resume materi 1 regulasi industri farmasi (kelompok 3)

Upload: thitariskita

Post on 08-Oct-2015

176 views

Category:

Documents


8 download

DESCRIPTION

industri

TRANSCRIPT

  • Tugas Farmasi Industri

    REGULASI INDUSTRI FARMASI

    Disusun oleh :

    Kelompok 3

    Rizky Mailalhaq 260112130510

    Syamza 260112130511

    Berty Puspitasari 260112130512

    Megawati 260112130513

    UNIVERSITAS PADJADJARAN

    JATINANGOR

    2014

  • ii

    KATA PENGANTAR

    Puji dan Syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, karena bimbingan dan

    penyertaan-Nya, sehingga kelompok ini dapat menyelesaikan resume guna

    memenuhi tugas Farmasi industri yang berjudul Regulasi Industri Farmasi.

    Tak lupa kami ucapkan banyak terima kasih atas bimbingan Dosen Mata

    Kuliah Farmasi Industri, orang tua kami atas dukungannya, serta pihak-pihak lain

    yang namanya tak bisa disebutkan satu-persatu yang telah banyak membantu atas

    terselesainya resume ini.

    Makalah ini masih memiliki banyak kesalahan dan kekurangan. Oleh

    karena itu kritik dan saran yang membangun dari para pembaca tetap kami tunggu

    untuk penyempurnaan pembuatan selanjutnya.

    Semoga makalah ini dapat bermanfaat dan menambah wawasan bagi para

    pembaca.

    Bandung, Maret 2014

    Penyusun

  • iii

    DAFTAR ISI

    Kata Pengantar ............................................................................................................. ii

    Daftar isi ......................................................................................................................... iii

    Bab I Pendahuluan ........................................................................................................ 1

    1.1 Latar Belakang ................................................................................................ 1

    1.2 Tujuan ............................................................................................................. 1

    Bab II Isi ........................................................................................................................ 2

    2.1 Sejarah singkat ................................................................................................ 2

    A. CPOB ....................................................................................................... 2

    B. CPKB ........................................................................................................ 9

    C. CPOTB .................................................................................................... 10

    2.2 Perkembangan CPOB di Negara maju ........................................................... 11

    A. USA .......................................................................................................... 11

    B. PIC/S Secretariat. Geneva ........................................................................ 14

    C. Australia ................................................................................................... 28

    D. Kanada ...................................................................................................... 31

    2.3 Perkembangan CPOB di Indonesia ................................................................ 33

    Bab III Diskusi .............................................................................................................. 49

    Daftar Pustaka ............................................................................................................... 52

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang

    Menurut peraturan Menteri Kesehatan RI No 1799 tahun 2010, obat adalah

    bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi yang digunakan untuk

    mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam

    rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyebuhan, pemulihan, peningkatan

    kesehatan dan kontrasepsi, untuk manusia. Berdasarkan pentingnya fungsi tersebut

    maka dalam pembuatannya obat harus terjamin kulitasnya.

    Industri farmasi adalah badan usaha yang memiliki izin dari Menteri Kesehatan

    untuk melakukan kegiatan pembuatan obat atau bahan obat. Industri Farmasi

    merupakan produsen yang bertanggung jawab dalam pembuatan obat, dalam

    perannya tersebut industri farmasi harus menjamin bahwa obat yang akan di

    produksi harus memenuhi Efficacy, Safety, and Qualityyang terjamin. Oleh karena

    itu, untuk menjamin dan memastikan mutu dari obat tersebut maka di buatlah suatu

    aturan baku dalam dunia industri farmasi yakni CPOB.

    1.2 Tujuan Penulisan

    1.2.1 Mengetahui sejarah singkat CPOB, CPKB, dan CPOTB

    1.2.2 Mengetahui perkembangan CPOB di negara maju

    1.2.3 Mengetahui perkembangan CPOB di Indonesia serta peraturan terkait

  • 2

    BAB II

    ISI

    2.1 SEJARAH SINGKAT

    A. CPOB

    WHO mengajukan konsep Good Practices in the Manufacture and

    Quality Control of Drugs, kemudian Indonesia mengadopsi GMP tersebut pada

    tahun 1971. Indonesia ditunjuk sebagai koordinator untuk menyusun Pedoman

    CPOB Cara Produksi Obat yang Baik yang berlaku bagi negara-negara

    ASEAN. Tahun 1984 tersusunlah ASEAN Goods Manufacturing Practices

    Guidelines edisi I setelah direvisi dan diperbaiki terbit edisi II tahun 1988.

    Pedoman CPOB merupakan pedoma resmi melalui SK Menkes RI No

    43/Menkes/SK/II/1988 tanggal 2 Februari 1989. Pada tanggal 16 Desember

    1989 dikeluarkan SK Dirjen POM No 05411/A/SK/XII/89 tentang Penerapan

    CPOB pada Industri Farmasi.

    Obat merupakan substansi kimia yang digunakan untuk menyelamatkan

    jiwa atau berfungsi memulihkan atau memelihara kesehatan. Berdasarkan

    pentingnya fungsi tersebut maka dalam pembuatannya obat harus terjamin

    kulitasnya.

    Industri Farmasi merupakan produsen yang bertanggung jawab dalam

    pembuatan obat, dalam perannya tersebut industri farmasi harus menjamin

    bahwa obat yang akan di produksi harus memenuhi Efficacy, Safety, and

    Quality yang terjamin. Oleh karena itu, untuk menjamin dan memastikan mutu

  • 3

    dari obat tersebut maka dibuatlah suatu aturan baku dalam dunia industri farmasi

    yakni CPOB.

    Cara Pembuatan Obat yang Baik, yang selanjutnya disingkat CPOB,

    adalah cara pembuatan obat yang bertujuan untuk memastikan agar mutu obat

    yang dihasilkan sesuai dengan persyaratan dan tujuan penggunaan CPOB adalah

    bagian dari Pemastian Mutu yang memastikan bahwa obat dibuat dan

    dikendalikan secara konsisten untuk mencapai standar mutu yang sesuai dengan

    tujuan penggunaan dan dipersyaratkan dalam izin edar dan spesifikasi produk

    (Peraturan Kepala BPOM, 2012).

    CPOB secara singkat dapat didefinisikan suatu ketentuan bagi industri

    farmasi yang dibuat untuk memastikan agar mutu obat yang dihasilkan sesuai

    persyaratan yang ditetapkan dan tujuan penggunaannya. Pedoman CPOB

    disusun sebagai petunjuk dan contoh bagi industri farmasi dalam menerapkan

    cara pembuatan obat yang baik untuk seluruh aspek dan rangkaian proses

    pembuatan obat. CPOB mencakup seluruh aspek produksi dan pengendalian

    mutu.

    Industri farmasi memiliki kekhususan dibanding industri lainnya. Selain

    mempunyai potensi strategis berupa potensi ekonomi dan teknologi, potensi

    strategis industri farmasi yang lain adalah potensi sosial. Industri farmasi

    berperan dalam menjamin dan memperbaiki kesehatan masyarakat,

    menghasilkan obat untuk mengatasi berbagai penyakit, meminimalisi resiko

    kesehatan dan menjamin pelayanan kesehatan yang sustainable bagi generasi

    sekarang maupun generasi yang akan datang. Dalam menjamin ketersediaan

    produk obat di masyarakat, industri farmasi harus mampu menyediakan obat

  • 4

    yang berkualitas bagi masyarakat. Obat berkualitas mencakup 3 aspek: khasiat

    (efficacy), keamanan (safety), dan kenyamanan (acceptability) dalam dosis yang

    digunakan sesuai tujuan penggunaannya. Obat tersebut harus memenuhi nilai-

    nilai parameter kualitas secara konstan, seperti identitas (identity), kekuatan

    (strength), kemurnian (purity), dan karakteristik lainnya.

    Industri Farmasi harus membuat obat sedemikian rupa agar sesuai

    dengan tujuan penggunaannya, memenuhi persyaratan yang tercantum dalam

    dokumen izin edar (registrasi) dan tidak menimbulkan resiko yang

    membahayakan penggunanya karena tidak aman, mutu rendah atau tidak

    bertanggung jawab. Untuk pencapaian tujuan ini melalui Kebijakan Mutu,

    yang memerlukan komitmen dari semua jajaran di semua departemen di dalam

    perusahaan, para pemasok dan para distributor. Untuk mencapai tujuan mutu

    secara konsisten dan dapat diandalkan, diperlukan manajemen mutu yang di

    desain secara menyeluruh dan diterapkan secara benar.

    Pada pembuatan obat, pengendalian menyeluruh adalah sangat penting

    untuk menjamin bahwa konsumen menerima obat yang bermutu tinggi.

    Pembuatan obat secara sembarangan tidak dibenarkan bagi produk yang

    digunakan untuk menyelematkan jiwa, atau memulihkan atau memelihara

    kesehatan. Sumber daya manusia sangat penting dalam pembentukan dan

    penerapan sistem pemastian mutu yang memuaskan dan pembuatan obat yang

    benar. Oleh sebab itu industri farmasi bertanggung jawab untuk menyediakan

    personil yang terkualifikasi dalam jumlah yang memadai untuk melaksanakan

    tugas. Tiap personil hendaklah memahami prinsip CPOB dan memperoleh

  • 5

    pelatihan awal dan berkesinambungan termasuk instruksi mengenai higiene

    yang berkaitan dengan pekerjaan.

    Kriteria persyaratan obat berkualitas menunjukkan bahwa produk

    farmasi diatur secara ketat (highly regulated), baik oleh industri farmasi sendiri

    maupun pemerintah yang berwenang. Pengaturan ini ada yang bersifat nasional

    di masing-masing negara; regional misalnya di Uni Eropa, ASEAN, PIC/s;

    maupun international melalui Organisasi Kesehatan Dunia (World Health

    Organization). Di Indonesia, pemerintah telah mengeluarkan kebijakan Cara

    Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) melalui Surat Keputusan Menteri

    Kesehatan RI No. 43/MENKES/SK/II/1988 pada tanggal 2 Februari 1988.

    Seiring dengan perkembangan teknologi farmasi, konsep serta

    persyaratan CPOB mengalami perubahan-perubahan yang sangat cepat. Konsep

    CPOB bersifat sangat dinamis karena mengalami penyesuaian dari waktu ke

    waktu mengikuti perkembangan teknologi farmasi. Demikian halnya pada

    perkembangan penerapan CPOB di Indonesia.

    Pada awalnya belum dibuat suatu aturan baku khusus mengenai produksi

    obat dalam indutri farmasi. Namun, bukan berarti Indonesia tidak memiliki

    prinsip-prinsip dan aturan-aturan dalam membuat obat yang baik. Sebelum

    dibentuk CPOB terdapat beberapa UU yang membahas mengenai pembuatan

    obat, yakni:

    1. Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI No 950/Ph/65/b tahun 1965

    Peraturan Tentang Pemeriksaan dan Pengawasan Produksi dan Distribusi

    Obat-Obat

    Pasal (2): Pabrik farmasi yang membuat obat berkewajiban:

  • 6

    i. Membuat/meracik obat berasal dari bahan obat yang murni dan bermutu

    tinggi dan atau memenuhi syarat Farmakope Indonesia dan atau

    farmakope lain apabila monografinya tidak terdapat di Farmakope

    Indonesia.

    ii. Mengadakan pemeriksaan mutu dan kemurnian bahan obat terlebih

    dahulu sebelum mengerjakan pembuatan/peracikan.

    iii. Membuat/meracik obat menurut syarat-syarat kuantitatif dan kuaalitatif

    menurut ketentuan-ketentuan Direktorat Urusan Farmasi Departemen

    Kesehatan.

    2. Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI No: 90/Kab/B.VII/71 tahun 1971

    Peraturan Tentang Produksi Obat, Kelengkapan dan Perlengkapan Pabrik

    Farmasi.

    Pasal 4

    Pabrik harus mempunyai ruangan-ruangan yang cukup sesuai dengan

    jumlah jenis dan sifat obat yang diproduksi dan jumlah orang yang

    bekerja.

    Pabrik harus mempunyai ruangan terpisah untuk keperluan produksi

    cairan bukan suntikan, serbuk, kapsul, granul, tablet, pil, salep, cream,

    suppositorium dan ovula, obat suntik, dan tetes atau cairan untuk mata,

    ruangan lain yang memerlukan kondisi steril, beserta persyaratan dan

    perlengkapan yang ditetapkan oleh menteri kesehatan.

    Ruangan-ruangan untuk produksi, penyimpanan dan pemeriksaan harus

    memenuhi persyaratan standard hygiene tentang udara, cahaya,

    ventilasi, air minum, instalasi sanitasi dan drainase.

  • 7

    3. Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI No: 4234/A/SK/71 tahun 1971

    tentang lampiran Dasar-dasar dari Pengawasan atas mutu Obat-obat dan

    Cara-cara yang baik dalam Pengawasan Produksi dan Mutu Obat-obat

    sebagai pedoman dalam bidang produksi dan pengawasan mutu obat.

    Dalam Cara-cara yang baik dalam pengawasan produksi dan mutu obat-obat

    diatur:

    o Personil, tenaga ahli yang bertanggung jawab atas pengawasan produksi

    dan pengawasan obat-obat mempunyai kualifikasi pendidikan ilmiah.

    o Gedung

    o Obat-obat diproduksi, diolah, dibungkus dan lain-lain dalam ruang

    terpisah. Ruangan terang dan udara cukup. Konstruksi ruangan harus

    baik, dapat dibersihkan. Ruang cukup.

    o Peralatan. Peralatan mudah dibersihkan, menjauhkan kontaminasi

    o Bahan Baku. Diidentifikasi, disimpan dengan baik, pengambilan

    sampel, pemeriksaan, karantina dibebaskan dari pengontrol mutu.

    (released)

    o Proses pengolahan. Mengatur juga tentang kebersihan, kontaminasi,

    instruksi-instruksi tertulis, catatan-catatan batch, pemeliharaan catatan

    batch

    o Pembubuhan etiket dan pengepakan

    o Sistem pengawasan mutu

    o Inspeksi diri

    o Catatan-catatan mengenai distribusi. Keluhan-keluhan dan laporan-

    laporan tentang gejala (reaksi) yang merugikan

  • 8

    o Diawasi oleh seorang tenaga ahli yang kompeten, peralatan lengkap

    untuk melakukan tes-tes.

    Barulah setelah itu berdasarkan KEPMENKES RI No.

    1195/A/SK/IV/1984 dibuat Pembentukan Panitia Penyusunan Pedoman CPOB,

    selang 2 tahun kemudian berdasar KEPMENKES RI No 2787/SK/IX/1986

    dibuat Pembentukan Panitia Penyusunan Panduan Operasional CPOB. Pada

    tahun 1988 baru terbentuklah COPB yang pertama. Lalu pada tahun 1989

    berdasar keputusan DIRJEN POM No 05411/A/SK/XII/1989 berisi tentang

    penerapan CPOB 1 pada industri farmasi supaya lebih efektif. Seiring

    berkembangnya zaman, teknologi pun juga terus berkembang, CPOB

    mengalami beberapa perubahan yakni pada tahun 2001, 2006 dan 2011.

    Sejarah perkembangan CPOB di Indonesia dari tahun ke tahun adalah

    sebagai berikut:

    1969 WHO memperkenalkan konsep Good Practises in Manufacture

    and Quality Control of Drug

    1971 Penerapan CPOB di Indonesia secara sukarela

    1988 Pedoman CPOB Edisi 1 dikeluarkan dan mulai diterapkan

    1989-1994 Batas waktu pemenuhan CPOB

    1990 Sertifikasi CPOB

    2001 Pedoman CPOB Edisi 2 dikeluarkan dan mulai diterapkan

    2005 Draft Pedoman CPOB Edisi 3

    2006 Finalisasi Pedoman CPOB Edisi 3

    2007 Batas waktu pemenuhan CPOB Edisi 3

    2012 Resertifikasi CPOB Edisi 3

  • 9

    Dalam kurun waktu antara penerapan CPOB yang pertama hingga CPOB

    ketiga tentunya terdapat banyak perubahan-perubahan yang harus dihadapi

    industri farmasi. Perusahaan farmasi termasuk didalamnya para individu

    karyawan harus menyikapi perubahan tersebut dengan tepat dan adaptif untuk

    bertahan.

    Kepala Badan POM menetapkan bahwa mulai tahun 2012, seluruh

    industri farmasi di Indonesia harus telah tersertifikasi CPOB tahun 2006 (dengan

    masa tenggang selama 2 tahun). Apabila sampai dengan tahun 2012, ada

    beberapa konsekuensi dari industri farmasi yang bersangkutan, di antaranya:

    1. Harus melakukan perbaikan menyeluruh, dan tidak melaksanakan produksi

    selama perbaikan fasilitas bentuk sediaan yang belum re-sertifikasi.

    2. Tidak dapat menerima kontrak pembuatan obat untuk bentuk sediaan yang

    belum re-sertifikasi.

    3. Khusus untuk kasus industri farmasi belum ada bentuk sediaan yang di

    resertifikasi hingga akhir 2012, maka kontrak pembuatan hanya untuk

    semua produk yang sudah terdaftar untuk jangka waktu maksimum 2 tahun,

    dengan rencana perbaikan dan tidak dapat mendaftarkan produk baru untuk

    semua kategori (high, med, low risk) sampai resertifikasi.

    B. CPKB

    Berbicara masalah kecantikan tidak akan terlepas dari kosmetik karena

    keduanya bagaikan dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan satu sama

    lain. Kosmetik merupakan campuran bahan kimia, bahan alam, atau

    kombinasinya yang digunakan untuk bagian luar dari badan. Saat ini, kosmetik

  • 10

    sudah menjadi kebutuhan primer manusia. Tanpa disadari semua fase kehidupan

    manusia membutuhkan kosmetik. Mulai dari bayi, anak-anak, remaja, dewasa

    hingga orang tua baik pria maupun wanita, khususnya wanita. Tidak dipungkiri

    lagi, bagi sebagian banyak wanita kosmetik menjadi kebutuhan yang mendasar

    dimana digunakan untuk meningkatkan daya tarik personal atau lebih sering

    disebut sebagai tujuan dekoratif (memperbaiki penampilan agar terlihat lebih

    menarik).

    Perkembangan kosmetik dari tahun ketahun semakin meningkat, pada

    tahun 1970 perawatan kecantikan dilakukan dengan konsep back to nature

    dengan penilaian kecantikan dari segi fisik. Terjadinya perkembangan tren

    kecantikan serta evolusi tren kosmetik tersebut membuktikan bahwa masyarakat

    semakin menuntut produk kosmetik yang aman, efektif dan efisien. Tingginya

    permintaan serta ekspektasi masyarakat terhadap produk kosmetik ini menuntut

    industri farmasi untuk semakin terpicu mengembangkan teknologi kecantikan.

    Selanjutnya, pada tahun 2003 berdasar Keputusan Kepala Badan POM RI No.

    HK.00.05.4.3870 dibuat Pedoman Cara Pembuatan Kosmetik yang Baik. Guna

    menjelaskan dan menggambarkan penerapan Cara Pembuatan Kosmetik yang

    Baik di lapangan pada tahun 2010 diterbitkan Petunjuk Operasional Pedoman

    Cara Pembuatan Kosmetik yang Baik.

    C. CPOTB

    Seiring dengan perubahan konsep dalam dunia kesehatan dengan tema

    back to nature perubahan konsep tersebut juga membuktikan bahwa tingkat

    minat masyrtakat terhadap obat herbal semakin meningkat pula. Hal ini juga

  • 11

    memacu industri farmasi untuk terus menciptakan sediaan herbal yang nilai

    efikasi, keamanan dan kualitasnya tidak diragukan. Maka dari itu pada tahun

    2005 mulai diterapkan CPOTB sesuai dengan Keputusan Kepala Badan POM RI

    No. HK.00.05.4.1380 tentang Pedoman Cara Pembuatan Obat Tradisional yang

    Baik.

    2.2 PERKEMBANGAN CPOB DI NEGARA MAJU

    Beberapa contoh perkembangan CPOB di Negara-negara maju

    A. Perkembangan GMP di USA

    Good Manufacturing Practice (GMP) atau yang biasa disebut CPOB

    dihasilkan dari sejarah panjang tentang perlunya perlidungan untuk konsumen.

    GMP adalah peraturan yang dikeluarkan oleh Federal Food, Drug, and Cosmetic

    Act (FDCA). Berikut ini adalah sejarah dari FDA dan perlindungan konsumen.

    Undang undang FDA pada tahun 1906

    Pada awal abad ke 20, tidak ada peraturan untuk melindungi

    masyarakat dari produk produk yang berbahaya, dan teknologi masih belum

    berkembang. Es adalah sarana utama pendinginan, susu yang tidak

    dipasteurisasi. Pengawet kimia dan warna beracun yang tidak terkendali. Obat-

    obatan yang mengandung opium, morfin, heroin, dan kokain yang dijual tanpa

    batasan.

    Elixir Sulfanilamide

    Sulfanilamida adalah obat yang dipakai untuk mengobati infeksi

    streptokokus, dan diproduksi dalam bentuk serbuk dan tablet. Karena anak-anak

    sering memerlukan obat untuk sakit tenggorokan, Perusahaan S.E.Massengill

  • 12

    mengembangkan bentuk cair dari obat ini. Mereka menguji rasa, penampilan,

    dan aroma dari obat tersebut, dan ternyata obat itu dapat diterima. Mereka

    mengirimkan 633 pengiriman pada bulan September 1937. Mereka segera

    menemukan bahwa banyak orang yang menggunakan obat ini meninggal Karena

    gagal ginjal dan mengalami penghentian urin, sakit perut parah, mual, muntah,

    pingsan, dan kejang-kejang. Banyak dari korban tersebut adalah anak-anak.

    Ahli kimia di Massengill ternyata menggunakan bahan kimia beracun

    untuk melarutkan sulfanilamide serbuk menjadi bentuk larutan. Bahan yang

    digunakan adalah diethylene glikol, yaitu bahan kimia yang biasanya digunakan

    sebagai anti beku. Pada saat itu, di sana tidak ada peraturan bahwa obat harus

    diuji keamanannya. Massengill hanya didakwa dengan tuduhan kesalahan

    pelabelan, karena obat tersebut disebut elixir, padahal tidak ada kandugan

    alcohol di dalam obat tersebut. Massengill menolak bertanggung jawab untuk

    kematian tersebut, namun kepala ahli kimia yang mengembangkan obat tersebut

    memutuskan untuk bunuh diri.

    Food, Drug, and Cosmetic Act

    Pada tahun 1937 ketika tragedy ini terjadi, Senat telah memperkenalkan

    RUU untuk merombak hukum tahun 1906, tetapi tindakan kongres telah

    terhenti. Sebagai tanggapan terhadap tragedi itu, federasi UU Makanan, Obat,

    dan Kosmetik disahkan pada tahun 1938. Untuk itu produsen obat perlu

    menunjukkan bahwa obat ini aman sebelum obat tersebut dipasarkan. Ketentuan

    lain dari Undang undang tersebut adalah kosmetik dan alat terapi diatur untuk

    pertama kalinya, bukti penipuan tidak lagi diperlukan untuk menghentikan klaim

    palsu pada obat, zat beracun dalam makanan menjadi diregulasi.

  • 13

    Thalidomide

    Pada tahun-tahun menjelang peristiwa thalidomide, Senator Estes

    Kefauver mengadakan dengar pendapat tentang biaya obat, ilmu yang

    mendukung efektivitas obat, dan klaim yang dibuat dalam iklan dan label.

    Meskipun temuan mengganggu, Kongres sekali lagi tidak mengesahkan

    peraturan sampai tragedi melanda. Saatini tragedi dapat dihindari karena

    ketekunan seorang wanita bernama Frances Oldham Kelsey. Dia adalah seorang

    PhD dalam bidang farmakologi yang bekerja untuk FDA. Saat dia adalah

    seorang staf pengajar di University of Chicago, ia bekerja dan menemukan obat

    untuk malaria, dan selama pendidikannya, ia telah belajar bahwa beberapa obat

    melewati plasenta selama kehamilan. Salah satu tugas pertamanya diFDA adalah

    untuk meninjau aplikasi dari Richardson Merrill untuk obat penenang dan obat

    penghilang rasa sakit thalidomide. Zat itu juga digunakan pada wanita hamil

    untukmorning sickness. Terlepas dari kenyataan bahwa thalidomide telah

    disetujui di Kanada dan banyak negara di Eropa dan Afrika, Kelsey menahan

    persetujuan dan meminta studi tambahan karena dia khawatir tentang dampak

    obat pada sistem saraf. Pada saat yang bersamaan, banyak bayi mulai yang lahir

    dengan cacat parah di Eropa dan tempat-tempat lain. Ketika cacat ini akhirnya

    ditelusuri, ternyata banyak penggunaan thalidomide selama kehamilan, Kelsey

    menjadi pahlawan untuk menjaga thalidomide dari pasar AS.

    Amandemen Obat pada tahun 1962

    Amandemen Obat Tahun 1962 Karena insiden thalidomide berisiko

    tinggi, opini publik mendorong Kongres untuk dengan suara bulat mengesahkan

    Amandemen Obat 1962. Amandemen ini memperketat kontrol atas obat resep,

  • 14

    obat baru dan obat yang diteliti. Efektivitas sekarang harus ditampilkan sebelum

    obat akan disetujui, perusahaan obat diminta untuk mengirim laporan reaksi efek

    samping pada FDA, dan iklan obat dalam jurnal medis diperlukan untuk

    memberikan informasi secara lengkap kepada dokter (risiko serta manfaat.)

    Amandemen Obat Tahun 1962 diresmikan menjadi Good Manufacturing

    Practices (GMP). Dalam beberapa tahun sejak 1962 banyak undang-undang

    yang telah disahkan yang mempengaruhi GMP dan bagaimana FDA

    melaksanakan misinya. Syarat pemberian label yang lebih ketat datang pada

    tahun 1966 ketika Fair Packaging and Labeling Act mewajibkan semua produk

    konsumen dalam perdagangan antar negara harus jujur dan menggunakan label

    yang memberikan informasi, lalu FDA juga menegakkan peraturan tersebut

    untuk makanan , obat-obatan , kosmetik , dan alat kesehatan. Peraturan Anti-

    Tampering muncul pada tahun 1983 setelah tujuh orang di Chicago meninggal

    setelah minum Tylenol yang dicampur dengan sianida.

    B. PIC/S Secretariat. 2009. Guide To Good Manufacturing Practice For

    Medicinal Products Annexes. Geneva.

    Anneks 1 Manufaktur produk obat steril

    Prinsip: Pembuatan produk steril merupakan pokok persyaratan khusus

    dalam rangka meminimalkan risiko kontaminasi mikrobiologi dan kontaminasi

    partikulat dan pirogen. Banyak tergantung pada keterampilan, pelatihan dan

    sikap personil yang terlibat. Jaminan kualitas sangat penting dan tipe manufaktur

    ini harus ketat mengikuti metode yang ditetapkan dengan teliti dan divalidasi

    metode persiapan dan prosedur. Satu-satunya menggantungkan pada hal

  • 15

    kesterilan atau aspek-aspek kualitas lainnya tidak boleh ditempatkan pada setiap

    proses akhir atau selesai uji produk.

    Ruang bersih dan perangkat udara bersih harus diklasifikasikan sesuai

    dengan EN ISO 14644-1. Klasifikasi harus jelas dibedakan dari proses

    operasional pemantauan lingkungan. Maksimum konsentrasi partikel udara yang

    diijinkan untuk masing-masing kelas diberikan dalam tabel berikut:

    Batas yang direkomendasikan untuk pemantauan mikrobiologi pada

    daerah bersih selama operasi:

  • 16

    Anneks 2 Manufaktur produk obat biologis untuk manusia

    Bidang: Metode yang digunakan dalam manufaktur produk obat biologi

    merupakan faktor penting dalam membentuk kontrol peraturan yang tepat.

    Produk obat biologis dapat didefinisikan oleh karena itu sebagian besar dengan

    mengacu pada mereka metode manufaktur. Produk obat biologis disiapkan

    mengikuti metode manufaktur seperti anneks 1:

    a) Kultur mikroba, kecuali yang dihasilkan dari teknik r-DNA.

    b) Kultur mikroba dan sel, termasuk yang dihasilkan dari DNA rekombinan

    atau teknik hibridoma.

    c) Ekstraksi dari jaringan biologis.

    d) Perbanyakan agen hidup dalam embrio atau hewan.

    Prinsip: Manufaktur produk obat biologis melibatkan pertimbangan

    spesifik tertentu yang timbul dari sifat produk dan proses. Cara produk obat

    biologi diproduksi, dikendalikan dan diberikan membuat beberapa tindakan

    pencegahan tertentu yang diperlukan. Tidak seperti produk obat konvensional,

    yang diproduksi menggunakan kemampuan teknik kimia dan fisika konsistensi

    tingkat tinggi, produksi produk obat biologis melibatkan proses biologis dan zat,

    seperti kultivasi sel atau ekstraksi zat dari organisme hidup. Proses biologis ini

    dapat menampilkan sifat variabilitas, sehingga jarak dan sifat by-product adalah

    variabel. Selain itu, zat yang digunakan dalam proses kultivasi ini memberikan

    substrat yang baik untuk pertumbuhan kontaminan mikroba. Kontrol produk

    obat biologis biasanya melibatkan teknik analitik biologis yang memiliki

    variabilitas lebih besar daripada determinasi fisikokimia. Oleh karena itu dalam

    proses kontrol penting memproduksi produk obat biologis lebih besar. Khasiat

  • 17

    khusus produk obat biologis perlu perhatian teliti pada code GMP dan

    perkembangan catatan pada anneks ini.

    Anneks 3 Manufaktur radiofarmaka

    Prinsip: Manufakturing dan penanganan radiofarmaka berpotensi

    berbahaya. Jenis-jenis radiasi yang dipancarkan dan waktu paruh isotop

    radioaktif adalah parameter yang berperan terhadap tingkat risiko. Perhatian

    khusus harus diberikan kepada pencegahan kontaminasi silang, pada

    penyimpanan kontaminan radionuklida, dan pembuangan limbah. Pertimbangan

    khusus diperlukan dengan mengacu pada ukuran batch kecil yang berasal dari

    radiofarmaka. Karena waktu paruh yang singkat, beberapa radiofarmaka

    melepas sebelum uji kontrol kualitas. Pada kasus ini, penilaian berkelanjutan

    terhadap efektivitas sistem jaminan mutu menjadi sangat penting

    Anneks 4 Manufaktur produk obat hewan selain immunologi

    Tujuan:

    1. Sebuah bahan pakan obat adalah setiap campuran produk obat hewan atau

    produk dan makanan atau makanan siap yang dipersiapkan untuk pemasaran

    dan dimaksudkan untuk diberi makan kepada hewan tanpa pengolahan lebih

    lanjut karena sifatnya kuratif atau sifat pencegahan atau khasiat lainnya

    (misalnya diagnosis medis, restorasi, koreksi atau modifikasi fungsi

    fisiologis pada hewan).

  • 18

    2. Pra-campuran bahan makanan untuk obat adalah produk obat hewan yang

    dipersiapkan sebelumnya dengan tujuan untuk pembuatan berikutnya dari

    obat bahan makanan.

    Anneks 5 Manufaktur obat imunologi hewan

    Prinsip: Pembuatan produk obat imunologi hewan memiliki karakteristik

    khusus yang harus dipertimbangkan ketika diimplementasikan dan dinilai sistem

    jaminan mutu. Karena sejumlah besar berhubungan dengan spesies hewan dan

    agen patogen, berbagai produk yang diproduksi sangat luas dan volume

    pembuatan sering rendah, maka pembuatan dilakukan secara biasanya. Selain

    itu, karena sifat dari pembuatan ini (budidaya, ketiadaan sterilisasi akhir, dll),

    produk harus dilindungi sangat baik terhadap kontaminasi dan kontaminasi

    silang. Lingkungan juga harus dijaga terutama ketika pembuatan melibatkan

    penggunaan patogen atau agen biologi eksotis dan pekerja harus sangat baik

    dilindungi ketika pembuatan yang melibatkan penggunaan agen biologis patogen

    untuk manusia.

    Anneks 6 Manufaktur gas medisinal

    Prinsip: Anneks ini berkaitan dengan industri manufaktur gas medisinal,

    yang merupakan sebuah proses industri khusus biasanya tidak dilakukan oleh

    industri farmasi. Hal ini tidak mencakup manufaktur dan penanganan gas

    medisinal di rumah sakit, yang akan dikenakan undang-undang nasional. Namun

    bagian yang relevan dari anneks ini dapat digunakan sebagai dasar untuk

    kegiatan tersebut. Pembuatan gas medisinal umumnya dilakukan dalam

  • 19

    peralatan tertutup. Akibatnya, pencemaran lingkungan dari produk ini sedikit.

    Namun, ada risiko kontaminasi silang dengan gas-gas lainnya. Manufaktur gas

    medisinal harus memenuhi persyaratan dasar GMP, dengan anneks yang

    berlaku, standar farmakope dan mengikuti pedoman rinci.

    Anneks 7 Manufaktur produk obat herbal

    Prinsip: Dikarenakan produk obat herbal selalu kompleks dan tidak

    tetap, dan jumlah dan kuantitas kecil menentukan bahan-bahan aktif, mengontrol

    bahan awal, penyimpanan dan pengolahan dianggap penting dalam pembuatan

    produk obat-obatan herbal.

    Anneks 8 Sampling bahan awal dan kemasan

    Prinsip: Sampling merupakan operasi penting di mana hanya sebagian

    kecil dari batch yang diambil. Kesimpulan yang valid secara keseluruhan tidak

    dapat didasarkan pada uji yang dilakukan pada sampel non-representatif.

    Pengambilan sampel yang benar merupakan bagian penting dari sistem jaminan

    mutu.

    Anneks 9 Manufaktur liquid, cream, dan ointment

    Prinsip: Liquid, cream dan ointment sangat rentan terhadap mikroba dan

    kontaminasi lainnya selama pembuatan. Oleh karena itu langkah-langkah khusus

    harus diambil untuk mencegah kontaminasi.

    Catatan: Pembuatan liquid, cream dan ointment harus dilakukan sesuai dengan

    GMP yang dijelaskan dalam pedoman PIC untuk GMP dan dengan pedoman

  • 20

    tambahan lainnya yang berlaku. Saat ini pedoman hanya menekankan pada poin

    yang spesifik untuk manufaktur ini.

    Anneks 10 Manufaktur sediaan aerosol bertekanan dengan dosis terukur untuk

    inhalasi

    Prinsip: Manufaktur sediaan aerosol bertekanan untuk inhalasi dengan

    katup membutuhkan beberapa ketentuan khusus untuk sediaan farmasi.Kondisi

    ini untuk meminimalkan mikroba dan kontaminasi partikel. Jaminan mutu

    komponen katup dan, dalam kasus suspensi, keseragaman penting sekali.

    Catatan: Pembuatan aerosol dengan dosis terukur harus dilakukan sesuai

    dengan GMP yang dijelaskan dalam pedoman PIC Guide untuk GMP dan

    pedoman tambahan lain yang berlaku. Pedoman ini hanya berfokus spesifik

    untuk pembuatan ini.

    Anneks 11 Sistem komputerisasi

    Prinsip: Pengenalan sistem komputerisasi ke dalam sistem manufaktur,

    termasuk penyimpanan, distribusi dan kontrol kualitas tidak mengubah

    kepentingan untuk mengamati prinsip-prinsip relevan dalam pedoman. Dimana

    sistem komputerisasi menggantikan operasi manual, tidak boleh ada penurunan

    kualitas produk atau jaminan mutu. Pertimbangan harus memperhatikan risiko

    kehilangan aspek dari sistem sebelumnya dengan mengurangi keterlibatan

    operator.

    Validasi: Tingkat validasi yang diperlukan akan tergantung pada

    sejumlah faktor termasuk penggunaan yang sistem harus diajukan, apakah itu

  • 21

    prospektif atau retrospektif dan apakah ada atau tidak unsur-unsur baru yang

    dimasukkan. Validasi harus dianggap sebagai bagian lengkap dari sebuah sistem

    komputer. Siklus ini meliputi tahap perencanaan, spesifikasi, pemrograman,

    pengujian, persiapan, dokumentasi, operasi, pemantauan dan perubahan.

    Anneks 12 Penggunaan radiasi pada manufaktur produk obat

    Radiasi pengion bisa digunakan selama proses pembuatan untuk

    berbagai tujuan termasuk reduksi bioburden dan sterilisasi awal bahan,

    komponen kemasan atau produk dan pengobatan poduk darah. Ada dua jenis

    proses iradiasi: iradiasi gamma dari sumber radioaktif dan energi tinggi iradiasi

    elektron (radiasi Beta) dari akselerator.

    Iradiasi gamma: dua mode pengolahan yang berbeda dapat digunakan:

    (I) Mode Batch: produk diatur di lokasi tetap sekitar sumber radiasi dan

    tidak dapat dimuat atau dibongkar sementara dikenai sumber radiasi.

    (II) Mode berkelanjutan: sistem otomatis menyampaikan produk ke dalam

    sel radiasi, melewati sumber radiasi terbuka di sepanjang alur yang

    ditetapkan dan pada kecepatan yang tepat, dan keluar dari sel.

    Iradiasi elektron: produk yang disampaikan melewati sinar terus menerus

    atau bergetar dengan elektron energi tinggi (radiasi beta) yang dipindai bolak-

    balik melintasi jalur produk.

    Anneks 13 Manufaktur produk obat investigasional

    Prinsip: Produk obat investigasional seharusnya diproduksi sesuai

    dengan prinsip dan pedoman rinci GMP untuk produk obat. Pedoman lain yang

  • 22

    seharusnya diperhitungkan relevan dan sesuai dengan tahap perkembangan

    produk. Prosedur harus fleksibel untuk menyediakan perubahan pengetahuan

    meningkatkan proses, dan sesuai dengan tahap perkembangan produk. Dalam uji

    klinis yang ada dapat ditambahkan risiko mengikutsertakan subjek dibandingkan

    dengan pasien yang diobati dengan produk yang di pasaran. Penerapan GMP

    untuk pembuatan produk obat investigasional dimaksudkan untuk memastikan

    bahwa subjek percobaan tidak ditempatkan pada risiko, dan bahwa hasil dari uji

    klinis tidak dipengaruh oleh keamanan yang tidak memadai, kualitas atau

    efektivitas yang timbul dari ketidakpuasan manufaktur. Sama-sama, hal ini

    dimaksudkan untuk memastikan bahwa ada konsistensi antara batch produk obat

    yang digunakan dalam penelitian sama atau uji klinis berbeda, dan bahwa

    perubahan selama pengembangan produk obat investigasional secara memadai

    didokumentasikan dan dibenarkan. Produksi produk obat investigasional

    melibatkan kompleksitas tambahan dibandingkan dengan produk yang

    dipasarkan berdasarkan ketiadaan rutinitas tetap, variasi desain uji klinis, akibat

    desain kemasan, kebutuhan, keseringan, untuk pengacakan dan pengaburan dan

    peningkatan risiko kontaminasi silang produk dan pencampuran. Selain itu,

    mungkin ada potensi pengetahuan yang tidak lengkap dan toksisitas produk dan

    ketiadaan proses validasi penuh, atau, dipasarkan produk yang dapat digunakan

    setelah dikemas ulang atau dimodifikasi. Tantangan-tantangan ini membutuhkan

    personil dengan pemahaman yang menyeluruh, dan pelatihan, penerapan GMP

    untuk produk obat investigasional. Kerja sama diperlukan dengan pemeriksaan

    biaya yang melakukan tanggung jawab untuk semua aspek dari uji klinis

    termasuk kualitas produk obat investigasional. Meningkatkan kompleksitas

  • 23

    dalam operasi manufaktur sangat membutuhkan sistem mutu yang efektif.

    Anneks ini juga mencakup pedoman memesan, pengiriman, dan pengembalian

    persediaan klinis, yang berada di antarmuka, dan dilengkapi pada pedoman

    Good Clinical Practice.

    Anneks 14 Manufaktur produk yang berasal dari darah manusia atau plasma

    manusia

    Prinsip: Untuk produk obat biologis yang berasal dari darah atau plasma

    manusia, bahan awal termasuk sumber bahan-bahan seperti sel-sel atau cairan

    termasuk darah atau plasma. Produk obat berasal dari darah atau plasma manusia

    memiliki fitur-fitur khusus tertentu yang muncul dari sifat biologis dari sumber

    bahan-bahan. Contohnya, agen penyakit transmisi, terutama virus, bisa

    mengontaminasi sumber bahan.. Oleh karena itu keamanan dari produk ini

    bergantung pada kontrol sumber bahan dan sumber asal sebaik subsequen pada

    prosedur manufaktur, termasuk penghapusan dan inaktivasi virus. Bab-bab

    umum pada pedoman GMP berlaku untuk produk obat-obatan yang berasal dari

    darah atau plasma manusia, kecuali dinyatakan lain. Beberapa anneks bisa juga

    berlaku, misalnya pembuatan produk obat steril, penggunaan radiasi pengion

    dalam pembuatan produk obat, pembuatan produk obat biologis dan sistem

    komputerisasi. Karena kualitas produk akhir dipengaruhi oleh semua langkah-

    langkah di dalam manufaktur, termasuk pengumpulan darah atau plasma, semua

    operasional harus dilakukan sesuai dengan sistem yang sesuai jaminan mutu dan

    GMP saat ini. Tindakan yang diperlukan harus diambil untuk mencegah

    penularan infeksi penyakit dan persyaratan dan standar Farmakope Eropa (atau

  • 24

    farmakope lain yang relevan) monograf plasma untuk fraksinasi dan produk obat

    yang berasal dari darah atau plasma manusia yang berlaku. UU lain yang relevan

    dengan pedoman seperti Rekomendasi Dewan 29 Juni 1998 "Pada kesesuaian

    darah dan plasma donor dan skrining darah yang disumbangkan dalam

    kommunitas Eropa (98/463/EC), rekomendasi dari Dewan Eropa (lihat "Panduan

    untuk persiapan, penggunaan dan kualitas jaminan darah komponen ", Dewan

    Eropa Press) dan Organisasi Kesehatan Dunia (lihat Laporan oleh Komite Ahli

    WHO pada Biological Standardisasi, WHO Laporan Teknis Series 840, 1994).

    Selain itu, pedoman yang diadopsi oleh CPMP, khususnya "Catatan untuk

    panduan tentang produk obat plasma yang diturunkan

    (CPMP/BWP/269/95rev.2) ", "Studi validasi virus: desain, kontribusi dan

    interpretasi studi memvalidasi inaktivasi dan penghapusan virus "diterbitkan

    dalam Volume 3A dari seri" Aturan yang mengatur produk obat-obatan di

    komunitas Eropa" dapat membantu. Dokumen-dokumen ini secara teratur

    direvisi dan acuan seharusnya dibuat revisian terbaru untuk pedoman saat ini.

    Ketentuan-ketentuan anneks ini berlaku untuk produk obat-obatan yang berasal

    dari darah dan plasma manusia. Itu tidak mencakup komponen darah yang

    digunakan dalam transfusi obat-obatan. Namun banyak dari ketentuan ini

    mungkin berlaku untuk seperti komponen dan pihak yang berwenang mungkin

    memerlukan kepatuhan dengan mereka.

    Anneks 15 Kualifikasi dan validasi

    Prinsip: Anneks ini menjelaskan prinsip kualifikasi dan validasi yang

    dapat diaplikasikan pada manufaktur produk-produk obat. Itu merupakan suatu

  • 25

    persyaratan GMP dalam mengidentifikasi pembuatan apakah validasi diperlukan

    untuk menjamin kontrok aspek penting operasional khusus/ perubahan

    signifikan untuk fasilitas, peralatan dan proses, yang bisa mempengaruhi kualitas

    produk, harus divalidasi. Penilaian pendekatan suatu risiko harus digunakan

    untuk memutuskan ruang lingkup dan tingkat validasi.

    Rencana untuk validasi: Semua kegiatan validasi harus direncanakan. Elemen-

    elemen kunci sebuah validasi program harus didefinisikan secara jelas dan

    didokumentasikan dalam rencana master validasi (VMP) atau dokumen terkait.

    VMP harus menjadi dokumen ringkasan yang singkat, padat dan jelas. VMP

    harus berisi data pada setidaknya berikut ini:

    a. Kebijakan validasi

    b. Struktur organisasi kegiatan validasi

    c. Ringkasan fasilitas, sistem, peralatan dan proses untuk divalidasi

    d. Format dokumentasi: format yang akan digunakan untuk protokol dan

    laporan

    e. Perencanaan dan penjadwalan

    f. Mengubah kontrol

    g. Referensipada dokumen yang ada.

    Dalam kasus proyek-proyek besar, mungkin perlu untuk membuat

    salinan validasirencana induk.

    Anneks 16 [Qualified person and batch release]*

    * Anneks ini khusus untuk pedoman Uni Eropa GMP dan belum diadopsi oleh

    PIC / S.

  • 26

    Anneks 17 Pelepasan parametik

    Prinsip: Definisi pelepasan parametik digunakan dalam anneks ini

    didasarkan pada usulan Organisasi Eropa untuk mutu: "Sebuah sistem pelepasan

    memberikan jaminan bahwa produk yang dimaksud bermutu berdasarkan

    informasi yang dikumpulkan selama proses manufaktur dan kepatuhan terhadap

    persyaratan GMP spesifik yang berhubungan dengan pelepasan parametrik.

    Pelepasan parametik harus memenuhi persyaratan dasar GMP, dengan anneks

    dapat dipakai dan mengikuti pedoman.

    Anneks 18 [GMP Guide for active pharmaceutical ingredients]**

    ** Uni Eropa pertama mengadopsi pedoman ICH GMP pada API

    sebagai anneks18 untuk pedoman Uni Eropa GMP sedangkan PIC / S diadopsi

    sebagai berdiri sendiri pedoman GMP. Pedoman diadopsi sebagai Bagian II

    pedoman PIC / S GMP.

    Anneks 19 Referensi dan penyimpanan sampel

    Bidang: Anneks ini sebagai pedoman praktis GMP untuk produk-produk

    obat ("GMP Guide") memberikan panduan pada pengambilan dan penempatan

    referensi sampel bahan awal, bahan kemasan atau produk jadi dan penyimpanan

    sampel produk jadi. Persyaratan khusus untuk produk obat investigasional

    terdapat pada anneks 13. Anneks ini juga mencakup pedoman penyimpanan

    sampel suntuk produk obat yang didatangkan/ didistribusikan.

  • 27

    Anneks 20 Manajemen risiko mutu***

    *** Anneks ini bersifat fakultatif.

    Prinsip: Ada 2 prinsip utama manajemen risiko mutu, yaitu:

    1. Evaluasi risiko mutu harus didasarkan ilmu saintis dan akhirnya

    berhubungan dengan perlindungan pasien.

    2. Tingkat usaha, formalitas dan dokumentasi dari manajemen risiko mutu

    harus sepadan dengan tingkat risiko.

    Gambar 1: Gambaran dari proses manajemen risiko kualitas khas

  • 28

    Appendix I: Metode manajemen resiko dan alat-alat

    Tujuan: Untuk memberikan gambaran umum dan referensi untuk beberapa alat

    utama yang dapat digunakan dalam manajemen risiko mutu oleh industri dan

    regulator. Referensi disertakan sebagai bantuan untuk mendapatkan lebih

    banyak pengetahuan dan detail tentang alat tertentu. Ini bukan daftar lengkap.

    Penting untuk dicatat bahwa tidak ada satu alat atau seperangkat alat yang dapat

    digunakan untuk setiap situasi di mana prosedur manajemen risiko yang mutu

    digunakan

    Appendix II: Aplikasi potensi untuk manajemen risiko mutu

    Appendiks ini dimaksudkan untuk mengidentifikasi potensi

    menggunakan prinsip manajemen risiko mutu dan alat-alat oleh industri dan

    regulator. Namun, pemilihan perangkat manajemen risiko tertentu benar-benar

    tergantung pada fakta-fakta tertentu dan keadaan. Contoh-contoh ini diberikan

    untuk tujuan ilustrasi dan hanya menyarankan menggunakan potensi manajemen

    risiko mutu. Appendiks ini tidak dimaksudkan untuk menciptakan harapan baru

    di luar persyaratan peraturan saat ini.

    C. Perkembangan GMP di Australia

    Australia mengenal istilah Therapeutic Goods Administration (TGA)

    yang meregulasi hal-hal yang berkaitan dengan terapeutik melalui berbagai

    tindakan yang komprehensif termasuk memastikan efikasi dan keamanan obat-

    obatan yang diperbolehkan dijual di Australia. Komponen kunci dari

    keseluruhan regulasi TGA mengenai obat-obatan dan alat kesehatan adalah

    inspeksi dari fasilitas manufaktur untuk memastikan proses produksi dijalankan

  • 29

    sesuai dengan prinsip manufaktur yang dilegalisasi, termasuk Code of Good

    Manufacturing Practice (GMP).

    Di Australia, Therapeutic Goods Act dibuat pada tahun 1989 dengan

    beberapa pengecualian, bahwa produsen barang-barang terapeutik harus

    mempunyai lisensi. Untuk mendapatkan lisensi untuk memproduksi hal-hal yang

    berkaitan dengan terapeutik, produsen harus menunjukkan, selama inspeksi

    pabrik tersebut harus mematuhi prinsip-prinsip manufaktur yang terkandung

    dalan GMP dan Quality systems.

    Produsen luar negeri yang akan menjual barang terapi di Australia harus

    memenuhi standar GMP yang setara dengan produsen di Australia. Produsen

    luar negeri diwajibkan memberikan bukti ini kepada TGA. Jika bukti dokumen

    GMP tidak dapat diterima, maka auditor TGA akan melakukan on-site audit

    dengan cara yang sama seperti yang dilakukan pada produsen di Australia.

    GMP dan inspeksi TGA merupakan elemen kunci dari sistem regulasi

    Australia untuk menjamin keamanan, kualitas dan efektivitas dari sejumlah

    besar obat-obatan yang beredar di Australia. Program TGA mengenai inspeksi

    dan re-inspeksi GMP Manufacturing merupakan cara terbaik untuk pemerintah

    Australia sehingga dapat memastikan bahwa barang-barang terapi diproduksi

    dengan standar internasional tertinggi.

    Pada tanggal 29 juli 2009, Therapeutic Goods (Manufacturing Principle)

    Determination No. 1 of 2009 mengadopsi panduan PIC/S untuk GMP. Pada

    tanggal 15 januari 2009 PE-009-8 menjadi Code of GMP, kecuali Annexes 4, 5

    dan 14 yang tidak diadopsi oleh Australia.

  • 30

    Kode ini diperbarui untuk menggantikan Australian Code of Good

    Manufacturing Practice untuk produk obat (16 Agustus 2002) dan untuk produk

    tabir surya (1994). The 2009 Code terdiri dari dua bagian dan lima belas

    lampiran. Bagian I berlaku untuk pembuatan produk obat jadi dan Bagian II

    berlaku untuk pembuatan Active Pharmaceutical Ingredients (APIs). Bagian III

    identik dengan ICH GMP yang merupakan panduan untuk APIs, yang sudah

    ditetapkan sebagai standar dalam prinsip manufaktur sebelumnya.

    Berikut merupakan lampiran-lampiran (Annexes) yang diadopsi:

    Annex 1: Manufacture of sterile medicinal products

    Annex 2: Manufacture of biological medicinal products for human use

    Annex 3: Manufacture of radiopharmaceuticals

    Annex 6: Manufacture of medicinal gases

    Annex 7: Manufacture of herbal medicinal products

    Annex 8: Sampling of starting and packaging materials

    Annex 9: Manufacture of liquids, creams and ointments

    Annex 10: Manufacture of pressurised metered dose aerosol preparations

    for inhalation

    Annex 11: Computerised systems

    Annex 12: Use of ionising radiation in the manufacture of medicinal

    products

    Annex 13: Manufacture of investigational medicinal products

    Annex 15: Qualification and validation

    Annex 17: Parametric release

    Annex 19: Reference and retention samples

  • 31

    Annex 20: Quality risk management

    Australia belum mengadopsi Annex 4 dan 5 dalam PIC/S Guide untuk

    pembuatan obat-obatan hewan dan annex 14 untuk produk yang berasal dari

    darah manusia atau plasma manusia. Panduan PIC/S tidak termasuk annex 16

    dan 18 karena khusus untuk EU GMP Guide.

    D. Perkembangan GMP di Kanada

    Prinsip dari GMP Kanada adalah pemegang lisensi harus memastikan

    bahwa fabrikasi, kemasan, label, distribusi, pengujian, dan penjualan obat harus

    mematuhi persyaratan dan prinsip pemasaran dan tidak menempatkan konsumen

    pada resiko akibat tidak memadainya keamanan dan kualitas.

    Berikut merupakan regulasi GMP dimana pedoman GMP ini berlaku

    untuk farmasi, radiofarmaka, obat biologi, dan kedokteran hewan dikembangkan

    oleh Health Canada.

    Bagian Regulasi F P/

    L

    I D W T

    Bangunan C.02.004

    Peralatan C.02.005

    Personalia C.02.006

    Sanitasi C.02.007

    C.02.008

    Pengujian raw

    material

    C.02.009

    C.02.010

    *

    *

    KontrolProduksi C.02.011

  • 32

    C.02.012

    Quality control C.02.013

    C.02.014

    C.02.015

    Pengujian

    packaging

    material

    C.02.016

    C.02.017

    *

    *

    Pengujianprodukj

    adi

    C.02.018

    C.02.019

    *

    *

    Dokumentasi C.02.020

    C.02.021

    C.02.022

    C.02.023

    C.02.024

    Sampel C.02.025

    C.02.026

    Stabilitas C.02.027

    C.02.028

    *

    *

    Produksteril C.02.029 *

    F = Fabricator, P/L = Packager/Labeller, I = Importer, D = Distributor, W =

    Wholesaler, T = Tester

    * = pedoman yang berlaku tergantung pada sifat kegiatan

  • 33

    2.3 PERKEMBANGAN CPOB DI INDONESIA

    Perkembangan yang sangat pesat dalam teknologi farmasi dewasa ini

    mengakibatkan perubahan-perubahan yang sangat cepat pula dalam konsep serta

    persyaratan CPOB. Konsep CPOB yang bersifat dinamis memerlukan

    penyesuaian dari waktu ke waktu mengikuti perkembangan atau teknologi dalam

    bidang farmasi. Demikian pula perkembangan penerapan CPOB di Indonesia.

    Terkait dengan telah ditandatanganinya Harmonisasi pasar ASEAN 2008 oleh

    ke-11 pemimpin negara ASEAN, dimana kesehatan atau produk farmasi,

    merupakan salah satu komoditi yang ikut serta dalam harmonisasi pasar

    ASEAN. Sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas dan kemampuan industri

    farmasi nasional, Badan POM Republik Indonesia selaku regulator industri

    farmasi nasional, telah mencanangkan penerapan CPOB edisi tahun 2006

    (CPOB Terkini) bagi industri farmasi di Indonesia mulai 1 Januari 2007 dengan

    surat keputusan Kepala Badan POM Nomor HK.00.053.0027 tahun 2006.

    CPOB pertama kali diterbitkan di Indonesia pada tahun 1988. Kemudian

    pada 1989, Petunjuk Operasional Penerapan CPOB diterbitkan agar pedoman

    tersebut dapat diterapkan secara efektif diindustri farmasi melalui Surat

    Keputusan Direktorat Jenderal POM No.05411/A/SK/XII/1989 mengenai

    Petunjuk Operasional Penerapan Cara Pembuatan Obat yang Baik.

    Pada perkembangannya, CPOB edisi pertama direvisi pada tahun 2001

    melalui Surat Keputusan Kepala Badan POM Nomor HK.00.05.3.02147 tentang

    Pembentukan Tim Revisi Pedoman CPOB. Kemudian tahun 2002 diterbitkan

    Penerapan Pedoman CPOB melalui Keputusan Ketua BPOM Nomor

  • 34

    HK.00.05.3.021523 sebagai hasil dari revisi CPOB pertama yang dikenal

    sebagai CPOB terkini.

    CPOB diperbaharui lagi menjadi c-GMP (current Good Manufacturing

    Practice) atau yang dikenal dengan istilah CPOB yang dinamis tahun 2006

    melalui keputusan Kepala BPOM Nomor HK.00.05.3.0027 Tahun 2006. Ini

    sesuai dengan filosofi CPOB yaitu dokumen yang bersifat dinamis dan akan

    berubah mengikuti perkembangan teknologi. Kemudian CPOB 2006 direvisi

    kembali pada tahun 2010 sesuai dengan Peraturan Kepala BPOM Nomor

    HK.03.01.23.09.10.9030 Tahun 2010.

    CPOB 2010 direvisi kembali menjadi CPOB 2012 karena sudah tidak

    sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dibidang

    pembuatan obat dan bahan obat serta dalam rangka pemutakhiran persyaratan

    sesuai standar internasional. Hal ini sesuai dengan Peraturan Kepala BPOM RI

    Nomor HK.03.1.33.12.12.8195 Tahun 2012 tentang Penerapan Pedoman Cara

    Pembuatan Obat Yang Baik.

    Dalam Pedoman CPOB edisi tahun 2006, acuan yang digunakan antara

    lain WHOTechnical Report Series yaitu TRS 902/2002 Aneks 6, TRS 908/2003

    Aneks 4, TRS 929/2005 Aneks 2,3,4, TRS 937/2006 Aneks 2,4 GMP for

    Medical Products PIC/S 2006, dan lain-lain.

    Apabila dilihat dari perjalanan sejarah penerapan CPOB di Indonesia,

    maka penerapan CPOB Terkini, merupakan CPOB edisi ke-3, sejak

    diberlakukannya penerapan CPOB bagi industri farmasi di Indonesia tahun

    1989. Berbeda dengan CPOB edisi 1988 maupun 2001 yang dikenal sekarang, c-

    GMP atau CPOB Terkini (2006) lebih menekankan pada sistem atau manajemen

  • 35

    (management/system) pada setiap kegiatan di industri serta konsistensi industri

    farmasi yang bersangkutan dalam melaksanakan berbagai peraturan dan

    persyaratan tersebut. Hal-hal baru yang diatur dalam CPOB Terkini antara lain

    adalah Sistem Manajemen Mutu (Quality Management System/QMS), Sistem

    Tata Udara (Air Handling System/AHS), terutama untuk produk-produk steril

    serta persyaratan Air Untuk Produksi (water system).

    CPOB merupakan suatu konsep dalam industri farmasi mengenai

    prosedur atau langkah-langkah yang dilakukan dalam suatu industri farmasi

    untuk menjamin mutu obat jadi, yang diproduksi dengan menerapkan Good

    Manufacturing Practices dalam seluruh aspek dan rangkaian kegiatan produksi

    sehingga obat yang dihasilkan senantiasa memenuhi persyaratan mutu yang

    ditentukan sesuai dengan tujuan penggunaannya.

    Prinsip Cara Pembuatan Obat Yang Baik (CPOB) di Indonesia adalah

    menjamin obat dibuat secara konsisten, memenuhi persyaratan yang ditetapkan

    dan sesuai dengan tujuan penggunaannya. Industri farmasi wajib menerapkan

    CPOB dalam seluruh aspek dan rangkaian kegiatan pembuatan obat.

    Berikut ini beberapa persyaratan mendasar dari CPOB :

    1. Semua proses pembuatan obat dijabarkan dengan jelas, dikaji secara

    sistematis berdasarkan pengalaman dan terbukti mampu secara konsisten

    menghasilkan obat yang memenuhi persyaratan mutu dan spesifikasi yang

    telah ditetapkan.

    2. Prosedur dan instruksi ditulis dalam bentuk instruksi dengan bahasa yang

    jelas, tidak bermakna ganda, dapat diterapkan secara spesifik pada sarana

  • 36

    yang tersedia. Operator memperoleh pelatihan untuk menjalankan prosedur

    secara benar.

    3. Tersedia semua sarana yang diperlukan dalam CPOB antara lain: personil

    yang terkualifikasi dan terlatih, bangunan dan sarana dengan luas yang

    memadai, peralatan dan sarana penunjang yang sesuai, bahan, wadah dan

    label yang benar.

    CPOB adalah hal wajib yang harus dilakukan oleh setiap Industri

    Farmasi, karena produk obat bersentuhan langsung dengan keselamatan

    manusia, sehingga produk obat yang dikonsumsi oleh manusia harus dijamin

    mutu dan keamanannya.

    Peraturan-Peraturan Terkait CPOB

    Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 43l Menkes/SK/III

    1988 tanggal 2 Februari 1988 tentang Pedoman Cara Pembuatan Obat yang

    Baik;

    Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia

    Nomor HK.00.05. 3.02147 tahun 2001 tentang Pembentukan Tim Revisi

    Pedoman Cara Tahun Pembuatan Obat Yang Baik

    Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor

    HK.00.05.3.02152 tentang Penerapan Pedoman Cara Pembuatan Obat Yang

    Baik tahun 2002

    Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor

    02001/SK/KBPOM Tahun 200I tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan

    Pengawas Obat dan Makanan sebagaimana telah diubah dengan Keputusan

  • 37

    Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor HK.00.05 .2.4231 Tahun

    2004.

    Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor

    HK.00.05.3.0027 Tahun 2006 tentang Penerapan Pedoman Cara Pembuatan

    Obat yang Baik;

    Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia

    Nomor HK.00.06. 1.34.0387 Tahun 2009 tentang Pembentukan Tim Nasional

    Cara Pembuatan Obat Yang Baik (CPOB).

    Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor

    HK.03.01.23.09.10.9030 Tahun 2010 tentang Penerapan Pedoman Cara

    Pembuatan Obat Yang Baik.

    Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor

    HK.04.1.33.12.11. 09937 Tahun 2011 tentang Tata Cara Sertifikasi Cara

    Pembuatan Obat yang Baik.

    Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor

    HK.03.1.33.12.12.8195 Tahun 2012 tentang Penerapan Pedoman Cara

    Pembuatan Obat Yang Baik.

    Pedoman CPOB edisi 2 tahun 2001 memberikan pedoman (guidelines)

    dan ketentuan (requirements) bagi pencapaian dan pemastian standar mutu

    yang ditetapkan dalam produksi dan pengendalian mutu obat. Metode dapat

    menggunakan konsep atau teknologi lain yang telah divalidasi serta

    menghasilkan tingkat pemastian mutu sedikitnya ekuivalen dengan metode

    yang ditetapkan dalam pedoman.

  • 38

    Berikut adalah aspek-aspek yang diatur dalam CPOB 2001, CPOB 2006 dan

    CPOB 2012 :

    1. Aspek-aspek yang diatur dalam CPOB 2001

    a. Ketentuan umum

    b. Personalia

    c. Bangunan dan fasilitas

    d. Peralatan

    e. Sanitasi dan higiene

    f. Produksi

    g. Pengawasan mutu

    h. Inspeksi diri

    i. Penanganan keluhan terhadap obat, penarikan kembali obat dan obat

    kembalian

    j. Dokumentasi

    Addendum

    Pembuatan produk biologi

    Pembuatan gas medisinal

    Pembuatan inhalasi dosis terukur bertekanan(aerosol)

    Pembuatan produk darah

    2. Aspek-aspek yang diatur dalam CPOB 2006 :

    a. Manajemen mutu

    b. Personalia

    c. Bangunan dan fasilitas

  • 39

    d. Peralatan

    e. Sanitasi dan hygiene

    f. Produksi

    g. Pengawasan mutu

    h. Inspeksi diri dan audit mutu

    i. Penanganan keluhan terhadap produk, penarikan kembali produk, dan

    produk kembalian

    j. Dokumentasi

    k. Pembuatan dan Analisis Berdasarkan kontrak

    l. Kualifikasi dan validasi

    Anneks-anneks CPOB 2006 yaitu :

    Aneks 1 : Pembuatan produk steril

    Aneks 2 : Produksi produk biologi

    Aneks 3 : Pembuatan gas medisinal

    Aneks 4 : Pembuatan inhalasi dosis terukur bertekanan (Aerosol)

    Aneks 5 : Pembuatan produk darah

    Aneks 6 : Pembuatan obat investigasi untuk uji klinis

    Aneks 7 : Sistem komputerisasi

    3. Aspek-aspek yang diatur dalam CPOB 2012 :

    a. Manajemen mutu

    b. Personalia

    c. Bangunan dan fasilitas

    d. Peralatan

  • 40

    e. Sanitasi dan hygiene

    f. Produksi

    g. Pengawasan mutu

    h. Inspeksi diri dan audit mutu & persetujuan pemasok

    i. Penanganan keluhan terhadap produk dan penarikan kembali produk

    j. Dokumentasi

    k. Pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak

    l. Kualifikasi dan Validasi

    Aneks 1 : Pembuatan produk steril

    Aneks 2 : pembuatan obat produk biologi

    Aneks 3 : pembuatan gas medisinal

    Aneks 4 : pembuatan inhalasi dosis terukur bertekanan (aerosol)

    Aneks 5 : pembuatan produk dari darah atau plasma manusia

    Aneks 6 : pembuatan obat investigasi untuk uji klinis

    Aneks 7 : sistem komputerisasi

    Aneks 8 : cara pembuatan bahan baku aktif obat yang baik

    Aneks 9 : pembuatan radiofarmaka

    Aneks 10 : penggunaan radiasi pengion dalam pembuatan obat

    Aneks 11 : sampel pembanding dan sampel pertinggal

    Aneks 12 : cara penyimpanan dan pengiriman obat yang baik

    Aneks 13 : pelulusan parametris

    Aneks 14 : manajemen risiko mutu

  • 41

    Penerapan CPOB Terkini (CPOB: 2006) merupakan upaya pemerintah

    (Badan POM) untuk meningkatkan mutu produk farmasi atau obat secara terus-

    menerus serta memberikan perlindungan yang lebih baik terhadap masyarakat.

    Di samping itu, penerapan CPOB 2006 ini juga bertujuan, antara lain:

    1. Meningkatkan kemampuan industri farmasi Indonesia sesuai dengan standar

    internasional agar lebih kompetitif baik secara domestik maupun untuk

    pasar ekspor,

    2. Mendorong industri farmasi Indonesia agar lebih efisien dan fokus dalam

    pelaksanaan produksi obat, termasuk pemilihan fasilitas produksi yang

    paling layak untuk dikembangkan, sehingga produk obat industri farmasi

    Indonesia mampu menembus pasar dunia karena khasiat dan mutu obat

    lebih terjamin,

    3. Peningkatan company image dan volume pasar,

    4. Menghindari produk yang tidak memenuhi syarat dan pemborosan biaya,

    5. Menghindari resiko regulasi

    6. Lebih menjamin waktu pemasaran.

    Diharapkan dengan penerapan CPOB yang terbaru ini industri farmasi di

    Indonesia akan siap menghadapi globalisasi pasar farmasi yang sudah di depan

    mata.

    CPOB 2001 vs CPOB 2006

    Bab 5. Sanitasi dan Higiene

    Secara umum, untuk bab 5 ini tidak banyak perbedaan antara CPOB 2001

    dengan CPOB 2006, kecuali beberapa hal misalnya tentang Label Bersih

  • 42

    (sedikit beda), dan persyaratan fasilitas sanitasi (locker, tempat sepatu, wastafel,

    dan lain-lain).

    CPOB: 2001

    Personalia

    Bangunan

    Peralatan

    Validasi dan Keandalan Prosedur

    Label Bersih CPOB: 2001

    CPOB: 2006

    Higiene Perorangan

    Sanitasi Bangunan dan Fasilitas

    Pembersihan dan Sanitasi Peralatan

    Validasi Prosedur Pembersihan dan Sanitasi

    Label Bersih CPOB: 2006

    Persyaratan Sarana Sanitas CPOB 2006 lebih terperinci dibanding dengan CPOB

    2001

    Bab 6. Produksi

    Umum

    Pada bab ini terdapat banyak sekali perbedaan antara CPOB 2001

    dengan CPOB 2006. Perbedaan utama di antaranya adalah dihilangkannya

    klausul tentang Produk Steril, di mana pada CPOB 2006 di buat dalam bab

    tersendiri (Anneks 1 Pembuatan Produk Steril) sehingga jauh lebih lengkap.

    Perbedaan lain yang utama adalah perubahan beberapa Glosarium (pengertian

    istilah), di antaranya :

  • 43

    Bahan Awal terbatas pada bahan baku aktif dan bahan baku

    pembantu (pada CPOB 2001, bahan awal adalah bahan baku aktif, bahan

    penolong dan bahan pengemas)

    Bahan pengemas dipisahkan dari bahan cetak (etiket dan leaflet)

    Istilah contoh diganti dengan sampel

    Istilah Obat Jadi diganti dengan Produk Jadi

    Perbedaan lain, Validasi Proses, pada CPOB 2006 dibuat Bab

    tersendiri (Bab 12. Kualifikasi dan Validasi). Di samping itu, pada CPOB 2006

    juga di atur tentang Penggunaan Fasilitas Bersama dengan produk Non

    Obat, misal kosmetika, produk komplemen (food supplement/complimentary

    products), dan obat tradisional non simplisia, harus mendapat persetujuan dari

    Otoritas Pengawas Obat (Badan POM).

    Bahan Awal

    CPOB 2001

    Tidak ada ketentuan mengenai Daftar Pemasok Yang Disetujui dan Nama

    Pemasok

    Persyaratan suhu ruangan penyimpanan

    Label status bahan awal, untuk zat berkhasiat harus tiap wadah. Sedangkan

    untuk wadah bahan awal lain, direkatkan paling sedikit satu label pada wadah

    terbawah dari tumpukan wadah yang tersimpan di atas satu palet.

    Kalibrasi timbangan, tidak ada ketentuan lembaga yang melakukan kalibrasi

    Bahan awal yang Ditolak, di simpan di tempat khusus (tidak ada ketentuan

    harus terkunci).

    CPOB 2006

  • 44

    Harus dibuat Daftar Pemasok yang disetujui dan Nama Pemasok yang

    dicantumkan dalam Spesifikasi Bahan

    Persyaratan suhu ruangan penyimpanan :

    Label status bahan awal, tiap wadah bahan awal harus ada status.

    Kalibrasi timbangan, dibagi menjadi 2 macam, yaitu kalibrasi internal dan

    kalibrasi eksternal. Kalibrasi internal dilakukan rutin tiap 6 bulan dengan

    menggunakan batu timbang standar terkalibrasi. Kalibrasi eksternal hanya boleh

    dilakukan oleh laboratorium kalibrasi terakreditasi (memiliki sertifikat KAN),

    pemasok/perusahaan lain yang terakreditasi atau oleh Badan Metrologi untuk

    memenuhi legalitas oleh pemerintah.

    Bahan Awal yang Ditolak harus tersimpan ditempa khusus yang terkunci.

    Penimbangan dan Penyerahan

    CPOB 2001

    Tidak ada persyaratan ruang khusus untuk menyimpan bahan yang sudah

    ditimbang atau dihitung (Staging Area)

    CPOB 2006

    Sesudah ditimbang atau dihitung, semua bahan untuk tiap bets disimpan dalam

    satu kelompok dalam ruang khusus (Staging Area) dan diberi penandaan yang

    jelas (lihat Bab 3. Bangunan dan Fasilitas)

    Pengolahan

    CPOB 2001

    Tidak ada ketentuan pemantauan suhu dan kelembaban udara, sebelum

    dilakukan proses pengolahan.

  • 45

    Persyaratan Air Untuk Produksi :

    Tidak ada ketentuan mengenai jenis pelumas mesin yang digunakan.

    Tidak ada ketentuan khusus mengenai Batas Waktu dan Kondisi

    Penyimpanan Produk-Dalam-Proses (produk antara sebelum dilakukan

    pengemasan primer).

    Proses pengolahan produk steril

    CPOB 2006

    Sebelum dilakukan proses pengolahan, dilakukan pemantauan suhu dan

    kelembaban ruangan produksi.

    Persyaratan Air untuk Produksi

    Pelumas mesin yang digunakan harus food grade.

    Batas Waktu dan Kondisi Penyimpanan Produk-Dalam-Proses, harus

    ditetapkan agar produk tidak mengalami penurunan mutu selama penyimpanan

    sebelum dilakukan proses selanjutnya.

    Pembuatan Produk Steril diatur dalam Bab tersendiri (Anneks 1).

    Bahan Pengemas

    CPOB 2001

    Dimasukkan dalam Bahan Awal

    CPOB 2006

    Bahan Pengemas dibedakan Bahan Pengemas Primer, Bahan Pengemas Cetak

    (leaflet dan etiket), dan Bahan Cetak Lain.

    Bahan Pengemas Cetak harus disimpan dengan kondisi pengamanan memadai

    (terkunci) dan orang yang tidak berkepentingan dilarang masuk.

  • 46

    Kodifikasi (pemberian kode nomor bets) dilakukan di ruangan terpisah dan

    hanya bahan cetak tertentu saja yang boleh diletakkan di tempat kodifikasi pada

    saat yang sama.

    Bab 7. Pengawasan Mutu

    Salah satu perubahan pokok dalam CPOB 2006, bila dibandingkan dengan

    CPOB 2001 adalah Bab mengenai Pengawasan Mutu. Perubahan fundamental tersebut

    di antaranya adalah mengenai adanya Cara Berlaboratorium Pengawasan Mutu Yang

    Baik (dalam CPOB 2001 tidak ada), metode pengambilan sampel, dan program

    stabilitas. Untuk Validasi Metode Analisa, pada CPOB 2006 dibahas dalam bab

    tersendiri (Bab 12. Kualifikasi dan Validasi). Hal lain yang berbeda adalah Bagian QC

    hanya berhak untuk meluluskan/menolak Bahan Awal, Bahan Pengemas, Produk Antara

    dan Produk Ruahan, sedangkan untuk Produk Jadi yang berhal meluluskan atau

    menolak adalah Bagian QA (Quality Assurance). Pada CPOB 2006 ini juga dikenal

    istilah Cara Berlaboratorium Pengawasan Mutu Yang Baik (CBPMB), yang mengacu

    pada GLP (Good Laboratory Practices). Aspek-aspek dalam CBPMB adalah Bangunan

    dan fasilitas, Personil, Peralatan, Pereaksi dan Media Perbenihan, Baku Pembanding,

    Spesifikasi dan Prosedur Pengujian, serta Catatan Analisis.

    BAB 8. Inspeksi Diri dan Audit Mutu

    Audit Mutu

    CPOB 2001

    Tidak diatur

    CPOB 2006

  • 47

    Audit Mutu digunakan untuk melengkapi program Inspeksi Diri

    Audit Mutu meliputi pemeriksaan dan penilaian semua atau sebagian dari

    Sistem Manajemen Mutu dengan tujuan spesifik untuk meningkatkan mutu.

    Audit Mutu dilaksanakan oleh spesialis dari luar atau independen atau tim yang

    dibentuk khusus untuk hal ini oleh manajemen perusahaan.

    AUDIT DAN PERSETUJUAN PEMASOK

    CPOB 2001

    Diatur dalam Bab 7. Pengawasan Mutu

    CPOB 2006

    Harus dibuat Prosedur Tetap (Protap). Merupakan tanggung jawab Bagian

    Pemastian Mutu (QA).

    Dibuat Daftar Pemasok Yang Disetujui (Approved Supplier) dan ditinjau ulang

    secara berkala.

    Dilakukan evaluasi sebelum pemasok disetujui.

    Kemampuan pemasok memenuhi standar CPOB.

    BAB 9. Penanganan Keluhan Terhadap Produk, Penarikan Kembali Produk Dan

    Produk Kembalian

    CPOB 2001

    Penanggung jawab tidak diatur

    Tidak definisi mengenai Penarikan Kembali Produk dan Produk Kembalian

    CPOB 2006

    Penanggung jawab : Kepala Bagian Pemastian Mutu

  • 48

    BAB 10. Dokumentasi

    Tidak ada perbedaan signifikan antara CPOB 2001 dengan CPOB 2006

    BAB 11. Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak

    CPOB 2001

    Bagian dari Bab 6. Produksi: Pembuatan Obat Berdasarkan Kontrak

    CPOB 2006

    Ada dalam bab tersendiri.

  • 49

    BAB III

    DISKUSI

    TANYA JAWAB

    1. Berapa lama waktu yang memenuhi CPOB terbaru?

    Jawab:

    Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1799 /MENKES/PER/XII/2010

    tentang Industri Farmasi tertera pada Bab VI mengenai Ketentuan Peralihan

    yang menyatakan Izin industri farmasi harus diperbaharui sesuai dengan

    persyaratan dalam Peraturan ini paling lama 2 (dua) tahun sejak tanggal

    perundangan.

    2. Menurut Saudara PMA itu mengikuti CPOB dari negara pengimpornya atau

    pengekspornya?

    Jawab:

    Pada dasarnya PMA mengikuti CPOB dari negara pengimpornya. Jika CPOB

    negara pengimpornya lebih baik daripada negara pengekspornya berarti CPOB

    yang digunakan merupakan kombinasi dari CPOB pengekspor dan pengimpor.

    3. Apakah produk susu termasuk ke dalam CPOB atau tidak?

    Jawab:

    Ya. Untuk mendapatkan mutu suatu produk harus dilakukan pengawasan dan

    control dalam setiap proses. Hal tersebut yang diatur dalam CPOB, karena

  • 50

    sebenarnya yang diatur dalam CPOB mengenai pembuatan produk yang baik,

    sehingga dapat digunakan baik untuk obat maupun juga makanan/minuman

    4. Apakah bahan baku termasuk atau mengacu pada GMP?

    Jawab:

    Bahan baku mengacu pada CPOB. Dapat dilihat pada annex 8 tentang

    pembuatan bahan baku aktif obat yang baik. Pedoman ini ditujukan untuk

    memberikan panduan menurut sistem yang sesuai untuk mengelola mutu dan

    untuk memastikan bahan aktif obat memenuhi persyaratan mutu dan kemurnian

    yang diklaim atau sifat yang dimiliknya.

    5. Apakah perbedaan antara GMP dan ISO?

    Jawab:

    GMP atau CPOB sebagai badan otoritas pemerintah untuk mengeluarkan ijin

    edar obat yang terproteksi supaya proses produksi sesuai dan layak. GMP atau

    CPOB merupakan aturan dan pelaksanaannya tergantung pada pemerintah. GMP

    ini merupakan nama yang digunakan mendunia tetapi untuk setiap negara

    berbeda-beda. CPOB merupakan nama di negara Indonesia.

    Sedangkan ISO merupakan standar pelayanan atau standar kualitas yang lebih

    banyak ditujukan kepada politik dagang. Dengan kata lain, GMP lebih mengacu

    kepada regulasi dan ISO lebih mengacu ke paradigma yang diharapkan

    perusahaan atau industri atau pasar.

    6. Apakah obat-obatan hewan mengacu pada CPOB proses pembuatannya?

  • 51

    Obat-obatan hewan menggunakan persyaratan sesuai dengan ketentuan yang

    terdapat di dalam CPOB tetapi dalam pelaksanaannya tidak seketat pembuatan

    obat-obatan untuk manusia.

  • 52

    DAFTAR PUSTAKA

    Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2001. Keputusan Kepala Badan Pengawas

    Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor HK.00.05. 3.02147 tahun 2001

    tentang Pembentukan Tim Revisi Pedoman Cara Tahun Pembuatan Obat Yang

    Baik. BPOM. Jakarta.

    Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2002. Keputusan Kepala Badan Pengawas

    Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor HK.00.05. 3.02152 tahun 2002

    tentang Penerapan Pedoman Cara Pembuatan Obat Yang Baik. BPOM. Jakarta.

    Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2003. Pedoman Cara Pembuatan Kosmetik

    yang Baik (CPKB). BPOM. Jakarta

    Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2004. Keputusan Kepala Badan Pengawas

    Obat dan Makanan Nomor HK.00.05 .2.4231 Tahun 2004 tentang Organisasi

    dan Tata Kerja Badan Pengawas Obat dan Makanan. BPOM. Jakarta.

    Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2005. Pedoman Cara Pembuatan Obat

    Tradisional yang Baik (CPOTB). BPOM. Jakarta

    Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2006. Pedoman Cara Pembuatan Obat

    yang Baik. BPOM. Jakarta.

    Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2006. Keputusan Kepala Badan Pengawas

    Obat dan Makanan Nomor HK.00.05 . 3.0027 Tahun 2006 tentang Penerapan

    Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik. BPOM. Jakarta.

    Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2009. Keputusan Kepala Badan Pengawas

    Obat dan Makanan Nomor HK.00. 06. 1.34.0387 Tahun 2009 tentang

    Pembentukan Tim Nasional Cara Pembuatan Obat Yang Baik (CPOB). BPOM.

    Jakarta.

    Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2010. Keputusan Kepala Badan Pengawas

    Obat dan Makanan Nomor HK. 03.01.23.09.10.9030 Tahun 2010 tentang

    Penerapan Pedoman Cara Pembuatan Obat Yang Baik. BPOM. Jakarta.

    Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2011. Keputusan Kepala Badan Pengawas

    Obat dan Makanan Nomor HK. 04.1.33.12.11. 09937 Tahun 2011 tentang Tata

    Cara Sertifikasi Cara Pembuatan Obat yang Baik. BPOM. Jakarta.

  • 53

    Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2012. Keputusan Kepala Badan Pengawas

    Obat dan Makanan Nomor HK. 03.1.33.12.12.8195 Tahun 2012 tentang

    Penerapan Pedoman Cara Pembuatan Obat Yang Baik. BPOM. Jakarta.

    Kemenkes RI, 1988, Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

    43l Menkes/SK/III 1988 tentang Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik,

    Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.

    Menteri Kesehatan RI. 2010. Peraturan Menteri Kesehatan RI No

    1799/MENKES/PER/XII/2010. Jakarta.

    PIC/S secretariat. 2009. Guide To Good Manufacturing Practice For Medicinal

    Products Annexe. Geneva