refrat lengkap

53
REFERAT GANGGUAN TINGKAH LAKU Rizka Septia Novita, S.Ked. (702008013) Pembimbing dr. Binsar Silalahi, Sp.F, DFM, SH FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALEMBANG 2012

Upload: kimbummies-kakabieber-yukersimhotep

Post on 26-Oct-2015

29 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

ki

TRANSCRIPT

REFERAT

GANGGUAN TINGKAH LAKU

Rizka Septia Novita, S.Ked. (702008013)

Pembimbingdr. Binsar Silalahi, Sp.F, DFM, SH

FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALEMBANG

2012

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALEMBANG

JUNI 2012

HALAMAN PENGESAHAN

Telaah Ilmiah berjudul

GANGGUAN TINGKAH LAKU

Oleh:

Rizka Septia Novita, S.Ked.

telah diterima dan disahkan sebagai salah satu syarat dalam mengikuti kegiatan

Kepaniteraan Klinik Senior di Departemen Ilmu Kesehatan Jiwa

Fakultas Kedokteran Muhammadiyah Palembang

Palembang, Juli 2012

Dosen Pembimbing

Dr. Binsar Silalahi, Sp. F, DFM, SH

ii

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Semesta Alam, Allah SWT, atas nikmat dan

karunia-Nya. Sholawat beriring salam selalu tercurah kepada junjungan Nabi

Muhammad SAW.

Penulis menghaturkan terima kasih kepada dr. Binsar Silalahi, Sp.F, DFM,

SH selaku koordinator pendidikan di Bagian Kedokteran Forensik yang telah

memberikan kesempatan bagi penulis untuk menimba ilmu dan ketrampilan di bagian

ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih atas bimbingannya selama pengerjaan

referat, yang berjudul “Luka Tembak”, dan terakhir, bagi semua pihak yang terlibat,

baik secara langsung maupun tidak langsung, rela maupun tidak rela, yang tidak

dapat penulis sebutkan satu-persatu, penulis haturkan terima kasih atas bantuannya

hingga referat ini dapat terselesaikan. Semoga bantuan yang telah diberikan

mendapatkan imbalan setimpal dari Allah SWT.

Penulis menyadari bahwa didalam referat ini masih banyak kekurangan baik

itu dalam penulisan maupun isi referat. Karena itu, Penulis mengharapkan kritik dan

saran yang membangun demi sempurnanya referat ini. Penulis berharap referat ini

dapat bermanfaat bagi kita semua.

Palembang, Juni 2012

Penulis

iii

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN ......................................................................... iiKATA PENGANTAR ………………………………………………………. iiiDAFTAR ISI ..................................................................................................... ivDAFTAR TABEL ............................................................................................. vDAFTAR GAMBAR……………………………………………..…………… vi

BAB I. PENDAHULUAN1.1. Latar Belakang ............................................................................................ 1

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA2.1. Fisiologi Aliran Darah Jantung …………………………………………… 32.2. Definsi ………............................................................................................. 52.3. Etiologi dan Klasifikasi ............................................................................... 6

2.3.1. Angina Pektoris ….………………………………………………… 62.3.2. Infark Miokard Akut ……………………………………………… 8

2.4. Faktor Resiko ……………………………………………………………. 102.5. Manifestasi Klinis dan Patofisiologi……………………………………… 152.6. Pemeriksaan Penunjang dan Diagnosis…………………………………… 202.7. Pengobatan ……………………………………………………………….. 232.8. Komplikasi ……………………………………………………………….. 262.9. Prognosis………………………………………………………………….. 272.10. Pencegahan ……………………………………………………………… 27

BAB III. KESIMPULANKesimpulan …………………………………………………………………… 29

DAFTAR PUSTAKA

iv

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman2.1 Faktor Risiko PJK …………………………………………….………….. 152.2 Cara-cara Diagnostik …………………………………………………….. 202.3 Lokasi Infark Berdasarkan Lokasi Perubahan EKG ……………………… 232.4 Pencegahan Primer Penyakit Kardiovaskuler dan Stroke Berdasarkan Faktor Resiko ……………………………………………………………... 272.5 Intervensi Faktor Risiko ………………………………………………….. 282.6 Pencegahan Sekunder PJK dan Penyakit Jantung Lainnya Menurut ACC/AHA 2006…………………………………………………………... 28

v

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman2.1 Arteri Koronaria dan Vena Jantung…………………................................ 242.2 Faktor Pencetus Angina Pektoris ……………………………..………… 212.3 Gambaran EKG pada STEMI dan NSTEMI …………………………… 212.4 Perbedaan Angina Pektoris Stabil, NSTEMI, STEMI ………………….. 222.5 Gambaran EKG PJK …………………………………………………… 222.6 Evolusi/Pola Perubahan EKG pada STEMI ……………………………. 23

vi

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perilaku manusia dapat diartikan sebagai ciri-ciri karakteristik yang secara

prinsipil dapat dibedakan dengan manusia lainnya. Sedangkan perilaku itu sendiri

dapat diartikan sebagai suatu bentuk respon dengan stimulus yang timbul dan

manusia merupakan gabungan dari jiwa dan raga yang memiliki sifat-sifat tertentu

dan unik.

Perilaku manusia dapat terbentuk akibat adanya stimulus yang datang akan

direspon dalam bentuk perilaku yang ditunjukan, perilaku itu sendiri ada yang

bersifat positif atau negative tergantung pada stimulus yang datang.

Pada dasarnya, gangguan tingkah laku adalah pola tingkah laku anak atau

remaja yang berulang dan menetap dimana terjadi pelanggaran norma-norma

sosial dan peraturan utama setempat. Gangguan tingkah laku tersebut mencakup

perusakan benda, pencurian, berbohong berulang-ulang, pelanggaran serius

terhadap peraturan, dan kekerasan terhadap hewan atau orang lain.

Banyak masalah yang pertama kali teridentifikasi pada saat anak masuk

sekolah. Masalah tersebut mungkin sudah muncul lebih awal tetapi masih

ditoleransi, atau tidak dianggap sebagai masalah ketika di rumah. Kadang-kadang

stres karena pertama kali masuk sekolah ikut mempengaruhi kemunculannya

(onset). Namun, perlu diingat bahwa apa yang secara sosial dapat diterima pada

usia tertentu, menjadi tidak dapat diterima di usia yang lebih besar. Banyak pola

perilaku yang mungkin dianggap abnormal pada masa dewasa, dianggap normal

pada usia tertentu.2

Sejalan dengan makin beragamnya fungsi sosial, maka semakin meningkat

pula kualifikasi yang diperlukan dalam dunia kerja. Hal ini mendorong

berkembngnya pendidikan formal. Secara bersamaan semakin meningkatnya usia

dan faktor lain yang berpengaruh terhadap transformasi sosial dapat memberikan

sumbangan terhadap semakin mantapnya masa remaja sebagai salah satu tahap

perkembangan yang penting. Untuk waktu yang lama remaja dimaknai sebagai

masa transisi, tidak lebih dari masa selintas menuju kedewasaan, masa yang

1

ditandai dengan instabilitas dan keresahan. Meskipun remaja bermasalah tidak

bisa dianggap mewakili kelompok usia remaja secara keseluruhan, pada saat

yang bersamaan remaja dipandang sebagai periode emosi yang tidak stabil dan

terganggu, serta masa pemberontakan.

Untuk menentukan apa yang normal dan apa yang terganggu, khusus pada

anak dan remaja yang perlu ditambahkan selain kriteria umum yang telah kita

ketahui adalah faktor usia anak dan latar belakang budaya. Namun, perlu diingat

bahwa apa yang secara sosial dapat diterima pada usia tertentu, menjadi tidak

dapat diterima di usia yang lebih besar. Banyak pola perilaku yang mungkin

dianggap abnormal pada masa dewasa, dianggap normal pada usia tertentu.2

2

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi gangguan tingkah laku

Definisi gangguan tingkah laku pada DSM-IV-TR memfokuskan pada

perilaku yang melanggar hak-hak dasar orang lain dan norma-norma sosial utama.

Tipe perilaku yang dianggap sebagai simtom gangguan tingkah laku mencakup

agresi dan kekejian terhadap orang lain atau hewan, merusakkan kepemilikan,

berbohong, dan mencuri. Gangguan tingkah laku merujuk pada berbagai tindakan

yang kasar dan sering dilakukan yang jauh melampaui kenakalan dan tipuan

praktis yang umum dilakukan anak-anak dan remaja. Seringnya, perilaku ini

ditandai dengan kesewenang-wenangan, kekejian dan kurang penyesalan.

2.2. ETIOLOGI DAN FAKTOR RESIKO GANGGUAN TINGKAH LAKU

a. Faktor-faktor biologis.

Dalam tiga studi adopsi berskala besar di Swedia, Denmark, dan Amerika Serikat,

mengindikasikan bahwa perilaku kriminal dan agresif dipengaruhi oleh faktor

genetik dan lingkungan dimana faktor lingkungan pengaruhnya sedikit lebih

besar. Beberapa sifat kepribadian yang umum dapat diturunkan dari orangtua

kepada anaknya. Dari studi terhadap orang kembar mengindikasikan bahwa

perilaku agresif (a.l kejam terhadap hewan, berkelahi, merusak kepemilikan) jelas

diturunkan, sedangkan perilaku kenakalan lainnya (a.l mencuri, lari dari rumah,

membolos sekolah) kemungkinan tidak demikian. Dalam studi terhadap 10

pasangan kembar, angka kriminalitas pada saat dewasa mencapai 50% untuk

kembar monozigot, dan 20% untuk kembar dizigot. Sebaliknya, tujuh penelitian

pada anak dengan perilaku antisosial pada remaja menunjukkan angka yang

tinggi, namun seimbang antara kembar monozigot dan dizigot.1,3,6

Kelemahan neurologis, tercakup dalam profil masa kanak-kanak dari anak-anak

yang mengalami gangguan tingkah laku. Kelemahan tersebut termasuk

keterampilan verbal yang rendah, masalah dalam fungsi pelaksanaan (kemampuan

mengantisipasi, merencanakan, menggunakan pengendalian diri, dan

menyelesaikan masalah) dan masalah memori.2

3

Telah lama diketahui bahwa gangguan otak sperti trauma kepala, ensefalitis,

neoplasma, dan lain-lain dapat mengakibatkan perubahan kepribadian. Anak

dengan sindroma otak organik ini mungkin menunjukkan hiperkinesa,

kegelisahan,kecenderungan untuk merusak dan kekejaman.3

b. Faktor-faktor psikologis.

Teori pembelajaran yang melibatkan modelling dan pengondisian operant

memberikan penjelasan yang bermanfaat mengenai perkembangan dan

berlanjutnya masalah tingkah laku. Anak-anak dapat mempelajari agresivitas

orang tua yang berperilaku agresif. Anak juga dapat meniriu tindakan agresif dari

berbagai sumber lain seperti televisi. Karena agresi merupakan cara mencapai

tujuan yang efektif, meskipun tidak menyenangkan, kemungkinan hal tersebut

dikuatkan. Oleh karena itu setelah ditiru, tindakan agresif kemungkinan akan

dipertahankan. Berbagai karakteristik pola asuh seperti disiplin keras dan tidak

konsisten dan kurangnya pengawasan secara konsisten dihubungkan dengan

perilaku antisosial pada anak-anak.3,6

c. pengaruh lingkungan

1. Orangtua: sikap orangtua terhadap anak mereka merupakan faktor yang

sangat penting bagi kepribadian anak itu. Perkawinan yang tidak bahagia

atau perceraian dapat menimbulkan kebingungan pada anak. Bila orangtua

tidak rukun, maka sering mereka tidak konsekuen dalam mengatur

kedisiplinan dan sering mereka bertengkar di depan anak. Sebaliknya,

disiplin yang dipertahankan secara kaku dapat menimbulkan frustasi yang

hebat. Kepribadian orangtua sendiri juga sangat penting.3

2. Saudara-saudara: rasa iri hati terhadap saudara adalah normal, biasanya

lebih nyata pada anak pertama dan lebih besar antara anak-anak dengan

jenis kelamin yang sama. Perasaan ini akan bertambah keras bila orangtua

memperlakukan anak-anak tidak sama. Untuk menarik perhatian dan

4

simpati orangtuanya, anak-anak tersebut bisa menunjukkan perilaku yang

agresif atau negativistik.3

3. Orang-orang lain di dalam rumah, seperti nenek, saudara orangtua atau

peayan, juga dapat memengaruhi perkembangan kepribadian anak.3

4. Teman-teman seusia. Penelitian mengenai pengaruh teman seusia terhadap

agresi dan antisocial anak-anak memfokuskan pada dua bidang besar,

yaitu:

1) Penerimaan atau penolakan dari teman-teman seusia. Penolakan

menunjukkan hubungan yang kausal dengan perilaku agresif, bahkan

dengan tindakan pengendalian perilaku agresif yang terdahulu

2) Afiliasi dengan teman-teman seusia yang berperilaku menyimpang.

Pergaulan dengan teman seusia yang nakal juga dapat meningkatkan

kemungkinan perilaku nakal pada anak 2,4

d. Faktor-faktor sosiologis. Tingkat pengangguran tinggi, fasilitas

pendidikan yang rendah, kehidupan keluarga yang terganggu, dan

subkultur yang menganggap perilaku kriminal sebagai suatu hal yang

dapat diterima terungkap sebagai faktor-faktor yang berkontribusi (Lahey

dkk, 1999; Loeber & Farrington, 1998). Kombinasi perilaku antisosial

anak yang timbul di usia dini dan rendahnya status sosioekonomi keluarga

memprediksikan terjadinya penangkapan di usia muda karena tindakan

criminal (Patterson, Crosby, & Vuchinich, 1992).2,4

Gangguan perilaku lebih sering didapati pada anak-anak dari golongan

sosio-ekonomi tinggi atau rendah. Hal ini mungkin terjadi karena orangtua

mereka terlalu sibuk dengan kegiatan sosial (pada kalangan atas) atau

sibuk dengan mencari nafkah (pada kalangan bawah) sehingga lupa

menyediakan waktu untuk berkomunikasi dengan baik dengan anak-anak

mereka.3

2.3. Etiologi dan Klasifikasi

Adanya aterosklerosis koroner dimana terjadi kelainan pada intima

bermula berupa bercak fibrosa (fibrous plaque) dan selanjutnya terjadi

5

ulserasi, pendarahan, kalsifikasi dan thrombosis. Perjalanan dalam kejadian

aterosklerosis tidak hanya disebabkan oleh fakor tunggal, akan tetapi ada

faktor lain seperti : hipertensi, kadar lipid, rokok, kadar gula darah yang

tinggi.

2.3.1. Angina Pektoris

Adanya angina pektoris dapat dikenali dengan adanya; (1)

kualitas nyeri dada yang khas yaitu perasaan yang khas yaitu perasaan

dada tertekan, merasa terbakar atau sudah benafas; (2) lokasi nyeri

yaitu retrosternak yang menjalar ke leher, rahang atau mastoid dan

turun ke lengan kiri; (3) faktor pencetus seperti sedang emosi, bekerja,

sesudah makan atau dalam udara dingin.

A. Angina Pektoris Stabil

Angina pektoris (AP) adalah rasa nyeri yang timbul karena

iskemia miokardium. Biasanya mempunyai karakteristik tertentu;

1. Lokasi biasanya di dada, substernal atau sedikit di kirinya,

dengan penjalaran ke leher, rahang, bahu kiri sampai dengan

lengan dan jari-jari bagian ulnar, punggung/pundak kiri.

2. Kualitas nyeri biasanya merupakan nyeri tumpul seperti rasa

tertindih/berat di dada, rasa desakan kuat dari dalam atau dari

bawah diafragma, seperti diremas-remas atau dada mau pecah

dan biasanya pada keadaan yang berat disertai keringat dingin

dan sesak nafas serta perasaan takut mati. Biasanya bukanlah

nyeri yang takjam, seperti rasa ditusuk-tusuk atau diiris

sembilu, dan bukan pula mules. Tidak jarang pasien

mengatakan bahwa ia hanya merasa tidak enak di dadanya.

Nyeri berhubungan dengan aktivitas, hilang dengan istirahat;

tapi tidak berhubungan dengan gerakan pernapasan atau

gerakan dada ke kiri dan tekanan. Nyeri juga dapat di

presipitasioleh stress fisik maupun emosional.

3. Kualitas: nyeri yang pertama sekali timbul biasanya agak

nyata, dari beberapa menit sampai kurang dari 20 menit. Bila

6

lebih dari 20 menit dan berat maka harus dipertimbangkan

dengan angina tidak stabil.

Gradasi beratnya nyeri dada oleh Canadian Cardiovaskular Society

sebagai berikut;

1. Kelas 1

Aktivitas sehari-hari seperti jaan kaki,berkebun, naik tangga 1-2

lantai dan lain-lain tak menimbulkan nyeri dada. Nyeri dada baru

timbul pada latihan berat, berjalan cepat serta terburu-buru waktu

kerja atau bepergian.

2. Kelas 2

Aktivitas sehari-hari agak terbatas, misalnya AP timbul bla

melakukan aktivitas lebih berat dari biasanya, seperti jalan kaki 2

blok, naik tangga lebih dari 1 lantai atau terburu-buru, berjalan

menanjak atau melawan angina dan lain-lain.

3. Kelas 3

Aktivitas sehari-hari nyata terbatas. AP timbul bila berjalan 1-2

blok, naik tangga 1 lantai dengan kecepatan yang biasa.

4. Kelas 4

AP bisa timbul waktu istirahat sekalipun. Hampir semua aktivitas

dapat menimbulkan angina, termasuk mandi, menyapu dan lain-

lain.

B. Angina Pektoris Tidak Stabil

Yang dimasukkan ke dalam angina pektoris tidak stabil yaitu;

(1) pasien dengan angina yang masih baru dalam 2 bulan, dimana

angina cukup berat dan frekuensi cukup sering, lebih dari 3 kali

perhari; (2) pasien dengan angina yang makin bertambah berat,

sebelumnya angina stabil, lalu serangan angina timbul lebih sering,

dan lebih berat sakit dadanya, sedangkan faktor presipitasi makin

ringan; (3) pasien dengan serangan angina pada waku istirahat.

Klasifikasi berdasarkan beratnya serangan angina dan keadaan klinik

Beratnya Angina;

7

1. Kelas 1

Angina yang berat untuk pertama kali, atau makin bertambah

beratnya nyeri dada.

2. Kelas 2

Angina pada waktu istirahat dan terjadi subakut dalam 1 bulan,

tapi tak ada serangan angina dalam waktu 48 jam terakhir.

3. Kelas 3

Adanya serangan sngina waktu istirahat dan terjadinya secara akut

baik sekali atau lebih, dalam waktu 48 jam terakhir.

Keadaan Klinis;

1. Kelas A

Angina tak stabil sekunder, karena adanya anemia, infeksi lain

atau febris.

2. Kelas B

Angina tak stabil yang primer, tak ada faktor ekstra kardiak.

3. Kelas C

Angina yang timbul setelah serangan infark jantung.

2.3.2. Infark Miokard Akut

Serangan infark miokard akut (IMA) rasa sakit seperti angina, tetapi

tidak seperti angina biasa, terdapat rasa penekanan yang luar biasa pada

dada atau perasaan akan datangnya kematian. Bila pasien sebelumnya

pernah mendapat serangan angina, maka ia tahu bahwa sesuatu yang

berbeda dari serangan angina sebelumnya sedang berlangsung. IMA terjadi

sewaktu pasien dalam keadaan istirahat, sering pada jam-jam awal di pagi

hari. Rasa sakitnya adalah diffuse dan bersifat mencekam, mencekik,

mencengkram atau member. Paling nyata di daerah substernal, menyebar

kedua lengan, kerongkongan atau dagu, atau abdomen sebelah atas (mirip

dengan kolik cholelithiasis, cholesistitis akut ulkus peptikum akut atau

pankreatitis akut).

A. Infark Miokard Akut dengan Elevasi ST (STEMI)

STEMI umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun

secara mendadak setelah oklusi thrombus pada plak aterosklerotik

8

yang sudah ada sebelumnya. Stenosis arteri koroner berat yang

berkembang secara lambat biasaya tidak memicu STEMI karena

berkembangnya banyak kolateral sepanjang waktu. STEMI tejadi jiak

thrombus arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi injuri

vascular, dimana injuri ini dicetuskan oleh faktor-faktor seperti

merokok, hipertensi, dan akumulasi lipid. Pada sebagian besar kasus,

infark terjadi jika plak aterosklerosis mengalami fisur, rupture atau

ulserasi dan jika kondisi local ataupun sistemik memicu trombogenesi,

sehingga terjadi thrombus mural pada lokasi rupture yang

mengakibatkan oklusi arteri koroner. Pada hampir setengah kasus,

terdapat faktor pencetus sebelum terjadinya STEMI, seperti aktivitas

fisik berat, stress emosi atau penyakit medis atau bedah. Walaupu

STEMI bisa terjadi sepanjang hari atau malam, variasi sirkadian

dilaporkan pada pagi hari dalam beberapa jam setelah bangun tidur.

B. Infark Miokard Akut Tanpa Elevasi ST (NSTEMI)

Nyeri dada dengan khas substernal atau kadangkala di

epigastrium dengan cirri seperti diperas, perasaan seperti di ikat,

perasaan terbakar, nyeri tumpul, rasa penuh, berat atau tertekan,

menjadi presentasi gejala yang sering ditemukan pada NSTEMI.

Analisis berdasarkan gambaran klinis menunjukkan bahwa mereka

yang memiliki gejala dengan onset baru angina berat/terakselerasi

memiliki prognosis lebih baik dibandingkan dengan yang memiliki

nyeri pada waktu istirahat. Walaupun gejala khas rasa tidak enak di

dada iskemia pada NSTEMI telah diketahui dengan baik, gejala tidak

khas seperti dipneu, mual, diaphoresis, sinkop atau nyeri di lengan,

epigastrium, bahu atas, atau leher juga terjadi dalam kelompok yang

lebih besar pada pasien-pasien berusia lebih dari 65 tahun.

2.4. Faktor Resiko

1. Hipertensi

9

Merupakan salah satu faktor resiko utama penyebab terjadinya PJK.

Komplikasi yang terjadi pada hipertensi esensial biasanya akibat perubahan

struktur arteri dan arterial sistemik, terutama terjadi pada kasus-kasus yang

tidak diobati. Mula-mula akan terjadi hipertropi dari tunika media diikuti

dengan hialinisasi setempat dan penebalan fibrosis dari tunika intima dan

akhirnya akan terjadi penyempitan pembuluh darah. Tempat yang paling

berbahaya adalah bila mengenai miokardium, arteri dan arterial sistemik,

arteri koroner dan serebral serta pembuluh darah ginjal.

Komplikasi terhadap jantung

Perubahan hipertensi khususnya pada jantung disebabkan karena:

a. Meningkatnya tekanan darah.

Peningkatan tekanan darah merupakan beban yang berat untuk

jantung, sehingga menyebabkan hipertropi ventrikel kiri atau pembesaran

ventrikel kiri (faktor miokard). Keadaan ini tergantung dari berat dan

lamanya hipertensi.

b. Mempercepat timbulnya arterosklerosis.

Tekanan darah yang tinggi dan menetap akan menimbulkan trauma

langsung terhadap dinding pembuluh darah arteri koronaria, sehingga

memudahkan terjadinya arterosklerosis koroner (faktor koroner) Hal ini

menyebabkan angina pektoris, Insufisiensi koroner dan miokard infark lebih

sering didapatkan pada penderita hipertensi dibanding orang normal.

Tekanan darah sistolik diduga mempunyai pengaruh yang lebih besar.

Kejadian PJK pada hipertensi sering dan secara langsung berhubungan

dengan tingginya tekanan darah sistolik. Penelitian Framingham selama 18

tahun terhadap penderita berusia 45-75 tahun mendapatkan hipertensi

sistolik merupakan faktor pencetus terjadinya angina pectoris dan miokard

infark. Juga pada penelitian tersebut didapatkan penderita hipertensi yang

mengalami miokard infark mortalitasnya 3x lebih besar dari pada penderita

yang normotensi dengan miokard infark.

2. Hiperkolesterolemia.

10

Hiperkolesterolemia merupakan masalah yang cukup panting karena

termasuk faktor resiko utama PJK di samping Hipertensi dan merokok.

Kadar Kolesterol darah dipengaruhi oleh susunan makanan sehari-hari yang

masuk dalam tubuh (diet). Faktor lainnya yang dapat mempengaruhi kadar

kolesterol darah disamping diet adalah Keturunan, umur, dan jenis kelamin,

obesitas, stress, alkohol, exercise. Beberapa parameter yang dipakai untuk

mengetahui adanya resiko PJK dan hubungannya dengan kadar kolesterol

darah:

a. Kolesterol Total.

Kadar kolesterol total yang sebaiknya adalah ( 200 mg/dl, bila > 200

mg/dl berarti resiko untuk terjadinya PJK meningkat .

b. LDL Kolesterol.

LDL (Low Density Lipoprotein) kontrol merupakan jenis kolesterol

yang bersifat buruk atau merugikan (bad cholesterol) : karena kadar LDL

yang meninggi akan rnenyebabkan penebalan dinding pembuluh darah.

Kadar LDL kolesterol lebih tepat sebagai penunjuk untuk mengetahui resiko

PJK dari pada kolesterol total.

c. HDL Koleserol :

HDL (High Density Lipoprotein) kolesterol merupakan jenis

kolesterol yang bersifat baik atau menguntungkan (good cholesterol) :

karena mengangkut kolesterol dari pembuluh darah kembali ke hati untuk di

buang sehingga mencegah penebalan dinding pembuluh darah atau

mencegah terjadinya proses arterosklerosis.

Jadi makin rendah kadar HDL kolesterol, makin besar kemungkinan

terjadinya PJK. Kadar HDL kolesterol dapat dinaikkan dengan mengurangi

berat badan, menambah exercise dan berhenti merokok.

d. Rasio Kolesterol Total : HDL Kolesterol

Rasio kolesterol total: HDL kolesterol sebaiknya (4.5 pada laki-laki

dan 4.0 pada perempuan). makin tinggi rasio kolesterol total : HDL

kolesterol makin meningkat resiko PJK.

e. kadar Trigliserida.

11

Trigliserid didalam yang terdiri dari 3 jenis lemak yaitu Lemak jenuh,

Lemak tidak tunggal dan Lemak jenuh ganda. Kadar triglisarid yang tinggi

merupakan faktor resiko untuk terjadinya PJK. Kadar trigliserid perlu

diperiksa pada keadaan sbb : Bila kadar kolesterol total > 200 mg/dl, PJK,

ada keluarga yang menderita PJK < 55 tahun, ada riwayat keluarga dengan

kadar trigliserid yang tinggi, ada penyakit DM & pankreas.

3. Merokok.

Pada saat ini merokok telah dimasukkan sebagai salah satu faktor

resiko utama PJK disamping hipertensi dan hiperkolesterolami. orang yang

merokok > 20 batang perhari dapat mempengaruhi atau memperkuat efek

dua faktor utama resiko lainnya. Efek rokok adalah Menyebabkan beban

miokard bertambah karena rangsangan oleh katekolamin dan menurunnya

komsumsi 02 akibat inhalasi co atau dengan perkataan lain dapat

menyebabkan Takikardi, vasokonstrisi pembuluh darah, merubah

permeabilitas dinding pembuluh darah dan merubah 5- 4Hb menjadi

carboksi -Hb. Disamping itu dapat menurunkan HDL kolesterol tetapi

mekanismenya belum jelas . Makin banyak jumlah rokok yang dihidap,

kadar HDL kolesterol makin menurun. Perempuan yang merokok

penurunan kadar HDL kolesterolnya lebih besar dibandingkan laki – laki

perokok. Merokok juga dapat meningkatkan tipe IV abnormal pada diabetes

disertai obesitas dan hipertensi, sehingga orang yan gmerokok cenderung

lebih mudah terjadi proses aterosklerosis dari pada yang bukan perokok.

Apabila berhenti merokok penurunan resiko PJK akan berkurang 50 % pada

akhir tahun pertama setelah berhenti merokok dan kembali seperti yang

tidak merokok setelah berhenti merokok 10 tahun.

Faktor Resiko Lain

1. Umur

Telah dibuktikan adanya hubungan antara umur dan kematian akibat

PJK. Sebagian besar kasus kematian terjadi pada laki-laki umur 35-44

tahun dan meningkat dengan bertambahnya umur. Kadar kolesterol pada

12

laki-laki dan perempuan mulai meningkat umur 20 tahun. Pada laki-laki

kolesterol meningkat sampai umur 50 tahun. Pada perempuan sebelum

menopause ( 45-0 tahun ) lebih rendah dari pada laki-laki dengan umur

yang sama. Setelah menopause kadar kolesterol perempuan meningkat

menjadi lebih tinggi dari pada laki-laki.

2. Jenis kelamin.

Di Amerika Serikat gejala PJK sebelum umur 60 tahun didapatkan

pada 1 dari 5 laki-laki dan 1 dari 17 perempuan . Ini berarti bahwa laki-laki

mempunyai resiko PJK 2-3 X lebih besar dari perempuan.

3. Geografis.

Resiko PJK pada orang Jepang masih tetap merupakan salah satu yang

paling rendah di dunia. Akan tetapi ternyata resiko PJK yang meningkat

padta orang jepang yang melakukan imigrasi ke Hawai dan Califfornia . Hal

ini menunjukkan faktor lingkungan lebih besar pengaruhnya dari pada

genetik.

4. Ras

Perbedaan resiko PJK antara ras didapatkan sangat menyolok,

walaupun bercampur baur dengan faktor geografis, sosial dan ekonomi . Di

Amerika serikat perbedaan ras perbedaan antara ras caucasia dengan non

caucasia ( tidak termasuk Negro) didapatkan resiko PJK pada non caucasia

kira-kira separuhnya.

5. Diet.

Didapatkan hubungan antara kolesterol darah dengan jumlah lemak di

dalam susunan makanan sehari-hari ( diet ). Makanan orang Amerika rata-

rata mengandung lemak dan kolesterol yang tinggi sehingga kadar

kolesterol cendrung tinggi. Sedangkan orang Jepang umumnya berupa nasi

dan sayur-sayuran dan ikan sehingga orang jepang rata-rata kadar kolesterol

rendah dan didapatkan resiko PJK yang lebih rendah dari pada Amerika.

13

6. Obesitas.

Obesitas adalah kelebihan jumlah lemak tubuh > 19 % pada lakilaki

dan > 21 % pada perempuan . Obesitas sering didapatkan bersama-sama

dengan hipertensi, DM, dan hipertrigliseridemi. Obesitas juga dapat

meningkatkan kadar kolesterol dan LDL kolesterol . Resiko PJK akan jelas

meningkat bila BB mulai melebihi 20 % dari BB ideal. penderita yang

gemuk dengan kadar kolesterol yang tinggi dapat menurunkan kolesterolnya

dengan mengurangi berat badan melalui diet ataupun menambah exercise.

7. Diabetes.

Intoleransi terhadap glukosa sejak dulu telah diketahui sebagai

predisposisi penyakit pembuluh darah. Penelitian menunjukkan laki-laki

yang menderita DM resiko PJK 50 % lebih tinggi daripada orang normal,

sedangkan pada perempuaan resikonya menjadi 2x lipat.

8. Exercise.

Exercise dapat meningkatkan kadar HDL kolesterol dan memperbaiki

kolaterol koroner sehingga resiko PJK dapat dikurangi. Exercise bermanfaat

karena; (1) memperbaiki fungsi paru dan pemberian 02 ke miokard; (2)

menurunkan BB sehingga lemak tubuh yang berlebihan berkurang bersama-

sama dengan menurunkan LDL kolesterol; (3) membantu menurunkan

tekanan darah ; (4) meningkatkan kesegaran jasmani.

9. Perilaku dan Kebiasaan lainnya.

Dua macam perilaku seseorang telah dijelaskan sejak tahun 1950 yaitu

: Tipe A dan Tipe B. Tipe A umumnya berupaya kuat untuk berhasil, gemar

berkompetisi, agresif, ambisi, ingin cepat dapat menyelesaikan pekerjaan

dan tidak sabar.Sedangkan tipe B lebih santai dan tidak terikat waktu .

Resiko PJK pada tipe A lebih besar daripada tipe B.

10. Perubahan Keadaan Sosial Dan stress.

14

Perubahan angka kematian yang menyolok terjadi di Inggris dan

Wallas . Korban serangan jantung terutama terjadi pada pusat kesibukan

yang banyak mendapat stress. Penelitian Supargo dkk ( 1981-1985 ) di

FKUI menunjukkan orang yang stress 1 1/2 X lebih besar mendapatkan

resiko PJK stress disamping dapat menaikkan tekanan darah juga dapat

meningkatkan kadar kolesterol darah.

11. Keturunan

Hipertensi dan hiperkolesterolemi dipengaruhi juga oleh faktor

genetik.

Tabel 2.1 Faktor Risiko PJK

2.5. Manifestasi Klinis dan Patofisiologi

Manifestasi klinis PJK bervariasi tergantung pada derajat aliran dalam

arteri koroner. Bila aliran koroner masih mencukupin kebutuh jaringan tidak

akan timbul keluhan atau manifestasi klinis.

Aterosklerosis koroner

Pembuluh arteri, semakin bertambahnya umur dalam arteri juga

terjadi proses seperti penebalan lapisan intima, berkurangnya elastisitas,

penumpukan kalsium dan bertambahnya lapisan intima.

15

Menurut WHO pada tahun 1958, ”Perubahan variabel intima arteri

yang merupakan akumulasi fokal lemak, kompleks karbohidrat, darah dan

hasil produk

darah, jaringan fibrous dan deposit kalsium yang kemudian diikuti

perubahan lapisan media”.

Pembuluh arteri koroner terdiri dari tiga lapisan yaitu :

a. Tunika intima yang terdiri dari dua bagian. Lapisan tipis sel –sel

endotel merupakan lapisan yang memberrikan permukaan licin

antara darah dan dinding arteri serta lapisan subendotelium. Sel ini

menghasilakan prostadgandin, heparin dan aktivator plasminogen

yang membantu mencegah agregasi trombasit dan vasokonstriksi.

Dan juga jaringan ikat yang memisahkan dengan lapisan yang lain.

b. Tunika media merupakan lapisan otot dibagian tengan dinding arteri

yang

mempunyai tiga bagian; bagian sebelah dalam disebut membran

elastin internal kemudian jaringan fibrus otot polos dan sebelah luar

memberana elastika eksterna.

c. Tunika adventisia umumnya mengandung jaringan ikat dan

dikelilingi oleh vasa vasorum yaitu jaringan arteriol.

Pada pembuluh koroner terlihat penonjolan yang diikuti dengan garis

lemak (fatty

streak) pada intima pembuluh yang timbul sejak umur di bawah 10

tahun. Pada kebanyakan orang umur 30 tahun garis lemak ini tumbuh lebih

progresif menjadi fibrous plaque yaitu suatu penonjolan jaringan kolagen

dan sel – sel nekrosis. Lesi ini padat, pucat berwarna kelabu yang disebut

ateroma. Lesi kompleks terjadi apabila pada plak fibris timbul nekrosis dan

terjadi perdarahan trombosis, ulserasi, kalsifikasi atau aneurisma. Hipotesis

terjadinya ateroskelerosis adalah 1) Teori infiltrasi/incrustation, 2) Teori

pertumbuhan klonal/clonal growth (Benditt), dan 3) Teori luka/respons to

injury (Russel Ross).

16

Aterosklerosis biasanya timbul pada tempat – tempat dimana terjadi

turbulens yang maksimum seperti pada percabangan, daerah dengan tekanan

tinggi, daerah yang pernah kena trauma dimana terjadi deskuamasi endotel

yang menyebabkan adesi trombosit.

Berbagai keadaan akan mempengaruhi antara pasokan dan kebutuhan,

pada dasarnya melalui mekanisme sederhana, yaitu 1) Pasokan berkurang

meskipun kebutuhan tak bertambah dan 2). Kebutuhan meningkat,

sedangkan pasokan tetap.

Bila arteri koroner mengalami gangguan penyempitan (stenosis) atau

penciutan (spasme), pasokan arteri koroneria tidak mencukupi kebutuhan,

secara popular terjadi ketidak seimbangan antara pasok (supply) dan

kebutuhan (demend), hal ini akan memberikan gangguan. Manifestasi

gangguan dapat bervariasi tergantung kepada berat ringannya stenosis atau

spasme, kebutuhan jaringan saat istirahat ataupun aktif serta luasnya daerah

yang terkena.

Dalam keadaan istirahat, meskipun arteri koroner mengalami stenosis

lumen sampai 60 % belum menimbulkan gejala sebab aliran darah koroner

masih mencukupi kebutuhan jaringan. Pada keadaan ini sering tidak

menimbulkan keluhan, sering disebut penyakit jantung koroner laten (Silent

ischemia). Bila terjadi peningkatan kebutuhan jaringan aliran yang tadinya

mencukupi menjadi berkurang. Hal ini akan menyebabkan hipoksia jaringan

yang akan menghasilakan

peningkatan hasil metabolisme misalnya asam laktat. Akan

menimbulakan manifestasi klinis nyeri dada, rasa berat, rasa tertekan, panas,

rasa tercekik, tak enak dada, capek kadang – kadang seperti masuk angin.

Manifestasi angina yang timbul setelah aktivitas fisik disebut effort angina.

Sebaliknya angina pektoris dapat timbul dalam keadaan istirahat, yang

berarti proses stenosis melebihi 60% baik oleh penyempitan yang

kritis(90%) maupun bertambah oleh karena faktor spasme arteri koroner

sendiri di tempat yang tadinya

tidak menimbulkan gejala. Angina bentuk ini disebut sebagai angina

dekubitus, angina at rest atau dalam bentuk angina prinzmetal. Pasokan

17

berkurang sehingga menimbulkan hipoksia baik oleh karena secara

anatomis ada penyempitan yang menyebabkan aliran darah berkurang

(penyempitan melampaui 80% saat iastirahat) atau penyempitan kuarang dai

80% tetapi menjadi kritis karena penigkatan kebutuhan akibat aktifitas fisik

maupun psikis.

Bila proses kritis tersebut berlangsung lama maka hipoksia jaringan

akan berlanjut terus, tidak hanya menimbulkan gangguan yang reversibel

tetapi malahan lebih jauh lagi. Otot jantung akan mengalami kerusakan,

jaringan mati atau nekrosis (infark miokard)

Infark Miokard

Infark miokard terbagi atas miokard infark dengan elevasi ST

(STEMI) dan miokard infark tanpa elevasi ST(NSTEMI)

Miokard infark dengan elevasi ST (STEMI)

Umumnya terjadi karena aliran darah koroner menurun secara

mendadak setelah oklusi trombus pada plak arterosklerotik yang sudah ada

sebelumnya. STEMI terjadi secara cepat pada lokasi injuri vaskular, dimana

injuri ini dicetus oleh beberapa faktor yang akan dijelaskan di bawah.

Pada sebagian besar, infark terjadi jika plak arterosklerosis mengalami

fisur, ruptur atau ulserasi dan jika kondisi lokal atau sistemik memicu

trombogenesis, sehingga trombus mural pada lokasi ruptur yang

mengakibatkan oklusi arteri koroner. Plak koroner cenderung mengalami

ruptur jika mempunyai fibrous cap dan inti kaya lipid (lipid rich core). Pada

STEMI gambaran patologis klasik terdiri dari fibrin rich red trombus.

Selanjutnya pada lokasi ruptur plak, berbagai agonis (kolagen, ADP,

epinefrin, seretonisn) memicu aktivitas trombosit, yang selanjutnya akan

memproduksi dan melepaskan tromboksan A2 (vasokonstriksi lokal yang

poten). Selain itu aktivitas

trombosit memicu perubahan konfirmasi reseptor glikoprotein Iib/IIIa

sehingga mempunyai afenitas tinggi terhadap asam amino pada protein

adhesi yang larut (integrin) seperti faktor von Willenbrand (vWF) dan

18

fibrinogen dimana keduanya merupakan molekul yang dapat mengikat

platelet, mengahasilkan ikatan silang dan agregasi platelet.

Kaskade koagulasi diaktivasi oleh pajanan tissue factor pada sel

endotel yang rusak. Faktor VII dan X diaktivasi, mengakibatkan konversi

protombin menjadi trombin, yang mengakibatkan mengkonversi fibrinogen

menjadi fibrin. Arteri koroner yang terlibat kemudian akan mengalami

oklusi oleh trombus yang terdiri agregat trombosit dan fibrin.

Pada keadaan yang jarang, STEMI dapat juga disebabkan oleh oklusi

arteri koroner yang disebabkan emboli koroner, abnormalitas kongenital,

spasme arteri koroner dan berbagai penyakit inflamasi sistemik.

Miokard infark Tanpa elevasi ST (NSTEMI)

Angina pektoris tidak stabil (unstable angina = UA) dan NSTEMI

merupakan suatu kesinambungn dengan kemiripan patofisiologi dan

gambaran klinis sehingga pada prinsipnya penatalaksanaannya tidak

berbeda. Diagnosa NSTEMI ditegakkan jika pasien dengan manifestasi

klinis UA menunjukkan bukti addanya nekrosis berupa peningkatan enzim –

enzim jantung.

2.6. Pemeriksaan Penunjang dan Diagnosis

Dokter harus memilih pemeriksaan apa saja yang perlu dilakukan

terhadap penderita untuk mencapai keterpatan diagnostik yang maksimal

dengan risiko dan biaya yang seminimal mungkin.

Tabel 2.2 Cara-cara DiagnostikNo. Cara Diagnostik1. Anamnesis 2. Pemeriksaan Fisik3. Laboratorium 4. Rontgen5. Pemeriksaan jantung non invasive

19

EKG istirahat Uji latihan jasmani (treadmill) Uji latih jasmani kombinasi pencitraan:

Uji latih jasmani ekokardiografi (Stress Eko) Uji latih jasmani Scintigrafi Perfusi Miokard Uji latih jasmani farmakologik kombinasi Teknik Imaging

Ekokardiografi istirahat Monitoring EKG ambulatoar Teknik non invasive penentuan klasifikasi koroner dan anatomi

koroner (Computed Tomography; Magnetic Resonanse Arteriografi)

6. Pemeriksaan invasive menentukan anatomi koroner Arteriografi koroner Ultrasound Intra Vaskuler (IVUS)

1. Angina Pektoris Stabil (Dekresendo Angina)

a. Typical Angina, tiga kriteria berikut:

1) Substernal chest discomfort

2) Onset meningkat dengan exercise dan emosi

3) Berkurang dengan istirahat atau nitrogliserin (dapat

diprediksi)

b. Atypical Angina: Jika terdapat 2 dari 3 hal di atas

c. Non-cardiac Chest pain: Hanya 1 dari 3 kriteria di atas

d. Treadmill test

Gambar 2.2 Faktor Pencetus Angina Pektoris

2. Angina Pecktoris Tidak Stabil (Kresendo Angina)

a. Peningkatan derajat dan durasi angina

b. Muncul ketika istirahat atau aktifitas ringan

20

c. Nyeri tidak berkurang dengan istirahat atau nitrogliserin

dan tidak dapat diprediksi.

3. Miokard Infark

a. Nyeri dada iskemik

b. Perubahan EKG

c. Peningkatan Enzim Jantung

Gambar 2.3 Gambaran EKG pada STEMI dan NSTEMI

Gambar 2.4 Perbedaan Angina Pektoris Tidak Stabil, NSTEMI dan STEMI

21

Gambar 2.5 Gambaran EKG Penyakit Jantung Koroner

Gambar 2.6 Evolusi/Pola Perubahan EKG pada STEMI

Tabel 2.3 Lokasi Infark Berdasarkan Lokasi Perubahan EKGLokasi Lead / Sandapan

Anterior V1-V4 Anteroseptal V1-V3

22

Anterior Ekstensif V1-V6

Posterior V1-V2 Lateral I, avL, V5-V6

Inferior II, III, avF Ventrikel kanan V4R-V5R

2.7. Pengobatan

Tujuan pengobatan

1. Memperbaiki prognosis dengan cara mencegah infark miokard dan

kematian. Upaya yang dilakukan adalah bagaimana mengurangi

terjadinya trombotik akut dan disfungsi ventrikel kiri. Tujuan ini dapat

dicapai dengan modifikasi gaya hidup ataupun intervensi famakologik

yang akan mengurangi progresif plak, menstabilkan plak, dengan

mengurangi inflamasi dan memperbaiki fungsi endotel, dan mencegah

thrombosis bila terjadi disfungsi endotel atau pecahnya plak. Obat yang

digunakan; obat antitrombotik; aspirin dosis rendah, antagonis reseptor

ADP (thienopyridin) yaitu clopidogrel dan ticlopidine; obat penurun

kolesterol (statin); ACE-Inhibitor; Beta-blocker; Calcium channel

blockers (CCBs)

2. Untuk memperbaiki gejala dan iskemi; obat yang digunakan yaitu nitra

kerja jangka pendek dan jangka panjang, Beta-blocker, CCBs.

Tatalaksana Umum

Kepada pasien yang menderita PJK maupun keluarga, perlu diterangkan

tentang perjalanan penyakit, pilihan obat yang tersedia. Pasien perlu

diyakinkan bahwa kebanyakan kasus angina dapat mengalami perbaikan

dengan pengobatan dan modifikasi gaya hidup sehingga kualitas hidup lebih

baik. Kelainan penyerta seperti hipertensi, diabetes, dislipidemia, dll., perlu

ditangani secara baik.

Cara pengobatan PJK yaitu; (1) Pengobatan farmakologis; (2)

revaskularisasi miokard. Selain cara tersebut, tetap diperlukan modifikasi

gaya hidup dan mengatasi faktor penyeban agar progresi penyakit dapat

dihambat.

23

A. Pengobatan Farmakologis

1. Aspirin dosis rendah

Aspirin merupakan obat utama untuk pencegahan thrombosis. Meta-

analisis menunjukkan bahwa dosis 75-150 mg sama efektivitasnya

dibandingkan dengan dosis yang lebih besar. Karena itu aspirin

disarankan diberi pada semua pasien PJK kecuali bila ditemui

kontraindikasi. Selain itu aspirin juga disarankan diberi jangka lama

namun perlu diperhatikan efek samping iritasi gastrointestinal dan

perdarahan, dan alergi. Cardioaspirin memberikan efek samping yang

lebih minimal dibandingkan aspirin lainnya.

2. Thienopyridine Clopidogrel dan Ticlopidine

Merupakan antagonis ADP dan menghambat agregasi trombosit.

Clopidogrel lebih diindikasikan pada penderita dengan resistensi atau

intoleransi terhadap aspirin.

3. Obat penurun kolesterol

Pengobatan dengan statin digunakan untuk mengurangi risiko baik

pada prevensi primer maupun prevensi sekunder. Statin dapat

menurunkan komplikasi sebesar 39% (Heart Protection Study),

ASCOTT-LLA atorvastatin untuk prevensi primer PJK pada pasca-

hipertensi.

Statin selain sebagai penurun kolesterol, juga mempunyai mekanisme

lain (pleiotropic effect) yang dapat berperan sebagai anti inflamasi,

anti trombotik dll.

4. ACE-inhibitor/ARB

Peranan ACE-1 sebagai kardioproteksi untuk prevensi sekunder pada

pasien dengan PJK telah dibuktikan dari berbagai studi. Bila

intoleransi terhadap ACE-I dapat diganti dengan ARB.

5. Nitrat

Nitrat mempunyai efek venodilator sehingga preload miokard dan

volume akhir bilik kiri dapat menurun sehingga dengan demikian

konsumsi oksigen miokard juga akan menurun. Nitrat juga melebarkan

pembuluh darah normal dan yang mengalami aterosklerotik.

24

Menaikkan aliran darah kolateral, dan menghambat agregasi trombosit.

Bila serangan angina tidak respon dengan nitrat jangka pendek, maka

harus diwaspadai adanya infark miokard. Efek samping obat ini adalah

sakit kepala dan flushing.

6. Penyekat β

Penyekat β menghambat efek katekolamin pada sirkulasi dan reseptor

β-1 yang dapat menyebabkan penurunan konsumsi oksigen miokard.

Pemberian penyekat β dilakukan dengan target denyut jantung 50-60

per menit. Kontraindikasi terpenting pemberian penyekat β adalh

riwayat asma bronchial, serta disfungsi bilik kiri akut.

7. Antagonis kalsium

Antagonis kalsium mempunyai efek vasodilatasi. Antagonis kalsium

dapat mengurangi keluhan pada pasien yang mendapat nitrat atau

penyekat β; selain itu beguna pula pada pasien yang mempunyai

kontraiindikasi penggunaan penyekat β, antagonis kalsium tidak

disarankan bila terdapat penurunan fungsi bilik kiri atau gangguan

konduksi atrioventrikel.

B. Revaskularisi Miokard

Ada dua cara revaskularisasi yang telah terbukti baik pada PJK stabil yang

disebabkan aterosklerotik koroner yaitu tindakan revaskularisasi

pembedahan, bedah pintas koroner (coronary artery bypass

surgery=CABG), dan tindakan intervensi perkutan (perkutaneous coronary

intervention=PCI)

Tujuan revaskularisi adalah meningkatkan survival atau mencegah infark

ataupun untuk menghilangkan gejala, tindakan yang dipilih tergantung

risiko dan kelihan pasien.

Indikasi untuk revaskularisasi

Secara umum, pasien yang memiliki indikasi untuk dilakukan

arteriography koroner dan tindakan kateterisasi menunjukkan

penyempitan arteri koroner adalah indikasi yang potensial untuk dilakukan

tindakan revaskularisasi miokard. Selain itu, tindakan revaskularisasi

dilakukan pada pasien, jika :

25

a. Pengobatan tidak berhasil mengontrol keluhan pasien;

b. Hasil uji non-invasif menunjukkan adanya risiko miokard;

c. Dijumpai risiko tinggi untuk kejadian dan kematian;

d. Pasien lebih memilih tindakan intervensi disbanding dengan

pengobatan biasa dan sepenuhnya mengerti akan risiko dari

pengobatan yang diberiak kepada mereka.

2.8. Komplikasi

Komplikasi tertinggi akut infark adalah aritmia, aritmia yang sering

memberikan komplikasi adalah ventrikel vibrilasi. Ventrikel vibrilasi 95%

meninggal sebelum sampai rumah sakit. Komplikasi lain meliputi disfungsi

ventrikel kiri/gagal jantung dan hipotensi/syok kardiogenik.

2.9. Prognosis

Prognosis pada penyakit jantung koroner tergantung dari beberapa hal yaitu:

1. Wilayah yang terkena oklusi

2. Sirkulasi kolateral

3. Durasi atau waktu oklusi

4. Oklusi total atau parsial

5. Kebutuhan oksigen miokard

Berikut prognosis pada penyakit jantung koroner:

1. 25% meninggal sebelum sampai ke rumah sakit

2. Total mortalitas 15-30%

3. Mortalitas pada usia < 50 tahun 10-20%

4. Mortalitas usia > 50 tahun sekitar 20%

2.10. Pencegahan

Pencegahan pada PJK dapat berupa pencegahan primer; pencegahan

sekunder dan intervensi terhadap faktor resiko.

Tabel 2.4 Pencegahan Primer Penyakit Kardiovaskuler dan Stroke Berdasarkan Faktor Resiko

26

Tabel 2.5 Intervensi Faktor Resiko

Tabel 2.6 Pencegahan Sekunder PJK dan Penyakit Jantung Vaskuler Lainnya Menurut ACC/AHA 2006

27

BAB III

KESIMPULAN

Penyakit jantung koroner merupakan kelainan miokardium akibat

insufisiensi aliran darah koroner oleh aterosklerosis yang merupakan proses

degeneratif. Penyebab PJK adalah terjadinya penyempitan aliran darah ke otot

jantung yang terjadi akibat penebalan lapisan tunika intima dan rupturnya plak

yang diikuti oleh pembentukan thrombus.

Pengobatan PJK yaitu; pengobatan farmakologis, tindakan intervensi

kardiologi dan pembedahan.

Kejadian PJK karena adanya faktor resiko antara lain hipertensi,

dislipidemia, gaya hidup yang kurang aktifitas, diabetes, riwayat PJK pada

keluarga, merokok, konsumsi alkohol. PJK dapat dicegah dengan melakukan pola

hidup sehat dan menghindari faktor-faktor resiko tersebut.

28

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Majid, 2007. Penyakit Jantung Koroner, Patofisiologi, Pencegahan dan Pengobatan Terkini. Universitas Sumatera Utara, Medan, Indonesia.

Guyton, Arthur C. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11 bagian 1. EGC, Jakarta, Indonesia.

S. Snell R. 2006. Anatomi Klinik Untuk Mahasiswa Kedokteran Edisi 6. EGC, Jakarta, Indonesia.

Staf Pengajar FK UI. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Binarupa. Jakarta, Indonesia.

Price SA, Wilson LM., 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit, Edisi ke 6, Volume 2, EGC, Jakarta, Indonesia.

Ganong, 2002. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, EGC, Jakarta, Indonesia.

Mansjoer. A., 2000. Kapita Selekta. Jilid 1, Media Auskulapius, Jakarta, Indonesia.

Jennifer L. Baker, Lina W. Olsen and Thorkild LA. Sorensen. Childhood body-mass index and The Risk of Coronary Heart Disease in Adulthood. The New England Journal of Medicin, December, 2007.

Murray RK. Dkk., 2003. Biokimia Harper, Edisi 24, EGC, Jakarta, Indonesia.Neal, M.J. 2006. At Glance Farmakologi Medis. Edisi 5. Erlangga. Jakarta,

Indonesia.

Cristoper. C., 2010. The Experiences of Coronary Heart Disease Patient: Biopsychosocial Perspective. http://www.waset.org/journals/ijpbs/v2/v2-4-31.pdf. Diakses tanggal 4 April 2012.

Shivaramakrishna. 2010. Risk Factors of Coronary Heart Disease amonk Bank Employees of Belgaum City- Cross-Sectional Study. http://ajms.alameenmedical.org/article_Vol03-2-apr-jun-2010/AJMS.3.2.152-159.pdf. Diakses tanggal 4 April 2012.

Yuet Wai Kan. 2000. Adeno-associated Viral Vector-mediated Vascular EndothelialGrowth Factor in Ischemic Heart. http://www.pnas.org/content/97/25/13801/full.pdf.

Diakses tanggal 4 April 2012.

Ekinci, 2010. Getting to the heart of Things. http://www.siemens.com/press/pool/de/event/healthcare/2010-08-esc/

heart_failure_expert_june2010.pdf. Diakses tanggal 4 April 2012.