replikasi virus

Upload: alampandulang

Post on 07-Jul-2015

1.232 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

REPLIKASI VIRUS02 Jul 2009 Leave a Comment by liadina in 1 Untuk berkembangbiak, virus memerlukan lingkungan sel yang hidup. Virus hanya dapat berkembang biak (bereplikasi) pada medium yang hidup (embrio, jaringan hewan, jaringan tumbuhan). Karena virus tidak memiliki sistem enzim dan tidak dapat bermetabolisme, maka virus tidak dapat melakukan reproduksi sendiri. Untuk berkembangbiak mereka harus menginfeksi sel inang. Ada dua macam cara menginfeksi virus yaitu fase litik dan fase lisogenetik. Berikut akan diuraikan kedua macam daur hidup virus terutama penginfeksi bakteri dan fage. a. Daur litik, virus akan menghancurkan sel hospes setelah berhasil melakukan replikasi. Adapun tahapanya sebagai berikut: 1) Fase adsorbsi Fase adsorbsi ditandai dengan melekatnya ekor virus pada dinding sel bakteri. Virus menempel hanya pada tempat-tempat khusus, yakni pad permukaan dinding sel bakteri yang memiliki protein khusus yang dapat ditempeli protein virus. Menempelnya virus pada protein diding sel bakteri itu sangat khas, mirip kunci dan gembok. Virus dapat menempel pada selsel tertentu yang diinginkan karena memiliki reseptor pada ujung-ujung serabut ekor. Setelah menempel, virus mengeluarkan enzim lisozim (enzim penghancur) sehingga terbentuk lubang pada dinding bakteri dan sel inang. 2) Fase injeksi Setelah terbentuk lubang, kapsid virus berkontraksi untuk memompa asam nukleatnya (DNA dan RNA) masuk kedalam sel. Jadi, kapsid virus tetap berada diluar sel bakteri. Jika telah kosong, kapsid lepas dan tidak berfungsi lagi. 3) Fase sintesis Virus tidak memiliki mesin biosintetik sendiri. Virus akan menggunakan mesin biosintetik inang (misalnya bakteri) untuk melakukan kehidupanya. Karena itu, pengendali biosintetik bakteri yakni DNA bakteri, harus dihancur-hancurkan. Untuk itu DNA virus memproduksi enzim penghancur. Enzim penghancur akan menghancurkan DNA bakteri tapi tidak menghancurkan DNA virus. Dengan demikian bakteri tidak mampu mengendalikan mesin biosintetik sendiri. DNA viruslah sangat berperan, DNA virus mengambil alih kendali kehidupan. DNA virus mereplikasikan diri berulangkali dengan jalan menkopi diri membentuk DNA virus dengan jumlah banyak. Selanjutnya DNA virus tersebut melakuakn sintesis protein virus yang akan dijadikan kapsid dengan menggunakn ribosom bakteri dan enzim-enzim bakteri. Jelasnya, didalam sel bakteri yang tidak berdaya itu disintesis DNA virus dan protein yang akan dijadikan sebagai kapsid virus, dalam kendali DNA virus. 4) Fase perakitan Kapsid yang disintesis mula-mula terpisah-pisah antara bagian kepala, ekor, dan serabut ekor. Bagian-bagian kapsid itu dirakit menjadi menjadi kapsid virus yang utuh, kemudian DNA virus masuk didalamnya. Kini terbentuklah tubuh virus yang utuh. Jumlah virus yang tebentuk 100-200 buah. 5) Fase litik Ketika perakitan virus selesai, virus telah memproduksi enzim lisozim lagi, yakni enzim penghancur yang akan menghancurkan dinding sel bakteri. Dinding sel bakteri hancur, dinding sel bakterimengalami lisis (pecah), dan virus-virus baru akan keluar untuk mencari inang yang lain. Fase ini merupakan fase lisisnya sel bakteri namun bagi virus merupakan

fase penghamburan virus. Penelitian pada fag yang menyerang bakteri Esherichia coli menunjukkan bahwa ada virus yang mengakibatkan bakteri mengalami lisis dan ada yang tidak. Virus T4 mengakibatkan bakteri mengalami lisis dan karenanya daur hidup virus tersebut disebut sebagai daur litik. Gambar Daur litik profag T4

b. Daur lisogenik, virus tidak menghancurkan sel bakteri. 1) Fase adsobsi Uraian yang sama dengan fase litik 2) Fase injeksi Uraian yang sama dengan fase litik 3) Fase penggabungan Ketika memasuki fase injeksi, DNA virus masuk kedalam tubuh bakteri. Selanjutnya, DNA bakteri atau melakukan penggabungan. DNA bakteri berbentuk silkuler, yakni seperti kalung yang tidak berujung dan berpangkal. DNA tersebut berupa benang ganda yang terpilin. Mulamula DNA bakteri putus, kemudian DNA virus menggabungkan diri diantara benang yang putus tersebut, dan akhirnya membentuk DNA sikuler baru yang telah disisipi DNA virus. Dengan kata lain, didalam DNA bakteri terknadung DNA genetik Virus. 4) Fase pembelahan Dalam keadaan tersebut itu, DNA virus tidak aktif, yang dikenal sebagai profag. Karena DNA virus menjadi satu dengan DNA bakteri, maka jika DNA bakteri melakukan replikasi, profag juga ikut melakukan replikasi. Misalnya saja jika bakteri akan membelah diri, DNA menhkopi diri dengan proses replikasi. Dengan proses replikasi. Dengan demikian profag juga ikut terkopi. Terbentuklah dua sel bakteri sebagai hasil pembelahan dan didalm setiap

sel anak bakteri tekandung profag yang identik. Demikian seterusnya hingga proses pembelahan bakteri berlangsung berulangkali sehingga setiap sel bakteri yang terbentuk didalam terkadung profag. Dengan demikian jumlah profag mengikuti jumlah sel bakteri yang ditumpanginya. 5) Fase sintesis karena radiasi atau pengaruh zat kimia tertentu profag taktif. Profag tersebut memisahkan diri dari DNA bakteri, kemudian menghanacurkan DNA bakteri. Selanjutnya, DNA virus mengadakan sintesis yakni mensintesis protein untuk digunakan sebagi kapsid bagi virusvirus baru dan juga melakukan replikasi DNA sehingga DNA virus menjadi banyak. 6) Fase perakitan Kapsid-kapsid dirakit menjadi kapsid virus yang utuh, yang berfungsi sebagai selubang virus. Kapsid yang terbentuk mencapai 100-200 kapsid baru. Selanjutnya DNA hasil replikasi masuk ke dalamnya guna membentuk virus yang baru. 7) Fase litik Setelah terbetuk virus-virus baru terjadilah lisis sel bakteri (uraian sama dengan daur litik). Virus-virus yang terbentuk berhamburan keluar sel bakteri guna menyerang bakteri baru. Dalam daur selanjutnya virus dapat mengalami daur litik atau daur lisogenik. Gambar 2.3 Reproduksi virus secara litik dan lisogenetik

http://liadina.wordpress.com/2009/07/02/replikasi-virus/

Perkembangbiakan Virus (Replikasi Virus) 19:32 Taufiqullah_Neutron No comments Virus bukanlah sel yang dapat berkembang biak sendiri. Cara berkembang biak virus berbeda dengan makhluk hidup lain. Virus tidak mampu memperbanyak diri di luar sel-sel hidup sehingga dikatakan bahwa virus bukanlah makhluk hidup yang dapat hidup mandiri. Virus selalu memanfaatkan sel-sel hidup sebagai inang untuk memperbanyak dirinya. Replikasi terjadi di dalam sel inang.

Untuk dapat mereplikasi asam nukleat dan mensintesis protein selubungnya, virus bergantung pada sel-sel inang. Replikasi ini menyebabkan rusaknya sel inang. Setelah itu, virus akan keluar dari sel inang. Di luar sel inang, virus disebut sebagai partikel virus yang disebut virion.

Ada beberapa tahapan dalam replikasi virus, yaitu tahap adsorpsi (penempelan) virus pada inang, tahap injeksi (masuknya) asam inti ke dalam sel inang, tahap sintesis (pembentukan), tahap perakitan, dan tahap litik (pemecahan sel inang). Berdasarkan tahapan tersebut, siklus hidup virus dapat dibedakan lagi menjadi siklus litik dan siklus lisogenik.

1. Siklus Litik Replikasi virus dalam sel inang merupakan peristiwa yang sangat kompleks, tahap demi tahap dari proses sintesis, mulai dari terinfeksinya sel inang sampai pembebasan partikel-partikel virus. Seperti virus lain, bakteriofag tidak dapat bergerak. Jika suspensi bakteriofag bebas bercampur dengan suspensi bakteri, akan terjadi persinggungan kebetulan yang menyebabkan bakteriofag teradsorpsi pada permukaan bakteri. Selanjutnya, DNA bakteriofag terinjeksi ke dalam bakteri.

Setelah beberapa waktu, terjadilah lisis sel-sel inang yang ditandai dengan pembebasan bakteriofag bentukan, kemudian baru ke dalam medium suspensi. a. Tahap Adsorpsi Pada tahap ini, ekor virus mulai menempel di dinding sel bakteri. Virus hanya menempel pada dinding sel yang mengandung protein khusus yang dapat ditempeli protein virus. Menempelnya virus pada dinding sel disebabkan oleh adanya reseptor pada ujung serabut ekor. Setelah menempel, virus akan mengeluarkan enzim lisozim yang dapat menghancurkan atau membuat lubang pada sel inang.

b . Tahap Injeksi Proses injeksi DNA ke dalam sel inang ini terdiri atas penambatan lempeng ujung, kontraksi sarung, dan penusukan pasak berongga ke dalam sel bakteri. Pada peristiwa ini, asam nukleat masuk ke dalam sel, sedangkan selubung proteinnya tetap berada di luar sel bakteri. Jika sudah kosong, selubung protein ini akan terlepas dan tidak berguna lagi.

c . Tahap Sintesis (Pembentukan) Virus tidak dapat melakukan sintesis sendiri, tetapi virus akan melakukan sintesis dengan menggunakan sel inangnya.

Setelah asam nukleat disuntikan ke dalam sel inang, segera menimbulkan perubahanperubahan besar pada metabolisme sel yang terinfeksi (sel inang atau bakteri). Enzim penghancur yang dihasilkan oleh virus akan menghancurkan DNA bakteri yang menyebabkan sintesis DNA bakteri terhenti. Posisi ini digantikan oleh DNA virus yang kemudian mengendalikan kehidupannya.

Dengan fasilitas dari DNA bakteri yang sudah tidak berdaya, DNA virus akan mereplikasi diri berulang kali dengan jalan mengopi diri dalam jumlah yang sangat banyak. Sintesis DNA virus dan protein terbentuk atas kerugian sintesis bakteri yang telah rusak. DNA virus ini kemudian akan mengendalikan sintesis DNA dan protein yang akan dijadikan kapsid virus.

d . Tahap Perakitan Pada tahap ini, kapsid virus yang masih terpisah-pisah antara kepala, ekor, dan serabut ekor akan mengalami proses perakitan menjadi kapsid yang utuh. Kemudian, kepala yang sudah selesai terbentuk diisi dengan DNA virus.

http://masteropik.blogspot.com/2010/05/perkembangbiakanvirus-replikasi-virus.html

Seperti halnya makhluk hidup virus juga melakukan reproduksi. Reproduksi virus disebut dengan replikasi terjadi dengan cara menggandakan materi genetik inang. Ketika melakukan replikasi virus mengambil alih metabolisme inangnya dan digunakan untuk membentuk materi genetic virus, virus memanfaatkan enzim, ribosom dan nutrient sel inang untuk menduplikat materi genetic dan protein kapsid. Kemudian terbentuk sejumlah besar virion virion salinan dan meninggalkan sel inang untuk menginfeksi inang inang yang lain. A. Replikasi Virus pada Bakteri Replikasi virus pada bakteri tampak nyata pada Bakteriofage (virus T). Bakteriofage atau disebut juga fage merupakan sejenis virus yang biasa hidup dalam tubuh Escherichia coli. Replikasi fage terjadi melalui dua tipe yaitu : 1. Siklus Litik Pada siklus ini replikasi fage terjadi dengan cara memecah sel inang. Replikasi terjadi dalam lima tahapan yaitu tahap pelekatan, penetrasi, sintesis, pematangan dan pelepasan. Tahap replikasi fage : Tahap pelekatan (adsorpsi) Pada tahap ini fage menempel pada reseptor atau bagian tertentu dari permukaan E.coli. Tahap penetrasi Fage melepas enzim untuk melubangi dinding sel bakteri. Selanjutnya fage menginjeksikan ADN bakteri. Tahap sintesis Tahap dimana genom fage secara penuh mengendalikan sel dengan cara mengambil alih system metabolisme dengan tujuan untuk menghasilkan berbagai komponen fage. Fage membuat duplikat genomnya (replikasi ADN) dan salinan protein kapsid. Tahap pematangan Pada tahap ini terjadi akumulasi antara ADN fage dan kapsid dan menghasilkan ratusan partikel virus (virion). Fage juga memproduksi enzim yang dapat digunakan untuk merusak dinding sel bakteri. Tahap pelepasan Pada tahap ini dinding sel inang rusak sehingga sel inang pecah (lisis). Kemudian partikel partikel fage lepas dan sel inangnya mati. 2. Siklus Lisogenik Pada siklus ini, replikasi fage tidak langsung menghasilkan virus baru. Fage mengalami kondisi tidak aktif dalam melakukan replikasi (masa laten). Selama siklus lisogenik sel inang tidak mengalami lisis (mati). Seperti halnya pada siklus litik, pada siklus ini juga terjadi melalui beberapa tahap yang beberapa diantaranya sama dengan siklus litik yaitu tahap pelekatan (adsorpsi),penetrasi, sintesis, pematangan dan pelepasan. Pada siklus lisogenik ini terdapat tahap tersendiri yang disebut tahap penggabungan.

Tahap penggabungan adalah tahapan dimana terjadi penggabungan (penyisipan) ADN virus yang menyisip pada ADN bakteri, tanpa harus merusak ADN inang. ADN virus yang disipkan merupakan ADN profage (ADN tidak aktif). Pada saat bakteri melakukan proses reproduksi dengan membelah diri, ADN bakteri akan membentuk salinan dengan cari replikasi. Ketika proses ini terjadi bakteri membentuk ADN nya sendiri dan salinan profage. Hal ini menyebabkan setiap hasil dari reproduksi bakteri ini akan mengandung ADN bakteri dan ADN virus. Semua sel anakan disebut sel lisogenik. B. Replikasi Virus pada Hewan Pada hewan virus membawa materi genetiknya bersam kapsid masuk ke dalam sel inang. Selanjutnya kapsid terbuka sehingga genom virus ikut mengalami proses biosintesis untuk menghasilkan virus virus baru. Virus yang terbentuk keluar dari inang dengan cara pembentukan tunas (budding). Tahapan replikasi virus pada hewan : Tahap pelekatan Virus menempel pada reseptor dari membrane sel. Tahap penetrasi Virus masuk kedalam sel inang (endositosis). Di dalam sel inang materi genetic virus dilepas ke dalam sitoplasma. Tahap transkripsi asam nukleat Pada tahap ini materi genetic virus digunakan untuk membentuk messenger ARN (mARN atau ARN duta atau ARNd). Tahap translasi ARNd virus Pada tahap ini terjadi penerjemahan ARNd. Ribosom, asam amino dan energi dari sel yang terbentuk akan dibawa untuk pembentukan partikel virus baru. Tahap replikasi Terjadi replikasi asam nukleat atau pembentukan duplikat asam nukleat. Tahap pematangan Terjadi proses pembentukan virus baru di dalam nucleus atau sitoplasma tergantung tipe virus. Pada proses ini bisa dihasilkan 200 sampai 300 partikel virus baru. Tahap pelepasan Virus dilepaskan keluar dari sel inang . Terjadi pula pembentukan tunas (budding) pada membrane sel inang.

http://dihancollege.blogspot.com/2009/05/replikasivirus.html

6 Feb, 2009 Vol. 1 No. 1 2009Buletin Veteriner Udayana Vol. 1 No.1 Peb. 2009: 27-34 Replication of Dengue Virus in the Rabbit Vascular Endothelial Cells Culture Ni Luh Eka Setiasih Laboratorium Histologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Udayana. ABSTRAK Infeksi virus Dengue (DEN) dapat menyebabkan dengue hemorrhagic fever dengue shock syndrome (DHF-DSS), yang ditandai dengan kebocoran plasma dan gangguan hemostasis. Meskipun sel endotel dipertimbangkan dapat menjadi target sel pada patogenesis DHF, namun sedikit bukti yang menyatakan infeksi virus dengue menyebabkan perubahan fungsi sel endotel. Dalam studi ini sel endotel diisolasi dari aorta desenden thoraxis-abdominalis kelinci, kemudian dilakukan kultur sel primer. Kultur sel kemudian diinokulasi dengan virus Dengue DEN-1, -2, -3, -4, dan DEN-mix. Replikasi virus dengue pada kultur sel endotel diukur dengan uji enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA). Titer Ag (DEN-1, -2, -3, -4, dan DEN-mix) yang didapat dari supernatan bervariasi. Dengue tipe 2 mempunyai titer paling tinggi dibandingkan dengan DEN-mix dan tipe virus dengue lainnya. Kerusakan sel endotel menyebabkan kebocoran vaskuler yang berperanan pada patogenesis infeksi virus dengue. Hasil tersebut menyiratkan kemungkinan kerusakan sel endotel disebabkan oleh infeksi virus dengue yang mengakibatkan kebocoran vaskuler. Kata kunci : virus dengue, replikasi. kultur sel endotel, ELISA. ABSTRACT The severe outcome of the Dengue (DEN) virus infection known as DEN hemorrhagic fever DEN shock syndrome (DHF DSS), is characterized by plasma leakage and hemostasis derangements. Although endothelial cells have been speculated to be a target in the pathogenesis of DHF, there has been little evidence on Dengue virus infection to any alteration in endothelial cell function. In this study, the endothelial cells has been isolated from rabbit thoraxisabdominalis descendent aortha, then performed primary culture. The culture was then inoculated with virus Dengue DEN-1, -2, -3, -4 and DEN-mix. Replications of dengue virus in endothelial cells culture were demonstrated by enzyme-linked

immunosorbent assay (ELISA). Ag titers found among the supernatant of DEN-1, -2, -3, -4, and DEN-mix cultures were vary. Dengue type 2 had the highest virus titers in supernatant compared with those of DEN-mix and other types. Endothelial cell damage may couse vascular leakage that contributes to the pathogenesis of Dengue infection. There results imply the possibility that the existence of endothelial cell damage caused by DV infection may cause vascular leakage. Key words : Dengue virus, replications, endothelial cells culture, ELISA

PENDAHULUANInfeksi virus Dengue pada manusia dapat bersifat subklinis maupun klinis, dengan gejala ringan berupa demam/ flu-like syndrome atau Dengue Fever (DF). Pada kasus, DF sendiri sifatnya terbatas dan jarang fatal. Namun, hal ini menjadi berisiko bila infeksi virus Dengue berkembang menjadi Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) atau Dengue Shock Syndrome (DSS) dapat menimbulkan kematian. DHF terjadi akibat abnormalitas hemostasis dan meningkatnya permeabilitas vaskuler yang secara karakteristik ditandai dengan kebocoran kapiler, trombositopenia dan hypovolamik syok (Leitmayer, et. al., 1999; Huang, et. al., 2000). Patofisiologi utama yang menentukan beratnya penyakit dan membedakan DHF dengan DF adalah meningkatnya permiabilitas dinding pembuluh darah, menurunnya volume plasma, terjadinya hipotensi, trombositopenia dan diatesis hemoragik (Soedarmo, 1995). Dua perubahan patofisiologis yang utama pada DHF adalah peningkatan permiabilitas pembuluh darah dan gangguan hemostasis yang mekanismenya belum diketahui (WHO, 1998; Bosch e. al., 2002). Peningkatan permiabilitas kapiler pada infeksi virus dengue yang berat menimbulkan dugaan bahwa sel endotel kapiler berperan langsung terhadap terjadinya kebocoran pembuluh darah dan perdarahan yang terjadi pada DHF/DSS (Halstead, 1989). Mekanisme patofisiologis, patogenesis, hemodinamika dan biokimia DHF belum diketahui secara pasti (Soedarmo, 1995). Penelitian menggunakan kultur sel endotel merupakan salah satu cara untuk mengetahui kemampuan replikasi virus dengue pada sel tersebut maupun perubahan sel endotel pada infeksi virus dengue. Pengetahuan patogenesis DHF adalah suatu masalah yang sangat penting pada penelitian virus dengue, karena mengarah langsung pada efektivitas perlakuan pada pasien DHF dan cara pencegahan penyakit (Kurane dan Ennis, 1997). Patogenesis infeksi virus Dengue, sampai saat ini sedikit diketahui, demikian pula halnya mengenai informasi dasar-dasar molekuler tentang pengikatan virus Dengue pada sel target. Awal perlekatan virus pada sel target terjadi melalui critical determinant dari sel dan tropismus jaringan. Selain itu, juga merupakan hasil penginteraksian antara molekul reseptor ectodomain viral dengan koreseptor yang diekspresikan pada permukaan sel target. Perlekatan virus pada sel yang mengekspresikan reseptor Fc seperti monosit terjadi pada bagian reseptor Fc domain antibodinya. Mekanisme infeksi tersebut tidak dapat menjelaskan infeksi primer yang terjadi pada pasien tanpa antibodi Dengue dan infeksi pada sel nonfagositik yang tidak mengekspresikan reseptor Fc (Wimmer ,1994; He, 1995). Untuk hal tersebut banyak penelitian telah dilakukan. Chen, et al. (1996) menunjukkan, bahwa pada infeksi primer virus Dengue terjadi interaksi antara protein envelope virus Dengue dengan sel

target, yang merupakan dasar molekul yang kuat. Hal ini sangat penting untuk mengetahui potensial infektivitas interaksi tersebut Meskipun protein envelope virus Dengue memegang peranan penting dalam menentukan daya infektifitasnya pada sel target, namun nampaknya sifat tersebut tidak sama pada semua sel target dan sangat tergantung pada virulensi masing-masing serotipe virus Dengue. Hal ini terbukti bahwa tingkat pengikatan virus Dengue pada sel vero dan hepatoma berbeda, karena sel hepatoma terbukti lebih peka dibandingkan dengan sel vero (Marienneau, et.al., 1996). Sel endotel merupakan salah satu sel target virus Dengue. Adanya variasi serotipe virus Dengue dengan reseptor sel dan sel target tentunya terdapat perbedaan reseptor spesifik DHF yang diekspresikan oleh sel endotel pembuluh darah dibandingkan dengan sel lainnya. Infeksi berbagai serotipe virus Dengue pada sel endotel juga akan memberikan gambaran daya replikasi yang berbeda-beda (Bosch, e. al., 2002; Lin, el al., 2003). Seperti telah dijelaskan bahwa patogenesis infeksi virus Dengue belum banyak diketahui, demikian pula infeksinya pada sel endotel. Mengingat peranan sel ini sangat besar dalam memberikan kontribusi timbulnya manifestasi klinis DHF maka penelitian ini menjadi sangat penting untuk dilakukan. METODE PENELITIAN Isolat Virus Dengue Sampel virus merupakan hasil isolasi Lab. Dengue TDC-Unair dan isolat dari US-NAMRU-2 Jakarta. Virus ini diisolasi dengan menggunakan sel C6/36p27 berasal dari NAMRU-2 Jakarta. Serum Serum sampel diambil dari pasien DHF dengan derajat sakit yang berbeda dari yang akut sampai sembuh dari DHF. Sampel tersebut berasal dari beberapa rumah sakit yang ada di Indonesia. Sampel yang digunakan adalah serum yang telah dititrasi dan yang memiliki titer antibodi tertinggi, direaksikan dengan antigen spesifik virus Dengue, sehingga dapat diketahui titer virus Dengue pada kultur sel endotel pembuluh darah arteri. Kultur sel endotel Bahan utama yang digunakan adalah aorta dan arteri yang diambil dari kelinci yang berumur sekitar 2 bulan. Kelinci dieutanasi, dibuka kulit pada bagian thoraks, kemudian dicari dan diambil aorta desenden thoraksis sampai ke abdominalis. Bahan sampel yang telah diambil kemudian dimasukkan ke dalam botol yang mengandung phosphate buffer salin (PBS) dan selanjutnya dilakukan isolasi sel endotel. Isolasi sel endotel dilakukan secara enzimatis dari aorta kelinci tersebut kemudian dikultur dalam 2 ml RPMI 1640/ M 199 (mengandung 2 mmol L-glutamate, 100 IU/ml Penicillin, 100 mg/ml Streptomycin, 2,5 mg/ml Fungizone dan 30 % serum manusia) dan dimasukkan ke dalam cawan polystyrene diameter 3,5 cm yang dasarnya telah dilapisi dengan 0,5 %

kolagen. Kultur sel dilakukan pada ruangan yang memiliki kelembaban udara 95 % dan 5 % karbon dioksida. Setelah 24 jam sel-sel yang tidak melekat dibuang dan penggantian medium dilakukan setiap hari. Pengamatan dan penghitungan hasil kultur sel dilakukan di bawah inverted microscope setiap 2 hari setelah penyemaian. Setelah terbentuk sel-sel yang confluent selanjutnya dilakukan pemanenan dengan menggunakan 0,05% tripsin dan 0,02% EDTA dengan rasio 1 : 3. Setelah dilakukan pasase 3 kali dengan jalan mengambil sekitar 2 x 10 untuk kemudian dikultur dalam cawan polystyrene yang telah dilapisi dengan 0,5 % kolagen, untuk digunakan dalam penelitian/pemeriksaan lebih lanjut. Inokulasi Virus Dengue Virus Dengue diinokulasikan pada kultur sel endotel pembuluh darah arteri yang telah dipasase sebanyak 3 kali. Kultur sel endotel dibagi menjadi lima kelompok. Dari koleksi sel endotel monolayer primer diambil sebanyak 1-2 x 10 /well dari 96-well plate tissue-culture. Setelah diinkubasikan selama semalam dan terbentuk sel endotel monolayer confluent kemudian masing-masing kelompok dipapar dengan virus Dengue DEN-1, -2, -3, -4 dan DEN-mix. Dosis inokulasi adalah MOI (multiplicity of infection). Masing-masing kelompok dipapar virus Dengue sebanyak jumlah sel/ ml kali MOI dibagi titer virus kali pengenceran. Pemaparan virus Dengue dikerjakan sesuai prosedur dari Deubel dan Depres (1997) yaitu pada tiap sumuran medium kultur ditambah virus sesuai dengan kelompok penelitian sehingga volume seluruhnya 0,5 ml. Kultur dimasukkan ke dalam inkubator 37C, 5% CO2 selama 1 jam. Kemudian ditambahkan medium kultur sampai volumenya 1 ml. Selanjutnya dilakukan observasi mengenai daya replikasi pada sel endotel setelah diinokulasi dengan masing-masing serotipe virus Dengue. Observasi dilakukan 2 jam, 4 jam, 8 jam, 24 jam, 48 jam dan 72 jam postinokulasi. Daya replikasi virus Dengue Daya replikasi masing-masing serotipe virus Dengue (DEN-1, 2, 3, 4, dan mix) dapat diketahui dengan memeriksa titer antigen/virus yang diambil dari supernatan masing-masing kultur sel endotel yang terpapar dengan semua serotipe virus tersebut. Pemeriksaan dilakukan dengan menggunakan metode ELISA, yaitu Double Sandwich ELISA (Rantam, 2003). Double Sandwich ELISA ini menggunakan 3 macam perangkat antibodi. Antibodi pertama merupakan antibodi poliklonal terhadap virus Dengue yang dilapiskan pada mikroplate, untuk selanjutnya direaksikan dengan antigen yang dideteksi. Setelah dilakukan pencucian ditambahkan antibodi kedua yaitu antibodi yang berasal dari serum pasien penderita DHF dan akhirnya direaksikan dengan antibodi ketiga yaitu konjugat. Pengamatan hasil dilakukan dengan menggunakan ELISA reader setelah penambahan substrat dan stop reaksi. Sampel yang digunakan untuk mendeteksi titer antigen virus Dengue berupa supernatan dari masingmasing kultur sel endotel yang telah diinfeksi dengan berbagai jenis serotipe virus Dengue tersebut.

HASIL DAN PEMBAHASANUntuk mengetahui daya replikasi dari masing masing serotipe virus Dengue pada kultur sel endotel pembuluh darah adalah dengan mengukur titer virus tersebut dengan Double Sandwich ELISA. Hasil dari pengamatan tersebut dapat dilihat pada tabel 1 berikut :

Secara lebih jelas mengenai daya virulensi virus Dengue pada kultur sel endotel pembuluh darah untuk masing-masing serotipe dan variasi waktu perlakuan yang diberikan dapat dilihat pada Gambar 1 berikut ini : Tabel 1 : Hasil pengamatan daya replikasi masing masing serotipe virus Dengue dengan double sandwich ELISA

Gambar 1. Grafik daya replikasi masing-masing serotipe virus Dengue dengan variasi waktu perlakuan yang berbeda pada kultur sel endotel pembuluh darah arteri.

Berdasarkan hasil uji ELISA menunjukkan, bahwa daya replikasi virus Dengue antara masing-masing perlakuan memberikan gambaran yang berbeda-beda satu sama lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan dari masing-masing serotipe virus tersebut untuk melakukan replikasi pada kultur sel endotel pembuluh darah berbeda-beda antara satu dengan yang lainnya. Perbedaan tersebut erat kaitannya dengan tingkat virulensi dari masing-masing serotipe virus tersebut. Perbedaan ini terjadi karena masing-masing serotipe virus Dengue memiliki variasi genetik yang akan sangat mempengaruhi kemampuannya untuk melakukan perlekatan, inisiasi, dan replikasi pada sel target. Dari ke lima perlakuan yang diberikan pada kultur sel endotel menunjukkan bahwa DEN-1, DEN-3 dan DEN-mix memberikan gambaran yang hampir sama yaitu pada 2 jam setelah infeksi masing-masing serotipe virus Dengue menghasilkan titer antigen virus lebih tinggi dibandingkan dengan 4 jam setelah

infeksi. Hal ini disebabkan proses perlekatan virus Dengue pada ke-3 perlakuan di atas belum terjadi sepenuhnya sehingga pada waktu pengambilan medium kultur yang digunakan untuk mengetahui titer antigennya ikut terambil. Pada inokulasi DEN-1 dan DEN-3 menunjukkan kenaikan titer antigen virus mencapai puncaknya 48 jam untuk kemudian turun 72 jam setelah inokulasi, sementara untuk DEN-mix naik turunnya titer antigen virus terjadi sangat bervariasi antara masing-masing perlakuan waktu yang diberikan. Hal ini karena kecepatan virus untuk melakukan replikasi pada pelakuan tersebut memiliki pola yang berbeda dibandingkan dengan ke-4 perlakuan lainnya. Infeksi virus Dengue DEN-4 memperlihatkan bahwa, serotipe virus ini memiliki kecepatan untuk melakukan ikatan dengan kultur sel endotel lebih cepat bila dibandingkan dengan ke-3 perlakuan di atas (DEN-1, DEN-3 dan DEN-mix). Hal ini terlihat dari gambaran grafik yang ditunjukkan yaitu terjadi peningkatan titer antigen virus pada 4 jam setelah infeksi dan terus meningkat sampai 72 jam selanjutnya. Infeksi virus Dengue DEN-2 menunjukkan, bahwa titer antigen yang terdeteksi pada supernatan sudah tinggi pada 2 jam setelah infeksi untuk kemudian terus turun sampai 72 jam setelah infeksi. Dari grafik menunjukkan bahwa titer virus pada perlakuan ini paling tinggi dibandingkan dengan lainnya, yang menunjukkan bahwa kemampuan virus ini untuk melakukan replikasi dan melepaskannya paling cepat dibandingkan yang lainnya. Hal ini dapat terjadi mengingat serotipe virus Dengue ini memiliki kemampuan virulensi yang berbeda pada sel target. Leitmayer, et al. (1999) menyatakan bahwa infeksi primer DEN-2 dapat memberikan manifestasi klinis Dengue fever (DF) atau Dengue hemorrhagic fever (DHF), hal ini dipengaruhi oleh variasi genetik yang dimiliki oleh virus tersebut sewaktu menginfeksi hospes. Turunnya titer virus sampai 72 jam setelah inokulasi menunjukkan semakin banyaknya sel-sel endotel yang mengalami kerusakan sehingga mempengaruhi titer virus yang dihasilkan Hasil penelitian di atas menunjukkan keadaan yang sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Bunyaratvej el al.(1997) yang menyatakan, bahwa replikasi virus dengue (type 1, 2, 3, dan 4) pada sel endotel manusia secara in vitro dapat diketahui dengan mengukur titer virusnya. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa titer virus terus meningkat dan mencapai puncaknya pada 6 hari setelah infeksi, untuk kemudian menurun sampai sama dengan titer sewaktu diinokulasikan pada 14 hari setelah infeksi. Infeksi virus Dengue pada sel endotel juga mengakibatkan meningkatnya proliferasi dan mitosis sel endotel secara nyata. Perbedaan hasil penelitian yang didapatkan karena kultur sel endotel yang digunakan dalam penelitian ini berbeda. Kultur sel endotel yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari pembuluh darah kelinci sehingga respon yang diberikannya juga berbeda.

SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa: terdapat variasi daya replikasi antara masing-masing serotipe virus Dengue pada kultur sel endotel pembuluh darah kelinci. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis menyampaikan terima kasih yang tidak terhingga kepada: Prof. Dr. Fedik Abdul Rantam, drh. dan Dr. Bambang Sektiari L., DEA,drh atas bimbingan dan saran yang diberikan.

DAFTAR PUSTAKABosch, I.; K. Xhaja; L. Estevez; G. Raines; H. Melichar; R.V. Warke; M.V. Fournier; F.A. Ennis; A.L. Rothman. 2002 : Increased production of interleukin-8 in primary human monocytes and in human epithelial. J. Virol. Jun;76(11): 5588-5597. Bunyaratvej, A.; P. Butthep; S. Yoksan; N. Bhamarapravati. 1997 : Dengue viruses induce cell proliferation and morphological changes of endothelial cells. J. Med. 28(3) :32-37. Chen, Y.; T. Maguire; R.M. Mark. 1996 : Demonstration of binding of envelope protein to target cells. J. Virol. 70:8765-8772. Deubel, V.; P. Depres. 1997 : Current protocols workshop on molecular Biology of Dengue Virus . Institute Pasteur, France. Halstead, S.B. 1998 : Antibody, macrophages, Dengue virus infection, shock, and hemorrhage: a pathogenetic cascade. Rev. Infenct. Dis. 11 (Supplemen 4): S830-S839 He, R.T. 1995 : Antibodies the block virus attachment to vero cells are major component of the human neutralizing antibody respons againt dengue virus type 2. J. Med. Virol. 45:451-461. Huang, Y.H.; H.Y. Lei; H.S. Liu; Y.S. Lin; C.C. Liu; T.M. Yeh. 2000 : Dengue virus infects human endothelial cells and induces IL-6 and IL-8 production. Am. J. Trop. Med. Hyg. Jul-Aug;63(1-2):71-75. Kurane, I.; F.A. Ennis. 1997 : Immunopathogenesis of dengue virus infections, p. 273-290. In D.J. Gubler and G. Kuno (ed.), Dengue and dengue hemorrhagic fever. CAB International London United Kingdom. Leitmeyer, K.C.; D.W. Vaughn; D.M. Watts; R. Salas; I.V.D. Chacon; C. Ramos; R. RicoHesse, 1999 : Dengue virus structural differences that correlate with pathogenesis. J. Virol. Jun.73(6):4738-4747. Lin, C.F.; H.Y. Lei; A.L. Shiau; C.C. Liu; H.S. Liu; T.M. Yeh; S.H. Chen; Y.S. Lin. 2003 : Antibodies from dengue patient sera cross-react with endothelial cells and induce damage. J. Med. Virol. Jan;69(1):82-90.

Marianeau, P.; F. Merget; R. Oliver; D.M. Morens; V. Deubel. 1996 : Dengue 1 virus binding to human hepatoma HeG2 and simian Vero cell surface differs. J. Gen. Virol. 77:2547-2554 Rantam, F.A. 2003 : Metode imunologi. P.82-85. Airlangga University Press, Surabaya. Soedarmo, S. P. 1995 Demam Berdarah Dengue. Medika 10 (XXI): 456-460 WHO. 1998 : Demam Berdarah Dengue : diagnosis, pengobatan, pencegahan dan pengendalian (terjemahan). Ed. 2. EGC. Jakarta. Wimmer, E. 1994 : Introduction in celluler receptors for animal viruses. (ed. Wimmer) 1-13. Cold Spring Harbor Laboratory press, Cold Spring Harbor, NY.

http://www.bulletinveteriner.com/replikasi-virusdengue-pada-kultur-sel-endotel-pembuluh-darahkelinci/