refraksi

57
LAPORAN KASUS KELOMPOK “KELAINAN REFRAKSI” Oleh: Chandra Ilyas Nampira Erka Wahyu Kinanda Caesar Ensng Timuuda Dina Harisa Pembimbing: dr. Kartini, Sp.M

Upload: iisisiis

Post on 17-Feb-2016

223 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

refraksi

TRANSCRIPT

Page 1: Refraksi

LAPORAN KASUS KELOMPOK

“KELAINAN REFRAKSI”

Oleh:

Chandra Ilyas Nampira

Erka Wahyu Kinanda

Caesar Ensng Timuuda

Dina Harisa

Pembimbing:

dr. Kartini, Sp.M

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

RUMAH SAKIT MUHAMMADIYAH LAMONGAN

2012

Page 2: Refraksi

ANISOMETROPIA

1.Definisi

Anisometropia adalah suatu keadaan dimana mata mempunyai kelainan

refraksi yang tidak sama pada mata kanan dan mata kiri. Dapat saja satu mata myopia

sedang mata yang lainnya hypermetropia. Perbedaan kelainan ini paling sedikit 1.0

Dioptri.

Jika terdapat anisometropia 2.5-3.0 Dioptri maka akan dirasakan terjadi

perbedaan besar bayangan 5%, yang mengakibatkan akan terganggunya fusi. Pada

keadaan ini dapat terjadi supresi penglihatan pada satu mata.

Fusi merupakan proses mental yang menggabungkan bayangan yang dibuat

oleh 2 mata untuk membentuk lapangan dimensi penglihatan binokuler. Pada

kelainan refraksi atau satu mata lemah maka penglihatan binokuler menjadi

lemah. Akibat dari keadaan ini otak akan mencari yang m u d a h

s e h i n g g a m e m a k a i k a c a m a t a y a n g t i d a k m e m b e r i k a n k e s u k a r a n

u n t u k m e l i h a t . S e b a b anisometropia adalah kelainan konginetal atau akibat

trauma bedah yang menimbulkan jaringan parut sehingga timbul astigmatisme.

Anisometropia akan mengakibatkan perbedaan tajam penglihatan

aniseikonia dan aniseiforia.

Anisometropia pada hypermetropia lebih buruk dibanding pada

myopia. Pada anak ia kan melihatterutama dengan mata yang jelas dan

Page 3: Refraksi

membiarkan penglihatan yang kabur atau lemah tidak melihat  biasanya

yang lebih hypermetropia sehingga mata tersebut menjadi ambliopia.

Pada anisometropia :

- Kurang dari 1.5 D masih terdapat fusi dan penglihatan stereoskopik.

- Antara 1.5 - 3.0 D, jika terjadi kelelahan maka mata yang tidak

dominan akan mengalami supresi.

- Dengan anisometropia sumbu, dapat dikoreksi dengan kacamata. Apalagi

dengan mengingat hukum Knapp.

3.Klasifikasi

Anisometropia terbagi menjadi 3 tingkat yaitu:

a. Anisometropia kecil, beda refraksi lebih kecil dari 1,5D.

b. Anisometropia sedang, beda refraksi antara 1,5-2,5 D.

c. Anisometropia besar, beda refraksi lebih besar dari 2,5D.

2.Gejala dan Tanda

- Sakit kepala

- Astenopia ( keadaan lelah, panas pada mata, berair, mata sakit, rasa tertekan)

- Silau atau fotofobia

- Sukar membaca

- Gelisah

- Vertigo

- Pusing

- Lesu

Page 4: Refraksi

- Gangguan melihat ruang (dimensi).

3.Terapi

Pengobatan terutama ditujukan pada pencegahan timbulnya ambliopia,

aniseikonia dengan memakailensa kontak dan jika terjadi phoria dipakailah lensa

prisma. Pengobatan anisometropia pada anak-anak dilakukan dengan pemberian lensa

koreksi pada kacamata ukuran penuh, kemudian dilakukan latihanortopik dan jika

perlu dilakukan bebat mata.

Miopia

1. Definisi

Miopia adalah anomali refraksi pada mata dimana bayangan difokuskan di depan

retina, ketika mata tidak dalam kondisi berakomodasi. Ini juga dapat dijelaskan pada

kondisi refraktif dimana cahaya yang sejajar dari suatu objek yang masuk pada mata

akan jatuh di depan retina, tanpa akomodasi. Miopia berasal dari bahasa Yunani

“muopia” yang memiliki arti menutup mata. Miopia merupakan manifestasi kabur

bila melihat jauh, istilah populernya adalah “nearsightedness” (American Optometric

Association, 2006).

Miopia adalah keadaan pada mata dimana cahaya atau benda yang jauh letaknya

jatuh atau difokuskan didepan retina. Supaya objek atau benda jauh tersebut dapat

terlihat jelas atau jatuh tepat di retina diperlukan kaca mata minus (Rini, 2004).

Page 5: Refraksi

Miopia atau sering disebut sebagai rabun jauh merupakan jenis kerusakan mata

yang disebabkan pertumbuhan bola mata yang terlalu panjang atau kelengkungan

kornea yang terlalu cekung (Sidarta, 2007).

Miopia adalah suatu keadaan mata yang mempunyai kekuatan pembiasan sinar

yang berlebihan sehingga sinar sejajar yang datang dibiaskan di depan retina (bintik

kuning). Pada miopia, titik fokus sistem optik media penglihatan terletak di depan

makula lutea. Hal ini dapat disebabkan sistem optik (pembiasan) terlalu kuat, miopia

refraktif atau bola mata terlalu panjang (Sidarta, 2003).

Miopia adalah suatu bentuk kelainan refraksi dimana sinar-sinar sejajar yang

datang dari jarak tidak terhingga oleh mata dalam keadaan tidak berakomodasi

dibiaskan pada satu titik di depan retina (Sativa, 2003).

2. Klasifikasi

Secara klinis dan berdasarkan kelainan patologi yang terjadi pada mata, miopia

dapat dibagi kepada dua yaitu :

1. Miopia Simpleks : Terjadinya kelainan fundus ringan. Kelainan fundus yang

ringan ini berupa kresen miopia yang ringan dan berkembang sangat lambat.

Biasanya tidak terjadi kelainan organik dan dengan koreksi yang sesuai bisa

Page 6: Refraksi

mencapai tajam penglihatan yang normal. Berat kelainan refraksi yang terjadi

biasanya kurang dari -6D. Keadaan ini disebut juga dengan miopia fisiologi.

2. Miopia Patologis : Disebut juga sebagai miopia degeneratif, miopia maligna atau

miopia progresif. Keadaan ini dapat ditemukan pada semua umur dan terjadi sejak

lahir. Tanda-tanda miopia maligna adalah adanya progresifitas kelainan fundus

yang khas pada pemeriksaan oftalmoskopik. Pada anak-anak diagnosis ini sudah

dapat dibuat jika terdapat peningkatan tingkat keparahan miopia dengan waktu

yang relatif pendek. Kelainan refrasi yang terdapat pada miopia patologik

biasanya melebihi -6 D (Sidarta, 2007).

Menurut American Optometric Association (2006), miopia secara klinis dapat

terbagi lima yaitu:

1. Miopia Simpleks : Miopia yang disebabkan oleh dimensi bola mata yang terlalu

panjang atau indeks bias kornea maupun lensa kristalina yang terlalu tinggi.

2. Miopia Nokturnal : Miopia yang hanya terjadi pada saat kondisi di sekeliling

kurang cahaya. Sebenarnya, fokus titik jauh mata seseorang bervariasi terhadap

tahap pencahayaan yang ada. Miopia ini dipercaya penyebabnya adalah pupil yang

membuka terlalu lebar untuk memasukkan lebih banyak cahaya, sehingga

menimbulkan aberasi dan menambah kondisi miopia.

3. Pseudomiopia : Diakibatkan oleh rangsangan yang berlebihan terhadap mekanisme

akomodasi sehingga terjadi kekejangan pada otot – otot siliar yang memegang

lensa kristalina. Di Indonesia, disebut dengan miopia palsu, karena memang sifat

miopia ini hanya sementara sampai kekejangan akomodasinya dapat

Page 7: Refraksi

direlaksasikan. Untuk kasus ini, tidak boleh buru – buru memberikan lensa

koreksi.

4. Miopia Degeneretif : Disebut juga sebagai miopia degeneratif, miopia maligna atau

miopia progresif. Biasanya merupakan miopia derajat tinggi dan tajam

penglihatannya juga di bawah normal meskipun telah mendapat koreksi. Miopia

jenis ini bertambah buruk dari waktu ke waktu.

5. Miopia Induksi : Miopia yang diakibatkan oleh pemakaian obat – obatan, naik

turunnya kadar gula darah, terjadinya sklerosis pada nukleus lensa dan sebagainya.

Klasifikasi miopia berdasarkan ukuran dioptri lensa yang dibutuhkan untuk

mengkoreksikannya (Sidarta, 2007):

1. Ringan : lensa koreksinya 0,25 s/d 3,00 Dioptri

2. Sedang : lensa koreksinya 3,25 s/d 6,00 Dioptri.

3. Berat :lensa koreksinya > 6,00 Dioptri.

Klasifikasi miopia berdasarkan umur adalah (Sidarta, 2007):

1. Kongenital : sejak lahir dan menetap pada masa anak-anak.

2. Miopia onset anak-anak : di bawah umur 20 tahun.

3. Miopia onset awal dewasa : di antara umur 20 sampai 40 tahun.

4. Miopia onset dewasa : di atas umur 40 tahun (> 40 tahun).

3. Patogenesis

Miopia dapat terjadi karena ukuran sumbu bola mata yang relatif panjang dan

disebut sebagai miopia aksial. Dapat juga karena indeks bias media refraktif yang

tinggi atau akibat indeks refraksi kornea dan lensa yang terlalu kuat. Dalam hal ini

disebut sebagai miopia refraktif (Curtin, 2002).

Page 8: Refraksi

Miopia degeneratif atau miopia maligna biasanya apabila miopia lebih dari - 6

dioptri(D) disertai kelainan pada fundus okuli dan pada panjangnya bola mata sampai

terbentuk stafiloma postikum yang terletak pada bagian temporal papil disertai

dengan atrofi korioretina. Atrofi retina terjadi kemudian setelah terjadinya atrofi

sklera dan kadang-kadang terjadi ruptur membran Bruch yang dapat menimbulkan

rangsangan untuk terjadinya neovaskularisasi subretina. Pada miopia dapat terjadi

bercak Fuch berupa hiperplasi pigmen epitel dan perdarahan, atropi lapis sensoris

retina luar dan dewasa akan terjadi degenerasi papil saraf optik (Sidarta, 2007).

Terjadinya perpanjangan sumbu yang berlebihan pada miopia patologi masih belum

diketahui. Sama halnya terhadap hubungan antara elongasia dan komplikasi penyakit

ini, seperti degenerasi chorioretina, ablasio retina dan glaukoma. Columbre

melakukan penelitian tentang penilaian perkembangan mata anak ayam yang di

dalam pertumbuhan normalnya, tekanan intraokular meluas ke rongga mata dimana

sklera berfungsi sebagai penahannya. Jika kekuatan yang berlawanan ini merupakan

penentu pertumbuhan okular postnatal pada mata manusia, dan tidak ada bukti yang

menentangnya maka dapat pula disimpulkan dua mekanisme patogenesis terhadap

elongasi berlebihan pada miopia.

Abnormalitas mesodermal sklera secara kualitas maupun kuantitas dapat

mengakibatkan elongasi sumbu mata. Percobaan Columbre dapat membuktikan hal

ini, dimana pembuangan sebagian masenkim sklera dari perkembangan ayam

menyebabkan ektasia daerah ini, karena perubahan tekanan dinding okular. Dalam

keadaan normal sklera posterior merupakan jaringan terakhir yang berkembang.

Page 9: Refraksi

Keterlambatan pertumbuhan strategis ini menyebabkan kongenital ektasia pada area

ini.

Sklera normal terdiri dari pita luas padat dari kumpulan serat kolagen, hal ini

terintegrasi baik, terjalin bebas, ukuran bervariasi tergantung pada lokasinya.

Kumpulan serat terkecil terlihat menuju sklera bagian dalam dan pada zona ora

ekuatorial. Bidang sklera anterior merupakan area potong lintang yang kurang dapat

diperluas perunitnya dari pada bidang lain. Pada test bidang ini ditekan sampai 7,5

g/mm2.

Tekanan intraokular equivalen 100 mmHg, pada batas terendah dari stress

ekstensi pada sklera posterior ditemukan empat kali daripada bidang anterior dan

equator. Pada batas lebih tinggi sklera posterior kira-kira dua kali lebih

diperluas.Perbedaan tekanan diantara bidang sklera normal tampak berhubungan

dengan hilangnya luasnya serat sudut jala yang terlihat pada sklera posterior. Struktur

serat kolagen abnormal terlihat pada kulit pasien dengan Ehlers-Danlos yang

merupakan penyakit kalogen sistematik yang berhubungan dengan miopia.

Vogt awalnya memperluas konsep bahwa miopia adalah hasil ketidakharmonian

pertumbuhan jaringan mata dimana pertumbuhan retina yang berlebihan dengan

bersamaan ketinggian perkembangan baik koroid maupun sklera menghasilkan

peregangan pasif jaringan. Meski alasan Vogt pada umumnya tidak dapat diterima,

telah diteliti ulang dalam hubungannya dengan miopia bahwa pertumbuhan koroid

dan pembentukan sklera dibawah pengaruh epitel pigmen retina. Pandangan baru ini

menyatakan bahwa epitel pigmen abnormal menginduksi pembentukan koroid dan

sklera subnormal. Hal ini yang mungkin menimbulkan defek ektodermal–

Page 10: Refraksi

mesodermal umum pada segmen posterior terutama zona oraekuatorial atau satu yang

terlokalisir pada daerah tertentu dari posterior mata, dimana dapat dilihat pada miopia

patologis (tipe stafiloma posterior). Meningkatnya suatu kekuatan yang luas terhadap

tekanan intraokular basal. Contoh klasik miopia skunder terhadap peningkatan

tekanan basal terlihat pada glaukoma juvenil dimana bahwa peningkatan tekanan

berperan besar pada peningkatan pemanjangan sumbu bola mata (Sativa, 2003).

Secara anatomidan fisiologi, sklera memberikan berbagai respons terhadap induksi

deformasi. Secara konstan sklera mengalami perubahan pada stres. Kedipan kelopak

mata yang sederhana dapat meningkatkan tekanan intraokular 10 mmHg, sama juga

seperti konvergensi kuat dan pandangan ke lateral. Pada valsava manuver dapat

meningkatkan tekanan intraokular 60 mmHg. Juga pada penutupan paksa kelopak

mata meningkat sampai 70-110 mmHg. Gosokan paksa pada mata merupakan

kebiasaan jelek yang sangat sering diantara mata miopia, sehingga dapat

meningkatkan tekanan intraokular (Sativa, 2003). Untuk melihat sesuatu objek

dengan jelas, mata perlu berakomodasi. Akomodasi berlaku apabila kita melihat

objek dalam jarak jauh atau terlalu dekat. Menurut Dr. Hemlholtz, otot siliari mata

melakukan akomodasi mata. Teori Helmholtz mengatakan akomodasi adalah akibat

daripada ekspansi dan kontraksi lensa, hasil daripada kontraksi otot siliari. Teori

Helmholtz merupakan teori yang sekarang sering digunakan oleh dokter.

Menurut Dr. Bates, dua otot oblik mata yang melakukan akomodasi mata dengan

mengkompresi bola mata di tengah hingga memanjangkan mata secara melintang. Dr.

Bates telah melakukan eksperimen pada kelinci, Dr. Bates memotong dua otot oblik

dan mendapati mata kelinci tersebut tidak bisa berakomodasi. Dr. Bates juga

Page 11: Refraksi

menginjeksi obat paralisis pada otot oblik kelinci, mata tidak dapat berakomodasi.

Apabila obat disingkirkan daripada otot oblik, mata kelinci dapat berakomodasi

kembali. Akibat daripada kelelahan mata menyebabkan kelelahan pada otot

mata.Otot mata berhubungan dengan bola mata hingga menyebabkan bentuk mata

menjadi tidak normal.Kejadian ini adalah akibat akomodasi yang tidak efektif hasil

dari otot mata yang lemah dan tidak stabil. Pada mata miopia, bola mata terfiksasi

pada posisi memanjang menyulitkan untuk melihat objek jauh (Dave, 2005).

4. Diagnosis Miopia

Pasien dengan miopia akan menyatakan melihat jelas bila dekat malahan melihat

terlalu dekat, sedangkan melihat jauh kabur atau disebut pasien adalah rabun jauh.

Pasien dengan miopia akan memberikan keluhan sakit kepala, sering disertai dengan

juling dan celah kelopak yang sempit. Seseorang miopia mempunyai kebiasaan

memicingkan matanya untuk mencegah aberasi sferis atau untuk mendapatkan efek

lubang kecil. Pasien miopia mempunyai pungtum remotum yang dekat sehingga mata

selalu dalam atau berkedudukan konvergensi yang akan menimbulkan keluhan

astenopia konvergensi. Bila kedudukan mata ini menetap, maka penderita akan

terlihat juling ke dalam atau esoptropia. Pada pemeriksaan funduskopi terdapat

miopik kresen yaitu gambaran bulan sabit yang terlihat pada polus posterior fundus

mata miopia, yang terdapat pada daerah papil saraf optik akibat tidak tertutupnya

sklera oleh koroid. Pada mata dengan miopia tinggi akan terdapat pula kelainan pada

fundus okuli seperti degenerasi makula dan degenerasi retina bagian perifer ( Sidarta,

2007).

Page 12: Refraksi

Pengujian atau test yang dapat dilakukan dengan pemeriksaan mata secara umum

atau standar pemeriksaan mata, (Sidarta, 2003) terdiri dari :

1. Uji ketajaman penglihatan pada kedua mata dari jarak jauh (Snellen) dan jarak

dekat (Jaeger).

2. Uji pembiasan, untuk menentukan benarnya resep dokter dalam pemakaian kaca

mata.

3. Uji penglihatan terhadap warna, uji ini untuk membuktikan kemungkinan ada atau

tidaknya kebutaan.

4. Uji gerakan otot-otot mata.

5. Pemeriksaan celah dan bentuk tepat di retina.

6. Mengukur tekanan cairan di dalam mata.

7. Pemeriksaan retina.

5. Penatalaksanaan Miopia pada Anak-anak

1. Dengan memberikan koreksi lensa

Koreksi miopia dengan menggunakan lensa konkaf atau lensa negatif, perlu

diingat bahwa cahaya yang melalui lensa konkaf akan disebarkan. Karena itu, bila

permukaan refraksi mata mempunyai daya bias terlalu besar, seperti pada miopia,

kelebihan daya bias ini dapat dinetralisasi dengan meletakkan lensa sferis konkaf di

depan mata. Besarnya kekuatan lensa yang digunakan untuk mengkoreksi mata

myopia ditentukan dengan cara trial and error, yaitu dengan mula-mula meletakkan

sebuah lensa kuat dan kemudian diganti dengan lensa yang lebih kuat atau lebih

lemah sampai memberikan tajam penglihatan yang terbaik (Guyton, 2006). Pasien

miopia yang dikoreksi dengan kacamata sferis negatif terkecil yang memberikan

Page 13: Refraksi

ketajaman penglihatan maksimal. Sebagai contoh bila pasien dikoreksi dengan -3.00

dioptri memberikan tajam penglihatan 6/6, demikian juga bila diberi sferis -3.25

dioptri, maka sebaiknya diberikan koreksi -3.00 dioptri agar untuk memberikan

istirahat mata dengan baik setelah dikoreksi (Sidarta, 2007).

6. Komplikasi

Komplikasi Miopia adalah :

a. Ablasio retina

Resiko untuk terjadinya ablasio retina pada 0 sampai (- 4,75) D sekitar

1/6662.Sedangkan pada (- 5) sampai (-9,75) D risiko meningkat menjadi

1/1335.Lebih dari (-10) D risiko ini menjadi 1/148. Dengan kata lain penambahan

faktor risiko pada miopia lebih rendah tiga kali sedangkan miopia tinggi meningkat

menjadi 300 kali (Sidarta, 2003).

b. Vitreal Liquefaction dan Detachment

Badan vitreus yang berada di antara lensa dan retina mengandung 98% air dan

2% serat kolagen yang seiring pertumbuhan usia akan mencair secara perlahan-lahan,

namun proses ini akan meningkat pada penderita miopia tinggi. Hal ini berhubungan

dengan hilangnya struktur normal kolagen. Pada tahap awal, penderita akan melihat

bayangan-bayangan kecil (floaters). Pada keadaan lanjut, dapat terjadi kolaps badan

viterus sehingga kehilangan kontak dengan retina. Keadaan ini nantinya akan

menimbulkan risiko untuk terlepasnya retina dan menyebabkan kerusakan retina.

Vitreus detachment pada miopia tinggi terjadi karena luasnya volume yang harus diisi

akibat memanjangnya bola mata (Sidarta, 2003).

c. Miopik makulopati

Page 14: Refraksi

Dapat terjadi penipisan koroid dan retina serta hilangnya pembuluh darah kapiler

pada mata yang berakibat atrofi sel-sel retina sehingga lapangan pandang berkurang.

Dapat juga terjadi perdarahan retina dan koroid yang bisa menyebabkan

berkurangnya lapangan pandang. Miopi vaskular koroid atau degenerasi makular

miopia juga merupakan konsekuensi dari degenerasi macular normal dan ini

disebabkan oleh pembuluh darah yang abnormal yang tumbuh di bawah sentral retina

(Sidarta, 2003).

d. Glaukoma

Risiko terjadinya glaukoma pada mata normal adalah 1,2%, pada miopia sedang

4,2%, dan pada miopia tinggi 4,4%. Glaukoma pada miopia terjadi dikarenakan stres

akomodasi dan konvergensi serta kelainan struktur jaringan ikat penyambung pada

trabekula (Sidarta, 2003).

e. Katarak

Lensa pada miopia kehilangan transparansi. Dilaporkan bahwa pada orang

dengan miopia, onset katarak muncul lebih cepat (Sidarta, 2003).

7. Pencegahan Miopia pada Anak-anak

Sejauh ini, hal yang dilakukan adalah mencegah dari kelainan mata sejak dari

anak dan menjaga jangan sampai kelainan mata menjadi parah. Biasanya dokter akan

melakukan beberapa tindakan seperti pengobatan laser, obat tetes tertentu untuk

membantu penglihatan, operasi, penggunaan lensa kontak dan penggunaan kacamata.

Tindakan pencegahan yang lain adalah dengan cara (Rini, 2004) :

1. Jarak baca 40 – 45 cm.

Page 15: Refraksi

2. Aktifitas pemakaian mata jarak dekat dan jauh bergantian. Misalnya setelah

membaca atau melihat gambar atau menggunakan komputer 45 menit, berhenti

dahulu untuk 15 – 20 menit, beristirahat sambil melakukan aktifitas lain.

3. Gizi yang berimbang bila diperlukan sesuai aktifitas.

4. Melihat atau merasakan adanya posisi kepala miring atautorticollis terutama pada

aktifitas lihat televisi atau komputer tepat waktu pemberian kaca mata.

5. Mengatur program harian anak (sekolah,ekstra kurikuler). Seharusnya diharuskan

aktifitas luar misalnya kegiatan olah raga, musik dan lain-lain.

HIPERMETROPIA

1. Definisi

Hipermetropia juga dikenal dengan istilah hiperopia atau rabun dekat.

Hipermetropia adalah kekuatan gangguan kekuatan pembiasan mata dimana sinar

sejajar jauh tidak cukup untuk dibiaskan sehingga titik fokusnya berada dibelakang

retina. Pada hipermetropia sinar sejajar difokuskan dibelakang makula lutea.

Hipermetropia merupakan anomali perkembangan dan secara praktis semua

mata adalah hipermetropia pada saat lahir. 80% hingga 90% mata didapati

hipermetropia pada 5 tahun pertama kehidupan. Pada usia 16 tahun, sekitar 48% mata

didapati tetap hipermetropik. Pada masa remaja, derajat hipermetropia akan

berkurang karena panjang axial mata bertambah sehingga periode pertumbuhan

berhenti. Pada masa itu, hipermetropia yang menetap akan menjadi relatif konstan

sehingga munculnya presbiopia.

2. Etiologi

Page 16: Refraksi

Hipermetropia dapat disebabkan oleh:

1. Hipermetropia aksial, kelainan refraksi akibat bola mata pendek atau sumbu

anteroposterior pendek.

2. Hipermetropia kurvatur, kelengkungan kornea atau lensa berkurang.

3. Hipermetropia refraktif, indeks bias yang berkurang pada sistem optik mata.

Sehingga mengakibatkan bayangan benda jatuh dibelakang retina.

3. Klasifikasi

Klasifikasi hipermetropia berdasarkan gejala klinis, derajat beratnya

hipermetropia, dan status akomodasi mata.

Hipermetropi berdasarkan gejala klinis terdiri dari:

1. Hipermetropia simpleks yang disebabkan oleh variasi biologi normal,

etiologinya bisa axial atau refraktif

2. Hipermetropia patologik disebabkan oleh anatomi okular yang abnormal

karena maldevelopment, penyakit okular, atau trauma

3. Hipermetropia fungsional disebabkan oleh paralisis dari proses akomodasi

Hipermetropi berdasarkan derajat berat ringannya dibagi menjadi tiga yaitu:

1. Hipermetropia ringan, kesalahan refraksi kurang dari atau sama dengan +2.00

dioptri.

2. Hipermetropia sedang, kesalahan refraksi antara +2.25 dioptri sampai dengan

+5.00 dioptri.

3. Hipermetropia berat, kesalahan refraksi lebih dari atau sama dengan +5.25

dioptri

Hipermetropi berdasarkan status akomodasi mata, yaitu:

Page 17: Refraksi

1. Hipermetropia Laten

Sebagian dari keseluruhan dari kelainan refraksi mata hipermetropia yang

dikoreksi secara lengkap oleh proses akomodasi mata. Hiperopria laten hanya

bisa dideteksi dengan menggunakan sikloplegia. Lebih muda seseorang yang

hipermetropia, lebih laten hiperopia yang dimilikinya

2. Hipermetropia Manifes

Hipermetropia yang dideteksi lewat pemeriksaan refraksi rutin tanpa

menggunakan sikloplegia. Bisa diukur derajatnya berdasarkan jumlah dioptri

lensa positif yang digunakan dalam pemeriksaan subjektif

3. Hipermetropia Fakultatif

Hipermetropia yang bisa diukur dan dikoreksi dengan menggunakan lensa

positif, tapi bisa juga dikoreksi oleh proses akomodasi pasien tanpa

menggunakan lensa. Semua hipermetropia laten adalah hipermetropia

fakultatif. Akan tetapi, pasien dengan hipermetropia laten akan menolak

pemakaian lensa positif karena akan mengaburkan penglihatannya. Pasien

dengan hipermetropia fakultatif bisa melihat dengan jelas tanpa lensa positif

tapi juga bisa melihat dengan jelas dengan menggunakan lensa positif

4. Hipermetropia Absolut

tidak bisa dikoreksi dengan proses akomodasi, penglihatan subnormal,

penglihatan jarak jauh juga bisa menjadi kabur terutama pada usia lanjut

5. Hipermetropia Total bisa dideteksi setelah proses akomodasi diparalisis

dengan agen sikloplegia.

Page 18: Refraksi

4. Manifestasi Klinis

Gejala yang ditemukan pada hipermetropia adalah penglihatan dekat dan jauh

kabur, sakit kepala, silau, dan kadang rasa juling atau melihat ganda. Pasien dengan

hipermetropia akan mengeluh mata lelah dan sakit karena harus terus menerus

berakomodasi untuk melihat dan memfokuskan bayangan yang terletak dibelakang

makula agar terletak dibelakang makula lutea. Keadaan ini disebut astenopia

akomodatif. Akibat terus menerus berakomodasi, maka bola mata akan bersama-sama

melakukan konvergensi dan mata akan sering terlihat mempunyai kedudukan

esotropia atau juling ke dalam.

Mata dengan hipermetropia sering akan memperlihatkan ambliopia akibat

mata tanpa akomodasi tidak pernah melihat objek dengan baik dan jelas. Bila terdapat

perbedaan kekuatan hipermetropia antara kedua mata, maka akan menjadi ambliopia

pada salah satu mata. Mata ambliopia sering menggulir pada temporal.

5. Diagnosis

1. Anamnesa gejala-gejala dan tanda-tanda hipermetropia

2. Pemeriksaan Oftalmologi

Page 19: Refraksi

a. Visus – tergantung usia dan proses akomodasi dengan menggunakan

kartu Snellen ( Snellen Chart )

b. Refraksi – retinoskopi merupakan alat yang paling banyak digunakan

untuk pengukuran objektif hipermetropia. Prosedurnya termasuk statik

retinoskopi, refraksi subjektif, dan autorefraksi

c. Motilitas okular, penglihatan binokular, dan akomodasi – termasuk

pemeriksaan duksi dan versi, tes tutup dan tes tutup-buka, tes Hirschberg,

amplitud dan fasilitas akomodasi, dan steoreopsis

d. Penilaian kesehatan okular dan skrining kesehatan umum – untuk

mendiagnosa penyakit-penyakit yang bisa menyebabkan hipermetropia.

Pemeriksaan ini termasuk reflek cahaya pupil, tes konfrontasi,

penglihatan warna, tekanan intraokular, dan pemeriksaan menyeluruh

tentang kesehatan segmen anterior dan posterior dari mata dan

adnexanya. Biasanya pemeriksaan dengan ophthalmoskopi indirect

diperlukan untuk mengevaluasi segmen media dan posterior

6. Terapi

Sejak usia 5 atau 6 tahun, koreksi tidak dilakukan terutama tidak munculnya

gejala-gejala dan penglihatan normal pada setiap mata. Dari usia 6 atau 7 tahun

hingga remaja dan berlanjut hingga waktu presbiopia, hipermetropia dikoreksi

dengan lensa positif yang terkuat. Bisa memakai kaca mata atau lensa kontak.

Pada pemakaian lensa kontak harus melalui standar medis dan pemeriksaan

secara medis. Karena resiko pemakaian lensa kontak cukup tinggi. Orthokeratology

adalah cara pencocokan dari beberapa seri lensa kontak, lebih dari satu minggu atau

Page 20: Refraksi

bulan, untuk membuat kornea menjadi datar. Kekakuan lensa kontak yang digunakan

sesuai dengan standar. Pembedahan refraktif juga bisa dilakukan untuk membaiki

hipermetropia dengan membentuk semula kurvatura kornea. Metode pembedahan

refraktif termasuk Laser-assisted in-situ keratomileusis (LASIK) sama tujuannya

dengan operasi yang lainnya yaitu mengurangi kelengkungan daripada kornea hanya

saja berbeda dalam tehnis, yaitu lebih sempurna dengan menggunakan tehnis laser

secara mutlak. Laser-assisted subepithelial keratectomy (LASEK), Photorefractive

keratectomy (PRK) upaya untuk mengurangi kelengkungan kornea dengan cara

memotong permukaan depan kornea. Hal ini dilakukan dengan menggunakan alat

yang disebut Excimer Laser.

7. Komplikasi

Komplikasi dari pasien dengan hipermetropi adalah estropia dan glaukoma.

Estropia atau juling ke dalam terjadi akibat pasien selamanya melakukan akomodasi.

Glaukoma sekunder terjadi akibat hipertrofi otot siliar pada corpus siliaris yang akan

mempersempit sudut bilik mata.

PRESBIOPIA

1. Definisi

Presbiopia adalah berkurangnya daya akomodasi yang terjadi bersamaan

dengan proses penuaan pada semua orang. Biasanya terjadi diatas usia 40 tahun

ketika seseorang mengalami kesulitan dengan penglihatan dekat atau rabun tua, dan

setelah umur itu, umumnya seseorang akan membutuhkan kaca mata baca untuk

mengkoreksi presbiopianya.

Page 21: Refraksi

2. Epidemiologi

Prevalensi presbiopia lebih tinggi pada populasi dengan usia harapan hidup

yang tinggi. Karena presbiopia berhubungan dengan usia, prevalensinya berhubungan

lansung dengan orang-orang lanjut usia dalam populasinya.

Walaupun sulit untuk melakukan perkiraan insiden presbiopia karena

onsetnya yang lambat, tetapi bisa dilihat bahwa insiden tertinggi presbiopia terjadi

pada usia 42 hingga 44 tahun. Studi di Amerika pada tahun 1955 menunjukkan 106

juta orang di Amerika mempunyai kelainan presbiopia. Para peneliti di University of

New South Wales di Australia meramalkanbahwaprevalensi "presbyopia" di seluruh

dunia akan naik jadi 1,4 miliar orang paling lambat 2020 dan 1,8 miliar orang pada

2050.

Faktor resiko utama bagi presbiopia adalah usia, walaupun kondisi lain seperti

trauma, penyakit sistemik, penyakit kardiovaskular, dan efek samping obat juga bisa

menyebabkan presbiopia dini.

3. Etiologi

1. Hilangya elastisitas lensa atau lensa mata tidak kenyal atau berkurang

elastisitasnya akibat sklerosis lensa

2. Menurunnya kekuatan otot badan siliar atau kelemahan otot akomodasi

4. Patofisiologi

Pada mekanisme akomodasi yang normal terjadi peningkatan daya refraksi

mata karena adanya perubahan keseimbangan antara elastisitas matriks lensa dan

kapsul sehingga lensa menjadi cembung. Dengan meningkatnya umur maka lensa

Page 22: Refraksi

menjadi lebih keras (sklerosis) dan kehilangan elastisitasnya untuk menjadi cembung.

Dengan demikian kemampuan melihat dekat makin berkurang.

5. Klasifikasi

1. Presbiopia Insipien – tahap awal perkembangan presbiopia, dari anamnesa

didapati pasien memerlukan kaca mata untuk membaca dekat, tapi tidak

tampak kelainan bila dilakukan tes, dan pasien biasanya akan menolak

preskripsi kaca mata baca

2. Presbiopia Fungsional – Amplitud akomodasi yang semakin menurun dan

akan didapatkan kelainan ketika diperiksa

3. Presbiopia Absolut – Peningkatan derajat presbiopia dari presbiopia

fungsional, dimana proses akomodasi sudah tidak terjadi sama sekali

4. Presbiopia Prematur – Presbiopia yang terjadi dini sebelum usia 40 tahun dan

biasanya berhungan dengan lingkungan, nutrisi, penyakit, atau obat-obatan

5. Presbiopia Nokturnal – Kesulitan untuk membaca jarak dekat pada kondisi

gelap disebabkan oleh peningkatan diameter pupil

6. Gejala-gejala dan Tanda - tanda

1. Setelah membaca, mata menjadi merah, berair, dan sering terasa pedih. Bisa

juga disertai kelelahan mata dan sakit kepala jika membaca terlalu lama

2. Membaca dengan menjauhkan kertas yang dibaca karena tulisan tampak

kabur pada jarak baca yang biasa

3. Sukar mengerjakan pekerjaan dengan melihat dekat, terutama di malam hari

4. Memerlukan sinar yang lebih terang untuk membaca

5. Terganggu secara emosional dan fisik

Page 23: Refraksi

6. Sulit membedakan warna

7. Diagnosis Presbiopia

1. Anamnesa gejala-gejala dan tanda-tanda presbiopia

2. Pemeriksaan Oftalmologi

a. Visus – Pemeriksaan dasar untuk mengevaluasi presbiopia dengan

menggunakan Snellen Chart

b. Refraksi – Periksa mata satu per satu, mulai dengan mata kanan. Pasien

diminta untuk memperhatikan kartu Jaeger dan menentukan kalimat

terkecil yang bisa dibaca pada kartu. Target koreksi pada huruf sebesar

20/30.

c. Motilitas okular, penglihatan binokular, dan akomodasi – termasuk

pemeriksaan duksi dan versi, tes tutup dan tes tutup-buka, tes Hirschberg,

amplitud dan fasilitas akomodasi, dan steoreopsis

d. Penilaian kesehatan okular dan skrining kesehatan umum – untuk

mendiagnosa penyakit-penyakit yang bisa menyebabkan presbiopia.

Pemeriksaan ini termasuk reflek cahaya pupil, tes konfrontasi,

penglihatan warna, tekanan intraokular, dan pemeriksaan menyeluruh

tentang kesehatan segmen anterior dan posterior dari mata dan

adnexanya. Biasanya pemeriksaan dengan ophthalmoskopi indirect

diperlukan untuk mengevaluasi segmen media dan posterior

8. Penatalaksanaan Presbiopia

Page 24: Refraksi

1. Digunakan lensa positif untuk koreksi presbiopia. Tujuan koreksi adalah

untuk mengkompensasi ketidakmampuan mata untuk memfokuskan objek-

objek yang dekat

2. Kekuatan lensa mata yang berkurang ditambahan dengan lensa positif sesuai

usia dan hasil pemeriksaan subjektif sehingga pasien mampu membaca tulisan

pada kartu Jaeger 20/30

3. Karena jarak baca biasanya 33 cm, maka adisi sferis +3.00 D adalah lensa

positif terkuat yang dapat diberikan pada seseorang. Pada kekuatan ini, mata

tidak melakukan akomodasi bila membaca pada jarak 33 cm, karena benda

yang dibaca terletak pada titik api lensa +3.00 D sehingga sinar yang keluar

akan sejajar.

Pada pasien presbiopia kacamata atau adisi diperlukan untuk membaca dekat

yang berkekuatan tertentu, biasanya:

Usia (Tahun) Kekuatan Lensa Positif yang dibutuhkan40 +1.00 D45 +1.50 D50 +2.00 D55 +2.50 D60 +3.00 D

4. Selain kaca mata untuk kelainan presbiopia saja, ada beberapa jenis lensa lain

yang digunakan untuk mengkoreksi berbagai kelainan refraksi yang ada

bersamaan dengan presbiopia. Ini termasuk:

a. Bifokal – untuk mengkoreksi penglihatan jauh dan dekat. Bisa yang

mempunyai garis horizontal atau yang progresif

Page 25: Refraksi

b. Trifokal – untuk mengkoreksi penglihatan dekat, sedang, dan jauh. Bisa

yang mempunyai garis horizontal atau yang progresif

c. Bifokal kontak - untuk mengkoreksi penglihatan jauh dan dekat. Bagian

bawah adalah untuk membaca. Sulit dipasang dan kurang memuaskan hasil

koreksinya

d. Monovision kontak – lensa kontak untuk melihat jauh di mata dominan,

dan lensa kontak untuk melihat dekat pada mata non-dominan. Mata yang

dominan umumnya adalah mata yang digunakan untuk fokus pada kamera

untuk mengambil foto

e. Monovision modified – lensa kontak bifokal pada mata non-dominan, dan

lensa kontak untuk melihat jauh pada mata dominan. Kedua mata

digunakan untuk melihat jauh dan satu mata digunakan untuk membaca.

5. Pembedahan refraktif seperti keratoplasti konduktif, LASIK, LASEK, dan

keratektomi fotorefraktif.

ASTIGMATISMA

1. Definisi

Astigmatisme adalah suatu kelainan refraksi dimana sinar sejajar dengan

garis pandang oleh mata tanpa akomodasi dibiaskan tidak pada satu titik tetapi lebih

dari satu titik.

2. Epidemiologi

Astigmatisme merupakan kelainan refraksi yang sering terjadi. 5% dari pasien

yang memakai kaca mata mempunyai kelainan astigmatisme. Sebanyak 3% dari

Page 26: Refraksi

populasi mempunyai kelainan astigmatisme yang melebihi 3.00 D. Di Indonesia,

diperkirakan sebanyak 40 juta populasinya mempunyai kelainan astigmatisme. Tidak

ada perbedaan frekuensi terjadinya astigmatisme pada lelaki dan perempuan.

Prevalensi astigmatisme meningkat dengan usia.

3. Etiologi

a. Adanya kelainan kornea dimana permukaan luar kornea tidak teratur. Media

refrakta yang memiliki kesalahan pembiasan yang paling besar adalah

kornea, yaitu mencapai 80% s/d 90% dari astigmatismus, sedangkan media

lainnya adalah lensa kristalin. Kesalahan pembiasan pada kornea ini terjadi

karena perubahan lengkung kornea dengan tanpa pemendekan atau

pemanjangan diameter anterior posterior bolamata.Perubahan lengkung

permukaan kornea ini terjadi karena kelainankongenital, kecelakaan, luka

atau parut di kornea, peradangan kornea serta akibat pembedahan kornea.

b. Adanya kelainan pada lensa dimana terjadi kekeruhan pada lensa.

Semakin bertambah umur seseorang, maka kekuatan akomodasi lensa

kristalin jugasemakin berkurang dan lama kelamaan lensa kristalin akan

mengalami kekeruhan yang dapat menyebabkan astigmatismus.

c. Intoleransi lensa atau lensa kontak pada postkeratoplasty.

d. Trauma pada kornea.

e. Tumor.

f. Astigmatisme bisa terjadi dengan kombinasi kelainan refraksi yang lain,

termasuk:

Page 27: Refraksi

1. Miopia. Ini terjadi bila kurvatura kornea terlalu melengkung atau jika

aksis mata lebih panjang dari normal. Bayangan terfokus di depan retina

dan menyebabkan objek dari jauh terlihat kabur.

2. Hiperopia. Ini terjadi jika kurvatura kornea terlalu sedikit atau aksis

mata lebih pendek dari normal. Bayangan terfokus di belakang retina dan

menyebabkan objek dekat terlihat kabur.

4. Klasifikasi

Berdasarkan posisi garis fokus dalam retina astigmatisme dibagi sebagai berikut:

1) Astigmatisme Reguler

Dimana didapatkan dua titik bias pada sumbu mata karena adanya dua

bidang yang saling tegak lurus pada bidang yang lain sehingga pada salah

satu bidang memiliki daya bias yang lebih kuat dari pada bidang yang lain.

Astigmatisme jenis ini, jika mendapat koreksi lensa cylindris yang tepat,

akan bisa menghasilkan tajam penglihatan normal. Tentunya jika tidak

disertaidengan adanya kelainan penglihatan yang lain.

Bila ditinjau dari letak daya bias terkuatnya, bentuk astigmatisme regular

inidibagi menjadi 2 golongan, yaitu:

a. Astigmatisme With the Rule

Bila pada bidang vertical mempunyai daya bias yang lebih kuat dari pada bidang

horizontal.

b. Astigmatisme Against the Rule

Page 28: Refraksi

Bila pada bidang horizontal mempunyai daya bias yang lebih kuat dari pada bidang

vertikal.

2) Astigmatisme Irreguler, dimana titik bias didapatkan tidak teratur.

Berdasarkan letak titik vertical dan horizontal pada retina, astigmatisme

dibagi sebagai berikut:

1. Simple hyperopic astigmatism

Satu meridian prinsipal adalah emmetropik; yang satu lagi hiperopik.

2. Simple miopic astigmatism

Satu meridian prinsipal adalah emmetropik; yang satu lagi miopik.

3. Compound hyperopic astigmatism

Kedua meridian prinsipal hiperopik pada derajat yang berbeda.

4. Compound miopic astigmatism

Kedua meridian prinsipal miopik pada derajat yang berbeda.

5. Mixed astigmatism

Satu meridian prinsipal adalah hiperopik, yang satu lagi miopik .

Simple hypermetropic astigmatism

Simple myopic

astigmatism

Compound hypermetropic astigmatism

Compound myopic

astigmatism

Mixed astigmatism

Page 29: Refraksi

Berdasarkan tingkat kekuatan Dioptri :

1. Astigmatismus Rendah

Astigmatismus yang ukuran powernya < 0,50 Dioptri. Biasanya

astigmatismusrendah tidak perlu menggunakan koreksi kacamata. Akan

tetapi jika timbulkeluhan pada penderita, maka koreksi kacamata sangat perlu

diberikan.

2. Astigmatismus Sedang.

Astigmatismus yang ukuran powernya berada pada 0,75 Dioptri s/d 2,75 Dioptri.Pada

astigmatismus ini pasien sangat mutlak diberikan kacamata koreksi.

3. Astigmatismus Tinggi

Astigmatismus yang ukuran powernya > 3,00 Dioptri. Astigmatismus ini

sangatmutlak diberikan kacamata koreksi.

5. Tanda dan Gejala

  Pada umunya, seseorang yang menderita astigmatismus tinggi menyebabkan

gejala-gejala sebagai berikut :

- Memiringkan kepala atau disebut dengan ‘titling his head´, pada umunya

keluhan ini sering terjadi pada penderita astigmatismus oblique yang tinggi..

Page 30: Refraksi

- Memutarkan kepala agar dapat melihat benda dengan jelas..

- Menyipitkan mata seperti halnya penderita myopia, hal ini dilakukan untuk

mendapatkan efek pinhole atau stenopaic slite. Penderita astigmatismus juga

menyipitkan mata pada saat bekerja dekat seperti membaca.

- Pada saat membaca, penderita astigmatismus ini memegang bacaan mendekati

mata, seperti pada penderita myopia. Hal ini dilakukan untuk memperbesar

bayangan, meskipun bayangan di retina tampak buram.

Sedang pada penderita astigmatismus rendah, biasa ditandai dengan gejala-gejala

sebagai berikut :

- Sakit kepala pada bagian frontal.

- Ada pengaburan sementara / sesaat pada penglihatan dekat,

biasanya penderita akan mengurangi pengaburan itu dengan menutup

ataumengucek-ucek mata.

6. Diagnosis 

a. Anamnesa gejala-gejala dan tanda-tanda astigmatisme

b. Pemeriksaan Oftalmologi

1) Pemeriksaan pin hole.

Uji lubang kecil ini dilakukan untuk mengetahui apakah berkurangnya

tajam penglihatan diakibatkan oleh kelainan refraksi atau kelainan pada

media penglihatan, atau kelainan retina lainnya. Bila ketajaman penglihatan

bertambahsetelah dilakukan pin hole berarti pada pasien tersebut terdapat

kelainan refraksiyang belum dikoreksi baik. Bila ketajaman penglihatan

Page 31: Refraksi

berkurang berarti pada pasien terdapat kekeruhan media penglihatan atau pun

retina yang menggangu penglihatan.

2) Uji refraksi.

-  Subjektif

i. Optotipe dari Snellen & Trial lens

Metode yang digunakan adalah dengan Metoda trial and error.

Jarak  pemeriksaan 6 meter/ 5 meter/ 20 kaki. Digunakan kartu Snellen yang

diletakkan setinggi mata penderita. Mata diperiksa satu persatu, dibiasakan

mata kanan terlebih dahulu. Ditentukan visus / tajam penglihatan masing-

masing mata. Bila visus tidak 6/6 dikoreksi dengan lensa sferis positif, bila

dengan lensa sferis positif tajam penglihatan membaik atau mencapai

5/5,6/6, atau 20/20 maka pasien dikatakan menderita hipermetropia, apabila

dengan pemberian lensa sferis positif menambah kabur penglihatan

kemudian diganti dengan lensa sferis negatif memberikan tajam penglihatan

5/5, 6/6, atau 20/20 maka pasien menderita miopia. Bilasetelah pemeriksaan

tersebut diatas tetap tidak tercapai tajam penglihatan maksimal mungkin

pasien mempunyai kelainan refraksi astigmat. Pada keadaan ini lakukan uji

pengaburan (fogging technique).

- Objektif 

i. Autorefraktometer, yaitu menentukan myopia atau besarnya kelainan

refraksi dengan menggunakan komputer. Penderita duduk di depan

Page 32: Refraksi

autorefractor,cahaya dihasilkan oleh alat dan respon mata terhadap cahaya

diukur. Alat ini mengukur berapa besar kelainan refraksi yang harus

dikoreksi dan pengukurannya hanya memerlukan waktu beberapa detik..

ii.Keratometri, adalah pemeriksaan mata yang bertujuan untuk mengukur

radius kelengkungan kornea. Keratometer dipakai klinis secara luas

dansangat berharga namun mempunyai keterbatasan.

3) Uji pengaburan

Setelah pasien dikoreksi untuk myopia yang ada, maka tajam penglihatannya

dikaburkan dengan lensa positif, sehingga tajam penglihatan berkurang 2

baris pada kartu Snellen, misalnya dengan menambah lensa spheris positif 3.

Pasien diminta melihat kisi-kisi juring astigmat, dan ditanyakan garis mana

yang paling jelas terlihat. Bila garis juring pada 90° yang jelas, maka tegak

lurus padanya ditentukan sumbu lensa silinder, atau lensa silinder

ditempatkan dengan sumbu 180°.Perlahan-lahan kekuatan lensa silinder

negatif ini dinaikkan sampai garis juring kisi-kisi astigmat vertikal sama

tegasnya atau kaburnya dengan juring horizontal atau semua juring sama

jelasnya bila dilihat dengan lensasilinder ditentukan yang ditambahkan.

Kemudian pasien diminta melihatkartu Snellen dan perlahan-lahan ditaruh

lensa negatif sampai pasien melihat jelas.

Page 33: Refraksi

4) Keratoskop

Keratoskop atau Placido disk digunakan untuk pemeriksaan

astigmatisme.Pemeriksa memerhatikan imej ‘ring´ pada kornea pasien. Pada

astigmatisme regular, ‘ring´ tersebut berbentuk oval. Pada astigmatisme

irregular, imej tersebut tidak terbentuk sempurna.

5) Javal ophtalmometer 

Boleh digunakan untuk mengukur kelengkungan sentral dari kornea,diaman

akan menentukan kekuatan refraktif dari kornea.

7. Terapi

1)Koreksi lensa astigmatismus

Dapat dikoreksi kelainannya dengan bantuan lensa silinder.Karena dengan

koreksi lensa cylinder penderita astigmatismus Akan dapatmembiaskan sinar

sejajar tepat diretina, sehingga penglihatan akan bertambah jelas.

2) Orthokeratology

Orthokeratology adalah cara pencocokan dari beberapa seri lensa kontak,

lebihdari satu minggu atau bulan, untuk membuat kornea menjadi datar

danmenurunkan myopia. Kekakuan lensa kontak yang digunakan sesuai

denganstandar. Pada astigmatismus irregular dimana terjadi pemantulan

dan pembiasan sinar yang tidak teratur pada dataran permukaan depan kornea

makadapat dikoreksi dengan memakai lensa kontak. Dengan memakai lensa

kontak maka permukaan depan kornea tertutup rata dan terisi oleh film air mata.

Kartu untuk tes astigmatisme

Page 34: Refraksi

3) Bedah refraksi

Methode bedah refraksi yang digunakan terdiri dari:

a. Radial keratotomy (RK), dimana pola jari-jari yang melingkar dan lemah

diinsisi di parasentral.Bagian yang lemah dan curam pada permukaan kornea

dibuat rata. Jumlahhasil perubahan tergantung pada ukuran zona optik, angka

dan kedalamandari insisi.·

b. Photorefractive keratectomy (PRK), adalah prosedur dimana kekuatan kornea

ditekan dengan ablasi laser pada pusat kornea. Kornea yang keruh adalah

keadaan yang biasa terjadi setelah photorefractive keratectomy dan setelah

beberapa bulan akan kembali jernih.Pasien tanpa bantuan koreksi kadang-

kadang menyatakan penglihatannyalebih baik pada waktu sebelum operasi

Page 35: Refraksi

DAFTAR PUSTAKA

American Academy of Ophtalmology. Basic & Clinical Science Course 2003-2004.

Section 3 – Optics, Refraction, and Contact Lenses.

Deborah, Pavan-Langston,Manual of Ocular Diagnosis and Therapy,

6thEdition:Refractive Surgery, Lippincott Williams and Wilkins, 5:73-100,2008.

Gerhard K. Lang, Ophthalmology A Short Textbook :Optics and RefractiveErrors,

Thieme, p. 127-136, 2000.

http://ml.scribd.com/doc/82362546/Refraksi-makalahdiakses 21 Februari 2012

http://www.merdeka.com/pernik/miliaran-orang-terancam-presbyopia-rjp3djc.html

diakses 9 Desember 2008

Ilyas S, Mailangkay H, Taim H, Saman R dan Simarmata M, 2003. IlmuPenyakit

Mata Untuk Dokter Umum dan mahasiswa KedokteranEdisi Ke-2.Jakarta.

Ilyas, Sidarta, 2009, Ikhtisar Ilmu Penyakit Mata, balai Penerbit FKUI, Jakarta, hal.

327

Ilyas, Sidarta, 2010, Ilmu Penyakit Mata, balai Penerbit FKUI, Jakarta, hal. 74

James B, Chew C and Bron A, Lecture Notes on Ophtalmology. New

York:Blackwell Publishing, 2003; 20-26.

Olver J and Cassidy L, Basic Optics and Refraction. In Olver J and Cassidy

L,Ophtalmology at a Glance. New York: Blackwell Science, 2005; 22-23.

Page 36: Refraksi

Riordan-Eva P, White OW. Optik & Refraksi. In: Vaughan DG, Asbury

T, Riordan-Eva P.Oftalmologi Umum. 14 th ed. Alih Bahasa: Pendit BU.

Jakarta: Widya Medika, 2000.

Vaughan DG, Asbury T, 2010, Oftalmologi Umum, Penerbit Buku Kedokteran EGC,

Jakarta, hal. 392

Whitcher JP andEva PR, Low Vision. In Whitcher JP andEva PR,Vaughan &

Asburys General Ophtalmology. New York: Mc Graw Hill,2007.