resume islam dan pembentukan akhlak mulia

44
RESUME ISLAM dan PEMBENTUKAN AKHLAK MULIA (Dr. Noor Rachmat, M.Ag) BAB 1 PENDAHULUAN Dalam buku Incyclopedia of Education (Monroe) pendidikan diartikan sebagai suatu kegiatan yang berkaitan dengan sejumlah proses dari suatu kelompok social dengan maksud untuk terjaminnya eksistensi dan pertumbuhan kelompok sosial tersebut. Menanamkan, dan membentuk suatu karakter, kebiasaan dan tabiat baik tidak lepas dari sebuah proses panjang yang namanya pendidikan. Pendidikan dalam Islam, merupakan suatu kegiatan yang merupakan bagian dari kegiatan da’wah. Kata da’wah mencakup bermacam-macam kegiatan antara lain tarbiyah (pendidikan), tabligh, khutbah, doa, yang untuk semua itu dalam Al-Qur’an dipakai kata-kata “da’awa”. Hal itu berarti da’wah adalah pendidikan, dan jika ingin meneliti konsep pendidikan menurut islam, haruslah lebih dahulu mempelajari dengan baik konteks kata-kata da’wah (da’a) yang terdapat dalam ayat-ayat Alqur’an dan sunnah rasul, serta menganalisa hikmah- hikmmah ibadah ritual yang wajib. Bertitik tolak dari definisi-definisi tersebut di atas, ada empat hal yang harus diperhatikan dalam kegiatan yang berkaitan dengan pendidikan, yaitu: Pertama, transfer nilai, Kedua, pembaharuan dan perbaikan, Ketiga , pembentukkan kepribadian dan Keempat, terjaminnya eksistensi suatu nilai.

Upload: tina-manroe

Post on 24-Jun-2015

742 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

Mata Kuliah : Pendidikan Agama Islam Dosen : Khairil Ikhsan .S, M.Ag.RESUME ISLAM dan PEMBENTUKAN AKHLAK MULIA (Dr. Noor Rachmat, M.Ag)BAB 1 PENDAHULUANDalam buku Incyclopedia of Education (Monroe) pendidikan diartikan sebagai suatu kegiatan yang berkaitan dengan sejumlah proses dari suatu kelompok social dengan maksud untuk terjaminnya eksistensi dan pertumbuhan kelompok sosial tersebut. Menanamkan, dan membentuk suatu karakter, kebias

TRANSCRIPT

Page 1: Resume Islam Dan Pembentukan Akhlak Mulia

RESUME ISLAM dan PEMBENTUKAN AKHLAK MULIA

(Dr. Noor Rachmat, M.Ag)

BAB 1

PENDAHULUAN

Dalam buku Incyclopedia of Education (Monroe) pendidikan diartikan sebagai suatu

kegiatan yang berkaitan dengan sejumlah proses dari suatu kelompok social dengan maksud

untuk terjaminnya eksistensi dan pertumbuhan kelompok sosial tersebut.

Menanamkan, dan membentuk suatu karakter, kebiasaan dan tabiat baik tidak lepas dari

sebuah proses panjang yang namanya pendidikan. Pendidikan dalam Islam, merupakan suatu

kegiatan yang merupakan bagian dari kegiatan da’wah. Kata da’wah mencakup bermacam-

macam kegiatan antara lain tarbiyah (pendidikan), tabligh, khutbah, doa, yang untuk semua

itu dalam Al-Qur’an dipakai kata-kata “da’awa”. Hal itu berarti da’wah adalah pendidikan,

dan jika ingin meneliti konsep pendidikan menurut islam, haruslah lebih dahulu mempelajari

dengan baik konteks kata-kata da’wah (da’a) yang terdapat dalam ayat-ayat Alqur’an dan

sunnah rasul, serta menganalisa hikmah-hikmmah ibadah ritual yang wajib.

Bertitik tolak dari definisi-definisi tersebut di atas, ada empat hal yang harus diperhatikan

dalam kegiatan yang berkaitan dengan pendidikan, yaitu: Pertama, transfer nilai, Kedua,

pembaharuan dan perbaikan, Ketiga , pembentukkan kepribadian dan Keempat, terjaminnya

eksistensi suatu nilai.

Jika kata pendidikan itu dihubungkan dengan kata “agama islam” dan hal itu dipakai

menjadi salah satu materi atau parameter ( bahasa di lingkungan sekolah adalah kurikulum)

yang diberikan pada anak didik dalam satu jenjang pendidikan tertentu, maka kurikulum itu

disebut dengan Pendidikan Agama Islam.

Namun harus disadari, bahwa pemberian kuliah Pendidikan Agama Islam di lembaga

pendidikan terakhir mestinya harus mampu memberikan dorongan agar mahasiswa mengikuti

kuliah ini bukan hanya sekedar untuk mendapatkan angka lulus, tetapi diharapkan ia akan

mengembangkan dan membangkitkan semangat, untuk mempelajari Islam dengan sebaik-

baiknya, semasa ia masih di perguruan tinggi, sehingga prinsip life long education dapat

terwujud, maka budaya diskusi harus ditumbuhkembangkan.

Diskusi pertama diarahkan untuk menkaji tentang manusia. Manusia dengan segala

unsure jasad, ruh, nafs, aqal, fikir dan qalb dibahas secara komprehensif pada Bab II. Dalam

mengkaji unsur-unsur manusia tersebut, terlihat bahwa manusia pada dasarnya memerlukan

Page 2: Resume Islam Dan Pembentukan Akhlak Mulia

agama. Jika dipelajari kehidupan umat manusia dari dahulu sampai sekarang dapat diketahui

begitu beragamnya agama yang dianut umat manusia. Tergantung pada masing-masing

individu, agama mana yang akan dipilihnya.

Penulis tidak membuat kajian perbandingan agama dalam buku ini, karena sesuai dengan

judul perkuliahan adalah Pendidikan Agma Islam, maka focus kajian tentunya tentang Islam.

Untuk itu, pada Bab III diuraikan tentang islam sebagai pandangan hidup. Setelah mengenal

Islam lebih dalam, tentunya kajian lanjutan pada Bab IV diarahkan kepada pedoman pokok

beragama yaitu Alqur’an, sunnah Rasul dan ijtihad sebagai sumber ajaran Islam.

Selanjutnya pada Bab V dibahas tentang iman yang harus menjadi pondasi utama bagi

seseorang yang beragama. Dalam Bab ini diulangim kembali kajian tentang iman, ciri-cirinya

dan langkah-langkah pembinaanya. Salah satu ciri seorang itu dinyatakan beriman ialah

ketertibannya menjalankan ibadah. Untuk itu, Bab VI memberikan uraian tentang

rahasia/hikmah dari ibadah yang dikerjakan. Bahasan ini berlanjut dengan kajian tentang

implementasi akhlakul karimah, yang diuraikan secara lebih dalam termasuk kajian tentang

rumah tangga sakinah pada Bab VII.

BAB II

MANUSIA DAN AGAMA

“A person is an individual with unique identity”

(seseorang merupakan pribadi dengan identitas yang unik)

Page 3: Resume Islam Dan Pembentukan Akhlak Mulia

Demikian ungkapan yang dinyatakan oleh Jeffreys NVC dalam bukunya Personal Values

in the Modern World. Sukanto dalam bukunya Nafsiologi yang mengutip ucapan Alexis

Carrel, menyatakan bahwa ilmu tentang manusia merupakan ilmu pengetahuan yang paling

sulit diantara ilmu pengetahuan yang ada.

Unik, karena memang para pakar belum mampu memecahkan rahasia pribadi manusia

secara menyeluruh. Ilmu pengetahuan hanya mampu menyatakan secara sederhana bahwa

manusia terdiri dari unsur jasmani dan rohani. Jasmani memang dapat dikaji dari ilmu faal,

biologi atau anatomi, karena ia merupakan benda nyata sehingga dapat ditelusuri dengan

diteliti. Tetapi ketika ia mencoba menelusuri yang bersifat rohani, ia terbentur. Maksimal

yang dapat dipelajari hanyalah berdasarkan gejala-gejala yang berwujud pada sikap dan

tingkah laku, yang kemudian disebut dengan ilmu jiwa atau psychology atau ilmu nafs.

Tatkala timbul persoalan lanjutan “apakah perbedaan antara roh dengan jiwa”, “mengapa

manusia dapat berfikir dan binatang tidak, sedangkan keduanya punya hati dan otak”, “kapan

masuk roh ke dalam tubuh seseorang”, ilmu pengetahuan hingga saat ini belum mampu

menjawab dan memecahkan teka-teki atau masalah ini.

Hasil peneliti Alqur’an yang penulis lakukan, dapat ditarik kesimpulan bahwa manusia

terdiri dari unsure-unsur: Jasad, yang diungkapkan dalam Alqur’an pada kurang lebih 6 ayat.

Ruh, yang disebut dalam Alqur’an pada lebih kurang 21 ayat. Nafs, yang dinyatakan dalam

Alqur’an pada kurang lenih 140 ayat. Qalb, yang disebut dalam Alqur’an pada lebih kurang

125 ayat. Fikr, yang dinyatakan dalam Alqur’an dalam bentuk kata kerja pada lebih kurang

17 ayat. Aqal, sama dengan fikr dinyatakan Alqur’an dalam bentuk kata kerja pada kurang

lebih 46 ayat.

A. Jasad

Jasad merupakan bentuk lahiriah manusia, yang dalam Alqur’an dinyatakan

diciptakan dari tanah. Penciptaan dari tanah diungkapkan lebih lanjut melalui proses yang

dimulai dari sari pati makanan, disimpan dalam tubuh sampai sebagiannya menjadi

sperma atau ovum (sel telur), yang keluar dari tulang sulbi (laki-laki) dan tulang depan

(tsaraib) perempuan (at-Thariq:5-7). Sperma dan ovum bersatu dan tergantung dalam

rahim kandungan seorang ibu (alaqah), kemudian menjadi yang dililiti daging dan

kemudian diisi tulang dan dibalut lagi dengan daging. Setelah ia berumur kurang lebih 9

(sembilan) bulan, ia lahir ke bumi dengan dorongan suatu kekuatan ruh ibu, menjadikan

ia seorang anak manusia.

Page 4: Resume Islam Dan Pembentukan Akhlak Mulia

Meskipun wujudnya suatu jasad yang berasala dari sari pati makanan, nilai-nilai

kejiwaan untuk terbentuknya jasad ini harus diperhatikan. Untuk dapat mewujudkan

sperma dan ovum berkualitas tinggi, baik dari segi materinya maupun nilainya. Alqur’an

mengharapkan agar umat manusia selalu memakan makanan yang halalan thayyiban.

(Surat Al-Baqarah :168, Surat Al-Maidah :88 dan Surat Al-anfal :69). Halal bermakna

suci dan berkualitas dari segi nilai Allah. Jangan sampai ada sari pati makanan yang

kemudian menjadi satu sel sperma atau satu sel curian dari kebon orang, atau berasal dari

bakso yang tidak dibayar atau mungkin berasal dari uang yang seharusnya menjadi hak

orang msikin yang tak disampaikan kepada yang punya hak.

B. Ruh

Ruh adalah daya (sejenis makhluk/ciptaan) yang ditiupkan Allah kepada janin dalam

kandungan (Surat Al-Hijr:29, Surat As-Sajadah :9, Surat Shaad:27) ketika janin berumur

4 bulan 10 hari. Manusia sampai sekarang ini belum mampu mengungkap dan meneliti

secara mendalam tentang ruh. Bahkan ilmu pengetahuan tak mengenalnya. Walaupun

dalam istilah bahasa dikenal adanya istilah ruhani, maka kata ini lebih mengarah pada

aspek kejiwaan, yang dalam Alqur’an disebut nafs. Ketidakberhasilan manusia memilah

mana yang ruh dan mana yang jiwa, member bukti kebenaran pernyataan surat Al-Isra

ayat 85 yang menyatakan Allah memberikan ilmu tentang ruh itu hanya sedikit. Manusia

mampu mendeteksi gejala-gejalanya pada diri manusia, namun tetap mengalami kesulitan

mendeteksi ruh itu sendiri. Dengan segala macam cara dilakukan, tetap mengalami

kegagalan.

Tentang status ruh, surat An-Nahl: ayat 2 dan 102, Surat Al-Mu’min: 15, surat

Maryam: 17, Surat An-naba: 38 dan surat Al-Qadar: 4, memberikan informasi bahwa ruh

itu sederajat dengan malaikat. Malaikat dan ruh itu diturunkan dan diutus Allah sesuai

dengan perintah-Nya dan mereka berdiri sendiri bersaf-saf. Dalam arti kata, malaikat dan

ruh itu setara. Ia mampu mi’raj kepada Allah, sebagaimana juga malaikat mi’raj kepada

Allah dalam 1 hari dengan kadar 50.000 tahun ukuran manusia (surat Al-Ma’arij ayat 4).

Dalam diri manusia ruh berfungsi untuk:

1. Membawa dan menerima wahyu (surat As-Syu’ara ayat 193), dan

2. Menguatkan iman (surat Al-Mujadalah ayat 22).

Page 5: Resume Islam Dan Pembentukan Akhlak Mulia

Dengan adanya ruh tersebut, setiap manusia pada dasarnya mempunyai kemampuan

yang sama untuk menganalisis Alqur’an dan alam semesta dalam rangka peningkatan

kualitas keimanannya.

C. Nafs

Alqur’an menjelaskan bahwa, nafs terdiri dari 3 jenis, masing-masing diungkapkan

pada surat :

1. Nafs Al-Amarah, (Surat Yusuf ayat 53) yang menyatakan: “Aku tidak bermaksud

membersihkan jiwaku, karena sesungguhnya nafs amarah mendorong kepada

kejahatan, kecuali yang diberi rahmat Tuhanku”. Ungkpan ini secara tegas

memberikan pengertian bahwa nafs amarah itu mendorong kea rah kejahatan.

2. Nafs Al-Lawwamah, (Surat Al-Qiyamah ayat 1-3) yang menyatakan : “Aku

bersumpah dengan hati qiyamah, dan aku bersumpah dengan nafs Al-lawammah,

apakah manusia mengira bahwa kami tidak akan mengumpulkan tulang

belulangnya?”. Ungkapan ayat-ayat ini tidak memberi petunjuk tentang apa nafs

lawammah ini. Tetapi, jika berbicara penjelasan lanjutan ayat 20-21 berbunyi :

“Sekali-kali tidak, sebenarnya kamu mencintai dunia (ajilah), dan meninggalkan

akhirat”. Dengan penjelasan ini terlihat bahwa yang dimaksud nafs lawammah ini

adalah jiwa yang condong kepada dunia dan tak acuh dengan akhirat.

3. Nafs Al-Muthmainah, (Sut Al-Fajr ayat 27-30) yang menyatakan : “Hai nafs

muthmainah, kembalilah kepadaTuhanmu dengan senang (radhiah) tenang

(mardhiah), masuklah dalam kelompok hambau, dan masuklah ke dalam kebahagiaan

(jannah) bersamaku”. Dari uraian ini terlihat bahwa nafs muthmainah ini adalah jiwa

yang mengarah ke jalan Allah untuk mencari ketenangan dan kesenangan sehingga

hidup berbahagia bersama Allah.

Ilmu pengetahuan merumuskan bahwa manusia sejak lahir membawa tiga insting

yaitu : Pertama, Insting seks yang mengarahkan kepada kepuasan dan kenikmatan, kedua,

Insting property yang mengarahkan kepada kebendaan dan kekuasaan, ketiga, Insting

religi yang mengarahkan kepada kesucian dan kebersihan.

Dari tiga macam bentuk jiwa yang terdapat pada diri manusia itu selalu terjadi

pertarungan kepada ketiganya. Yang satu mendorong manusia untuk cinta dunia dan tak

acuh dengan kehidupan akhirat, sementara yang satu lagi justru mengajak manusia itu

untuk hidup di jalan Allah. Yang terakhir ini merupakan bentuk jiwa yang membuat

hidup senang dan tenang dalam kebahagiaan di jalan Allah.

Page 6: Resume Islam Dan Pembentukan Akhlak Mulia

D. Qalb

Kata Qalb berasal dari qalaba yang berarti membolak-balik. Sebagai kata benda ia

bermakna “jantung”, namun ia lebih popular diterjemahkan sebagai “hati”. Secara

operasional, Alqur’an memberi gambaran bahwa qalb itu terletak dalam shudur, yang

sering diartikan dada. Persoalan lebih lanjut ialah shudur ada persamaan kata dengan

sadar. Dalam otak juga ada yang disebut dengan pusat sadar. Qalb merupakan suatu

dorongan perasaan, ada yang bersifat positif dan ada yang negative. Yang positif member

dorongan ke arah keimanan kepada Allah dan yang negatif member dorongan

pembangkangan pada ajaran-ajaran Allah.

Proses kerjanya disebut juga dengan istilah ‘a’fidah’ ; ‘fuaada’ yang sering diartikan

perasaan. Dari ungkapan surat An-Nahl ayat 78, As-Sajadah ayat 9 dan Al-Mulk;

diungkapkan bahwa perasaan dari qolb itu muncul setelah pendengaran dan penglihatan

berfungsi. Bagi mereka yang tidak menggunakan ketiga alat ini untuk mempelajari ayat-

ayat Allah, baik yang berbentuk Alqur’an maupun alam semesta, surat al-A’raf ayat 179

menyatakan mereka mirip binatang bahkan lebih jelek.

E. Fikir dan Akal

Kata fikir dan akal tidak ditemukan dalam bentuk kata benda, tetapi bentuk yang

ditemukan dalam Alqur’an adalah bentuk kata kerja. Dari sini dapat dipahami bahwa

diinformasikan adalah proses kerjanya, yaitu berfikir dan menggunakan akal. Pusat

sumber berfikir ditemukan oleh penelitian manusia dalam bentuk saraf-saraf yang

terhimpun pada otak. Alqur’an tidak memberikan informasi. Di sisi lain, ilmu

pengetahuan dan penelitian manusia tak mapu menemukan pusat kerja akal. Sehingga

sering terjadi pemahaman bahwa akal sama dengan fikir. Alqur’an menginformasikan

bahwa qolb yang berfungsi membuat manusia berakal (surat Al-Hajj ayat 46).

1. Fikir

Fikir merupakan proses kerja dari otak, dan proses ini terjadi hanya pada manusia.

Perlu dianalisa bahwa binatang pun juga punya otak, tapi ia mampu berfikir. Secara ilmu

pengetahuan, manusia dapat meneliti segi struktur otaknya. Otak bukan hanya alat untuk

berfikir, tetapi ia juga merupakan alat untuk menggerakkan anggota tubuh. Besar kecilnya

otak seseorang, tidak menentukan secara mutlak tinggi rendahnya kepandaian sesorang,

tidak menentukan secara mutlak tinggi rendahnya kepandaian sesorang.

Page 7: Resume Islam Dan Pembentukan Akhlak Mulia

Alqur’an maupun hadists tidak menerangkan bagaimana terjadinya proses berfikir itu.

Menyelidiki proses berfikir merupakan tugas manusia dengan bekal ilmu pengetahuan

yang diberikan Allah kepadanya.

Pola berfikir ilmiah dalam islam berbeda dengan pola berfikir ilmiah yang

diungkapkan oleh Djamaludin Kafie. Surat Ar-Rahman ayat 2 dan 4 menginformasikan

bahwa ilmu itu ada dua macam, yaitu Alqur’an dan Al-Bayyan. Dengan dalil ini, maka

pola berfikir ilmiah dalam islam itu adalah beranjak dari konseptual (Alqur’an)

bandingkan dengan realita factual (Al-Bayyan) serta teori-teori dari para saintis dan uji

kebenarannya (validitas) kembali dengan Alqur’an dan Sunnah Rasul.

2. Akal

Sebagian para ahli menyamakan akal dengan fikir dan ada pula yang menyamakannya

dengan intelegensi. Gazalba menyatakan bahwa akal itu ialah penggunaan fikir dan rasa

secara serempak. Sementara Sukanto menyatakan bahwa akal itu lebih berakar pada hati

daripada otak sebagai tempat tinggal lalu lintas berfikir, sedang akal mengikat konsep

fikir yang ada dalam hati. Dalam Alqur’an, kata ini tidak dijumpai dalam bentuk kata

benda (isim), tetapi umumnya digunakan kata kerja (fi’il).

Dari uraian di atas, dapat ditarik beberapa rumusan, yaitu : pertama, masalah yang

dikaji adalah tentang akal dalam hubungannya dengan manusia, hubungannya dengan

Tuhan, hubungannya dengan kehidupan akhirat, hubungannya dengan masalah kerasulan,

hubungannya dengan materi Alqur’an, hubungannya dengan masalah penciptaan manusia

dan sikap hidup, hubungannya dengan kemasyarakatan, hubungannya dalam

pengendalian kekayaan dan penataan alam.

Kedua, masalah fikir yang berhubungan dengan proses penciptaan alam, berhubungan

dengan kebendaan, hubungannya dengan manusia dan kehidupan, dan hubungannya

dengan kerasulan Muhammad SAW.

BAB III

ISLAM SEBAGAI PANDANGAN HIDUP

Page 8: Resume Islam Dan Pembentukan Akhlak Mulia

A. Islam Sebagai Suatu Organisasi Kehidupan

Snouck Horgronje dalam sarannya kepada pemerintah Hindia Belanda yang kemudian

menjadi pegangan pokok bagi pemerintah Hindia Belanda dalam politiknya menjajah

Indonesia waktu itu (awal abad XX) mengemukakan :

1. Islam sebagai kegiatan keagamaan berbentuk ibadah ritual perlu didukung dengan

baik.

2. Islam sebagai kegiatan dan kekuatan politik, berarti ancaman bagi kekuasaan Belanda

di Indonesia.

3. Islam sebagai kegiatan social, dapat dibiarkan saja.

Teori Snouck Horgronje tersebut telah dipraktekkan di Aceh dan ternyata berhasil

menaklukkan dan melumpuhkan kekuatan suku bangsa Aceh, mendorong pemerintah

Hindia Belanda untuk menerapkan pola itu dalam memerintah dan mengendalikan daerah

jajahannya di Indonesia. Tidak sedikit pula kritik-kritik yang dilontarkan penjajah

terhadap pendapat Snouck itu. Namun, meskipun bertolak dari suatu asumsi yang salah

tetapi jika dijalankan dengan konsisten, asumsi yang salah satu itu dapat menciptakan

realitasnya sendiri.

Agama bukan bagian dari kebudayaan seperti yang dianalisis oleh orang-orang

sekuler. Agama harus diletakkan sebagai sumber daya kreatif dan sublimatif (luhur) bagi

pertumbuhan dan perkembangan kebudayaan di Indonesia, khususnya pada penganut

agama Islam. Sebagai seorang muslim, Islam harus merupakan aspek dari suatu

kebudayaan, yang memberikan etos spiritual yang amat besar pengaruhnya bagi

perkembangan kebudayaan. Agama harus ditempatkan sebagai factor pendorong

(motivasi faktor) bagi kehidupan di dunia dan akhirat.

B. Kematangan dan Kebahagiaan Hidup dalam Islam

Mengimani Allah dalam ajaran Islam, dapat memecahkan masalah keragu-raguan.

Ajaran tentang iman kepada Allah Yang Maha Kuasa, Yang Maha Esa, tanpa adanya

oknum-oknum ataupun ikutan lain yang menempel padanya, akan mampu menghadapi

tantangan-tantangan yang diberikan oleh proses kebudayaan dan proses perkembangan

ilmu pengetahuan.

Islam memerintahkan umatnya untuk beriman kepada hari akhir dan beriman kepada

qdha dan qadar baik dan buruk. Beriman kepada hari akhir, dimana pada hari itu segala

sesuatu perbuatan yang baik dan yang buruk dari manusi akan diperhitungkan secara

Page 9: Resume Islam Dan Pembentukan Akhlak Mulia

teliti. Dengan demikian, terwujudnya suatu system pengawasan yang sangat ketat sekali.

“Siapa yang berbuat baik walaupun sebesar zarrah, dia akan melihat hasil kebaikan itu.

Dan siapa yang berbuat jahat walaupun sebesar zarrah dia pun akan melihat hasilnya”

(Surat Al-Zalzalah : 7-8).

Dengan janji yang demikian itu, makam seseorang muslim tidak perlu bersikap apatis

dalam hidupnya, jika melihat adanya kepincangan atau ketimpangan dalam kehidupan

sekarang ini. Dia pun tidak boleh terbawa oleh gelombang kepincangan hidup itu.

C. Hidup Berilmu dan Berusaha

Menuntut ilmu dalam islam, mempunyai tujuan ganda. Di satu segi bertujuan untuk

menciptakan manusia untuk beriman, di segi lain bertujuan untuk memperbaiki umat. Jika

ilmu dipergunakan untuk menganalisa kejadian alam beserta isinya, akan membawa

kesadaran pada keagungan dan kebesaran penciptanya. Jika ilmu dipergunakan untuk

mengolah alam beserta isinya akan berfaedah untuk kesejahteraan umat manusia di dunia.

Kedua-duanya akan berakhir untuk mencapai tujuan kesejahteraan di dunia dan akhirat.

Nabi Muhammad SAW telah bersabda : “Siapa yang ingi keduniaan, haruslah dengan

ilmu; siapa yang ingin akhirat haruslah dengan ilmu; dan siapa yang ingin kedua-duanya,

haruslah dengan ilmu”.

Dengan demikian, sebagai landasan untuk menjadi manusia yang berilmu dan

beriman, diperlukan persyaratan : = rajin membaca = banyak berfikir dan menganalisa =

banyak mengadakan riset dan percobaan latihan dan pengamatan.

Tekanan lebih lanjut untuk menyuruh manusia berfikir dan menganalisa, tertera dalam

Alqur’an yang berbunyi : “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, serta silih

berganti siang dan malam, terdapat tanda-tanda bagi kaum ulul albab, yaitu orang-orang

yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk, atau dalam keadaan berbaring, dan

mereka memikirkan tentang langit dan bumi, seraya berkata “Ya Tuhan kami, tiadalah

engkau menciptakan semua ini dengan sia-sia. Maha suci Engkau, maka peliharalah kami

dari siksaan neraka” (surat Ali-Imran: 190-191).

Ilmu menurut Islam, bukan berarti hanya sekedar pengetahuan yang menyangkut

masalah kehidupan materi semata, tetapi menyangkut keseluruhan segi kehidupan, baik

material, spiritual, intelektual, religius, kultural, individu dan social yang sifatnya

mencakup semua segi kehidupan manusia. Cara memperoleh ilmu itu ialah : Pertama,

melalui usaha penyelidikan rasional berdasarkan pengalaman dan pengamatan. Atau

dengan kata lain IPTEK. Kedua, melalui hidayah yang diberikan Allah pada manusia.

Page 10: Resume Islam Dan Pembentukan Akhlak Mulia

Ilmu yang pertama diperoleh dari pengalaman dan pemikiran, sedangkan ilmu yang kedua

diperoleh berdasarkan ketaatan pada Allah SWT.

D. Hidup Bersih, Rapi, Disiplin dan Sabar

Sejak awal kelahiran Islam, wahyu kedua dan ketiga memberikan tuntutan umat

Muhammad SAW untuk mengenal kebersihan, disiplin dengan waktu dan sabar, serta

bertolong-tolongan dalam kebaikan. Wahyu kedua yang berbunyi “watsiyabakaa fa

thahhir” (pakaian sucimu bersihkan) memberikan gambaran betapa persyaratan untuk

menjadi seorang muslim itu dikehendaki agar selalu menjaga kebersihan. Pengertian

pakaian bukan hanya sebatas pada pakaian jasmani saja, tetapi juga pakaian rohani (alam

pikiran). Dengan demikian, kebersihan dalam Islam menyangkut segala sesuatu yang

dipergunakan dalam kehidupan, baik dalam kehidupan pribadi, masyarakat dan

lingkungan. Hubungan timbal balik antara jasmani dan rohani tidak dapat dipisahkan,

jasmani adalah pakaian rohani dan rohani adalah pakaian jasmani. Oleh karenanya, kedua

unsur itu harus disucibersihkan.

Kesucian dan kebersihan itu akan berlanjut menuju perbuatan ihsan, yang dalam arti

bahasa bermakna “berbuat tepat”, sedangkan menurut istilah dalam Islam, berbuat ihsan

itu bermakna “apabila seseorang itu berbuat sesuatu, ia seolah-olah melihat Allah, atau

sekurang-kurangnya menyadari bahwa Allah selau melihat apa yang dikerjakannya”.

Ketertiban shalat dan kebersihan serta kesucian diri sebelum shalat, mendorong

seorang muslim itu selalu disiplin dengan waktu. Janjinya sebagai seorang muslim

dengan kalimat syahadat yang diucapkannya akan ditepati dengan sebaik-baiknya.

Kalimat syahadat pertama merupakan janji kepada Allah, sedang kalimat syahadat kedua

merupakan janji kepada Rasul atau utusan Allah. Ketepatan janji kepada Allah dibuktikan

dengan sikap dan perilaku serta perbuatannya sehari-hari yang selalu dalam garis-garis

yang dibenarkan Allah dan Rasul-Nya.

Selain kebersihan dan kedisiplinan, Islam menekankan umatnya agar hidup sabar.

Kesabaran merupakan sendi utama dalam hidup bermasyarakat. Shaum (puasa)

merupakan ibadah ritual yang berfungsi membina manusia hidup sabar, mampu menahan

segala macam hawa nafsu, termasuk nafsu marah atau sakit hati pada orang lain. Dengan

demikian komplikasi pada dirinya dan kericuhan dalam keluaraga dan masyarakat akan

dapat terhindar.

E. Hidup Berkeluarga dan Bermasyarakat

Page 11: Resume Islam Dan Pembentukan Akhlak Mulia

“Nikah adalah sunnahku, siapa yang tidak mengikuti sunnahku, bukan umatku”.

Bertitik tolak dari hadits itu, maka pernikahan dalam Islam merupakan salah satu ajaran

pokok. Hal ini berarti bahwa melaksanakan pernikahan atau perkawinan dalam Islam

merupakan perwujudan dalam rangka memenuhi tuntutan Allah, buka sekedar

pemenuhan kebutuhan seksual semata. Saling kenal antara kedua calon suami sitri berikut

sanak saudara beserta keluarganya, adalah merupakan anjuran, dengan pembatasan bahwa

pergaulan perkenalan itu tidak boleh berduaan saja di tempat yang sepi. Syarat utama

yang dikehendaki Islam adalah mencari pasangan hidup dan pertimbangan utamanya

ialah kesamaan agama. Kemudian baru menyusul faktor keturunan, kecantikan dan

kekayaan. Masalah cinta adalah masalah kedua. Agama tidak boleh dikorbankan dengan

alasan cinta.

Individu yang berakhlak, membawa lingkungan keluarga yang berakhlak pula.

Keluarga yang berakhlak mulia membawa lingkungan masyarakat yang berakhlak mulia

pula. Jika ini dapat terwujud, maka akan tercipta pula suatu negara yang penduduknya

berakhlak tinggi dan bertakwa. Dalam hidup bermasyarakat, diperlukan pemimpin-

pemimpin. Dalam konsep Islam manusia diciptakan untuk menjadi khalifah di muka

bumi. Dengan dasar itu, setiap individu dibekali dengan sifat-sifat kekhalifahan.

BAB IV

AL-QUR’AN, SUNNAH RASUL, IJTIHAD

SEBAGAI SUMBER AJARAN ISLAM

Page 12: Resume Islam Dan Pembentukan Akhlak Mulia

A. Sistematika Sumber Ajaran Islam

Berpedoman pada surat An-Nisa ayat 59, para ahli sepakat bahwa sumber ajaran

Islam yang utama ialah : Alqur’an dan Al-Hadits. Kesepakatan ini diperkokoh dengan

hadits nabi Muhammad SAW yang menyatakan : “Aku tinggalkan pada kalian dua

pedoman hidup, yang siapa berpegang kepadanya selamatlah dia. Pedoman itu ialah

Kitabullah dan Sunnahku”. Dalam kesempatan lain, ketika Muaz bin Jabal akan

berangkat ke Yaman sebagai Duta, nabi bertanya kepada Muaz : “Hai Muaz, jika

umatnya bertanya padamu tentang sesuatu masalah, dalil apa yang engkau gunakan?

Muaz menjawab : “Dengan alqur’an”. Nabi bertanya : “Jika tidak terdapat dalam

Alqur’an bagaimana?”. Muaz menjawab : “Dengan sunahmu”. Nabi bertanya lagi : “Jika

tak ada dalam sunahku?”. Muaz menjawab : “Dengan ijtihadku”. Berpedoman pada

sunnah Rasul ini, maka ahli hukum Islam (ahli fiqih) menambah sumber ajaran Islam

yang ketiga yaitu ijtihad atau hasil ijtihad.

Namun memsuki abad XIV Masehi, gejala kemunduran mulai tampak. Hal ini

disebabkan sumber utama Alqur’an dan Sunnah mulai kurang mendapat analisis,

sementara ijtihadnya lebih menonjol. Suasana itu membuat para ahli fiqih periode

berikutnya berfikir ulang tentang penggunaan ijtihad. Persyaratan ijtihad dipersulit,

sehingga orang tidak berani lagi untuk berijtihad. Dikukuhkanlah sebagai sumber ajaran

Islam berikutnya. Selain Alqur’an dan Sunnah Rasul, yaitu :

1. Ijma ulama, yaitu kesepakatan para ulama tentang suatu masalah.

2. Qiyas, yaitu dalil yang diambil berdasarkan kasus yang hamper sama mirip dengan

asbabun nuzul (kasus yang menyebabkan turunnya ayat Alqur’an) atau asbabun

wurud (kasus yang menyebabkan keluarnya sunnah Rasul).

Selain sumber yang empat itu, ada sumber lain yang tidak menjadi kesepakatan

ulama, seperti istihsan yaitu mengambil dalil dari berbagai macam ide pemecahan yang

ada lalu dipilih yang terbaik. Disamping itu ada maslahat mursalah yaitu mengambil dalil

dengan memilah mana yang baik dan mana yang buruk.

B. Ayat-Ayat Qot’iy dan Zhanny

1. Ayat-ayat Alqur’an dari Segi Sumbernya

Ayat-ayat Alqu’an bila ditinjaudari segi diwahyukan kepada Rasul SAW yang

kemudian disampaikan kepada umatnya semuanya adalah pasti (qat’i). artinya dapat

Page 13: Resume Islam Dan Pembentukan Akhlak Mulia

dipastikan bahwa setiap ayat yang dibaca adalah hakikat nash Alqur’an yang

diturunkan Allah kepada Rasul-Nya dan disampaikan oleh Rasul SAW kepada

umatnya tanpa ada perubahan atau penggantian. Ketika turun kepadanya sebuah

surat, atau satu ayat kemudian disampaikan kepada para sahabatnya, dibacakan

kepada mereka, dan dituliskan wahyunya. Bahkan diantara sahabatnya ada yang

menulisnya untuk dirinya sendiri. Diantara mereka banyak yang menghafal dan

membacanya setiap waktu. Pada waktu Rasul SAW wafat, ayat Alqur’an telah

ditadwinkan (dibukukan) menurut kebiasaan pentadwinan orang Arab. Ayat-ayat

tersebut juga telah dihafal oleh sebagian besar umat Islam.

Penulisannya dihimpun satu sama lain menurut urutan yang pernah dibacakan

oleh Rasul SAW kepadanya dan kepada para sahabat pada masa hidupnya. Himpunan

ini, termasuk apa yang dihafal oleh para Huffazh, menjadi tempat kembali umat Islam

dalam menerima Alqur’an. Pemeliharaan himpunan ini telah dilakukan oleh Abu

Bakar pada masa hidupnya dan pada masa Umar, himpunan ini ditulis ulang menjadi

empat copy sedangkan kitab aslinya ditinggalkan kepada anak perempuannya yaitu

Hafshah ummil mu’minin.

Ketika Utsman menjadi khalifah, himpunan Alqur’an diambil dari Hafshah dan

dinaskahkan dengan perantara Zaid bin Tsabit. Dengan dibantu beberapa tokoh besar

Muhajirin dan Ansor, naskah ditulis menjadi beberapa naskah dan dikirim ke berbagai

kota umat Islam. Dengan demikian Abu Bakar telah memelihara hasil pentadwinan

ayat Alqur’an sehingga tidak sedikitpun ada yang hilang. Sedangkan Utsman

menyatukan umat Islam pada suatu himpunan dari hasil pentadwinan tersebut dan

menyebarluaskan pada umat Islam, sehingga mereka tidak saling berselisih tentang

lafal dan bacaannya. Umat Islam melakukan penukialan (pemindahan Alqur’an

dengan bentuk tulisan dari Mushaf yang telah dibukukan; atau dengan cara menerima

secara langsung dari Huffazh (penghafal Alqur’an) dari generasi silih berganti dalam

bebrapa abad. Meluasnya Islam ke wilayah non-Arab , terjadi salah satu pada kaum

non-Arab. Ali bin Abi Thalib membentuk tim untuk memberi tanda baca.

2. Ayat-ayat Alqur’an Ditinjau dar Segi Penunjukannya (dalalah)

Ayat-ayat Alqur’an apabila ditinjau dari aspek dalalahnya atas hukum-hukum yang

dikandungnya dibagi menjadi dua bagian, yaitu :

a. Ayat-ayat yang qoth’i dalalahnya atau yang muhkam dalalahnya.

Page 14: Resume Islam Dan Pembentukan Akhlak Mulia

b. Ayat-ayat yang Zhoni dalalahnya atau mustasyabih.

Adanya dua macam dalalah tersebut dijelaskan Allah dalam surat Ali-Imran ayat

7. Ayat-ayat Qoth’I dalalahnya ialah ayat yang menunjukkan pada makna yang bisa

dipahami secara tertentu, tida ada kemungkinan menerima ta’wil dan tidak ada

kemungkinan menerima ta’wil dan tidak ada tempat bagi pemahaman arti yang selain

itu, seperti firman Allah dalam surat An-Nisa ayat 12 : “Dan bagimu (suami-suami)

seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh istri-istrimu, jika mereka tidak mempunyai

anak.

Ayat tersebut penunjukannya pasti, artinya bagian suami dalam keadaan tidak

punya anak adalah seperdua, tidak lebih dan tida kurang. Serta seperti firman-Nya

dalam soal menindak laki-laki dan perempuan yang berzina dalam surat An-Nur ayat

2. Perempuan yang berzina dan laki-lak yang berzina, maka deralah tiap-tiap orang

dari keduanya seratus kali dera.

Penjelasan yang bersifat Zhonni umumnya berlaku bidang muamalat dalam arti

luas yang mengatur hubungan manusia dengan sesamanya dalam kehidupan

masyarakat. Karena kehidupan masyarakat selalu berkembang, maka penerapan

hukum akan mengalami perubahan. Dalam bidang inilah kaidah : “Perubahan hukum

berdasarkan perubahan waktu dan tempat” dan berlaku pula daya reformulasi bila

keadaan menghendaki misalnya poligami pada suatu waktu dan tempat dinyatakan

boleh bahkan harus serta pada suatu waktu dan tempat lain dapat dinyatakan

terlarang. Dalam hal ini diketahui bahwa masalah qath’i dan Zhonni bermuara pada

sejumlah argumentasi yang maknanya disepakati oleh ulama (mujma alyh) sehingga

tidak mungkin lagi timbul makna yang lain kecuali makna yang telah disepakati.

C. Kualitas Sunnah Rasul atau Hadists

Di kalangan umat Islam, kata Sunnah Rasul kurang popular disbanding dengan

hadist, padahal nabi menyebutkan kata “Sunnahku”. Bicara konsep bahasa, keduanya

mempunyai pengertian yang sama. Sunnah Rasul ialah apa yang diperbuat, atau

dikatakan atau sikap yang ditunjukkan oleh Rasul tentang sesuatu hal atau masalah.

Sunnah ini dapat kita kenal melalui ucapan para sahabat yang dicatat oleh generasi

tabi’it tabi’in yang dipelopori oleh Bukhari dan Muslim. Sedangkan hadist ialah

ucapan para sahabat tentang apa yang diperbuat atau dikatakan Rasul tentang sesuatu

hal atau masalah. Hadist ini juga dikenal melalui catatan yang diangkat oleh para

tabi’it tabi’in.

Page 15: Resume Islam Dan Pembentukan Akhlak Mulia

Perbedaannya terletak pada rangkaian peristiwa untuk menilai apakah ungkapan

tentang apa yang diperbuat, dikatakan, atau sikap Rasul itu sunnah atau hadist dapat

dianalisa dari apakah pada ungkapan itu ada rantaian peristiwa atau ungkapan lepas.

Jika ada rangkaian peristiwanya (yang dalam istilah ilmu hadist diebut asbabul

wurud), maka ungkapan itu merupakan kalimat lepas maka ia disebut hadist. Oleh

karena itu sunnah Rasul lebih banyak dapat diikuti dari buku-buku tentang kisah

kehidupan Rasul. Sedang hadist dapat dipelajari dari kitab-kitab hadist yang telah

disusun oleh para ulama hadist yang dipelopori oleh Bukhari dan Muslim. Namun

harus dicermati bahwa dalam kitab-kitab itu juga ada ungkapan tentang Rasul yang

bersifat ungkapan lepas dan yang ada untaian peristiwanya. Disinilah diperlukan

ketelitian dan kejelian. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa sunnah Rasul

lebih tinggi kualitasnya disbanding maqbul dan mardud. Yang dimaksud dengan

maqbul menurut bahasa adalah “yang diterima”, yang dimaksud dengan mardud

menurut bahasa adalah “yang ditolak atau yang tidak diterima”.

Dengan demikian hadist maqbul adalah hadist yang dapat diterima atau pada

dasarnya dapat dijadikan hujjah (sumber hukum) atau dalil, yakni dapat dijadikan

pedoman dan panduan pengalaman syariat, dapat dijadikan alat istibbath (penetapan)

bayan (penjelasan) terhadap Alqur’an. Sedangkan hadist mardud adalah hadist yang

ditolak atau tidak dapat dijadikan hujjah.

1. Hadist mutawatir ialah hadis yang didasarkan pada kesaksian panca indera, biasa

melalui perbuatan atau melaui ucapan atau bahkan pertimbangan sahabat tentang

Rasul, yang dikabarkan oleh sejumlah orang yang mustahil mereka itu dusta.

2. Hadist ahad yaitu hadist yang para perawinya tidak sampai pada jumlah perawi

hadist mutawatir tidak memenuhi persyaratan mutawatir dan tidak mencapai derajat

mutawatir. Hadist ahad terbagi menjadi :

a. Hadist Shahih, yaitu hadist yang diriwayatkan oleh perawi yang adil sempurna

ingatan sanadnya bersambung tidak ber’ilat dan tidak janggal.

b. Hadist Hasan, yaitu hadist yang diriwayatkan oleh seseorang yang adil tidak

begitu kokoh ingatannya, bersambung sanadnya tidak terdapat illat serta

kejanggalan.

c. Hadist Dhaif, yaitu hadist yang kehilangan satu syarat atau lebih dari syarat-

syarat hadist shahih dan hadist hasan.

D. Fungsi Sunnah Rasul dalam Syari’ah Islam

Page 16: Resume Islam Dan Pembentukan Akhlak Mulia

Alqur’an adalah sumber ajaran yang pertama dan As-Sunnah adalah sumber yang

kedua setelah Alqur’an.

Dari pendapat para ulama tentang fungsi hadist sebagai dasar hukum Islam dan fungsi

hadist sebagai penjelasan dan interpretasi terhadap Alqur’an, dapat dirumuskan

beberapa fungsi sebagai berikut :

a. Memperkuat apa yang diterngkan Alqur’an misalnya hadist Nabi SAW tentang

melihat bulan untuk berpuasa ramadhan :

Berpuasalah kamu sesudah melihat bulan dan berbukalah kamu sesudah

melihatnya (HR.Bukhari Muslim). Hadist ini menguatkan firman allah SWT.

“Maka barang siapa mempersaksikan daripada kamu akan bulan hendaklah ia

berpuasa”(surat Al-Baqarah ayat 185).

b. Menerangkan apa yang tidak mudah diketahui (tersembunyi pengertiannya)

misalnya Nabi SAW : “Shalatlah kamu sebagaimana kamu melihat aku shalat”

(H.R. Bukhari Muslim).

c. Menggantikan suatu hukum atau memperjelas.

Tetapkanlah atas kamu apabila seseorang diantara kamu kedatangan (tanda-tanda)

maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak berwasiat untuk ibu, bapa dan karib

kerabat secara mar’fu (ini adalah) kewajiban atas orang-orang yang bertakwa.

Tentang hal di atas, Nabi menyatakan “Tidak ada wasiat bagi ahli waris”. Jika

ayat tersebut menyuruh berwasiat kepada orang tua padahal orang tua itu

termasuk ahli waris, maka hadist yang menyatakan “tak ada wasiat bagi ahli

waris”, member makna bahwa dalam wasiat yang ditinggalkan pada orang tua

atau kerabat itu tidak mengatur bagian tambahan atau pengurangan hak orang

tersebut. Di sisi lain, ayat ini memerintahkan member wasiat tanpa batas.

d. Memberikan keterangan secara luas pada sesuatu yang diterangkan secara ringkas

oleh Alqur’an.

e. Mewujudkan sesuatu hukum yang tidak tersebut dalam Alqur’an seperti

mengharamkan pernikahan mereka yang sesusuan, mengingatkan hadist : Haram

lantaran radha (sesusuan) apa yang haram lantaran nasab (keturunan) (H.R.Ahmad

dan Abu Daud).

f. Mengkhususkan sesuatu dari umum ayat misalnya : “Diharamkan bagi kamu

memakan bangkai , darah, dan daging babi (surat Al-Maidah ayat 3). Dalam hal

ini ada hadist yang mengecualikannya yaitu : “Dihalalkan bagi kamu dua macam

bangkai dan dua macam darah. Dua macam bangkai itu adalah bangkai ikan dan

Page 17: Resume Islam Dan Pembentukan Akhlak Mulia

belalang. Sedang dua macam darah adalah hati dan limpa” (HR. Ibnu Majah dan

Hakim).

E. Urgensi Ijtihad

Ijtihad adalah usaha yang bersungguh-sungguh dalam mempergunakan daya fikir

untuk memahami ayat Alqur’an dan Sunnah yang penunjukkan maupun kebeneran

materinya zhanni serta memecahkan permasalahan yang tumbuh dalam kehidupan

masyarakat berdasarkan prinsip-prinsip terkandung dalam Alqur’an dan Sunnah.

1. Ruang Lingkup Ijtihad

Ijtihad dapat digunakan dalam dua hal yaitu :

a. Dalam masalah yang sudah diatur oleh nash, tetapi dalilnya atau penunjukkan

dalilnya bersifat zhanni yaitu mengandung unsur keraguan dan kesamaran, baik

berkaitan dengan arah sumbernya ataupun makna dan tujuannya maka dalam hal

ini terdapat ruang untuk berijtihad.

b. Dalam masalah yang tidak ada ketentuannya sama sekali. Untuk hari ini para

ulama menetapkan suatu ketentuan baru yang tidak bertentangan dengan

ketentuan ayat yang sudah ada, karena memang ayatnya belum ada.

2. Metode Ijtihad

Adapun macam-macam metode ijtihad antara lain :

a. Menetapkan hukum yang sama sekali tidak disebut dalam ayat dengan

pertimbangan demi kepentingan hidup manusia, menarik manfaat dan menghindar

mudarat.

b. Menetapkan sesuatu demi kebaikan yang lebih. Atau sering disebut dengan

metode istihsan, umpama :memindahkan tanah waqaf yang terkena rencana jalan.

c. Menggunakan dalil yang ada sampai terdapat dalil yang mengubahnya atau sering

juga disebut dengan metode istishab.

d. Menggunakan kebiasaan yang berlaku (adat istiadat) dalam suatu masyarakat

sejauh hal itu tidak bertentangan dengan Islam. Metode ini disebut metode ‘urf.

3. Langkah-Langkah dalam Berijtihad

Tanpa memperhatikan ilmu tafsir dan teori ilmu, ijtihad yang dihasilkan akan

keliru. Untuk itu perlu diperhatikan langkah-langkah berikut :

1) Orang yang berijtihad harus bertakwa dalam arti bertuhan Allah SWT dan

beriman pada Alqur’an dengan mencontohkan sunnah Rasul.

2) Dalam berijtihad harus memerhatikan bahwa Alqur’an tersusun secara

sistematika.

Page 18: Resume Islam Dan Pembentukan Akhlak Mulia

3) Dalam menganalisis kebenaran suatu gagasan harus didasarkan pada data yang

konkrit.

4) Pengertian yang didasarkan atas bahasa, metodologi, sistematika serta analitika

harus dicocokkan dengan pola atau contoh yang pernah dipraktekkan Nabi

Muhammad SAW.

4. Perbedaan Pendapat Hasil Ijtihad

Islam bukan saja mentolerir perbedaan hasil ijtihad tetapi menegaskan bahwa

perbedaan hasil ijtihad akan membawa kelapangan atau rahmat bagi umat

sebagaimana sabda Rasul SAW : “Perbedaan pendapat di kalangan umat akan

membawa rahmat”. Beberapa sebab yang menimbulkan perbedaan hasil ijtihad :

1) Pengertian Kata (Lafazh ayat/hadist)

2) Kaidah ushul Fiqih

3) Status Hadist

4) Ketentuan Hukum Ayat Bersifat ta’abbudi (ubudiyah) atau ta’aqquli (masuk akal)

5) Qiyas

5. Reorientasi Ijtihad

Adapun bentuk ijtihad yang diperlukan sekarang adalah :

a. Ijtihad Selektif, yaitu memilih salah satu pendapat yang diyakini paling kuat dari

pendapat-pendapat yang ada. Cara melakukan ijtihad ini adalah mengadakan studi

komparatifdiantara pendapat-pendapat yang ada, dengan memilih dalil-dalil

ijtihad yang dijadikan dasar pendapat tersebut.

b. Ijtihad Kreatif, yaitu menetapkan ketentuan baru terhadap suatu masalah dimana

ketentuan tersebut belum pernah dikemukakan ulama terdahulu, baik masalah

baru atau lama.

BAB V

IMAN SEBAGAI FONDASI HIDUP UMAT ISLAM

A. Pengertian Iman dan Proses Terbentuknya

Page 19: Resume Islam Dan Pembentukan Akhlak Mulia

Kata iman adalah bentuk masdar (kata dasar). Bentuk fi’il atau kata kerjanya:

“aamana” (bentuk telah) dan “yu’minu” bentuk mudhari yang berarti sedang atau akan.

Dengan demikian menurut etimologi bahasa dan teori kata tersebut berart keadaan

tentang sikap seseorang. Aamana berarti tealah beriman dan Yu’minu berarti sedang

beriman. Sedangkan sebutan mu’min adalah orang yang beriman.

Dilandasi pendirian bahwa hati seseorang hanya Allah yang mengetahuinya, maka

beriman atau tidaknya seseorang yang telah mengetahui hanyalah Allah. Akibat dari

pengertian seperti ini maka apabila seseorang telah mengucap dua kalimat syahadat telah

dinyatakan sebagai orang yang beriman dan seseorang yang di dalam tanda pengenalnya

telah mencantumkan beragma Islam maka dianggap telah beriman. Jika diperhatikan surat

Al-Baqarah ayat 165 menyatakan bahwa orang-orang yang beriman kepada Allah ialah

orang yang asyaddu hubbanilah (yang amat cinta kepada Allah). Ayat tersebut

menjelaskan bahwa iman identik dengan hub (cinta).

Mengimani Allah berarti cinta dan rindu untuk hidup dengan ajaran Allah. Apa yang

diharapkan Allah telah menjadi kemauannya. Hadist nabi yang diriwayatkan Ibnu Majah

mengemukakan bahwa “Iman adalah ikatan antara kalbu, ucapan dan perilaku”. Dengan

istilah lain iman adalah kesatuan, keselarasan, keserasian, keseimbangan antara isi hati

dengan ucapan dan perbuatan.

B. Ciri-Ciri dan Konsekwensi Mukmin

Jika iman diartikan percaya maka ciri-ciri orang yang beriman tidak ada seorangpun

yang mengatahuinya, kecuali hanya Allah saja. Tetapi pengertian iman yang benar

meliputi aspek kalbu, ucapan, dan perilaku, maka ciri-ciri orang yang beriman dapat

diketahui dan diteliti. Ciri-ciri yang prinsip dapat disebut antara lain :

a. Jika disebut nama Allah bergetar hatinya untuk mendekatkan diri pada-Nya. Ia akan

berusaha agar nama Allah itu tidak lepas dari ingatannya sehingga untuk setiap

apapun yang dikerjakannya selalu dengan motivasi “lillahi ta’ala” (karena perintah

Allah) dan jika dibacakan ayat-ayat Al-Qur’an bergejolak hatinya untuk

melaksanakan (surat Al-Anfal ayat 21).

b. Tawakal, yaitu senatiasa berusaha keras bagaimana hsilnya diserahkan kepada Allah.

Orang yang tawakal adalah orang yang menyandarkan segala aktivitasnya atas

perintah Allah. Dalam bekerja keras itu, ia sudah harus mempelajari hasilnya.

Andaikata ia gagal memperoleh hasil yang diperhitungkan semula ia tidak akan

berputus asa karena ia sadar sepenuhnya bahwa kewajibannya adalah bekerja keras,

Page 20: Resume Islam Dan Pembentukan Akhlak Mulia

diiringi doa (surat Ali-Imran ayat 120, surat Al-Maidah ayat 12, surat Al-Anfal ayat 2,

surat At-Taubah ayat 52, surat Ibrahim ayat 11, surat Al-Mujadalah ayat 10 dan surat

At-Taghabun ayat 13).

c. Tertib mengerjakan shalat dengan khusyu dan menjaga waktu pelaksanaannya (surat

Al-Anfal ayat 3 dan surat Al-Mukminun ayat 2 dan 7). Betapapun sibuknya ia

bekerja, jika dating waktu shalat maka ia akan segera melaksanakannya.

d. Selalu menafkahkan sebagian dari setiap rezeki yang diterima dalam rangka

menyucikan rezeki yang diperolehnya itu (surat Al-Anfal ayat 3, surat Al-Mukminun

ayat 4).

e. Menghindarkan kata-kata yang tidak bermanfaat dan menjaga kehormatan (surat Al-

Mukminun ayat 3 dan 5).

f. Memelihara amanah dan menepati janji (surat Al-Mukminun ayat 6 dan surat Al-

Maidah ayat 1).

g. Berijtihad selalu di jalan Allah dan suka menolong (surat Al-Anfal ayat 74). Yang

dimaksud berijtihad di jalan Allah ialah mengerjakan sesuatu yang bermanfaat baik

untuk dirinya maupun lingkungannya secara bersungguh-sungguh dengan motivasi.

h. Tidak meninggalkan satu pertemuan sebelum meminta izin pada pihak

penyelenggaraan (surat An-Nur ayat 62).

C. Pembinaan Iman

Kata pembinaan iman menurut etimologi berasal dari kata-kata bana yang berarti

membangun, sedangkan kata-kata binaan seperti pembangunan. Apabila iman diartika

sebagai pandangan dan sikap hidup maka pembinaan iman berarti membina manusia

seutuhnya. Beberapa langkah yang paling cocok yaitu pembukukan diri (internalisasi)

yang dapat dicapai melalui 4 langkah yaitu :

1. Studi Sebagai Suatu Pembinaan Alam Fikiran

Alam fikiran adalah merupakan suatu system yang senantiasa membuka berbagai

kemungkinan masuknya berbagai pengaruh. Suatu sikap yang telah terbentuk di

dalam diri seseorang apabila tidak mendapat pembinaan yang terus menerus akan

terjadi erosi sikap yang akhirnya pudar dan bergeser. Studi yang dapat diharapkan

dalam rangka pembinaan iman adalah studi yang dilandasi dengan motivasi Bismillah

yaitu berharap dapat hidup menurut ketentuan Allah bukan dengan motivasi lain.

2. Shalat sebagai Pembukuan Diri Menjadi Mukmin

Page 21: Resume Islam Dan Pembentukan Akhlak Mulia

Shalat menurut bahasa adalah doa atau harapan, yang dimaksud dengan shalat

menurut istilah adalah suatu harapan agar dapat hidup menurut ketentuan Allah yaitu

menjadi seorang mukmin dengan cara yang telah diatur sedemikian rupa seperti yang

dicontohkan oleh Rasulullah.

Shalat maktubah yang lazim dikenal dengan shalat lima waktu disamping

berfungsi sebagai pembinaan kepribadian secara individual juga berfungsi sebagai

pembinaan kepribadian berkelompok baik keluarga maupun masyarakat terbatas yaitu

dilakukan dengan shalat berjamaah.

3. Puasa (shaum) Sebagai Bukti Seorang Itu Telah Menjadi Mukmin

Surat Al-Baqarah ayat 183 menyeru orang-orang yang beriman untuk

mengerjakan puasa ramadhan dengan harapan agar orang yang beriman itu lebih cepat

mencapai tingkat takwa.

Dengan mengerjakan puasa, diri dibendung dari perbuatan yang dilarang agama,

mata dijaga, ucapan-ucapan mulut dipelihara, jangan sampai menyinggung perasaan

orang lain. Jika semua itu dilakukan karena kesadran yang penuh maka nyata tingkat-

tingkat mencapai takwa itu secara langsung dapat dilalui selama bulan puasa.

4. Haji Sebagai Pembinaan Hubungan Internasional

Haji adalah merupakan rukun Islam yang kelima. Terhadap mereka yang mampu

dituntut melaksanakannya. Haji mempunyai banyak fungsi dimana paling pokok yang

selama ini kurang disadari adalah untuk membina hubungan antar bangsadi seluruh

penjuru dunia.

BAB VI

HIKMAH IBADAH

Page 22: Resume Islam Dan Pembentukan Akhlak Mulia

A. Prinsip-Prinsip Ibadah

1. Ada Perintah dan Ketentuan

Dalam melakukan ibadah kepada Allah manusia tidak mempunyai kekuasaan

menentukan bahkan sebaliknya manusia sangat terikat terhadap ketentuan-ketentuan

yang diberikan Allah dan Rasuul-Nya.Untuk ibadah shalat, puasa, zakat dan haji

dengan jelas terdapat perintah dan ketentuan dalam Alqur’an.

2. Meniadakan Kesukaran

Keseluruhan ibadah dalam syariat Islam tidak ada yang menyukarkan dan

memberatkan mukallaf atau orang yang dikenai kewajiban apalagi yang tidak

mungkin dilaksanakan. Semua ibadah berada dalam batas kewajaran dan sejalan

dengan kadar kesanggupan manusia. Prinsip kedua ini diterangkan Allah dalam

Alqur’an surat Al-Baqarah ayat 185 : “Allah mengehendaki kemudahan bagimu dan

tidak menghendaki kesukaran bagimu”.

3. Tidak Banyak yang Dibebankan

Prinsip yang ketiga ini berhubungan dengan prinsip kedua di atas, karena apabila

banyak yang dibebankan tentu akan berakibat timbulnya kesukaran. Yang dimaksud

dengan prinsip tidak banyak yang dibebankan adalah bahwa pembebanan dalam

syari’at Islam jika dibandingkan dengan waktu dan keadaan, sesungguhnya tidak

dapat dikatakan banyak. Yang mendasari prinsip ini adalah firman Allah surat Al-

Maidah ayat 101 : “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menanyakan

(kepada nabimu) hal-hal yang jika diterangkan kepadamu, niscaya menyusahkan

kamu dan jika kamu menanyakan di waktu Alqur’an itu sedang diturunkan niscaya

akan diterangkan kepadamu. Allah memaafkan (kamu) tentang hal-hal itu. Allah

Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.

B. Penggolongan Ibadah

Penggolongan ibadah ditentukan berdasarkan titik pandang yang digunakan untuk

menilainya. Secara umum ibadah dalam Islam dikelompokkan menjadi :

1) Ibadah ammah atau ibadah qhairu (non ritual) yaitu semua perbuatan positif yang

dilakukan dengan niat baik dan semata-mata mencari keridhaan Allah.

2) Ibadah Khasshah atau ibadah mahdkkah (ritual) yaitu segala kegiatan yang

ketentuannya telah ditetapkan nash Alqur’an dan As-Sunnah.

Ditinjau dari segi pelaksanaannya ibadah dalam Islam dibagi menjadi tiga bagian yaitu :

Page 23: Resume Islam Dan Pembentukan Akhlak Mulia

1) Ibadah jamaniah Ruhiyah yaitu ibadah yang dalam pelaksanaannya memerlukan

kegiatan fisik disertai jiwa yang tulus dan ikhlas kepada Allah.

2) Ibadah Jasmaniah Ruhiyah Maaliyah yaitu ibadah yang pelaksanaannya memerlukan

kekuatan fisik dan mental yang membaja dan materi. Contohnya adalah haji dalam

Islam hanya diwajibkan pada orang yang mempunyai kemampuan (istithah).

Ditinjau dari segi kepentingan ibadah dalam ajaran Islam dibedakan menjadi dua

kelompok :

1) Ibadah fardy yaitu ibadaah yang manfaatnya hanya dapat dirasakan oleh orang yang

melakukan saja dan tidak hubungannya dengan orang lain. Contohnya : shalat dan

shaum merupakan ibadah yang berhubungan langsung antara manusia dengan Allah.

2) Ibadah Ijtima’I yaitu ibadah yang manfaatnya disamping dirasakan oleh orang yang

melakukan juga dapat dirasakan oleh orang lain. Contohnya adalah ibadah zakat.

Dilihat dari segi waktu pelaksanaannya ibadah dalam Islam, dikelompokkan menjadi dua

bagian yaitu :

1) Ibadah Muqawat yaitu ibadah yang waktu pelaksanaannya dengan waktu-waktu yang

telah ditentukan Allah dan Rasul-Nya. Apabila dilaksanakan diluar waktunya maka

nilainya menjadi tidak ada atau menjadi tidak sah. Misalnya ibadah shalat, setiap

shalat mempunyai waktu tertentu artinya setiap shalat harus dilaksanakan pada

waktunya masing-masing.

2) Ibadah Ghairu Muqawat (waktu) yaitu ibadah yang waktu pelaksanannya tidak

tergantung dengan waktu-waktu tertentu artinya selama diizinkan Allah maka hal itu

dapat dilakukan. Misalnya untuk bertasbih dan zikir kepada Allah hal itu dapat

dilakukan kapan saja.

Dilihat dari segi status hukumnya, ibadah dibagi menjadi dua bagian yaitu :

1. Ibadah wajib yaitu ibadah yang harus dilakukan oleh setiap muslim dan muslimah.

Apabila tidak dikerjakan yang bersangkutan akan mendapat dosa misalnya shalat,

puasa dan zakat.

2. Ibadah sunnah yaitu ibadah yang sebaiknya dilaksanakan. Apabila dilaksanakan yang

bersangkutan mendapat pahala dan apabila tidak dilaksanakan yang bersangkutan

tidak mendapat dosa misalnya shalat rawatib dan shalat dhuha.

Page 24: Resume Islam Dan Pembentukan Akhlak Mulia

D. Tujuan dan Hikmah Ibadah

Islam adalah agama Rahmatan lil alamin atau rahmat bagi seluruh alam. Oleh karena

itu diperlukan manusia yang bertakwa atau patuh pada segenap perintah dan larangan

Allah. Mereka itu tidak lain adalah manusia yang bersih hatinya dan baik akhlaknya.

Manusia seperti inilah yang dapat memberikan kebaikan-kebaikan, sehingga Islam

sebagai rahmat bagi seluruh alam dapat dilihat dan dirasakan. Pada hakekatnya hal itu

merupakan tujuan agama Islam. Ibadah sebagai suatu kewajiban bertujuan untuk

membina rohani dan akhlak manusia. Ibadah dalam Islam merupakan wasilah atau

perantara dan sama sekali bukan ghayah atau tujuan. Oleh karena itu Islam rahbanah dan

bukan pula agama yang mengajarkan untuk berlebih-lebihan mengerjakan ibadah.

Adapun tujuan ibadah secara rinci adalah :

1. Untuk Membina Rohani

Ibadah yang terdapat dalam syari’at Islam yaitu shalat, puasa, zakat dan haji selain

untuk menyatakan ketakwaan kepada Allah juga bertujuan untuk menjadikan rohani

manusia senantiasa tidak lupa pada Allah bahkan supaya senantiasa dekat dengan

Allah.

2. Untuk Membina Akhlak

Akhlak atau budi pekerti luhur merupakan suatu hal yang sangat penting dalam

kehidupan masyarakat, bahkan ia merupakan faktor penentu kebaikan dan

ketentraman suatu masyarakat. Oleh karena itu tidak heran jika hal itu banyak

disinggung Allah dalam Alqur’an. Selain itu Rasulullah sendiri menyatakan bahwa

diutusnya beliau ke dunia adalah untuk menyempurnakan pedoman ajaran akhlak.

Rasulullah pernah mengatakan bahwa Allah telah menetapkan Islam sebagai

agamamu, maka hiasilah agama itu dengan akhlak mulia dan hati yang pemurah.

3. Memelihara Keseimbangan Unsur Rohani dan Jasmani

Islam mengajarkan bahwa manusia yang berunsur jasmani dan rohani yang hidup

di dunia menuju akhirat, masing-masing unsure harus memperoleh tempat yang

seimbang. Alqur’an surat Al-Baqarah ayat 201 mengajarkan agar manusia mohon

kepada Tuhan untuk diberi kebaikan hidup di dunnia dan kebaikan hidup akhirat serta

dipelihara dari siksa neraka.

BAB VII

IMPLEMENTASI AKHLAK AL-KARIMAH

Page 25: Resume Islam Dan Pembentukan Akhlak Mulia

1. Akhlak Terhadap Allah SWT

Allah adalah pencipta dan pemelihara alam semesta dengan segala isinya. Allah telah

menciptakan segenap isi ala mini untuk memenuhi kebutuhan manusia. Oleh sebab itu

kewajiban manusia kepada Allah ialah berbuat baik antara lain :

a. Mengimani Allah SWT dengan sepenuh jiwa setulus hati

b. Menjauhi larangan Allah

c. Melaksanakan perintah Allah

d. Mensyukuri nikmat Allah

e. Bertawakal kepada Allah

2. Akhlak Terhadap Rasulullah SAW

Berakhlak baik terhadap Rasulullah antara lain :

a. Meyakini dengan tidak meragukan sedikitpun kerasulannya (surat Al-Fath ayat 29,

Al-Ahzab ayat 40)

b. Membaca shalawat dan salam bagi Rasul (surat Al-Ahzab ayat 56)

c. Mencontoh dan mengamalkan keteladanan beliau dalam berbagai aspek kehidupan.

d. Berziarah ke makam beliau di Madinah adalah perbuatan terhormat sebagai salah satu

wujud rasa cinta kepada Rasul.

e. Memberi gelar-gelar sebutan yang baik dan mulia kepada Rasul seperti Habibullah,

Ulilamri, dsb.

3. Kepribadian Muslim

Pertama-tama Islam menuntun etika dasar tersebut antara lain :

a. Menghindarkan kata-kata yang tidak bermanfaat dan menjaga kehormatan (surat Al-

Mukminuun ayat 3, 5).

b. Dalam melaksanakan tugas kesehariannya dilandasi motivasi lillahi ta’ala seorang

mukmin selalu bersifat waspada (surat An-Nisa ayat 71) dan teliti agar tidak timbul

fitnah akibat perbuatannya (surat Al-Anfal ayat 25) dan penyesalan (surat An-Nisa

ayat 94).

c. Dalam memelihara kesehatn dirinya ia akan memilih makanan yang bergizi dari

rezeki yang diberikan Allah (surat Al-Baqarah ayat 173, Al-Maidah ayat 90-91).

d. Untuk meningkatkan kualitas seorang mukmin disamping selalu membiasakan tobat

sering mengembara.

Page 26: Resume Islam Dan Pembentukan Akhlak Mulia

4. Akhlak dalam Berkeluarga

Setiap pribadi berkeluarga. Untuk itu Islam member pula tuntunan etika berkeluarga.

Sudah menjadi hukum alam (sunnahtullah) bahwa manusia merupakan makhluk social

atau suka hidup bersama/bermasyarakat. Supaya bangunan kokoh diperlukan cara

pembinaan dan penjagaan untuk keluarga yang paling baik ialah menurut tata cara yang

ditentukan Pencipta manusia itu, yaitu Allah SWT yang telah dituangkan dalam Kitab

yang bernama Alqur’an.

5. Akhlak dalam Bermasyarakat dan Berbangsa

Keluarga-keluarga pasti hidup berkelompok dan lama-lama mengukuhkan diri sebagai

suatu bangsa. Jika seseorang yang melaksanakan shalat akan mampu menghayati

shalatnya dengan baik tentunya ia berkeinginan agar dapat melakukan ibadah dengan

tenang. Untuk itu diperlukan suasana lingkungan hidup rukun, baik antara umat yang

berbeda agama maupun rukun dalam umat yang seagama.

6. Akhlak terhadap Lingkungan

Sebagai umat manusia yang ditempatkan hidupnya di bumi ia akan hidup tenang jika

ia mampu memelihara ekosistem yang telah ditata oleh Pencipta ala mini sejak awal

sebelum manusia diciptakan.

7. Akhlak menghadapi alam nyata

Manusia merupakan bagian dari segala hal yang ada di lingkungan hidup. Antara

manusia dengan segala zat, unsure dan keadaan yang ada dalam lingkungan hidup

mempunyai hubungan timbale balik yang membentuk ekosistem. Hubungan timbal balik

antara manusia dan ekosistem berada dalam suatu keseimbangan.

8. Akhlak menghadapi alam gaib

Lingkungan hidup di akhirat ditentukan oleh aktivitas yang dilakukan seseorang

sewaktu ia berada dalam lingkungan hidup di dunia. Agar ia mendapat lingkungan hidup

yang baik di akhirat nanti, seseorang itu harus menjaga bukan saja pengaruh kerusakan

alam oleh situasi kehidupan yang nyata tetapi juga harus menjaga diri dari pengaruh

negative yang muncul dari makhluk gaib, yang dalam agama disebut syaitan.

Page 27: Resume Islam Dan Pembentukan Akhlak Mulia

BAB VII

PENUTUP

Islam sebagai suatu agama yang bersumber dari wahyu Allah disampaikan oleh Nabi

Muhammad SAW membawa suatu perubahan yang cukup besar, baik dalam system aqidah

Page 28: Resume Islam Dan Pembentukan Akhlak Mulia

maupun system kehidupan pribadi dan social. System yang disampaikannya berpangkal dari

wahyu Allah dan berujung pada kesesuaian dengan wahyu Allah itu pula.

Setelah Nabi Muhammad SAW meninggal, sesuai dengan pesannya tongkat komando yang

tadi dipegangnya, tidak dialihkan kemanapun dalam bentuk penerusan tongkat komando pada

perorangan. Tetapi dialihkan dalam wujud prinsip ajaran yang harus kokoh menjadi norma

bagi siapa pun yang berpegang teguh dengan tongkat komando itu. Tongkat itu berwujud

Alqur’an dan sunnah Rasul.

Sebagai kunci menghadapi permasalahan-permasalahn hidup, terdapat tiga landasan

pokok yang harus diperhatikan umat Islam :

1. Alqur’an dan Sunnah Rasul

2. Hidayah Allah yang dapat diperoleh dengan mempelajari Alqur’an

3. Ilmu yang menyangkut dua bidang yaitu : ayat-ayat Allah yang diungkapkan dalam

Alqur’an (ilmu ilahiyah) dan ayat-ayat yang diungkapkan dalam alam semesta yang

diciptakan-Nya (ilmu alamiyah).

Keseimbangan ketiga aspek ini sangat diperlukan pada setiap pribadi muslim, khususnya

muslim intelektual. Jika ini dapat diwujudkan, maka gerakan modernism seperti yang telah

dimulai oleh umat Islam pada awal kelahiran Islam itu akan terus berlanjut dan tidak akan

terisolir dengan gerakan perubahan social dan modernisasi yang terjadi pada setiap fase

kehidupan umat Islam.