refrat malaria fixx

55
REFERAT HIPERURISEMIA Nama: Erwin Bawono, S.Ked Pembimbing: dr. Luluk Aflakah, Sp.PD BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM RSUD KABUPATEN KEDIRI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA SURABAYA 1

Upload: erwinbawono

Post on 15-Nov-2015

45 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

klmhbkljn

TRANSCRIPT

BAB I

PAGE 28

REFERATHIPERURISEMIA

Nama:

Erwin Bawono, S.Ked

Pembimbing:dr. Luluk Aflakah, Sp.PDBAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM

RSUD KABUPATEN KEDIRI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA SURABAYA2015

LEMBAR PENGESAHAN

Dalam referat ini penulis mengangkat judul

HIPERURISEMIA

Telah diterima dan disahkan

Oleh :

Pare, Maret 2015Yang Bersangkutan

Dokter Pembimbing, Penulis,

dr. Luluk Aflakah, Sp.PD

Erwin Bawono, S.Ked NIP. 198211121989031002

NPM.09700105

Mengetahui,

Dokter Pembimbing Klinik

dr. Luluk Aflakah, Sp.PD

NIP. 198211121989031002

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

i

LEMBAR PENGESAHAN

ii

DAFTAR ISI

iii

BAB I PENDAHULUAN

1

BAB II HIPERURISEMIA

3DEFINISI.......................................................

3

ETIOLOGI

4

FAKTOR RESIKO.........................................................

3PATOFISIOLOGI

6

PATOLOGI

9

MANIFESTASI KLINIK

9

DIAGNOSA

12

PENGOBATAN

15

PROGNOSIS

29

DIAGNOSA BANDING

29

BAB III KESIMPULAN

30DAFTAR PUSTAKA

31BAB IPENDAHULUAN

Hiperurisemia dan asam urat adalah penyakit yang umum yang dapat secara umum dirawat oleh dokter umum dan dokter keluarga. Namun, ada berbagai diagnosis dan macam-macam pengobatan terhadap hiperurisemia dan asam urat. Sebagai contoh, jika seorang pasien dalam pemeriksaannya didapatkan tingkat kadar serum asam urat tinggi, mereka disarankan berobat ke internis; jika pasien memiliki arthritis, mereka disarankan ke bedah ortopedi atau rheumatologist; dan jika pasien memiliki urinary lithiasis, mereka disarankan ke bagian urologi.

Terlepas dari kenyataan bahwa asam urat pertama kali diidentifikasi sekitar 2 abad yang lalu, aspek patofisiologis tertentu hiperurisemia masih belum dipahami dengan jelas. Selama bertahun-tahun, hiperurisemia telah diidentifikasi dengan atau dianggap sama dengan gout, namun asam urat kini telah diidentifikasi sebagai penanda untuk sejumlah kelainan metabolik dan hemodinamik.Asam urat adalah produk akhir dari metabolisme purin pada manusia yang tidak mudah larut. Manusia memiliki tingkat asam urat yang tinggi, karena defisiensi dari enzim hepatik uricase, dan rendahnya ekskresi fraksional dari asam urat. Sekitar dua per tiga dari keseluruhan kadar asam urat di dalam tubuh diproduksi secara endogen, sementara sepertiga sisanya dihitung dari kandungan purin di dalam makanan.Sekitar 70% dari asam urat diproduksi setiap hari di dalam tubuh dan diekskresikan oleh ginjal, sedangkan sisanya dieliminasi oleh usus. Namun, selama terjadi kerusakan pada ginjal, kontribusi usus mengekskresikan asam urat meningkat untuk mengkompensasi asam urat yang gagal diekskresikan oleh ginjal.

Gout adalah jenis arthritis inflamasi yang dipicu oleh kristalisasi asam urat dalam sendi dan sering disebabkan dengan hiperurisemia. Gout akut biasanya timbul berulang, yang merupakan salah satu kondisi yang paling menyakitkan yang dialami oleh manusia. Gout tofaceus kronis biasanya berkembang setelah bertahun-tahun gout akut timbul berulang.Gout mempengaruhi setidaknya 1% dari populasi di negara-negara barat dan merupakan penyakit sendi inflamasi yang paling umum pada pria yang lebih tua dari 40 tahun.BAB II

TINJAUAN PUSTAKAA. Definisi

Hiperurisemia didefinisikan sebagai kadar serum asam urat lebih besar dari 6,0 mg/dl di perempuan, dan 7,0 mg/dl pada laki-laki. Di atas konsentrasi ini, urat jenuh dalam cairan tubuh, dan rentan terhadap kristalisasi dan terdeposisi ke dalam jaringan.4Gout adalah penyakit heterogen yang disebabkan oleh penumpukan monosodium urat atau kristal akibat adanya supersaturasi asan urat. Ditandai dengan hiperuresemia, gout arthritis, batu asam urat, nefropati asam urat, dan tofus.5Secara klinis gout arthritis dibagi dalam 4 stadium yaitu : hiperurisemia asimptomatis, gout arthritis akut, gout interkritis, dan tofaceus gout kronis.5Gout arthritis sangat terkait dengan hiperurisemia tetapi tidak semua penderita hiperurisemia menderita gout arthritis, hanya 5% penderita hiperurisemia yang memberikan simptom. Hiperurisemia terjadi bila kadar asam urat melebihi daya larutnya di dalam plasma, batas kelarutannya 6,7 mg/dl pada suhu 37C.5B. EtiologiProduksi asam urat berlebihan dibagi menjadi 2 kelompok yaitu : hiperurisemia primer penyebab idiopatik, defisiensi hypoxantinguanyl phosphorilbosyl transferase (HGPRT), aktivitas enzim PRPP sintetase berlebihan; hiperurisemia sekunder penyebab diet tinggi purin, turn over nukleotida yang meningkat (mieloproliferatif, kanker, psoriasis, anemia hemolitik), alkohol, obesitas, hipertrigliserida, diabetes mellitus, glycogen storage disease.5Penurunan ekskresi asam urat penyebab penyakit ginjal kronis, dehidrasi, diuretik, ketoasidosis, laktoasidosis, penggunaan aspirin dosis rendah, hipertensi, hiperparatiroid.5C. Faktor Resiko1. Obesitas.2. Kadar asam urat.3. Diet tinggi purin : daging, seafood.4. Konsumsi alkohol.5. Obat-obatan : diuretik, aspirin dosis rendah, cyclosporine, ethambutol.6. Umur.7. Jenis kelamin : laki-laki, wanita menopause.8. Komplikasi : hipertensi, diabetes mellitus, miocardial infark, peripheal arteri disease, kongestif heart failure.6D. PatofisiologiAsam urat dalam darah akan jenuh pada 6,4-6,8 mg / dL pada kondisi kamar, dengan batas maksimal kelarutan di 7 mg / dL. Asam urat secara bebas disaring di glomerulus, diserap, dikeluarkan, dan kemudian lagi diserap dalam tubulus proksimal.2Hiperurisemia dapat terjadi karena penurunan ekskresi (underexcretion), peningkatan produksi (overproducers), atau kombinasi dari kedua mekanisme ini.E. Patogenesis MalariaPatogenesis malaria akibat dari interaksi kompleks antara parasit, inang dan lingkungan. Patogenesis lebih ditekankan pada terjadinya peningkatan permeabilitas pembuluh darah daripada koagulasi intravaskuler. Oeleh karena skizogoni menyebabkan kerusakan eritrosit maka akan terjadi anemia. Beratnya anemi tidak sebanding dengan parasitemia menunjukkan adanya kelainan eritrosit selain yang mengandung parasit. Hal ini diduga akibat adanya toksin malaria yang menyebabkan gangguan fungsi eritrosit dan sebagian eritrosit pecah melalui limpa sehingga parasit keluar. Faktor lain yang menyebabkan terjadinya anemia mungkin karena terbentuknya antibodi terhadap eritrosit.(6)Limpa mengalami pembesaran dan pembendungan serta pigmentasi sehingga mudah pecah. Dalam limpa dijumpai banyak parasit dalam makrofag dan sering terjadi fagositosis dari eritrosit yang terinfeksi maupun yang tidak terinfeksi. Pada malaria kronis terjadi hyperplasia dari retikulosit diserta peningkatan makrofag.(6)

Pada malaria beratm mekanisme patogenesisnya berkaitan dengan invasi merozoit ke dalam eritrosit sehingga menyebabkan eritrosit yang mengandung parasit mengalami perubahan struktur danmbiomolekular sel untuk mempertahankan kehidupan parasit. Perubahan tersebut meliputi mekanisme, diantaranya transport membran sel, sitoadherensi, sekuestrasi dan resetting(8).Sitoadherensi merupakan peristiwa perlekatan eritrosit yang telah terinfeksi P. falciparum pada reseptor di bagian endotelium venule dan kapiler. Selain itu eritrosit juga dapat melekat pada eritrosit yang tidak terinfeksi sehingga terbentuk roset. (4).

Resetting adalah suatu fenomena perlekatan antara sebuah eritrosit yang mengandung merozoit matang yang diselubungi oleh sekitar 10 atau lebih eritrosit non parasit, sehingga berbentu seperti bunga. Salah satu faktor yang mempengaruhi terjadinya resetting adalah golongan darah dimana terdapatnya antigen golongan darah A dan B yang bertindak sebagai reseptor pada permukaan eritrosit yang tidak terinfeksi.(4,8)Menurut pendapat ahli lain, patogenesis malaria adalah multifaktorial dan berhubungan dengan hal-hal sebagai berikut:

1. Penghancuran eritrosit

Fagositosis tidak hanya pada eritrosit yang mengandung parasit tetapi juga terhadap eritrosit yang tidak mengandung parasit sehingga menimbulkan anemia dan hipoksemia jaringan. Pada hemolisis intravascular yang berat dapat terjadi hemoglobinuria (black white fever) dan dapat menyebabkan gagal ginjal(9).2. Mediator endotoksin-makrofag

Pada saat skizogoni, eritrosit yang mengandung parasit memicu makrofag yang sensitive endotoksin untuk melepaskan berbagai mediator. Endotoksin mungkin berasal dari saluran cerna dan parasit malaria sendiri dapat melepaskan faktor nekrosis tumor (TNF) yang merupakan suatu monokin, ditemukan dalam peredaran darah manusia dan hewan yang terinfeksi parasit malaria. TNF dan sitokin dapat menimbulkan demam, hipoglikemia, dan sndrom penyakit pernapasan pada orang dewasa(9).3. Sekuestrasi eritrosit yang terlukaEritrosit yang terinfeksi oleh Plasmodium dapat membentuk tonjolan-tonjolan (knobs) pada permukaannya. Tonjolan tersebut mengandung antigen dan bereaksi dengan antibodi malaria dan berhubungan dengan afinitas eritrosit yang mengandung parasit terhadap endothelium kapiler alat dalam, sehingga skizogoni berlangsung di sirkulasi alat dalam. Eritrosit yang terinfeksi menempel pada endothelium dan membentuk gumpalan yang mengandung kapiler yang bocor dan menimbulkan anoksia dan edema jaringan(9).F. Patologi Malaria

Sporozoit pada fase eksoeritrosit bermultiplikasi dalam sel hepar tanpa menyebabkan reaksi inflamasi, kemudian merozoit yang dihasilkan menginfeksi eritrosit yang merupakan proses patologi dari penyakit malaria. Proses terjadinya patologi malaria serebral yang merupakan salah satu dari malaria berat adalah terjadinya perdarahan dan nekrosis di sekitar venula dan kapiler. Kapiler dipenuhi leukosit dan monosit, sehingga terjadi sumbatan pembuluh darah oleh roset eritrosit yang terinfeksi(4,10).G. Manifestasi Klinis

Malaria sebagai penyebab infeksi yang disebabkan oleh Plasmodium mempunyai gejala utama yaitu demam. Demam yang terjadi diduga berhubungan dengan proses skizogoni (pecahnya merozoit atau skizon), pengaruh GPI (glycosyl phosphatidylinositol) atau terbentuknya sitokin atau toksin lainnya. Pada beberapa penderita, demam tidak terjadi (misalnya pada daerah hiperendemik) banyak orang dengan parasitemia tanpa gejala. Gambaran karakteristik dari malaria ialah demam periodic, anemia dan splenomegali(4,8,10,11).Manifestasi umum malaria adalah sebagai berikut:

1. Masa inkubasi

Masa inkubasi biasanya berlangsung 8-37 hari tergantung dari spesies parasit (terpendek untuk P. falciparum dan terpanjanga untuk P. malariae), beratnya infeksi dan pada pengobatan sebelumnya atau pada derajat resistensi hospes. Selain itu juga cara infeksi yang mungkin disebabkan gigitan nyamuk atau secara induksi (misalnya transfuse darah yang mengandung stadium aseksual)(4,12).2. Keluhan-keluhan prodromal

Keluhan-keluhan prodromal dapat terjadi sebelum terjadinya demam, berupa: malaise, lesu, sakit kepala, sakit tulang belakang, nyeri pada tulang dan otot, anoreksia, perut tidak enak, diare ringan dan kadang-kadang merasa dingin di punggung. Keluhan prodromal sering terjadi pada P. vivax dan P. ovale, sedangkan P. falciparum dan P. malariae keluhan prodromal tidak jelas(12).3. Gejala-gejala umum

Gejala-gejala klasik umum yaitu terjadinya trias malaria (malaria proxym) secara berurutan:

Periode dingin

Dimulai dengan menggigil, kulit dingin, dan kering, penderita sering membungkus dirinya dengan selimut atau sarung pada saat menggigil, sering seluruh badan gemetar, pucat sampai sianosis seperti orang kedinginan. Periode ini berlangsung antara 15 menit sampai 1 jam diikuti dengan meningkatnya temperatur(4,11,`2). Periode panas

Wajah penderita terlihat merah, kulit panas dan kering, nadi cepat dan panas tubuh tetap tinggi, dapat sampai 40oC atau lebih, penderita membuka selimutnya, respirasi meningkat, nyeri kepala, nyeri retroorbital, muntah-muntah dan dapat terjadi syok. Periode ini berlangsung lebih lama dari fase dingin dapat sampai 2 jam atau lebih, diikuti dengan keadaan berkeringat(4,11,12). Periode berkeringat

Penderita berkeringan mulai dari temporal, diikuti seluruh tubuh, penderita merasa capek dan sering tertidur. Bial penderita bangun akan merasa sehat dan dapat melakukan pekerjaan biasa(4,12).Anemia merupakan gejala yang sering ditemui pada infeksi malaria, dan lebih sering ditemukan pada daerah endemik. Kelainan pada limpa akan terjadi setelah 3 hari dari serangan akut dimana limpa akan membengkak, nyeri dan hiperemis(4,12).Hampir semua kematian akibat malaria disebabkan oleh P. falciparum. pada infeksi P. falciparum dapat meimbulkan malaria berat dengan komplikasi umumnya digolongkan sebagai malaria berat yang menurut WHO didefinisikan sebagai infeksi P. falciparum stadium aseksual dengan satu atau lebih komplikasi sebagai berikut:(4,12)1. Malaria serebral, derajat kesadaran berdasarkan GCS kurang dari 11.2. Anemia berat (Hb15 Tahun

1Kina *)3 X 3 X 1 3 X 11/2 3 X (2-3)

Tetrasiklin---*)4 X 1**)

Primakuin -11/222-3

2 - 7Kina *)3 X 3 X 1 3 X 11/2 3 X (2-3)

Tetrasiklin---*)4 X 1**)

*) Dosis diberikan kg/bb

**) 4x250 mg Tatrasiklin

Untuk penderita malaria mix (P.falciparum + P.vivax) dapat diberikan pengobatan obat kombinasi peroral selama tiga hari dengan dosis tunggal harian sebagai berikut:

Amodiakuin basa = 10 mg/kgbb dan Artesunat = 4 mg/kgbb ditambah dengan primakuin 0,25 mg/ kgbb selama 14 hari. 2Malaria mix = Artesunat + Amodiakuin + Primakuin

Tabel III.1.4

Pengobatan malaria mix (P. Falciparum + P. Vivax)

HariJenis ObatJumlah tablet perhari menurut kelompok umur

0-1 Bulan 2-11 Bulan1-4 Thn 5-9 Thn 10-14 Thn >15 Thn

1Artesunat1/41234

Amodiakuin1/41234

Primakuin--)1/211 1/22

2Artesunat1/41234

Amodiakuin1/41234

Primakuin--1/211 1/22

3Artesunat1/41234

Amodiakuin1/41234

3-14Primakuin--1/211 1/22

2. Pengobatan malaria vivaks, malaria ovale, malaria malariae

A. Malaria vivaks dan ovale

Lini pertama pengobatan malaria vivaks dan malaria ovale adalah seperti yang tertera dibawah ini:

Lini Pertama = Klorokuin + Primakuin

Kombinasi ini digunakan sebagai pilihan utama untuk pengobatan malaria vivaks dan malaria ovale. 2Klorokuin

Klorokuin diberikan 1 kali per-hari selama 3 hari, dengan dosis total 25 mg basa/kgbb. 2Primakuin

Dosis Primakuin adalah 0.25 mg/kgbb per hari yang diberikan selama 14 hari dan diberikan bersama klorokuin.Seperti pengobatan malaria falsiparum, primakuin tidak boleh diberikan kepada: ibu hamil, bayi 15 Tahun

1Klorokuin 1/41233-4

Primakuin--1/41/23/41

2Klorokuin 1/41233-4

Primakuin--1/41/23/41

3Klorokuin 1/8 1/211 1/22

Primakuin--1/41/23/41

4-14Primakuin--1/41/23/41

Pengobatan malaria vivaks resisten klorokuinLini kedua : Kina + Primakuin

Primakuin

Dosis Primakuin adalah 0,25 mg/kgbb per hari yang diberikan selama 14 hari. Seperti pengobatan malaria pada umumnya, primakuin tidak boleh diberikan kepada Ibu hamil, bayi < 1tahun, dan penderita defisiensi G6-PD.

*) Dosis kina adalah 30mg/kgbb/hari yang diberikan 3 kali per hari. Pemberian kina pada anak usia di bawah 1 tahun harus dihitung berdasarkan berat badan.

Dosis dan cara pemberian primakuin adalah sama dengan cara pemberian primakuin pada malaria vivaks terdahulu yaitu 0.25 mg/kgbb perhari selama 14 hari. 2Tabel III.2.2

Pengobatan malaria vivaks resisten klorokuin

HariJenis ObatJumlah tablet perhari menurut kelompok umur

0-1 Bln 2-11 Bln1-4 Thn 5-9 Thn 10-14 Thn >15 Thn

1-7Kina*)*)3 X 1/23 X 13 X 1 1/23 X 3

1-14Primakuin--1/41/23/41

*) Dosis diberikan kg/bb

B. Pengobatan malaria vivaks yang relaps

Pengobatan kasus malaria vivaks relaps (kambuh) sama dengan regimen sebelumnya hanya dosis perimakuin ditingkatkan Klorokuin diberikan 1 kali per-hari selama 3 hari, dengan dosis total 25 mg basa/kgbb dan primakuin diberikan selama 14 hari dengan dosis 0,5 mg/kgbb/hari. Dosis obat juga dapat ditaksir dengan memakai tabel dosis berdasarkan golongan Umur penderita tabel III.2.3. 2Tabel III.2.3.

Pengobatan malaria vivaks yang relaps (kambuh)

Hari Jenis ObatJumlah tablet perhari menurut kelompok umur

0-1 Bln 2-11 Bln1-4 Thn 5-9 Thn 10-14 Thn >15 Thn

1Klorokuin1/41/21233-4

Primakuin--1/211 1/22

2Klorokuin1/41/21233-4

Primakuin--1/211 1/22

3Klorokuin1/81/41/211 1/22

Primakuin--1/211 1/22

4 -14Primakuin--1/211 1/22

Khusus. untuk penderita defisiensi enzim G6PD yang dapat diketahui melalui anamnesis ada keluhan atau riwayat warna urin coklat kehitaman setelah minum obat (golongan sulfa, primakuin, kina, klorokuin dan lain-lain), maka pengobatan diberikan secara mingguan. 2Klorokuin diberikan 1 kali per-minggu selama 8 sampai dengan 12 minggu, dengan dosis 10 mg basa/kgbb/kali Primakuin juga diberikan bersamaan dengan klorokuin setiap minggu dengan dosis 0,76 mg/kgbb/kali. 2Tabel: III.2..3.1.

Pengobatan malaria vivaks penderita defislensi G6PD

Lama mingguJenis ObatJumlah tablet perhari menurut kelompok umur

0-1 Bln 2-11 Bln1-4 Thn 5-9 Thn 10-14 Thn >15 Thn

8 s/d12Klorokuin1/21233-4

8 s/d12Primakuin--1 1/22 1/43

C. Pengobatan malaria malariae

Pengobatan malaria malariae cukup diberikan dengan klorokuin 1 kali per-hari selama 3 hari, dengan dosis total 25 mg basa/kgbb Pengobatan juga dapat diberikan berdasarkan golongan umur penderita tablel III.2.4. 2Tabel III.2.4.

Pengobatan malaria malariae

HariJenis ObatJumlah tablet perhari menurut kelompok umur

0-1 Bln 2-11 Bln1-4 Thn 5-9 Thn 10-14 Thn >15 Thn

1Klorokuin1/21233-4

2Klorokuin 1/21233-4

3Klorokuin1/81/41/211 1/22

3. Catatan

a. Fasilitas pelayanan kesehatan dengan sarana diagnostik malaria dan belum tersedia obat kombinasi artesunat + amodiakuin, Penderita dengan infeksi Plasrnodium falciparurn diobati dengan sulfadoksinpirimetamin (SP) untuk membunuh parasit stadium aseksual.

Obat ini diberikan dengan dosi tunggal sulfadoksin 25 mg/kgbb atau berdasarkan dosis pirimetamin 1,25 mg/kgbb Primakuin juga diberikan untuk membunuh parasit stadium seksual dengan dosis tunggal 0,75 mg/kgbb Pengobatan juga dapat diberikan berdasarkan golongan umur penderita seperti pada tabel III.3.1. 2Tabel III.3.1.

Pengobatan malaria falsiparum di sarana kesehatan tanpa tersedia obat artesunat-amodiakuin

HariJenis ObatJumlah tablet perhari menurut kelompok umur

15 Tahun

H1SP-3/41 1/223

Primakuin-3/41 1/222-3

Pengobatan malaria falsiparum gagal atau alergi SP

Jika pengobatan dengan SP tidak efektif (gejala klinis tidak memburuk tetapi parasit aseksual tidak berkurang atau timbul kembali) atau penderita mempunyai riwayat alergi terhadap SP atau golongan sulfa lainnya, penderita diberi regimen kina + doksisiklin/tetrasiklin + primakuin. 2Pengobatan alterflatif = Kina + Doksisiklin atau Tetrasiklin + Primakuin

Pemberian obat dapat diberikan berdasarkan golongan umur seperti tertera pada tabel III.3.2. dan tabel III.3.3 Dosis maksimal penderita dewasa yang dapatdiberikan untuk kina 9 tablet, dan primakuin 3 tablet. Selain pemberian dosis berdasarkan berat badan penderita, obat dapat diberikah berdasarkan golongan umur seperti tertera pada table III.3.2. 2Tabel III.3.2.

Pengobatan lini kedua untuk malaria falsiparum

Hari Jenis ObatJumlah tablet perhari menurut kelompok umur

15 Tahun

1Kina *)3 X 1/23 X 13 X 1 1/23 X (2-3)

Dosisiklin---2 X 1**)2 X 1 ***)

Primakuin -3/41 1/2 22-3

2Kina *)3 X 1/23 X 13 X 1 1/2 3 X (2-3)

Dosisiklin---2 X 1**)2 X 1***)

*) Dosis diberikan kg/bb

**) 2x 50mg Doksisiklin

***) 2x100 mg Doksisiklin

Tabel III.3.3.

Pengobatan lini kedua untuk malaria falsiparum

Hari Jenis ObatJumlah tablet perhari menurut kelompok umur

15 Tahun

1Kina *)3 X 1/23 X 13 X 1 1/23 X (2-3)

Tetrasiklin---*)4 X 1**)

Primakuin-3/41 1/222-3

2Kina*)3 X 1/23 X 13 X 1 1/23 X (2-3)

Tetrasiklin---*)4 x 1**)

*) Dosis diberikan kg/bb

**) 4x 250 mg Tetrasiklin

b. Fasilitas pelayanan kesehatan tanpa sarana diagnostik malaria. Penderita dengan gejala klinis malaria dapat diobati sementara dengan regimen klorokuin dan primakuin. Pemberian klorokuin 1 kali per-hari selama 3 hari, dengan dosis total 25 mg basa/kgbb. Primakuin diberikan bersamaan dengan klorokuin pada hari pertarna dengan dosis 0,75 mg/kgbb. Pengobatan juga dapat diberikan berdasarkan golongan umur penderita seperti pada tabel III.3.4. Tabel III.3.4.

Pengobatan terhadap penderita suspek malaria

Hari Jenis ObatJumlah tablet perhari menurut kelompok umur

0-1 Bln 2-11 Bln1-4 Thn 5-9 Thn 10-14 Thn >15 Thn

1Klorokuin1/41/21233-4

Primakuin--1 1/2 22-3

2Klorokuin1/41/21234

3Klorokuin1/81/411 1/22

2.8.2. Pengobatan Malaria Dengan Komplikasi

Definisi malaria berat/komplikasi adalah ditemukannya Plasmodium falciparum stadium aseksual dengan satu atau beberapa manifestasi klinis dibawah ini (WHO,1997):

1) Malaria serebral (malaria otak)

2) Anemia berat (Hb 40 C pada orang dewasa, >41 C pada anak) 2Perbedaan manifestasi malaria berat pada anak dan dewasa dapat dilihat pada tabel III.4.1

Manifestasi malaria berat pada AnakManifestasi malaria berat pada Dewasa

Koma (malaria serebral)

Distres pernafasan

Hipoglikemia (sebelum terapi kina)

Anemia berat

Kejang umum yang bertulang

Asidosis metabolik

Kolaps sirkulasi, syok hipovolemia,

hipotensi (tek. sistolik410C)

Hemoglobinuria (blackwater fever)

Perdarahan spontan

Gagal ginjal

Komplikasi terbanyak pada anak :

Hipoglikemia (sebelum pengobatan kina)

Anemia berat.

Keterangan :

Anemia berat ( Hb500.000/L, maka mortalitas >5%.

K. Diagnosa Banding1. Leptospirosis 2. Salmonellosis3. Gastroenteritis4. Influenza (15).

BAB III

KESIMPULANMalaria merupakan suatu penyakit yang bersifat akut maupun kronik, yang disebabkan oleh protozoa genus Plasmodium, yang ditandai dengan demam, anemia dan pembesaran limpa. Plasmodium sebagai penyebab malaria terdiri dari 4 spesies, yaitu P. falciparum, P. ovale, P. vivax, dan P. malariae. Malaria juga melibatkan hospes perantara yaitu nyamuk anopheles betina. Daur hidup spesies malaria terdiri dari fase seksual dalam tubuh nyamuk anopheles betina dan fase aseksual dalam tubuh manusia. Patogenesis malaria akibat dari interaksi kompleks antara parasit, inang dan lingkungan. Pada malaria berat berkaitan dengan mekanisme transport membrane sel, penurunan deformabilitas, pembentukan knob, sitoadherensi, resetting, dan lain-lain. Manifestasin klinik dari penyakit malaria ditandai dengan gejala prodromal, trias malaria (menggigil-panas-berkeringat), anemia dan splenomegali. Diagnosis malaria ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan laboratorium. Gold standard adalah menemukan parasit malaria dalam pemeriksaan sediaan apus darah tepi. Pengobatan untuk malaria falsiparum, lini pertama: artesunat + amodiakuin + primakuin, lini kedua: kina + dosksisiklin/tetrasiklin + primakuin. Pengobatan malaria vivak dan ovale, lini pertama: klorokuin + primakuin, jika resistensi klorokuin: kina + primakuin, jika relaps: naikkan dosis primakuin. Pengobatan malaria malariae diberikan klorokuin. Untuk profilaksis dapat digunakan dosksisiklin dan klorokuin.

DAFTAR PUSTAKA

1. Hisasi Yamanaka. Essence of the Revised Guideline for the Management of Hyperuricemia and Gout. Jepang, 2012.2. Yasir Qazi. Hyperuricemia. California, 2014. (http://emedicine. medscape.com/article/241767-overview, diakses tanggal 8 Maret 2015).3. Andrew J. Luk, dan Peter A, Simkin. Epidemiology of Hyperurecemia and Gout. America, 2005.4. Larrisa Sachs, Kerri L. Batra, dan Bernard Zimmermann. Hyperuricemia & Gout. Di dalam Medicine Health Rhode Island : Bernard Zimmermann (editor). Volume 92, No. 11. Rhode Island, 2009.5. Joewono Soeroso, dan Yuliasih. Hiperuresemia dan Gout Arthritis. Di dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam : Askandar Tjokroprawiro (editor). Edisi 1. Surabaya, 2007.6. Joseph A. Lieberman III. Recommendation for the Management of Gout and Hyperuricemia. New Jersey, 2012.7. Harijanto PN, Langi J, Richie TL. Patogenesis Malaria Berat. Dalam: Harijanto PN (editor). Malaria, Epidemiologi, Patogenesis, Manifestasi Klinis dan Penanganan. Jakarta: EGC, 2000.

8. Pribadi W. Parasit Malaria. Dalam: gandahusada S, Ilahude HD, Pribadi W (editor). Parasitologi Kedokteran. Edisi ke-3. Jakarta, Fakultas Kedokteran UI, 2000.

9. Zulkarnaen I. Malaria Berat (Malaria Pernisiosa). Dalam: Noer S et al (editor). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi ketiga. Jakarta. Balai Penerbit FKUI, 2000.

10. Mansyor A dkk. Malaria. Dalam: kapita Selekta Kedokteran, Edisi ketiga, Jilid I, Jakarta, Fakultas Kedokteran UI, 2001.11. Harijanto PN. Gejala Klinik Malaria. Dalam: Harijanto PN (editor). Malaria, Epidemiologi, Patogenesis, Manifestasi Klinis dan Penanganan. Jakarta: EGC, 2000.

12. Purwaningsih S. Diagnosis Malaria. Dalam: Harijanto PN (editor). Malaria, Epidemiologi, Patogenesis, Manifestasi Klinis dan Penanganan. Jakarta: EGC, 2000.13. Tjitra E. Obat Anti Malaria. Dalam: Harijanto PN (editor). Malaria, Epidemiologi, Patogenesis, Manifestasi Klinis dan Penanganan. Jakarta: EGC, 2000.14. Eddy Soewandojo dkk. Dalam: Tjokroprawiro, A (editor). Pedoman Diagnosis dan Terapi (PDT) Bag/SMF Ilmu Penyakit Dalam Edisi III. FK UNAIR/RSUD Dr. Soetomo Surabaya. 2008.15. Eddy Soewandojo dkk. Dalam: Tjokroprawiro, A (editor). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi I. FK UNAIR/RSUD Dr. Soetomo Surabaya. 2007.16. DAFTAR PUSTAKA

17. 1.Wortmann RL. Gout and Other Disorders of Purine Metabolism. Dalam: Isselbacher KJ, Braunwald E, Wilson JD, editor. Harrisons Principles of Internal Medicine Edisi ke-16. New York: McGraw Hill; 2005. hlm. 2079-88.

18. 2.Obermayr RP, Temml C, Gutjahr G, Knechtelsdorfer M, Oberbauer R, et al. Elevated Uric Acid Increases the Risk for Kidney Disease. J Am Soc Nephro. 2008;19:240713.19. 3.Becker MA, Jolly M. Clinical Gout and The Pathogenesis of Hyperuricemia. Dalam: WJ K, editor. A Text Book of Rheumatology. Edisi ke-15. Baltimore: Lippincott Williams and Wilkins; 2005. hlm. 2303-33.20. 4.Wortmann RL. Gout and hyperuricemia. Dalam: Firestein GS, Budd RC, Harris ED, editor. Kelleys Textbook of Rheumatology. Edisi ke-8. Philadelphia: Saunders; 2009. hlm. 1481 506.21. 5.Dincer HE, Levinson DJ. Asymptomatic Hyperuricemia: To Treat or Not To Treat. Cleveland Clinic Journal of Medicine. 2002:594-606.22. 6.Roddy E. Hyperuricemia, Gout, and Lifestyle Factors. J Rheumatol. 2008;35:1689-91.23. 7.Shinosaki T, Yonetani Y. Hyperuricemia Induced by the Uricosuric Drug Probenecid in Rats Japan J Pharmacol. 1991;55:461-8.24. 8.Heinig M, Johnson RJ. Role of Uric Acid in Hypertension, Renal Disease, and Metabolic Syndrome. Cleveland Clinic Journal of Medicine. 2006;13:1059-64.25. 9.Ogbera AO, Azenabor AO. Hyperuricaemia and the metabolic syndrome in type 2 DM. Diabetol Metab Syndr. 2010;2:24-30.26. 10.Weiner DE, Tighiouart H, Elsayed EF. Uric Acid and Incident Kidney Disease in the Community. J Am Soc Nephrol. 2008;19:120411.27. 11.Atkinson K, Karlson EW, Willett W. Alcohol intake and risk of incident gout in men: a prospective study. Lancet. 2004;363:1277-81.28. 12.Rodwell VW. Metabolism of purine and pyrimidine nucleotides. Dalam: Murray RK, Bender DA, Botham KM, editor. Harpers Illustrated Biochemistry. Edisi ke-6. New York: McGraw Hill; 2009. hlm. 292-301.29. 13.Zoccali C, Maio R, Mallamaci F. Uric Acid and Endothelial Dysfunction in Essential Hypertension. J Am Soc Nephrol. 2006;17:1466 71.30. 14.Watanabe S, Kang DH, Feng L. Uric Acid, Hominoid evolution, and the Pathogenesis of salt sensitivity. Hypertension Res. 2002;40:35560.31. 15.Ngo TC, Assimos DG. Uric Acid Nephrolithiasis: Recent Progress and Future Directions. Rev Urol. 2007;9(1):17-27.32. 16.Gandasubrata R. Penuntun Laboratorium Klinik. Edisi ke-11. Jakarta: Dian Rakyat;2004.hlm 156-9.

33.

PAGE