rev 2 makalah kapita selekta t r s

44
MATA KULIAH KAPITA SELEKTA MAKALAH “Potensi Penggunaan Pendekatan Kontekstual dengan Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing untuk Meningkatkan Motivasi Belajar Siswa di Kelas XI MIA 2 SMA Negeri 2 Surakarta ” DISUSUN OLEH: Rizka Rakhmahwati Nurjanah K4312056 Satya Octaryan Santosa K4312059 Tsania Hayyu Qoshida K4312064

Upload: rizkarakhmah

Post on 05-Nov-2015

48 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

jnbnbn

TRANSCRIPT

MATA KULIAH KAPITA SELEKTAMAKALAHPotensi Penggunaan Pendekatan Kontekstual dengan Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing untuk Meningkatkan Motivasi Belajar Siswa di Kelas XI MIA 2 SMA Negeri 2 Surakarta

DISUSUN OLEH:Rizka Rakhmahwati NurjanahK4312056Satya Octaryan SantosaK4312059Tsania Hayyu QoshidaK4312064

PENDIDIKAN BIOLOGIFAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARETJUNI 2015I. JUDUL MAKALAHPotensi Penggunaan Pendekatan Kontekstual dengan Model Pembelajaran Inkuiri untuk Meningkatkan Motivasi Belajar Siswa di Kelas XI MIA 2 SMA Negeri 2 Surakarta

II. PENDAHULUANPendidikan merupakan salah satu faktor penting tercapainya negara yang maju. Masyarakat yang memiliki wawasan pengetahuan tinggi mampu memiliki pemikiran yang kritis dan kreatif dalam menghadapi permasalahan hidup. Manusia yang mampu berfikir kritis dan kreatif akan memiliki nilai kesejahteraan yang lebih tinggi daripada manusia yang pasif. Secara tidak langsung, pendidikan merupakan aspek penting untuk memajukan negara.Salah satu aspek yang berpengaruh untuk meningkatkan hasil belajar siswa dapat ditandai dengan tingginya motivasi belajar siswa. Motivasi belajar merupakan kecenderungan siswa dalam melakukan kegiatan belajar yang didorong oleh hasrat untuk mencapai prestasi atau hasil belajar sebaik mungkin. Motivasi belajar dibutuhkan siswa untuk mengembangkan kemampuan diri secara optimum, sehingga mampu berbuat yang lebih baik, berprestasi dan kreatif (Abraham Maslow dalam H. Nashar, 2004:42).Kecenderungan siswa-siswa di Indonesia mengalami masalah rendahnya motivasi belajar. Hal tersebut sering ditandai dengan siswa yang tidak berkonsentrasi selama pembelajaran. Siswa-siswa tersebut biasanya bermain ketika guru menjelaskan, melamun dan melakukan kegiatan yang tidak berhubungan dnegan pembelajran.Pada hasil observasi yang dilakukan pada SMA N 2 Surakarta dapat diketahui bahwa kebanyakan siswa pada kelas tersebut melakukan kegiatan yang tidak berhubungan dengan proses pembelajaran. Kegiatan tersebut dapat berupa siswa yang bermain, melamun dan tidur saat pembelajaran berlangsung. Siswa-siswa yang berperilaku seperti ini dapat dikategorikan sebagai siswa dengan motivasi belajar yang rendah.Rendahnya motivasi belajar siswa dapat membuat mereka tertarik pada hal-hal yang negative.Berdasarkan penelitian I Gede Joniarta menunjukkan bahwa adanya perbedaan hasil belajar siswa pada kelompok siswa yang memiliki motivasi tinggi dan kelompok siswa yang memiliki motivasi rendah. Raymond J.W dan Judith (2004:22),mengungkapkan bahwa secara harfiah anak- anak tertarik pada belajar, pengetahuan, seni(motivasi positif) namun mereka juga bisa tertarik pada halhal yang negative seperti minum obat- obatan terlarang, pergaulan bebas dan lainnya.Motivasi belajar anak-anak muda tidak akan hilang tapi mereka akan berkembang dalam cara-cara yang bisa membimbing mereka untuk menjadikan diri mereka lebih baik atau sebaliknya.Guru dan orang tua merupakan salah satu faktor pendorong yang dapat meningkatkan motivasi siswa.Guru sebagai salah satu faktor pendorong siswa untuk termotivasi dalam belajar hendaknya mampu melakukan tugasnya dengan baik. Tindakan yang dapat dilakukan oleh guru guna meningkatkan motivasi siswa antara lain dengan memilih cara mengajar yang tepat bagi siswanya. Menurut Gagne (1975), empat fungsi yang harus dilakukan guru yang terkait dengan tugas guru sebagai motivator. Pertama, arousal function atau membangkitkan dorongan siswa untuk belajar. Kedua, expectancy funtion yaitu menjelaskan secara kongkret kepada siswa apa yang dapat dilakukan pada akhir pengajaran. Ketiga, incentive function maksudnya guru memberikan ganjaran untuk prestasi yang dicapai dalam rangka merangsang pencapaian prestasi berikutnya dan keempat, disciplinary function bahwa guru membantu keteraturan tingkah laku siswa.Memilih cara mengajar yang tepat merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi tingi-rendahnya motivasi belajar siswa. Cara mengajar yang sesuai dapat meningkatkan motivasi belajar siswa. Pendekatan yang digunakan oleh guru sangat berpengaruh terhadap motivasi siswa. Jenis pendekatan yang mampu menjadikan siwa aktif berpartispasi dalam pembelajaran mampu menjadikan suasana kelas menjadi hidup sehingga siswa termotivasi untuk belajar. Salah satu pendekatan yang dapat meningkatkan motivasi siswa adalah pendekatan kontekstual karena pendekatan ini mendorong siswa untuk mampu mengkaitkan materi dengan penerapan dalam kehidupan sehari-hari sehingga siswa dituntut aktif untuk berpartisipasi dalam pembelajaran.Selain pendekatan, model pembelajaran yang digunakan mampu untuk menjadikan siswa aktif selama proses pembelajaran. Model inkuiri terbimbing merupakan salah satu model yang tepat digunakan bersama dengan yang melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan siswa untuk mencari dan menyelidiki secara sistematis, kritis, logis,analitis, sehingga mereka dapat merumuskan sendiri penemuannya dengan penuh percaya diri (Trianto, 2011).Atas dasar uraian tersebut, maka kami membuat makalah dengan judul Potensi Penggunaan Pendekatan Kontekstual dengan Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing untuk Meningkatkan Motivasi Belajar Siswa di Kelas XI MIA 2 SMA Negeri 2 Surakarta.

III. OBSERVASI MASALAHObservasi lapangan dilakukan pada:Waktu: Senin, 5 Mei 2015Tempat: SMA N 2 Surakarta (Jl. Monginsidi No. 40, Banjarsari, Surakarta, 57134, Telp.0271 653416, Fax. 0271 638080)Subjek: Kelas XI MIA 2Guru: Indriyati, S.Pd. (NIP: 19630331 198601 2 005)Materi: Sistem RegulasiPenelitian masalah di kelas XI MIA 2 SMA N 2 Surakarta dengan cara observasi. Hasil observasi berupa daftar permasalahan yang muncul dan teridentifikasi mahasiswa saat pembelajaran dengan dokumentasi berupa foto. Dari hasil obervasi yang dilakukan di SMA Negeri 2 Surakarta tersebut, didapatkan gejala gejala masalah yang berkaitan dengan pembelajaran Biologi di dalam kelas. Gejala-gejala tersebut diklasifikasikan menjadi masalah pada siswa, masalah pada guru, dan masalah pada sarana dan prasarana.

Makalah Kapita SelektaPage 21

Berikut ini identifikasi masalah berdasarkan komponen pendidikan: guru, siswa, dan sarana prasarana:Masalah SiswaMasalah GuruMasalah Sarana Prasarana

Siswa mengantuk dan terkesan pasifGuru tidak mengawali kegiatan dengan apersepsi atau menggali pengetahuan yang telah dimiliki siswaLCD projector memiliki kualitas yang kurang baik (fokus kurang, warna kekuningan, ukuran yang ditampilkan kurang/ terlalu kecil)

Siswa tidak memperhatikan guruGuru terlalu banyak menerangkan (ceramah), sehingga pembelajaran lebih terpusat ke guruJumlah kipas angin kurang (hanya 1) dan mengeluarkan suara saat dinyalakan sehingga mengganggu konsentrasi siswa

Siswa pasif (tidak mengajukan pertanyaan ketika diminta guru)Guru hanya memperhatikan siswa yang duduk di depan dan jarang berpindah ke belakangRuang kelas kotor

Hanya beberapa siswa yang sama yang menjawab pertanyaan guruFenomena yang ditampilkan guru hanya berupa gambar di power pointMeja dan kursi siswa penuh coretan tipe-x

Siswa tidak aktif mencari sumber belajar lain selain LKS dan buku cetak yang ditentukan guruGuru kurang mengapresiasi siswa yang dapat menjawab pertanyaan dengan tepat

Jarak antar kursi terlalu dekat sehingga menyulitkan pergerakan siswa maupun guru

Beberapa siswa yang duduk di depan hanya sibuk mencatat tetapi tidak dapat memahami materiGuru tidak aktif menegur siswa yang tidak memperhatikan pembelajaran

LKS siswa kurang menarik dengan gambar yang hitam putih dan kertas buram

Siswa hanya menjawab LKS dari satu sumber belajar (buku cetak yang ditentukan) sehingga siswa kurang dapat mengeksplor kemampuan dan pengetahuannyaGuru hanya meminta siswa untuk mengisi LKS tanpa adanya konfirmasi mengenai jawaban yang benar

Soal yang ada di LKS hanya berupa C1 dan C2

Terdapat siswa yang bermain handphonePertanyaan yang diajukan guru hanya berupa pertanyaan yang sifatnya mengingat (contohnya organ penyusun sel syaraf dan fungsinya)Spidol (untuk white board) jumlahnya kurang mencukupi dan kurang jelas karena tintanya hampir habis

Terdapat siswa yang makan permen saat pelajaranPada white board terdapat bekas tulisan yang sukar dihapus sehingga tulisan guru kurang jelas

Siswa sering mengobrol dengan teman, sehingga perhatiannya terpecah

Terdapat siswa yang tidak dapat menjawab pertanyaan dari guru berkaitan dengan pertanyaan C2

Siswa tidak dapat menyimpulkan pembelajaran tanpa bimbingan guru

Siswa mengkopi jawaban dari buku pegangan tanpa menyusunnya dengan bahasanya sendiri

IV. PENGELOMPOKAN MASALAHBerikut ini pengelompokkan masalah berdasarkan data masalah-masalah yang muncul pada kegiatan pembelajaran Biologi di Kelas XI MIA 2 di SMA Negeri 2 Surakarta :Masalah Siswa

Motivasi

Pengelompokan MasalahTeoriArgumen

Siswa mengantuk dan terkesan pasifMotivasi belajar adalah sesuatu yang mendorong, menggerakan dan mengarahkan siswa dalam belajar (Endang Sri Astuti, 2010 : 67). Motivasi belajar erat sekali hubungannya dengan prilaku siswa disekolah. Motivasi belajar dapat membangkitkan dan mengarahkan peserta didik untuk mempelajari sesuatu yang baru. Bila pendidik membangkitkan motivasi belajar anak didik, maka meraka akan memperkuat respon yang telah dipelajari (TIM Pengembang Ilmu Pendidikan FIP-UPI, 2007 : 141). Brown (1971) mengemukakan ada delapan ciri siswa yang mempunyai motivasi belajar tinggi, yaitu: 1. Tertarik pada guru artinya tidak bersikap acuh tak acuh2. Tertarik pada mata pelajaran yang diajarkan3. Antusias tinggi serta mengendalikan perhatian dan energi pada kegiatan belajar4. Ingin selalu bergabung dalam suatu kelompok5. Ingin identitas diri diakui oleh orang lain6. Tindakan serta kebiasaannya serta moralnya selalu dalam kontrol diri7. Selalu mengingat pelajaran dan selalu mempelajarinya kembali di rumah8. Selalu terkontrol oleh lingkungan.Teori menyatakan bahwa siswa dengan motivasi tinggi memiliki sifat ciri tertarik pada guru artinya tidak bersikap acuh tak acuh, tertarik pada mata pelajaran yang diajarkan mengendalikan perhatian dan energi pada kegiatan belajar. Namun, berdasarkan hasil observasi, siswa di kelas MIA 2 SMA Negeri 2 Surakarta menunjukkan hasil bahwa siswa mengantuk dan terkesan pasif saat pelajaran, tidak memperhatikan guru, tidak mengajukan pertanyaan saat diminta, serta bermain hp atau bercakap-cakap dengan temannya. Hal ini menunjukkan bahwa siswa memiliki motivasi belajar yang rendah.

Siswa tidak memperhatikan guru

Siswa pasif (tidak mengajukan pertanyaan ketika diminta guru)

Hanya beberapa siswa yang sama yang menjawab pertanyaan guru

Terdapat siswa yang bermain handphone

Terdapat siswa yang makan permen saat pelajaran

Siswa sering mengobrol dengan teman, sehingga perhatiannya terpecah

Berpikir Tingkat Tinggi

Pengelompokan Masalah TeoriArgumen

Beberapa siswa yang duduk di depan hanya sibuk mencatat tetapi tidak dapat memahami materiTaksonomi Bloom dianggap merupakan dasar bagi berpikir tingkat tinggi. Menurut Krathwohl(2002)dalam A revision of Bloom's Taxonomy: an overview -Theory Into Practice menyatakan bahwa indikator untuk mengukur kemampuan berpikir tingkat tinggi meliputi:1. Menganalisis Menganalisis informasi yang masuk dan membagi-bagi atau menstrukturkan informasi ke dalam bagian yang lebih kecil untuk mengenali pola atau hubungannya Mampu mengenali serta membedakan faktor penyebab dan akibat dari sebuah skenario yang rumit. Mengidentifikasi/ merumuskan pertanyaan2. Mengevaluasi Memberikan penilaian terhadap solusi, gagasan, dan metodologi dengan menggunakan kriteria yang cocok atau standar yang ada untuk memastikan nilai efektivitas atau manfaatnya. Membuat hipotesis, mengkritik dan melakukan pengujian Menerima atau menolak suatu pernyataan berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan3. Mengkreasi Membuat generalisasi suatu ide atau cara pandang terhadap sesuatu Merancang suatu cara untuk menyelesaikan masalah Mengorganisasikan unsur-unsur atau bagian-bagian menjadi struktur baru yang belum pernah ada sebelumnyaMenurut teori, salah satu indikator untuk mengklasifikasikan apakah suatu anak memiliki kemampuan tingkat tinggi dapat dilihat dari kemampuan anak tersebut menganalisis informasi yang masuk. Namun, penelitian di kelas MIA 2 SMA Negeri 2 Surakarta menunjukkan fakta bahawa terdapat beberapa siswa yang duduk di depan hanya sibuk mencatat, dan hanya mengkopi jawaban dari buku pegangan tanpa menyusunnya dengan kalimatnya sendiri serta tidak berupaya mencari sumber informasi lain selain LKS dan buku cetak/ pegangan yang ditentukan guru. Hal ini menujukkan jika siswa-siswa tersebut tidak dapat menganalisis informasi yang masuk dan tergolong tidak memiliki kemampuan berpikir tingkat tinggi

Siswa tidak aktif mencari sumber belajar lain selain LKS dan buku cetak yang ditentukan guru

Siswa mengkopi jawaban dari buku pegangan tanpa menyusunnya dengan bahasanya sendiri

Hasil Belajar

Pengelompokan MasalahTeoriArgumen

Terdapat siswa yang tidak dapat menjawab pertanyaan dari guru berkaitan dengan pertanyaan C2Dimyati dan Mudjiono (2006: 3-4) menyebutkanhasil belajar merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak mengajar. Dari sisi guru, tindak mengajar diakhiri dengan proses evaluasi hasil belajar. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan berakhirnya pengajaran dari puncak proses belajar.a. Ranah KognitifRanah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek, yakni pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi. Kedua aspek pertama disebut kognitif tingkat rendah dan keempat aspek berikutnya termasuk kognitif tingkat tinggi.b. Ranah AfektifRanah afektif berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek, yakni penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi, dan internalisasi.c. Ranah PsikomotorisRanah psikomotoris berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan kemampuan bertindak yang terdiri dari enam aspek, yakni gerakan refleks, keterampilan gerakan dasar, kemampuan perseptual, keharmonisan atau ketepatan, gerakan keterampilan kompleks, dan gerakan ekspresif dan interaktif.Menurut teori, hasil belajar ranah kognitif berkenaan dengan berbagai aspek dimana salah satunya pemahaman. Namun, berdasarkan hasil observasi di kelas MIA 2 SMA Negeri 2 Surakarta menunjukkan bahwa terdapat siswa yang tidak dapat menjawab pertanyaan guru meskipun hanya berupa pertanyaan C2 yang tergolong kognitif tingkat rendah. Di akhir pembelajaran, siswa juga kesulitan untuk menyimpulkan pembelajaran tanpa bimbingan guru. Hal ini menunjukkan jika hasil belajar kognitif siswa tergolong rendah.

Siswa tidak dapat menyimpulkan pembelajaran tanpa bimbingan guru

Masalah Guru

Guru tidak mengawali kegiatan dengan apersepsi atau menggali pengetahuan yang telah dimiliki siswa

Guru terlalu banyak menerangkan (ceramah), sehingga pembelajaran lebih terpusat ke guru

Guru hanya memperhatikan siswa yang duduk di depan dan jarang berpindah ke belakang

Fenomena yang ditampilkan guru hanya berupa gambar di power point

Guru kurang mengapresiasi siswa yang dapat menjawab pertanyaan dengan tepat

Guru tidak aktif menegur siswa yang tidak memperhatikan pembelajaran

Guru hanya meminta siswa untuk mengisi LKS tanpa adanya konfirmasi mengenai jawaban yang benar

Pertanyaan yang diajukan guru hanya berupa pertanyaan yang sifatnya mengingat (contohnya organ penyusun sel syaraf dan fungsinya)

Masalah Sarana Prasarana

Pertanyaan yang diajukan guru hanya berupa pertanyaan yang sifatnya mengingat (contohnya organ penyusun sel syaraf dan fungsinya)

Jumlah kipas angin kurang (hanya 1) dan mengeluarkan suara saat dinyalakan sehingga mengganggu konsentrasi siswa

Ruang kelas kotor

Meja dan kursi siswa penuh coretan tipe-x

Jarak antar kursi terlalu dekat sehingga menyulitkan pergerakan siswa maupun guru

LKS siswa kurang menarik dengan gambar yang hitam putih dan kertas buram

Soal yang ada di LKS hanya berupa C1 dan C2

Spidol (untuk white board) jumlahnya kurang mencukupi dan kurang jelas karena tintanya hampir habis

V. PENETAPAN MASALAHHasil observasi yang telah dilakukan oleh kelompok 8 kelas B kemudian dialakukan beberapa analisis, disimpulkan bahwa kelompok kami memilih rendahnya motivasi siswa sebagai masalah yang akan kami angkat.Tindakan-tindakan siswa banyak yang menunjukkan bahwa siswa malas untuk mengikuti pembelajaran. Siswa yang memiliki motivasi tinggi akan bersikap ulet, tekun dan suka dengan permasalahan-permasalahan yang nantinya akan diselesaikan namun pada siswa MIA 2 SMA N 2 Surakarta tidak demikian. Mereka cenderung tidak berkonsentrasi selama pembelajaran. Beberapa studi menjelaskan bahwa motivasi merupakan salah satu aspek yang penting untuk mencapai pembelajaran yang efektif. Ketika siswa memiliki motivasi belajar yang tinggi maka siswa akan mampu untuk berfikir tingkat tinggi. Siswa akan memperhatikan pembelajaran dengan sungguh-sungguh dan memahami materi dengan baik dengan demikian kemampuan berfikir siswa akan terasah. Ketika siswa memiliki kemampuan berfikir tingkat tinggi maka siswa akan mendapatkan hasil belajar yang baik. Selain itu, dilihat dari masalah yang muncul selama observasi dapat diketahui bahwa jumlah pertanyaan pada kategori motivasi belajar siswa memiliki jumlah yang lebih besar sehingga masalah yang terkait dengan motivasi sangat urgent atau segera diselesaikan. Siswa yang dikategorikan sebagai siswa dengan motivasi belajar tinggi adalah siswa yang memiliki indikator tingkah laku sebagai berikut :1. Minat Anderson & Fraust (dalam Prayitno, 1989:10) menjelaskan bahwa seorang siswa yang memiliki motivasi yang tinggi akan menampakkan minat dan perhatian yang penuh terhadap tugas-tugas belajar. Apabila dihubungkan dengan proses belajar, minat siswa terhadap pelajaran akan muncul apabila terdapat hubungan antara materi pelajaran dengan kebutuhan siswa. Peningkatan indikator minat juga dikarenakan kesadaran siswa akan manfaat materi yang disampaikan atau dipelajari sangat berhubungan dan bermanfaat bagi kebutuhan mereka sendiri. 2. Perhatian Dimyati dan Mudjiono (2006:42) menjelaskan, perhatian mempunyai peranan penting dalam kegiatan pembelajaran, kemudian perhatian terhadap pelajaran akan timbul pada diri siswa apabila bahan pelajaran tersebut sesuai atau berhubungan dengan kebutuhannya, sehingga siswa akan merasa bahan pelajaran tersebut sesuatu yang dibutuhkan, tanpa adanya perhatian tidak mungkin terjadinya aktivitas belajar. Menurut Hasibuan dan Moedjiono (2008:84) menjelaskan tentang pentingnya memusatkan perhatian kelompok, perbuatan ini penting untuk mempertahankan perhatian siswa dari waktu ke waktu dan dapat dilaksanakan dengan cara menyiagakan siswa dan menuntut tanggung jawab siswa. 3. Konsentrasi Setjo (2004:5) menjelaskan, informasi (stimulus) yang datang dari luar diterima oleh register penginderaan melalui indera, sehingga siswa harus memusatkan perhatian terhadap suatu informasi jika informasi tersebut harus diingat. Thomas F. Staton (1978 dalam Sardiman, 2008:41) mendeskripsikan adanya hubungan antara kegiatan belajar dengan konsentrasi, kegiatan belajar akan berbanding lurus dengan konsentrasi, semakin besar konsentrasi siswa maka kegiatan belajar akan semakin optimal dan efektif. 4. Ketekunan Menurut Suhartanto (2008) menjelaskan, nilai-nilai ketekunan hanya dapat dilakukan ketika diri sendiri sadar bahwa untuk mendapatkan hasil yang baik perlu kerja keras dan sadar akan tujuan dari aktivitas tersebut. Sardiman (2008: 83, yaitu tekun/ketekunan menghadapi tugas (misalnya: dapat bekerja terus-menerus dalam waktu yang lama, tidak berhenti sebelum selesai). Menurut Setjo (2004:7) dalam pembelajaran yang kontekstual menyebabkan motivasi belajar siswa bangkit.Melihat bebrapa kategori yang ada, siswa kelas MIA II SMA N 2 Surakarta tidak memiliki kriteria yang telah sijelaskan diatas. Selain itu, telah dijelaskan bahwa ketika siswa tidak melaksanakan salah satu indikator yang menunjukkan adanya motivasi belajar dalam diri siswa maka akan berpengaruh pada proses pembelajaran. Proses pembelajaran tidak akan berjalan efektif karena materi yang dismapaikan oleh guru akan sulit diterima oleh siswa.

VI. ANALISIS AKAR MASALAHHasil observasi yang dilakukan di SMA Negeri 2 Surakarta terdapat beberapa masalah yang harus diselesaikan. Masalah-masalah yang muncul meliputi 3 kategori yaitu high order thinking yang rendah, hasil belajar rendah dan motivasi belajar yang kurang. Setelah membuat list daftar permasalahan yang ada, permasalahan yang paling banyak mengarah pada kategori motivasi belajar yang rendah. Kurangnya motivasi belajar ditunjukkan dengan berbagai gejala contohnya siswa yang mengantuk saat pelajaran, bermain hp dan bersenda gurau dengan teman. Rendahnya motivasi siswa disebabkan oleh cara mengajar guru yang cenderung membosankan yang menyebabkan pembelajaran menjadi kurang efektif. Pembelajaran guru masih didominasi dengan metode ceramah atau konvensional. Menurut Djamarah (1996), metode pembelajaran konvensional adalah metode pembelajaran tradisional atau disebut juga dengan metode ceramah, karena sejak dulu metode ini telah dipergunakan sebagai alat komunikasi lisan antara guru dengan anak didik dalam proses belajar dan pembelajaran. Dalam pembelajaran sejarah metode konvensional ditandai dengan ceramah yang diiringi dengan penjelasan, serta pembagian tugas dan latihan. Pada metode konvensional, guru merupakan atau dianggap sebagai gudang ilmu, guru bertindak otoriter, guru mendominasi kelas. Guru mengajarkan ilmu, guru langsung membuktikan dalil-dalil, guru membuktikan contoh-contoh soal. Sedangkan murid harus duduk rapih mendengarkan, meniru pola-pola yang diberikan guru, mencontoh cara-cara si guru menyelesaikan soal. Murid bertidak pasif. Murid-murid yang kurang memahaminya terpaksa mendapat nilai kurang/jelek dan karena itu mungkin sebagian dari mereka tidak naik kelas. Metode ceramah dianggap sebagai penyebab utama dari rendahnya minat dan motivasi belajar siswa terhadap pelajaran (Ruseffendi, 2005).Metode konvensional biasanya menggunakan pendekatan teacher center. Teacher Centered Learning (TCL) adalah system pembelajaran dimana guru atau dosen menjadi pusat dari kegiatan belajar mengajar sehingga terjadi komunikasi satu arah.Pembelajaran ini membuatsiswa pasif karena hanyamendengarkan pembelajaran sehingga kreativitas siswa rendah. Pada sistem pembelajaran modelTCL, guru lebih banyak melakukan kegiatan belajar-mengajardengan bentuk ceramah (lecturing). Pada saat mengikuti pembelajaran atau mendengarkan ceramah, kebanyakan siswa merasa bosan. Guru menajadi pusat peran dalam pencapaian hasil pembelajaran dan seakan-akan menjadi satu-satunyasumber ilmu. Model ini berarti memberikan informasi satu arah karena yang ingin dicapai adalahbagaimana guru bisa mengajar dengan baik sehingga yang ada hanyalah transfer pengetahuan (Hadi, 2007).Uraian di atas menunjukkan jika metode ceramah kurang efektif digunakan dalam proses pembelajaran karena membuat siswa cenderung pasif karena mereka hanya bertugas menerima informasi yang disampaikan guru. Hal inilah yang menyebabkan siswa menjadi bosan dan tidak berkonsentrasi terhadap materi yang guru sampaikan.

VII. SOLUSI PENYELESAIAN MASALAHGejala permasalahan paling mendominasi yang kami pilih setelah observasi berupa rendahnya motivasi belajar siswa. Rendahnya motivasi tersebut berakar pada metode pembelajaran tradisional (ceramah) yang masih diaplikasikan guru. Pembelajaran yang baik dan dapat mengatasi permasalahan di kelas XI MIA 2 SMA Negeri 2 Surakarta adalah pembelajaran yang menjadikan siswa sebagai pusat pembelajaran itu sendiri.SCLatauStudent Centered Learningmerupakan pendekatan dalam pembelajaran yang memfasilitasi pembelajar untuk terlibat dalam prosesexperiential learnig. Pada sistempembelajaranSCLsiswa dituntut aktif mengerjakan tugas dan mendiskusikannya dengan guru sebagai fasilitator. PembelajaranSCL, berarti siswa harus didorong untuk memiliki motivasi dalamdiri mereka sendiri kemudian berupaya keras mencapai kompentensi yang diinginkan. Model pembelajaranSCL, pada saat ini diusulkan menjadi model pembelajaran yang sebaiknyadigunakan karena memiliki beberapa keunggulan yaitu: (1) peserta didik akan dapatmerasakan bahwa pembelajaran menjadi miliknya sendiri karena siswa diberi kesempatan yangluas untuk berpartisipasi; (2) Siswa memiliki motivasi yang kuat untuk mengikuti kegiatan pembelajaran; (3) Adanya dialog dandiskusi untuk saling belajar-membelajarkan di antara siswa; (4) dapat menambah wawasan pikiran dan pengetahuan bagi pendidik karena sesuatu yang dialami dan disampaikan siswa mungkin belum diketahui sebelumnya oleh guru (Hadi, 2007).Pembelajaran yang berbasis student center biasanya menuntut siswa untuk berpartisipasi aktif dengan guru sebagai fasilitator hendaknya mampu mengajak siswa terlibat dalam pembelajaran. Salah satu tindakan yang dapat dilakukan oleh guru dengan cara membawa media yang nyata atau kontekstual untuk memancing minat dan motivasi siswa.Guru seharusnya dapat memilih pendekatan pembelajaran yang mampu memotivasi siswa dengan menciptakan suasana belajar yang menyenangkan serta dapat menuntut keaktifan dari seluruh siswa, sehingga dapat mencapai hasil yang optimal. Salah satu pendekatan pembelajaran yang dapat digunakan adalah dengan pendekatan konstektual (Contextual Teaching And Learning). Pendekatan kontekstual merupakan suatu pendekatan yang menekankan pada proses keterlibatan siswa untuk menemukan materi yang dipelajarinya dan menghubungkan serta menerapkannya dalam kehidupan mereka sehari-hari. Dengan demikian, peran siswa dalam pembelajaran konstektual adalah sebagai subjek pembelajar yang menemukan dan membangun sendiri konsep-konsep yang dipelajarinya (Trianto, 2011).Trianto (2011:104) yang menyatakan bahwa pemanfaatan pembelajaran dengan pendekatan kontekstual akan menciptakan ruang kelas yang di dalamnya siswa akan menjadi peserta aktif bukan hanya pengamat yang pasif, dan bertanggungjawab terhadap belajarnya. Pembelajaran kontekstual juga dapat memotivasi siswa dalam belajar, karena pembelajaran dengan menggunakan pendekatan kontekstual akan menciptakan pembelajaran yang lebih berarti dan menyenangkan, dimana siswa dapat mempelajari materi pelajaran yang disajikan melalui konteks kehidupan mereka dan menemukan arti di dalam proses pembelajarannya. Selain itu pendekatan kontekstual dapat merangsang siswa untuk menemukan dan membangun sendiri konsep-konsep yang dipelajarinya serta menghubungkan dan menerapkannya dalam kehidupan mereka sehari-hari dengan melibatkan proses inkuiri. Inkuiri merupakan salah satu asas yang melandasi pelaksanaan proses pembelajaran dengan menggunakan pendekatan kontekstual (Sanjaya, 2013).Salah satu model pembelajaran yang mampu mendukung terciptanya kegiatan belajar mengajar dengan menggunakan pendekatan kontekstual (contextual teaching and learning) adalah model pembelajaran inkuiri terbimbing. Model inkuiri terbimbing adalah satu cara dalam pembelajaran berbasis inkuiri yang digunakan dalam pendidikan sains. Pembelajaran inkuiri terbimbing ini menekankan kepada proses mencari dan menemukan, dimana materi pelajaran tidak diberikan secara langsung. Peran siswa adalah mencari dan menemukan sendiri materi pelajaran, sedangkan guru berperan sebagai fasilitator dan pembimbing siswa untuk belajar (Sanjaya, 2013). Selain itu inkuiri terbimbing juga merupakan salah satu asas dari tujuh asas yang melandasi pelaksanaan proses pembelajaran dengan menggunakan pendekatan kontekstual, yakni: konstruktivisme (constructivism), inkuiri (inquiry), bertanya (questioning), masyarakat belajar (learning community), pemodelan (modeling), dan penilaian autentik (authentic assessment) (Sanjaya, 2013). Sund, seperti yang dikutip oleh Suryosubroto menyatakan bahwa discovery merupakan bagian dari inquiry, atau inquiry merupakan perluasan proses discovery yang digunakan lebih mendalam. Inkuiri yang dalam bahasa inggris inquiry, berarti pertanyaan, atau pemeriksaan, penyelidikan. Inkuiri sebagai suatu proses umum yang dilakukan manusia untuk mencari atau memahami informasi. Gulo (2002) menyatakan strategi inkuiri berarti suatu rangkaian kegiatan belajar yang melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan siswa untuk mencari dan menyelidiki secara sistematis, kritis, logis,analitis, sehingga mereka dapat merumuskan sendiri penemuannya dengan penuh percaya diri (Trianto, 2011). Pembelajaran inkuiri berarti dapat didefinisikan sebagai rangkaian kegiatan pembelajaran yang menekankan pada proses berpikir secara kritis dan analitis untuk mencari dan menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah yang dipertanyakan (Hamruni, 2012).Berkaitan dengan motivasi, Haury (1993) menyebutkan bahwa salah satu manfaat yang dapat diperoleh dari model inkuiri terbimbing adalah munculnya sikap keilmiahan siswa, misalnya sikap objektif, rasa ingin tahu yang tinggi, dan berpikir kritis, Jika model inkuiri terbimbing dapat mempengaruhi sikap keilmiahan siswa. Sesuai dengan teori curiosity Berlyne, rasa ingin tahu yang dimiliki siswa akan memberikan motivasi bagi siswa tersebut untuk mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang dihadapinya; yang tidak lain adalah motivasi untuk belajar. Dengan sikap keilmiahan yang baik, konsep-konsep dalam Sains lebih mudah dipahami oleh siswa. Begitu juga, dengan motivasi belajar yang tinggi, kegiatan pembelajaran Sains juga menjadi lebih mudah mencapai tujuannya, yaitu pemahaman konsep-konsep Sains. Jadi, ada hubungan yang kuat antara motivasi belajar dengan sikap keilmiahan yang terbentuk sebagai akibat dari penerapan model inkuiri terbimbing.Selain itu menurut Amelia (2013) dalam Sanjaya (2006) bahwa pembelajaran inkuiri terbimbing dapat meningkatkan konsentrasi siswa melalui metode ilmiah sehingga siswa dapat memperoleh kesimpulan yang benar. Guru pada saat pembelajaran selalu mendorong rasa keingintahuan siswa dengan memberi konflik kognitif yang kontekstual dan bersifat teka-teki sehingga siswa berminat dan memperhatikan materi yang akan diajarkan. Dengan demikian, maka siswa merasa termotivasi bahwa materi tersebut dapat memenuhi kebutuhannya, selanjutnya siswa akan termotivasi untuk mempelajarinya (Trisnawati, 2008). Dalam melaksanakan model inkuiri terbimbing guru harus selalu mendorong keberanian siswa terus menerus, memberikan bermacam-macam penguatan dan memberikan pengakuan dan kepercayaan bila siswa telah berhasil sehingga dapat meningkatakan motivasi belajar siswa (Dimyati dan Mudjiono, 2006: 245). Selain itu, guru harus memberi kesempatan pada siswa untuk menunjukkan kemampuan yang dimiliki kemudian selalu memberikan pujian atas upaya dan hasil belajar siswa untuk meningkatkan dan memelihara motivasi peserta didik guru dapat menggunakan penguatan (reinforcement) berupa pujian, pemberian kesempatan, dan sebagainya (Suciati, 2001).Sasaran utama kegiatan model inkuiri terbimbing adalah (1) keterlibatan siswa secara maksimal dalam proses kegiatan belajar, (2) keterarahan kegiatan secara logis dan sistematis pada tujuan pembelajaran, dan (3) mengembangkan sikap percaya pada diri siswa tentang apa yang ditemukan dalam proses inkuiri.Untuk menciptakan kondisi seperti itu, peranan guru adalah sebagai berikut:a. Motivator, memberi rangsangan agar siswa aktif dan bergairah berpikirb. Fasilitator, menunjukkan jalan keluar jika siswa mengalami kesultan.c. Penanya, menyadarkkan siswa dari kekeliruan yang mereka buat.d. Administrator, bertanggung jawab terhadap seluruh kegiatan kelas.e. Pengarah, memimpin kegiatan siswa untuk mencapai tujuan yang diharapkan.f. Manajer, mengelola sumber belajar, waktu, dan organisasi kelas.g. Rewarder, memberi penghargaan pada prestasi yang dicapai siswa (Trianto, 2011).Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam menggunakan model inkuiri terbimbing adalah sebagai berikut :1. Meningkatkan keterlibatan siswa dalam menemukan dan memproses bahan belajarnya2. Mengurangi ketergantungan siswa pada guru untuk mendapatkan pengalaman belajarnya3. Mealtih siswa untuk menggali dan memanfaatkan lingkungan sebagai sumber belajar yang tidak ada habisnya4. Memberi pengalaman belajar seumur hidup (Hamruni, 2012).Prinsip-prinsip pembelajaran inkuiri adalah :a. Berorientasi pada pengembangan intelektualPembelajaran inkuiri ini berorentasi pada hasil belajar dan berorentasi pada proses belajar. Karena itu, kriteria keberhasilan dari proses pembelajaran dengan menggunakan metode inkuiri tidak ditentukan oleh sejauh mana siswa dapat menguasai materi pelajaran,tetapi sejauh mana siswa beraktivitas mencari dan menemukan sesuatu melalui proses berpikir.b. Prinsip interaksiProses pembelajaran pada dasarnya adalah proses interaksi, baik interaksi antar siswa maupun interaksi siswa dengan guru, bahkan interaksi lingkungan. Berarti menempatkan guru bukan sebagai sumber belajar, tetapi sebagai pengatur lingkungan atau pengatur itu sendiri.c. Prinsip bertanyaPeran guru yang harus dilakukan dalam menggunakan metode inkuiri adalah guru sebagai penanya. Berbagai jenis dan teknik bertanya perlu dikuasai oleh setiap guru, apakah itu hanya bertanya hanya sekedar untuk meminta perhatian siswa, bertanya untuk melacak, bertanya untuk mengembangkan kemampuan, atau bertanya untuk menguji.d. Prinsip belajar untuk berpikirBelajar bukan hanya mengingat sejumlah fakta, belajar adalah proses berpikir (learning how to think), yakniproses mengembangkan potensi seluruh otak, baik otak kiri maupun otak kanan.e. Prinsip keterbukaanSiswa diberikan kebebasan untuk mencoba sesuai dengan perkembangan kemampuan logika dan nalarnya (Hamruni, 2012).Langkah-langkah yang ditempuh dalam penggunaan model inkuiri terbimbing sebagai berikut :a) Orientasi (langkah untuk membina suasana atau iklim pembelajaran yang responsif).b) Merumuskan masalah (merupakan langkah membawa siswa pada suatu persoalan yang mengandung teka-teki).c) Mengajukan hipotesis (jawaban sementara dari suatu permasalahan yang sedang dikaji).d) Mengumpulkan data(aktifitas menjaring informasi yang dibutuhkan untuk menguji hipotesis yang diajukan).e) Menguji hipotesis (proses penentuan jawaban yang dianggap diterima sesuai dengan data atau informasi yang diperoleh berdasarkan pengumpulan data (Hamruni, 2012).Adapun sintaks belajar melalui model inkuiri terbimbing tidak jauh berbeda dengan langkah-langkah kerja para ilmuwan dalam menemukan sesuatu. Adapun sintaks menurut Eggen & Kauchak (1996), tahapan pembelajaran inkuiri adalah sebagai berikut :No.FasePerilaku Guru

1. Menyajikan pertanyaan atau masalahGuru membimbing siswa mengidentifikasi masalah dan masalah dituliskan di papan tulis. Guru membagi siswa dalam kelompok.

2. Membuat hipotesisGuru memberikan kesempatan pada siswa untuk curah pendapat dalam membentuk hipotesis. Guru membimbing siswa dalam menentukan hipotesis yang relevan dengan permasalahan dan memprioritaskan hipotesis mana yang menjadi prioritas penyelidikan.

3. Merancang percobaanGuru memberikan kesempatan pada siswa untuk menentukan langkah-langkah yang sesuai dengan hipotesis yang akan dilakukan. Guru membimbing siswa mengurutkan langkah-langkah percobaan.

4. Melakukan percobaan untuk memperoleh informasiGuru membimbing siswa mendapatkan informasi melalui percobaan.

5. Mengumpulkan dan menganalisis dataGuru memberi kesempatan pada tiap kelompok untuk menyampaikan hasil pengolahan data yang terkumpul.

6. Membuat kesimpulanGuru membimbing siswa dalam membuat kesimpulan.

Adapun model inkuiri terbimbing memiliki kelebihan yaitu : Menekankan kepada pengembangan aspek kognitif, afektif, dan psikomotor secara seimbang, sehingga pembelajaran melalui metode ini dianggap lebih bermakna. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar sesuai dengan gaya belajar. Sesuai dengan perkembangan psikologi belajar modern yang menganggap belajar adalah proses perubahan tingkah laku lewat pengalaman. Mampu melayani kebutuhan siswa yang memiliki kemampuan di atas rata-rata, sehingga siswayang memiliki kemampuan belajar bagus tidak akan terhambat oleh siswa yang lemah dalam belajar (Hamruni, 2012).

VIII. KESIMPULAN DAN SARANA. KesimpulanMotivasi belajar merupakan salah satu aspek yang penting dalam proses pembelajaran. Siswa yang memiliki motivasi belajar tinggi akan memiliki tingkat berfikir tinggi yang menyebabkan hasil belajarnya tinggi pula. Guru sebagai fasilitator hendaknya dapat meningkatkan motivasi belajar siswa yang rendah. Hal tersebut dapat dilakukan dengan cara pemilihan cara mengajar yang tepat. Akar masalah dari dalam makalah ini adalah cara mengajar guru yang masih bersifat konvensional dan teacher center sehingga siswa cepat merasa bosan. Solusi yang diberikan adalah dengan mengganti cara mengajar dari teacher center menjadi student center. Selain itu, pembelajaran kontekstual dapat digunakan untuk meningkatkan motivasi siswa karena guru menyediakan media pemebalajaran yang nyata sehingga siswa menjadi penasaran dan mampu bersikap aktif selama pembelajaran. Pembelajaran kontekstual akan lebih efektif jika dihubungkan dengan model pembelajaran inkuiri terbimbing. Beberapa jurnal yang relevan menyatakan bahwa pembelajaran kontekstual dengan model inkuiri terbimbing mampu meningkatkan motivasi siswa. B. Saran1. Guru:a. Guru harus mampu memilih cara mengajar yang tepat bagi siswa agar motivasi siswa meningkat.b. Guru harus memahami bahwa siswalah peran utama dalam proses pembelajaran sehingga siswalah yang hendaknya bersikap aktif selama pembelajaran.c. Guru harus memahami materi yang akan disampaikan dengan matang, sehingga kegiatan belajar mengajar dapat berjalan dengan baik dan lancar.2. Siswa:a. Siswa sebagai peran utama dalam pembelajaran harus mampu bersikap aktif selama pembelajaran berlangsungb. Siswa harus menghormati guru sebagai pihak yang dianggap lebih tua.c. Siswa harus memahami peran guru sebagai fasilitator bukan sumber utama belajar sehingga siswa disarankan untuk mencari sumber belajar lainnya.3. Peneliti:Makalah yang kami buat dapat dilakukan penelitian lebih lanjut guna meningkatkan mutu pendidikan menggunakan pembelajaran kontekstual dengan model inkuiri.

DAFTAR PUSTAKA

Hadi, R. (2007). Dari Teacher-Center Learning Ke Student Center Learning : Perubahan Metode Pembelajaran di Perguruan Tinggi . Jurnal Pemikiran Alternatif Pendidikan , 2-4.Hamruni. (2012). Strategi Pembelajaran. Yogyakarta: Insan Madani.Haury, L. David. (1993). Teaching Science Through Inquiry. Columbus, OH: ERIC Clearinghouse for Science, Mathematics, and Environment Education. (ED359048)Ruseffendi, E. T. (2005). Dasar-Dasar Matematika Modern dan Komputer untuk Guru Edisi 5. Bandung: Tarsito.Sanjaya, W. (2013). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Prenadamedia Group.Trianto. (2011). Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik. Jakarta: Prestasi Pustaka.

DOKUMENTASI