resusitasi neonatus

Upload: gwknanda

Post on 10-Oct-2015

67 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUANBayi baru lahir mengalami perubahan fisiologis yang dramatis dalam menit pertama sampai beberapa jam setelah dilahirkan. Perubahan fisiologis pada bayi ini diakibatkan oleh transisi dari lingkungan intrauterine menjadi lingkungan ekstrauterine. Pada saat bayi di lingkungan intrauterine, pertukaran gas dan sirkulasi dibantu oleh plasenta. Sedangkan di luar uterus, bayi memiliki sistem cardiopulmonary yang independen. 1Setiap tahunnya 136 milyar bayi lahir di seluruh dunia. Pada setiap bayi baru lahir, dapat dilakukan APGAR scoring dan scoring yang lain untuk menilai vitalitas dari bayi. Kurang lebih 5-10% dari bayi yang lahir setiap tahunnya memerlukan rangsangan sederhana untuk membantu mereka bernafas, 3-5% membutuhkan resusitasi dasar, dan 60 kali/menit) terjadi pada hipoksemia, hipovolemia, asidosis (metabolik dan respiratorik), perdarahan CNS, kebocoran gas paru, kelainan paru (hyalin membrane disease, sindrom aspirasi, infeksi), udem paru, dan penggunaan obat-obatan oleh ibu (narkotik, alkohol, magnesium, barbiturat).7,8c. Tonus OtotSebagian besar neonatus, termasuk yang preterm akan aktif saat lahir dan menggerakan semua ekstremitas sebagai respon terhadap rangsangan. Asfiksia, penggunaan obat pada ibu, kerusakan CNS, amiotonia kongenital, dan miastenia grafis akan menurunkan tonus otot. Fleksi kontraktur serta tidak adanya lipatan sendi merupakan tanda kerusakan CNS yang terjadi di dalam rahim. 7,8d. ReflekNeonatus normal bergerak ketika salah satu ekstremitas digerakkan dan meringis atau menangis ketika selang dimasukkan ke dalam hidungnya. Tidak adanya respon terjadi pada bayi hipoksia, asidosis, penggunaan obat sedatif pada ibu, trauma CNS dan penyakit otot kongenital.7,8e. Warna KulitPada umumnya semua kulit neonatus berwarna biru keunguan sesaat setelah lahir. Sekitar 60 detik, seluruh tubuhnya menjadi merah muda kecuali tangan dan kaki yang tetap biru (sianosis sentral). Sianosis sentral diketahui dengan memeriksa wajah, punggung dan membran mukosa. Jika sianosis sentral menetap sampai lebih dari 90 detik perlu dipikirkan aspiksia, cardiac output rendah, udem paru, methemoglobinemia, polisitemia, penyakit jantung kongenital, aritmia dan kelainan paru (distres pernapasan, obstruksi jalan napas, hipoplastik paru, hernia diafragmatika), terutama bila bayi tetap sianosis dibawah respirasi kendali dan oksigen ysng mencukupi. Pucat menandakan penurunan cardiac output, anemia berat, hipovolemia, hipotermia atau asidosis.7,82.2.3 Apgar SkorApgar skor adalah ekspresi dari kondisi physiologis bayi baru lahir. Dengan apgar skor (tabel 2.1) memungkinkan dilakukan evaluasi kondisi bayi yang baru lahir pada menit pertama dan kelima kehidupannya.Apgar skor pada menit pertama merefleksikan kondisi bayi pada saat lahir dan berhubungan dengan kemampuannya untuk bertahan hidup, apgar skor yang tidak banyak meningkat dari menit pertama hingga menit ke 5 dikatakan meningkatkan resiko kematian pada bayi. Sedangkan apgar skor pada menit ke-5 merefleksikan usaha resusitasi dan mungkin berhubungan dengan neurological outcome, apgar score yang rendah pada menit ke 5 (0-3) dikatakan meningkatkan resiko terjadinya serebral palsy. Tabel 1. APGAR SKOR9,10TANDA012

Appearance(warna kulit) Biru, pucatEkstremitas biruTubuh merah, ektremitas biruMerah seluruh tubuh

Pulse/hearth rate(denyut jantung) Tidak ada100 kali/menit

Grimace(reflek) Tidak adaMenyeringaiBatuk, bersin, menangis

Activity(tonus otot)LemasFleksi ekstremitas lemahGerakan aktif,fleksi ekstremitas

Respiration(pernafasan)Tidak adaTidak teratur, dangkalTangis kuat, Teratur

Apgar skor 8-10. Apgar skor 8-10 umumnya dapat dicapai pada 90% neonatus. Dalam hal ini, diperlukan suction oral dan nasal, mengeringkan kulit, dan menjaga temperatur tubuh tetap normal. Reevaluasi kondisi neonatus dilakukan pada menit ke-5 pertama kehidupan.3Apgar skor 5-7 (asfiksia ringan). Neonatus ini akan merespon terhadap rangsangan dan pemberian oksigen. Jika responnya lambat, maka dapat diberikan ventilasi dengan pemberian oksigen 80-100% melalui bag and mask. Pada menit ke-5 biasanya keadaannya akan membaik.3Apgar skor 3-4 (asfiksia sedang). Neonatus biasanya sianotik dan usaha pernafasannya berat, tetapi biasanya berespon terhadap bag and mask ventilation dan kulitnya menjadi merah muda. Apabila neonatus ini tidak bernafas spontan, maka ventilasi paru dengan bag and mask akan menjadi sulit, karena terjadi resistensi jalan nafas pada saat melewati esofagus. Apabila neonatus tidak bernafas atau pernafasannya tidak efektif, pemasangan pipa endotrakea diperlukan sebelum dilakukan ventilasi paru. Hasil analisa gas darah seringkali abnormal (PaO2 < 20 mmHg, PaCO2 > 60 mmHg, pHa 7,15). Apabila pH dan defisit basa tidak berubah atau memburuk, diperlukan pemasangan kateter arteri umbilikalis dan jika perlu dapat diberikan natrium bikarbonat.3Apgar skor 0-2. Neonatus dengan apgar skor 5-7 disebut menderita asfiksia berat dan memerlukan resusitasi segera5. Sebaiknya dilakukan intubasi dan kompresi dada dapat dilakukan segera3. 2.3 Resusitasi NeonatusResusitasi neonatus terutama difokuskan pada saat bayi baru lahir, dan banyak prinsip-prinsipnya yang dapat diterapkan selama masa neonatus dan bayi. Istilah bayi baru lahir secara spesifik diartikan sebagai bayi pada menit pertama sampai jam pertama setelah lahir. Istilah neonatus umumnya diartikan sebagai bayi selama 28 hari pertama. Sedangkan istilah bayi meliputi masa neonatus sampai umur 12 bulan.11 Dalam proses resusitasi difokuskan dengan mengidentifikasi abnormalitas pada oksigenasi dan perfusi. Tujuan yang ingin dicapai adalah untuk mengoreksi keadaan tersebut dan mencegah pemburukan yang lebih lanjut.12Bayi-bayi yang tidak memerlukan resusitasi dapat dinilai dengan mudah dan cepat. Penilaiannya meliputi 3 karakteristik yaitu : Apakah bayi lahir aterm? Apakah bayi menangis atau bernafas? Apakah tonus otot bayi baik?Jika semua pertanyaan diatas jawabannya adalah iya, maka bayi tidak memerlukan resusitasi dan tidak perlu dipisahkan dari ibunya. Bayi harus dikeringkan, diletakkan salling bersentuhan dengan ibunya, dan ditutupi dengan kain linen untuk menjaga temperatur. Selanjutnya tetap observasi pernafasan, aktifitas, dan warna kulit bayi.12 Jika ada dari pertanyaan diatas yang jawabannya adalah tidak, maka bayi memerlukan resusitasi yang dibagi menjadi 4 kategori, yaitu:1. Langkah dasar, mencakup penilaian secara cepat dan stabilisasi awal2. Ventilasi, mencakup bag-mask atau bag-tube ventilation3. Kompresi dada4. Pemberian cairan atau obat-obatan12

2.3.1 Prosedur Resusutasi 11,121. Keringkan dan hangatkan (drying and warming)a. Keringkan cairan amnion pada tubuh bayib. Letakkan bayi dibawah lampu penghangat (radiant warmer)c. Singkirkan kain basah yang kontak dengan tubuh bayi

Gambar 2.1 Algoritme Resusitasi pada Bayi Baru Lahir

2. Jaga jalan nafas (airway positioning)a. Bayi posisi terlentang (supine) dengan leher pada posisi yang normalb. Posisi kepala sedikit direndahkanc. Miringkan kepala dengan leher sedikit ekstensi jika sekretnya banyak3. Airway suctioninga. Mekonium StainingSegera lakukan intubasi dan lakukan tracheal suction sebelum bayi dikeringkan dan dirangsang. Suction hipofaring dan kemudian lambung (dengan pipa orogastrik) dengan baikb. Suction mulut sebelum hidung apabila mekonium tidak adac. Suction sebaiknya dibatasi selama 3-5 detik. 4. Berikan rangsangan (stimulation)a. Rangsang bayi dengan mengeringkan, menghangatkan, dan suctionb. Rangsang taktil : dengan cara menyentil telapak kaki bayi, atau dengan menepuk-nepuk punggung bayic. Hindari metode-metode yang berlebihan dalam memberikan rangsangan kepada bayi5. Berikan oksigenKeadaan hipoksia selalu dijumpai pada bayi baru lahir yang memerlukan resusitasi. Oleh karena itu, adanya sianosis, bradikardi, atau tanda lainnya dari gagal nafas selama stabilisasi bayi baru lahir, mengindikasikan perlunya pemberian oksigan 100%. Pemberian oksigen sebaiknya dilakukan dengan hati-hati karena dapat membahayakan. Oksigen dapat diberikan melalui self-inflating bag, sungkup muka, ataupun melalui kateter. Tujuan dari pemberian oksigen adalah keadaan normoksia. Pemberian oksigen yang cukup ditandai dengan membran mukosa menjadi berwarna merah. Jika keadaan sianosis terjadi secara berulang ketika pemberian oksigen telah dihentikan, maka diperlukan perhatian post resusitasi mencakup monitoring konsentrasi oksigen yang diberikan dan saturasi oksigen darah arteri1.6. VentilasiIndikasi dilakukan positive pressure ventilation yaitu : Apneu atau gasping respiration Bradikardi : denyut jantung < 100 kali/menit Sianosis sentral persisten (walaupun telah diberikan oksigen 100%)Ventilasi dilakukan melalui bag-valve-mask, pada ventilatory rate 40-60 kali/menit, dapat dilihat pada gambar 2.2. Kunci dari keberhasilan resusitasi pada neonatus yaitu menjaga agar ventilasinya tetap adekuat1.

Gambar 2.2 Tehnik Ventilasi melalui Bag and Mask

c. Intubasi endotrakeal dilakukan pada (gambar 2.3) : Ventilasi bag-valve-mask yang tidak efektif Tracheal suctioning apabila terjadi aspirasi mekonium yang banyak Intermittent positive pressure ventilation yang lama

Gambar 2.3 Intubasi pada Neonatus

7. Kompresi dadaa. Bradikardi dan cardiac arrest biasanya dapat dicegah dengan oksigenasi dan ventilasi secara efektif pada tahap awalb. Kompresi dada sebaiknya dimulai jika denyut jantung < 60-80 kali/menit dan tidak meningkat dengan cepat walaupun telah mendapatkan IPPV secara efektif selama 30 detikc. Pada sepertiga bawah sternum dilakukan kompresi - inchi saat denyut jantung 120 kali/menit8. Obat-obatanObat-obatan yang digunakan yaitu epinefrin, volume expander, ntrium bikarbonat, nalokson.

2.3.2 Penilaian Tindakan ResusitasiTerdapat beberapa keadaan dimana resusiatsi tidak dilakukan dan tindakan resusitasi dihentikan. Resusitasi tidak dilakukan pada keadaan berikut :1. Bayi dengan masa gestasi < 23 minggu atau berat badan lahir < 400 gram2. Bayi anensefali3. Bayi dengan trisomi 13 atau 18Sedangkan pada bayi dengan extremely immature dan bayi dengan kelainan kongenital masih menjadi perdebatan apakah perlu dilakukan tindakan resusitasi.12Penghentian usaha resusitasi dilakukan apabila resusitasi yang dilakukan pada bayi dengan kegagalan kardiorespirasi tidak memberikan respon sirkulasi yang normal dalam 15 menit. Resusitasi pada bayi baru lahir setelah 10 menit mengalami asistol akan sangat sulit bagi bayi tersebut untuk bisa bertahan hidup atau bayi tersebut bisa bertahan hidup namun dengan severe disability.12 2.3.3 Resusitasi pada Neonatus yang Mengalami Depresi NafasSekitar 6 % bayi yang baru lahir mengalami depresi nafas, dan sebagian basar dari bayi tersebut memiliki berat badan kurang dari 1500 gram, memerlukan bantuan hidup lanjut. Resusitasi pada neonatus yang mengalami depresi nafas memerlukan 2 atau lebih tenaga penolong satu orang bertugas menjaga jalan nafas dan ventilasi, sedangkan yang lain melakukan kompresi dada jika diperlukan. Orang ketiga bertugas untuk memfasilitasi pemasangan kateter intravaskuler dan pemberian cairan atau obat.12 Penyebab tersering dari depresi nafas pada neonatus adalah asfiksia intrauterin, sehingga resusitasi difokuskan pada respirasi. Keadaan hipovolemia juga merupakan faktor yang mendukung.12 Kegagalan neonatus dalam merespon usaha resusitasi secara cepat menandakan diperlukan suatu vascular access dan analisa gas darah. Perlu dipikirkan adanya suatu pneumothoraks (1% kasus) dan anomali kongenital pada jalan nafas, termasuk fistula trakheoesofageal (1:3000-5000 lahir hidup) dan hernia diafragmatika kongenital (1:2000-4000).122.4 Resusitasi KardiopulmonerTujuan dari resusitasi kardiopulmoner adalah untuk melindungi sistem saraf pusat selama keadaan asfiksia. Tahap awal dari resusitasi kardiopulmoner adalah dengan melakukan antisipasi. Hal ini mencakup pengetahuan mengenai riwayat obstetri dari ibu, riwayat kehamilan termasuk riwayat persalinan, persiapan dalam proses pemindahan (peralatan, material, dan obat), dan yang terpenting adalah adanya tim terlatih yang bertugas untuk melakukan resusitasi.12Untuk melakukan resusitasi pulmoner, trakea sebaiknya diintubasi dengan segera dan ventilasi tekanan positif sebaiknya dimulai pada frekuensi nafas 30-60 kali per menit. Setiap nafas yang kelima, dilakukan nafas buatan selama 2-3 detik untuk mengembangkan paru yang mengalami atelektasis dan membantu mengeluarkan cairan di dalam paru. Bukti terakhir menunjukkan bahwa 6 nafas yang kuat pada saat lahir, secara bermakna dapat meningkatkan trauma paru pada bayi prematur 30 menit sampai beberapa jam kemudian dan respon terhadap surfaktan secara signifikan dibatasi pada saat pernafasan yang panjang tersebut5.2.5 Resusitasi VaskularResusitasi vaskuler seringkali dilupakan dalam melakukan resusitasi pada neonatus5. Beberapa neonatus dan 2/3 bayi prematur yang memerlukan resusitasi mengalami hipovolemia pada saat lahir. Diagnosis ini ditegakkan dari pemeriksan fisik (rendahnya tekanan darah dan pucat) dan respon yang buruk terhadap resusitasi. Tekanan darah neonatus secara umum berhubungan dengan volume intravaskuler dan seharusnya dilakukan pemeriksaaan secara rutin. Tekanan darah yang normal tergantung dari berat badan lahir dan bervariasi dari 50/25 mmHg untuk neonatus dengan berat badan 1-2 kg sampai 70/40 mmHg untuk berat badan lebih dari 3 kg. Rendahnya tekanan darah menunjukkan keadaan hipovolemia. Selain itu, hipotensi juga dapat disebabkan oleh hipokalsemia, hipermagnesemia, dan hipoglikemia3.Apabila kondisi neonatus tidak membaik dengan rangsang taktil dan ventilasi, maka sebaiknya pemasangan kateter arteri umbikalis untuk mengukur pH dan analisa gas darah, mengukur tekanan arteri, menambah volume darah, dan untuk memberikan obat. Sebagian besar neonatus preterm memiliki berat badan lahir < 1250 gram, dan 1-3 % dari neonatus tersebut memerlukan kateter arteri umbilikalis selama resusitasi. Hal ini mungkin juga berguna untuk menyediakan jalur intravena untuk menentukan keadekuatan penggantian volume darah5.2.6 Kompresi DadaIndikasi dilakukannya kompresi dada yaitu apabila setelah 15-30 detik, denyut jantung < 60 kali/menit atau antara 60-80 kali/menit dan tidak meningkat setelah pemberian positive pressure ventilation dengan FiO2 100%.4Kompresi dada dilakukan pada sternum 1/3 bawah. Tedapat 2 tehnik dari kompresi dada yaitu:1. Menggunakan 2 ibu jari yang diletakkan pada sternum (sejajar dengan 1 jari dibawah puting susu) dengan jari-jari tangan lainnya melingkari dada (the two thumb-encircling hands technique).2. Tehnik dengan dua jari tangan kanan(the two finger technique) yang diletakkan di dada dengan tangan lainnya menyokong punggung. Beberapa data menunjukkan bahwa the two thumb-encircling hands technique memiliki beberapa keuntungan dalam mencapai puncak tekanan sistolik dan tekanan perfusi koroner, sehingga lebih dipilih dibandingkan dengan the two finger technique. Dalamnya kompresi dada kurang lebih sepertiga dari diameter anterior-posterior dada. The pediatric basic live support guidelines merekomendasikan dalamnya kompresi dada kurang lebih 1/3 - dari diameter anterior posterior dada. Tidak ada data yang spesifik mengenai dalamnya kompresi dada yang ideal, namun direkomendasikan untuk melakukan kompresi dada sekitar sepertiga dari dalamnya dada, tetapi kompresi ini harus dapat untuk membuat denyut nadi yang teraba secara adekuat. Tehnik kompresi dada ini dapat dilihat pada gambar 2.4. Perbandingan antara kompresi dada dengan ventilasi adalah 3:1, yaitu dengan melakukan 90 kali kompresi dan 30 kali ventilasi dalam satu menit. Denyut jantung harus dievaluasi secara periodik yaitu setiap 30 detik. Kompresi dada dihentikan apabila denyut jantung terjadi secara spontan lebih dari 80 kali/menit.12

Gambar 2.4 Kompresi Dada

2.7 Obat-Obat ResusitasiObat-obatan jarang diindikasikan pada resusitasi bayi baru lahir1. Obat-obatan diberikan apabila denyut jantung < 80 kali/menit, walaupun telah mendapatkan ventilasi yang adekuat dengan oksigen 100% dan telah dilakukan kompresi dada minimal selama 30 detik7,10. Obat-obatan yang digunakan yaitu epinefrin, volume expander,ntrium bikarbonat, nalokson1. Secara lebih jelas dapat dilihat pada tabel 1.2.7.1 EpinefrinPemberian epinefrin diindikasikan apabila denyut jantung < 60 kali/menit setelah ventilasi yang adekuat dan kompresi dada selama 30 detik. Epinefrin terutama diindikasikan apabila terdapat asistol.12Epinefrin memiliki efek stimulasi terhadap reseptor dan adrenergik. Pada cardiac arrest, adrenergik menyebabkan vasokonstriksi yang akan meningkatkan tekanan perfusi selama kompresi dada, sehingga terjadi peningkatan hantaran oksigen ke jantung dan otak. Epinefrin juga meningkatkan keadaan kontraktil jantung, menstinulasi kontraksi spontan dan meningkatkan denyut jantung.12Dosis intravena atau endotrakea adalah 0,1-0,3 mL/kg dengan pengenceran 1:10000 (0,01-0,03 mg/kg), dapat diulang setiap 3-5 menit. Pemakaian epinefrin dosis tinggi pada binatang dapat menyebabkan hipertensi dengan curah jantung yang rendah. Efek hipotensi yang diikuti dengan hipertensi dapat meningkatkan risiko perdarahan intrakranial, terutama pada bayi preterm.122.7.2 Volume ekspanderVolume ekspander penting untuk melakukan resusitasi pada bayi baru lahir yang mengalami hipovolemia. Kecurigaan terjadinya hipovolemia diketahui dengan kegagalan dalam merespon resusitasi. Cairan yang dipilih kristaloid isotonik misalnya normal salin atau ringer laktat. Pemberian sel darah merah O-negatif dapat diindikasikan untuk mengganti kehilangan darah dalam jumlah yang besar. Solution yang menggandung albumin jarang digunakan untuk ekspansi volume pada tahap awal karena penggunaannya terbatas, risiko infeksi, dan pada observasi dihubungkan dengan peningkatan mortalitas.12Dosis awal dari volume ekspander adalah 10 mL/kg yang diberikan secar perlahan melalui jalur intravena selama 5-10 menit. Dosis ini dapat diulang setelah ditentukan kondisi klinis lebih lanjut dan diobservasi respon yang terjadi.pemberian bolus dalam dosis yang besar dapat dilakukan pada bayi yang lebih besar. Akan tetapi, volume overload atau komplikasi (misalnya perdarahan intrakranial) dapat terjadi akibat pemberian volume ekspander intravaskuler yang tidak tepat pada bayi asfiksia dan bayi preterm.12 2.7.3 Natrium bikarbonatNatrium bikarbonat diberikan pada keadaan asidosis metabolik yang persisten ataupun hiperkalemia.dosis yang diberikan yaitu 1-2 mEq/kg dari solution 0,5 mEq/mL yang diberikan melalui jalur intravena secara perlahan (minimal dalm 2 menit) setelah ventilasi dan perfusi adekuat.122.7.4 NaloksonNalokson hidroklorida merupakan antagonis narkotik yang tidak mempunyai efek depresi respirasi. Secara spesifik diindikasikan untuk melawan efek depresi respirasi pada bayi baru lahir, yang ibunya mendapat narkotik dalam 4 jam sebelum melahirkan. Sebelumpemberian nalokson selalu dijaga keadekuatan ventilasi. Jangan memberikan nalokson pada bayi baru lahir yang ibunya dicurigai menggunakan obat-obat narkotik (drug abuse) karena dapat menyebabkan efek withdrawal.12Dosis yang direkomendasikan yaitu 0,1 mg/kg dari 0,4 mg/mL atau solution 1 mg/mL yang diberikan secara intravena, endotrakea, atau apabila perfusinya adekuat dapat diberikan intramuskular atau subkutan. Karena durasi dari narkotik lebih lama dibandingkan nalokson, maka monitoring secara kontinyu merupakan hal yang penting, dan pemberian nalokson dapat diulang untuk mencegah apneu rekuren.12

Tabel 2. Obat-obatan yang Digunakan selama Resusitasi5OBATINDIKASIDOSISCARA PEMBERIANEFEK

Epinefrin Asistol 0,01mg/kg (0,1 mL/kg)diencerkan 1:10000ET, IV denyut jantung kontraktilitas miokard tekanan arteri

Natrium bikarbonatAsidosis metabolik1-2 meq/kg diluted 1:2 (sangat perlahan)IVMengoreksi asodosis metabolik COP dan perfusi perifer

Nalokson Ibunya menggunakan opiat+bayi apneu 0,1 mg/kgET, IV, SC, IM ventilatory rate

Cairan (PRC, albumin 5%, normal salin)Hipovolemia 10-20 mL/kgIV secara perlahan tekanan darah perfusi perifer

Keterangan : ET: endotrakea; IM: intramuskular; IV: intravena; SC: subkutan; PRC: Packed Red Cells; COP: cardiac output3.1 Penyebab Kegagalan ResusitasiResusitasi dapat mengalami kegagalan akibat hipotermia, asidosis, hiperbilirubinemia, dan hipovolemia3.1.1 Hipotermia pada NeonatusRegulasi suhu tubuh merupakan fungsi fisiologis yang sangat penting pada neonatus. Segera setelah kelahiran, bayi terpapar dengan lingkungan yang kering dan dingin dibandingkan dengan saat ia berada di dalam uterus dan mulai kehilangan panas melalui penguapan, konveksi, konduksi dan radiasi. Neonatus memiliki mekanisme kompensasi yang terbatas yang memelihara temperature tubuh mereka saat mereka terpapar suhu yang dingin. Non shivering termogenesis adalah mekanisme kompensasi yang utama saat bayi berespon terhadap suhu dingin yang bisa menimbulkan stres. Norepinephrin akan dilepas sehingga mengaktivasi metabolisme trigliserida dan asam lemak yang terdapat pada lemak coklat bayi. Hipotermi akan mempengaruhi konsumsi oksigen pada bayi baru lahir.Hipotermia berkepanjangan pada neonatus akan menyebabkan dekompensasi jantung paru dan asidosis jaringan. Disamping itu, hipotermia akan menghilangkan reflek hiperventilasi yang terjadi sebagai respon normal bila terjadi hipoksia. Hipoventilasi atau apnea, umum terlihat pada bayi prematur yang mengalami hipotermi. Hilangnya reflek hiperventilasi ini menyebabkan tidak terkompensasinya perfusi ke jaringan pada bayi yang semula sudah hypoxia. Dengan demikian hypothermia dikatakan berkontribusi penting terhadap kegagalan resusitasi dan kematian bayi baru lahir.3.1.2 Asidosis pada NeonatusAsidosis dapat disebabkan oleh asfiksia, hipovolemia, hipotermia. Asidosis yang berat berhubungan dengan gangguan aliran darah ke otak, pendarahan preventricular, leucomalacia, peningkatan resistensi vascular perifer, dan penurunan perfusi myocardial. Penurunan cardiac output secara drastic dan penurunan perfusi ke jaringan dapat meningkatkan hypoxia jaringan dan kembali memperburuk asidosis.13

3.1.3 Hiperbilirubinemia pada NeonatusJaundice fisiologis sering dijumpai pada bayi aterm yang disebabkan karena belum matangnya sistem enzim hati. Kebanyakan bilirubin belum dikonjugasi dan hal ini merupakan hasil dari meningkatnya produksi bilirubin, berkurangnya ambilan dalam hepar dan berkurangnya konjugasi intra hepar. Jaundice biasanya hilang sendiri pada beberapa hari pertama hingga minggu-minggu pertama tanpa adanya masalah. Konsentrasi bilirubin biasanya rendah (kurang dari 100 mikromol/liter) dan tidak menyebabkan kerusakan neurologis karena sawar darah otak pada bayi aterm sudah berfungsi. Akan tetapi, kerusakan otak dapat terjadi bila kadar bilirubin terlalu tinggi ataupun terjadi kerusakan sawar darah otak. Sawar darah otak tidak efektif pada keadaan prematuritas, sepsis, hipotermia, hipoksia, asidosis, dan hipoalbuminemia.143.1.4 Hipovolemia pada NeonatusHipovolemia pada neonatus menyebabkan gangguan perfusi ke berbagai jaringan dalam tubuh gangguan perfusi ini dapat menyebabkan iskemia. Otak sangat sensitif terhadap hypoxic-ischemic injury. Kerusakan pada otak dapat bersifat irreversible.15

4.1 Keadaan Otak Bayi Setelah resusitasiAsfiksia pada bayi dapat menyebabkan hypoxic-ischemic encephalopathy. Brain injury mulai terjadi saat awal terjadinya hipoxia-iskemia jaringan. setelah resusitasi berhasil dilakukan, terjadi fase laten yang ditandai dengan kembalinya metabolisme oksidatif pada otak. 6-24 jam setelah fase laten dapat terjadi energy failure fase 2. 16

BAB IIIKESIMPULAN

Asfiksia diartikan sebagai hipoksemia yang disertai dengan asidosis metabolik. Dalam uterus, asfiksia disebabkan oleh hipoksia maternal, penurunan aliran darah plasental-umbilikal, dan gagal jantung fetal. Asfiksia dalam kehamilan dapat menyebabkan keadaan hipervolemik maupun hipovolemik. Asfiksia selama proses persalinan biasanya menyebabkan hipervolemia kecuali pada kondisi berikut: tekanan tali pusat lebih besar pada vena umbilikalis dibandingkan pada arteri umbilikalis, terjadi perdarahan dari plasenta, dan hipotensi pada ibu (misalnya pada syok, trauma, pengaruh obat anestesi.Dengan apgar skor memungkinkan dilakukan evaluasi kondisi bayi yang baru lahir pada menit pertama dan kelima kehidupannya. Apgar skor pada menit pertama merefleksikan kondisi bayi pada saat lahir dan berhubungan dengan kemampuannya untuk bertahan hidup. Sedangkan apgar skor pada menit ke-5 merefleksikan usaha resusitasi dan mungkin berhubungan dengan neurological outcome. Resusitasi neonatus dibagi menjadi 4 kategori, yaitu :1. Langkah dasar, mencakup penilaian secara cepat dan stabilisasi awal2. Ventilasi, mencakup bag-mask atau bag-tube ventilation3. Kompresi dada4. Pemberian cairan atau obat-obatanAdapun prosedur resusutasi yaitu keringkan dan hangatkan (drying and warming), jaga jalan nafas (airway positioning), airway suctioning, memberikan rangsangan (stimulation), pemberian oksigen, ventilasi, kompresi dada, obat-obatan.Tujuan dari resusitasi kardiopulmoner adalah untuk melindungi sistem saraf pusat selama keadaan asfiksia. Tahap awal dari resusitasi kardiopulmoner adalah dengan melakukan antisipasi.Resusitasi vaskuler seringkali dilupakan dalam melakukan resusitasi pada neonatus. Beberapa neonatus dan 2/3 bayi prematur yang memerlukan resusitasi mengalami hipovolemia pada saat lahir. Indikasi dilakukannya kompresi dada yaitu apabila setelah 15-30 detik, denyut jantung < 60 kali/menit atau antara 60-80 kali/menit dan tidak meningkat setelah pemberian positive pressure ventilation dengan FiO2 100%.Obat-obatan jarang diindikasikan pada resusitasi bayi baru lahir. Obat-obatan diberikan apabila denyut jantung < 80 kali/menit, walaupun telah mendapatkan ventilasi yang adekuat dengan oksigen 100% dan telah dilakukan kompresi dada minimal selama 30 detik. Obat-obatan yang digunakan yaitu epinefrin, volume expander, natrium bikarbonat, nalokson.Beberapa hal yang dapat menyebabkan kegagalan resusitasi neonatus adalah hipotermia, asidosis, hiperbilirubinemia, dan hipovolemia. Meskipun resusitasi berhasil, pada otak bayi dapat terjadi kerusakan yaitu Hypoxic-Ischemic Encepalopaty

DAFTAR PUSTAKA

1. Anne CC Lee, at al : Neonatal Resuscitation and Immediate New Born Assessment and Stimulation for The New Prevention of Neonatal Death. BMC Public Health 2011. Available at : http://www.biomedcentral.com/1471-2458/11/S3/S122. Wiswell MD,Thomas: Neonatal resuscitation. Respiratory Care. Vol 48 No 3;2003.3. Greogery G A: Resuscitation of The Newborn. In: Miller: Anesthesia. 5th ed. Churchill Livingstone;20004. Rudolph A M, Kamei R K, Overby K J. Rudolphs Fundamentals of Pediatrics. 3rd ed. International Edition: McGraw-Hill; 20025. Prawiroharjo, Sarwono. Ilmu Kebidanan. Jakarta. P 708-715; 20076. Zareen Nusrat et al: An Early Diagnostic of Fetal Distress by Estimating the Maternal Blood Gas Levels during Intrapartum Period. Pak J Physiol. Vol 4 No 3 ; 2008.7. Seidel J, Smerling A, Saltzberg D. Resusitation. In: Crain E F, Gershel J C, eds. Clinical Manual of Emergency pediatrics. 4th ed. International Edition: McGraw-Hill;20038. Givens K. Neonatal Resusitation. In: som. 15 Agustus 2006. Available at : http://www.som.tulane.edu/departments/peds_respcare/neores.htm9. Weinberger Barry, et al : Antecedents and Neonatal Consequences of Low Apgar Scores in Preterm New Born. Arch Pediatr Adolesc Med. Vol 154: 294- 300; 200010. American Academy of Pediatrics, Committee on fetus and Newborn, AmericanCollage of Obstetricians and Gynecologists and Committee on Obstetric Practice : The Apgar Score. Pediactrics 2006 ; 117 ; 1444. Available at : http://pediatrics.aapublications.org/content/117/4/1444.full.html 11. Weinstein M. Neonatal Resusitation and Care of the Newborn at Risk. In: DeCherney A H, Nathan L, eds. Current Obstetric and Gynecologic Diagnosis and Treatment. 9th ed. International Edition: McGraw-Hill; 200312. Kattwinkle John, et al : Part 15 : Neonatal Resuscitation : 2010 American Heart Association Guidline for Cardiopulmonary Resuscitation and emergency Cardiovascular Care. AHA Journal; 2010. Available at : http://circ.ahajournals.org/content/122/18_suppl_3/S909 13. Lawn JE, Wilczynska-Katende K, Cousens SN : Estimating the cause of 4 million neonatal death in year 200. Int J Epidemol 35:706-718, 200614. Zeb A, Darmstardr GL : Sclerema neonatorum : a review of nomenclature, clinical presentation, histological features, difrential diagnoses and management. J Perinatol 28:453-460, 2008.15. Ramesh Argawal et al : post resuscitation management of asphyxiated neonates. All India Institute of Medical Sciences. New Delhi. 2007. Available at : www.newbornwhocc.org16. Hack M et al : Outcome in young adulthood for very low-weight infants. New Eng J Med, 2002. Jan : 346(3): 149-57.

24