remineralisasi lesi karies enamel dentin yang dalam

12
REMINERALISASI LESI KARIES ENAMEL DENTIN YANG DALAM PENDAHULUAN Dekade terakhir telah menyebabkan perubahan besar dalam bidang kedokteran gigi restoratif dan preventif. Berbagai peneliti melaporkan bahwa karies dini lesi dapat diremineralisasi oleh saliva. Proses ini telah dipelajari secara rinci dalam eksperimen laboratorium dan percobaan klinis. 1,2 Adesif dalam bidang kedokteran gigi telah menghasilkan bahan pengisi non-logam baru, seperti komposit berbasis resin akrilat dan semen ionomer kaca (GIC) berdasarkan mekanisme presipitasi asam basa. Restorasi yang dibuat dengan bahan perekat tidak lagi memerlukan preparasi kavitas yang besar, tetapi hanya penyingkiran jaringan yang terkena karies. Selain itu, gagasan yang diterima secara umum bahwa intervensi restoratif umumnya awal dari urutan panjang restorasi ulang, sering menimbulkan mahkota dan implan, terlepas dari seberapa baik pengisian pertama dibuat. Konsep intervensi minimal atau minimal invasif kedokteran gigi (MID) telah menggabungkan ketiga pergeseran utama (paradigma) dalam operasi kedokteran gigi dan filosofi saat ini diterima dunia. MID sekarang memiliki bahan sendiri, kongres dan organisasi litian.3 Dalam pencegahan karies, sebagian besar protokol masih sekitar fluoride, meskipun meningkatkan kebersihan mulut, pengganti gula dan antimikroba juga merupakan bagian paket perawatan non-invasif yang lebih komprehensif. Metodologi diagnosis karies baru telah dikembangkan, menggunakan perubahan fluoresensi awal disebabkan oleh karies dalam jaringan terdeteksi dengan fluoresensi cahaya kuantitatif (QLF), 4 atau dengan kromofor yang dihasilkan oleh bakteri (dalam perangkat Diagnodent) 5 sebagai indikator. 1

Upload: ferdinan-pasaribu

Post on 22-Oct-2015

92 views

Category:

Documents


8 download

DESCRIPTION

Lesi Karies Enamel Dentin

TRANSCRIPT

Page 1: Remineralisasi Lesi Karies Enamel Dentin Yang Dalam

REMINERALISASI LESI KARIES ENAMEL DENTIN YANG DALAM

PENDAHULUAN

Dekade terakhir telah menyebabkan perubahan besar dalam bidang

kedokteran gigi restoratif dan preventif. Berbagai peneliti melaporkan bahwa

karies dini lesi dapat diremineralisasi oleh saliva. Proses ini telah dipelajari

secara rinci dalam eksperimen laboratorium dan percobaan klinis.1,2 Adesif

dalam bidang kedokteran gigi telah menghasilkan bahan pengisi non-logam

baru, seperti komposit berbasis resin akrilat dan semen ionomer kaca (GIC)

berdasarkan mekanisme presipitasi asam basa. Restorasi yang dibuat

dengan bahan perekat tidak lagi memerlukan preparasi kavitas yang besar,

tetapi hanya penyingkiran jaringan yang terkena karies. Selain itu, gagasan

yang diterima secara umum bahwa intervensi restoratif umumnya awal dari

urutan panjang restorasi ulang, sering menimbulkan mahkota dan implan,

terlepas dari seberapa baik pengisian pertama dibuat.

Konsep intervensi minimal atau minimal invasif kedokteran gigi (MID)

telah menggabungkan ketiga pergeseran utama (paradigma) dalam operasi

kedokteran gigi dan filosofi saat ini diterima dunia. MID sekarang memiliki

bahan sendiri, kongres dan organisasi litian.3

Dalam pencegahan karies, sebagian besar protokol masih sekitar

fluoride, meskipun meningkatkan kebersihan mulut, pengganti gula dan

antimikroba juga merupakan bagian paket perawatan non-invasif yang lebih

komprehensif. Metodologi diagnosis karies baru telah dikembangkan,

menggunakan perubahan fluoresensi awal disebabkan oleh karies dalam

jaringan terdeteksi dengan fluoresensi cahaya kuantitatif (QLF), 4 atau

dengan kromofor yang dihasilkan oleh bakteri (dalam perangkat Diagnodent) 5 sebagai indikator.

Remineralisasi enamel dan dentin dipelajari dari dua perspektif.

Pertama-tama, adalah proses deposisi mineral dari saliva atau cairan plak

yang mengisi cacat enamel atau dentin yang kecil yang terbentuk selama

episode demineralisasi akibat serangan asam pada gigi. Besaran relatif

demineralisasi dan remineralisasi menentukan apakah permukaan gigi tetap

atau lesi karies berkembang. Lesi ini dapat meningkat keparahan dan

akhirnya dapat mengakibatkan kavitas (dalam). (Untuk lebih jelasnya

mengenai ekuilibrium karies , lihat Featherstone.2) Atau, remineralisasi

dipelajari dan digambarkan sebagai perbaikan lesi. Lesi tersebut telah

dikembangkan selama periode panjang tetapi diisi dengan fosfat kalsium

ketika kondisi eksternal deposisi mineral mendukung. Jenis remineralisasi

dapat berupa penuh dan sebagian, ketika mineral mengendap di lesi kurang

larut daripada jaringan asli, remineralisasi ini akan membantu dalam

1

Page 2: Remineralisasi Lesi Karies Enamel Dentin Yang Dalam

pencegahan atau membatasi kehilangan jaringan. Remineralisasi lesi enamel

superfisial didokumentasikan dalam ratusan penelitian lengkap pada banyak

laboratorium pada abad terakhir. penelitian pada mekanisme dasar

remineralisasi dan metode untuk merangsang proses ini telah membuat

kesimpulan bahwa efek pencegahan karies oleh fluorida adalah tanpa

keraguan. Hal ini sebagian disebabkan oleh peningkatan efek fluorida pada

presipitasi kalsium fosfat, maka terjadi remineralisasi.6

Sebuah topik yang kurang mendapat perhatian adalah apakah ada titik

yang tak bisa kembali dimana remineralisasi bisa atau tidak terjadi lagi.

Koulourides (satu satu pelopor dalam penelitian remineralisasi), menyatakan

bahwa jika karies telah melemahkan struktur gigi dibawah kekerasan 150

Nomor Kekerasan Knoop (KHN), remineralisasi tidak bisa lagi dicapai.7, 8

Secara konseptual ini dilihat sebagai titik di mana kerusakan struktur mineral

meluas sehingga represipitasi mineral yang tersisa pada kristalit

hidroksiapatit adalah tidak mungkin lagi. Dalam diagnosis karies

menggunakan sinar-X, tingkat karies dinilai pada berbagai tingkat kedalaman

enamel dan dentin, harus disadari bahwa hilangnya jaringan yang terjadi juga

jauh melampaui kedalaman yang diidentifikasi pada gambar sinar-X.

Konsensus saat ini adalah bahwa karies melewati batas dentino-enamel

(DEJ) harus direstorasi, dan lesi hingga titik yang harus menerima perawatan

pencegahan ekstra. Namun, belum pernah diteliti apakah lesi yang

mendalam, meluas ke dentin, dapat teremineralisasi jika seperti lesi

mengalami remineralisasi secara terus menerus. Jelas, lesi tersebut harus

dilindungi dari kerusakan mekanis. Idealnya, sebuah penelitian dengan tujuan

ini harus dilakukan model in vivo atau menggunakan dalam in situ. Namun,

mengingat fakta bahwa remineralisasi adalah proses yang sangat lambat,

tampaknya secara teknis tidak mungkin untuk menyelesaikan penelitian

tersebut dengan relawan subyek atau dengan pasien, dalam periode waktu

yang dapat diterima.

Artikel ini menegaskan hasil dari percobaan in vitro remineralisasi lesi

yang dalam sebelumnya, meluas ke dentin.9 Tujuannya adalah untuk

mengeksplorasi apakah lesi seperti diatas masih bisa teremineralisasi dan

bagaimana hal ini bisa dipengaruhi oleh perawatan yang akan merangsang

atau menghambat presipitasi kalsium fosfat. Temuan ini kemudian dibahas

dari perspektif teoretis dan klinis.

Desain eksperimental dan hasil

Percobaan dilakukan pada kelompok gigi seri rahang sapi yang

dipotong dengan tebal 100m. Potongaan tersebut ditanamkan ke dalam

Araldite, dan setelah pengaturan resin luar 200 m dari enamel dipotong

2

Page 3: Remineralisasi Lesi Karies Enamel Dentin Yang Dalam

dengan mesin pemotong berlapis berlian. Ini dilakukan untuk menghilangkan

permukaan enamel dan mengurangi ketebalan enamel sampai ke DEJ

tersebut. Lesi melalui email dan ke dentin yang terbentuk selama 10-15 hari

dalam larutan individual yang mengandung 1,5 mM CaCl2, 0,9 mM KH2PO4

dan 50 mM asetat (pH 4.8), dengan penambahan 0,1 ppm KF untuk

mencegah kehilangan permukaan.10, 11 Kemudian lesi dicelupkan pada

larutan jenuh dan stochiometric untuk hydroxyxapatite (HAP), sehingga

mencapai remineralisasi (1,5 mM CaCl2, 0,9 mM KH2PO4 20 mM HEPES

penyangga pH 7,0 dan 130 mM KCl). Semua langkah dalam proses ini

dipantau dan dicatat dengan mengambil microradiographs, sebagai fase

remineralisasi dengan mengambil microradiographs mingguan selama 200

hari. Profil dipindai pada posisi tetap dari spesimen. Lima spesimen

independen dijalankan pada setiap kondisi.

Perawatan yang diuji adalah kontrol (tanpa perawatan tambahan),

pembilasan fluorida dengan 1000 ppmF lima menit setiap minggu,

penambahan 1 ppmF ke larutan remineralisasi, dan perawatan tunggal lima

menit dengan inhibitor presipitasi bifosfonat kalsium fosfat (Sebagai 2

mMethaneHydroxy-bifosfonat).

Temuan utama dari percobaan ini terlihat pada Gambar 1. Untuk rata-

rata dari variasi antara spesimen pada ketebalan enamel dan kedalaman lesi

secara keseluruhan, data dinyatakan sebagai persentase perbaikan empat

zona: enamel luar, enamel dalam, dentin luar, dentin dalam. Parameter

remineralisasi relatif menunjukkan remineralisasi dalam dentin (panel C dan

D) sampai 80 persen setelah 200 jam, sedangkan remineralisasi pada

enamel luar (panel B) meningkat sekitar 40 persen. Hanya remineralisasi

pada enamel luar (panel A) yang sangat dipengaruhi oleh berbagai

perawatan, sehingga menghasilkan nilai remineralisasi relatif antara 40 dan

100 persen. (Untuk rincian lengkap eksperimental dan hasil, lihat ten Cate.9)

Pertimbangan teoritis

Apakah remineralisasi terjadi pada lesi enamel-dentin yang meluas

melewati DEJ tergantung pada beberapa faktor. Pertama, konsentrasi ion

mineral di tempat/sisi presipitasi terlalu jenuh untuk hidroksiapatit. Ini

mensyaratkan bahwa tidak semua kalsium dan ion fosfat masuk melalui pori-

pori lesi telah diendapkan pada lapisan yang lebih dekat ke permukaan.

Kedua,sisi presipitasi membutuhkan inti untuk pengendapan/ presipitasi,

mengingat bahwa secarasubstansial derajat kejenuhan/supersaturasi yang

lebih besar dibutuhkan untuk presipitasi apatit de novo atau pengendapan ke

matriks organik tersisa daripada fragmen kristal apatit enamel atau dentin.

3

Page 4: Remineralisasi Lesi Karies Enamel Dentin Yang Dalam

analisis kristalit mikroskopis elektron perion yang terperinci pada berbagai

zona dari lesi menegaskan bahwa remineralisasi terjadi dengan pertumbuhan

kristal yang ada ke dimensi yang lebih besar daripada kristallit asli.12

Tingkat Kontrol

Mengingat teori kinetika kristalisasi, pengendapan pada kedalaman

lebih besar mensyaratkan bahwa reaksi presipitasi lebih lambat dibandingkan

dengan perpindahan massa ion, sehingga memungkinkan difusi untuk

memasok ion ke seluruh lesi. Jika kondisi seperti ini terpenuhi, konsentrasi

mineral ion seragam di seluruh lesi.

Sedikit data yang tersedia untuk mengkonfirmasikan asumsi ini.

Dengan plot Arrhenius (reaksi ketergantungan suhu), kami memutuskan

sebelumnya bahwa aktivasi energi remineralisasi lesi dibawah permukaan

dibandingkan permukaan enamel melunak berbeda secara signifikan. Kami

kemudian menyimpulkan bahwa proses difusi punya tingkat terbatas pada

lesi remineralisasi (dilihat dari aktivasi energi yang lebih rendah), sementara

remineralisasi lesi permukaan melunak dikontrol oleh reaksi permukaan.13

Temuan ini tampaknya bertentangan dengan pengamatan awal.

Demineralisasi

Data yang relevan tersedia lebih berpotensi pada demineralisasi

enamel, menunjukkan bahwa laju ditentukan oleh proses difusi, meskipun

perbedaan dalam mekanisme dicatat antara demineralisasi in vitro dan in

vivo.14, 15 Baru-baru ini, kami mengembangkan model alur buatan, dalam

potongan tipis, untuk mensimulasikan demineralisasi fissure. Dalam model ini

kami secara berkala melakukan pengamatan kehilangan mineral dengan

microradiography dan konsentrasi pH dan kalsium sepanjang kedalaman alur

dengan mikroelektroda. Gradien yang diamati pada pH dan aktivitas kalsium

menunjuk penghambatan difusi untuk demineralisasi bahkan pada lebar alur

250 m (ten Cate dan Buijs, data tidak dipublikasikan). Pembuatan

perbandingan ini perlu dicatat bahwa tingkat presipitasi mungkin 10 kali lebih

lambat dari tingkat pelarutan pada kondisi super dan undersaturation.

Enamel-dentin kontinum

Bahkan jika enamel dan dentin membentuk sebuah kontinum dalam

gigi, kristalit apatit masing-masing berbeda dalam ukuran dan komposisi,

tercermin pada perbedaan kelarutannya. Di lingkungan berair ini akhirnya

akan menyebabkan pelarutan meneyeluruh dari kristalit dentin , suatu proses

yang dikenal sebagai Ostwald pematangan dalam kimia kristal. Temuan yang

4

Page 5: Remineralisasi Lesi Karies Enamel Dentin Yang Dalam

sesuai dengan prinsip ini diamati ketika (lesi) enamel dan dentin adalah de-

dan remineralisasi masing-masing, ketika ditempatkan dalam penjajaran .16

Matriks

Untuk remineralisasi in vivo, mekanisme tambahan memainkan peran

seperti yang ditunjukkan oleh penelitian in situ yang dilakukan oleh van Strijp

dkk.17 Dalam perbandingan berbagai pasta gigi mengandung fluoride mereka

mengamati remineralisasi secara penuh lesi pada dentin pada beberapa

subyek yang berpartipasi, dan perubahan kecil pada lesi enamel

kontralateral. Pengamatan petunjuk ini bahwa kondisi remineralisasi untuk

lesi dentin mungkin akan baik dibandingkan dengan lesi email, meskipun

penjelasan lengkap tentang temuan ini belum lengkap. Dapat dirumuskan

hipotesis bahwa demineralisasi matriks organik dentin merupakan perancah

untuk meningkatkan remineralisasi.

Selanjutnya, komponen matriks non-kolagen ini (SIBLINGs,

osteokalsin, proteoglikan) .18,19 dapat berinteraksi langsung dengan

pembentukan kristal dan pertumbuhan kristal selama remineralisasi dentin.

Dalam konteks percobaan saat ini, semua bisa menunjukkan bahwa

remineralisasi dentin berlangsung lebih cepat daripada enamel dan akan

membuat konsentrasi 'tenggelam' di luar DEJ tersebut.

Pemodelan

Banyak temuan yang disebutkan di atas perlu dilakukan penelitian

lebih lanjut. Namun, mengingat durasi penelitian remineralisasi lesi yang

dalam, tampaknya bermanfaat untuk dipertimbangkan percobaan in silico;

simulasi komputer remineralisasi menggunakan parameter model yang dapat

ditentukan secara individual atau tersedia di literatur (laju presipitasi apatit,

pelarutan, difusi konstan, dll). Jelas, seperti halnya model simulasi,

pendekatan ini membantu untuk mengidentifikasi atau menggambarkan

kepentingan relatif dari langkah individu dalam suatu proses yang kompleks,

dalam hal kasus difusi ini, presipitasi, , dll Ini adalah di luar lingkup presentasi

ini untuk menggambarkan pendekatan numerik secar detail atau memberikan

semua persamaan untuk langkah-langkah terpisah dalam proses (untuk

rinciannya lihat ten Cate).20 Contoh latihan komputasi tersebut seperti

diilustrasikan pada Gambar 2.

5

Page 6: Remineralisasi Lesi Karies Enamel Dentin Yang Dalam

Gambar 2. Simulasi komputer proses difusi – presipitasi pada pori lesi enamel yang meluas ke dentin. Difusi 2 dimensi dengan pemodelan menggunakkan hukum Fick’s transfer massa dan presipitasi menggunakan hukum termodinamika dissolusi dan presipitasi (untuk detail lihat ten Cate).20 Berbagai kondisi yang dimodeling – a, b: presipitasi cepat terjadi pada konsentrasi yang tinggi dalam pori dan lebih sering pada enamel luar – c: presipitasi lambat terjadi pada konsentrasi homogen dan masuk kedalam pori – d: deposisi mineral pada dentin, terjadi pada konsentrasi terendam kearah dentin.

Meningkatkan remineralisasi lesi yang dalam

6

Page 7: Remineralisasi Lesi Karies Enamel Dentin Yang Dalam

Fluorida

Secara tradisional, fokus dalam pengembangan bahan bertujuan untuk

meningkatkan remineralisasi adalah fluoride. Adanya fluoride dalam jumlah

rendah meningkatkan derajat supersaturasi sehubungan dengan

hidroksiapatit mengandung fluoride. Properti termodinamika adalah alasan

untuk peningkatan remineralisasi oleh fluor. Bagaimanapun, ini dapat

menyebabkan remineralisasi berlebihan lapisan permukaan lesi dan

menghentikan lesi.21 Dalam percobaan yang dijelaskan (Gambar 1) bahan

yang diuji (fluoride dan bifosfonat) ditemukan menimbulkan hasil yang

divergen dari luar enamel, tetapi perawatan ini tidak signifikan mempengaruhi

pengendapan mineral di dalam enamel dan dentin. Pemberian fluoride,

apakah 1000 ppm secara topikal atau secara terus-menerus dalam jumlah 1

ppm, keduanya bermanfaat bagi perbaikan lesi yang dalam setidaknya dalam

enamel terluar.

Gambar 1. Rerata remineralisasi relatif, dengan waktu remineralisasi, untuk lima kelompok percobaan pada empat zona : a: enamel luar, b: enamel dalam , c: dentin luar dan d: dentin dalam (n = 5 per kelompok). Marker menunjukkan 5 kelompok percobaan : – Kontrol (r),– pemberian fluorida 1000 ppm setiap minggu (m), – adanya terus menerus fluorida 1 ppm (s), – pemberian MHBP (h), dan – kombinasi perawatan: pemberian MHDP tunggal pada awal disertai 56 hari sebanyak 1000 ppm setiap minggu (n). Relatif remineralisasi ditetapkan sebagai persentase deposit mineral yang dimasukkan untuk mengisi mineral yang hilang pada saat lesi terbentuk (Reprinted with permission from JM tenCate; J Dent Res 2001;80:1407–1411.)

Kalsium

7

Page 8: Remineralisasi Lesi Karies Enamel Dentin Yang Dalam

Setelah menganalisis data literatur yang komprehensif pada

remineralisasi in situ, komposisi mineral ion saliva dan plak serta dinamika

aliran saliva, diusulkan bahwa, selain fluoride, kalsium mungkin terbatas

dalam remineralisasi.22 Sejak itu banyak produk baru, termasuk pasta gigi

dan permen karet , telah dibuat dengan tujuan untuk memasok ion kalsium ke

rongga mulut.23,24 Baru baru ini, penelitian klinis penelitian dan in situ telah

mengkonfirmasi potensi pendekatan remineralisasi ini.25,26 Tampaknya ada

lingkup produk tersebut yang ingin diteliti dengan tujuan untuk memperbaiki

lesi dalam daripada lesi superfisial.

Aspek klinis

Jelas, kondisi mulut sangat berbeda dari kondisi remineralisasi ideal

yang digunakan dalam percobaan yang dijelaskan dalam artikel ini. Yang

penting dalam tantangan vivo dengan remineralisasi lesi yang dalam adalah

periode pH plak yang rendah memperburuk tingkat mineralisasi daripada

memperbaikinya. Selain itu, gigi sebagai subjek kekuatan mekanik yang

dapat memecah permukaan lesi dan membuat sisi retensi bagi bakteri. Sekali

saja permukaan rusak tidak dapat diperbaiki lagi, jelas kesempatan untuk

perbaikan lesi non-invasif menjadi hilang.

KESIMPULAN

Percobaan yang dijelaskan dalam penelitian ini menunjukkan bahwa

adalah mungkin terjadi remineralisasi lesi yang meluas ke dentin. Proses ini

memakan waktu yang cukup panjang, yang secara klinis tidak dapat diterima.

Namun demikian, penelitian untuk memperdalam pengetahuan dalam bidang

ini akan memberikan kontribusi pada intervensi minimal kedokteran gigi

8