responsi tht gianyar 1 fix

35
BAB I PENDAHULUAN Manusia memiliki sekitar 12 rongga di sepanjang atap dan bagian lateral kavum nasi. Sinus – sinus ini membentuk rongga di dalam beberapa tulang wajah, dan diberi nama sesuai dengan tulang tersebut, yaitu sinus maksilaris, sinus sfenoidalis, sinus frontalis, dan sinus etmoidalis. Sinus paranasalis (maksilaris, frontalis, etmoidalis, dan sfenoid) adalah rongga di sekitar hidung yang selalu terisi udara dan berhubungan dengan saluran hidung melalui ostium yang kecil. Sinus paranasalis mempunyai fungsi yang penting yaitu untuk melembabkan, menyaring, dan mengatur suhu udara yang akan masuk ke paru-paru. 1 Sinus yang dalam keadaan fisiologis adalah steril, apabila klirens sekretnya berkurang atau tersumbat, akan menimbulkan lingkungan yang baik untuk perkembangan organisme patogen. Apabila terjadi infeksi karena virus, bakteri ataupun jamur pada sinus yang berisi sekret ini, maka terjadilah sinusitis. 2, 3,4,5 Kondisi inflamasi dari sinus paranasalis mempunyai dampak sosial ekonomi yang signifikan setiap tahunnya, berhubungan dengan biaya kesehatan dan berkurangnya jam kerja akibat sakit. Berdasarkan data dari National Health Interview Survey 1995, sekitar 17,4% penduduk dewasa Amerika Serikat pernah menderita sinusitis dalam jangka 1

Upload: hanny-puspita

Post on 07-Dec-2015

240 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

semoga bermanfaat

TRANSCRIPT

BAB I

PENDAHULUAN

Manusia memiliki sekitar 12 rongga di sepanjang atap dan bagian lateral

kavum nasi. Sinus – sinus ini membentuk rongga di dalam beberapa tulang wajah,

dan diberi nama sesuai dengan tulang tersebut, yaitu sinus maksilaris, sinus

sfenoidalis, sinus frontalis, dan sinus etmoidalis. Sinus paranasalis (maksilaris,

frontalis, etmoidalis, dan sfenoid) adalah rongga di sekitar hidung yang selalu

terisi udara dan berhubungan dengan saluran hidung melalui ostium yang kecil.

Sinus paranasalis mempunyai fungsi yang penting yaitu untuk melembabkan,

menyaring, dan mengatur suhu udara yang akan masuk ke paru-paru.1

Sinus yang dalam keadaan fisiologis adalah steril, apabila klirens

sekretnya berkurang atau tersumbat, akan menimbulkan lingkungan yang baik

untuk perkembangan organisme patogen. Apabila terjadi infeksi karena virus,

bakteri ataupun jamur pada sinus yang berisi sekret ini, maka terjadilah sinusitis.2,

3,4,5

Kondisi inflamasi dari sinus paranasalis mempunyai dampak sosial

ekonomi yang signifikan setiap tahunnya, berhubungan dengan biaya kesehatan

dan berkurangnya jam kerja akibat sakit. Berdasarkan data dari National Health

Interview Survey 1995, sekitar 17,4% penduduk dewasa Amerika Serikat pernah

menderita sinusitis dalam jangka waktu 3 bulan. Dari survey yang dilakukan,

prevalensi sinusitis kronis sekitar 13-16% atau 30 juta penduduk dewasa Amerika

Seriikat yang dominan terjadi pada rongga sinus maksila. Sinusitis mewakili salah

satu dari penyakit yang paling sering yang membutuhkan pengobatan dengan

antibiotika pada populasi dewasa. Tantangan bagi para klinisi dalam

mengevaluasi pasien dengan kemungkinan sinusitis adalah untuk mencoba

membedakan infeksi virus saluran nafas atas atau rinitis alergika, yang tidak

membutuhkan pengobatan dengan antibiotika, dengan sinusitis kronis atau akut

yang memberikan respon dengan pengobatan antibiotika.2,3

Kebanyakan infeksi bakteri terjadi pada keadaan dimana terjadi gangguan

fungsi, obstruksi anatomi, inflamasi, drainase yang terganggu, dan perkembangan

bakteri yang berlebihan. Kemudian sinus akan dipenuhi dengan cairan purulen.

1

Hal tersebut terjadi karena proses inflamasi menyebabkan peningkatan sekresi dan

edema pada mukosa sinonasal. Dengan progresifnya komponen inflamasi, sekret

tersebut tertahan di dalam sinus paranasal yang dapat terjadi karena gangguan

fungsi silia dan obstruksi dari ostium sinus yang relatif kecil. Posisi ostium yang

melawan gravitasi secara tidak langsung juga menyebabkan buruknya drainase.

Obstruksi tersebut menyebabkan pengurangan tekanan parsial oksigen di dalam

sinus dan menyebabkan kondisi anaerobik di dalam sinus. Faktor-faktor inilah

yang menyebabkan kondisi yang ideal dalam pertumbuhan bakteri patogen, dan

menyebabkan sinusitis. Rinitis alergi dan infeksi virus pada saluran nafas atas

yang berkepanjangan dapat menyebabkan terjadinya sinusitis. Sinus maksilaris

adalah sinus yang paling sering terkena infeksi.1,2

Sinusitis adalah penyakit yang banyak ditemukan di seluruh dunia.

Sinusitis bakterial adalah diagnosis terbanyak kelima pada pasien dengan

pemberian antibiotik. Lima milyar dolar dihabiskan setiap tahunnya untuk

pengobatan medis sinusitis, dan 60 milyar lainnya dihabiskan untuk pengobatan

operatif sinusitis di Amerika Serikat. Berdasarkan fakta tersebut diatas, sinusitis

adalah penyakit yang penting untuk diketahui oleh seorang praktisi kesehatan.

Dan sinusitis yang paling banyak ditemukan adalah sinusitis maksilaris. Oleh

karena itu tema ini diangkat agar diagnosis, dan penanganan sinusitis maksilaris

bisa dimengerti dengan lebih baik. 2,3,6,7,8

2

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definsi

Sinus paranasalis adalah rongga udara berlapis mukosa pada tulang

kranium, yang berhubungan dengan rongga hidung dan meliputi sinus frontal,

sinus etmoid, sinus maksila, dan sinus sfenoid. Sedangkan sinusitis adalah kondisi

inflamatorik yang melibatkan satu atau lebih dari keempat rongga berpasangan

yang mengelilingi kavum nasi (sinus paranasalis). Menurut anatomi yang terkena,

sinusitis dibagi atas sinusitis frontalis, sinusitis etmoidalis, sinusitis maksilaris,

dan sinusitis sfenoidalis. Jadi, sinusitis maksilaris adalah suatu kondisi

inflamatorik yang melibatkan sinus maksilaris.3,4,9

2.2 Anatomi Sinus Paranasal

Secara klinis sinus paranasal dibagi menjadi dua kelompok yaitu bagian

anterior dan posterior. Kelompok anterior bermuara di bawah konka media, di

dekat infundibulum, terdiri dari sinus frontal, sinus maksila, dan sel-sel anterior

sinus etmoid. Kelompok posterior bermuara di berbagai tempat di atas konka

media terdiri dari sel-sel posterior sinus etmoid dan sinus sphenoid. Garis

perlekatan konka media pada dinding lateral hidung merupakan batas antara

kedua kelompok. Salah satu fungsi penting sinus paranasal adalah sebagai sumber

lendir yang segar dan tak terkontaminasi yang dialirkan ke mukosa hidung.3

Sinus maksila merupakan sinus paranasal yang terbesar. Saat lahir sinus

maksila bervolume 6-8 ml,sinus kemudian berkembang dengan cepat dan

akhirnya mencapai ukuran maksimal,yaitu 15 ml saat dewasa. Sinus maksila

berbentuk piramid. Dinding anterior sinus ialah permukaan fasial os maksila yang

disebut fosa kanina, dinding posteriornya adalah permukaan infra-temporal

mkasila, dinding medialnya ialah dinding dinding lateral rongga hidung, dinding

superiornya ialah dasar orbita dan dinding inferiornya ialah prosesus alveolaris

dan palatum. Ostium sinus maksila berada di sebelah superior dinding medial

sinus dan bermuara ke hiatus semilunaris melalui infundibulum etmoid.2

3

Dari segi klinik yang perlu diperhatikan dari anatomi sinus maksila

adalah1:

Dasar sinus maksila sangat berdekatan dengan akar gigi rahang atas, yaitu

premolar (P1 dan P2), molar (M1 danM2), kadang- kadang juga gigi taring

(C) dan gigi molar M3, bahkan akar-akar gigi tersebut dapat menonjol ke

dalam sinus, sehingga infeksi gigi geligi mudah naik ke atas menyebabkan

sinusitis.

Sinusitis maksila dapat menimbulkan komplikasi orbita.

Ostium sinus maksila terletak lebih tinggi dari dasar sinus, sehingga

drainase hanya  tergantung dari gerak silia, lagi pula drainase juga harus

melalui infundibulum yang sempit. Infundibulum adalah bagian dari sinus

etmoid anterior dan pembengkakan akibat radang atau alergi pada daerah

ini dapat menghalangi drainase sinus maksila dan selanjutnya

menyebabkan sinusitis.

2.3 Fisiologi Sinus Paranasal

Beberapa teori yang dikemukakan sebagai fungsi sinus paranasal antara

lain :

1. Sebagai pengatur kondisi udara (air conditioning)

Sinus berfungsi sebagai ruang tambahan untuk memanaskan dan mengatur

kelembaban udara inspirasi. Keberatan terhadap teori ini ialah ternyata

tidak didapati pertukaran udara yang definitif antara sinus dan rongga

hidung. Volume pertukaran udara dalam ventilasi sinus kurang lebih

1/1000 volume sinus pada tiap kali bernafas, sehingga dibutuhkan

beberapa jam untuk pertukaran udara total dalam sinus. Lagipula mukosa

sinus tidak mempunyai vaskularisasi dan kelenjar yang sebanyak mukosa

hidung.3

2. Sebagai penahan suhu (thermal insulators)

Sinus paranasal berfungsi sebagai buffer (penahan) panas , melindungi

orbita dan fosa serebri dari suhu rongga hidung yang berubah-ubah.3

3. Membantu keseimbangan kepala

Sinus membantu keseimbangan kepala karena mengurangi berat tulang

muka. Akan tetapi bila udara dalam sinus diganti dengan tulang hanya

4

akan memberikan pertambahan berat sebesar 1% dari berat kepala,

sehingga teori ini dianggap tidak bermakna.3

4. Membantu resonansi suara

Sinus mungkin berfungsi sebagai rongga untuk resonansi suara dan

mempengaruhi kualitas suara. Akan tetapi ada yang berpendapat , posisi

sinus dan ostiumnya tidak memungkinkan sinus berfungsi sebagai

resonator yang efektif.3

5. Sebagai peredam perubahan tekanan udara

Fungsi ini berjalan bila ada perubahan tekanan yang besar dan mendadak,

misalnya pada waktu bersin atau membuang ingus.3

6. Membantu produksi mukus.

Mukus yang dihasilkan oleh sinus paranasal memang jumlahnya kecil

dibandingkan dengan mukus dari rongga hidung, namun efektif untuk

membersihkan partikel yang turut masuk dengan udara inspirasi karena

mukus ini keluar dari meatus medius, tempat yang paling strategis.3

2.4 Epidemiologi

Sinusitis adalah penyakit yang banyak ditemukan di dunia , terutama di

tempat dengan polusi udara tinggi. Iklim yang dingin, lembab, terkait dengan

prevalensi yang lebih tinggi dari sinusitis. Data dari DEPKES RI tahun 2006

menyebutkan bahwa penyakit hidung dan sinus menempati urutan ke-25 dari 50

kasus yaitu sekitar 102.817 penderita rawat jalan di rumah sakit. Virus adalah

penyebab sinusitis akut yang paling umum ditemukan. Kejadian sinusitis

umumnya disertai atau dipicu oleh rhinitis sehingga sinusitis sering juga di sebut

dengan rhinosinusitis.1

2.5 Sinusitis Maksilaris

Sinusitis didefinisikan sebagai inflamasi mukosa sinus paranasal. Bisa

juga disebabkan oleh infeksi virus dan infeksi bakteri. Bila mengenai beberapa

sinus disebut multisinusitis, sedangkan bila mengenai semua sinus disebut

pansinusitis. Sinus yang paling sering terkena adalah sinus maksila dan etmoid.

Sinus maksilaris disebut antrum highmore. Sinus maksilaris sering terinfeksi,oleh

karena: 7

1. Merupakan sinus paranasal terbesar.

5

2. Letak ostium lebih tinggi dari dasar.

3. Letaknya dekat dengan gigi rahang atas sehingga infeksi gigi

dapat menyebabkan sinusitis maksilaris.

Sinusistis maksilaris dapat terjadi akut mau pun kronis. Berikut perbedaan

keduanya berdasarkan waktu terjadinya:8

1. Sinusitis akut: serangan mendadak gejala flu, misalnya pilek,

hidung tersumbat dan nyeri wajah yang tidak hilang setelah 10

sampai 14 hari. Sinusitis akut biasanya berlangsung kurang dari 3

minggu.

2. Sinusitis sub-akut: peradangan yang berlangsung 4 sampai 8

minggu.

3. Sinusitis kronis: suatu kondisi yang ditandai dengan gejala radang

sinus yang berlangsung 8 minggu atau lebih.

4. Sinusitis berulang: mengalami beberapa serangan dalam setahun.

Bedasarkan penyebab ternyadinya sinusitis dibagi menjadi 2,yaitu:8

1. Sinusitis Rhinogen (penyebabnya dari hidung).

2. Sinusitis Odontogen (penyebabnya dari infeksi gigi).

2.6 Etiologi

Berikut ini ditampilkan pada tabel 1 mengenai perbedaan etiologi sinusitis

maksilaris akut dan kronis :

Tabel.1 Etiologi Sinusitis 2

Sinusitis maksilaris akut Sinusitis maksilaris kronis

Infeksi virus(Rhinovirus, Influenza) Sinusitis akut yang berulang

Bakteri (S.pneumoniae, H.influenzae) Alergi

Jamur (aspergillus) Karies gigi

Peradangan menahun saluran hidung Septum nasi yang bengkok

Rhinitis alergi, rhinitis vasomotor Benda asing pada hidung dan sinus

Tonsillitis kronis Tumor di hidung dan sinus paranasal

Faktor predisposisi penyebab sinusitis,yaitu:8

1. Obstruksi mekanis: Septum deviasi,korpus alienum, dan tumor

2. Obstruksi ostium : Rinitis kronis dan rhinitis alergi

3. Perubahan mukosa dan silia: polusi, udara dingin, dan kering

6

2.7. Patofisiologi

Dalam keadaan fisiologis, sinus adalah steril. Sinusitis dapat terjadi bila

klirens silier sekret sinus berkurang atau ostium sinus menjadi tersumbat, yang

menyebabkan retensi sekret, tekanan sinus negatif, dan berkurangnya tekanan

parsial oksigen. Apabila terjadi infeksi karena virus, bakteri ataupun jamur pada

sinus yang berisi sekret ini, maka terjadilah sinusitis.9

Pada dasarnya patofisiologi dari sinusitis dipengaruhi oleh 3 faktor yaitu

obstruksi drainase sinus (sinus ostia), kerusakan pada silia, dan kuantitas dan

kualitas mukosa. Infeksi virus akan menyebabkan terjadinya edema pada dinding

hidung dan sinus sehingga menyebabkan terjadinya penyempitan atau obstruksi

pada ostium sinus, dan berpengaruh pada mekanisme drainase dalam sinus. Selain

itu inflamasi, polip, tumor, trauma, jarimgan parut, dan variasi anatomis juga

menyebabkan menurunya patensi sinus ostia.9,10

Virus yang menginfeksi tersebut dapat memproduksi enzim

dan neuraminidase yang mengendurkan mukosa sinus dan mempercepat difusi

virus pada lapisan mukosilia. Hal ini menyebabkan silia menjadi kurang aktif dan

sekret yang diproduksi sinus menjadi lebih kental, yang merupakan media yang

sangat baik untuk berkembangnya bakteri patogen. Silia yang kurang aktif

fungsinya tersebut terganggu oleh terjadinya akumulasi cairan pada sinus.

Terganggunya fungsi silia tersebut dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti

kehilangan lapisan epitel bersilia, udara dingin, aliran udara yang cepat, virus,

bakteri, mediator inflamasi, kontak antara dua permukaan mukosa, parut,

dan diskinesia silia primer.10

Adanya bakteri dan lapisan mukosilia yang abnormal meningkatkan

kemungkinan terjadinya reinfeksi atau reinokulasi dari virus. Konsumsi oksigen

oleh bakteri akan menyebabkan keadaan hipoksia di dalam sinus dan akan

memberikan media yang menguntungkan untuk berkembangnya

bakteri anaerob. Penurunan jumlah oksigen juga akan mempengaruhi pergerakan

silia dan aktivitas leukosit. Antrum maksila mempunyai hubungan yang sangat

dekat dengan akar gigi premolar dan molar atas. Hubungan ini dapat

menimbulkan masalah klinis seperti infeksi yang berasal dari gigi dan fistula

oroantral dapat naik ke atas dan menimbulkan infeksi sinus.9,10

7

Penyakit gigi seperti abses apikal, atau periodontal dapat menimbulkan

gambaran radiologi yang didominasi oleh bakteri gram negatif, karenanya

menimbulkan bau busuk. Pada sinusitis yang dentogennya terkumpul kental akan

memperberat atau mengganggu drainase terlebih bila meatus medius tertutup oleh

oedem atau pus atau kelainan anatomi lain seperti deviasi, dan hipertropi konka.

Akar gigi premolar kedua dan molar pertama berhubungan dekat dengan lantai

dari sinus maksila dan pada sebagian individu berhubungan langsung dengan

mukosa sinus maksila. Sehingga penyebaran bakteri langsung dari akar gigi ke

sinus dapat terjadi. 9,10

2.8 Gejala Klinis

Tidak ada gejala dan tanda klinis yang spesifik untuk sinusitis. Pasien

kadang tidak menunjukan demam atau rasa lesu.11

Gejala sinusistis maksilaris akut antara lain:

1. Demam,malaise, dan nyeri kepala yang tidak jelas penyebabnya.

2. Wajah terasa bengkak, penuh dan gigi nyeri saat menggerakkan kepala

mendadak,misalnya saat naik atau turun tangga.

3. Nyeri pipi yang khas tumpul dan menusuk dan nyeri pada palpasi dan

perkusi.

4. Nyeri alih dapat dirasakan di dahi dan telinga kanan.

5. Sekret mukopuluren keluar dari hidung dan terkadang bau busuk dan

dirasakan mengalir ke nasofaring..

6. Batuk iritatif nonproduktif.

Gejala sinusitis maksilaris kronis bervariasi dari ringan sampai berat,terdiri

dari:11

1. Gejala hidung dan nasofaring, adanya sekret pada hidung dan post nasal

drip, sering mukopurulen dan hidung biasanya tersumbat.

2. Rasa tidak nyaman dan gatal pada tenggorokan.

3. Pendengaran terganggu oleh karena tersumbatnya tuba eustachius.

4. Adanya sakit kepala.

8

2.9 Diagnosis

Diagnosis sinusitis maksilaris ditegakkan berdasarkan:

1. Anamnesis

Pada anamnesis perlu ditanyakan apakah ada keluhan nyeri di daerah

muka dan kepala yang ada hubungannya dengan keluhan di hidung. Nyeri di

daerah pangkal hidung, pipi, dan tengah kepala mengarahkan tanda-tanda infeksi

sinus (sinusitis). Rasa nyeri atau berat ini dirasakan apabila menundukkan kepala

yang dirasakan beberapa jam hingga beberapa hari.9

Sekret di hidung, perlu ditanyakan apakah pada satu atau kedua rongga

hidung, konsistensi sekret tersebut, encer, bening seperti air, kental, nanah atau

bercampur darah. Apakah sekret keluar pada saat pagi hari atau paa waktu tertentu

saja seperti saat musim hujan. Pada sinusitis hidung, sekret biasanya berwarna

kuning kehijauan dan disertai juga dengan keluhan sekret dari hidung yang turun

ke tenggorok disebut post nasal drip.9

Perlu ditanyakan apakah ada abnormalitas penciuman. Fluktuasi

penciuman berhubungan dengan sinusitis disebabkan karena obstruksi mukosa

fisura olfaktorius dengan atau tanpa alterasi degeneratif pada mukosa

olfaktorius.9,11

2. Pemeriksaan fisik sinus maksilaris

Tabel 2. pemeriksaan fisik sinus maksilaris12

Inspeksi Palpasi dan

Perkusi

Rinoskopi anterior Rinoskopi posterior

Pembengkakan

pada muka dan

pipi

Nyeri tekan

dan ketok

gigi

Mukosa, konka

hiperemis dan

edema. Lendir

mukopurulen di

meatus medius.

Lendir di

nasofaring.

3. Pemeriksaan penunjang sinusitis maksilaris

1. Transluminasi

Merupakan pemeriksaan sederhana terutama untuk menilai kondisi sinus

maksila. Pemeriksaan dianggap bermakna bila terdapat perbedaan

9

transluminasi antara sinus kanan dan kiri. Sinus yang sakit menjadi suram

dan gelap.12

2. Radiologi :

Foto polos posisi Waters, PA dan lateral, umumnya hanya mampu menilai

kondisi sinus-sinus yang besar seperti sinus maksilla dan frontal. Kelainan

akan terlihat perselubungan, batas udara-cairan (air-fluid level) atau

penebalan mukosa.12

CT-scan sinus.

Merupakan gold standard diagnosis sinusitis karena mapu menilai anatomi

hidung dan sinus, adanya penyakit dalam hidung dan sinus secara

keseluruhan dan perluasannya.12

3. Pemeriksaan mikrobiologik dan tes resistensi.

Dilakukan dengan mengambil sekret dari meatus medius/superior, untuk

mendapat antibiotik yang tepat guna. Lebih baik lagi bila diambil sekret

yang keluar dari punksi sinus maksilla.12

4. Sinuskopi.

Dilakukan dengan punksi menembus dinding medial sinus maksila melalui

meatus inferior, dengan alat endoskop bisa dilihat kondisi sinus maksila

yang sebenarnya. Dapat menilai kondisi rongga hidung, adanya sekret,

patensi kompleks ostiomeatal, ukuran konka nasi, udem di sekitar

orifisium tuba, hipertrofi adenoid, dan mukosa sinus. Indikasi dilakukan

endoskopi nasal apabila evaluasi pengobatan konservatif mengalami

kegagalan. Selanjutnya dapat dilakukan irigasi sinus untuk terapi. 12

Menurut Task Force on Rhinosinusitis (TFR) 1996 disponsori oleh

American Academy of Otolaryngology/Head and Neck Surgery (AAO-HNS)

disebut sinusitis rhinogen kronik bila berlangsung lebih dari 12 minggu dan

diagnosis dikonfirmasi dengan kompleks faktor klinis mayor dan minor dengan

atau tanpa adanya hasil pemeriksaan fisik. Tabel 3 berikut menunjuukkan faktor

mayor dan minor yang berkaitan dengan diagnosis sinusitis rhinogen kronik. Bila

ada 2 atau lebih fakktor mayor atau satu faktor mayor disertai 2 atau lebih faktor

minor maka kemungkinan besar sinusitis rhinogen kronik dapat ditegakkan. Bila

10

hanya satu faktor mayor atau hanya 2 faktor minor maka perlu menjadi

differensial diagnosis. 11

Tabel 3. Faktor-faktor yang berkaitan dengan diagnosis sinusitis rhinogen kronik

terdiri dari faktor mayor dan minor11

Faktor mayor Faktor minor

Nyeri wajah Sakit kepala

Kongesti atau terasa penuh pada wajah Demam

Obstruksi nasal Halitosis

Sekret pada nasal Lemah, lesu

Hiposmia atau anosmia Nyeri pada gigi

Keadaan penuh pada cavum nasi (purulence) Batuk, nyeri telinga

2.10 Diagnosis Banding

Diagnosa banding dari sinus sangat luas, Karena tanda dan gejala sinusitis

tidak sensitif dan spesifik. Infeksi daluran nafas atas, polip nasal, rhinitis alergika,

rhinitis vasomotor dapat datang dengan gejala pilek dan kongesti nasal. Pilek

persisten unilateral dan epistaksis dapat mengarah kepada neoplasma atau benda

asing nasal. Tension headache,cluster headache, migren dan sakit gigi adalah

diagnosis alternatif pada pasien nyeri wajah. Pada pasien demam dapat merupakan

manifestasi sinusitis saja atau infeksi sistem saraf pusat yang berat, seperti

meningitis atau abses intrakranial.1

2.11 Penatalaksanaan

Prinsip penatalaksanaan sinusitis rhinogen pada orang dewasa dibedakan

menjadi dua yaitu medikamentosa dan pembedahan. Pada kasus kronik, terapi

pembedahan mungkin menjadi pilihan yang lebih baik dibandingkan

medikamentosa. Adanya gejala lain seperti alergi, infeksi dan kelainan anatomi

rongga hidung juga memerlukan terapi yang berlainan. Tujuan terapi sinusitis

ialah: mempercepat penyembuhan, mencegah komplikasi, dan mencegah

perubahan menjadi kronik.2,11

Terapi medikamentosa berguna dalam mengurangi gejala dan keluhan

penderita dan membantu dalam kesuksesan operasi yang dilakukan. Pada

dasarnya yang ingin dicapai melalui terapi medikamentosa adalah kembalinya

11

fungsi drainase ostium sinus dengan mengembalikan kondisi normal rongga

hidung. Jenis obat yang digunakan antara lain:11

1. Antibiotik

Dapat diberikan antibiotika yang sesuai selama 10-14 hari walaupun gejala

klinik telah hilang. Antibiotik yang sering diberikan adalah antibiotik

yang spektrum luas seperti: amoksisilin+asam klavulanat, sefalosporin,

cefuroxim, cefixime, floroquinolon: ciprofloksasin, makrolis:eritromisin,

klindamisin atau metronidazole.11

2. Analgetik

Digunakan untuk menghilangkan rasa sakit biasanya diberikan asam

mefenamat,paracetamol dll. Dapat juga menggunakan kompres hangat

pada wajah.11

3. Dekongestan

Digunakan untuk mengurangi odema sehingga dapat terjadi drainase.

Dekongestan yang sering digunakan adalah pseudoefedrin11

4. Antiinflamatori dengan menggunakan kortikosteroid topikal atau sistemik,

seperti flutikason, deksametason.11

Terapi pembedahan yang dilakukan bervariasi dimulai dengan tindakan

sederhana sampai operasi menggunakan peralatan canggih endoskopi.11

1. Irigasi Antrum

Indikasinya adalah jika terapi medikamentosa gagal, dan ostium sinus

sedemikian odema sehingga terbentuk abses. Irigasi atrum maksilaris

dilakukan dengan mengalirkan larutan salin hangat melalui fossa incisivus

ke dalam atrum maksilaris. Cairan ini kemudian akan mendorong pus

untuk keluar melalui osteum normal. Pembersihan hidung dan sinus dari

sekret yang kental dapat dilakukan dengan saline sprays (irigasi).11

2. Pembedahan

Pembedahan dilakukan bila pengobatan medikamentosa sudah gagal.

Pembedahan radikal dilakukan dengan mengangkat mukosa yang patologi

dan membuat drainase dari sinus yang terkena. Untuk sinus maksila

dilakukan operasi Caldwell-Luc, sedangkan untuk sinus ethmoid

12

dilakukan edmoidektomi. Pembedahan tidak radikal adalah dengan

endoskopi yang disebut Bedah Sinus Endoskopi Fungsional (BSEF). 11

2.12 Komplikasi Sinusitis

Komplikasi orbita

Sinusitis ethmoidalis merupakan penyebab komplikasi pada orbita yang

tersering. Pembengkakan orbita dapat merupakan manifestasi ethmoidalis akut,

namun sinus frontalis dan sinus maksilaris juga terletak di dekat orbita dan dapat

menimbulkan infeksi isi orbita.11

Mukokel

Mukokel adalah suatu kista yang mengandung mukus yang timbul dalam

sinus, kista ini paling sering ditemukan pada sinus maksilaris, sering disebut

sebagai kista retensi mukus dan biasanya tidak berbahaya. Dalam sinus frontalis,

ethmoidalis dan sfenoidalis, kista ini dapat membesar dan melalui atrofi tekanan

mengikis struktur sekitarnya. Kista ini dapat bermanifestasi sebagai

pembengkakan pada dahi atau fenestra nasalis dan dapat menggeser mata ke

lateral. Dalam sinus sfenoidalis, kista dapat menimbulkan diplopia dan gangguan

penglihatan dengan menekan saraf didekatnya.11

Komplikasi Intra k ranial

Meningitis akut, salah satu komplikasi sinusitis yang terberat adalah

meningitis akut, infeksi dari sinus paranasalis dapat menyebar sepanjang saluran

vena atau langsung dari sinus yang berdekatan, seperti lewat dinding posterior

sinus frontalis atau melalui lamina kribriformis di dekat sistem sel udara

ethmoidalis. Abses dura, adalah kumpulan pus diantara dura dan tabula interna

kranium, sering kali mengikuti sinusitis frontalis. Abses otak, setelah sistem vena,

dapat mukoperiosteum sinus terinfeksi, maka dapat terjadi perluasan metastatik

secara hematogen ke dalam otak. Terapi komplikasi intra kranial ini adalah

antibiotik yang intensif, drainase secara bedah pada ruangan yang mengalami

abses dan pencegahan penyebaran infeksi.11

Osteomielitis dan abses subperiosteal

Penyebab tersering osteomielitis dan abses subperiosteal pada tulang frontalis

adalah infeksi sinus frontalis. Nyeri tekan dahi setempat sangat berat. Gejala

sistemik berupa malaise, demam dan menggigil.11

13

2.13 Prognosis

Prognosis dari sinusitis maksilaris tergantung dari ketepatan pemberian

terapinya. Jika telah diberikan terapi yang tepat dan sesuai prognosis dari sinusitis

dikatakan baik.11

14

BAB III

LAPORAN KASUS

1.1. Identitas Pasien

Nama : PA

Umur : 43 Tahun

Jenis kelamin : Laki-laki

Bangsa : Indonesia

Suku : Bali

Agama : Hindu

Status Perkawinan : Menikah

Alamat : Jl Meduri gang 5 Nomor 22

Tanggal Pemeriksaan : 18 Mei 2015

1.2. Anamnesis

Keluhan Utama

Susah bernafas

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke poliklinik THT-KL RSUD Gianyar dengan keluhan

sering susah bernafas sejak satu bulan yang lalu. Susah bernafas disertai dengan

tenggorokan kering dan gatal sejak satu bulan yang lalu.

Pasien juga mengeluh nyeri kepala dan leher hilang timbul pada sebelah

kiri sejak 3 bulan yang lalu. Nyeri dirasakan seperti tertekan di daerah pangkal

hidung dan pipi sebelah kiri. Rasa nyeri ini memberat apabila pasien

menundukkan kepala yang mulai dirasakan beberapa hari terakhir. Keluhan

dikatakan memberat dan tidak membaik. Pasien mengeluh lemah dan lesu

beberapa hari terakhir.

Pasien juga mengeluh pilek dan hidung tersumbat yang di rasakan

sekretnya mengalir ke tenggorokkan sejak dua minggu terakhir. Pasien juga

mengeluh terkadang keluar sekret pada hidung saat pagi hari berwarna jernih..

Riwayat demam, keluhan gigi berlubang, riwayat telinga mendenging,

berenang, naik pesawat, mengkorek telinga disangkal oleh pasien.

15

Riwayat Penyakit Terdahulu

Pasien mengatakan tidak pernah memiliki keluhan yang sama sebelumnya.

Riwayat penyakit sistemik seperti hipertensi, DM, ginjal, hati, jantung disangkal.

Pasien tidak memiliki riwayat penyakit asma, sinusitis, atau alergi. Pasien tidak

memiliki riwayat trauma, riwayat operasi telinga, atau berpergian menggunakan

pesawat terbang sebelumnya.

Riwayat Pengobatan

Pasien sebelumnya pergi ke dokter umum diberikan obat antibiotik, anti

radang dan anti nyeri oleh dokter. Sempat melakukan foto waters (hasil

terlampir).

Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada keluarga pasien yang menderita sakit yang sama dengan pasien.

Riwayat pada keluarga menderita alergi dan penyakit sistemik seperti kencing

manis, tekanan darah tinggi, kelainan metabolik lainnya disangkal.

Riwayat Sosial Ekonomi

Pasien adalah seorang pegawai swasta yang bekerja pada sebuah toko

bangunan. Riwayat merokok dan minum alkohol (+) dengan menghabiskan rokok

3-4 batang sehari. Pasien mulai stop kebiasaan merokok dan mengkosumsi

alkohol sejak timbul keluhan penyakitnya sekitar 3 bulan yang lalu.

1.3. Pemeriksaan Fisik

Status Vital Sign

Keadaan umum : Baik

Kesadaran : Compos Mentis

Tekanan Darah : 110/70 mmHg

Denyut Nadi : 80 kali/menit

Respirasi : 16 kali/menit

Temperatur Aksila : 36,8oC

Status General

Kepala : Normocephali

Mata : Konjungtiva Anemi - / - , Sklera Ikterus - / - , isokor

THT : Sesuai status THT

Leher : Pembesaran Kelenjar Getah Bening -/-

16

Thorak : Cor : S1S2 Tunggal, Reguler, Murmur -

Pulmo: Vesikuler + / +, Rhonchi - / -, Wheezing - / -

Abdomen : Distensi (-), Bising Usus (+) N, Hepar/Lien tidak teraba

Ekstremitas : Hangat

Status Lokalis THT

Telinga Kanan Kiri

Daun telinga Normal Normal

Liang telinga Lapang Lapang

Discharge Tidak ada Tidak ada

Membran Timpani intak Intak

Tumor Tidak ada Tidak ada

Mastoid Normal Normal

Tes pendengaran Tidak dievaluasi

Berbisik Tidak dievaluasi

Weber Tidak dievaluasi

Rinne Tidak dievaluasi

Schwabach Tidak dievaluasi

BOA Tidak dievaluasi

Tympanometri Tidak dievaluasi

Audiometri Tidak dievaluasi

Nada Murni Tidak dievaluasi

BERA Tidak dievaluasi

OAE Tidak dievaluasi

Tes Alat Keseimbangan Tidak dievaluasi

Hidung Kanan Kiri

Hidung Luar Normal Normal

Kavum Nasi Sempit Sempit

Septum Tidak ada deviasi Deviasi septum ke kiri

Discharge Jernih Jernih

17

+ +

+ +

Mukosa Hiperemi Hiperemi

Tumor Tidak ada Tidak ada

Konka Kongesti Kongesti

Koana Normal Normal

Tenggorok

Dispneu Tidak ada

Sianosis Tidak ada

Mucosa Hiperemi

Dinding belakang faring Granulasi (-), post nasal drip (+)

Stridor Tidak ada

Suara Normal

Tonsil T1/ T1 hiperemi

Pemeriksaan gigi:

Gigi berlubang (-), nyeri tekan dan ketok pada gigi (-)

3.4 Resume

Pasien laki-laki, usia 43 tahun, mengeluh susah bernafas sejak satu bulan

di sertai tenggorokan terasa kering. Terdapat sakit kepala dan leher, rasa tertekan

di daerah pangkal hidung dan pipi sebelah kiri sejak 3 bulan yang lalu. Pilek dan

hidung tersumbat yang di rasakan sekretnya mengalir ke tenggorokkan sejak dua

minggu terakhir. Riwayat alergi dan penyakit sistemik disangkal oleh pasien.

Pasien pernah berobat ke dokter umum untuk keluhannya.

Pemeriksaan Fisik :

1. Status Present : Dalam batas normal

2. Status General : Dalam batas normal

3. Status Lokalis THT

Telinga : Dalam batas normal

Hidung

- Cavum nasi : sempit/sempit

- Septum : deviasi (-)/deviasi ke kiri

- Discharge : jernih/jernih (+/+)

18

- Mukosa : hiperemi/ hiperemi

- Konka nasi : kongesti/kongesti

Tenggorok

- Mukosa : hiperemi

- Dinding belakang faring: post nasal drip (+)

- Tonsil : T1/T1 hiperemi

3.5. Diagnosis Banding

Sinusitis rhinogen kronik maksilaris sinistra

Rhinitis Alergi

3.6. Pemeriksaan Penunjang

Foto 1. Water foto

Kesan : Tampak perselubungan pada sinus maksilaris kiri

Septum nasi deviasi ke kiri

3.7. Diagnosis Kerja

Sinusitis rhinogen kronik maksilaris sinistra

3.8. Penatalaksanaan

Rencana irigasi antrum dengan lokal anastesi

KIE:

- Hindari faktor pencetus yang dapat menyebabkan sinusitis

- Menjelaskan perjalanan penyakit dan resiko tindakan pembedahan

3.9. Prognosis

Dubius et bonam

19

BAB IV

PEMBAHASAN

Sinusitis adalah kondisi inflamatorik yang melibatkan satu atau lebih dari

keempat rongga berpasangan yang mengelilingi kavum nasi (sinus paranasalis).

Menurut anatomi yang terkena, sinusitis daibagi atas sinusitis frontalis, sinusitis

etmoidalis, sinusitis maksilaris, dan sinusitis sfenoidalis. Jadi, sinusitis maksilaris

adalah suatu kondisi inflamatorik yang melibatkan sinus maksilaris.3,4

Pada kasus didapatkan keluhan pasien yaitu pasien susah bernafas sejak 1

bulan di sertai tenggorokan terasa kering. Terdapat sakit kepala dan leher, rasa

tertekan di daerah pangkal hidung dan pipi sebelah kiri sejak 3 bulan yang lalu.

Pilek dan hidung tersumbat yang di rasakan sekretnya mengalir ke tenggorokkan

sejak dua minggu terakhir. Riwayat alergi dan penyakit sistemik disangkal oleh

pasien. Pasien pernah berobat ke dokter umum untuk keluhannya.

Pemeriksaan fisik yang dilakukan pada pasien ini meliputi pemeriksaan

tanda vital, status general dan THT. Pada pemeriksaan fisik tanda vital dan

general pasien, dalam batas normal. Pada status THT, dari pemeriksaan telinga

didapatkan dalam batas normal. Pada pemeriksaan hidung didapatkan cavum nasi

menyempit kanan kiri, deviasi septum ke kiri, sekret pada kavum nasi kanan dan

kiri berwarna jernih, terdapat kongesti pada konka nasi kanan dan kiri. Pada

pemeriksaan tenggorok, terdapat hiperemi pada mukosa faring dan post nasal drip

pada dinding belakang faring.

Berdasarkan teori, diagnosis sinusitis kronik ditegakkan menurut Task

Force on Rhinosinusitis (TFR) 1996 disponsori oleh American Academy of

Otolaryngology/Head and Neck Surgery (AAO-HNS) disebut sinusitis kronik bila

berlangsung lebih dari 12 minggu dan diagnosis dikonfirmasi dengan kompleks

faktor klinis mayor dan minor dengan atau tanpa adanya hasil pemeriksaan fisik.

Pada pasien ini memenuhi kriteria 3 faktor mayor yaitu adanya nyeri pada wajah

sebelah kiri, perasaan tersumbat pada hidung, dan sekret pada hidung yang mulai

20

dirasakan sejak 3 bulan yang lalu (12 minggu). Ditemukan juga 2 faktor minor

berupa sakit kepala dan lemah, lesu beberapa hari terakhir.11

Berdasarkan teori, pada pemeriksaan fisik pasien sinusitis yang dapat

dilakukan adalah inspeksi ditemukan pembengkakan pada muka dan pipi, palpasi

dan perkusi ditemukan nyeri tekan dan ketok gigi, rinoskopi anterior ditemukan

mukosa hiperemis dan konka edema, serta lendir mukopurulen di meatus medius,

rinoskopi posterior ditemukan lendir di nasofaring. Pada pasien sudah dilakukan

pemeriksaan fisik sesuai teori dan ditemukan hasil yang sesuai dengan sinusitis

maksilaris.12

Berdasarkan teori, pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah

foto polos posisi Waters, PA dan lateral, umumnya hanya mampu menilai kondisi

sinus-sinus yang besar seperti sinus maksilla dan frontal. Kelainan akan terlihat

perselubungan, batas udara-cairan (air-fluid level) atau penebalan mukosa. Pada

pasien ini sudah dilakukan foto waters dengan hasil kesan tampak perselubungan

pada sinus maksilaris kiri dan septum nasi deviasi ke kiri.12

Bedasarkan teori, penyebab ternyadinya sinusitis dibagi menjadi 2 yaitu:

sinusitis rhinogen (penyebabnya dari hidung) dan sinusitis odontogen

(penyebabnya dari infeksi gigi). Pada pasien ini sudah ditanyakan apakah ada

keluhan pada gigi, dan sudah disangkal. Pada pemeriksaan gigi juga tidak

ditemukan gigi berlubang, nyeri tekan dan ketok pada gigi (-). Pasien juga

mengeluhkan sering keluar sekret jernih pada pagi hari. Sehingga disini untuk

penyebab sinusitis diperkirakan berasal dari hidung (rhinogen).8

Berdasarkan teori, prinsip penatalaksanaan sinusitis rhinogen pada orang

dewasa dibedakan menjadi dua yaitu medikamentosa dan pembedahan. Pada

kasus kronik, terapi pembedahan mungkin menjadi pilihan yang lebih baik

dibandingkan medikamentosa. Pada pasien ini dipilih terapi pembedahan irigasi

antrum dan memberikan edukasi pada pasien tentang sinusitis agar dapat mebantu

penyembuhan penyakitnya.11

21

DAFTAR PUSTAKA

1. Mangunkusumo E, Soetjipto D. Sinusitis. Dalam: Soepardi EA, Iskandar

HN. Editor. Buku ajar ilmu kesehatan telinga-hidung-tenggorok. Edisi

keenam. Jakarta. Balai Penerbit FKUI; 2007. 150-154

2. Mangunkusumo E, NusjirwanR, Sinusitis, dalam Eviati, Nurbaiti, editor,

Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher,

Balai Penerbit FK UI, Jakarta, 2002, 121 – 125.

3. Peter A. Hilger, MD, Penyakit Sinus Paranasalis, dalam Haryono,

Kuswidayanti, editor, BOIES, buku ajar Penyakit THT, penerbit buku

kedokteran EGC, Jakarta, 1997, 241 – 258.

4. Kennedy E. Sinusitis. Available at:

http://www.emedicine.com/emerg/topic536.htm. Accessed: 18 Mei

2015

5. Garry, Joseph P. Otitis Externa. 2010. Available at :

http://emedicine.medscape.com/article/84923-overview Accessed: 18

Mei 2015

6. Hajioff, Daniel. Mackeith, Samuel. 2007. Sinusitis. BMJ Publishing

Group. 510; 1-22

7. Piercefield, Emily W. Collier, Sarah A. Hlavsa, Michele C. Beach,

Michael J. Estimated — United States, 2003–2007. Available at:

http://www.medscape.com/viewarticle/743429. Accessed: 18 Mei 2015

8. Rosenfeld, Richard M. Brown, Lance. Cannon, C Ron. 2006. Clinical

Practice Guideline: American Academy of Otolaryngology–Head and

Neck Surgery Foundation. 134; S4-S23

9. Soepardi, Efiaty Arsyad. Iskandar, Nurbiati, Iskandar. Bashiruddin, Jenny.

Restuti, Ratna Dwi. 2007. Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher.

Jakarta: Balai Penerbit FK UI. 6; 10-16; 59

10. Ballenger, John Jacob. 2014. Diseases of The Nose, Throat and Ear.

London: Henry Kimpton Publishers. 12; 783-784; 786-787

22

11. Selvianti, Kristyono I. 2010. Patofisiologi, Diagnosis, dan Penatalaksanaan

Rinosinusitis Kronik Tanpa Polip Nasi pada Orang Dewasa. SMF THT-

KL Universitas Airlangga/RSUD Dr. Sutomo Surabaya

12. Adams GL, Boies LR, Higler PA. Boies Buku Ajar Penyakit THT. Edisi 6.

Cetakan Ketiga. Jakarta : EGC. 1997 : 27-31, 76-80.

23