refraksi
DESCRIPTION
refraksiTRANSCRIPT
LAPORAN KASUS KELOMPOK
“KELAINAN REFRAKSI”
Oleh:
Chandra Ilyas Nampira
Erka Wahyu Kinanda
Caesar Ensng Timuuda
Dina Harisa
Pembimbing:
dr. Kartini, Sp.M
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
RUMAH SAKIT MUHAMMADIYAH LAMONGAN
2012
ANISOMETROPIA
1.Definisi
Anisometropia adalah suatu keadaan dimana mata mempunyai kelainan
refraksi yang tidak sama pada mata kanan dan mata kiri. Dapat saja satu mata myopia
sedang mata yang lainnya hypermetropia. Perbedaan kelainan ini paling sedikit 1.0
Dioptri.
Jika terdapat anisometropia 2.5-3.0 Dioptri maka akan dirasakan terjadi
perbedaan besar bayangan 5%, yang mengakibatkan akan terganggunya fusi. Pada
keadaan ini dapat terjadi supresi penglihatan pada satu mata.
Fusi merupakan proses mental yang menggabungkan bayangan yang dibuat
oleh 2 mata untuk membentuk lapangan dimensi penglihatan binokuler. Pada
kelainan refraksi atau satu mata lemah maka penglihatan binokuler menjadi
lemah. Akibat dari keadaan ini otak akan mencari yang m u d a h
s e h i n g g a m e m a k a i k a c a m a t a y a n g t i d a k m e m b e r i k a n k e s u k a r a n
u n t u k m e l i h a t . S e b a b anisometropia adalah kelainan konginetal atau akibat
trauma bedah yang menimbulkan jaringan parut sehingga timbul astigmatisme.
Anisometropia akan mengakibatkan perbedaan tajam penglihatan
aniseikonia dan aniseiforia.
Anisometropia pada hypermetropia lebih buruk dibanding pada
myopia. Pada anak ia kan melihatterutama dengan mata yang jelas dan
membiarkan penglihatan yang kabur atau lemah tidak melihat biasanya
yang lebih hypermetropia sehingga mata tersebut menjadi ambliopia.
Pada anisometropia :
- Kurang dari 1.5 D masih terdapat fusi dan penglihatan stereoskopik.
- Antara 1.5 - 3.0 D, jika terjadi kelelahan maka mata yang tidak
dominan akan mengalami supresi.
- Dengan anisometropia sumbu, dapat dikoreksi dengan kacamata. Apalagi
dengan mengingat hukum Knapp.
3.Klasifikasi
Anisometropia terbagi menjadi 3 tingkat yaitu:
a. Anisometropia kecil, beda refraksi lebih kecil dari 1,5D.
b. Anisometropia sedang, beda refraksi antara 1,5-2,5 D.
c. Anisometropia besar, beda refraksi lebih besar dari 2,5D.
2.Gejala dan Tanda
- Sakit kepala
- Astenopia ( keadaan lelah, panas pada mata, berair, mata sakit, rasa tertekan)
- Silau atau fotofobia
- Sukar membaca
- Gelisah
- Vertigo
- Pusing
- Lesu
- Gangguan melihat ruang (dimensi).
3.Terapi
Pengobatan terutama ditujukan pada pencegahan timbulnya ambliopia,
aniseikonia dengan memakailensa kontak dan jika terjadi phoria dipakailah lensa
prisma. Pengobatan anisometropia pada anak-anak dilakukan dengan pemberian lensa
koreksi pada kacamata ukuran penuh, kemudian dilakukan latihanortopik dan jika
perlu dilakukan bebat mata.
Miopia
1. Definisi
Miopia adalah anomali refraksi pada mata dimana bayangan difokuskan di depan
retina, ketika mata tidak dalam kondisi berakomodasi. Ini juga dapat dijelaskan pada
kondisi refraktif dimana cahaya yang sejajar dari suatu objek yang masuk pada mata
akan jatuh di depan retina, tanpa akomodasi. Miopia berasal dari bahasa Yunani
“muopia” yang memiliki arti menutup mata. Miopia merupakan manifestasi kabur
bila melihat jauh, istilah populernya adalah “nearsightedness” (American Optometric
Association, 2006).
Miopia adalah keadaan pada mata dimana cahaya atau benda yang jauh letaknya
jatuh atau difokuskan didepan retina. Supaya objek atau benda jauh tersebut dapat
terlihat jelas atau jatuh tepat di retina diperlukan kaca mata minus (Rini, 2004).
Miopia atau sering disebut sebagai rabun jauh merupakan jenis kerusakan mata
yang disebabkan pertumbuhan bola mata yang terlalu panjang atau kelengkungan
kornea yang terlalu cekung (Sidarta, 2007).
Miopia adalah suatu keadaan mata yang mempunyai kekuatan pembiasan sinar
yang berlebihan sehingga sinar sejajar yang datang dibiaskan di depan retina (bintik
kuning). Pada miopia, titik fokus sistem optik media penglihatan terletak di depan
makula lutea. Hal ini dapat disebabkan sistem optik (pembiasan) terlalu kuat, miopia
refraktif atau bola mata terlalu panjang (Sidarta, 2003).
Miopia adalah suatu bentuk kelainan refraksi dimana sinar-sinar sejajar yang
datang dari jarak tidak terhingga oleh mata dalam keadaan tidak berakomodasi
dibiaskan pada satu titik di depan retina (Sativa, 2003).
2. Klasifikasi
Secara klinis dan berdasarkan kelainan patologi yang terjadi pada mata, miopia
dapat dibagi kepada dua yaitu :
1. Miopia Simpleks : Terjadinya kelainan fundus ringan. Kelainan fundus yang
ringan ini berupa kresen miopia yang ringan dan berkembang sangat lambat.
Biasanya tidak terjadi kelainan organik dan dengan koreksi yang sesuai bisa
mencapai tajam penglihatan yang normal. Berat kelainan refraksi yang terjadi
biasanya kurang dari -6D. Keadaan ini disebut juga dengan miopia fisiologi.
2. Miopia Patologis : Disebut juga sebagai miopia degeneratif, miopia maligna atau
miopia progresif. Keadaan ini dapat ditemukan pada semua umur dan terjadi sejak
lahir. Tanda-tanda miopia maligna adalah adanya progresifitas kelainan fundus
yang khas pada pemeriksaan oftalmoskopik. Pada anak-anak diagnosis ini sudah
dapat dibuat jika terdapat peningkatan tingkat keparahan miopia dengan waktu
yang relatif pendek. Kelainan refrasi yang terdapat pada miopia patologik
biasanya melebihi -6 D (Sidarta, 2007).
Menurut American Optometric Association (2006), miopia secara klinis dapat
terbagi lima yaitu:
1. Miopia Simpleks : Miopia yang disebabkan oleh dimensi bola mata yang terlalu
panjang atau indeks bias kornea maupun lensa kristalina yang terlalu tinggi.
2. Miopia Nokturnal : Miopia yang hanya terjadi pada saat kondisi di sekeliling
kurang cahaya. Sebenarnya, fokus titik jauh mata seseorang bervariasi terhadap
tahap pencahayaan yang ada. Miopia ini dipercaya penyebabnya adalah pupil yang
membuka terlalu lebar untuk memasukkan lebih banyak cahaya, sehingga
menimbulkan aberasi dan menambah kondisi miopia.
3. Pseudomiopia : Diakibatkan oleh rangsangan yang berlebihan terhadap mekanisme
akomodasi sehingga terjadi kekejangan pada otot – otot siliar yang memegang
lensa kristalina. Di Indonesia, disebut dengan miopia palsu, karena memang sifat
miopia ini hanya sementara sampai kekejangan akomodasinya dapat
direlaksasikan. Untuk kasus ini, tidak boleh buru – buru memberikan lensa
koreksi.
4. Miopia Degeneretif : Disebut juga sebagai miopia degeneratif, miopia maligna atau
miopia progresif. Biasanya merupakan miopia derajat tinggi dan tajam
penglihatannya juga di bawah normal meskipun telah mendapat koreksi. Miopia
jenis ini bertambah buruk dari waktu ke waktu.
5. Miopia Induksi : Miopia yang diakibatkan oleh pemakaian obat – obatan, naik
turunnya kadar gula darah, terjadinya sklerosis pada nukleus lensa dan sebagainya.
Klasifikasi miopia berdasarkan ukuran dioptri lensa yang dibutuhkan untuk
mengkoreksikannya (Sidarta, 2007):
1. Ringan : lensa koreksinya 0,25 s/d 3,00 Dioptri
2. Sedang : lensa koreksinya 3,25 s/d 6,00 Dioptri.
3. Berat :lensa koreksinya > 6,00 Dioptri.
Klasifikasi miopia berdasarkan umur adalah (Sidarta, 2007):
1. Kongenital : sejak lahir dan menetap pada masa anak-anak.
2. Miopia onset anak-anak : di bawah umur 20 tahun.
3. Miopia onset awal dewasa : di antara umur 20 sampai 40 tahun.
4. Miopia onset dewasa : di atas umur 40 tahun (> 40 tahun).
3. Patogenesis
Miopia dapat terjadi karena ukuran sumbu bola mata yang relatif panjang dan
disebut sebagai miopia aksial. Dapat juga karena indeks bias media refraktif yang
tinggi atau akibat indeks refraksi kornea dan lensa yang terlalu kuat. Dalam hal ini
disebut sebagai miopia refraktif (Curtin, 2002).
Miopia degeneratif atau miopia maligna biasanya apabila miopia lebih dari - 6
dioptri(D) disertai kelainan pada fundus okuli dan pada panjangnya bola mata sampai
terbentuk stafiloma postikum yang terletak pada bagian temporal papil disertai
dengan atrofi korioretina. Atrofi retina terjadi kemudian setelah terjadinya atrofi
sklera dan kadang-kadang terjadi ruptur membran Bruch yang dapat menimbulkan
rangsangan untuk terjadinya neovaskularisasi subretina. Pada miopia dapat terjadi
bercak Fuch berupa hiperplasi pigmen epitel dan perdarahan, atropi lapis sensoris
retina luar dan dewasa akan terjadi degenerasi papil saraf optik (Sidarta, 2007).
Terjadinya perpanjangan sumbu yang berlebihan pada miopia patologi masih belum
diketahui. Sama halnya terhadap hubungan antara elongasia dan komplikasi penyakit
ini, seperti degenerasi chorioretina, ablasio retina dan glaukoma. Columbre
melakukan penelitian tentang penilaian perkembangan mata anak ayam yang di
dalam pertumbuhan normalnya, tekanan intraokular meluas ke rongga mata dimana
sklera berfungsi sebagai penahannya. Jika kekuatan yang berlawanan ini merupakan
penentu pertumbuhan okular postnatal pada mata manusia, dan tidak ada bukti yang
menentangnya maka dapat pula disimpulkan dua mekanisme patogenesis terhadap
elongasi berlebihan pada miopia.
Abnormalitas mesodermal sklera secara kualitas maupun kuantitas dapat
mengakibatkan elongasi sumbu mata. Percobaan Columbre dapat membuktikan hal
ini, dimana pembuangan sebagian masenkim sklera dari perkembangan ayam
menyebabkan ektasia daerah ini, karena perubahan tekanan dinding okular. Dalam
keadaan normal sklera posterior merupakan jaringan terakhir yang berkembang.
Keterlambatan pertumbuhan strategis ini menyebabkan kongenital ektasia pada area
ini.
Sklera normal terdiri dari pita luas padat dari kumpulan serat kolagen, hal ini
terintegrasi baik, terjalin bebas, ukuran bervariasi tergantung pada lokasinya.
Kumpulan serat terkecil terlihat menuju sklera bagian dalam dan pada zona ora
ekuatorial. Bidang sklera anterior merupakan area potong lintang yang kurang dapat
diperluas perunitnya dari pada bidang lain. Pada test bidang ini ditekan sampai 7,5
g/mm2.
Tekanan intraokular equivalen 100 mmHg, pada batas terendah dari stress
ekstensi pada sklera posterior ditemukan empat kali daripada bidang anterior dan
equator. Pada batas lebih tinggi sklera posterior kira-kira dua kali lebih
diperluas.Perbedaan tekanan diantara bidang sklera normal tampak berhubungan
dengan hilangnya luasnya serat sudut jala yang terlihat pada sklera posterior. Struktur
serat kolagen abnormal terlihat pada kulit pasien dengan Ehlers-Danlos yang
merupakan penyakit kalogen sistematik yang berhubungan dengan miopia.
Vogt awalnya memperluas konsep bahwa miopia adalah hasil ketidakharmonian
pertumbuhan jaringan mata dimana pertumbuhan retina yang berlebihan dengan
bersamaan ketinggian perkembangan baik koroid maupun sklera menghasilkan
peregangan pasif jaringan. Meski alasan Vogt pada umumnya tidak dapat diterima,
telah diteliti ulang dalam hubungannya dengan miopia bahwa pertumbuhan koroid
dan pembentukan sklera dibawah pengaruh epitel pigmen retina. Pandangan baru ini
menyatakan bahwa epitel pigmen abnormal menginduksi pembentukan koroid dan
sklera subnormal. Hal ini yang mungkin menimbulkan defek ektodermal–
mesodermal umum pada segmen posterior terutama zona oraekuatorial atau satu yang
terlokalisir pada daerah tertentu dari posterior mata, dimana dapat dilihat pada miopia
patologis (tipe stafiloma posterior). Meningkatnya suatu kekuatan yang luas terhadap
tekanan intraokular basal. Contoh klasik miopia skunder terhadap peningkatan
tekanan basal terlihat pada glaukoma juvenil dimana bahwa peningkatan tekanan
berperan besar pada peningkatan pemanjangan sumbu bola mata (Sativa, 2003).
Secara anatomidan fisiologi, sklera memberikan berbagai respons terhadap induksi
deformasi. Secara konstan sklera mengalami perubahan pada stres. Kedipan kelopak
mata yang sederhana dapat meningkatkan tekanan intraokular 10 mmHg, sama juga
seperti konvergensi kuat dan pandangan ke lateral. Pada valsava manuver dapat
meningkatkan tekanan intraokular 60 mmHg. Juga pada penutupan paksa kelopak
mata meningkat sampai 70-110 mmHg. Gosokan paksa pada mata merupakan
kebiasaan jelek yang sangat sering diantara mata miopia, sehingga dapat
meningkatkan tekanan intraokular (Sativa, 2003). Untuk melihat sesuatu objek
dengan jelas, mata perlu berakomodasi. Akomodasi berlaku apabila kita melihat
objek dalam jarak jauh atau terlalu dekat. Menurut Dr. Hemlholtz, otot siliari mata
melakukan akomodasi mata. Teori Helmholtz mengatakan akomodasi adalah akibat
daripada ekspansi dan kontraksi lensa, hasil daripada kontraksi otot siliari. Teori
Helmholtz merupakan teori yang sekarang sering digunakan oleh dokter.
Menurut Dr. Bates, dua otot oblik mata yang melakukan akomodasi mata dengan
mengkompresi bola mata di tengah hingga memanjangkan mata secara melintang. Dr.
Bates telah melakukan eksperimen pada kelinci, Dr. Bates memotong dua otot oblik
dan mendapati mata kelinci tersebut tidak bisa berakomodasi. Dr. Bates juga
menginjeksi obat paralisis pada otot oblik kelinci, mata tidak dapat berakomodasi.
Apabila obat disingkirkan daripada otot oblik, mata kelinci dapat berakomodasi
kembali. Akibat daripada kelelahan mata menyebabkan kelelahan pada otot
mata.Otot mata berhubungan dengan bola mata hingga menyebabkan bentuk mata
menjadi tidak normal.Kejadian ini adalah akibat akomodasi yang tidak efektif hasil
dari otot mata yang lemah dan tidak stabil. Pada mata miopia, bola mata terfiksasi
pada posisi memanjang menyulitkan untuk melihat objek jauh (Dave, 2005).
4. Diagnosis Miopia
Pasien dengan miopia akan menyatakan melihat jelas bila dekat malahan melihat
terlalu dekat, sedangkan melihat jauh kabur atau disebut pasien adalah rabun jauh.
Pasien dengan miopia akan memberikan keluhan sakit kepala, sering disertai dengan
juling dan celah kelopak yang sempit. Seseorang miopia mempunyai kebiasaan
memicingkan matanya untuk mencegah aberasi sferis atau untuk mendapatkan efek
lubang kecil. Pasien miopia mempunyai pungtum remotum yang dekat sehingga mata
selalu dalam atau berkedudukan konvergensi yang akan menimbulkan keluhan
astenopia konvergensi. Bila kedudukan mata ini menetap, maka penderita akan
terlihat juling ke dalam atau esoptropia. Pada pemeriksaan funduskopi terdapat
miopik kresen yaitu gambaran bulan sabit yang terlihat pada polus posterior fundus
mata miopia, yang terdapat pada daerah papil saraf optik akibat tidak tertutupnya
sklera oleh koroid. Pada mata dengan miopia tinggi akan terdapat pula kelainan pada
fundus okuli seperti degenerasi makula dan degenerasi retina bagian perifer ( Sidarta,
2007).
Pengujian atau test yang dapat dilakukan dengan pemeriksaan mata secara umum
atau standar pemeriksaan mata, (Sidarta, 2003) terdiri dari :
1. Uji ketajaman penglihatan pada kedua mata dari jarak jauh (Snellen) dan jarak
dekat (Jaeger).
2. Uji pembiasan, untuk menentukan benarnya resep dokter dalam pemakaian kaca
mata.
3. Uji penglihatan terhadap warna, uji ini untuk membuktikan kemungkinan ada atau
tidaknya kebutaan.
4. Uji gerakan otot-otot mata.
5. Pemeriksaan celah dan bentuk tepat di retina.
6. Mengukur tekanan cairan di dalam mata.
7. Pemeriksaan retina.
5. Penatalaksanaan Miopia pada Anak-anak
1. Dengan memberikan koreksi lensa
Koreksi miopia dengan menggunakan lensa konkaf atau lensa negatif, perlu
diingat bahwa cahaya yang melalui lensa konkaf akan disebarkan. Karena itu, bila
permukaan refraksi mata mempunyai daya bias terlalu besar, seperti pada miopia,
kelebihan daya bias ini dapat dinetralisasi dengan meletakkan lensa sferis konkaf di
depan mata. Besarnya kekuatan lensa yang digunakan untuk mengkoreksi mata
myopia ditentukan dengan cara trial and error, yaitu dengan mula-mula meletakkan
sebuah lensa kuat dan kemudian diganti dengan lensa yang lebih kuat atau lebih
lemah sampai memberikan tajam penglihatan yang terbaik (Guyton, 2006). Pasien
miopia yang dikoreksi dengan kacamata sferis negatif terkecil yang memberikan
ketajaman penglihatan maksimal. Sebagai contoh bila pasien dikoreksi dengan -3.00
dioptri memberikan tajam penglihatan 6/6, demikian juga bila diberi sferis -3.25
dioptri, maka sebaiknya diberikan koreksi -3.00 dioptri agar untuk memberikan
istirahat mata dengan baik setelah dikoreksi (Sidarta, 2007).
6. Komplikasi
Komplikasi Miopia adalah :
a. Ablasio retina
Resiko untuk terjadinya ablasio retina pada 0 sampai (- 4,75) D sekitar
1/6662.Sedangkan pada (- 5) sampai (-9,75) D risiko meningkat menjadi
1/1335.Lebih dari (-10) D risiko ini menjadi 1/148. Dengan kata lain penambahan
faktor risiko pada miopia lebih rendah tiga kali sedangkan miopia tinggi meningkat
menjadi 300 kali (Sidarta, 2003).
b. Vitreal Liquefaction dan Detachment
Badan vitreus yang berada di antara lensa dan retina mengandung 98% air dan
2% serat kolagen yang seiring pertumbuhan usia akan mencair secara perlahan-lahan,
namun proses ini akan meningkat pada penderita miopia tinggi. Hal ini berhubungan
dengan hilangnya struktur normal kolagen. Pada tahap awal, penderita akan melihat
bayangan-bayangan kecil (floaters). Pada keadaan lanjut, dapat terjadi kolaps badan
viterus sehingga kehilangan kontak dengan retina. Keadaan ini nantinya akan
menimbulkan risiko untuk terlepasnya retina dan menyebabkan kerusakan retina.
Vitreus detachment pada miopia tinggi terjadi karena luasnya volume yang harus diisi
akibat memanjangnya bola mata (Sidarta, 2003).
c. Miopik makulopati
Dapat terjadi penipisan koroid dan retina serta hilangnya pembuluh darah kapiler
pada mata yang berakibat atrofi sel-sel retina sehingga lapangan pandang berkurang.
Dapat juga terjadi perdarahan retina dan koroid yang bisa menyebabkan
berkurangnya lapangan pandang. Miopi vaskular koroid atau degenerasi makular
miopia juga merupakan konsekuensi dari degenerasi macular normal dan ini
disebabkan oleh pembuluh darah yang abnormal yang tumbuh di bawah sentral retina
(Sidarta, 2003).
d. Glaukoma
Risiko terjadinya glaukoma pada mata normal adalah 1,2%, pada miopia sedang
4,2%, dan pada miopia tinggi 4,4%. Glaukoma pada miopia terjadi dikarenakan stres
akomodasi dan konvergensi serta kelainan struktur jaringan ikat penyambung pada
trabekula (Sidarta, 2003).
e. Katarak
Lensa pada miopia kehilangan transparansi. Dilaporkan bahwa pada orang
dengan miopia, onset katarak muncul lebih cepat (Sidarta, 2003).
7. Pencegahan Miopia pada Anak-anak
Sejauh ini, hal yang dilakukan adalah mencegah dari kelainan mata sejak dari
anak dan menjaga jangan sampai kelainan mata menjadi parah. Biasanya dokter akan
melakukan beberapa tindakan seperti pengobatan laser, obat tetes tertentu untuk
membantu penglihatan, operasi, penggunaan lensa kontak dan penggunaan kacamata.
Tindakan pencegahan yang lain adalah dengan cara (Rini, 2004) :
1. Jarak baca 40 – 45 cm.
2. Aktifitas pemakaian mata jarak dekat dan jauh bergantian. Misalnya setelah
membaca atau melihat gambar atau menggunakan komputer 45 menit, berhenti
dahulu untuk 15 – 20 menit, beristirahat sambil melakukan aktifitas lain.
3. Gizi yang berimbang bila diperlukan sesuai aktifitas.
4. Melihat atau merasakan adanya posisi kepala miring atautorticollis terutama pada
aktifitas lihat televisi atau komputer tepat waktu pemberian kaca mata.
5. Mengatur program harian anak (sekolah,ekstra kurikuler). Seharusnya diharuskan
aktifitas luar misalnya kegiatan olah raga, musik dan lain-lain.
HIPERMETROPIA
1. Definisi
Hipermetropia juga dikenal dengan istilah hiperopia atau rabun dekat.
Hipermetropia adalah kekuatan gangguan kekuatan pembiasan mata dimana sinar
sejajar jauh tidak cukup untuk dibiaskan sehingga titik fokusnya berada dibelakang
retina. Pada hipermetropia sinar sejajar difokuskan dibelakang makula lutea.
Hipermetropia merupakan anomali perkembangan dan secara praktis semua
mata adalah hipermetropia pada saat lahir. 80% hingga 90% mata didapati
hipermetropia pada 5 tahun pertama kehidupan. Pada usia 16 tahun, sekitar 48% mata
didapati tetap hipermetropik. Pada masa remaja, derajat hipermetropia akan
berkurang karena panjang axial mata bertambah sehingga periode pertumbuhan
berhenti. Pada masa itu, hipermetropia yang menetap akan menjadi relatif konstan
sehingga munculnya presbiopia.
2. Etiologi
Hipermetropia dapat disebabkan oleh:
1. Hipermetropia aksial, kelainan refraksi akibat bola mata pendek atau sumbu
anteroposterior pendek.
2. Hipermetropia kurvatur, kelengkungan kornea atau lensa berkurang.
3. Hipermetropia refraktif, indeks bias yang berkurang pada sistem optik mata.
Sehingga mengakibatkan bayangan benda jatuh dibelakang retina.
3. Klasifikasi
Klasifikasi hipermetropia berdasarkan gejala klinis, derajat beratnya
hipermetropia, dan status akomodasi mata.
Hipermetropi berdasarkan gejala klinis terdiri dari:
1. Hipermetropia simpleks yang disebabkan oleh variasi biologi normal,
etiologinya bisa axial atau refraktif
2. Hipermetropia patologik disebabkan oleh anatomi okular yang abnormal
karena maldevelopment, penyakit okular, atau trauma
3. Hipermetropia fungsional disebabkan oleh paralisis dari proses akomodasi
Hipermetropi berdasarkan derajat berat ringannya dibagi menjadi tiga yaitu:
1. Hipermetropia ringan, kesalahan refraksi kurang dari atau sama dengan +2.00
dioptri.
2. Hipermetropia sedang, kesalahan refraksi antara +2.25 dioptri sampai dengan
+5.00 dioptri.
3. Hipermetropia berat, kesalahan refraksi lebih dari atau sama dengan +5.25
dioptri
Hipermetropi berdasarkan status akomodasi mata, yaitu:
1. Hipermetropia Laten
Sebagian dari keseluruhan dari kelainan refraksi mata hipermetropia yang
dikoreksi secara lengkap oleh proses akomodasi mata. Hiperopria laten hanya
bisa dideteksi dengan menggunakan sikloplegia. Lebih muda seseorang yang
hipermetropia, lebih laten hiperopia yang dimilikinya
2. Hipermetropia Manifes
Hipermetropia yang dideteksi lewat pemeriksaan refraksi rutin tanpa
menggunakan sikloplegia. Bisa diukur derajatnya berdasarkan jumlah dioptri
lensa positif yang digunakan dalam pemeriksaan subjektif
3. Hipermetropia Fakultatif
Hipermetropia yang bisa diukur dan dikoreksi dengan menggunakan lensa
positif, tapi bisa juga dikoreksi oleh proses akomodasi pasien tanpa
menggunakan lensa. Semua hipermetropia laten adalah hipermetropia
fakultatif. Akan tetapi, pasien dengan hipermetropia laten akan menolak
pemakaian lensa positif karena akan mengaburkan penglihatannya. Pasien
dengan hipermetropia fakultatif bisa melihat dengan jelas tanpa lensa positif
tapi juga bisa melihat dengan jelas dengan menggunakan lensa positif
4. Hipermetropia Absolut
tidak bisa dikoreksi dengan proses akomodasi, penglihatan subnormal,
penglihatan jarak jauh juga bisa menjadi kabur terutama pada usia lanjut
5. Hipermetropia Total bisa dideteksi setelah proses akomodasi diparalisis
dengan agen sikloplegia.
4. Manifestasi Klinis
Gejala yang ditemukan pada hipermetropia adalah penglihatan dekat dan jauh
kabur, sakit kepala, silau, dan kadang rasa juling atau melihat ganda. Pasien dengan
hipermetropia akan mengeluh mata lelah dan sakit karena harus terus menerus
berakomodasi untuk melihat dan memfokuskan bayangan yang terletak dibelakang
makula agar terletak dibelakang makula lutea. Keadaan ini disebut astenopia
akomodatif. Akibat terus menerus berakomodasi, maka bola mata akan bersama-sama
melakukan konvergensi dan mata akan sering terlihat mempunyai kedudukan
esotropia atau juling ke dalam.
Mata dengan hipermetropia sering akan memperlihatkan ambliopia akibat
mata tanpa akomodasi tidak pernah melihat objek dengan baik dan jelas. Bila terdapat
perbedaan kekuatan hipermetropia antara kedua mata, maka akan menjadi ambliopia
pada salah satu mata. Mata ambliopia sering menggulir pada temporal.
5. Diagnosis
1. Anamnesa gejala-gejala dan tanda-tanda hipermetropia
2. Pemeriksaan Oftalmologi
a. Visus – tergantung usia dan proses akomodasi dengan menggunakan
kartu Snellen ( Snellen Chart )
b. Refraksi – retinoskopi merupakan alat yang paling banyak digunakan
untuk pengukuran objektif hipermetropia. Prosedurnya termasuk statik
retinoskopi, refraksi subjektif, dan autorefraksi
c. Motilitas okular, penglihatan binokular, dan akomodasi – termasuk
pemeriksaan duksi dan versi, tes tutup dan tes tutup-buka, tes Hirschberg,
amplitud dan fasilitas akomodasi, dan steoreopsis
d. Penilaian kesehatan okular dan skrining kesehatan umum – untuk
mendiagnosa penyakit-penyakit yang bisa menyebabkan hipermetropia.
Pemeriksaan ini termasuk reflek cahaya pupil, tes konfrontasi,
penglihatan warna, tekanan intraokular, dan pemeriksaan menyeluruh
tentang kesehatan segmen anterior dan posterior dari mata dan
adnexanya. Biasanya pemeriksaan dengan ophthalmoskopi indirect
diperlukan untuk mengevaluasi segmen media dan posterior
6. Terapi
Sejak usia 5 atau 6 tahun, koreksi tidak dilakukan terutama tidak munculnya
gejala-gejala dan penglihatan normal pada setiap mata. Dari usia 6 atau 7 tahun
hingga remaja dan berlanjut hingga waktu presbiopia, hipermetropia dikoreksi
dengan lensa positif yang terkuat. Bisa memakai kaca mata atau lensa kontak.
Pada pemakaian lensa kontak harus melalui standar medis dan pemeriksaan
secara medis. Karena resiko pemakaian lensa kontak cukup tinggi. Orthokeratology
adalah cara pencocokan dari beberapa seri lensa kontak, lebih dari satu minggu atau
bulan, untuk membuat kornea menjadi datar. Kekakuan lensa kontak yang digunakan
sesuai dengan standar. Pembedahan refraktif juga bisa dilakukan untuk membaiki
hipermetropia dengan membentuk semula kurvatura kornea. Metode pembedahan
refraktif termasuk Laser-assisted in-situ keratomileusis (LASIK) sama tujuannya
dengan operasi yang lainnya yaitu mengurangi kelengkungan daripada kornea hanya
saja berbeda dalam tehnis, yaitu lebih sempurna dengan menggunakan tehnis laser
secara mutlak. Laser-assisted subepithelial keratectomy (LASEK), Photorefractive
keratectomy (PRK) upaya untuk mengurangi kelengkungan kornea dengan cara
memotong permukaan depan kornea. Hal ini dilakukan dengan menggunakan alat
yang disebut Excimer Laser.
7. Komplikasi
Komplikasi dari pasien dengan hipermetropi adalah estropia dan glaukoma.
Estropia atau juling ke dalam terjadi akibat pasien selamanya melakukan akomodasi.
Glaukoma sekunder terjadi akibat hipertrofi otot siliar pada corpus siliaris yang akan
mempersempit sudut bilik mata.
PRESBIOPIA
1. Definisi
Presbiopia adalah berkurangnya daya akomodasi yang terjadi bersamaan
dengan proses penuaan pada semua orang. Biasanya terjadi diatas usia 40 tahun
ketika seseorang mengalami kesulitan dengan penglihatan dekat atau rabun tua, dan
setelah umur itu, umumnya seseorang akan membutuhkan kaca mata baca untuk
mengkoreksi presbiopianya.
2. Epidemiologi
Prevalensi presbiopia lebih tinggi pada populasi dengan usia harapan hidup
yang tinggi. Karena presbiopia berhubungan dengan usia, prevalensinya berhubungan
lansung dengan orang-orang lanjut usia dalam populasinya.
Walaupun sulit untuk melakukan perkiraan insiden presbiopia karena
onsetnya yang lambat, tetapi bisa dilihat bahwa insiden tertinggi presbiopia terjadi
pada usia 42 hingga 44 tahun. Studi di Amerika pada tahun 1955 menunjukkan 106
juta orang di Amerika mempunyai kelainan presbiopia. Para peneliti di University of
New South Wales di Australia meramalkanbahwaprevalensi "presbyopia" di seluruh
dunia akan naik jadi 1,4 miliar orang paling lambat 2020 dan 1,8 miliar orang pada
2050.
Faktor resiko utama bagi presbiopia adalah usia, walaupun kondisi lain seperti
trauma, penyakit sistemik, penyakit kardiovaskular, dan efek samping obat juga bisa
menyebabkan presbiopia dini.
3. Etiologi
1. Hilangya elastisitas lensa atau lensa mata tidak kenyal atau berkurang
elastisitasnya akibat sklerosis lensa
2. Menurunnya kekuatan otot badan siliar atau kelemahan otot akomodasi
4. Patofisiologi
Pada mekanisme akomodasi yang normal terjadi peningkatan daya refraksi
mata karena adanya perubahan keseimbangan antara elastisitas matriks lensa dan
kapsul sehingga lensa menjadi cembung. Dengan meningkatnya umur maka lensa
menjadi lebih keras (sklerosis) dan kehilangan elastisitasnya untuk menjadi cembung.
Dengan demikian kemampuan melihat dekat makin berkurang.
5. Klasifikasi
1. Presbiopia Insipien – tahap awal perkembangan presbiopia, dari anamnesa
didapati pasien memerlukan kaca mata untuk membaca dekat, tapi tidak
tampak kelainan bila dilakukan tes, dan pasien biasanya akan menolak
preskripsi kaca mata baca
2. Presbiopia Fungsional – Amplitud akomodasi yang semakin menurun dan
akan didapatkan kelainan ketika diperiksa
3. Presbiopia Absolut – Peningkatan derajat presbiopia dari presbiopia
fungsional, dimana proses akomodasi sudah tidak terjadi sama sekali
4. Presbiopia Prematur – Presbiopia yang terjadi dini sebelum usia 40 tahun dan
biasanya berhungan dengan lingkungan, nutrisi, penyakit, atau obat-obatan
5. Presbiopia Nokturnal – Kesulitan untuk membaca jarak dekat pada kondisi
gelap disebabkan oleh peningkatan diameter pupil
6. Gejala-gejala dan Tanda - tanda
1. Setelah membaca, mata menjadi merah, berair, dan sering terasa pedih. Bisa
juga disertai kelelahan mata dan sakit kepala jika membaca terlalu lama
2. Membaca dengan menjauhkan kertas yang dibaca karena tulisan tampak
kabur pada jarak baca yang biasa
3. Sukar mengerjakan pekerjaan dengan melihat dekat, terutama di malam hari
4. Memerlukan sinar yang lebih terang untuk membaca
5. Terganggu secara emosional dan fisik
6. Sulit membedakan warna
7. Diagnosis Presbiopia
1. Anamnesa gejala-gejala dan tanda-tanda presbiopia
2. Pemeriksaan Oftalmologi
a. Visus – Pemeriksaan dasar untuk mengevaluasi presbiopia dengan
menggunakan Snellen Chart
b. Refraksi – Periksa mata satu per satu, mulai dengan mata kanan. Pasien
diminta untuk memperhatikan kartu Jaeger dan menentukan kalimat
terkecil yang bisa dibaca pada kartu. Target koreksi pada huruf sebesar
20/30.
c. Motilitas okular, penglihatan binokular, dan akomodasi – termasuk
pemeriksaan duksi dan versi, tes tutup dan tes tutup-buka, tes Hirschberg,
amplitud dan fasilitas akomodasi, dan steoreopsis
d. Penilaian kesehatan okular dan skrining kesehatan umum – untuk
mendiagnosa penyakit-penyakit yang bisa menyebabkan presbiopia.
Pemeriksaan ini termasuk reflek cahaya pupil, tes konfrontasi,
penglihatan warna, tekanan intraokular, dan pemeriksaan menyeluruh
tentang kesehatan segmen anterior dan posterior dari mata dan
adnexanya. Biasanya pemeriksaan dengan ophthalmoskopi indirect
diperlukan untuk mengevaluasi segmen media dan posterior
8. Penatalaksanaan Presbiopia
1. Digunakan lensa positif untuk koreksi presbiopia. Tujuan koreksi adalah
untuk mengkompensasi ketidakmampuan mata untuk memfokuskan objek-
objek yang dekat
2. Kekuatan lensa mata yang berkurang ditambahan dengan lensa positif sesuai
usia dan hasil pemeriksaan subjektif sehingga pasien mampu membaca tulisan
pada kartu Jaeger 20/30
3. Karena jarak baca biasanya 33 cm, maka adisi sferis +3.00 D adalah lensa
positif terkuat yang dapat diberikan pada seseorang. Pada kekuatan ini, mata
tidak melakukan akomodasi bila membaca pada jarak 33 cm, karena benda
yang dibaca terletak pada titik api lensa +3.00 D sehingga sinar yang keluar
akan sejajar.
Pada pasien presbiopia kacamata atau adisi diperlukan untuk membaca dekat
yang berkekuatan tertentu, biasanya:
Usia (Tahun) Kekuatan Lensa Positif yang dibutuhkan40 +1.00 D45 +1.50 D50 +2.00 D55 +2.50 D60 +3.00 D
4. Selain kaca mata untuk kelainan presbiopia saja, ada beberapa jenis lensa lain
yang digunakan untuk mengkoreksi berbagai kelainan refraksi yang ada
bersamaan dengan presbiopia. Ini termasuk:
a. Bifokal – untuk mengkoreksi penglihatan jauh dan dekat. Bisa yang
mempunyai garis horizontal atau yang progresif
b. Trifokal – untuk mengkoreksi penglihatan dekat, sedang, dan jauh. Bisa
yang mempunyai garis horizontal atau yang progresif
c. Bifokal kontak - untuk mengkoreksi penglihatan jauh dan dekat. Bagian
bawah adalah untuk membaca. Sulit dipasang dan kurang memuaskan hasil
koreksinya
d. Monovision kontak – lensa kontak untuk melihat jauh di mata dominan,
dan lensa kontak untuk melihat dekat pada mata non-dominan. Mata yang
dominan umumnya adalah mata yang digunakan untuk fokus pada kamera
untuk mengambil foto
e. Monovision modified – lensa kontak bifokal pada mata non-dominan, dan
lensa kontak untuk melihat jauh pada mata dominan. Kedua mata
digunakan untuk melihat jauh dan satu mata digunakan untuk membaca.
5. Pembedahan refraktif seperti keratoplasti konduktif, LASIK, LASEK, dan
keratektomi fotorefraktif.
ASTIGMATISMA
1. Definisi
Astigmatisme adalah suatu kelainan refraksi dimana sinar sejajar dengan
garis pandang oleh mata tanpa akomodasi dibiaskan tidak pada satu titik tetapi lebih
dari satu titik.
2. Epidemiologi
Astigmatisme merupakan kelainan refraksi yang sering terjadi. 5% dari pasien
yang memakai kaca mata mempunyai kelainan astigmatisme. Sebanyak 3% dari
populasi mempunyai kelainan astigmatisme yang melebihi 3.00 D. Di Indonesia,
diperkirakan sebanyak 40 juta populasinya mempunyai kelainan astigmatisme. Tidak
ada perbedaan frekuensi terjadinya astigmatisme pada lelaki dan perempuan.
Prevalensi astigmatisme meningkat dengan usia.
3. Etiologi
a. Adanya kelainan kornea dimana permukaan luar kornea tidak teratur. Media
refrakta yang memiliki kesalahan pembiasan yang paling besar adalah
kornea, yaitu mencapai 80% s/d 90% dari astigmatismus, sedangkan media
lainnya adalah lensa kristalin. Kesalahan pembiasan pada kornea ini terjadi
karena perubahan lengkung kornea dengan tanpa pemendekan atau
pemanjangan diameter anterior posterior bolamata.Perubahan lengkung
permukaan kornea ini terjadi karena kelainankongenital, kecelakaan, luka
atau parut di kornea, peradangan kornea serta akibat pembedahan kornea.
b. Adanya kelainan pada lensa dimana terjadi kekeruhan pada lensa.
Semakin bertambah umur seseorang, maka kekuatan akomodasi lensa
kristalin jugasemakin berkurang dan lama kelamaan lensa kristalin akan
mengalami kekeruhan yang dapat menyebabkan astigmatismus.
c. Intoleransi lensa atau lensa kontak pada postkeratoplasty.
d. Trauma pada kornea.
e. Tumor.
f. Astigmatisme bisa terjadi dengan kombinasi kelainan refraksi yang lain,
termasuk:
1. Miopia. Ini terjadi bila kurvatura kornea terlalu melengkung atau jika
aksis mata lebih panjang dari normal. Bayangan terfokus di depan retina
dan menyebabkan objek dari jauh terlihat kabur.
2. Hiperopia. Ini terjadi jika kurvatura kornea terlalu sedikit atau aksis
mata lebih pendek dari normal. Bayangan terfokus di belakang retina dan
menyebabkan objek dekat terlihat kabur.
4. Klasifikasi
Berdasarkan posisi garis fokus dalam retina astigmatisme dibagi sebagai berikut:
1) Astigmatisme Reguler
Dimana didapatkan dua titik bias pada sumbu mata karena adanya dua
bidang yang saling tegak lurus pada bidang yang lain sehingga pada salah
satu bidang memiliki daya bias yang lebih kuat dari pada bidang yang lain.
Astigmatisme jenis ini, jika mendapat koreksi lensa cylindris yang tepat,
akan bisa menghasilkan tajam penglihatan normal. Tentunya jika tidak
disertaidengan adanya kelainan penglihatan yang lain.
Bila ditinjau dari letak daya bias terkuatnya, bentuk astigmatisme regular
inidibagi menjadi 2 golongan, yaitu:
a. Astigmatisme With the Rule
Bila pada bidang vertical mempunyai daya bias yang lebih kuat dari pada bidang
horizontal.
b. Astigmatisme Against the Rule
Bila pada bidang horizontal mempunyai daya bias yang lebih kuat dari pada bidang
vertikal.
2) Astigmatisme Irreguler, dimana titik bias didapatkan tidak teratur.
Berdasarkan letak titik vertical dan horizontal pada retina, astigmatisme
dibagi sebagai berikut:
1. Simple hyperopic astigmatism
Satu meridian prinsipal adalah emmetropik; yang satu lagi hiperopik.
2. Simple miopic astigmatism
Satu meridian prinsipal adalah emmetropik; yang satu lagi miopik.
3. Compound hyperopic astigmatism
Kedua meridian prinsipal hiperopik pada derajat yang berbeda.
4. Compound miopic astigmatism
Kedua meridian prinsipal miopik pada derajat yang berbeda.
5. Mixed astigmatism
Satu meridian prinsipal adalah hiperopik, yang satu lagi miopik .
Simple hypermetropic astigmatism
Simple myopic
astigmatism
Compound hypermetropic astigmatism
Compound myopic
astigmatism
Mixed astigmatism
Berdasarkan tingkat kekuatan Dioptri :
1. Astigmatismus Rendah
Astigmatismus yang ukuran powernya < 0,50 Dioptri. Biasanya
astigmatismusrendah tidak perlu menggunakan koreksi kacamata. Akan
tetapi jika timbulkeluhan pada penderita, maka koreksi kacamata sangat perlu
diberikan.
2. Astigmatismus Sedang.
Astigmatismus yang ukuran powernya berada pada 0,75 Dioptri s/d 2,75 Dioptri.Pada
astigmatismus ini pasien sangat mutlak diberikan kacamata koreksi.
3. Astigmatismus Tinggi
Astigmatismus yang ukuran powernya > 3,00 Dioptri. Astigmatismus ini
sangatmutlak diberikan kacamata koreksi.
5. Tanda dan Gejala
Pada umunya, seseorang yang menderita astigmatismus tinggi menyebabkan
gejala-gejala sebagai berikut :
- Memiringkan kepala atau disebut dengan ‘titling his head´, pada umunya
keluhan ini sering terjadi pada penderita astigmatismus oblique yang tinggi..
- Memutarkan kepala agar dapat melihat benda dengan jelas..
- Menyipitkan mata seperti halnya penderita myopia, hal ini dilakukan untuk
mendapatkan efek pinhole atau stenopaic slite. Penderita astigmatismus juga
menyipitkan mata pada saat bekerja dekat seperti membaca.
- Pada saat membaca, penderita astigmatismus ini memegang bacaan mendekati
mata, seperti pada penderita myopia. Hal ini dilakukan untuk memperbesar
bayangan, meskipun bayangan di retina tampak buram.
Sedang pada penderita astigmatismus rendah, biasa ditandai dengan gejala-gejala
sebagai berikut :
- Sakit kepala pada bagian frontal.
- Ada pengaburan sementara / sesaat pada penglihatan dekat,
biasanya penderita akan mengurangi pengaburan itu dengan menutup
ataumengucek-ucek mata.
6. Diagnosis
a. Anamnesa gejala-gejala dan tanda-tanda astigmatisme
b. Pemeriksaan Oftalmologi
1) Pemeriksaan pin hole.
Uji lubang kecil ini dilakukan untuk mengetahui apakah berkurangnya
tajam penglihatan diakibatkan oleh kelainan refraksi atau kelainan pada
media penglihatan, atau kelainan retina lainnya. Bila ketajaman penglihatan
bertambahsetelah dilakukan pin hole berarti pada pasien tersebut terdapat
kelainan refraksiyang belum dikoreksi baik. Bila ketajaman penglihatan
berkurang berarti pada pasien terdapat kekeruhan media penglihatan atau pun
retina yang menggangu penglihatan.
2) Uji refraksi.
- Subjektif
i. Optotipe dari Snellen & Trial lens
Metode yang digunakan adalah dengan Metoda trial and error.
Jarak pemeriksaan 6 meter/ 5 meter/ 20 kaki. Digunakan kartu Snellen yang
diletakkan setinggi mata penderita. Mata diperiksa satu persatu, dibiasakan
mata kanan terlebih dahulu. Ditentukan visus / tajam penglihatan masing-
masing mata. Bila visus tidak 6/6 dikoreksi dengan lensa sferis positif, bila
dengan lensa sferis positif tajam penglihatan membaik atau mencapai
5/5,6/6, atau 20/20 maka pasien dikatakan menderita hipermetropia, apabila
dengan pemberian lensa sferis positif menambah kabur penglihatan
kemudian diganti dengan lensa sferis negatif memberikan tajam penglihatan
5/5, 6/6, atau 20/20 maka pasien menderita miopia. Bilasetelah pemeriksaan
tersebut diatas tetap tidak tercapai tajam penglihatan maksimal mungkin
pasien mempunyai kelainan refraksi astigmat. Pada keadaan ini lakukan uji
pengaburan (fogging technique).
- Objektif
i. Autorefraktometer, yaitu menentukan myopia atau besarnya kelainan
refraksi dengan menggunakan komputer. Penderita duduk di depan
autorefractor,cahaya dihasilkan oleh alat dan respon mata terhadap cahaya
diukur. Alat ini mengukur berapa besar kelainan refraksi yang harus
dikoreksi dan pengukurannya hanya memerlukan waktu beberapa detik..
ii.Keratometri, adalah pemeriksaan mata yang bertujuan untuk mengukur
radius kelengkungan kornea. Keratometer dipakai klinis secara luas
dansangat berharga namun mempunyai keterbatasan.
3) Uji pengaburan
Setelah pasien dikoreksi untuk myopia yang ada, maka tajam penglihatannya
dikaburkan dengan lensa positif, sehingga tajam penglihatan berkurang 2
baris pada kartu Snellen, misalnya dengan menambah lensa spheris positif 3.
Pasien diminta melihat kisi-kisi juring astigmat, dan ditanyakan garis mana
yang paling jelas terlihat. Bila garis juring pada 90° yang jelas, maka tegak
lurus padanya ditentukan sumbu lensa silinder, atau lensa silinder
ditempatkan dengan sumbu 180°.Perlahan-lahan kekuatan lensa silinder
negatif ini dinaikkan sampai garis juring kisi-kisi astigmat vertikal sama
tegasnya atau kaburnya dengan juring horizontal atau semua juring sama
jelasnya bila dilihat dengan lensasilinder ditentukan yang ditambahkan.
Kemudian pasien diminta melihatkartu Snellen dan perlahan-lahan ditaruh
lensa negatif sampai pasien melihat jelas.
4) Keratoskop
Keratoskop atau Placido disk digunakan untuk pemeriksaan
astigmatisme.Pemeriksa memerhatikan imej ‘ring´ pada kornea pasien. Pada
astigmatisme regular, ‘ring´ tersebut berbentuk oval. Pada astigmatisme
irregular, imej tersebut tidak terbentuk sempurna.
5) Javal ophtalmometer
Boleh digunakan untuk mengukur kelengkungan sentral dari kornea,diaman
akan menentukan kekuatan refraktif dari kornea.
7. Terapi
1)Koreksi lensa astigmatismus
Dapat dikoreksi kelainannya dengan bantuan lensa silinder.Karena dengan
koreksi lensa cylinder penderita astigmatismus Akan dapatmembiaskan sinar
sejajar tepat diretina, sehingga penglihatan akan bertambah jelas.
2) Orthokeratology
Orthokeratology adalah cara pencocokan dari beberapa seri lensa kontak,
lebihdari satu minggu atau bulan, untuk membuat kornea menjadi datar
danmenurunkan myopia. Kekakuan lensa kontak yang digunakan sesuai
denganstandar. Pada astigmatismus irregular dimana terjadi pemantulan
dan pembiasan sinar yang tidak teratur pada dataran permukaan depan kornea
makadapat dikoreksi dengan memakai lensa kontak. Dengan memakai lensa
kontak maka permukaan depan kornea tertutup rata dan terisi oleh film air mata.
Kartu untuk tes astigmatisme
3) Bedah refraksi
Methode bedah refraksi yang digunakan terdiri dari:
a. Radial keratotomy (RK), dimana pola jari-jari yang melingkar dan lemah
diinsisi di parasentral.Bagian yang lemah dan curam pada permukaan kornea
dibuat rata. Jumlahhasil perubahan tergantung pada ukuran zona optik, angka
dan kedalamandari insisi.·
b. Photorefractive keratectomy (PRK), adalah prosedur dimana kekuatan kornea
ditekan dengan ablasi laser pada pusat kornea. Kornea yang keruh adalah
keadaan yang biasa terjadi setelah photorefractive keratectomy dan setelah
beberapa bulan akan kembali jernih.Pasien tanpa bantuan koreksi kadang-
kadang menyatakan penglihatannyalebih baik pada waktu sebelum operasi
DAFTAR PUSTAKA
American Academy of Ophtalmology. Basic & Clinical Science Course 2003-2004.
Section 3 – Optics, Refraction, and Contact Lenses.
Deborah, Pavan-Langston,Manual of Ocular Diagnosis and Therapy,
6thEdition:Refractive Surgery, Lippincott Williams and Wilkins, 5:73-100,2008.
Gerhard K. Lang, Ophthalmology A Short Textbook :Optics and RefractiveErrors,
Thieme, p. 127-136, 2000.
http://ml.scribd.com/doc/82362546/Refraksi-makalahdiakses 21 Februari 2012
http://www.merdeka.com/pernik/miliaran-orang-terancam-presbyopia-rjp3djc.html
diakses 9 Desember 2008
Ilyas S, Mailangkay H, Taim H, Saman R dan Simarmata M, 2003. IlmuPenyakit
Mata Untuk Dokter Umum dan mahasiswa KedokteranEdisi Ke-2.Jakarta.
Ilyas, Sidarta, 2009, Ikhtisar Ilmu Penyakit Mata, balai Penerbit FKUI, Jakarta, hal.
327
Ilyas, Sidarta, 2010, Ilmu Penyakit Mata, balai Penerbit FKUI, Jakarta, hal. 74
James B, Chew C and Bron A, Lecture Notes on Ophtalmology. New
York:Blackwell Publishing, 2003; 20-26.
Olver J and Cassidy L, Basic Optics and Refraction. In Olver J and Cassidy
L,Ophtalmology at a Glance. New York: Blackwell Science, 2005; 22-23.
Riordan-Eva P, White OW. Optik & Refraksi. In: Vaughan DG, Asbury
T, Riordan-Eva P.Oftalmologi Umum. 14 th ed. Alih Bahasa: Pendit BU.
Jakarta: Widya Medika, 2000.
Vaughan DG, Asbury T, 2010, Oftalmologi Umum, Penerbit Buku Kedokteran EGC,
Jakarta, hal. 392
Whitcher JP andEva PR, Low Vision. In Whitcher JP andEva PR,Vaughan &
Asburys General Ophtalmology. New York: Mc Graw Hill,2007.