rekomendasi teknologi pertanian bptp...

45

Upload: others

Post on 22-Oct-2020

8 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • REKOMENDASI TEKNOLOGI PERTANIAN

    BPTP BANTEN

    BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN BANTEN BALAI BESAR PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERTANIAN

    BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN

    2018

  • REKOMENDASI TEKNOLOGI PERTANIAN

    BPTP BANTEN

    Penyunting: ST. Rukmini

    Hijriah Mutmainah Ulima Darmania Amanda

    Asep Wahyu

    BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN BANTEN BALAI BESAR PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERTANIAN

    BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN

    2018

  • i

    KATA PENGANTAR

    Puji syukur ke hadirat Allah Subhanahu Wataala. atas selesainya penyusunan Buku

    Rekomendasi Teknologi Pertanian BPTP Banten 2018

    Buku ini disusun sebagai bagian dari upaya diseminasi BPTP Banten dalam

    menyediakan kebutuhan teknologi tepat guna di Provinsi Banten. Buku ini berisi: Paket

    Teknologi Produksi Benih Padi, Usahatani Padi Model PTT, Teknologi Pemupukan Pada

    Budidaya Cabai Merah, Pemanfaatan Feromon Exi Pengendali dan Pemantau Hama Ulat

    Bawang, Teknologi Penyusunan Ransum Itik, Teknologi Pengolahan Mocaf, dan Peta

    Pewilayahan Komoditas Pertanian di Provinsi Banten.

    Buku ini akan disampaikan kepada stakeholder khususnya dinas pertanian

    Kabupaten/Kota lingkup Provinsi Banten. Selain itu, akan disajikan dalam event Ekspose,

    baik yang diselenggarakan oleh BPTP Banten maupun oleh Pemda Provinsi Banten, serta

    dalam berbagai acara terkait lainnya. Semoga kehadiran buku ini memberikan manfaat

    semaksimal mungkin bagi para penguna.

    Dalam rangka penyempurnaan penyusunan Buku Rekomendasi Teknologi Pertanian

    ini, diharapkan saran dan kritik yang membangun dari para pengguna.

    Serang, Juli 2018

    Tim Penyusun

  • ii

    DAFTAR ISI

    KATA PENGANTAR ............................................................................................................................... i

    DAFTAR ISI ......................................................................................................................................... ii

    PAKET TEKNOLOGI PRODUKSI BENIH VUB PADI SPESIFIK BANTEN .......................................... 1

    USAHATANI PADI MODEL PTT DI LAHAN SAWAH IRIGASI .......................................................... 6

    TEKNOLOGI PEMUPUKAN PADA BUDIDAYA CABAI MERAH ........................................................ 12

    PEMANFAATAN FEROMON EXI SEBAGAI PENGENDALI DAN PEMANTAU HAMA ULAT

    BAWANG, Spodoptera exigua ......................................................................................................... 15

    TEKNOLOGI PENYUSUNAN RANSUM ITIK PEDAGING BERBASIS BAHAN PAKAN LOKAL ........ 20

    TEKNOLOGI PENGOLAHAN MOCAF DAN MIE MOCAF .................................................................. 27

    PETA PEWILAYAHAN KOMODITAS PERTANIAN PROVINSI BANTEN .......................................... 31

  • 1

    PAKET TEKNOLOGI PRODUKSI BENIH VUB PADI SPESIFIK BANTEN

    Pepi Nur Susilawati dan Zuraida Yursak

    PENDAHULUAN

    Benih merupakan salah satu input produksi yang mempunyai kontribusi signifikan

    terhadap peningkatan produktivitas dan kualitas hasil pertanian. Ketersediaan benih dengan

    varietas yang berdaya hasil tinggi dan mutu yang tinggi, baik mutu fisik, fisologis, genetik maupun

    mutu patologis mutlak diperlukan di dalam suatu sistem produksi pertanian. Benih berperan

    sebagai delivery mechanism yang menyalurkan keunggulan teknologi kepada petani dan

    konsumen lainnya.

    Kebutuhan benih potensial padi di Provinsi Banten dari tahun ketahun semakin

    meningkat. Hal ini disebabkan karena adanya peningkatan luas tanam yang juga sangat berkaitan

    erat dengan adanya program peningkatan produksi padi seperti UPSUS, BLBU, CBN dan CBD.

    Kebutuhan benih padi potensial di Provinsi Banten pada tahun 2013 sebesar 10.641 dan

    meningkat sebesar 11.553 ton pada tahun 2017.

    Benih bermutu yang mampu disediakan oleh penangkar lokal secara formal di Provinsi

    Banten masih jauh dari kebutuhan. Direktorat Perbenihan Ditjen Tanaman Pangan Kementerian

    Pertanian (2011) mencatat bahwa pada tahun 2010 penangkar benih padi yang ada di Provinsi

    Banten berjumlah 32 dengan rincian 5 pemula, 25 madya dan 2 maju. Kapasitas total produksi

    dari lembaga perbenihan yang ada di Provinsi Banten mencapai lebih dari 10.000 ton per tahun.

    Produsen benih yang termasuk ke dalam kelompok maju tersebut adalah PT. SHS dan PT. Pertani

    yang berada di Kabupaten Serang dengan kapasitas produksi masing-masing 7.500 ton dan 750

    ton per tahun yang umumnya didatangkan dari luar Provinsi Banten. Berdasarkan hal tersebut,

    peran BUMN seperti PT SHS dan Pertani masih sangat dominan.

    Berdasarkan latar belakang di atas maka perlu dilakukan suatu langkah penyediaan benih

    sumber padi dan penataan kapasitas petani penangkar benih padi. Salah satu kegiatan yang

    menunjang dari Kementerian Pertanian adalah dengan mengembangkan Unit Pelayanan Benih

    Sumber (UPBS) padi di Provinsi Banten. Keberadaan UPBS selama ini telah mewarnai ketersediaan

    benih kelas FS (Foundation Seed) dan SS (Stock Sheed) dari varietas unggul baru (VUB) yang

    dihasilkan oleh Kementerian Pertanian.

    TAHAPAN PRODUKSI BENIH

    A. Perencanaan Produksi

    Perencanaan produksi benih UPBS BPTP Banten dilaksanakan berdasarkan target yang

    ditetapkan oleh Program Perbenihan Kementerian Pertanian, Program Perbenihan Daerah serta

  • 2

    Preferensi Petani. Benih yang diproduksi adalah kelas FS, SS dan ES (Extension Seed) dengan

    sumber benih berasal dari BB Padi. Varietas yang diproduksi merupakan varietas unggul baru

    yang memiliki keunggulan dari sisi produksi, ketahanan terhadap hama dan penyakit serta

    ketahanan terhadap cekaman lingkungan.

    B. Persiapan Lokasi Produksi

    Lokasi untuk produksi benih dilakukan pada dua lokasi yaitu di Kebun Percobaan (KP)

    Singamerta serta di lokasi petani. Pemilihan lokasi untuk produksi benih dilakukan dengan

    kriteria sebagai berikut : 1) lahan subur dengan ketersediaan air memadai, 2) lahan bera atau

    bekas tanaman selain padi, 3) aksesibilitas memadai, dan 4) bukan lahan endemis OPT. Lokasi

    produksi benih harus didaftarkan sepuluh hari sebelum persemaian dilakukan.

    C. Sumber Benih

    Benih yang dipakai untuk produksi benih merupakan VUB Badan Litbang Pertanian yang berasal

    dari UPBS BB Padi. Benih yang dipakai harus satu tingkat lebih tinggi dari benih yang akan

    dihasilkan, memiliki daya tumbuh lebih dari 80% serta memiliki sertifikat yang masih berlaku.

    Untuk produksi benih kelas FS maka benih sumbernya adalah BS, untuk benih SS maka sumber

    benihnya adalah FS dedangkan untuk ES sumber benihnya adalah SS.

    D. Penyiapan Lahan

    Areal produksi benih harus terpisah dengan pertanaman padi di sekitarnya yaitu sekitar 2

    meter agar tidak terjadi percampuran varietas (isolasi jarak).

    Isolasi waktu dapat dilakukan dengan cara pengaturan waktu tanam pada areal produksi

    benih dengan areal di sekitarnya selama 21 hari (fase berbunga)

    Sawah diolah sempurna, dengan 2 kali pembajakan, digaru dan didiamkan selama 7 hari

    agar singgang padi yang tumbuh dapat dimusnahkan serta tekstur tanah lebih melumpur.

    Untuk menekan pertumbuhan gulma semprot lahan dengan herbisida pra tumbuh, minimal

    2 hari sebelum tanam atau sesuai dengan anjuran.

    E. Persemaian

    Bedengan dibuat dengan tinggi 5 sampai 10 cm, lebar 110 cm dan panjang sesuai

    kebutuhan.

    Sebelum disemai benih direndam selama 24 jam, kemudian ditiriskan dan diperam selama

    48 jam.

    Lahan persemaian diberi pupuk Urea, SP36 dan KCL masing-masing sebanyak 15 gr/m2.

    Benih ditaburkan dengan kerapatan 1 kg benih/40 m2.

  • 3

    F. Penanaman

    Penananam dilakukan dengan umur bibit 17-21 hari.

    Penanaman satu tanaman per rumpun dengan kedalaman 2-3 cm.

    Penanaman dilakukan dengan cara legowo 2 : 1, dengan jarak tanam 20 cm x 20 cm tanpa

    sisipan.

    Penyulaman dilakukan tujuh hari setelah tanam.

    G. Pemupkan

    Pupuk organik diberikan sebanyak 2 ton/ha pada saat pembajakan tanah ke-2.

    Pupuk P dan K diberikan berdasarkan analisis tanah menggunakan Perangkat Uji Tanah

    Sawah (PUTS) atau rekomendasi setempat KATAM.

    Pupuk P dan K diberikan sebagai pupuk dasar.

    Pupuk Urea diberikan tiga kali, untuk pemupukan dasar urea diberikan 45-65 Kg/ha. Pupuk

    susulan ke-1 dan ke-2 disesuaikan dengan hasil pengukuran Bagan Warna Daun (BWD).

    H. Pemeliharaan Tanaman

    Penyiangan dilakukan secara intensif menggunakan landak ataupun manual, umumnya

    dilakukan 1 hari sebelum pelaksanaan pemupukan.

    Pengamatan tanaman dilakukan minimal seminggu 2 kali untuk melihat keragaan hama

    dan penyakit, pengendalian OPT didasarkan pada pengamatan dengan titik ambang

    kendali.

    Pengaturan air dilakukan sejak penanaman sampai menjelang panen yaitu : pada saat

    tanam sampai 15 HST air dalam kondisi macak-macak. Pada saat bunting sampai pengisian

    air dipertahankan 3-5 cm. Saat pemasakan air mulai dalam kondisi macak-macak kembali.

    I. Roguing

    Roguing dilakukan minimal tiga kali, yaitu pada saat :

    Anakan maksimum (30-45 HST) : Cabut dan buang tanaman yang tumbuh di luar jalur

    barisan. Cabut dan buang tanaman yang mempunyai bentuk dan ukuran daun yang

    berbeda. Cabut dan buang tanaman yang memiliki tinggi berbeda.

    Seleksi saat berbunga (65-85 HST) : Cabut dan buat tanaman yang terlalu cepat atau

    lambat berbunga. Cabut dan buang tanaman yang ukuran gabahnya berbeda.

    Seleksi saat masak (90-110 HST) : Cabut dan buang tanaman yang mempunyai malai

    dengan jumlah bulir isi abnormal. Cabut dan buang tanaman yang memiliki bentuk, warna

    dan ukuran gabah berbeda.

  • 4

    J. Panen

    Panen dilakukan setelah lulus pemeriksaan lapangan oleh petugas/pengawas benih (BPSB).

    Panen dilakukan pada saat tanaman masak fisiologis 90-95% gabah telah bernas dan

    berwarna kuning dengan menggunakan sabit bergerigi.

    Tanaman pinggir (2 baris ) dipanen terpisah dan tidak digunakan menjadi calon benih.

    Hasil panen segera dirontokkan menggunakan Power Tresher untuk mengurangi

    kehilangan hasil.

    Calon benih dimasukkan ke dalam karung, beri label dengan identitas nama varietas,

    tanggal panen, berat dan kelas calon benih.

    Panen

    K. Pengeringan

    Pengeringan dengan sinar matahari : Gunakan lantai jemur terbuat dari semen. Lantai

    jemur harus bersih dari sisa-sisa varietas atau komoditas lainnya dan dilapisi terpal agar

    suhu tidak terlalu tinggi. Gabah dibolak balik setiap 3 jam sekali. Pengeringan dilakukan

    sampai kadar air maksimal 13% dan sebaiknya 10 smapai 12% agar tahan lama.

    Pengeringan buatan dengan mesin : Bersihkan dryer dari sisa-sisa varietas dan komoditas

    lain. Pengeringan didahului dengan hembusan angin sekitar 3 jam, selanjutnya dipanasi

    dengan suhu rendah (32oC), meningkat sesuai dengan penurunan kadar air biji (43oC pada

    kadar air 14%).

    Kontrol kadar air setiap 2 sampai 3 jam, untuk penyesuaian suhu.

    Akhiri pengeringan jika kadar air telah mencapai lebih kecil 13 % (paling baik kadar air 10

    sampai 12%).

    L. Sortasi dan Packing

    Pisahkan kotoran, biji hampa mesin pembersih seperti blower atau aspirator.

    Masukan gabah ke dalam karung yang baru, pasang label atau keterangan di luar dan

    dalam kemasan.

    Packing dilakukan setelah keluar hasil uji mutu benih dari Laboratorium BPSB.

  • 5

    Dokumentasi Pelaksanaan Kegiatan

  • 6

    USAHATANI PADI MODEL PTT DI LAHAN SAWAH IRIGASI

    Mayunar

    PENDAHULUAN

    Pengelolaan lahan sawah secara intensif telah berhasil meningkatkan produksi padi sawah,

    namun dalam perkembangannya terjadi penurunan efektivitas dan efisiensi. Gejala tersebut

    ditandai dengan penurunan pemberian input, melandainya laju kenaikan produksi, serta tanaman

    sering mendapat gangguan hama dan penyakit (OPT). Permasalahan tersebut dapat diatasi

    melalui pendekatan Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT). PTT merupakan salah satu model

    peningkatan produktivitas dan produksi padi melalui penerapan paket teknologi budidaya spesifik

    lokasi yang didasarkan pada karaketristik biofisik dan sosial ekonomi dengan mengintegrasikan

    berbagai komponen teknologi inovatif, dinamis dan kompatibel untuk memecahkan masalah

    setempat, sehingga timbul efek sinergisme. Model PTT padi sawah irigasi dilakukan melalui

    penerapan komponen teknologi dasar dan pilihan. Komponen teknologi dasar meliputi: (1) Varietas

    unggul baru inbrida dan hibrida, (2) Benih bermutu dan berlabel, (3) Pemberian bahan organic, (4)

    Pengaturan populasi tanaman secara optimal, (5) Pemupukan berdasarkan kebutuhan tanaman

    dan status hara tanah, dan (6) Pengendalian hama dan penyakit dengan prinsip PHT. Selanjutnya

    komponen pilihan adalah : (1) Pengolahan tanah sesuai musim dan pola tanam, (2) Penanaman

    bibit muda < 21 HSS, (3) Tanam bibit 1-3 batang per lubang tanam, (4) Pengairan secara efektif

    dan efisien, (5) Penyiangan dengan landak/gasrok, dan (6) Panen tepat waktu dan gabah segera

    dirontok.

    Hasil kajian menunjukkan bahwa penerapan model PTT padi sawah di Provinsi Banten

    dapat meningkatkan produktivitas dan produksi serta pendapatan usahatani, namun hasilnya

    masih fluktuatif. Oleh karenanya, verifikasi dan penyempurnaan model PTT terus dilakukan sejalan

    dengan kemajuan dan perkembangan IPTEK. Berdasarkan data BPS (2017), luas lahan sawah di

    Provinsi Banten adalah 204.539 ha, terdiri atas sawah iirigasi seluas 106.403 ha dan tadah hujan

    98.022 ha. Pengembangan usahatani padi model PTT bertujuan : (1) Meningkatkan produktivitas

    dan produksi padi sawah melalui integrasi beberapa komponen teknologi yang saling sinergis, (2)

    Meningkatkan kemampuan lahan secara berkelanjutan melalui penggunaan bahan organik dan

    efisiensi penggunaan pupuk kimia atau anorganik, dan (3) Meningkatkan pendapatan usahatani

    serta mendukung pencapaian swasembada pangan nasional dan wilayah.

    PERSYARATAN TEKNIS

    Penerapan model PTT secara baik dan benar memiliki beberapa persyaratan teknis,

    diantaranya : (1) air irigasi tersedia dalam jumlah cukup/memadai, (2) pengolahan lahan dilakukan

    secara sempurna, (3) penggunaan benih bermutu dan berlabel, (4) penanaman bibit umur 18-21

    HSS, (5) sistem tanaman jajar legowo 2:1, 4:1, 5:1 atau 6:1, (6) dosis pupuk Urea 150 kg/ha +

  • 7

    SP-36 50-75 kg/ha) + NPK Phonska 200 kg/ha + Pupuk Kandang 2.000 kg/ha, (7) pengendalian

    gulma dengan gasrok atau herbisida, (8) pengendalian hama dan penyakit dengan prisinsip PHT,

    (9) panen sesuai umur varietas (masak fisiologis) dan gabah segera dirontok dan dijemur.

    HASIL KAJIAN DAN KEUNGGULAN TEKNOLOGI

    Tabel 1. Produktivitas Padi Sawah Model PTT

    Tahun Lokasi Pengkajian Jenis VUB Hasil Pengkajian (ton/ha)

    Kisaran Rataan

    2014 Kabupaten Pandeglang, Lebak,

    Tangerang, Serang dan Kota Serang

    Inpari-15, 23, 28, 29,

    30 dan Ciherang

    6,26 – 7,65 6,92

    2015 Kabupaten Pandeglang, Lebak dan Serang

    Inpari-19, 23, Mekongga dan Ciherang

    6,50 – 7,44 7,05

    2016 Kabupaten Pandeglang, Lebak, Tangerang, Serang, dan Kota

    Serang

    Inpari-4, 19, 20, 23, 30, 31, 32 dan Ciherang

    6,70 – 7,91 7,24

    Tabel 2. Produktivitas Padi Sawah Pada Berbagai Sistem Tanam

    Sistem Tanam

    Jenis VUB Hasil Pengkajian (ton/ha)

    Kisaran Rataan

    Legowo 2:1 Inpari-22, Inpari-29, Inpari-30, Inpari-31 dan

    Inpari-33

    6,50 – 8,85 7,60

    Legowo 4:1 Inpari-20, Inpari-22, Inpari-24, Inpari-29, Inpari-31, Inpari-32, Inpari-33 dan Mekongga

    6,96 – 7,89 7,15

    Legowo 5:1 Inpari-20, Inpari-29, Inpari-31, Inpari-32 dan Ciherang

    6,65 – 7,80 7,08

    Legowo 6:1 Inpari-30, Inpari-31, Inpari-32, Inpari-33 dan Ciherang

    6,20 – 7,95 7,12

    Tegel Inpari-22, Inpari-29, Inpari-31, Inpari-32, Inpari-33 & Ciherang

    6,24 – 7,42 6,91

    Berdasarkan hasil kajian, keunggulan model PTT padi sawah adalah : (1) meningkatkan

    produktivitas padi sawah irigasi sebesar 15-25% dan pendapatan usahatani 10-20% dibanding

    teknologi eksisting petani, (2) mengurangi penggunaan benih dari 35-50 kg/ha menjadi 20-25

    kg/ha, kondisi tanaman lebih seragam, perawatan lebih mudah, dan kualitas gabah lebih baik, dan

    (3) memberi peluang pemeliharaan ikan pada areal pertanaman (mina padi), sehingga akan terjadi

    penambahan pendapatan petani.

    DESKRIPSI TEKNOLOGI

    1. Bahan dan Alat :

    Bahan yang digunakan untuk penerapan usahatani padi sawah model PTT terdiri atas : benih,

    bahan organik (kompos/pupuk kandang), pupuk kimia (Urea, SP-36, NPK Phonska), pestisida

    (insektisida, fungsida, bakterisida, moluksida) dan lainnya.

  • 8

    Alat yang diperlukan meliputi : Hand traktor, caplak tanam atau transplanter, gasrok, power

    thresher atau combine harvester, arit , cangkul, terpal, karung dan lain-lain.

    2. Prosedur Kerja (SOP).

    a. Persiapan Lahan

    Lahan digenangi setinggi 2-5 cm dan biarkan beberapa hari, lalu dibajak/traktor sedalam 20-25

    cm dan biarkan 3-4 hari. Selanjutnya dilakukan pembajakan ke-2 untuk pelumpuran sekaligus

    perbaikan pematang. Sebelum tanam bibit, permukaan tanah diratakan dengan papan, dimana

    kondisi lahan macak-macak. Pupuk kandang atau kompos diberikan pada saat pengolahan

    tanah ke-2 atau sebelum tanam bibit.

    b. Seleksi Benih dan Persemaian

    Verietas yang digunakan disesuaikan dengan kondisi lokasi dan kesukaan petani. Pada daerah

    endemik WBC atau Tungro gunakan varietas yang tahan. Kebutuhan benih padi sebanyak 20-

    25 kg/ha.

    Benih dimasukkan ke dalam wadah yang berisi air (ember/baskom), volume air 2 kali volume

    benih, selanjutnya diaduk-aduk. Benih yang terapung diambil dan dibuang, sedangkan yang

    tenggelam (bernas) direndam/diperam selama 1 malam.

    Luas lahan persemaian sekitar 5% dari luas lahan yang akan ditanam (500 m2/ha). Tanah

    diolah sempurna dan gulma dibersihkan, selanjutnya buat bedengan selebar 1,5 m, lalu diberi

    pupuk kandang sebanyak 2-3 kg/m2.

    Benih yang telah direndam/diperam ditabur secara merata di lahan persemaian (kondisi air

    macak-macak).

    Agar bibit tumbuh sehat, pada lahan persemaian seluas 500 m2 perlu diberi pupuk NPK Phonska

    15-25 kg. Untuk mencegah hama dan penyakit, dilakukan penyemprotan dengan pestisida.

    c. Penanaman Bibit

    Pada sistem tanam jajar legowo (jarwo), caplak ditarik secara berselang dari Timur ke Barat

    dengan sudut 90 derajat atau menggunakan Transplanter.

    Bibit padi ditanam pada umur 18-21 HSS dengan sistem tanam legowo 2:1, 4:1, 5:1 atan 6:1

    (jarak antar baris 20-25 cm, jarak dalam barisan 12,5-20 cm, bagian pinggir disisip/pagar ayu,

    lebar legowo 4-50 cm). Jumlah bibit 2-3 batang/lubang tanam.

    d. Pemupukan

    Bahan organik berupa kompos atau pupuk kandang diberikan pada saat pengolahan tanah atau

    sebelum tanam, sedangkan pupuk susulan disesuaikan umur/fase tanaman.

  • 9

    Pupuk SP-36 (50-75 kg/ha) diberikan sebagai pupuk dasar pada saat tanam, sedangkan Urea

    dan dan NPK Phonska diberikan secara bertahap.

    Pupuk susulan I diberikan pada umur 7-10 HST (Urea 75 kg/ha + NPK Phonska 100 kg/ha) dan

    susulan II umur 25-30 HST (Urea 75 kg/ha + NPK Phonska 100 kg/ha).

    e. Penyiangan

    Jika lahan memiliki populasi gulma tinggi, gunakan herbisida pratumbuh setelah perataan

    tanah, kondisi air dalam keadaan macak-macak. Penyiangan gulma disesuaikan dengan kondisi

    lapangan, biasanya dilakukan pada umur tanaman padi 21-25 HST dan umur 42-45 HST

    dengan menggunakan gasrok/landak atau power weeder.

    f. Pengairan

    Buat pintu air masuk pada pematang bagian depan dekat saluran tersier, sedangkan pintu

    pembuangan dibuat pada ujung petakan sawah. Tinggi celah pintu pembuangan 5 cm dari

    permukaan tanah/lumpur.

    Umur tanaman padi

  • 10

    h. Panen dan Pascapanen

    Panen tepat waktu akan menghasilkan mutu gabah dan beras yang baik. Umur panen dilakukan

    sesuai deskripsi varietas (daun bendera dari 90% bulir padi telah menguning) dan kadar air

    gabah 18-20%.

    Alat panen yang digunakan adalah sabit bergerigi yang tajam, sedangkan perontokan gabah

    dengan gebotan atau power thresher. Untuk pertanian modern, panen dan gebotan gabah

    dapat menggunakan combine harvester.

    Gabah yang sudah dirontok segera dijemur sampai kadar ainya 12-14%. Gabah yang sudah

    kering disimpan pada tempat yang kering dan bersih sehingga mutunya tetap terjaga.

  • 11

    Dokumentasi Pelaksanaan Kegiatan

  • 12

    TEKNOLOGI PEMUPUKAN PADA BUDIDAYA CABAI MERAH

    Silvia Yuniarti

    PENDAHULUAN

    Cabai merah merupakan komoditas hortikultura jenis sayuran yang mempunyai nilai

    ekonomis sangat penting dan mempunyai potensi besar untuk dikembangkan di Indonesia. Hal ini

    karena cabai merupakan tanaman yang banyak dimanfaatkan untuk keperluan baik sebagai

    bumbu makanan maupun untuk bahan obat tradisional dan industri. Dengan makin meningkatnya

    jumlah penduduk maka permintaan cabai merah terus meningkat baik untuk kebutuhan rumah

    tangga maupun industri.

    Provinsi Banten memiliki prospek yang cukup bagus untuk pengembangan cabai merah

    karena memiliki lahan yang luas dan letaknya yang strategis karena dekat dengan Jakarta.

    Kebijakan pembangunan pertanian Provinsi Banten antara lain adalah meningkatkan produksi

    hortikultura yang berdaya saing untuk dapat meningkatkan pemanfaatan sumberdaya alam yang

    optimal, mengembangkan komoditas unggulan dan kelembagaan petani, meningkatkan

    pendapatan dan kesejahteraan petani. Cabai merah dan bawang merah merupakan komoditas

    unggulan hortikultura di Provinsi Banten maupun nasional.

    Produktivitas cabai merah di Provinsi Banten sebesar 79,54 kuintal/ha dan bawang merah 5-7

    ton/ha jauh lebih rendah dibandingkan dengan potensi hasil cabai merah sebesar 5-10 t/ha dan

    bawang merah 10-15 t/ha. Upaya untuk meningkatkan hasil cabai merah dapat dilakukan dengan

    menggunakan benih VUB dan pemupukan yang berimbang. Varietas unggul baru cabai merah

    seperti Kencana, Lembang, Chiko yang dihasilkan Balitsa mampu memberikan hasil 5-10 ton/ha.

    Pemupukan merupakan salah satu faktor penentu dalam upaya peningkatan hasil tanaman. Pupuk

    yang diberikan sesuai anjuran diharapkan dapat memberikan hasil yang secara ekonomis

    menguntungkan. Dengan demikian dampak yang diharapkan dari pemupukan tidak hanya

    meningkatkan hasil per satuan luas tetapi juga efisien dalam penggunaan pupuk (Napitupulu dan

    Winarto, 2010).

    DESKRIPSI TEKNOLOGI

    Bahan yang digunakan adalah benih cabai merah Varietas Kencana, kapur, mulsa, pupuk

    (Urea, SP-36, ZA, dan KCl), ajir, dan pestisida.

    Alat yang digunakan untuk kegiatan ini adalah drum untuk mengaduk pupuk, ember,

    meteran, dan timbangan.

  • 13

    Prosedur Kerja

    Kegiatan dilaksanakan di Kabupaten Pandeglang pada lahan petani seluas ±4000 m2 dengan

    menggunakan Varietas Kencana dengan dosis pemupukan yaitu Urea 100 kg/ha + ZA 300 kg/ha +

    SP-36 200 kg/ha + KCl 150 kg/ha.

    Tahapan Budidaya cabai merah adalah :

    a. Persiapan lahan : pada lahan dibuat bedengan-bedengan dengan lebar 1,2 m dan panjangnya

    disesuaikan dengan kondisi lahan dengan kedalaman parit 50 cm dan lebar parit 50-60 cm.

    Pada saat pengolahan lahan diberikan kapur.

    b. Penyemaian : penyemaian dilakukan di kantong plastik (seukuran es mambo) dengan media

    tanah dan pupuk kandang dengan perbandingan 1 : 1.

    c. Penanaman : setelah bibit cabai berumur 3-4 minggu dilakukan penanaman di lapangan

    dengan jarak tanam 50 x 60 cm.

    d. Pemupukan : pupuk kandang yang diberikan sebanyak 12 ton/ha, pupuk SP-36 diberikan

    sebelum tanam sebagai pupuk dasar, pupuk susulan (Urea, ZA, dan KCl) diberikan sebagai

    pupuk susulan pada saat tanaman berumur 3 MST yang diberikan setiap minggu dengan cara

    dikocor dengan dosis pemberian 2 gr/liter yang diaplikasikan ke tanaman ± 250 ml.

    e. Pemeliharaan tananman : penyiraman dilakukan satu kali sehari pada pagi hari atau sore hari

    sejak tanam sampai menjelang panen; pemasangan ajir dilakukan pada saat tanaman berumur

    1-2 MST. Pengendalian hama dan penyakit menggunakan pestisida sesuai anjuran.

    f. Panen dan Pascapanen : dilakukan setelah cabai memerah pada umur 80-90 HST.

    HASIL KAJIAN TEKNOLOGI DAN KEUNGGULAN

    Pemupukan cabai merah dengan penggunaan dosis Urea 100 kg/ha + ZA 300 kg/ha + SP-

    36 200 kg/ha + KCl 150 kg/ha memberikan hasil yang lebih menguntungkan 20 – 30%

    dibandingkan dengan eksisting petani. Keunggulan dari penggunaan dosis ini lebih murah jika

    dibandingkan dengan pupuk yang biasa dipakai petani dengan hasil yang diperoleh juga lebih

    tinggi.

  • 14

    Dokumentasi Pelaksanaan Kegiatan

    Performa Tanaman Cabai Varietas Kencana

    Performa Tanaman Cabai Varietas PM 99 (eksisting petani)

    Performa Tanaman Cabai Varietas Chiko

  • 15

    PEMANFAATAN FEROMON EXI SEBAGAI PENGENDALI DAN PEMANTAU

    HAMA ULAT BAWANG, Spodoptera exigua

    Resmayeti Purba

    PENDAHULUAN

    Sentra produksi bawang merah di Kabupaten Serang adalah daerah Kecamatan

    Kramatwatu. Pada penanaman di bulan Februari-April serangan hama ulat bawang sangat tinggi.

    Kondisi ini berdampak pada usahatani bawang merah mengalami kehilangan hasil panen akibat

    serangan hama ulat, Spdoptera exigua antara 45-57% bahkan gagal panen

    Telur S. exigua diletakkan pada daun oleh serangga betina dan dalam waktu 2-3 hari telur-

    telur tersebut akan menetas, kemudian ulat instar pertama masuk ke dalam rongga daun bawang

    untuk hidup dan berkembang dan merusak pertanaman. Selanjutnya, serangga dewasa (ngengat)

    aktif malam hari dan serangga betina dapat menghasilkan telur 2.000-3.000 butir yang akan

    menetas menjadi larva, kemudian berkembang menjadi pupa dan ngengat dengan siklus 25-30

    hari. Pengendalian hama ulat bawang saat ini oleh petani dilakukan dengan penyemprotan

    insektisida, baik menggunakan insektisida tunggal maupun campuran, dosis tinggi, penyemprotan

    terjadwal dan interval penyemprotan pendek, yaitu 2-3 hari. Kondisi ini dapat menyebabkan hama

    menjadi resisten, keragaman musuh alami berkurang dan berdampak negatif terhadap lingkungan.

    Teknologi pengendalian yang lebih efektif, efisien dan ramah lingkungan adalah menggunakan

    perangkap ber-feromon untuk memerangkap serangga jantan.

    Apa itu feromon seks? Feromon seks merupakan senyawa kimia yang digunakan oleh

    serangga untuk berkomunikasi antar serangga dalam satu spesies ketika proses perkawinan.

    Feromon tersebut dapat dibuat sintetiknya dan diformulasikan sebagai pemikat untuk digunakan

    dalam alat perangkap. Teknologi Feromon seks serangga betina dewasa dimanfaatkan pada

    malam hari, menarik dan mengundang serangga jantan dewasa datang. Serangga jantan yang

    tertangkap akan mengurangi terjadinya telur yang menetas menjadi ulat. Feromonoid seks

    Spodoptera exigua diproduksi secara massal oleh BB Biogen yang diberi nama Feromon Exi.

    Feromon sintetik ini mampu bertahan di lapang di dalam perangkap 1-2 bulan.

    Pemanfaatan Feromon Exi adalah : (1). Perangkap masal (mass trapping) untuk

    mengendalikan populasi serangga dengan mencegah terjadinya kopulasi (kawain) sehingga

    menurunkan populasi generasi berikutnya, (2). Alat pemantau populasi (monitoring) untuk

    mendeteksi keberadaan Spodoptera exigua di lapang dan menentukan ambang kendali sehingga

    strategi pengendalian lebih tepat serta mengurangi penggunaan insektisida 30-60%.

    Penyemprotan pestisida dilakukan berdasarkan populasi imago (ngengat) S. exigua yang

    tertangkap di dalam perangkap Feromon exi. Bila populasi imago tertangkap lebih dari 10

    individu/hari maka perlu dilakukan penyemprotan tanaman bawang. Kondisi ini berdampak pada

  • 16

    usahatani bawang merah yang lebih efektif, efisien, murah dan ramah lingkungan dibandingkan

    dengan pengendalian hama ulat menggunakan insektisida rutin dan berkala.

    Teknologi Feromon seks dapat juga digunakan sebagai pemantau keberadaan hama ulat

    bawang pada suatu wilayah pengembangan budidaya bawang merah. Aplikasi Feromon exi pada

    pertanaman bawang di daerah pengembangan akan memberikan informasi keberadaan populasi

    hama ulat bawang, sehingga informasi ini dapat dijadikan pertimbangan pemilihan lokasi

    usahatani bawang merah.

    DESKRIPSI TEKNOLOGI

    Bahan dan Alat : Benih bawang merah, Feromon Exi, pupuk anorganik, pupuk organik,

    perangkap/toples plastik, tali, bambu, air sabun.

    I.Prosedur Kerja : Budidaya Bawang Merah 1. Pengolahan tanah.

    Lahan untuk pertanaman diolah secara sempurna. Pengolahan tanah dimulai 2-4 minggu

    sebelum tanam dengan cara membuat parit sedalam 30-60 cm, lebar parit 50-60 cm, tanah

    galian dihamparkan di atas bedengan (lebar bedengan 120-150 cm) dan panjang bedengan

    disesuaikan lahan, dibuat bedengan dengan ukuran tinggi 40 cm. Tanah dibiarkan terjemur

    matahari 1-2 minggu agar tanah menjadi kering. Lahan bekas tanaman disemprot dengan

    herbisida pratumbuh Goalma atau Round Up untuk membasmi rumput/tanaman/gulma liar.

    2. Penanaman

    Bibit bawang merah yang telah disiapkan, dirompes dan dipotong ujungnya 1/3 bagian agar

    proses keluarnya tunas lebih cepat. Perompesan dilakukan 1-2 hari sebelum tanam, bibit yang

    sudah dirompes diberi perlakuan fungisida dengan dosis 2 kg/ha. Bibit ditanam berdiri pada

    bedeng pertanaman sampai ujung rata dengan permukaan tanah dengan jarak tanam 20 x 20

    cm. Tiap satu lubang tanam dengan satu umbi bawang.

    3. Pengairan

    Pengairan dilakukan secara teratur sampai tanaman memiliki umbi yang cukup tua atau setelah

    tanaman berumur 50 hari. Penyiraman dilakukan tepat setelah penanaman menggunakan alat

    penyiraman.

    4. Pemupukan

    Pupuk Anorganik diberikan dalam bentuk SP-36 200-300 kg/ha, Urea 200-300 kg/ha, ZA 180-

    200 kg/ha, KCl 100-200 kg.

    Pupuk dasar diberikan bersamaan dengan tanam. Pupuk dasar diberikan dalam bentuk pupuk

    SP-36 200 kg/ha dan KCl 100 kg/ha dan pupuk organik 2 ton/ha.

  • 17

    Pupuk susulan I pada saat tanaman berumur 3-4 minggu. Pupuk susulan II pada umur 4

    minggu setelah tanam. Pupuk susulan disebarkan dalam garitan selebar 5 cm, di samping

    rumpun tanaman. Selesai diberikan, garitan ini ditutup dan diratakan.

    5. Pengairan

    Pengairan dilakukan secara teratur sampai tanaman memiliki umbi yang cukup tua atau

    berumur 50 HST. Penyiraman dilakukan dengan menggunakan alat : Gembor atau cara leb.

    Penyiraman pertama dilakukan setelah penanaman, kemudian diulang kembali setiap hari.

    6. Penyiangan dan pembubunan tanah

    Setelah tanaman berumur 3 minggu, dilakukan penyiangan. Pada saat penyiangan juga

    dilakukan pembubunan tanaman.

    7. Panen dan Pascapanen

    Cara panen bawang merah anjuran yaitu : dipanen pada umur 60-70 hari setelah tanam

    dengan ciri-ciri fisik jika dipegang pangkal daun sudah lemas, daun (70-80%) berwarna kuning

    pucat, umbi sudah terbentuk dengan penuh dan kompak, sebagian umbi sudah terlihat di

    permukaan tanah, umbi berwarna merah tua/merah keunguan dan sebagian besar (>80%) daun

    tanaman tidak rebah.

    II. Prosedur kerja aplikasi Feromon Exi sebagai pengendali hama ulat bawang

    Lokasi lahan pertanaman di Desa Kramatwatu, Kabupaten Serang dengan luas 5000 m2. Lahan

    dipasang perangkap Feromon Exi sebanyak 15 buah secara diagonal pada hari ke-3 HST.

    Perangkap Feromon Exi dipasang 30-50 cm di atas permukaan lahan pertanaman bawang.

    Perangkap Feromon Exi diisi air sabun sebanyak 250 ml. Penggatian air di dalam

    perangkap/stoples dilakukan setiap 5 hari sekali. Pengamatan imago/ngengat yang tertangkap

    dilakukan dengan interval 3-5 hari. Tindakan pengendalian dan penyemprotan hama dilakukan

    bila jumlah populasi imago/ngengat tertangkap per hari lebih dari 10 individu/ekor.

    Lahan pertanaman bawang merah seluas 5000 m2 tidak dipasang perangkap Feromon Exi dan

    tindakan pengendalian/penyemprotan hama dilakukan secara rutin berkala 5-7 hari.

    III. Prosedur kerja aplikasi Feromon Exi sebagai pemantau hama ulat bawang

    Kegiatan dilakukan di Kecamatan Panimbang, Kecamatan Pandeglang dan Kecamatan Menes

    (Kabupaten Pandeglang), Kecamatan Rajeg dan Kecamatan Gunung Kaler (Kabupaten

    Tangerang) dan Kecamatan Kasemen (Kota Serang). Setiap lokasi budidaya bawang merah

    dilakukan pada lahan seluas 2000 m2. Pemasangan perangkap Feromon Exi dilakukan secara

    diagonal sebanyak 5 buah mulai hari 3 HST sampai 50 HST. Penggatian air di dalam

    perangkap/stoples dilakukan setiap 5 hari sekali. Pengamatan imago/ngengat yang tertangkap

    dilakukan dengan interval 3-5 hari.

  • 18

    HASIL KAJIAN DAN KEUNGGULAN

    Pemanfaatan Feromon Exi pada pertanaman bawang merah dapat dapat mengurangi tingkat

    serangan hama ulat Spodoptera exigua.

    Aplikasi Feromon Exi pada budidaya bawang merah dapat meningkatkan hasil panen berkisar

    15-35% dan dapat meningkatkan keuntungan usahatani bawang 10-30%.

    Usahatani bawang merah lebih eifisien dengan aplikasi Feromon Exi karena dapat mengurangi

    biaya produksi untuk pembelian pestisida dan biaya penyemprotan 20-40%.

    Pemanfaatan Feromon Exi sebagai pemantau hama ulat bawang dapat dijadikan dasar dalam

    tindakan penyemprotan dengan insektisida. Bila jumlah ngengat/imago yang tertangkap per

    hari sebanyak 1-3 individu maka pertanaman bawang tidak perlu disemprot insektisida. Bila

    tangkapan ngengat lebih dari 10 individu/hari maka pertanaman bawang perlu penyemprotan

    insektisida.

    Hasil aplikasi Feromon Exi pada Kecamatan Kasemen (Kota Serang), Kecamatan Panimbang,

    Kecamatan Menes, Kecamatan Pandeglang (Kabupaten Pandeglang), Kecamatan Rajeg,

    Gunung Kaler dan Pasar Kemis (Kabupaten Tangerang) menunjukkan populasi hama ulat

    bawang tidak terpantau sehingga wilayah tersebut dapat direkomendasikan sebagai lokasi

    pengembangan bawang merah.

  • 19

    Dokumentasi Pelaksanaan Kegiatan

    Ulat Bawang (Spodoptera exigua) Serangga Dewasa

    (Imago/ngengat).

    Perangkap Feromon Exi di lahan

    pertanaman bawang merah

    Umbi bawang terserang

    ulat bawang

    Aplikasi Feromon Exi

    di Poktan “Subur Mandiri” Desa Pangedengan, Kecamatan Pasar

    Kemis, Tangerang

    Aplikasi Feromon Exi di

    Kecamatan Menes, Kabupaten Pandeglang

  • 20

    TEKNOLOGI PENYUSUNAN RANSUM ITIK PEDAGING

    BERBASIS BAHAN PAKAN LOKAL

    Maureen C. Hadiatry dan Dewi Haryani

    Pendahuluan

    Itik merupakan salah satu jenis ternak yang lazim dipelihara oleh masyarakat Banten.

    Berdasarkan data Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, populasi itik di Provinsi

    Banten pada tahun 2015 mencapai 2.157.529 ekor. Hal ini menempatkan provinsi Banten sebagai

    salah satu dari sepuluh provinsi dengan populasi itik terbesar di Indonesia (DJPKH 2016).

    Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Banten, penyebaran itik meliputi seluruh

    kabupaten/kota dengan populasi terbesar berada di Kabupaten Serang (BPS 2013). Adapun

    penyebaran itik di Kabupaten Serang terutama berada di sekitar wilayah pantai utara Banten

    antara lain Kecamatan Pontang, Carenang, Tirtayasa dan Tanara (BPS 2011). Wilayah-wilayah

    tersebut dikenal sebagai sentra produksi itik di Provinsi Banten.

    Secara umum, pemeliharaan itik yang biasa dilakukan oleh peternak itik di provinsi Banten

    adalah dengan menggembalakan itik di areal persawahan atau di sekitar lingkungan kandang.

    Umumnya peternak mengandalkan pakan dari ketersediaan pakan di lokasi penggembalaan itik.

    Apabila pakan sulit didapatkan, peternak biasanya membuat susunan ransum berdasarkan

    informasi dari sesama peternak ataupun pengalaman sendiri. Dalam hal ini, faktor pembatas yang

    dihadapi peternak adalah minimnya modal untuk menutupi biaya pakan. Akibatnya, peternak

    cenderung memberikan pakan seadanya tanpa memperhatikan apakah ransum yang telah disusun

    telah mencukupi kebutuhan gizi ternak itik yang dipeliharanya.

    Di sisi lain, terdapat potensi bahan baku pakan lokal yang dapat dimanfaatkan peternak

    untuk memenuhi kebutuhan gizi ternak itik yang dipeliharanya. Sehubungan dengan itu, salah satu

    solusi untuk mengatasi tingginya biaya pakan adalah memanfaatkan bahan pakan lokal yang

    banyak tersedia di lokasi pemeliharaan itik untuk selanjutnya diformulasikan sesuai dengan

    kebutuhan gizi itik yang dipelihara.

    Deskripsi Teknologi

    Tahapan dalam kegiatan penyusunan ransum itik pedaging :

    1. Identifikasi bahan pakan lokal

    Kegiatan identifikasi bahan pakan lokal dilaksanakan dengan metode wawancara dengan

    peternak itik di lokasi kajian. Disamping itu juga dilaksanakan survei langsung ke lokasi

    penghasil pakan ataupun ke produsen penghasil bahan pakan tersebut. Selanjutnya

    dilaksanakan analisa proksimat untuk mengetahui kandungan gizi dari bahan pakan tersebut.

  • 21

    2. Kebutuhan gizi itik

    Kebutuhan nutrisi itik yang digunakan sebagai pedoman formulasi pakan dalam kajian ini

    adalah berdasarkan rekomendasi Balitnak, disajikan pada Tabel 1.

    Tabel 1. Kebutuhan Nutrisi Itik Pedaging Lokal

    Unsur Nutrisi Itik Pedaging Lokal

    Protein Kasar (%) 15-18

    Energi (kkal EM/kg) 2.700

    Metionin (%) 0,29

    Lisin (%) 0,74

    Ca (%) 0,6-1,0

    P tersedia (%) 0,6

    Sumber : Sinurat (2000)

    Selanjutnya untuk pedoman jumlah pemberian pakan untuk itik per ekor per hari juga

    didasarkan dari rekomendasi Balitnak, disajikan pada Tabel 2.

    Tabel 2. Jumlah Pemberian Pakan Itik

    Umur Itik Jenis Pakan Kebutuhan Pakan

    (gram/ekor/hari)

  • 22

    lainnya untuk selanjutnya dicampur sedikit demi sedikit dengan bahan-bahan lain dalam

    formulasi pakan yang digunakan.

    4. Aplikasi pakan untuk itik

    Pakan yang telah dibuat selanjutnya diberikan selama 8 minggu pemeliharaan pada itik

    pedaging.

    Hasil Kajian Teknologi dan Keunggulannya

    Tabel 3. Karakteristik Bahan Pakan Itik di Wilayah Pantai Utara Banten

    Bahan pakan

    Sumber Harga

    (Rp/kg) Kandungan Gizi Bahan Pakan

    Estimasi Jumlah

    Yang Tersedia di Lokasi

    Keterangan

    Dedak Produk samping pertanaman

    padi

    2.500-3.000 PK=11,7%

    Energi=2.600

    kkal EM/kg

    300 kg/ha luasan pertanaman padi

    Tersedia melimpah saat panen padi, harga fluktuatif, sebagai

    sumber energi bagi itik

    Nasi

    aking

    Limbah rumah

    tangga

    2.500-3.000 PK=9,1%

    Energi=3.121kkal EM/kg

    > 100 kg/hari Selalu tersedia, harga fluktuatif,

    sebagai sumber energi bagi itik

    Menir Produk samping pengolahan

    beras

    3.500-4.000 PK=10,2%

    Energi=2.660kk

    al EM/kg

    240 kg/ha luasan pertanaman padi

    Selalu tersedia, harga fluktuatif, sebagai sumber energi bagi itik

    Ikan

    rucah

    Perairan di

    wilayah utara Banten

    1.500-3.000 PK=64,2%

    Energi=3.694 kkal EM/kg

    50-100 kg/hari Sulit didapatkan saat musim

    angin laut, sebagai sumber energi bagi itik

    Keong mas

    Pertanaman padi

    500 PK=44%

    Energi=2.700kkal EM/kg

    2-32 ekor/m2

    areal pertanaman padi

    Sulit didapatkan saat musim kemarau, sebagai sumber protein bagi itik

    Kepala dan

    cangkang udang

    Pabrik pengolahan

    udang

    1.500-3.000 PK=53,6%

    Energi=2.000kk

    al EM/kg

    > 100 kg/hari Selalu tersedia, pasar tertutup, sebagai sumber protein dan

    kalsium bagi itik

    Mie

    kering (expired)

    Pabrik

    pembuatan mie

    2.000-2.500 PK=7,4%

    Energi=2.660kkal EM/kg

    100 - 200

    kg/minggu

    Selalu tersedia, pasar tertutup,

    sebagai sumber energi bagi itik

    Sumber : Hadiatry et al. (2013)

    Berdasarkan identifikasi bahan pakan yang telah dilaksanakan, bahan pakan itik yang

    banyak terdapat di wilayah pantai utara Banten antara lain keong mas, nasi aking, dedak, ikan

    rucah, kepala udang dan mie kering kadaluarsa. Setiap bahan pakan memiliki kelebihannya

    masing-masing dan dapat dimanfaatkan untuk mendukung pengembangan itik lokal di Banten.

    Karakteristik bahan pakan itik dan yang banyak tersedia di wilayah pantai utara Banten disajikan

    pada Tabel 3.

  • 23

    Selanjutnya, berdasarkan hasil kajian yang dilakukan BPTP-Balitbangtan Banten, telah

    disusun berbagai ransum itik pedaging berbasis bahan baku lokal (Tabel 4) yang selanjutnya

    pakan dengan hasil performa terbaik dipilih sebagai formulasi pakan rekomendasi. Adapun proses

    persiapan dan pencampuran pakan, hasil aplikasi pakan terkait dengan indikator teknis dan

    indikator ekonomis disajikan pada disajikan pada Tabel 5 dan Tabel 6.

    Tabel 4. Formulasi Dan Komposisi Ransum Itik Pedaging Berbasis Bahan Pakan Lokal

    Bahan Pakan Pakan Rekomendasi 1 Pakan Rekomendasi 2

    Formulasi :

    Dedak 48 48

    Keong mas - -

    Kepala udang - 10.25

    Ikan rucah 8,35 -

    Nasi aking 34,3 30.65

    Konsentrat pabrik 8,45 9

    Garam 0,1 0,1

    Minyak sawit 0,8 2

    Jumlah (%) 100 100

    Komposisi :

    Protein (%) 17,2 17,2

    Energi (Kkal) 2.710,2 2.617,3

    Ca (%) 1,72 1,72

    P (%) 0,93 0,58

    Harga pakan (Rp/kg) 3.705* 2.399**

    Sumber : Haryani et al. (2012), Hadiatry et al. (2013) * harga pakan tahun 2013; harga tahun 2017 = Rp. 7.000 ** harga pakan tahun 2013; harga tahun 2017 = Rp. 6.400

    Tabel 5. Aplikasi Pakan Rekomendasi 1 Pada Itik Pedaging Lokal selama Delapan Minggu Pemeliharaan

    Indikator Teknis Aplikasi Pakan Rekomendasi 1

    Jumlah Itik (ekor) 150,00

    Bobot Badan Awal (gram) 40,00

    Bobot Badan Akhir (gram) 1.395,00

    Pertambahan Bobot Badan (gram) 1.355,00

    Konsumsi Pakan (gram) 4.709,25

    FCR 3,48

    Sumber : Hadiatry et al. (2013)

  • 24

    Tabel 6. Analisa Usaha Tani Itik Lokal (Pedaging, skala 350 ekor)

    N.

    Uraian Itik Lokal

    Volume Harga (Rp) Jumlah (Rp)

    . Pengeluaran

    a. Bibit 350 Ekor 6.000 2.100.000,00

    b. Pakan

    - Minggu I 36,75 Kg 7.000 257.250,00

    - Minggu II 100,45 Kg 6.600 662.970,00

    - Minggu III–VIII 1.514,10 Kg 3.705 5.609.740,50

    c. Obat-obatan 1 Paket 175.000 175.000,00

    d. Penyusutan kandang 1 Unit 35.800 35.800,00

    e. Tenaga kerja 22,40 HOK 25.000 560.000,00

    Total 9.400.760,50

    . Penerimaan

    Penjualan Itik * 315 Ekor 37.000 11.655.000,00

    Total 11.655.000,00

    . Keuntungan

    a. Pendapatan 2.254.239,50

    b. R/C 1,24

    c. B/C 0,24

    Sumber : Hadiatry et al. (2013) Keterangan : * = asumsi mortalitas 10 %

    Berdasarkan hasil kajian diatas, keunggulan pemanfaatan bahan pakan lokal untuk

    pemeliharaan itik, antara lain:

    1. Menghasilkan pakan dengan kandungan gizi yang sesuai dengan kebutuhan nutrisi itik dengan

    harga murah.

    2. Peternak memiliki akses yang mudah untuk mendapatkan bahan-bahan pakan tersebut karena

    merupakan bahan pakan yang tersedia di sekitar lokasi pemeliharaan.

    3. Melalui pemanfaatan bahan pakan lokal, peternak dapat menutupi biaya pakan selama

    pemeliharaan sehingga keberlanjutan usahanya menjadi lebih terjamin.

  • 25

    Dokumentasi Pelaksanaan Kegiatan

    a. Dedak b. Nasi Aking c. Menir

    d. Ikan Rucah e. Kepala dan cangkang udang f. Mie Kering

    Berbagai Bahan Pakan Itik di Wilayah Pantai Utara Provinsi Banten

  • 26

    a. Penjemuran Bahan b. Penggilingan Bahan

    c. Pencampuran Bahan d. Pemberian pada Itik

    Proses Aplikasi Ransum Itik Berbahan Baku Lokal

  • 27

    TEKNOLOGI PENGOLAHAN MOCAF DAN MIE MOCAF

    Sri Lestari

    PENDAHULUAN

    Konsumsi beras sampai saat ini masih tinggi. Menurut Data Susenas, secara nasional pada

    tahun 2013 mencapai 96,3 kg/kap/th dan Banten 112,8 kg/kap/th. Hal ini dikarenakan konsumsi

    pangan rata-rata belum beragam, masih didominasi beras dan terigu. Pengolahan pangan lokal

    menjadi hal yang penting untuk dilakukan guna menekan bahan pangan impor khususnya terigu.

    Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) impor tepung terigu sepanjang tahun 2013

    mencapai 205.446 ton dengan nilai US$ 82.07 juta. Impor tersebut turun dibandingkan tahun

    2012 yang mencapai 479.682 ton, dengan nilai US$ 188.83 juta.

    Tepung terigu yang notabene merupakan produk impor ternyata memiliki dampak yang

    kurang baik bagi kesehatan jika dikonsumsi terus menerus. Hal ini disebabkan karena di dalam

    tepung terigu mengandung senyawa gluten yang memiliki sifat lengket. Jenis gangguan kesehatan

    yang ditimbulkan akibat dari mengkonsumsi tepung terigu secara terus menerus yaitu gangguan

    pencernaan, kembung, rasa tidak enak di perut, iritasi usus, sakit kepala, migrain, nyeri sendi dan

    otot, asma, eksem, dan gangguan suasana hati. Gluten juga sebaiknya dihindari penderita autis.

    Diperlukan adanya alternatif tepung yang memiliki sifat mirip dengan tepung terigu akan tetapi

    aman bagi kesehatan. Tepung mocaf (modified cassava flour) memiliki sifat menyerupai tepung

    terigu tetapi tidak memiliki kandungan gluten. Tepung mocaf yang berasal dari ubi kayu menjadi

    sangat potensial untuk dikembangkan mengingat potensi pertanaman ubi kayu yang sangat baik di

    Indonesia serta proses pengolahan tepung mocaf yang sederhana.

    Produk turunan dari tepung mocaf salah satunya adalah mie mocaf. Konsumsi masyarakat

    akan mie instan semakin meningkat seiring dengan berkembangnya produk-produk mie instan

    dengan berbagai inovasi rasa dan kemasan. Bahan aditif yang terkandung di dalamnya dapat

    membahayakan kesehatan apabila dikonsumsi dalam jangka waktu yang lama. Diperlukan adanya

    inovasi teknologi pengolahan mie yang terbuat dari substitusi tepung terigu dan tepung mocaf

    tanpa penambahan zat-zat aditif yang dapat mengganggu kesehatan misalnya pewarna sintetis,

    pengenyal dan lain sebagainya.

    DESKRIPSI TEKNOLOGI

    Teknologi pengolahan tepung mocaf menurut BSN (2011) yaitu tepung yang diperoleh dari

    ubi kayu (Manihot esculenta) dengan proses fermentasi asam laktat. BSN mengeluarkan SNI

    tepung mocaf dengan nomor SNI 7622:2011. Teknologi pembuatan mie mocaf yaitu pengolahan

    mie dengan menggunakan bahan dasar tepung terigu dan tepung mocaf dengan perbandingan

    60% : 40%.

  • 28

    HASIL KAJIAN DAN KEUNGGULAN

    Teknologi Pengolahan Tepung Mocaf

    Bahan yang digunakan pada pengolahan ini adalah 5 kg ubi kayu, 5 gram starter BIMO-CF,

    5 liter air. Alat yang digunakan yaitu timbangan digital, pisau, baskom, slicer, spinner, cabinet

    dryer, mesin penepung, ayakan, colorimeter. Diagram alir proses pengolahan tepung mocaf dapat

    dilihat pada Gambar 1.

    Gambar 1. Diagram alir proses pengolahan tepung mocaf

    Rendemen tepung mocaf dengan menggunakan starter BIMO-CF serta lama fermentasi 18

    jam dari ubi kayu dengan umur panen 9-11 bulan menghasilkan rendemen secara berurutan

    sebesar 25% - 32%. Nilai kadar air dan HCN tepung mocaf yang dihasilkan sesuai dengan SNI

    tepung mocaf dengan nomor SNI 7622:2011. Data kadar air, protein, pati dan HCN dapat dilihat

    pada Tabel 1. Nilai derajat putih tepung yang dihasilkan yaitu 91.6% - 92.78%.

    Ubi Kayu Segar

    Pengupasan dan Pencucian

    Pengirisan/Penyawutan

    Perendaman Dalam Air + Starter BIMO-CF Selama 18 Jam

    Penirisan/Pengepresan (Manual/Spinner)

    Pengeringan dengan Cabinet Dryer

    TEPUNG MOCAF

    Penepungan dan Pengayakan

  • 29

    Tabel 1. Hasil analisa kadar air, protein, pati dan HCN tepung mocaf

    Jenis Hasil Standar SNI 7622:2011 Satuan

    Kadar Air 6.72 Max. 13 %

    Kadar Protein 1.88 *- %

    Pati 64.68 *- %

    HCN 3.8 Max. 10 ppm

    Sumber: Laporan hasil pengujian Laboratorium BB Litbang Pascapanen (2016)

    Keunggulan dari teknologi pengolahan tepung mocaf ini jika dibandingkan dengan tepung

    cassava yaitu menghilangkan aroma khas gaplek (bau apek) dan meningkatkan derajat putih

    tepung. Dengan lama perendaman selama 18 jam diharapkan dapat lebih mengefektifkan waktu

    kerja bila dibandingkan dengan 12 jam.

    Teknologi Pengolahan Mie Mocaf

    Bahan yang digunakan yaitu 400 gr tepung mocaf, 600 gr tepung terigu protein tinggi

    (12%-13%), 2 butir telur, 220 ml air. Alat yang yang digunakan yaitu baskom, gilingan/ cetakan

    mie, panci kukusan, oven dryer. Pengolahan mie dilakukan dengan tahap sebagai berikut :

    a. Tepung komposit (tepung terigu dan tepung mocaf dengan komposisi maksimal tepung mocaf

    40%) dicampur dengan telur dan air.

    b. Aduk adonan hingga kalis.

    c. Adonan dimasukkan kedalam cetakan mie hingga terbentuk lembaran mie sesuai dengan yang

    diinginkan.

    d. Pengukusan mie sekitar 10 menit.

    e. Pengeringan mie dengan dijemur di bawah sinar matahari/ menggunakan oven dryer.

    Tabel 2. Kandungan gizi mie mocaf

    Jenis Analisis

    Type of Analysis Metode

    Method Hasil

    Result Satuan

    Unit

    Kadar Air Gravimetri 30,14 %

    Kadar Abu Gravimetri 0,44 %

    Kadar Lemak Soxhlet 3,64 %

    Kadar Protein Kjeldahl 4,66 %

    Karbohidrat By different 61,12 %

    Energi Kalkulasi 295,88 Kkal/100g

    HCN Spektro ttd ppm

    Sumber: Laporan hasil pengujian Laboratorium BB Litbang Pascapanen (2016)

    Keunggulan dari teknologi pengolahan mie mocaf ini yaitu dapat meminimalisir

    penggunaan tepung terigu serta menghasilkan mie sehat tanpa menggunakan bahan kimia.

    Substitusi tepung mocaf hingga 40% pada pengolahan mie menghasilkan aroma dan rasa yang

    tidak berbeda nyata dengan mie 100% tepung terigu.

  • 30

    Dokumentasi Foto

    Gambar 2. Mie Mocaf Mie mocaf diolah menjadi mie ayam

  • 31

    PETA PEWILAYAHAN KOMODITAS PERTANIAN PROVINSI BANTEN

    Tian Mulyaqin dan Hijriah Mutmainah

    Pendahuluan

    Ketersediaan data spasial sumberdaya lahan di Provinsi Banten masih sangat minim, hal ini

    dapat menghambat laju pembangunan pertanian di Provinsi Banten. Data/peta sumberdaya lahan

    yang tersedia pada skala 1:250.000, kurang sesuai digunakan untuk keperluan perencanaan fisik

    di Tingkat Kabupaten dan Kecamatan mengingat informasinya masih sangat kasar. Oleh karena

    itu, diperlukan data sumberdaya lahan yang lebih rinci yaitu skala detil/operasional (skala 1 :

    50.000). Data tersebut dapat diperoleh melalui kegiatan karakterisasi dan evaluasi sumberdaya

    lahan yang selanjutnya digunakan untuk menyusun peta pewilayahan skala 1 : 50.000.

    Data Sumber Daya Lahan (SDL) diperlukan dalam penyusunan atau revisi Rencana Tata

    Ruang Wilayah (provinsi/ kabupaten/kota, sehingga pemanfaatan ruang wilayah

    provinsi/kabupaten/kota lebih tepat sesuai potensi lahan. Badan Litbang Pertanian (cq. BBSDLP)

    adalah walidata Peta Tanah dan Peta Gambut) yang dibentuk melalui PERPRES 09/2016 tentang

    one map policy. Sejak Tahun 2013-2015, BBSDLP bekerja sama dengan BPTP Banten Menyusun

    Peta Pewilayahan Komoditas atau AEZ skala 1:50.000 di 4 Kabupaten dan 2 Kota se Provinsi

    Banten.

    Metodologi

    Kegiatan ini dilaksanakan dari tahun 2013 sampai tahun 2015, yang meliputi wilayah

    Kabupaten Serang, Kabupaten Lebak, Kabupaten Pandeglang dan Kabupaten Tangerang. Tahapan

    kegiatan meliputi :

    a. Prasurvei

    Pada kegiatan ini dilakukan konsultasi, pengurusan surat izin penelitian/survei ke

    pemerintah daerah dan instansi terkait lainnya, bantuan tenaga daerah dan ketersediaan tanaga

    kerja untuk membantu pelaksanaan lapangan. Selain itu pengujian pendahuluan di lapangan

    terhadap peta hasil interpretasi dan peninjauan lokasi sebagai basecamp pelaksanaan survei.

    b. Survei lapangan

    Survei lapangan dimaksudkan untuk memperoleh data primer yang meliputi karakteristik

    lahan dan data sosial ekonomi pertanian. Pengamatan karakteristik lahan meliputi pengamatan

    sifat morfologi, fisiografi, topografi, bahan induk/geologi, sifat dan ciri tanah, parameter yang

    diamati untuk tujuan evaluasi yaitu : Kondisi terrain (lereng, torehan, keadaan batuan

    dipermukaan dan kemungkinan bahaya banjir), media perakaran (kedalaman efektif, tekstur,

    drainase, struktur tanah, density dan kematangan).

  • 32

    c. Analisis Data

    Kegiatan analisis data karakteristik lahan untuk tujuan evaluasi, penyusunan model evaluasi

    lahan, pelaksanaan evaluasi lahan serta penyusunan konsep peta pewilayah komoditas dilakukan

    secara terkomputerisasi dengan program SPKL (Sistem Penilaian Kesesuaian Lahan).

    Analisis data sosial ekonomi untuk melihat manfaat dari usahatani komoditas anjuran

    dengan mengamati variabel biaya dan penerimaan. Analisis kelayakan ekonomi dihitung dengan

    analisis kelayakan finansial dihitung dengan harga pasar yang berlaku (market price) dari

    beberapa komoditas potensial sebagai komoditas unggulan daerah setempat.

    Peta hasil observasi lapang selanjutnya diperbaiki dan disusun setelah terkumpulnya semua

    data tanah dan ekonomi yang dilakukan secara terkomputerisasi. Untuk penilaian kelas kesesuaian

    lahan dan analisis usahatani menggunakan program Sistem Penilaian Kelas Kesesuaian Lahan

    (SPKL) versi 2. Selanjutnya menggunakan program GIS (Arc View atau Arc GIS) untuk

    menyelaraskan pembuatan peta akhir pewilayahan komoditas pertanian berdasarkan zona

    agroekologi pada skala 1:50.000.

    Hasil Kajian Teknologi

    Dalam Kegiatan ini telah dihasilkan peta pewilayahan komoditas skala 1 : 50.000 untuk

    Kabupaten Serang, Kabupaten Pandeglang, Kabupaten Lebak, Kabupaten Tangerang, Kota

    Tangerang, dan Kota Tangerang Selatan, sebagaimana ntersaji pada peta berikut :

  • 33

    1). Peta Pewilayahan Komoditas Pertanian Skala 1:50.000 di Kabupaten Serang

    Legenda Peta

    Subzona Kawasan Alternatif Komoditas

    Pertanian

    Luas

    Ha %

    IV/Wfs Pertanian Lahan Basah - rotasi palawija

    dan sayuran

    Padi sawah/ jagung, kedele,

    cabe, bawang merah

    46.771 32,41

    IV/Df,h Pertanian Lahan Kering - tanaman pangan, hortikultura

    Padi sawah, jagung, ubi kayu, cabe, bawang merah, sedap malam

    15.934 11,04

    III/Df,h Pertanian Lahan Kering - tanaman

    tahunan - perkebunan/hortikultura /palawija

    Tanaman perkebunan, buah-

    buahan, palawija, padi sawah dan sayuran

    23.688 16,41

    II/Dh,e Pertanian Lahan Kering - tanaman tahunan/perkebunan

    Tanaman buah2an dan perkebunan

    27.958 19,37

    IV/Wib Perikanan air payau Bandeng dan udang 7.3 5,06

    VII/Dji Kawasan konservasi hutan/pariwisata Tanaman kehutanan dan pariwisata

    562 0,39

    I/Djj Kawasan konservasi kehutanan Tanaman/vegetasi hutan/alami

    21.295 14,75

    X.3 Badan air (sungai/danau) 818 0,57

    Luas total 144.325 100,00

  • 34

    2). Peta Pewilayahan Komoditas Pertanian Skala 1:50.000 di Kabupaten Lebak

    Legenda Peta

    Subzona Kawasan Alternatif Komoditas Pertanian Luas

    Ha %

    I/Dei Kawasan konservasi lahan kering - hutan

    Tanaman hutan 13.933 4,21

    I/Djj Kawasan konservasi lahan kering - hutan

    Tanaman hutan 30.422 9,20

    II/Dei Kawasan lahan kering perkebunan Karet dan kelapa sawit 19.343 5,85

    II/Dei;hf Kawasan konservasi dengan tanaman perkebunan tanaman industry dan

    hortikultura buah-buahan

    Durian, cengkeh, kakao 39.204 11,85

    II/Dei;j Kawasan konservasi dengan tanaman

    perkebunan tanaman industri

    Durian, cengkeh, kakao dan

    tanaman hutan

    1.794 0,54

    II/Dhvf;ei Kawasan konservasi dengan tanaman hortikultura sayuran dan buah-buahan, perkebunan tanaman industri

    Cabai, jahe, lengkuas, durian, papaya, manggis

    37.544 11,35

    III/Dei Kawasan lahan kering perkebunan Kelapa sawit dan karet 7.317 2,21

    III/Df;h;ei Kawasan tanaman pangan lahan kering, hortikultura sayuran dan buah-

    buahan, perkebunan tanaman industri

    Jagung, kedelai, cabai, durian, manggis, papaya, cengkeh, kakao

    37.078 11,21

    III/Dhf Kawasan konservasi dengan tanaman

    hortikultura sayuran dan buah-buahan, perkebunan tanaman industri

    Durian, manggis, papaya, cengkeh,

    kakao

    2.821 0,85

    III/Dhf;sp Kawasan hortikultura buah-buahan

    dan tanaman pangan lahan kering serealia dan kacang-kacangan

    Kedelai, jagung, papaya, durian,

    pisang

    820 0,25

    IV/Dei Kawasan lahan kering perkebunan Karet dan kelapa sawit 2.942 0,89

  • 35

    IV/Df;h Kawasan tanaman pangan lahan kering, hortikultura sayuran dan buah-buahan, perkebunan tanaman industri

    Jagung, kedelai, padi gogo, cabai, durian, manggis, papaya, pisang

    12.608 3,81

    IV/Dfs;hv/Wr Kawasan tanaman pangan serealia, sayuran dan sawah

    Jagung, kedelai, ubi kayu, ubi jalar, jahe, cabai, dan sebagian padi sawah

    4.827 1,46

    IV/Dh/e Kawasan lahan kering tanaman hortikultura dan perkebunan

    Kelapa, mangga, durian, cengkeh 3.27 0,99

    IV/Dhf/Wr Kawasan hortikultura buah-buahan

    sebagian sawah

    Durian, manggis, papaya, jagung,

    ubikayu, kedelai, sebagian padi sawah

    2.685 0,81

    IV/Wr Kawasan tanaman pangan lahan basah Padi sawah 15.434 4,67

    IV/Wr/Dhf Kawasan tanaman pangan lahan basah, lahan kering, dan hortikultura sayuran, buah-buahan

    Padi sawah, jagung, ubijalar, ubikayu, cabai, jahe

    1.589 0,48

    VII/Dei Kawasan konservasi lahan kering dengan pariwisata

    Kelapa, tanaman hutan dan pariwisata

    719 0,22

    TGHK Kawasan hutan Tanaman hutan 93.603 28,30

    X.2 Kawasan kota Kawasan kota 522 0,16

    X.3 Tubuh air (sungai/danau) Tubuh air (sungai/danau) 2.246 0,68

    Luas Total 330.721 100,00

    3). Peta Pewilayahan Komoditas Pertanian Skala 1:50.000 di Kabupaten Pandeglang

  • 36

    Legenda Peta

    Subzona Kawasan Komoditas Alternatif Komoditas

    Pertanian

    Luas

    Ha %

    I/Dei Kawasan konservasi lahan kering tanaman hutan

    Tanaman hutan 3 0,00

    I/Dj Kawasan konservasi lahan kering tanaman hutan

    Tanaman hutan 6.644 2,39

    II/Dei Kawasan lahan kering perkebunan Karet dan kelapa sawit 7.648 2,75

    II/Dh/e Kawasan lahan kering tanaman hortikultura

    dan perkebunan

    Cabai, durian, manggis, kopi,

    kakao, cengkeh

    19.419 6.99

    II/Dj/h/e Kawasan konservasi lahan kering dengan

    tanaman hutan, hortikultura buah-buahan dan perkebunan

    Durian, manggis, pisang, kopi,

    cengkeh dan tanaman hutan

    4.585 1,65

    II/Dj/hf Kawasan konservasi lahan kering dengan tanaman hutan dan hortikultura buah-buahan

    Durian, manggis, pisang, kopi, cengkeh dan tanaman hutan

    5.679 2,04

    III/Dei Kawasan lahan kering perkebunan Karet, kelapa sawit 5.245 1,89

    III/Df/h Kawasan lahan kering tanaman pangan dan

    hortikultura

    Jagung, ubijalar, ubikayu, cabai,

    durian, melinjo

    7.944 2,86

    III/Dh/e Kawasan lahan kering tanaman hortikultura dan perkebunan

    Durian, melinjo, cengkeh, kelapa, kelapa sawit, karet

    31.486 11,43

    IV/Dei Kawasan lahan kering perkebunan Karet dan kelapa sawit 6.201 2,23

    IV/Deji Kawasan lahan kering konservasi pantai

    dengan tanaman perkebunan, hutan dan pariwisata

    Kelapa, pisang, tanaman hutan

    pantai dan pariwisata

    3.249 1,17

    IV/Df/h Kawasan lahan kering tanaman pangan dan hortikultura

    Jagung, ubikayu, ubijalar, cabai, pisang, melinjo

    273 0,10

    IV/Df/h/e Kawasan lahan kering tanaman pangan, hortikultura dan perkebunan

    Jagung, ubikayu, kakao, durian, cengkeh

    1.167 0,42

    IV/Dfsp Kawasan lahan kering tanaman pangan serealia dan kacang-kacangan

    Jagung dan kedelai 1.06 0,38

    IV/Dh/e Kawasan lahan kering tanaman hortikultura dan perkebunan

    Kelapa, mangga, durian, cengkeh 1.311 0,47

    IV/Dhf/Wr Kawasan jalur aliran dengan hortikultura

    buah-buahan dan tanaman pangan lahan basah

    Durian, melinjo, pisang, manggis

    dan padi sawah

    5.702 2,05

    IV/Wr Kawasan tanaman pangan lahan basah Padi sawah 28.121 10,13

    IV/Wr/Df,h Kawasan tanaman pangan lahan basah, lahan kering, dan hortikultura

    Padi sawah, jagung, ubijalar, ubikayu, cabai

    37.457 13,49

    IV/Wr/Jb Kawasan tanaman pangan lahan basah dan hutan pasang surut

    Padi sawah dan bakau 1.994 0,72

    TGHK Kawasan kehutanan Tanaman hutan 99.346 35,77

    X.3 Tubuh air (sungai/danau) Tubuh air (sungai/danau) 1.336 0,48

    X.6 Pulau kecil Pulau kecil 1.841 0,66

    Luas Total 277.71 100,0

  • 37

    4). Peta Pewilayahan Komoditas Pertanian Skala 1:50.000 di Kabupaten Tangerang

    Legenda Peta

    Subzona Kawasan Alternatif Komoditas

    Pertanian

    Luas

    Ha %

    IV/Wr Pertanian lahan basah Padi sawah 29.63 28,87

    IV/Wr/Df Pertanian lahan basah dan tanaman

    pangan lahan kering

    Padi sawah, ubi-ubian dan

    kacang-kacangan

    3.641 3,55

    IV/Wr/Dhv Pertanian lahan basah dan lahan kering hortikultura

    Padi sawah dan sayuran 5.179 5,05

    IV/Dh-f/Wr Pertanian lahan kering hortikultura dan

    lahan basah

    Buah-buahan, sayuran dan

    padi sawah

    11.394 11,10

    III/Dhf/Dfu Pertanian lahan kering, hortikultura dan tanaman pangan

    Buah-buahan dan ubi-ubian 6.226 6,07

    III/Dh Pertanian lahan kering, hortikultura Buah-buahan dan sayuran 7.748 7,55

    IV/Dhv Pertanian lahan kering, hortikultura Sayuran 818 0,80

    IV/Wib Pertanian lahan basah perikanan Ikan tambak 5.831 5,68

    Penggunaan lain

    X2 Pemukiman dan industri 32.013 31,19

    X3 Sungai dan danau 170 0,17

    Luas Total 102.65 100

  • 38

    5). Peta Pewilayahan Komoditas Pertanian Skala 1:50.000 di Kota Tangerang

    Legenda Peta

    Subzona Kawasan Alternatif Komoditas

    Pertanian

    Luas

    Ha %

    IV/Wr Pertanian lahan basah Padi sawah 735 4,03

    IV/Wr/Dhv Pertanian lahan basah dan lahan

    kering hortikultura

    Padi sawah dan sayuran 150 0,82

    IV/Dh-f/Wr Pertanian lahan kering hortikultura

    dan lahan basah

    Buah-buahan, sayuran

    dan padi sawah

    9 0,05

    IV/Dhv Pertanian lahan kering, hortikultura Sayuran 64 0,35

    Penggunaan lain

    X2 Pemukiman dan industri 17.118 93,87

    X3 Sungai dan danau 160 0,88

    Luas Total 18.236 100

  • 39

    6). Peta Pewilayahan Komoditas Pertanian Skala 1:50.000 di Kota Tangerang Selatan

    Legenda Peta

    Subzona Kawasan Alternatif Komoditas

    Pertanian

    Luas

    Ha %

    IV/Wr Pertanian lahan basah Padi sawah 190 1,17

    IV/Wr/Dhv Pertanian lahan basah dan lahan kering hortikultura

    Padi sawah dan sayuran 433 2,66

    IV/Dhf/Wr Pertanian lahan kering hortikultura dan

    lahan basah

    Buah-buahan dan padi

    sawah

    511 3,14

    III/Dh Pertanian lahan kering hortikultura Buah-buahan dan sayuran 621 3,81

    Penggunaan lain

    X2 Pemukiman dan industri 14.437 88,61

    X3 Sungai dan danau 100 0,61

    Luas Total 16.292 100