resusitasi cairan

24
RESUSITASI CAIRAN John A. Myburgh, M.B., B.Ch., Ph.D., and Michael G. Mythen, M.D., M.B., B.S. Resusitasi cairan dengan cairan koloid dan kristaloid adalah suatu intervensi pengobatan yang telah ada dimana- mana. Pemilihan dan penggunaan cairan resusitasi didasarkan pada prinsip fisiologis, tetapi penggunaan praktisnya ditentukan banyak oleh pemilihan dokter masing-masing, dengan variasi regional bermakna. Tidak ada resusitasi cairan yang ideal. Terdapat bukti kegawatdaruratan bahwa tipe dan dosis dari resusitasi cairan dapat mempengaruhi hasil yang berbasis pasien. Meskipun apa yang dapat disimpulkan dari prinsip fisiologis, cairan koloid tidak mempunyai keuntungan substantive dibandingkan dengan cairan kristaloid dengan responnya terhadap efek hemodinamik. Albumin dikatakan sebagai pilihan cairan koloid, tetapi harganya yang membuat terbatas untuk digunakan. Meskipun albumin telah dikatakan aman untuk resusitasi cairan pada kebanyakan pasien sakit kritis dan bisa memiliki pengaruh baik pada sepsis dini, penggunaannya dihubungkan dengan peningkatan mortalitas pada pasien dengan trauma kepala. Penggunaan

Upload: wiwidhipw18

Post on 18-Dec-2015

43 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

tatalaksana syok

TRANSCRIPT

RESUSITASI CAIRANJohn A. Myburgh, M.B., B.Ch., Ph.D., and Michael G. Mythen, M.D., M.B., B.S.

Resusitasi cairan dengan cairan koloid dan kristaloid adalah suatu intervensi pengobatan yang telah ada dimana-mana. Pemilihan dan penggunaan cairan resusitasi didasarkan pada prinsip fisiologis, tetapi penggunaan praktisnya ditentukan banyak oleh pemilihan dokter masing-masing, dengan variasi regional bermakna. Tidak ada resusitasi cairan yang ideal. Terdapat bukti kegawatdaruratan bahwa tipe dan dosis dari resusitasi cairan dapat mempengaruhi hasil yang berbasis pasien.

Meskipun apa yang dapat disimpulkan dari prinsip fisiologis, cairan koloid tidak mempunyai keuntungan substantive dibandingkan dengan cairan kristaloid dengan responnya terhadap efek hemodinamik. Albumin dikatakan sebagai pilihan cairan koloid, tetapi harganya yang membuat terbatas untuk digunakan. Meskipun albumin telah dikatakan aman untuk resusitasi cairan pada kebanyakan pasien sakit kritis dan bisa memiliki pengaruh baik pada sepsis dini, penggunaannya dihubungkan dengan peningkatan mortalitas pada pasien dengan trauma kepala. Penggunaan dari cairan hydroxyethyl starch (HES) dihubungkan dengan peningkatan laju dari terapi penggantian ginjal dan berefek merugikan pada pasien di intensive care unit (ICU). Tidak ada bukti untuk mengusulkan penggunaan dari cairan koloid semisintetik.Cairan garam berseimbang adalah resusitasi cairan dini secara pragmatis, meskipun terdapat bukti langsung yang kecil berdasarkan perbandingan mereka terhadap keamanan dan efektivitas. Penggunaan cairan NaCl dihubungkan dengan perkembangan asidosis metabolic dan gagal ginjal akut. Keamanan dari cairan hipertonik belum dapat dibuktikan.Semua resusitasi cairan dapat berkontribusi terhadap pembentukan edema interstisial, dibawah kondisi inflamasi bilamana resusitasi cairan digunakan secara berlebihan. Dokter ICU harus mengetahui penggunaan resusitasi cairan dulu apabila mereka akan menggunakan setiap obat intravena. Pemilihan dari cairan spesifik harus didasarkan pada indikasi, kontraindikasi, dan efek toksik potensial dalam hal untuk memaksimalkan efektivitas dan meminimalkan toksisitas.

SEJARAH RESUSITASI CAIRAN

Pada 1832, Robert Lewins menjelaskan efek dari pemberian intravena dari suatu cairan garam alkali dalam mengobati pasien selama pandemic kolera. Dia mengobservasi bahwa kuantitas terdekat disuntikkan kemungkinan akan ditemukan bergantung pada kuantitas dari kehilangan cairan; tujuannya adalah untuk menempatkan pasien pada kondisi normal sampai kuantitas darah pada sirkulasi pembuluhnya tercapai. Observasi dari Lewins adalah serelevan sekarang seperti yang mereka temukan 200 tahun yang lalu.Resusitasi cairan asanguinous pada era modern ditemukan oleh Alexis Hartmann, yang memodifikasi suatu cairan garam fisiologis yang berkembang pada 1885 oleh Sidney Ringer untuk rehidrasi anak-anak dengan gastroenteritis. Dengan perkembangan dari fraksinasi darah pada 1941, albumin manusia digunakan untuk pertama kalinya pada kuantitas besar untuk resusitasi cairan yang mengalami luka bakar selama penyerangan pada Pearl Harbor pada tahun yang sama.

Hari ini, cairan asanguinous digunakan pada hampir semua pasien dalam kondiri volume cairan umumnya. Sejak aliran balik vena seimbang dengan curah jantung, respon mediasi simpatetikal meregulasi baik sirkulasi kapasitansi eferen (vena) dan konduktansi aferen (arteri) sebagai tambahan pada kontraktilitas jantung. Terapi tambahan pada resusitasi cairan, seperti pada penguunaan katekolamin untuk meningkatkan kontraksi jantung dan aliran balik vena, perlu untuk diketahui dini untuk memperbaiki kegagalan sirkulasi. Sebagai tambahan, perubahan terhadap mikrosirkulasi pada organ vital bervariasi secara luas dari tahun ke tahun dan dibawah kondisi patologis yang berbeda-beda, dan efek pemberian cairan pada fungsi organ target harus diketahui bersama dengan efeknya pada volume intravaskuler.FISIOLOGI DARI RESUSITASI CAIRAN

Selama beberapa dekade, untuk pemilihan resusitasi cairan, dokter harus berdasarkan pada mpdel kompartemen klasik secara spesifik, kompartemen cairan intraseluler dan interstisial dan komponen intravaskuler dari komponen cairan ekstraseluler dan faktor yang mendikte distribusi cairan melalui kompartemen-kompartemen ini. Pada 1896, ahli fisiologi Inggris Ernest Starling menemukan bahwa system kapiler dan vena pasca kapiler berfungsi sebagai suatu membrane semipermeable menyerap cairan dari ruang interstisial. Prinsip ini diadaptasi untuk mengidentifikasi derajat tekanan hidrostatis dan onkotis melalui membrane semipermeable sebagai penentu prinsip dari pertukaran transvaskuler.

Deskripsi terkini telah mempertanyakan model klasik ini. Suatu jaringan dari ikatan membrane glikoprotein dan proteoglikan pada sisi luminal sel endothelial telah diidentifikasikan sebagai lapiran glikokaliks endothelial. Ruang subglikokaliks memproduksi suatu tekanan onkotik koloid yang merupakan penentu dari aliran transkapiler. Kapiler non-fenestrasi melalui ruang interstisial telah diidentifikasi, mengindikasikan bahwa penyerapan cairan tidak terjadi melalui kapiler vena tetapi cairan yang dari ruang interstisial, yang masuk melalui suatu jumlah kecil dari pori-pori besar, kembali ke sirkulasi secara primer sebagai cairan limfa yang diregulasikan melalui respon dimediasi simpatetis.Struktur dan fungsi dari lapisan glikokaliks endothelial adalah kunci penentu dari permeabilitas membrane pada beberapa variasi system organ vaskuler. Integritas, atau kebocoran, dari lapisan ini, dan karena itu bersifat potensial untuk perkembangan edema interstisial, bervariasi secara substansial pada masing-masing system organ, dibawah kondisi inflamasi, seperti sepsis, dan setelah operasi atau trauma, ketika resusitasi cairan kebanyakan digunakan.

RESUSITASI CAIRAN IDEAL

Resusitasi cairan ideal harus menjadi sesuatu yang menghasilkan suatu peningkatan yang terprediksi dan tersokong pada volume intravaskuler; memiliki suatu komposisi kimiawi yang paling mendekati pada komposisi cairan ekstraseluler; mampu dimetabolisme dan secara tuntas diekskresi tanpa akumulasi pada jaringan; tidak menghasilkan efek metabolic merugikan atau sistemik; dan merupakan harga pasaran dalam tujuan untuk peningkatan kesembuhan pasien. Sekarang ini, tidak ada cairan ideal yang tersedia untuk penggunaan klinis.Resusitasi cairan secara luas dikategorikan menjadi cairan koloid dan kristaloid (Tabel 1). Cairan koloid adalah suspense molekul dengan suatu cairan pelarut yang relative tidak dapat menembus membrane kapiler semipermeable normal karena berat molekul yang dimilikinya. Kristaloid adalah cairan ion yang secara bebas permeable tetapi mengandung konsentrasi kalium dan klorida yang menentukan tonisitas cairan.Pihak pendukung cairan koloid telah menyatakan bahwa koloid lebih efektif dalam mengisi volume intravaskuler karena mereka dipertahankan dalam ruang intravaskuler dan mempertahankan tekanan onkotik koloid. Efek pengisian volume dari koloid, bila dibandingkan dengan kristaloid, diketahui menjadi suatu keuntungan, yang secara konvensional dijelaskan dalam ratio 1:3 dari koloid terhadap kristaloid untuk mempertahankan volume intravaskuler. Koloid semisintetis memiliki durasi efek yang lebih singkat daripada cairan albumin manusia tetapi dapat dimetabolisme dan diekskresikan secara aktif.Pendukung dari cairan kristaloid menyatakan bahwa koloid, sebagai contoh albumin manusia, lebih maha; dan tidak praktis untuk digunakan sebagai resusitasi cairan, dibawah kondisi tertentu. Kristaloid lebih murah dan tersedia luas dan memiliki suatu penentuan, meskipun belum terbukti, berperan sebagai resusitasi cairan lini pertama. Bagaimanapun, penggunaan kristaloid telah dihubungkan dengan perkembangan dari edema interstisial signifikan.JENIS RESUSITASI CAIRANSecara global, terdapat variasi luas dalam praktik klinis dengan merujuk pada pemilihan resusitasi cairan. Pemilihan ditentukan secara besar oleh pilihan dokter yang berdasarkan pada protocol institusi masing-masing, ketersedianya, harga, dan penjualan komersil. Consensus yang mendokumentasikan mengenai penggunaan resusitasi cairan telah dikembangkan dan secara primer mengarah pada populasi pasien spesifik, tetapi rekomendasi seperti ini didasarkan pada pendapat ahli atau tidak memiliki bukti klinis yang kualitas rendah. Review sistemik dari randomisasi, uji kontrol secara konsisten menunjukkan bahwa secara konsisten terdapat bukti sedikit bahwa resusitasi dengan satu tipe dari cairan dibandingkan dengan penurunan risiko kematian lainnya atau setiap cairan lebih efektif atau lebih aman daripada cairan lainnya.ALBUMIN

Albumin manusia (4 sampai 5%) dalam NaCl diketahui menjadi pilihan dari cairan koloid. Sediaan ini diproduksi oleh fraksinasi darah dan dipanaskan untuk mencegah transmisi dari virus pathogen. Albumin ini adalah cairan mahal untuk diproduksi dan didistribusi, dan ketersediaannya dibatasi pada Negara pendapatan menengah ke bawah.Pada 1998, the Cochrane Injuries Group Albumin Reviewers mempublikasikan suatu perbandingan meta-analisis efek dari albumin dengan mereka dengan suatu jumlah pemakaian cairan kristaloid pada pasien dengan hipovolemia, luka bakar, atau hipoalbuminemia dan menyimpulkan bahwa pemberian albumin dihubungkan dengan suatu peningkatan bermakna dari laju kematian (risiko relative, 1.68; 95% interval terpercaya [CI], 1.26 menuju 2.23; P