refrat rm-isi
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan
orang hidup produktif secara sosial dan ekonomi seperti disebutkan dalam UU No. 23 tahun
1992 yang diperbaharui dalam UU No.36 tahun 2009 tentang kesehatan. Kesehatan menjadi
suatu hal yang didambakan oleh setiap orang. Banyak cara yang kemudian dilakukan agar tetap
sehat, mulai dari penerapan pola hidup sehat (sebagai upaya preventif), sampai berobat ke dokter
apabila terkena penyakit (sebagai upaya represif).
Pengobatan ke dokter merupakan pilihan ketika seseorang (pasien) menderita suatu
penyakit. Harapannya adalah agar penyakit yang dialami dapat disembuhkan oleh dokter
tersebut. Pada mulanya, masyarakat sangat percaya kepada dokter (prinsip konfidensialisme).
Semua keluhan (termasuk penyakit yang menyebabkan rasa malu/ aib) disampaikan kepada
dokter, tujuannya untuk kepentingan diagnosis maupun terapi agar penyakit yang diderita dapat
disembuhkan. Ada suatu keyakinan dari masyarakat bahwa dokter tidak akan menyebarluaskan
penyakit yang dialami oleh seseorang tersebut. Bahkan terkadang masyarakat tidak tahu penyakit
yang diderita dan obat apa yang diberikan.
Pada awalnya, pasien berserah diri atas nasib dan penderitaannya kepada dokter,
sehingga tidak ada catatan medis kecuali sekedar nama obat yang telah diberikan pada pasien.
Istilah patient/ patientia (bahasa latin) menunjukan penderita yang hanya percaya dan berserah
diri. Dari situ kemudian muncul istilah pelayanan kesehatan.
1
Indonesia sebagai warga negara hukum yang menjamin perlindungan hak asasi warga
negaranya telah memberikan hak untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang layak dalam
konstitusinya, yaitu Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 Pasal 28 H (1) yang
menyatakan bahwa “Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan
mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan
kesehatan”. Ketentuan dalam UUD 1945 tersebut kemudian dilaksanakan dengan UU No. 36
tahun 2009 tentang kesehatan.
Setiap orang berhak dan wajib mendapatkan kesehatan dalam derajat yang optimal. Itu
sebabnya peningkatan derajat kesehatan harus terus menerus diupayakan untuk memenuhi hidup
sehat. Untuk itu harus ada peningkatan pelayanan medis. Catatan medis yang awalnya tidak ada
(kurang lengkap) ditingkatkan menjadi lebih baik dengan nama dokumen medis. Kemudian
ditingkatkan lagi menjadi rekam medis atau rekam kesehatan sebagai pengganti istilah Medical
Records.
Kelengkapan pembuatan rekam medis menjadi tumpuan kualitas medis, untuk itu perlu
adanya evaluasi secara sistematis dan periodic dengan baik dari “medical auditing” (audit
medik) dan atau diadakan “malpractice review committee” suatu tim yang bertugas membahas
kesalahan tenaga medis secara periodik untuk perbaikan pelayanan kesehatan.
Salah satu unsur utama dalam sistem pelayanan kesehatan yang prima adalah
tersedianya pelayanan medis oleh dokter dengan kualitasnya yang terpelihara sesuai dengan
Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran. Dalam penyelenggaraan
praktik kedokteran, setiap dokter wajib mengacu pada standar, pedoman dan prosedur yang
berlaku sehingga masyarakat mendapat pelayanan medis secara profesional dan aman. Sebagai
2
salah satu fungsi pengaturan dalam UU Praktik Kedokteran yang dimaksud adalah pengaturan
tentang rekam medis yaitu pada Pasal 46 dan Pasal 47.
Pasal 46 ayat (1) UU Praktik Kedokteran menegaskan bahwa dokter dan dokter gigi
wajib membuat rekam medis dalam menjalankan praktik kedokteran. Setelah memberikan
pelayanan praktik kedokteran kepada pasien, dokter dan dokter gigi segera melengkapi rekam
medis dengan mengisi atau menulis semua pelayanan praktik kedokteran yang telah
dilakukannya.
Pelayanan kesehatan pada penderita yang datang berobat ke fasilitas pelayanan
kesehatan (puskesmas, rumah sakit umum dan lain-lain) tidak lagi ditangani oleh satu orang saja;
karenanya dibutuhkan sarana komunikasi. Di samping itu mutu pelayanan kesehatan perlu
ditingkatkan dari waktu ke waktu. Kegiatan ini membutuhkan informasi dan pengalaman
sebelumnya, yang diolah secara sistematik menjadi hasil yang dapat dipercaya. Untuk itu
diperlukan sumber informasi yang memadai. Rekam medis merupakan salah satu sumber
informasi sekaligus sarana komunikasi yang dibutuhkan baik oleh pihak terkait lain (klinisi,
manajemen RSU, asuransi dan sebagainya), untuk pertimbangan dalam menentukan suatu
kebijakan tatalaksana/ pengelolaan atau tindakan medik.1
Rekam medis mempunyai pengertian yang sangat luas, tidak hanya sekedar kegiatan
pencatatan, akan tetapi mempunyai pengertian sebagai suatu sistem penyelenggaraan rekam
medis yaitu dimulai sejak pencatatan selama pasien mendapatkan pelayanan medik, dilanjutkan
dengan penanganan berkas rekam medis yang meliputi penyelenggaraan penyimpanan serta
pengeluaran berkas dari tempat penyimpanan untuk melayani permintaan/ peminjaman apabila
dari pasien atau untuk keperluan lainnya.
3
Sebagai penyusun, kami melihat masalah rekam medis saat ini tergolong menarik untuk
dijadikan bahan referat kami. Karena kita dapat lebih mengetahui dan memahami tentang rekam
medis khususnya aspek medikolegal rekam medis. Terutama karena, belakangan ini, hubungan
antara dokter dengan pasien tidak dapat hanya didasarkan pada kepercayaan, sehingga seringkali
timbul masalah, dan rekam medis dapat dijadikan alat bukti yang sah dalam pengadilan apabila
seorang dokter mendapat tuntutan hukum dari pasiennya.
1.2. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah definisi, sejarah, manfaat, jenis-jenis, dan isi rekam medis?
2. Bagaimanakah penyimpanan dan pemusnahan rekam medis?
3. Bagaimanakah aspek hukum rekam medis?
4. Apakah rekam medis dapat menjadi alat bukti yang sah di pengadilan?
1.3. Tujuan Penulisan
1.3.1. Tujuan Umum
Mengetahui aspek medikolegal rekam medis yang terdapat di Indonesia.
1.3.2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui definisi, sejarah, manfaat, jenis-jenis, dan isi rekam medis.
b. Mengetahui sistem penyimpanan, pemusnahan dan pengungkapan rekam medis.
c. Meningkatkan pengetahuan tentang rekam medis elektronik.
d. Mengetahui aspek hukum rekam medis.
e. Mengetahui keabsahan rekam medis sebagai alat bukti yang sah di pengadilan.
4
1.4. Manfaat Penulisan
- Meningkatkan pengetahuan tentang manfaat, jenis-jenis dan isi rekam medis.
- Meningkatkan pengetahuan tentang aspek hukum rekam medis.
- Meningkatkan pengetahuan akan perlunya membuat rekam medis untuk kepentingan dokter,
pasien, sarana pelayanan kesehatan dan perkembangan ilmu pengetahuan.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Aspek Medis Rekam Medis
2.1.1. Definisi Rekam Medis
Dalam penjelasan Pasal 46 ayat (1) UU Praktik Kedokteran, yang dimaksud dengan rekam
medis adalah “berkas yang berisi catatan dan dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan,
pengobatan, tindakan dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien.”
Definisi Rekam Medis Menurut Permenkes No. 749a/Menkes/Per/XII/1989 “Rekam Medis
adalah berkas yang beiisi catatan dan dokumen mengenai identitas pasien, basil pemeriksaan,
pengobatan, tindakan dan pelayanan lainnya yang diterima pasien pada sarana kesebatan, baik
rawat jalan maupun rawat inap.”2
Menurut PERMENKES No: 269/MENKES/PER/III/2008 yang dimaksud rekam medis
adalah “Berkas yang berisi catatan dan dokumen antara lain identitas pasien, hasil pemeriksaan,
pengobatan yang telah diberikan, serta tindakan dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada
pasien. Catatan merupakan tulisan-tulisan yang dibuat oleh dokter atau dokter gigi mengenai
tindakan-tindakan yang dilakukan kepada pasien dalam rangka palayanan kesehatan.”3
Menurut Gemala Hatta, yang dimaksud rekam medis merupakan “kumpulan fakta tentang
kehidupan seseorang dan riwayat penyakitnya, termasuk keadaan sakit, pengobatan saat ini dan
saat lampau yang ditulis oleh para praktisi kesehatan dalam upaya mereka memberikan
pelayanan kesehatan kepada pasien.”
6
Menurut Waters dan Murphy “Rekam Medis adalah Kompendium (ikhtisar) yang berisi
informasi tentang keadaan pasien selama perawatan atau selama pemeliharaan kesehatan”.
Sedangkan, menurut Edna K Huffman, 1992 “Rekam Medis adalah rekaman atau catatan
mengenai siapa, apa, mengapa, bilamana pelayanan yang diberikan kepada pasien selama masa
perawatan yang memuat pengetahuan mengenai pasien dan pelayanan yang diperolehnya serta
memuat informasi yang cukup untuk mengidentifikasi pasien, membenarkan diagnosis dan
pengobatan serta merekam hasilnya”.4
2.1.2. Sejarah Rekam Medis
Pada awalnya disadari oleh para ilmuwan di bidang kesehatan bahwa rekam medis telah
dilaksanakan sejak lama. Dalam sejarah, lahirnya rekam medis hampir bersamaan dengan
lahirnya ilmu kedokteran. Dari sebuah penemuan para arkeolog di dinding gua batu di Spanyol,
didapat peninggalan purba berupa lukisan mengenai tata cara praktik pengobatan, antara lain
tentang amputasi jari tangan, yang diduga telah berumur 25.000 tahun (pada zaman
Paleoliticum).
Pada Zaman Mesir kuno
Dewa Thoth, seorang ahli pengobatan, yang dijuluki sebagai Dewa Kebijaksanaan, ia
mengarang antara 36 sampai dengan 42 buku. Enam buku diantaranya mengenai masalah
kedokteran (tubuh manusia, penyakit, alat-alat pengobatan dan kebidanan).
Imhotep, hidup di zaman piramid antara 3000 – 2500 SM, menjabat sebagai Kepala
Arsitek Negeri dan Penasehat Medis Raja Fir’aun. Ia adalah seorang dokter yang mendapat
7
kehormatan sebagai medical demiggod, ia membuat papyrus yaitu dokumen ilmu kedokteran
kuno yang berisi 43 kasus pembedahan.
“Ebers Papyrus", papyrus ini oleh Universitas Leipzing (Polandia) berisi observasi yang
cermat mengenai penyakit dan pengobatan yang dikerjakan secara teliti dan mendalam.
Pada Zaman Yunani kuno
Terdapat seseorang yang dikenal sebagai dewa kedokteran yakni Aeculapius. Tongkatnya
yang dililit oleh ular menjadi simbol kedokteran sampai saat ini.
Selain itu dikenal juga Hippocrates sebagai bapak ilmu kedokteran. Beliaulah yang banyak
menulis tentang pengobatan penyakit dengan metode ilmu modern, mengenyampingkan ramalan
dan pengobatan mistik, serta melakukan penelitian observasi dengan cermat, yang sampai saat
ini masih dianggap relevan. Hasil penelitian terhadap pasien tersebut sampai saat ini juga masih
dapat dibaca oleh para dokter. Beliau mengajarkan pentingnya menuliskan catatan penemuan
medis kepada murid-muridnya.
Pada Zaman Romawi
Setelah zaman Yunani berakhir kemudian berganti dengan zaman Romawi. Di zaman ini
terdapat tokoh-tokoh yang cukup berperan dalam perkembangan dunia kedokteran yaitu Galen
dan St. Jerome yang memperkenalkan pertama kali istilah rumah sakit (Hospitalia) yang
didirikannya pertama kali di Roma italia pada tahun 390 M.
8
Pada Zaman Byzantium
Perkembangan ilmu kedokteran hanya mencapai pada 3 abad pertama. Adanya pencatatan
apa yang dilakukan oleh para rahib (dokter kuno). Dikenal beberapa pengarang ilmu
kedokteran : Aetius, Alexander, Oribasius & Faul.
Pada Zaman Yahudi
Ditemukan buku “Leviticus” yang membicarakan hal sanitasi dan higienis : Efek
menyentuh benda-benda kotor, jenis makanan yang harus dimakan, jenis makanan yang
mengandung gizi, cara membersihkan ibu yang baru bersalin. Segi kebersihan lainnya.
Pada zaman keemasan Dinasti Islam (zaman Muhammad)
Pada perkembangan zaman keemasan Dinasti Islam, Avicena (Ibnu Sina) dan Rhazes
merupakan tokoh yang berperan dalam penulisan catatan klinik yang lebih baik maupun buku-
buku kedokteran seperti “Treatise on Smallpox and Measles”.
Pada Zaman Renaissance
Pentingnya rekam medis mulai sangat terasa sejak didirikannya Rumah Sakit St.
Barthelomew di London. RS ini sangat menekankan pencatatan laporan/ instruksi medis yang
harus dilakukan oleh seorang dokter sebagai bentuk pertanggungjawabannya kepada pasiennya.
RS ini juga yang mempelopori adanya pendirian perpustakaan kedokteran.
9
Pada abad 18, Rumah Sakit Penansylavania di Philadelphia didirikan oleh Benyamin
Franklin pada tahun 1752. Kemudian tahun 1771 rumah sakit New York didirikan, dan
pencatatan rekam medis baru dilakukan pada tahun 1793 yaitu registrasi pasien baru. Tahun
1862 pengindeksan penyakit dan kondisi penyertanya baru dilakukan.
Abad 19, perkembangan dunia rekam medis semakin berkembang, dengan dibukanya
rumah sakit umum Massacussect di Boston tahun 1801. RS ini memiliki rekam medis dan
katalog pasien lengkap. Pada tahun 1871 mulai menginstruksikan bahwa setiap pasien yang
dirawat harus dibuat Kartu Indeks Utama Penyakit (KIUP).
Pada abad 20 rekam medis baru menjadi pusat perhatian secara khusus pada beberapa
rumah sakit, perkumpulan/ organisasi/ ikatan tenaga medis (dokter) di negara barat. Pada tahun
1902 American Hospital Association (AHA) untuk pertama kalinya melakukan diskusi rekam
medis. Hingga tahun 1905 seorang dokter berkebangsaan Amerika dr. Wilson mengemukakan
pidato ilmiahnya tentang “A clinical chart for the record of patient in small hospital” atau inti
pidatonya yaitu tentang pentingnya nilai rekam medis yang lengkap demi kepentingan pasien
maupun pihak rumah sakit. Perkembangan berikutnya yaitu sebagai berikut;
a. Tahun 1935 di Amerika mulai muncul 4 buah sekolah rekam medis
b. Tahun 1955 sekolah tersebut telah berkembang hingga 26 sekolah.
c. Di Inggris didirikan 4 buah sekolah rekam medis tahun 1948.
d. Australia medirikan sekolah rekam medis oleh seorang ahli rekam medis
berkebangsaan Amerika Ny. Huffman.
10
Sejarah & Perkembangan Rekam Medis tingkat Nasional
Di Indonesia sejarah dan perkembangan rekam medis dijumpai dengan adanya resep-resep
jamu warisan nenek moyang yang diturunkan dari generasi ke generasi melalui catatan pada
daun lontar dan sarana lain yang dapat digunakan sesuai dengan zamannya.
Walapun pelayanan rekam medis di Indonesia telah ada sejak zaman penjajahan, namun
perhatian untuk pembenahan yang lebih baik dapat dikatakan mulai sejak diterbitkannya
1. Keputusan Men.Kes.RI No. 031/Birhup/1972 yang menyatakan bahwa semua
rumah sakit diharuskan mengerjakan medical recording dan reporting, dan
hospital statistic. Keputusan tersebut kemudian dilanjutkan dengan adanya
2. Keputusan Men.Kes.RI No. 034/Birhup/1972 tentang Perencanaan dan
Pemeliharaan Rumah Sakit. “ Guna menunjang Rencana Induk (Master Plan)
yang baik, maka setiap RS diwajibkan : mempunyai dan merawat statistik yang
up to date, membina medical record berdasarkan ketentuan-ketentuan yang telah
ditetapkan “.
3. Keputusan Men.Kes.RI No. 134/MenKes/SK/IV/1978, tgl 28 April 1978,
tentang SOTK RSU. “Sub Bagian (Urusan) Pencatatan Medik mempunyai tugas
mengatur Pelaksanaan Kegiatan Pencatatan Medik“.
4. UU No. 23 tahun 1992 tentang kesehatan.
5. PP No. 32 tahun 1996 tentang tenaga kesehatan.
6. Adanya UU Praktik Kedokteran No. 29 tahun 2004.
7. PerMenKes RI No. 269/MenKes/Per/III/2008, tentang Rekam Medik (Medical
Record).
11
Hal-hal yang menjadi latar belakang perlunya dibuat rekam medis adalah untuk
mendokumentasikan semua kejadian yang berkaitan dengan kesehatan pasien serta menyediakan
media komunikasi diantara tenaga kesehatan bagi kepentingan perawatan penyakitnya yang
sekarang maupun yang akan datang sehingga semua data medik perlu diungkap secara detail.
Untuk itu rekam medis menjadi wajib bagi setiap dokter dan dokter gigi dalam menjalankan
praktik kedokteran (Pasal 5 Permenkes RI Nomor 269/Menkes/Per/III/2008).5
2.1.3. Manfaat Rekam Medis
Tujuan dibuatnya rekam medis adalah untuk menunjang tercapainya tertib administrasi
dalam rangka upaya peningkatan pelayanan kesehatan di rumah sakit. Tanpa dukungan suatu
sistem pengelolaan rekam medis yang baik dan benar tertib administrasi di rumah sakit tidak
akan berhasil sebagaimana yang diharapkan. Sedangkan tertib administrasi merupakan salah satu
faktor yang menentukan upaya pelayanan kesehatan di rumah sakit. Pembuatan rekam medis di
rumah sakit bertujuan untuk mendapatkan catatan atau dokumen yang akurat dan adekuat dari
pasien, mengenai kehidupan dan riwayat kesehatan, riwayat penyakit di masa lalu dan sekarang,
juga pengobatan yang telah diberikan sebagai upaya meningkatkan pelayanan kesehatan. Rekam
medis dibuat untuk tertib administrasi di rumah sakit yang merupakan salah satu faktor penentu
dalam rangka upaya peningkatan pelayanan kesehatan.
12
Nilai Guna Rekam Medis
1. Bagi Pasien
a. Menyediakan bukti asuhan keperawatan/tindakan medis yang diterima oleh pasien.
b. Menyediakan data bagi pasien jika pasien datang untuk yang kedua kali dan
seterusnya.
c. Menyediakan data yang dapat melindungi kepentingan hukum pasien dalam kasus-
kasus kompensasi pekerja kecelakaan pribadi atau mal praktek.
2. Bagi Fasilitas Layanan Kesehatan
a. Memiliki data yang dipakai untuk pekerja profesional kesehatan.
b. Sebagai bukti atas biaya pembayaran pelayanan medis pasien.
c. Mengevaluasi penggunaan sumber daya.
3. Bagi Pemberi Layanan
a. Menyediakan informasi untuk membantu seluruh tenaga profesional dalam merawat
pasien.
b. Membantu dokter dalam menyediakan data perawatan yang bersifat
berkesinambungan pada berbagai tingkatan pelayanan kesehatan.
c. Menyediakan data-data untuk penelitian dan pendidikan.
Kegunaan rekam medis secara umum antara lain sebagai berikut:
1. Sebagai alat komunikasi antara dokter dengan tenaga ahlinya yang ikut ambil bagian di
dalam memberikan pelayanan pengobatan, perawatan kepada pasien.
13
2. Sebagai dasar untuk merencanakan pengobatan/perawatan yang harus diberikan kepada
seorang pasien.
3. Sebagai bukti tertulis atas segala tindakan pelayanan, perkembangan penyakit dan
pengobatan selama pasien berkunjung/ dirawat di rumah sakit.
4. Sebagai bahan yang berguna untuk analisa, penelitian, dan evaluasi terhadap kualitas
pelayanan yang diberikan kepada pasien.
5. Melindungi kepentingan hukum bagi pasien, rumah sakit maupun dokter dan tenaga
kesehatan lainnya.
6. Menyediakan data-data khususnya yang sangat berguna untuk penelitian dan pendidikan.
7. Sebagai dasar di dalam perhitungan biaya pembayaran pelayanan medik pasien.
8. Menjadi sumber ingatan yang harus didokumentasikan, serta sebagai bahan pertanggung
jawaban dan laporan.7
Permenkes no. 749 a tahun 1989 menyebutkan bahwa Rekam Medis memiliki 5 manfaat yaitu:
1. Sebagai dasar pemeliharaan kesehatan dan pengobatan pasien.
2. Sebagai bahan pembuktian dalam perkara hukum
3. Bahan untuk kepentingan penelitian
4. Sebagai dasar pembayaran biaya pelayanan kesehatan, dan
5. Sebagai bahan untuk menyiapkan statistik kesehatan.
14
Dalam kepustakaan dikatakan bahwa rekam medis memiliki 6 manfaat, yang untuk mudahnya
disingkat sebagai ALFRED, yaitu:
1. Adminstrative value: Rekam medis merupakan rekaman data adminitratif pelayanan
kesehatan.
2. Legal value: Rekam medis dapat dijadikan bahan pembuktian di pengadilan
3. Financlal value: Rekam medis dapat dijadikan dasar untuk perincian biaya pelayanan
kesehatan yang harus dibayar oleh pasien
4. Research value: Data Rekam Medis dapat dijadikan bahan untuk penelitian dalam lapangan
kedokteran, keperawatan dan kesehatan.
5. Education value: Data-data dalam Rekam Medis dapat bahan pengajaran dan pendidikan
mahasiswa kedokteran, keperawatan serta tenaga kesehatan lainnya.
6. Documentation value: Rekam medis merupakan sarana untuk penyimpanan berbagai
dokumen yang berkaitan dengan kesehatan pasien.
Menurut Depkes RI, 1994, manfaat rekam medis, diantaranya :
1. Menjamin kelengkapan administrasi pasien
2. Membantu memperlancar administrasi keuangan pasien
3. Memudahkan perencanaan dan penilaian pelayanan medis
4. Memperlancar komunikasi antar petugas kesehatan
5. Melindungi kepentingan hukum dari berbagai pihak
6. Sebagai kelengkapan dokumentasi sarana pelayanan kesehatan
7. Sebagai bahan rujukan pendidikan dan pelatihan
8. Sebagai sumber data penelitian.8
15
2.1.4. Jenis-jenis Rekam Medis
Menurut bentuknya, dapat dikelompokkan menjadi 2 jenis rekam medis, yaitu :
a. Rekam medis konvensional
Rekam medis yang terbuat dan berbentuk lembaran – lembaran kertas yang diiisi
dengan tulisan tangan atau ketikan komputer yang telah diprint. Bentuk rekam
medis ini sangat umum dan dapat ditemukan diseluruh rumah sakit, klinik, maupun
praktek dokter.
Keuntungan dari rekam medis bentuk konvensional ini adalah mudah untuk
didapatkan, bisa dilakukan oleh siapa saja dalam hal ini staf medis yang tidak
memerlukan ketrampilan khusus, mudah dibawa dan mampu di isi kapan saja dan di
mana saja. Namun rekam medis dalam bentuk ini memiliki kerugian, yaitu dapat
terjadi kesalahan dalam penulisan dan pembacaan, tidak ringkas, mudah rusak oleh
keadaan basah, mudah terbakar karena terbuat dari bahan kertas, memiliki
keterbatasan dalam hal penyimpanan karena bentuknya yang bisa dikatakan besar,
dan kerapian dari penulisan akan berkurang.
16
b. Rekam medis elektronik
Rekam medis yang terbuat dan berbentuk elektronik berupa data – data di komputer
yang diisi dengan hanya mengetik di komputer. Bentuk rekam medis ini sangat
jarang ditemukan. Hanya ditemukan pada rumah sakit, klinik ataupun praktek
dokter yang sudah modern dan canggih.
Rekam medis dalam bentuk ini memiliki beberapa keuntungan antara lain, yaitu
ringkas, bisa menampung dalam jumlah yang sangat banyak, tidak memakan
banyak tempat dalam hal penyimpanan karena disimpan dalam bentuk data
komputer, bisa disimpan lama. Di samping itu, kerugian dari rekam medis bentuk
ini juga ada, yaitu mudah terserang virus yang merusak data, tidak semua orang bisa
mengoperasikannya, hanya terjangkau oleh kalangan tertentu, dan tidak dapat
dioperasikan apabila tidak ada sumber listrik.
Pada kenyataannya, rekam medis bentuk konvensional yang banyak ditemukan dan
sebagai standar bentuk rekam medis di dalam suatu rumah sakit, klinik ataupun praktek dokter.9
17
2.1.5. Isi Rekam Medis
Isi rekam medis merupakan catatan keadaan tubuh dan kesehatan, termasuk data tentang
identitas dan data medik seorang pasien. Secara umum, isi rekam medis dapat dibagi menjadi
dua kelompok data, yaitu :
1. Data medis atau data klinis
Data medik atau data klinis adalah segala data
tentang riwayat penyakit, hasil pemeriksaan fisik, diagnosis,
pengobatan serta hasilnya, laporan dokter, perawat, hasil
pemeriksaan laboratorium, rontgen, dan sebagainya. Data-
data ini bersifat rahasia (confidential) sehingga tidak dapat
dibuka kepada pihak ketiga tanpa izin dari pasien yang
bersangkutan kecuali jika ada alasan lain berdasarkan
peraturan atau perundang-undangan yang memaksa dibukanya informasi tersebut.
2. Data sosiologis atau data non medik
Data sosiologis atau data non medik adalah segala data lain yang tidak berkaitan
langsung dengan data medik, seperti data identitas, data sosial ekonomi, alamat, dan sebagainya.
Data ini oleh sebagian orang dianggap bukan rahasia, tetapi menurut sebagian lainnya
merupakan data yang juga bersifat rahasia (confidential)
Dalam pengisian rekam medis harus memperhatikan komponen – komponen yang terdapat
di dalam rekam medis sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor
269/MENKES/PER/III/2008 dibedakan atas rekam medis pasien rawat jalan, rawat inap dan
gawat darurat. (Tabel 1)
18
Tabel 1. Komponen Yang Terdapat di Rekam Medis
Pasien Rawat Jalan Pasien Rawat Inap Pasien Gawat Darurat
1. Identitas pasien
2. Tanggal dan waktu
3. Hasil anamnesis
4. Hasil pemeriksaan fisik dan
penunjang medik
5. Diagnosis
6. Rencana Penatalaksanaan
7. Pengobatan dan/atau tindakan
8. Pelayanan lain yang telah
diberikan kepada pasien
9. Untuk pasien gigi dilengkapi
dengan odontogram klinik
10. Persetujuan tindakan bila
diperlukan
11. Nama dan tanda tangan
dokter, dokter gigi atau
tenaga kesehatan tertentu
yang memberikan pelayanan
kesehatan
1. Identitas pasien
2. Tanggal dan waktu
3. Hasil anamnesis
4. Hasil pemeriksaan fisik dan
penunjang medik
5. Diagnosis
6. Rencana Penatalaksanaan
7. Pengobatan dan/atau
tindakan
8. Persetujuan tindakan bila
diperlukan
9. Catatan observasi klinis
dan hasil pengobatan
10. Ringkasan pulang
11. Nama dan tanda tangan
dokter, dokter gigi atau
tenaga kesehatan tertentu
yang memberikan
pelayanan kesehatan
12. Pelayanan lain yang
dilakukan oleh tenaga
kesehatan tertentu
13. Dilengkapi odontogram
klinik untuk pasien gigi
1. Identitas pasien
2. Kondisi saat pasien tiba di
sarana kesehatan
3. Identitas pengantar pasien
4. Tanggal dan waktu
5. Hasil anamnesis
6. Hasil pemeriksaan fisik dan
penunjang medik
7. Diagnosis
8. Pengobatan dan/atau tindakan
9. Ringkasan kondisi pasien
sebelum meninggalkan
pelayanan UGD dan rencana
tindak lanjut
10. Nama dan tanda tangan dokter,
dokter gigi atau tenaga
kesehatan tertentu yang
memberikan pelayanan
kesehatan
11. Sarana transportasi yang
digunakan bagi pasien yang
akan dipindahkan ke sarana
pelayanan kesehatan lain
12. Pelayanan lain yang telah
diberikan kepada pasien
19
Isi rekam medis pasien dalam keadaan bencana, selain memenuhi ketentuan untuk isi
rekam medis pasien gawat darurat, ditambah dengan :
1. Jenis bencana dan lokasi dimana pasien ditemukan.
2. Kategori kegawatan dan nomor pasien bencana masal.
3. Identitas yang menemukan pasien.1
Contoh Data-data Identitas Pasien antara lain:
- Nama
- Jenis Kelamin
- Tempat Tanggal lahir
- Umur
- Alamat
- Pekerjaan
- Pendidikan
- Golongan Darah
- Status pernikahan
- Nama orang tua
- Pekerjaan Orang tua
- Nama suami/istri 3
20
Beberapa kewajiban pokok yang menyangkut isi rekam medis berkaitan dengan aspek
hukum adalah:
1. Segala gejala atau peristiwa yang ditemukan harus dicatat secara akurat dan langsung
2. Setiap tindakan yang dilakukan tetapi tidak ditulis, secara yuridis dianggap tidak dilakukan
3. Rekam medis harus berisikan fakta dan penilaian klinis
4. Setiap tindakan yang dilakukan terhadap pasien harus dicatat dan dibubuhi paraf
5. Tulisan harus jelas dan dapat dibaca (juga oleh orang lain)
a. Kesalahan yang diperbuat oleh tenaga kesehatan lain karena salah baca dapat berakibat
fatal.
b. Tulisan yang tidak bisa dibaca, dapat menjadi bumerang bagi si penulis, apabila rekam
medis ini sampai ke pengadilan.
6. Jangan menulis tulisan yang bersifat menuduh atau mengkritik teman sejawat atau tenaga
kesehatan yang lainnya.
7. Jika salah menulis, coretlah dengan satu garis dan diparaf, sehingga yang dicoret masih bisa
dibaca.
8. Jangan melakukan penghapusan, menutup dengan tip-ex atau mencorat-coret sehingga tidak bisa
dibaca ulang.
9. Bila melakukan koreksi di komputer, diberi space untuk perbaikan tanpa menghapus isi yang
salah.
10. Jangan merubah catatan rekam medis dengan cara apapun karena bisa dikenai pasal penipuan.
21
2.1.6. Penyimpanan dan Pemusnahan Rekam Medis
Penyimpanan, pemusnahan dan kerahasiaan rekam medis sesuai Permenkes No.
269/MENKES/PER/III/2008. Sesuai Permenkes tersebut dijelaskan antara lain:
I. Untuk Pelayanan Kesehatan di Rumah Sakit dalam mengelola dan pemusnahan rekam
medis maka harus memenuhi aturan sebagai berikut:
1. Rekam medis pasien rawat inap wajib disimpan sekurang-kuangnya 5 tahun sejak
pasien berobat terakhir atau pulang dari berobat di rumah sakit.
2. Setelah 5 tahun rekam medis dapat dimusnahkan kecuali ringakasan pulang dan
persetujuan tindakan medik.
3. Ringkasan pulang dan persetujuan tindakan medik wajib disimpan dalam jangka
waktu 10 tahun sejak ringkasan dan persetujuan medik dibuat.
4. Rekam medis dan ringkasan pulang disimpan oleh petugas yang ditunjuk oleh
pimpinan sarana pelayanan kesehatan.
II. Untuk Pelayanan Kesehatan non rumah Sakit dalam mengelola dan pemusnahan rekam
medis harus memenuhi aturan sebagai berikut:
1. Rekam medis pasien wajib disimpan sekurang-kuangnya 2 tahun sejak pasien
berobat terakhir atau pulang dari berobat. Setelah 2 tahun maka rekam medis dapat
dimusnahkan.
2. Kerahasiaan isi rekam medis yang berupa identitas, diagnosis, riwayat penyakit,
riwayat pemeriksaan dan riwayat pengobatan harus dijaga kerahasiaannya oleh
22
dokter, dokter gigi, petugas kesehatan lain, petugas pengelola dan pimpinan sarana
pelayanan kesehatan. Untuk keperluan tertentu rekam medis tersebut dapat dibuka
dengan ketentuan:
1. Untuk kepentingan kesehatan pasien.
2. Atas perintah pengadilan untuk penegakan hukum.
3. Permintaan dan atau persetujuan pasien sendiri.
4. Permintaan lembaga /institusi berdasarkan undang-undang.
5. Untuk kepentingan penelitian, audit, pendidikan dengan syarat tidak
menyebutkan identitas pasien.10
Permintaan rekam medis tersebut harus dilakukan tertulis kepada pimpinan sarana
pelayanan kesehatan.
Penyimpanan juga dapat dilakukan dengan microfilm, komputer atau media penyimpanan
lain, yang hingga saat ini belum diuraikan media-media apa saja yang diperbolehkan
(Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1333/Menkes/Sk/XII/1999 tentang standar
pelayanan Rumah Sakit, Standar Pelayanan Rekam Medis dan Manajemen Informasi
Kesehatan).
Pada beberapa kasus atau penyakit yang dianggap membutuhkan data medis yang sudah
lama, panitia rekam medis atau manajemen informasi kesehatan dapat membuat suatu
aturan khusus yang bersifat intern Rumah Sakit (by law) mengenai penyimpanan dan
pemusnahannya.11
23
Sistem Penyimpanan
Banyak pilihan yang tersedia dalam melakukan penyimpanan rekam medis, diantaranya dengan
menempatkan berkas rekam medis kedalam lemari terbuka (open shelves) , lemari kabinet
(filling cabinet) atau dengan menggunakan teknologi microfilm maupun digital scanning dan
terakhir secara komputerisasi (rekam medis elektronik). Pilihan terhadap cara yang akan
diambil tergantung pada kebutuhan dan fasilitas rumah sakit. Pada rumah sakit yang masih
menggunakan rekam medis dengan format kertas, bila jumlah berkas rekam medis masih
sedikit gunakan kertas saja. Sedangkan untuk rumah sakit dengan jumlah berkas rekam medis
yang banyak, kombinasi dari sistem penyimpanan dibawah ini dapat menjadi pilihan.
1. Sistem penomoran langsung (straight numerical filing system)
Penyimpanan dengan sistem nomor langsung adalah penyimpanan rekam medis dalam rak
penyimpanan secara berturut sesuai dengan urutan nomornya. Misalnya keempat rekam medis
berikut ini akan disimpan berurutan dalam satu rak, yaitu 462931, 462932, 462833, 462934.
Kelebihan dari sistem penyimpanan ini adalah mudah dalam mengambil berkas rekam medis
yang banyak dari rak aktif dan tidak aktif. Kemudahan lainnya adalah sistem penyimpanan ini
mudah dimengerti bagi tenaga baru. Sedangkan kelemahannya: Petugas harus melihat seluruh
angka sehingga mudah keliru dalam mengambil berkas dari rak penyimpanan.
24
2. Sistem angka akhir (terminal digit filing system)
Contoh: nomor 26 - 03 -60
26 - -, angka ketiga (tertiary digit)
- 03 -, angka kedua (secondary digit)
- - 60, angka pertama (primary digit)
Kelebihan:
(a) Pertambahan jumlah rekam medis selalu tersebar secara merata dalam rak penyimpanan
(b) Petugas tidak berdesak-desakkan disatu tempat
(c) Pekerjaan akan terbagi rata mengerjakan jumlah rekam medis yang hampir sama tiap
harinya untuk setiap seksi
(d) Rekam medis yang tidak aktif dapat diambil dari rak penyimpanan dari setiap seksi, pada
saat ditambahnya rekam medis baru
(e) Jumlah rekam medis untuk tiap-tiap seksi terkontrol dan bisa dihindarkan timbulnya rak-rak
kosong
(f) Memudahkan dalam perencanaan peralatan penyimpanan
(g) Kekeliruan peyimpanan dapat dicegah atau terkendali karena petugas hanya melihat dua
digit angka terakhir dalam memasukkan rekam medis ke rak penyimpanan
(h) Hanya melihat angka pertama dengan rak yang mudah dihafal
(i) Disusun lagi melihat angka kedua dan kemudian RM disimpan berdasar angka ketiga
(j) Lebih mudah efisien, efektif.
Kelemahan: Memerlukan tempat/ruang yang lebih besar . oleh karena sebaran nomor sesuai
dengan rak untuk rumah sakit besar dengan volume yang besar dan rekam medis yang tebal.
25
3. Sistem Angka Tengah (Middle Digit Filing System)
Contoh: 29-14-98 99-04-99
29-14-99 99-04-00
30-14-00 00-05-01
Kelebihan:
a) Mudah pengambilan untuk 100 berkas.
b) Pergantian angka tengah mudah dan penyebaran nomor merata sehingga tanggung jawab
petugas dapat dibagi per area
c) Penyebaran nomor-nomor lebih merata pada rak penyimpanan.
d) Petugas dapat bekerja pada seksi-seksi tertentu sehingga menghindarkan kekeliruan
penyimpanan.
Kelemahan :
a) Memerlukan latihan dan bimbingan yang lebih lama.
b) Terjadi rak-rak lowong untuk area tertentu bila rekam medis dialihkan ke area penyimpanan
inaktif.
c) Sistem angka tengah tidak dapat digunakan dengan baik untuk nomor-nomor yag lebih dari
angka.
4.Sistem Mikrofilm (Microfilm)
Penyimpanan juga dapat dilakukan dengan microfilm, komputer atau media penyimpanan lain,
yang hingga saat ini belum diuraikan media-media apa saja yang diperbolehkan (Keputusan
26
Menteri Kesehatan RI Nomor 1333/Menkes/Sk/XII/1999 tentang standar pelayanan Rumah
Sakit, Standar Pelayanan Rekam Medis dan Manajemen Informasi Kesehatan).
Mengingat rekam medis kertas membutuhkan ruang penyimpanan yang luas dan cenderung
bertambah dari waktu ke waktu, sejak 40 tahun yang lalu microfilm mulai diperkenalkan
sebagai alternatif pilihan lain. Proses microfilm adalah suatu proses mengubah lembaran rekam
medis kertas menjadi bentuk negatif film yang lebih kecil dari kuku kelingking orang dewasa
dan disebut micrifis (microfiche). Microfilm dapat berbentuk gulungan kecil film (roll) yang
menghimpun ribuan gambar/ ratusan berkas rekam medis. Versi ini baik untuk rekaman inaktif.
Jenis microfilm lain disebut jaket. Satu lembar jaket microfilm memuat beberapa puluh microfis
yang terhimpun dalam satu lembar jaket microfilm.
Biasanya tahapan pelaksanaan microfilm sebagai berikut:
a) Penyusutan/ retensi berkas inaktif atau yang jarang digunakan
b) Penilaian berkas yang mau diretensi
c) Pemotretan berkas yang mau diretensi
d) Pemberian jaket microfilm
e) Penjajaran bentuk microfilm dengan sistem penyimpanan disesuaikan dengan sistem yang
pilih, misalnya system penjajaran kelompok angka tepi atau jenis lainnya.
5. Sistem Penyimpanan Pencitraan (maging)
Merupakan suatu proses mengubah atau mentransfer gambar dalam bentuk kertas atau film
(radiology) ataupun gambar medis (seperti grafik EKG,EEG, CTG, USG, Echo dan lain-lain)
ke dalam software melalui data digital seperti scanner/ pencitraan. Dalam rekam medis manual
27
(paper based record) film radiologi disimpan tersendiri diunit radiologi sedangkan untuk hasil
gambar USG, Echo, EEG, dan ECG biasanya ditempatkan pada berkas Rekam medis.
2.2. Aspek Hukum Rekam Medis
2.2.1. Dasar Hukum Rekam Medis
Pengaturan tentang hak atas kesehatan dalam sejumlah instrumen hukum dapat dilihat dalam
Pasal 25 (1) Universal Declaration of Human Rights, yaitu: “Everyone has the right to a standart
of living adequate for health of himself and of his family, including food, clothing, housing and
medical car and necessary social service”. Hak atas kesehatan sangat mendasar bagi tiap individu
dalam hal melaksanakan hak asasinya yang lain termasuk dalam pencapaian standar hidup yang
memadahi. Mata rantai dari Universal Declaration of Human Rights adalah:
1. The right to health care;
2. The right to information;
3. The right to self determination.
Hak atas kesehatan mempunyai ruang lingkup yang lebih luas, ia tidak hanya menyakut
masalah individu tetapi meliputi semua faktor yang member kontribusi terhadap hidup yang
sehat (healthy life) terhadap individu, seperti masalah lingkungan, nutrisi, perumahan, dan lain-
lain. Sementara hak atas kesehatan dan hak atas atas pelayanan kesehatan yang merupakan hak-
hak pasien, adalah bagian yang lebih spesifik dari hak atas kesehatan.
Seiring perkembangan jaman, nilai kepercayaan pasien kepada dokter telah mengalami
perubahan. Masyarakat sekarang ini tidak sepenuhnya percaya pada dokter, ataupun tenaga
medis lain dalam pelayanan kesehatan. Ada permasalahan-permasalahan kesehatan yang muncul.
28
Permasalahan dan sengketa di bidang medik semakin bertambah. Malpraktek pun acapkali
terjadi. Malpraktek di sini maksudnya adalah perilaku tidak baik atau perilaku buruk yang terjadi
dari tugas profesi. Malpraktek tersebut bisa dinyatakan mencakup pelanggaran terhadap etika,
pelanggaran terhadap hukum dan pelanggaran terhadap disiplin yang berhubungan dengan tugas
profesi.
Pelayanan kesehatan yang sangat rawan terhadap konflik dan sengketa hukum adalah:
1. Informed consent;
2. Medical secrecy;
3. Medical record;
4. Medical risk;
5. Medical liability.
Kelima bagian tersebut saling berhubungan antara satu dengan yang lain, tidak dapat
dipisahkan dan merupakan satu kesatuan dalam hal pelayanan masyarakat masyarakat. Jika satu
bagian tidak dijalankan sebagaimana mestinya maka akan mempengaruhi bagian yang lain.
Medical Record merupakan satu bagian yang berada ditengah-tengah yang memiliki pengaruh
yang sangat kuat dalam menentukan kualitas layanan kesehatan.1
2.2.2 Tata Cara Penyelenggaraan Rekam Medis
Penyelenggaraan Rekam Medis pada suatu sarana kesehatan merupakan salah satu
indikator mutu pelayanan kesehatan merupakan salah satu indikator mutu pelayanan pada
institusi tersebut. Berdasarkan data pada Rekam Medis tersebut akan dapat dinilai apakah
pelayanan yang diberikan sudah cukup baik mutunya atau tidak, serta apakah sudah sesuai
29
standar atau tidak. Untuk itulah, maka pemerintah, dalam hal ini Departemen Kesehatan merasa
perlu mengatur tata cara penyelenggaraan Rekam Medis dalam suatu peraturan menteri
kesehatan agar jelas rambu-rambunya, yaitu berupa Permenkes RI Nomor
269/Menkes/Per/III/2008.
Secara garis besar penyelenggaraan Rekam Medis dalam Permenkes RI Nomor
269/Menkes/Per/III/2008 tersebut diatur sebagai berikut:
1. Rekam Medis harus segera dibuat dan dilengkapi seluruhnya setelah pasien menerima
pelayanan (Pasal 5 ayat 2). Hal ini dimaksudkan agar data yang dicatat masih original dan
tidak ada yang terlupakan karena adanya tenggang waktu.
2. Setiap pencatatan Rekam Medik harus dibubuhi nama dan tanda tangan petugas pelayanan
kesehatan. Hal ini diperlukan untuk memudahkan sistim pertanggung-jawaban atas
pencatatan tersebut (Pasal 5 ayat 4)
3. Jika terdapat kesalahan pencatatan pada rekam medis, maka dapat dilakukan pembetulan
(Pasal 5 ayat 5). Pembetulan hanya dapat dilakukan dengan cara pencoretan tanpa
menghilangkan catatan yang dibetulkan dan dibubuhi paraf dokter, dokter gigi, atau tenaga
kesehatan tertentu yang bersangkutan (Pasal 5 ayat 6).
Pada saat seorang pasien berobat ke dokter, sebenarnya telah terjadi suatu hubungan
kontrak terapeutik antara pasien dan dokter. Hubungan tersebut didasarkan atas kepercayaan
pasien bahwa dokter tersebut mampu mengobatinya, dan akan merahasiakan semua rahasia
pasien yang diketahuinya pada saat hubungan tersebut terjadi. Dalam hubungan tersebut secara
otomatis akan banyak data pribadi pasien tersebut yang akan diketahui oleh dokter serta tenaga
kesehatan yang memeriksa pasien tersebut. Sebagian dari rahasia tersebut dibuat dalam tulisan
30
Rekam Medis. Dengan demikian, kewajiban tenaga kesehatan untuk menjaga rahasia
kedokteran, mencakup juga kewajiban untuk menjaga kerahasiaan isi Rekam Medis.
Pasal 46 ayat (1) UU Praktik Kedokteran menegaskan bahwa dokter dan dokter gigi wajib
membuat rekam medik dalam menjalankan praktik kedokteran. Setelah memberikan pelayanan
praktik kedokteran kepada pasien, dokter dan dokter gigi segera melengkapi rekam medis
dengan mengisi atau menulis semua pelayanan praktik kedokteran yang telah dilakukannya.
Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang seorang
pasien, bahkan juga setelah seorang pasien itu telah meninggal dunia.
Bab IV butir 2 Keputusan DIRJEN Pelayanan Medik Nomor :
78/Yan.Med/RS.UM.DIK/YMU/I/91 tentang Petunjuk Pelaksanaan Penyelenggaraan Rekam
Medis (medical record) di Rumah Sakit, yang berbunyi: “Isi rekam medis adalah milik pasien
yang wajib dijaga kerahasiannya”.
Untuk melindungi kerahasiaan tersebut, maka dibuat ketentuan sebagai berikut:
a. Hanya petugas rekam medis yang diijinkan masuk ruang penyimpanan berkas rekam
medis.
b. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh isi rekam medis untuk badan-badan atau
perorangan, kecuali yang telah ditentukan oleh peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
c. Selama penderita dirawat, rekam medis menjadi tanggung jawab perawat ruangan
dan menjaga kerahasiaannya.
Pasal 15 Permenkes RI Nomor 269/Menkes/Per/III/2008 menyatakan bahwa pengelolaan
rekam medis dilaksanakan sesuai dengan organisasi dan tata kerja pelayanan kesehatan.
31
Kepala dinas kesehatan propinsi, kepala dinas kesehatan kabupaten/ kota, dan organisasi
profesi terkait melakukan pembinaan dan pengawasan pelaksanaan sesuai dengan tugas dan
fungsi masing-masing (Pasal 16 ayat 1 Permenkes RI Nomor 269/Menkes/Per/III/2008). Dalam
rangka pembinaan dan pengawasan, menteri, kepala dinas kesehatan propinsi, kepala dinas
kesehatan kabupaten/ kota, dapat mengambil tindakan administrasi sesuai dengan kewenangan
masing-masing. Tindakan administratif sebagaimana dimaksud dapat berupa teguran lisan,
teguran tertulis sampai dengan pencabutan izin (pasal 17 ayat 1 dan 2 Permenkes RI Nomor
269/Menkes/Per/III/2008)
Beberapa Ketentuan Perundang-undangan yang mengatur tentang rekam medis adalah: 1
1. Diantara produk Hukum Medis yang sudah diterbitkan adalah antara lain mengenai Medical
Records yang diterjemahkan dengan Rekam Medis sebagaimana diatur didalam Peraturan
Menteri Kesehatan No 749a tahun 1989.
Secara yuridis, sejak berlakunya Permenkes tersebut maka pelaksanaan Rekam Medis
dengan membuat catatan catatan data pasien sudah merupakan suatu keharusan, sudah
menjadi kewajiban hukum.
2. Pasal 21 PP No.32 tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan
a. Setiap tenaga kesehatan dalam melakukan tugasnya berkewajiban untuk memenuhi
standar profesi tenaga kesehatan.
b. Standar profesi tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan
oleh menteri.
32
c. Bagi tenaga kesehatan jenis tertentu dalam melaksanakan tugas profesi berkewajiban
untuk:
1) Menghormati hak pasien
2) Menjaga kerahasiaan identitas dan data kesehatan pribadi pasien
3) Memberikan informasi yang berkaitan dengan kondisi dan tindakan yang
akan dilakukan
4) Meminta persetujuan terhadap tindakan yang akan dilakukan
5) Membuat dan memelihara rekam medis
3. Pasal 46 UU No.29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran
a. Setiap dokter atau dokter gigi dalam menjalankan praktik kedokteran wajib membuat
rekam medis
b. Rekam medis sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus segera dilengkapi setelah
pasien selesai menerima pelayanan kesehatan
c. Setiap catatan rekam medik harus dibubuhi nama, waktu, dan tanda tangan petugas
yang memberikan pelayanan atau tindakan
Pasal 47 UU No.29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran
a. Dokumen rekam medis sebagaimana dimaksud dalam pasal 46 merupakan milik
dokter, dokter gigi, atau sarana pelayanan kesehatan, sedangkan isi rekam medis
merupakan milik pasien
b. Rekam medis sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus disimpan dan dijaga
kerahasiaannya oleh dokter atau dokter gigi dan pimpinan sarana pelayanan
kesehatan
33
c. Ketentuan mengenai rekam medis sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2)
diatur dengan peraturan Menteri.
4. Peraturan Menteri Kesehatan RI No 1419/Menkes/Per/X/2005 tentang penyelenggaraan
praktik dokter dan dokter gigi
Pasal 16
Ayat 1
“Dokter dan dokter gigi dalam pelaksanaan praktik kedokteran wajib membuat
rekam medis”
Ayat 2
“Rekam Medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai
ketentuan perundang-undangan”
Peraturan tersebut menjelaskan bahwa dokter ataupun dokter gigi wajib membuat rekam
medis ketika menjalankan praktik kedokteran, peraturan tentang rekam medis selanjutnya
akan diatur dalam Permenkes RI Nomor 269/Menkes/Per/III/2008 tentang Rekam Medis.
5. Pasal 5 ayat (1), (2), (3) Permenkes RI Nomor 269/Menkes/Per/III/2008 tentang Rekam
Medis
a. Pasal 5 ayat (1) menyatakan :
“Setiap dokter atau dokter gigi dalam menjalankan praktik kedokteran wajib
membuat rekam medis.”
b. Pasal 5 ayat (2) menyatakan :
“Rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dibuat segera dan
dilengkapi setelah pasien menerima pelayanan.”
34
c. Pasal 5 ayat (3) menyatakan :
“Pembuatan rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan melalui
pencatatan dan pendokumentasian hasil pemeriksaan, pengobatan, tindakan, dan
pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien.”
Pasal 5 ayat (4), (5), (6) Permenkes RI Nomor 269/Menkes/Per/III/2008
d. Pasal 5 ayat (4) menyatakan:
“Setiap pencatatan ke dalam rekam medis harus dibubuhi nama, waktu, dan tanda
tangan dokter, dokter gigi atau tenaga kesehatan tertentu yang memberikan pelayanan
kesehatan secara langsung.”
e. Pasal 5 ayat (5) dan (6)
“Dalam hal terjadi kesalahan dalam melakukan pencatatan pada rekam medis dapat
dilakukan pembetulan. Pembetulan sebagaimana dimaksud hanya dapat dilakukan
dengan cara pencoretan tanpa menghilangkan catatan yang dibetulkan dan dibubuhi
paraf dokter, dokter gigi, atau tenaga kesehatan tertentu yang bersangkutan.”
Pasal 10 ayat (1), Pasal 11 ayat (1) dan (2) Permenkes RI Nomor 269/Menkes/Per/III/2008
tentang Rekam Medis:
f. Pasal 10 ayat (1) menyatakan :
“Informasi tentang identitas, diagnosis, riwayat penyakit, riwayat pemeriksaan dan
riwayat pengobatan pasien harus dijaga kerahasiaannya oleh dokter, dokter gigi,
tenaga kesehatan tertentu, petugas pengelola dan pimpinan sarana pelayanan
kesehatan.”
35
g. Pasal 11 ayat (1) dan (2) menyatakan :
“Penjelasan tentang isi rekam medis hanya boleh dilakukan oleh dokter atau dokter
gigi yang merawat pasien dengan izin tertulis pasien atau berdasarkan peraturan
perundang-undangan. Pimpinan sarana pelayanan kesehatan dapat menjelaskan isi
rekam medis secara tertulis atau langsung kepada pemohon tanpa izin pasien
berdasarkan peraturan perundang-undangan.”
Pasal 13 ayat (1), (2), dan (3) Permenkes RI Nomor 269/Menkes/Per/III/2008 tentang Rekam
Medis:
(1) Pemanfaatan rekam medis dapat dipakai sebagai:
a. pemeliharaan kesehatan dan pengobatan pasien;
b. alat bukti dalam proses penegakan hukum, disiplin kedokteran dan kedokteran gigi
dan penegakkan etika kedokteran dan etika kedokteran gigi;
c. keperluan pendidikan dan penelitian;
d. dasar pembayar biaya pelayanan kesehatan; dan
e. data statistik kesehatan
(2) Pemanfaatan rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c yang
menyebutkan identitas pasien harus mendapat persetujuan secara tertulis dari pasien
atau ahli warisnya dan harus dijaga kerahasiaannya.
(3) Pemanfaatan rekam medis untuk keperluan pendidikan dan penelitian tidak diperlukan
persetujuan pasien, bila dilakukan untuk kepentingan negara.
36
Pasal 14 ayat (1), (2), dan (3) Permenkes RI Nomor 269/Menkes/Per/III/2008 tentang Rekam
Medis:
“Pimpinan sarana pelayanan kesehatan bertanggung jawab atas hilang, rusak, pemalsuan,dan/
atau penggunaan oleh orang atau badan yang tidak berhak terhadap rekam medis.”
6. Selama ini, rekam medis mengacu pada pasal 46-47 UU no.29/2004 tentang Praktik
Kedokteran & Permenkes no.269/2008 tentang Rekam Medis. UU no.29/2004 sebenarnya
diundangkan saat rekam medis elektronik (electronic medical record/ EMR) telah banyak
digunakan, namun tidak mengatur mengenai rekam medis elektronik. Sedangkan Permenkes
no.269/2008 belum mengatur mengenai EHR. Tetapi dengan adanya UU ITE, secara umum
penggunaan rekam medis elektronik sebagai dokumen elektronik telah memiliki dasar
hukum. Rekam medis elektronik sebagai dokumen elektronik di Indonesia terdapat di dalam
undang – undang nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi, Teknologi dan Edukasi.
Pernyataan IDI tentang Rekam Medis :
1) Rekam medis/ kesehatan adalah rekaman dalam bentuk tulisan atau gambaran aktivitas
pelayanan yang diberikan oleh pemberi pelayanan medis/ kesehatan kepada seorang pasien.
2) Rekam medis/ kesehatan meliputi identitas lengkap pasien, catatan tentang penyakit
(diagnosis, terapi dan pengamatan perjalanan penyakit), catatan dari pihak ketiga, hasil
pemeriksaan laboratorium, foto rontgen, pemeriksaan USG, dan lain lainnya serta resume.
3) Rekam medis/ kesehatan harus dibuat segera dan dilengkapi seluruhnya paling lambat 48 jam
setelah pasien pulang atau meninggal.
37
4) Perintah dokter melalui telepon untuk suatu tindakan medis, harus diterima oleh perawat
senior. Perawat senior yang bersangkutan harus membaca ulang catatannya tentang perintah
tersebut dan dokter yang bersangkutan mendengarkan pembacaan ulang itu dengan seksama
serta mengoreksi bila ada kesalahan. Dalam waktu paling lambat 24 jam, dokter yang
memberi perintah harus menandatangani catatan perintah itu.
5) Perubahan terhadap rekam medis / kesehatan harus dilakukan dalam lembaran khusus yang
harus dijadikan satu dengan dokumen rekam medis kesehatan lainnya.
6) Rekam medis/ kesehatan harus ada untuk mempertahankan kualitas pelayanan profesional
yang tinggi, untuk melengkapi kebutuhan informasi, untuk kepentingan dokter pengganti
yang meneruskan perawatan pasien, untuk referensi masa datang, serta diperlukan karena
adanya hak untuk melihat dari pasien.
7) Berdasarkan butir 6 diatas, rekam medis/ kesehatan wajib ada di RS, Puskesmas atau balai
kesehatan dan praktik dokter pribadi atau praktik berkelompok.
8) Berkas rekam medis/ kesehatan adalah milik RS, fasilitas kesehatan lainnya atau dokter
praktik pribadi/ praktik berkelompok. Oleh karena itu, rekam medis/ kesehatan hanya boleh
disimpan oleh RS, fasilitas kesehatan lainnya dan praktik pribadi/ praktik berkelompok.
9) Pasien adalah pemilik kandungan isi rekam medis/ kesehatan yang bersangkutan, maka
dalam hal pasien tersebut menginginkannya, dokter yang merawatnya harus
mengutarakannya, baik secara lisan maupun secara tertulis.
10) Pemaparan isi kandungan rekam medis/ kesehatan hanya boleh dilakukan oleh dokter yang
bertanggung jawab dalam perawatan pasien yang bersangkutan. Dan hal ini hanya boleh
dilakukan untuk:
38
( 1 ) Pasien yang bersangkutan.
( 2 ) Atau kepada konsulen.
( 3 ) Atau untuk kepentingan pengadilan.
Untuk RS permintaan pemaparan ini untuk kepentingan pengadilan harus ditujukan kepada
Kepala RS.
11) Lama penyimpanan berkas rekam medis/ kesehatan adalah lima tahun dari tanggal terakhir
pasien berobat atau dirawat, dan selama lima tahun itu pasien yang bersangkutan tidak
berkunjung lagi untuk berobat. Lama penyimpanan berkas rekam medis/ kesehatan yang
berkaitan dengan hal hal yang bersifat khusus dapat ditetapkan lain.
12) Setelah batas waktu tersebut pada butir 11, berkas rekam medis/ kesehatan dapat
dimusnahkan.
13) Rekam medis/ kesehatan adalah berkas yang perlu dirahasiakan.
Oleh karena itu, sifat kerahasiaan ini perlu selalu dijaga oleh setiap petugas yang ikut
menangani rekam medis/ kesehatan.12
Sanksi Hukum, Disiplin dan Etik
Dalam Pasal 79 Undang-Undang No.29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran secara
tegas mengatur bahwa setiap dokter atau dokter gigi yang dengan sengaja tidak membuat rekam
medis dapat dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling
banyak Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah). Selain tanggung jawab pidana, dokter dan
dokter gigi yang tidak membuat rekam medis juga dikenakan sanksi secara perdata, karena
39
dokter dan dokter gigi tidak melakukan yang seharusnya dilakukan (ingkar janji/ wanprestasi)
dalam hubungan dokter dengan pasien.13
Selain itu, tindakan membuka rahasia petugas kesehatan dapat dikenakan sanksi pidana,
perdata maupun administratif. Secara pidana membuka rahasia kedokteran diancam pidana
melanggar pasal 322 KUHP dengan ancaman hukuman selama-lamanya 9 bulan penjara. Secara
perdata, pasien yang merasa dirugikan dapat meminta ganti rugi berdasarkan pasal 1365 jo 1367
KUH Perdata: “barang siapa yang sengaja membuka suatu rahasia yang ia wajib menyimpannya
oleh karena jabatan atau pekerjaannya, baik yang sekarang maupun yang dulu, dihukum dengan
hukuman selama-lamanya 9 bulan atau denda sebanyak-banyaknya enam ratus rupiah uang
lama”. Secara administratif, PP No.10 tahun 1966 tentang Wajib Simpan Rahasia Dokter
menyatakan bahwa tenaga kesehatan yang membuka rahasia kedokteran dapat dikenakan sanksi
secara administratif, meskipun pasien tidak menuntut dan telah memaafkannya.
Dokter dan dokter gigi yang tidak membuat rekam medis selain mendapat sanksi hukum
juga dapat dikenakan sanksi disiplin dan etik sesuai dengan Undang-Undang Praktik
Kedokteran, Peraturan KKI, Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI) dan Kode Etik
Kedokteran Gigi Indonesia (KODEKGI).
Dalam Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia Nomor 16/KKI/PER/VIII/2006 tentang
Tata Cara Penanganan Kasus Dugaan Pelanggaran Disiplin MKDKI dan MKDKIP, ada tiga
alternatif sanksi disiplin yaitu:
1. Pemberian peringatan tertulis
2. Rekomendasi pencabutan surat tanda registrasi atau surat ijin praktik
40
3. Kewajiban mengikuti pendidikan atau pelatihan di institusi pendidikan
kedokteran atau kedokteran gigi.14
Selain sanksi disiplin, dokter dan dokter gigi yang tidak membuat rekam medis dapat
dikenakan sanksi etik oleh organisasi profesi yaitu Majelis Kehormatan Etik Kedokteran
(MKEK) dan Majelis Kehormatan Etik Kedokteran Gigi (MKEKG).
2.2.3. Kepemilikan Rekam Medis
Ada beberapa perdebatan tentang siapa sebenarnya pemilik dari rekam medis. Ada yang
mengatakan bahwa itu adalah hak pasien, karena menyangkut dirinya, ada juga yang
beranggapan itu milik rumah sakit.
Terlepas dari perdebatan itu, sebenarnya sudah ada aturan hukumnya. Dalam Permenkes
RI Nomor 269/Menkes/Per/III/2008 menyatakan bahwa berkas rekam medis adalah milik sarana
pelayanan kesehatan ( pasal 12 ayat 1), sedangkan isi rekam medis adalah milik pasien (pasal 12
ayat 2). Isi rekam medis tersebut berbentuk ringkasan rekam medis. Ringkasan ini dapat
diberikan, dicatat, atau dicopy oleh pasien atau orang yang diberi kuasa atau atas persetujuan
pasien atau keluarga pasien yang berhak untuk itu.
Jadi kesimpulannya, rekam medis adalah milik health care provider sedangkan isinya
pasien berhak tahu diberi tahu sesuai dengan penjelasan Pasal 53 Undang-Undang Kesehatan
serta berhak memanfaatkan rekam medis untuk dapat menunjang kepentingannya.
41
Implementasi dari pasal dapat diklarifikasikan sebagai berikut:
1. Health Care Provider
a. Merancang desain rekam medik
b. Berhak menguasai rekam medik
c. Menggunakan isi rekam medik untuk kepentingannya
d. Memusnahkan isi rekam medik sesuai ketentuan
e. Menyerahkan berkas rekam medik yang sudah kadaluwarsa kepada pasien. Kebijakan
ini lebih baik dari pada memusnahkannya sebab tidak tertutup kemungkinan rekam
medik tersebut sangat berguna sebagai acuan diluar masa kadaluwarsa.
2. Health Care Provider berkewajiban untuk :
a. Menyimpan berkas dengan baik sebab didalamnya terdapat data tentang pasien yang
sewaktu-waktu diperlukan
b. Menjaga dari kerusakan atau kehilangan
c. Melaporkan berita acara pemusnahan berkas kepada Dirjen Pelayanan Medik
2.3. Pengungkapan Isi Rekam Medis
Pada Permenkes RI Nomor 269/MENKES/Per/III/2008 tentang rekam medis disebutkan
bahwa salah satu manfaat dari rekam medik adalah untuk kepentingan penelitian, pendidikan,
dan audit medis sepanjang tidak menyebutkan identitas pasien. Ketentuan model yang diajukan
oleh the American Medical Record Association menyatakan bahwa informasi medik dapat
dibuka dalam beberapa hal, yaitu:
a. Memperoleh otorisasi tertulis dari pasien
42
b. Sesuai dengan ketentuan undang-undang
c. Diberikan kepada sarana kesehatan lain yang saat ini menangani pasien
d. Untuk evaluasi perawatan medik
e. Untuk riset dan pendidikan sesuai dengan peraturan setempat
Pemaparan isi rekam medis untuk pembuktian perkara hukum, dapat dilakukan oleh dokter
yang merawat baik dengan izin tertulis maupun tanpa izin dari pasien. Pimpinan sarana
pelayanan kesehatan dapat menjelaskan isi rekam medis secara tertulis atau langsung kepada
pemohon tanpa izin pasien berdasarkan peraturan perundang-undangan, seperti
dijelaskan peraturan menteri kesehatan nomor 269 tahun 2008 pasal 11 ayat 2 yang menyatakan :
”Pimpinan sarana pelayanan kesehatan dapat memaparkan isi Rekam Medis, tanpa
izin pasien berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku”16
Dalam hal demikian, memenuhi permintaan aparatur penegak hukum dalam rangka
penegakan hukum atas perintah pengadilan, dokter, dokter gigi yang bertanggungjawab atas
perawatan pasien atau pimpinan rumah sakit dapat memberikan fotokopi rekam medis disamping
kesimpulan (yang merupakan pendapatnya). Mengenai fotokopi ini memang tidak ditegaskan
dalam Permenkes Nomor 269/2008. Ini merupakan pendapat pakar hukum karena rekam medis
berfungsi sebagai alat bukti surat maupun alat bukti keterangan ahli.
Di samping itu, audit medik yang mereview rekam medik dapat saja menemukan
kesalahan-kesalahan orang, kesalahan prosedur, kesalahan peralatan dan lain-lain, sehingga
dapat menimbulkan rasa kurang nyaman bagi para profesional (dokter, perawat, dan profesi
kesehatan lain). Oleh karena itu audit medik bertujuan untuk mengevaluasi pelayanan medik
43
dalam rangka untuk meningkatkan kualitas pelayanan dan bukan untuk mencari kesalahan dan
menghukum seseorang. Boleh dikatakan bahwa audit medik tidak mencari pelaku kesalahan
(liable person/parties), melainkan lebih ke arah menemukan resiko yang dapat dicegah
(avoidable risks) sehingga arahnya benar-benar menuju peningkatan kualitas dan safety.
Dengan demikian dalam melaksanakan audit medik perlu diperhatikan hal-hal sebagai
berikut:
1. Semua orang/ staf yang turut serta dalam audit medik adalah mereka yang telah disumpah
untuk menjaga kerahasiaan kedokteran sebagaimana diatur dalam pasal 3 Peraturan
Pemerintah No. 10 tahun 1996 tentang Wajib Simpan Rahasia Dokter, dikenal memiliki
integritas yang tinggi dan memperoleh penunjukkan resmi dari direksi.
2. Semua formulir data yang masuk dalam rangka audit medik tetap memiliki tingkat
kerahasiaan yang sama dengan rekam medik, termasuk seluruh fotokopi dan faks.
3. Harus disepakati tentang sanksi bagi pelanggaran atas rahasia kedokteran ini, misalnya
penghentian penugasan/ akses rekam medik, atau bahkan penghentian hubungan kerja.
4. Seluruh laporan audit tidak diperkenankan mencantumkan identitas pasien, baik secara
langsung maupun tidak langsung.
5. Seluruh hasil audit medik ditujukan untuk kepentingan perbaikan pelayanan medik rumah
sakit tersebut, tidak dapat dipergunakan untuk sarana kesehatan lain dan tidak digunakan
untuk menyalahkan atau menghukum seseorang atau satu kelompok orang.
6. Seluruh hasil audit medik tidak dapat dipergunakan sebagai bukti di pengadilan (dalam
keadaan tertentu, rekam medis tetap dapat digunakan sebagai bukti di pengadilan).
44
2.4. Rekam Medis Sebagai Alat Bukti di Pengadilan
Indonesia menganut asas pembuktian negatif dalam hukum pidana, yang berarti bahwa
seseorang tidak cukup untuk dinyatakan sebagai terbukti melakukan tindak pidana berdasarkan
alat-alat bukti yang sah menurut undang - undang secara kumulatif, melainkan juga harus
disertai dengan keyakinan hakim. Dalam kasus dimana dokter atau dokter gigi merupakan salah
satu pihak (kasus kesalahan/ kelalaian dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan profesi),
salah satu kendala yang dihadapi dalam proses pembuktian ialah keterangan ahli yang diatur
dalam pasal 186 KUHAP. Keterangan ahli yang dimaksudkan disini dapat juga sudah diberikan
pada waktu pemeriksaan oleh penyidik atau penuntut umum yang dituangkan dalam satu bentuk
laporan dan dibuat dengan mengingat sumpah pada waktu ia menerima jabatan/pekerjaan
tersebut. Apabila hal tersebut tidak diberikan pada waktu pemeriksaan oleh penyidik/penuntut
umum, maka pada waktu pemeriksaan di sidang diminta untuk memberikan keterangan dan
dicatat dalam berita acara pemeriksaan. Keterangan tersebut diberikan setelah ia mengucapkan
sumpah atau janji di hadapan sidang mengenai kebenaran keterangannya sebagai saksi ahli.
Sumpah atau janji yang diberikan sebagai saksi ahli harus dibedakan dengan sumpah/janji yang
diucapkan pada waktu menerima jabatan/pekerjaan (sumpah jabatan). Keterangan ahli yang
dimaksudkan oleh pasal 186 KUHAP tersebut bila dikaitkan dengan hubungan antara dokter atau
dokter gigi dan pasien dapat dituangkan dalam bentuk baik tertulis maupun tidak tertulis.
Keterangan ahli yang berwujud tertulis dapat berupa Rekam Medis (RM) yang dari segi formal
merupakan himpunan catatan mengenai hal – hal yang berkait dengan riwayat perjalanan
penyakit dan pengobatan/perawatan pasien. Sedangkan dari segi material, isi rekam medis
meliputi identitas pasien, catatan tentang penyakit, hasil pemeriksaan laboratorik, foto rontgen,
45
dan pemeriksaan USG. Hal ini secara jelas diatur dalam Permenkes RI Nomor 269 /2008 tentang
Rekam Medis.
Fungsi legal dari rekam medis ialah karena rekam medis dapat berfungsi sebagai alat bukti
bila terjadi silih pendapat / tuntutan dari pasien dan dilain pihak sebagai perlindungan hukum
bagi dokter. Yang penting ialah bahwa rekam medis yang merupakan catatan mengenai
dilakukannya tindakan medis tertentu itu secara implisit juga mengandung Persetujuan Tindakan
Medik, karena tindakan medis tertentu itu tidak akan dilakukan bila tidak ada persetujuan dari
pasien. Apabila rekam medis yang mempunyai multifungsi tersebut dikaitkan dengan pasal 184
KUHAP, maka rekam medis selain berfungsi sebagai alat bukti surat juga berfungsi sebagai alat
bukti keterangan ahli yang dituangkan dan merupakan isi rekam medis. Permasalahannya ialah
bahwa isi rekam medis adalah milik pasien dan dokter wajib menjaga kerahasiaannya. Isi rekam
medis sebagaimana dimaksud pada Pasal ayat (2) dan (3) Permenkes Nomor 269 /2008 adalah
dalam bentuk ringkasan rekam medis. Ringkasan rekam medis tersebut dapat diberikan, dicatat,
atau dicopy oleh pasien atau orang yang diberi kuasa atau atas persetujuan tertulis pasien atau
keluarga pasien yang berhak untuk itu. Dalam keadaan tidak untuk kepentingan pengadilan maka
ringkasan rekam medis tersebut yang diberikan.
Dalam asas hukum pidana Indonesia berlaku asas pembuktian negatif. Hal ini berarti
bahwa rekam medis dapat digunakan sebagai dasar untuk membuktikan ada tidaknya
kesalahan/kelalaian dokter/ dokter gigi dalam melaksanakan profesi, dan di segi lain rekam
medis dapat digunakan sebagai dasar pembelaan/perlindungan hukum bagi dokter/ dokter gigi
terhadap gugatan/ tuntutan yang ditujukan kepadanya. Penggunaan rekam medis sebagai alat
bukti di persidangan pengadilan dengan demikian hanya dimungkinkan apabila para pihak yaitu
46
dokter atau dokter gigi pasien dan penuntut umum mengajukan rekam medis sebagai alat bukti
untuk menemukan kebenaran material/ kebenaran yang sejati, dan memperjelas ada tidaknya
kesalahan/kelalaian dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan profesinya.
Dengan demikian rekam medis merupakan alat bukti bahwa dokter atau dokter gigi telah
mengupayakan semaksimal mungkin melalui tahapan proses upaya pelayanan kesehatan sampai
kepada satu pilihan terapi yang paling tepat yang berupa tindakan medis tertentu. Bagi pasien,
rekam medis merupakan alat bukti yang dapat digunakan sebagai dasar apakah tindakan medis
tertentu yang dilakukan oleh dokter atau dokter gigi terhadapnya itu sudah sesuai dengan standar
profesi. Oleh karena itu semakin lengkap rekam medis semakin kuat fungsinya sebagai alat bukti
yang memberikan perlindungan hukum bagi dokter atau dokter gigi.15
Rekam medis merupakan dokumen resmi dari kegiatan rumah sakit. Apabila salah satu
pihak bersengketa dalam satu acara pengadilan menghendaki pengungkapan isi rekam medis di
dalam sidang, ia meminta dari pengadilan kepada rumah sakit yang menyimpan rekam medis
tersebut. Rumah sakit yang menerima perintah tersebut wajib mematuhi dan melaksanakannya.
Apabila ada keragu-raguan dari isi perintah tersebut dapat diminta penjelasan ke pengadilan yang
bersangkutan. Dengan surat tersebut diminta seorang saksi untuk datang dan membawa rekam
medis yang diminta atau memberikan kesaksian di depan sidang. Apabila yang diminta rekam
medisnya saja, rumah sakit dapat membuat resume dari rekam medis yang diminta dan
mengirimkannya kepada bagian tata usaha pengadilan setelah dilegalisasi pejabat yang
berwenang (dalam hal ini pimpinan rumah sakit).17
47
Dari apa yang telah diuraikan tersebut dapat disimpulkan bahwa rekam medis mempunyai
fungsi ganda sebagi alat bukti, yaitu :
1. Sebagai alat bukti keterangan ahli.
2. Sebagai alat bukti surat.
Rekam medis adalah suatu kekuatan untuk dokter atau dokter gigi dan rumah sakit
untuk membuktikan bahwa telah dilakukan upaya yang maksimal untuk menyembuhkan pasien
sesuai dengan standar profesi kedokteran.
Dalam undang-undang praktik kedokteran ditegaskan bahwa rekam medis adalah berkas
yang berisikan catatan dan dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindak
dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien. Lebih lanjut ditegaskan dalam
Permenkes no. 269/MENKES/PER/III/2008 pada pasal 13 ayat (1) bahwa rekam medis dapat
dimanfaatkan/digunakan sebagai alat bukti dalam proses penegakan hukum, disiplin kedokteran
oleh MKDKI, penegakan etika kedokteran dan kedokteran gigi bagi profesi kedokteran. Pada sisi
lain dalam pasal 2 ayat (1) Permenkes tersebut ditegaskan bahwa rekam medis harus dibuat
secara tertulis, lengkap, dan jelas atau secara elektronik dalam penjelasan pasal 46 ayat (3)
bahwa penggunaan teknologi informasi elektronik dimungkinkan dalam pencatatan rekam
medis.
Seperti yang ditegaskan pada pasal 2 ayat (1) Permenkes/PER/III/2008 yang
memungkinkan dipilihnya dua cara, yaitu rekam medis ditulis secara lengkap atau dengan
menggunakan elektronik. Artinya bahwa rekam medis dapat saja memilih salah satu cara
tersebut tertulis atau elektronik. Bahwa pilihan ini sebagaimana dikemukakan dalam Permenkes
mengandung konsekuensi hukum yang berbeda, yang nantinya akan berakibat kedudukan rekam
48
medis sebagai alat bukti juga terjadi perubahan fundamental dan berakibat hukum yang tidak
sama.
Bila diamati, apa yang diatur dalam kitab Undang-Undang Acara Pidana dan Hukum
Acara Perdata (HIR) tidak ada satu ketegasan mengatur bahwa catatan elektronik ditempatkan
sebagai alat bukti utama. HIR pasal 164 menegaskan bahwa alat-alat bukti terdiri dari, bukti
dengan surat, bukti dengan saksi, persangkaan-persangkaan, pengakuan dan sumpah. Begitu pula
dalam Hukum Acara Pidana pasal 184 menegaskan bahwa alat bukti yang sah ialah keterangan
saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, dan keterangan terdakwa.
Berdasarkan kedua ketentuan atau peraturan tersebut diatas, tidak satupun yang
menempatkan alat bukti elektronik sebagai alat bukti utama. Oleh karena itu, bilamana rekam
medis yang tadinya tertulis dalam bentuk dokumen lengkap masuk pada alat bukti utama karena
bentuknya sebagai bukti surat pada Hukum Acara Perdata dan bukti surat pada Hukum Acara
Pidana. Bila konsekuensi pihak jatuh pada bentuk elektronik, konsekuensinya bahwa kedudukan
sebagai alat bukti utama menjadi tidak utama. Konsekuensi inilah akan juga mempengaruhi atas
keputusan-keputusan hakim nantinya, karena sebagaimana kita ketahui rekam medis adalah
catatan dokumen-dokumen pemeriksaan, pengobatan tindakan dan pelayanan yang nantinya
sangat diperlukan atau satu-satunya alat bukti tertulis bagi hakim. Secara yuridis pula dapat
dikatakan bahwa undang-undang praktik kedokteran tidak dapat dikatakan mengamanatkan
dapatnya menjadi pilihan tertulis atau elektronik, hal ini terlihat pencatatan dimungkinkannya
secara elektronik hanya ditempatkan pada penjelasan undang-undang tidak pada batang tubuh
undang-undang.
49
Pada kenyataannya tidak semua rekam medis dapat dijadikan bahan bukti di pengadilan,
tetapi harus memenuhi syarat.
Menurut J. Guwandi, rekam medis tidak dapat dipakai sebagai alat pertanggungjawaban
atau bahan bukti didepan pengadilan, apabila :
1. Tulisannya tidak dapat dibaca oleh orang lain (hakim, pengacara dan lain-lain),
2. Terdapatnya penghapusan, penambahan, pencoretan yang menutupi tulisan sehingga
tidak dapat dibaca lagi,
3. Diketahui telah dilakukan penggantian lembaran Rekam Medis,
4. Telah dilakukan perubahan-perubahan pada catatan atau angka-angka,
5. Tidak dicatat apa yang telah dilakukan.16
50
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Dalam rangka upaya peningkatan pelayanan kesehatan, rekam medis sangat diperlukan
dalam bidang kesehatan. Rekam medis memiliki berbagai manfaat, baik bagi pihak tenaga
kesehatan maupun pasien, serta berguna untuk menunjang tertib administrasi, tanpa didukung
suatu sistem pengelolaan rekam medis yang baik dan benar, mustahil tertib administrasi tersebut
dapat berhasil.
Sebagai pelaksana dan pengguna rekam medis, kita perlu mengetahui sejarah dan
perkembangan rekam medis, dan perubahan apa saja yang terjadi dalam sistem rekam medis.
Baik yang terjadi di tingkat nasional maupun internasional. Perubahan tersebut dimulai dari
perbaikan catatan kesehatan melalui standarisasi rumah sakit dan organisasi yang telah terjadi
sejak zaman dahulu kala. Perlu pula diketahui dasar hukum rekam medis di Indonesia.
Dalam penjelasan Pasal 46 ayat (1) UU Praktik Kedokteran, yang dimaksud dengan
rekam medis adalah “berkas yang berisi catatan dan dokumen tentang identitas pasien,
pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien.”
Isi rekam medis merupakan catatan keadaan tubuh dan kesehatan, termasuk data tentang
identitas dan data medik seorang pasien. Isi rekam medis dapat dibagi menjadi dua kelompok
data, yaitu data medis atau data klinis dan data sosiologis atau data non medik. Data-data yang
terdapat pada rekam medis bersifat rahasia.
51
Secara umum rekam medis merupakan:
1. Alat komunikasi antar tenaga kesehatan
2. Dasar perencanaan pengobatan/perawatan
3. Bukti tertulis atas segala pelayanan/perawatan/tindakan
4. Bahan analisa, penelitian dan evaluasi mutu pelayanan kesehatan
5. Alat perlindungan hukum
6. Penunjang pendidikan dan penelitian
7. Dasar perhitungan biaya pelayanan medis
8. Sarana dokumentasi pelayanan keehatan
9. Bahan pembuatan laporan kesehatan
Terdapat beberapa isu hukum utama yang berkaitan dengan rekam medis antara lain
kepemilikan, perlindungan, penggunaan, dan pengungkapan, serta komputerisasi. Masalah
pelepasan informasi kepada pihak lain muncul semakin sering sejak era komputerisasi informasi
kesehatan. Peminta pertama dapat meneruskan informasi kepada pihak lain tanpa ototrisasi
pasien lagi. Masalah etik dalam manajemen mutu dapat terjadi sebagai akibat dari data kinerja
yang tidak tepat, rekam medis yang tidak lengkap dan pola layanan kesehatan yang tidak tepat.
Kini, kemajuan rekam medis ini, tidak saja tertulis di atas kertas, tapi telah masuk ke era
elektronik seperti komputer, mikrofilm, pita suara dan lain-lain. Dengan demikian dapat
dipahami bahwa kegiatan pelayanan rekam medis yang telah dilakukan sejak zaman dulu sangat
berperan dalam perkembangan dunia pengobatan.
52
3.2. Saran
- Tenaga Kesehatan
1. Pemeliharaan informasi kesehatan harus dilakukan dengan benar
dan sesuai dengan standar, etika, dan hukum. Undang-undang
dan Permenkes telah mengatur kewajiban dan mengatur pokok-
pokok pembuatan rekam medis yang harus ditaati.
2. Penulisan rekam medis hendaknya dicatat pada saat perawatan
yang diuraikan diberikan, ditulis dengan jelas. Singkatan dan
simbol sebaiknya hanya digunakan dalam rekam medis bila
sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
3. Rekam medis harus berisi informasi kesehatan yang lengkap dan
rinci, akurat, dan relevan sehingga dapat menunjukkan
bagaimana perawatan dan pengobatan yang telah diberikan
kepada pasien.
- Instansi Pelayanan Kesehatan
1. Rekam medis hendaknya disusun secara sistematik untuk
memudahkan pencarian dan kompilasi data.
2. Kebijakan instansi pelayanan kesehatan hendaknya
mempesifikasi siapa saja yang berhak mendokumentasikan dan
menyimpan rekam medis.
53
3. Melindungi informasi berbasis komputer sehingga menjamin
kerahasiaan dan akses untuk memasukkan, menyimpan, dan
mengolah data.
4. Lebih bertanggung jawab dalam melindungi informasi kesehatan
yang terdapat didalam rekam medis terhadap kemungkinan
hilang, rusak, pemalsuak, dan akses yang tidak sah.
- Pemerintah
1. Meningkatkan upaya penjagaan dan peningkatan mutu
pengelolaan infomasi kesehatan, seperti membentuk panitia rekam
medis, membuat peraturan yang relevan, serta pendidikan yang
sesuai bagi tenaga kesehatan.
54