revisi 1 proposal

48
REVISI PROPOSAL SKRIPSI PENGARUH DUKUNGAN KELUARGA DAN PENGETAHUAN TENTANG PREEKLAMPSIA TERHADAP KUNJUNGAN ANTENATAL CARE PADA IBU YANG PERNAH HAMIL DENGAN PREEKLAMPSIA (Studi di Rumah Sakit Islam Jombang) OLEH: QONITAH 100911033 IKM B 2009 FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA

Upload: qonita-qyut

Post on 02-Dec-2015

171 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

REVISI PROPOSAL SKRIPSI

PENGARUH DUKUNGAN KELUARGA DAN PENGETAHUAN

TENTANG PREEKLAMPSIA TERHADAP KUNJUNGAN ANTENATAL

CARE PADA IBU YANG PERNAH HAMIL DENGAN PREEKLAMPSIA

(Studi di Rumah Sakit Islam Jombang)

OLEH:

QONITAH

100911033

IKM B 2009

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS AIRLANGGA

SURABAYA

2012

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Angka kematian ibu (AKI) merupakan salah satu indikator derajat

kesehatan masyarakat terutama masyarakat perempuan suatu negara. Menurut

Departemen kesehatan RI tahun 2010, angka kematian ibu melahirkan di

Indonesia pada tahun 2010 tergolong masih cukup tinggi yaitu mencapai 228

per 100.000 kelahiran, padahal, Sasaran Pembangunan Milenium atau

Millenium Development Goal (MDGs) menetapkan angka kematian ibu

melahirkan 103 per 100.000 kelahiran pada tahun 2015.

Kematian ibu bisa disebabkan karena berbagai penyebab. Penyebab

langsung kematian ibu antara lain pendarahan, eklampsia, partus lama,

komplikasi aborsi dan infeksi (Kementerian Kesehatan RI, 2009 dalam Dinas

Kesehatan Provinsi jawa Timur, 2010).

Gambar 1. Penyebab Kematian Ibu di Provinsi Jawa Timur Tahun 2010Sumber: Profil Kesehatan Provinsi Jawa Timur 2010

1

Berdasarkan gambar 1, penyebab kematian ibu di Jawa Timur tahun

2010 yang terbesar adalah perdarahan dan eklampsia masing-masing sebesar

26,96 %.

Menurut Zuspan F.P dan Arulkumaran dalam Amiruddin, dkk (2007),

penyebab kematian ibu yang utama adalah perdarahan, eklampsia, partus

lama, komplikasi aborsi, dan infeksi. Kontribusi dari penyebab kematian ibu

tersebut masing-masing adalah perdarahan 28 %, eklampsia 13 %, aborsi

yang tidak aman 11 %, serta sepsis 10 %. Salah satu penyebab kematian

tersebut adalah preeklampsia dan eklampsia yang bersama infeksi dan

pendarahan, diperkirakan mencakup 75-80 % dari keseluruhan kematian

maternal. Kejadian preeklampsi-eklampsi dikatakan sebagai masalah

kesehatan masyarakat apabila CFR PE-E mencapai 1,4%-1,8%.

Preeklampsia adalah timbulnya hipertensi disertai proteinuria akibat

kehamilan, setelah umur kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan.

Gejala ini dapat timbul sebelum 20 minggu bila terjadi penyakit trofoblastik

(Sudhaberta, 2001 dalam Langelo, 2012). Eklampsia adalah kelainan

akut pada wanita hamil, dalam persalinan atau nifas yang ditandai dengan

timbulnya kejang atau koma. Sebelumnya wanita tadi menunjukkan gejala-

gejala Preeklampsia (Amiruddin., dkk, 2007). Eklampsia merupakan kondisi

lanjutan dari preeklampsia yang tidak teratasi dengan baik. Eklampsia dapat

menyebabkan koma atau bahkan kematian baik sebelum, saat atau setelah

melahirkan.

Penyebab penyakit preeklampsia secara pastinya belum diketahui,

namun ada berbagai faktor yang mempengaruhi preeklampsia menurut IBG

2

Manuaba (1998) dalam Sumiati (2012), diantaranya primigravida, terutama

primigravida muda, distensi rahim berlebihan: hidramnion, hamil ganda,

mola hidatidosa, penyakit yang menyertai kehamilan: diabetes melitus,

kegemukan, umur ibu di atas 35 tahun.

Preeklapmsia dan eklampsia merupakan komplikasi kehamilan

berkelanjutan, oleh karena itu melalui antenatal care yang bertujuan untuk

mencegah perkembangan preeklampsia, atau setidaknya dapat mendeteksi

diagnosa dini sehingga dapat mengurangi kejadian kesakitan (Rozikhan,

2007). Sehingga dapat dikatakan bahwa pemeriksaan antenatal (Antenatal

Care) yang teratur dan bermutu serta teliti dapat mencegah terjadinya

preeklampsia sedini mungkin.

Cakupan Antenatal Care (pemeriksaan antenatal) dapat dilihat dari

cakupan pelayanan K1 dan K4. Berdasarkan data Dinas Kesehatan Provinsi

Jawa Timur tahun 2011, capaian cakupan kunjungan ibu hamil K1 adalah

sebesar 96,63 % (jumlah ibu hamil : 654.565 jiwa, jumlah kunjungan K1 :

632.483 jiwa), sedangkan capaian cakupan kunjungan ibu hamil K4 adalah

sebesar 88.25 % (jumlah ibu hamil : 654,565 jiwa, jumlah kunjungan K4 :

577,646 jiwa).

1.2 Identifikasi Masalah

Preeklampsia merupakan salah satu penyebab tingginya angka

kesakitan (morbiditas) bahkan kematian (mortalitas) baik pada ibu hamil

maupun janin yang dikandungnya atau bayi yang dilahirkannya.

3

Berdasarkan data kesehatan Provinsi Jawa Timur tahun 2010, di

Jombang terdapat 23.637 ibu hamil dengan jumlah sasaran komplikasi

kebidanan sebesar 4.727 dan diantaranya disebabkan oleh preeklampsia, dan

berdasarkan Profil Kesehatan Kabupaten Jombang Tahun 2011, jumlah ibu

hamil risiko tinggi atau komplikasi di Kabupaten Jombang tahun 2011 adalah

4.639 bumil atau 98,1% dari sasaran ibu hamil, sedangkan maksimal jumlah

ibu hamil resiko tinggi adalah 20% dari ibu hamil yang ada. Didapatkan

penyebab kematian ibu terbanyak pada tahun 2011 di Kabupaten Jombang

menurut data kematian ibu Propinsi Jawa Timur tahun 2011 adalah faktor

PEB / Eklamsia sebesar 25,93%. Dari data yang diperoleh di RSI Jombang,

pada tahun 2011 ke tahun 2012, terjadi peningkatan jumlah pasien

preeklampsia di RS tersebut sebesar kurang lebih 4 kali lipat.

Cakupan pemeriksaan antenatal dapat dilihat dari cakupan pelayanan

K1 dan K4. Cakupan pelayanan K1 di kabupaten Jombang pada tahun 2011

adalah 22.085 ibu hamil (93,4%), sedangkan K4 adalah 20.679 ibu hamil

(87,5%). Tahun 2010 diketahui K1 sebesar 21.735 atau 92%, sedangkan

cakupan K4 adalah sebesar 20.352 atau 86%, artinya terjadi peningkatan

cakupan pelayanan K1 dan K4 pada tahun 2011 walaupun sedikit. Namun,

peningkatan cakupan pelayanan K1 dan K4 tersebut juga diiringi dengan

masih banyaknya kasus komplikasi kehamilan terutama preeklampsia.

1.3 Rumusan Masalah

Rumusan masalah yang dapat dibuat dalam penelitian ini adalah

“Apakah ada pengaruh dukungan keluarga dan pengetahuan tentang

4

preeklampsia terhadap kunjungan Antenatal Care pada ibu yang pernah hamil

dengan preeklampsia?”

1.4 Tujuan Penelitian

1.4.1 Tujuan Umum

Mempelajari pengaruh dukungan keluarga dan pengetahuan tentang

preeklampsia terhadap kunjungan Antenatal Care pada ibu yang pernah

hamil dengan preeklampsia.

1.4.2 Tujuan Khusus

1. Mengidentifikasi dukungan keluarga responden terhadap kunjungan

Antenatal Care.

2. Mengidentifikasi pengetahuan ibu yang pernah hamil dengan

preeklampsia tentang preeklampsia.

3. Menganalisis pengaruh dukungan keluarga terhadap kunjungan

Antenatal Care pada ibu yang pernah hamil dengan preeklampsia.

4. Menganalisis pengaruh pengetahuan responden (ibu yang pernah

hamil dengan preeklampsia) tentang preeklampsia terhadap kunjungan

Antenatal Care pada ibu yang pernah hamil dengan preeklampsia.

1.5 Manfaat Penelitian

1. Bagi Institusi Pendidikan

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi suatu masukan yang berarti dan

bermanfaat.

5

2. Bagi Peneliti

Penelitian ini dapat bermanfaat dalam mendapatkan pengetahuan serta

menambah ilmu.

3. Bagi Peneliti Lain

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan acuan

tindak lanjut serta dapat dijadikan referensi untuk penelitian selanjutnya.

4. Bagi Praktisi Kesehatan

Dari hasil penelitian ini diharapkan tenaga kesehatan dapat melakukan

tindakan pencegahan preeklampsia.

6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Preeklampsia

2.1.1 Definisi Preeklampsia

Pre-eklampsia ialah penyakit dengan tanda-tanda khas tekanan darah

tinggi (hipertensi), pembengkakan jaringan (edema), dan ditemukannya

protein dalam urin (proteinuria) yang timbul karena kehamilan. Penyakit ini

umumnya terjadi dalam triwulan ke-3 kehamilan, tetapi dapat juga terjadi

pada trimester kedua kehamilan. Sering tidak diketahui atau diperhatikan oleh

wanita hamil yang bersangkutan, sehingga tanpa disadari dalam waktu singkat

pre-eklampsia berat bahkan dapat menjadi eklampsia yaitu dengan tambahan

gejala kejang-kejang dan atau koma (Hanifa, Wiknyosastro.,dkk 1994 dalam

Rozikhan, 2007).

2.1.2 Tanda dan Gejala

Hipertensi biasanya timbul lebih dahulu dari pada tanda-tanda lain.

Bila peningkatan tekanan darah tercatat pada waktu kunjungan pertama kali

dalam trimester pertama atau kedua awal, ini mungkin menunjukkan bahwa

penderita menderita hipertensi kronik. Tetapi bila tekanan darah ini meninggi

dan tercatat pada akhir trimester kedua dan ketiga, mungkin penderita

menderita preeklampsia. Peningkatan tekanan sistolik sekurang-kurangnya 30

mm Hg, atau peningkatan tekanan diastolik sekurang-kurangnya 15 mm Hg,

atau adanya tekanan sistolik sekurang-kurangnya 140 mmHg, atau tekanan

diastolik sekurang-kurangnya 90 mm Hg atau lebih atau dengan kenaikan 20

7

mm Hg atau lebih, ini sudah dapat dibuat sebagai diagnosa. Penentuan

tekanan darah dilakukan minimal 2 kali dengan jarak waktu 6 jam pada

keadaan istirahat. Tetapi bila diastolik sudah mencapai 100 mmHg atau lebih,

ini sebuah indikasi terjadi preeklampsia berat.

Edema ialah penimbunan cairan secara umum dan kelebihan dalam

jaringan tubuh, dan biasanya dapat diketahui dari kenaikan berat badan serta

penbengkakan pada kaki, jari-jari tangan, dan muka, atau pembengkan pada

ektrimitas dan muka. Edema pretibial yang ringan sering ditemukan pada

kehamilan biasa, sehingga tidak seberapa berarti untuk penentuan diagnose

pre-eklampsia. Kenaikan berat badan ½ kg setiap minggu dalam kehamilan

masih diangap normal, tetapi bila kenaikan 1 kg seminggu beberapa kali atau

3 kg dalam sebulan pre-eklampsia harus dicurigai. Atau bila terjadi

pertambahan berat badan lebih dari 2,5 kg tiap minggu pada akhir kehamilan

mungkin merupakan tanda preeklampsia. Pertambahan berat ini desebabkan

oleh retensi air dalam jaringan dan kemudian oedema nampak dan edema

tidak hilang dengan istirahat. Hal ini perlu menimbulkan kewaspadaan

terhadap timbulnya pre-eklampsia. Edema dapat terjadi pada semua derajat

PIH (Hipertensi dalam kehamilan) tetapi hanya mempunyai nilai sedikit

diagnostik kecuali jika edemanya general.

Proteinuria berarti konsentrasi protein dalam air kencing yang

melebihi 0,3 g/liter dalam air kencing 24 jam atau pemeriksaan kualitatif

menunjukkan 1+ atau 2 + ( menggunakan metode turbidimetrik standard) atau

1g/liter atau lebih dalam air kencing yang dikeluarkan dengan kateter atau

midstream untuk memperoleh urin yang bersih yang diambil minimal 2 kali

8

dengan jarak 6 jam. Proteinuri biasanya timbul lebih lambat dari hipertensi

dan tambah berat badan. Proteinuri sering ditemukan pada preeklampsia, rupa-

rupanya karena vasospasmus pembuluh-pembuluh darah ginjal. Karena itu

harus dianggap sebagai tanda yang cukup serius. Disamping adanya gejala

yang nampak diatas pada keadaan yang lebih lanjut timbul gejala-gejala

subyektif yang membawa pasien ke dokter. Gejala subyektif tersebut ialah:

1. Sakit kepala yang keras karena vasospasmus atau oedema otak.

2. Sakit di ulu hati karena regangan selaput hati oleh haemorrhagia atau

edema, atau sakit kerena perubahan pada lambung.

3. Gangguan penglihatan:

Penglihatan menjadi kabur malahan kadang-kadang pasien buta.

Gangguan ini disebabkan vasospasmus, edema atau ablatio retinae.

Perubahan ini dapat dilihat dengan ophtalmoscop.

4. Gangguan pernafasan sampai sianosis.

5. Pada keadaan berat akan diikuti gangguan kesadaran.

2.1.3 Penggolongan Preeklampsia

Preeklampsia dibagi dalam golongan ringan dan berat. Tanda

preeklampsia ringan adalah:

1. Tekanan darah sistol 140 mmHg atau kenaikan 30 mmHg dengan

interval pemeriksaan 6 jam.

2. Tekanan darah diastol 90 mmHg atau kenaikan 15 mmHg dengan

interval pemeriksaan 6 jam.

3. Kenaikan berat badan 1 kg atau lebih dalam seminggu.

9

4. Proteinuria 0,3 gr atau lebih dengan tingkat kualitatif plus 1 sampai 2

pada urin kateter atau urin aliran pertengahan.

Sedangkan penyakit preeklampsia digolongkan berat apabila satu atau

lebih tanda dibawah ini ditemukan:

1. Tekanan darah sistolik 160 mmHg atau lebih, atau tekanan diastole

110 mmHg atau lebih.

2. Proteinuria 5 gram atau lebih dalam 24 jam, 3+ atau 4+ pada

pemeriksaan semikuantitatif.

3. Oliguria, air kencing 400 ml atau kurang dalam 24 jam.

4. Keluhan cerebral, gangguan penglihatan atau nyeri di daerah

epigastrium.

5. Edema paru-paru atau sianosis.

2.1.4 Komplikasi Akibat Preeklampsia dan Eklampsia

Komplikasi yang terberat adalah kematian ibu dan janin.

Komplikasi dibawah ini biasanya terjadi pada preeklampsia berat dan

eklampsia (Amiruddin, dkk, 2007).

1. Solusio plasenta. Komplikasi ini terjadi pada ibu yang menderita

hipertensi akut dan lebih sering terjadi pada Preeklampsia.

2. Hipofibrinogenemia pada preeklampsia berat.

3. Hemolisis. Penderita dengan Preeklampsia berat kadang-kadang

menunjukkan gejala klinik hemolisis yang di kenal dengan ikterus.

Belum di ketahui dengan pasti apakah ini merupakan kerusakan sel-sel

hati atau destruksi sel darah merah. Nekrosis periportal hati sering di

10

temukan pada autopsi penderita eklampsia dapat menerangkan ikterus

tersebut.

4. Perdarahan otak. Komplikasi ini merupakan penyebab utama kematian

maternal penderita eklampsia.

5. Kelainan mata. Kehilangan penglihatan untuk sementara, yang

berlansung sampai seminggu.

6. Edema paru-paru.

7. Nekrosis hati. Nekrosis periportal hati pada preeklampsi – eklampsia

merupakan akibat vasopasmus arteriol umum.

8. Sindrom HELLP yaitu Haemolysis, Elevated Liver enzymes, dan Low

Platelet.

9. Kelainan ginjal.

10. Komplikasi lain. Lidah tergigit, trauma dan fraktura karena jatuh

akibat kejang-kejang pneumonia aspirasi.

11. Prematuritas, dismaturitas dan kematian janin intra – uterin.

2.1.5 Pencegahan Preeklampsia-Eklampsia

Pencegahan yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya

preeklampsia maupun eklampsia (Amiruddin, dkk, 2007) antara lain:

1. Pemeriksaan antenatal yang teratur dan bermutu serta teliti, mengenali

tanda-tanda sedini mungkin (Preeklampsia ringan), lalu diberikan

pengobatan yang cukup supaya penyakit tidak menjadi lebih berat.

2. Harus selalu waspada terhadap kemungkinan terjadinya preeklampsia

kalau ada faktor-faktor predeposisi.

11

3. Penerangan tentang manfaat istirahat dan diet berguna dalam

pencegahan. Istirahat tidak selalu berarti berbaring ditempat tidur,

namun pekerjaan sehari-hari perlu dikurangi, dan dianjurkan lebih

banyak duduk dan berbaring. Diet tinggi protein, dan rendah lemak,

karbohidrat, garam dan penambahan berat badan yang tidak berlebihan

perlu dianjurkan.

4. Mencari pada tiap pemeriksaan tanda-tanda Preeklampsia dan

mengobatinya segera apabila di temukan.

5. Mengakhiri kehamilan sedapat-dapatnya pada kehamilan 37 minggu

ke atas apabila setelah dirawat tanda-tanda Preeklampsia tidak juga

dapat di hilangkan.

2.2 Konsep Dasar Antenatal Care (Pelayanan Antenatal)

2.2.1 Definisi Antenatal Care

Antenatal care adalah suatu cara penting untuk memonitor dan

mendukung kesehatan ibu hamil normal dan mendeteksi ibu dengan

kehamilan normal dan mendeteksi ibu dengan kehamilan normal (Abdul Bari

Saifuddin, 2006). Sedangkan menurut IBG Manuaba (1998), Antenatal care

adalah perawatan yang diberikan kepada ibu selama masa kehamilan,

pertumbuhan janin dalam kandungan. Pengawasan antenatal adalah

pemeriksaan kehamilan untuk mengoptimalisasikan kesehatan mental dan

fisik ibu hamil, sehingga mampu menghadapi persalinan (Manuaba, 1998).

Kunjungan antenatal care atau pemeriksaan dalam kehamilan adalah

suatu proses pemeriksaan yang dilakukan mulai awal masa kehamilan sampai

12

saat proses persalinan, pemeriksaan ini dilakukan untuk mengawasi dan

memonitor kesehatan ibu dan bayi sehingga semua berjalan dengan lancar

sesuai dengan yang diharapkan. Kunjungan Antenatal Care (ANC) adalah

kontak ibu hamil dengan pemberi perawatan atau asuhan dalam hal mengkaji

kesehatan dan kesejahteraan bayi serta kesempatan untuk memperoleh

informasi dan memberi informasi bagi ibu dan petugas kesehatan (Henderson,

2006).

Motivasi ibu hamil untuk melakukan ANC dipengaruhi oleh dua

faktor yaitu : faktor internal yang meliputi usia, pendidikan, paritas, pekerjaan,

pengetahuan, dan sikap ibu hamil. Sedangkan faktor eksternal meliputi

sarana/fasilitas, jarak pelayanan, perilaku petugas, dan dukungan keluarga.

Apabila faktor internal dan eksternal menunjang maka motivasi meningkat

sehingga perawatan antenatal selama kehamilan rutin dilakukan. Namun

apabila pengaruh motivasi menurun atau bersifat menghambat maka

perawatan antenatal (ANC) selama kehamilan tidak rutin dilakukan.

Pelayanan antenatal merupakan pelayanan kesehatan oleh tenaga

kesehatan untuk ibu selama masa kehamilannya sesuai standar pelayanan

Kebidanan (SPK); sedangkan tenaga kesehatan yang berkompeten

memberikan pelyanan pelayanan antenatal kepada bumil adalah dokter

spesialis kebidanan, dokter, bidan, dan perawat. Ditetapkan pula bahwa

frekuensi pelayanan pada ibu hamil (antenatal) adalah minimal 4 kali selama

masa kehamilannya. Dengan ketentuan waktu pemberian pelayanan adalah 1

kali pada triwulan pertama, 1 kali pada triwulan kedua, dan 2 kali pada

13

triwulan ketiga. Menurut standar, asuhan kehamilan kunjungan Antenatal

Care (ANC) minimal dilaksanakan 4 kali, yaitu :

1. Satu kali pada trimester I (usia kehamilan 0 – 13 minggu).

2. Satu kali pada trimester II (usia kehamilan 14 – 27 minggu).

3. Dua kali pada trimester III (usia kehamilan 28 – 40 minggu).

Kebijakan program pelayanan antenatal menetapkan frekuensi

kunjungan antenatal sebaiknya minimal 4 (empat) kali selama kehamilan,

dengan ketentuan sebagai berikut (Depkes, 2009):

1. Minimal satu kali pada trimester pertama (K1) hingga usia kehamilan

14 minggu.

Tujuannya :

a. Penapisan dan pengobatan anemia

b. Perencanaan persalinan

c. Pengenalan komplikasi akibat kehamilan dan pengobatannya

2. Minimal satu kali pada trimester kedua (K2), 14 – 28 minggu

Tujuannya :

a. Pengenalan komplikasi akibat kehamilan dan pengobatannya

b. Penapisan pre eklamsia, gemelli, infeksi alat reproduksi dan

saluran perkemihan

c. Mengulang perencanaan persalinan

3. Minimal dua kali pada trimester ketiga (K3 dan K4) 28 - 36 minggu

dan setelah 36 minggu sampai lahir.

Tujuannya :

a. Sama seperti kegiatan kunjungan II dan III

14

b. Mengenali adanya kelainan letak dan presentasi

c. Memantapkan rencana persalinan

d. Mengenali tanda-tanda persalinan

2.2.2 Tujuan Antenatal Care

Tujuan Antenatal Care menurut Prawirohardjo (2005) secara umum

antara lain:

1. Memantau kemajuan kehamilan untuk memastikan kesehatan ibu dan

tumbuh kembang bayi.

2. Meningkatkan dan mempertahankan kesehatan fisik, mental, dan

sosial ibu dan bayi.

3. Mengenali secara dini adanya ketidaknormalan atau komplikasi yang

mungkin terjadi selama hamil.

4. Mempersiapkan persalinan cukup bulan, melahirkan dengan selamat

ibu maupun bayinya dengan trauma seminimal mungkin.

5. Mempersiapkan ibu agar masa nifas bisa berjaaln dengan normal dan

pemberian ASI eksklusif.

6. Mempersiapkan ibu dan keluarga dalam menerima kelahiran bayi

agar dapat tumbuh kembang secara normal.

Tujuan khusus Antenatal Care:

1. Mengenal dan menangani sedini mungkin penyulit yang terdapat saat

kehamilan, persalinan dan masa nifas.

2. Mengenal dan menangani penyakit yang menyertai kehamilan,

persalinan dan masa nifas.

15

3. Memberikan nasehat dan petunjuk yang berkaitan dengan kehamilan,

persalinan, kala nifas, laktasi dan aspek keluarga berencana.

4. Menurunkan angka kesakitan dan kematian ibu dan perinatal.

2.2.3 Standar Pelayanan Antenatal Care /ANC

Standar pelayanan ANC pada ibu hamil menurut kebijakan Depkes RI

(2009) memiliki 7 bentuk yang disingkat dengan 7T, antara lain sebagai

berikut:

1. Timbang berat badan.

2. Ukur Tekanan darah.

3. Ukur Tinggi fundus uteri.

4. Pemberian imunisasi TT lengkap.

5. Pemberian Tablet besi (Fe) minimal 90 tablet selama kehamilan

dengan dosis satu tablet setiap harinya.

6. Lakukan Tes Penyakit Menular Seksual (PMS).

7. Temu wicara dalam rangka persiapan rujukan.

2.3 Konsep Dasar Dukungan Keluarga

2.3.1 Definisi Dukungan Keluarga

Keluarga adalah suatu proses hubungan antara keluarga dengan

lingkungan sosialnya, dimana proses ini terjadi sepanjang masa kehidupan.

Dukungan sosial keluarga terutama dukungan suami mengacu pada dukungan-

dukungan sosial yang dipandang oleh suami sebagai suatu yang dapat

diakses/diadakan untuk keluarga, dukungan sosial bisa atau tidak digunakan

16

tapi anggota keluarga memandang bahwa orang yang bersifat mendukung

selalu siap memberikan pertolongan dan bantuan jika diperlukan (Friedman,

1998).

2.3.2 Sumber-sumber Dukungan Sosial Keluarga

Dukungan sosial keluarga dapat berupa dukungan internal dan

eksternal. Dukungan sosial keluarga internal seperti dari suami/ayah, istri/ibu,

atau dukungan saudara kandung. Dukungan sosial keluarga eksternal adalah

dukungan sosial eksternal bagi keluarga inti (dalam jaringan kerja sosial

keluarga). (Friedman, 1998).

2.3.3 Jenis Dukungan Sosial Keluarga

Menurut Caplan (1976) dalam Friedman (1998) ada 4 dukungan

sosial keluarga yaitu :

1. Dukungan emosional

Dukungan emosional adalah tingkah laku yang berhubungan dengan rasa

tenang, senang, rasa memiliki, kasih sayang pada anggota keluarga, baik

pada anak maupun orang tua. Dukungan emosional mencakup ungkapan

empati, kepedulian, dan perhatian terhadap orang yang bersangkutan,

menurut Depkes (2002) dalam Nursalam (2009). Aspek-aspek dari

dukungan emosional meliputi dukungan yang diwujudkan dalam bentuk

afeksi, adanya kepercayaan, perhatian, mendengarkan dan didengarkan.

2. Dukungan informasional

Menurut Depkes (2002) dalam dalam Nursalam (2009), dukungan

informasional adalah tingkah laku yang berhubungan dengan pemberian

17

informasi dan nasehat. Dukungan informasi yaitu memberikan penjelasan

tentang situasi dan gejala sesuatu yang berhubungan dengan masalah yang

sedang dihadapi oleh individu. Dukungan ini mencakup: pemberian

nasihat, saran, pengetahuan, dan informasi serta petunjuk.

3. Dukungan Instrumental

Dukungan instrumental adalah tingkah laku yang berhubungan dengan

pemenuhan kebutuhan yang sifatnya materi atau tenaga.

4. Dukungan Penghargaan (Penilaian)

Dukungan penghargaan yaitu dukungan yang terjadi lewat ungkapan

hormat atau penghargaan positif untuk orang lain, dorongan maju atau

persetujuan dengan gagasan atau perasaan seseorang, dan perbandingan

positif antara orang tersebut dengan orang lain yang bertujuan

meningkatkan penghargaan diri orang tersebut.

2.4 Konsep Dasar Pengetahuan

2.4.1 Definisi Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil dari tidak tahu menjadi tahu, ini terjadi

karena seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu.

Peningkatan terjadi melalui panca indera manusia yakni indera penciuman,

penglihatan, pendengaran, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia

diperoleh melalui mata dan telinga (Wawan, 2010). Pengetahuan merupakan

faktor penting dalam menentukan perilaku seseorang karena pengetahuan

dapat menimbulkan perubahan persepsi dan kebiasaan masyarakat.

18

Pengetahuan yang meningkat dapat merubah persepsi masyarakat tentang

penyakit. Meningkatnya pengetahuan juga dapat mengubah perilaku

masyarakat dari yang negatif menjadi positif, selain itu pengetahuan juga

membentuk kepercayaan (Wawan, 2010).

2.4.2 Tingkat Pengetahuan

Notoadmodjo (2003) membagi 6 (enam) tingkat pengetahuan yang

dicapai dalam domain kognitif yaitu :

1. Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari

sebelumnya, termasuk dalam tingkat pengetahuan ini adalah

mengingat kembali terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan

yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima.

2. Memahami (comprehention)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan

secara benar tentang suatu obyek yang diketahui dan dimana dapat

menginterprestasikan secara benar.

3. Aplikasi (application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi

yang sudah dipelajari pada situasi atau kondisi yang sebenarnya.

4. Analisis (analysis)

Analisis yaitu kemampuan untuk menyatakan atau menjabarkan suatu

materi atau obyek ke dalam keadaan komponen-komponen tetapi

masih di dalam struktur organisasi tersebut dan masih saling berkaitan

19

satu sama lain. Analisis merupakan kemampuan untuk

mengidentifikasi, memisahkan dan sebagainya.

5. Sintesis (syntesis)

Sintesis adalah kemampuan untuk melaksanakan atau

menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu keseluruhan yang

baru, dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk

menyusun formulasi baru dari formulasi yang ada.

6. Evaluasi (evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan

justifikasi atau penilaian terhadap materi atau obyek. Penilaian itu

berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan

kriteria yang telah ada.

2.4.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan

Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang adalah:

1. Faktor internal

a. Pendidikan

Pendidikan diperlukan untuk mendapat informasi misalnya hal-hal

yang menunjang kesehatan sehingga dapat meningkatkan kualitas

hidup.

b. Pekerjaan

Pekerjaan adalah keburukan yang harus dilakukan terutama untuk

menunjang kehidupannya dan kehidupan keluarga. Pekerjaan

bukanlah sumber kesenangan, tetapi merupakan cara mencari nafkah

20

yang membosankan, berulang dan banyak tantangan. Bekerja

umumnya yaitu kegiatan yang menyita waktu.

c. Umur

Usia yaitu umur individu yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai

berulang tahun. Usia reproduksi wanita di golongkan menjadi dua

yaitu usia reproduksi sehat dan usia reproduksi tidak sehat. Usia

reproduksi tidak sehat yaitu mulai dari umur 20 tahun sampai 35

tahun. Sedangkan usia reproduksi tidak sehat yaitu kurang dari 20

tahun dan lebih dari 35 tahun (Manuaba, 1998).

2. Faktor eksternal

a. Lingkungan

Lingkungan merupakan seluruh kondisi yang ada di sekitar manusia

dan pengaruhnya yang dapat mempengaruhi perkembangan dan

perilaku orang atau kelompok.

b. Sosial-budaya

Sistem sosial-budaya yang ada pada masyarakat dapat mempengaruhi

sikap dalam menerima informasi yang didapat.

c. Lingkungan

Lingkungan merupakan seluruh kondisi yang ada di sekitar manusia

dan pengaruhnya yang dapat mempengaruhi perkembangan dan

perilaku orang atau kelompok.

d. Sosial-budaya

Sistem sosial-budaya yang ada pada masyarakat dapat mempengaruhi

sikap dalam menerima informasi yang didapat.

21

Kunjungan Antenatal Care(K1-K4 lengkap atau tidak

lengkap)

Kejadian Preeklampsia

Motivasi Ibu Hamil

Faktor Eksternal Ibu Hamil:

1. Jarak pelayanan

2. Sarana/Fasilitas

3. Perilaku Petugas

4. Dukungan keluarga

Faktor Internal Ibu Hamil:

1. Usia

2. Pendidikan

4. Pekerjaan

3. Paritas

6. Sikap

5. Pengetahuan

BAB III

KERANGKA KONSEPTUAL

3.1 Kerangka Konseptual Penelitian

Gambar 2. Kerangka Konseptual Penelitian

Keterangan :

= Diteliti

= Tidak diteliti

22

Penjelasan Kerangka Konseptual Penelitian

Berdasarkan gambar 2, faktor internal ibu hamil yang meliputi usia,

pendidikan, paritas, pekerjaan, pengetahuan ibu hami tentang preeklampsia, dan

sikap ibu hamil, serta faktor eksternal ibu hamil yang meliputi sarana/fasilitas,

jarak pelayanan, perilaku petugas, dan dukungan keluarga dapat mempengaruhi

motivasi ibu hamil untuk melakukan kunjungan Antenatal Care. Namun pada

gambar tersebut, peneliti hanya ingin meneliti pengetahuan tentang preeklampsia

(dari faktor internal) pada ibu yang sebelumnya pernah mengalami hamil dengan

preeklampsia, serta dukungan keluarga ibu tersebut terhadap Antenatal Care

dikaitkan dengan kunjungan Antenatal Care. Faktor motivasi ibu hamil dalam

melakukan kunjungan Antenatal Care tidak diteliti. Kunjungan Antenatal Care

ibu hamil yang tidak lengkap mulai dari trimester pertama hingga trimester ketiga

dapat mempengaruhi munculnya kejadian preeklampsia pada ibu hamil dimana

melalui pemeriksaan antenatal (Antenatal Care) dapat dideteksi lebih dini tanda-

tanda preeklampsia pada ibu hamil.

3.2 Hipotesis Penelitian

Hipotesis penelitian yang dapat dibuat antara lain:

1. Ada pengaruh dukungan keluarga terhadap kunjungan Antenatal Care

pada ibu yang pernah hamil dengan preeklampsia.

2. Ada pengaruh pengetahuan responden (ibu yang pernah hamil dengan

preeklampsia) tentang preeklampsia terhadap kunjungan Antenatal Care

pada ibu yang pernah hamil dengan preeklampsia.

23

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Rancang Bangun Penelitian

Penelitian yang dilakukan bersifat observasional karena penelitian ini

hanya mengamati outcome, siapa saja yang terkena dan apa paparannya tanpa

memberikan perlakuan pada subyek penelitian.

Jenis penelitian penelitian yang digunakan bersifat analitik, karena

penelitian yang dilakukan peneliti bertujuan untuk memperoleh suatu

penjelasan mengenai pengaruh dukungan keluarga serta pengetahuan

responden tentang preeklampsia terhadap kunjungan Antenatal Care pada ibu

yang pernah hamil dengan preeklampsia.

Rancang bangun penelitian ini adalah cross sectional, karena paparan

dan outcome diteliti secara bersamaan dalam satu waktu/serentak.

4.2 Populasi Penelitian

Populasi penelitian adalah semua ibu hamil yang didiagnosis

menderita preeklampsia, dimana pada kehamilan sebelumnya juga

didiagnosis menderita preeklampsia (berdasarkan data rekam medik), dan

dirawat di RSI Jombang.

4.3 Sampel, Besar Sampel, dan Cara Pengambilan Sampel

4.3.1 Sampel Penelitian

Ibu hamil yang didiagnosis menderita preeklampsia, dimana pada kehamilan

sebelumnya juga didiagnosis menderita preeklampsia (berdasarkan data rekam

medik).

24

Kriteria Inklusi:

1. Keadaan pasien (ibu hamil yang didiagnosis menderita preeklampsia)

memungkinkan untuk mengisi kuesioner atau menjawab pertanyaan

dalam kuesiner dengan cara wawancara.

2. Pasien bersedia menjadi responden.

4.3.2 Besar Sampel Penelitian

Penentuan sampel minimal dalam penelitian ini menggunakan rumus

sebagai berikut:

Besar sampel penelitian dapat ditentukan dengan menggunakan rumus:

N

n =

1 + N (d)2

Keterangan :

n = Besar Sampel

N = Besar populasi

D = Tingkat signifikasi p (0,05)

4.3.3 Cara Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel dilakukan dengan cara systematic random sampling

(sampling sistematis).

4.4 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di RSI Jombang. Survei awal dilakukan pada

bulan Februari 2013. Sedangkan pengambilan data dan penelitian dilakukan

selama bulan Maret sampai Mei 2013.

25

4.5 Variabel, Definisi Operasional dan Cara Pengukuran

4.5.1 Variabel Penelitian

Variabel penelitian terdiri dari variabel independen (bebas) dan

variabel independen (terikat). Pada penelitian ini variabel

independennya adalah dukungan keluarga dan pengetahuan responden.

Sedangkan variabel dependennya adalah kunjungan Antenatal Care.

4.5.2 Definisi Operasional dan Cara Pengukuran

Tabel 5.1 Definisi Operasional

VariabelDefinisi

OperasionalKriteria

Alat Ukur Skala Pengukuran

I. Variabel dependenAntenatal Care

Frekuensi kunjungan pemeriksaan kehamilan mulai trimester pertama sampai trimester ketiga serta jenis pelayanan yang diterima.

1. Sangat baik: >4 kali dengan pelayanan lengkap sesuai standar

2. Baik: >4 kali dengan pelayanan tak lengkap

3. Cukup: 4 kali dengan pelayanan lengkap sesuai standar

4. Kurang: 4 kali dengan pelayanan tak lengkap

5. Sangat kurang: <4 kali

Buku pemeriksaan/kartu kunjungan dan wawancara dengan Kuesioner atau lembar wawancara.

Ordinal

II. Variabel IndependenDukungan keluarga

Kuesioner atau lembar

Ordinal

26

yang tinggal serumah terhadap Antenatal Care:

a. Dukungan informasional

b. Dukungan instrumental

c. Dukungan Penghargaan

Pemberian nasihat, saran, pengetahuan, dan informasi serta petunjuk mengenai pentingnya ANC.

Berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan yang sifatnya materi atau tenaga.

Penghargaan positif berupa dorongan dan persetujuan dari keluarga.

1. Selalu2. Jarang3. Tidak pernah

1. Selalu2. Jarang3. Tidak pernah

1. Selalu2. Jarang3. Tidak pernah

wawancara

Pengetahuan

Hal atau informasi yang diketahui oleh responden tentang preeklampsia (pengertian, pencegahan, penyebab, tanda dan gejala, dan penanganan terkait preeklampsia).

1. Baik: ≥ 702. Cukup: 55-693. Kurang: <55

Kuesioner atau lembar wawancara

Ordinal

4.6 Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi:

27

1. Data primer, meliputi data dari hasil wawancara dengan menggunakan

kuisioner atau lembar wawancara mengenai dukungan keluarga,

pengetahuan responden, serta riwayat antenatal care pada ibu yang pernah

hamil dengan preeklampsia.

2. Data sekunder, yaitu data yang diambil dari rekam medik pasien dimana

pada kehamilan sebelumnya juga didiagnosis menderita preeklampsia

(berdasarkan data rekam medik), dan dirawat di RSI Jombang.

4.7 Cara Pengolahan dan Teknik Analisis Data

4.7.1 Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan dengan cara :

1. Editing

Mengkoreksi terlebih dahulu data yang telah terkumpul, meliputi

kelengkapan pengisian kuesioner, kejelasan jawaban, konsistensi

jawaban serta relevansi jawaban sehingga dapat langsung dikoreksi

dan disempurnakan.

2. Scoring

Memberikan skor pada setiap jawaban yang diberikan responden.

3. Entry Data

Memasukkan data ke dalam formula yang telah dibuat dengan bantuan

software computer.

4. Tabulating

Menata data ke dalam tabel sesuai dengan jenis variabel.

4.7.2 Analisis Data

28

Analisis data menggunakan uji regresi logistik univariate untuk

melihat variabel yang berpengaruh.

Dalam uji yang dilakukan didapatkan kriteria signifikan yang

dapat digunakan untuk pengambilan keputusan, antara lain:

a. Jika p 0,05 maka hipotesis penelitian ditolak

b. Jika p 0,05 maka hipotesis penelitian diterima

a.

29

DAFTAR PUSTAKA

Amiruddin, Ridwan., Esti Kandi P, dkk. 2007. Issu Mutakhir Tentang Komplikasi

Kehamilan (Preeklampsia Dan Eklampsia). Diambil dari

http://pasca.unhas.ac.id/jurnal/files/c68ca1a8ffc79c60198732bca55722cf.p

df. Diakses pada tanggal 18 September 2012.

Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang. 2011. Profil Kesehatan Kabupaten

Jombang 2011 Bab IV. Diambil dari

http://www.jombangkab.go.id/SatKerDa/page/1.2.6.2/2011%20Profil

%20Kesehatan%20Bab%20IV.pdf. Diakses pada tanggal 7 Oktober 2012.

Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur. 2010. Profil Kesehatan Provinsi Jawa

Timur 2010. Diambil dari

http://dinkes.jatimprov.go.id/userfile/dokumen/1321926974_Profil_Kesehat

an_Provinsi_Jawa_Timur_2010.pdf. Diakses pada tanggal 7 Oktober 2012.

Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur. 2012. Selayang Pandang 2011. Diambil

dari http://dinkes.jatimprov.go.id/userfile/dokumen/Selayang%20Pandang

%20Pembangunan%20Kesehatan%20Provinsi%20Jawa%20Timur.pdf.

Diakses pada tanggal 16 januari 2013.

Ernaningsi. 2003. Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Hipertensi Kronis

pada Ibu Hamil. Skripsi. Surabaya: Universitas Airlangga.

Friedman. 1998. Keperawatan Keluarga: Teori dan Praktek. Terjemahan oleh Ina

Debora R. L dan Yoakim Asy. Jakarta: EGC.

Langelo, Wahyuny., A Arsunan Arsin, & Syamsiar Russeng. 2012. Faktor Risiko

Kejadian Preeklampsia Di RSKD Ibu dan Anak Siti Fatimah Makassar

Tahun 2011-2012. Diambil dari

http://jurnal.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/2307120126.pdf. Diakses pada

tanggal 9 Oktober 2012.

Manuaba, IBG. 1998. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan, dan Keluarga

Berencana. Jakarta: EGC.

30

Notoatmodjo, S. 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: PT Rineka

Cipta.

Nursalam. 2009. Pedoman Praktis Penyusunan Riset Keperawatan. Surabaya:

Universitas Airlangga.

Rozikhan. 2007. Faktor-faktor Risiko Terjadinya Preeklampsia Berat di Rumah

Sakit Dr. H. Soewondo Kendal. Tesis. Semarang: Universitas Diponegoro.

Diambil dari http://eprints.undip.ac.id/18342/1/ROZIKHAN.pdf. Diakses

pada tanggal 7 Oktober 2012.

Sumiati., dan Dwi Fitriyani. 2012. Embrio, Jurnal Kebidanan Vol I no. 2, April

2012: Hubungan Obesitas terhadap Pre Eklampsia pada Kehamilan di RSU

Haji Surabaya. Diambil dari

http://jurnal.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/13410378385_1410-2935.pdf.

Diakses pada tanggal 18 September 2012.

31