refraksi

Upload: bustanoel

Post on 14-Jul-2015

315 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

REFRAKSI

Mata dapat dianggap sebagai kamera potret, dimana sistim refraksinya menghaislkan bayangan kecil, terbalik diretina. Rangsangan ini diterima oleh batang dan kerucut diretina, yang diteruskan melalui saraf optic (N.II), kekorteks serebri pusat penglihatan, yang kemudian tampak sebagai bayangan yang tegak. Supaya bayangan tak kabur, kelebihan cahaya diserap oleh lapisan epitel pigmen retina. Bila intensitas cahaya terlalu tinggi, pupil akan mengecil untuk menguranginya. Alat-lata refraksi mata terdiri dari permukaan kornea, humir akueus (cairan bilik mata)., pemrukaan anterior: dan posterior lensa, badan kaca (corpus vitereum). Daya refraksi kornea hampir sama dengan humor akueus, sedang daya fraksi lensa hamper sama pula dengan badan kaca. Keseluruhan sistim refraksi mata ini membentuk lensa yang cembung dengan focus 23 mm. dengan demikian pada mata emetrop, dalam keadaan mata istirahat, sinar yang sejajar, yang datang di mata, akan dibisakan tepat difovea sentralis dari retina. Fovea sentralis merupakan posterior principal focus dari sistim refraksi mata ini, dimana cahaya yang datangnya sejajar,

setelah melalui system refraksi ini, bertemu. Letakknya 23 mm dibelakang kornea, tepat di bagian dalam macula lutea. Pembiasan yang terbesar terdapat pada permukaan anterior dari kornea, ditambah dengan permukaan anterior dan posterior dari lensa.

Refraksi mata : adalah perubahan jalannya cahaya, akibat media refrakta mata, dimana mata dalam keadaan istirahat. Maka dalam keadaan istirahat berarti mata dalam keadaaan tidak berakomodasi. Akomodasi adalah kesanggupan mata untuk mempebesar daya pembiasanya. Tentang mekanisme akomodasi 121 2 teori. 1. Teori Helmholtz: kalau mm, silaris berkoatraksi, maka iris dan badan siliar, dipergerakan kedepan bahwa, sehingga zonula Zinnai jadi kendor, lensa menjadi lebih cembung, karena elastisitasnya sendiri. Banyak yang mengikuti teori ini 2. Teori dari teschernig: Bila mm, siliaris berkontraksi, maka iris dan badan siliar digerakkan ke belakang atas, sehingga zonula Zinni

menjadi tegang, juga bagian perifer lensa menjadi tegang, sedang bagian tengahnya didorng kesentral dan menjadi cembung Jarak tak terhingga: 5-6 m dari mata, sinar yang datang dari jarak ini jalannya sejajar sampai dimata. Pungutan remotum (R) : Titik yang terjauh, yang dapat dilihat dengan nyata tanpa akomodasi pada emetropia E letaknya di titik tak terhingga. Pungtum proksimum (P) : Titik terdekat yang akomodasi maksimal Daerah akomodasi Lebar Akomodasi (A) : jarka antara P R : Tenaga yang dibutuhkan untuk melihat daerah akomodasi. Dinyatakan dioptri, besarnya sama dapat dilihat dengan

dengan kekuatan lensa konfeks yang harus diletakkan didepan mata, yang menggantikan akomodasi untuk pungtum proksimum. A = 1/P . 1/R Pada emtropia ; R letak pada jarak tak terhingga,P = 20 cm A = 1/P 1/R = 100/20 - 1 / 1 = 5D

Pada hipermetropia, dimana sebagian akomodasi diperlukan untuk penglihatan jauh, umpamanya 2D, kalau pungtum proksimumnya 20 cm, maka lebar akomodasi pada hipermetropia 2D, adalah 9I/P I/R) + 2D = 1--/20 + 2D = 7D. dari sini dapat dilihat, bahwa P pada emetropia sama dengan P dan hipermetropia, tetapi lebar akomodasi emetropia lebih kecil dari pada hipermetropia. Bila lebar akomodasi dari emetrpia sama dengan hipermetropia, maka pungtum proksimum emetropia lebih kecil daru pada hipermetropia. Pada miopa: untuk penglihatan jauh diperlukan lensa cekung, misalnya S-2 dioptri, P=10 cm. lebar akomodasi A = )I/P I/R) 2D = 100/10 2 D = 8D. Jadi kalau lebar akomodasi myopia sama dengan metropia, maka P lebih dekat pada miopa dari pada emtropia. Sedang bila P pada myopia sama dengan emetropia, maka lebar akomisasi myopia lebih kecil dari1 ) = 100 I) = 10 D pada emtropia.

pada emtropia. A = 9100/10) (1/

Kekuatan ekomodasi, makin berkurang

dengan bertambahnya

umur dan pungtum proksimumnyapun semakin jauh, hal ini disebabkan karena berkurangnya elastisitas dari lensa, juga otot siliarnya, berkurang kekuatannya. Hal ini disebut presbiopia, akibat proses sclerosis, dimana sejak berkuang. Pada akomodasi lensa tak sanggup lagi mncembungkan diri. Pada emotropia, bila umur: 10 tahun : 20 tahun : 30 tahun : 40 tahun : 50 tahun : 60 tahun : 75 tahun : P P P P p p p = 7 = 8,5 = 14 = 22 = 40 = 100 cm cm cm cm cm cm

= titik tak terhingga

N = nodal point, merupakan pusat optic dari sistim refrakta mata. Letaknya dekat polus posterior lensa, 7 mm dari kornea. Cahaya yang melalui titik ini tidak dibiaskan. F = posterior principal focus, adalah titik pada kasis mata, dimana cahaya yang dating sejajar, setelah melalui sisitim refraksi mata, bertemu. Letaknya dibagian dalam macula lutea, 23 mm dibelakang kornea. AF = aksis optika, merupakan garis yang menghubungkan pusat kornea, nodal point dan posterior principal focus.

Om = garis visualis, adalah garis yang menghubungkan benda tang kita lihat, nodul point dan macula.

Emetropia: Keadaan refraksi mata, di mana semua sinar sejajar yang dating dari

jarka tak terhingga dan jatuh dimata dalam keadaan istirahat dibiskan dibelkang retina. Miopia: Merupakan kelainan refraksi, dimana sinar sejajar yang dating dari jarak tak terhingga, oleh mata dalam retina Astigamatisme: Disini sinar sejajar yang datang dari jarak tak tergingga, oleh mata dalam istirahat, dibias tak tertentu, refraksi dalam tiap meridian tidak sama Presbiopa: Merupakan kelaianan refraksi, dimana pungtum proksimum, yaitu titik dekat yang dapat dilihat dengan akomodasi maksimal telah begitu jauh, sehingga pekerjaan dekat yang halus sukar dilakukan, akibat keadaan istirahat dibiasakan didepan

berkurnagnya daya akomodasi. Disini sinar yang divergen, yang dating dari jarak dekat, dibiaskan dibelakang retina. Pemeriksaan refraksi: Bertujuan untuk memperoleh ketajaman penglihatan yang setingginya dengan menggunakan lensa.

Ada 2 cara yaitu cara objektif dan subjektif Cara objektif dengan menggunakan oftalmoskop, retinoskop, keratometer (offaimometer). Cara subjektif: dilakukan dengan memakai optotipe dari Cnellen dan trial lenses Oftalmoskopi yang langsung: Bila terdapat kelainan refraksi, fundus tak dapat telrihat jelas, pada funduskopi, terkecuali jika di putarkan lensa koreksi pada lubang macam dan

penglihatnnya. Besranya lensa koreksi, menentukan

besarnya kelainan refraksi secara kasar, tetapi harus dipehritungkan pula keadaan refraksi dari pemeriksaannya. Bila pemeriksa emetrop atau emetrop, tetapi telah dikoreksi dengan kacamata, dapat melihat fundus dengan jelas tanpa lensa koreksi, menunjukkan bahwa pendeirta emtrop. Bila penderita hipermetrop, papil tampak lebih kecil, fundus yang tampak kabur dapat dilihat jelas, setelah dimasukkan lensa koreksi yang konfeks (S+): pada myopia, papil tampak besar, dan fundus baru tampak jelas, bila dimasukkan lensa koreksi yang konkaf (S-). Pada astigmatisme yang ringan tak menimbulkan perubahan pada gambar fundus, pada derajat yang tinggi, papil tampak lonjong dengan aksis yang panjang sesuai dengan aksis dari lensa silinder yang mengoreksinya. Retinoskopi:

Pemeriksaan ini dapat dilakukan pada anak-anak, orang yang tak dapat membaca, karena tak dibutuhkan kerjasama dari penderita. Dapat dilakukan cepat dan tepat. Pemeriksaan dilakukan didalam. Kamar gelap. Jarak pemeriksa dan penderita 1 m, sumber cahaya terletak diatas penderita agak kebelakang supaya muka penderita dalam keadaan gelap. Cahayanya ditujukan pada pemeriksa yang memegang cermin, oleh cermin ini cahaya dipantulkan kea rah pupil penderita, sehingga pemeriksa, mellaui lubang yang terdapat ditengah-tengah cermin, dapat melihat rekfleksi fundus pada mata penderita. Arah gerak cermin sama dengan arah gerak refleks fundus, didapatkan pada hipermetrop, emetrop, miopa kurang dari 1 D. Gerak refleksi fundus yang berlawanan dengan arah gerak dari cermin didapatkan pada myopia lebih dari 1 D. Selain geraknya juga perhatikan terangnya, bentuknya dan kecepatan gerak dari refleks fundus. Refkels yang terang, pinggrisnya yang tegas dan gerak cepat menunjukkan kelainan refleksi yang ringan. Bila refleksnya suram, pinggris tak tegas dan geraknya yang lamban, didapatkan pada kelainan refraksi yang tinggi. Bila pinggirnya tegak,

tanda ada astigmatisme, sedang pada hipermetrop, miop atau emetrop mempunyai pinggir yang melengkung (crescentic). Kemudian didepan mata penderita yang dapat menimbulkan gerakan diletakkan lensa koreksinya, sebaliknya. Pada jarak

yang

pemeriksaan 1 m. Untuk jarak tak terhingga, perlu ditambahkan lagi 1 D

untuk semua hasil pemeriksaan akhir. Jadi untuk myopia menjadi bertambah kuat 1 D sedang pada hipermetropia berkurang 1 D. Contoh: I. kalau dengan cermin dari retinoskop didapatkan refleks yang bergerak berlawanan dengan arah gerak cermin, jadi myopia lebih dari 1 1) dengan 1 D masih berlawanan geraknya, juga dengan 2D, tetapi dengan 2,5D timbul gerak yang berlawanan, dengan gerak yang pertama, maka koreksinya adalah t. 2,5 + (-1) = -3,5 D. II. Dengan cermin retinoskop didapatkan refleks yang bergerak sama dengan arah gerak cermin. Mata penderita mungkin hipermetrop, emetrop, atau miop kurang dari 1 D a. Bila diletakkan lensa + 0,5 1) menyebabkan gerak yang berlawanan, menunjukkan penderitamiop 0,5), karena (+0,51) (1) = 0,51) b. Bila pemberian + 0,5), arah gerak tak berubah, tetapi pada pemberian + 1),s menyebabkan pupil selurunya terang atau seluruhnya gelap, ini

menunjukkan mata penderita emetrop c. Jika pemberian + 1D, tak ditimbulkan perubahan gerak, menunjukkan mata penderita hipermetrop, maka lensa itu kekuatannya diperbesar sampai menimbulkan kebalikan gerak. Umpananya pada pemberian + 4), maka derajat dipermetropnya adalah (+4) + (1) = + 31) Pada contoh diatas, hasil yang sama didapatkan, bila cermin digerakkan

horizontal ataupun vertical. Pada astigamatisme, koreksi pada meridian vertical tak sama dengan koreksi pada merdian horizontal.

Contoh: Dengan retinoskop didapatkan refleks yang bergerak kea rah yang sama dengan retinoskop, dikedua meridian, tetapi pad amerian yang satu, bayangannya lebih terang dan geraknya lebih cepat. Ini menunjukkan adanya asigamatisme. Kemudian ternyata pada meridian vertical memerlukan koreksi + 1 D untuk timbulkan gerak yang berlawanan, sedang pada meridian horizontal diperlukan + 2 D untuk gerakan ini. Pada kedua hasil ditambahkan ID. Maka pada meridian vertical didapatkan (+ 1 D0 (- 1 D) = 0, sedang pada meridian horizontal (+ 2 D) (1D) = D. Jadi didapatkan astigamatisme hipermetroikus simpleks yang memerlukan lensa koreksi silinder + 1 D dengan aksinya vertical. Bila untuk timbulkan arah yang berlawanan, meridian horizontal memerlukan lensa koreksi -2D, dan meridian vertical -4D, maka setelah ditambahkan 1D, untuk meridian horizontal didapatkan -3D sedang pada meridian vertical didapatkan -5D. kelainan refrkaisnya adalah astigmatisme miopikus kompositus, dengan koreksi S-3D=C2D aksis horizontal. Contoh untuk astigamatisme mikstus Disini didapatkan refleks yang bergerak berlawanan pada satu meridian, sedang pada meridian yang lainnya pergerakannya sama arahnya, dengan arag gerak cermin retinoskop. Bila pada meridian vertical gerakannya sama arahnya dengan cermin dan memerlukan lensa koreksi +2D untuk timbulkan gerak yang berlawanan, sedang gerak refleks pada meridian horizontal

berlawanan dengan gerak cermin dan memerlukan lensa koreksi 2D untuk

timbulkan gerka yang kebalikannya, maka setelah ditambahkan ID didapatkan untuk meridian vertical +1D dan untuk yang horizontal -2D. jadi lensa koreksinya adalah S+1 = C-4D. (as vertical). Keratometer Merupakan alat untuk mengukur besarnya astigmatisme kornea. Juga dipakai untuk menentukan radius lengkung kornea anterior, untuk lensa kontak. Dapat pula dipakai diagnostic pada kelainan kornea, seperti keratokonus. Pemeriksaan refrkasi secara subjektif dengan menggunakan optitipe dari Snellen dengan trial lenses cara inilah yang umumnya dipergunakan. Optotipe dari Snellen terdiri dari satu kartu, yang berisikan huruf-huruf atau gambar, yang makin ke baah huruf atau gambarnya makin kecil. Huruf atau gambar tersebut mempunyai ukuran internasional. Snellen membuat huruf-huruf itu sedemikian rupa, sehingga 2 titik dapat dilihat sebagai 2 titik, bila merangsang 2 sel retina. Hal ini dapat dicapai, bila kedua titik itu dengan nodal point membentuk sudut 1 derajat. Sudut ini disebut sudut visualis. Setiap persegi empat dari huruf Snelln membuat sudut satu derajat dengan nodal point dan setiap huruf sudut 5 dengan derajat dan makin jauh dari mata, hurufnya makin besar. Jarak dimana huruf-huruf itu seharusnya dilihat tercatat pada kartu itu. Untuk huruf yang paling besar yang terletak paling atas 50 m, jadi huruf tersebut harus dapat dilihat pad ajarak 50 m. makin kebawah hurufnya makin kecil dan jaraknya dimana huruf-huruf tersebut seharusnya dilihatpun makin kecil puila, yaitu 30 m, 20 m, 15 m, 10 m, 7m5 m, 5 m.

Pemeriksan harus dilakukan dengan tenang, baik pemeriksa maupuan yang diperiksa. Jarak pemeriksaan 5-6m, sesuai dengan jarak tak terhingga. Terlbih dahulu ditentukan ketajaman penglihatan, asies visus (AVOD/AVOS) yang dinyatakan dengan pecahan. Jarak antara penderita dengan huruf optotipe Snellen Jarak yang seharusnya dilihat oleh penderita yang normal (angka ini telah ditentukan pada optotipe dari Snellen)

Umpamanya yang dapat dilihat hanya huruf yang terbesar, yang seharusnya dapat dilihat pada jarak 50 m. Jadi ketajaman penglihatannya 5/50, pad ajarak pemeriksaan 5 m. Asies visus yang terbaik 5/5, berarti pada jarak pemeriksaan 5 m, dapat telrihat huruf yang seharusnya terlihat pada jarak 5 m. bilah huruf yang terbesarpun tak dapat terlihat, maka penderita disuruh menghitung jari pada dasar yang putih, pada macam-macam jarak. Hitung jari oleh orang yang normal, dapat dilihat pada jarak 60 m, bila hanya dapat terlihat pada jarak 3 m, maka asies visusnya 3/60. Bila pada jarak yang terdekatpun. Hitung jari tak dapat dilihat, maka tangan pemeriksa digerakkan pada macam-macam arah dan penderita

harus dapat mengatakan arah gerakantersebut pada macam-macam jarak.. gerak tangan harus dapat dilihat pada jarak 300 m. bila hanya dapat melihat gerak tanganpun tak dapat dilihat pada jarak yang paling dekat, pemeriksa sekarang menyalakan senter, yang diarahkan pada mata penderita dari segala arah, dengan mata yang lainnya ditutup. Penderita harus dapat melihat arah sinar yang benar.

Bila dia dapat melihat sinar dan arahnya semua benar. Berarti fungsi dari retina masih baik seluruhnya dan dikatakan asues visus satu tak terhingga dengan proyeksi baik. Bila dia hanya melihat sinar dan arahnya semua benar. Berarti fungsi retina masih baik seluruhnya dan dikatakan asies visus satu tak terhingga dengan proyeksi baik. Bila dia hanya melihat sinar dan arahnya semua benar. Berarti fungsi retina tidak baik lagi. Hal ini penting untuk menentukan tindakan yang akan dilakukan selanjutnya. Mislanya sesoerang dengan ktarak senilis meter, yang seharusnya diperasi. Tetapi bila proyeksinya tidak baik. Berarti retinanya sudah tidak dapat berfungsi lagi dengan baik, sehingga hasil operasi tidak ada. Jadi pada keadaan demikian tidak dilakukan operasi. Bila cahaya dari lampu senter itu sama seklai tka dapat dilihatnya, maka visusnya = 0, retina sudah rusak sama sekali. Ketajaman penglihatan yang kurang baik mungkin dapat diperbaiki, dengan mempergunakan lensa-lensa: Sferis +/ - (S + /S - ) Silindris +/ - (C + /C -) Pemeriksaan dengan cara ini dapat dikerjakan, bila anak cukup besar dan mengerti, supaya dapat diajak kerja sama. Untuk orang yang buta huruf ada echart test, dimana penderita menunjukkan arah dari kaku huruf E. Lensa sferis (+), membiaskan sinar sejajar pada titik baker dibelakang lensa (F). kalau S + 10 D, titik bakarnya 100/1 = 100 cm di belakang lensa. Sinar berjalan konvergen. Dipakai untuk memperbesar daya bias. Lensa sferis (-): membiaskan sinar sejajar ke titik bekar didepan lensa (F) sinar berjalan divergen. Dipakai untuk mengurangi daya bias.

Lensa silinder Mempunyai sumbu. Sinar yang dating sejajar dengan sumbu, tidak dibiaskan. Sinar yang dating tegak lurus pada sumbu, dibias pada titik baker. Tiap bidang mempunyai titik bakar, maka lensa ini mempunyai garis bakar, yang menghubungkan semua titik-titik bakar. HIPERMETROP Merupakan kelainan refraksi, dimana dalam keadaan mata istirahat, semua sinar sejajar, yang dating dari benda-benda pada jarak tak terhingga, dibiaskan retina dan sinar divergen, yang datang dari benda-benda pada jarak dekat, dibiaskan lebih jauh lagi, dibelakang retina. Menurut sebabnya dikenal: 1. Hipermetrop aksialis: sumbu mata terlalu pendek Ada yang kongenita: mikroftalmi Akwisata: jarak lensa keretina terlalu pendek seperti pada: 1) Retinitis sentralis 2) Ablasi retna 2. Hipermetrop pembias: aksis normal, tetapi daya biasnya berkurang. Sebabnya dapat terletak pada: a. Kornea: b. Lensa : Lengkung kornea kurang dari normal, aplanatio 1. Lengkung kornea kurang dari normal, aplanatio corneae 2. Tak mempunyai lensa = afakia c. Cairan mata : Pada penderita diabetes mellitus, mungkin dengan pengobatan yang hebat, sehingga humor akueusyang

mengisi bilik mata, mengandung kadar gula yang rendah, menyebabkan daya biasnya berkurang Pada hipermetrop, untuk dapat melihat benda yang terletak pada jarak tak terhingga (5-6 m atau lebih), dengan baik, penderita harus berakomodasi, supaya bayangan dari benda tersebut yang difokuskan di belakang retina, dapat dipindahkan tepat diretina. Untuk melihat benda yang lebih dekat dengan jelas, akomodasi lebih banyak dibutuhkan, karena bayangannya terletak lebih jauh lahi dibelakang retina, dengan demikian untuk mendapatkan ketajaman penglihatan sebaik-baiknya, penderita hipermetrop, harus selalu berakomodasi, baik untuk penglihtan jauh, terlebih untuk penglihatan dekat Gejala Objektif: Akibat terakomodasi terus-menerus, timbul hipertrofi dari siliaris, yang disertai dengan terdorongnya iris ke depan, sehingga bilik mata depan menjadi dangkal. Trias akomodasi terdiri dari: akomodasi, miosis, konvergensi. Maka orang hipermetrop. Karena selalu berakomodasi, pupilnya menjadi miosis. Fundus okuli, akibat akomodasi ini, menjadi hipermis, juga terdapat hyperemia dari papli N.II, seolah-olah meradang, yang disebut pseudo papilitis atau pseudo neuritis. Penyulit a. Glaukoma

Sudut bilik mata depan yang dangkal pada hipermetrop merupakan predisposisi anatomis untuk glaucoma sudut tertutup. Bila disertai dengan adanya factor pencetus, seperti membaca terlalu lama, penetesan midriatika dsb, serangan glaucoma akut dapat terjadi

b.

Strabismus converges: Akomodasi yang terus menerus disertai

dengan konvergensi yang terus menerus, pula, sehingga timbulkan strabismus konvergens Maam hipermetrop: I. Hipermetrop manifest Ditentukan dengan lensa feris (+) terbesar yang menyebabkan visus sebaikbaiknya. Pemeriksaan ini dilakukan tanpa siklopegi. Kekuatannya sesuai dengan banyaknya akomodasi yang dihilangkan, bila lensa sferis (+) diletakkan didepan mata. Dibedakan hipermetrop manifest absolute dan fakultatif Hipermetrop manifest fakultatif, merupakan hipermetrop yang masih dapat diatasi dengan akomodasi, sedang hipermetrop manifest absolute, tak dapat diatasi dengan akomodasi. II. Hipermetrop laten Merupakan selisih antara hipermetrop total dan manifest, menunjukkan kekutan tonus dari mm. siliarisis Yang diambil sebagai koreksi S (+) 1,5, lensa sferis (+) yang terbesar yang memberi virus yang sebaik-baiknya. Jadi koreksi hipermetropi manifest, dengan lensa S (+), yang terbesar (B), yang memberikan visus yang maksimal (M). untuk memudahkan, ingatlah jembatan keledai: (S +b) / M Bila kemudian akomodasi dilumpuhkan dengan sikloplegi, tonus dari mm, siliaris lenyap dan ternyata dibutuhkan lensa sferis positif yang lebih bsar untuk mendapatkan visus 5/5. inilah besarnya hipermetrop total. Selisih antara

hipermetrop total dan hipermetrop manifest, adalah derajat hipermetrop laten, merupakan kekuatan tonus mm, siliaris. Pada orang muda, dimana otot masih kuat, hipermetrop laten sangat besar, sehingga pemberian siklopegia perlu untuk menentukan derajat hipermetropi pada orang-orang ini, makin tua daya akomodasi makin berkurang. Hipermetrop laten berkurang juga dan hipermetrop manifesnya bertambah. Pada orang tua, dimana daya akomodasi sudah hilang, tak ada hipermetrop latennya dan hipermetrop totalnya sama besarnya dengan hipermetrop manifes.

Miopia (Near sightedness, hort sightedness) Merupakan keadaan refraksi mata, dimana dinar sejajar yang datang dari jarak tak terhingga, oleh mata dalam keadaan istirahat, dibiaskan didepan retina, sehingga pada retina didapatkan lingkaran difus dan bayangan kabur. Cahaya yang dayang dari jarak yang lebih dekat, mungkin dibiaskan tepat diretina, tanpa akomodasi Menurut penyebabnya dibedakan: myopia aksialis dan myopia pembiasan I. Miopia aksialis Oleh karena jarak anterior dan posterior terlalu panjang. Normal jarak ini 23 mm. pada myopia 3 D = 24 mm, myopia IOD = 27 mm. Dapat merupakan kelainan congenital ataupun akwisata, juga ada factor herediter. Yang kongenita didapatkan pada mokroftalmus.

1.

Bila anak membaca terlalu dekat, maka ia harus berkonvergensi

berlebihan. M rektus internus berkontraksi berlebihan, bola mata terjpit, oleh otot-otot mata luar, yang menyebabkan polus posterior mata, tempat yang paling lemah dari bola mata, memanjang 2. Muka yang lebar, juga menyebabkan konvergensi berlebihan, bila

hendak mengerjakan pekerjaan dekat, sehingga menimbulkan hal yang sama seperti diatas. 3. Bendungan peradangan atau kelemahan dan lapisan yang

mengelilingi bola mata, disertai dengan tekanan yang tinggi, disebabkan penuhnya vena dari kepala, akibat membungkuk, dapat menyebabkan tekanan pula pada bola mata, sehingga polus posterior menjadi memanjang Pada orang dengan myopia 6 diptri, pungtum remotumnya 100/6 = 15 cm. jadi harus membavergensi yang berlebiha. Akibatnya polus posterior mata lebih memanjang dan miopiasnya bertambah. Jadi didapatkan suatu lingkaran setan antara myopia yang tinggi dan konvergensi. Makin lama miopianya makin progresif.

II. Miopia Penyebab dapat terletak pada: 1. Kornea

Kongenital, keratokonus dan keratoglobus Akwisita: keraktektasia, karena menderita keratitis, kornea menjadi lemah. Oleh karena tekanan intraokuler, kornea menonjol kedepan

2.

Lensa : Lensa terlepas dari zonula Zinni, padaluksasi lensa atau

subluksasi lensa, oleh kekenyalaannya sendiri lensa menjadi lebih cembung. Pada katarak imatur, akibat masuknya humor akueus, lensa menjadi cembung 3. Cairan mata: pada penderita diabetes mellitus yang tak di obati,

kadar gula dari humor akueus meninggi, menyebabkan daya biasanya meninggi pula Berdasarkan tinggi diotrinya, dibedakan: Miopia sangat ringan sampai dengan Miopia ringan Miopia sedang Miopia tinggi Miopia sangat tinggi Secara klinik dibedakan: 1. Miopia simpleks, myopia stsioner, myopia fisiologik Timbul pada umur masih muda, kemudian berhenti. Dapat juga naik sedikit pada waktu atau segera. Setelah pubertas, atau didapat kenaikan sedikit sampai umur 20 tahun. Besar dioptrinya kurang dari -5 D ayau -6 D. tajam penglihatan dengan koreks yang sesuai dapat menapai keadaan normal 2. Miopia progresif 1 dioptri

1-3 dioptri 3-6 dioptri 6-10 diptri lebih dari 0 dioptri

Dapat ditemukan pada semua umur dan mulai sejak lahir. Kelainan mencapai puncaknya waktu masih remaja, bertambah terus sampai umur 25 tahun atau lebih. Besar diptrinya melebihi 6 dioptri

3. Miopia maligna Miopia progresif yang lebih ekstrim. Miopia porogresif dna myopia maligna disebut juga myopia patologik atau degeneratif, karena disertai kelainan degenerasi dikorodi dan bagian lain dari mata

Penyulit Strabismus divergens, ablasi retina, perdarahan badan kaca Prognosis: Miopisa simpleks, dengan koreksi yang baik, disertai dengan pemeliharaan keshatan mata dan badan yang baik, prognosisnya baik. Miopia progresif, yang disertai penyulit yang gawat, kadang-kadang membutuhkan pengurungan, bahkan penghentian dan pekerjaan dekat. Myopia malogna, pronosisnya buruk. Koreksi dilakukan dengan pemberian lensa sferis negative (S-) sekecil-kecilnya (K), yang memberikan perbaikan keledai: (S-K)/M. Astigmatisme Astigmatisme, merupakan kelainan refreksi mata, dimana didapatkan visus yang maksimal (m). ingat jembatan

bermacam-macam. Derajat refraksi pada bermacam-macam meridian, sehingga sinar sejajar yang dapat mata itu akan difokuskan pada macam-macam focus pula.

Setiap meridian mata mempunyai titik focus tersendiri, yang letaknya mungkin teratur, pada astigimatisme. Tegularis dan mungkin pula tak teratur. Pada

istigmatisme iregularis. Pada astigmatisme regularis, meskipun setiap meridian mampunyai daya bias tersendiri, tetapi perbedaan itu teratur, dari meridian

dengan gaya bias yang terlemah sedikit-sedkit membesa sampai meridian dengan daya bias yang terkuat. Meridian dengan daya bias yang terlemah ini tegak lrurus terhadap meridian dengan daya bias yang terkuat. Kemudian disusul dengan meridian-meridian yang sedikit-sedikit daya biasnya menjadi lemah dengan daya bias terlemah dan seterusnya, daya biasnya bertambah kuat lagi sampai meridian dengan daya bias yang terkuat. Pada

astigmatisme yang iregularis, ada perbedaan refraksi yang tak teratur pada setiap meridian dan bahkan mungkin terdapat perbedaan refraksi pada meidian yang sama, umpamanya pada keeraktasia. Penyebabnya: 1. Kelainan Perubahan lengkung kornea dengan atau tanpa pemendekan atau pemajangan diameter anterior posterior bola mata. Bias merupakan kelainan congenital atau akwisata, akibat kecelakaan, peradangan kornea atau operasi 2. Kelainan dilensa Kekeseluruhan lensa, biasnaya katarak insipien atau imatur. Asies visus disini tak dapat diatasi dengan lensa, harus menunggu sampai saatnya tiba untuk operasi lensa. Adanya astigmatisme kornea dapat diperiksa dengan tes

Placido, dimana gambarannya dikornea telrihat tak teratur. Kelainan kornea merupakan penyebab utama (90%) dari astigmatisme. Pada astigmatisme regularis, ada dua bidang utama, yaitu merdian dengan daya bias maksimal, dan minimal, yang saling tehak lurus letaknya. Jadi ada meridian yang vertical dan ada meridian yang horizontal. Bila sebaliknya disbeut astigmatisme againt the rule. Meridian kornea dinyatakan dengan derajat dan dihitung berlawanan dengan arah perpuratan jarum jam (counter clockwise0. pada astigmatisme with the rule sinar sejajar dengan bidang vertical. Dibias terkuat (V) sedang sinar sejajar dengan bidang horizontal, dibias terlemah (H). sinar yang sejajar dengan bidang yang lainnya dibias diantara V dan H. jadi dapatkan garis focus yang menghubungkan titik V dan H. Dikenal 5 macam astigmatisme regularis: 1. Astigmatisme miopikus simpleks 2. Astigmatisme miopikus kompositus 3. Astigmatisme hipermetropikus simpleks 4. Astigmatisme hipermetropikus kompesitu 5. Astigmatisme mikstus Pada astigmatisme miopikus simples yang with the rule: Meridian horizontal normal. Meridian vertical out of focus kalau mata ini melihat satu titik, karena emtrop, sedang oleh V tampak sebagai garis yang vertical. Bila mata ini melihat suatu garis vertical, maka setiap titik dari gari itu oleh H tampak sebagai titik, sedang oleh V tampak sebagai garis-garis vertical

memanjang yang saling menutup, antara garis itu, sehingga garis tampak lebih jelas dan lebih panjang. Kalau mleihat kepada garis horizontal, setiap titik dari garis itu oleh H tampak sebagai titik, sedang oleh V tampak sebagai garis-garis yang memanjang vertical sehingga garis horizontal itu tampak kabur. Keadaan sebaliknya didapatkan pada astigmatisme :afainst the rule, dimana meridian V normal sedang meridian H out of focus Jadi garis yang sejajar dengan bidang yang paling normal (emetropi, tampak kabur, sedang yang sejajar dengan meridian yang paling out of focus (ametrop) tampak paling jelas. Keadaan ini merupakan dasar pemeriksaan dari astigmatisme dengan tehnik fogging dimana garus ini sesuai dengan meridian yang paling ametrop, yang harus dikoreksi dengan lensa silinder dengan aksis tegak pada derajat bidang merdian tersebut. Umpamanya garis yang paling jelas telrihat adalah 10 derajat. Jadi bidang yang paling amtrop adalah 10 derajat, yang harus dikoreksi dengan lensa silinder dengan aksis 10 + 90 derajat = 100 derajat. Dengan s 0,25 . Visus 5/10 Kedua focus bergerak ke belakang Dengan S 0,5 visus 5/7.5

S 0,75 visus 5/10 Jadi tak ada kemajuan, karena pada waktu visus tak ada kemajuan lagi (pada pemberia S 0,5) V dan H letaknya sama jauh ari retina. Jarak V keretina sama dengan jarak II keretina dicapai pada waktu visus yang sebaik visus 5/5. harus diusahakan kedua titik bias lensa silinder. Karena titik H ada dibelakang

retina, maka jarak V H masih dapat berubah, dengan adanya akomodasi, sehingga besarnya lensa silindernyaoun, untuk mempersatukan focus antara VH. dapat berubah dengan adanya akomodasi, sehingga besarnya lensa silindernyapun, untuk mempersatukan focus antara V H, dapat berubah-ubah pula. Harus diusahakan agar jarak V-H tetap, dengan menghilangkan akomodasi, dengan pemberian lensa longing sebesar S = ) . 5. dengan pemberian lensa ini. Kedua titik focus akan bergerak kedepan retina atau sampai titik H tepat diretina. Titik h tak boleh terlalu jauh didepan retina, sebab bayangannya menjadi kabur. Setelah pemberian lensa fogging penderita disuruh melihat gambaran kipas dan ditanyakan garis manakah dari kipas, yang dilihatnya paling jelas. Garis yang paling jelas ini, emnunjukkan meridian yang paling ametrop, yang harus

dikoeraksi dengan pemberian lensa silinder, dengan aksis yang tegak lurus pada meridian ini. Umpamanya yang terlihat jelas adakah garis yang menunjukkan bidang 10 derajat, maka kita harus berikan koreksi dengan lensa silinder dengan aksis 10 + 90 derajat = 100 derajat. Dengan lensa silinder ini kita dapat mempersatukan focus. Yang dipakai disini lensa silinder (.), supaya focus V bergerak mendekati retina dan gambarannya menjadi lebih jelas, dengan mempertinggi kekuatan lensa silinder tersebut, sampai seluruh gari-garis dari gambaran kipas menjadi jelas semuanya. Pada saat ini semua focus sudah bersatu ditempat titik focus 11, yaitu tepat diretina atau sedikit lebih depan dari retina, misalnya lensa yang dipakai silinder 0,25 sesudah ini penderita diteruskan diperiksa dengan melihat huruf pada

optotipe Snellen. Kalau visusnya sekarang telah menjadi 5.5 berarti pemberian

lensa fogging tadi meletakkan II tepat diretina, sehingga keseluruhan koreksinya adalah lensa (0,25 merupakan lensa koreksinya dan penderita ini menderita astigmatisme kalau pada pemeriksaan dengan huruf Snellen, masih belum memberitahukan kornea yang sempurna maka keadaannya sekarang

adalah merupakan miopa biasa, karena terdapat satu titik fokud didepan retina, dengan pemberian lensa sferis negative yang terkecil yang memberisa vivas focus didepan retina. Dengan pemberian lensa sferis negaif yang terkecil yang memberikan visas yang sebaik-baiknya, merupakan koreksinya, misalnya dengan S 0,25 visus baru 5/5. jadi karenanya koreksinya menjadi S + (0,25) as 100 derajat. Hal ini menunjukkan penderita mempunyai astimatisme miopositus (Gbr. B) Jadi pada koreksi refraksi, harus dimulai dahulu dengan lens S ( ) atau S

9=). Samapai visus tercapai sebaik-baiknya tak terdapat kemajuan visus pada pemberian lens sfreis. Kemudian baru diberikan lensa Fogging untuk menghilangkan akomodasi, disusul pemberian lensa C (-) untuk mempersatukan focus didekat retina. Terakhir baru diberkan lensa S ( dapat dikoreksi sempurna. ). Bila visusnya belum