responsi limfadenits

54
RESPONSI LIMFADENITIS Pembimbing : Dr. dr. Koernia Swa Oetomo, SpB.FINACS(K)TRAUMA. FICS Disusun oleh: Michael Prayogo (2009.04.0.0012) Findrilia Sanvira S (2009.04.0.0014) SMF BEDAH RSU HAJI SURABAYA

Upload: michael-prayogo

Post on 18-Nov-2015

295 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

Limfadenitis dan pengangannyaFK UHTBedah RS HAJI

TRANSCRIPT

REFRAT

RESPONSILIMFADENITIS

Pembimbing : Dr. dr. Koernia Swa Oetomo, SpB.FINACS(K)TRAUMA. FICSDisusun oleh:

Michael Prayogo (2009.04.0.0012)

Findrilia Sanvira S (2009.04.0.0014)

SMF BEDAH RSU HAJI SURABAYA

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HANG TUAH

SURABAYA

2015

LEMBAR PEGESAHAN

RESPONSI LIMFADENITIS

Responsi kasus dengan judul LIMFADENITIS telah diperiksa dan disetujui sabagai salah satu tugas dalam rangka menyelesaikan studi program pendidikan profesi dokter di bagian Ilmu Bedah yang dilakukan di RSU Haji Surabaya.

Surabaya, Februari 2015 Pembimbing

Dr. dr. Koernia Swa Oetomo, SpB.FINACS(K)TRAUMA. FICSKATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat dan hadirat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas respons kasusi yang berjudul Lymphadenitis.Penulis tak lupa mengucapkan terima kasih kepada seluruh pembimbing, terutama kepada Dr. dr. Koernia Swa Oetomo, SpB.FINACS(K)TRAUMA. FICS terima kasih atas bimbingan, saran, petunjuk dan waktunya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas ini.

Penulis menyadari bahwa hasil penulisan ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis terbuka untuk menerima kritik dan saran yang membangun demi perbaikan penulisan selanjutnya.

Akhir kata, penulis mengharapkan tugas ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Penulis, Februari 2015DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHANiKATA PENGANTARiiDAFTAR ISI iii

BAB I PENDAHULUAN1

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2

2.1. Kelenjar Getah Bening Normal 2

2.2 Definisi4

2.3 Etiologi6

2.4 Epidemiologi13

2.5 Patofisiologi 142.6 Manifestasi Klinis142.7 Diagnosis 16

2.8 Penatalaksanaan22BAB III. TINJAUAN KASUS.....................................24BAB IV PEMBAHASAN29DAFTAR PUSTAKA32BAB IPENDAHULUAN

Kelenjar getah bening/KGB adalah organ berbentuk oval dari sistem limfatik, didistribusikan secara luas ke seluruh tubuh termasuk ketiak dan perut dan dihubungkan oleh pembuluh limfatik. Fungsi utama KGB adalah sebagai penyaring (filtrasi) dari berbagai mikroorganisme asing dan partikel-partikel akibat hasil dari degradasi sel-sel atau metabolisme (Sutoyo,2010).Pembesaran KGB dapat dibedakan menjadi pembesaran KGB lokal (limfadenopati lokalisata) dan pembesaran KGB umum (limfadenopati generalisata). Limfadenopati lokalisata didefinisikan sebagai pembesaran KGB hanya pada satu daerah saja, sedangkan limfadenopati generalisata apabila pembesaran KGB pada dua atau lebih daerah yang berjauhan dan simetris (Sutoyo,2010).Limfadenitis merupakan peradangan pada kelenjar limfe atau getah bening, sedangkan limfadenitis tuberkulosis (TB) merupakan peradangan pada kelenjar limfe atau getah bening yang disebabkan oleh basil tuberkulosis. Apabila peradangan terjadi pada kelenjar limfe di leher disebut dengan scrofula. Limfadenitis pada kelenjar limfe di leher inilah yang biasanya paling sering terjadi (Sutoyo, 2010).Penatalaksanaan limfadenopati KGB leher didasarkan kepada penyebabnya. Banyak kasus dari pembesaran KGB leher sembuh dengan sendirinya dan tidak membutuhkan pengobatan apapun selain observasi (Sutoyo,2010).

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kelenjar Getah Bening Normal Kelenjar getah bening/KGB adalah organ berbentuk oval dari sistem limfatik, didistribusikan secara luas ke seluruh tubuh termasuk ketiak dan perut dan dihubungkan oleh pembuluh limfatik (Wikipedia,2015).

Gambar 1. Lokasi kelenjar getah bening (KGB).Dikutip darii: Sahai S. 2013, Lymphadenopathy.Pediatrics in Review 2013;34;216

Secara anatomi aliran getah bening aferen masuk ke dalam KGB melalui simpai (kapsul) dan membawa cairan getah bening dari jaringan sekitarnya dan aliran getah bening eferen keluar dari KGB melalui hilus. Cairan getah bening masuk kedalam kelenjar melalui lobang-lobang di simpai. Di dalam kelenjar, cairan getah bening mengalir dibawah simpai di dalam ruangan yang disebut sinus perifer yang dilapisi oleh sel endotel (Sutoyo,2010).

Gambar 2. Skema kelenjar getah bening (KGB).

Dikutip dari: http://www.droid.cuhk.edu.hk/web/specials/lymph_nodes/lymph_nodes. htmJaringan ikat trabekula terentang melalui sinus-sinus yang menghubungkan simpai dengan kerangka retikuler dari bagian dalam kelenjar dan merupakan alur untuk pembuluh darah dan syaraf (Sutoyo,2010).

Dari bagian pinggir cairan getah bening menyusup kedalam sinus penetrating yang juga dilapisi sel endotel. Pada waktu cairan getah bening di dalam sinus penetrating melalui hilus, sinus ini menempati ruangan yang lebih luas dan disebut sinus meduleri. Dari hilus cairan ini selanjutnya menuju aliran getah bening eferen (Sutoyo,2010).Pada dasarnya limfosit mempunyai dua bentuk, yang berasal dari sel T (thymus) dan sel B (bursa) atau sumsum tulang. Fungsi dari limfosit B dan sel-sel turunanya seperti sel plasma, imunoglobulin, yang berhubungan dengan humoralimmunity, sedangkan T limfosit berperan terutama pada cell-mediated immunity (Sutoyo,2010).

Terdapat tiga daerah pada KGB yang berbeda: korteks, medula, parakorteks, ketiganya berlokasinya antara kapsul dan hilus. Korteks dan medulla merupakan daerah yang mengandung sel B, sedangkan daerah parakorteks mengandung sel T (Sutoyo,2010).

Dalam korteks banyak mengandung nodul limfatik (folikel), pada masa postnatal, biasanya berisi germinal center. Akibatnya terjadi stimulasi antigen, sel B didalam germinal centers berubah menjadi sel yang besar, inti bulat dan anak inti menonjol. Yang sebelumnya dikenal sebagai sel retikulum, sel-selnya besar yang ditunjukan oleh Lukes dan Collins (1974) sebagai sel noncleaved besar, dan sel noncleaved kecil. Sel noncleaved yang besar berperan pada limfopoiesis atau berubah menjadi immunoblas, diluar germinal center, dan berkembang didalam sel plasma (Sutoyo,2010).

Fungsi utama KGB adalah sebagai penyaring (filtrasi) dari berbagai mikroorganisme asing dan partikel-partikel akibat hasil dari degradasi sel-sel atau metabolisme (Sutoyo,2010).

2.2. Definisi

Limfadenitis merupakan peradangan pada kelenjar limfe atau getah bening, sedangkan limfadenitis tuberkulosis (TB) merupakan peradangan pada kelenjar limfe atau getah bening yang disebabkan oleh basil tuberkulosis. Apabila peradangan terjadi pada kelenjar limfe di leher disebut dengan scrofula. Limfadenitis pada kelenjar limfe di leher inilah yang biasanya paling sering terjadi. Istilah scrofula diambil dari bahasa latin yang berarti pembengkakan kelenjar. Infeksi M.tuberculosis pada kulit disebabkan oleh perluasan langsung tuberkulosis ke kulit dari struktur dasarnya atau terpajan langsung melalui kontak dengan M.tuberkulosis yang disebut dengan scrofuloderma (Sutoyo,2010).Pembesaran KGB dapat dibedakan menjadi pembesaran KGB lokal (limfadenopati lokalisata) dan pembesaran KGB umum (limfadenopati generalisata). Limfadenopati lokalisata didefinisikan sebagai pembesaran KGB hanya pada satu daerah saja, sedangkan limfadenopati generalisata apabila pembesaran KGB pada dua atau lebih daerah yang berjauhan dan simetris. Ada sekitar 300 KGB di daerah kepala dan leher, gambaran lokasi terdapatnya KGB pada daerah kepala dan leher adalah sebagai berikut: (Sutoyo,2010)

Dikutip darii: Sahai S. 2013, Lymphadenopathy. Pediatrics in Review 2013;34;216

SHAPE \* MERGEFORMAT

Gambar 3. Skema kelenjar LimfadenipatiDikutip dari: Sutoyo, 2010

2.3. Etiologi

Penyebab yang paling sering limfadenopati adalah (Sutoyo,2010).:

2.3.1 Infeksi

Infeksi virus

Infeksi yang disebabkan oleh virus pada saluran pernapasan bagian atas seperti Rinovirus, Parainfluenza Virus, influenza Virus,Respiratory Syncytial Virus (RSV), Coronavirus, Adenovirus ataupun Retrovirus (Sutoyo,2010).Virus lainnya Ebstein Barr Virus (EBV), Cytomegalo Virus (CMV), Rubela, Rubeola, Varicella-Zooster Virus, Herpes Simpleks Virus, Coxsackievirus, dan Human Immunodeficiency Virus (HIV) (Sutoyo,2010).Infeksi HIV sering menyebabkan limfadenopati servikalis yang merupakan salah satu gejala umum infeksi primer HIV. Infeksi primer atau akut adalah penyakit yang dialami oleh sebagian orang pada beberapa hari atau minggu setelah tertular HIV. Gejala lain termasuk demam dan sakit kepala, dan sering kali penyakit ini dianggap penyakit flu (influenza like illness) (Sutoyo,2010).

Segera setelah seseorang terinfeksi HIV, kebanyakan virus keluar dari darah. Sebagian melarikan diri ke sistem limfatik untuk bersembunyi dan menggandakan diri dalam sel di KGB, diperkirakan hanya sekitar 2% virus HIV ada dalam darah. Sisanya ada pada sistem limfatik, termasuk limpa, lapisan usus dan otak (Sutoyo,2010).

Pada penderita HIV positif, aspirat KGB dapat mengandung immunoblas yang sangat banyak. Pada beberapa kasus juga tampak sel-sel imatur yang banyak. Pada fase deplesi, pada aspirat sedikit dijumpai sel folikel, immunoblas dan tingible body macrophage, tetapi banyak dijumpai sel-sel plasma (Sutoyo,2010).

Limfadenopati generalisata yang persisten (persistent generalized Lymphadenopathy/ PGL) adalah limfadenopati pada lebih dari dua tempat KGB yang berjauhan, simetris dan bertahan lama. PGL adalah gejala khusus infeksi HIV yang timbul pada lebih dari 50% Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA) dan PGL ini sering disebabkan oleh infeksi HIV-nya itu sendiri (Sutoyo,2010). PGL biasanya dialami waktu tahap infeksi HIV tanpa gejala, dengan jumlah CD4 di atas 500, dan sering hilang bila kadar CD4 menurun hingga kadar CD4 200. Kurang lebih 30% orang dengan PGL juga mengalami splenomegali (Sutoyo,2010). Batasan limfadenopati pada infeksi HIV adalah sebagai berikut (Sutoyo,2010).:

Melibatkan sedikitnya dua kelompok kelenjar getah bening

Sedikitnya dua kelenjar yang simetris berdiameter lebih dari 1 cm dalam setiap kelompok

Berlangsung lebih dari satu bulan

Tidak ada infeksi lain yang menyebabkannya

Pembengkakan kelenjar getah bening bersifat tidak sakit, simetris dan kebanyakan terdapat di leher bagian belakang dan depan, di bawah rahang bawah, di ketiak serta di tempat lain, tidak termasuk di inguinal. Biasanya kulit pada kelenjar yang bengkak karena PGL akibat HIV tidak berwarna merah. Kelenjar yang bengkak kadang kala sulit dilihat, dan lebih mudah ditemukan dengan cara menyentuhnya. Biasanya kelenjar ini berukuran sebesar kacang polong sampai sebesar buah anggur (Sutoyo,2010).Infeksi bakteri

Peradangan KGB (limfadenitis) dapat disebabkan Streptokokus beta hemolitikus Grup A atau stafilokokus aureus. Bakteri anaerob bila berhubungan dengan caries dentis dan penyakit gusi, radang apendiks atau abses tubo-ovarian (Sutoyo,2010).

Dikutip dari: Sutoyo,2010.Pada awal infeksi, aspirat mengandung campuran neutrofil dan limfosit. Kemudian mengandung bahan pirulen dari neutrofil dan massa debris. Limfadenitis bakterial akut biasanya menyebabkan KGB berwarna merah, panas dan nyeri tekan. Biasanya penderita demam dan terjadi leukositosis neutrofil pada pemeriksaan darah tepi (Sutoyo,2010).

Pada infeksi oleh Mikobakterium tuberkulosis, aspirat tampak karakteristik sel epiteloid dengan latar belakang limfosit dan sel plasma. Limfadenitis tuberkulosis disebabkan oleh infeksi Mycobacterium tuberculosis. Sel epiteloid berupa sel bentuk poligonal yang lonjong dengan sitoplasma yang pucat, batas sel yang tidak jelas, kadang seperti koma atau inti yang berbentuk seperti bumerang yang pucat, berlekuk dengan kromatin halus (Sutoyo,2010)..

Basil TB ini masuk ke paru dengan cara inhalasi droplet. Sampai di paru, basil TB ini akan difagosit oleh makrofag dan akan mengalami dua kemungkinan. Pertama, basil TB akan mati difagosit oleh makrofag. Kedua, basil TB akan dapat bertahan hidup dan bermultiplikasi dalam makrofag sehingga basil TB akan dapat menyebar secara limfogen, perkontinuitatum, bronkogen, bahkan hematogen. Penyebaran basil TB ini pertama sekali secara limfogen menuju kelenjar limfe regional dihilus, dimana penyebaran basil TB tersebut akan menimbulkan reaksi inflamasi di sepanjang saluran limfe (limfangitis) dan kelenjar limfe regional (limfadenitis). Pada orang yang mempunyai imunitas baik, 3 4 minggu setelah infeksi akan terbentuk imunitas seluler. Imunitas seluler ini akan membatasi penyebaran basil TB dengan cara menginaktivasi basil TB dalam makrofag membentuk suatu fokus primer yang disebut fokus Ghon. Fokus Ghon bersama-sama dengan limfangitis dan limfadenitis regional disebut dengan kompleks Ghon. Terbentuknya fokus Ghon mengimplikasikan dua hal penting. Pertama, fokus Ghon berarti dalam tubuh seseorang sudah terdapat imunitas seluler yang spesifik terhadap basil TB. Kedua, fokus Ghon merupakan suatu lesi penyembuhan yang didalamnya berisi basil TB dalam keadaan laten yang dapat bertahan hidup dalam beberapa tahun dan bisa tereaktivasi kembali menimbulkan penyakit (Sutoyo,2010).

Jika terjadi reaktivasi atau reinfeksi basil TB pada orang yang sudah memiliki imunitas seluler, hal ini disebut dengan TB post-primer. Adanya imunitas seluler akan membatasi penyebaran basil TB lebih cepat daripada TB primer disertai dengan pembentukan jaringan keju (kaseosa). Sama seperti pada TB primer, basil TB pada TB post-primer dapat menyebar terutama melalui aliran limfe menuju kelenjar limfe lalu ke semua organ. Kelenjar limfe hilus, mediastinal, dan paratrakeal merupakan tempat penyebaran pertama dari infeksi TB pada parenkim paru (Mohapatra, 2009).

Basil TB juga dapat menginfeksi kelenjar limfe tanpa terlebih dahulu menginfeksi paru. Basil TB ini akan berdiam di mukosa orofaring setelah basil TB masuk melalui inhalasi droplet. Di mukosa orofaring basil TB akan difagosit oleh makrofag dan dibawa ke tonsil, selanjutnya akan dibawa ke kelenjar limfe di leher (Sutoyo,2010).

Gambar 4. Limfadenitis granulomatosa. Tampak sel epiteloid

pada aspirat penderita limfadenitis tuberkulosis.Sumber gambar: Koss Diagnostic Cytology and Its Histopathologic Bases. Philadelphia, Lippincott Williams & Wilkins, 2006(5):11952.3.2 KeganasanKeganasan seperti leukemia, neuroblastoma, rhabdomyo-sarkoma dan limfoma juga dapat menyebabkan limfadenopati. Diagnosis defenitif suatu limfoma membutuhkan tindakan biopsi eksisi, oleh karena itu diagnosis subtipe limfoma dengan menggunakan biopsi aspirasi jarum halus masih merupakan kontroversi. Aspirat Limfoma non-Hodgkin berupa populasi sel yang monoton dengan ukuran sel yang hampir sama. Biasanya tersebar dan tidak berkelompok. (Koss,2006).

Diagnostik sitologi Limfoma Hodgkin umumnya dibuat dengan ditemukannya tanda klasik yaitu sel Reed Sternberg dengan latar belakang limfosit, sel plasma, eosinofil dan histiosit. Sel Reed Sternberg adalah sel yang besar dengan dua inti atau multinucleated dengan sitoplasma yang banyak dan pucat (Koss,2006).

Gambar 5. Limfoma Hodgkin. Tampak sel Reed Sternberg

klasik dengan atar belakang limfosit dan eosinofil.

Sumber gambar: Koss Diagnostic Cytology and Its Histopathologic Bases. Philadelphia, Lippincott Williams & Wilkins, 2006(5):1196Metastasis karsinoma merupakan penyebab yang lebih umum dari limfadenopati dibandingkan dengan limfoma, khususnya pada penderita usia lebih dari 50 tahun. Dengan teknik biopsi aspirasi jarum halus lebih mudah mendiagnosis suatu metastasis karsinoma daripada limfoma (Koss,2006).

Gambar 5. Metastasis keratinizing squomous cell carcinoma.

Tampak sel-sel yang mengalami keratinisasi pada aspirat dari

penderita karsinoma laring.

Sumber gambar: Koss Diagnostic Cytology and Its Histopathologic Bases. Philadelphia, Lippincott Williams & Wilkins, 2006(5):11972.3.3 Penyebab LainPenyakit lainnya yang salah satu gejalanya adalah limfadenopati adalah penyakit Kawasaki, penyakit Kimura, penyakit Kikuchi, penyakit Kolagen, penyakit Cat-scratch, penyakit Castleman, Sarcoidosis, Rhematoid arthritis dan Sisestemic lupus erithematosus (SLE) (Sutoyo,2010).

Obat-obatan dapat menyebabkan limfadenopati generalisata. Limfadenopati dapat timbul setelah pemakaian obat-obatan seperti fenitoin dan isoniazid. Obat-obatan lainnya seperti allupurinol, atenolol, captopril, carbamazepine, cefalosporin, emas, hidralazine, penicilin, pirimetamine, quinidine, sulfonamida, sulindac). Imunisasi dilaporkan juga dapat menyebabkan limfadenopati di daerah leher, seperti setelah imunisasi DPT, polio atau tifoid (Sutoyo,2010).

Meskipun demikian, masing-masing penyebab tidak dapat ditentukan hanya dari pembesaran KGB saja, melainkan dari gejala-gejala lainnya yang menyertai pembesaran KGB tersebut (Sutoyo,2010).2.4 EpidemiologiInsiden limfadenopati belum diketahui dengan pasti. Sekitar 38% sampai 45% pada anak normal memiliki KGB daerah servikal yang teraba. Limfadenopati adalah salah satu masalah klinis pada anak-anak. Pada umumnya limfadenopati pada anak dapat hilang dengan sendirinya apabila disebabkan infeksi virus (Sutoyo,2010).

Studi yang dilakukan di Amerika Serikat, pada umumnya infeksi virus ataupun bakteri merupakan penyebab utama limfadenopati. Infeksi mononukeosis dan cytomegalovirus (CMV) merupakan etiologi yang penting, tetapi kebanyakan disebabkan infeksi saluran pernafasan bagian atas. Limfadenitis lokalisata lebih banyak disebabkan infeksi Staphilococcus dan Streptococcus beta-hemoliticus (Sutoyo,2010).Dari studi yang dilakukan di Belanda, ditemukan 2.556 kasus limadenopati yang tidak diketahui penyebabnya. Sekitar 10% kasus diantaranya dirujuk ke subspesialis, 3,2% kasus membutuhkan biopsi dan 1.1% merupakan suatu keganasan. Penderita limfadenopati usia > 0 tahun memiliki risiko keganasan sekitar 4% dibandingkan dengan penderita limfadenopati usia 1,5 cm dikatakan abnormal.

Nyeri tekan: umumnya diakibatkan peradangan atau proses perdarahan.

Konsistensi: keras seperti batu mengarahkan kepada keganasan, padat seperti karet mengarahkan kepada limfoma; lunak mengarahkan kepada proses infeksi; fluktuatif mengarahkan telah terjadinya abses/pernanahan.

Penempelan/ bergerombol: beberapa KGB yang menempel dan bergerak bersamaan bila digerakkan. Dapat akibat tuberkulosis, sarkoidosis atau keganasan.

Dikutip dari: Abba AA, Khalli MZ. 2012. 11-17Clinical approach to Lymphadenopathy. ANM (6) Jan: 11-17Pembesaran KGB leher bagian posterior biasanya terdapat pada infeksi rubela dan mononukleosis. Supraklavikula atau KGB leher bagian belakang memiliki risiko keganasan lebih besar daripada pembesaran KGB bagian anterior (Sutoyo,2010).Pembesaran KGB leher yang disertai daerah lainnya juga sering disebabkan oleh infeksi virus. Keganasan, obat-obatan, penyakit kolagen umumnya dikaitkan dengan pembesaran KGB yang menyeluruh (Sutoyo,2010).Pada pembesaran KGB oleh infeksi virus, umumnya bilateral lunak dan dapat digerakkan. Bila ada infeksi oleh bakteri, kelenjar biasanya nyeri pada penekanan, baik satu sisi atau dua sisi dan dapat fluktuatif dan dapat digerakkan. Adanya kemerahan dan suhu lebih panas dari sekitarnya mengarahkan infeksi bakteri dan adanya fluktuatif menandakan terjadinya abses. Bila limfadenopati disebabkan keganasan tanda-tanda peradangan tidak ada, KGB keras dan tidak dapat digerakkan oleh karena terikat dengan jaringan di bawahnya (Sutoyo,2010).

Pada infeksi oleh mikobakterium, pembesaran kelenjar berjalan berminggu-minggu sampai berbulan-bulan, walaupun dapat mendadak, KGB menjadi fluktuatif dan kulit diatasnya menjadi tipis, dan dapat pecah dan terbentuk jembatan-jembatan kulit di atasnya (Sutoyo,2010).Adanya tenggorokan yang merah, bercak-bercak putih pada tonsil, bintik bintik merah pada langit-langit mengarahkan infeksi oleh bakteri streptokokus. Adanya selaput pada dinding tenggorok, tonsil, langit-langit yang sulit dilepas dan bila dilepas berdarah, pembengkakan pada jaringan lunak leher (bull neck) mengarahkan kepada infeksi oleh bakteri difteri. Faringitis, ruam-ruam dan pembesaran limpa mengarahkan kepada infeksi Epstein Barr Virus (EBV (Sutoyo,2010).

Adanya radang pada selaput mata dan bercak koplik mengarahkan kepada campak. Adanya pucat, bintik-bintik perdarahan (bintik merah yang tidak hilang dengan penekanan), memar yang tidak jelas penyebabnya, dan pembesaran hati dan limpa mengarahkan kepada leukemia. Demam panjang yang tidak berespon dengan obat demam, kemerahan pada mata, peradangan pada tenggorok, strawberry tongue, perubahan pada tangan dan kaki (bengkak, kemerahan pada telapak tangan dan kaki) dan limfadenopati satu sisi (unilateral) mengarahkan kepada penyakit Kawasaki (Sutoyo,2010).Pemeriksaan PenunjangBeberapa pemeriksaan yang dilakukan untuk menegakkan diagnosa limfadenitis TB :

a. Pemeriksaan mikrobiologi

Pemeriksaan mikrobiologi yang meliputi pemeriksaan mikroskopis dan kultur. Pemeriksaan mikroskopis dilakukan dengan pewarnaan Ziehl-Neelsen. Spesimen untuk pewarnaan dapat diperoleh dari sinus atau biopsi aspirasi. Dengan pemeriksaan ini kita dapat memastikan adanya basil mikobakterium pada spesimen, diperlukan minimal 10.000 basil TB agar perwarnaan dapat positif (Mohapatra, 2009).

Kultur juga dapat dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosis limfadenitis TB. Adanya 10-100 basil/mm3 cukup untuk membuat hasil kultur positif. Hasil kultur positif hanya pada 10-69% kasus. Berbagai media dapat digunakan seperti Petregnani, Trudeau, Middle-brook, dan Bactec TB. Diperlukan waktu beberapa minggu untuk mendapatkan hasil kultur. Pada adenitis tuberkulosa, M. tuberculosis adalah penyebab tersering, diikuti oleh M.bovis (Mohapatra, 2009).b. Tes Tuberkulin

Pemeriksaan intradermal ini (Mantoux Test) dilakukan untuk menunjukkan adanya reaksi imun tipe lambat yang spesifik untuk antigen mikobakterium pada seseorang. Reagen yang digunakan adalah protein purified derivative (PPD). Pengukuran indurasi dilakukan 2-10 minggu setelah infeksi. Dikatakan positif apabila terbentuk indurasi lebih dari 10 mm, intermediat apabila indurasi 5-9 mm, negatif apabila indurasi kurang dari 4 mm (Mohapatra, 2009).c. Pemeriksaan Sitologi

Spesimen untuk pemeriksaan sitologi diambil dengan menggunakan biopsi aspirasi kelenjar limfe. Sensitivitas dan spesifitas pemeriksaan sitologi dengan biopsi aspirasi untuk menegakkan diagnosis limfadenitis TB adalah 78% dan 99% (Kocjan, 2001). CT scan dapat digunakan untuk membantu pelaksanaan biopsi aspirasi kelenjar limfe intratoraks dan intraabdominal (Sharma, 2004). Pada pemeriksaan sitologi akan terlihat Langhans giant cell, granuloma epiteloid, nekrosis kaseosa.Muncul kesulitan dalam pendiagnosaan apabila gambaran konvensional seperti sel epiteloid atau Langhans giant cell tidak ditemukan pada aspirat. Pada penelitian yang dilakukan oleh Lubis (2008), bahwa gambaran sitologi bercak gelap dengan materi eusinofilik dapat digunakan sebagai tambahan karakteristik tuberkulosis selain gambaran epiteloid dan Langhans giant cell. Didapati bahwa aspirat dengan gambaran sitologi bercak gelap dengan materi eusinofilik, dapat memberikan hasil positif tuberkulosis apabila dikultur (Mohapatra, 2009).d. Pemeriksaan Radiologi1) Ultrasonografi (USG)

USG merupakan salah satu teknik yang dapat dipakai untuk mendiagnosis limfadenopati servikalis. Penggunaan USG untuk mengetahui ukuran, bentuk, echogenicity, gambaran mikronodular, nekrosis intranodal dan ada tidaknya kalsifikasi (Sutoyo,2010).

USG dapat dikombinasi dengan biopsi aspirasi jarum halus untuk mendiagnosis limfadenopati dengan hasil yang lebih memuaskan, dengan nilai sensitivitas 98% dan spesivisitas 95% (Sutoyo,2010).2) CT Scan

CT scan dapat mendeteksi pembesaran KGB servikalis dengan diameter 5 mm atau lebih. Satu studi yang dilakukan untuk mendeteksi limfadenopati supraklavikula pada penderita nonsmall cell lung cancer menunjukkan tidak ada perbedaan sensitivitas yang signifikan dengan pemeriksaan menggunakan USG atau CT scan (Sutoyo,2010).2.8. PenatalaksanaanPenatalaksanaan limfadenopati KGB leher didasarkan kepada penyebabnya. Banyak kasus dari pembesaran KGB leher sembuh dengan sendirinya dan tidak membutuhkan pengobatan apapun selain observasi (Sutoyo,2010).

Kegagalan untuk mengecil setelah 4-6 minggu dapat menjadi indikasi untuk dilaksanakan biopsi KGB. Biopsi dilakukan terutama bila terdapat tanda dan gejala yang mengarahkan kepada keganasan. KGB yang menetap atau bertambah besar walau dengan pengobatan yang adekuat mengindikasikan diagnosis yang belum tepat (Sutoyo,2010)

Antibiotik perlu diberikan apabila terjadi limfadenitis supuratif yang biasa disebabkan oleh Staphyilococcus. aureus dan Streptococcus pyogenes (group A). Pemberian antibiotik dalam 10-14 hari dan organisme ini akan memberikan respon positif dalam 72 jam. Kegagalan terapi menuntut untuk dipertimbangkan kembali diagnosis dan penanganannya. Pembedahan mungkin diperlukan bila dijumpai adanya abses dan evaluasi dengan menggunakan USG diperlukan untuk menangani pasien ini (Peter, 2010)Penatalaksanaan limfadenitis TB secara umum dibagi menjadi dua bagian, yakni secara farmakologis dan non farmakologis. Terapi farmakologis dilakukan dengan pemberian mendapat terapi Obat Anti Tuberkulosis (OAT) Kategori I. Regimen obat yang digunakan adalah 2HRZE/ 4H3R3. Obat yang digunakan adalah Rifampisin, Isoniazid, Pirazinamid, dan Etambutol (Sutoyo,2010).

Terapi non farmakologis adalah dengan pembedahan, sedangkan terapi farmakologis memiliki prinsip dan regimen obatnya yang sama dengan tuberkulosis paru. Pembedahan tidaklah merupakan suatu pilihan terapi yang utama. Prosedur pembedahan yang dapat dilakukan adalah dengan Biopsi eksisional atau insisi dan drainase (Partridge,2010).BAB IIITINJAUAN KASUS

3.1Identitas Pasien

Nama

: Ny. Nina B Whardani

Umur

: 50 tahun

Jenis Kelamin

: Perempuan

Alamat: Rungkut Asri Timur I/15Pekerjaan

: Ibu rumah tangga

Pendidikan Terakhir: SMP

Agama

: Islam

Suku bangsa

: Jawa

No. Telepon

: 081938023945

Tanggal Pemeriksaan: 28 Januari 2015

Poli

: Bedah Umum3.2 Anamnesis

1. Keluhan Utama

: Benjolan di leher kiri

2. Riwayat Penyakit Sekarang: Saya datang untuk membawa hasil pemeriksaan benjolan di leher kiri yang sebelumnya sudah saya periksakan oleh dokter Bambang dan disarankan untuk melakukan test yang ditusuk di bagian tersebut. Awalnya saya merasa ada benjolan di belakang telinga kiri saya sejak +1 tahun yang lalu, hanya sekitar kurang dari 1cm dan tidak nyeri sehingga hanya saya biarkan tidak diberi obat apa-apa Beberapa minggu terakhir ini benjolan terasa membesar saat diraba dan agak terasa nyeri ketika dipegang padahal dulunya tidak. Sehingga saya ingin tahu penyebab benjolan ini timbul. Saya sedang tidak batuk maupun pilek. Keluhan lainnya saya kadang masih merasa sering berdebar-debar karena penyakit tyroid saya.

3. Riwayat Penyakit Dahulu :

Riwayat menderita penyakit Hypertyroid sejak 2 tahun yang lalu, awal mula diketahui penyakit ketika pasien sering merasa berdebar-debar, tangannya sering gemetar dan sering berkeringat dingin yang dikira awalnya adalah penyakit jantung. Setelah diperiksakan di RSU Haji, ternyata pasien terkena penyakit Hypertyroid. Pasien rajin meminum obat sampai sekarang.

Riwayat penyakit darah tinggi sejak + 5 tahun yang lalu

Riwayat batuk lama/sedang menjalani pengobatan 6 bulan disangkal

Riwayat penyakit kencing manis disangkal

4. Riwayat Penyakit Keluarga :

Riwayat anggota keluarga yang mengalami timbulnya benjolan seperti pasien disangkal.

Riwayat anggota keluarga yang mengalami penyakit Hypertyroid seperti pasien disangkal.

Riwayat anggota keluarga yang mengalami batuk lama dan menjalani pengobatan selama 6 bulan disangkal.

Riwayat penyakit kencing manis diderita oleh ibu dari pasien. Riwayat kencing manis dari ayah pasien disangkal.

5. Riwayat Sosial :

Pasien adalah ibu rumah tangga yang kegiatan sehari-harinya mengurus rumah dan anak-anak.

3.3 Pemeriksaan Fisik

Keadaan umum: baik

Kesadaran: composmentis

Vital sign:

TD=140/90 mmHg

HR= 104 x/menit, reguler, kuat

Tax =37,9 0C

RR =20 x/menit, reguler

BB: 52 kg

TB: 162 cm

Status Gizi:

BMI= Normal (19.8)

Kepala / Leher : Normochepal

A/I/C/D : - / - / - / - Reflek cahaya (ODS): +/+

Exophtalmus (-)

Pembesaran KGB : Regio Colli Sinistra

Thoraks-pulmo:

I= Normochest,Pergerakan dinding dada simetris, retraksi (-) P= Pergerakan dinding dada simetris, stem fremitus kanan dan kiri simetris P= Sonor seluruh lapang paru A=Vesikuler +/+, Rhonki -/-, Wh -/-

Cor:

I= Ictus Cordis tidak tampak

P=thrill tidak teraba, Ictus Cordis tidak kuat angkat

P= batas jantung normal

A=S1S2 tunggal reguler, gallop (-), murmur (-)

Abdomen:

I=bulat, cembung

A=BU (+) N

P= timpani P= hepar, lien, ginjal tidak teraba, massa (-) Ekstremitas:

Akral kering hangat merah Edema (-)

CRT 40 tahun 4%Pasien wanita usia 50 thn

Anamnesis Benjolan disekitar daerah kelenjar getah bening. Paling sering berlokasi pada regio servikalis posterior.

Timbul lambat dalam hitungan minggu hingga bulan, dapat terjadi unilateral maupun bilateral. Tunggal maupun multiple.

Lokasi pembesaran KGB pada dua sisi leher secara mendadak biasanya disebabkan oleh infeksi virus saluran pernapasan bagian atas.

Pada penyakit Kawasaki biasanya pembesaran

Biasanya tidak nyeri tapi dapat juga dijumpai nyeri pada beberapa penderita.

Hanya pada satu sisi

Sering disebabkan oleh infeksi virus saluran pernapasan atas selain itu yang paling sering adalah Human Immunodeficiency Virus (HIV) Dapat juga disebabkan oleh infeksi bakteri yang paling sering adalah infeksi Mycobacterium Tuberculosis. Keganasan dan obat-obatan seperti Fenitoin dan Isoniazid dapat menyebabkan lymphadenopati Paparan terhadap infeksi / kontak dengan orang yang terkena infeksi saluran pernapasan atas atau penyakit TBKU:

benjolan di leher kiriRPS:

Saya datang untuk membawa hasil pemeriksaan benjolan di leher kiri yang sebelumnya sudah saya periksakan oleh dokter Bambang dan disarankan untuk melakukan test yang ditusuk di bagian tersebut. Awalnya saya merasa ada benjolan di belakang telinga kiri saya sejak +1 tahun yang lalu, hanya sekitar kurang dari 1cm dan tidak nyeri sehingga hanya saya biarkan tidak diberi obat apa-apa Beberapa minggu terakhir ini benjolan terasa membesar saat diraba dan agak terasa nyeri ketika dipegang padahal dulunya tidak. Sehingga saya ingin tahu penyebab benjolan ini timbul. Saya sedang tidak batuk maupun pilek. Keluhan lainnya saya kadang masih merasa sering berdebar-debar karena penyakit gondok saya. Saya tidak sedang batuk atau panas badan.

R.Sos:

Pasien adalah ibu rumah tangga yang kegiatan sehari-harinya mengurus rumah dan anak-anak.

Pemeriksaan Fisik Ukuran: normal bila diameter 0,5 cm dan lipat paha >1,5 cm dikatakan abnormal.

Nyeri tekan: umumnya diakibatkan peradangan atau proses perdarahan.

Konsistensi: keras seperti batu mengarahkan kepada keganasan, padat seperti karet mengarahkan kepada limfoma; lunak mengarahkan kepada proses infeksi; fluktuatif mengarahkan telah terjadinya abses/pernanahan.

Penempelan/bergerombol: beberapa KGB yang menempel dan bergerak bersamaan bila digerakkan. Dapat akibat tuberkulosis, sarkoidosis atau keganasanRegio Colli Sinistra

Look : tampak massa berbentuk oval, hiperemi (-) Feel : massa tunggal ukuran 2 cm x 1 cm, batas tegas, kenyal, mobilisasi terbatas, nyeri tekan(+), kalor (-), fluktuasi (-) ,

Terapi1. Bisa sembuh sendiri

2. Pemberian Antibiotik bila terjadi lymphadenitis supuratif

3. OAT pada lymphadenitis TB

4. Pembedahan jika pusat radang sudah terhadi pengkejuan Pro excisi

DAFTAR PUSTAKA

1. Ahuja AT, Ying MTC, Antonio G, Lee YP, King AD, and Wong KT. 2008. Ultrasonography of cervical malignant lymph nodes. Cancer Imaging 8(1): 4856.2. Koss LG, Melamed MR. 2006. Granulomatous lymphadenitis. In: Koss Diagnostic Cytology and Its Histopathologic Bases. Lippincott Williams & Wilkins, 2006(5):1193-97

3. Mohapatra, PR, Janmeja, AK. 2009. Tuberculous Lymphadenitis. Journal of The Association of Physicians of India. Diakses pada tanggal 9 Februari 2015 www.japi.org/august_2009/article_06.pdf4. Partridge, Elizabeth. 2010. Lymphadenitis Treatment & Management. Diakses pada tanggal 9 Februari 2015 http://emedicine.medscape.com/article/960858-treatment#a1128.

5. PDPI. 2011. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis 2011. Jakarta : Kementrian Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. Hal: 1-55

6. Porter, RS. 2011. The Merck Manual 19 ed. Lymphadenopahy. Diakses pada tanggal 9 Februari 2015 http://www.merckmanuals.com/professional/cardiovascular_disorders/lymphatic_disorders/lymphadenopathy.html7. Peters TR, Edwards KM. Cervical Lymphadenopathy and Adenitis. 2008. Pediatrics in Review (21);12.2000. Diakses pada tanggal 9 Februari 2015 http://www.ohsu.edu/ohsuedu/academic/som/ pediatrics/clerkships/upload/cervical-lymph-and-adenitis.pdf 8. Sharma SK, Mohan A. 2004. Extrapulmonary Tuberculosis. Indian Journal of Medicine Microbiology Res; 120: 316-53

9. Sahai S. 2013, Lymphadenopathy. Pediatrics in Review 2013;34;21610. Sutoyo, Eliandy. 2010. Profil Penderita Limfadenopati Servikalis Yang Dilakukan Tindakan Biopsi Aspirasi Jarum Halus Di Instalasi Patologi Anatomi RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2009. Tesis. Universitas Sumatra Utara. Diakses pada tanggal 9 Februari 2015 http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/16862 11. Ying MTC, Ahuja AT. 2008. Ultrasonography of cervical lymph nodes. Diakses pada tanggal 9 Februari 2015 http://www.droid.cuhk.edu.hk/web/specials/lymph_nodes/lymph_nodes.htm