refrat mediastinum radiologi

33
BAB I PENDAHULUAN Mediastinum merupakan rongga imaginer di antara paru kiri dan kanan. Mediastinum berisi jantung, pembuluh darah besar, trakea, timus, kelenjar getah bening dan jaringan ikat. Ada beberapa versi pembagian mediastinum. Pada gambar dibawah ini dapat dilihat bahwa mediastinum dibagi atas 4 bagian : 1. Mediastinum superior, mulai pintu atas rongga dada sampai ke vertebra torakal ke-5 dan bagian bawah sternum 2. Mediastinum anterior, dari garis batas mediastinum superior ke diafargma di depan jantung. 3. Mediastinum posterior, dari garis batas mediastinum superior ke diafragma di belakang jantung. 4. Mediastinum medial (tengah), dari garis batas mediastinum superior ke diafragma di antara mediastinum anterior dan posterior. 1

Upload: neea-nurotus-saniyah

Post on 01-Dec-2015

353 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

BAB I

PENDAHULUAN

Mediastinum merupakan rongga imaginer di antara paru kiri dan kanan.

Mediastinum berisi jantung, pembuluh darah besar, trakea, timus, kelenjar getah

bening dan jaringan ikat. Ada beberapa versi pembagian mediastinum.

Pada gambar dibawah ini dapat dilihat bahwa mediastinum dibagi atas 4

bagian :

1. Mediastinum superior, mulai pintu atas rongga dada sampai ke vertebra torakal

ke-5 dan bagian bawah sternum

2. Mediastinum anterior, dari garis batas mediastinum superior ke diafargma di

depan jantung.

3. Mediastinum posterior, dari garis batas mediastinum superior ke diafragma di

belakang jantung.

4. Mediastinum medial (tengah), dari garis batas mediastinum superior ke

diafragma di antara mediastinum anterior dan posterior.

Jenis tumor di rongga mediastinum dapat berupa tumor jinak atau tumor ganas

dengan penatalaksanaan dan prognosis yang berbeda, karenanya ketrampilan dalam

1

prosedur diagnostik memegang peranan sangat penting. Keterampilan yang memadai

dan kerjasama antar disiplin ilmu yang baik (spesialis paru dan pernapasan, radiologi

diagnosik, patologi anatomi, bedah toraks, radioterapi dan onkologi medik) dituntut

agar diagnosis dapat cepat dan akurat.

Data frekuensi tumor mediasinum di Indonesia antara lain didapat dari SMF

Bedah Toraks RS Persahabatan Jakarta dan RSUD Dr. Sutomo Surabaya. Pada

tahun1970 - 1990 di RS Persahabatan dilakukan operasi terhadap 137 kasus, jenis

tumor yang ditemukan adalah 32,2% teratoma, 24% timoma, 8% tumor syaraf, 4,3%

limfoma. Data RSUD Dr. Soetomo menjelaskan lokasi tumor pada

mediastinumanterior 67% kasus, mediastinum medial 29% dan mediastinum

posterior 25,5%. Dari kepustakaan luarnegeri diketahui bahwa jenis yang banyak

ditemukan pada tumor mediastinum anterior adalah limfoma, timoma dan germ cell

tumor.

2

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A) DEFINISI

Tumor mediastinum adalah tumor yang terdapat di dalam mediastinum

yaitu rongga di antara paru-paru kanan dan kiri yang berisi jantung, aorta, dan

arteri besar, pembuluh darah vena besar, trakea, kelenjar timus, saraf, jaringan

ikat, kelenjar getah bening dan salurannya. Karena rongga mediastinum tidak

dapat diperluas, maka pembesaran tumor dapat menekan organ penting di

sekitarnya dan dapat menganjam jiwa.

Klasifikasi tumor mediastinum didasarkan atas organ/jaringan asal tumor

atau jenis histologisnya, seperti dikemukakan oleh Rosenberg :

B) ETIOLOGI

Jenis tumor di rongga mediastinum dapat berupa tumor jinak atau tumor

ganas dengan penatalaksanaan dan prognosis yang berbeda. Limfoma, timoma

dan teratoma adalah jenis yang paling sering ditemukan. Etilogi dari tumor

3

mediastinum belum diketahui namun pada teratoma sekitar 20% dari tumor sel

germinal nonseminomatous memiliki sindrom Klinefelter, dan tumor

berkembang 10 tahun lebih awal daripada mereka yang tidak.

C) EPIDEMIOLOGI

Jenis tumor mediastinum sering berkaitan dengan lokasi tumor dan umur

penderita. Pada anak-anak tumor mediastinum yang sering ditemukan berlokasi

di mediastinum posterior dan jenisnya tumor saraf. Sedangkan pada orang

dewasa lokasi tumor banyak ditemukan di mediastinum anterior dengan jenis

limfoma atau timoma. Dari data RS Persahabatan tahun 1970 – 1990 telah

dilakukan operasi tumor mediastinum sebanyak 137 penderita, dengan jenis

teratoma 44 kasus (32,1%), timoma 33 (24%) dan tumor saraf 11 kasus (8%).

Dari 103 penderita tumor mediastinum, timoma ditemukan pada 57,1% kasus,

tumor sel germinal 30%, limfoma, tumor tiroid dan karsinoid masing-masing

4,2%.3 Bacha dkk4 dari Perancis, melakukan pembedahan terhadap 89 pasien

tumor mediastinum dan terdiri dari 35 kasus timoma invasif, 12 karsinoma timik,

17 sel germinal, 16 limfoma, 3 tumor saraf, 3 karsinoma tiroid, 2 radiation

induced sarcoma dan 1 kasus mesotelioma mediastinum. Penelitian retrospektif

dari tahun 1973 sampai dengan 1995 di New Mexico, USA mendapatkan 219

pasien tumor mediastinum ganas yang diidentifikasi dari 110.284 pasien penyakit

keganasan primer, jenis terbanyak adalah limfoma 55%, sel germinal 16%,

timoma 14%, sarkoma 5%, neurogenik 3% dan jenis lainnya 7%. Berdasarkan

gender ditemukan perbedaan yang bermakna, yaitu 94% tumor sel germinal

adalah laki-laki, 66% tumor saraf berjenis kelamin perempuan, sedangkan jenis

tumor lainnya 58% ditemukan pada laki-laki. Berdasarkan umur, penderita

limfoma dan timoma ditemukan pada penderita umur dekade ke-5, tumor saraf

pada dekade pertama, sedangkan sel germinal ditemukan pada umur dekade ke-2

sampai ke-4.5 Evaluasi selama 25 tahun terhadap 124 pasien tumor mediastinum

didapatkan umur tengah pasien adalah 35 tahun. Pasien yang datang dengan

keluhan 66% dan 90% dari kasus adalah tumor ganas dengan jenis terbanyak

4

timoma yaitu 38 dari 124 (31%), sel germinal 29/124 (23%), limfoma 24/124

(19%) dan tumor saraf 15/124 (12%). Empat puluh tujuh kasus dari 91 kasus

mengalami kekambuhan (recurrence) setelah reseksi komplet atau respons

terhadap terapi, dengan masa tengah kekambuhan 10 bulan.6 Marshal

menganalisis 24 kasus tumor mediastinum yang dibedah di RS Persahabatan

tahun 2000 – 2001, mendapatkan laki-laki lebih banyak daripada perempuan

(70,8% dan 29,2%) dengan jenis terbanyak adalah timoma , 50% dari 24

penderita.7 Timoma merupakan kasus terbanyak di mediastinum anterior,

sedangkan limfoma dan tumor saraf biasanya pada mediastinum medial dan

posterior

5

D) PATOFISIOLOGI

Bagan yang menunjukkan skema sederhana dasar molecular kanker

6

Zat perusak DNA didapat (lingkungan):Kimiawi/ radiasi/ virus

Kerusakan DNA

Mutasi herediiter pada :Gen-gen yang mempengaruhi perbaikan DNAGen-gen yang mempengaruhi pertumbuhan atau apoptosis selMutasi pada genom sel somatik

Pengaktifan onkogen pendorong pertumbuhan

Perubahan gen yang mengendalikan pertumbuhan

Penonaktifan gen supresor kanker

Ekspresi produk gen yang mengalami perubahan dan hilangnya produk gen regulatorik

Neoplasma ganas

Sel normal

Perbaikan DNA berhasil

Ekspansi kloklonal

Mutasi tambahan (progresi)

Heterogenitas

Perbaikan DNA gagal

Klasifikasi neoplasma menurut sifat biologisnya:

Jinak Ganas

Diferensiasi baik Difereinsiasi jelek=anaplastik

Identik dengan jaringan asal Tidak identik dengan jaringan asal

Tumbuh lambat Tumbuh cepat

Mitosis normal Mitosis abnormal

Tumbuh ekspansif Tumbuh ekspansif dan infiltratif

Berkapsul Tidak berkapsul

Metastasis (-) Metastasis (+)

Tidak langsung menyebabkan

kematian

Langsung menyebabkan kematian

Neoplasma jinak terdiri atas sel berdiferensiasi baik yang sangat mirip

dengan padanannya yang normal. lipoma terdiri dari sel lemak matur yang

dipenuhi oleh vakuol lemak di dalam sitoplasmanya, dan kondroma terbentuk

dari sel tulang rawan normal, merupakan bukti terjadinya difererensi

morfologik dan fungsional. Ada tumor jinak yang berdiferensiasi baik, mitosis

sangat jarang ditemukan dan konfigurasinya normal.

Neoplasma ganas ditandai dengan diferensiasi yang beragam dari sel

parenkim, dari yang berdiferensiasi baik sampai sama sekali tidak

berdiferensiasi. Neoplasma ganas terdiri dari sel tidak berdiferensiasi

dikatakan bersifat anaplastik. Tidak adanya diferensiasi, atau anaplasia,

dianggap sebagai tanda utama keganasan.

E) GEJALA KLINIS

Tumor mediastinum sering tidak memberi gejala dan terdeteksi pada

saat dilakukan foto toraks. Untuk tumor jinak, keluhan biasanya mulai timbul

bila terjadi peningkatan ukuran tumor yang menyebabkan terjadinya

penekanan struktur mediastinum, sedangkan tumor ganas dapat menimbulkan

gejala akibat penekatan atau invasi ke struktur mediastinum.

7

Sebagian besar pasien tumor mediastinum akan memperlihatkan gejala

pada waktu presentasi awal. Kebanyakan kelompok melaporkan bahwa antara

56 dan 65 % pasien menderita gejala pada waktu penyajian, dan penderita

dengan lesi ganas jauh lebih mungkin menunjukkan gejala pada waktu

presentasi. Tetapi, dengan peningkatan penggunaan rontgenografi dada rutin,

sebagian besar massa mediastinum terlihat pada pasien yang asimtomatik.

Adanya gejala pada pasien dengan massa mediastinum mempunyai

kepentingan prognosis dan menggambarkan lebih tingginya kemungkinan

neoplasma ganas. Massa mediastinum bisa ditemukan dalam pasien

asimtomatik, pada foto thorax rutin atau bisa menyebabkan gejala karena efek

mekanik local sekunder terhadap kompresi tumor atau invasi struktur

mediastinum. Gejala sistemik bisa non spesifik atau bisa membentuk

kompleks gejala yang sebenarnya patogmonik untuk neoplasma spesifik.

Keluhan yang biasanya dirasakan adalah :

- Batuk atau stridor karena tekanan pada trachea atau bronchi utama.

- Gangguan menelan karena kompresi esophagus.

- Vena leher yang mengembang pada sindroma vena cava superior.

- Suara serak karena tekanan pada nerves laryngeus inferior.

- Serangan batuk dan spasme bronchus karena tekanan pada nervus vagus.

Walaupun gejala sistemik yang samar-samar dari anoreksia, penurunan

berat badan dan meningkatnya rasa lelah mungkin menjadi gejala yang

disajikan oleh pasien dengan massa mediastinum, namun lebih lazim gejala

disebabkan oleh kompresi local atau invasi oleh neoplasma dari struktur

mediastinum yang berdekatan.

Nyeri dada timbul sekunder terhadap kompresi atau invasi dinding

dada atau nervus interkostalis. Nyeri dada timbul paling sering pada tumor

mediastinum anterosuperior. Nyeri dada yang serupa biasanya disebabkan

oleh kompresi atau invasi dinding dada posterior dan nervus interkostalis.

Kompresi batang trakhebronkhus biasanya memberikan gejala seperti

8

dispneu, batuk, pneumonitis berulang atau gejala yang agak jarang yaitu

stridor.

Keterlibatan esophagus bisa menyebabkan disfagia atau gejala

obstruksi. Keterlibatan nervus laringeus rekuren, rantai simpatis atau plekus

brakhialis masing-masing menimbulkan paralisis plika vokalis, sindrom

Horner dan sindrom Pancoast. Tumor mediastinum yang meyebabkan gejala

ini paling sering berlokalisasi pada mediastinum superior. Keterlibatan nervus

frenikus bisa menyebabkan paralisis diafragma. Harus ditekankan bahwa

walaupun lesi ganas lebih sering terlibat dalam menyebabkan gejala yang

berhubungan dengan keterlibatan local, namun tumor jinak bisa juga

menyebabkan simtomatologi serupa.

F) PENEGAKAN DIAGNOSIS

1) Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik

Anamnesis pasien dan evaluasi cermat gejala yang diderita

pasien sering akan membantu dalam melokalisasi tumor dan bisa

menggambarkan kemungkinan diagnosis histologi. Pemeriksaan

fisik pada pasien dengan tumor dan kista mediastinum sering

menunjukkan gambaran positif. Tetapi jarang didapatkan

diagnosis tepat dari informasi anamnesis atau pemeriksaan fisik

saja.

2) Pemeriksaan Penunjang

Radiologi

Foto toraks

Dari foto toraks PA/ lateral sudah dapat ditentukan lokasi

tumor, anterior, medial atau posterior, tetapi pada kasus

dengan ukuran tumor yang besar sulit ditentukan lokasi yang

pasti.

9

Tomografi

Selain dapat menentukan lokasi tumor, juga dapat

mendeteksi klasifikasi pada lesi, yang sering ditemukan pada

kista dermoid, tumor tiroid dan kadang-kadang timoma.

Tehnik ini semakin jarang digunakan.

CT-Scan toraks dengan kontras

Selain dapat mendeskripsi lokasi juga dapat mendeskripsi

kelainan tumor secara lebih baik dan dengan kemungkinan

untuk menentukan perkiraan jenis tumor, misalnya teratoma

dan timoma. CT-Scan juga dapat menentukan stage pada

kasus timoma dengan cara mencari apakah telah terjadi

invasi atau belum. Perkembangan alat bantu ini

mempermudah pelaksanaan pengambilan bahan untuk

10

pemeriksaan sitologi. Untuk menentukan luas radiasi.

Beberapa jenis tumor mediastinum sebaiknya dilakukan CT-

Scan toraks dan CT Scan abdomen.

Flouroskopi

Prosedur ini dilakukan untuk melihat kemungkinan

aneurisma aorta.

Ekokardiografi

Pemeriksaan ini berguna untuk mendeteksi pulsasi pada

tumor yang diduga aneurisma.

Angiografi

Teknik ini lebih sensitif untuk mendeteksi aneurisma

dibandingkan flouroskopi dan ekokardiogram.

Esofagografi

Pemeriksaan ini dianjurkan bila ada dugaan invasi atau

penekanan ke esofagus.

11

Pemeriksaan lain

USG, MRI dan Kedokteran Nuklir. Meski jarang dilakukan,

pemeriksaan-pemeriksaan terkadang harus dilakukan untuk

beberapa kasus tumor mediastinum.

G) DIAGNOSIS BANDING

Gambar 1. Tumor mediastinum

Tumor Mediastinum biasanya menunjukkan preferensi untuk

lokalisasi tertentu. Yang merupakan petunjuk untuk diagnosis differensial.

Tetapi, juga terdapat perkecualian dan tumor besar dapat meluas jauh di luar

daerah asalnya. (Aru W. Sudoyo, 2006)

12

Pada diagnosis differensial tumor mediastinum di samping tumor

primer atau kista juga harus dipertimbangkan proses patologik sekunder.

Dalam hal ini penting apakah penderita pada umur anak atau orang dewasa.

Presentase kelainan maligna pada anak lebih tinggi. Pada orang dewasa,

tumor yang sering terdapat di mediastinum adalah tumor neurogen, kista

(bronkhogen, pericardial atau enterogen), thymoma dan limfoma. Dalam

golongan umur ini harus dikesampingkan kelainan yang berkesan tumor

seperti struma, aneurisma, proses inflamasi atau hernia. (Aru W. Sudoyo,

2006)

Sejumlah lesi intrathorax dan ekstrathorax bisa menyerupai kista dan

tumor primer mediastinum. Kelainan kardiovaskuler seperti aneurisma

pembeluh darah besar atau jantung dan pola vascular abnormal yang timbul

dalam penyakit congenital bisa tampak sebagai massa mediastinum pada foto

thorax. (Sabiston,1994)

Kelainan kolumna vertrebalis, seperti meningokel harus dibedakan dari massa

mediastinum posterior. Lesi seperti akalasia, divertikulum esophagus, herniasi

diafragma, koarktasio aorta, hernia hiatus, herniasi lemak peritoneum dan

mediastinits bisa juga meniru gambaran kista dan tumor primer. Melalui

penggunaan CT dan myelografi maupun perangkat diagnotik lain, kebanyakan

lesi ini harus dibedakan dari massa primer mediastinum sebelum interbensi

bedah.(Sabiston,1994).

13

Diagnosis banding tumor mediastinum anterior

Gambar 2. Kista pericardial

Diagnosis banding tumor mediastinum posterior

Gambar 3. Akalasia

14

Gambar 4. Aneurisma aorta

H) PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan untuk tumor mediastinum yang jinak adalah

pembedahan sedangkan untuk tumor ganas, tindakan berdasarkan jenis

sel kanker.

Penatalaksanaan tumor mediastinum nonlimfoma secara umum

adalah multimodality meski sebagian besar membutuhkan tindakan

bedah saja, karena resisten terhadap radiasi dan kemoterapi tetapi

banyak tumor jenis lain membutuhkan tindakan bedah, radiasi dan

kemoterapi, sebagai terapi adjuvant atau neoadjuvan.

Syarat untuk tindakan bedah elektif adalah syarat umum, yaitu

pengukuran toleransi berdasarkan fungsi paru, yang diukur dengan

spirometri dan jika mungkin dengan body box. Bila nilai spirometri tidak

sesuai dengan klinis maka harus dikonfirmasi dengan analis gas darah.

Tekanan O2 arteri dan Saturasi O2 darah arteri harus >90%.

Syarat untuk radioterapi dan kemoterapi adalah:

Hb > 10 gr%

Leukosit > 4.000/dl

Trombosit > 100.000/dl

Tampilan (performance status) >70 Karnofsky

15

Jika digunakan obat antikanker yang bersifat radiosensitaizer

maka radio kemoterapi dapat diberikan secara berbarengan (konkuren).

Jika keadaan tidak mengizinkan, maka kombinasi radiasi dan kemoterapi

diberikan secara bergantian (alternating: radiasi diberikan di antara

siklus kemoterapi) atau sekuensial (kemoterapi > 2 siklus, lalu

dilanjutkan dengan radiasi, atau radiasi lalu dilanjutkan dengan

kemoterapi). Selama pemberian kemoterapi atau radiasi perlu diawasi

terjadinya melosupresi dan efek samping obat atau toksisiti akibat

tindakan lainnya.

Tumor Timus

Klasifikasi histologis

Timoma (klasifikasi Muller Hermelink)

· Tipe medular

· Tipe campuran

· Tipe kortikal predominan

· Tipe kortikal

Karsinoma timik

· Derajat rendah (Low grade)

· Derajat tinggi (High grade)

Karsinoma timik dan Oat Cell Carcinoma

Staging berdasarkan sistem Masanoka

Stage 1 : Makroskopik berkapsul, secara Mikroskopik tidak

tampak invasi ke kapsul

Stage II : Invasi secara makroskopik ke jaringan lemak sekitar

pleura mediastinal atau invasi ke kapsul secara

mikroskopik

Stage III : Invasi secara makroskopik ke organ sekitarnya

Stage IV.A : Penyebaran ke pleura atau perikard

16

Stage IV.B : Metastasis limfogen atau hematogen

Penatalaksanaan Timoma

Stage 1 : Extended thymo thymecthomy (ETT) saja

Stage II : ETT, dilanjutkan dengan radiasi, untuk radiasi harus

diperhatikan batas-batas tumor seperti terlihat pada

CT sebelum pembedahan

Stage III : ETT dan extended resection dilanjutkan radioterapi

dan kemoterapi

Stage IV.A : Debulking dilanjutkan dengan kemoterapi dan

radioterapi

Stage IV.B : Kemoterapi dan radioterapi dilanjutkan dengan

debulking

Penatalaksanaan timoma tipe medular stage IV.A

Dapat diberikan kemoradioterapi adjuvant 2 siklus dilanjutkan

radiasi 4000 cGy, diikuti debulking dan kemoterapi siklus

berikutnya. Penatalaksanaan timoma tipe medular stage IV.B bersifat

paliatif, yaitu kemoterapi dan radioterapi paliatif. Penatalaksanaan

timoma tipe medular stage I - II lebih dahulu dibedah, selanjutnya

kemoterapi. Pada stage III diberikan kemo/radioterapi neoadjuvant.

Pada timoma tipe campuran, penatalaksanaan disesuaikan dengan

tipe histologik yang dominan.

Penatalaksanaan karsinoma timik

Penatalaksanaan untuk tumor ini adalah multi-modaliti sama

dengan penatalaksanaan untuk kanker di paru.

17

Penatalaksanaan karsinoid timik dan oat cell carcinoma

Penatalaksaan untuk tumor ini adalah pembedahan dan karena

sering invasif maka direkomendasikan radiasi pascabedah untuk

kontrol lokal, tetapi karena tingginya kekerapan metastasis maka

kemoterapi diharapkan dapat meningkatkan angka ketahanan hidup.

Kemoterapi yang diberikan hampir sama dengan kemoterapi untuk

kanker paru jenis karsinoma sel kecil (KPKSK), yakni antara lain

sisplatin + etoposid sebanyak 6 siklus.

Penatalaksanaan Tumor Sel Germinal Nonseminoma Mediastinum

Tumor Sel Germinal

Klasifikasi histologi

Seminoma

18

Nonseminoma

Karsinoma embrional

Koriokarsinoma

Yolk sac carcinoma

Teratoma

Jinak (benign)

Ganas (malignant)

Dengan unsur sel germinal

Dengan unsur nongerminal

Imatur

Penatalaksanaan seminoma

Seminoma adalah tumor yang sensitif terhadap radiasi dan

kemoterapi. Tidak ada indikasi bedah untuk tumor jenis ini.

Kemoterapi diberikan setelah radiasi selesai tetapi respons terapi

akan lebihbaik dengan cara kombinasi radio-kemoterapi. Bila ada

kegawatan napas, radiasi diberikan secara cito, dilanjutkan dengan

kemoterapi sisplatin based.

Penatalaksanaan Tumor Medistinum Nonseminoma

Tumor-tumor yang termasuk kedalam kelompok nonseminoma

bersifat radioresisten, sehinggatidak direkomendasikan untuk

radiasi. Pilihan terapi adalah kemoterapi 6 siklus. Evaluasidilakukan

setelah 3 - 4 siklus menggunakan petanda tumor b-HCG dan a-

fetoprotein serta fototoraks PA dan lateral, selanjutnya menurut

algoritma

19

Penatalaksanaan Teratoma jinak

Penatalaksanaan teratoma jinak adalah pembedahan, tanpa adjuvant.

Pemeriksaan batas reseksi harus menyeluruh, agar tidak ada tumor

yang tertinggal dan kemungkinan akan berkembang menjadi ganas.

Penatalaksanaan Teratoma Ganas

Karena teratoma ganas terkadang mengandung unsur lain maka

terapi multimodaliti (bedah +kemoterapi + radioterapi) memberikan

hasil yang lebih baik. Pemilihan terapi didasarkan pada unsur yang

terkandung di dalamnya dan kondisi penderita. Penatalaksanaan

teratoma ganas dengan unsur germinal sama dengan

penatalaksanaan seminoma.

Tumor Neurogenik

Klasifikasi Histologik

Berasal dari saraf tepi (peripheral nerves)

Neurofibroma

Neurilemoma (Schwannoma)

Neurosarkoma

Berasal dari ganglion simpatik (symphatetic ganglia)

Ganglioneuroma

Ganglioneuroblastoma

Neuroblastoma

Berasal dari jaringan paraganglionik

Fakreomasitoma

Kemodektoma (paraganglioma)

Penatalaksanaan untuk semua tumor neurogenik

Adalah pembedahan, kecuali neuroblastoma.Tumor ini radisensitif

sehingga pemberian kombinasi radio kemoterapi akan memberikan

20

hasil yang baik. Pada neurilemona (Schwannoma), mungkin perlu

diberikan kemoterapi adjuvan, untuk mencegah rekurensi.

Tumor Mesensimal dan Tumor Endokrin

Tumor jenis ini jarang ditemukan sehingga penatalaksanaannya

sangat spesifik.

EVALUASI

Evaluasi efek samping kemoterapi dilakukan setiap akan

memberikan siklus kemoterapi berikut dan/atau setiap 5 fraksi radiasi

(1000 cGy). Evaluasi untuk respons terapi dilakukan setelah pemberian

2 siklus kemoterapi pada hari pertama siklus ke-3 atau setelah radiasi

10 fraksi (200 cGy) dengan atau foto toraks. Jika ada respons sebagian

(partial respons atau PR) atau stable disease (SD), kemoterapi dan

radiasi masih dapat dilanjutkan. Pengobatan dihentikan bila terjadi

progressive disease (PD).

I) PROGNOSIS

Prognosis tumor mediastinum tergantung pada jenis tumor dan tata laksana

yang diberikan. Secara umum, tumor jinak mediastinum memiliki prognosis

yang cukup baik terutama pada pasien tanpa gejala. Prognosis tumor ganas

mediastinum bervariasi tergantung dari hasil diagnostik spesifik, derajat

keparahan penyakit dan faktor komorbid lain pada pasien. Namun umumnya

tumor ganas mediastinum seperti limfoma, tumor germ sel, timoma memberi

respon yang baik terhadap terapi agresif yang meliputi pembedahan,

radioterapi dan kemoterapi.

21

BAB III

PENUTUP

Mediastinum merupakan rongga imaginer di antara paru kiri dan kanan.

Mediastinum menjadi bagian penting dari thorax karena berisi jantung, aorta, dan

arteri besar, pembuluh darah vena besar, trakea, kelenjar timus, saraf, jaringan ikat,

kelenjar getah bening dan salurannya. Banyaknya jumlah organ dalam rongga

mediastinum menyebabkan dapat timbul berbagai jenis neoplasma yang berbeda jenis

secara histologi. Berdasarkan jenis histologi sel nya tumor mediastinum dapat

dibedakan menjadi tumor neurogenik, thymic, limfoma, tumor germ sel, aneurysma,

tumor mesenkim, tumor endokrin, kista.

Tumor mediastinum sering tidak memberi gejala dan terdeteksi pada saat

dilakukan foto toraks. Untuk tumor jinak, keluhan biasanya mulai timbul bila terjadi

peningkatan ukuran tumor yang menyebabkan terjadinya penekanan struktur

mediastinum, sedangkan tumor ganas dapat menimbulkan gejala akibat penekanan

atau invasi ke struktur mediastinum.

Penegakan diagnosis tumor mediastinum berdasarkan pemeriksaan

rontgenografi. Foto thorax lateral dan posteroanterior standar bermanfaat dalam

melokalisir massa di dalam mediastinum. Foto polos bisa mengenal densitas relatif

tumor, apakah padat atau kistik, dan ada atau tidaknya kalsifikasi. Ultrasonografi

bermanfaat dalam menggambarkan struktur kista dan lokasinya di dalam

mediastinum. Fluoroskopi dan barium enema bisa membantu menggambarkan bentuk

massa dan hubungannya dengan struktur mediastinum lain, terutama esophagus dan

pembuluh darah besar. Penggunaan CT scan memberikan memberikan gambaran

anatomi potongan melintang yang memuaskan bagi mediastinum, CT mampu

memisahkan massa mediastinum dari struktur mediastinum lainnya. Terutama dengan

penggunaan materi kontras intravena untuk membantu menggambarkan struktur

vascular, CT scan mampu membedakan lesi asal vascular dari neoplasma

mediastinum.

22

Penatalaksanaan untuk tumor mediastinum yang jinak adalah pembedahan

sedangkan untuk tumor ganas, tindakan berdasarkan jenis sel kanker. Tatalaksana

dari tumor ganas mediastinum bersifat multimodalitas berupa pembedahan,

radioterapi dan kemoterapi sesuai dengan sifat dan jenis kanker.

Secara umum prognosis tumor jinak mediastinum pada pasien tanpa gejala

adalah baik. Sedangkan prognosis tumor ganas mediastinum memiliki prognosis yang

bervariasi tergantung hasil diagnostik spesifik, derajat keparahan penyakit dan faktor

komorbid lain pada pasien.

23

DAFTAR PUSTAKA

Amin Z. Penyakit mediastinum. Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Editor

Sudoyo AW dkk. Jilid II edisi IV. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu

Penyakit Dalam. Jakarta.2006: 1011-4.

Guyton AC and Hall JE. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran,edisi 11. Jakarta : EGC

Hainsworth JD, Greco FA. Mediastinal germ cell neoplasms. In: Thoracic oncology.

Roth JA, Ruckdeschel JC, Weisenburrger Th. Editors. W.B Saunders

company. Philadelphia.1989.p. 478-89.

im kelompok kerja PDPI. Tumor mediastinum. Pedoman diagnosis &

penatalaksanaan di Indonesia,2003.

Lau S et al. Computed Tomography of Anterior Mediastinal Masses. Computed

Tomography of Anterio

Price, Sylvia A.Wilson, Lorraine M. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses

Penyakit, Jakarta:ECG

Rosenberg JC. Neoplasms of the mediastinum. In: DeVita VT, Hellman S, Rosenberg

JC. Editors.Cancer: principles and practice of oncology. J.B. 4th edition.

Lippincortt. Philadelphia 1993.p.759-74.

Pratama S, Syahruddin E, Hudoyo A. Karakteristik Tumor Mediastinum Berdasarkan

Keadaan Klinis, Gambaran CT SCAN dan Petanda Tumor Di Rumah Sakit

Persahabatan. Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,2003.

Sloane, E. 2003. Anatomi dan fisiologi untuk pemula. Jakarta : EGC.

24

Syahruddin E, Hudoyo A, Jusuf A. penatalaksanaan tumor mediastinum ganas.

Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi. Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia– RS Persahabatan, Jakarta

25