responsi tonsilitis

Upload: sintia-destiana

Post on 11-Feb-2018

261 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 7/22/2019 Responsi tonsilitis

    1/27

    BAB I

    PENDAHULUAN

    Tumor hidung dan sinus paranasal pada umumnya jarang ditemukan, baik yang jinak

    maupun yang ganas. Di Indonesia dan di luar negeri, kekerapan jenis yang ganas hanya sekitar 1

    % dari keganasan seluruh tubuh atau 3% dari seluruh keganasan di kepala dan leher. Hidung dan

    sinus paranasal atau juga disebut sinonasal merupakan rongga yang dibatasi oleh tulang-tulang

    wajah yang merupakan daerah yang terlindung sehingga tumor yang timbul di daerah ini sulit

    diketahui secara dini. Asal tumor primer juga sulit ditentukan, apakah dari hidung atau sinus

    karena biasanya pasien berobat dalam keadaan penyakit telah lanjut dan tumor sudah memenuhi

    rongga hidung dan seluruh sinus. 1

    Lokasi rongga hidung dan sinus paranasal membuat mereka sangat dekat dengan struktur

    vital. Keganasan sinonasal dapat tumbuh dengan ukuran yang cukup dan terapi agresif mungkin

    diperlukan di daerah dekat dasar tengkorak, orbit, saraf kranial, dan pembuluh darah

    vital. Meskipun jarang, keganasan sinonasal merupakan masalah yang cukup penting. Masalah

    ini diperburuk oleh fakta bahwa manifestasi awal (misalnya, epistaksis sepihak, obstruksi

    hidung) meniru tanda-tanda dan gejala kondisi umum tetapi kurang serius. Oleh karena itu,

    pasien dan dokter sering mengabaikan atau meminimalkan presentasi awal dari tumor dan

    mengobati tahap awal keganasan sebagai gangguan sinonasal jinak. Anatomi rongga hidung dansinus paranasal menyebabkan tumor untuk timbul dalam stadium lanjut dan mempersulit

    pengobatan mereka.Mereka berada berdekatan dengan struktur penting seperti dasar tengkorak,

    orbit, saraf kranial, dan struktur vaskular penting.Morbiditas jelas dan komplikasi yang terkait

    dengan bedah reseksi dari tumor tersebut dapat parah. Pengobatan keganasan sinonasal paling

    baik dilakukan melalui tim multidisiplin. Secara optimal, ini termasuk kepala dan leher bedah

    oncologic, rekonstruksi bedah, maxillofacial prosthodontist, onkologi radiasi, ahli onkologi

    medis, neuroradiologist, ahli patologi, ahli bedah saraf, dan pasien.3

    Keganasan sinonasal jarang terjadi. Mereka lebih umum di Asia dan Afrika daripada di

    Amerika Serikat.Di bagian Asia, keganasan sinonasal adalah peringkat kedua yang paling umum

    dan kanker leher karsinoma nasofaring belakang. Pria yang terkena 1,5 kali lebih sering

    dibandingkan wanita, dan 80% dari tumor ini terjadi pada orang berusia 45-85 tahun. Sekitar 60-

    70% dari keganasan sinonasal terjadi pada sinus maksilaris dan 20-30% terjadi pada rongga

    hidung sendiri. Diperkirakan 10-15% terjadi pada sel-sel udara ethmoid (sinus), dengan

    minoritas sisa neoplasma ditemukan di sinus frontal dan sphenoid.3

    1

  • 7/22/2019 Responsi tonsilitis

    2/27

    Kejadian tahunan tumor hidung di Amerika Serikat diperkirakan kurang dari 1 dalam

    100.000 orang per tahun. Tumor ini paling sering terjadi dalam putih, dan insiden pada laki-laki

    adalah dua kali dari perempuan. Tumor epitel yang paling sering hadir dalam dekade kelima dan

    keenam usia.4

    2

  • 7/22/2019 Responsi tonsilitis

    3/27

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    A. Anatomi

    Kavum nasi berbentuk terowongan dari depan ke belakang, dipisahkan oleh

    septum nasi di bagian tengahnya menjadi kavum nasi kanan dan kiri.2,3

    1. Septum Nasi

    Septum nasi dibentuk oleh tulang dan tulang rawan. Dilapisi oleh perikondrium pada

    bagian tulang rawan dan periosteum pada bagian tulang, sedangkan di luarnya dilapisi

    juga dengan mukosa nasal.2,3

    Bagian tulang terdiri dari :

    Lamina perpendikularis os etmoid

    Lamina perpendikularis os etmoid terletak pada bagian supero-posterior dari

    septum nasi dan berlanjut ke atas membentuk lamina kribriformis dan krista

    gali.

    Os vomer

    Os vomer terletak pada bagian postero-inferior. Tepi belakang os vomer

    merupakan ujung bebas dari septum nasi.

    Krista nasalis os maksila

    Tepi bawah os vomer melekat pada krista nasalis os maksila dan os palatina.

    Krista nasalis palatina.

    Bagian tulang rawan terdiri dari :

    Kartilago septum (kartilago kuadrangularis)

    Kartilago septum melekat dengan erat pada os nasal, lamina perpendikularis

    os etmoid, os vomer dan krista nasalis os maksila oleh serat kolagen.

    Kolumela

    Kedua lubang berbentuk elips disebut nares, dipisahkan satu sama lain oleh

    sekat tulang rawan dan kulit yang disebut kolumela.

    2. Pembuluh darah

    Bagian postero-inferior septum nasi diperdarahi oleh arteri sfenopalatina yang

    merupakan cabang dari arteri maksilaris (dari a,karotis eksterna). Septum nasi bagian

    antero-inferior diperdarahi oleh arteri palatina mayor (juga cabang dari a.maksilaris)

    yang masuk melalui kanalis insisivus. Arteri labialis superior (cabang dari a.fasialis)

    3

  • 7/22/2019 Responsi tonsilitis

    4/27

    memperdarahi septum bagian anterior mengadakan anastomose membentuk fleksus

    Kiesselbach yang terletak lebih superfisial pada bagian anterior septum. Daerah ini

    disebut juga Littles area yang merupakan sumber perdarahan pada epistaksis. Arteri

    karotis interna memperdarahi septum nasi bagian superior melalui arteri etmoidalis

    anterior dan superior. Vena sfenopalatina mengalirkan darah balik dari bagian

    posterior septum ke fleksus pterigoideus dan dari bagian anterior septum ke vena

    fasialis. Pada superior vena etmoidalis mengalirkan darah melalui vena oftalmika

    yang berhubungan dengan sinus sagitalis superior.2,3

    3. Sinus Paranasal

    Sinus paranasal adalah rongga-rongga di dalam tulang kepala yang terletak di

    sekitar nasal dan mempunyai hubungan dengan kavum nasi melalui ostiumnya.

    Terdapat empat pasang sinus paranasal, yaitu sinus frontalis, sfenoidalis, etmoidalis,

    dan maksilaris. Sinus maksilaris dan etmoidalis mulai berkembang selama dalam

    masa kehamilan. Sinus maksilaris berkembang secara cepat hingga usia tiga tahun dan

    kemudian mulai lagi saat usia tujuh tahun hingga 18 tahun dan saat itu juga air-cell

    ethmoid tumbuh dari tiga atau empat sel menjadi 10-15 sel per sisi hingga mencapai

    usia 12 tahun.2,3

    Sinus maksilaris adalah sinus paranasal pertama yang mulai berkembang

    dalam janin manusia. Sinus ini mulai berkembang pada dinding lateral nasal

    sekitar hari 65 kehamilan. Sinus ini perlahan membesar tetapi tidak tampak

    pada foto polos sampai bayi berusia 4-5 bulan. Pertumbuhan dari sinus ini

    bifasik dengan periode pertama di mulai pada usia tiga tahun dan tahap kedua

    di mulai lagi pada usia tujuh hingga 12 tahun. Selama tahap kedua ini,

    pneumatisasi meluas secara menyamping hingga dinding lateral mata dan

    bagian inferior ke prosesus alveolaris bersamaan dengan pertumbuhan gigi

    permanen. Perluasan lambat dari sinus maksilaris ini berlanjut hingga umur 18

    tahun dengan kapasitasnya pada orang dewasa rata-rata 14,75 ml. Sinus

    maksilaris mengalirkan sekret ke dalam meatus media.2,3

    Sel etmoid mulai berkembang dalam bulan ketiga pada proses perkembangan

    janin. Sinus etmoidalis anterior merupakan evaginasi dari dinding lateral nasal

    dan bercabang ke samping dengan membentuk sinus etmoidalis posterior dan

    terbentuk pada bulan keempat kehamilan. Saat dilahirkan sel ini diisi oleh

    cairan sehingga sukar untuk dilihat dengan rontgen. Saat usia satu tahun sinus

    4

  • 7/22/2019 Responsi tonsilitis

    5/27

    etmoidalis baru bisa dideteksi melalui foto polos dan setelah itu membesar

    dengan cepat hingga usia 12 tahun. Sinus etmoidalis anterior dan posterior ini

    dibatasi oleh lamina basalis. Jumlah sel berkisar 4-17 sel pada sisi masing-

    masing dengan total volume rata-rata 14-15 ml. Sinus etmoidalis anterior

    mengalirkan sekret ke dalam meatus media, sedangkan sinus etmoidalis

    posterior mengalirkan sekretnya ke dalam meatus superior. Menurut Kennedy,

    diseksi sel-sel etmoid anterior dan posterior harus dilakukan dengan hati-hati

    karena terdapat dua daerah rawan. Daerah pertama adalah daerah arteri etmoid

    anterior yang merupakan cabang arteri oftalmika, terdapat di atap sinus

    etmoidalis dan membentuk batas posterior resesus frontal. Arteri ini berada

    pada dinding koronal yang sama dengan dinding anterior bula etmoid. Daerah

    yang kedua adalah variasi anatomi yang disebut dengan sel onodi. Sel onodi

    adalah sel udara etmoid posterior yang berpneumatisasi ke postero-lateral atau

    postero-superior terhadap dinding depan sinus sfenoidalis dan melingkari

    nervus optikus dan dapat dikira sebagai sinus sfenoidalis.2,3

    Sinus frontalis mulai berkembang sepanjang bulan keempat kehamilan,

    merupakan satu perluasan ke arah atas dari sel etmoidal anterosuperior. Sinus

    frontalis jarang tampak pada pemeriksaan foto polos sebelum umur lima atau

    enam tahun setelah itu perlahan tumbuh, total volume 6-7 ml. Pneumatisasi

    sinus frontalis mengalami kegagalan pengembangan pada salah satu sisi

    sekitar 4-15% populasi. Sinus frontalis mengalirkan sekretnya ke dalam

    resesus frontalis.2,3

    Sinus sfenoidalis mulai tumbuh sepanjang bulan keempat masa kehamilan

    yang merupakan evaginasi mukosa dari bagian superoposterior kavum nasi.

    Sinus ini berupa suara takikan kecil di dalam os sfenoid sampai umur tiga

    tahun ketika mulai pneumatisasi lebih lanjut, Pertumbuhan cepat untuk

    mencapai tingkat sella tursika pada umur tujuh tahun dan menjadi ukuran

    orang dewasa setelah umur 18 tahun, total volume 7,5 ml. Sinus sfenoidalis

    mengalirkan sekretnya ke dalam meatus superior bersama dengan etmoid

    posterior. Mukosa sinus terdiri dari ciliated pseudostratified, columnar

    epithelial cell, sel Goblet, dan kelenjar submukosa menghasilkan suatu selaput

    lendir bersifat melindungi. Selaput lendir mukosa ini akan menjerat bakteri

    5

  • 7/22/2019 Responsi tonsilitis

    6/27

    dan bahan berbahaya yang dibawa oleh silia, kemudian mengeluarkannya

    melalui ostium dan ke dalam nasal untuk dibuang.2,3

    B. Karsinoma Sinonasal

    1. Definisi

    Karsinoma sinonasal adalah penyakit di mana kanker (ganas) sel ditemukan

    dalam jaringan sinus paranasal dan jaringan sekitar hidung.8

    2. Etiologi

    Eksposur kepada asap industri, debu kayu, penyulingan nikel, dan

    penyamakan kulit semua telah terlibat dalam karsinogenesis berbagai jenis tumor

    ganas sinonasal. Eksposur khusus, kayu debu dan penyamakan kulit baik

    berhubungan dengan peningkatan risiko adenokarsinoma lain. Agen etiologi telah

    dilaporkan termasuk minyak mineral, dan senyawa kromium kromium, minyak

    isopropil, cat pernis, solder dan las. 1,2,3,4

    Paparan yang terjadi pada pekerja industri kayu, terutama debu kayu keras,

    merupakan faktor resiko utama yang telah diketahui untuk tumor ganas sinonasal.

    Peningkatan resiko (5-50 kali) ini terjadi pada adenokarsinoma dan tumor ganas yang

    berasal dari sinus. Efek paparan ini mulai timbul setelah 40 tahun atau lebih sejak

    pertama kali terpapar dan menetap setelah penghentian paparan. Paparan terhadap

    thorotrast, agen kontras radioaktif juga menjadi faktor resiko tambahan.4

    Tembakau dan penggunaan alkohol belum dibuktikan secara meyakinkan

    sebagai faktor penyebab dalam pengembangan tumor sinus paranasal. Namun, agen

    virus, khususnya human papilloma virus (HPV), juga mungkin memainkan peran

    penyebab.3

    6

  • 7/22/2019 Responsi tonsilitis

    7/27

    3. PatoFisiologi

    7

    KARSINOGEN

    BAHAN

    INDUSTRI,

    TEKSTIL

    ( DEBU

    KAYU)

    NIKEL ROKOK

    ALKOHOL

    MAKANAN

    YANG

    DIASINKAN

    DAN

    DIAWETKAN

    Human

    papillomavirus

    (HPV)

    virus Epstein-

    Barr (EBV)

    MEMICU

    TIMBULNYA

    PERTUMBUHA

    N YANG

    ABNORMAL

    CARSINOMA

    SINONASAL

  • 7/22/2019 Responsi tonsilitis

    8/27

    Klasifikasi Tumor :

    1. Tumor Jinak

    Tumor jinak tersering adalah papiloma skuamosa. Secara makroskopis

    mirip dengan polip, tetapi lebih vaskuler, padat dan tidak mengkilap. Ada 2 jenis

    papiloma, pertama eksofitik atau fungiform dan yang kedua endofitik disebut

    papiloma inverted. Papiloma inverted ini bersifat sangat invasive, dapat merusak

    jaringan sekitarnya. Tumor ini sangat cenderung untuk residif dan dapat berubah

    menjadi ganas. Lebih sering dijumpai pada anak laki-laki usia tua. Terapi adalah

    bedah radikal misalnya rinotomi lateral atau maksilektomi media.1

    Tumor jinak angiofibroma nasofaring sering bermanifestasi sebagai massa

    yang mengisi rongga hidung bahkan juga mengisi seluruh rongga sinus paranasal

    dan mendorong bola mata ke anterior.1

    2. Tumor Ganas

    Tumor ganas yang tersering adalah karsinoma sel skuamosa (70%), disusul

    oleh karsinoma yang berdeferensiasi dan tumor kelenjar. Sinus maksila adalah

    yang tersering terkena (65-80%), disusul sinus etmoid (15-25%), hidung sendiri

    (24%), sedangkan sinus sphenoid dan frontal jarang terkena.1

    Metastasis ke kelenjar leher jarang terjadi (kurang dari 5%) karena rongga

    sinus sangat miskin dengan system limfa kecuali bila tumor sudah menginfiltrasi

    jaringan lunak hidung dan pipi yang kaya akan system limfatik.Metastasis jauh

    juga jarang ditemukan (kurang dari 10%) dan organ yang sering terkena metastasis

    jauh adalah hati dan paru.1

    8

  • 7/22/2019 Responsi tonsilitis

    9/27

    3. Invasi Sekunder

    a. Pituitary adenomas

    b. Chordomas

    c. Invasi sekunder lain (karsinoma nasofaring, meningioma, tumor odontogenik,

    neoplasma skeleton kraniofasial jinak dan ganas, tumor orbita dan apparatus

    lakrimal). 1

    Klasifikasi histologi tumor ganas di daerah hidung dan sinus paranasal menurut

    WHO:

    A. Karsinoma Sel Skuamosa

    Karsinoma sel skuamosa merupakan neoplasma epitelial maligna yang

    berasal dari epitelium mukosa kavum nasi atau sinus paranasal termasuk tipe

    keratinizing dan non keratinizing.Karsinoma sel skuamosa sinonasal terutama

    ditemukan di dalam sinus maksilaris (sekitar 60-70%), diikuti oleh kavum nasi

    (sekitar 10-15%) dan sinus sfenoidalis dan frontalis (sekitar 1%).Simtom

    berupa rasa penuh atau hidung tersumbat, epistaksis, rinorea, nyeri, parastesia,

    pembengkakan pada hidung, pipi atau palatum, luka yang tidak kunjung

    sembuh atau ulkus, adanya massa pada kavum nasi, pada kasus lanjut dapat

    terjadi proptosis, diplopia atau lakrimasi. Pemeriksaan radiologis, CT scan

    atau MRI didapatkan perluasan lesi, invasi tulang dan perluasan pada struktur-

    struktur yang bersebelahan seperti pada mata, pterygopalatine atau ruang

    infratemporal. Secara makroskopik, karsinoma sel skuamosa kemungkinan

    berupa exophytic, fungating atau papiler. Biasanya rapuh, berdarah, terutama

    berupa nekrotik, atau indurated, demarcated atau infiltratif. 3

    B. Mikroskopik Keratinizing Squamous Cell Carcinoma

    Secara histologi, tumor ini identik dengan karsinoma sel skuamosa dari

    lokasi mukosa lain pada daerah kepala dan leher. Ditemukan diferensiasi

    skuamosa, di dalam bentuk keratin ekstraseluler atau keratin intraseluler

    (sitoplasma merah muda, sel-sel diskeratotik) dan/atau intercellular bridges.

    Tumor tersusun di dalam sarang-sarang, massa atau sebagai kelompok kecil

    sel-sel atau sel-sel individual. Invasi ditemukan tidak beraturan. Sering terlihat

    reaksi stromal desmoplastik. Karsinoma ini dinilai berupa diferensiansi baik,

    sedang atau buruk.3

    C. Mikroskopik Non-Keratinizing (Cylindrical Cell, transitional) Carcinoma9

  • 7/22/2019 Responsi tonsilitis

    10/27

    Tumor ini merupakan tumor yang berbeda dari traktus sinonasal yang

    dikarakteristikkan dengan pola plexiform atau ribbon-like growth pattern.

    Dapat menginvasi ke dalam jaringan dibawahnya dengan batas yang jelas.

    Tumor ini dinilai dengan diferensiasi sedang ataupun buruk. Diferensiasi buruk

    sulit dikenal sebagai skuamosa, dan harus dibedakan dari olfactory

    neuroblastoma atau karsinoma neuroendokrin. 3

    D. Undifferentiated Carcinoma

    Undifferentiated carcinoma merupakan karsinoma yang jarang

    ditemukan, sangat agresif dan histogenesisnya tidak pasti. Undifferentiated

    carcinoma berupa massa yang cepat memperbesar sering melibatkan beberapa

    tempat (saluran sinonasal) dan melampaui batas-batas anatomi dari saluran

    sinonasal. Gambaran mikroskopik berupa proliferasi hiperselular dengan pola

    pertumbuhan yang bervariasi, termasuk trabekular, pola seperti lembaran, pita,

    lobular, dan organoid. Sel-sel tumor berukuran sedang hingga besar dan bentuk

    bulat hingga oval dan memiliki inti sel pleomorfik dan hiperkromatik, anak inti

    menonjol, sitoplasma eosinofilik, rasio inti dan sitoplasma tinggi, aktivitas

    mitosis meningkat dengan gambaran mitosis atipikal, nekrosis tumor dan

    apoptosis. Pemeriksaan tambahan seperti imunohistokimia, mikroskop elektron

    dan biologi molekuler seringkali diperlukan dalam diagnosis undifferentiated

    carcinoma dan dapat membedakan keganasan ini dari neoplasma ganas

    lainnya.3

    E. Limfoma Maligna

    Kebanyakan limfoma yang timbul di dalam kavum nasi berasal dari sel

    natural killer (NK). Meskipun demikian, beberapa laporan kasus

    mengindikasikan bahwa limfoma primer dapat juga berasal dari sel B dan T.

    Limfoma pada nasal jarang ditemukan di western countries, umumnya

    dijumpai di negara-negara Asia .Dikarakteristikkan dengan infiltrat

    limfomatosa difus yang meluas ke mukosa nasal dan sinus paranasal, dengan

    pemisahan yang luas dan destruksi mukosa kelenjar sehingga memperlihatkan

    clear cell change. Nekrosis koagulatif luas dan apoptotic bodies selalu

    ditemukan. Dinding pembuluh darah sering ditemukan angiosentrik,

    angiodestruksi dan deposit fibrinoid. Sel-sel limfoma ukurannya bervariasi

    mulai dari kecil, medium hingga berukuran besar. Sel-sel memiliki sitoplasma

    pucat dan granul azurofilik pada sitoplasmanya yang dapat dilihat dengan10

  • 7/22/2019 Responsi tonsilitis

    11/27

    pewarnaan Giemsa. Beberapa kasus berhubungan dengan infiltrat inflamatori

    yang mengandung limfosit kecil, histiosit, sel-sel plasma dan eosinofil.

    Terkadang hiperlasia pseudoepiteliomatosa pada pelapis epitel skuamosa dapat

    ditemukan, menyerupai karsinoma sel skuamosa berdiferensiasi baik. 3

    F. Adenokarsinoma

    Sinonasal adenokarsinoma dikenal sebagai tumor glandular maligna dan

    tidak menunjukkan gambaran spesifik. Adenokarsinoma dijumpai 10 hingga

    14% dari keseluruhan tumor ganas nasal dan sinus paranasal. Secara klinis

    merupakan neoplasma agresif lokal, sering ditemukan pada laki-laki dengan

    usia antara 40 hingga 70 tahun. Tumor ini timbul di dalam kelenjar salivari

    minor dari traktus aerodigestivus bagian atas. Sering ditemukan pada sinus

    maksilaris dan etmoid. Simtom primer berupa hidung tersumbat, nyeri, massa

    pada wajah dengan deformasi dan/atau proptosis dan epistaksis, bergantung

    pada lokasinya. Adenokarsinoma menunjukkan tiga pola pertumbuhan yaitu

    sessile, papilari dan alveolar mucoid. Adenokarsinoma menyebar dengan

    menginvasi dan merusak jaringan lunak dan tulang di sekitarnya dan jarang

    bermetastasis . Prognosis jelek dan biasanya penderita meninggal dunia

    disebabkan penyebaran lokal tanpa adanya metastasis. 3

    G. Melanoma Maligna

    Biasanya ditemukan pada usia 50 tahun. Tidak ada perbedaan yang

    signifikan antara pria dan wanita, dapat ditemukan pada kedua jenis kelamin.

    Secara makroskopik, massa polipoid berwarna keabu-abuan atau hitam kebiru-

    biruan pada 45% kasus. Di dalam kavum nasi, lokasi yang sering ditemukan

    melanoma maligna ini adalah daerah posterior septum nasal diikuti dengan

    turbinate medial dan inferior. Tumor menyebar melalui aliran darah atau

    limfatik. Metastasis nodul servikal dapat ditemukan pada pemeriksaan awal . 3

    Pembagian sistem TNM menurut Simson sebagai berikut:

    T : Tumor.

    T1 :

    a. Tumor pada dinding anterior antrum.

    b. Tumor pada dinding nasoantral inferior.

    c. Tumor pada palatum bagian anteromedial.

    T2 :11

  • 7/22/2019 Responsi tonsilitis

    12/27

    a. Invasi ke dinding lateral tanpa mengenai otot.

    b. Invasi ke dinding superior tanpa mengenai orbita.

    T3 :

    a. Invasi ke m. pterigoid.

    b. Invasi ke orbita

    c. Invasi ke selule etmoid anterior tanpa mengenai lamina kribrosa.

    d. Invasi ke dinding anterior dan kulit diatasnya.

    T4 :

    a. Invasi ke lamina kribrosa.

    b. Invasi ke fosa pterigoid.

    c. Invasi ke rongga hidung atau sinus maksila kontra

    lateral.

    d. Invasi ke lamina pterigoid.

    e. Invasi ke selule etmoid posterior.

    f. Ekstensi ke resesus etmo-sfenoid.

    N : Kelenjar getah bening regional.

    N1 : Klinis teraba kelenjar, dapat digerakkan.

    N2 : Tidak dapat digerakkan.

    M : Metastasis.

    M1 : Stadium dini, tumor terbatas di sinus.

    M2 : Stadium lanjut, tumor meluas ke struktur yang berdekatan.

    Berdasarkan TNM ini dapat ditentukan stadium yaitu stadium dini (stadium 1 dan

    2), stadium lanjut (stadium 3 dan 4) . Lebih dari 90 % pasien datang dalam stadium

    lanjut dan sulit menentukan asal tumor primernya karena hampir seluruh hidung dan

    sinus paranasal sudah terkena tumor. 1,3

    Stadium :

    Stadium 0 T1s N0 M0

    Stadium I T1 N0 M0

    Stadium IIA T2a N0 M0Stadium IIB T1 N1 M0

    12

  • 7/22/2019 Responsi tonsilitis

    13/27

    T2a

    T2b

    N1

    N0,N1

    M0

    M0

    Stadium III T1

    T2a,T2b

    T3

    N2

    N2

    N2

    M0

    M0

    M0

    Stadium IV a T4 N0,N1,N2 M0

    Stadium IV b Semua T N3 M0

    Stadium IV c Semua T Semua N M1

    4. Manifestasi Klinik

    Gejala tergantung dari asal primer tumor serta arah dan perluasannya. Tumordi dalam sinus maksila biasanya tanpa gejala. Gejala timbul setelah tumor besar,

    sehingga mendesak atau menembus dinding tulang meluas ke rongga hidung, rongga

    mulut, pipi, orbita atau intrakranial. 1

    Tergantung dari perluasan tumor, gejala dapat dikategorikan sebagai berikut:

    1. Gejala nasal. Gejala nasal berupa obstruksi hidung unilateral dan rinorea.

    Sekretnya sering bercampur darah atau terjadi epistaksis. Tumor yang besar dapat

    mendesak tulang hidung sehingga terjadi deformitas hidung. Khas pada tumor

    ganas ingusnya berbau karena mengandung jaringan nekrotik. 1

    2. Gejala orbital. Perluasan tumor kearah orbita menimbulkan gejala diplopia,

    protosis atau penonjolan bola mata, oftalmoplegia, gangguan visus dan epifora.1

    3. Gejala oral. Perluasan tumor ke rongga mulut menyebabkan penonjolan atau

    ulkus di palatum atau di prosesus alveolaris. Pasien megeluh gigi palsunya tidak

    pas lagi atau gigi geligi goyah. Seringkali pasien datang ke dokter gigi karena

    nyeri di gigi, tetapi tidak sembuh meskipun gigi yang sakit telah dicabut. 1

    4. Gejala fasial. Perluasan tumor ke depan akan menyebabkan penonjolan pipi.

    Disertai nyeri, anesthesia atau parestesia muka jika mengenai nervus trigeminus. 1

    5. Gejala intrakranial. Perluasan tumor ke intrakranial menyebabkan sakit kepala

    hebat, oftalmoplegia dan gangguan visus. Dapat disertai likuorea, yaitu cairan

    otak yang keluar melalui hidung. Jika perluasan sampai ke fossa kranii media

    maka saraf otak lainnya bisa terkena. Jika tumor meluas ke belakang, terjadi

    trismus akibat terkenanya muskulus pterigoideus disertai anestesia dan parestesia

    daerah yang dipersarafi nervus maksilaris dan mandibularis. 1

    13

  • 7/22/2019 Responsi tonsilitis

    14/27

    Saat pasien datang ke dokter, biasanya tumor sudah dalam fase lanjut. Hal ini

    mungkin disebabkan karena diagnosis yang terlambat yang dikarenakan gejala dini

    nya mirip dengan rinitis atau sinusitis sehingga sering kali diabaikan oleh pasien atau

    kurang diperhatikan oleh dokter. 1

    5. Pemeriksaan Fisik

    Saat memeriksa pasien, pertama-tama perhatikan wajah pasien apakah

    terdapat asimetri atau tidak. Selanjutnya periksa dengan seksama kavum nasi dan

    nasofaring melalui rinoskopi anterior dan posterior. Permukaan yang licin merupakan

    pertanda tumor jinak sedangkan permukaan yang berbenjol-benjol, rapuh dan mudah

    berdarah merupakan pertanda tumor ganas. Jika dinding lateral kavum nasi terdorong

    ke medial berarti tumor berada di sinus maksila. 1

    Pemeriksaan nasoendoskopi dan sinuskopi dapat membantu menemukan

    tumor pada stadium dini. Adanya pembesaran kelenjar leher juga perlu dicari

    meskipun tumor ini jarang bermetastasis ke kelenjar leher. 1

    6. Pemeriksaan Penunjang

    1. Radiologic Imaging

    Radiologic imaging penting untuk menentukan staging. Plain film menunjukkan

    destruksi tulang, meskipun demikian pada beberapa kasus dapat menunjukkan

    keadaan normal. 1,3

    2. Screening computed tomography (CT) scan lebih akurat daripada plain film

    untuk menilai struktur tulang sinus paranasal dan lebih murah daripada plain film.

    Pasien beresiko tinggi dengan riwayat terpapar karsinogen, nyeri persisten yang

    berat, neuropati kranial, eksoftalmus, kemosis, penyakit sinonasal dan dengan

    simtomp persisten setelah pengobatan medis yang adekuat seharusnya dilakukan

    pemeriksaan dengan CT scan axial dan coronal dengan kontras atau magnetic

    resonance imaging (MRI). CT scanning merupakan pemeriksaan superior untuk

    menilai batas tulang traktus sinonasal dan dasar tulang tengkorak. Penggunaan

    14

  • 7/22/2019 Responsi tonsilitis

    15/27

    kontras dilakukan untuk menilai tumor, vaskularisasi dan hubungannya dengan

    arteri karotid. 1,3

    3. MRI dipergunakan untuk membedakan sekitar tumor dengan soft tissue,

    membedakan sekresi di dalam nasal yang tersumbat dari space occupying lesion,

    menunjukkan penyebaran perineural, membuktikan keunggulan imaging pada

    sagital plane, dan tidak melibatkan paparan terhadap radiasi ionisasi. Coronal MRI

    image terdepan untuk mengevaluai foramen rotundum, vidian canal, foramen

    ovale dan optic canal. Sagital image berguna untuk menunjukkan replacement

    signal berintensitas rendah yang normal dari Meckel cave signal berintensitas

    tinggi dari lemak di dalam pterygopalatine fossa oleh signal tumor yang mirip

    dengan otak. 1,3

    4. Positron emission tomography (PET) sering digunakan untuk keganasan kepala

    dan leher untuk staging dan surveillance. Kombinasi PET/CT scan ditambah

    dengan anatomic detail membantu perencanaan pembedahan dengan cara melihat

    luasnya tumor. Meskipun PET ini banyak membantu dalam menilai keganasan

    kepala dan leher tetapi sangat sedikit kegunaannya untuk menilai keganasan pada

    nasal dan sinus paranasal. 1,3

    5. Angiography dengan carotid-flow study digunakan untuk penderita yang akan

    menjalani operasi dengan tumor yang telah mengelilingi arteri karotid. Tes

    balloon exclusion digunakan dengan single-photon emission CT (SPECT), xenon

    CT scan atau trnascranial Doppler, dianjurkan apabila diduga terjadi resiko

    infark otak iskemik jika areteri karotid internal dikorbankan. Tes ini tidak dapat

    memprediksi iskemik pada area marginal (watershed) atau fenomena embolik. 1,3

    6. CT scan dada dan abdomen direkomendasikan untuk pasien dengan tumor yang

    bermetastasis secara hematogen, seperti sarkoma, melanoma dan karsinoma kistik

    adenoid. Penilaian metastasis penting jika reseksi luas dipertimbangkan untuk

    dilakukan. Lumbar dan brain puncture serta spine imaging direkomendasikan jika

    tumor telah menginvasi meningen atau otak. 1,3

    7. Diagnosis

    Diagnosis pasti ditegakkan berdasarkan pemeriksaan histopatologi. Jika tumortampak di rongga hidung atau rongga mulut, maka biopsi mudah dan harus segera

    15

  • 7/22/2019 Responsi tonsilitis

    16/27

    dilakukan. Biopsi tumor sinus maksila, dapat dilakukan melalui tindakan sinoskopi

    atau melalui operasi Caldwel-Luc yang insisinya melalui sulkus ginggivo-bukal. 1,3,7

    Jika dicurigai tumor vaskuler, misalnya angofibroma, jangan lakukan biopsi

    karena akan sangat sulit menghentikan perdarahan yang terjadi. Diagnosis adalah

    dengan angiografi. 1

    8. Tatalaksana

    Pasien dengan kanker sinus paranasal biasanya dirawat oleh tim spesialis

    menggunakan pendekatan multifaset. Setiap pasien menerima rencana pengobatan

    yang disesuaikan untuk memenuhi kebutuhan nya, khususnya konstitusi secara

    keseluruhan pasien, kelas, dan stadium penyakit. Biasanya, bagaimanapun, tim

    pengobatan meliputi:

    Sebuah otorhinolaryngologist (spesialis telinga, hidung, dan tenggorokan)

    Seorang ahli onkologi (spesialis kanker)

    Sebuah radiotherapist (x-ray pengobatan spesialis)

    Jika operasi yang luas diperlukan, ahli bedah plastik dan rekonstruksi juga

    dapat berfungsi sebagai bagian dari tim perawatan . 8

    Pilihan pengobatan utama untuk kanker sinus paranasal meliputi:

    I. Bedah. Mungkin diperlukan untuk menghilangkan bagian dari rongga hidung

    atau sinus paranasal pada setiap tahap penyakit ini. Juga, beberapa diseksi

    kelenjar getah bening mungkin diperlukan di leher, tergantung pada

    pementasan dan grading.Dapat dikombinasikan dengan radioterapi di setiap

    tahap, tergantung pada jenis kanker dan lokasinya. 8

    II. Radioterapi. Terapi radiasi juga disebut, radioterapi kadang-kadang digunakan

    sendiri pada tahap I dan penyakit II, atau dalam kombinasi dengan operasi

    dalam setiap tahap penyakit.Pada tahap awal kanker sinus paranasal,

    radioterapi dianggap sebagai terapi lokal alternatif untuk operasi. Radioterapi

    melibatkan penggunaan energi tinggi, penetrasi sinar untuk menghancurkan

    sel-sel kanker di zona diobati. Terapi radiasi juga digunakan untuk paliatif

    (kontrol gejala) pada pasien dengan kanker tingkat lanjut. Teleterapi (radiasi

    eksternal) diberikan melalui mesin remote dari tubuh sementara radiasiinternal (brachytherapy) diberikan dengan menanamkan sumber radioaktif ke

    16

  • 7/22/2019 Responsi tonsilitis

    17/27

    dalam jaringan kanker. Pasien mungkin atau mungkin tidak memerlukan

    kedua jenis radiasi. Radioterapi biasanya memakan waktu hanya lima sampai

    sepuluh menit per hari, lima hari seminggu selama sekitar enam minggu,

    tergantung pada jenis radiasi yang digunakan. 8

    III. Kemoterapi. Biasanya diperuntukkan untuk tahap III dan IV penyakit. Selain

    terapi lokal, upaya terbaik untuk mengendalikan sel-sel kanker beredar dalam

    tubuh adalah dengan menggunakan terapi sistemik (terapi yang mempengaruhi

    seluruh tubuh) dalam bentuk suntikan atau obat oral. Bentuk pengobatan, yang

    disebut kemoterapi, diberikan dalam siklus (setiap obat atau kombinasi obat-

    obatan biasanya diberikan setiap tiga sampai empat minggu). Kemoterapi juga

    dapat digunakan dalam kombinasi dengan operasi, radioterapi, atau keduanya.

    Pada garis depan penelitian kanker kepala dan leher, biologi molekuler dan

    terapi gen menyediakan wawasan baru ke dalam mekanisme dasar kanker usul dan

    pengobatan. Deteksi berbagai onkogen (gen yang dapat menyebabkan pembentukan

    tumor) di kepala dan kanker leher juga maju dengan cepat.Percobaan terapi gen,

    masih dalam tahap awal pada 2001, juga memperkenalkan bahan genetik untuk

    membantu sistem kekebalan tubuh mengenali sel kanker. 8

    9. Prognosis

    Tingkat ketahanan hidup bagi pasien dengan rata-rata kanker sinus maksilaris

    sekitar 40% selama 5 tahun. Tahap awal tumor memiliki angka kesembuhan hingga

    80%. Pasien dengan tumor dioperasi diobati dengan radiasi memiliki tingkat

    kelangsungan hidup kurang dari 20%. Tingkat ketahanan hidup untuk tumor ethmoid

    telah sedikit meningkat karena kemajuan di tengkorak-basis operasi. 3

    10. Komplikasi

    Komplikasi mengobati keganasan sinus berhubungan dengan pembedahan dan

    rekonstruksi. Komplikasi bedah termasuk perdarahan klinis signifikan, kebocoran

    LCS, infeksi, anosmia, dysgeusia, dan kerusakan saraf kranial lainnya. 3

    1) Perdarahan

    Perdarahan dapat terjadi jika kontrol dari kapal besar yang

    terlupakan. Masalah ini dapat terjadi jika arteri pada awalnya di vasospasme dan

    jika tidak ada perdarahan aktif dicatat sampai setelah operasi. Arteri ethmoid dan17

  • 7/22/2019 Responsi tonsilitis

    18/27

    sphenopalatina anterior dan posterior dapat dibakar, dipotong, atau diikat untuk

    mencegah atau mengendalikan perdarahan. Jika diperlukan, radiologi intervensi

    dapat diminta untuk membantu dengan intra-arteri melingkar untuk mengontrol

    perdarahan. 3

    2) kebocoran CSF

    Selama operasi, kebocoran CSF dapat terjadi dekat dasar

    tengkorak. Manajemen yang tepat dimulai dengan identifikasi.Gejala mungkin

    termasuk Rhinorrhea jelas, rasa asin di mulut, tanda halo, atau tanda

    reservoir. Setelah mencatat, identifikasi kebocoran dapat dibuat endoskopi atau

    dengan injeksi intratekal dari fluorecin. Tes, seperti tes untuk tau atau beta

    transferin, mungkin yang paling spesifik, tapi mungkin butuh beberapa hari untuk

    hasil untuk diproses.

    Manajemen konservatif dengan istirahat dan menguras lumbal dapat

    digunakan untuk 5 hari pertama di samping penempatan pada antibiotik. Jika

    resolusi tidak terjadi, intervensi bedah harus digunakan, termasuk menambal

    dengan allograft kulit, tulang turbinate, dan mukosa hidung. Flaps mukosa dapat

    dinaikkan dan digunakan untuk menutup kebocoran dengan tulang atau tulang

    rawan interpositioned. Untuk kebocoran besar, menguras tulang belakang

    mungkin diperlukan untuk memungkinkan cangkok dan teknik penyegelan untuk

    memperkuat dan mengintegrasikan. 3

    3) Epiphora

    Epiphora adalah komplikasi umum dari operasi yang disebabkan oleh

    obstruksi pada saluran keluar lacrimalis. Hal ini dapat terjadi karena kerusakan

    pada puncta lacrimalis, karung, atau saluran.Perawatan harus diambil untuk

    marsupialize duktus lakrimal jika terkoyak atau rusak dalam operasi untuk

    mencegah obstruksi.Tindak lanjut dacryocystorhinostomy endoskopik atau

    terbuka mungkin diperlukan. 3

    4) Diplopia

    Diplopia adalah komplikasi yang dikenal dalam setiap operasi yang

    melibatkan kerucut orbital. Perbaikan yang tepat dari lantai orbital adalah kunciuntuk mencegah komplikasi ini, tetapi dalam beberapa kasus itu tidak dapat

    18

  • 7/22/2019 Responsi tonsilitis

    19/27

    dihindari bahkan dengan teliti rekonstruksi. Dalam kasus diplopia, lensa prisma

    biasanya metode yang paling sederhana untuk koreksi, sebagai koreksi bedah

    dengan oftalmologi dapat rumit oleh jaringan parut dari operasi sebelumnya dan

    pengobatan radiasi. Konsultasi Oftalmologi adalah standar perawatan. 3

    5) Rekonstruksi

    Dalam kasus yang ideal, rekonstruksi mempertahankan bentuk dan

    fungsi. Sebuah flap rektus bebas atau jaringan lain yang jauh mungkin diperlukan

    untuk melindungi struktur vital, atau prostetik wajah dapat digunakan. Prostesis

    wajah dapat ditawarkan untuk meningkatkan hasil kosmetik, tetapi pemeliharaan

    teliti dari prostesis oleh tim dan pasien adalah keharusan. Pengrusakan wajah

    adalah salah satu keprihatinan pasien yang paling penting dan dapat menyebabkan

    stres sosial dan psikologis yang cukup besar. Hasil ini harus ditangani pada

    awalnya dan secara berkelanjutan.3

    19

  • 7/22/2019 Responsi tonsilitis

    20/27

    BAB III

    LAPORAN KASUS

    IDENTITAS PASIEN

    Nama pasien : Tn. IWS

    Umur : 75 Tahun

    Jenis kelamin : Laki-lakiAlamat : Pagesangan - Mataram

    Tanggal Pemeriksaan : 01 Mei 2013

    ANAMNESIS

    Keluhan utama:

    Sering Keluar darah pada hidung

    Riwayat penyakit sekarang:

    20

  • 7/22/2019 Responsi tonsilitis

    21/27

    Pasien datang ke RSU Provinsi NTB dengan keluhan sering keluar darah pada hidung

    bersamaan dengan sekret (ingus) sejak 6 Bulan, darah yang keluar terlihat kental

    namun terkadang juga cair, dan sering dirasakan keluar saat ingin buang ingus, awalnya

    timbul daging yang menutupi hidung pasien sebelah kanan yang berukuran cukup kecil

    yang lama kelamaan semakin membesar, dan os akhir-akhir ini merasakan bau tidak

    sedap pada hidup terutama saat keluar cairan, nyeri (-), Demam (-), dan terkadang disertai

    batuk, nyeri kepala (-), mual muntah (-), nyeri pada telinga disangkal, keluar cairan pada

    telinga disangkal, namun os merasakan pendengaran mulai menurun bersamaan dengan

    keluhan pada hidung, nyeri pada tenggorokan disangkal, suara menjadi sengau semenjak

    benjolan pada hidung semakin membesar, badan terasa lemas dan os merasakan berat

    badan terasa semakin berkurang. BAB (+) Lancar, BAK (+), nyeri BAK (-)

    Riwayat penyakit dahulu:

    Pasien belum pernah menderita keluhan yang sama seperti ini sebelumnya. Tidak ada

    riwayat keluar cairan dari dalam telinga kiri maupun kanan.

    Riwayat penyakit keluarga/sosial: -

    Riwayat alergi:

    Pasien mengaku tidak memiliki riwayat alergi makanan, obat-obatan, tidak pernah meler

    dan bersin-bersin saat terkena debu atau dingin.

    PEMERIKSAAN FISIK

    Status Generalis

    Keadaan umum : Baik

    Kesadaran : Compos mentis

    Tanda vital :

    Tensi : 120/80 mmHg

    Nadi : 83 x/menit

    Respirasi : 20 x/menit

    Suhu : 36,8C

    Status Lokalis

    Pemeriksaan telinga

    No. Pemeriksaan Telinga kanan Telinga kiri

    21

  • 7/22/2019 Responsi tonsilitis

    22/27

    Tampak benjolan

    berwarna Putih

    Mengkilat dan

    sekret

    muko urulen

    Telinga

    1. Tragus Nyeri tekan (-), edema (-) Nyeri tekan (-), edema (-)

    2. Daun telinga Bentuk dan ukuran dalam batas

    normal, hematoma (-), nyeri

    tarik aurikula (-)

    Bentuk dan ukuran dalam batas

    normal, hematoma (-), nyeri

    tarik aurikula (-)3. Liang telinga Serumen (-), hiperemis (-),

    furunkel (-), edema (-), otorhea

    (-)

    Serumen (-), hiperemis (-),

    furunkel (-), edema (-), otorhea

    (-)

    4. Membran timpani Retraksi (-), bulging (-),

    hiperemi (-), edema (-),perforasi (-),cone of light (+)

    Retraksi (-), bulging (-),

    hiperemi (-), edema (-),perforasi (-),cone of light (+)

    Pemeriksaan hidung

    Pemeriksaan Hidung Hidung kanan Hidung kiriHidung luar Bentuk (normal), hiperemi (-),

    nyeri tekan (-), deformitas (-)

    Bentuk (normal), hiperemi (-),

    nyeri tekan (-), deformitas (-)

    Rinoskopi anterior

    Vestibulum nasi Normal, ulkus (-) Normal, ulkus (-)

    Cavum nasi Tampak massa memenuhi cavum

    nasi, berwarna Putih Mengkilat,

    sekret(+)

    Bentuk (normal), mukosa pucat

    (-), hiperemia (-)

    Vestibulum Dipenuhi massa Sekret(-)

    Konka nasi inferior sekret (+) mukoid tidak terlihatSeptum nasi Deviasi (-), perdarahan (-), ulkus Deviasi (-), perdarahan (-), ulkus

    22

  • 7/22/2019 Responsi tonsilitis

    23/27

    (-) (-)

    Pemeriksaan Tenggorokan

    Bibir Mukosa bibir basah, berwarna merah muda (N)

    Mulut Mukosa mulut basah berwarna merah muda

    Geligi Normal

    Lidah Tidak ada ulkus, pseudomembrane (-)

    Uvula Bentuk normal, hiperemi (-), edema (-), pseudomembran (-)

    Palatum mole Ulkus (-), hiperemi (-)

    Faring Mukosa hiperemi (-), reflex muntah (+), membrane (-), sekret

    (-)

    Tonsila palatine Kanan Kiri

    T1 T1

    Fossa Tonsillaris dan

    Arkus Faringeus

    hiperemi (-) hiperemi (-)

    Kelenjar Getah Bening Leher

    KGB retrourikuler -/-, submandibula -/-

    DIAGNOSIS

    Susp Ca sinunasal Dextra

    PEMERIKSAAN PENUNJANG

    - Pro DL

    - Pro Radiologi

    - CT-Scan

    - MRI

    - Biopsi

    - Metastasis jauh:

    Tes fungsi hepar dan ginjal

    Foto thoraks

    23

  • 7/22/2019 Responsi tonsilitis

    24/27

    USG hepar

    RENCANA TERAPI (sementara/simtomatik)

    obs vital sign

    obs perdarahan

    Diet lunak TKTP

    Cefadroxil 500mg 2x1

    Transamin Tab 3x1 K/P Mimisan

    Ambroxol 3x1

    Interhistin 2x1

    KIE pasien

    Menyarankan pasien untuk segera melakukan pemeriksaan imunohistokimia untuk

    menyingkirkan diagnosis kedua agar penatalaksanaan lebih lanjut dapat segera

    dilakukan.

    Memberikan gambaran umumn kepada keluarga pasien tentang penyakit yang

    mungkin diderita oleh pasien mulai dari penyebab hingga prognosis penyakit tersebut.

    Menyuruh pasien untuk meminum obatnya secara teratur dan menghabiskan obatnya.

    Menyarankan pasien untuk mengubah pola makan dengan memakan makanan yang

    alami dan bergizi serta mengurangi makanan yang dibakar atau diasap.

    Pasien disarankan untuk mengurangi paparan terhadap asap atau polusi dan meminta

    pasien untuk lebih banyak beristirahat dan mengurangi aktivitas fisik.

    Mengajari cara mengatasi perdarahan yang keluar dari hidung, yaitu bila ada darah

    yang keluar, hidung ditekan selama 10-15 menit.

    Pasien diminta untuk menjaga kebersihan rongga mulut dengan sering berkumur.

    PROGNOSIS

    dubia ad malam

    24

  • 7/22/2019 Responsi tonsilitis

    25/27

    BAB IV

    PEMBAHASAN

    Pasien laki-laki 75 tahun dengan keluhan utama sering keluar darah dari hidung sejak

    6 bulan yang lalu. Perdarahan pada hidung atau epistaksis dapat disebabkan oleh trauma,

    kelainan pembuluh darah, infeksi local maupun sistemik, tumor, dan penyakit kardiovaskular.

    Beberapa kemungkinan tersebut dapat disingkarkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik,

    dan pemeriksaan penunjang. Diagnosis banding penyakit kardiovaskular masih dapat

    dipikirkan karena dari segi umur sangat rentan terjadi kelainan salah satunya Hipertensi,

    Stroke, walaupun dari hasil anamnesa dan pemeriksaan tidak ditemukan kelainan.

    Kemungkinan terbesar dari perdarahan hidung pasien ini adalah tumor karena dari anamnesis

    danpemeriksaan fisik didapatkan benjolan pada hidung kanani. Benjolan pada daerah hidung

    kanan dapat disebabkan oleh karena infeksi rongga sinus, polip nasi, trauma, dan keganasan.

    Diagnosis banding Polip nasi dapat disingkirkan karena dari anamnesis ditemukan tidak

    didapatkan riwayat sinusitis, keluhan rinorea, dan hidung tersumbat. Ketiadaan riwayat

    trauma pada pasien menyingkirkan diagnosis banding trauma.

    Kecurigaan terhadap massa/tumor tidak boleh dilupakan pada kasus ini. Sumbatan

    hidung karena tumor umumnya dapat disebabkan oleh karsinoma nasofaring (KNF), tumor

    hidung dan sinonasal, dan angiofibroma nasofaring belia. Diagnosis banding KNF masih

    dipikirkan karena adanya sumbatan hidung dan riwayat mimisan pada pasien, walaupun tidak

    ditemukan gejala dini KNF berupa tinnitus, otalgia, rasa penuh di telinga akibat sumbatan

    tuba, dan tidak ada gejala mata atau saraf. Diagnosis tumor hidung dan sinonasal juga masih

    belum dapat disingkirkan. Kedua diagnosis di atas memerlukan masih memerlukan

    pemeriksaan fisik dan penunjang. Angiofibroma nasofaring belia masih belum dapat

    disingkirkan, karena ditemukan data pendukung lain berupa riwayat epistaksis berulang,

    apalagi dari epidemiologi umumnya terjadi pada laki-laki walaupun dekade 2 (7-19 tahun).

    Namun masih perlu dilakukan pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosis

    kerja, apakah mengarah kepada tumor jinak atau keganasan hidung dan sinonasal. Oleh

    karena itu pemilihan pemeriksaan penunjang harus tepat sasaran, yakni membantu

    penegakkan diagnosis demi kepentingan penatalaksanaan yang optimal.

    Berdasarkan literatur, jika ada kecurigaan terhadap tumor hidung dan sinonasal,

    pemeriksaan radiologik CT-scan atau MRI mempunyai peranan penting dalam menentukan

    asal dan perluasan tumor serta pengobatan yang akan dilakukan. Selain itu, oleh karena

    25

  • 7/22/2019 Responsi tonsilitis

    26/27

    beragamnya gambaran histologis pada keganasan hidung dan sinonasal, diperlukan

    pemeriksaan histopatologik melalui biopsi untuk menentukan jenisnya.

    Setelah menetapkan diagnosis dari pemeriksaan yang disarankan, perlu dicari adanya

    metastasis. Pemeriksaan KGB leher perlu dilakukan walaupun keganasan hidung dan sinus

    paranasal jarang bermetastasis ke KGB. Pada pasien ini, tidak adanya keluhan benjolan leher

    dan tidak terabanya pembesaran KGB leher menyingkirkan kemungkinan metastasis ke KGB

    regional. Pencarian metastasis jauh juga perlu dilakukan untuk mengetahui kemungkinan

    tumor hidung dan sinonasal merupakan tumor primer yang meluas atau merupakan metastasis

    dari organ lain.

    Pada keganasan hidung dan sinus paranasal, pembedahan berupa maksilektomi masih

    merupakan modalitas utama, dan lebih sering bertujuan untuk pengobatan kuratif. Radiasi

    dan kemoterapi dapat merupakan pengobatan tambahan. Sedangkan kombinasi pembedahan,

    radiasi dan kemoterapi masih besifat paliatif.1 Pada tumor jinak dilakukan ekstirpasi tumor

    sebersih mungkin, bila perlu dengan cara pendekatan rinotomi lateral atau mid-facial

    degloving. Untuk tumor ganas, tindakan operasi harus seradikal mungkin. Maksilektomi yang

    dilakukan dapat berupa maksilektomi medial, partial, total atau radikal.

    Prognosis pasien ini dubia ad malam. Sebab pada pasien dengan keganasan maka kita

    akan bicara mengenai angka bertahan hidup dalam 5 tahun. Angka bertahan hidup 5 tahun

    pada pasien adenokarsinoma sinus paranasal yang menjalani operasi dan radiasi berkisar 55%

    untuk T1 dan T2, 28% untuk T3, dan hanya 25% untuk lesi T4.5

    REFERENSI

    26

  • 7/22/2019 Responsi tonsilitis

    27/27

    1. Arsyad efiaty dkk, 2007, Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan

    Kepala & Leher: edisi 6, Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

    2. L . Adams, George, MD et all. BOEIS Buku Ajar Penyakit THT : edisi 6, Jakarta :

    Penerbit Buku Kedokteran

    3. Tumor Sinonasal , diunduh dari http://emedicine.medscape.com/article/847189-

    overview#showall

    4. Malignant Tumor of the Nasal Cavity, diunduh

    http://emedicine.medscape.com/article/846995-overview#showall

    5. L Smith, Stacey et all, Sinonasal Teratocarcinosarcoma of the Head and Neck arch

    Otolaringol Head Neck Surg,2008 ; 134 (6):592-595, diunduh dari

    http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/

    6. Vivanco blanca et all, Benign Lesions in Mucosa Adjacent to Intestinal-Type

    Sinonasal Adenocarcinoma, diunduh darihttp://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/

    7. Kazi Shameemus et all, Clinicopathological study of sinonasal malignancy,

    Bangladesh J Otorhinolaryngol 2009; 15(2): 55-59. Diunduh dari :

    http://www.banglajol.info/index.php/BJO/article/view/5058

    8. Paranasal Sinus CancerGale Encyclopedia of Cancer| 2002 | Slomski, Genevieve |

    700+ word diunduh dari :http://www.encyclopedia.com/doc/1G2-3405200357.html

    27

    http://emedicine.medscape.com/article/847189-overview#showallhttp://emedicine.medscape.com/article/847189-overview#showallhttp://emedicine.medscape.com/article/846995-overview#showallhttp://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/http://www.banglajol.info/index.php/BJO/article/view/5058http://www.encyclopedia.com/Gale+Encyclopedia+of+Cancer/publications.aspx?pageNumber=1http://www.encyclopedia.com/Gale+Encyclopedia+of+Cancer/publications.aspx?pageNumber=1http://www.encyclopedia.com/doc/1G2-3405200357.htmlhttp://emedicine.medscape.com/article/847189-overview#showallhttp://emedicine.medscape.com/article/847189-overview#showallhttp://emedicine.medscape.com/article/846995-overview#showallhttp://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/http://www.banglajol.info/index.php/BJO/article/view/5058http://www.encyclopedia.com/Gale+Encyclopedia+of+Cancer/publications.aspx?pageNumber=1http://www.encyclopedia.com/doc/1G2-3405200357.html