report field trip energi terbarukan -...

13
113131313131313131313131313 LAPORAN FIELD TRIP ENERGI TERBARUKAN DI JAWA BARAT Program Perubahan Iklim dan Energi, WWF Indonesia Senin – Rabu, 27 – 29 Juli 2009 Disiapkan oleh: Indra Sari Wardhani Energy Officer, WWF-Indonesia

Upload: lynhi

Post on 28-Feb-2018

233 views

Category:

Documents


7 download

TRANSCRIPT

113131313131313131313131313

LAPORAN

FIELD TRIP ENERGI TERBARUKAN DI JAWA BARAT

Program Perubahan Iklim dan Energi, WWF Indonesia

Senin – Rabu, 27 – 29 Juli 2009

Disiapkan oleh:

Indra Sari Wardhani

Energy Officer, WWF-Indonesia

213131313131313131313131313

1 Pendahuluan

1.1 Latar Belakang

Ketersediaan energi termasuk listrik merupakan elemen yang sangat penting dalam

berbagai aspek kehidupan manusia, sekaligus sebagai kebutuhan mutlak untuk

menunjang pembangunan nasional yang berkelanjutan. Hal ini menjadi tantangan besar

bagi Indonesia, ketika dihadapkan pada kondisi dimana sebagian besar penyediaannya

masih bergantung pada energi fosil dan pengembangan sumber – sumber energi

terbarukan masih sangat terbatas. Sementara permintaan terhadap energi semakin

meningkat seiring dengan peningkatan jumlah penduduk dan pembangunan yang terus

berkembang. Disamping itu juga ketidaksesuaian antara lokasi sumberdaya energi

dengan daerah pengguna energi serta minimnya infrastruktur di berbagai tempat telah

menyebabkan keterbatasan akses masyarakat terhadap energi. Selain itu, kesenjangan

pendapatan masyarakat yang cukup tinggi semakin menambah kompleksitas

permasalahan di sektor energi.

Ketergantungan Indonesia terhadap energi fosil terutama minyak bumi menimbulkan kekhawatiran mengingat energi tersebut merupakan energi yang tidak terbarukan. Dengan tingkat eksploitasi yang dilakukan saat ini tanpa penemuan cadangan baru yang signifikan serta kapasitas kilang yang cenderung stagnan, akan menyebabkan jumlah cadangannya di dalam negeri semakin menipis.

Cadangan Energi Fosil Indonesia 2008

* Tidak ada temuan cadangan baru; ** Termasuk blok Cepu Sumber: Presentasi Menteri ESDM, 11 April 2008

Sementara di sisi lain, potensi energi terbarukan seperti biomasa, panas bumi, energi surya, energi air, dan energi angin cukup besar. Hanya saja sampai saat ini pemanfaatannya masih sangat terbatas. Hal ini antara lain disebabkan oleh harga energi terbarukan yang belum kompetitif bila dibandingkan dengan harga energi fosil yang masih disubsidi, rendahnya penguasaan teknologi sehingga kandungan impornya tinggi, serta keterbatasan dana untuk melakukan penelitian, pengembangan, maupun investasi dalam pemanfaatan energi terbarukan serta infrastruktur yang kurang memadai.

Cadangan Energi Non Fosil Indonesia 2008

Energi Non Fosil Sumber Daya Setara Kapasitas Terpasang

Tenaga Air 845 Juta SBM 75,67 GW 4,2 GW

Panas Bumi 219 Juta SBM 27,00 GW 1,04 GW

Mini/Mikro Hidro 0,45 GW 0,45 GW 0,084 GW

Energi Fosil Sumber Daya Cadangan Produksi Rasio Cadangan/

Produksi*

Minyak Bumi 56,6 Milyar Barel 8,4 Milyar Barel** 348 Juta Barel 24

Gas Bumi 334,5 TSCF 165 TSCF 2,79 TSCF 59

Batubara 90,5 Milyar ton 18,7 Milyar ton 201 Juta ton 93

CBM (Gas) 453 TSCF - - -

313131313131313131313131313

Biomasa 49,81 GW 49,81 GW 0,3 GW

Tenaga Surya 4,80 kWh/m2/day 0,008 GW

Tenaga Angin 9,29 GW 9,29 GW 0,0005GW

Sumber: Presentasi Menteri ESDM, 11 April 2008.

Selama ini energi terbarukan lebih banyak dimanfaatkan untuk menghasilkan listrik mengingat listrik merupakan kebutuhan yang sangat penting baik sebagai penerangan dirumah-rumah maupun untuk menggerakkan industri. Namun demikian, ada juga beberapa jenis energi terbarukan yang dikonsumsi secara langsung walaupun jumlahnya masih sangat sedikit. Padahal pengembangan energi terbarukan merupakan salah satu solusi penting bagi keberlanjutan pembangunan khususnya sektor energi.

Melihat berbagai dinamika yang terjadi diatas, sangat penting bagi WWF Indonesia untuk terus meningkatkan pengetahuan para stafnya terutama terkait pengembangan energi terbarukan yang sudah dilakukan oleh beberapa pihak. Dalam hal itu, maka Program Perubahan Iklim dan Energi, WWF Indonesia berencana untuk melakukan kunjungan lapangan ke beberapa lokasi di Jawa Barat yang sudah memanfaatkan energi terbarukan yaitu1:

1. Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMH), Cinta Mekar – Subang.

2. Mesin Pengering Tenaga Surya

3. Bengkel perakitan PLTMH ,Cihanjuang – Cimahi

4. Biogas, Lembang

5. Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Kamojang – Garut

Kunjungan ini ditargetkan secara khusus untuk seluruh staf di Program Perubahan Iklim dan Energi serta beberapa orang project leader dan koordinator WWF Indonesia yang aktivitasnya relevan dengan isu tersebut.

1.2 Tujuan Kegiatan

1. Memberikan informasi dan pengetahuan kepada seluruh staf Program Perubahan Iklim dan Energi dan project leader atau koordinator WWF Indonesia yang aktivitasnya relevan dengan isu energi.

2. Mensosialisasikan “best practices” kegiatan pengembangan energi terbarukan yang dikunjungi melalui program kampanye WWF-Indonesia.

1.3 Waktu Pelaksanaan

Kegiatan ini akan dilakukan selama 3 (tiga) hari 2 (dua) malam, pada:

Hari : Senin – Rabu Tanggal : 27 – 29 Juli 2009

1 Tentatif, tidak menutup kemungkinan ada perubahan lokasi.

413131313131313131313131313

1.4 Peserta

Field trip ini diikuti oleh 19 orang peserta yang merupakan staf WWF-Indonesia, terdiri

dari Divisi Program Iklim dan Energi (9 orang), Divisi Pendidikan Lingkungan (1

orang), Divisi Komunikasi (2 orang), Solor Alor Project (1 orang), Program

Kalimantan Barat (2 Orang), Program HOB Kalimantan Timur (1 orang), Program

HOB Kalimantan Tengah (1 orang), Proyek Bukit Barisan Selatan (1 orang), Konsultan

Fotografer WWF (1 0rang)

1.5 Agenda Kegiatan

Waktu Acara Senin, 27 Juli 2009 08.00 – 08.30 Registrasi Peserta di Kantor WWF Jakarta 08.30 – 12.00 Diskusi

- Presentasi PT. RDA Nusantara mengenai Solar Panel - Presentasi DR. Kamaruddin Abdullah mengenai pengering tenaga surya

12.00 – 13.00 Istirahat dan Makan Siang 13.00 Berangkat dari kantor WWF Jakarta

15.30 – 17.00 Kunjungan ke PLTMH Cinta Mekar – Subang 17.00 – 21.00 Presentasi mengenai Best Practices Penerapan PLTMH di Indonesia oleh

Bapak Iskandar di Kantor IBEKA, Panaruban Subang (diselingi makan malam)

21.00 – 22.30 Tiba di penginapan Horison Dago Pakar Bandung Selasa, 28 Juli 2009 07.30 – 09.00 Sarapan pagi di hotel/penginapan 09.00 – 14.00 Kunjungan ke Bengkel PLTMH Cihanjuang 14.00 – 15.00 Istirahat dan Makan Siang 15.00 – 17.30 Kunjungan ke Biogas, Lembang 17.30 – 22.00 Menuju penginapan Tirta Gangga, Garut (diselingi makan malam) Rabu, 29 Juli 2009 07.30 – 09.00 Sarapan pagi di hotel/penginapan 09.00 – 12.30 Kunjungan ke Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Kamojang 12.30 – 14.00 Istirahat dan makan siang 14.00 – 17.00 Kunjungan ke Pengering Kulit Tenaga Surya 17.00 – 22.00 Kembali ke Jakarta (Kantor WWF Jakarta) (diselingi makan malam)

513131313131313131313131313

2 Kunjungan Lokasi

2.1 Hari 1, 27 Juli 2009: Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH)

Cinta Mekar, Panaruban – Subang

PLTMH merupakan salah satu pembangkit listrik yang menggunakan sumber tenaga air

dalam skala mikro. Mikro menunjukkan kapasitas pembangkit, yaitu sekitar 5 kW sampai

dengan 200 kW. PLTMH Cinta Mekar merupakan salah satu PLTMH yang dibangun oleh

IBEKA (Institut Bisnis dan Ekonomi Kerakyatan) dengan bantuan dana hibah dari

Pemerintah Belanda. PLTMH ini pertama kali diresmikan pada tanggal 17 April 2004 oleh

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Dr. Poernomo Yusgiantoro.

Gambar 1. PLTMH Cinta Mekar

PLTMH Cinta Mekar memanfaatkan aliran air irigasi dari sungai Ciasem yang berhulu di

Gunung Sunda. Potensi aliran air dari sungai Ciasem ini sangat besar lebih dari 500 liter

per detik. Potensi air yang besar dari sungai Ciasem dialirkan ke bendungan. Kemudian

dari bendungan ini sebagian dialirkan untuk irigasi sawah yaitu sebesar 50 liter per detik,

sementara sebagian besarnya digunakan untuk PLTMH.

Sebelum digunakan untuk menggerakkan turbin pembangkit, air dari irigasi ditampung di

dalam bak penampung dengan kedalaman 3 meter dengan tujuan untuk membersihkan dari

sampah-sampah yang dapat merusak turbin. Setelah itu, air dialirkan ke bak penenang

dengan kedalaman sekitar 4,5 meter yang berfungsi untuk menstabilkan debit air yang

akan masuk kedalam turbin. Setelah dari bak penenang air dialirkan dengan debit sekitar

500 liter/detik melalui pipa pesat dengan ketinggian 18,6 meter dengan kemiringan sekitar

30 derajat. Ketinggian pipa pesat ini sangat mempengaruhi besaran listrik yang dapat

dihasilkan. Air dari pipa pesat ini hanya digunakan untuk menggerakkan turbin, selepas

dari turbin air dialirkan kembali kedalam sungai. Sehingga hal ini tidak menyebabkan

kerusakan lingkungan ataupun mengurangi jumlah pasokan air untuk aktivitas masyarakat.

613131313131313131313131313

Justru kelestarian hutan di hulu sungai harus dipelihara agar ketersediaan pasokan air

untuk PLTMH dapat terjaga.

Gambar 2. Pipa Pesat

Selanjutnya dalam proses pembangkitan listrik, putaran turbin menyebabkan putaran roda

penggerak yang selanjutnya menggerakkan generator untuk menghasilkan listrik. Listrik

yang dihasilkan dari PLTMH ini sebesar 120 kW (kilo watt) dengan menggunakan 1 (satu)

buah generator dengan kemampuan 120 kW dan 2 (dua) buah turbin dengan kemampuan

masing-masing sebesar 60 kW. Listrik sebesar ini cukup untuk melistriki 4 (empat) dusun

atau sekitar 200 rumah tangga didesa tersebut.

Gambar 3. Generator PLTMH Cinta Mekar

PLTMH ini juga menggunakan 1 (satu) buah panel kontrol yang berfungsi sebagai

penunjuk besaran listrik yang dihasilkan oleh generator dan juga 1 (satu) buah trafo step-

up yang berfungsi untuk mentransformasikan tegangan pada sistem dalam hal ini sebesar

220 Volt ke tegangan menengah PLN sebesar 20.000 Volt mengingat listrik yang

dihasilkan PLTMH Cinta Mekar sudah terinterkoneksi dengan jaringan listrik PLN.

Artinya bahwa, setiap listrik yang dihasilkan oleh PLTMH ini dijual kepada PLN dengan

harga yang disepakati dalam hal ini sebesar Rp. 520/KWh. Kemudian masyarakat sekitar

Generator

Panel kontrol

Putaran Roda

713131313131313131313131313

membeli listrik tersebut melalui PLN sesuai tarif listrik PLN yang berlaku. Sementara

hasil penjualan listrik kepada PLN dikembalikan kepada masyarakat dalam bentuk

pemberian beasiswa sekolah, pelayanan kesehatan, perbaikan dan pembangunan

infrastruktur desa termasuk juga pemeliharaan pembangkit. Keseluruhan bisnis PLTMH

ini dikelola oleh Koperasi setempat yang bernama Koperasi Mekar Sari.

Gambar 4. Meteran Listrik PLN Gambar 5. Trafo Tegangan

2.2 Hari II, Selasa 28 Juli 2009

2.2.1 Bengkel Perakitan Turbin PLTMH (CV. Cihanjuang Inti Teknik),

Cihanjuang – Jawa Barat

CV. Cihanjuang Inti Teknik (CINTEK) yang terletak di Jl. Cihanjuang 204, Cimahi Jawa

Barat merupakan salah satu perusahaan manufaktur swasta yang mengembangkan turbin

untuk PLTMH Turbin-turbin yang dihasilkan CINTEK telah mendapatkan sertifikasi uji

dari Luzen Swiss. Sebagian besar komponen yang digunakan untuk pembuatan turbin ini

seluruhnya menggunakan produksi dalam negeri dan teknologinya dikuasai oleh tenaga

ahli lokal. Tidak hanya membuat turbin, CINTEK juga memberikan kesempatan pelatihan

bagi pelajar maupun mahasiswa mengenai proses pembuatan turbin.

Gambar 6. Bengkel Pembuatan Turbin Cihanjuang

813131313131313131313131313

Gambar 7. Pemanfaatan Turbin untuk Menghasilkan Listrik

Berbagai pengalaman yang dirasakan CINTEK bahwa dalam membuat turbin untuk

pengembangan pemanfaatan energi terbarukan khususnya PLTMH perlu diimbangi

dengan paradigma pengembangan energi untuk meningkatkan produktivitas masyarakat.

Artinya bahwa ketersediaan energi diharapkan mampu meningkatkan aktivitas ekonomi

produktif masyarakat. Salah satu contoh yang berhasil diterapkan oleh CINTEK adalah

penggunaan turbin untuk memproduksi minuman tradisional Jawa Barat seperti Bandrek,

Bajigur, dan Sekoteng dengan berbagai pilihan rasa.

Sehingga saat ini CINTEK telah memiliki 2 (dua) bidang produksi yaitu: (1) Rekayasa dan

manufaktur pembangkit listrik tenaga air; (2) Industri minuman tradisional Jawa Barat

dengan total produksi mencapai 60 ribu bungkus per hari.

Gambar 8. Proses Pembuatan Minuman Tradisional Cihanjuang

2.2.2 Biogas, Kampung Pengkolan, Desa Cikideung, Lembang, Jawa Barat

Biogas merupakan salah satu jenis gas yang dihasilkan dari biomasa terutama kotoran

ternak/manusia, limbah kota/industri maupun limbah pertanian melaui fermentasi anaerob

(tanpa oksigen). Biogas ini terdiri dari beberapa unsur gas, seperti gas methan (CH4)

sekitar 60-70%, karbondioksida (CO2) 20-25%, Hydrogen Sulfida (H2S) 7%, dan

amoniak (NH3) 3%.

Desa pengkolan yang terletak di wilayah Lembang Jawa Barat, merupakan salah satu desa

yang memiliki potensi biogas yang cukup besar terutama yang bersumber dari kotoran

ternak. Mengingat potensinya yang cukup besar, Yayasan Pengembangan Swadaya

913131313131313131313131313

Masyarakat (PESAT) bekerja sama dengan Yayasan Pengembangan Biosains dan

Bioteknologi (YPBB) melakukan sosialisasi mengenai pemanfaatan biogas sebagai energi

khususnya untuk memasak di rumah tangga pedesaan. Dalam melakukan kegiatan

sosialisasi tidaklah mudah meyakinkan masyarakat setempat, banyak kendala yang

dihadapi. Terlebih, bila warga masyarakat tidak memiliki ternak sendiri, sulit untuk

mendapatkan pasokan kotoran sapi. Namun demikian Bapak Dedeng dan Ibu Nenden di

kampung Pengkolan tersebut menyadari kebutuhan energi yang dirasa sangat penting

untuk kehidupan sehari-hari akhirnya memasang instalsi biogas portabel di rumah mereka.

a. Tipe yang tertanam di tanah b. Tipe yang menggantung

Gambar 9. Reaktor Biogas

Biaya yang dikeluarkan oleh Bapak Dedeng untuk instalasi reaktor biogas portable itu

sekitar Rp. 1.000.000,- terdiri dari biaya pembelian kompor sekitar Rp. 125.000,-, reaktor

biogas plastik, drum umpan, pengaman gas, dan selang untuk menyalurkan gas dari

reaktor ke kompor,. Namun biaya tersebut tidak memperhitungkan biaya tenaga kerja

kerja karena seluruh pengerjaan mulai dari penggalian sampai pemasangan instalasi dan

pengumpulan pasokan kotoran sapi dilakukan sendiri. Diperkirarakan instalasi biogas

portabel tersebut dapat bertahan selama 5 (lima) tahun. Bentuk instalasi dapat berbeda-

beda. Sebagai contoh, di rumah Bapak Dedeng instalasi dibuat menggantung vertikal

karena lahan yang tersedia sangat sempit, sementara di rumah Ibu Nenden instalasi dibuat

horizontal tertanam di tanah dengan panjang 7 (tujuh) meter dan kedalaman 1,3 meter.

Pada awal pemasangan, diperlukan sekitar 5 (lima) kubik atau sekitar 25 ember kotoran

sapi yang dimasukkan kedalam reaktor. Kemudian ditunggu selama 20 hari hingga reaktor

menghasilkan gas.

1013131313131313131313131313

Gambar 10. Pengaman dan Kompor Biogas

Untuk kebutuhan memasak sehari-hari, kotoran yang dibutuhkan hanya sekitar 3 (tiga)

ember perhari, yang dapat menghasilkan gas untuk memasak sekitar 3 – 4 jam.

Berdasarkan pengalaman Bapak Dedeng, penggunaan biogas dapat menghemat pemakaian

LPG yang berarti menghemat biaya energi sehari-hari. Nyala api yang dihasilkan tidak

berbeda dengan nayala api dari LPG, berwarna biru dan tidak berbau. Selain itu juga, sisa

dari proses fermentasi akan keluar dalam bentuk padat melalui pipa pembuangan dan

dapat dimanfaatkan sebagai pupuk kandang dengan kualitas yang bagus terutama untuk

tanaman sayur dan buah. Diperkirakan dengan kapasitas reaktor seperti tersebut diatas,

dapat menghasilkan sekitar 4 (empat) karung pupuk kandang. Sehingga selain dapat

menghemat pembelian LPG, pemanfaatan biogas juga dapat menghemat pembelian pupuk.

Dari sisi lingkungan, pengolahan limbah tersebut dapat mencegah penumpukan limbah

yang dapat menjadi sumber penyakit dan polusi udara.

2.3 Hari III, Rabu 29 Juli 2009

2.3.1 Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Kamojang, Garut Jawa

Barat

Panas bumi adalah air panas/uap yang terbentuk dari magma secara alamiah. Ini

merupakan salah satu potensi sumber energi yang cukup besar di Indonesia yang berada di

dataran tinggi pegunungan terutama di sekitar wilayah gunung berapi. Sumber energi

panas bumi dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi panas (thermal) dan sumber energi

untuk pembangkitan listrik. Letaknya yang umumnya di daerah pegunungan,

memungkinkan pemanfaatan sumber panas (thermal) untuk peningkatan produk-produk

pertanian maupun perkebunan seperti untuk proses pengeringan dan pengawetan, destilasi

jamur dan kayu putih, serta pemandian air panas.

Sebagai energi alternatif, panas bumi memiliki beberapa keunggulan antara lain, mudah

didapat secara kontinyu dalam jumlah besar, ketersediaannya tidak terpengaruh oleh cuaca,

bebas polusi udara karena tidak menghasilkan gas berbahaya (kecuali CO2 yang bisa

dimanfaatkan menjadi noncondensable gas) serta merupakan energi yang dapat diperbarui.

Meskipun potensi ini cukup besar. Namun pemanfaatannya masih terbilang sedikit, yaitu

sekitar 1000 MW kapasitas terpasang pembangkit listrik dari sekitar 27.000 MW potensi

yang tersedia. Salah satunya adalah Pembangkit Listrik Panas Bumi (PLTP) Kamojang

yang terdapat di Desa Laksana, Kecamatan Ibun Kabupaten Bandung Jawa Barat. PLTP

Kamojang merupakan salah satu pembangkit milik PT. Indonesia Power (IP) yaitu Badan

Usaha Milik Negara (BUMN) yang juga anak perusahaan PT. PLN (Persero).

Potensi panas bumi di Wilayah Kamojang sekitar 300 MW, namun saat ini yang sudah

dimanfaatkan untuk pembangkit listrik baru sebesar 140 MW oleh Indonesia Power yang

terbagi dalam 3 (tiga) unit pembangkit yaitu Unit 1, Unit 2, dan Unit 3 dengan kapasitas

masing-masing sebesar 30 MW, 55 MW dan 55 MW. Sementara 60 MW dimanfaatkan

oleh Pertamina Geothermal.

Pembangkit listrik panas bumi memanfaatkan uap panas dari perut bumi untuk

menggerakkan turbin-turbin pembangkit. PLTP Kamojang membeli pasokan uap dari

sumur-sumur panas bumi yang dikelola oleh Chevron dan Pertamina dengan harga yang

telah disepakati dan mengacu pada harga MFO dan juga titik pengukuran penentuan harga.

Sebagai contoh, pasokan uap yang dibeli dari Pertamina adalah sebesar 0,28 x harga MFO

1113131313131313131313131313

x 20% = Rp 1200/KWh. Bila dimasukkan dalam biaya operasional pembangkit, maka

harga ini cukup tinggi bila dibandingkan dengan harga jual litrik per KWh yang secara

rata-rata hanya sekitar Rp. 750,-. Namun karena Indonesia Power merupakan BUMN,

maka selisih harga tersebutmendapat subsidi dari pemerintah.

Untuk kapasitas 140 MW, dibutuhkan sekitar 1000 ton uap/jam dengan temperatur sekitar

17 derajat celcius (tergantung pada musim). Uap sebesar ini dipasok dari sekitar 26 sumur

panas bumi yang ada. Kemudian uap dari sumur-sumur tersebut dialirkan melalui pipa

sepanjang ± 4,5 Kilometer, masuk ke dalam demister untuk dibersihkan/disaring. Sebagian

uap yang ada di demister ini dimanfaatkan untuk proses pengawetan, pengeringan maupun

destilasi jamur dan kayu putih. Sementara uap yang sudah dibersihkan akan masuk dan

menggerakkan turbin untuk kemudian menggerakkan generator dan menghasilkan listrik.

Siklus yang digunakan PLTP adalah siklus terbuka, artinya uap dari panas bumi hanya

digunakan 1 (satu) kali. Sehingga buangan uap dari turbin akan masuk seluruhnya ke

kondensator untuk akhirnya akan masuk ke dalam cooling tower setelah melalui pendingin

utama dan pompa pembersih. Selain itu juga, air dari hasil kondensasi ini akan

diinjeksikan kembali kedalam tanah. Uap yang tidak terkondensasi ± 0,5% dari total uap

akan dibuang ke udara berupa (CO2dan H2S). Sementara sampah/materi fisik seperti

lumpur dan batu-batuan akan dikeluarkan dan dapat dimanfaatkan sebagai bahan

campuran pembuatan batako.

Gambar 11a. Pipa Uap Utama Gambar 11b. Cooling Tower

Listrik yang dihasilkan oleh PLTP Kamojang sudah interkoneksi dengan jaringan PLN,

yaitu sistem 150 kV untuk memasok sistem Jamali dan sistem 20 kV untuk melistriki 1

(satu) kecamatan di Majalaya dan Garut.

Gambar 12a. Trafo Tegangan 150 kV Gambar 12b. Jaringan Transmisi PLN

1213131313131313131313131313

2.3.2 Pengering Kulit Tenaga Surya, Garut Jawa Barat

Matahari merupakan sumber panas terbesar di atas bumi yang telah dimanfaatkan secara

tradisional untuk mendukung kegiatan manusia. Dengan adanya teknologi yang disebut

solar panel, panas matahari tersebut dapat lebih ditingkatkan nilai daya gunanya. Salah

satunya seperti yang terdapat di Pabrik Kulit milik H. Sulaeman di daerah Gagak

Lumayung, Garut yang memanfaatkan teknologi pengering surya untuk mengeringkan

kulit.

Gambar 13. pengering Kulit Tenaga Surya

Pembuatan kulit ternyata harus melalui beberapa tahapan proses yang cukup panjang dan

membutuhkan waktu. Mulai dari kulit mentah baik domba, kambing, maupun sapi

dimasukkan kedalam drum untuk dilakukan pengapuran yaitu untuk membuang bulu-

buluyang masih menempel pada lapisan kulit. Proses pengapuran ini biasanya

membutukan waktu sekitar3 (tiga) hari. Setelah pengapuran, proses selanjutnya adalah

splitting (pemisahan lapisan kulit bagian luar dan bagian dalam. Biasanya kulit bagian

dalam digunakan sebagai bahan pembuat kerupuk kulit. Sementara kulit bagian luar

digunakan untuk bahan pembuat jaket, sarung tangan, sepatu dll. Setelah dipisahkan,

selanjutnya akan dilakukan penyamakkan pada kulit bagian luar. Tujuannya agar kulit

menjadi lebih lembut. Setelah itu masuk ke dalam proses shaving atau pencukuran yang

bertujuan untuk mengatur ketebalan kulit. Kemudian kulit akan dikeringkan. Setelah

kering, akan melalui proses pewarnaan dan kemudian dikeringkan kembali. Secara total

seluruh proses tersebut berlangsung selama ± 10 hari.

Dalam metode konvensional, proses pengeringan biasanya menggunakan sinar matahari

secara langsung. Namun kendalanya dibutuhkan lahan yang cukup luas untuk menjemur

kulit-kulit tersebut yang rata-rata memiliki lluas sekitar 15 – 30 feet. Dan bila cuaca hujan,

proses pengeringan akan terganggu. Padahal produktivitas pabrik ini bisa mencapai 300

lembar kulit domba per hari.

Gambar 14. Pemasangan Kulit pada Pengering Tenaga Surya

Gambar 15. Pengeringan Kulit secara Konvensional

1313131313131313131313131313

Pengering surya pertama kali digunakan oleh pabrik tersebut sekitar awal 2009. pengering

surya tersebut merupakan disain dari Universitas Dharma Persada yang di rakit oleh PT.

Sumber Piranti.dan dibiayai oleh SENADA (Indonesia Competitiveness Program) melalui

APKI (Asosiasi Pengusaha Kulit Indonesia). Dengan menggunakan pengering tenaga

surya ini ada abeberapa keuntungan yang diperoleh, antara lain:

1. Tidak membutuhkan lahan yang luas untuk menjemur dan mengeringkan kulit.

2. Tidak tergantung pada cuaca. Artinya bila cuaca hujan, proses pengeringan masih

dapat dilakukan dengan menggunakan kayu bakar sebagai penghasil panas.

3. Cara meletakkan kulit di atas penampang pengering dapat memperlebar kulit

sampai dengan ± 0,2 feet sehingga dapat menambah keuntungan mengingat harga

jual kulit berdasarkan pada ukuran lebar kulit yaitu sekitar Rp. 5500 – 6000/feet.

4. Mempercepat proses pengeringan sehingga dapat meningkatkan produktivitas.

Sebagai contoh, berdasarkan pengalaman pabrik ini, mampu meningkatkan

produktivitas sampai dengan 100 lembar kulit per bulan.

3 Penutup

Field trip yang dilakukan selama 3 (tiga) hari ini memberikan wawasan baru kepada

peserta yang seluruhnya adalah staf WWF-Indonesia mengenai potensi energi terbarukan

yang sangat melimpah di Indonesia. Hal ini terlihat dari antusiasme dan berbagai

pertanyaan peserta dalam setiap kunjungan. Dalam kunjungan ini, peserta tidak hanya

melihat implementasi EBT di lapangan, melainkan juga mendapatkan materi-materi

presentasi dan juga penjelasan dari pemilik ataupun koordinator di masing-masing lokasi.

Best practices yang telah dilakukan oleh berbagai pihak dalam mengembangkan EBT

dapat menjadi pembelajaran yang sangat berarti terutama bagi staf-staf WWF yang berada

di daerah-daerah yang memiliki potensi EBT cukup besar namun belum memanfaatkannya.

Seluruh cerita yang didapat dari kunjungan ini diharapkan dapat di sosialisasikan melalui

media komunikasi WWF Indonesia agar dapat memberikan lebih banyak manfaat bagi

orang banyak.