yaitu

intradermal dan sublingual1

Komplikasi

Komplikasi rinitis alergi yang sering ialah

1 Polip Hidung

Polip hidung yang memiliki tanda patognomonis inspisited mucous glands

akumulasi sel-sel inflamasi yang luar biasa banyaknya (lebih eosinofil dan

limfosit T CD4+) hiperplasia epitel hiperplasia goblet dan metaplasia

skuamosa

2 Otitis media yang sering residif terutama pada anak-anak

3 Sinusitis paranasal merupakan inflamasi mukosa satu atau lebih sinus para nasal

Terjadi akibat edema ostia sinus oleh proses alergis dalam mukosa yang

menyebabkan sumbatan ostia sehingga terjadi penurunan oksigenasi dan tekanan

udara rongga sinus Hal tersebut akan menyuburkan pertumbuhan bakteri terutama

bakteri anaerob dan akan menyebabkan rusaknya fungsi barier epitel antara lain

akibat dekstruksi mukosa oleh mediator protein basa yang dilepas sel eosinofil

(MBP) dengan akibat sinusitis akan semakin parah13

Prognosis

Kebanyakan gejala rintis alergi dapat diobati Pada kasus yang lebih parah dapat memerlukan

imunoterapi Namun sebagai aturan umum jika suatu zat menjadi penyebab alergi bagi

seorang individu maka zat tersebut dapat terus mempengaruhi orang itu dalam jangka

panjang10

BAB V

KESIMPULAN

Rintis alergi adalah kelainan pada hidung dengan gejala bersin-bersin rinore rasa

gatal dan tersumbat setelah mukosa hidung terpapar alergen yang diperantarai oleh IgE

Alergen dapat berupa alergen inhalan misalnya tungau debu rumah kecoa serpihan epitel

kulit binatang rerumputan serta jamur alergen ingestan yang masuk ke saluran cerna

berupa makanan misalnya susu sapi telur coklat ikan laut udang kepiting dan kacang-

kacangan alergen injektan yang masuk melalui suntikan atau tusukan misalnya penisilin

dan sengatan lebah dan alergen kontaktan yang masuk melalui kontak kulit atau jaringan

mukosa misalnya bahan kosmetik perhiasan

Diagnosis rinitis alergi ditegakkan berdasarkan anamnesis pemeriksaan fisik dan

pemeriksaan penunjang Dari anamnesis dijumpai keluhan dan gejala berupa bersin keluar

ingus (rinore) yang encer dan banyak hidung tersumbat hidung dan mata gatal yang

kadang-kadang disertai dengan banyak keluar air mata (lakrimasi) pada anamnesis perlu

ditanyakan riwayat keluarga riwayat tempat tinggal dan lingkungan pekerjaan Pada

pemeriksaan fisik pada rinoskopi anterior dijumpai mukosa edema basah berwarna pucat

atau livid disertai adanya secret encer yang banyak

Penatalaksanaan dari rinitis alergi adalah menghindari kontak dengan allergen

medikamentosa operatif imunoterapi dan edukasi kepada pasien Komplikasi yang sering

terjadi pada rinitis alergi adalah polip hidung otitis media gangguan fungsi tuba dan sinusitis

paranasal

DAFTAR PUSTAKA

1 Irawati N Kasakeyan E Rusmono N Rinitis alergi Dalam Buku Ajar Ilmu

Kesehatan Telinga Hidung Kepala Leher Jakarta Balai Penerbit FKUI 2010 H118

ndash 22 128 ndash 33

2 Sudiro M Madiadipoera T Purwanto B Eosinofil kerokan mukosa hidung sebagai

diagnostik rinitis alergi MKB 2010 42 (1) 6-11

3 Sheikh J Allergic Rhinitis treatment and management Update on 2015 February

Available from http emedicine medscape comarticle 134825 Accessed on 3 April

2015

4 Meltzer EO Evaluation of the oral antihistamine for patients with allergic rhinitis

Updated on 2005 Available from httphighwirestanfordedu Accessed on 2015

April 3

5 Adams George L Boies buku ajar penyakit THT (Boeis fundamentals of

otolaryngology) Ed 6 Jakarta EGC 1997

6 Department of Pediatrics and Otolaryngology University of Pittsburgh School of

Medicine and Childrens Hospital of Pittsburgh Allergic rhinitis definition

epidemiology pathophysiology detection and diagnosis J Allergy Clin Immunol

2001 108 (1 Suppl) 2-8

7 Li J Zhang Y Zhang L Discovering suspectibility genes for allergic rhinitis and

allergic using genome-wide association study strategy Curr Opin Allergy Clin

Immunol 2015 15(1) 33-40

8 Rondon C Fernandez J Canto G Blanca M Local allergic rhinitis concept clinical

manifestations and diagnostic approach Updated on 2010 Available from

httpwwwncbinlmnihgovpubmed20945601 Accessed on 2015 April 3

9 Mabry R Marple B Allergic rhinitis In Cummingrsquos Otolaryngologi Head Neck

Surgery 4th Ed USA Elsevier 2005 982-988

10 Tran NP Vickery J Blaiss MS Management of Rhinitis Allergic and Non Allergic

2011 May 20 Available from

httpwwwncbinlmnihgovpmcarticlesPMC3121056 Accesed on 2015 April 3

11 Bachert C Allergic rhinitis pathophysiology diagnosis differential diagnosis and the

therapy Updated on 2011 September 9 Available from

httpwwwncbinlmnihgovpubmed9441024 Accessed on 2013 April 3

12 Oates JA Wood AJJ The New England Journal of Medicine Drug therapy 1991

Available from httphighwirestanfordedu Accessed on 2013 April 3

13 Settipane RA Complications of allergic Updated on 2014 July 20 Available from

httpwwwncbinlmnihgovpubmed10476318 Accessed on 2015 April 3

Page 21: Rhinitis Alergi

BAB V

KESIMPULAN

Rintis alergi adalah kelainan pada hidung dengan gejala bersin-bersin rinore rasa

gatal dan tersumbat setelah mukosa hidung terpapar alergen yang diperantarai oleh IgE

Alergen dapat berupa alergen inhalan misalnya tungau debu rumah kecoa serpihan epitel

kulit binatang rerumputan serta jamur alergen ingestan yang masuk ke saluran cerna

berupa makanan misalnya susu sapi telur coklat ikan laut udang kepiting dan kacang-

kacangan alergen injektan yang masuk melalui suntikan atau tusukan misalnya penisilin

dan sengatan lebah dan alergen kontaktan yang masuk melalui kontak kulit atau jaringan

mukosa misalnya bahan kosmetik perhiasan

Diagnosis rinitis alergi ditegakkan berdasarkan anamnesis pemeriksaan fisik dan

pemeriksaan penunjang Dari anamnesis dijumpai keluhan dan gejala berupa bersin keluar

ingus (rinore) yang encer dan banyak hidung tersumbat hidung dan mata gatal yang

kadang-kadang disertai dengan banyak keluar air mata (lakrimasi) pada anamnesis perlu

ditanyakan riwayat keluarga riwayat tempat tinggal dan lingkungan pekerjaan Pada

pemeriksaan fisik pada rinoskopi anterior dijumpai mukosa edema basah berwarna pucat

atau livid disertai adanya secret encer yang banyak

Penatalaksanaan dari rinitis alergi adalah menghindari kontak dengan allergen

medikamentosa operatif imunoterapi dan edukasi kepada pasien Komplikasi yang sering

terjadi pada rinitis alergi adalah polip hidung otitis media gangguan fungsi tuba dan sinusitis

paranasal

DAFTAR PUSTAKA

1 Irawati N Kasakeyan E Rusmono N Rinitis alergi Dalam Buku Ajar Ilmu

Kesehatan Telinga Hidung Kepala Leher Jakarta Balai Penerbit FKUI 2010 H118

ndash 22 128 ndash 33

2 Sudiro M Madiadipoera T Purwanto B Eosinofil kerokan mukosa hidung sebagai

diagnostik rinitis alergi MKB 2010 42 (1) 6-11

3 Sheikh J Allergic Rhinitis treatment and management Update on 2015 February

Available from http emedicine medscape comarticle 134825 Accessed on 3 April

2015

4 Meltzer EO Evaluation of the oral antihistamine for patients with allergic rhinitis

Updated on 2005 Available from httphighwirestanfordedu Accessed on 2015

April 3

5 Adams George L Boies buku ajar penyakit THT (Boeis fundamentals of

otolaryngology) Ed 6 Jakarta EGC 1997

6 Department of Pediatrics and Otolaryngology University of Pittsburgh School of

Medicine and Childrens Hospital of Pittsburgh Allergic rhinitis definition

epidemiology pathophysiology detection and diagnosis J Allergy Clin Immunol

2001 108 (1 Suppl) 2-8

7 Li J Zhang Y Zhang L Discovering suspectibility genes for allergic rhinitis and

allergic using genome-wide association study strategy Curr Opin Allergy Clin

Immunol 2015 15(1) 33-40

8 Rondon C Fernandez J Canto G Blanca M Local allergic rhinitis concept clinical

manifestations and diagnostic approach Updated on 2010 Available from

httpwwwncbinlmnihgovpubmed20945601 Accessed on 2015 April 3

9 Mabry R Marple B Allergic rhinitis In Cummingrsquos Otolaryngologi Head Neck

Surgery 4th Ed USA Elsevier 2005 982-988

10 Tran NP Vickery J Blaiss MS Management of Rhinitis Allergic and Non Allergic

2011 May 20 Available from

httpwwwncbinlmnihgovpmcarticlesPMC3121056 Accesed on 2015 April 3

11 Bachert C Allergic rhinitis pathophysiology diagnosis differential diagnosis and the

therapy Updated on 2011 September 9 Available from

httpwwwncbinlmnihgovpubmed9441024 Accessed on 2013 April 3

12 Oates JA Wood AJJ The New England Journal of Medicine Drug therapy 1991

Available from httphighwirestanfordedu Accessed on 2013 April 3

13 Settipane RA Complications of allergic Updated on 2014 July 20 Available from

httpwwwncbinlmnihgovpubmed10476318 Accessed on 2015 April 3

Page 22: Rhinitis Alergi

DAFTAR PUSTAKA

1 Irawati N Kasakeyan E Rusmono N Rinitis alergi Dalam Buku Ajar Ilmu

Kesehatan Telinga Hidung Kepala Leher Jakarta Balai Penerbit FKUI 2010 H118

ndash 22 128 ndash 33

2 Sudiro M Madiadipoera T Purwanto B Eosinofil kerokan mukosa hidung sebagai

diagnostik rinitis alergi MKB 2010 42 (1) 6-11

3 Sheikh J Allergic Rhinitis treatment and management Update on 2015 February

Available from http emedicine medscape comarticle 134825 Accessed on 3 April

2015

4 Meltzer EO Evaluation of the oral antihistamine for patients with allergic rhinitis

Updated on 2005 Available from httphighwirestanfordedu Accessed on 2015

April 3

5 Adams George L Boies buku ajar penyakit THT (Boeis fundamentals of

otolaryngology) Ed 6 Jakarta EGC 1997

6 Department of Pediatrics and Otolaryngology University of Pittsburgh School of

Medicine and Childrens Hospital of Pittsburgh Allergic rhinitis definition

epidemiology pathophysiology detection and diagnosis J Allergy Clin Immunol

2001 108 (1 Suppl) 2-8

7 Li J Zhang Y Zhang L Discovering suspectibility genes for allergic rhinitis and

allergic using genome-wide association study strategy Curr Opin Allergy Clin

Immunol 2015 15(1) 33-40

8 Rondon C Fernandez J Canto G Blanca M Local allergic rhinitis concept clinical

manifestations and diagnostic approach Updated on 2010 Available from

httpwwwncbinlmnihgovpubmed20945601 Accessed on 2015 April 3

9 Mabry R Marple B Allergic rhinitis In Cummingrsquos Otolaryngologi Head Neck

Surgery 4th Ed USA Elsevier 2005 982-988

10 Tran NP Vickery J Blaiss MS Management of Rhinitis Allergic and Non Allergic

2011 May 20 Available from

httpwwwncbinlmnihgovpmcarticlesPMC3121056 Accesed on 2015 April 3

11 Bachert C Allergic rhinitis pathophysiology diagnosis differential diagnosis and the

therapy Updated on 2011 September 9 Available from

httpwwwncbinlmnihgovpubmed9441024 Accessed on 2013 April 3

12 Oates JA Wood AJJ The New England Journal of Medicine Drug therapy 1991

Available from httphighwirestanfordedu Accessed on 2013 April 3

13 Settipane RA Complications of allergic Updated on 2014 July 20 Available from

httpwwwncbinlmnihgovpubmed10476318 Accessed on 2015 April 3

Page 23: Rhinitis Alergi

11 Bachert C Allergic rhinitis pathophysiology diagnosis differential diagnosis and the

therapy Updated on 2011 September 9 Available from

httpwwwncbinlmnihgovpubmed9441024 Accessed on 2013 April 3

12 Oates JA Wood AJJ The New England Journal of Medicine Drug therapy 1991

Available from httphighwirestanfordedu Accessed on 2013 April 3

13 Settipane RA Complications of allergic Updated on 2014 July 20 Available from

httpwwwncbinlmnihgovpubmed10476318 Accessed on 2015 April 3