retinopati diabetika

29
BAB I PENDAHULUAN Retinopati diabetes adalah suatu mikroangiopati progresif yang ditandai oleh kerusakan dan sumbatan pembuluh darah kecil di retina pada penderita diabetes mellitus. Retinopati akibat diabetes mellitus dapat berupa aneurisma, melebarnya vena, perdarahan, dan eksudat lemak. Hiperglikemia kronik, hipertensi, hiperkolesterolemia, dan merokok merupakan faktor resiko timbul dan berkembangnya retinopati diabetes. Orang muda dengan diabetes mellitus tipe I (dependen-insulin) baru mengalami retinopati sekitar 3 – 5 tahun setelah awitan penyakit sistemik ini. Pasien diabetes mellitus tipe II (non dependen-insulin) dapat sudah mengalami retinopati pada saat diagnosis ditegakkan dan mungkin retinopati merupakan manifestasi diabetes yang tampak saat itu. Retinopati diabetes merupakan penyulit yang penting dan sering menjadi masalah kesehatan penyerta pada pasien diabetes mellitus. Insidensi penyakit ini cukup tinggi yaitu mencapai 40 – 50 % dari penderita diabetes dan sering terjadi pada usia produktif. Di Amerika Serikat, kebutaan akibat retinopati diabetes mencapai 5000 orang per tahunnya, sedangkan di inggris retinopati diabetes merupakan penyebab kebutaan nomor empat dari seluruh penyebab kebutaan. 1

Upload: amandafriska

Post on 10-Nov-2015

58 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

mata

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUANRetinopati diabetes adalah suatu mikroangiopati progresif yang ditandai oleh kerusakan dan sumbatan pembuluh darah kecil di retina pada penderita diabetes mellitus. Retinopati akibat diabetes mellitus dapat berupa aneurisma, melebarnya vena, perdarahan, dan eksudat lemak. Hiperglikemia kronik, hipertensi, hiperkolesterolemia, dan merokok merupakan faktor resiko timbul dan berkembangnya retinopati diabetes. Orang muda dengan diabetes mellitus tipe I (dependen-insulin) baru mengalami retinopati sekitar 3 5 tahun setelah awitan penyakit sistemik ini. Pasien diabetes mellitus tipe II (non dependen-insulin) dapat sudah mengalami retinopati pada saat diagnosis ditegakkan dan mungkin retinopati merupakan manifestasi diabetes yang tampak saat itu.

Retinopati diabetes merupakan penyulit yang penting dan sering menjadi masalah kesehatan penyerta pada pasien diabetes mellitus. Insidensi penyakit ini cukup tinggi yaitu mencapai 40 50 % dari penderita diabetes dan sering terjadi pada usia produktif. Di Amerika Serikat, kebutaan akibat retinopati diabetes mencapai 5000 orang per tahunnya, sedangkan di inggris retinopati diabetes merupakan penyebab kebutaan nomor empat dari seluruh penyebab kebutaan. Prognosis penyakit ini kurang baik terutama bagi penglihatan.

Retinopati diabetes diklasifikasikan menjadi dua yaitu retinopati diabetes nonproliferatif dan proliferatif. Retinopati diabetes nonproliferatif ditandai dengan terdapatnya mikroaneurisma, edema, eksudasi lipid, dan perubahan pada pembuluh darah vena. Retinopati diabetes proliferatif ditandai dengan neovaskularisasi, perdarahan retina, dan perdarahan vitreous. Retinopati diabetes proliferatif lebih sering ditemukan pada penderita diabetes muda yang sukar dikontrol. BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1. DefinisiRetinopati Diabetik merupakan kelainan retina yang ditemukan pada penderita diabetes mellitus dimana retinopati akibat diabetes melitus yang lama dapat berupa melebarnya vena, perdarahan dan eksudat lemak. Pada retinopati diabetik secara perlahan terjadi kerusakan pembuluh darah retina atau lapisan saraf mata sehingga mengalami kebocoran sehingga terjadi penumpukan cairan (eksudat) yang mengandung lemak serta pendarahan pada retina yang lambat laun dapat menyebabkan penglihatan buram, bahkan kebutaan.

Gambar 1. Normal Retina dibanding Retinopati DiabetikII.2 EpidemiologiOrganisasi Kesehatan Dunia (WHO) tahun 2004 melaporkan, 4,8 persen penduduk di seluruh dunia menjadi buta akibat retinopathy DM. Dalam urutan penyebab kebutaan secara global, retinopathy DM menempati urutan ke-4 setelah katarak, glaukoma, dan degenerasi makula (AMD= age-related macular degeneration).

Angka kejadian retinopathy DM diabetik dipengaruhi tipe diabetes melitus (DM) dan durasi penyakit. Pada DM tipe I (insuln dependent atau juvenile DM ), yang disebabkan oleh kerusakan sel beta pada pankreas, umumnya pasien berusia muda (kurang dari 30 tahun), retinopati diabetik ditemukan pada 13 persen kasus yang sudah menderita DM selama kurang dari 5 tahun, yang meningkat hingga 90 persen setelah DM diderita lebih dari 10 tahun.

Pada DM tipe 2 (non-insulin dependent DM), yang disebabkan oleh resistennya berbagai organ tubuh terhadap insulin (biasanya menimpa usia 30 tahun atau lebih), retinopati diabetik ditemukan pada 24-40 persen pasien penderita DM kurang dari 5 tahun, yang meningkat hingga 53-84 persen setelah menderita DM selama 15-20 tahun.II.3 Etiopatogenesis

Penyebab pasti retinopati diabetik belum diketahui. Tetapi diyakini bahwa lamanya terpapar terhadap keadaan hiperglikemia dapat menyebabkan perubahan fisiologis dan biokimia yang akhirnya menyebabkan kerusakan endotel pembuluh darah. Perubahan abnormalitas sebagian besar anatomis, hematologi dan biokimia telah dihubugkan dengan prevalensi dan beratnya retinopati antara lain:

Perubahan anatomis

Capilaropathy

Degenerasi dan hilangnya sel-sel perisit

Proliferasi sel endotel

Penebalam membrane basalis

Sumbatan microvaskuuler

Arteriovenous shunts

Intraretinal microvascular abnormalities (IRMA)

Neovaskularisasi

Angiogenic growth factor yang menyebabkan pembentukan pembuluh darah baru pada retina dan discus opticus (pada proliferative DR) atau pada iris (rubeosis iridis)

Perubahan hematologi:

Peningkatan sifat agregasi trombosit dan peningkatan agregasi eritrosit yang meningkatkan abnormalitas serum dan viskositas darah.

Abnormalitas lipid serum

Fibrinolisis yang tidak sempurna

Abnormalitas dari sekresi growth hormone

Perubahan biokimia

Jalur poliol

Hiperglikemia yang berlangsung lama akan menyebabkan produksi berlebihan serta akumulasi dari poliol, yaitu senyawa gula dan alcohol, dalam jaringan termasuk dilensa dan saraf optic. Salah satu sifat dari senyawa poliol adalah tidak dapat melewati membrane basalis sehingga akan tertimbun dalam jumlah banyak didalam sel. Senyawa poliol menyebabkan penigkatan tekanan osmotic sel dan menimbulkan gangguan morfologi maupun fungsional sel.

Glikasi nonenzimatik

Glikasi nonenzimatik terhadap protein dan DNA yang terjadi selama hiperglikemi dapat menghambat aktivitas enzim dan keutuhan DNA. Protein yang teroglikosilasi membentuk radikal bebas dan akan menyebabkan perubahan fungsi sel.

Protein kinase C

Protein kinase C (PKC) diketahu memiliki pengaruh terhadap pemeabilitas vascular, kontraktilitas, sintesi membrana basalis dan proliferasi sel vascular. Dalam kondisi hiperglikemia aktivitas PKC di retina dan sel endotel meningkat akibat peningkatan sintesi de novo dari diasilgliserol, suatu regulator PKC yang berasal dari glukosa.

Faktor lain yang terkait dengan diabetes mellitus yang dapat mempengaruhi prognosis dari retinopati diabetik seperti;

Arteriosklerosis dan hipertensi

Hipoglikemia atau trauma yang dapat menimbulkan perdarahan mendadak

Hiperlipoproteinemi, mempengaruhi arteriosklerosis, sehingga mempercapat perjalanan penyakit

Kehamilan pada penderita diabetes juvenile yang tergantung pada insulin dapat menimbulkan perdarahan dan proliferasi.

II.4 Klasifikasi Ada dua jenis retinopati diabetik yang menyerang manusia. Pertama, nonproliferatif dan proliferatif. Untuk jenis pertama, yakni nonproliferatif dikenal sebagai cikal bakal dari retinopati diabetik.Jenis ini merupakan bentuk yang paling umum. Ciri nonproliferatif ditandai dengan dinding pembuluh darah pada retina melemah dan beberapa tonjolan kecil muncul pada dining pembuluh tersebut.

Sementara jenis kedua, yakni proliferatif merupakan bentuk lanjut dari diabetik nonproliferatif. Retinopati berubah menjadi proliferatif bila terjadi pertumbuhan pembuluh darah abnormal yang baru pada retina atau pada syaraf optik. Pembuluh darah abnormal tersebut juga dapat tumbuh dalam vitreus humor.

II.4.1 Retinopati Diabetik Non Proliferatif (NPDR)Retinopati diabetik nonproliferatif (NPDR/Nonproliverative diabetik retinopathy) merupakan bentuk yang paling sering ditemukan pada retinopati diabetik.II.4.1.1 PathogenesisRetinopati diabetik adalah suatu mikroangiopati progresif yang ditandai oleh krusakan dan sumbatan pembuluh-pembuluh kecil. Kelainan patologik yang paling dini adalah penebalan membran basal endotel kapiler dan berkurangnya jumlah perisit. Kapiler membentuk kantung-kantung kecil menonjol seperti titik-titik yang disebut mikroaneurisma. Perdarahan akan berbentuk nyala api karena lokasinya berada di dalam lapisan serat saraf yang berorientasi horizontal.

Manifestasi klinis dari retinopati diabetik disebabkan oleh kombinasi dari faktor sistemik dan okuler. Gejala retina diakibatkan adanya kerusakan dari sel glial retina, neuron, dan sel vaskuler retina. Sebagai contoh, faktor yang berperan terhadap kebocoran vaskuler (seperti vascular endothelial growth factor) berasal dari neuron dan sel glial. Kehilangan penglihatan disebabkan oleh kerusakan langsung maupun tidak langsung terhadap neuron. Sebagai tambahan, faktor sistemik, seperti hipertensi atau overload cairan akan meningkatkan tekanan hidrostatik dan meningkatkan kecendrungan bocornya vaskuler.II.4.1.2 Gejala Retinopati Diabetik Non Proliferatif

Kebanyakan orang dengan NPDR tidak mengalami gejala ataupun dengan gejala yang minimal pada fase preklinik sebelum masa dimana telah tampak lesi vaskuler melalui ophtalmoskopi. Pasien biasanya tidak mengeluhkan penurunan penglihatan hingga retinopati nonproliferatif moderat berkembang dengan adanya onset edema atau iskemia pada macula.II.4.1.3 Gambaran Klinis Retinopati Diabetik Non ProliferatifPada fase preklinis, evaluasi klinis standar dengan ophtalmoskopi dan angiography fluoroscein masih normal. Akan tetapi, pasien mungkin memiliki gangguan fungsi retina sebagaimana dibuktikan dengan pemeriksaan elektroretinography, sensitivitas kontras, atau pemeriksaan penglihatan warna. NPDR ditandai oleh keberadaan mikroaneurisma, perdarahan intraretina, exudat lipid, dan cotton woll spots. Ketika kondisi memburuk, vasodilatasi semakin meningkat dan vaskuler menjadi semakin berkelok-kelok. Sirkulasi retina secara normal meregulasi suplai darah untuk memenuhi kebutuhan metabolic, seperti pada otak. Namun pada retinopathy yang progresif mekanisme regulasi ini berlebihan, terutama dengan peningkatan tekanan darah sistemik, cairan intravaskuler overload, atau hipoalbuminemia. Kemudian dinding pembuluh darah bocor, sehingga edema terkumpul pada edema (edema macula), yang ditandai dengan ruang cystic, penebalan retina, dan deposit lipoprotein (hard exudates).

Gambar 2. Penemuan klinis pada Retinopati diabetik nonproliferative termasuk mikroaneurisma, perdarahan intraretina, dan exudat lemak

Gambar 3. Cotton wool spots umum terlihat pada pasien diabetik retinopathy. Gambaran Ini terlihat akibat adanya mikroinfark pada lapisan serat saraf.

Edema macula terkait dengan kasus kehilangan penglihatan pada NPDR. Istilah Edema macula bermakna klinis (CSME/Clinically significant macula edema) digunakan untuk mendeskripsikan mata yang beresiko mengalami kehilangan penglihatan terkait dengan edema macula. Edema macula bermakna klinis didefinisikan jika ditemukan salah satu dari tanda berikut ini : penebalan retina pada atau dalam jarak 500m dari pusat macula, exudat lipid pada atau dalam jarak 500m dari pusat macula disertai dengan penebalan retina disekitarnya, dan penebalan retina lebih besar dari 1 diskus diameter (DD) dalam jarak 1DD dari pusat macula.

Gambar 4. Penyebab utama gangguan penglihatan pada pasien dengan NPDR adalah edema macula. Edema macula disebabkan oleh adanya kebocoran vaskuler dan ischemia.

Mata dengan NPDR yang berat memiliki salah satu dari gambaran klinis dibawah ini : perdarahan bintik (dot blot haemorrhage) pada , venous beading (penggelembungan vaskuler), dan abnormalitas mikrovaskuler intraretina pada 1 kuadran.

II.4.1.4 Pemeriksaan Penunjang Retinopati Diabetik Non ProliferatifAngiography fluorescein dapat dilakukan untuk menentukan derajat perfusi macula dan mengidentifikai lokasi dan perluasan dari lesi yang dapat disembuhkan pada pasien dengan CSME.II.4.1.5 Penanganan/PrognosisNon ProliferatifManifestasi fisiologis dari penjelasan gejala diatas merupakan prinsip dari terapi. Pertama, pengendalian metabolik sistemik primer harus dioptimalkan. Diabetes Control and Complication Trial (DCCT) telah mengkonfirmasi manfaat dari pengendalian gula darah intensif dalam mengurangi perkembangan dan progresi retinopati diabetik pada seseorang dengan DM tipe 1. Hasil serupa telah dibuktikan pada pasien dengan DM tipe 2. Kedua, faktor resiko kardiovaskuler lainnya (hipertensi, overload cairan, hyperlipidemia, dan anemia ) harus dapat diatasi. Ketiga, proses okuler lokal akibat kebocoran vaskuler dapat diatasi dengan laser fotokoagulasi. Pada mata dengan CSME, Early Treatment Diabteic Retinopathy Study (Penelitian Penanganan Dini Retinopati Diabetik) menunjukkan bahwa laser fotokoagulasi makula mengurangi resiko kehilangan penglihatan moderat dengan persentasi lebih 50%. Fotokoagulasi makula untuk CSME melibatkan penanganan laser fokal untuk mikroaneurisma yang bocor dan laser fotokagulasi berpola garis pada edema makula difus.II.4.2 Retinopati Diabetik Proliferatif

II.4.2.1 Patogenesis Retinopati Diabetik Proliferatif

Retinopati berubah menjadi proliferatif bila terjadi pertumbuhan pembuluh darah abnormal yang baru pada retina atau pada syaraf optik. Pembuluh darah abnormal tersebut juga dapat tumbuh dalam vitreus humor , yaitu zat bening yang mirip agar-agar yang mengisi bagian mata.

II.4.2.2 Gejala Retinopati Diabetik Proliferatif

Pada stadium ini, penderita masih dapat asimptomatik dan penatalaksanaan laser perlu dilakukan jika retinopati dapat ter-diagnosis. Jikalau tidak, pembuluh-pembuluh darah ini akan tumbuhke dalam rongga vitreum dan berdarah akibat tarikan dan pergeseran korpus vitreum: Dengan adanya darah dalam korpus vitreum, penderita mengeluh melihat banyak 'apungan dan mengalami penurunan tajam penglihatan.

Jaringan fibrous biasanya menyertai pembuluh darah baru dan kontraksinya dapat menyebabkan ablasio atau terputusnya retinaII.4.2.3 Manifestasi Klinis Retinopati Diabetik Proliferatif

Neovaskularisasi adalah ciri dari PDR. Hal ini paling sering terjadi di dekat disk optik (neovaskularisasi [NVD] disc) atau dalam 3 diameter cakram pembuluh retina utama (neovaskularisasi tempat lain [NVE]).

Gambar 5. Pembentukan kapal baru pada permukaan retina (neovaskularisasi tempat lain)Perdarahan Preretinal muncul sebagai kantong-kantong darah di dalam ruang potensial antara retina dan wajah hyaloid posterior. Seperti kolam darah di dalam ruang ini, mereka dapat muncul berbentuk perahu.

Gambar 6. Berbentuk perahu perdarahan preretinal terkait dengan neovaskularisasi tempat lain.Perdarahan ke dalam vitreous dapat muncul sebagai kabut difus atau sebagai gumpalan gumpalan darah dalam gel. Proliferasi jaringan fibrovascular biasanya terlihat dikaitkan dengan kompleks neovascular dan mungkin juga muncul ketika pembuluh avaskular telah kemunduran.

Gambar 7. Proliferasi Fibrovascular dalam rongga vitreous

Gambar 8. Proliferasi ekstensif fibrovascular dalam dan di sekitar disk optikTraksi ablasio retina biasanya muncul tenda berdiri, bergerak, dan cekung, dibandingkan dengan ablasio retina rhegmatogenous, yang bulosa, mobile, dan cembung. II.5 Pemeriksaan KlinisII.5.1 Anamnesis

Pada tahap awal retinopathy DM tidak didapatkan keluhan. Pada tahap lanjut dari perjalanan penyakit ini, pasien dapat mengeluhkan penurunan tajam penglihatan serta pandangan yang kabur.

II.5.2 Pemeriksaan oftalmologi

Temuan pemeriksaan oftalmologi pada retinopathy DM dapat dibagi menurut Diabetic Retinopathy Severity Scale :

Tidak tampak adanya tanda-tanda retinopathy Nonproliferative retinopathy

Retinopathy DM merupakan progressive microangiopathy yang mempunyai karakteristik pada kerusakan pembuluh darah kecil dan oklusi. Kelainan patologis yang tampak pada awalnya berupa penebalan membran basement endotel kapiler dan reduksi dari jumlah perisit. Kapiler berkembang dengan gambaran dot-like outpouchings yang disebut mikroaneurisma. Perdarahan dengan gambaran flame-shaped tampak jelas.

Mild nonproliferative retinopathy ditandai dengan ditemukannya minimal 1 mikroaneurisma. Pada moderate nonproliferative retinopathy terdapat mikroaneurisma ekstensif, perdarahan intra retina, venous beading, dan/ atau cotton wool spots. Kriteria lain juga menyebutkan pada Mild nonproliferative retinopathy: kelainan yang ditemukan hanya adanya mikroaneurisma dan moderate nonproliferative retinopathy dikategorikan sebagai kategori antara mild dan severe retinopathy DM. Severe nonproliferative retinopathy ditandai dengan ditemukannya cotton-wool spots, venous beading, and intraretinal microvascular abnormalities (IRMA). Hal tersebut didiagnosis pada saat ditemukan perdarahan retina pada 4 kuadran, venous beading dalam 2 kuadran atau IRMA pada 1 kuadran. Kriteria lain menyebutkan proliferative diabetic retinopathy dikategorikan jika terdapat 1 atau lebih: neovaskularisasi (seperti pada : iris, optic disc, atau di tempat lain), atau perdarahan retina/ vitreus. Proliferative Retinopathy

Komplikasi yang terberat dari DM pada mata pada proliferative diabetic retinopathy. Iskemia retina yang progresif menstimulasi pembentukan pembuluh darah baru yang menyebabkan kebocoran serum protein yang banyak. Early proliferative diabetic retinopathy memiliki karakteristik munculnya pembuluh darah baru pada papila nervi optikus (new vessels on the optic disk (NVD)) atau pada tempat lain di retina. Kategori high-risk ditandai dengan pembuluh darah baru pada papila yang meluas melebihi satu per tiga dari diameter papila, pembuluh darah tersebut berhubungan dengan perdarahan vitreus atau pembuluh darah baru manapun di retina yang meluas melebihi setengah diameter papila dan berhubungan dengan perdarahan vitreus.Pembuluh darah baru yang rapuh berproliferasi pada sisi posterior dari vitreus dan tampak terangkat ketika vitreus mulai menarik retina. Apabila terjadi perdarahan maka perdarahan vitreus yang masif akan menyebabkan hilangnya penglihatan yang mendadak. Resiko berkembangnya neovaskularisasi dan perdarahan retina dimulai ketika terjadinya complete posterior vitreous detachment. Pada mata dengan proliferative diabetic retinopathy dan adhesi vitreoretinal yang persisten dapat berkembang proses fibrotik dan membentuk ikatan fibrovaskular yang menyebabkan traksi vitreoretina. Hal tersebut dapat menyebabkan progressive traction retinal detachment atau apabila terjadi robekan retina maka telah terjadi rhegmatogenous retinal detachment.

Perkembangan selanjutnya dari DM pada mata yaitu dapat terjadi kompllikasi: iris neovascularization (rubeosis iridis) dan neovascular glaucoma. Proliferative diabetic retinopathy berkembang pada 50% penderita diabetes tipe I dalam waktu 15 tahun sejak timbulnya penyakit sistemik mereka. Hal ini kurang lazim pada penderita diabetes tipe II, tetapi karena ada lebih banyak pasien dengan diabetes tipe II, lebih banyak pasien dengan proliferative diabetic retinopathy memiliki tipe II dari tipe I diabetes.

Gambar 9. Moderate nonproliferative diabetic retinopathy dengan mikroaneurisma dan cotton-wool spots

Gambar 10. Proliferative Diabetic Retinopathy dengan neovaskularisasi dan scattered microaneurysm

Gambar 11. Proliferative Diabetic Retinopathy dengan neovaskularisasi pada diskus optikus II.6 Pemeriksaan PenunjangII.6.1 LaboratoriumGlukosa puasa dan Hemoglobin A1c (HbA1c) merupakan tes laboratorium yang sangat penting yang dilakukan untuk membantu mendiagnosis diabetes. Kadar HbA1c juga penting pada follow-up jangka panjang perawatan pasien dengan diabetes dan retinopati diabetik. Mengontrol diabetes dan mempertahankan level HbA1c pada range 6-7% merupakan sasaran pada manajemen optimal diabetes dan retinopati diabetik. Jika kadar normal dipertahankan, maka progresi dari retinopati diabetik bisa berkurang secara signifikan.II.6.2 PencitraanAngiografi fluoresensi fundus (Fundus Fluorescein Angiography (FFA) merupakan pemeriksaan tambahan yang tidak terhingga nilainya dalam diagnosis dan manajemen retinopathy DM :

Mikroaneurisma akan tampak sebagai hiperfluoresensi pinpoint yang tidak membesar tetapi agak memudar pada fase akhir tes.

Perdarahan berupa noda dan titik bisa dibedakan dari mikroaneurisma karena mereka tampak hipofluoresen.

Area yang tidak mendapat perfusi tampak sebagai daerah gelap homogen yang dikelilingi pembuluh darah yang mengalami oklusi.

IRMA (Intra Retinal Microvascular Abnormality) tampak sebagai pembuluh darah yang tidak bocor, biasanya ditemukan pada batas luar retina yang tidak mendapat perfusi.

Gambar 12. Gambaran FFA pada Retinopathy DM

(www.kenteyesurgery.co.uk/a-z-of-eyes-view.php?/diabetic-retinopathy)

II.6.3 Tes lainnyaTes yang lain meliputi optical coherence tomography (OCT), yang menggunakan cahaya untuk menghasilkan bayangan cross-sectional dari retina.Uji ini digunakan untuk menentukan ketebalan retina dan ada atau tidaknya pembengkakan di dalam retina akibat tarikan vitreomakular. Tes ini juga digunakan untuk diagnosis dan penatalaksanaan edema makular diabetik atau edema makular yang signifikan secara klinis.

Gambar 13.Optical Coherence Tomography Menunjukaan Abnormalitas Ketebalan Retina (revophth.com)II.7 PenatalaksanaanII.7.1Perawatan Medis

Pengendalian glukosa: pengendalian glukosa secara intensif pada pasien dengan DM tergantung insulin (IDDM) menurunkan insidensi dan progresi retinopathy DM. Walaupun tidak ada uji klinis yang sama untuk pasien dengan DM tidak tergantung insulin (NIDDM), sangat logis untuk mengasumsikan bahwa prinsip yang sama bisa diterapkan. Faktanya, ADA menyarankan bahwa semua diabetes (NIDDM dan IDDM) harus mempertahankan level hemoglobin terglikosilasi kurang dari 7% untuk mencegah atau paling tidak meminimalkan kompilkasi jangka panjang dari DM termasuk retinopathy DM.

The Early Treatment for Diabetic Retinopathy Study (ETDRS) menemukan bahwa 650 mg aspirin setiap harinya tidak memberikan keuntungan dalam pencegahan progresi retinopati diabetik. Sebagai tambahan, aspirin tidak diobservasi dalam mempengaruhi insidensi perdarahan vitreus pada pada pasien yang memerlukannya untuk penyakit kardiovaskular atau kondisi yang lain.

II.7.2 Terapi Bedah

Diperkenalkannya fotokoagulasi laser pada tahun 1960an dan awal 1970an menyediakan modalitas terapi noninvasif yang memiliki tingkat komplikasi yang relatif rendah dan derajat kesuksesan yang signifikan. Metodenya adalah dengan mengarahkan energi cahaya dengan fokus tinggi untuk menghasilkan respon koagulasi pada jaringan target. Pada nonproliferative diabetic retinopathy (NPDR), terapi laser diindikasikan pada terapi CSME. Strategi untuk mengobati edema macular tergantung dari tipe dan luasnya kebocoran pembuluh darah.

Jika edema adalah akibat dari kebocoran mikroaneurisma spesifik, pembuluh darah yang bocor diterapi secara langsung dengan fotokoagulasi laser fokal.

Pada kasus dimana fokus kebocoran tidak spesifik, pola grid dari laser diterapkan.

Terapi lainnya yang potensial untuk diabetic macular edema (DME) meliputi intravitreal triamcinolone acetonide (Kenalog) dan bevacizumab (Avastin). Kedua medikasi ini bisa menyebabkan penurunan atau resolusi macular edema.

Fokus pengobatan bagi pasien retinopathy DM non proliferative tanpa edema makula adalah pengobatan terhadap hiperglikemia dan penyakit sistemik lainnya. Terapi laser argon fokal terhadap titik-titik kebocoran retina pada pasien yang secara klinis menunjukkan edema bermakna dapat memperkecil resiko penurunan penglihatan dan meningkatkan fungsi penglihatan. Sedangkan mata dengan edema makula diabetik yang secara klinis tidak bermakna maka biasanya hanya dipantau secara ketat tanpa terapi laser.

Untuk proliferative retinopathy DM biasanya diindikasikan pengobatan dengan fotokoagulasi panretina laser argon, yang secara bermakna menurunkan kemungkinan perdarahan masif korpus vitreum dan pelepasan retina dengan cara menimbulkan regresi dan sebagian kasus dapat menghilangkan pembuluh-pembuluh baru tersebut. Kemungkinan fotokoagulasi panretina laser argon ini bekerja dengan mengurangi stimulus angiogenik dari retina yang mengalami iskemik. Tekniknya berupa pembentukan luka-luka bakar laser dalam jumlah sampai ribuan yang tersebar berjarak teratur di seluruh retina, tidak mengenai bagian sentral yang dibatasi oeh diskus dan pembuluh vaskular temporal utama.

Di samping itu peran bedah vitreoretina untuk proliferative retinopathy DM masih tetap berkembang, sebagai cara untuk mempertahankan atau memulihkan penglihatan yang baik.

Gambar 14. Laser Fotokoagulasi (emedicine.medscape.com)II.7.3 Diet

Diet makan yang sehat dengan makanan yang seimbang penting untuk semua orang dan terutama untuk pasien diabetes.Diet seimbang bisa membantu mencapai pengontrolan berat badan yang lebih baik dan juga pengontrolan diabetes.

II.7.4 Aktivitas

Mempertahankan gaya hidup sehat dengan olah raga yang teratur penting untuk semua individu, terutama individu dengan diabetes.Olah raga bisa membantu dengan menjaga berat badan dan dengan absorpsi glukosa perifer.Hal ini dapat membantu meningkatkan kontrol terhadap diabetes, dan dapat menurunkan komplikasi dari diabetes dan retinopathy DM.

II.7.5 Medikamentosa

Beberapa obat-obatan yang belum resmi digunakan untuk terapi retinopati diabetik.Obat-obatan ini dimasukkan ke dalam mata melalui injeksi intravitreus. Intravitreal triamcinolone digunakan dalam terapi edema makular diabetik.

Uji klinis dari Diabetic Retinopathy Clinical Research Network (DRCR.net) menunjukkan bahwa, walaupun terjadi penurunan pada edema makular setelah triamcinolone intravitreal tetapi efek ini tidak secepat yang dicapai dengan terapi laser fokal. Sebagai tambahan, triamcinolone intravitreal bisa memiliki beberapa efek samping, seperti respon steroid dengan peningkatan tekanan intraocular dan katarak.

Obat-obatan lain yang digunakan pada praktek klinis dan uji klinis meliputi bevacizumab intravitreal (Avastin) dan ranibizumab (Lucentis).Obat-obatan ini merupakan fragmen antibodi dan antibodi VEGF. Mereka bisa membantu mengurangi edema makular diabetic dan juga neovaskularisasi diskus atau retina. Kombinasi dari beberapa obat-obatan ini dengan terapi laser fokal sedang diinvestigasi dalam uji klinis.

II.8 Perjalanan Klinis Dan Prognosis

Pasien DRNP minimal dengan hanya ditandai mikroaneurisma yang jarang memiliki prognosis baik sehingga cukup dilakukan pemeriksaan ulang setiap 1 tahun.

Pasien yang tergolong DRNP sedang tanpa disertai oedema macula perlu dilakukan pemeriksaan ulang setiap 6-12 bulan karena sering bersifat progresif.

Pasien DRNP derajat ringan sampai sedang dengan disertai edema macula yang secara klinik tidak signifikan perlu dilakukan pemeriksaan ulang setiap 4-6 bulan karena dapat berkembang menjadi clinically significant macular edema (CSME).

Untuk pasien DRNP dengan CSME harus dilakukan fotokoagulasi. Dengan terapi fotokoagulasi, resiko kebutaan untuk grup pasien ini dapat berkurang 50%.

Pasien DRNP berat beresiko tinggi untuk menjadi DRP. Separuh dari pasien DRNP berat akan berkembang menjadi DRP dalam 1 tahun adalah 75% dimana 45% diantaranya tergolong DRP resiko tinggi. Oleh sebab itu pasien DRNP sangat berat perlu dilakukan pemeriksaan ulangan tiap 3-4 bulan.

Pasien dengan DRP resiko tinggi harus segera diterapi fotokoagulasi. Teknik yang dilakukan adalah scatter photocoagulation

Pasien DRP resiko tinggi yang disertai CSME terapi mula-mula menggunakan metode focal atau panretinal (scatter). Oleh karena metode fotokoagulasi metode panretina dapat menimbulkan eksaserbasi dari edema macula, maka untuk terapi dengan metode ini harus dibagi menjadi 2 tahapDAFTAR PUSTAKA

1. Rahmawaty R. 2007. Diabetik Retinopati. Departemen Ilmu Kesehatan Mata, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara: Medan. http://repository.usu.ac.id/ bitstream/ 123456789/1898/1/rodiah.pdf2. Kanski, Jack J. 2011. Clinical ophtalmology. Toronto: Butterworth Heinemann. 3. Ilyas S. 2006. Ilmu penyakit mata. FK UI: Jakarta 4. Vaughan DG, Asbury T, Eva PR. 2000. Oftalmologi Umum, Edisi 14, Widya Medika,Jakarta5. Abdhish R Bhavsar, MD, Diabetic Retinopathy, 2011.http://emedicine.medscape.com/article/1225122-overview. Diakses pada tanggal 22 September 2014.6. Retinopati Diabetik. http://rsisultanagung.co.id/v1.1/index.php?view=article&catid=5%3Akesehatan&id=725%3Adiabetik-retinopati-komplikasi-pandangan-mata-para-diabetisi&format=pdf&option=com_content&Itemid=22. diakses tanggal 22 September 20147. Sitompul R. 2011. Retinopati Diabetik. Departemen Ilmu Kesehatan Mata, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia: J Indon Med Assoc, Volum: 61. Jakarta http://indonesia.digitaljournals.org8. American Diabetes Association. 2010. Standards of medical care in diabetes. Diabetes Care.9. American Academy of Ophthalmology. 2008. Preferred Practice Patern for Diabetic Retinopathy.10. Wijana Nana S,D, Ilmu Penyakit Mata, Cetakan ke 6, Abdi Tegal.JakartaPAGE 1