refleksi kasus urtikaria pigmentosa adhito rs polri

62

Click here to load reader

Upload: ritno-ryadi

Post on 14-Dec-2015

262 views

Category:

Documents


10 download

DESCRIPTION

kulit

TRANSCRIPT

Page 1: Refleksi Kasus Urtikaria Pigmentosa Adhito Rs Polri

0

REFLEKSI KASUS

URTIKARIA PIGMENTOSA

PEMBIMBING:

DR. DONO UTORO,SP.KK

DISUSUN OLEH:

ADHITO KARISTOMO

(1102009008)

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN

PERIODE 29 JUNI 2015 - 31 JULI 2015

UNIVERSITAS YARSI

RUMAH SAKIT TK.I R.S. SUKANTO RS POLRI

Page 2: Refleksi Kasus Urtikaria Pigmentosa Adhito Rs Polri

1

BAB I

KASUS

I. IDENTIFIKASI KASUS

Nama : Ny. S

Jenis Kelamin : Perempuan

Umur : 60 tahun

Agama : Islam

Alamat : ASPOL CIPINANG 12/6 No.27, Jakarta Timur

Suku : Jawa

Tanggal Periksa : 14 Juli 2015

II. ANAMNESIS

Diperoleh secara autoanamnesis pada tanggal 14 Juli 2015,

pukul 09:28 WIB

A. Keluhan Utama & Tambahan

KU : Gatal dan Perih sejak 1 hari yang lalu

KT : Kulit dibagian leher terasa panas

B. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke Poliklinik Kulit dan Kelamin Rumah Sakit

Kepolisian Polri RS. Sukanto dengan keluhan gatal dan perih di leher dan di

muka sejak 1 hari sebelum datang ke Poliklinik. Awalnya, pasien merasa

gatal di daerah jidad pada hari senin pagi. Pasien mengeluhkan timbul bentol

berwarna merah, gatal, perih, rasa tersengat dan panas. Rasa gatal dirasakan

lebih berat ketika berkeringat/ beraktivitas dan cuaca panas. Pasien mengaku

kesulitan tidur pada malam harinya karena gatal dan mencoba untuk

menggaruk untuk menguranginya. Keesokan harinya, pada pagi hari,

keluhan tersebut mulai melebar ke daerah leher berupa bercak bentol-

bentol berwarna merah berukuran biji jagung menyebat secara berkelompok

dan bersatu. Kemudian, pasien belum memberikan obat atau berobat ke

dokter sebelumnya untuk keluhan tersebut. Pasien menyangkal mempunyai

riwayat alergi makanan maupun obat.

Page 3: Refleksi Kasus Urtikaria Pigmentosa Adhito Rs Polri

2

Selain itu, pasien juga mengaku adanya beberapa kulit yang

terkelupas pada pipi kanan dan leher bawah kiri akibat digaruk. Pasien

menyangkal keluhan ini didahului demam. Kulit pasien tidak berminyak atau

pun berjerawat.

C. Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien mengaku adanya riwayat alergi debu

Pasien mengaku pernah mengalami bentol-bentol merah tapi pada daerah lain di badan ke atas, dan sembuh dengan pemberian insidal

Pasien menyangkal mengalami riwayat penyakit seperti ini

sebelumnya. DM (-), HT (-)

D. Riwayat Penyakit Keluarga

Dalam keluarga pasien tidak ada yang memiliki keluhan

yang serupa dengan pasien.

Pasien menyangkal riwayat alergi dan penyakit asma pada

keluarga.

E. Riwayat Kebiasaan

Pasien menyangkal memiliki kebiasaan bermain didaerah

pepohonan yang terkadang banyak serangga.

Pasien menyangkal kebiasaan memakai perhiasan seperti

kalung di leher.

III. PEMERIKSAAN FISIK

A. Status Generalis

Keadaan Umum : Baik.

Kesadaran

Suhu

: Kompos Mentis.

: Afebris.

Berat Badan : 68 kg.

Hasil Pemeriksaan Status Generalisata:

Kepala : Normosefali, deformitas (-).

Wajah : Simetris.

Page 4: Refleksi Kasus Urtikaria Pigmentosa Adhito Rs Polri

3

Mata : Konjungtiva merah muda, sklera putih, pupil

isokor ø 3mm/3mm.

Hidung : Septum nasi di tengah, sekret -/-, mukosa

hidung lembab.

Mulut : Mukosa oral lembab, gigi-geligi lengkap, oral

hygiene baik.

Telinga : MAE +/+, Serumen -/-.

Leher :

I : Trakea ditengah.

P : Trakea ditengah, KGB tidak teraba membesar.

A : Tidak diperiksa.

Toraks Paru :

I : Simetris pada keadaan statis dan dinamis.

P : Tidak diperiksa.

P : Tidak diperiksa.

A : Tidak diperiksa.

Abdomen :

I : Datar, tidak terdapat lesi kulit atau kelainan lain.

A : Tidak diperiksa.

P : Tidak diperiksa.

P : Tidak diperiksa.

Punggung :

I : Simetris pada keadaan statis dan dinamis.

P : Tidak diperiksa.

P : Tidak diperiksa.

A : Tidak diperiksa.

Ekstremitas :

Akral hangat, CRT < 2 detik, deformitas -, motorik baik pada 4

ekstremitas, tidak ada gerak involunter, sensorik baik pada 4

ekstremitas.

Page 5: Refleksi Kasus Urtikaria Pigmentosa Adhito Rs Polri

4

B. Status Dermatologis

Lokasi : Wajah dan leher.

Distribusi : Regional.

Penyebaran : Diskret dan berkelompok.

Bentuk dan Susunan : Teratur dan menyatu, Bulat, polisiklik.

Warna : Kemerahan-kecoklatan

Batas : Sirkumskrip.

Ukuran : Miliar - Lentikular - Numular - Plakat .

Efloresensi : Makula eritematosa (patch), papul-papul eritematosa,

Urtika eritematosa disertai sedikit skuama kasar.

Foto Lesi

Gambar 1. Muka &Jidad.

Page 6: Refleksi Kasus Urtikaria Pigmentosa Adhito Rs Polri

5

Gambar 2.Leher.

Gambar 3. Leher kanan.

Page 7: Refleksi Kasus Urtikaria Pigmentosa Adhito Rs Polri

6

Gambar 4. Leher kiri.

Gambar 5. Leher lebih dekat.

Page 8: Refleksi Kasus Urtikaria Pigmentosa Adhito Rs Polri

6

C. Status Venerologi

Tidak diperiksa.

D. Kelainan Rambut

Tidak ada kelainan.

E. Kelainan Kuku

Tidak ada kelainan.

F. Pemeriksaan Penunjang

Tidak dilakukan.

G. Pemeriksaan Anjuran

Tes Titer IgE & hematologi lengkap Rӧ Pemeriksaan total kadar serum tryptase Pemeriksaan kadar N- methylhistamine (NMH) dan N-

methylimi-dazoleacetic acid.

IV. DIAGNOSIS

a. Diagnosis Kerja :

Urtikaria Pigmentosa

b. Diagnosis Banding :

Fixed ExanthemaUrtikaria Akut/ Kronik.

V. PENATALAKSANAAN

a. Tatalaksana umum dermatitis venenata :

i. Edukasi pasien: sebaiknya hindari pajanan matahari berlebih

dan olah raga berlebih.

ii. Kontrol kembali jika tidak mengalami perbaikan.

b. Tatalaksana khusus dermatitis venenata :

i. Metilprednisolon tab 8 mg, 2 dd I (xv)

Page 9: Refleksi Kasus Urtikaria Pigmentosa Adhito Rs Polri

7

ii. Omeprazole tab 10mg, 2 dd 1 (xv)

iii. Cetirizine HCL tab 10 mg 1 dd 1 (xx)

VI. PROGNOSIS

a. Quo ad vitam : bonam.

b. Quo ad functionam : bonam.

c. Quo ad sanationam : bonam.

Page 10: Refleksi Kasus Urtikaria Pigmentosa Adhito Rs Polri

8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.DEFINISI

Urticaria pigmentosa adalah suatu prototype dari penyakit sel mast

yang merupakan bagian dari bentuk klinis mastositosis pada kulit.5 Secara

umum, urticaria pigmentosa adalah suatu bentuk klinis paling umum dari

mastositosis pada kulit yang ditandai dengan macula dan papul berwarna

kuning kecokelatan hingga merah kecokelatan disertai hiperpigmentasi, dan

gatal yang disebabkan akumulasi berlebihan dari sel mast.5,6,7

Mastositosis adalah suatu kelainan hematopoetik lokal dan sistemik

akibat akumulasi dari sel mast atau hyperplasia dari sel mast pada satu atau

lebih organ target yaitu sumsum tulang, hepar, lien, nodus limfatikus, traktus

gastrointestinal, dan kulit.6,7 Mastositosis dibagi berdasarkan klasifikasi dari World

Health Organization (WHO), secara umum mastositosis dibagi menjadi dua

yaitu mastositosis kulit dan sistemik. Secara khusus mastositosis diklasifikasikan

sebagai berikut.7

Tabel 1. Klasifikasi Mastositosis M enurut WHO8

Page 11: Refleksi Kasus Urtikaria Pigmentosa Adhito Rs Polri

9

2.2.EPIDEMIOLOGI

Urticaria pigmentosa merupakan bentuk mastositosis kulit yang paling

umum dan sering terjadi dibandingkan bentuk mastositosis yang lainnya

dengan jumlah kasus mencapai 70% hingga 90% kasus mastositosis kulit.

Insidensi kasus urticaria pigmentosa belum diketahui secara pasti, namun

berdasarkan berbagai penelitian didapatkan insidensi mencapai sekitar 1 : 1000

hingga 1 : 8000 kasus.6 Urticaria pigmentosa paling sering ditemukan pada

anak – anak. Lebih dari 50%, onset terjadinya adalah sebelum usia 2 tahun.

Biasanya lesi kulit pertama kali muncul pada usia beberapa bulan pasca lahir.

Lesi cenderung bertahan dan meningkat secara bertahap dalam beberapa

bulan bahkan tahun, namun lesi cenderung mengalami regresi secara spontan

saat anak mulai mencapai usia dewasa.5,6 Pada orang dewasa masih memiliki

kemungkinan untuk terjadi suatu mastositosis namun cenderung

mengarah ke mastositosis sistemik yang bersifat persisten.6 Urticaria pigmentosa

dapat dialami oleh laki – laki maupun perempuan, tidak ada kecenderungan

terhadap jenis kelamin. Lokasi lesi kulit dapat terjadi pada dimanapun, namun

biasanya lebih sering mengenai daerah kulit kepala, wajah, badan dan ekstremitas.5

2.3.ETIOLOGI

Penyebab dari urticaria pigmentosa masih belum diketahui dan

dimengerti secara pasti hingga saat ini. Berdasarkan teori yang dikemukakan,

sebagian besar setuju bahwa terdapat suatu perubahan structural dan aktivitas dari

reseptor c-kit yang terletak di sel mast, melanosit, sel punca hematopoetik dan

sel lainnya. Suatu faktor sel punca (SCF / Stem cell factor) merupakan ligan

dari reseptor c-kit dari tirosin kinase transmembran yang berperan penting dalam

perkembangan dan maturasi dari sel mast. Mutasi dari ligan akan menyebabkan

proliferasi yang tidak terkontrol dari sel mast.9. Namun dari hasil penelitian,

sebagian besar kasus pada anak tidak ditemukan adanya mutasi reseptor c-kit

atau suatu kehilangan fungsi akibat mutasi. Sehingga tidak dapat dipastikan

penyakit ini disebabkan oleh suatu reaksi hiperplastik akibat suatu rangsangan

yang tidak diketahui atau merupakan suatu proses keganasan. Namun para peneliti

setuju bahwa peningkatan konsentrasi lokal dari growth factor sel mast akan

Page 12: Refleksi Kasus Urtikaria Pigmentosa Adhito Rs Polri

10

memicu suatu proliferasi sel mast, melanosit dan produksi pigmen melanin.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa induksi melanosit akan menimbulkan

gambaran hiperpigmentasi pada urticaria pigmentosa.10

Page 13: Refleksi Kasus Urtikaria Pigmentosa Adhito Rs Polri

11

Selain adanya mutasi genetik, penyakit ini juga memiliki beberapa

faktor pencetus yang akan menginduksi sel mast dan sel lainnya untuk

mengalami proliferasi. Beberapa faktor pencetus tersebut adalah sebagai berikut.

Tabel 2. Faktor Pencetus Urticaria Pigmentosa6

Obat Aspirin

NSAID

Ethyl alcohol

Amphotericin

B Scopolamine

Polymyxin B

Quinine

Thiamine

R

eserpine

Procaine

Stimulus fisik Olahraga berlebihan

Paparan sinar

matahari Kompresi /

tekanan Friksi /

gesekan

Cuaca ekstim (panas / dingin)

Stres emosional

Gigitan serangga

Paparan agen kontras radiologi

Anestesi umum

2.4.PATOGENESIS

Sel mast merupakan derivate dari sel CD34+, suatu sel hemopoetik

progenitor didalam sumsum tulang. Sel mast dapat melakukan regenerasi secara

mandiri dan melakukan diferensiasi menjadi berbagai jenis progenitor.

Diferensiasi sel mast terjadi secara acak tergantung dari mekanisme intrinsic.

Progenitor sel mast, eosinophil, neutrophil, dan eritrosit dapat bertahan hidup,

berdiferensiasi dan proliferasi hanya apabila terdapat suatu growth factors. Sel

Page 14: Refleksi Kasus Urtikaria Pigmentosa Adhito Rs Polri

12

mast yang matur memiliki kemampuan untuk melakukan proliferasi. Secara

umum, sel mast yang matur secara normal dapat

Page 15: Refleksi Kasus Urtikaria Pigmentosa Adhito Rs Polri

13

ditemukan di jaringan ikat, dibawah lapisan epitel kulit, system respirasi,

gastrointestinal, traktus urinarius, pembuluh limfatik, sekitar saraf perifer dan

darah kecuali daerah perifer. Terdapat 2 tipe sel mast di jaringan yaitu tipe mukosa

dan tipe jaringan ikat. Dengan sel mast tipe jaringan ikat yang dominan ditemukan

di kulit.11,12

Gambar 1. Anatomi Sel Mast12

Suatu reseptor antigen pada permukaan sel mast yaitu KIT/CD117

merupakan suatu reseptor growth factor sel punca (stem cell growth factor) yang

bersifat proto onkogen. KIT berperan paling penting terhadap sel mast.

Reseptor ini akan diekspresikan terhadap sel mast secara independen sebagai

tahap maturasi sel mast atau aktivasi sel. Sel mast akan bereaksi tergantung

dari ekspresi dari antigen permukaan dari lingkungan dan factor lainnya.

Reseptor KIT juga berperan besar dalam hematopoiesis, melanogenesis dan

fungsi gastrointestinal.13

Page 16: Refleksi Kasus Urtikaria Pigmentosa Adhito Rs Polri

14

Gambar 2. Struktur KIT13

Dari gambaran diatas, dapat diketahui bahwa KIT terdiri dari 5

unit immunoglobulin pada daerah ekstraselular yang menjadi lokasi ikatan

sel mast dengan SCF. Kemudian terdapat wilayah transmembran, jukstamembran

merupakan wilayah esensial untuk fungsi regulasi fosforilasi tirosin dan wilayah

TK yang terbagi menjadi 2 yaitu TK1 menjadi lokasi ikatan ATP dan

TK2 mengandung fosfotransferase dan lokasi terjadinya aktivasi tirosin

kinase / activation loop. Regulasi yang terjadi didalam KIT yaitu aktivasi

atau inhibisi transduksi sinyal terhadap wilayah jukstamembran, TK1 dan

TK2.11,13

Stem cell factor (SCF) merupakan sebuah sitokin yang diproduksi oleh

sel fibroblast dan mesenkimal dalam bentuk protein transmembran sehingga

bersifat soluble yang menjadi faktor yang berperan dalam migrasi, proliferasi,

maturasi dan pertahanan sel. Molekul SCF yang keluar ke dalam plasma darah

akan menyilang terhadap reseptor KIT saat terikat dengan sel, hasil ikatan

Page 17: Refleksi Kasus Urtikaria Pigmentosa Adhito Rs Polri

15

tersebut akan mengaktivasi proses enzimatik tirosin kinase melalui proses

transduksi sinyal terhadap KIT. SCF

Page 18: Refleksi Kasus Urtikaria Pigmentosa Adhito Rs Polri

16

normalnya diekspresikan pada sel mast untuk berkembang. Precursor dari sel

mast memerlukan suatu ekspresi dari proto onkogen c-kit yang memicu reseptor

KIT dan aktivitas tirosin kinase sebagai reaksi normal terhadap SCF.11

Aktivasi dari SCF dan KIT akan memicu sel mast mengeluarkan suatu

respon namun tergantung dari bagian sel yang mengalami aktivasi,

diantaranya proliferasi sel, maturasi, diferensiasi, menekan respon apoptosis,

degranulasi dan perubahan adhesi serta motilitas sel. Namun terdapat suatu

keadaan dimana terjadi mutasi maupun delesi dari wilayah KIT akan

menyebabkan terganggunya transduksi sinyal sehingga proses inhibisi dihambat

yang kemudian mengubah sifat proto onkogen KIT menjadi aktif. KIT yang

onkogenik akan menginduksi proses neoplasmatik dan transformasi dari

reseptor KIT menghasilkan suatu gambaran penyakit spesifik yaitu leukemia myeloid,

mastositosis dan melanoma yang disebabkan proses aktivasi sel

mast secara onkogenik.11

Gambar 3. Lokasi Mutasi KIT11

Sesuai gambar diatas, pada pasien mastositosis telah dilaporkan

mengalami mutasi KIT multipel. 90% pasien dengan mastositosis ditemukan

mengalami mutasi KIT pada D816V. Namun pada beberapa kasus anak tidak

Page 19: Refleksi Kasus Urtikaria Pigmentosa Adhito Rs Polri

17

menunjukkan adanya mutasi pada D816V, mutasi KIT dapat terjadi pada kodon

509, 533, 815, 816, dan

839. Mutasi yang terjadi adalah pergantian kodon protein pada lapisan terkait. Mutasi

Page 20: Refleksi Kasus Urtikaria Pigmentosa Adhito Rs Polri

18

KIT yang terjadi merupakan mutasi KIT tipe enzimatik yang secara

langsung mempengaruhi proses enzimatik yang terjadi pada wilayah TK2, proses

ini memicu activation loop secara terus menerus pada KIT yang menginduksi

dan meningkatkan proses proliferasi sel mast serta derivate sel lainnya yang

terkait dengan KIT yang berperan.11 Selain jumlah sel mast yang meningkat

perlu diketahui bahwa sel mast mengandung beberapa zat mediator yaitu

histamine, triptase, chimase, leukotriene,

TNF-α, IL-8 dan zat lainnya yang akan menimbulkan gejala flushing, bula,

pruritus, dyspnoe, hipotensi, diare dan gejala klinis lain yang terkait akibat efek

mediator yang berperan dalam jumlah besar mengikuti jumlah sel mast.7

2.5.MANIFESTASI KLINIS

Gambaran klinis urticaria pigmentosa akan ditemukan macula hiperpigmentasi

berbentuk bulat atau oval, papul atau benjolan berwarna kuning kecokelatan

hingga merah kecokelatan dengan ukuran diameter sekitar 2 – 4 mm. Ukuran lesi

cenderung lebih kecil pada pasien dewasa dibandingkan bayi dan anak – anak.

Dapat terjadi suatu pembentukan formasi vesikel terutama pada bayi dan balita.

Berikut adalah beberapa gambar gejala klinis tersebut.6,14

Gambar 4. Be ntuk makula hiperpigmentasi dan papul pada

badan seorang anak6

Page 21: Refleksi Kasus Urtikaria Pigmentosa Adhito Rs Polri

19

ANAK

Gambar 5. Perbandingan bentuk macula hiperpigmentasi dan

papul pada anak dan dewasa14

Lesi urticaria pigmentosa sering diikuti dengan pruritus yang

derajatnya bervariasi. Oleh karena itu, lesi dapat membengkak dan membesar

membentuk suatu wilayah atau kelompok vesikel akibat adanya manipulasi

terhadap lesi seperti garukan namun dapat terjadi secara spontan. Reaksi lesi ini

disebut sebagai tanda Darier / Darier’s sign. Reaksi ini cenderung terjadi

pada sekitar 50% kasus urticaria pigmentosa dan sering digunakan sebagai

patokan diagnosis urticaria pigmentosa.

Berikut adalah contoh gambar dari tanda Darier.5,6,10,15

Gambar 6. Darier’s Sign10,15

DEWASA

Page 22: Refleksi Kasus Urtikaria Pigmentosa Adhito Rs Polri

20

Selama beberapa tahun pasien mengalami urticaria pigmentosa, tingkat iritasi

perlahan berkurang bahkan lesi pada kulit cenderung mulai menghilang dan

ketika mencapai usia remaja lesi dapat menghilang secara spontan. Urticaria

pigmentosa memiliki wilayah predileksi untuk ditemukan gambaran klinis yang

ada, yaitu daerah dada, punggung badan, sedangkan telapak tangan, kaki dan

wajah jarang terpengaruh. Karena merupakan suatu bagian dari mastositosis,

meskipun penelitian menunjukkan

90% pasien urticaria pigmentosa tidak terbukti adanya keterlibatan sistetik namun

terkadang pada pasien urticaria pigmentosa dapat ditemukan gejala

mastositosis sistemik yaitu wajah tampak kemerahan / flushing, sakit kepala,

takikardia, dyspnoe, muntah, diare dan penurunan berat badan.5,6

2.6.DIAGNOSIS

Berdasarkan konsensus WHO, terdapat protocol untuk mendiagnosis

suatu urticarial pigmentosa. Pada dasarnya proses diagnosis urticarial

pigmentosa adalah sama seperti proses diagnosis suatu penyakit yaitu melalui

anamnesis yang lengkap, pemeriksaan fisik terutama temuan klinis pada kulit,

pemeriksaan laboratorium dan penunjang untuk memastikan apakah pasien

murni mengalami urticaria pigmentosa atau sudah mengarah dan disertai

mastositosis sistemik.11,15

2.6.1. Anamnesis

Pada anamensis pasien dengan urticaria pigmentosa, perlu ditanyakan hal

yang terkait dengan keluhan pasien. Keluhan yang mengarah ke gejala

klinis yaitu adanya benjolan di kulit, ukuran kecil, berwarna coklat,

gatal – gatal dan lainya. Keluhan tersebut harus ditanyakan lebih lanjut

yaitu mengenai onset, durasi, progresifitas lesi, factor pencetus,

keluhan gatal (derajat, kapan, dimana, sifat periodik, kronis), serta

riwayat mastositosis dalam keluarga. Selain anamnesis lengkap

mengenai urticaria pigmentosa, pasien harus dicari tahu lebih lanjut

mengenai gejala mastositosis sistemik yaitu gejala prodromal, mual

muntah, diare, sesak nafas, sakit kepala, hipotensi dan keluhan sistemik

lainnya.11,15 Terdapat suatu indikasi dilakukan screening terhadap mastositosis

Page 23: Refleksi Kasus Urtikaria Pigmentosa Adhito Rs Polri

21

sistemik apabila ditemukan gejala seperti nyeri perut disertai diare,

nyeri tulang, flushing yang muncul tanpa penyebab yang jelas, terjadi

suatu reaksi anafilaktik dan kombinasi keluhan lainnya.11

Page 24: Refleksi Kasus Urtikaria Pigmentosa Adhito Rs Polri

22

2.6.2. Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik terutama pada kulit dapat dilakukan mulai

dari pemeriksaan kulit secara menyeluruh dilanjutkan menilai morfologi

lesi kulit yang terjadi, pada penyakit urticaria pigmentosa

gambaran lesi akan ditemukan adanya macula hiperpigmentasi

berbentuk bulat atau oval, papul atau benjolan berwarna kuning

kecokelatan hingga merah kecokelatan dengan ukuran diameter sekitar 2 –

4 mm.15 Apabila morfologi kulit yang ditemukan mendukung, maka

pemeriksa perlu mencari secara seksama gambaran khas yaitu tanda

Darier yang menjadi patokan diagnosis.11,15

Penegakan diagnosis urticaria pigmentosa dapat ditegakkan apabila lesi kulit

dan tanda darier ditemukan. Namun protocol WHO menganjurkan

pemeriksa untuk melanjutkan pemeriksaan menggunakan sistem skor

yaitu Indeks SCORMA. Sistem skor SCORMA adalah dengan

memasukkan poin skor sesuai gejala dan klinis yang ditemukan. Indeks

SCORMA digunakan sebagai evaluasi mengenai temuan klinis yang

ditemukan pada pemeriksaan fisik sehingga diagnosis secara pemeriksaan

fisik dapat ditegakkan secara akurat, memastikan apakah sudah ada

gejala sistemik dan hasil penelitian menunjukkan teradapat korelasi

yang baik antara sistem SCORMA dengan tingkat serum triptase yang

ditemukan sehingga dapat mengetahui lebih jelas mengenai perkembangan

dari penyakit.11 Pemeriksaan fisik dilanjutkan dengan melakukan

pemeriksaan keadaan umum, tanda vital dan pemeriksaan sistemik seperti

organomegali dan apabila ditemukan kecurigaan serta indikasi screening

Page 25: Refleksi Kasus Urtikaria Pigmentosa Adhito Rs Polri

23

adanya mastositosis sistemik. Berikut terlampir indeks SCORMA sebagai

berikut.11,15

Page 26: Refleksi Kasus Urtikaria Pigmentosa Adhito Rs Polri

24

Gambar 7. Indeks SCORMA11

2.6.3. Pemeriksaan Laboratorium

2.6.3.1.Pemeriksaan Darah

Dari pemeriksaan laboratorium diperlukan pemeriksaan darah dan

urin dari pasien. Karena urticaria pigmentosa merupakan

bagian dari mastositosis maka diperlukan pemeriksaan darah yaitu

darah lengkap dan kimiawi darah. Pada pemeriksaan darah lengkap

pasien mastositosis cenderung ditemukan adanya anemia, leukositosis,

dan eosinophilia. Pada pemeriksaan kimiawi darah diperlukan suatu

Page 27: Refleksi Kasus Urtikaria Pigmentosa Adhito Rs Polri

25

pemeriksaan total kadar serum tryptase. Tinggi nya kadar

serum

Page 28: Refleksi Kasus Urtikaria Pigmentosa Adhito Rs Polri

26

tryptase menunjukkan adanya mastositosis sistemik. Apabila

kadar serum tryptase kurang dari 20 ng/ml maka pasien dapat

dikategorikan urticaria pigmentosa murni tanpa keterlibatan

sistemik, apabila kadar serum lebih dari 20 ng/ml dan

ditemukan adanya tanda – tanda kelainan sistemik maka pasien

mengalami urticaria pigmentosa dengan mastositosis sistemik.

Sedangkan apabila ditemukan kadar lebih dari

100 ng/ml maka tanpa diragukan meskipun tidak memiliki

gejala sistemik, pasien dikategorikan mastositosis sistemik.

Pemeriksaan kadar serum tryptase rutin dilakukan pada pasien

dewasa setiap 6

hingga 12 bulan untuk mengevaluasi perkembangan penyakit.6,11

2.6.3.2.Pemeriksaan Urin

Pada pemeriksaan urin pasien dapat dilakukan pemeriksaan kadar

N- methylhistamine (NMH) dan N-methylimi-dazoleacetic acid.

Pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan spesifik dan sensitive.

Kadar NMH menunjukkan adanya keterlibatan lesi pada

kulit yang menunjang diagnosis mastositosis dengan kadar yang

ditemukan dapat meningkat dari 1,5 hingga 100 kali. Selain

itu dapat dideteksi adanya peningkatan kadar metabolit 9 -α-

hidroksi

11, 20 asam dioic dan 15-diokso-2,3,4,5-tetra-norprostan-1 akibat

produksi dari prostaglandin PGD2 yang berlebihan pada

mastositosis. Namun karena pemeriksaan ini adalah untuk

mendeteksi produk metabolit histamine, maka sebelum

dilakukan pemeriksaan ini pasien dianjurkan untuk menghindari

makanan dengan kadar histamine yang tinggi seperti bayam,

terong, keju,

dan anggur merah.5,7

2.6.4. Pemeriksaan Penunjang

Page 29: Refleksi Kasus Urtikaria Pigmentosa Adhito Rs Polri

27

2.6.4.1.Pemeriksaan Histopatologi Kulit

Pemeriksaan histopatologi kulit pada mastositosis kulit salah

satunya urticaria pigmentosa dapat ditemukan adanya peningkatan

infiltrasi sel mast di lapisan dermis dan sekitar pembuluh darah. Pada

urticaria pigmentosa memiliki gambaran sel mast dengan distribusi

infiltrasi sel

Page 30: Refleksi Kasus Urtikaria Pigmentosa Adhito Rs Polri

28

menyebar disekitar pembuluh darah. Dapat dibedakan dengan

mastositosis sistemik memiliki gambaran sel mast dengan

distribusi infiltrasi sel menumpuk, berkumpul disekitar pembuluh

darah dan di jaringan subkutan. Gambaran histopatologi dapat

ditemukan dengan menggunakan berbagai pewarnaan untuk tujuan

tertentu. Infiltrasi sel mast dapat terlihat dengan pewarnaan

hematoksilin dan eosin. Granula metakromatik dari sel mast dapat

terlihat dengan pewarnaan giemsa dan toluidine blue. Sedangkan

gambaran c-kit yaitu CD117 dapat terlihat menggunakan

pemeriksaan histokimiawi dengan kloroaseatat esterase. Gambaran

histopatologi dari pewarnaan hematoksilin eosin, giemsa dan

toluidine blue serta kloroasetat esterase dapat dilhat pada lampiran

sebagai berikut.16

Gambar 8. Histopatologi Kulit Urticaria Pigmentosa16

Keterangan : a. Pewarnaan Hematoksilin-eosin; b. Pewarnaan Toluidine blue;

c. Histokimiawi CD117 dengan klorasetat esterase.

Page 31: Refleksi Kasus Urtikaria Pigmentosa Adhito Rs Polri

29

2.6.4.2.Pemeriksaan Biopsi Sumsum Tulang

Berdasarkan berbagai penelitian, sekitar 20% pasien

mastositosis sistemik terdiagnosis setelah dilakukan pemeriksaan

biopsi sumsum tulang disebabkan ditemukkannya adanya jumlah

sel darah yang abnormal yaitu leukositosis, trombositopenia

atau trombositosis, dan anemia tanpa penyebab yang jelas pada

pasien. Maka perlu dilakukan suatu pemeriksaan biopsi sumsum

tulang untuk mengetahui diagnosis gangguan sel mast yang terkait

dengan kelainan hematologi yang menyebabkan kelainan jumlah sel

darah. Biopsi ini direkomendasikan untuk mengkonfirmasi apakah

terdapat suatu mastositosis sistemik pada pasien dewasa

dengan lesi kulit, tanpa lesi kulit apabila ditemukan adanya

kerurigaan penyakit sistemik berdasarkan gejala sistemik yang

muncul dan pasien anak urticaria pigmentosa dengan abnormalitas

dari hitung jenis sel darah, organomegali dan

limfadenopati. Gambaran yang akan ditemukan pada biopsi

sumsum tulang adalah ditemukan sel mast dengan bentuk kumparan

(spindle).17

2.7.DIAGNOSIS BANDING

Berdasarkan gambaran efloresensi dari urticaria pigmentosa yaitu macula

dan atau papul hiperpigmentasi berbentuk bulat atau oval secara lokal maupun

difus maka dapat dipertimbangan beberapa diagnosis banding yaitu sebagai

berikut.

1. Urtikaria akut / kronik

Gambar 9. Lesi Kulit Urticaria Akut7

Page 32: Refleksi Kasus Urtikaria Pigmentosa Adhito Rs Polri

30

Urticaria merupakan lesi kulit berupa edema secara lokal dikelilingi oleh

eritema dan disertai dengan pruritus. Penyakit ini dibedakan menjadi akut

dan kronis.

Page 33: Refleksi Kasus Urtikaria Pigmentosa Adhito Rs Polri

31

Urticaria akut merupakan kelainan kulit disebabkan oleh suatu reaksi alergi terkait

dengan mekanisme imunoglobullin E sedangkan urticaria kronis lebih cenderung

disebabkan oleh autoimun. Penyakit ini dapat menyerang semua usia,

namun dapat dibedakan dengan urticaria pigmentosa. Waktu terjadinya

lesi urticaria pigmentosa adalah sekitar lebih dari 6 minggu sedangkan

urticaria akut kurang dari 6 minggu dan kronis lebih dari 6 minggu. Durasi

lesi individual urticaria akut dan kronis cenderung lebih singkat yaitu kurang

dari 48 jam dibandingkan dengan urticaria pigmentosa yang dapat

berlangsung beberapa bulan. Gejala penyakit ini adalah lesi kulit yaitu edema,

eritema, papul berwarna merah keputihan dengan predileksi dapat muncul dari

semua bagian tubuh. Pada pemeriksaan histopatologi akan ditemukan adanya

jumlah sel mast sedikit meningkat pada dermis, edema dermal dan dilatasi

kapiler.7

2. Eruptive Xanthoma

Gambar 10. Lesi Kulit Eruptive Xanthoma18

Eruptive Xanthoma merupakan kelainan pada kulit akibat deposisi makrofag

yang disebabkan oleh hiperlipidemia dan atau hipertrigliseridemia. Penyakit ini

dapat menyerang segala usia, dengan prevalensi terbanyak adalah usia dibawah

25 tahun dan diatas 50 tahun. Lebih cenderung dialami oleh laki – laki

dibandingkan perempuan. Gejala penyakit ini adalah papul berwarna kuning

kemerahan dengan ukuran diameter 1 hingga 5 mm dapat disertai eritema

dan gejala pruritus. Predileksi paling sering ditemukan pada daerah ekstensor

dari ekstremitas, pantat, dan bahu. Pada pemeriksaan histopatologi dapat

ditemukan kumpulan sel busa

(foam cells).18

Page 34: Refleksi Kasus Urtikaria Pigmentosa Adhito Rs Polri

32

3. Juvenile Xanthogranuloma

Gambar 11. Lesi Kulit Juvenile Xanthogranuloma7

Juvenile Xanthogranuloma (JXG) merupakan kelainan kulit yang

disebabkan kelainan respons makrofag terhadap kerusakan jaringan

non spesifik menyebabkan munculnya reaksi granulomatosa. JXG sering

menyerang bayi usia kurang dari 6 bulan hingga 1 tahun. Gejala klinis JXG

sering diikuti gejala pada mata yaitu hifema. Pada pemeriksaan kulit akan

ditemukan lesi kulit berupa papul, nodul berwarna jingga, ukuran diameter 1

hingga 20 mm dengan batas tegas. Predileksi paling sering ditemukan di

daerah kepala, wajah, leher dan badan. Pada pemeriksaan penunjang ditemukan

yaitu histopatologi kulit dengan odema dan

degenerasi dari sel epitelial disertai edema perivaskular.7

4. Langerhans Cell Histiocytosis

Gambar 12. Lesi kulit Langerhans Cell Histiocytosis7

Page 35: Refleksi Kasus Urtikaria Pigmentosa Adhito Rs Polri

33

Page 36: Refleksi Kasus Urtikaria Pigmentosa Adhito Rs Polri

34

Langerhans Cell Histiocytosis merupakan kelainan kulit disebabkan

kelainan disfungsi sistem imunitas dengan abnromalitas limfosit dan sitokin

IL-1α dan IL-

10. Penyakit ini sering dialami anak – anak usia 1 hingga 3 tahun dengan jenis

kelamin laki – laki lebih cenderung untuk mengalami penyakit ini

dibandingkan perempuan. Berdasarkan gambar diatas, lesi kulit pada penyakit

ini adalah papul berukuran diameter 1 hingga 2 mm, berwarna kuning

kemerahan, dapat disertai krusta, ulkus, vesikel, pustul, terkadang pada usia

bayi dapat muncul makula hiperpigmentasi dan nodul berwarna merah

kecokelatan. Predileksi paling tersering adalah daerah kulit kepala dan

badan. Pada pemeriksaan histopatologi akan ditemukan sel LCH dengan

ukuran 4 hingga 5 kali lebih besar dari limfosit terkecil, berbentuk seperti

ginjal dan nukleus menyerupai vesikel.7

2.8.KOMPLIKASI

Pada dasarnya lesi kulit urticaria pigmentosa cenderung mengalami

regresi secara spontan saat anak mulai mencapai usia dewasa.5,6 Namun pada

orang dewasa masih memiliki kemungkinan untuk terjadi mastositosis

sistemik yang bersifat persisten. Maka komplikasi yang akan terjadi adalah

gejala sistemik dan kelainan yang ditimbulkan oleh mastositosis sistemik yaitu

terganggunya organ yang menjadi target yaitu sumsum tulang, hepar, lien, nodus

limfatikus, dan traktus gastrointestinal. Munculnya hipotensi, sinkop, diare

disertai nyeri perut, malnutrisi dan anemia.

Komplikasi lanjut akan terjadi penurunan kepadatan tulang sehingga akan memicu

osteoporosis, osteopenia sehingga mempermudah terjadinya fraktur

patologis. Sementara itu sumsum tulang belakang mengalami gangguan

dalam pengaturan hematopoetik menyebabkan pansitopenia dan organomegali.4-

7,9,10

2.9.PENATALAKSANAAN

Dasar dari terapi urticaria pigmentosa adalah edukasi kepada

pasien, pencegahan faktor pencetus, mengatasi gejala akibat mediator sel mast

yang akut dan kronis, pencegahan serta terapi target organ yang telah mengalami

Page 37: Refleksi Kasus Urtikaria Pigmentosa Adhito Rs Polri

35

gangguan. Seperti penyakit lainnya bahwa penatalaksanaan urticaria pigmentosa

akan ditinjau secara non medikamentosa dan medikamentosa.5

Page 38: Refleksi Kasus Urtikaria Pigmentosa Adhito Rs Polri

36

2.9.1. Non Medikamentosa

1. Edukasi

1) Menjelaskan kepada pasien dan keluarga pasien atau

orang tua pada pasien anak – anak mengenai hal sebagai

berikut.

i. Gejala klinis, faktor pencetus, usaha pencegahan

dan kontrol faktor pencetus, diagnosis penyakit,

alur diagnosis, kemungkinan perburukan /

komplikasi, rencana terapi yang akan diberikan

dan tindakan serta rencana yang akan dilakukan

apabila terapi yang diberikan gagal.

ii. Tujuan dari terapi yang diberikan bukan untuk

menyembuhkan total penyakit pasien, tetapi hanya

mengatasi gejala klinis pasien.

2) Pasien harus sadar dan harus mencoba untuk

mengontrol dan menghindari faktor pencetus dari

urticaria pigmentosa.5,7

2.9.2. Medikamentosa

1. Antihistamin oral

Antihistamin sangat diperlukan dalam terapi pasien dengan urticaria

pigmentosa. Pemberian antihistamin secara oral telah

terbukti mengatasi gejala pruritus, urticaria, flushing, takikarida dan

gejala gastrointestinal. Untuk gejala pruritus, urticaria,

takikardia, dan flushing dapat diberikan antihistamin golongan

antagonis reseptor H-1 yaitu difenhidramin, hidroksizin, loratadin,

dan cetirizin. Sedangkan gejala gastrointestinal dapat diberikan

antihistamin golongan antagonis reseptor H-2 yaitu simetidin

dan ranitidin. Apabila gejala gastrointestinal cenderung tidak

membaik maka dapat diganti dengan pemberian PPI. Pada pasien

urticaria pigmentosa dengan mastositosis sistemik dianjurkan

menggunakan terapi kombinasi AH-1 dan AH-2.7

2. Disodium Gromoglycate oral

Page 39: Refleksi Kasus Urtikaria Pigmentosa Adhito Rs Polri

37

Pemberian secara oral disodium gromoglycate 200 – 800 mg per

hari telah dibuktikan dapat mengatasi gejala pruritus dan

urticaria baik pasien mastositosis kulit maupun sistemik. 7,10

Page 40: Refleksi Kasus Urtikaria Pigmentosa Adhito Rs Polri

38

3. Kortikosteroid

Untuk mengurangi jumlah sel mast didalam jaringan maka

dapat diberikan kortikosteroid golongan glukokortikoid secara

topikal, seperti salep betamethasone dipropionate 0,05% selama 8

jam setiap hari dalam 8 hingga 12 minggu. Studi menunjukkan

jumlah sel mast yang menurun disertai dengan berkurangnya lesi

kulit pada pasien dengan terapi salep kortikosteroid, lesi

cenderung menghilang setelah terapi dihentikan namun beberapa

mengalami munculnya kembali lesi setelah 1 tahun tanpa terapi

kortikosteroid.5,7,10

4. Terapi Psoralen + Fotokemoterapi UVA (PUVA)

Terapi PUVA dapat diberikan sebanyak 4 kali dalam seminggu. Terapi

PUVA efektif dapat mengurangi kandungan histamin didalam

tubuh tetapi tidak dapat mengeliminasi infiltrasi dari sel mast ke

jaringan kulit secara permanen. Oleh karena itu meskipun dibuktikan

dapat mengurangi dan mengontrol gejala pruritus serta edema

akibat urticaria pada kulit, namun gejala dapat kembali relaps dalam

waktu 3 hingga 6 bulan pasca terapi PUVA.5,7

2.10. PROGNOSIS

Prognosis dari urticaria pigmentosa tergantung dari usia, derajat penyakit,

dan gambaran klinis yang terjadi. Terdapat beberapa data studi pada kelompok

anak – anak. Prognosis kasus urticaria pigmentosa pada anak adalah baik,

ditemukan lebih dari 60% kasus anak mengalami perbaikan dan sembuh secara

spontan saat mencapai usia dewasa, namun 10% dari kasus anak mengalami

perburukan, penyakit berlanjut menjadi mastositosis sistemik dengan prognosis

buruk. Pada dasarnya penyakit urticaria pigmentosa, mastositoma dan

mastositosis kulit yang hanya sebatas mengenai kulit memiliki prognosis yang

baik karena akan mengalami regresi secara spontan saat mencapai usia dewasa.

Berbeda dengan orang dewasa masih memiliki peluang besar untuk terjadi

mastositosis sistemik yang bersifat persisten. Beberapa kasus urticaria

pigmentosa yang dicurigai mengalami perburukan menjadi mastositosis

sistemik diperlukan evaluasi terhadap perkembangan penyakit setiap 6 bulan,

sedangkan pasien mastositosis sistemik harus dikontrol dan dievaluasi setiap 5

tahun.5,9,15

Page 41: Refleksi Kasus Urtikaria Pigmentosa Adhito Rs Polri

39

BAB III

K

ESIMPULAN

Urticaria pigmentosa adalah suatu bentuk klinis paling umum dari

mastositosis pada kulit yang ditandai dengan macula dan papul berwarna kuning

kecokelatan hingga merah kecokelatan disertai hiperpigmentasi, dan gatal yang

disebabkan akumulasi berlebihan dari sel mast. Etiopatogenesis urticaria

pigmentosa masih belum diketahui dan dimengerti secara pasti hingga saat ini

namun beberapa studi menunjukkan bahwa terdapat suatu perubahan structural

dan aktivitas dari reseptor c-kit dan ligan SCF yang terletak di sel mast,

melanosit, sel punca hematopoetik dalam perkembangan dan maturasi dari sel

mast. Mutasi dari ligan akan menyebabkan proliferasi yang tidak terkontrol dari

sel mast. Gambaran klinis urticaria pigmentosa akan ditemukan macula

hiperpigmentasi berbentuk bulat atau oval, papul atau benjolan berwarna kuning

kecokelatan hingga merah kecokelatan dengan ukuran diameter sekitar 2 – 4

mm. lesi dapat membengkak dan membesar akibat adanya manipulasi terhadap lesi

membentuk tanda Darier / Darier’s sign yang menjadi tanda khas dan menjadi

kriteria dalam mendiagnosis urticaria pigmentosa.

Untuk dapat mendiagnosis urticaria pigmentosa diperlukan

anamnesis mengenai gejala dan riwayat penyakit baik pasien maupun

keluarga dan harus dipastikan apakah urticaria pigmentosa berdiri sendiri atau

sudah menjadi bagian dari mastositosis sistemik. Oleh karena itu setiap

pasien urticaria pigmentosa diperlukan untuk dilakukan screening terhadap

mastositosis sistemik. Screening mastositosis sistemik dapat dilakukan dengan

menggunakan indeks SCORMA, pemeriksaan darah, kimiawi darah kadar serum

trptase, pemeriksaan urin NMH serta histopatologi kulit yang khas. Apabila

diagnosis urticaria pigmentosa telah jelas maka diperukan penatalaksaan yang

akurat, karena penyakit ini tidak dapat disembuhkan dan terapi hanya untuk

mengatasi gejala klinis. Oleh karena itu edukasi dan kerjasama pasien sangat

diperlukan agar terapi dan kekambuhan dapat sukses dijalankan. Secara umum

urticarial pigmentosa memiliki prognosis yang baik apabila penyakit hanya

Page 42: Refleksi Kasus Urtikaria Pigmentosa Adhito Rs Polri

40

sebatas pada kulit tanpa keterlibatan sistemik karena lesi akan cenderung

mengalami regresi secara spontan dan sembuh sempurna terutama pada anak –

anak.

Page 43: Refleksi Kasus Urtikaria Pigmentosa Adhito Rs Polri

41

BAB III

PEMBAHASAN KASUS

Penemuan Pada Kasus Teori

Anamnesis:

Perih, gatal, rasa tersengat dan

panas.

Keluhan bentol-bentol merah

pertama kali muncul di jidad lalu

melebar ke leher

Keluhan bertambah parah

terutama ketika beraktivitas dan

cuaca panas

Anamnesis:

Secara umum, urticaria

pigmentosa adalah suatu bentuk

klinis paling umum dari

mastositosis pada kulit yang

ditandai dengan macula dan

papul berwarna kuning

kecokelatan hingga merah

kecokelatan disertai

hiperpigmentasi, dan gatal yang

disebabkan akumulasi

berlebihan dari sel mast.

Urticaria pigmentosa dapat

dialami oleh laki – laki maupun

perempuan, tidak ada

kecenderungan terhadap jenis

kelamin. Lokasi lesi kulit dapat

terjadi pada dimanapun, namun

biasanya lebih sering mengenai

daerah kulit kepala, wajah, badan

dan ekstremitas.

Salah satu fakto pencetus UP

adalah stimulus fisik : paparan

sinar matahari, olahraga

berlebihan, cuaca ekstrim (panas)

Page 44: Refleksi Kasus Urtikaria Pigmentosa Adhito Rs Polri

20

Pasien sering mengalami

gejala yang mirip dengan

keluhan sekarang namun

lokasinya berbeda ( badan ke

atas) dan sembuh dengan

pemberian insidal

Keluhan meluas setelah pasien

mencoba untuk menggaruk

(Pasien mengaku kesulitan tidur

pada malam harinya karena gatal

dan mencoba untuk menggaruk

untuk menguranginya)

Apabila diagnosis urticaria

pigmentosa telah jelas maka

diperukan penatalaksaan yang

akurat, karena penyakit ini

tidak dapat disembuhkan dan

terapi hanya untuk mengatasi

gejala klinis. Oleh karena itu

edukasi dan kerjasama pasien

sangat diperlukan agar terapi dan

kekambuhan dapat sukses

dijalankan.

Gambaran klinis UP akan

ditemukan macula

hiperpigmentasi berbentuk

bulat / oval, papul / benjolan

berwarna kuning kecokelatan

-- merah kecokelatan dengan

ukuran diameter sekitar 2 – 4

mm. lesi dapat membengkak

dan membesar akibat adanya

manipulasi terhadap lesi

membentuk tanda Darier /

Darier’s sign yang menjadi

tanda khas dan menjadi kriteria

dalam mendiagnosis urticaria

pigmentosa.

Page 45: Refleksi Kasus Urtikaria Pigmentosa Adhito Rs Polri

21

Status dermatologi:

Lokasi : Wajah dan leher.

Distribusi : Regional. Penyebaran :

Diskret dan berkelompok. Bentuk

dan Susunan : Teratur dan

menyatu, Bulat, polisiklik. Warna :

Kemerahan-kecoklatan Batas :

Sirkumskrip. Ukuran : Miliar -

Lentikular - Numular - Plakat .

Efloresensi : Makula eritematosa

(patch), papul-papul eritematosa,

Urtika eritematosa disertai sedikit

skuama kasar.

Status dermatologi:

Stadium akut kelainan kulit

berupa eritema, edema, vesikel,

atau bula, erosi dan eksudasi,

sehingga tampak basah. Stadium

sub akut, eritema berkurang,

eksudat mengering menjadi

krusta, sedang pada stadium

kronis tampak lesi kronis,

skuama, hiperpigmentasi,

likenifikasi, papul, mungkin juga

terdapat erosi atau ekskoriasi

karena garukan.

Diagnosis Banding Urtikaria Pigmentosa:

Fixed exanthema

Pada anamnesis, terdapat hipersensitivitas terhadap obat yang dimakan.

Makula kehitaman dan lebih lambat hilang.

Urtikaria Akut/Kronik

Urticaria merupakan lesi kulit berupa edema secara lokal

dikelilingi oleh eritema dan disertai dengan pruritus. Penyakit ini dibedakan

menjadi akut dan kronis. Urticaria akut merupakan kelainan kulit disebabkan

oleh suatu reaksi alergi terkait dengan mekanisme imunoglobullin E sedangkan

urticaria kronis lebih cenderung disebabkan oleh autoimun. Penyakit ini dapat

menyerang semua usia, namun dapat dibedakan dengan urticaria

pigmentosa. Waktu terjadinya lesi urticaria pigmentosa adalah sekitar lebih

dari 6 minggu sedangkan urticaria akut kurang dari 6 minggu dan kronis lebih

dari 6 minggu. Durasi lesi individual urticaria akut dan kronis cenderung lebih

singkat yaitu kurang dari 48 jam dibandingkan dengan urticaria pigmentosa

yang dapat berlangsung beberapa bulan. Gejala penyakit ini adalah lesi kulit

yaitu edema, eritema, papul berwarna merah keputihan dengan predileksi dapat

muncul dari semua bagian tubuh. Pada pemeriksaan histopatologi akan

Page 46: Refleksi Kasus Urtikaria Pigmentosa Adhito Rs Polri

22

ditemukan adanya jumlah sel mast sedikit meningkat pada dermis, edema

dermal dan dilatasi kapiler.

Page 47: Refleksi Kasus Urtikaria Pigmentosa Adhito Rs Polri

23

DAFTAR PUSTAKA

1. Djuanda A, Hamzah M, Aisah S, et al. Anatomi Kulit. In : Wasitaatmadja

SM, Editors. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. 6th ed. Jakarta : Badan

Penerbit FKUI;2011;p.3-6.

2. Djuanda A, Hamzah M, Aisah S, et al. Faal Kulit. In : Wasitaatmadja

SM, Editors. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. 6th ed. Jakarta : Badan

Penerbit FKUI;2011;p.7-8.

3. Djuanda A, Hamzah M, Aisah S, et al. Pengetahuan Dasar Imunologi.

In : Widowati R, Editors. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. 6th ed. Jakarta :

Badan Penerbit FKUI;2011;p.43-53.

4. James WD, Berger TG, Elston DM, et al. Mastocytosis. In : James

WD, Editors. Andrews Disease Of The Skin Clinical Dermatology.

10th ed. Philadelphia : WB Saunders Company;2006;p.615-8.

5. Slavković-Jovanović M, Jovanović D, Petrović A, Mihailović D.

Urticaria pigmentosa. A case report. Acta dermatovenerologica Alpina,

Pannonica, et Adriatica. 2008;17(2):79-82.

6. Kutlubay Z, Yardımcı G, Engin B, Tüzün Y. Cutaneous mastocytosis. J Turk

Acad Dermatol. 2011;5:1153r1.

7. Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, et al. Mastocytosis. In : Tharp

MD, Editors. Fitzpatrick’s Dermatology In General Medicine. 8th ed.

USA : The McGraw-Hill Companies;2012;p.1809-18.

8. Georgin-Lavialle S, Lhermitte L, Dubreuil P, Chandesris M-O, Hermine

O, Damaj G. Mast cell leukemia. Blood. 2013;121(8):1285-95.

9. PĂTRAŞCU V, Enache A-O, Ciurea RN, Georgescu CC, Vilcea AM,

Stoica LE, et al. Cutaneous mastocytosis, problems of clinical

diagnosis of four cases. Rom J Morphol Embryol. 2014;55(3):965-71.

10. Bulat V, Lugović Mihić L, Šitum M, Buljan M, Blajić I, Pušić J.

Most common clinical presentations of cutaneous mastocytosis. Acta

Clinica Croatica. 2009;48(1):59-64.

11. Heide R. Clinical Aspects of Pediatric and Adult Onset Mastocytosis in the

Skin: Erasmus MC: University Medical Center Rotterdam;2009;p.8-13.

Page 48: Refleksi Kasus Urtikaria Pigmentosa Adhito Rs Polri

24

12. Starkl P, Marichal T, Galli SJ. PLA2G3 promotes mast cell maturation

and function. Nature immunology. 2013;14(6):527-9.

Page 49: Refleksi Kasus Urtikaria Pigmentosa Adhito Rs Polri

25

13. Orfao A, Garcia‐Montero AC, Sanchez L, Escribano L. Recent advances in

the understanding of mastocytosis: the role of KIT mutations*. British journal

of haematology. 2007;138(1):12-30.

14. Horny H-P, Sotlar K, Valent P, Hartmann K. A Disease of the Hematopoietic

Stem Cell. 2008;105(40):686-92.

15. Srinivas S, Dhar S, Parikh D. Mastocytosis in children. Indian Journal of

Paediatric Dermatology. 2015;16(2):57.

16. BİLGİLİ SG, KARADAĞ AS, Takci Z, ÇALKA Ö, KÖSEM M.

Comparison of cutaneous mastocytosis with onset in children and adults.

Turkish journal of medical sciences. 2014;44(3):504-10.

17. Akin C. Molecular diagnosis of mast cell disorders: a paper from the 2005

William Beaumont Hospital Symposium on Molecular Pathology. The

Journal of Molecular Diagnostics. 2006;8(4):412-9.

18. Pickens S, Farber G, Mosadegh M. Eruptive xanthoma: a case report. Cutis.

2012;89(3):141-4.