revisi dkp peb sc

58
Presentasi Kasus DISPROPORSI KEPALA PANGGUL, PEB PADA SEKUNDIGRAVIDA HAMIL ATERM DENGAN RIWAYAT SECTIO CAESAREA 5 TAHUN YANG LALU Oleh : Diena Hanifa G99141174 Haris Hermawan Noviana Rahmawati G99141175 G99141177 Putri Ayu W. G99141178 Pembimbing : Dr. H. Soetrisno, dr., Sp.OG (K) 1

Upload: noviana-rahmawati

Post on 21-Feb-2016

46 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

DKP PEB

TRANSCRIPT

Page 1: Revisi DKP PEB SC

Presentasi Kasus

DISPROPORSI KEPALA PANGGUL, PEB PADA SEKUNDIGRAVIDA

HAMIL ATERM DENGAN RIWAYAT SECTIO CAESAREA 5 TAHUN

YANG LALU

Oleh :

Diena Hanifa G99141174

Haris Hermawan

Noviana Rahmawati

G99141175

G99141177

Putri Ayu W. G99141178

Pembimbing :

Dr. H. Soetrisno, dr., Sp.OG (K)

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KEBIDANAN DAN KANDUNGAN

FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD DR MOEWARDI

SURAKARTA

2015

1

Page 2: Revisi DKP PEB SC

DISPROPORSI KEPALA PANGGUL, PEB PADA SEKUNDIGRAVIDA

HAMIL ATERM DENGAN RIWAYAT SECTIO CAESAREA 5 TAHUN

YANG LALU

ABSTRAK

Disproporsi kepala-panggul (DKP) merupakan keadaan dimana terjadi ketidaksebandingan ukuran kepala janin dengan panggul ibu. DKP terjadi karena berkurangnya kapasitas pelvis, kesan bayi besar, atau kombinasi keduanya. Preeklampsia berat (PEB) merupakan sindroma yang terjadi pada waktu kehamilan, ditandai dengan tekanan darah ≥160/110 mmHg dan ditemukannya protein pada urin, serta beberapa kriteria lainnya. Seorang G2P1A0, 35 tahun, UK 37+3 minggu datang rujukan RSUD Sukoharjo dengan keterangan PEB, riwayat SC ±5 tahun yang lalu. Pasien merasa hamil 9 bulan , gerakan janin masih dirasakan, kenceng-kenceng teratur sudah dirasakan, air kawah sudah dirasakan keluar sejak 2 jam SMRS, lendir darah (+), kesan panggul sempit, riwayat obstetri jelek, riwayat fertilitas baik, TD 180/110 mmHg, his (+), DJJ (+). Sectio caesarea dilakukan atas indikasi ibu yaitu panggul sempit.

Kata kunci: Disproporsi kepala-panggul, Preeklampsia berat, Sectio caesarea

2

Page 3: Revisi DKP PEB SC

BAB I

PENDAHULUAN

Disproporsi kepala-panggul (DKP) merupakan keadaan dimana terjadi

ketidaksebandingan ukuran kepala janin dengan panggul ibu. DKP terjadi karena

berkurangnya kapasitas pelvis, kesan bayi besar, atau kombinasi keduanya.1 Pada

kasus ini didapatkan kesan panggul sempit dari pemeriksaan fisik pada pasien ini,

ditemukan arcus pubis <90o, spina ischiadica menonjol, promontorium teraba,

linea terminalis teraba >1/3 bagian sehingga menimbulkan kesan panggul sempit.

Preeklampsia merupakan sindroma yang terjadi secara spesifik saat

kehamilan. Preeklampsia berat (PEB) merupakan sindroma yang terjadi pada

waktu kehamilan, ditandai dengan tekanan darah sistolik ≥ 160 dan tekanan darah

diastolik ≥110 mmHg serta ditemukannya protein pada urin. Tidak seperti

hipertensi gestasional, preeklampsia disertai dengan proteinuria yang menjadi

kriteria objektif yang penting untuk mendiagnosis preeklampsia. Proteinuria

didefinisikan sebagai ekskresi protein urin 24 jam yang lebih dari 300 mg, atau

rasio protein:keratin ≥ 0,3, atau protein persisten 30 mg/dL (1+ dipstick) pada

sampel urin random.2 Faktor risiko preeklampsia; usia ( pada wanita hamil

berusia kurang dari 25 tahun insidens > 3 kali lipat, dan wanita hamil usia > 35

tahun ), primigravid muda maupun tua, faktor keturunan, faktor gen, obesitas /

overweight, iklim / musim, kehamilan ganda, hidramnion, mola hidatidosa.3

Seorang G2P1A0, 35 tahun, UK 37+3 minggu datang rujukan RSUD

Sukoharjo dengan keterangan PEB, riwayat SC ±5 tahun yang lalu. Pasien merasa

hamil 9 bulan , gerakan janin masih dirasakan, kenceng-kenceng teratur sudah

dirasakan, air kawah sudah dirasakan keluar sejak 2 jam SMRS, lendir darah (+),

kesan panggul sempit, riwayat obstetri jelek, riwayat fertilitas baik, TD 180/110

mmHg, his (+), DJJ (+). Tindakan penatalaksanaan sectio caesarea dilakukan atas

indikasi ibu yaitu panggul sempit.

3

Page 4: Revisi DKP PEB SC

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. PRE-EKLAMPSIA BERAT

1. Definisi

Preeklampsia adalah kelainan multisistem spesifik pada kehamilan

yang ditandai oleh timbulnya hipertensi dan proteinuria setelah umur

kehamilan 20 minggu. Kelainan ini dianggap berat jika tekanan darah dan

proteinuria meningkat secara bermakna atau terdapat tanda-tanda

kerusakan organ.4

Definisi lain, preeklamsi adalah sindrom spesifik kehamilan berupa

berkurangnya perfusi organ akibat vasospasme dan aktivasi endotel.1

2. Etiologi

Penyebab pasti preeklampsia masih belum jelas. Hipotesis factor-

faktor etiologi Preeklampsia bisa diklasifikasikan menjadi 4 kelompok,

yaitu : genetik, imunologik, gizi dan infeksi serta infeksi antara faktor-

faktor tersebut. 5

Ada beberapa teori yang mencoba menjelaskan perkiraan etiologi

dari kelainan tersebut sehingga kelainan ini sering dikenal dengan “The

disease of theory” adapun teori-teori tersebut antara lain 6:

1. Peran prostasiklin dan tromboksan S

Pada Preeklampsia didapatkan kerusakan pada endotel vaskuler

sehingga terjadi penurunan produksi prostasiklin (PGI-2) yang pada

kehamilan normal meningkat, aktivasi penggumpalan dan

fibrinolisis. Aktivasi trombosit menyebabkan pelepasan tromboksan

(TxA2) dan serotonin sehingga terjadi vasospasme dan kerusakan

endotel.

2. Peran faktor imunologis

Preeklampsia sering terjadi pada kehamilan pertama, hal ini

dihubungkan dengan pembentukan blocking antibodies terhadap

4

Page 5: Revisi DKP PEB SC

antigen plasenta yang tidak sempurna. Beberapa wanita dengan

Preeklampsia mempunyai kompleks imun dalam serum. Beberapa

studi yang mendapati aktivasi komplemen dan sistem imun humoral

pada preeklampsia.

3. Peran faktor genetik / familial

Beberapa bukti yang mendukung faktor genetik pada preeklampsia

antara lain:

a. Preeklampsia hanya terjadi pada manusia

b. Terdapat kecenderungan meningkatnya frekuensi preeklampsia

pada anak-anak dari ibu yang menderita preeklampsia

c. Kecenderungan meningkatnya frekuensi preeklampsia pada

anak-anak cucu ibu hamil dengan riwayat preeklampsia dan

bukan ipar mereka

d. Peran Renin-Angiotensin-Aldosteron-System (RAAS)

3. Faktor Resiko

Faktor risiko preeklampsia meliputi kondisi-kondisi medis yang

berpotensi menyebabkan penyakit mikrovaskuler (misal, diabetes melitus,

hipertensi kronik, kelainan vaskuler dan jaringan ikat), antifosfolipid

antibody syndrome, dan nefropati.7 Faktor-faktor resiko lain dihubungkan

dengan kehamilan itu sendiri atau lebih spesifik terhadap ibu dan ayah

janin.1

Tabel 1. Faktor Resiko Preeklampsia

Faktor yang

berhubungan dengan

kehamilan

Faktor yang berhubungan

dengan kondisi maternal

Faktor yang

berhubungan dengan

pasangan

Abnormalitas

kromosom

Mola hidatidosa

Hidrops fetalis

Kehamilan ganda

Usia > 35 tahun atau

<20 tahun

Ras kulit hitam

Riwayat Preeklampsia

pada keluarga

Partner lelaki yang

pernah menikahi

wanita yang

kemudian hamil

dan mengalami

5

Page 6: Revisi DKP PEB SC

Donor oosit atau

inseminasi donor

Anomali struktur

kongenital

ISK

Nullipara

Preeklampsia pada

kehamilan sebelumnya

Kondisi medis khusus :

DM, HT Kronik,

Obesitas, Penyakit

Ginjal, trombofilia

Stress

Antibody

antifosfolipid syndrom

preeklampsia

Pemaparan terbatas

terhadap sperma

Primipaternitas

4. Patofisiologi

Tanda-tanda utama pada Preeklampsia adalah :7

a. Penurunan perfusi uteroplasental

b. Peningkatan vasokonstriktor dan penurunan vasodilator dengan akibat

vasokonstriksi local dan sistemik

c. DIC (Disseminated Intravascular Coagulation)

Salah satu perubahan patofisiologi yang didapatkan pada

preeklampsia adalah spasmus pembuluh darah disertai dengan retensi

garam dan air. Bila spasmus arteriola ditemukan di seluruh tubuh, maka

akan terjadi peningkatan tekanan darah sebagai usaha untuk mengatasi

kenaikan tahanan perifer, agar oksigenasi jaringan dapat dicukupi.

Kenaikan berat badan dan edema yang disebabkan penimbunan cairan

yang berlebihan dalam ruang interstitial. Telah diketahui sebabnya bahwa

pada preeklampsia dijumpai kadar aldosteron yang rendah dan konsentrasi

prolaktin yang lebih tinggi daripada kehamilan normal. Aldosteron penting

untuk mempertahankan volume plasma dan mengatur retensi air dan

natrium. Pada preeklampsia permeabilitas pembuluh darah terhadap

protein meningkat.

Perubahan pada plasenta dan uterus. Menurunnya aliran darah ke

plasenta mengakibatkan gangguan fungsi plasenta. Pada hipertensi yang

6

Page 7: Revisi DKP PEB SC

lama pertumbuhan janin terganggu, pada hipertensi yang lebih pendek

dapat terjadi gawat janin sampai kematiannya karena kekurangan

oksigenisasi.

Kenaikan tonus uterus dan kepekaan terhadap perangsangan sering

didapatkan pada preeklampsia dan eklampsia, sehingga mudah tejadi

partus prematurus.

Perubahan pada ginjal. Perubahan pada ginjal disebabkan oleh

aliran darah ke dalan ginjal menurun, sehingga menyebabkan filtrasi

glomerulus mengurang. Kelainan ginjal yang penting ialah dalam

hubungan dengan proteinuria serta retensi garam dan air, akibat perubahan

dalam perbandingan antra tingkat filtrasi glomerulus dan tingkat

penyerapan kembali oleh tubulus. Pada kehamilan normal, penyerapan ini

meningkat sesuai dengan kenaikan filtrasi glomerulus. Penurunan filtrasi

glomerulus akibat spasmus arteriolus ginjal menyebabkan filtrasi natrium

melalui glomerulus menurun, yang menyebabkan retensi garam dan air.

Fungsi ginjal pada preeklampsia agak menurun bila dilihat dari

clearance asam urik. Filtrasi glomerulus dapat turun sampai 50% dari

normal, sehingga menyebabkan diuresis turun, pada keadaan lanjut dapat

terjadi oliguria atau anuria.

Perubahan pada paru-paru. Edema paru-paru merupakan sebab

utama kematian penderita preeklampsia. Komplikasi ini biasanya

disebabkan oleh dekompensasio kordis kiri.

Metabolisme air dan elektrolit. Hemokonsentrasi yang menyertai

preeklampsia tidak diketahui sebabnya. Dalam hal ini terjadi pergeseran

cairan dari ruang intravaskuler ke ruang interstisial. Diikuti dengan

kenaikan hematokrit, protein serum dan bertambahnya edema,

menyebabkan volume darah mengurang, viskositas darah meningkat,

waktu peredaran darah tepi lebih lama. Sehingga aliran darah ke jaringan

di berbagai bagian tubuh mengurang dengan akibat hipoksia.

Jumlah air dan natrium dalam badan lebih banyak pada penderita

preeklampsia daripada wanita hamil biasa atau penderita dengan hipertensi

7

Page 8: Revisi DKP PEB SC

menahun. Penderita preeklampsia tidak dapat mengeluarkan dengan

sempurna air dan garam yang diberikan. Hal ini disebabkan oleh filtrasi

glomerulus menurun, sedangkan penyerapan kembali oleh tubulus tidak

berubah. 5

8

Page 9: Revisi DKP PEB SC

Gambar 1. Skema patofisiologi preeklampsia

9

Faktor Predisposisi Preeklampsia( imun, genetik, dll )

Obstruksi mekanik dan fungsional dari arteri spiralis

Perubahan plasentasi

Penurunan perfusi uteroplasental

Renin/angiotensin II Tromboksan

Vasokonstriksi arteri

Disfungsi endotel endotelin, NO

Hipertensi sistemik

Aktivasi intravascular koagulasi

SSP

DIC

Ginjal Hati Organ lainnya

Proteinuri kejang LFT abnormal iskemi GFR koma fibrin, trombin

PGE2/PGI2

Kerusakan endotel

Page 10: Revisi DKP PEB SC

5. Klasifikasi

Preeklampsia termasuk kelainan hipertensi dalam kehamilan.

Penggolongan kelainan hipertensi dalam kehamilan antara lain:7,9

a. Hipertensi kronis adalah peningkatan tekanan darah yang timbul

sebelum kehamilan, terjadi sebelum usia kehamilan 20 minggu, atau

menetap setelah 12 minggu post partum.

b. Preeklampsia - eklampsia

Preeklampsia adalah peningkatan tekanan darah ≥ 140/90 mmHg

setelah umur kehamilan 20 minggu dan proteinuria ≥ 300 mg/24

jam atau dipstick ≥ +1. Eklampsia adalah munculnya kejang-kejang

pada wanita dengan preeklampsia disertai koma.

c. Hipertensi kronis disertai superimposed preeklampsia

- Timbulnya proteinuria ≥ 300 mg/24 jam pada wanita hamil yang

sudah mengalami hipertensi sebelumnya, akan tetapi tidak ada

proteinuria sebelum kehamilan 20 minggu.

- Peningkatan tiba-tiba pada proteinuria atau tekanan darah atau

hitung platelet < 100.000/mikroliter pada wanita dengan hipertensi

dan proteinuria setelah kehamilan 20 minggu.

d. Hipertensi gestasional.

Didapatkan kenaikan tekanan darah ≥ 140/90 mmHg untuk pertama

kalinya pada kehamilan, tidak disertai dengan proteinuria dan

tekanan darah kembali normal < 12 minggu post partum.

6. Kriteria Diagnosis

Kriteria diagnosis pada preeklampsia terbagi menjadi 2, yaitu 4,9:

a. Preeklampsia ringan:

1) Tekanan darah ≥ 140/90 mmHg

2) Edema tungkai, lengan atau wajah

3) Proteinuria ≥ 300 mg/24 jam atau dipstick ≥ 1+

4) Oliguria

10

Page 11: Revisi DKP PEB SC

b. Preeklampsia berat, apabila pada kehamilan lebih dari 20 minggu

didapatkan satu atau lebih tanda berikut:

1) Tekanan darah ≥ 160/110 mmHg diukur dalam keadaan relax

(minimal setelah istirahat 10 menit) dan tidak dalam keadaan

his

2) Proteinuria ≥ 5 g/24 jam atau dipstick ≥ 4+

3) Oliguria: produksi urin < 400-500 ml/24 jam disertai

kenaikan kreatinin serum

4) Trombositopenia: < 100.000/mm3

5) Edema paru dan cyanosis

6) Nyeri epigastrium/ hipokondrium kanan

7) Gangguan otak dan visus, nyeri frontal yang berat

8) Gangguan fungsi hepar

9) Sindroma HELLP

Klasifikasi pre-eklampsia lain , yaitu :10

a. Genuine preeklampsia

Gejala preeklampsia yang timbul setelah kehamilan 20 minggu

disertai dengan oedem (pitting) dan kenaikan tekanan darah

140/90 mmHg sampai 160/90. Juga terdapat proteinuria 300

mg/24 jam (Esbach)

b. Super imposed preeklampsia

Gejala preeklampsia yang terjadi kurang dari 20 minggu disertai

proteinuria 300 mg/24 jam (Esbach), dan bisa disertai oedem.

Biasanya disertai hipertensi kronis sebelumnya.

7. Pemberian Terapi Medikamentosa

a. Segera masuk rumah sakit.

b. Tirah baring miring ke kiri secara intermitten.

c. Infus Ringer Laktat atau Ringer Dextrosa 5 %.

11

Page 12: Revisi DKP PEB SC

d. Pemberian anti kejang MgSO4 sebagai pencegahan dan terapi kejang

yang pemberiannnya dibagi dalam dosis awal serta dosis lanjutan.

Magnesium Sulfat (MgSO4)

Magnesium sulfat menghambat atau menurunkan kadar

acetylcholine pada rangsangan serat syaraf dengan menghambat

transmisi neuromuskuler.

Kadar kalsium yang tinggi dalam darah dapat menghambat kerja

magnesium sulfat. Magnesium sulfat sampai saat ini tetap menjadi

pilihan pertama untuk anti kejang pada preeklampsia atau

eklampsia.9

Cara pemberian MgSO4 ialah sebagai berikut:

1) Loading dose:

4 gram secara IV dengan kecepatan pemberian tidak lebih dari 1

gram/menit. Atau dapat juga diberikan 4 gram (40% sebanyak

10 cc) secara IM di bokong kiri dan 4 gram di bokong kanan.

2) Maintenance dose:

Diberikan secara infus (drip) dengan dosis 1,5-2 gram/jam agar

dicapai kadar serum 4,8-8,4 mg/dL atau diberikan 4 gram secara

IM tiap 6 jam.

3) Syarat-syarat pemberian MgSO4:

a) Harus tersedia antidotum MgSO4, yaitu Calcium gluconas

10% = 1 gr.  (10% dalam 10 cc) diberikan IV, 3 menit.

b) Refleks patella (+) kuat.

c) Frekuensi pernafasan > 16 + / menit, dan tidak ada tanda-

tanda distress nafas.

d) Produksi urine > 100 cc dalam 4 jam sebelumnya. (0,5

cc/kg.bb./jam)

4) MgSO4 dihentikan bila:

a) Ada tanda-tanda intoksikasi

b) Setelah 6 jam pasca persalinan

12

Page 13: Revisi DKP PEB SC

e. Pemberian anti hipertensi

Diberikan bila tekanan darah ≥ 180/110 mmHg atau MAP ≥126.

Jenis obat yang diberikan : Nifedipine 10-20 mg oral, diulang setelah

30 menit, maksimum 120 mg dalam 24 jam.

Desakan darah diturunkan secara bertahap :

- Penurunan awal 25 % dari desakan sistolik.

- Desakan darah diturunkan mencapai < 160/105 atau MAP < 125

f. Diuretikum

Diuretikum tidak dibenarkan diberikan secara rutin karena :

Memperberat penurunan perfusi plasenta

Memperberat hipovolemia

Meningkatkan hemokonsentrasi

g. Diet

Diet diberikan secara seimbang, hindari protein dan kalori yang

berlebih.7

8. Dasar Pengelolaan

a. Perawatan Konservatif; ekspektatif

1) Tujuan

a) Mempertahankan kehamilan sehingga mencapai umur

kehamilannnya yang memenuhi syarat janin dapat

dilahirkan.

b) Meningkatkan kesejahteraan bayi baru lahir tanpa

mempengaruhi keselamatan ibu.

2) Indikasi :

Kehamilan < 37 minggu tanpa disertai tanda dan gejala

impending eklampsia.

3) Terapi Medikamentosa

a) Terapi medikamentosa sama seperti diatas.

b) Bila penderita sudah kembali menjadi PER, maka masih

dirawat 2-3 hari lagi baru diizinkan pulang.

13

Page 14: Revisi DKP PEB SC

c) Pemberian MgSO4 sama seperti pemberian MgSO4

tersebut diatas, hanya tidak diberikan loading dose

intravena, tetapi cukup intramuskuler.

d) Pemberian glukokortikoid pada umur kehamilan 32-34

minggu selama 48 jam.

4) Perawatan di Rumah Sakit

a) Pemeriksaan dan monitoring tiap hari terhadap gejala klinik

sebagai berikut :

-Nyeri kepala

-Penglihatan kabur

-Nyeri perut kuadran kanan atas

-Nyeri Epigastrium

-Kenaikan berat badan dengan cepat

b) Menimbang berat badan pada waktu masuk rumah sakit dan

diikuti tiap hari.

c) Mengukur proteinuria ketika masuk rumah sakit dan

diulangi tiap 2 hari.

d) Pengukuran desakan darah sesuai standar yang telah

ditentukan.

e) Pemeriksaan laboratorium.

f) Pemeriksaan USG.

g) Meskipun penderita telah bebas dari gejala-gejala PEB,

masih tetap di rawat 3 hari lagi baru diizinkan pulang.

5) Penderita boleh dipulangkan bila penderita telah bebasdari

gejala-gejala preeklamsia berat, masih tetap dirawat 3 hari lagi

baru diijinkan pulang.

6) Cara persalinan

a) Bila penderita tidak in partu, kehamilan di pertahankan

sampai kehamilan aterm.

b) Bila penderita in partu, perjalanan persalinan diikuti seperti

lazimnya ( misalnya dengan grafik Friedman).

14

Page 15: Revisi DKP PEB SC

c) Bila penderita in partu, maka persalinan diutamakan per

vaginam kecuali ada indikasi untuk pembedahan sesar.

b. Perawatan Aktif; agresif

1) Tujuan: Terminasi kehamilan.

2) Indikasi

a) Indikasi Ibu.

Kegagalan terapi medikamentosa

- Setelah 6 jam sejak dimulai pengobatan

medikamentosa terjadi kenaikan darah yang persisten.

- Setelah 24 jam sejak dimulainya pengobatan

medikamentosa terjadi kenaikan desakan darah yang

persisten.

Tanda dan gejala impending eklampsia

Gangguan fungsi hepar

Gangguan fungsi ginjal

Dicurigai terjadi solutio plasenta

Timbulnya onset partus, ketuban pecah dini, perdarahan

b) Indikasi Janin

Umur kehamilan ≥ 37 minggu.

IUGR berat berdasarkan pemeriksaan USG.

NST nonreaktif dan profil biofisik abnormal.

Timbulnya oligohidramnion

c ) Indikasi Laboratorium

Trombositopenia progresif yang menjurus ke sindroma

HELLP

3) Terapi Medikamentosa

Sama seperti terapi medikamentosa diatas.

4) Cara Persalinan

Sedapat mungkin persalinan diarahkan pervaginam.

a) Penderita belum in partu

15

Page 16: Revisi DKP PEB SC

Dilakukan induksi persalinan bila bishop score ≥ 8. Bila

perlu dilakukan pematangan serviks dengan misoprostol.

Induksi persalinan harus sudah mencapai kala II dalam

waktu 24 jam. Bila tidak, induksi persalinan dianggap

gagal dan harus disusul dengan pembedahan sesar.

Indikasi pembedahan sesar :

1. Tidak ada indikasi untuk persalinan pervaginam.

2. Induksi persalinan gagal.

3. Terjadi maternal distress.

4. Terjadi fetal distress.

5. Bila umur kehamilan < 33 minggu.

b) Penderita sudah in partu

Perjalanan persalinan diikuti dengan grafik Friedman.

Memperpendek kala II.

Pembedahan sesar dilakukan bila terdapat maternal

distress atau fetal distress.

Primigravida direkomendasikan pembedahan sesar.

Anestesia : regional anesthesia, epidural anesthesia, tidak

dianjurkan general anesthesia.7

9. Komplikasi

a. HELLP syndrom

b. Perdarahan otak

c. Gagal ginjal

d. Hipoalbuminemia

e. Ablatio retina

f. Edema paru

g. Solusio plasenta

h. Hipofibrinogenemia

i. Hemolisis

j. Prematuritas, dismaturitas dan kematian janin intrauterin.11

16

Page 17: Revisi DKP PEB SC

10. Prognosis

Prognosis untuk eklamsi selalu serius walaupun angka

kematian ibu akibat eklamsi telah menurun selam tiga dekade terakhir

dari 5 sampai sepuluh persen menjadi kurang dari tiga persen kasus.

Kematian ini disebabkan karena kurang sempurnanya pengawasan

antenatal, disamping itu penderita eklampsia biasanya sering terlambat

mendapat pertolongan. Kematian ibu biasanya karena perdarahan otak,

decompensatio cordis, oedem paru, payah ginjal dan aspirasi cairan

lambung. Sebab kematian bayi karena prematuritas dan hipoksia intra

uterin.8

B. SECTIO CAESAREA

1. Definisi

Kelahiran fetus melalui incisi dinding perut pada usia kehamilan

lebih dari 28 minggu. Definisi ini tidak termasuk pengeluaran fetus dari

rongga abdomen dalam kasus ruptur uteri atau pada kasus kehamilan

abdominal.12 Newnham and Hobel menyebutkan bahwa seksio sesarea

sebagai kelahiran janin melalui insisi pada dinding perut dan rahim

anterior. Pembedahan seksio sesarea dapat merupakan tindakan

emergency ataupun tindakan elektif (yang direncanakan). Seksio

sesarea emergency, biasanya dilakukan pada keadaan: fetal distress,

distokia atau persalinan yang tak maju, perdarahan plasenta. 13

2. Indikasi 14

a) Indikasi Maternal :

1) Panggul sempit absolut

2) Tumor jalan lahir yang menimbulkan obstruksi

3) Stenosis seviks atau vagina

4) Plasenta previa

5) Disproporsi sefalopelvik

6) Ruptura uteri imminens

b) Indikasi Fetal

17

Page 18: Revisi DKP PEB SC

1) Gawat janin

2) Kelainan letak, misal : letak lintang, letak sungsang.

3. Komplikasi 15

a) Terhadap ibu

1) Infeksi puerperal, seperti infeksi rahim atau endometritis

2) ISK

3) Perdarahan, Anemia

4) Komplikasi Obat Bius, misal: gangguan saluran pencernaan,

gangguan pernafasan

5) Tromboemboli

b) Resiko Janin

1) APGAR Score yang rendah

2) Gangguan pernafasan

4. Jenis

Seksio sesarea digolongkan menurut tipe incisi dari rahim, yaitu:14

a) Segmen bawah

Incisi pada isthmus atau bagian servikal rahim

1) Tranverse (Munro-Kerr)

2) Vertical (Beck atau Kronig)

b) Klasik

Incisi pada fundus uteri

1) Longitudinal

2) Tranverse

c) Ekstraperitoneal

Incisi segmen rendah tanpa masuk ke cavum abdominal

1) Tranverse (Waters)

2) Vertical (Latzko)

d) Post mortem : Incisi uterus pada fundus, yang dilakukan setelah ibu

meninggal

18

Page 19: Revisi DKP PEB SC

C. DISPROPORSI KEPALA PANGGUL

1. Definisi

DKP adalah adanya ketidakseimbanngan antara luasnya

panggul ibu dengan besarnya kepala janin.16

2. Etiologi

Kemungkinan penyebab dari DKP meliputi:

a) Bayi besar (disproposi absolut)

o Faktor hereditas

o postmaturitas

o diabetes

o multiparitas

b) Presentasi abnormal (disproposi relatif)

Janin normal lahir dalam posisi occipito anterior Jika kepala

fleksi dengan baik kemudian kepala dalam posisi diameter

suboccipito bregmatika (9,5 cm ) dan akan mudah melewati

panggul. Pada presentsi diameter tang lain akan menghasilkan

presentasi dengan diameter ang lebih besar (11.5 cm - 13.5 cm).

c) Panggul kecil

d) Kelainan bentuk panggul abnormal

e) Kelainan traktus genital

o cervix : kekakuan kongenital, parut pasca operasi

o vagina : septum kongenital

o Fibroid dapat menyebabkan obstruksi.17

3. Diagnosis

a) Anamnesis

o Riwayat bedah cesar atas indikasi DK

o Riwayat trauma atau penyakit panggul

o Persalinan yang tidak maju.

b) Pemeriksaan Fisik

o Hamil aterm, kepala belum masuk panggul.

19

Page 20: Revisi DKP PEB SC

o Pemeriksaan panggul dalam → panggul sempit.

o Sudut Muller Kerr Monroe tumpul.18

Diagnosis dari DKP seringkali ketika perjalanan dari persalinan

tidak adekuat dan terapi medis seperti oksitosin tidak berhasil dicoba.

DKP sulit didiagnosis sebelum persalinan dimulai jika bayi

diperkirakan besar dan pangul ibu diketahui sempit. USG digunakan

untuk memperkirakan ukuran janin, meskipun tidak 100 % akurat

dalam menentukan bera badan janin. Pemeriksaan fisik khususnya

pengukuran pelvis seringkali lebih akurat dalam menentukan

diagnosis DKP.17

Untuk mengantisipasi adanya kecurigaan DKP bila terdapat :

1) Tinggi badan kurang dari 145 cm

2) Malnutrisi yang kronis

3) Trauma yang menyebabkanfraktur pada panggul

4) Gangguan neuromuskular

5) Kyphoscoliosis

6) Riwayat obsterik jelek

4. Penatalaksanaan

a) DKP berat yang mengakibatkan persalinan macet → sectio

caesarea

b) DKP ringan → dapat dicoba partus percobaan.18

Partus Percobaan (Trial of Labor)

Persalinan percobaan adalah percobaan persalinan yang

dilakukan untuk membuktikan apakah persalinan dapat berlangsung

per vaginam atau harus melalui seksio sesarea dengan memperhatikan

penurunan kepala janin dan terjadinya moulage kepala janin terhadap

panggul ibu.19 Persalinan percobaan di sini bermaksud melakukan

suatu persalinan normal di mana ada keraguan apakah kepala janin

akan melewati pintu atas panggul.20

20

Page 21: Revisi DKP PEB SC

Pada persalinan percobaan, perlu diperhatikan hal-hal seperti

keadaan ibu dan janin, kualitas dan turunnya kepala janin dalam

rongga panggul, pecahnya ketuban dan pembukaan serviks.5

Persalinan percobaan dikatakan berhasil bila tercapai persalinan

dengan bayi lahir per vaginam spontan tanpa dibantu ekstraksi forceps

atau vakum, dihentikan apabila terdapat hambatan kemajuan

persalinan seperti pembukaan serviks yang kurang lancar, penurunan

kepala terhambat, asfuksia janin, dan adanya lingkaran retraksi yang

patologik.19

21

Page 22: Revisi DKP PEB SC

BAB III

STATUS PENDERITA

A. ANAMNESIS

Tanggal 11 Februari 2015 jam 20.00 WIB

1. Identitas Penderita

Nama : Ny. Mirah

Umur : 35 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Pekerjaan : Ibu rumah tangga

Agama : Islam

Alamat : Sukoharjo

Status Perkawinan : Kawin

HPMT : 25 Juni 2014

HPL : 1 Maret 2015

UK : 37 + 3 minggu

Tanggal Masuk : 11 Februari 2015

No.CM : 01-29-01-55

Berat badan : 61 Kg

Tinggi Badan : 133 cm

2. Keluhan Utama

Ingin mengejan

3. Riwayat Penyakit Sekarang

Seorang G2P1A0, 35 tahun, UK 37 + 3 minggu rujukan RSUD Sukoharjo

datang dengan keterangan PEB, riwayat SC ± 5 tahun yang lalu. Pasien

merasa hamil 9 bulan, gerakan janin masih dirasakan, kenceng-kenceng

teratur sudah dirasakan, air kawah belum dirasakan keluar, lendir darah

(+), sudah mendapat MgSO4 4 gr bolus IV dan RL + 6 gr MgSO4 28 tpm

jam 17.30 WIB.

22

Page 23: Revisi DKP PEB SC

4. Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat sesak nafas : Disangkal

Riwayat Hipertensi : Disangkal

Riwayat Penyakit Jantung : Disangkal

Riwayat DM : Disangkal

Riwayat Asma : Disangkal

Riwayat Alergi Obat/makanan : Disangkal

Riwayat Minum Obat Selama Hamil : Disangkal

Riwayat Operasi : Operasi SC

a/i DKP di RS. Klaten 5

tahun yang lalu

5. Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat Mondok : Disangkal

Riwayat Hipertensi : Disangkal

Riwayat Penyakit Jantung : Disangkal

Riwayat DM : Disangkal

Riwayat Asma : Disangkal

Riwayat Alergi Obat/makanan : Disangkal

6. Riwayat Fertilitas

Baik

7. Riwayat Obstetri

Pasien telah mempunyai seorang anak, riwayat Sectio Caesarea karena

DKP, BBL = 3000 gram,saat ini berusia 5 tahun.

8. Riwayat Ante Natal Care (ANC)

Teratur, pertama kali periksa ke puskesmas pada usia kehamilan 1 bulan.

9. Riwayat Haid

- Menarche : 15 tahun

- Lama menstruasi : 6 hari

23

Page 24: Revisi DKP PEB SC

- Siklus menstruasi : 28 hari

10. Riwayat Perkawinan

Menikah 1 kali

11. Riwayat Keluarga Berencana

Belum pernah menggunakan

B. PEMERIKSAAN FISIK

1. Status Interna

Keadaan Umum : Baik, CM, gizi kesan cukup

Tanda Vital :

Tensi : 180/110 mmHg

Nadi : 80 x / menit

Respiratory Rate : 20 x/menit

Suhu : 36,5 0C

Kepala : Mesocephal

Mata : Conjuctiva anemis (-/-), Sklera Ikterik (-/-)

THT : Tonsil tidak membesar, Pharinx hiperemis (-)

Leher : Pembesaran kelenjar tiroid (-)

Thorax : Gld. Mammae dalam batas normal, areola

mammae hiperpigmentasi (+)

Cor :

Inspeksi : IC tidak tampak

Palpasi : IC tidak kuat angkat

Perkusi : Batas jantung kesan normal

Auskultasi : Bunyi jantung I-II intensitas normal, reguler, bising (-)

Pulmo :

Inspeksi : Pengembangan dada ka = ki

Palpasi : Fremitus raba dada ka = ki

24

Page 25: Revisi DKP PEB SC

Perkusi : Sonor/Sonor

Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+/+), Ronki basah kasar (-/-)

Abdomen:

Inspeksi : Dinding perut > dinding dada

Stria gravidarum (+)

Palpasi : Supel, NT (-), hepar lien tidak membesar

Perkusi : Tympani pada bawah processus xipoideus,redup pada

daerah uterus

Auskultasi : Peristaltik (+) normal

Genital : Lendir darah (+) ,air ketuban (+)

Ekstremitas : Oedema

- -

+ +

Akral dingin

- -

- -

2. Status Obstetri

Inspeksi

Kepala : Mesocephal

Mata : Conjungtiva Anemis (-/-), sclera ikterik (-/-)

Wajah : Kloasma gravidarum (+)

Thorax : Glandula mammae hipertrofi (+), aerola mammae

hiperpigmentasi (+)

Abdomen :

Inspeksi : Dinding perut > dinding dada, stria gravidarum (+)

Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), teraba janin tunggal, intra

uterin, memanjang, preskep, kepala belum masuk

25

Page 26: Revisi DKP PEB SC

panggul, TFU 30 cm, TBJ 2945 gram, Osborn test

(+) HIS (+) 2x/10’/20”-30”/sedang.

Pemeriksaan Leopold

I : TFU setinggi 30 cm, teraba bagian lunak

kesan bokong

II : Di sebelah kanan teraba bagian keras, rata,

memanjang

III : teraba bagian keras dan bulat, kesan kepala

IV : kepala belum masuk panggul

Perkusi : Tympani pada bawah processus xipoideus,redup

pada daerah uterus

Auskultasi : DJJ (+) I 12-13-12/13-12-13/12-13-12/reguler

Genital eksterna : Vulva/uretra tidak ada kelainan, lendir darah (+),

peradangan (-), tumor (-)

Ekstremitas : Oedema

- -

+ +

akral dingin

- -

- -

Pemeriksaan Dalam :

VT : vulva / uretra tenang, dinding vagina dalam batas normal,

portio lunak, Ø=4cm eff 50%, kepala floating (+), kepala

turun di HI penunjuk belum dapat dinilai, kepala belum

masuk panggul, KK (-), AK (+), jernih, tidak berbau,

STLD (+),

UPD : promontorium teraba

26

Page 27: Revisi DKP PEB SC

linea terminalis teraba > 1/3 bagian

spina ischiadica menonjol

arcus pubis < 900

C. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Laboratorium Darah tanggal 11 Februari 2015

Hemoglobin : 13.3 gr/dl

Hematokrit : 37 %

Antal Eritrosit : 4.14 x 106/uL

Antal Leukosit : 13.3 x 103/uL

Antal Trombosit : 265x 103/uL

Golongan Darah : A

GDS : 97 mg/dL

Ureum : 12 mg/dL

Creatinin : 0.7 mg/dL

Na : 136 mmol/L

K : 2.8 mmol/L

HbS Ag : nonreactive

2. Ultrasonografi (USG) tanggal 11 Februari 2015 :

Tampak janin tunggal, intrauterin, memanjang , DJJ (+), dgn biometri :

I. BPD : 8.65 cm

FL : 7.12 cm

AC : 33.62 cm

EFBW : 3066 gr

Plasenta berinsersi di corpus Grade II-III

Air ketuban kesan cukup

Tak tampak kelainan kongenital mayor

Kesimpulan : saat ini janin dalam keadaan baik

27

Page 28: Revisi DKP PEB SC

D. KESIMPULAN

Seorang G2P1A0, 35 tahun, UK 37 + 3 minggu, riwayat obstetri jelek, riwayat

fertilitas baik,teraba janin tunggal, intra uterin memanjang, puka, preskep,

kepala belum masuk panggul, HIS (+), DJJ (+), Ø = 4cm eff 50%, KK (-),

AK (+), jernih, tidak berbau, STLD (+)

E. DIAGNOSIS AWAL

DKP PEB pada sekundigravida h.aterm dp kala I fase aktif + riwayat SC 5

tahun yang lalu

F. PROGNOSIS

.............

G. TERAPI

Usul re SCTP emergensi + insersi IUD

Inj. ampicillin

Protap PEB

O2 3 lpm

Infus RL 12 tpm

Inj. MgSO4 40% maintenance 4gr/6jam jika syarat terpenuhi

DC+BC

Awasi tanda-tanda impending eklampsia

CST negative

Cek lab lengkap

Informed consent

Konsul anestesi

H. LAPORAN OPERASI

Out come :

Neonatus, jenis kelamin perempuan, berat badan 2500 gram, panjang

badan 45 cm, APGAR SCORE 7-8-9.

Diagnosa post operasi :

28

Page 29: Revisi DKP PEB SC

Post re SCTP emergensi + insersi IUD atas indikasi DKP PEB pada

sekundipara h.aterm

I. FOLLOW UP

Tanggal 12 Februari 2015

Keadaan umum : Baik, cm, gizi kesan cukup

Keluhan : -

Tanda vital : T = 150/90 mmHg Respiratory Rate = 23x/menit

N = 88x/menit Suhu = 36,7 0C

Mata : Conjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-)

Thorax : Cor : dalam batas normal

Pulmo : dalam batas normal

Laktasi (-)

Abdomen : Supel, nyeri tekan (-), TFU teraba 2 jari dibawah pusat,

tampak luka post operasi terutup verband.

Genital : Perdarahan (-)

Lochia (+)

Diagnosa : Post re SCTP emergensi + insersi IUD atas indikasi DKP

PEB pada sekundipara h.aterm + riwayat SC

Terapi :

1. Inj. Vicillin 1gr/8jam

2. Inj.Ketorolac 1 amp/8jam

3. Protap PEB

O2 3 lpm

Infus RL 12 tpm

Inj. MgSO4 40% 4gr/6jam

Nifedipin 3x10mg jika TD > 160/110 mmHg

DC+BC

Awasi tanda-tanda eklampsia

4. Cek lab PEB/3 hari

29

Page 30: Revisi DKP PEB SC

5. Diet TKTP

6. Mobilisasi bertahap

7. Usul anti hipertensi

Tanggal 13 Februari 2015

Keadaan umum : Baik, cm, gizi kesan cukup

Keluhan : -

Tanda vital : T = 140/90 mmHg Respiratory Rate = 22x/menit

N = 86x/menit Suhu = 36,5 0C

Mata : Conjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-)

Thorax : Cor : dalam batas normal

Pulmo : dalam batas normal

Laktasi (-)

Abdomen : Supel, nyeri tekan (-), TFU teraba 2 jari dibawah pusat,

tampak luka post operasi terutup verband, kontraksi (+)

Genital : Perdarahan (-)

Discharge (-)

Diagnosa : Post re SCTP emergensi + insersi IUD DPH II atas indikasi

DKP panggul sempit PEB pada sekundipara h.aterm +

riwayat SC 5 tahun yang lalu + hypokalemia (2.8)

Terapi :

1. Inj. Vicillin 1gr/8jam IV

2. Inj.Ketorolac 1 amp/8jam

3. Protap PEB

O2 3 lpm

Infus RL 12 tpm

Inj. MgSO4 selesai

Awasi KU/VS/BC/tanda impending eklampsia

4. Captopril 2x50mg

5. Diet TKTP

30

Page 31: Revisi DKP PEB SC

6. Mobilisasi bertahap

7. Zinc 1x20gr

8. Vit C 2x1

9. SF 1x1

10. Furosemid 2x1

11. Cek elektrolit ulang post pemberian KCl 6 jam setelah

pemberian

12. Infus D5% + KCl 35 meq 20 tpm

13. Maintenance FAEN 3B 20 tpm

14. Usul pindah bangsal setelah koreksi

Tanggal 14 Februari 2015

Keadaan umum : Baik, cm, gizi kesan cukup

Keluhan : -

Tanda vital : T = 170/100 mmHg Respiratory Rate = 18x/menit

N = 88x/menit Suhu = 36,7 0C

Mata : Conjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-)

Thorax : Cor : dalam batas normal

Pulmo : dalam batas normal

Laktasi (-)

Abdomen : Supel, nyeri tekan (-), TFU teraba 2 jari dibawah pusat,

tampak luka post operasi terutup verband, kontraksi (+)

Genital : Perdarahan (-)

Lochea (+)

Diagnosa : Post re SCTP emergensi + insersi IUD DPH III atas

indikasi DKP panggul sempit PEB pada sekundipara

h.aterm + riwayat SC 5 tahun yang lalu + hypokalemia (2.8)

Terapi :

1. Tx

Ganti oral – AFF infus-DC

31

Page 32: Revisi DKP PEB SC

Cefadroxil 2x1

As. Mefenamat 3x1

Vit.C 2x1

Metildopa 3x250

Nifedipine 3x1

Protap PEB MgSO4 selesai

2. Diet TKTP

3. Mobilisasi bertahap

4. Cek lab PEB

5. Medikasi luka

6. KSR 3x1

7. Cek elektrolit post koreksi

Tanggal 15 Februari 2015

Keadaan umum : Baik, cm, gizi kesan cukup

Keluhan : -

Tanda vital : T = 150/90 mmHg Respiratory Rate = 20x/menit

N = 90x/menit Suhu = 36,7 0C

Mata : Conjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-)

Thorax : Cor : dalam batas normal

Pulmo : dalam batas normal

Laktasi (-)

Abdomen : Supel, nyeri tekan (-), TFU teraba 2 jari dibawah pusat,

tampak luka post operasi terutup verband, kontraksi (+)

Genital : Perdarahan (-)

Lochea (+)

Diagnosa : Post re SCTP emergensi + insersi IUD DPH IV atas

indikasi DKP panggul sempit PEB pada sekundipara

h.aterm + riwayat SC 5 tahun yang lalu + hiperglikemia

(180)

32

Page 33: Revisi DKP PEB SC

Terapi :

1. Cefadroxil 2x500

2. As. Mefenamat 3x500

3. Vit.C 2x1

4. Metildopa 3x250

5. Captopril 3x12.5

6. Cek GDP dan GD 2 jam PP

7. Cek GDS jam 22.00-05.00

Tanggal 16 Februari 2015

Keadaan umum : Baik, cm, gizi kesan cukup

Keluhan : -

Tanda vital : T = 170/100 mmHg Respiratory Rate = 18x/menit

N = 86x/menit Suhu = 36,7 0C

Mata : Conjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-)

Thorax : Cor : dalam batas normal

Pulmo : dalam batas normal

Laktasi (-)

Abdomen : Supel, nyeri tekan (-), TFU teraba 2 jari dibawah pusat,

tampak luka post operasi terutup verband, kontraksi (+)

Genital : Perdarahan (-)

Lochea (+)

Diagnosa : Post re SCTP emergensi + insersi IUD DPH V atas indikasi

DKP panggul sempit PEB pada sekundipara h.aterm +

riwayat SC 5 tahun yang lalu

Terapi :

1. Usul BLPL

2. Cefadroxil 2x500

3. As. Mefenamat 3x500

4. Vit.C 2x1

33

Page 34: Revisi DKP PEB SC

5. Captopril 2x50

6. Furosemid 1-0-0

BAB IV

ANALISIS KASUS

34

Page 35: Revisi DKP PEB SC

A. Analisis Kasus

1. DKP

DKP adalah tidak adanya keseimbangan antara kapasitas jalan lahir dan

besarnya kepala janin. Pada kasus ini diagnosa ditegakkan dari :

a. Anamnesis:

Untuk mengantisipasi adanya kecurigaan DKP bila terdapat :

Tinggi badan kurang dari 145 cm

Malnutrisi yang kronis

Trauma yang menyebabkanfraktur pada panggul

Gangguan neuromuskular

Kyphoscoliosis

Riwayat obsterik jelek

Pada pasien ini memenuhi faktor tinggi badan yaitu 133 cm dan

faktor riwayat obstetri jelek dengan riwayat SC 5 tahun yang lalu. Pada

negara berkembang, sering terdapat malnutrisi kronik akibat defisiensi

persisten kalsium, vitamin D, atau zat besi pada masa kanak-kanak dan

menetap hingga saat dewasa yang mengakibatkan pelvis memendek.Selain

itu, tinggi badan yang <145 cm berkaitan erat dengan pendataran pelvis.

b. Pemeriksaan Obstetri :

Ukuran panggul dalam kesan sempit ditunjukkan dengan

pemeriksaan dalam didapatkan promontorium teraba, linea terminalis

teraba >1/3 bagian, spina ischadica menonjol, arcus pubis <90 ۫. Selain

itu, didapatkan adanya kepala floating dan Osborn test (+)

2. Pre-eklamsia Berat (PEB)

35

Page 36: Revisi DKP PEB SC

PEB ditegakkan dengan adanya salah satu tanda dari gejala atau tanda di

bawah ini:

TDS ≥160 mm Hg atau TDD ≥110 mm Hg pada 2 kali pemeriksaan

minimal dengan jarak antar pemeriksaan 6 jam.

Proteinuria > 5 g dalam 24 jam atau lebih dari +3 pada 2 kali

pengambilan sampel urin dengan jarak antar pengambilan 4 jam.

Edema pulmo atau sianosis

Oligouria ( urin output < 400 mL dalam 24 jam )

Nyeri kepala yang persisten

Nyeri epigastrium dan / atau penurunan fungsi hepar

Trombositopenia

Oligohidramnion, IUGR, abrupsi plasenta

Pada kasus ini kriteria yang mendukung ke arah PEB yaitu didapatkan

adanya tekanan darah tinggi pada pemeriksaan vital sign sebesar 180/110

mmHg. PEB yang terjadi disebabkan karena adanya peningkatan tekanan

darah akibat uterus yang over distended sehingga terjadi vasokonstriksi

pembuluh darah arteri. Hal ini menyebabkan risiko terjadinya penurunan

perfusi uteroplasenter.

Pada pemeriksaan lab didapatkan adanya hipokalemi (2.8). Pada pasien

ini kemungkinan terjadi penurunan kadar kalium dalam serum akibat

pemberian ampicillin atau adanya malnutrisi kronis, yaitu salah satu faktor

risiko terjadinya DKP.

3. Perbedaan Berat Bayi Saat Lahir dengan Menggunakan Rumus Johnson

Dalam sebuah penelitian diperoleh bahwa semua rumus yang

dibuat oleh ilmuwan barat ternyata kurang sesuai untuk mengestimasi

berat badan lahir, seperti rumus Johnson. Hal ini dimungkinkan karena

adanya perbedaan ras. Selain itu penelitian lain juga menyebutkan bahwa

rumus Johnson kurang baik mengestimasi berat badan lahir karena hasi

estimasi yang didapatkan cenderung lebih tinggi daripada berat badan lahir

36

Page 37: Revisi DKP PEB SC

aktual. Saat ini, terdapat rumus TBJ yang cukup valid untuk menaksir

berat badan lahir. Hasil taksiran tidak memiliki perbedaan yang bermakna

dengan berat badan lahir aktual dan rumus TBJ cukup sederhana dan lebih

mudah diingat dalam penggunaannya. Berikut adalah rumus TBJ = (TFU-

4) x 100 gram.

B. Analisis Penatalaksanaan

Penatalaksanaan untuk kasus ini dengan diagnosa disproporsi kepala

panggul oleh karena panggul sempit, pada sekundigravida hamil aterm dalam

persalinan kala 1 fase aktif persalinan berlangsung 2 jam dengan riwayat

Sectio Caesarea 5 tahun yang lalu adalah Re-SCTP emergency. Pemilihan

Re-SCTP sudah cukup tepat dikarenakan prognosis persalinan ini adalah

buruk.

1. Indikasi Ibu, karena adanya DKP yang dapat menyebabkan:

Kelelahan ibu yang dapat menyebabkan bahaya pada ibu yaitu

dehidarasi, asidsosis, infeksi intrapartum

Timbul regangan pada segmen bawah rahim dan pembentukan

lingkaran retraksi patologis yang disebut ruptur uteri iminens.

Inersia uteri sekunder.

2. Indikasi Obstetri

Adanya DKP dan riwayat SC

Sehingga penatalaksanaan pada kasus ini, sectio caesarea adalah

pilihan yang terbaik untuk ibu maupun bayinya.

BAB V

37

Page 38: Revisi DKP PEB SC

SARAN

1. Untuk mengurangi morbiditas dan mortalitas diperlukan antenatal care sedini

mungkin dan secara teratur di unit pelayanan kesehatan khususnya mengenai

pemeriksaan tentang kondisi jantung pasien, tekanan darah dan kadar

hemoglobin serta keadaan janin intrauterin.

2. Edukasi kepada pasien mengenai pengetahuan tentang penyakit, gejala,

komplikasi dan penatalaksanaannya.

DAFTAR PUSTAKA

38

Page 39: Revisi DKP PEB SC

1. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Rouse DJ, Spong CY

(2010). Williams Obstetric 23rd edition. USA: McGraw Hill p:471.

2. Lindheimer MD, Conrad K, Karumanchi SA (2008). Renal physiology and

disease in pregnancy. Dalam Alpern RJ, Hebert SC (eds): Seldin and

Giebisch’s The Kidney: Phyisiology and Pathophysiology, 4th ed. New York,

Elsevier, p 2339.

3. Fernando Arias, Practicial Guide to Hight Risk Pregnancy and Delivery, 2nd

Edition, St. Louis Missiori, USA, 1993 : 100-10, 213-223.

4. Lana K. Wagener, M.D. 2004. Diagnosis and Management of Preeklampsia.

American Family Physician. Volume 70, Number 12 Pp : 2317-24.

5. Anthonius Budi Marjono. 1999. Hipertensi pada Kehamilan

Pre-Eklampsia/Eklampsia. Kuliah Obstetri/Ginekologi FKUI.

6. Luciano E. Mignini, MD, Jose Villar, MD, Khalid S, Khan, MD. 2006.

Mapping the Theories of Preeclampsia : The Need for Systemetic reviews of

Mechanism of Disease. American Journal of Obstetrics and Gynecology 194.

Pp: 317-21

7. Kelompok Kerja Penyusunan “Pedoman Pengelolaan Hipertensi dalam

Kehamilan di Indonesia” Himpunan Kedokteran Fetomaternal POGI. 2005.

Pedoman Pengelolaan Hipertensi dalam Kehamilan di Indonesia. Edisi

Kedua.

8. Wibowo B, Rachimhadhi T. 2005. Preeklampsia-Eklampsia. Dalam

Wiknjosastro H, Ilmu Kebidanan. Edisi Ketiga Cetakan Ketujuh. Yayasan

Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta. Pp : 281-294

9. Cunningham, Levono, Bloom, Hauth, Rouse, Spong . 2010. Pregnancy

Hypertention : William’s Obstetrics 23th . Prentice-Hall International,Inc. Pp:

705-709

10. Luciano E. Mignini, MD, Jose Villar, MD, Khalid S, Khan, MD. 2006.

Mapping the Theories of Preeclampsia : The Need for Systemetic reviews of

Mechanism of Disease. American Journal of Obstetrics and Gynecology 194.

Pp: 317-321

39

Page 40: Revisi DKP PEB SC

11. Ridwan Amirudin, dkk. 2007. Issu Mutakhir Tentang Komplikasi Kehamilan

(Preeklampsia dan Eklampsia). Bagian Epidemiologi Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Hasanudin Makasar.

12. Rustam Mochtar. Sinopsis Obstetri : Obstetri Fisiologi, Obstetri Patologi.

Editor: Delfi Lutan, EGC, Jakarta. Hal: 198-208.1998.

13. Neville, F. Hacker, J. George Moore. Esensial Obstetri dan Ginekologi.

Hipokrates, Jakarta. 2001.

14. Wiknjosastro, H., dkk. 2005. Ilmu Bedah Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina

Pustaka Sarwono Prawirohardjo, hal 133-140.

15. Hariadi, R. Ilmu Kedokteran Fetomaternal Himpunan . Edisi Perdana. Jilid

1. Kedokteran Fetomaternal Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia.

Surabaya. 2004.

16. S. Martohoesodo dan R. Hariadi. 1999. Distosia Karena Kelainan Panggul.

Dalam Wiknjosastro H, Ilmu Kebidanan. Edisi Ketiga Cetakan Kelima.

Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta. Pp : 641-645.

17. Merck. 2005. Problem in the First and Second Stage of Labor. The Merck

Manual of Diagnosis and Therapy.

http://www.merck.com/mrkshared/mmanual/section18/chapter253/253g.jsp

18. SMF Obsgin RSDM. 2004. Disproporsi Kepala Panggul dalam : Prosedur

Tetap Pelayanan Profesi Kelompok Staf Medis Fungsional Obstetri &

Ginekologi. RSUD Dr. Moewardi, Surakarta. Pp : 36-37.

19. Sastrawinata, S., dkk. 2004. Obstetrik Patologi Edisi 2. Jakarta: EGC.

20. Mosby. Mosby’s Dictionary 8th edition. United States of America: Elseiver;

2009.

40