representasi fashion sebagai kelas sosial dalam...

16
REPRESENTASI FASHION SEBAGAI KELAS SOSIAL DALAM FILM THE DEVIL WEARS PRADA DAN CONFESSIONS OF A SHOPAHOLIC NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna mencapai gelar Sarjana S-1 Program Studi Ilmu Komunikasi ARIFIANTI MUTMAINAH L100090057 PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2014

Upload: buithuy

Post on 26-Apr-2019

252 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

REPRESENTASI FASHION SEBAGAI KELAS SOSIAL DALAM FILM

THE DEVIL WEARS PRADA DAN CONFESSIONS OF A SHOPAHOLIC

NASKAH PUBLIKASI

Untuk memenuhi sebagian persyaratan

Guna mencapai gelar Sarjana S-1

Program Studi Ilmu Komunikasi

ARIFIANTI MUTMAINAH

L100090057

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI

FAKULTAS KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

2014

1

REPRESENTASI FASHION SEBAGAI KELAS SOSIAL DALAM FILM

THE DEVIL WEARS PRADA DAN CONFESSIONS OF A SHOPAHOLIC

ARIFIANTI MUTMAINAH

Prodi Ilmu Komunikasi, Fakultas Komunikasi dan Informatika

Universitas Muhammadiyah Surakarta Email : [email protected]

Abstraksi.

Penelitian ini menganalisis bagaimana fashion sebagai suatu fenomena,

dimana fashion menjadi salah satu cara dalam mengkomunikasikan identitas kelas

sosial seseorang. Fenomena tersebut ditunjukkan dalam film The Devil Wears

Prada dan Confessions of a Shopaholic yang digunakan sebagai objek penelitian.

Dalam kedua film tersebut pakaian digambarkan sebagai bagian penting dalam

kehidupan kerja dan industri fashion kelas atas. Penelitian ini menggunakan studi

deskriptif kualitatif dengan pendekatan metodologi semiotika Roland Barthes,

dimana untuk mencari makna menggunakan pemaknaan denotasi, konotasi, dan

mitos dalam menganalisis tanda-tanda fashion yang terdapat pada kedua film yang

digunakan. Kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa dalam film The Devil

Wears Prada dan Confessions of a Shopaholic menunjukkan tanda-tanda

mengenai fashion sebagai kelas sosial. Identitas kelas sosial ditunjukkan melalui

merek/brand fashion, jenis pakaian, bahan pakaian, warna pakaian, aksesoris, dan

fashion itu sendiri sebagai gambaran status sosial.

Kata Kunci: Representasi, Fashion, Kelas Sosial, Film.

2

A. PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Fashion kini tidak hanya

mengenai pakaian sebagai pelindung

tubuh. Tidak hanya untuk menjadi

sekedar gaya, pakaian juga bisa

merepresentasikan diri seseorang.

Melalui cara fashion dan pakaian

berkomunikasi dapat menggambarkan

tentang identitas sosial seseorang,

seksualitas, kelas dan juga gender.

Pakaian dan fashion sering digunakan

untuk menunjukkan nilai sosial atau

status, dan kerap membuat penilaian

terhadap nilai sosial atau status orang

lain berdasarkan apa yang dipakai

orang tersebut. (Barnard, 2011:86)

Fashion dan pakaian sebagai

fenomena komunikatif yakni bahwa

fashion dapat mengkomunikasikan

diri si pemakai menjadikan fashion

itu sebagai suatu tanda dalam

memahami karakteristik si pemakai.

Dengan fashion pula seseorang dapat

dinilai berdasarkan kelas sosialnya,

melalui atribut fashion yang

digunakan.

Sudah sejak jaman dahulu orang-

orang dari kelas bawah mencoba

mengikuti cara berpakaian orang

yang berada di kelas atas. Mereka

mencoba untuk menaikkan kelas

sosial mereka dengan mengadaptasi

cara orang dari kelas atas berpakaian.

Disini melalui dua film The Devil

Wears Prada dan Confessions of a

Shopaholic digambarkan bagaimana

seorang yang berasal dari kelas

bawah terlihat fashionable dan

berkelas ketika memakai pakaian

yang bermerek. Begitupun sebaliknya

ketika seseorang yang berasal dari

kelas atas menjadi terlihat biasa saja

ketika tidak memperdulikan cara

berpakaiannya.

Dengan menggunakan kedua film

tersebut, penelitian ini membahas

mengenai bagaiamana representasi

fashion sebagai kelas sosial

ditunjukkan. Dimana keduanya

3

merupakan film yang berlatar dunia

kerja perusahaan publikasi dan

majalah fashion sebagai sarana dalam

mempublikasikan fashion-fashion

ternama.

2. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah ingin

mengetahui bagaimana Fashion dapat

merepresentasikan kelas sosial

seseorang yang ditunjukkan melalui

film The Devil Wears Prada dan

Confessions of a Shopaholic.

B. LANDASAN TEORI

1. Film sebagai Komunikasi

Film memiliki kemampuan

menciptakan sensasi gambar dan

suara sinema, yang didukung jenis

film yang dipenuhi struktur plot yang

penuh keterkejutan dan ketegangan

dalam imajinasi yang sangat kuat

dalam format layar lebar. Kekuatan

dan kemampuan film menjangkau

banyak segmen sosial lantas membuat

film memiliki potensi untuk

mempengaruhi khalayak. Film selalu

merekam realitas yang tumbuh dan

berkembang dalam masyarakat dan

kemudian memproyeksikannya ke

atas layar. Sehingga film selalu

mempengaruhi dan membentuk

masyarakat berdasarkan muatan

pesan dibaliknya. (Sobur, 2009:126-

127)

2. Kelas sosial sebagai identitas

Kelas sosial adalah golongan

dalam masyarakat. Kelas sosial

dianggap sebagai golongan sosial

dalam sebuah tatanan masyarakat

yang ditentukan oleh posisi tertentu

dalam proses produksi. Bagi Karl

Marx, sebuah kelas baru dianggap

kelas yang sebenarnya apabila dia

bukan hanya secara objektif

merupakan golongan kelas sosial

dengan menyadari diri sebagi kelas,

sebagai golongan khusus dalam

masyarakat yang mempunyai

kepentingan spesifik serta mau

4

memperjuangkannya. (Suseno,

1999:111-112)

Kelas dipahami dalam kaitannya

dengan ranah ekonomi, politis dan

ideologis. Pada posisi ini mengakui

tempat dimana subjektivitas lain

berada pada konstruksi identitas dan

memindahkan narasi besar kaum

modernis mengenai kelas (Hartley,

2010:144). Dengan ekonomi, politik

dan ideologi yang dimiliki seseorang

membawa pada identitas sosial orang

tersebut.

3. Fashion sebagai komunikasi

Fashion dan pakaian adalah

bentuk komunikasi nonverbal karena

tidak menggunakan kata-kata lisan

atau tertulis. Tidaklah sulit untuk

memahami bahwa meski garmen

diungkapkan dalam kata-kata seperti

merek atau slogan, disana tetap saja

level komunikasi nonverbal yang

memperkuat makna harfiah slogan

atau merek tersebut. Dalam The

Language of Clothes, Lurie

menunjukkan keyakinannya bahwa

disana ada analogi langsung. Ada

banyak bahasa busana yang berbeda,

yang masing-masing memiliki

kosakata dan tata bahasanya masing-

masing. (Barnard, 2011:39-40)

Fashion dan pakaian dapat

mengkomunikasikan identitas

seseorang. Dengan cara seseorang

mengenakan atribut fashion disitulah

mereka mencoba menunjukkan

identitas diri mereka.

4. Fashion sebagai kelas sosial

Fashion dan pakaian merupakan

bagian dari proses yang didalamnya

dikonstruksi pengalaman kelompok-

kelompok sosial atas tatanan sosial.

Status sosial seseorang tudak bisa

lepas dari yang namanya status

ekonomi. Menurut Roach dan Eicher

dalam Barnard (2011:90-91)

menghias seseorang bisa

merefleksikan hubungan dengan

5

sistem produksi yang merupakan

karakteristik ekonomi tertentu dimana

orang itu tinggal. Fashion dan

pakaian merefleksikan bentuk

organisasi ekonomi tempat seseorang

hidup di samping merefleksikan

statusnya dalam ekonomi itu. Aspek

pakaian dan fashion bisa

digambarkan sebagai penandaan

ekonomi.

5. Semiotika

Semiotik adalah ilmu yang

mengkaji tanda dalam kehidupan

manusia. Artinya, semua yang hadir

dalam kehidupan kita dilihat sebagai

tanda, yakni sesuatu yang harus kita

beri makna. (Hoed, 2011:3)

Pada dasarnya semiotika yang

dijelaskan oleh para ilmuwan tersebut

semuanya adalah mempelajari tentang

tanda, namun teori yang akan

digunakan oleh peneliti adalah

semiotika milik Roland Barthes. Peda

teorinya mengenai semiotika, Barthes

membuat model sistematis dalam

menganalisis makna pada tanda.

Barthes menjelaskan bahwa

signifikasi tahap pertama merupakan

hubungan antara signifier dan

signified di dalam sebuah tanda

terhadap realitas ekternal atau yang

biasa disebut sebagai denotasi.

Sedangkan konotasi adalah signifikasi

pada tahap kedua. (Sobur, 2009:15)

C. METODE PENELITIAN

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan

adalah penelitian deskriptif kualitatif

dengan menggunakan pendekatan

analisis semiotika. Tujuannya dari

penelitian deskriptif kualitatif adalah

untuk memberi gambaran secara

sistematis mengenai fakta-fakta

tertentu. Pada penelitian semiotik

cenderung menggunakan dimensi

metodologi paradigma kualitatif,

metode yang menggolongkan data

6

atas data auditif, tekstual dan

audiovisual. (Hoed, 2011:8)

Objek Penelitian

Adapun objek yang digunakan

peneliti dalam penelitian ini adalah

fashion yang diperlihatkan dalam film

The Devil Wears Prada (2006) dan

Confessions of a Shopaholic (2009)

keduanya berupa VCD dengan bahasa

asli yakni bahasa Inggris dimana

VCD diproduksi oleh PT. Vision

Interprima Pictures dan menggunakan

subtitle bahasa Indonesia.

2. Teknik Pengumpulan

Untuk memperoleh sebuah data,

maka peneliti menggunakan teknik

pengumpulan data sebagai berikut :

a. Observasi non-partisipan

Teknik ini digunakan untuk

mendapatkan data yang nantinya

dapat mengetahui kelas sosial

dalam film The Devil Wears

Prada dan Confessions of a

Shopaholic. Adapun analisis film

melalui kaset video, yaitu berupa

bagian-bagian scene dalam kedua

film tersebut yang

memperlihatkan adegan pemain

dalam balutan fashion yang dapat

menunjukan tanda kelas sosial

dalam kedua film tersebut.

Peneliti akan melakukan studi

korpus. Film yang diteliti oleh

peneliti akan diambil beberapa

adegan, yakni dengan meng-

capture adegan-adegan yang

merepresentasikan fashion

sebagai kelas sosial. Hasil

capture gambar pada video

kemudian diteliti dengan

memperhatikan unsur penandaan

pada fashion tersebut. Tanda

tersebut dapat berupa tanda

verbal yakni kata-kata dalam

adegan maupun non verbal yakni

berupa apa yang digambarkan

dalam adegan.

b. Studi Pustaka

Studi pustaka digunakan

untuk mendukung peneliti dalam

7

melakukan penelitian karena

dengan literature penelitian dapat

berjalan dengan baik. Studi

pustaka sendiri merupakan

elemen yang penting dalam

sebuah penelitian. Dalam

penelitian ini peneliti

menggunakan studi pustaka yang

diambil dari buku, makalah atau

jurnal, internet, dokumentasi,

serta sumber- sumber lain yang

berhubungan dengan penelitian.

Dengan studi pustaka peneliti

yang telah melakukan penyajian

data berupa korpus dapat mencari

tahu makna dari tanda yang

terdapat dalam film yang diteliti.

Data yang sudah terkumpul

diteliti dengan membaca teori

dan membandingkan teori maka

peneliti dapat menghasilkan

kesimpulan dari hasil penelitian

yang valid.

Melalui semua informasi yang

diperoleh peneliti dapat mencari

tahu makna fashion yang dapat

merepresentasikan kelas sosial

pemakainya. Melalui brand atau

merek pakaian yang digunakan,

warna-warna pada pakaian,

bahan pakaian yang dikenakan,

serta aksesoris yang digunakan

untuk melengkapai penampilan

para pemain dalam film yang

diteliti.

3. Teknik Analisis Data

Untuk menganalisis film The

Devil Wears Prada dan Confessions

of a Shopaholic ini maka analisis data

yang digunakan dalam penelitian ini

adalah dengan analisis semiotik milik

Roland Barthes. Pada analisis

semiotik ini lebih terkait kepada

analisis simbol-simbol, pesan, serta

makna. Dalam penelitian ini, proses

analisis data yang dilakukan oleh

peneliti adalah dengan

mengumpulkan literature atau data,

baik berupa pustaka ataupun film

yang kemudian dianalisis sesuai

8

dengan teori yang sesuai dengan

maksud dan tujuan penelitian.

D. HASIL DAN PEMBAHASAN

Dari penelitian ini, hasil penelitan

akan dibagi menjadi 3 kategorisasi

pembahasan. Diantaranya adalah

merek/brand, pakaian sebagai

fashion, dan fashion sebagai status

sosial.

1. Merek/brand Fashion

Merek/brand pada dasarnya

berasal dari perancang.

Perancang yang menciptakan

nama merek/brand tersebut

melalui pikiran, perasaan,

keyakinan, dan hasrat yang

dimilikinya diekspresikan atau

direfleksikan dalam garmen atau

setelan yang dibuatnya. (Barnard,

2011:106)

Fashion adalah bentuk

komunikasi non verbal karena

tidak menggunakan kata-kata

lisan atau tertulis. Meski garmen

diungkap dalam kata-kata seperti

merek atau slogan, tetap saja

yang memperkuatnya adalah

makna harfiah dari merek atau

slogan tersebut (Barnard,

2011:39). Makna tersebut dapat

tercipta ketika merek/brand

tersebut sudah dikenakan oleh

seseorang dalam menunjukkan

penampilannya.

Seperti merek Chanel dalam film

The Devil Wears Prada yang

sering digunakan oleh Andrea

Sachs yang menurut Nigel bahwa

Andrea sangat membutuhkan

Chanel dalam penampilannya.

Kemudian pada film Confessions

of a Shopaholic dimana merek

Louboutin yang mahal

digambarkan sebagai merek

sepatu dengan harga terjangkau

bagi kalangan pecinta fashion.

Seperti halnya dengan majalah

fashion yang menjadi media baik

bagi perancang untuk

mempublikasikan karya kepada

9

khalayak menjadi sarana

informasi pula bagi para pecinta

mode. Majalah fashion ternama

akan mudah menarik minat

pembacanya karena pengaruhnya

di dunia fashion. Perkembangan

industri fashion sejak abad ke-19

yang semakin tumbuh subur

menyebabkan berkembangnya

pula peragaan busana dan

majalah fashion (Danesi,

2012:221). Seperti yang

ditunjukkan pada film The Devil

Wears Prada dimana majalah

Runway mempunyai pengaruh

dalam perkembangan dunia

fashion.

2. Pakaian sebagai fashion

Pakaian merupakan sesuatu yang

dikenakan untuk melindungi

tubuh dari terpaan cuaca. Namun

pakaian kini digunakan tidak

hanya untuk alasan itu, pakaian

digunakan dengan alasan yang

berbeda-beda berdasarkan tujuan

penggunaan pakaian tersebut.

Misalnya untuk ke pesta, pria

menggunakan tuxedo dan wanita

menggunakan gaun. Untuk

bekerja pria menggunakan

kemeja kerja dan terkadang

menggunakan jas kerja wanita

biasanya menggunakan blouse.

Roach dan Eicher dalam Barnard

(2011:83) menunjukkan, bahwa

fashion secara simbolis mengikat

suatu komunitas. Fashion

dianggap sebagai salah satu cara

untuk membentuk suatu ikatan

sosial. Untuk pakaian pesta

bahan yang digunakan pun

menggunakan materi yang mahal,

seperti sutra, wol dan lain

sebagainya. Untuk alasan itu kini

pakaian tidak hanya sekedar

digunakan sebagai pelindung

tubuh, tapi karena perkembangan

dunia tekstil menyebabkan orang

akan menggunakan pakaian

10

sesuai dengan waktu dan tujuan

tertentu.

Pakaian yang kita kenakan

merupakan pernyataan yang

sangat kuat yang dapat

mengungkap mengenai siapa diri

kita tanpa kita harus mengatakan

atau melakukan sesuatu (Tucker

& Kingswell dalam Kuruc,

2008:195). Hal ini lah yang

menyebabkan segala macam

atribut dalam pakaian yang kita

kenakan masing-masing dapat

memiliki makna tersendiri baik

itu berupa bahan pakaian, jenis

pakaian, warna pakaian hingga

aksesoris.

3. Fashion sebagai status sosial

Fashion dapat menunjukkan

status sosial seseorang. Pakaian

dan fashion sering digunakan

untuk menunjukkan status sosial,

dan orang kerap membuat

penilaian terhadap seseorang

berdasarkan apa yang dipakai

orang tersebut (Barnard,

2011:86). Melalui pakaian orang

mencoba menunjukkan kelas

sosial atau bahkan mencoba

menutupi status sosialnya dengan

berpenampilan seadanya.

Pada film The Devil Wears

Prada dimana Andrea mencoba

berpakaian mewah ketika harus

bertemu dengan orang-orang

kalangan atas yang bekerja di

industri fashion. Sementara pada

film Confessions of a Shopaholic

dimana Luke Brandon mencoba

menutupi kelas sosialnya yang

tinggi dengan memakai pakaian

kerja biasa. Lalu Rebecca

Bloomwood yang mencoba

memakai pakaian bermerek yang

mahal padahal dia tidak memiliki

banyak uang. Dengan kartu

kreditnya Rebecca membeli

pakaian bermerek dan berusaha

tampil fashionable untuk

menunjukkan ketertarikannya

11

pada dunia fashion dan minatnya

untuk bekerja pada majalah

fashion ternama.

Sejak jaman dulu pakaian orang-

orang kelas atas selalu menarik

perhatian orang-orang kelas

bawah sehingga orang biasa

selalu berharap meningkatkan

posisi sosial mereka dengan

mengikuti fashion orang-orang

yang memiliki previlese (Danesi,

2012:220). Cara berpakaian

menjadi tanda bagi seseorang

dalam menjalankan peranannya

dimasyarakat.

E. KESIMPULAN DAN SARAN

1. Kesimpulan

Dari hasil penelitian dapat

disimpulkan bahwa film The Devil

Wears Prada dan Confessions of a

Shopaholic merupakan film yang

menggambarkan fashion sebagai

kelas sosial. Kedua film tersebut

adalah film dengan gambaran fashion

kalangan kelas atas yang sangat kuat.

Dengan latar belakang industri

fashion dan majalah fashion sebagai

media utama penyampaian pesan

mengenai fashion, dunia fashion

digambarkan dipenuhi oleh orang-

orang yang berasal dari kalangan atas.

Tanda-tanda yang muncul di kedua

film tersebut baik melalui verbal dan

non verbal merepresentasikan bahwa

fashion dapat menjadi sarana untuk

menunjukkan kelas sosial seseorang.

Mitos mengenai kemunculan fashion

sebagai kelas sosial dilihat dari

sejarahnya bahwa sejak jaman dahulu

memang terdapat pembeda antara

kaum borjuis dan kaum proletar

dalam berpakaian. Kaum borjuis

selalu memakai pakaian dengan

bahan mewah seperti sutra, wol, kulit

dan lainnya yang tidak bisa dipakai

oleh kaum proletar. Kaum proletar

karena harus bekerja mereka selalu

memakai pakaian yang lebih nyaman

dipakai saat bekerja. Dan hal itu

memberi pengaruh terhadap

12

perkembangan cara berpakaian baik

orang di kalangan atas maupun di

kalangan bawah hingga saat ini.

2. Saran

Dari kesimpulan diatas maka

peneliti memberikan saran kepada

khalayak bahwa dalam dunia hiburan

seperti film fashion menjadi poin

penting sehingga dalam prakteknya

diharapkan agar fashion hadir sesuai

dengan kebutuhan film dan dapat

membantu mengkomunikasikan

jalannya cerita dengan lebih bagus.

Fashion merupakan hal yang akan

selalu berkembang dari masa ke

masa. Penelitian dimaksudkan agar

masyarakat menjadi lebih paham

mengenai fashion sebagai suatu

fenomena yang dapat

mengkomunikasikan identitas diri

seseorang.

Kemudian penelitian mengenai

film diharapkan akan ada penelitian

lain baik dengan tema sejenis yakni

membahas lebih jauh tentang fashion

baik sebagai kelas sosial ataupun isu-

isu yang bisa diangkat dan

dikembangkan.

Terakhir peneliti berharap bahwa

penelitian tentang semiotika bisa

menjadi jauh lebih baik lagi dan bisa

membahas semiotika secara lebih

utuh dan keseluruhan unsur dapat

dibahas.

13

PERSANTUNAN

Persantunan ini ditujukan kepada

1. Tomi Febriyanto, M.A

Selaku Pembimbing I

2. Rinasari Kusuma, M.I.Kom

Selaku Pembimbing II

3. PT. Vision Interprima Pictures

Yang telah menyediakan VCD sebagai bahan penelitian

14

DAFTAR PUSTAKA

Barnard, Malcolm. 2011. Fashion sebagai Komunikasi. Yogyakarta: Jalasutra

Danesi, Marcel. 2012. Pesan, Tanda, dan Makna. Yogyakarta: Jalasutra

Hartley, John. 2010. Communication, Cultural, & Media Studies: Konsep Kunci.

Yogyakarta: Jalasutra

Hoed, Benny J. 2011. Semiotika dan Dinamika Sosial Budaya. Jakarta: Komunitas

Bambu

Kuruc, Katarina. 2008. Fashion as Communication: A Semiotic analysis of

fashion on ‘Sex and the City’.

Sobur, Alex. 2009. Semiotika Komunikasi. Bandung: Rosdakarya

Suseno, Franz Magnis. 1999. Pemikiran Karl Marx: Dari Sosialisme Utopis ke

Perseliisihan Revisionisme. Jakarta: Gramedia Pustaka