revisi amalia nur azizah k1a113005 sejarah perkembangan ikm di indonesia (3)

9
MAKALAH SEJARAH PERKEMBANGAN IKM DI INDONESIA Oleh : Amalia Nur Azizah K1A1 13 005 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HALUOLEO

Upload: amalia-nur-azizah

Post on 19-Jan-2016

15 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: Revisi Amalia Nur Azizah K1A113005 Sejarah Perkembangan IKM Di Indonesia (3)

MAKALAH

SEJARAH PERKEMBANGAN IKM DI INDONESIA

Oleh :

Amalia Nur Azizah

K1A1 13 005

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS HALUOLEO

KENDARI

2014

Page 2: Revisi Amalia Nur Azizah K1A113005 Sejarah Perkembangan IKM Di Indonesia (3)

Sejarah Perkembangan IKM di Indonesia

A. Perkembangan IKM di Indonesia pada masa Hindia-Belanda

Perkembangan IKM di Indonesia bermula pada masa pemerintahan Hindia-Belanda sekitar abad ke 16. Sejak zaman kompeni (VOC), dokter-dokter VOC sudah berusaha mengatasi masalah kesehatan penduduk pribumi yaitu berbagai penyakit tropis. Namun angka morbilitas masih tetap tinggi hingga abad 18. Dalam sebuah jurnal dikatakan bahwa di Batavia sudah terdapat sebuah rumah sakit VOC pada tahun 1622. Sekitar tahun 1680 dokter Ten Rhyne membuka tempat perawatan penderita kusta di Pulau Purmerend (di Teluk Jakarta), kemudian dibuka juga rumah-rumah sakit di Banten dan Semarang, bahkan tahun 1769 dibuka rumah sakit jiwa di Jakarta. Hal ini tidak lain hanya untuk memisahkan penderita dari masyarakat dengan dampak terapis yang bisa dibilang kurang memuaskan.

Pada`tahun 1804 dilakukan import pertama vaksin untuk penderita wabah penyakit (cacar, malaria, tipes) dan pada akhir abad ke 18 Belanda menggunakan Kina sebagai pengobatan bagi demam malaria. Hal ini membawa dampak positif bagi kesehatan masyarakat pribumi, dimana terlihat penurunan angka morbiditas dan mortalitas akibat wabah penyakit yang terjadi pada saat itu. Dalam lima dekade terakhir abad ke-19 jumlah penduduk Pulau Jawa yang telah divaksin cukup banyak. Hal ini dikarenakan pemberian vaksin menyebar di bagian desa-desa di pulau Jawa.

Di tahun 1807, pemerintahan Gubernur Jenderal Daendels, telah dilakukan pelatihan dukun bayi dalam praktek persalinan. Hal in dilakukan dalam rangka menekan angka kematian ibu dan anak yang sangat tinggi pada saat itu. Namun, keadaan ini tidak berlangsung lama karena tidak adanya pelatihan kebidanan/tenaga pelatih. Pelayanan kesehatan termasuk pelayanan kebidanan hanya diperuntukkan bagi orang-orang Belanda yang berada di Indonesia. Kemudian pada tahun 1930 dimulai lagi dengan didaftarnya para dukun bayi sebagai penolong dan perawatan persalinan.

Perhatian pemerintah meningkat dalam mengontrol penyakit epidemik seperti kolera dan pes sejak permulaan abad ke - 20. Dalam jurnal lain dikatakan penyakit pes telah terjadi di Malang pada tahun 1911-1916. Wabah ini masuk ke Malang melalui jalur kereta api ketika penyaluran beras dari Rangoon terjadi. Menyikapi hal ini dibentuklah suatu lembaga yang bernama Burgerlijk Geneeskundige Dienst (Layanan Kesehatan Sipil) pada tahun 1911. Pada tahun 1914 wabah pes mencapai puncaknya. BGM kemudian membentuk Dinas Pemberantasan Pes (Dienst der Pestbestriding) satu tahun setelahnya utnuk memberantas wabah ini. Wabah penyakit ini mulai menurun pada tahun 1916 dan Malang dianggap telah bebas dari penyakit ini.

Pada 2 Januari 1849 lewat Keputusan Gubernemen No. 22 dibuka pendidikan dokter Jawa di Batavia (di rumah sakit militer Belanda sekarang RSPAD Gatot Subroto). Selang dua tahun kemudian, tepatnya pada bulan Januari 1851, dibuka  Sekolah Pendidikan Kedokteran oleh dr. Bosch, kepala pelayanan kesehatan sipil dan militer dan dr. Bleeker di Indonesia. Kemudian sekolah ini terkenal dengan nama STOVIA (School Tot Oplelding

Page 3: Revisi Amalia Nur Azizah K1A113005 Sejarah Perkembangan IKM Di Indonesia (3)

Van Indiche Arsten) atau sekolah untuk pendidikan dokter pribumi. Pada tahun 1913 didirikan sekolah dokter yang kedua di Surabaya dengan nama NIAS (Nederland Indische Arsten School). Untuk memantapkan kualitas lulusan dalam hal praktik, pada akhir tahun 1919, didirikan Rumah Sakit Pusat CBZ (Centrale Burgerlijke Ziekenhuis, sekarang disebut RSCM) yang dipakai sebagai rumah sakit pendidikan oleh siswa STOVIA.

Sebelum tahun 1927, mahasiswa pribumi harus berangkat ke Negeri Belanda untuk mendapatkan gelar akademik dokter, setelah itu baru di tahun 1927 STOVIA berubah nama menjadi sekolah kedokteran, dan para mahasiswanya sudah bisa mendapat gelar akademik dokter di negaranya sendiri. Pada bulan Februari 1946, nama sekolah ini berubah lagi menjadi Perguruan Tinggi Kedokteran Republik Indonesia. Pada tahun 1947, Belanda kembali menduduki wilayah Indonesia dan melangsungkan kegiatan pendidikan kedokteran dengan nama Genesskundige Faculteit, Nood-Universiteit van Indonesie yang pada akhirnya pada tanggal 2 Februari 1950 bersama Perguruan Tinggi Kedokteran Republik Indonesia melebur menjadi satu dan digabungkan menjadi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Penelitian-penelitian ilmiah kedokteran sudah mulai dilakukan di laboratorium-laboratorium di perbagai pulau pada saat itu. Berbagai lembaga dan laboratorium pun dibangun untuk menunjang pemberantasan penyakit seperti malaria, lepra, cacar, gizi dan sanitasi, di antaranya:

1. Lembaga Cacar Pemerintah di Batavia; 2. Laboratorium Pusat Layanan Kesehatan Publik di Batavia, didirikan pada tahun

1888, dan menjadi Eijkman Institute pada tahun 1938;3. Laboratorium Laboratory Jawa Tengah di Semarang; 4. Laboratorium Regional Jawa Timur di Surabaya; 5. Laboratorium Regional Sulawesi dan Maluku di Makasar; 6. Laboratorium utnuk Technical Hygiene di Bandung; 7. Lembaga Gizi di Batavia; 8. Laboratorium Layanan Malaria di Batavia dan Surabaya dan Laboratorium Kusta di

Semarang; 9. Laboratorium Patologi (1906) Perkebunan Pantai Timur Sumatera di Medan.

Hasil survei yang diterbitkan utusan Rockefeller Foundation pada tanggal 1 Mei 1925 dijadikan sebagai dasar program pengendalian penyakit cacing tambang di Jawa. Berdasarkan kesepakatan dengan pemerintah kolonial, kampanye pengendalian penyakit cacing tambang dimulai di wilayah Serang, Banten, Jawa Barat. Konsep propaganda yang dilakukan Rockefeller Foundation menggunakan pendekatan prinsip-prinsip pendidikan dan persuasi dengan jalan menemui secara langsung masyarakat yang hidup di desa-desa. Konsep propaganda kesehatan yang dikembangkan Rockefeller Foundation ini berbeda dengan pendekatan yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan pemerintah Hindia Belanda yang lebih menyukai prinsip-prinsip otoritarian dengan mewajibkan masyarakat yang terinfeksi penyakit cacing tambang untuk mengkonsumsi chenopodium (obat cacing).

Page 4: Revisi Amalia Nur Azizah K1A113005 Sejarah Perkembangan IKM Di Indonesia (3)

Dengan segera rencana kerja untuk pengembangan pendidikan kesehatan di Jawa kemudian dirumuskan berdua oleh Heiser dan Hydrick perwakilan dari Rockefeller Foundation. Strategi yang dikembangkan adalah dengan membangun stasiun lapangan di Jawa, dan kemudian di seluruh Indonesia. Di setiap stasiun itu, program utama yang dilakukan adalah ceramah umum, pengobatan infeksi cacing tambang dan dorongan untuk membangun jamban dengan meniru keberhasilan yang dilakukan di Serang. Selain itu Hydrick juga membuat film bisu yang bercerita tentang propaganda kesehatan yang pada saat itu di sukai oleh masyarakat sekitar. Pada tanggal 18 Juli 1939 pemerintah kolonial Belanda akhirnya mengambil alih dan meneruskan konsep propaganda kesehatan yang dikembangkan Rockefeller Foundation.

B. Perkembangan IKM di Indonesia di Era Kemerdekaan

Pada tahun 1951 konsep Bandung Plan diperkenalkan oleh dr Y. Leimena dan dr. Patah, yaitu konsep pelayanan yang menggabungkan antara pelayanan kuratif dan preventif, artinya aspek kuratif dan preventif tidak dapat dipisahkan. Satu tahun setelahnya pelatihan dukun bayi secara intensif dilaksanakan. Tahun 1956 didirikanlah proyek Bekasi oleh dr Y. Sulianti di Lembah Abang, yaitu model pelayanan kesehatan pedesaan dan pusat pelatihan tenaga. Kemudian didirikan Health Centre (HC) di 8 lokasi yaitu di Indrapura (Sumatra Utara), Kesiman (Bali), Bojong Loa (Jawa Barat), Salaman (Jawa Tengah), Mojosari (Jawa Timur), Metro (Lampung), DIY dan Kalimantan Selatan. Pada tanggal 12 November 1962 Presiden Soekarno mencanangkan program pemberantasan malaria dan pada tanggal tersebut menjadi Hari Kesehatan Nasional.

Konsep Bandung Plan terus dikembangkan. Tahun 1967 diadakan seminar konsep puskesmas. Pada tahun 1968 konsep puskesmas sebagai penyatu semua pelayanan tingkat pertama ditetapkan ketika dilangsungkan Rapat Kerja Kesehatan Nasional (Rakernas) I di Jakarta dengan disepakatinya bentuk Puskesmas yaitu Tipe A, B & C.  Puskesmas tipe A, dipimpin oleh dokter penuh, Puskesmas tipe B dipimpin oleh dokter tidak penuh dan Puskesmas tipe C dipimpin oleh tenaga paramedik. 

Kegiatan Puskesmas saat itu dikenal dengan istilah “Basic”. Basic 13 Health Service atau kegiatan pokok puskesmas, yaitu:

1. Kesehatan ibu dan anak (KIA)2. Keluarga berencana (KB)3. Gizi Masyarakat4. Kesehatan lingkungan (Kesling)5. Pencegahan penyakit menular (P3M)6. Penyuluhan kesehatan masyarakat (PKM)7. Pengobatan 8. Perawatan kesehatan masyarakat 9. Usaha kesehatan gizi 10. Usaha kesehatan sekolah (UKS) 11. Usaha kesehatan jiwa (UKJ)12. Laboratorium 13. Pencatatan dan pelaporan Puskesmas pada waktu itu, dibedakan dalam 4 macam, yaitu:

Page 5: Revisi Amalia Nur Azizah K1A113005 Sejarah Perkembangan IKM Di Indonesia (3)

1. Puskesmas tingkat Desa.2. Puskesmas tingkat Kecamatan.3. Puskesmas tingkat Kewedanan.4. Puskesmas tingkat Kabupaten. 

Pada tahun 1969, Tipe Puskesmas menjadi A & B. Pada tahun 1970 ditetapkan hanya satu macam Puskesmas dengan wilayah kerja tingkat Kecamatan atau pada suatu daerah dengan jumlah penduduk antara 30.000 sampai 50.000 jiwa. Konsep ini tetap dipertahankan sampai dengan akhir Pelita II pada tahun 1979 yang lalu, dan ini lebih dikenal dengan Konsep Wilayah. Setelah pemerintah berhasil menempatkan tenaga dokter di semua wilayah tingkat kecamatan di seluruh pelosok tanah air, maka sejak Repelita III konsep wilayah diperkecil yang mencakup suatu wilayah dengan penduduk sekitar 30.000 jiwa.

Pada tahun 1977 Indonesia ikut menandatangani kesepakatan Visi: “Health For All By The Year 2000”, di Alma Ata, Negara bekas Federasi Uni Soviet. Pengembangan dari konsep “Primary Health Care”. Tahun 1979 puskesmas tidak ada pentipean dan dikepalai oleh seorang dokter dan dikembangkan pula piranti manajerial perencanaan yang bertujuan untuk menilai dengan Stratifikasi Puskesmas. dan dua piranti manejerial lain yaitu Micro Planning dan Lokakarya Mini. Pada tahun 1984 dikembangkan posyandu, yaitu pengembangan dari pos penimbangan dan karang gizi. Posyandu dengan 5 programnya yaitu KIA, KB, Gizi, Penanggulangan Diare dan Imunisasi dengan 5 mejanya.

Sejak tahun 1979, mulai dirintis pembangunan Puskesmas di daerah-daerah tingkat Kelurahan atau Desa yang memiliki jumlah penduduk sekitar 30.000 jiwa. Dan untuk mengkoordinasi kegiatan-kegiatan yang berada di suatu kecamatan, maka salah satu Puskesmas tersebut ditunjuk sebagai penanggung jawab dan disebut dengan nama Puskesmas Tingkat Kecamatan atau Puskesmas Pembina. Sedang Puskesmas yang ada di tingkat Kelurahan atau Desa disebut Puskesmas Kelurahan atau Puskesmas Pembantu. Pengkategorian Puskesmas seperti ini, hingga sekarang masih digunakan.

DAFTAR PUSTAKA

Page 6: Revisi Amalia Nur Azizah K1A113005 Sejarah Perkembangan IKM Di Indonesia (3)

Hoesein, Rushdy., Tanzil, Muzakkir. 2010. Sejarah-Fakultas Kedokteran Indonesia (FKUI). http://www.fk.ui.ac.id/?page=content.view&alias=history. Diakses tanggal 15 Juli 2014.

Khoirul, Muhammad. Kesehatan Rakyat Indonesia. https://www.academia.edu/7377679/kesehatan_rakyat_indonesia_mohamad_khoiru. Diakses tanggal 15 Juli 2014.

Luwis, Syefri. 2009. Pemberantasan penyakit pes di Malang 1911-1916. http://pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2013/10/BIBLIOGRAFI-SEJARAH-KESEHATAN_Jurnal.pdf. Diakses tanggal 15 Juli 2014.

Muhsin Z., Mumuh. BIBLIOGRAFI SEJARAH KESEHATAN PADA MASA PEMERINTAHAN HINDIA BELANDA. http://pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2013/10/BIBLIOGRAFI-SEJARAH-KESEHATAN_Jurnal.pdf. Diakses tanggal 15 Juli 2014.

Nursalim, Muhammad. Standar Upaya Kesehatan. https://www.academia.edu/7463961/STANDAR_UPAYA_KESEHATAN. Diakses tanggal 15 Juli 2014.

Sihombing, Helda. 2013. Perkembangan Kesehatan Masyarakat Indonesia. http://www.prokesehatan.com/blog/perkembangan-kesehatan-masyarakat-indonesia/. Diakses tanggal 15 Juli 2014.

Uddin, Baha’. POLITIK ETIS DAN PELAYANAN KESEHATAN MASYARAKAT DI JAWA PADA AWAL ABAD XX: Studi Kebijakan Kesehatan Pemerintah Kolonial Hindia Belanda. http://www.geocities.ws/konferensinasionalsejarah/baha_uddin_.pdf. Diakses tanggal 15 Juli 2014.

Uddin, Baha’. Propaganda Kesehatan Rockefeller Foundation di Jawa Pada Akhir Masa Kolonial. https://www.academia.edu/4435231/Propaganda_Kesehatan_Rockefeller_Foundation. Diakses tanggal 15 Juli 2014.