refleksi kasus ilmu kesehatan jiwa

Upload: banyol-olfactorius

Post on 18-Oct-2015

81 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

Kesehatan Jiwa

TRANSCRIPT

  • 5/28/2018 Refleksi Kasus Ilmu Kesehatan Jiwa

    1/31

    1

    I. IDENTITAS PASIENNama : Ny. N

    Umur : 44 Tahun

    Alamat : Daya

    Agama : Islam

    Suku : Mandar

    Pendidikan : SPRG (Selesai)

    D3 Teknikal Gigi (Tidak Selesai)

    Pekerjaan : Perawat Gigi

    II. RIWAYAT PSIKIATRIDiperoleh dari catatan medik dan autoanamnesis pada tanggal 7 Maret 2011.

    A. Keluhan UtamaRasa Cemas

    B. Riwayat Gangguan SekarangKeluhan cemas ini pertama kali dirasakan tahun 1995 sesaat setelah tetangganya

    meninggal dunia karena serangan jantung. Malam hari setelah tetangganya itumeninggal, ia merasa nyeri dada, sesak napas, jantung berdebar kencang, keringat

    dingin sehingga seakan-akan mengalami serangan jantung dan mau mati. Pagi

    harinya, pasien memeriksakan diri ke dokter ahli jantung, didiagnosis mengalami PJK

    dan diberi obat Cedocard 5 mg. Sejak saat itu, pasien sering kontrol ke dokter jantung

    dan rutin meminum obatnya. Tetapi karena keluhan nyeri dada masih sering datang

    yang diikuti perasaan khawatir, pasien kemudian menjalani treadmill, dinyatakan

    mengalami penyempitan pembuluh darah koroner dan disarankan untuk menjalani

    kateterisasi. Pasien menolak dikateterisasi dan selama 10 tahun rutin meminum

    cedocard. Akibat vonis penyakit jantung koroner tersebut, pasien semakin cemas dan

    memeriksakan diri di poli jiwa RSWS, diberi clobazam 10 mg, tetapi tidak pernah

    diminum karena tiap selesai kontrol, pasien merasa kecemasannya telah berkurang.

  • 5/28/2018 Refleksi Kasus Ilmu Kesehatan Jiwa

    2/31

    2

    Tahun 2005, atas anjuran keluarga pasien berobat di RS Harapan Kita Jakarta. Hasil

    pemeriksaan kala itu dinyatakan bahwa pasien tidak mengalami gangguan jantung

    sehingga obat cedocard tidak perlu diminum lagi. Sekalipun demikian, pasien masih

    tetap sering merasa cemas disertai jantung berdebar, sesak napas, nyeri dada, rasa

    pusing, dan tremor. Tetapi bila ia ke RS Harapan Kita atau rumah sakit lain yang

    dekat dengan tempat tinggalnya, pasien merasa membaik, walaupun ia tidak

    meminum obat yang diberikan.

    Setelah kembali ke Makassar, rasa khawatir dan takut mati masih sering muncul,

    sehingga pasien kemudian menyimpan obat cedocard di tempat-tempat yang mudah

    dijangkau seperti di kamar mandi, dapur, kamar tidur, bahkan bagasi motor, begitu

    pula bila ia ke luar kota, dalam tasnya selalu tersedia cedocard, sekalipun ia tak

    pernah meminumnya. Dengan menyimpan obat tersebut di tempat yang mudah

    dijangkau membuatnya merasa lebih nyaman dan rasa cemas berkurang. Akan tetapi,

    pikiran-pikiran tentang kematian masih sering ada yang membuat pasien merasa takut

    untuk menghadiri acara kematian, mengunjungi orang sakit, menonton acara televisi

    yang menyiarkan informasi kesehatan ataupun acara sinetron yang menampilkan

    adegan orang mati, karena ia merasa apa yang terjadi pada orang-orang tersebutseakan-akan terjadi pada dirinya juga.

    Dalam tiga minggu terakhir ini, tanpa sebab yang jelas, perasaan khawatir, pikiran-

    pikaran jelek tentang kecelakaan dan kematian semakin sering muncul bahkan hampir

    setiap hari dan tak dapat ia atasi yang membuatnya merasa lemas, jantung berdebar,

    keringat dingin, sesak napas, nyeri dada dan gemetaran. Terkadang rasa khawatir itu

    sedemikian beratnya yang membuatnya merasa seperti melayang, pandangan menjadi

    gelap, akan pingsan bahkan mati.

  • 5/28/2018 Refleksi Kasus Ilmu Kesehatan Jiwa

    3/31

    3

    C. Riwayat Gangguan Sebelumnya1. Riwayat Gangguan Psikiatri Sebelumnya

    Tahun 1982, Ayah pasien meninggal dunia akibat serangan jantung. Pasien sangat

    sedih dan kehilangan, berulangkali pingsan, bertingkah seperti orang kesurupan

    sehingga keluarga membawa pasien memeriksakan diri ke psikiater dan diberi

    obat racikan. Rasa sedih dan kehilangan itu kemudian diikuti perasaan cemas.

    Bila ia merasa cemas, akan diikuti dengan jantung berdebar, keringat dingin, sakit

    kepala, lemas dan gemetaran. Keluhan ini muncul terutama saat sedang sendiri di

    kamar dan teringat pada ayahnya. Sekalipun demikian, pasien dapat

    menyelesaikan sekolahnya di SPRG Makassar dengan baik.

    Rasa sedih, khawatir dan cemas berlangsung cukup lama dan membuat pasien

    sakit-sakitan sehingga berulang kali memeriksakan diri ke dokter karena gejala-

    gejala fisik yang dirasakan.

    2. Riwayat Penyakit DahuluPasien tidak pernah mengalami demam tinggi, kejang ataupun penyakit-penyakit

    berat lainnya. Akan tetapi, pasien berulangkali memeriksakan diri ke dokter

    dengan keluhan perasaan lemah, sakit kepala, sesak dan keluhan-keluhangastrointestinal.

    3. Riwayat Penggunaan Zat PsikoaktifTidak ada riwayat penyalahgunaan zat psikoaktif.

    D. Riwayat Kehidupan Pribadi1. Riwayat Prenatal dan Perinatal

    Selama kehamilan, ibu pasien dalam keadaan sehat. Pasien lahir ditolong dukun,

    lahir spontan, cukup bulan, dalam keadaan normal. Pasien mendapat ASI sampai

    usia 2 tahun.

  • 5/28/2018 Refleksi Kasus Ilmu Kesehatan Jiwa

    4/31

    4

    2. Riwayat Masa Kanak Awal (1-3 tahun)Pasien mulai dapat berjalan pada usia 1 tahun dan dilakukan toilet training pada

    usia ini dengan bantuan ibunya. Ibu pasien merupakan orang yang tegas dan

    keras. Bila ada hal yang tidak disenanginya, maka ia tidak segan-segan untuk

    memarahi dan berkata keras. Sekalipun demikian, ibu pasien tidak pernah

    melakukan kekerasan fisik.

    3. Riwayat Masa Kanak Pertengahan ( 4-11 tahun)Pada masa ini, pasien telah diajarkan untuk membantu pekerjaan rumah tangga,

    seperti mencuci piring, membersihkan rumah dan menjaga adik-adiknya. Bila ada

    pekerjaan yang tidak beres, pasien akan dimarahi dan dihukum oleh ibunya. Hal

    ini membuat pasien merasa diperlakukan seperti anak tiri dan semakin dekat

    dengan ayah yang dianggap sangat menyayanginya. Saat telah bersekolah, pasien

    tetap harus mengerjakan pekerjaan rumah tangga sebelum berangkat dan setelah

    pulang dari sekolah.

    4. Riwayat Masa Kanak Akhir dan RemajaPasien tidak menikmati masa remaja seperti anak-anak seusianya karena telah

    diberi tanggung jawab untuk mengurus rumah. Ibu sangat membatasi pergaulanpasien dan mempercayakan pengawasan pasien dan adik-adiknya pada seorang

    guru muda yang kelak menjadi suami pasien.

    Tamat SMP, pasien memilih untuk bersekolah di Makassar dan tinggal di rumah

    tantenya. Pada awalnya pasien merasa senang dan tenang karena terbebas dari

    pekerjaan yang memberatkan, tetapi lama kelamaan, pasien merasa sangat rindu

    pada ayahnya dan membuatnya sering berpikir tentang keadaan ayahnya itu.

    Saat usia 16 tahun, Ayah pasien meninggal dunia, membuat ia kehilangan orang

    yang menyayangi dan mencintainya.

  • 5/28/2018 Refleksi Kasus Ilmu Kesehatan Jiwa

    5/31

    5

    5. Riwayat Masa Dewasaa. Riwayat Pendidikan

    Pasien bersekolah sampai tamat pendidikan perawat gigi setingkat SMA.

    Pasien pernah kuliah D3 Teknikal Gigi sampai semester 5 di Jakarta, tetapi

    tidak selesai. Menurut pasien, ia kuliah untuk mengisi waktu karena tujuan

    utama ke Jakarta adalah untuk berobat jantung. Selain itu, tiap kali ujian,

    pasien selalu mengalami gejala kecemasan, bahkan pernah pingsan saat ujian.

    b. Riwayat PekerjaanSaat ini pasien bekerja sebagai perawat gigi dan pembuat gigi palsu pada

    sebuah klinik kesehatan di daerah Daya Makassar. Saat di Polewali, pasien

    pernah bekerja sebagai tenaga honorer di Puskesmas sebuah kota kecamatan.

    Setelah pindah ke Makassar, ia bekerja sebagai tenaga honorer di RSWS.

    Pasien berhenti bekerja saat berangkat ke Jakarta untuk berobat. Pasien

    bekerja sangat teliti dan tidak segan untuk mengulang kembali dari awal

    apabila hasil pekerjaannya dirasa kurang sempurna. Karena keahlian dan

    ketelitiannya, pasien sering dipanggil untuk membuat gigi palsu di luar

    daerah, seperti Surabaya, Bali, dan beberapa daerah lain. Sekalipun demikian,

    ia dapat menikmati pekerjaannya itu, merasa dihargai dan mandapatkanimbalan finansial yang cukup.

    c. Riwayat PernikahanPasien menikah pada usia 20 tahun dengan seorang guru yang ia kenal sejak

    masih kecil karena guru itu sering dipercaya oleh ibu pasien untuk menjaga

    dan mengawasi pasien. Awal pernikahan, pasien ikut dengan suami yang

    mengajar di daerah terpencil di Kab. Polewali Mamasa. Ia merasa suaminya

    lebih memperhatikan pekerjaan dan tidak memperdulikan dirinya sebagai istri,

    kurang kasih sayang dan perhatian. Suatu saat ada kejadian ketika pasien

    menelpon suami untuk diantar ke Puskesmas karena ia sakit diare, demam

    tinggi dan susah untuk bangun dari tempat tidur, suami pasien tidak datang

  • 5/28/2018 Refleksi Kasus Ilmu Kesehatan Jiwa

    6/31

    6

    menjemput, sehingga pasien sambil menggendong anaknya yang berusia 6

    bulan berjalan kaki sendiri ke Puskesmas yang berjarak sekitar 5 kilometer

    dari rumahnya. Sejak saat itu, pasien tidak pernah lagi minta pertolongan dari

    suami karena ia merasa saat mau mati saja si suami tidak mau menolong,

    apalagi kalau saat sedang sehat. Pasien pun berusaha menerima sifat suaminya

    itu apa adanya.

    Dari pernikahan ini, pasien dikaruniai seorang putra dan seorang putri. Putra

    pasien saat ini bekerja di Surabaya, sedangkan putrinya masih kuliah di

    Fakultas Hukum Unhas.

    d. Riwayat KeluargaPasien adalah anak ke dua dari enam bersaudara (). Pasien merasa

    diperlakukan seperti anak tiri oleh ibu kandungnya, sementara ia merasa

    sangat disayang dan diperhatikan oleh ayahnya. Hal ini membuat hubungan

    dengan ibunya sangat renggang. Sampai saat ini, pasien tidak akan pulang

    kampung bila tidak ada urusan yang sangat mendesak. Pasien merasa sangat

    kehilangan saat ayahnya meninggal, sehingga membuatnya sakit-sakitan.

    : Laki-laki

    : Perempuan

  • 5/28/2018 Refleksi Kasus Ilmu Kesehatan Jiwa

    7/31

    7

    e. Riwayat Kehidupan SosialPasien dapat bergaul baik dengan atasan maupun teman-teman kerjanya

    sehingga ia mendapatkan kepercayaan untuk mengembangkan keahliannya

    dalam membuat gigi palsu sekalipun secara formal ia tidak memiliki ijazah. Ia

    kurang senang berkumpul dengan tetangga ataupun menghadiri acara-acara

    keluarga. Waktu senggang diisi dengan mengurus rumah dan anak-anak.

    f. Riwayat AgamaPasien beragama Islam dan cukup taat menjalankan ibadah. Pasien mendidik

    anak-anaknya untuk taat pada ajaran agama, seperti yang diajarkan oleh

    ayahnya.

    g. Situasi Kehidupan SekarangSaat ini pasien tinggal di rumah sendiri bersama suami dan anak

    perempuannya. Setiap hari ia bekerja dari jam delapan pagi sampai jam dua

    atau tiga sore. Dua kali dalam sebulan, pasien ke luar daerah untuk membuat

    gigi palsu di klinik milik dokter gigi yang pernah bekerja bersamanya.

    h.

    Persepsi Tentang Diri dan KehidupannyaPasien memilih untuk hidup mandiri tanpa mengharap bantuan suami, tetapi

    masih memiliki harapan agar suaminya mau berubah dan lebih peduli

    terhadap dirinya.

    III. PEMERIKSAAN STATUS MENTAL

    A. Deskripsi Umum1. Penampilan

    Seorang perempuan, tampak sesuai umur, perawakan kecil dan kurus, berjilbab

    dan berpakaian serasi, terkesan sebagai orang yang sabar dan mengerti keadaan.

  • 5/28/2018 Refleksi Kasus Ilmu Kesehatan Jiwa

    8/31

    8

    2. KesadaranBaik

    3. Perilaku dan Aktivitas PsikomotorTenang, sedikit hipoaktif, kadang menghela napas panjang.

    4. Pembicaraan :Pasien berbicara dengan suara pelan tetapi terdengar cukup jelas dan tegas.

    5. Sikap terhadap pemeriksa:Kooperatif

    B. Keadaan Afektif1. Mood : cemas2. Afek : Secara Umum Normothymia3. Ekspresi Afektif : Kadang terlihat khawatir dan sedih.4. Empati : Dapat dirabarasakan

    C. Fungsi Intelektual (Kognitif)1. Taraf Pendidikan dan Pengetahuan Umum :

    Pengetahuan umum dan kecerdasan sesuai dengan pendidikannya

    2.

    Orientasi :Orientasi waktu, tempat dan orang baik

    3. Daya Ingat :Daya ingat jangka panjang, menengah, pendek dan segera baik

    4. Konsentrasi dan perhatian :Cukup

    5. Pikiran Abstrak :Baik

    6. Bakat Kreatif :Membuat Gigi Palsu

    7. Kemampuan Menolong Diri Sendiri :Baik

  • 5/28/2018 Refleksi Kasus Ilmu Kesehatan Jiwa

    9/31

    9

    D. Gangguan Persepsi :1. Halusinasi : tidak ada2. Ilusi : tidak ada3. Depersonalisasi : Pasien kadang merasa tubuhnya jadi lebih ringan, rasa

    melayang dan pandangan menjadi gelap seakan-akan mau pingsan atau mati. Juga

    rasa nyeri pada bagian dada kiri, disertai jantung berdebar kencang seperti

    mengalami serangan jantung.

    4. Derealisasi : tidak ada

    E. Pikiran :1. Arus Pikir :

    Produktivitas cukup, kontinuitas relevan dan koheren, tidak ada hendaya

    berbahasa.

    2. Isi Pikir :- Preokupasi :

    Kekhawatiran pada serangan jantung, sehingga pasien membutuhkanreassurance dengan menempatkan obat untuk serangan jantung pada

    tempat-tempat yang mudah dijangkau.

    Bila pasien melihat orang yang mengalami gangguan kesehatan, terutamaserangan jantung, ia seperti turut mengalaminya, sekalipun menurut

    pemikirannya, hal itu tidak mungkin terjadi.

    F. Pengendalian Impuls :Saat wawancara terlihat cukup baik

    G. Daya Nilai dan Tilikan1. Norma Sosial : Baik2. Uji Daya Nilai : Baik3. Penilaian Realitas : Tidak ditemukan hendaya berat dalam menilai realitas.

  • 5/28/2018 Refleksi Kasus Ilmu Kesehatan Jiwa

    10/31

    10

    4. Tilikan : Pasien merasa ada yang tidak benar dalam pikiran danperasaannya, tetapi tak mampu untuk mengatasinya.

    H. Taraf Dapat Dipercaya : Dapat dipercaya

    IV. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK LEBIH LANJUTA. Status Internus :

    Keadaan umum tampak sehat, komposmentis, Tekanan Darah 130/80, nadi

    92x/menit, pernapasan 16x/menit, konjunctiva kesan normal, sklera tidak ikterik,

    thorax dan abdomen kesan normal.

    B. Status Neurologis :Gejala rangsang selaput otak (-), pupil bulat isokor, reflex cahaya +/+, fungsi motorik

    keempat ekstremitas kesan normal, tidak ditemukan reflex patologis.

    V. IKHTISAR PENEMUAN BERMAKNA

    Telah diperiksa seorang perempuan berumur 44 tahun, datang sendiri ke Poli Jiwa RSKD

    Prov. Sulsel pada tanggal 7 Maret 2011 dengan keluhan rasa takut mati yang pertamakali dirasakan tahun 1995 sesaat setelah tetangganya meninggal dunia karena serangan

    jantung. Pasien ikut merasa mengalami serangan jantung sehingga dibawa berobat ke

    dokter ahli jantung, didiagnosis mengalami PJK dan diberi obat. Pasien kemudian

    menjalani treadmill, dinyatakan mengalami penyempitan pembuluh darah koroner dan

    disarankan untuk menjalani kateterisasi. Pasien menolak di kateterisasi dan selama 10

    tahun rutin meminum obat.

    Saat berobat di RS Harapan Kita, dinyatakan bahwa pasien tidak mengalami gangguan

    jantung sehingga obat tidak perlu diminum. Tetapi pasien masih sering merasa cemas

    disertai jantung berdebar, sesak napas, nyeri dada, rasa pusing, dan tremor, bila ia ke

  • 5/28/2018 Refleksi Kasus Ilmu Kesehatan Jiwa

    11/31

    11

    rumah sakit, perasaannya menjadi lebih baik dan keluhan menghilang walau tidak

    meminum obat.

    Setelah kembali ke Makassar, rasa takut mati masih sering muncul, sehingga pasien

    menyimpan obat cedocard di tempat-tempat yang mudah dijangkau sekalipun tak pernah

    lagi ia menggunakannya, bahkan bila ia ke luar kota, dalam tasnya selalu tersedia

    cedocard, karena membuatnya merasa lebih nyaman. Akan tetapi, pikiran-pikiran tentang

    kematian masih sering ada yang membuat pasien merasa takut untuk menghadiri acara

    kematian, mengunjungi orang sakit, menonton acara televisi yang menyiarkan informasi

    kesehatan ataupun acara sinetron yang menampilkan adegan orang mati, karena ia merasa

    apa yang terjadi pada orang-orang tersebut seakan-akan terjadi pada dirinya juga.

    Dalam tiga minggu terakhir ini, tanpa sebab yang jelas, perasaan khawatir, pikiran-

    pikaran jelek tentang kecelakaan dan kematian semakin sering muncul bahkan hampir

    setiap hari dan tak dapat ia atasi yang membuatnya merasa lemas, jantung berdebar,

    keringat dingin, sesak napas, nyeri dada dan gemetaran. Terkadang rasa khawatir itu

    sedemikian beratnya yang membuatnya merasa seperti melayang, pandangan menjadi

    gelap, akan pingsan bahkan mati.

    Dari pemeriksaan status mental ditemukan bahwa pasien terlihat sebagai orang yang

    sabar dan mengerti keadaan, Psikomotor sedikit hipoaktif, kadang menghela napas

    panjang, berbicara dengan suara pelan tetapi terdengar cukup jelas dan tegas. Mood

    cemas, Afek kesan Normothymia, Ekspresi Afektif kadang terlihat khawatir dan sedih,

    empati dapat dapat dirabarasakan. Pada fungsi kognitif tidak didapatkan kelainan.

    Ditemukan gangguan persepsi berupa Depersonalisasi sementara pada gangguan isi pikir

    didapatkan preokupasi tentang serangan jantung dan merasa terpengaruh dengan keadaan

    lingkungan. Pengendalian impuls, norma sosial, dan uji daya nilai baik, tidak ada

    hendaya berat dalam menilai realita dan memiliki tilikan yang baik, serta secara umum

    keterangan pasien dapat dipercaya.

  • 5/28/2018 Refleksi Kasus Ilmu Kesehatan Jiwa

    12/31

    12

    VI. FORMULASI DIAGNOSTIKAksis I

    Dari riwayat gangguan didapatkan adanya pola perilaku dan psikologis yang bermakna

    secara klinis yaitu sering merasa takut mati akibat serangan jantung, diikuti perasaan

    cemas yang menimbulkan penderitaan yang bermakna dan gangguan dalam fungsi sosial,

    pekerjaan dan penggunaan waktu senggang, sehingga dapat dikatakan bahwa pasien

    mengalami gangguan jiwa.

    Pada pemeriksaan status internus, neurologis dan riwayat medis, tidak didapatkan

    indikasi adanya gangguan medis umum yang menimbulkan disfungsi otak sehingga

    gangguan mental organik dapat disingkirkan.

    Pada pemeriksaan status mental tidak ditemukan hendaya berat dalam menilai realita

    sehingga digolongkan sebagai gangguan jiwa nonpsikotik.

    Berdasarkan riwayat penyakit, anamnesis dan pemeriksaan status mental didapatkan

    adanya riwayat kecemasan yang berlangsung kronis, kemudian dalam tiga minggu

    terakhir tanpa sebab yang jelas timbul perasaan khawatir yang berlebihan yang diikuti

    rasa takut pada kematian serta gejala-gejala kecemasan lain yaitu jantung berdebarkencang, rasa melayang, tremor dan nyeri dada, yang berlangsung hampir tiap hari.

    Terkadang, rasa khawatir itu sedemikian beratnya sehingga membuat pasien merasa akan

    pingsan atau mati. Ditemukan pula gangguan persepsi berupa depersonalisasi.. Pada

    pikiran didapatkan gangguan berupa preokupasi berlebihan terhadap serangan jantung

    serta adanya pengaruh lingkungan terhadap kesehatannya.. Berdasarkan gejala-gejala

    tersebut, maka diagnosa yang diajukan adalah Gangguan Cemas Menyeluruh (F41.1)

    Aksis II

    Dari anamnesis didapatkan bahwa pasien adalah orang yang mandiri, teratur, teiti, hati-

    hati, dan berusaha melakukan pekerjaan dengan sempurna yang mengarah pada ciri

    kepribadian anankastik. Selain itu, pasien juga termasuk orang yang mudah tersugesti.

  • 5/28/2018 Refleksi Kasus Ilmu Kesehatan Jiwa

    13/31

    13

    Akan tetapi karena tidak sampai menyebabkan gangguan yang bermakna dalam

    kehidupan sehari-hari, maka tak dapat digolongkan dalam kategori gangguan

    kepribadian.

    Mekanisme pembelaan ego yang sering dilakukan adalah represi, introjeksi, dan

    konversi.

    Aksis III

    Tidak ada diagnosis

    Aksis IV

    Masalah dalam keluarga dan rumah tangga

    Aksis V

    GAF Scale 60-51, gejala sedang dan disabilitas sedang

    VII. DIAGNOSIS MULTI AKSIALAksis I : Gangguan Cemas Menyeluruh (F41.1)

    Aksis II : Ciri Kepribadian AnankastikAksis III :Tidak ada diagnosis

    Aksis IV :Masalah keluarga dan rumah tangga

    Aksis V :GAF Scale 60-51

    VIII. FORMULASI PSIKODINAMIKBerdasarkan teori kognitif-perilaku, pasien dengan gangguan cemas menyeluruh

    memiliki respon yang tidak tepat dan tidak akurat terhadap bahaya yang mengancam.

    Ketidakakuratan itu diperbesar oleh perhatian yang selektif pada detil negatif dari

    lingkungan, distorsi dalam proses informasi, dan pandangan negatif terhadap kemampuan

    diri sendiri dalam mengatasi masalah.

  • 5/28/2018 Refleksi Kasus Ilmu Kesehatan Jiwa

    14/31

    14

    Dari riwayat penyakit, pasien telah beberapa kali mengalami kecemasan. Pada saat

    cemas, jantungnya berdebar kencang, napas menjadi agak sesak, serta muncul

    ketegangan motorik. Karena pengalaman cemas seperti itu, maka saat tetangganya

    meninggal dunia akibat serangan jantung, ia merasa gejala-gejala yang terjadi padanya

    mirip dengan apa yang terjadi pada tetangganya itu sehingga ia merasa semakin cemas

    dan ketakutan akan mengalami serangan jantung . Pada saat ini, pasien terfokus secara

    selektif pada gejala-gejala serangan jantung, disusul dengan distorsi dalam memproses

    informasi bahwa ia memiliki gejala yang sama serta terjadi generalisasi stimulus

    sehingga ia merasa mengalami serangan jantung. Keadaan ini di perkuat oleh hasil

    pemeriksaan dokter yang mengatakan bahwa ia mengalami penyakit jantung koroner. Hal

    ini berlangsung cukup lama (10 tahun) sehingga sekalipun kemudian dinyatakan bahwa

    ia tidak mengalami gangguan jantung, gangguan kecemasan tetap ada dan kemudian

    memberat dalam tiga minggu terakhir sebelum pasien memeriksakan diri ke poli jiwa.

    Secara psikoanalitik, gejala-gejala kecemasan berasal dari ketegangan bawah sadar yang

    tak terselesaikan dan mudah teraktivasi. Hal ini terjadi akibat adanya konflik yang tak

    terselesaikan pada masa bayi, kanak-kanak, maupun remaja. Hal ini akan menyebabkan

    terjadinya fiksasi. Seseorang yang terfiksasi pada masa preodipal biasanya terjadi akibat

    adanya ancaman pada fase odipal yang mengakibatkan ia menarik diri sebelumterselesaikannya konflik-konflik pada masa odipal.

    Pada sisi yang lain, terkadang orang tua berusaha mengajarkan pada anak-anak tentang

    masalah-masalah , kebimbangan dan kekecewaannya yang terjadi padanya. Mereka ingin

    agar anak-anak mengetahui betapa susahnya mencari makan dan tempat tinggal, betapa

    keras kerja mereka menjaga keberlangsungan keuangan keluarga, serta ancaman-

    ancaman yang dapat mengganggu keamanan keluarga. Sementara itu, anak-anak

    memerlukan perlindungan dari hal-hal tersebut agar ia dapat bebas untuk membangun

    rasa amannya sendiri baik dalam hubungan dengan orang yang lebih tua, maupun dengan

    teman sebayanya. Akibatnya, anak-anak tumbuh menjadi remaja yang rapuh dan

    terbebani oleh terhadap berbagai hal yang dapat mengancamnya. Mereka belajar prihatin

  • 5/28/2018 Refleksi Kasus Ilmu Kesehatan Jiwa

    15/31

    15

    sebelum mereka memiliki kematangan emosi, kekuatan dan kemampuan sosial yang

    dibutuhkan dalam mengatasi masalah-masalah remaja. Hal-hal tersebut menyebabkan

    seorang anak seperti dilatih untuk mengalami kecemasan.

    Bila seseorang mendapat masalah yang menimbulkan ketegangan, awalnya ia dapat

    beradaptasi dengan ketegangan tersebut. Seseorang secara normal dapat merepresi secara

    sempurna berbagai konflik, rasa frustasi, atau fantasi ke dalam alam bawah sadar. Akan

    tetapi, seiring dengan memuncaknya ketegangan dan kesulitan, ditambah adanya

    kelemahan ego, menyebabkan kemampuan adaptasi mencapai batasnya dan akhirnya ia

    tak dapat melakukan kompensasi lagi terhadap ketegangan, terjadi kegagalan represi

    sehingga elemen-elemen itu menembus alam sadar atau prasadar dan terbentuklah reaksi

    cemas.

    Pada kasus ini, pasien telah mengalami berbagai ketegangan psikologis sejak ia berusia

    muda. Berbagai peristiwa seperti konflik dengan ibu kandung sejak masa falik, kematian

    ayah, dan ketidak puasan pada perilaku suami memberikan ketegangan yang terus

    meningkat dan memberi gejala-gejala kecemasan. Ketika tetangga pasien meninggal

    dunia akibat serangan jantung, pasien merasa gejala yang ia derita merupakan gejala

    serangan jantung yang mengakibatkan munculnya serangan kecemasan.

    Ego Boundaries pada pasien juga telah mengalami gangguan (ego strength melemah),

    sehingga apa yang terjadi pada lingkungannya seakan-akan ia alami juga. Hal ini yang

    dapat menjelaskan mengapa pasien merasa seakan-akan ikut merasakan serangan jantung

    saat tetangganya meninggal dunia akibat serangan jantung.

    IX. DAFTAR MASALAH1. Organobiologis :

    Gangguan pikiran, perasaan dan perilaku yang terjadi melibatkan neurotransmitter

    sehingga membutuhkan psikofarmaka.

  • 5/28/2018 Refleksi Kasus Ilmu Kesehatan Jiwa

    16/31

    16

    2. Psikologis :Gangguan pikiran, perasaan dan perilaku terjadi akibat adanya gangguan pada sisi

    psikoedukatif sehingga membutuhkan piskoterapi.

    3. Sosiologis :Adanya masalah dalam keluarga dan rumah tangga memerlukan terapi pekawinan

    (couple therapy).

    X. PROGNOSISBaik

    XI. TERAPI1. Psikofarmaka : Fluoxetin 20 mg 1x1

    Clobazam 10 mg 2x1

    2. Psikoterapi :a. Psikoterapi Suportifb. Terapi Kognitif dan Perilakuc. Rencana Couple Therapy

    XII. DISKUSI

    Pasien di diagnosa Gangguan Cemas Menyeluruh karena ditemukan gejala-gejala

    kecemasan yang cukup berat dan berlangsung hampir setiap hari dalam tiga minggu

    terakhir dengan penyebab kecemasan yang tidak terlalu jelas. Adapun perasaan takut mati

    dan ketakutan akan mengalami serangan jantung merupakan bagian dari gejala

    kecemasan yang terjadi, bukan penyebab kecemasan itu sendiri. Kecemasan pada pasien

    ini telah berlangsung kronik, intensitasnya berfluktuasi, tetapi tidak pernah hilang sama

    sekali. Hal ini sesuai untuk kriteria Gangguan Cemas Menyeluruh, baik dalam PPDGJ III

    maupun dalam DSM IV TR.

  • 5/28/2018 Refleksi Kasus Ilmu Kesehatan Jiwa

    17/31

    17

    Pada pasien, didapatkan pula gejala-gejala depresi yaitu perasaan sedih dan rasa lemah

    yang berkepanjangan. Gejala-gejala ini muncul bersamaan dengan gejala kecemasan,

    tetapi tidak memenuhi kriteria untuk Episode Depresi sehingga tidak didiagnosa.

    Penatalaksanaan pasien dengan gangguan panik sebaiknya merupakan kombinasi dari

    farmakoterapi dan psikoterapi.

    Farmako terapi sebaiknya diberikan dalam 6 sampai 12 bulan. Dapat digunakan obat

    golongan benzodiazepin dan SSRI.

    Benzodiazepin merupakan drug of choiceuntuk gangguan cemas menyeluruh., memiliki

    onset yang cepat dan dapat digunakan dalam waktu yang lama tanpa adanya toleransi

    terhadap efek anticemasnya. Benzodiazepin dapat digunakan berdasarkan kebutuhan,

    artinya saat pasien berada dalam keadaan cemas yang berat, maka dapat diberi

    benzodiazepin kerja cepat, sementara itu dapat pula diberikan dalam periode terbatas saat

    diberikan psikoterapi.

    SSRI dapat diberikan, terutama bagi pasien yang memiliki komorbiditas dengan depresi.

    Sebaiknya SSRI diberikan bersama-sama benzodiazepin, kemudian setelah 2-3 minggu

    dosis benzodiazepin dikurangi sampai akhirnya berhenti.

    Psikoterapi yang dianjurkan adalah Psikoterapi Kognitif dan Perilaku, karena adanya

    distorsi kognitif dan gejala-gejala somatik. Pada sisi kognitif, perlu dijelaskan tentang

    keyakinan pasien yang salah serta informasi gejala-gejala kecemasannya. Keyakinan

    yang salah misalnya misinterpretasi pada gejala atau sensasi tubuh yang ringan menjadi

    gejala berat bahkan ancaman kematian. Sementara sisi perilaku dapat diberikan terapi

    relaksasi untuk mengatasi ketegangan otot maupun gejala somatik lain.

    Gangguan cemas menyeluruh cenderung menjadi kronis, adanya ketegangan-ketegangan

    dalam kehidupan dapat membuat gangguan muncul kembali. Akan tetapi dengan

  • 5/28/2018 Refleksi Kasus Ilmu Kesehatan Jiwa

    18/31

    18

    pengobatan dan psikoterapi yang cukup, dapat membuat pasien berfungsi kembali secara

    efektif dalam kehidupannya.

    Couple therapy dilakukan agar masing-masing dapat mengevaluasi tentang peran suami-

    istri dalam pernikahan, persepsi dan harapan mereka terhadap pasangannya serta dapat

    mencari solusi untuk mengurangi ketegangan yang terjadi akibat tidak sesuainya harapan

    dan kenyataan.

    XIII. FOLLOW UP1. Follow Up I (14-03-2011)

    Pasien datang di temani anaknya, tetapi anaknya hanya menunggu di luar ruangan.

    S : - Rasa cemas mengalami serangan jantung masih ada

    -Saat bangun pagi masih terasa pusing, dan nyeri ulu hati.

    -Bila ada ucapan-ucapan yang berkaitan dengan penyakit jantung, dengan

    cepat terekam, di otak dan dirasakan.

    - Sudah mulai bekerjaO : Afek kesan normothymia

    Ekspresi Afektif sesekali tampak cemas

    Depersonalisasi tidak adaPreokupasi tentang penyakitnya

    A : Aksis I : Gangguan Cemas Menyeluruh (F41.1)

    Aksis II : Ciri Kepribadian Anankastik

    Aksis III : Tidak ada diagnosa

    Aksis IV : Masalah dalam keluarga dan rumah tangga

    Aksis V : GAF Scale 70-61

    P : Psikoterapi Suportif dan Relaksasi

    Fluoxetin 20 mg 1x1

    Clobazam 10 mg 2x1

  • 5/28/2018 Refleksi Kasus Ilmu Kesehatan Jiwa

    19/31

    19

    2. Follow Up II (21-03-2011)Pasien masih di temani anaknya, tetapi anaknya hanya menunggu di luar ruangan.

    S : - Rasa cemas mengalami serangan jantung masih ada

    -Saat bangun pagi kepala agak berat.

    -Masih terpengaruh dengan berita di TV atau ucapan yang keras

    O : Afek kesan normothymia

    Ekspresi Afektif sesekali tampak cemas dan sedih

    Depersonalisasi tidak ada

    Preokupasi tentang penyakitnya

    A : Aksis I : Gangguan Cemas Menyeluruh (F41.1)

    Aksis II : Ciri Kepribadian Anankastik

    Aksis III : Tidak ada diagnosa

    Aksis IV : Masalah dalam keluarga dan rumah tangga

    Aksis V : GAF Scale 70-61

    P : Psikoterapi Suportif, Relaksasi dan Kognitif

    Fluoxetin 20 mg 1x1

    Clobazam 10 mg 2x1

    3.

    Follow Up III (28-03-2011)Pasien sudah bisa naik motor sendiri ke rumah sakit.

    S : - Rasa cemas mengalami serangan jantung tidak ada

    -Saat bangun pagi masih kepala rasa berat.

    -Sudah bisa menonton berita

    -Kebanyakan tidur

    O : Afek kesan normothymia

    Ekspresi Afektif lebih banyak tersenyum

    Depersonalisasi tidak ada

    Preokupasi tentang penyakitnya

    A : Aksis I : Gangguan Cemas Menyeluruh (F41.1)

    Aksis II : Ciri Kepribadian Anankastik

  • 5/28/2018 Refleksi Kasus Ilmu Kesehatan Jiwa

    20/31

    20

    Aksis III : Tidak ada diagnosa

    Aksis IV : Masalah dalam keluarga dan rumah tangga

    Aksis V : GAF Scale 70-61

    P : Terapi Relaksasi dan Kognitif

    Fluoxetin 20 mg 1x1

    Clobazam 10 mg 2x1

    4. Follow Up IV (04-04-2011)Pasien naik motor sendiri ke rumah sakit.

    S : - Rasa cemas hampir tidak ada

    -Setiap minum obat terasa mengantuk dan lemas sehingga obatnya di

    minum setelah pulang kerja.

    -Menonton berita tidak ada masalah

    O : Afek kesan normothymia

    Ekspresi Afektif kesan normal

    Depersonalisasi tidak ada

    Preokupasi tentang penyakitnya

    A : Aksis I : Gangguan Cemas Menyeluruh (F41.1)

    Aksis II : Ciri Kepribadian AnankastikAksis III : Tidak ada diagnosa

    Aksis IV : Masalah dalam keluarga dan rumah tangga

    Aksis V : GAF Scale 80-71

    P : Terapi Relaksasi dan Kognitif

    Fluoxetin 20 mg 1x1

    Clobazam 10 mg -0-1

    5. Follow Up V (11-04-2011)Pasien naik motor sendiri ke rumah sakit.

    S : - Rasa cemas hampir tidak ada

    -Masih lemas saat minum obat.

  • 5/28/2018 Refleksi Kasus Ilmu Kesehatan Jiwa

    21/31

    21

    -Diet ketat untuk menjaga berat badan

    -Rencana ke luar kota selama seminggu

    O : Afek kesan normothymia

    Ekspresi Afektif kesan normal

    Depersonalisasi tidak ada

    Preokupasi tentang penyakitnya

    A : Aksis I : Gangguan Cemas Menyeluruh (F41.1)

    Aksis II : Ciri Kepribadian Anankastik

    Aksis III : Tidak ada diagnosa

    Aksis IV : Masalah dalam keluarga dan rumah tangga

    Aksis V : GAF Scale 80-71

    P : Terapi Relaksasi dan Kognitif

    Fluoxetin 20 mg 1x1

    Clobazam 10 mg 2x1/2

    6. Follow Up VI (28-04-2011)S : - Rasa cemas hampir tidak ada

    -Masih lemas saat minum obat.

    -Diet ketat untuk menjaga berat badan-Rencana ke luar kota selama tiga hari

    O : Afek kesan normothymia

    Ekspresi Afektif kesan normal

    Depersonalisasi tidak ada

    Preokupasi dirasa tidak terlalu mengganggu

    A : Aksis I : Gangguan Cemas Menyeluruh (F41.1)

    Aksis II : Ciri Kepribadian Anankastik

    Aksis III : Tidak ada diagnosa

    Aksis IV : Masalah dalam keluarga dan rumah tangga

    Aksis V : GAF Scale 90-81-71

    P : Terapi Relaksasi dan Kognitif

  • 5/28/2018 Refleksi Kasus Ilmu Kesehatan Jiwa

    22/31

    22

    Fluoxetin 20 mg 1x1

    Clobazam 10 mg 2x1/2

    7. Follow Up VII (12-05-2011)S : - Rasa cemas muncul saat membuat gigi palsu untuk atasan dokter yang

    memanggilnya

    -Tremor saat memulai aktifitas.

    -Mulai mengurangi Diet

    O : Afek kesan normothymia

    Ekspresi Afektif kesan normal

    Depersonalisasi tidak ada

    Preokupasi dirasa tidak terlalu mengganggu

    A : Aksis I : Gangguan Cemas Menyeluruh (F41.1)

    Aksis II : Ciri Kepribadian Anankastik

    Aksis III : Tidak ada diagnosa

    Aksis IV : Masalah dalam keluarga dan rumah tangga

    Aksis V : GAF Scale 90-81

    P : Terapi Relaksasi dan Kognitif

    Fluoxetin 10 mg 1x1Clobazam 10 mg 0-0-1/2

    8. Follow Up VIII (24-05-2011)S : - Rasa cemas hampir tidak ada lagi

    -Rasa lemah dilengan kiri.

    -Pasrah atas sifat suami

    O : Afek kesan normothymia

    Ekspresi Afektif kesan normal

    Depersonalisasi tidak ada

    Preokupasi dirasa tidak ada

  • 5/28/2018 Refleksi Kasus Ilmu Kesehatan Jiwa

    23/31

    23

    A : Aksis I : Gangguan Cemas Menyeluruh (F41.1)

    Aksis II : Ciri Kepribadian Anankastik

    Aksis III : Tidak ada diagnosa

    Aksis IV : Masalah dalam keluarga dan rumah tangga

    Aksis V : GAF Scale 90-81

    P : Terapi Relaksasi dan Kognitif

    Rencana Couple Therapy, tetapi suami tidak datang

    Fluoxetin 10 mg 1x1

    Clobazam 10 mg 0-0-1/2

  • 5/28/2018 Refleksi Kasus Ilmu Kesehatan Jiwa

    24/31

    24

    LAMPIRAN WAWANCARA

    WAWANCARA I (07-03-2011)

    Dokter (D) : Selamat pagi Ibu. Mari silahkan duduk (sambil menyalami pasien)

    Pasien (P) : Pagi dok

    (Tampak pasien mengenakan pakaian yang cukup serasi, berjilbab, tampak cukup tenang walau

    telah menunggu cukup lama dan diperiksa unuk kedua kalinya untuk keluhan yang sama)

    D : Maaf Bu, saya diminta untuk mengevaluasi keadaan Ibu hari ini, mungkin kita

    butuh waktu agak lama. Apakah bisa Bu?

    P : Tidak apa dok.

    (Kemudian dokter menanyakan identitas pasien).

    D : Bu, distatus ini dikatakan Ibu sering merasa cemas. Bisa ceritakan ulang Bu?

    P : Begini dok, sudah tiga minggu ini saya sering sekali merasa takut. Seperti mau mati

    saja, sepertinya saya terkena serangan jantung.

    D : Maksudnya terkena serangan jantung itu bagaimana?

    P : Gejala-gejalanya seperti itu dok. Nyeri di dada kiri baru keras terasa denyutnya, napas

    jadi sesak, gemetaran sampai kerangat dingin saya dok.

    D : Ya, selain itu masih ada lagi yang Ibu rasa?

    P : Rasanya seperti mau mati dok. Perasaanku seperti melayang, seperti nyawa mau lepas.D : Pasti rasanya tidak enak bila begitu. Tiap hari Ibu rasakan gejala seperti itu?

    P ; Hampir tiap hari dok. Biasanya kalau pagi seperti itu. Siangnya agak enakan. Tapi

    akhir-akhir ini saya tidak bisa kerja dok. Rasanya lemas terus, siang-malam tidak enak

    rasanya.

    D : Jadi Ibu rasakan gejala itu setiap hari ya?

    P : Ia dok.

    D : Setelah perasaan seperti itu mereda, apakah perasaan Ibu betul-betul membaik?

    P : Tidak mi dok. Dulu-duluji. Kalau Beginimi perasaanku, saya tenangkan diri atau

    istirahat sebentar, enakmi. Tapi sekarang tidak enak terus, selalu saya khawatir, jangan

    sampai saya kena serangan jantung.

    D : Bagaimana sampai bisa Ibu merasa akan kena serangan jantung?

  • 5/28/2018 Refleksi Kasus Ilmu Kesehatan Jiwa

    25/31

    25

    P : Tidak tahu dok. Akhir-akhir ini muncul begitu saja. Kalau munculmi pikiran jelekku,

    tidak enak sekali mi itu perasaanku.

    D : Baru tiga minggu ya Ibu rasa sepeti ini.

    P : Ia dok

    D : Jadi tiga minggu lalu Ibu pertama kali mengalami hal ini secara tiba-tiba ya?

    P : Kalau pertama kalinya sudah lama sekali dok, sudah hampir 15 tahun lebih saya seperti

    ini. Awalnya itu tahun 1995 dok, waktu ada tetangga meninggal. Waktu saya melayat

    ke rumahnya, tidak enak perasaanku. Ini tetangga waktu malam masih baik-baik

    katanya. Tiba-tiba paginya meninggal. Tidak enak terusmi perasaanku. Nah, malam

    harinya , munculmi sakit dadaku, sesak seperti mauka mati. Jadi saya dibawa bapaknya

    ke dokter jantung. Saya dibilang kena jantung koroner. Tambah cemas maka itu dok.

    Saya teringat terus itu dipikiranku kalau saya sakit jantung. Makanya saya kontrol.

    D : Bagaimana sampai dokternya yakin Ibu sakit Jantung?

    P : Saya tidak tahu dok. Pokoknya saya percaya saja. Tapi hampir dua tahun saya berobat

    tidak ada perubahan. Masih sering muncul nyeri dada. Kalau sudah begitu, saya makin

    takut. Akhirnya saya minta di treadmil saja, biar saya bayar tidak apa.

    D : Bagaimana hasil Tredmill nya Bu?

    P : Saya betul betul kena jantung koroner dok. Saya di suruh kateterisasi. Tapi saya masih

    pikir-pikir dok. Biayanya masih sulit dijangkau.D : Terus, bagaimana?

    P : Ya, saya minum obatnya saja dok.

    D : Selama minum obat, gejala-gejala seperti serangan jantung itu sudah hilang?

    P : Itu dia dok. Kenapa ini saya masih kadang-kadang sesak, masih nyeri dada. Apalagi

    kalau ada orang cerita tentang orang sakit, langsung saya seperti ikut sakit juga.

    D : Jadi kalau kita cerita begini, Ibu rasakan juga?

    P : Ia dok, makanya saya tidak mau nonton TV juga. Apalagi kalau berita tentang orang

    berkelahi atau berita-berita kecelakaan, saya seperti ikut rasakan.

    D : Jadi, apa yang Ibu lakukan bila gejala seperti itu muncul?

    P : Tidak ada dok, itumi televisi di rumah jarang menyala.

  • 5/28/2018 Refleksi Kasus Ilmu Kesehatan Jiwa

    26/31

    26

    D : Jadi gejala-gejala yang ibu rasakan tidak reda ya, walaupun minum obat jantung itu.

    Terus, tindakan Ibu selanjutnya?

    P : Saya ke Jakarta dok. Kebetulan ada tante yang tinggal di sana. Dia anjurkan supaya

    saya periksa saja di Harapan Kita.

    D : Bagaimana hasilnya?

    P : Nah, di sana itu saya dibilangi tidak adaji gangguan jantung. Saya disuruh berhenti

    minum cedocard dok. Saya jadi bingung juga dok, kalau tidak ada gangguan jantung,

    terus nyeri dan sesaknya dari mana? Tapi tetap saya coba tidak minum obat. Eh lucunya

    dok, tiap kali muncul perasaan sesakku, saya jalan-jalan saja ke rumah sakit, langsung

    hilang rasa sesaknya.

    D : Wah, kalau begitu ada proses psikologis bekerja ya?

    P : Begitulah kira-kira dok.

    D : Berapa lama Ibu di Jakarta?

    P : Sekitar tiga tahun dok.

    D : Wah, lama juga. Kalau berobatkan sebentar saja ya?

    P : Ia dok, tapi saya rasa enak kalau tinggal di sana. Makanya saya kuliah di Teknikal

    Gigi. Tapi tidak tamat dok, tiap ujian perasaan saya tidak enak, selain itu terlalu lama

    saya tinggalkan Bapak dok.

    D : Bagaimana waktu kita di Makassar?P : Maksudnya dok?

    D : Bagaimana dengan gejala yang kita rasakan itu, yang sesak, nyeri dada, perasaan

    cemas.

    P : Ya masih dok. Saya agak tenang kalau saya tahu ada obat jantungku. Jadi saya simpan

    obat itu dimana-mana.

    D : Jadi, Ibu minum obat jantung lagi?

    P : Tidak ji dok. Saya Cuma agak tenang kalau tahu ada obat. Tapi saya tidak minumji.

    D : Kita kembali ke gejala yang Ibu rasa sekarang, Apa intensitasnya sama dengan waktu

    Ibu di Jakarta atau waktu pertama kali dahulu kena gejala seperti ini.

    P : Wah, seperti pertama dulu dok. Pandangan saya jadi gelap, takut sekali mati, apa lagi

    jantung kencang sekali, sesak. Pokoknya sama seperti dulu.

  • 5/28/2018 Refleksi Kasus Ilmu Kesehatan Jiwa

    27/31

    27

    D : Bagaimana bisa kembali seperti itu?

    P : Saya tidak mengerti juga dok, tiba-tiba waktu saya mau ke tempat kerja, tidak enak

    perutku. Naik ke ulu hati baru ke dada. Saya jadi takut, jangan samapai seperti dulu lagi.

    Ternyata memang seperti itu. Saya tidak jadi ke tempat kerja. Besoknya, begitu lagi. Ini

    saya jadi bolong-bolong ke tempat kerja dok, mana lagi ada panggilan saya ke Surabaya.

    D : Sepertinya gejala yang Ibu sebutkan itu gejala sakit maag ya?

    P : Barangkali juga dok. Soalnya saya memang diet. Kalau pagi, cuma makan gabin 2

    lembar, siang baru makan nasi sedikit. Malam palingan jus.

    D : Sebentar, Ibu bilang tadi bolong-bolong ke tempat kerja? Jadi Ibu tetap bisa masuk

    kerja?

    P : Ia, kalau agak enakan, saya kerja. Tapi seringnya tidak enak dok.

    D : Jadi apa yang Ibu lakukan?

    P : Baring-baring dok. Tapi tetap tidak enak. Kayak takut saya kalau berulang seperti dulu

    lagi.

    D : Bu, saya akan ajarkan ibu cara membuat lebih rileks ya. Bisa sambil baring, bisa

    sambil duduk juga. Mudah-mudahan lebih enak nanti.

    (Dokter kemudian mengajarkan pengaturan napas)

    D : Hm, baik kalau begitu Bu. Ada obat saya resepkan ini untuk satu minggu ya Bu,

    minggu depa kita ketemu lagi ya.P : Ia dok. Terima kasih.

    WAWANCARA II (14 MARET 2011)

    D : Selamat pagi Bu N, bagaimana keadaan hari ini? Lebih baik?

    P : Alhamdulillah dok. Agak enakan.

    D : Oh Ya, bagaimana pekerjaan Ibu?

    P : Alhamdulillah, saya sudah masuk dok. Hanya terpaksa jadwal ke Surabaya di tunda

    dulu.

    D : Kadang masih tidak enak?

  • 5/28/2018 Refleksi Kasus Ilmu Kesehatan Jiwa

    28/31

    28

    P : Ia dok. Masih kadang mucul perasaan cemasku. Apa lagi tadi pagi tidak enak lagi

    perutku. Masih pusing juga. Tapi kalau saya paksa untuk bangun, biasanya lebih enak.

    D : Sudah berapa hari tidak enak perut Ibu?

    P : Baru lagi ini dok. Mungkin karena 2 hari lalu saya banyak pekerjaan. Makannya sudah

    sore.

    D : Eh, minggu lalu Ibu bilang sedang diet ya?

    P : Ia dok. Saya khawatir, LDL saya agak tinggi, jadi saya tidak makan yang mengandung

    lemak dok. Nasi juga saya kurangi.

    D : Bagaimana lagi pola diet Ibu? Kalau tidak salah pagi sarapan gabin ya?

    P : Ia dok. Pagi gabin 2 dengan teh, siang baru nasi kira-kira setengah gelas aqua, ikan atau

    tempe rebus, sayurnya banyak, jadi kalau masih lapar saya tambah sayur saja. Malam jus.

    D : Mengapa nasinya sedikit sekali? Nasi kan sumber tenaga. Lemak juga ada fungsinya

    sendiri. Kalau nasita sedikit sekali, lalu pkerjaannya berat, pasti ada kelainan kita rasa

    kan.

    P : Takutnya gemuk dok. Kalau gemuk kan gampang kena serangn jantung.

    D : Saya lihat, Ibu justru sangat kurus. Tenaga yang kita keluarkan kan harus seimbang

    dengan tenaga yang masuk. Bila tidak, makanan akan diambil dari cadangan tubuh

    seperti lemak. Nah, itu yang kadang-kadang bikin LDL dan Trigliserida meninggi.

    P : Tapi saya khawatir dok, kalau terlalu banyak saya makan,D : Kita tambah sedikit dulu nasinya, jadikan satu gelas lah, agar ada tenaga untuk bekerja.

    P : Ia dok.

    D : Bagaimana bila Ibu menonton TV? Apa masih terpengaruh?

    P : Masih sedikit terpengaruh dok. Tapi tidak seperti dulu. Saya juga sudah kembali masuk

    kerja dok.

    D : Wah baguslah kalau begitu. Sudah ada kemajuan. Bagaimana dengan pengaturan napas

    yang saya ajarkan minggu lalu Bu?

    P : Bagus dok, apa lagi kalau muncul lagi perasaan tidak enak, rasanya bisa membantu dok.

    D : Baguslah Bu. Ini saya beri resep untuk seminggu lagi ya.

    P : Ia, terima kasih dok.

  • 5/28/2018 Refleksi Kasus Ilmu Kesehatan Jiwa

    29/31

    29

    WAWANCARA III (21 Maret 2011)

    Tampak pasien datang dengan ditemani anak lelakinya. Saat wawancara, anak pasien menunggu

    di luar.

    D : Pagi Bu N, saya lihat ada yang menemani Ibu ya?

    P : Itu anak saya yang tinggal di Surabaya dok. Kebetulan jalan-jalan ke Makassar, sekalian

    saya minta temani ke sini.

    D : Bagaimana tanggapan anak-anak terhadap apa yang ibu alami saat ini?

    P : Ya, mereka menyemangati saya dok. Apalagi anak perempuan saya, dia selalu memberi

    semangat kalau melihat saya sedang lemas.

    D : Ibu cerita ke mereka keadaan Ibu?

    P : Iya dok, kan mereka tahu keadaan saya. Tapi ada yang saya simpan untuk saya sendiri

    dok, mereka tidak perlu tahu, sekalipun mungkin mereka dapat melihat sendiri.

    D : Seperti apa itu Bu?

    P : Misalnya perasaan saya pada Bapak di rumah.

    D : Perasaan seperti apa itu Bu?

    P : Misalnya rasa kecewa saya, rasa sakit, bagaimanapun sebagai perempuan, kita jugaingin diperhatikan. Mungkin itu juga alasannya sampai saya seperti ini. Saya tidak bisa

    meminta apa-apa ke Bapak, karena pasti tidak diperdulikan. Bapak memang sangat

    pendiam, hanya saja saya berharap Bapak bisa sedikit saja memperhatikan saya.

    D : Perhatian apa misalnya yang Ibu harapkan?

    P : Misalnya kalau saya sakit seperti ini dok, tidak pernah bapak tanya, sudah minum

    obat?, atau misalnya mau kemana-mana itu, ditanya mau ke mana? Ini seperti tidak ada

    kepedulian.

    D : Kalau tidak salah dari dahulu Bapak seperti itu ya?

    P : Ia sih dok, tapi bagaimanapun juga, kita akan merasa senang bila diperhatikan.

    D : Apa Ibu pernah memberitahukan ke Bapak, bahwa Ibu senang bila beliau

    memperhatikan Ibu?

  • 5/28/2018 Refleksi Kasus Ilmu Kesehatan Jiwa

    30/31

    30

    P : Pernah sih dok, tapi responnya ya begitu itu. Tidak ada respon.

    D : Lalu, apa yang Ibu lakukan bila demikian?

    P : Apa lagi yang bisa dok? Saya terima saja. Pernah waktu saya berobat ke Jakarta, saya

    tinggal Bapak cukup lama, saya harap Bapak berubah, tetapi hanya sebentar saja dok.

    Itulah yang pernah saya bilang, mau mati saja Bapak tidak perhatikan, ya semua-semua

    saya kerja sendiri saja dok.

    D : Ibu tahan ya dengan keadaan ini.

    P : Yah, mau bagaimana lagi dok. Saya hanya berharap, anak-anak saya mendapatkan yang

    jauh lebih baik dari yang saya alami. Tetapi biar bagaimana, mereka harus menghormati

    bapaknya, makanya yang seperti ini lebih baik saya simpan saja dok.

    D : Terus, bagaimana hubungan Bapak dengan anak-anak?

    P : Baik-baik saja dok, Cuma memang saya yang lebih banyak bersama anak-anak.

    Bapaknya itu kalau sampai dirumah, kalau tidak kerja ya duduk-duduk begitu saja, nanti

    perlu baru bicara sama anak-anak. Atau kadang anak-anak bilang langsung ke saya.

    Hanya memang bila ada keperluan atau apa Bapak selalu berusaha memenuhinya, apalagi

    masalah sekolah, Bapak kan guru, keperluan-keperluan sekolah anak-anak pasti bapak

    peerhatikan.

    D : Padahal kalau guru, pasti harus banyak bicara depan kelas ya?

    P : Mungkin sudah capek bicara itu ya dok (tersenyum) sampai di rumah tidak terlalubanyak omong.

    D : Ah, tidak begitulah Bu. Saya ingin bertemu juga dengan Bapak, kira-kira bisa?

    P : Nanti saya coba sampaikan dok.

    D : Baiklah kalau demikian ya Bu, mudah-mudahan bisa.

    P : Iya dok, terima kasih.

    (Sampai saat ini pemeriksa belum pernah melakukan wawancara dengan suami pasien,

    pernah satu kali bertemu bukan di ruang pemeriksaan, suami pasien tersenyum, berjabat

    tangan dengan dan berkenalan dengan pemeriksa, tetapi secara halus menolak untuk ikut

    serta dalam sesi wawancara)

  • 5/28/2018 Refleksi Kasus Ilmu Kesehatan Jiwa

    31/31

    31

    DAFTAR PUSTAKA

    1. Depkes RI. Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III. 1993.2. Kaplan HI, Sadock BJ, Grebb JA : Theories of Personality and Psychopathology, Kaplan

    and Sadocks synopsis of Psychiatry, 10 th edition, William and Wilkins, Philadelpia,

    2007.

    3. Kaplan HI, Sadock BJ, Grebb JA : Generalized Anxiety Disorder, Kaplan and Sadockssynopsis of Psychiatry, 10 th edition, William and Wilkins, Philadelpia, 2007.

    4. Kaplan HI, Sadock BJ, Grebb JA : Learning Theory, Kaplan and Sadocks synopsis ofPsychiatry, 10 th edition, William and Wilkins, Philadelpia, 2007.

    5. Agus D, Teori perkembangan kognitif: Siklus kehidupan dan perkembangan individu,Edisi I, FK UNIKA Atmajaya, 2003.

    6. Cameron, N : Personality Development and Psychopathology, Yale University, MiflinCompany, Boston, 1963.

    7. Arana, G.W, Rosenbaum, J.F. : Handbook of Psychiatric Drug Therapy, Fourth Ed.,Lippincott William & Wilkins, Philadelpia, 2000.

    8. Kasandra, O.A : Pendekatan Cognitif Behavior dalam Psikoterapi, Penerbit CreativeMedia, Jakarta, 2003

    9.

    Gelder, M.G, Lopez-Ibor, J.J., Andreasen, N : Generalized Anxiety Disorder in NewOxford Textbook of Psychiatry, Oxford University Press, 2000.