rekomendasi teknologi pertanian bptp...
TRANSCRIPT
-
REKOMENDASI TEKNOLOGI PERTANIAN
BPTP BANTEN
BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN BANTEN BALAI BESAR PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERTANIAN
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN
2018
-
REKOMENDASI TEKNOLOGI PERTANIAN
BPTP BANTEN
Penyunting: ST. Rukmini
Hijriah Mutmainah Ulima Darmania Amanda
Asep Wahyu
BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN BANTEN BALAI BESAR PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERTANIAN
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN
2018
-
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Allah Subhanahu Wataala. atas selesainya penyusunan Buku
Rekomendasi Teknologi Pertanian BPTP Banten 2018
Buku ini disusun sebagai bagian dari upaya diseminasi BPTP Banten dalam
menyediakan kebutuhan teknologi tepat guna di Provinsi Banten. Buku ini berisi: Paket
Teknologi Produksi Benih Padi, Usahatani Padi Model PTT, Teknologi Pemupukan Pada
Budidaya Cabai Merah, Pemanfaatan Feromon Exi Pengendali dan Pemantau Hama Ulat
Bawang, Teknologi Penyusunan Ransum Itik, Teknologi Pengolahan Mocaf, dan Peta
Pewilayahan Komoditas Pertanian di Provinsi Banten.
Buku ini akan disampaikan kepada stakeholder khususnya dinas pertanian
Kabupaten/Kota lingkup Provinsi Banten. Selain itu, akan disajikan dalam event Ekspose,
baik yang diselenggarakan oleh BPTP Banten maupun oleh Pemda Provinsi Banten, serta
dalam berbagai acara terkait lainnya. Semoga kehadiran buku ini memberikan manfaat
semaksimal mungkin bagi para penguna.
Dalam rangka penyempurnaan penyusunan Buku Rekomendasi Teknologi Pertanian
ini, diharapkan saran dan kritik yang membangun dari para pengguna.
Serang, Juli 2018
Tim Penyusun
-
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................................................... i
DAFTAR ISI ......................................................................................................................................... ii
PAKET TEKNOLOGI PRODUKSI BENIH VUB PADI SPESIFIK BANTEN .......................................... 1
USAHATANI PADI MODEL PTT DI LAHAN SAWAH IRIGASI .......................................................... 6
TEKNOLOGI PEMUPUKAN PADA BUDIDAYA CABAI MERAH ........................................................ 12
PEMANFAATAN FEROMON EXI SEBAGAI PENGENDALI DAN PEMANTAU HAMA ULAT
BAWANG, Spodoptera exigua ......................................................................................................... 15
TEKNOLOGI PENYUSUNAN RANSUM ITIK PEDAGING BERBASIS BAHAN PAKAN LOKAL ........ 20
TEKNOLOGI PENGOLAHAN MOCAF DAN MIE MOCAF .................................................................. 27
PETA PEWILAYAHAN KOMODITAS PERTANIAN PROVINSI BANTEN .......................................... 31
-
1
PAKET TEKNOLOGI PRODUKSI BENIH VUB PADI SPESIFIK BANTEN
Pepi Nur Susilawati dan Zuraida Yursak
PENDAHULUAN
Benih merupakan salah satu input produksi yang mempunyai kontribusi signifikan
terhadap peningkatan produktivitas dan kualitas hasil pertanian. Ketersediaan benih dengan
varietas yang berdaya hasil tinggi dan mutu yang tinggi, baik mutu fisik, fisologis, genetik maupun
mutu patologis mutlak diperlukan di dalam suatu sistem produksi pertanian. Benih berperan
sebagai delivery mechanism yang menyalurkan keunggulan teknologi kepada petani dan
konsumen lainnya.
Kebutuhan benih potensial padi di Provinsi Banten dari tahun ketahun semakin
meningkat. Hal ini disebabkan karena adanya peningkatan luas tanam yang juga sangat berkaitan
erat dengan adanya program peningkatan produksi padi seperti UPSUS, BLBU, CBN dan CBD.
Kebutuhan benih padi potensial di Provinsi Banten pada tahun 2013 sebesar 10.641 dan
meningkat sebesar 11.553 ton pada tahun 2017.
Benih bermutu yang mampu disediakan oleh penangkar lokal secara formal di Provinsi
Banten masih jauh dari kebutuhan. Direktorat Perbenihan Ditjen Tanaman Pangan Kementerian
Pertanian (2011) mencatat bahwa pada tahun 2010 penangkar benih padi yang ada di Provinsi
Banten berjumlah 32 dengan rincian 5 pemula, 25 madya dan 2 maju. Kapasitas total produksi
dari lembaga perbenihan yang ada di Provinsi Banten mencapai lebih dari 10.000 ton per tahun.
Produsen benih yang termasuk ke dalam kelompok maju tersebut adalah PT. SHS dan PT. Pertani
yang berada di Kabupaten Serang dengan kapasitas produksi masing-masing 7.500 ton dan 750
ton per tahun yang umumnya didatangkan dari luar Provinsi Banten. Berdasarkan hal tersebut,
peran BUMN seperti PT SHS dan Pertani masih sangat dominan.
Berdasarkan latar belakang di atas maka perlu dilakukan suatu langkah penyediaan benih
sumber padi dan penataan kapasitas petani penangkar benih padi. Salah satu kegiatan yang
menunjang dari Kementerian Pertanian adalah dengan mengembangkan Unit Pelayanan Benih
Sumber (UPBS) padi di Provinsi Banten. Keberadaan UPBS selama ini telah mewarnai ketersediaan
benih kelas FS (Foundation Seed) dan SS (Stock Sheed) dari varietas unggul baru (VUB) yang
dihasilkan oleh Kementerian Pertanian.
TAHAPAN PRODUKSI BENIH
A. Perencanaan Produksi
Perencanaan produksi benih UPBS BPTP Banten dilaksanakan berdasarkan target yang
ditetapkan oleh Program Perbenihan Kementerian Pertanian, Program Perbenihan Daerah serta
-
2
Preferensi Petani. Benih yang diproduksi adalah kelas FS, SS dan ES (Extension Seed) dengan
sumber benih berasal dari BB Padi. Varietas yang diproduksi merupakan varietas unggul baru
yang memiliki keunggulan dari sisi produksi, ketahanan terhadap hama dan penyakit serta
ketahanan terhadap cekaman lingkungan.
B. Persiapan Lokasi Produksi
Lokasi untuk produksi benih dilakukan pada dua lokasi yaitu di Kebun Percobaan (KP)
Singamerta serta di lokasi petani. Pemilihan lokasi untuk produksi benih dilakukan dengan
kriteria sebagai berikut : 1) lahan subur dengan ketersediaan air memadai, 2) lahan bera atau
bekas tanaman selain padi, 3) aksesibilitas memadai, dan 4) bukan lahan endemis OPT. Lokasi
produksi benih harus didaftarkan sepuluh hari sebelum persemaian dilakukan.
C. Sumber Benih
Benih yang dipakai untuk produksi benih merupakan VUB Badan Litbang Pertanian yang berasal
dari UPBS BB Padi. Benih yang dipakai harus satu tingkat lebih tinggi dari benih yang akan
dihasilkan, memiliki daya tumbuh lebih dari 80% serta memiliki sertifikat yang masih berlaku.
Untuk produksi benih kelas FS maka benih sumbernya adalah BS, untuk benih SS maka sumber
benihnya adalah FS dedangkan untuk ES sumber benihnya adalah SS.
D. Penyiapan Lahan
Areal produksi benih harus terpisah dengan pertanaman padi di sekitarnya yaitu sekitar 2
meter agar tidak terjadi percampuran varietas (isolasi jarak).
Isolasi waktu dapat dilakukan dengan cara pengaturan waktu tanam pada areal produksi
benih dengan areal di sekitarnya selama 21 hari (fase berbunga)
Sawah diolah sempurna, dengan 2 kali pembajakan, digaru dan didiamkan selama 7 hari
agar singgang padi yang tumbuh dapat dimusnahkan serta tekstur tanah lebih melumpur.
Untuk menekan pertumbuhan gulma semprot lahan dengan herbisida pra tumbuh, minimal
2 hari sebelum tanam atau sesuai dengan anjuran.
E. Persemaian
Bedengan dibuat dengan tinggi 5 sampai 10 cm, lebar 110 cm dan panjang sesuai
kebutuhan.
Sebelum disemai benih direndam selama 24 jam, kemudian ditiriskan dan diperam selama
48 jam.
Lahan persemaian diberi pupuk Urea, SP36 dan KCL masing-masing sebanyak 15 gr/m2.
Benih ditaburkan dengan kerapatan 1 kg benih/40 m2.
-
3
F. Penanaman
Penananam dilakukan dengan umur bibit 17-21 hari.
Penanaman satu tanaman per rumpun dengan kedalaman 2-3 cm.
Penanaman dilakukan dengan cara legowo 2 : 1, dengan jarak tanam 20 cm x 20 cm tanpa
sisipan.
Penyulaman dilakukan tujuh hari setelah tanam.
G. Pemupkan
Pupuk organik diberikan sebanyak 2 ton/ha pada saat pembajakan tanah ke-2.
Pupuk P dan K diberikan berdasarkan analisis tanah menggunakan Perangkat Uji Tanah
Sawah (PUTS) atau rekomendasi setempat KATAM.
Pupuk P dan K diberikan sebagai pupuk dasar.
Pupuk Urea diberikan tiga kali, untuk pemupukan dasar urea diberikan 45-65 Kg/ha. Pupuk
susulan ke-1 dan ke-2 disesuaikan dengan hasil pengukuran Bagan Warna Daun (BWD).
H. Pemeliharaan Tanaman
Penyiangan dilakukan secara intensif menggunakan landak ataupun manual, umumnya
dilakukan 1 hari sebelum pelaksanaan pemupukan.
Pengamatan tanaman dilakukan minimal seminggu 2 kali untuk melihat keragaan hama
dan penyakit, pengendalian OPT didasarkan pada pengamatan dengan titik ambang
kendali.
Pengaturan air dilakukan sejak penanaman sampai menjelang panen yaitu : pada saat
tanam sampai 15 HST air dalam kondisi macak-macak. Pada saat bunting sampai pengisian
air dipertahankan 3-5 cm. Saat pemasakan air mulai dalam kondisi macak-macak kembali.
I. Roguing
Roguing dilakukan minimal tiga kali, yaitu pada saat :
Anakan maksimum (30-45 HST) : Cabut dan buang tanaman yang tumbuh di luar jalur
barisan. Cabut dan buang tanaman yang mempunyai bentuk dan ukuran daun yang
berbeda. Cabut dan buang tanaman yang memiliki tinggi berbeda.
Seleksi saat berbunga (65-85 HST) : Cabut dan buat tanaman yang terlalu cepat atau
lambat berbunga. Cabut dan buang tanaman yang ukuran gabahnya berbeda.
Seleksi saat masak (90-110 HST) : Cabut dan buang tanaman yang mempunyai malai
dengan jumlah bulir isi abnormal. Cabut dan buang tanaman yang memiliki bentuk, warna
dan ukuran gabah berbeda.
-
4
J. Panen
Panen dilakukan setelah lulus pemeriksaan lapangan oleh petugas/pengawas benih (BPSB).
Panen dilakukan pada saat tanaman masak fisiologis 90-95% gabah telah bernas dan
berwarna kuning dengan menggunakan sabit bergerigi.
Tanaman pinggir (2 baris ) dipanen terpisah dan tidak digunakan menjadi calon benih.
Hasil panen segera dirontokkan menggunakan Power Tresher untuk mengurangi
kehilangan hasil.
Calon benih dimasukkan ke dalam karung, beri label dengan identitas nama varietas,
tanggal panen, berat dan kelas calon benih.
Panen
K. Pengeringan
Pengeringan dengan sinar matahari : Gunakan lantai jemur terbuat dari semen. Lantai
jemur harus bersih dari sisa-sisa varietas atau komoditas lainnya dan dilapisi terpal agar
suhu tidak terlalu tinggi. Gabah dibolak balik setiap 3 jam sekali. Pengeringan dilakukan
sampai kadar air maksimal 13% dan sebaiknya 10 smapai 12% agar tahan lama.
Pengeringan buatan dengan mesin : Bersihkan dryer dari sisa-sisa varietas dan komoditas
lain. Pengeringan didahului dengan hembusan angin sekitar 3 jam, selanjutnya dipanasi
dengan suhu rendah (32oC), meningkat sesuai dengan penurunan kadar air biji (43oC pada
kadar air 14%).
Kontrol kadar air setiap 2 sampai 3 jam, untuk penyesuaian suhu.
Akhiri pengeringan jika kadar air telah mencapai lebih kecil 13 % (paling baik kadar air 10
sampai 12%).
L. Sortasi dan Packing
Pisahkan kotoran, biji hampa mesin pembersih seperti blower atau aspirator.
Masukan gabah ke dalam karung yang baru, pasang label atau keterangan di luar dan
dalam kemasan.
Packing dilakukan setelah keluar hasil uji mutu benih dari Laboratorium BPSB.
-
5
Dokumentasi Pelaksanaan Kegiatan
-
6
USAHATANI PADI MODEL PTT DI LAHAN SAWAH IRIGASI
Mayunar
PENDAHULUAN
Pengelolaan lahan sawah secara intensif telah berhasil meningkatkan produksi padi sawah,
namun dalam perkembangannya terjadi penurunan efektivitas dan efisiensi. Gejala tersebut
ditandai dengan penurunan pemberian input, melandainya laju kenaikan produksi, serta tanaman
sering mendapat gangguan hama dan penyakit (OPT). Permasalahan tersebut dapat diatasi
melalui pendekatan Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT). PTT merupakan salah satu model
peningkatan produktivitas dan produksi padi melalui penerapan paket teknologi budidaya spesifik
lokasi yang didasarkan pada karaketristik biofisik dan sosial ekonomi dengan mengintegrasikan
berbagai komponen teknologi inovatif, dinamis dan kompatibel untuk memecahkan masalah
setempat, sehingga timbul efek sinergisme. Model PTT padi sawah irigasi dilakukan melalui
penerapan komponen teknologi dasar dan pilihan. Komponen teknologi dasar meliputi: (1) Varietas
unggul baru inbrida dan hibrida, (2) Benih bermutu dan berlabel, (3) Pemberian bahan organic, (4)
Pengaturan populasi tanaman secara optimal, (5) Pemupukan berdasarkan kebutuhan tanaman
dan status hara tanah, dan (6) Pengendalian hama dan penyakit dengan prinsip PHT. Selanjutnya
komponen pilihan adalah : (1) Pengolahan tanah sesuai musim dan pola tanam, (2) Penanaman
bibit muda < 21 HSS, (3) Tanam bibit 1-3 batang per lubang tanam, (4) Pengairan secara efektif
dan efisien, (5) Penyiangan dengan landak/gasrok, dan (6) Panen tepat waktu dan gabah segera
dirontok.
Hasil kajian menunjukkan bahwa penerapan model PTT padi sawah di Provinsi Banten
dapat meningkatkan produktivitas dan produksi serta pendapatan usahatani, namun hasilnya
masih fluktuatif. Oleh karenanya, verifikasi dan penyempurnaan model PTT terus dilakukan sejalan
dengan kemajuan dan perkembangan IPTEK. Berdasarkan data BPS (2017), luas lahan sawah di
Provinsi Banten adalah 204.539 ha, terdiri atas sawah iirigasi seluas 106.403 ha dan tadah hujan
98.022 ha. Pengembangan usahatani padi model PTT bertujuan : (1) Meningkatkan produktivitas
dan produksi padi sawah melalui integrasi beberapa komponen teknologi yang saling sinergis, (2)
Meningkatkan kemampuan lahan secara berkelanjutan melalui penggunaan bahan organik dan
efisiensi penggunaan pupuk kimia atau anorganik, dan (3) Meningkatkan pendapatan usahatani
serta mendukung pencapaian swasembada pangan nasional dan wilayah.
PERSYARATAN TEKNIS
Penerapan model PTT secara baik dan benar memiliki beberapa persyaratan teknis,
diantaranya : (1) air irigasi tersedia dalam jumlah cukup/memadai, (2) pengolahan lahan dilakukan
secara sempurna, (3) penggunaan benih bermutu dan berlabel, (4) penanaman bibit umur 18-21
HSS, (5) sistem tanaman jajar legowo 2:1, 4:1, 5:1 atau 6:1, (6) dosis pupuk Urea 150 kg/ha +
-
7
SP-36 50-75 kg/ha) + NPK Phonska 200 kg/ha + Pupuk Kandang 2.000 kg/ha, (7) pengendalian
gulma dengan gasrok atau herbisida, (8) pengendalian hama dan penyakit dengan prisinsip PHT,
(9) panen sesuai umur varietas (masak fisiologis) dan gabah segera dirontok dan dijemur.
HASIL KAJIAN DAN KEUNGGULAN TEKNOLOGI
Tabel 1. Produktivitas Padi Sawah Model PTT
Tahun Lokasi Pengkajian Jenis VUB Hasil Pengkajian (ton/ha)
Kisaran Rataan
2014 Kabupaten Pandeglang, Lebak,
Tangerang, Serang dan Kota Serang
Inpari-15, 23, 28, 29,
30 dan Ciherang
6,26 – 7,65 6,92
2015 Kabupaten Pandeglang, Lebak dan Serang
Inpari-19, 23, Mekongga dan Ciherang
6,50 – 7,44 7,05
2016 Kabupaten Pandeglang, Lebak, Tangerang, Serang, dan Kota
Serang
Inpari-4, 19, 20, 23, 30, 31, 32 dan Ciherang
6,70 – 7,91 7,24
Tabel 2. Produktivitas Padi Sawah Pada Berbagai Sistem Tanam
Sistem Tanam
Jenis VUB Hasil Pengkajian (ton/ha)
Kisaran Rataan
Legowo 2:1 Inpari-22, Inpari-29, Inpari-30, Inpari-31 dan
Inpari-33
6,50 – 8,85 7,60
Legowo 4:1 Inpari-20, Inpari-22, Inpari-24, Inpari-29, Inpari-31, Inpari-32, Inpari-33 dan Mekongga
6,96 – 7,89 7,15
Legowo 5:1 Inpari-20, Inpari-29, Inpari-31, Inpari-32 dan Ciherang
6,65 – 7,80 7,08
Legowo 6:1 Inpari-30, Inpari-31, Inpari-32, Inpari-33 dan Ciherang
6,20 – 7,95 7,12
Tegel Inpari-22, Inpari-29, Inpari-31, Inpari-32, Inpari-33 & Ciherang
6,24 – 7,42 6,91
Berdasarkan hasil kajian, keunggulan model PTT padi sawah adalah : (1) meningkatkan
produktivitas padi sawah irigasi sebesar 15-25% dan pendapatan usahatani 10-20% dibanding
teknologi eksisting petani, (2) mengurangi penggunaan benih dari 35-50 kg/ha menjadi 20-25
kg/ha, kondisi tanaman lebih seragam, perawatan lebih mudah, dan kualitas gabah lebih baik, dan
(3) memberi peluang pemeliharaan ikan pada areal pertanaman (mina padi), sehingga akan terjadi
penambahan pendapatan petani.
DESKRIPSI TEKNOLOGI
1. Bahan dan Alat :
Bahan yang digunakan untuk penerapan usahatani padi sawah model PTT terdiri atas : benih,
bahan organik (kompos/pupuk kandang), pupuk kimia (Urea, SP-36, NPK Phonska), pestisida
(insektisida, fungsida, bakterisida, moluksida) dan lainnya.
-
8
Alat yang diperlukan meliputi : Hand traktor, caplak tanam atau transplanter, gasrok, power
thresher atau combine harvester, arit , cangkul, terpal, karung dan lain-lain.
2. Prosedur Kerja (SOP).
a. Persiapan Lahan
Lahan digenangi setinggi 2-5 cm dan biarkan beberapa hari, lalu dibajak/traktor sedalam 20-25
cm dan biarkan 3-4 hari. Selanjutnya dilakukan pembajakan ke-2 untuk pelumpuran sekaligus
perbaikan pematang. Sebelum tanam bibit, permukaan tanah diratakan dengan papan, dimana
kondisi lahan macak-macak. Pupuk kandang atau kompos diberikan pada saat pengolahan
tanah ke-2 atau sebelum tanam bibit.
b. Seleksi Benih dan Persemaian
Verietas yang digunakan disesuaikan dengan kondisi lokasi dan kesukaan petani. Pada daerah
endemik WBC atau Tungro gunakan varietas yang tahan. Kebutuhan benih padi sebanyak 20-
25 kg/ha.
Benih dimasukkan ke dalam wadah yang berisi air (ember/baskom), volume air 2 kali volume
benih, selanjutnya diaduk-aduk. Benih yang terapung diambil dan dibuang, sedangkan yang
tenggelam (bernas) direndam/diperam selama 1 malam.
Luas lahan persemaian sekitar 5% dari luas lahan yang akan ditanam (500 m2/ha). Tanah
diolah sempurna dan gulma dibersihkan, selanjutnya buat bedengan selebar 1,5 m, lalu diberi
pupuk kandang sebanyak 2-3 kg/m2.
Benih yang telah direndam/diperam ditabur secara merata di lahan persemaian (kondisi air
macak-macak).
Agar bibit tumbuh sehat, pada lahan persemaian seluas 500 m2 perlu diberi pupuk NPK Phonska
15-25 kg. Untuk mencegah hama dan penyakit, dilakukan penyemprotan dengan pestisida.
c. Penanaman Bibit
Pada sistem tanam jajar legowo (jarwo), caplak ditarik secara berselang dari Timur ke Barat
dengan sudut 90 derajat atau menggunakan Transplanter.
Bibit padi ditanam pada umur 18-21 HSS dengan sistem tanam legowo 2:1, 4:1, 5:1 atan 6:1
(jarak antar baris 20-25 cm, jarak dalam barisan 12,5-20 cm, bagian pinggir disisip/pagar ayu,
lebar legowo 4-50 cm). Jumlah bibit 2-3 batang/lubang tanam.
d. Pemupukan
Bahan organik berupa kompos atau pupuk kandang diberikan pada saat pengolahan tanah atau
sebelum tanam, sedangkan pupuk susulan disesuaikan umur/fase tanaman.
-
9
Pupuk SP-36 (50-75 kg/ha) diberikan sebagai pupuk dasar pada saat tanam, sedangkan Urea
dan dan NPK Phonska diberikan secara bertahap.
Pupuk susulan I diberikan pada umur 7-10 HST (Urea 75 kg/ha + NPK Phonska 100 kg/ha) dan
susulan II umur 25-30 HST (Urea 75 kg/ha + NPK Phonska 100 kg/ha).
e. Penyiangan
Jika lahan memiliki populasi gulma tinggi, gunakan herbisida pratumbuh setelah perataan
tanah, kondisi air dalam keadaan macak-macak. Penyiangan gulma disesuaikan dengan kondisi
lapangan, biasanya dilakukan pada umur tanaman padi 21-25 HST dan umur 42-45 HST
dengan menggunakan gasrok/landak atau power weeder.
f. Pengairan
Buat pintu air masuk pada pematang bagian depan dekat saluran tersier, sedangkan pintu
pembuangan dibuat pada ujung petakan sawah. Tinggi celah pintu pembuangan 5 cm dari
permukaan tanah/lumpur.
Umur tanaman padi
-
10
h. Panen dan Pascapanen
Panen tepat waktu akan menghasilkan mutu gabah dan beras yang baik. Umur panen dilakukan
sesuai deskripsi varietas (daun bendera dari 90% bulir padi telah menguning) dan kadar air
gabah 18-20%.
Alat panen yang digunakan adalah sabit bergerigi yang tajam, sedangkan perontokan gabah
dengan gebotan atau power thresher. Untuk pertanian modern, panen dan gebotan gabah
dapat menggunakan combine harvester.
Gabah yang sudah dirontok segera dijemur sampai kadar ainya 12-14%. Gabah yang sudah
kering disimpan pada tempat yang kering dan bersih sehingga mutunya tetap terjaga.
-
11
Dokumentasi Pelaksanaan Kegiatan
-
12
TEKNOLOGI PEMUPUKAN PADA BUDIDAYA CABAI MERAH
Silvia Yuniarti
PENDAHULUAN
Cabai merah merupakan komoditas hortikultura jenis sayuran yang mempunyai nilai
ekonomis sangat penting dan mempunyai potensi besar untuk dikembangkan di Indonesia. Hal ini
karena cabai merupakan tanaman yang banyak dimanfaatkan untuk keperluan baik sebagai
bumbu makanan maupun untuk bahan obat tradisional dan industri. Dengan makin meningkatnya
jumlah penduduk maka permintaan cabai merah terus meningkat baik untuk kebutuhan rumah
tangga maupun industri.
Provinsi Banten memiliki prospek yang cukup bagus untuk pengembangan cabai merah
karena memiliki lahan yang luas dan letaknya yang strategis karena dekat dengan Jakarta.
Kebijakan pembangunan pertanian Provinsi Banten antara lain adalah meningkatkan produksi
hortikultura yang berdaya saing untuk dapat meningkatkan pemanfaatan sumberdaya alam yang
optimal, mengembangkan komoditas unggulan dan kelembagaan petani, meningkatkan
pendapatan dan kesejahteraan petani. Cabai merah dan bawang merah merupakan komoditas
unggulan hortikultura di Provinsi Banten maupun nasional.
Produktivitas cabai merah di Provinsi Banten sebesar 79,54 kuintal/ha dan bawang merah 5-7
ton/ha jauh lebih rendah dibandingkan dengan potensi hasil cabai merah sebesar 5-10 t/ha dan
bawang merah 10-15 t/ha. Upaya untuk meningkatkan hasil cabai merah dapat dilakukan dengan
menggunakan benih VUB dan pemupukan yang berimbang. Varietas unggul baru cabai merah
seperti Kencana, Lembang, Chiko yang dihasilkan Balitsa mampu memberikan hasil 5-10 ton/ha.
Pemupukan merupakan salah satu faktor penentu dalam upaya peningkatan hasil tanaman. Pupuk
yang diberikan sesuai anjuran diharapkan dapat memberikan hasil yang secara ekonomis
menguntungkan. Dengan demikian dampak yang diharapkan dari pemupukan tidak hanya
meningkatkan hasil per satuan luas tetapi juga efisien dalam penggunaan pupuk (Napitupulu dan
Winarto, 2010).
DESKRIPSI TEKNOLOGI
Bahan yang digunakan adalah benih cabai merah Varietas Kencana, kapur, mulsa, pupuk
(Urea, SP-36, ZA, dan KCl), ajir, dan pestisida.
Alat yang digunakan untuk kegiatan ini adalah drum untuk mengaduk pupuk, ember,
meteran, dan timbangan.
-
13
Prosedur Kerja
Kegiatan dilaksanakan di Kabupaten Pandeglang pada lahan petani seluas ±4000 m2 dengan
menggunakan Varietas Kencana dengan dosis pemupukan yaitu Urea 100 kg/ha + ZA 300 kg/ha +
SP-36 200 kg/ha + KCl 150 kg/ha.
Tahapan Budidaya cabai merah adalah :
a. Persiapan lahan : pada lahan dibuat bedengan-bedengan dengan lebar 1,2 m dan panjangnya
disesuaikan dengan kondisi lahan dengan kedalaman parit 50 cm dan lebar parit 50-60 cm.
Pada saat pengolahan lahan diberikan kapur.
b. Penyemaian : penyemaian dilakukan di kantong plastik (seukuran es mambo) dengan media
tanah dan pupuk kandang dengan perbandingan 1 : 1.
c. Penanaman : setelah bibit cabai berumur 3-4 minggu dilakukan penanaman di lapangan
dengan jarak tanam 50 x 60 cm.
d. Pemupukan : pupuk kandang yang diberikan sebanyak 12 ton/ha, pupuk SP-36 diberikan
sebelum tanam sebagai pupuk dasar, pupuk susulan (Urea, ZA, dan KCl) diberikan sebagai
pupuk susulan pada saat tanaman berumur 3 MST yang diberikan setiap minggu dengan cara
dikocor dengan dosis pemberian 2 gr/liter yang diaplikasikan ke tanaman ± 250 ml.
e. Pemeliharaan tananman : penyiraman dilakukan satu kali sehari pada pagi hari atau sore hari
sejak tanam sampai menjelang panen; pemasangan ajir dilakukan pada saat tanaman berumur
1-2 MST. Pengendalian hama dan penyakit menggunakan pestisida sesuai anjuran.
f. Panen dan Pascapanen : dilakukan setelah cabai memerah pada umur 80-90 HST.
HASIL KAJIAN TEKNOLOGI DAN KEUNGGULAN
Pemupukan cabai merah dengan penggunaan dosis Urea 100 kg/ha + ZA 300 kg/ha + SP-
36 200 kg/ha + KCl 150 kg/ha memberikan hasil yang lebih menguntungkan 20 – 30%
dibandingkan dengan eksisting petani. Keunggulan dari penggunaan dosis ini lebih murah jika
dibandingkan dengan pupuk yang biasa dipakai petani dengan hasil yang diperoleh juga lebih
tinggi.
-
14
Dokumentasi Pelaksanaan Kegiatan
Performa Tanaman Cabai Varietas Kencana
Performa Tanaman Cabai Varietas PM 99 (eksisting petani)
Performa Tanaman Cabai Varietas Chiko
-
15
PEMANFAATAN FEROMON EXI SEBAGAI PENGENDALI DAN PEMANTAU
HAMA ULAT BAWANG, Spodoptera exigua
Resmayeti Purba
PENDAHULUAN
Sentra produksi bawang merah di Kabupaten Serang adalah daerah Kecamatan
Kramatwatu. Pada penanaman di bulan Februari-April serangan hama ulat bawang sangat tinggi.
Kondisi ini berdampak pada usahatani bawang merah mengalami kehilangan hasil panen akibat
serangan hama ulat, Spdoptera exigua antara 45-57% bahkan gagal panen
Telur S. exigua diletakkan pada daun oleh serangga betina dan dalam waktu 2-3 hari telur-
telur tersebut akan menetas, kemudian ulat instar pertama masuk ke dalam rongga daun bawang
untuk hidup dan berkembang dan merusak pertanaman. Selanjutnya, serangga dewasa (ngengat)
aktif malam hari dan serangga betina dapat menghasilkan telur 2.000-3.000 butir yang akan
menetas menjadi larva, kemudian berkembang menjadi pupa dan ngengat dengan siklus 25-30
hari. Pengendalian hama ulat bawang saat ini oleh petani dilakukan dengan penyemprotan
insektisida, baik menggunakan insektisida tunggal maupun campuran, dosis tinggi, penyemprotan
terjadwal dan interval penyemprotan pendek, yaitu 2-3 hari. Kondisi ini dapat menyebabkan hama
menjadi resisten, keragaman musuh alami berkurang dan berdampak negatif terhadap lingkungan.
Teknologi pengendalian yang lebih efektif, efisien dan ramah lingkungan adalah menggunakan
perangkap ber-feromon untuk memerangkap serangga jantan.
Apa itu feromon seks? Feromon seks merupakan senyawa kimia yang digunakan oleh
serangga untuk berkomunikasi antar serangga dalam satu spesies ketika proses perkawinan.
Feromon tersebut dapat dibuat sintetiknya dan diformulasikan sebagai pemikat untuk digunakan
dalam alat perangkap. Teknologi Feromon seks serangga betina dewasa dimanfaatkan pada
malam hari, menarik dan mengundang serangga jantan dewasa datang. Serangga jantan yang
tertangkap akan mengurangi terjadinya telur yang menetas menjadi ulat. Feromonoid seks
Spodoptera exigua diproduksi secara massal oleh BB Biogen yang diberi nama Feromon Exi.
Feromon sintetik ini mampu bertahan di lapang di dalam perangkap 1-2 bulan.
Pemanfaatan Feromon Exi adalah : (1). Perangkap masal (mass trapping) untuk
mengendalikan populasi serangga dengan mencegah terjadinya kopulasi (kawain) sehingga
menurunkan populasi generasi berikutnya, (2). Alat pemantau populasi (monitoring) untuk
mendeteksi keberadaan Spodoptera exigua di lapang dan menentukan ambang kendali sehingga
strategi pengendalian lebih tepat serta mengurangi penggunaan insektisida 30-60%.
Penyemprotan pestisida dilakukan berdasarkan populasi imago (ngengat) S. exigua yang
tertangkap di dalam perangkap Feromon exi. Bila populasi imago tertangkap lebih dari 10
individu/hari maka perlu dilakukan penyemprotan tanaman bawang. Kondisi ini berdampak pada
-
16
usahatani bawang merah yang lebih efektif, efisien, murah dan ramah lingkungan dibandingkan
dengan pengendalian hama ulat menggunakan insektisida rutin dan berkala.
Teknologi Feromon seks dapat juga digunakan sebagai pemantau keberadaan hama ulat
bawang pada suatu wilayah pengembangan budidaya bawang merah. Aplikasi Feromon exi pada
pertanaman bawang di daerah pengembangan akan memberikan informasi keberadaan populasi
hama ulat bawang, sehingga informasi ini dapat dijadikan pertimbangan pemilihan lokasi
usahatani bawang merah.
DESKRIPSI TEKNOLOGI
Bahan dan Alat : Benih bawang merah, Feromon Exi, pupuk anorganik, pupuk organik,
perangkap/toples plastik, tali, bambu, air sabun.
I.Prosedur Kerja : Budidaya Bawang Merah 1. Pengolahan tanah.
Lahan untuk pertanaman diolah secara sempurna. Pengolahan tanah dimulai 2-4 minggu
sebelum tanam dengan cara membuat parit sedalam 30-60 cm, lebar parit 50-60 cm, tanah
galian dihamparkan di atas bedengan (lebar bedengan 120-150 cm) dan panjang bedengan
disesuaikan lahan, dibuat bedengan dengan ukuran tinggi 40 cm. Tanah dibiarkan terjemur
matahari 1-2 minggu agar tanah menjadi kering. Lahan bekas tanaman disemprot dengan
herbisida pratumbuh Goalma atau Round Up untuk membasmi rumput/tanaman/gulma liar.
2. Penanaman
Bibit bawang merah yang telah disiapkan, dirompes dan dipotong ujungnya 1/3 bagian agar
proses keluarnya tunas lebih cepat. Perompesan dilakukan 1-2 hari sebelum tanam, bibit yang
sudah dirompes diberi perlakuan fungisida dengan dosis 2 kg/ha. Bibit ditanam berdiri pada
bedeng pertanaman sampai ujung rata dengan permukaan tanah dengan jarak tanam 20 x 20
cm. Tiap satu lubang tanam dengan satu umbi bawang.
3. Pengairan
Pengairan dilakukan secara teratur sampai tanaman memiliki umbi yang cukup tua atau setelah
tanaman berumur 50 hari. Penyiraman dilakukan tepat setelah penanaman menggunakan alat
penyiraman.
4. Pemupukan
Pupuk Anorganik diberikan dalam bentuk SP-36 200-300 kg/ha, Urea 200-300 kg/ha, ZA 180-
200 kg/ha, KCl 100-200 kg.
Pupuk dasar diberikan bersamaan dengan tanam. Pupuk dasar diberikan dalam bentuk pupuk
SP-36 200 kg/ha dan KCl 100 kg/ha dan pupuk organik 2 ton/ha.
-
17
Pupuk susulan I pada saat tanaman berumur 3-4 minggu. Pupuk susulan II pada umur 4
minggu setelah tanam. Pupuk susulan disebarkan dalam garitan selebar 5 cm, di samping
rumpun tanaman. Selesai diberikan, garitan ini ditutup dan diratakan.
5. Pengairan
Pengairan dilakukan secara teratur sampai tanaman memiliki umbi yang cukup tua atau
berumur 50 HST. Penyiraman dilakukan dengan menggunakan alat : Gembor atau cara leb.
Penyiraman pertama dilakukan setelah penanaman, kemudian diulang kembali setiap hari.
6. Penyiangan dan pembubunan tanah
Setelah tanaman berumur 3 minggu, dilakukan penyiangan. Pada saat penyiangan juga
dilakukan pembubunan tanaman.
7. Panen dan Pascapanen
Cara panen bawang merah anjuran yaitu : dipanen pada umur 60-70 hari setelah tanam
dengan ciri-ciri fisik jika dipegang pangkal daun sudah lemas, daun (70-80%) berwarna kuning
pucat, umbi sudah terbentuk dengan penuh dan kompak, sebagian umbi sudah terlihat di
permukaan tanah, umbi berwarna merah tua/merah keunguan dan sebagian besar (>80%) daun
tanaman tidak rebah.
II. Prosedur kerja aplikasi Feromon Exi sebagai pengendali hama ulat bawang
Lokasi lahan pertanaman di Desa Kramatwatu, Kabupaten Serang dengan luas 5000 m2. Lahan
dipasang perangkap Feromon Exi sebanyak 15 buah secara diagonal pada hari ke-3 HST.
Perangkap Feromon Exi dipasang 30-50 cm di atas permukaan lahan pertanaman bawang.
Perangkap Feromon Exi diisi air sabun sebanyak 250 ml. Penggatian air di dalam
perangkap/stoples dilakukan setiap 5 hari sekali. Pengamatan imago/ngengat yang tertangkap
dilakukan dengan interval 3-5 hari. Tindakan pengendalian dan penyemprotan hama dilakukan
bila jumlah populasi imago/ngengat tertangkap per hari lebih dari 10 individu/ekor.
Lahan pertanaman bawang merah seluas 5000 m2 tidak dipasang perangkap Feromon Exi dan
tindakan pengendalian/penyemprotan hama dilakukan secara rutin berkala 5-7 hari.
III. Prosedur kerja aplikasi Feromon Exi sebagai pemantau hama ulat bawang
Kegiatan dilakukan di Kecamatan Panimbang, Kecamatan Pandeglang dan Kecamatan Menes
(Kabupaten Pandeglang), Kecamatan Rajeg dan Kecamatan Gunung Kaler (Kabupaten
Tangerang) dan Kecamatan Kasemen (Kota Serang). Setiap lokasi budidaya bawang merah
dilakukan pada lahan seluas 2000 m2. Pemasangan perangkap Feromon Exi dilakukan secara
diagonal sebanyak 5 buah mulai hari 3 HST sampai 50 HST. Penggatian air di dalam
perangkap/stoples dilakukan setiap 5 hari sekali. Pengamatan imago/ngengat yang tertangkap
dilakukan dengan interval 3-5 hari.
-
18
HASIL KAJIAN DAN KEUNGGULAN
Pemanfaatan Feromon Exi pada pertanaman bawang merah dapat dapat mengurangi tingkat
serangan hama ulat Spodoptera exigua.
Aplikasi Feromon Exi pada budidaya bawang merah dapat meningkatkan hasil panen berkisar
15-35% dan dapat meningkatkan keuntungan usahatani bawang 10-30%.
Usahatani bawang merah lebih eifisien dengan aplikasi Feromon Exi karena dapat mengurangi
biaya produksi untuk pembelian pestisida dan biaya penyemprotan 20-40%.
Pemanfaatan Feromon Exi sebagai pemantau hama ulat bawang dapat dijadikan dasar dalam
tindakan penyemprotan dengan insektisida. Bila jumlah ngengat/imago yang tertangkap per
hari sebanyak 1-3 individu maka pertanaman bawang tidak perlu disemprot insektisida. Bila
tangkapan ngengat lebih dari 10 individu/hari maka pertanaman bawang perlu penyemprotan
insektisida.
Hasil aplikasi Feromon Exi pada Kecamatan Kasemen (Kota Serang), Kecamatan Panimbang,
Kecamatan Menes, Kecamatan Pandeglang (Kabupaten Pandeglang), Kecamatan Rajeg,
Gunung Kaler dan Pasar Kemis (Kabupaten Tangerang) menunjukkan populasi hama ulat
bawang tidak terpantau sehingga wilayah tersebut dapat direkomendasikan sebagai lokasi
pengembangan bawang merah.
-
19
Dokumentasi Pelaksanaan Kegiatan
Ulat Bawang (Spodoptera exigua) Serangga Dewasa
(Imago/ngengat).
Perangkap Feromon Exi di lahan
pertanaman bawang merah
Umbi bawang terserang
ulat bawang
Aplikasi Feromon Exi
di Poktan “Subur Mandiri” Desa Pangedengan, Kecamatan Pasar
Kemis, Tangerang
Aplikasi Feromon Exi di
Kecamatan Menes, Kabupaten Pandeglang
-
20
TEKNOLOGI PENYUSUNAN RANSUM ITIK PEDAGING
BERBASIS BAHAN PAKAN LOKAL
Maureen C. Hadiatry dan Dewi Haryani
Pendahuluan
Itik merupakan salah satu jenis ternak yang lazim dipelihara oleh masyarakat Banten.
Berdasarkan data Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, populasi itik di Provinsi
Banten pada tahun 2015 mencapai 2.157.529 ekor. Hal ini menempatkan provinsi Banten sebagai
salah satu dari sepuluh provinsi dengan populasi itik terbesar di Indonesia (DJPKH 2016).
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Banten, penyebaran itik meliputi seluruh
kabupaten/kota dengan populasi terbesar berada di Kabupaten Serang (BPS 2013). Adapun
penyebaran itik di Kabupaten Serang terutama berada di sekitar wilayah pantai utara Banten
antara lain Kecamatan Pontang, Carenang, Tirtayasa dan Tanara (BPS 2011). Wilayah-wilayah
tersebut dikenal sebagai sentra produksi itik di Provinsi Banten.
Secara umum, pemeliharaan itik yang biasa dilakukan oleh peternak itik di provinsi Banten
adalah dengan menggembalakan itik di areal persawahan atau di sekitar lingkungan kandang.
Umumnya peternak mengandalkan pakan dari ketersediaan pakan di lokasi penggembalaan itik.
Apabila pakan sulit didapatkan, peternak biasanya membuat susunan ransum berdasarkan
informasi dari sesama peternak ataupun pengalaman sendiri. Dalam hal ini, faktor pembatas yang
dihadapi peternak adalah minimnya modal untuk menutupi biaya pakan. Akibatnya, peternak
cenderung memberikan pakan seadanya tanpa memperhatikan apakah ransum yang telah disusun
telah mencukupi kebutuhan gizi ternak itik yang dipeliharanya.
Di sisi lain, terdapat potensi bahan baku pakan lokal yang dapat dimanfaatkan peternak
untuk memenuhi kebutuhan gizi ternak itik yang dipeliharanya. Sehubungan dengan itu, salah satu
solusi untuk mengatasi tingginya biaya pakan adalah memanfaatkan bahan pakan lokal yang
banyak tersedia di lokasi pemeliharaan itik untuk selanjutnya diformulasikan sesuai dengan
kebutuhan gizi itik yang dipelihara.
Deskripsi Teknologi
Tahapan dalam kegiatan penyusunan ransum itik pedaging :
1. Identifikasi bahan pakan lokal
Kegiatan identifikasi bahan pakan lokal dilaksanakan dengan metode wawancara dengan
peternak itik di lokasi kajian. Disamping itu juga dilaksanakan survei langsung ke lokasi
penghasil pakan ataupun ke produsen penghasil bahan pakan tersebut. Selanjutnya
dilaksanakan analisa proksimat untuk mengetahui kandungan gizi dari bahan pakan tersebut.
-
21
2. Kebutuhan gizi itik
Kebutuhan nutrisi itik yang digunakan sebagai pedoman formulasi pakan dalam kajian ini
adalah berdasarkan rekomendasi Balitnak, disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Kebutuhan Nutrisi Itik Pedaging Lokal
Unsur Nutrisi Itik Pedaging Lokal
Protein Kasar (%) 15-18
Energi (kkal EM/kg) 2.700
Metionin (%) 0,29
Lisin (%) 0,74
Ca (%) 0,6-1,0
P tersedia (%) 0,6
Sumber : Sinurat (2000)
Selanjutnya untuk pedoman jumlah pemberian pakan untuk itik per ekor per hari juga
didasarkan dari rekomendasi Balitnak, disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Jumlah Pemberian Pakan Itik
Umur Itik Jenis Pakan Kebutuhan Pakan
(gram/ekor/hari)
-
22
lainnya untuk selanjutnya dicampur sedikit demi sedikit dengan bahan-bahan lain dalam
formulasi pakan yang digunakan.
4. Aplikasi pakan untuk itik
Pakan yang telah dibuat selanjutnya diberikan selama 8 minggu pemeliharaan pada itik
pedaging.
Hasil Kajian Teknologi dan Keunggulannya
Tabel 3. Karakteristik Bahan Pakan Itik di Wilayah Pantai Utara Banten
Bahan pakan
Sumber Harga
(Rp/kg) Kandungan Gizi Bahan Pakan
Estimasi Jumlah
Yang Tersedia di Lokasi
Keterangan
Dedak Produk samping pertanaman
padi
2.500-3.000 PK=11,7%
Energi=2.600
kkal EM/kg
300 kg/ha luasan pertanaman padi
Tersedia melimpah saat panen padi, harga fluktuatif, sebagai
sumber energi bagi itik
Nasi
aking
Limbah rumah
tangga
2.500-3.000 PK=9,1%
Energi=3.121kkal EM/kg
> 100 kg/hari Selalu tersedia, harga fluktuatif,
sebagai sumber energi bagi itik
Menir Produk samping pengolahan
beras
3.500-4.000 PK=10,2%
Energi=2.660kk
al EM/kg
240 kg/ha luasan pertanaman padi
Selalu tersedia, harga fluktuatif, sebagai sumber energi bagi itik
Ikan
rucah
Perairan di
wilayah utara Banten
1.500-3.000 PK=64,2%
Energi=3.694 kkal EM/kg
50-100 kg/hari Sulit didapatkan saat musim
angin laut, sebagai sumber energi bagi itik
Keong mas
Pertanaman padi
500 PK=44%
Energi=2.700kkal EM/kg
2-32 ekor/m2
areal pertanaman padi
Sulit didapatkan saat musim kemarau, sebagai sumber protein bagi itik
Kepala dan
cangkang udang
Pabrik pengolahan
udang
1.500-3.000 PK=53,6%
Energi=2.000kk
al EM/kg
> 100 kg/hari Selalu tersedia, pasar tertutup, sebagai sumber protein dan
kalsium bagi itik
Mie
kering (expired)
Pabrik
pembuatan mie
2.000-2.500 PK=7,4%
Energi=2.660kkal EM/kg
100 - 200
kg/minggu
Selalu tersedia, pasar tertutup,
sebagai sumber energi bagi itik
Sumber : Hadiatry et al. (2013)
Berdasarkan identifikasi bahan pakan yang telah dilaksanakan, bahan pakan itik yang
banyak terdapat di wilayah pantai utara Banten antara lain keong mas, nasi aking, dedak, ikan
rucah, kepala udang dan mie kering kadaluarsa. Setiap bahan pakan memiliki kelebihannya
masing-masing dan dapat dimanfaatkan untuk mendukung pengembangan itik lokal di Banten.
Karakteristik bahan pakan itik dan yang banyak tersedia di wilayah pantai utara Banten disajikan
pada Tabel 3.
-
23
Selanjutnya, berdasarkan hasil kajian yang dilakukan BPTP-Balitbangtan Banten, telah
disusun berbagai ransum itik pedaging berbasis bahan baku lokal (Tabel 4) yang selanjutnya
pakan dengan hasil performa terbaik dipilih sebagai formulasi pakan rekomendasi. Adapun proses
persiapan dan pencampuran pakan, hasil aplikasi pakan terkait dengan indikator teknis dan
indikator ekonomis disajikan pada disajikan pada Tabel 5 dan Tabel 6.
Tabel 4. Formulasi Dan Komposisi Ransum Itik Pedaging Berbasis Bahan Pakan Lokal
Bahan Pakan Pakan Rekomendasi 1 Pakan Rekomendasi 2
Formulasi :
Dedak 48 48
Keong mas - -
Kepala udang - 10.25
Ikan rucah 8,35 -
Nasi aking 34,3 30.65
Konsentrat pabrik 8,45 9
Garam 0,1 0,1
Minyak sawit 0,8 2
Jumlah (%) 100 100
Komposisi :
Protein (%) 17,2 17,2
Energi (Kkal) 2.710,2 2.617,3
Ca (%) 1,72 1,72
P (%) 0,93 0,58
Harga pakan (Rp/kg) 3.705* 2.399**
Sumber : Haryani et al. (2012), Hadiatry et al. (2013) * harga pakan tahun 2013; harga tahun 2017 = Rp. 7.000 ** harga pakan tahun 2013; harga tahun 2017 = Rp. 6.400
Tabel 5. Aplikasi Pakan Rekomendasi 1 Pada Itik Pedaging Lokal selama Delapan Minggu Pemeliharaan
Indikator Teknis Aplikasi Pakan Rekomendasi 1
Jumlah Itik (ekor) 150,00
Bobot Badan Awal (gram) 40,00
Bobot Badan Akhir (gram) 1.395,00
Pertambahan Bobot Badan (gram) 1.355,00
Konsumsi Pakan (gram) 4.709,25
FCR 3,48
Sumber : Hadiatry et al. (2013)
-
24
Tabel 6. Analisa Usaha Tani Itik Lokal (Pedaging, skala 350 ekor)
N.
Uraian Itik Lokal
Volume Harga (Rp) Jumlah (Rp)
. Pengeluaran
a. Bibit 350 Ekor 6.000 2.100.000,00
b. Pakan
- Minggu I 36,75 Kg 7.000 257.250,00
- Minggu II 100,45 Kg 6.600 662.970,00
- Minggu III–VIII 1.514,10 Kg 3.705 5.609.740,50
c. Obat-obatan 1 Paket 175.000 175.000,00
d. Penyusutan kandang 1 Unit 35.800 35.800,00
e. Tenaga kerja 22,40 HOK 25.000 560.000,00
Total 9.400.760,50
. Penerimaan
Penjualan Itik * 315 Ekor 37.000 11.655.000,00
Total 11.655.000,00
. Keuntungan
a. Pendapatan 2.254.239,50
b. R/C 1,24
c. B/C 0,24
Sumber : Hadiatry et al. (2013) Keterangan : * = asumsi mortalitas 10 %
Berdasarkan hasil kajian diatas, keunggulan pemanfaatan bahan pakan lokal untuk
pemeliharaan itik, antara lain:
1. Menghasilkan pakan dengan kandungan gizi yang sesuai dengan kebutuhan nutrisi itik dengan
harga murah.
2. Peternak memiliki akses yang mudah untuk mendapatkan bahan-bahan pakan tersebut karena
merupakan bahan pakan yang tersedia di sekitar lokasi pemeliharaan.
3. Melalui pemanfaatan bahan pakan lokal, peternak dapat menutupi biaya pakan selama
pemeliharaan sehingga keberlanjutan usahanya menjadi lebih terjamin.
-
25
Dokumentasi Pelaksanaan Kegiatan
a. Dedak b. Nasi Aking c. Menir
d. Ikan Rucah e. Kepala dan cangkang udang f. Mie Kering
Berbagai Bahan Pakan Itik di Wilayah Pantai Utara Provinsi Banten
-
26
a. Penjemuran Bahan b. Penggilingan Bahan
c. Pencampuran Bahan d. Pemberian pada Itik
Proses Aplikasi Ransum Itik Berbahan Baku Lokal
-
27
TEKNOLOGI PENGOLAHAN MOCAF DAN MIE MOCAF
Sri Lestari
PENDAHULUAN
Konsumsi beras sampai saat ini masih tinggi. Menurut Data Susenas, secara nasional pada
tahun 2013 mencapai 96,3 kg/kap/th dan Banten 112,8 kg/kap/th. Hal ini dikarenakan konsumsi
pangan rata-rata belum beragam, masih didominasi beras dan terigu. Pengolahan pangan lokal
menjadi hal yang penting untuk dilakukan guna menekan bahan pangan impor khususnya terigu.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) impor tepung terigu sepanjang tahun 2013
mencapai 205.446 ton dengan nilai US$ 82.07 juta. Impor tersebut turun dibandingkan tahun
2012 yang mencapai 479.682 ton, dengan nilai US$ 188.83 juta.
Tepung terigu yang notabene merupakan produk impor ternyata memiliki dampak yang
kurang baik bagi kesehatan jika dikonsumsi terus menerus. Hal ini disebabkan karena di dalam
tepung terigu mengandung senyawa gluten yang memiliki sifat lengket. Jenis gangguan kesehatan
yang ditimbulkan akibat dari mengkonsumsi tepung terigu secara terus menerus yaitu gangguan
pencernaan, kembung, rasa tidak enak di perut, iritasi usus, sakit kepala, migrain, nyeri sendi dan
otot, asma, eksem, dan gangguan suasana hati. Gluten juga sebaiknya dihindari penderita autis.
Diperlukan adanya alternatif tepung yang memiliki sifat mirip dengan tepung terigu akan tetapi
aman bagi kesehatan. Tepung mocaf (modified cassava flour) memiliki sifat menyerupai tepung
terigu tetapi tidak memiliki kandungan gluten. Tepung mocaf yang berasal dari ubi kayu menjadi
sangat potensial untuk dikembangkan mengingat potensi pertanaman ubi kayu yang sangat baik di
Indonesia serta proses pengolahan tepung mocaf yang sederhana.
Produk turunan dari tepung mocaf salah satunya adalah mie mocaf. Konsumsi masyarakat
akan mie instan semakin meningkat seiring dengan berkembangnya produk-produk mie instan
dengan berbagai inovasi rasa dan kemasan. Bahan aditif yang terkandung di dalamnya dapat
membahayakan kesehatan apabila dikonsumsi dalam jangka waktu yang lama. Diperlukan adanya
inovasi teknologi pengolahan mie yang terbuat dari substitusi tepung terigu dan tepung mocaf
tanpa penambahan zat-zat aditif yang dapat mengganggu kesehatan misalnya pewarna sintetis,
pengenyal dan lain sebagainya.
DESKRIPSI TEKNOLOGI
Teknologi pengolahan tepung mocaf menurut BSN (2011) yaitu tepung yang diperoleh dari
ubi kayu (Manihot esculenta) dengan proses fermentasi asam laktat. BSN mengeluarkan SNI
tepung mocaf dengan nomor SNI 7622:2011. Teknologi pembuatan mie mocaf yaitu pengolahan
mie dengan menggunakan bahan dasar tepung terigu dan tepung mocaf dengan perbandingan
60% : 40%.
-
28
HASIL KAJIAN DAN KEUNGGULAN
Teknologi Pengolahan Tepung Mocaf
Bahan yang digunakan pada pengolahan ini adalah 5 kg ubi kayu, 5 gram starter BIMO-CF,
5 liter air. Alat yang digunakan yaitu timbangan digital, pisau, baskom, slicer, spinner, cabinet
dryer, mesin penepung, ayakan, colorimeter. Diagram alir proses pengolahan tepung mocaf dapat
dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Diagram alir proses pengolahan tepung mocaf
Rendemen tepung mocaf dengan menggunakan starter BIMO-CF serta lama fermentasi 18
jam dari ubi kayu dengan umur panen 9-11 bulan menghasilkan rendemen secara berurutan
sebesar 25% - 32%. Nilai kadar air dan HCN tepung mocaf yang dihasilkan sesuai dengan SNI
tepung mocaf dengan nomor SNI 7622:2011. Data kadar air, protein, pati dan HCN dapat dilihat
pada Tabel 1. Nilai derajat putih tepung yang dihasilkan yaitu 91.6% - 92.78%.
Ubi Kayu Segar
Pengupasan dan Pencucian
Pengirisan/Penyawutan
Perendaman Dalam Air + Starter BIMO-CF Selama 18 Jam
Penirisan/Pengepresan (Manual/Spinner)
Pengeringan dengan Cabinet Dryer
TEPUNG MOCAF
Penepungan dan Pengayakan
-
29
Tabel 1. Hasil analisa kadar air, protein, pati dan HCN tepung mocaf
Jenis Hasil Standar SNI 7622:2011 Satuan
Kadar Air 6.72 Max. 13 %
Kadar Protein 1.88 *- %
Pati 64.68 *- %
HCN 3.8 Max. 10 ppm
Sumber: Laporan hasil pengujian Laboratorium BB Litbang Pascapanen (2016)
Keunggulan dari teknologi pengolahan tepung mocaf ini jika dibandingkan dengan tepung
cassava yaitu menghilangkan aroma khas gaplek (bau apek) dan meningkatkan derajat putih
tepung. Dengan lama perendaman selama 18 jam diharapkan dapat lebih mengefektifkan waktu
kerja bila dibandingkan dengan 12 jam.
Teknologi Pengolahan Mie Mocaf
Bahan yang digunakan yaitu 400 gr tepung mocaf, 600 gr tepung terigu protein tinggi
(12%-13%), 2 butir telur, 220 ml air. Alat yang yang digunakan yaitu baskom, gilingan/ cetakan
mie, panci kukusan, oven dryer. Pengolahan mie dilakukan dengan tahap sebagai berikut :
a. Tepung komposit (tepung terigu dan tepung mocaf dengan komposisi maksimal tepung mocaf
40%) dicampur dengan telur dan air.
b. Aduk adonan hingga kalis.
c. Adonan dimasukkan kedalam cetakan mie hingga terbentuk lembaran mie sesuai dengan yang
diinginkan.
d. Pengukusan mie sekitar 10 menit.
e. Pengeringan mie dengan dijemur di bawah sinar matahari/ menggunakan oven dryer.
Tabel 2. Kandungan gizi mie mocaf
Jenis Analisis
Type of Analysis Metode
Method Hasil
Result Satuan
Unit
Kadar Air Gravimetri 30,14 %
Kadar Abu Gravimetri 0,44 %
Kadar Lemak Soxhlet 3,64 %
Kadar Protein Kjeldahl 4,66 %
Karbohidrat By different 61,12 %
Energi Kalkulasi 295,88 Kkal/100g
HCN Spektro ttd ppm
Sumber: Laporan hasil pengujian Laboratorium BB Litbang Pascapanen (2016)
Keunggulan dari teknologi pengolahan mie mocaf ini yaitu dapat meminimalisir
penggunaan tepung terigu serta menghasilkan mie sehat tanpa menggunakan bahan kimia.
Substitusi tepung mocaf hingga 40% pada pengolahan mie menghasilkan aroma dan rasa yang
tidak berbeda nyata dengan mie 100% tepung terigu.
-
30
Dokumentasi Foto
Gambar 2. Mie Mocaf Mie mocaf diolah menjadi mie ayam
-
31
PETA PEWILAYAHAN KOMODITAS PERTANIAN PROVINSI BANTEN
Tian Mulyaqin dan Hijriah Mutmainah
Pendahuluan
Ketersediaan data spasial sumberdaya lahan di Provinsi Banten masih sangat minim, hal ini
dapat menghambat laju pembangunan pertanian di Provinsi Banten. Data/peta sumberdaya lahan
yang tersedia pada skala 1:250.000, kurang sesuai digunakan untuk keperluan perencanaan fisik
di Tingkat Kabupaten dan Kecamatan mengingat informasinya masih sangat kasar. Oleh karena
itu, diperlukan data sumberdaya lahan yang lebih rinci yaitu skala detil/operasional (skala 1 :
50.000). Data tersebut dapat diperoleh melalui kegiatan karakterisasi dan evaluasi sumberdaya
lahan yang selanjutnya digunakan untuk menyusun peta pewilayahan skala 1 : 50.000.
Data Sumber Daya Lahan (SDL) diperlukan dalam penyusunan atau revisi Rencana Tata
Ruang Wilayah (provinsi/ kabupaten/kota, sehingga pemanfaatan ruang wilayah
provinsi/kabupaten/kota lebih tepat sesuai potensi lahan. Badan Litbang Pertanian (cq. BBSDLP)
adalah walidata Peta Tanah dan Peta Gambut) yang dibentuk melalui PERPRES 09/2016 tentang
one map policy. Sejak Tahun 2013-2015, BBSDLP bekerja sama dengan BPTP Banten Menyusun
Peta Pewilayahan Komoditas atau AEZ skala 1:50.000 di 4 Kabupaten dan 2 Kota se Provinsi
Banten.
Metodologi
Kegiatan ini dilaksanakan dari tahun 2013 sampai tahun 2015, yang meliputi wilayah
Kabupaten Serang, Kabupaten Lebak, Kabupaten Pandeglang dan Kabupaten Tangerang. Tahapan
kegiatan meliputi :
a. Prasurvei
Pada kegiatan ini dilakukan konsultasi, pengurusan surat izin penelitian/survei ke
pemerintah daerah dan instansi terkait lainnya, bantuan tenaga daerah dan ketersediaan tanaga
kerja untuk membantu pelaksanaan lapangan. Selain itu pengujian pendahuluan di lapangan
terhadap peta hasil interpretasi dan peninjauan lokasi sebagai basecamp pelaksanaan survei.
b. Survei lapangan
Survei lapangan dimaksudkan untuk memperoleh data primer yang meliputi karakteristik
lahan dan data sosial ekonomi pertanian. Pengamatan karakteristik lahan meliputi pengamatan
sifat morfologi, fisiografi, topografi, bahan induk/geologi, sifat dan ciri tanah, parameter yang
diamati untuk tujuan evaluasi yaitu : Kondisi terrain (lereng, torehan, keadaan batuan
dipermukaan dan kemungkinan bahaya banjir), media perakaran (kedalaman efektif, tekstur,
drainase, struktur tanah, density dan kematangan).
-
32
c. Analisis Data
Kegiatan analisis data karakteristik lahan untuk tujuan evaluasi, penyusunan model evaluasi
lahan, pelaksanaan evaluasi lahan serta penyusunan konsep peta pewilayah komoditas dilakukan
secara terkomputerisasi dengan program SPKL (Sistem Penilaian Kesesuaian Lahan).
Analisis data sosial ekonomi untuk melihat manfaat dari usahatani komoditas anjuran
dengan mengamati variabel biaya dan penerimaan. Analisis kelayakan ekonomi dihitung dengan
analisis kelayakan finansial dihitung dengan harga pasar yang berlaku (market price) dari
beberapa komoditas potensial sebagai komoditas unggulan daerah setempat.
Peta hasil observasi lapang selanjutnya diperbaiki dan disusun setelah terkumpulnya semua
data tanah dan ekonomi yang dilakukan secara terkomputerisasi. Untuk penilaian kelas kesesuaian
lahan dan analisis usahatani menggunakan program Sistem Penilaian Kelas Kesesuaian Lahan
(SPKL) versi 2. Selanjutnya menggunakan program GIS (Arc View atau Arc GIS) untuk
menyelaraskan pembuatan peta akhir pewilayahan komoditas pertanian berdasarkan zona
agroekologi pada skala 1:50.000.
Hasil Kajian Teknologi
Dalam Kegiatan ini telah dihasilkan peta pewilayahan komoditas skala 1 : 50.000 untuk
Kabupaten Serang, Kabupaten Pandeglang, Kabupaten Lebak, Kabupaten Tangerang, Kota
Tangerang, dan Kota Tangerang Selatan, sebagaimana ntersaji pada peta berikut :
-
33
1). Peta Pewilayahan Komoditas Pertanian Skala 1:50.000 di Kabupaten Serang
Legenda Peta
Subzona Kawasan Alternatif Komoditas
Pertanian
Luas
Ha %
IV/Wfs Pertanian Lahan Basah - rotasi palawija
dan sayuran
Padi sawah/ jagung, kedele,
cabe, bawang merah
46.771 32,41
IV/Df,h Pertanian Lahan Kering - tanaman pangan, hortikultura
Padi sawah, jagung, ubi kayu, cabe, bawang merah, sedap malam
15.934 11,04
III/Df,h Pertanian Lahan Kering - tanaman
tahunan - perkebunan/hortikultura /palawija
Tanaman perkebunan, buah-
buahan, palawija, padi sawah dan sayuran
23.688 16,41
II/Dh,e Pertanian Lahan Kering - tanaman tahunan/perkebunan
Tanaman buah2an dan perkebunan
27.958 19,37
IV/Wib Perikanan air payau Bandeng dan udang 7.3 5,06
VII/Dji Kawasan konservasi hutan/pariwisata Tanaman kehutanan dan pariwisata
562 0,39
I/Djj Kawasan konservasi kehutanan Tanaman/vegetasi hutan/alami
21.295 14,75
X.3 Badan air (sungai/danau) 818 0,57
Luas total 144.325 100,00
-
34
2). Peta Pewilayahan Komoditas Pertanian Skala 1:50.000 di Kabupaten Lebak
Legenda Peta
Subzona Kawasan Alternatif Komoditas Pertanian Luas
Ha %
I/Dei Kawasan konservasi lahan kering - hutan
Tanaman hutan 13.933 4,21
I/Djj Kawasan konservasi lahan kering - hutan
Tanaman hutan 30.422 9,20
II/Dei Kawasan lahan kering perkebunan Karet dan kelapa sawit 19.343 5,85
II/Dei;hf Kawasan konservasi dengan tanaman perkebunan tanaman industry dan
hortikultura buah-buahan
Durian, cengkeh, kakao 39.204 11,85
II/Dei;j Kawasan konservasi dengan tanaman
perkebunan tanaman industri
Durian, cengkeh, kakao dan
tanaman hutan
1.794 0,54
II/Dhvf;ei Kawasan konservasi dengan tanaman hortikultura sayuran dan buah-buahan, perkebunan tanaman industri
Cabai, jahe, lengkuas, durian, papaya, manggis
37.544 11,35
III/Dei Kawasan lahan kering perkebunan Kelapa sawit dan karet 7.317 2,21
III/Df;h;ei Kawasan tanaman pangan lahan kering, hortikultura sayuran dan buah-
buahan, perkebunan tanaman industri
Jagung, kedelai, cabai, durian, manggis, papaya, cengkeh, kakao
37.078 11,21
III/Dhf Kawasan konservasi dengan tanaman
hortikultura sayuran dan buah-buahan, perkebunan tanaman industri
Durian, manggis, papaya, cengkeh,
kakao
2.821 0,85
III/Dhf;sp Kawasan hortikultura buah-buahan
dan tanaman pangan lahan kering serealia dan kacang-kacangan
Kedelai, jagung, papaya, durian,
pisang
820 0,25
IV/Dei Kawasan lahan kering perkebunan Karet dan kelapa sawit 2.942 0,89
-
35
IV/Df;h Kawasan tanaman pangan lahan kering, hortikultura sayuran dan buah-buahan, perkebunan tanaman industri
Jagung, kedelai, padi gogo, cabai, durian, manggis, papaya, pisang
12.608 3,81
IV/Dfs;hv/Wr Kawasan tanaman pangan serealia, sayuran dan sawah
Jagung, kedelai, ubi kayu, ubi jalar, jahe, cabai, dan sebagian padi sawah
4.827 1,46
IV/Dh/e Kawasan lahan kering tanaman hortikultura dan perkebunan
Kelapa, mangga, durian, cengkeh 3.27 0,99
IV/Dhf/Wr Kawasan hortikultura buah-buahan
sebagian sawah
Durian, manggis, papaya, jagung,
ubikayu, kedelai, sebagian padi sawah
2.685 0,81
IV/Wr Kawasan tanaman pangan lahan basah Padi sawah 15.434 4,67
IV/Wr/Dhf Kawasan tanaman pangan lahan basah, lahan kering, dan hortikultura sayuran, buah-buahan
Padi sawah, jagung, ubijalar, ubikayu, cabai, jahe
1.589 0,48
VII/Dei Kawasan konservasi lahan kering dengan pariwisata
Kelapa, tanaman hutan dan pariwisata
719 0,22
TGHK Kawasan hutan Tanaman hutan 93.603 28,30
X.2 Kawasan kota Kawasan kota 522 0,16
X.3 Tubuh air (sungai/danau) Tubuh air (sungai/danau) 2.246 0,68
Luas Total 330.721 100,00
3). Peta Pewilayahan Komoditas Pertanian Skala 1:50.000 di Kabupaten Pandeglang
-
36
Legenda Peta
Subzona Kawasan Komoditas Alternatif Komoditas
Pertanian
Luas
Ha %
I/Dei Kawasan konservasi lahan kering tanaman hutan
Tanaman hutan 3 0,00
I/Dj Kawasan konservasi lahan kering tanaman hutan
Tanaman hutan 6.644 2,39
II/Dei Kawasan lahan kering perkebunan Karet dan kelapa sawit 7.648 2,75
II/Dh/e Kawasan lahan kering tanaman hortikultura
dan perkebunan
Cabai, durian, manggis, kopi,
kakao, cengkeh
19.419 6.99
II/Dj/h/e Kawasan konservasi lahan kering dengan
tanaman hutan, hortikultura buah-buahan dan perkebunan
Durian, manggis, pisang, kopi,
cengkeh dan tanaman hutan
4.585 1,65
II/Dj/hf Kawasan konservasi lahan kering dengan tanaman hutan dan hortikultura buah-buahan
Durian, manggis, pisang, kopi, cengkeh dan tanaman hutan
5.679 2,04
III/Dei Kawasan lahan kering perkebunan Karet, kelapa sawit 5.245 1,89
III/Df/h Kawasan lahan kering tanaman pangan dan
hortikultura
Jagung, ubijalar, ubikayu, cabai,
durian, melinjo
7.944 2,86
III/Dh/e Kawasan lahan kering tanaman hortikultura dan perkebunan
Durian, melinjo, cengkeh, kelapa, kelapa sawit, karet
31.486 11,43
IV/Dei Kawasan lahan kering perkebunan Karet dan kelapa sawit 6.201 2,23
IV/Deji Kawasan lahan kering konservasi pantai
dengan tanaman perkebunan, hutan dan pariwisata
Kelapa, pisang, tanaman hutan
pantai dan pariwisata
3.249 1,17
IV/Df/h Kawasan lahan kering tanaman pangan dan hortikultura
Jagung, ubikayu, ubijalar, cabai, pisang, melinjo
273 0,10
IV/Df/h/e Kawasan lahan kering tanaman pangan, hortikultura dan perkebunan
Jagung, ubikayu, kakao, durian, cengkeh
1.167 0,42
IV/Dfsp Kawasan lahan kering tanaman pangan serealia dan kacang-kacangan
Jagung dan kedelai 1.06 0,38
IV/Dh/e Kawasan lahan kering tanaman hortikultura dan perkebunan
Kelapa, mangga, durian, cengkeh 1.311 0,47
IV/Dhf/Wr Kawasan jalur aliran dengan hortikultura
buah-buahan dan tanaman pangan lahan basah
Durian, melinjo, pisang, manggis
dan padi sawah
5.702 2,05
IV/Wr Kawasan tanaman pangan lahan basah Padi sawah 28.121 10,13
IV/Wr/Df,h Kawasan tanaman pangan lahan basah, lahan kering, dan hortikultura
Padi sawah, jagung, ubijalar, ubikayu, cabai
37.457 13,49
IV/Wr/Jb Kawasan tanaman pangan lahan basah dan hutan pasang surut
Padi sawah dan bakau 1.994 0,72
TGHK Kawasan kehutanan Tanaman hutan 99.346 35,77
X.3 Tubuh air (sungai/danau) Tubuh air (sungai/danau) 1.336 0,48
X.6 Pulau kecil Pulau kecil 1.841 0,66
Luas Total 277.71 100,0
-
37
4). Peta Pewilayahan Komoditas Pertanian Skala 1:50.000 di Kabupaten Tangerang
Legenda Peta
Subzona Kawasan Alternatif Komoditas
Pertanian
Luas
Ha %
IV/Wr Pertanian lahan basah Padi sawah 29.63 28,87
IV/Wr/Df Pertanian lahan basah dan tanaman
pangan lahan kering
Padi sawah, ubi-ubian dan
kacang-kacangan
3.641 3,55
IV/Wr/Dhv Pertanian lahan basah dan lahan kering hortikultura
Padi sawah dan sayuran 5.179 5,05
IV/Dh-f/Wr Pertanian lahan kering hortikultura dan
lahan basah
Buah-buahan, sayuran dan
padi sawah
11.394 11,10
III/Dhf/Dfu Pertanian lahan kering, hortikultura dan tanaman pangan
Buah-buahan dan ubi-ubian 6.226 6,07
III/Dh Pertanian lahan kering, hortikultura Buah-buahan dan sayuran 7.748 7,55
IV/Dhv Pertanian lahan kering, hortikultura Sayuran 818 0,80
IV/Wib Pertanian lahan basah perikanan Ikan tambak 5.831 5,68
Penggunaan lain
X2 Pemukiman dan industri 32.013 31,19
X3 Sungai dan danau 170 0,17
Luas Total 102.65 100
-
38
5). Peta Pewilayahan Komoditas Pertanian Skala 1:50.000 di Kota Tangerang
Legenda Peta
Subzona Kawasan Alternatif Komoditas
Pertanian
Luas
Ha %
IV/Wr Pertanian lahan basah Padi sawah 735 4,03
IV/Wr/Dhv Pertanian lahan basah dan lahan
kering hortikultura
Padi sawah dan sayuran 150 0,82
IV/Dh-f/Wr Pertanian lahan kering hortikultura
dan lahan basah
Buah-buahan, sayuran
dan padi sawah
9 0,05
IV/Dhv Pertanian lahan kering, hortikultura Sayuran 64 0,35
Penggunaan lain
X2 Pemukiman dan industri 17.118 93,87
X3 Sungai dan danau 160 0,88
Luas Total 18.236 100
-
39
6). Peta Pewilayahan Komoditas Pertanian Skala 1:50.000 di Kota Tangerang Selatan
Legenda Peta
Subzona Kawasan Alternatif Komoditas
Pertanian
Luas
Ha %
IV/Wr Pertanian lahan basah Padi sawah 190 1,17
IV/Wr/Dhv Pertanian lahan basah dan lahan kering hortikultura
Padi sawah dan sayuran 433 2,66
IV/Dhf/Wr Pertanian lahan kering hortikultura dan
lahan basah
Buah-buahan dan padi
sawah
511 3,14
III/Dh Pertanian lahan kering hortikultura Buah-buahan dan sayuran 621 3,81
Penggunaan lain
X2 Pemukiman dan industri 14.437 88,61
X3 Sungai dan danau 100 0,61
Luas Total 16.292 100